Download - MTB Bab 5 Hal 159-165

Transcript
Page 1: MTB Bab 5 Hal 159-165

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat ini kita ketahui bahwa teknologi berkembang dengan pesat.

Perkembangan ini berbanding lurus dengan kebutuhan hidup manusia,

dengan memperhatikan kualitas bahan. Oleh karena itu banyak temuan –

temuan baru oleh para ahli untuk menciptakan hal dengan teknologi

canggih dan dapat bersaing dengan hyper-eutectoid lain.

Perkembangan dalam bidang mekanik juga berkembang dengan pesat.

Berbagai rekayasa telah dilakukan agar kebutuhan manusia bisa terpenuhi,

contohnya alat transportasi. Salah satu aspek penting dalam bidang

rekayasa mekanik adalah menekankan material. Bagaimanapun suatu alat

harus terbuat dari bahan yang berbeda dan memiliki karakteristik berbeda

pula, sehingga pemilihan material yang tepat merupakan suatu keharusan.

Penggunaan bahan yang tidak tepat akan berujung pada rendahnya efisiensi,

gangguan pemakaian, rendahnya usia pakai dan kegagalan.

Karena itu diperlukan adanya pengujian material yang akan digunakan

sebelum diputuskan layak tidaknya material tersebut dipakai. Secara

mekanik, pengujian yang dilakukan harus dapat melihat sifat mekanik pada

material tersebut. Namun kita juga dapat dan harus memperhatikan

pengujian secara fisik dan kimia.

Pada kenyataannya, suatu bahan memiliki sifat tertentu yang sesuai

keinginan dan sekaligus memiliki sifat lain yang tidak sesuai dengan

keinginan dan kebutuhan. Misalnya saja besi yang kuat tetapi mudah

berkarat atau baja yang ulet tetapi mudah aus. Untuk mempertahankan sifat

baik suatu bahan sekaligus menghilangkan sifat buruknya, diperlukan

rekayasa bahan. Suatu bahan dapat diberi perlakuan tertentu atau dapat

dipadu dengan bahan lain sehingga sifat baik akan muncul dan sifat buruk

akan hilang. Salah satu perlakuan pada material adalah perlakuan panas.

Pada umumnya perlakuan ini dilakukan pada baja, mengingat baja

1

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 2: MTB Bab 5 Hal 159-165

merupakan logam yang paling sering digunakan pada komponen mesin.

Karena itu analisis – analisis perlakuan panas terhadap sifat mekanik baja

perlu diperhatikan.

1.2. Teori Dasar Pengujian Bahan

1.2.1. Pengujian Destructive dan Non-Destructive

Pengujian destructive merupakan pengujian yang dilakukan

terhadap suatu material atau spesimen sampai performa material

tersebut mengalami kerusakan. Pengujian ini dilakukan untuk

mengetahui performa material yang bersangkutan. Salah satunya

bila material dikenai kerja dari luar dengan besar gaya yang

berbeda-beda. Pengujian ini umumnya jauh lebih mudah untuk

dilaksanakan. Selain itu memberikan informasi yang lebih baik dari

pada pengujian non-destructive. Macam-macam pengujian

destructive antara lain :

1. Uji Kekerasan

Secara umum semua sifat mekanik dapat terwakili oleh

sifat kekerasan bahan. Kebanyakan orang berasumsi bahwa yang

keras itu kuat, tetapi hal ini merupakan pernyataan yang salah.

Bahwa ada suatu bahan yang memiliki kesebandingan antara

kekerasan dan kekuatan itu benar, tetapi ada juga sifat yang

perbandingannya justru terbalik bahwa bahan yang keras itu

rapuh. Oleh karena itu, definisi yang spesifik antara kekerasan

dan kekuatan kendati masing-masing memiliki korelasi.

Berdasarkan pernyataan di atas, maka pengujian kekerasan

yang dibakukan pemakaiannya yakni :

a. Pengujian kekerasan dengan cara penekanan (indentation

test)

b. Pengujian kekerasan dengan cara goresan (scratch test)

c. Pengujian kekerasan dengan cara dinamik (dynamic test)

2

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 3: MTB Bab 5 Hal 159-165

Proses pengujian kekerasan harus dilakukan sesuai dengan

metode serta prosedur pengujian yang telah dilakukan sehingga

hasil pengujian dapat diterima dan dapat digunakan sebagai

acuan dalam pemilihan bahan teknik sebagai bahan baku, hyper-

eutectoid, ataupun menjadi petunjuk perubahan sifat bahan

(kekerasan) sebelum atau sesudah proses perlakuan panas

dilakukan.

a. Pengujian kekerasan dengan cara penekanan (indentation

test)

Pengujian ini merupakan pengujian kekerasan terhadap

bahan (logam) dimana dalam menentukan kekerasannya

dilakukan dengan menganalisis indentasi atau bekas

penekanan pada benda uji sebagai reaksi dari pembebanan

tekan.

b. Pengujian kekerasan dengan cara goresan (scratch test)

Merupakan pengujian kekerasan terhadap benda

(logam) dimana dalam menentukan kekerasannya dilakukan

dengan mencari kesebandingan dari bahan yang dijadikan

standart.

c. Pengujian kekerasan dengan cara dinamik (dynamic test)

Merupakan pengujian kekerasan dengan mengukur

tinggi pantulan dari bola baja atau intan (hammer) yang

dijatuhkan dari ketinggian tertentu.

2. Pengujian Tarik

Pengujian ini merupakan proses pengujian yang biasa

dilakukan karena pengujian tarik dapat menunjukkan perilaku

bahan selama proses pembebanan.

3. Pengujian Lengkung

Pengujian ini merupakan salah satu pengujian sifat

mekanik bahan yang dilakukan terhadap spesimen dari bahan,

baik bahan yang akan digunakan pada kontraksi atau komponen

3

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 4: MTB Bab 5 Hal 159-165

yang akan menerima pembebanan lengkung maupun proses

pelengkungan dalam pembentukan. Pelengkungan (bending)

merupakan proses pembebanan terhadap suatu bahan pada suatu

titik di tengah-tengah dari bahan yang ditahan di atas dua

tumpuan.

4. Uji Impact

Uji impact dilakukan untuk menentukan kekuatan material.

Sebagai sebuah metode uji impact yang digunakan dalam dunia

industri JJS menetapkan secara khusus uji impact charpy dan uji

impact izod.

5. Uji Struktur

Uji struktur mempelajari struktur material logam. Untuk

keperluan pengujian, material logam dipotong-potong, kemudian

potongan diletakkan di bawah dan dikikis dengan material alat

penggores yang sesuai. Uji struktur ini dilaksanakan secara

makroskopik atau mikroskopik. Dalam uji makroskopik,

permukaan spesimen dengan mata telanjang atau melalui loupe

untuk mengetahui status penetrasi, jangkauan yang terkena

panas dari keausannya. Dalam pemeriksaan mikroskopik,

permukaan spesimen diperiksa melalui mikroskopik metalurgi

untuk mengetahui jenis struktur dan rasio komponennya untuk

menentukan sifat-sifat materialnya.

Pengujian non-destructive (NDT) adalah aktivitas tes atau

inspeksi terhadap suatu benda untuk mengetahui adanya cacat,

retak, atau discontinuity lain tanpa merusak benda yang kita tes atau

inspeksi. Pada dasarnya, tes ini dilakukan untuk menjamin bahwa

material yang kita gunakan masih aman dan belum melewati

damage tolerance. NDT dilakukan paling tidak sebanyak dua kali.

Pertama, selama dan diakhihr proses fabrikasi, untuk menentukan

suatu komponen dapat diterima setelah melalui tahap fabrikasi.

Kedua, NDT dilakukan setelah komponen digunakan dalam jangka

4

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 5: MTB Bab 5 Hal 159-165

waktu tertentu. Tujuannya adalah menemukan kegagalan parsial

sebelum melampui damage tolerance.

Pengujian non-destructive dibagi menjadi beberapa macam,

yaitu :

1. Uji visual (visual inspection)

Biasanya metode ini menjadi langkah yang pertama kali

diambil dalam NDT. Metode ini bertujuan untuk menemukan

cacat atau retak permukaan dan korosi. Dengan bantuan visual

optical, sehingga crack yang berada di permukaan material

diketahui.

2. Uji hyper-eutectoid magnet (magnetic hyper-eutectoid

inspection)

Metode magnetic Hyper-eutectoid Inspection (MPI)

merupakan pengujian untuk mengetahui cacat permukaan

(surface) dan permukaan bawah (sub-surface) suatu komponen

dari bahan ferromagnetik seperti besi, nikel, dan cobalt. Dengan

menggunakan prinsip magnetisasi, bahan yang akan diuji akan

dialiri arus listrik. Adanya cacat yang tegak lurus dengan medan

magnet akan menyebabkan kebocoran medan magnet.

Kebocoran ini mengindikasikan adanya cacat pada material.

Cara yang digunakan adalah dengan menaburkan hyper-

eutectoid magnetik di permukaan. Hyper-eutectoid tersebut akan

berkumpul pada daerah yang mengalami kebocoran medan

magnet sehingga arah medan magnet akan berbelok dan terjadi

kebocoran fluks magnetik. Bocoran fluks magnetik ini akan

menarik butir-butir ferromagnetik di permukaan sehingga cacat

dapat diperlihatkan.

