Ade Johar Maturidi, 0808036005
MASA KECIL MUHAMMAD DARWIS
Muhammad Darwisy (Nama Kecil Kyai Haji Ahmad Dahlan) dilahirkan dari
kedua orang tuanya, yaitu KH. Abu Bakar (seorang ulama dan Khatib terkemuka di
Mesjid Besar Kesultanan Yogyakarta) dan Nyai Abu Bakar (puteri dari H. Ibrahim yang
menjabat sebagai penghulu kesultanan juga). Ia merupakan anak ke-empat dari tujuh
orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya.
Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim,
seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan
pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan
Safwan, 1991). Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH.
Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kiyai Murtadla bin Kiyai Ilyas bin
Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana
Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlul'llah (Prapen) bin
Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam,
1968: 6).
Muhammad Darwisy dididik dalam lingkungan pesantren sejak kecil yang
mengajarinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Ia menunaikan ibadah haji ketika
berusia 15 tahun (1883), lalu dilanjutkan dengan menuntut ilmu agama dan bahasa arab
di Makkah selama lima tahun. Di sinilah ia berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran
pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan
ibn Taimiyah. Buah pemikiran tokoh-tokoh Islam ini mempunyai pengaruh yang besar
pada Darwisy. Jiwa dan pemikirannya penuh disemangati oleh aliran pembaharuan ini
yang kelak kemudian hari menampilkan corak keagamaan yang sama, yaitu melalui
Muhammadiyah, yang bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-
Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot).
Ortodoksi ini dipandang menimbulkan kebekuan ajaran Islam, serta stagnasi dan
dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam. Oleh karena itu, pemahaman keagamaan yang
statis ini harus dirubah dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian
ajaran Islam dengan kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadits.
1
Ade Johar Maturidi, 0808036005
Pada usia 20 tahun (1888), ia kembali ke kampungnya, dan berganti nama Ahmad
Dahlan. Sepulangnya dari Makkah ini, iapun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan
Kesultanan Yogyakarta. Pada tahun 1902-1904, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua
kalinya yang dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di
Makkah.
Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai
Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang
Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah,
KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti
Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Di samping
itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga
pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga
mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan
Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai
Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).
Sebagai seorang yang sangat hati-hati dalam kehidupan sehari-harinya, ada sebuah
nasehat yang ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri, yaitu :
"Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar dan peristiwa-peristiwa yang
akan mengejutkan engkau, yang pasti harus engkau lewati. Mungkin engkau mampu
melewatinya dengan selamat, tetapi mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai
Dahlan, coba engkau bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah,
sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan neraka. Dan dari
sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang terdekat kepadamu, dan
tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi Hadikusumo).
2
Ade Johar Maturidi, 0808036005
Dari pesan itu tersirat sebuah semangat yang besar tentang kehidupan akhirat. Dan untuk
mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap orang harus
mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan memperbanyak ibadah, amal saleh,
menyiarkan dan membela agama Allah, serta memimpin ummat ke jalan yang benar dan
membimbing mereka pada amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah. Dengan
demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang baik harus mempunyai
kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya tersebut harus diserukan (dakwah) kepada
seluruh ummat manusia melalui upaya-upaya yang sistematis dan kolektif.
Kesadaran seperti itulah yang menyebabkan Dahlan sangat merasakan kemunduran
ummat islam di tanah air. Hal ini merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab
untuk membangunkan, menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa
kewajiban itu tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh
beberapa orang yang diatur secara seksama. Kerjasama antara beberapa orang itu tidak
mungkin tanpa organisasi.
Untuk membangun upaya dakwah (seruan kepada ummat manusia) tersebut, maka
Dahlan gigih membina angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya
dakwah tersebut, dan juga untuk meneruskan dan melangsungkan cita-citanya
membangun dan memajukan bangsa ini dengan membangkitkan kesadaran akan
ketertindasan dan ketertinggalan ummat Islam di Indonesia. Strategi yang dipilihnya
untuk mempercepat dan memperluas gagasannya tentang gerakan dakwah
Muhammadiyah ialah dengan mendidik para calon pamongpraja (calon pejabat) yang
belajar di OSVIA Magelang dan para calon guru yang belajar di Kweekschool Jetis
Yogyakarta, karena ia sendiri diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk mengajarkan
agama Islam di kedua sekolah tersebut. Dengan mendidik para calon pamongpraja
tersebut diharapkan akan dengan segera memperluas gagasannya tersebut, karena mereka
akan menjadi orang yang mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat. Demikian
juga dengan mendidik para calon guru yang diharapkan akan segera mempercepat proses
transformasi ide tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, karena mereka akan
mempunyai murid yang banyak. Oleh karena itu, Dahlan juga mendirikan sekolah guru
yang kemudian dikenal dengan Madrasah Mu'allimin (Kweekschool Muhammadiyah)
3
Ade Johar Maturidi, 0808036005
dan Madrasah Mu'allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah). Dahlan mengajarkan
agama Islam dan tidak lupa menyebarkan cita-cita pembaharuannya.
PENGALAAN ORGANISASI
Di samping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah
Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai
tanggung jawab pada keluarganya. Ia dikenal sebagai salah seorang keturunan bangsawan
yang menduduki jabatan sebagai Khatib Masjid Besar Yogyakarta yang mempunyai
penghasilan yang cukup tinggi. Di samping itu, ia juga dikenal sebagai seorang
wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan
profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-
gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah
kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi
Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng Nabi
Muhammad saw.
Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk
melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi nusantara. Ahmad Dahlan ingin
mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan
agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut
tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18
Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan
organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi,
baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan
4
Ade Johar Maturidi, 0808036005
hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang
menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru
bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang
yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan
sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam
di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada
Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru
dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22
Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya
boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul
kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi.
Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari,
dan Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas
bertentangan dengan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya,
maka KH. Ahmad Dahlan mensiasatinya dengan menganjurkan agar cabang
Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di
Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah.
Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang
mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri
ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan
menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini
mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin,
Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan
Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kan,u wal-
Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991:
33).
5
Ade Johar Maturidi, 0808036005
Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan
mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga melalui relasi-relasi dagang yang
dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di
berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan
kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah
makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada
tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda
untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini
dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Dalam bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam
kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna
mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut,
Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang berhaluan maju di
bawah pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum
Islam ortodoks dari Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang
aliran yang telah mapan (tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab
baru di luar mazhab empat yang telah ada dan mapan. Muhammadiyah juga dituduh
hendak mengadakan tafsir Qur'an baru, yang menurut kaum ortodoks-tradisional
merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan tersebut, Ahmad Dahlan
menjawabnya dengan perkataan, "Muhammadiyah berusaha bercita-cita mengangkat
agama Islam dari keadaan terbekelakang. Banyak penganut Islam yang menjunjung
tinggi tafsir para ulama dari pada Qur'an dan Hadits. Umat Islam harus kembali kepada
Qur'an dan Hadits. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak hanya melalui
kitab-kitab tafsir".
Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses
evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam
6
Ade Johar Maturidi, 0808036005
aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan duabelas kali
pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah Algemeene
Vergadering (persidangan umum).
MENJADI PAHLAWAN NASIONAL
Atas jasa-jasa KH. Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa ini
melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia
menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657
tahun 1961. Dasar-dasar penetapan itu ialah sebagai berikut :
1. KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari
nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
2. Dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan
ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan,
kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat, dengan dasar iman dan Islam.
3. Dengan organisasinya, Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan
pendidikan yang amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa
ajaran Islam.
4. Dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah) telah mempelopori
kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan.
PEMIKIRAN AHMAD DAHLAN
7
Ade Johar Maturidi, 0808036005
Abdul Munir Mulkhan dalam beberapa kajiannya tentang geneologi intelektualitas
Ahmad Dahlan mencatat adanya korelasi ideologis dalam beberapa pemikiran pendiri
gerakan Muhammadiyah ini dengan pemikiran Ibn Taimiyah. Pokok-pokok pandangan
Ibn Taimiyah yang dinilai mempunyai pengaruh besar terhadap dinamika gerakan
pembaharuan di dunia Islam, dan Ahmad Dahlan pada khususnya ialah:
1. Satu–satunya kunci untuk memahami Islam adalah al Quran dan Sunnah Rasul.
2. Ijtihad sebagai upaya memahami Islam dari sumber primer (al Quran dan sunnah)
merupakan proses tidak pernah selesai.
3. Ummat Islam tidak harus dipimpin oleh hanya seorang khalifah.
4. Usaha yang dilakukan oleh manusia dengan mempergunakan kemampuan akal
dan kecerdasan berpikirnya semata–mata untuk menemukan dan mencapai
kebenaran mutlak, adalah suatu usaha yang mustahil.
5. Untuk memperoleh pemahaman yang tepat terhadap al Quran dan sunnah, perlu
mempergunakan pendekatan dan contoh yang dilakukan oleh golongan salaf yang
merupakan generasi pertama ummat Islam.[1]
Pasca kebangkitan simbolik Ibn Taimiyah, bermunculan sarjana-sarjana Muslim yang
konsisten memperjuangkan ketinggalan dunia Islam dari dunia Barat. Gerakan reformasi
Islam dalam dunia Arab modern dimulai dan disemai oleh para pemikir-pemikir Muslim
rasionalis semenjak Rifa'at Tahtawi dan al-Tunisi. Puncaknya dalam gerakan
pembaharuan Muhammad 'Abduh. Dan `Abduh adalah cikal-bakal gerakan reformis yang
ada sekarang ini. Hanya, kecenderungan dikotomis untuk menjadi "kiri" atau "kanan"
dalam madzhab 'Abduh semakin intens. Kelompok kiri penerus 'Abduh semakin lama
semakin kiri (menjadi sekular), dan kelompok kanan juga terus semakin kanan, atau
memutuskan diri sama sekali dari kerangka ajaran sang imam, yaitu menjadi
fundamentalis.
Gerakan reformistik adalah proses evolusi madrasah 'Abduh yang beraliran kiri; pada
mulanya adalah 'Abduh, kemudian Qasim Amin, kemudian 'Ali 'Abd al-Raziq, kemudian
Muhammad Imarah dan terakhir Hassan Hanafi. Dinamika tantangan mendorong
konstruksi-konstruksi pemikirannya semakin kiri, sehingga semakin jauh dari kerangka
8
Ade Johar Maturidi, 0808036005
berpikir awal sang Imam. Kasusnya sama dengan kelompok kanan, semakin kemari
semakin menjadi radikal (perhatikan mata-rantainya: dari 'Abduh, kemudian Rasyid
Ridla, kemudian Hassan al-Banna, dan terakhir Sayyid Quthb).[2] Di kawasan Asia
sendiri bermunculan tokoh–tokoh Islam yang memiliki latar belakang dan corak
pemikiran yang beragam, seperti Syah Waliyullah, Sir Ahmad Khan, Syed Ameer Ali,
Muhammad Iqbal, Muhammad Ali Jinnah (India dan Pakistan) serta KH. Ahmad Dahlan,
KH. Ahmad Syurkati dan KH. Hasyim Asy `ari di Indonesia.
Sebelum mendirikan Muhammadiyah, Kyai Dahlan bergabung terlebih dahulu dengan
Jamiat Khair, gerakan pembaharu pertama di Indonesia. Melalui organisasi ini Dahlan
berkenalan Ahmad Syurkati yang sudah lebih dulu mengenal gagasan pembaharuan Islam
serta memiliki akses terhadap publikasi gagasan-gagasan pembaruan Islam di Timur
Tengah. Inilah yang melatar belakangi ketertarikan Dahlan bergabung dengan Jamiat
Khair.[3] Bersamaan dengan itu, Dahlan ikut bergabung dalam pergerakan Budi Utomo.
Kedua organisasi inilah yang mengilhaminya untuk membangun organisasi Islam
berwawasan modern.
Dapat kita cermati, bahwa Dahlan merupakan orang yang terbuka, respek, toleran,
moderat dan serba ingin tahu. Rickes menggambarkan kepribadian Dahlan tersebut
sebagai berikut:
Dahlan was a kind of Indonesia of the Calvinist ethic, an energetic, militant, intelligent
man some forty year of age, obviously with some Arab blood and stricly orthodox but
with a trace of torelance”.[4]
Wawasan keberagamaan Dahlan mengedapankan sikap inklusivitas, pluralitas dan
relativitas dalam memandang sebuah pemahaman kebenaran. Kepribadian Dahlan ini
sangat mewarnai corak penampilan Muhammadiyah pada fase–fase awal.
Mengingat kedudukan sentral pemikiran Kyai dalam gerak perkembangan
Muhammadiyah maka menjadi sangat penting untuk memahami pokok–pokok pikiran
9
Ade Johar Maturidi, 0808036005
pemikiran Kyai Dahlan seperti yang terdapat dalam karyanya. Amin Abdullah (2001)
menyatakan bahwa Kyai Dahlan memiliki tipikal yang berbeda dengan para pembaharu
lain yang banyak meninggalkan karya tulis. Kyai Dahlan merupakan tipe pembaharu a
man of action dan bukan a man of tought. Beliau menafsirkan Islam sebagai realitas yang
dinamis dan hidup. Tafsir sosial Islam yang dilakukan Dahlan menyuarakan kepentingan
pemihakan kepada konstruksi-konstruksi sosial yang marjinal, terjajah, dan tertindas oleh
sebuah sistem otoritas/struktur sosial yang opresif.