3. Uji cairan penetran (liquid penetran test)

Metode ini sangat sederhana, dimana saat melakukan

pengujian dilakukan penyemprotan dengan cairan warna terang.

Tujuannya untuk mengetahui keretakan atau kerusakan pada

5

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 6: MTB Bab 5 Hal 159-165

material solid baik logam maupun non-logam. Cairan ini harus

memiliki daya penetrasi yang baik dan viskositasnya yang

rendah dengan tujuan cairan ini dapat masuk pada cacat di

permukaan material. Selanjutnya, penetran yang tersisa di

permukaan material disingkirkan. Cacat ini akan nampak jelas

jika perbedaan warna penetran dengan latar belakang cukup

kontras.

4. Edy current test

Inspeksi ini memanfaatkan prinsip elektromagnetik.

Prinsipnya arus listrik dialirkan pada komponen untuk

membangkitkan medan magnet di dalamnya. Jika medan magnet

ini dikenakan pada logam yang akan di inspeksi maka akan

terbangkit arus edy. Arus edy kemudian menginduksikan adanya

medan magnet pada kumparan dan mengubah impedansi bila

ada cacat. Keterbatasan dari metode ini yaitu hanya dapat

diterapkan pada permukaan yang dapat dijangkau. Selain itu

metode ini juga hanya diterapkan pada logam saja.

5. Ultrasonic inspection

Prinsip yang diterapkan adalah prinsip gelombang suara.

Gelombang suara yang dirambatkan pada spesimen uji dan

sinyal yang ditransisi atau dipantulkan diamati dan

diinterpretasikan. Gelombang ultrasonic yang digunakan

memiliki frekuensi 0,5 – 20 Mtb. Gelombang suara akan

terpengaruh jika ada void, retak atau delaminasi pada material.

Gelombang ini dibangkitkan oleh transducer dari bahan

pientzoelektic yang dapat mengubah arus listrik menjadi energi

getaran mekanik kemudian menjadi energi listrik lagi.

6. Radiographic inspection

Metode NDT ini digunakan untuk menemukan cacat pada

material dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma.

Prinsipnya sinar X dipancarkan menembus material yang

6

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 7: MTB Bab 5 Hal 159-165

diperiksa. Saat menembus objek, sebagian sinar akan diserap

sehingga intensitasnya akan berkurang. Intensitas akhir

kemudian direkam pada film yang sensitif. Jika ada cacat pada

material maka intensitasnya akan terekam pada film tertentu

akan bervariasi. Hasil rekaman pada film inilah yang akan

memperlihatkan bagian material yang mengalami cacat.

1.2.2. Sifat Mekanik Logam

Sifat mekanik logam adalah sifat yang menyatakan

kemampuan suatu logam untuk menerima beban atau gaya tanpa

mengalami kerusakan pada logam tersebut. Sifat mekanik logam

merupakan salah satu sifat terpenting. Sifat-sifat logam antara

lain:

1. Kekuatan (Strength) [N/mm3, kg/mm2, lb/in2]

Merupakan kemampuan bahan untuk menerima gaya

berupa ketegangan tanpa mengalami patah pada bahan. Ada

beberapa macam dari kekuatan, tergantung dari jenis beban

yang bekerja, diantaranya kekuatan tekan, kekuatan tarik,

kekuatan torsi, kekuatan kelengkungan, dan kekuatan geser.

2. Kekerasan (Hardness) [BHN, VHN, HRC]

Merupakan kemampuan material logam menerima gaya

berupa penetrasi, indentasi, pengikisan, ataupun

pernggoresan. Sifat kekerasan mempunyai korelasi, dengan

sifat kekuatan dan juga dengan sifat daya tahan aus (C

resistance).

3. Kekakuan (Stiffness) [simpangan]

Merupakan kemampuan bahan menerima beban atau

ketegangan tanpa menyebabkan perubahan bentuk

(deformasi) atau defleksi.

7

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 8: MTB Bab 5 Hal 159-165

4. Ketangguhan (Toughness) [kg/mm]

Merupakan sifat yang menyatakan kemampuan bahan

untuk menyerap sejumlah energi tanpa menyebabkan

terjadinya kerusakan.

5. Kekenyalan (Elasticity) [%]

Menyatakan kemampuan bahan untuk menerima

tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk

yang permanen setelah beban atau tegangan dihilangkan.

Kekenyalan menyatakan seberapa banyak terjadi perubahan

bentuk secara elastis yang dapat dialami sebelum perubahan

plastis/permanen terjadi. Dapat juga dinyatakan sebagai

kemampuan bahan untuk kembali ke bentuk atau ukuran

mula-mula setelah menerima beban yang mengakibatkan

deformasi.

6. Kelelahan (Fatigue) [siklus]

Menyatakan kecenderungan logam untuk patah jika

menerima beban atau tegangan berulang-ulang (cycles stress)

yang besar beban/tegangan tersebut jauh di bawah kekuatan

elastisnya.

7. Plastisitas (Plasticity) [%]

Merupakan kemampuan bahan untuk mengalami

sejumlah deformasi permanen (plastis) tanpa menyebabkan

kerusakan.

8. Mulur (Creep) [siklus]

Menyatakan kecenderungan logam mengalami

deformasi plastis yang besarnya merupakan waktu saat

menerima beban yang besarnya tetap.

9. Kegetasan (Brittlenes)

Merupakan sifat bahan yang mempunyai sifat berlainan

dengan keuletan. Sifat ini merupak sifat pecah dari suatu

material dengan sedikit pergeseran permanen.

8

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 9: MTB Bab 5 Hal 159-165

10. Keuletan (Ductility)

Merupakan kemampuan logam untuk terdeformasi.

Bahan yang ulet biasanya mempunyai penyusutan

penampang yang besar sebelum terjadi patahan.

11. Keausan (Wearness)

Merupakan sifat material yang menyatakan terkikisnya

penampang yang besar sebelum terjadi patahan karena

bergesekan dengan logam/material lain.

Adapun faktor- faktor yang mempengaruhi sifat mekanik,

diantaranya:

1.Kadar Karbon

Semakin tinggi kadar karbon maka kekerasan akan

semakin tinggi, namun akan menjadi rapuh. Kandungan

karbon ini juga mempengaruhi keuletan, ketangguhan,

maupun sifat mampu mesinnya.

2.Heat Treatment

Pada heat treatment yang dilakukan akan menghasilkan

mekanik logam yang keras, kuat, dan reabilitas bertambah

tergantung pada jenis heat treatment yang dilakukan pada

material tersebut.

3.Homogenitas Struktur Mikro Bahan

Bentuk dan ukuran butir logam sangatlah berpengaruh.

Untuk butiran yang lebih besar akan membuat material

tersebut mempunyai sifat ulet dan sebaliknya, jika ukuran

bentuk butiran kecil akam membuat material kerat tetapi

getas dan kaku.

4.Unsur Kimia/Paduan

Unsur paduan akan mempengaruhi sifat mekanik baja.

Beberapa unsur paduan yang mempengaruhi sifat mekanik

adalah:

9

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 10: MTB Bab 5 Hal 159-165

a. Nikel (Ni)

Fungsinya meningkatkan kekerasan, ketahanan

erosi, keuletan dan tahan gesek.

b. Chromium (Cr)

Fungsinya untuk meningkatkan kekerasan,

menambah karbida dan menambah elastisitasnya.

c. Mangan (Mn)

Fungsinya untuk meningkatkan kekerasan, ketahahn

terhadap susu tinggi dan membuat mengkilap.

d. Silicon (Si)

Fungsinya meningkatkan kekenyalan dan kekerasan,

bersifat deoksidan, meningkatkan kekerasan dan

menaikan titik kritis.

e. Molibdenum (Mb)

Dalam jumlah 0,1–0,6 % bisa meningkatkan

kekuatan yang dimiliki baja.

f. Vanadium (V)

Fungsinya menaikkan kekerasan dan kekuatan baja,

menurunkan kandungan karbon eutectoid, jika bercampur

Cr akan membuat baja jadi tahan aus.

g. Cobalt (Co)

Fungsinya meningkatkan kekerasan dan daya tahan

aus.

h. Boron (B)

Fungsinya menaikkan kekerasan. Pada kadar karbon

kurang dari 0,6 % akan menyebabkan rapuh.

i. Titanium (Ti)

Fungsinya sebagai deoksidasi dan efektif menambah

pertumbuhan butiran serta meningkatkan kekerasan baja.

10

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 11: MTB Bab 5 Hal 159-165

5.Endapan

Reaksi pengendapan merupakan kebalikan dari reaksi

pelarutan, yang terjadi akibat proses pendinginan.

Pengendapan terjadi bila baja didinginkan sampai daerah

suhu dua fase setelah laku larut yang dipengaruhi laju waktu

pendinginan.

Pada laju waktu pendinginan cepat terjadi endapan

suatu fase dan laju pendinginan lambat dapat terjadi endapan

dalam dua fase sehingga pengendapan yang terjadi

berpengaruh pada sifat mekaniknya.

6.Cacat

Cacat terjadi kemungkinan besar selama proses

pertumbuhan kristal atau pada proses heat treatment

(perlakuan panas). Cacat ini dibedakan menajdi cacat titik,

cacat garis, cacat bidang, dan cacat ruang. Cacat yang terjadi

pada baja menyebabkan kerusakan pada struktur baja

misalnya terjadinya kekosongan (vacancy), sisipan dan slip.