Maka tidak mengejutkan bila dalam pidato terakhir bulan Desember 1922, sebelum
meninggal dunia, Dahlan menyatakan bahwa problem utama mengapa umat Islam lemah
dan sulit bekerjasama ialah karena setiap orang, pemimpin dan kelompok, merasa paling
benar sendiri, dan menganggap segala yang datang dari orang lain, apalagi yang
memusuhi, selalu salah, buruk dan jahat. Pesan pidato Kyai Dahlan tersebut diabadikan
Charles Kurzman (2002) di bawah judul “The Unity of Human Life”.[5]
Menurut Munir Mulkhan, kesatuan kemanusiaan di atas merupakan dasar berbagai
gagasan KH. Dahlan tentang sikap kritis terhadap kebenaran yang selama ini diyakini
pemeluk agama dan pemimpin agama. Begitu pula pemikiran tentang pentingnya sikap
terbuka dan kesediaan untuk belajar kepada orang lain, walaupun kepada orang yang
berbeda agama. Tampak jelas bahwa bagi KH. Dahlan Islam merupakan ajaran untuk
pencapaian kesejahteraan dan perdamaian seluruh umat manusia.
Untuk itu, gerakan pembaharuan Muhammadiyah bertujuan melawan otoritas-otoritas
(tiran) kolonial/neo-kolonial yang jutru melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan
bahkan mengancam hakekat manusia itu sendiri. Disinilah, Muhammadiyah ikut andil
bagian dalam mengusung nasionalisme dengan berbasis pada identitas Islam.
Bila dilihat secara komparatif, epistemologi Kyai Dahlan terbangun dari dua aksioma,
yaitu aksioma dasar dan aksioma operasional.[6] Al Quran dan Sunnah Rasul merupakan
aksioma dasar yang dijadikan acuan dalam melakukan domestifikasi Islam dalam ranah
historis empirik. Nalar yang berbasis kepada logika, kritisisme dan berdimensi praksis
menjadi pilar utama dalam operasionalisasi aksioma dasar diatas. Struktur epistemologi
10
Ade Johar Maturidi, 0808036005
ini menyiratkan bahwa kepastian (qath`iah) menjadi dasar utama epistemologi
sebagaimana ditekankan asy Syatibi.[7]
Dalam falsafah ajaran Kyai Dahlan[8] dan pokok-pokok pikiran yang dipubliksikan oleh
Hoofbestuur Taman Pustaka, Kyai hanya menyebut akal suci sebagai metode dalam
melaksanakan ajaran agama. Sumber komplemanter untuk memahami agama terdiri dari
hadits, ijma dan qiyas sebagaimana tercantum dalam Verslaag Moehammadijah di Hindia
Timoer tahun IX Januari-Desember 1922.[9] Inovasi untuk memasukkan ilmu–ilmu
filosofis rasional, baik yang bersifat sosial-humaniora sciences maupun natural sciences,
dalam kurikulum pendidikan Muhammadiyah telah mengecualikan gerakan ini dari tesis
Robert N. Bellah (2000), generalisasi Arkoun (1994) serta analisis Amin Abdullah (1996)
yang mensinyalir telah hilangnya tradisi filosofis rasionalistik dalam tradisi dunia Muslim
pasca masa kodifikasi atau sejak abad pertengahan-skolastik.
Kepiawaian Kyai dalam ilmu falaq (astronomi) dengan memakai pendekatan hisa`b,
kisah surat al Ma`un serta pendirian berbagai institusi sosial menjadi fakta otentik yang
monumental pada masa itu. Proyek nalar modern yang dicanangkan Arkoun sudah
menjadi komitmen sosial Kyai Dahlan untuk memancangkan semangat rasionalitas dan
kritisisme sebagai aksioma operasional epistemologi Muhammadiyah.
Dominasi dan hegemoni nalar Bayani selama ini terhadap peradaban (Arab) Islam yang
menjadi tesis al Jabiri melahirkan varian tersendiri bagi Muhammadiyah. Seperti diakui
Syamsul Anwar[10] dan Hamim Ilyas[11], bahwa sejak awal Muhammadiyah memang
telah mempraktekkan pendekatan bayani yang di konprontasikan dengan realitas empirik.
Sehingga yang terjadi adalah dialektika dinamis antara teks dan konteks, dimensi
normativitas dan historisitas. Menurut penulis, eksistensi nalar Bayani dalam
Muhammadiyah pada masa ini relatif berada pada relasi sinergis–kritis dengan nalar
Burhani (akal suci) dan nalar Irfani (hati suci). Dalam kerangka teori al Jabiri,
Muhammadiyah pada masa Islam (sejati) Kyai Dahlan ini berada dalam tahapan al
tadakhul al takwini; fase subalternasi genetis atau dalam istilah Alfian, the formative
years.[12]
11
Ade Johar Maturidi, 0808036005
Namun dalam perkembangan fase Muhammadiyah, pendekatan bayani/teks mengeras
secara dominan. Fenomena ini dapat dirujuk pada kentalnya dominasi teks dalam
semangat ijtiha`diah Muhammadiyah yang secara eksplisit terkodifikasi dalam Pokok–
pokok Manhaj Majlis Tarjih. Katagorisasi ijtihad bayani, ijtiha^d qiyasi dan ijtihad
istishlahy dalam konteks ini hanyalah klasifikasi intensitas dan eksplisitas otoritas teks
terhadap nalar. Skema nalar syafi`iah ini menempatkan nalar manusia dalam struktur
subordinatif–dominatif terhadap wahyu. Karena deduksi analogi harus bertitik tolak pada
prinsip–prinsip yang diakui oleh al Quran dan Sunnah.[13] Pada dasarnya, wilayah
ijtihadiah Muhammadiyah hanya terbentang sebatas garis demarkasi otoritas teks. Pada
proses ini terjadi transformasi wilayah non-teks menjadi otoritas wilayah teks.[14]
Pendekatan teks (nalar bayani) yang sangat dominan dalam Muhammadiyah pasca Kyai
Dahlan dengan basis nalar qiyasi (qiyas bayani) telah mentahbiskan lahirnya “Nalar
Islam Muhammadiyah” yang mengalami reifikasi. Nalar ini dibentuk dan menyatu dalam
struktur memori kebudayaan Muhammadiyah secara tidak sadar. Langkah–langkah
kodifikasi yang dilakukan pada fase kepemimpinan 1923–1985 telah memunculkan
dominasi qiyas bayani (nalar qiyasi). Dominasi ini mengartikulasikan kepemimpinan elite
syariah formalistik dalam gerakan Muhammadiyah pasca Kyai Dahlan. Maka gerakan
pemikiran di Muhammadiyah lebih menampakan background fiqhiyyah–nya dibanding
dimensi gerakan pembaharuan sosial yang dinamis. Dengan demikian, metodologi
hermeneutik sosial yang diwariskan Kyai Dahlan tidak saja tidak mendapat ruang
apresiasi bahkan pada akhirnya harus tersingkir dari epistemologi penalaran sosial
keagamaan di Muhammadiyah.
Ketersingkiran paradigma hermeneutik sosial dari konstruksi tafsir sosial
Muhammadiyah telah menimbulkan akibat yang fatal bagi landasan identitas (politik)
Muhammadiyah, yaitu kebudayaan. Nampaknya, kebudayaan dipahami tidak memiliki
garis relasional dengan cita-cita sosial serta kepentingan pemihakan Muhammadiyah.
Justru kebudayaan merupakan medan bagi proses perebutan pemaknaan. Oleh karena itu,
artikulasi gerakan Muhammadiyah akan selalu dibingkai dalam kerangka kebudayaan
yang bermuatan politis; keberpihakan pada kelompok-kelompok sosial yang
ditundukan/dilemahkan oleh sistem maupun oleh konstruksi-konstruksi sosial dominan.
12
Ade Johar Maturidi, 0808036005
DINAMIKA PERJUANGAN MUHAMMADIYAH
sambutan allahu-yarham Bapak Mohammad Natsir di majalah Suara Masjid edisi
nomor 4, Januari 1975/Muharram 1395, yang ditulis dalam rangka turut
menggembirakan Muktamar Muhammadiyah ke-39 yang berlangsung di Padang,
Sumatera Barat, bulan Januari 1975.
”Muhammadiyah sebagai organisasi dakwah, bersiaplah menjadi pembangun
puing-puing yang hancur.” Kalimat bersayap ini merupakan judul sambutan
allahu-yarham Bapak Mohammad Natsir di majalah Suara Masjid edisi nomor 4,
Januari 1975/Muharram 1395, yang ditulis dalam rangka turut menggembirakan
Muktamar Muhammadiyah ke-39 yang berlangsung di Padang, Sumatera Barat,
bulan Januari 1975.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa Pahlawannya. Perjalanan
bangsa Indonesia penuh dengan perjuangan yang memberi kita pengalaman
berbangsa dan bernegara. Dalam setiap liku-liku perjuangan itu para pemimpin
dan pejuang Islam berperan sebagai inisiator dan history maker yang menentukan
arah perjalanan bangsa dan negara ini.
Salah satu pemimpin-pejuang muslim Indonesia yang layak dijadikan
panutan ialah allahu yarham Bapak Mohammad Natsir gelar Datuk Sinaro
Panjang. Mohammad Natsir dilahirkan di Sumatera Barat, 17 Juli 1908, dan wafat
di Jakarta, 6 Februari 1993 dalam usia 84 tahun.
Penyelamat NKRI
Jejak perjuangan Pak Natsir tak bisa dilepaskan dari sejarah Republik Indonesia.
Kepahlawanannya tidak diragukan lagi. Natsir ikut memperjuangkan dan
menegakkan Republik Indonesia serta menyelamatkan NKRI dengan mengajukan
”Mosi Integral” kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950.
13
Ade Johar Maturidi, 0808036005
Pidato bersejarah Natsir di Parlemen Sementara Republik Indonesia Serikat (RIS)
disampaikan tanggal 3 April 1950 tentang Pembentukan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Konsepsi politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif
adalah jasa Natsir yang tak dapat dilupakan. Pada masa Kabinet Natsir, Indonesia
menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Natsir seorang tokoh kunci dan pejuang yang gigih mempertahankan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Sebagaimana ditulis dalam artikel dan buku-buku
mengenai perjuangan Mohammad Natsir, berkali-kali Natsir menyelamatkan
NKRI dari ancaman perpecahan. Natsir-lah yang pada tahun 1949 berhasil
membujuk Sjafruddin Prawiranegara, yang bersama Panglima Besar Jenderal
Sudirman merasa tersinggung dengan perundingan Roem-Roijen, untuk kembali
ke Jogya dan menyerahkan pemerintahan kembali kepada Sukarno-Hatta. Dia
jugalah kemudian yang berhasil melunakkan tokoh Aceh, Daud Beureuh yang
menolak bergabung dengan Sumatera Utara pada tahun 1950, terutama karena
keyakinan Daud Beureuh akan keshalehan Natsir, sikap pribadi yang tetap
dipegang teguh sampai akhir hayatnya.
Dalam perjalanan hidupnya sebagai negarawan sejati yang berjuang tanpa
pamrih, Natsir tidak pernah berdiam diri terhadap kemungkaran dan kesewenang-
wenangan yang terjadi dalam episode buram sejarah nasional. Menyangkut
bergabungnya Natsir dalam pergolakan PRRI di Sumatera Barat, ada baiknya
disimak hasil studi dan penelitian George Mc Turnan Kahin (Guru Besar Cornell
University, USA) bahwa Natsir, Sjafruddin Prawiranegara dan Burhanuddin
Harahap yang berusaha mencegah para pemimpin militer (dalam PRRI) itu untuk
tidak membangun sebuah negara Sumatera yang terpisah dari Republik Indonesia.
Karena Natsir-lah, perjuangan PRRI telah dilakukan dalam batas-batas ikatan
kesatuan Indonesia, ujar Kahin yang pernah tinggal di Indonesia dan mengenal
Natsir.
14
Ade Johar Maturidi, 0808036005
Di hari tuanya Natsir pernah menuturkan, ”PRRI itu gerakan perlawanan
terhadap Soekarno yang sudah sangat dipengaruhi PKI. Melihatnya tentu harus
dari perspektif masa itu. Ini masalah zaman saya. Biarkanlah itu berlalu menjadi
sejarah bahwa kami tidak pernah mendiamkan sebuah kezaliman.”
Dalam masa Orde Lama, Natsir yang bersikap kritis melawan konsepsi
Demokrasi Terpimpin dan menentang koalisi politik Soekarno dengan Partai
Komunis Indonesia (PKI) akhirnya dikarantina dan ditahan sebagai tahanan politik
(1962-1966). Setelah bebas di masa Orde Baru, Natsir bersama beberapa tokoh
seperjuangan di Masyumi melanjutkan bakti pada umat dengan mendirikan Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) di mana beliau berkiprah sampai akhir
hayatnya membangun masyarakat di kota-kota dan pedalaman terpencil.