Kerusakan ini menyebabkan menurunnya sifat mekanik baja.

Dalam membahas sifat mekanik, tentunya kita juga

mengenal pembebanan. Ada 3 macam pembebanan, yaitu:

1.Pembebanan Statik

Merupakan pembebanan yang sifatnya static atau

besarnya tetap atau berubah dengan sangat lambat.

2.Pembebanan Dinamik

Merupakan pembebanan yang besarnya beban berubah-

ubah atau dinamis.

3.Pembebanan Variying

Merupakan pembebanan yang bebannya dapat

ditambahkan secara kontinyu dan berbeda-beda.

11

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 12: MTB Bab 5 Hal 159-165

1.2.3. Macam-Macam Perlakuan

a. Perlakuan Panas Fisik

Secara umum, perlakuan panas fisik dibagi menjadi 4,

yaitu:

1. Hardening

Merupakan perlakuan panas yang bertujuan untuk

memperoleh kekerasan maksimum pada logam baja. Baja

tersebut dipanaskan dan selanjutnya ditahan. Untuk baja

eutectoid dipanaskan sampai (20-30)o c di atas AC3 dan

untuk baja eutectoid dan hyper-eutectoid dipanaskan sampai

(20-30)oC di atas AC1, kemudian didinginkan cepat di dalam

air atau tergantung pada komposit kimia, bentuk dan

dimensinya. Kecepatan pendingan harus sesuai supaya

terjadi transformasi yang sempurna dari austenite menjadi

austenite. Kekerasan maksimum yang dicapai tergantung

kadar karbon. Semakin tinggi kadar karbon semakin tinggi

kekerasan maksmimum yang didapat.

Gambar 1.1 : Daerah Temperatur Perlakuan PanasSumber : Anonymous 1 : 2012

2. Annealing

Merupakan perlakuan panas yang digunakan untuk

meningkatkan keuletan, menghilangkan tegangan dalam,

12

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 13: MTB Bab 5 Hal 159-165

menghaluskan ukuran butiran dan menigkatkan sifat mampu

mesin. Prosesnya adalah dengan memanaskan material

sampai temperatur tertentu, holding beberapa saat, kemudian

didinginkan secara perlahan dalam dapur pemanas atau

media terisolasi.

Gambar 1.2 : AnnealingSumber : Anonymous 2 : 2012

Tabel 1.1 Macam – macam Annealing

Type of

Annealing

Steels subject

to the process

Heating

tempature oC

Cooling rate Purpose

Full Annealing Hypoculectoid AC3 +20-30 Down to 500- 1. Softening

13

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 14: MTB Bab 5 Hal 159-165

eutectoid,

small and

medium size

steel casting

AC1 +20-30 600oC at a rate

of:

1) 50-100oC

per hour for

carbon steel

2) 20-60oC per

hour for

alloy steels

2. Stress

Relieving

3. Structer

Processing

Annealing

Hypocutectoid Between

AC1 and

Ac3

Ditto 1. Softening

2. Stress reliving

Spheroidising

(globular parlite

Annealing)

Hyper-

eutectoid

AC1 +20-30 Down to 500-

600oC at a rate

of 20-30oC per

hour

1. Softening

2. Improvement

of

machinability

(cutting)

3. Improvement

of cold

broaching.

4. Preparation of

structure for

subsequent

Hardening.

Isothermal

Annealing

Chielly for

alloy steels

AC3 +20-30

AC1 -20-30

Rapid cooling

down to AC1 -

20-30, holding

at the said

temperatur

followed by air

cooling.

The same as for

full Annealing

Interdiflusion Large steel AC3+150- With the funace To eliminate

14

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 15: MTB Bab 5 Hal 159-165

Annealing

(homogentnation)

casting and

ingots

250 coarse cast

structure and

segregation.

High Tempering

flow temperatur

Annealing

Hypereulectoid

and high-alloy

structure steels

AC1 -15-30 With the

furnace or in

the air

1. Softening

2. Stress reliving

3. Improvement

of

machinability

Recryslallisation

Annealing

All grades of

steels

following cold

working

Ref. to Tabel 5.3 Regeneration of

structure after

cold working

Sumber : Komenichny, I. ( 1968 : 70 – 80 )

3. Normalizing

Perlakuan panas yang digunakan untuk mengharuskan

struktur butiran yang mengalami pemanasan berlebihan

(overheated), menghilangkan tegangan dalam meningkatkan

permesinan dan memperbaiki sifat mekanik material,

prosesnya dengan pemanasan sampai (30-50)oC di atas AC3

dan didinginkan pada udara sampai temperatur ruang.

Pendinginan di sini lebih cepat dari pada full

annealing .sehingga paerlite yang terjadi menjadi lebih halus

sehingga menjadi lebih keras dan kuat disbanding yang

diperoleh annealing. Normalizing juga menghasilkan

struktur kimia yang lebih homogen sehingga akan memberi

respon yang baik terhadap proses pengerasan (hardening).

Karena itu baja yang akan dikeraskan perlu di-normalizing

terlebih dahulu. Pada normalizing hendaknya tidak

dilakukan pemanasan terlalu tinggi karena butir kristal

autenit yang terjadi akan terlalu besar sehingga pada

15

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 16: MTB Bab 5 Hal 159-165

pendinginan lambat dan diperoleh butir pearlite atau ferrite

yang kasar dan mengakibatkan berkurangnya keulutan atau

ketangguhan.

4. Tempering

Digunakan untuk mengurangi tegangan dalam

melunakan bahan setelah di hardening dan meningkatkan

keuletan. Hal ini karena baja yang dikeraskan dengan

pembentukan austenite biasanya sangat getas, sehingga tidak

cukup baik untuk berbagai pamakaian. Pembentukan

austenite juga meninggalkan tegangan sisa yang sangat

tinggi dan kurang menguntungkan. Karena itu biasanya

setelah pengerasan diikuti tempering. Prosesnya adalah

dengan memanaskan baja berstruktur austenite sampai

dibawah suhu kritis, ditahan kemudian didinginkan dengan

kecepatan tinggi untuk menghasilkan austenite, kemudian

dipanaskan kembali pada temperatur di bawah temperatur

eutectoid untuk melunakan austenite dengan mengubah

strukturnya menjadi hyper-eutectoid besi karbid dalam

ferrite.

Gambar 1.3 : Hubungan Antara Tempering dengan KekerasanSumber : Anonymous 3 : 2012

Tempering dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Martempering

16

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 17: MTB Bab 5 Hal 159-165

Merupakan perbaikan dari prosedur quenching dan

digunakan untuk mengurangi distorsi dan chocking

selama pendinginan.

Gambar 1.4 : Proses MartemperingSumber : Anonymous 3 : 2012

b. AustemperingTujuannya adalah meningkatkan ductility,

ketahanan impact dan mengurangi distorsi. Struktur yang

dihasilkan adalah bainite. Austempering adalah proses

perlakuan panas yang dikembangkan langsung dari

diagram transformasi isothermal untuk memperoleh

struktur yang seluruhnya bainite. Pendinginan dilakukan

dengan quenching sampai temperatur di atas Ms dan

dibiarkan demikian sampai transformasi menjadi bainite

selesai.

17

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 18: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 1.5 : Proses AustemperingSumber : Anonymous 3 : 2012

Gambar 1.6 : Proses Quenching dan TemperingSumber : Anonymous 3 : 2012

Tabel 1,2 Pendinginan dan Media Pendingin.

Sumber : Komenichny, I . (1968 : 182 )

18

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 19: MTB Bab 5 Hal 159-165

b. Perlakuan Panas Kimiawi

1. Carburizing

Suatu proses penjenuhan lapisan permukaan baja

dengan karbon. Baja yang diikuti dengan hardening akan

mendapatkan kekerasan permukaan yang sangat tinggi,

sedang bagian tengahnya tetap lunak. Macam carburizing:

a) Pack Carburizing

Prosesnya material dimasukkan dalam kotak yang

berisi medium kimia aktif padat. Kotak tersebut

dipanaskan sampai 900-950oC, waktu total ditentukan

kedalaman kekerasan yang rendah dicapai.

b) Paste Carburizing

Medium kimia yang digunakan berbentuk pasta,

prosesnya yaitu bagian yang dikeraskan ditutup dengan

pasta dengan ketebalan 3-4 mm kemudian dikeringkan

dan dimasukkan dalam kotak, prosesnya dilakukan pada

920-930oC.

c) Gas Carburizing

Di sini logam dilepaskan dalam atmosfir yang

mengandung karbon yaitu gas alam maupun gas buatan

bainite kerja dipanaskan 850-900oC.

d) Liquid Carburizing

Proses Carburizing dilakukan pada medium kimia

akfif cair komposisi medium kimianya adalah soda abu,

NaCl, SiC, dan kadang-kadang dilengkapi NH4Cl. Suhu

proses antara 850-900oC.

2. Nitriding

Proses ini merupakan proses penjenuhan permukaan

baja dengan nitrogen yaitu dengan cara melakukan holding

19

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 20: MTB Bab 5 Hal 159-165

dalam waktu yang agak lama pada temperatur 480-650oC

dalam lingkungan amoniak (NH3). Macam-macamnya:

a. Straight Nitriding

Digunakan untuk meningkatkan kekerasan,

ketahanan gesek dan fatigue.

b. Anti Corosion Nitriding

Bahan yang digunakan biasanya besi tuang dan

baja paduan. Derajat kelarutan nitrogen yang dapat

dicapai adalah 30-70oC.

3. Cyaniding

Proses ini merupakan proses penjenuhan permukaan

baja dengan unsur karbon dan nitrogen, bertujuan untuk

meningkatkan kekerasan, ketahanan gesek dan kelelahan.

Bila proses ini dilakukan di udara disebut karbon nitriding,

macamnya:

a. High Temperature Liquid Cyaniding

b. High Temperature Gas Cyaniding

c. Low Temperature Liquid Cyaniding

d. Low Temperature Gas Cyaniding

e. Low Temperature Solid Cyaniding

4. Sulphating

Perlakuan panas yang digunakan untuk meningkatkan

ketahanan gesek dari bagian-bagian mesin maupun alat-alat

tertentu dari bahan HSS jalan penjenuhan permukaan sulfur.

c. Perlakuan Panas Permukaan yang Lain

1. Flame Hardening

Prosesnya dengan pemanasan cepat permukaan baja di

atas temperatur kritisnya dengan menggunakan gas

oksigetilen, selanjutnya diikuti dengan pendingan.

2. Electrolite Bath Hardening

20

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 21: MTB Bab 5 Hal 159-165

Pemanasan yang dilakukan dalam suatu larutan

elektrolit yang biasanya digunakan adalah 5% - 10% sodium

karbonat dan digunakan arus DC. Pada tegangan tinggi 200-

220 V. Prosesnya yaitu pada baja dipakai sebagai katoda,

sehingga terbentuk gelembung-gelembung hidrogen tipis.

Karena konduktivitas dari gelembung hidrogen rendah

sehingga arus meningkat cepat pada katoda. Akibatnya

katoda mengalami pemanasan pada temperatur yang sangat

tinggi (2000oC). Logam yang akan dikeraskan tersebut

dicelupkan dalam elektrolit sedalam bagian yang akan

dikeraskan. Setelah dipanaskan aliran listrik diputus dan

elektrolit digunakan sebagai media quenching.

3. Induction Surface Hardening

Pemanasan yang dilakukan dengan menggunakan arus

listrik frekuensi tinggi. Logam yang berbentuk silindris

diletakkan pada indicator ini. Jadi pemanasan permukaan

dipengaruhi oleh frekuensi dan waktu pemanasan.

Pendinginan dilakukan dengan penyemprotan air setelah

proses pemanasan selesai.

1.2.4. Diagram Fase Fe-Fe3c

a. Transformasi Paduan Besi Karbon

21

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 22: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 1.7 : Diagram Fase

Sumber : Anonymous 4 : 2011Dari diagram diatas, dapat kita lihat pada proses

pendinginan perubahan struktur kristal dan struktur makro sangat

bergantung pada komposisi kimia. Pada kandungan karbon 0,83

%C sampai 6,67 %C terbentuk struktur makro yang dinamakan

cementite (Fe3C). Angka 6,67 berasal dari :

Penjelasan tentang diagram Fe-Fe3C akan dijelaskan

sebagai berikut:

A : Titik cair besi

B : Titik pada cairan yang ada hubungannya dengan reaksi

hyper-eutectoid.

H : Larutan pada S yang ada hubungannya dengan reaksi

hyper-eutectoid, kelarutan karbon maksimum adalah

0,1%.

J : Titik hyper-eutectoid, selama pendinginan austenite pada

kompisi J, fase γ terbentuk dari larutan pada δ pada

kompisi H dan cairn pada kompisi B.

22

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 23: MTB Bab 5 Hal 159-165

N : Titik transformasi besi besi , titik transformasi A4

dari besi murni.

C : Titik eutektik, selama pendinginan fase γ ada hubungan

dengan reaksi eutektik. Kelarutan maksimum dari karbon

2,14%. Paduan besi karbon sampai pada komposisi ini

disebut juga baja.

E : Titik yang menyatakan pada fase γ ada hubungan dengan

reaksi eutektik. Kelarutan maksimum dari karobon

2,14%. Paduan besi karbon sampai komposisi ini disebut

baja.

G : Titik transformasi besibesi . Titik A3 untuk besi.

P : Titik yang menyatakan ferrite, fase α, ada hubungan

dengan reaksi.

S : Titik eutectoid, selama pendinginan ferrite pada

komposisi P dan semenit pada komposisi K (sama

dengan F) terbentuk simultan dari austenite pada

komposisi S. reaksi eutectoid ini dinamakan transformasi

A1 dan fase eutectoid ini dinamakan pearlit.

GS : Garis yang menyatakan hubungan antara temperatur dan

komposisi, dimana mulai terbentuk ferrite dari austenite.

Garis ini disebut garis A3.

ES : Garis menyatakan hubungan antara temperatur dan

komposisi, dimana mulai terbentuk cementite dari

austenite, dinamakan garis ACm.

Ao : Ttitik tranformasi magnetic untuk semenit.

A2 : Titik tranformasi magnetic untuk semenit.

Ada tiga macam transformasi paduan besi karbon yaitu:

A. Transformasi Baja Eutectoid (0,8%)

23

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 24: MTB Bab 5 Hal 159-165

Transformasi yamg dibahas adalah transformasi yang

terjadi pada kondisi equilibrium. Untuk pembahasan ini

digunakan diagram fase Fe-Fe3C.

Baja eutectoid, paduan besi - karbon dengan kadar

karbon, C = 0,8% adalah paduan dengan komposisi

eutectoid. Pada temperatur diatas garis liquidus berupa

larutan cair (liquid). Bila temperatur diturunkan secara

perlahan, pada saat mencapai garis liquidus (di titik 1) akan

mulai terbentuk inti austenite yang selanjutnya akan tumbuh

menjadi dendrite austenite. Pembekuan selesai di titik 2

(pada garis solidus). Seluruhnya sudah menjadi austenite.

Pada pendinginan selanjutnya tidak terjadi perubahan hingga

temperatur mencapai titik 3, di garis A1, temperatur kritis

bawah. Di sini austenite yang mempunyai komposisi

eutectoid ini akan mengalami reaksi eutectoid :

Austenite ferrite + cementite (pearlit)

Terbentuknya pearlite ini dimulai dengan terbentuknya

inti cementite (biasanya pada batas butir austenite). Inti ini

akan bertumbuh dengan mengambil sejumlah karbon dari

austenite disekitarnya (cementite, Fe3C, mengandung 6,67%

C sedang austenite mengandung 0,8% C). karenanya

austenite di sekitar inti cementite itu akan kehabisan karbon

dan austenite dengan kadar karbon yang sangat rendah ini

pada temperatur ini akan menjadi ferrite (transformasi

allotropik). Ferrite ini juga akan bertumbuh, yaitu dengan

mengambil besi dari austenite disekitarnya, sehingga

austenite disekitar ferrite itu akan kelebihan karbon dan

mulai membentuk cementite di sebelah ferrite yang ada.

Demikian selanjutnya sampai seluruh austenite habis, dan

yang terjadi adalah suatu struktur yang berlapis-lapis

24

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 25: MTB Bab 5 Hal 159-165

(lamellar) yang terdiri dari lamel-lamel cementite-ferrite-

cementite. Struktur ini dinamakan pearlite.

Gambar 1.8 : Transformasi Baja EutectoidSumber : Anonymous 5 : 2012

B. Transformasi Baja Hypo-eutectoid (%C < 0,8%)

Sebagai contoh untuk pembahasan pada baja hypo-

eutectoid ini diambil baja dengan 0,25% C. Paduan ini akan

mulai membeku pada titik 1 dengan membentuk inti ferrite

delta, yang nanti akan tumbuh menjadi dendrit ferrite delta.

Hingga temperatur mencapai titik 2 (temperatur Hyper-

eutectoid) paduan terdiri dari ferrite delta dan liquid. Pada

titik 2 akan terjadi reaksi hyper-eutectoid :

Ferrite delta + liquid austenite

Pada paduan ini tidak semua liquid habis dalam reaksi

itu, sehingga pada temperatur sedikit dibawah titik 2 struktur

terdiri dari liquid dan austenite. Makin rendah temperatur

25

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 26: MTB Bab 5 Hal 159-165

makin banyak liquid yang menjadi austenite sehingga pada

titik 3 seluruhnya sudah menjadi austenite.

Perubahan berikutnya baru akan terjadi pada titik 4

(pada A3), akan mulai terjadi transformasi allotropik γ

menjadi α. Transformasi ini dimulai dengan terbentuknya

initi – inti ferrite pada batas butir austenite. Austenite pada

paduan ini mengandung 0,25% C sedang ferrite di

temperatur ini hanya mampu melarutkan sedikit sekali

karbon, karena itu austenite yang akan menjadi ferrite harus

mengeluarkan kabonnya ssehingga sisa austenite akan

menjadi lebih kaya karbon. Makin rendah temperaturnya

makin banyak ferrite yang terjadi, makin tinggi kadar karbon

pada sisa austenite (komposisi austenite akan mengikuti

garis A3). Pada saat mencapai titik 5 masih ada 0,25/0,80%

austenite, kadar karbonnya 0,80% (komposisi eutectoid).

Sisa austenite ini selanjutnya akan mengalami reaksi

eutectoid menjadi pearlite. Pada temperatur di bawah A1

paduan akan terdiri dari ferrite (hyper-eutectoid) dan

pearlite.