Dakwah, menurut Natsir, melingkupi semua bidang kegiatan. Lebih lanjut
Natsir mengatakan, janganlah merasa kecil kalau masuk organisasi yang hanya
organisasi dakwah saja. Sebab, apakah namanya pembinaan pribadi, pembinaan
keluarga, atau pembangunan masyarakat, pembangunan negara, pembangunan
antar-negara, pembangunan antar-agama, semuanya sudah termasuk dalam ruang
lingkup dakwah Rasulullah saw. Oleh karena itu, melakukan dakwah artinya,
menuruti jejak Rasulullah saw keseluruhannya. Hanya mana yang kuat dikerjakan,
itulah yang dikerjakan, yang belum kuat mengerjakannya jangan dipaksa-
paksakan, ujar Natsir.
Buku Fiqhud Da’wah adalah salah satu karya monumental Mohammad Natsir
yang mengantar almarhum mendapatkan gelar Doctor Honoris Causa dari
Universiti Penang Malaysia, sekalipun beliau waktu itu tidak dapat hadir untuk
menerima penganugerahan gelar tersebut karena beberapa hal.
Selama pemerintahan Orde Baru, Natsir tetap dianggap sebagai pemimpin yang
disegani dan sekaligus juga “dikhawatirkan” pengaruhnya oleh Pemerintah Orde
Baru. Beliau tidak lengah mengamati berbagai persoalan yang langsung
menyangkut nasib Islam dan umatnya baik di dalam maupun di luar negeri.
15
Ade Johar Maturidi, 0808036005
Pemerintahan Soeharto mencekal Natsir dan sejumlah tokoh nasional yang
menanda-tangani Pernyataan Keprihatinan yang terkenal sebagai Petisi 50”
tanggal 5 Mei 1980. Sejak saat itu Natsir praktis tidak bisa lagi menghadiri
kegiatan konferensi internasional negara-negara Islam di luar negeri. Pencekalan
itu dialami hingga beliau wafat.
Dalam situasi demikian, Natsir sebagai negarawan dan khadimul ummah,
pemimpin yang berkhidmat kepada umat, mengisi hari-harinya dengan tenang, dan
tidak pernah mengeluh. Beliau tetap beraktivitas terutama sebagai Ketua Umum
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Sementara itu bersama sahabatnya, KH
Masjkur (mantan Menteri Agama), dan beberapa tokoh dari berbagai ormas Islam,
beliau memprakarsai pembentukan Forum Ukhuwah Islamiyah. Karena hanya
dengan memelihara ukhuwah Islamiyah itulah kekuatan kaum muslimin akan
terpelihara dengan baik. Selain itu, hubungan korespondensi luar negeri tetap
beliau lakukan selaku Wakil Presiden Muktamar Alam Al Islami (World Muslim
Congress) dan anggota inti Rabithah Alam Al Islami.
Kegiatan dakwah Natsir tak pernah berhenti. Beliau juga menulis dan memberikan
masukan sekaligus kritik terhadap berbagai kebijakan Pemerintah. Gaya beliau
menulis dan berpidato halus, tenang dan tidak berapi-api sebagaimana kebanyakan
pemimpin yang menghadapi banyak tekanan dan hambatan. Tapi dibalik
ketenangan dan kehalusannya itu, terdapat kekuatan semangat dan keteguhan
pendirian yang luar biasa. Natsir mempunyai pribadi mulia yang diakui oleh
kawan maupun lawan politiknya. Sosoknya tenang dan santun. Walaupun dalam
situasi gawat, Natsir tidak pernah tegang dan tidak pernah kehilangan kejernihan
berpikir.
Natsir adalah seorang negarawan muslim, guru bangsa, ulama intelektual, mujahid
dakwah, pendidik umat politisi muslim Indonesia dan Perdana Menteri RI tahun
1950-an. Sebelum dan sesudah menjadi Perdana Menteri, Natsir pernah aktif
16
Ade Johar Maturidi, 0808036005
sebagai anggota Badan Pekerja KNIP (1945-1946), kemudian menjabat sebagai
Menteri Penerangan (1946-1949), Ketua Umum Partai Masyumi (1949-1958)
yang merupakan partai politik Islam terbesar di tanah air masa itu, anggota
Parlemen RI (1950-1958), dan juga anggota Konstituante (1956-1958).
Sebagai ulama intelektual, Natsir melahirkan pikiran-pikiran yang cemerlang, baik
yang ditulis, diucapkan, maupun diimplementasikan dengan amal. Pemikiran-
pemikiran beliau yang tersebar dalam buku-buku dan artikel yang ditulisnya
merupakan warisan kultural yang berharga bagi generasi masa kini. Buku-buku
karya Natsir, antara lain, Capita Selecta (3 jilid), Fiqhud Da’wah, Marilah Shalat
(naskah asli ditulis dalam bahasa Belanda, Komt Tot Het Gebed), Revolusi
Indonesia, Islam Sebagai Dasar Negara, Dari Masa Ke Masa (beberapa jilid),
Kumpulan Khutbah Hari Raya, Islam dan Kristen di Indonesia, Kebudayaan
Islam, Islam dan Akal Merdeka, Di Bawah Naungan Risalah, Kode dan Etik
Da’wah, Tugas dan Peranan Ulama, Kubu Pertahanan Mental Dari Abad Ke
Abad, Membangun Umat dan Negara, Berbahagialah Perintis, World of Islam
Festival Dalam Perspektif Sejarah, Asas Keyakinan Agama Kami, Mencari Modus
Vivendi Antar Umat Beragama Di Indonesia, Tentang Pendidikan, Pengorbanan,
Kepemimpinan, Primordialisme dan Nostalgia, Demokrasi Di Bawah Hukum,
Pesan Perjuangan Seorang Bapak-Percakapan Antar Generasi, dan lain-lain.
Polemik Natsir dengan Soekarno di majalah Pandji Islam Bandung dalam dekade
1930-an tentang hubungan agama dan negara menjadi kajian yang tidak pernah
usang sampai kini. Natsir menginginkan agama tak bisa dipisahkan dari negara,
sedangkan Soekarno menolak mentah-mentah campur tangan agama dalam urusan
bernegara (sekularisme).
Tokoh Dunia Islam
17
Ade Johar Maturidi, 0808036005
Natsir adalah seorang tokoh dan pemimpin terkemuka dunia Islam. Beliau
berperan dalam organisasi Islam internasional sebagai Wakil Presiden Muktamar
Alam Islamy (World Muslim Conggress) yang bermarkas di Karachi, anggota inti
Rabithah Alam Islami (World Muslim League) yang bermarkas di Mekkah,
anggota inti Majlis A’la Al-Islamy lil Masajid (Dewan Masjid Sedunia) yang
bermarkas di Mekkah, dan lain-lain.