Setelah selesainya reaksi eutectoid ini struktur akan

terdiri dari ferrite hyper-eutectoid dan pearlite. Ferrite

hyper-eutectoid adalah ferrite yang terbentuk sebelum

terjadinya reaksi eutectoid, istilah ini digunakan untuk

membedakannya dengan ferrite yang terbentuk pada saat

reaksi eutectoid (ferrite yang terdapat pada pearlite). Pada

pendinginan selanjutnya sudah tidak lagi terdapat perubahan

fase dan strukturnya tetap terdiri dari butir-butir kristal

ferrite dan butir kristal pearlite. Pada mikroskop ferrite

tampak putih sedang pearlite berwarna agak kehitaman.

26

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 27: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 1.9 : Transformasi Pada Baja HypoeutectoidSumber : Anonymous 5 : 2012

C. Transformasi Baja Hyper-eutectoid (%C < 0,8%)

Perhatikan suatu paduan dengan 1,3% C. Paduan mulai

membeku pada titik 1 dengan membentuk austenite dan

pembekuan selesai di titik 2, seluruhnya sudah berupa

austenite. Selanjutnya tidak terjadi perubahan sampai

temperatur mencapai garis solvus Acm. Garis ini merupakan

batas kelarutan karbon dalam austenite, dan batas kelarutan

ini makin rendah dengan makin rendahnya temperatur. Pada

titk 3 paduan telah mencapai batas kemampuannya

melarutkan karbon untuk temperatur itu. Pada temperatur

dibawah titik 3 kemampuan melarutkan karbon juga turun,

berarti harus ada karbon yang keluar dari larutan (austenite).

Dan memang dengan pendinginan lebih lanjut akan terjadi

pengeluaran karbon, hanya saja karbon yang keluar ini akan

berupa cementite, dan cementite ini akan mengendap pada

27

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 28: MTB Bab 5 Hal 159-165

batas butir austenite. Makin rendah temperatur paduan

makin banyak cementite yang mengendap pada batas butir

austenite, dan austenite sendiri akan makin kaya Fe, dan

pada temperatur titik 4, komposisi austenite tepat mencapai

komposisi eutectoid. Pada temperatur eutectoid ini austenite

akan mengalami reaksi eutectoid menjadi pearlite.

Cementite yang mengendap pada batas butir austenite

tidak membentuk butiran seperti halnya ferrite (yang

terbentuk setelah melewati garis A1), tetapi hanya

mengumpul pada batas butir austenite, menyelubungi butir

asutenit, karena itu cementite seperti ini dinamakan

cementite network. Secara tiga dimensi jaringan cementite

ini sebenarnya merupakan lempengan yang kontinyu dan

membungkus austenite.

Di temperatur eutectoid butir austenite bertransformasi

menjadi pearlite sedang cementite sudah tidak lagi

mengalami transformasi, sehingga strukturnya setelah

selesainya reaksi eutectoid akan berupa pearlite yang

terbungkus oleh jaringan cementite. Struktur ini tidak akan

berubah lagi pada pendinginan sampai temperatur kamar.

28

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 29: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 1.10 : Transformasi pada baja Hyper-eutectoidSumber : Anonymous 5 : 2012

b. Fase-Fase yang Terjadi Pada Campuran Besi Karbon

1. Ferrite

Adalah larutan padat karbon yang mempunyai struktur

kristal BBC (Body Centered Cubic). Sifat Ferrite:

- Stabil di bawah suhu 810oC

- Tidak dapat dikeraskan karena kandungan karbon

sedikit, kandungan maksimum 0,025% C yaitu pada suhu

723oC.

- Lunak, liat, tahan karat.

- BHN = 60-100 BHN

2. Austenite

Adalah larutan padat karbon yang mempunyai struktur

FCC (Face Centered Cubic). Sifat austenite:

- Stabil pada suhu sekitar 1350oC

29

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 30: MTB Bab 5 Hal 159-165

- Dapat dikeraskan dengan 2% C

- Dapat ditempa dimana tegangan tarik sekitar 5000 Psi.

- Specific volume rendah disbanding mikrostruktur lain.

- Lunak, non-magnetic, malleable, tidak ductile.

- BHN: 170-200 BHN

3. Austenitee

Adalah larutan pada dari karbon dan besi. Terbentuk

dari pendinginan cepat (quenching) dari austenite. Sistem

kritasl BCT (Body Centered Tetragonal), sifat mertensite:

- Stabil di bawah suhu 1500oC

- Keras, rapuh, magnetic

- Kandungan karbon > 92%

- Konduktor panas dan listrik rendah

- BHB: 650-700 BHN

4. Cementite

Adalah senyawa besi dan karbon dengan kandungan

karbon 6,67% disebut juga besi carbide, sifat cementite:

- Stabil di bawah 150oC

- BHN : 820 BHN

- Rapuh, magnetic.

- Campuran cementite dan austenite disebut Ledeburite.

- Campuran cementite dan Ferrite disebut pearlite.

5. Ledeburite

Disebut besi eutectoid dengan kandungan karbon 4,3%

terjadi di bawah suhu 723oC. Sifat:

- Rapuh, keras, getas

- BHN: 700 BHN

6. Pearlite

Adalah baja eutectoid yang tersusun atas 2 fase yaitu

Ferrite dan cementite dengan kandungan karbon 0,83%.

30

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 31: MTB Bab 5 Hal 159-165

Sifat pearlite :

- Keras, tak tahan karat

- BHN: 160-200 BHN

7. Besi delta

Terjadi pada temperatur 1400oC – 1500oC, kandungan

karbon 0,1%. Sifat : lunak, dapat ditempa.

8. Troslite

Adalah campuran ferrite dan carbide. Disebut toostite

dibentuk pada pemanasan austenite pada suhu 250oC –

400oC atau pendinginan lambat dari austenite. Stabil di atas

suhu 400oC. Sifat:

- Magnetic, tidak kuat, ulet

- Konduktivitas tinggi (lebih tinggi dari Austenitee)

- Kekerasan 330-400 BHN.

c. Macam-Macam Reaksi Pada Diagram Fe-Fe3C

1. Reaksi Hyper-eutectoid

Terjadi pada temperatur 1495°C, dimana logam cair

bergabung dengan kandungan 0,53% C dengan delta

kandungan 0,09% bertransformasi menjadi austenite dengan

kandungan 0,17%.

2. Reaksi Eutectic

Terjadi pada temperatur 1148°C. Dalam hal ini liquid

dengan kandungan 4,3% C membentuk austenite dengan 2%

C dan senyawa cementite Fe3C yang mengandung 6,67% C.

3. Reaksi Eutectoid

Berlangsung pada temperatur 723°C, austenite padat

dengan kandungan 0,8% C menghasilkan Ferrite dengan

kandungan 0,025% C dan cementite (Fe3C) yang

mengandung 6,67% C.

31

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 32: MTB Bab 5 Hal 159-165

d. Solid Solution

Atom atau molekul dari suatu komponen terakomodasi

didalam struktur komponen yang lain.

1.2.5. Diagram Pendinginan Besi Murni

Gambar 1.11 : Kurva Pendinginan Besi MurniSumber : Anonymous 6 : 2012

Jika besi murni dalam keadaan lebur didinginkan, mula-

mula pada suhu konstan yaitu 1539oC akan terbentuk kristal-

kristal dengan tata ruang besi δ. Kalau besi yang telah beku ini

didinginkan terus, maka pada suhu konstan yaitu 1400oC akan

terjadi bentuk kristal, besi δ akan berubah menjadi besi γ

32

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 33: MTB Bab 5 Hal 159-165

dengan struktur ruang KPS. Bila dilanjutkan terjadi perubahan

pada temperatur konstan yaitu 910oC. besi γ sekarang berubah

menjadi besi α dengan struktur KPS

Tabel 1.3 Struktur Fase Pendinginan Besi Murni

Suhu (oC) Bentuk

krital

Panjang

besi

Nama

besi

153-1590

1390-910

910-768

768 s/d

suhu ruang

BCC

FCC

BCC

BCC

a = 2,93

a = 3,65

a = 2,9

a =2,87

δ

γ

β

α

1.2.6. Diagram TTT

Pendinginan non – equilibrium dari baja yang telah dipanaskan

hingga mencapai siklus austenite dapat digambarkan dalam satu

diagram hubungan antara waktu, temperatur dan hasil akhir

austenite atau dikenal dengan diagram TTT. Secara umum diagram

ini memberikan informasi mengenai permukaan dan akhir dari

proses transformasi akibat pendinginan waktu dan kecepatan

pendinginan. Diagram TTT juga menunjukkan besar presentase

transformasi yang dicapai dari austenite pada temperatur tertentu.

33

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 34: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 1.12 : Kurva Pendinginan Diagram TTTSumber : Anonymous 7 : 2012

Dari gambar diatas terlihat bahwa disebelah kiri kurva tidak

terjadi deformasi, austenite hanya berubah kestabilan. Selanjutnya

austenite yang sudah tidak stabil tersebut mengalami dekomposisi

secara isothermal. Pada zona A + F + C dari baru akhirnya berubah

struktur campurannya menjadi campuran E + C. pendinginan yang

sangat cepat berpotensi terhadap hyper-eutectoid ukuran butiran anti

kritis yang berubah disamping meningkatkan austenite yang dapat

mendukung terbentuknya fase baru seperti mertensit. Ketika austeint

didingikan secara lambat, struktur yang terbentuk adalah pearlite.

Akibat dari laju pendinginan yang meningkat, maka temperatur

transformasi pearlite akan lebih rendah. Mikrosturktur material akan

berubah secara signifikan akibat peningkatan laju pendinginan

melalui sebuah pengujian pemanasan dan pendinginan. Kita dapat

mencatat transformasi dari austenite.

Urutan tingkat laju pendinginan dari pendinginan lambat

hingga pendinginan cepat yaitu sebagai berikut: pendinginan dapur,

oli, quenching. Jika pendinginan ini digambarkan diatas diagram

TTT, hasil dari struktur dari waktu yang diperlukan selama

transformasi bisa didapat. Gambar dia ats menunjukkan bahwa

daerah kiri dari kurva transisi menunjukkan daerah austenite stabil

pada temperatur diatas ICT, namun tidak stabil jika berada

diabawah temperatur ICT. Kurva sebelah kiri menandaai awal

transformasi dan sebelah kanan menandai transformasi dari

austenite menjadi struktur kristal yang berbeda-beda (transformasi

austenite menjadi pearlite, austenite menjadi austenite, austenite

menjadi bainite)

34

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 35: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 1.13 : Potongan Diagram TTT Bagian AtasSumber : Anonymous 2 : 2012

Gambar diatas menunjukkan setengah TTT diagram bagian

atas. Sebagaimana ditunjukkan pada gambar, ketika austenite

didinginkan dibawah temperatur ICT, austenite bertransformasi

menjadi kristal dan austenite tidak stabil.laju pendinginan spesifik

bbisa dipilih, sehingga bisa didpat transformasi austenite 50%,

100% dan sebagainya. Jika laju pendinginan terlalu lambat seperti

proses annealing , laju pendinginan melewati seluruh area

transformasi dan hasil akhir dari proses ini adalah 100% pearlite.

Dengan kata lain, ketika kita menggunakan laju pendinginan

lambat, seluruh austenite akan berubah atau bertransformasi

menjadi pearlite. Jika laju pendinginan melewati bagian tengah dari

daerah transformasi. Hasil akhir dari transformasi adalah 50%

pearlite. Artinya pada laju pendinginan tertentu kita dapat

mempertahankan austenite tanpa transformasi menjadi pearlite.

35

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 36: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 1.14 : Potongan Diagram TTT Bagian BawahSumber : Anonymous 2 : 2012

Gambar di atas menunjukkan tipe dari transformasi yang

didapat dari laju pendinginan yang sangat tinggi. Kurva pendinginan

akan berhenti pada sebelah kiri dari awal kurva pendinginan. Pada

kurva itu seluruh austenite akan berubah menjadi martensite. Jika

pendinginan itu tidak terinterupsi pada akhir pendinginan akan

didapat austenite.

Gambar 1.15 : Proses Pendinginan Lambat (Annealing)Sumber : Anonymous 2 : 2012

36

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 37: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 1.16 : Diagram TTTSumber : Anonymous 2 : 2012

Gambar laju pendinginan A dan B menunjukkan 2 proses laju

pendinginan cepat. Dalam kasus ini, kurva A akan menyebabkan

distorsi tegangan dalam yang lebih tinggi dari dari laju pendinginan

B. Hasil akhir dari laju pendinginan adalah austenite. Laju

pendinginan dikenal sebagai Critical Cooling Ratio (CCR),

didefinisikan sebagai laju pendinginan yang mampu menghasilkan

100%.

Gambar 1.17 : Laju Pendinginan QuenchingSumber : Anonymous 2 : 2012

37

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 38: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar ini menunjukkan proses quenching terinterupsi (garis

horizontal menunjukkan interupsi) dengan cara mencelupkan

material ke dalam larutan garam dan perendaman dilakukan pada

temperatur konstan diikuti dengan proses pendinginan yang melalui

daerah Bainite yang bersiafat tidak sekeras austenite. Hasil dari laju

pendinginan D adalah dimensi lebih stabil, distorsi lebih kecil,

interval stress lebih kecil.

Gambar 1.18 : Quenching InterupsiSumber : Anonymous 2 : 2012

Dari gambar diatas dapat diketahui kurva pendinginan C

menunjukkan proses pendinginan yang lambat seperti pada

pendinginan dapur. Sebuah contoh pendinginan lambat adalah

proses annealing, dimana semua austenite berubah menjadi pearlite

sebagai hasil pendinginan lambat. Terkadang kurva pendinginan

menyentuh bagian tengah dari kurva transformasi yang merupakan

daerah austenite pearlite.

38

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 39: MTB Bab 5 Hal 159-165

1.2.7. Diagram CCT

Gambar 1.19 : Transformasi Pada Baja HypereutectoidSumber : Anonymous 3 : 2012

Pada proses pendinginan perlahan akan menghasilkan struktur

mikro pearlite dan ferrite. Pada proses pendinginan sedang akan

menghasilkan struktur mikro bainite dan pearlite. Pada proses

pendinginan cepat akan menghasilkan struktur mikro austenite.

1.2.8. Pergeseran Titik Eutectoid

Diagram fase Fe-Fe3C dibuat tahap unsur paduan. Jika terdapat

unsur paduan, maka diagram akan mengalami pergeseran.

Pergeseran titik eutectoid yang terjadi dapat diubah dari diagram di

bawah ini:

39

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 40: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 1.20 : Pengaruh Paduan Terhadap Suhu Dan Komposisi EutectoidSumber : Anonymous 8 : 2012

Dari diagram di atas, terlihat komposisi unsur paduan

mempengaruhi komposisi eutectoid dan suhu (gambar b). Unsur

paduan bergeser dari temperatur eutectoid 723⁰C menjadi naik atau

turun tergantung jenis dan besarnya unsur paduan yang

ditambahkan.

Pergeseran diagram fase dapat dihitung dari pergeseran titik

eutectoid (perpotongan Al3 dan ACm)

TC =

%C =

40

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 41: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 1.21 : Pegeseran Titik Eutectoid Akibat Dari PaduanSumber Anonymous 8 : 2012

Contoh perhitungan :

Spesimen dengan komposisi kimia (Cr = 12% ; Mn = 0,3% ; Si =

0,2%)

Pergeseran titik eutectoid

Logam Komposisi Suhu Eutectoid %C

Cr 12% 840⁰C 0,37

Mn 0,30% 720⁰C 0,76

Si 0,20% 730⁰C 0,76

TC = =

=

%C = =

41

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 42: MTB Bab 5 Hal 159-165

=

Keterangan : Fe – Fe3C

Pergeseran Titik Eutectoid

Gambar 1.22 : Grafik Pergeseran Tititk Eutectoid

42

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 43: MTB Bab 5 Hal 159-165

BAB II

PENGUJIAN KEKERASAN DAN MIKROSTRUKTUR

2.1. Tujuan Pengujian

1. Mengetahui angka kekerasan suatau bahan

2. Mengetahui pengaruh perlakuan panas terhadap kekerasan bahan

3. Mengetahuai salah satu cara pengukuran kekerasan

4. Mengetahui perubahan struktur pada setiap perlakuan

2.2. Teori Dasar Pengujian

Dalam ilmu metalurgi terdapat teori – teori tentang sifat mekanik

logam termasuk kekerasan. Karena hal tersebut erat hubungannya dengan

praktikum pengujian kekerasan maka sebaiknya kita dapat memahami teori

tersebut.

2.2.1. Definisi Kekerasan

Kekerasan adalah kemampuan suatu bahan untuk menahan

tusukan (penetrasi/indentasi) Bainite yang lebih keras dari luar,

dapat dikatakan kemampuan untuk menahan deformasi plastis.

2.2.2. Macam - macam Metode Pengujian Kekerasan

Secara garis besar pengukuran kekerasan dibagi menjadi 3

jenis, yaitu :

1. Resistance to Cutting or Abration

Moh’s Method

Pengukuaran kekerasan dilakukan dengan

menggoreskan suatu material dengan mineral standar yang

telah diketahui nilai kekerasannya. Urutan kekerasan

mineral berdasarkan cara Moh’s adalah sebagai berikut:

43

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 44: MTB Bab 5 Hal 159-165

Tabel 2.1 Kekerasan material berdasarkan Moh’s Method

No Nama material Skala kekerasan

1 Kalium, Natrium 0,5 – 0,6

2 Talk 1

3 Kalsium, Sulfur 2

4 Tembaga, Arsenik 3

5 Flourit, Besi 4

6 Apasit, Kobalt 5

7 Benlium, Molibdenum 5,5

8 Titanium, Mangan 6

9 Kwarsa, Vanadium 7

10 Topas 8

11 Kromium 8,5

12 Korundum, Silicon 9

13 Intan 10

Sumber : Anonymous 09: 2012

Gambar 2.1 : Moh’s MethodSumber: Anonymous 10 : 2012

Skala Moh’s jarang digunakan dalam pengujian bahan

karena interval skalanya yang tinggi. Sehingga hasilnya

kurang tepat, terutama untuk logam.

44

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 45: MTB Bab 5 Hal 159-165

2. Resistance to Indentation

a. Brinell Method

Pengukuran ini dilakukan dengan cara menekan secara

tegak lurus menggunakan bola baja (sebagai indentor) yang

sudah diketahui diameternya pada permukaan benda uji.