Pada waktu menerima Penghargaan Internasional Malik Faisal di bidang
pengkhidmatan kepada Islam dari ”King Faisal Foundation” di Riyadh, Saudi
Arabia, tahun 1980, Natsir berpidato antara lain, ”Sekarang kita menghadapi
tantangan, setelah negara-negara kita merdeka. Sebab tujuan kita bukan hanya
sekadar merdeka politis semata-mata. Tetapi adalah benar-benar kembali kepada
Allah dan kembali kepada Islam, baik bentuk, isi, tingkah laku maupun komitmen.
Kita tidak akan berkecil hati menghadapi tantangan-tantangan itu. Sebab yang
menimbulkan tantangan-tantangan tersebut terperosok dalam kegelapan. Dan ini
hendaknya menjadi pendorong bagi kita untuk menyampaikan kepada mereka
’nur’ yang telah dianugerahkan Allah kepada kita. Nur yang menerangi kegelapan.
Dan di bawah nur ini urusan dunia dan akhirat menjadi baik. Itulah nur
Islam.”
Natsir sering berungkap mengutip sabda Rasulullah saw dalam khutbah wada’
(khutbah terakhir) bahwa ”sesungguhnya zaman beredar, musim berganti.” Ia
berpesan kepada generasi muda muslim, ”Islam menyuruh kita agar hidup dalam
perspektif sejarah. Seorang muslim tidak boleh hanya berdiri berpangku tangan di
pinggir jalan melihat orang lalu.”
Dalam wawancara dengan Jurnal Inovasi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
(UMY) tahun 1987, Natsir yang waktu itu telah berusia 79 tahun mengutarakan;
ada tiga unsur yaitu, masjid, pesantren, dan kampus, apabila dipertemukan,
niscaya akan menjadi modal utama pembinaan umat maupun pembangunan
18
Ade Johar Maturidi, 0808036005
bangsa dan negara, entah di bidang ekonomi, pendidikan, budaya dan
sebagainya.
Natsir adalah salah seorang pejuang pendidikan Islam di Indonesia. Tahun
1932 beliau mendirikan sekolah Pendidikan Islam (Pendis) di Bandung, Sekolah
yang didirikan Natsir, memadukan pendidikan agama Islam dengan pendidikan
umum. Dia risau sekolah yang didirikan Belanda, tidak mengajarkan pendidikan
agama Islam. Natsir juga merintis berdirinya Sekolah Tinggi Islam (STI), di
Jakarta, yang ketika dipindahkan ke Yogyakarta pada 1945 berubah menjadi
Universitas Islam Indonesia (UII). Tujuh perguruan tinggi Islam besar di Indonesia
kelahirannya turut dibidani oleh Natsir. Selain di Bandung, dan Yogyakarta,
beberapa perguruan tinggi lainnya juga tersebar di Pulau Jawa dan Sumatera. Di
samping itu, Natsir selaku Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia yang
memiliki akses ke Timur Tengah mensponsori pembangunan masjid kampus di
beberapa kampus perguruan tinggi negeri di Indonesia.
Hati Nurani Umat
Kejujuran, keikhlasan, kesederhanaan, dan teguh pendirian (istiqamah) adalah
watak Mohammad Natsir yang menonjol. Semua sifat mulia itu bersumber dan
memancar dari ajaran Islam yang menjadi pandangan hidup beliau sebagai
mukmin yang shaleh. Ia dijuluki oleh sahabatnya Mr. Mohamad Roem, hati
nurani umat.
Kehidupan dan perjuangan Mohammad Natsir, seperti halnya tokoh-tokoh
Masyumi yang lain, pantas menjadi contoh tentang asketisisme kekuasaan,
integritas, kesederhanaan, keteguhan memegang prinsip, serta keikhlasan berjuang
di tengah masyarakat. Jimly Ashiddiqie, Ketua Mahkamah Konstitusi menyatakan,
”Saat ini sulit mencari tokoh yang bisa kita sebandingkan dengan Natsir. Natsir
bukan pengusaha, bukan orang kaya. M.Natsir tiga kali menjadi menteri
19
Ade Johar Maturidi, 0808036005
penerangan dan sekali menjadi perdana menteri, bukan untuk mencari uang atau
memperkaya diri.”
Konon ketika Raja Faisal bin Abdul Aziz hendak memberi hadiah kepada
Mohammad Natsir, ia menolak secara halus dan mengatakan, “Kalau mau
membantu, tolonglah bantu mahasiswa-mahasiwa Indonesia untuk melanjutkan
studi di Arab Saudi.” pintanya. Permintaan tersebut dipenuhi oleh Raja Saudi
Arabia yang sangat respect pada Natsir.
Penulis bersyukur bisa berkenalan dengan Pak Natsir semasa hidupnya, dan
menyaksikan akhlak beliau yang tidak pernah membeda-bedakan perlakuannya
terhadap setiap orang. Tutur kata yang santun dan senyum kebapaannya tidak
terlupakan selamanya. Pintu rumahnya selalu terbuka bagi siapa saja yang ingin
berkunjung, dan beliau menerima setiap orang dengan sikap yang ramah dan
santun. Tidak jarang di antara tamunya minta bantuan materi kepada Mohammad
Natsir. Beliau tidak pernah menolak, dan kalaupun sedang tidak bisa membantu,
diberinya ”memo” kepada salah seorang rekannya yang bisa membantu.
Natsir dalam tulisan dan ceramahnya sering mensitir syair pujangga Mesir, Syauqi
Bey, ”Berdirilah tegak memperjuangkan pendirian selama hidupmu.
Sesungguhnya hidup itu hanya berarti bila diisi dengan akidah dan jihad.”
Pak Natsir adalah pemimpin-pejuang yang selalu memiliki optimisme terhadap
masa depan Islam di Indonesia. Menurut Natsir, Islam bukanlah semata-mata
suatu agama dalam definisi yang sempit, tapi adalah suatu pandangan hidup yang
meliputi soal-soal politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan.
Sebagai pemimpin yang berkiprah tanpa lelah di medan dakwah, beliau merasakan
betapa tantangan dan ghazwul fikri (perang ideologi dan pemikiran) dihadapi
kaum muslimin di tanah air dan di Dunia Islam. Dalam buku Pesan Perjuangan
Seorang Bapak, Percakapan Antar Generasi, Natsir menyebut tiga tantangan
20
Ade Johar Maturidi, 0808036005
dakwah yang perlu mendapat perhatian utama, yaitu gerakan pemurtadan, gerakan
sekularisasi, dan gerakan nativisasi.
Dalam tahun-tahun terakhir sebelum berpulang ke rahmatullah, Pak Natsir
berpesan kepada kader-kader dakwah dan umat Islam pada umumnya, ”Marilah
kita melihat tiap-tiap persoalan yang kita hadapi dari masa ke masa, sekarang atau
yang akan datang, sebagai ujian, sebagai ibtilaa’ yang silih berganti. Dan tidak
usah kita menyembunyikan diri dari padanya, tetapi kita harus hadapi dengan
iman, dengan warisan Rasulullah saw, kitabullah wa sunnatu Nabiyyih.”
Sehari setelah pemakaman jenazah almarhum Mohammad Natsir di TPU Karet,
Jakarta, mantan Perdana Menteri Jepang Takeo Fakuda mengirim faksimil ucapan
duka cita kepada keluarga besar almarhum. Di antara kata belasungkawa Takeo
Fakuda, ”Dengan sedih kami menerima berita kehilangan besar dengan meninggal
dunianya Dr. Mohammad Natsir. Ketika menerima berita duka tersebut terasa
lebih dahsyat dari jatuhnya bom atom di Hiroshima, karena kita kehilangan
pemimpin dunia, dan pemimpin besar dunia Islam. Peranan beliau masih sangat
dibutuhkan dalam usaha mengkoodinasikan dunia yang stabil.”
Semoga Peringatan Refleksi Seabad Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir
(1908-2008) meninggalkan makna yang mendalam bagi kita semua dalam rangka
melanjutkan pembangunan umat dan negara yang diridhai Allah Swt. Kita tidak
mengkultuskan beliau. Islam pun melarang mengkultuskan manusia. Tetapi
bangsa ini sangat membutuhkan motivasi dan teladan dari para pemimpin di segala
bidang. Salah satu pemimpin yang patut diteladani ialah almarhum Mohammad
Natsir.
Tulisan di Papan Tulis Dekat Tempat Tidur KH. Ahmad Dahlan
21
Ade Johar Maturidi, 0808036005
Tulisan ditulis dengan berbahasa arab yang artinya:
“Hai Dahlan, sungguh di depanmu pasti kau lihat perkara yang lebih besar dan
mematikan, mungkin engkau selamat atau sebaliknya akan tewas.
Hai Dahlan, bayangkan kau sedang berada di dunia ini sedirian beserta Allah dan
dimukamu ada kematian, pengadilan amal, surga, dan neraka. Coba kau piker,
mana yang paling mendekati dirimu selain kematian. Mereka yang menyukai dunia
bisa memperoleh dunia walaupun tanpa sekolah. Sementara yang sekolah dengan
sungguh-sungguh karena mencintai akhirat ternyata tidak pernah naik kelas. Gambaran
ini melukiskan orang-orang yang celaka di dunia dan akhirat sebagai akibat dari tidak
bisa mengekang hawa-nafsunya. Apakah kau tidak bisa melihat orang-orang yang
mempertuhankan hawa nafsu?”
Sumber:
Mulkhan, Munir, Prof. Dr. SU. 2007. Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam
Hikmah Muhammadiyah. Yogyakarta: Penerbit Suara Muhammadiyah.
“Mengapa engkau begitu bersemangat saat mendirikan rumahmu agar cepat selesai,
sedangkan gedung untuk keperluan persyarikatan Muhammadiyah tidak engkau
perhatikan dan tidak segera diselesaikan?”
Sumber:
Mulkhan, Munir, Prof. Dr. SU. 2007. Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam
Hikmah Muhammadiyah. Yogyakarta: Penerbit Suara Muhammadiyah.
22
Ade Johar Maturidi, 0808036005
“Aku ini sudah tua, berusia lanjut, kekuatanku pun sudah sangat terbatas. Tapi, aku tetap
memaksakan diri memenuhi kewajibanku beramal, bekerja, dan berjuang untuk
menegakkan dan menjunjung tinggi perintah tuhan. Aku sangat yakin seyakin-yakinnya
bahwa memperbaiki urusan yang terlanjur salah dan disalahgunakan atau
diselewengkan adalah merupakan kewajiban setiap manusia, terutama kewajiban
umat Islam.”
Sumber:
Mulkhan, Munir, Prof. Dr. SU. 2007. Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam
Hikmah Muhammadiyah. Yogyakarta: Penerbit Suara Muhammadiyah.
“Menjaga dan memelihara Muhammadiyah bukanlah suatu perkara yang mudah. Karena
itu aku senantiasa berdoa setiap saat hingga saat-saat terakhir aku akan menghadap
kepada Illahi Rabbi. Aku juga berdoa berkat dan keridlaan serta limpahan rahmat karunia
Illahi agar Muhammadiyah tetap maju dan bisa memberikan manfaat bagi seluruh ummat
manusia sepanjang sejarah dari zaman ke zaman.”
Sumber:
Mulkhan, Munir, Prof. Dr. SU. 2007. Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam
Hikmah Muhammadiyah. Yogyakarta: Penerbit Suara Muhammadiyah.
23
Ade Johar Maturidi, 0808036005
“Muhammadiyah pada masa sekarang ini berbeda dengan Muhammadiyah pada masa
mendatang. Karena itu hendaklah warga muda-mudi Muhammadiyah hendaklah terus
menjalani dan menempuh pendidikan serta menuntut ilmu pengetahuan (dan teknologi) di
mana dank e mana saja. Menjadilah dokter sesudah itu kembalilah kepada
Muhammadiyah. Jadilah master, insinyur, dan (propesional) lalu kembalilah kepada
Muhammadiyah sesudah itu.”
Sumber:
Mulkhan, Munir, Prof. Dr. SU. 2007. Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam
Hikmah Muhammadiyah. Yogyakarta: Penerbit Suara Muhammadiyah.
KH. Ahmad Dahlan berkata:
“Mengingat keadaan tubuhku kiranya aku tidak lama lagi akan meninggalkan anak-
anakku semua sedangkan aku tidak memiliki harta benda yang bisa kutinggalkan
kepadamu. Aku hanya memiliki Muhammadiyah yang akan kuwariskan kepadamu
sekalian.”
“Karena itu, aku titipkan Muhammadiyah ini kepadamu sekalian dengan penuh harapan
agar engkau sekalian mau memelihara dan menjaga Muhammadiyah itu dengan sepenuh
hati agar Muhammadiyah bisa terus berkembang selamanya.”
Sumber:
Mulkhan, Munir, Prof. Dr. SU. 2007. Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam
Hikmah Muhammadiyah. Yogyakarta: Penerbit Suara Muhammadiyah.