Bekas yang ditimbulkan diukur dan kekerasannya dihitung

dengan rumus :

BHN

Dimana:

BHN = angka kekerasan Brinell (kg/mm2)

= beban (kg)

D = diameter indentor (mm)

d = diameter tapak tahan (mm)

Gambar 2.2 : Brinnel TesterSumber: Anonymous 11 : 2012

Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pengukuran

harus dilakukan pada permukaan yang datar. Terak dan

kotoran pada permukaan benda sangat mempengaruhi hasil

pengukuran.

45

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 46: MTB Bab 5 Hal 159-165

b. Vickers Method

Prinsipnya sama dengan pengujian brinell, hanya saja

menggunakan indentor yang berbentuk piramid beralas bujur

sangkar dngan sudut puncak antara dua sisi berhadapan 136o,

tapak tekan berbentuk bujur sangkar. Beban yang diberikan

antara lain 5, 10, 20, 30, 50, 100 atau 120 kg. Angka

kekerasan dinyatakan oleh :

VHN =

Dimana :

VHN = angka kekerasan (kg/mm2)

= beban yang ditatapkan (kg)

d = panjang diagonal tapak tekan (mm)

Gambar 2.3 : Vickers MethodSumber: Anonymous 12 : 2012

Cara ini merupakan cara pengujian kekerasan yang

paling sensitif. Cara ini memilliki satu skala kontinyu untuk

semua material dan angka kekerasan vickers tergantung dari

beban yang diberikan. Sangat memungkinkan sekali

penggunaan beban yang ringan pada pengujian cara vickers

46

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 47: MTB Bab 5 Hal 159-165

oleh karena itu cara ini bisa digunakan untuk pengujian

kekerasan pada material yang tipis sampai 0,005in.

c. Rockwell Method

Cara rockwell menggunakan prinsip yang sama dengan

cara Brinell hanya saja indentor yang dipakai ada 2 jenis dan

berukuran lebih kecil dari pada indentor pada brinell.

Indentor yang digunakan yaitu :

1. Menggunakan kerucut intan, dengan sudut puncak 120o,

ujung agak bulat, berjari - jari 0,2 mm.

2. Menggunakan bola baja berdiameter 1/16 in, 1/8 in, 1/4

in, dan 1/4 in.

Rumus yang digunakan :

HRC =

Dimana :

HRc = angka kekerasan rockwell

k = konstanta; intan = 0,2 dan

bola baja = 0,6

h1 = kedalaman akibat beban major (mm)

h2 = kedalaman akibat beban minor (mm)

Gambar 2.4 : Rockwell MethodSumber: Anonymous 13 : 2009

47

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 48: MTB Bab 5 Hal 159-165

Dalam cara rockwell terdapat beberapa skala yaitu A

sampai V. Masing – masing skala memiliki beban serta

indentor tersendiri dan digunakan untuk kebutuhan tertentu.

Skala A digunakan untuk material yang sangat keras, skala B

untuk material dengan kekerasan medium , skala C untuk

material dengan kekerasan rendah, dan seterusnya sampai

skala V untuk plastik dan soft metal seperti timbal. Terdapat

juga superficial rockwell untuk menguji spesimen yang tipis

sampai 0,006 in dan juga untuk powdered metal.

3. Elastic Hardness

Share Scleroscope Method

Pengujian ini disebut juga sebagai metode pantulan.

Pengujian dengan menggunakan intan tipped hammers (palu

hitam) yang dapat dinaikkan pada ketinggian tertentu dan

dijatuhkan secara bebas pada permukaan logam. Setelah

menyentuh permukaan, intan akan memantul. Ketinggian

pantulan menunjukan kekerasan yang diukur. Semakin tinggi

pantulan menunjukkan kekerasan yang semakin besar.

Prinsipnya adalah konversi energi dari energi potensial

menjadi energi kinetik, sebagaian energi diserap oleh

material dan sisanya menyebabkan terjadinya pantulan.

Energi yang diserap sebenarnya menunjukkan resilience.

Yaitu energi yang dapat diserap oleh material pada daerah

elastisnya. Keuntungan dari cara ini adalah peralatan kecil

dan bekas penetrasinya kecil, sehingga hampir tidak merusak

bahan yang diuji.

48

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 49: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 2.5 : ScleroscopeSumber : Anonymous 14 : 2012

2.2.3. Faktor - faktor yang Mempengaruhi Kekerasan

Kekerasan suatu material logam dipengaruhi oleh beberapa

hal, diantaranya :

1. Kadar Karbon

Semakin tinggi kadar karbon, maka logam akan semakin

keras namun rapuh. Kadar karbon sebesar 0,6 – 1% merupakan

kadar karbon yang sangat berpengaruh pada kekerasan logam.

Setelah lebih dari 1% maka kadar karbon tidak berpengaruh

pada nilai kekerasannya

2. Unsur paduan

Unsur paduan akan mempengaruhi sifat mekanik baja.

Beberapa unsur paduan yang terdapat pada baja beserta

pengaruhnya pada sifat mekanik antara lain:

a. Nikel (Ni)

Fungsi : meningkatkan kekerasan, ketahanan erosi, keuletan

dan tahan gesek.

b. Chromium (Cr)

Fungsi : meningkatkan kekerasan, menambah karbida dan

menambah elastisitasnya.

49

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 50: MTB Bab 5 Hal 159-165

c. Mangan (Mn)

Fungsi : meningkatkan kekerasan, ketahahn terhadap susu

tinggi dan membuat mengkilap.

d. Silicon (Si)

Fungsi : meningkatkan kekenyalan dan kekerasan,

bersifat deoksidan, meningkatkan kekerasan dan

menaikan titik kritis.

e. Molibdenum (Mb)

Fungsi : dalam jumlah 0,1–0,6 % bias meningkatkan

kekuatan yang dimiliki baja.

f.Vanadium (V)

Fungsi : menaikkan kekerasan dan kekuatan baja,

menurunkan kandungan karbon eutectoid, jika bercampur

Cr akan membuat baja jadi tahan aus.

g. Cobalt (Co)

Fungsi : meningkatkan kekerasan dan daya tahan aus

h. Boron (B)

Fungsi : menaikkan kekerasan. Pada kadar karbon kurang

dari 0,6 % akan menyebabkan rapuh.

i.Titanium (Ti)

Fungsi : sebagai deoksidasi dan efektif menambah

pertumbuhan butiran serta meningkatkan kekerasan baja.

3. Perlakuan Panas

Pengaruh perlakuan panas akan mempengaruhi kekerasan

logam tergantung pada perlakuan yang diberikan. Hardening

akan meningkatkan kekerasan (paling keras), pada tingkat

kekerasan kedua yaitu tempering. Normalizing akan

meningkatkan kekerasan namun dibawah tingkat tempering dan

yang paling lunak adalah dengan proses annealing.

50

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 51: MTB Bab 5 Hal 159-165

4. Bentuk Butir dan Dimensinya

Material dengan ukuran butir kecil akan memiliki

kekerasan yang tinggi dibandingkan dengan butiran yang basar.

Hal ini dikarenakan ukuran butir yang lebih kecil memiliki gaya

ikat antar atom yang lebih besar sehingga membuat material

tersebut keras.

2.2.4. Pembentukan Butir

Pembentukan butir terjadi pada saat logam cair membeku.

Atom-atom mengatur dan mengikuti suatu pola geometris. Mula-

mula setelah terbentuk inti (nuclei) yang stabil dalam logam yang

membeku, inti ini berubah menjadi kristal dengan susunan yang

teratur. Dalam tiap pembukan kristal atom-atom diatur dalam pola

yang teratur. Setelah proses ini selesai, kristal-kristal ini bergabung

dan membentuk batas kristal. Logam yang membeku dan

mempunyai banyak jenis kristal disebut polikristal, sedangkan

kristal dalam logam yang telah membeku disebut butir dan

permukaan singgung kristal-kristal tersebut disebut atas butir. Pada

umumnya pertumbuhan kristal tidak merata, artinya pertubumhan

dalam arah tertentu lebih cepat.

Dengan menggunakan mikroskop logam, butir logam tersebut

dapat kita lihat setelah permukaan logam tersebut dihaluskan,

dipoles dan dietsa dengan asam tertentu yang dapat menampilkan

batas-batas butir. Besar butir tergantung pada laju pendinginan pada

proses pengerjaan panas atau pengerjaan dingin sewaktu logam

tersebut dibentuk.

51

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 52: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 2.6 : Pembentukan ButiranSumber : Anonymous 15 : 2011

2.2.5. Struktur Kristal Logam

Dari analisa defraksi sinar-X menunjukkan atom dalam kristal

logam disusun oleh pola ulang tiga dimensional yang teratur.

Susunan atom digambarkan sebagai bola kertas pada lokasi khusus

dalam suatu susunan geometris. Macam-macam kristal logam:

1. Struktur kubik sederhana (Structure Simple Cubic)

Gambar 2.7 : Simple CubicSumber : Anonymous 16: 1997

Merupakan struktur kristal yang paling sederhana

(elementer), yaitu berupa sebuah kubus dengan satu atom

dimana titik sudutnya, sehingga dalam satu kisi kristalnya

terdapat 8 atom. Pada struktur ini adalah jenis sel dasar yang

dijumpai untuk kristal ionik, misalnya NaCl dan LiF.