24
Ade Johar Maturidi, 0808036005
“Usaha berjuang dan beramal tersebut aku lakukan dengan mendirikan persyarikatan
yang aku beri nama Muhammadiyah. Dengan itu aku berharap kepada seluruh umat
yang berjiwa Islam akan selalu tetap mencintai junjungan Nabi Muhammad
dengan mengamalkan segala tuntunan dan perintahnya.”
Sumber:
Mulkhan, Munir, Prof. Dr. SU. 2007. Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam
Hikmah Muhammadiyah. Yogyakarta: Penerbit Suara Muhammadiyah.
Khittah KH. Ahmad Dahlan
1. Tidak Menduakan Muhammadiyah dengan organisasi lain;
2. tidak dendam, tidak marah, dan tidak sakit hati jika dicela dan dikritik;
3. tidak sombang dan tidak berbesar hati jika menerima pujian;
4. tidak jubria (ujub, kikir, dan ria);
5. Mengorbankan harta benda, pikiran, dan tenaga dengan hati ikhlas dan murni;
6. bersungguh hati terhadap pendirian.
Sumber:
Mulkhan, Munir, Prof. Dr. SU. 2007. Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam
Hikmah Muhammadiyah. Yogyakarta: Penerbit Suara Muhammadiyah.
25
Ade Johar Maturidi, 0808036005
Menurut pendapat KH. Ahmad Dahlan, kemunduran umat Islam karena sebagian
besar umat Islam terlalu jauh meninggalkan ajaran Islam. Selain itu disebabkan pula oleh
kemerosotan akhlak sehingga penuh ketakutan seperti kambing dan tidak lagi memiliki
keberanian seperti harimau. KH. Ahmad Dahlan berkata:
“Karena itu, aku terus memperbanyak amal dan berjuang bersama anak-
anakku sekalian untuk menegakkan akhlak dan moral yang sudah bengkok.
Kusadari bahwa menegakkan akhlak dan moral serta berbagai persoalan
Islam yang sudah bengkok memang merupakan tugas berat dan sulit.”
Lalu beliau melanjutkan:
“Namun demikian, jika kita terus bekerta dengan rajin disertai kesungguhan,
kemauan keras, dan kesadaran tugas yang tinggi, maka insya Allah tuhan
akan memberi jalan dan pertolongan-Nya akan segera tiba.”
Sumber:
Mulkhan, Munir, Prof. Dr. SU. 2007. Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam
Hikmah Muhammadiyah. Yogyakarta: Penerbit Suara Muhammadiyah.
KH. Ahmad Dahlan berkata:
“Hendaklah setiap warga Muhammadiyah jangan tergesa-gesa menyanggupi suatu tugas
yang ditetapkan oleh sidang persyarikatan. Telitilah terlebih dahulu keputusan siding
yang menetapkan engkau untuk melakukan suatu tugas apakah pemenuhan tugas itu
bersamaan dengan tugas yang telah engkau sanggupi sebelumnya. Jika itu terjadi,
hendaklah kau permudah memenuhi tugas dalam waktu yang tidak bersamaan dengan
26
Ade Johar Maturidi, 0808036005
tugas lainnya, agar engkau tidak mudah mempermainkan keputusan sidang dengan hanya
mengirimkan surat atau memberi tahu ketika mendapati waktu pemenuhan tugas itu
bersamaan dengan tugas lainnya yang telah engkau snggupi sebelumnya.”
Sumber:
Mulkhan, Munir, Prof. Dr. SU. 2007. Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam
Hikmah Muhammadiyah. Yogyakarta: Penerbit Suara Muhammadiyah.
KH. Ahmad Dahlan Berkata:
“Hendaklah engkau tidak gampang melibatkan diri dalam perebutan tanah sehingga
bertengkar dan berselisih, apalagi bertengkar dan berselisih di muka pengadilan. Jika itu
engkau lakukan, maka Allah akan menjauhkanmu memperoleh rejeki dari tuhan.”
Sumber:
Mulkhan, Munir, Prof. Dr. SU. 2007. Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam
Hikmah Muhammadiyah. Yogyakarta: Penerbit Suara Muhammadiyah.
Suatu ketika, KH. Ahmad Dahlan bertanya kepada anak-anak muda perempuan
Muhammadiyah, “Apakah kamu tidak malu jika auratmu dilihat kaum lelaki?” Anak-
anak muda perempuan itu serentak menjawab bahwa mereka akan malu sekali jika hal itu
terjadi. Kiai lalu berkata: “jika kau malu, mengapa jika kau sakit lalu pergi ke dokter laki-
laki, apalagi ketika hendak melahirkan anak. Jika kau memang benar-benar malu,
hendaknya kau terus belajar dan belajar dan jadilah dokter sehingga akan
ada dokter perempuan untuk kaum perempuan!”
27
Ade Johar Maturidi, 0808036005
Sumber:
Mulkhan, Munir, Prof. Dr. SU. 2007. Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam
Hikmah Muhammadiyah. Yogyakarta: Penerbit Suara Muhammadiyah.
KH. Ahmad Dahlan Berkata:
“Di masa yang akan datang, anak-anak warga Muhammadiyah tidak hanya akan tersebar
di seantero tanah air, tapi akan tersebar ke seluruh dunia. Penyebaran anak-anak muda
Muhammadiyah tersebut juga bukan semata-mata karena tugas keilmuan, melainkan juga
akibat hubungan perkawinan.”
Sumber:
Mulkhan, Munir, Prof. Dr. SU. 2007. Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam
Hikmah Muhammadiyah. Yogyakarta: Penerbit Suara Muhammadiyah.
KH. Ahmad Dahlan berkata:
“Jika engkau meminta izin tidak melakukan suatu pekerjaan yang telah ditetapkan oleh
suatu keputusan sidang persyarikatan seperti untuk bertabligh, janganlah engkau meminta
izin kepadaku, tapi memintalah izin kepada Tuhan dengan mengemukakan alasan-
alasan. Beranikah engkau mempertanggungjawabkan tindakanmu itu kepada-
Nya?”
28
Ade Johar Maturidi, 0808036005
“Jika engkau meminta izin tidak memenuhi tugas tersebut karena alasan tidak mampu,
maka beruntunglah engkau! Aku akan mengajarkan kepadamu bagaimana memenuhi
tugas tersebut. Tapi, jika engkau meminta izin tidak memenuhi tugas tersebut hanya
karena sekedar enggan, maka tiadalah orang yang bisa mengatasi seseorang yang
memang tidak mau memenuhi tugas. Janganlah persoalan rumah tangga dijadikan
halangan memenuhi tugas kemasyarakatan!”
Sumber:
Mulkhan, Munir, Prof. Dr. SU. 2007. Pesan dan Kisah Kiai Ahmad Dahlan dalam
Hikmah Muhammadiyah. Yogyakarta: Penerbit Suara Muhammadiyah.
29
Top Related