52

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 53: MTB Bab 5 Hal 159-165

2. Struktur kubik pemusatan ruang (BCC)

Gambar 2.8 : Body-Centerd Cubic (BCC)Sumber : Anonymous 16 : 1997

Merupakan struktur yang mempunyai striktur atom ditiap-

tiap sudut dan sebuah atom berada di pusat body kubus. Tiap

atom sudut dikelilingi oleh 8 atom yang berbeda seperti atom

yang terdapat dalam titik pusat sel. Contohnya adalah Fe, Cr,

dan Mn

3. Struktur kubik pemusatan sisi (FCC)

Berupa sebuah kubus dengan satu atom dimasing-masing

sudutnya dan satu atim dimasing-masing pusat sisinya. Sehingga

dalam satu kristal terdapat 14 atom. FCC banyak dijumpai pada

nikel, tembaga dan alumunium

Gambar 2.9 : Face Centred Cubic (FCC)Sumber : Anonymous 16 : 1997

53

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 54: MTB Bab 5 Hal 159-165

4. Struktur Hexagonal Close Packed ( HCP)

Berupa sebuah struktur hexagonal dengan satu atom

dimasing – masing sudutnya dan satu atom di tengah sisi

segienam serta tiga atom di tengah bodynya, sehingga total atom

berjumlah 17 atom. Logam yang mempunyai struktur ini adalah

Seng dan Mangan

Gambar 2.10 : Hexagonal Close Packed (HPC)Sumber : Anonymous 17 : 2009

Selain struktur diatas masih terdapat jenis struktur lain,

berikut penggolongan sistem struktur kristal

54

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 55: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 2.11 : Struktur Kristal Kisi BravaisSumber : Anonymous 18 : 2008

Tabel 2.2 Perbandingan antara Kristal logam

Sistem Sumbu (axis) Sudut Sumbu

Kubik a = b = c α = β = γ = 90o

Tetragonal a = b ≠ c α = β = γ = 90o

Orthorombik a ≠ b ≠ c α = β = γ = 90o

Monoklinik a ≠ b ≠ c α = γ = 90o ; ≠ β

Triklinik a ≠ b ≠ c α ≠ β ≠ γ ≠ 90o

Hexagonal a ≠ b ≠ c α = β = 98o ; γ = 2,8o

Rhombohedral a = b = c α = β = γ ≠ 90o

APF (Atomic Packing Faktor) adalah perbandingan antara

volume struktur geometrinya. Rumus yang biasa digunakan

adalah:

2.2.6. Mekanisme Deformasi

55

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 56: MTB Bab 5 Hal 159-165

Mekanisme deformasi adalah perubahan ukuran atau bentuk

logam karena adanya gaya luar yang diberikan transformasi fase

pada pembekuan. Proses deformasi dengan tahap-tahap sebagai

berikut:

1. Deformasi Elastis

Deformasi yang akan hilang setelah gaya luar yang

diberikan dihilangkan. Pada deformasi elastis regangan yang

terjadi sebanding dengan bebannya. Perbandingan ini disebut

modulus elastisitas young.

2. Deformasi Platis

Deformasi suatu bahan yang tidak dapat kembali ke

keadaan semula walaupun gaya yang mengenainya dihilangkan.

Kemungkinan yang menyebabkannya adalah:

- Sliding bidang atom satu dengan yang lain.

- Ikatan atom-atomnya pecah akibat slip yang

tergantung pada kondisi pembebanan.

Gambar 2.12 : Deformasia. Struktur sebelum pembebananb. Sturktur yang dikenai

deformasi elastisc. Sturktur yang dikenai

deformasi plastisSumber : Anonymous 19 : 2009

Deformasi plastis sendiri dibagi menjadi 2 mekanisme

yaitu:

1. Slip

56

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 57: MTB Bab 5 Hal 159-165

Merupakan deformasi plastis dimana terjadi pergeseran

kristal relatif terhadap bagian lainnya sepanjang bidang

kristalografinya. Slip terjadi secara bertahap yang ditandai

bergesernya atom-atom searah bidang slipnya akibat suatu

pembebanan dan berakhir jika tegangan yang terjadi tidak

cukup untuk menggeser atom dari posisi semula.

Gambar 2.13 : SlipSumber: Anonymous 15 : 2011

2. Twinning (kembaran)

Merupakan suatu fenomena perubahan arah orientasi

suatu bagian butir kristal, sehingga susunan atom di bagian

tersebut akan simetri dengan bagian lain yang tidak

mengalami perubahan. Bidang yang merupakan pusat simetri

dan menjadi “cermin” antara kedua bagian ini disebut bidang

kembaran (Twinning plain).

57

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 58: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 2.14 : TwinningSumber: Anonymous 20 : 2008

2.2.7. Slip System

Slip System merupakan kejadian pergeseran kristal relatif

terhadap bagian kristal lainnya sepanjang bidang kristalografi

tertentu. Bidang tempat terjadinya slip disebut bidang slip (slip

plane), arah pergeseran atom disebut arah slip (slip direction).

Umumnya bahwa slip lebih mudah terjadi pada daerah yang lebih

padat atom.

Slip terjadi secara bertahap yang ditandai dengan bergesernya

garis dislokasi sedikit demi sedikit. Garis dislokasi adalah garis

batas antara kristal yang mengalami slip dengan kristal yang tidak

mudah mengalami slip. Dengan demikian pergeseran garis dislokasi

berarti pergerseran slip. Mula-mula atom yang paling padat bergeser

akibat suatu pembebanan sehingga mendesak atom tetangganya,

kemudian tegangan dalam atom membesar dan ikut bergeser. Slip

berakhir jika tegangan yang terjadi tidak cukup untuk menggeser

atom dari posisi semula.

Gambar 2.15 : Slip SystemSumber : Anonymous 21 : 2011

2.2.8. Cacat Pada Logam

58

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 59: MTB Bab 5 Hal 159-165

Cacat pada logam merupakan ketidaksempurnaan yang terjadi

pada suatu struktur. Cacat pada logam dapat digolongkan menjadi 3

yaitu :

1. Cacat Titik

Cacat titik adalah penyimpangan dari susunan hyper-

eutectoid atom dalam kristal yang terbatas di sekitar atom

sehingga hanya berupa titik. Macamnya antara lain:

a. Kekosongan (vacancy)

Bilamana sebuah atom lepas dari posisi kisi normal,

disebabkan oleh gangguan local selama pertumbuhan kristal.

Gambar 2.16 : Vacancy (kekosongan)Sumber: Anonymous 15 : 2011

b. Sisipan (interstisi)

Terjadi bila atom bertahan dalam kristal di titik

pertengahan antara posisi kisi yang normal.

Gambar 2.17 : Interstisi (sisipan)Sumber: Anonymous 15 : 2011

59

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 60: MTB Bab 5 Hal 159-165

2. Cacat Garis

Cacat garis adalah cacat titik yang melibatkan banyak atom

dalam bentuk deret yang kemudian membentuk garis. Cacat ini

timbul karena deformasi akibat pengaruh gaya luar atau timbul

selama proses pertumbuhan kristal.

Gambar 2.18 : Cacat GarisSumber : Anonymous 22 : 2008

3. Cacat Permukaan

Cacat yang terjadi karena atom-atom yang terletak pada

batas butir mempunyai energi yang lebih besar sehingga

memudahkan atom untuk saling meloncat ke boundary

tetangganya. Hal tersebut menyebabkan distorsi pada batas butir

kira-kira 1 sampai 3 atom. Distorsi inilah yang disebut cacat

permukaan. Cacat permukaan ini dibagi menjadi:

a. Cacat permukaan luar (eksternal surface defect)

Cacat permukaan luar permukaan batas struktur kristal

sehingga koordinat atom pada permukaan memiliki energi

yang paling tinggi dan ikatannya kurang kuat karena

memiliki ikatan pada satu atom.

b. Planner Defect

Pada batas antar dua butir yang berdekatan terhadap

daerah transisi yang tidak searah dengan potongan dalam

kedua butiran.

60

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 61: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 2.19 : Planner DefectSumber : Anonymous 23 : 2010

2.2.9. Macam - macam Dislokasi

Pada umumnya dislokasi pada kristal disebut cacat garis.

Dislokasi adalah cacat titik yang melibatkan banyak atom

dalambentuk deret. Dislokasi timbul karena deformasi akibat

pengaruh gaya luar atau timbul selama proses pertumbuhan Kristal.

Dislokasi sendiri dibagi menjadi 3 macam, yaitu:

a. Dislokasi Sisi

Dislokasi sisi dapat dilihat dengan adanya bidang atom

tambahan dalam struktur kristal. Bidang atom tambahan itu tidak

sempurna sehingga timbul daerah tekanan dan tarikan. Atom-

atom yang terletak sepanjang dislokasi energinya lebih besar.

Gambar 2.20 : Dislokasi SisiSumber: Anonymous 24 : 2008

b. Dislokasi Ulir

Dislokasi ulir dapat ditunjukan dengan adanya sobekan

dari sebuah bidang kristal yang disertai penurunan bidang kristal

tersebut.

61

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 62: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 2.21 : Dislokasi UlirSumber: Anonymous 15 : 2011

c. Dislokasi Campuran

Dislokasi campuran terjadi sewaktu bahan mengalami

deformasi dimana suatu pergeseran dapat mengakibatkan

terjadinya dislokasi ulir maupun sisi keduanya mengalami

deformasi akhir yang sama.

Gambar 2.22 : Dislokasi CampuranSumber: Anonymous 15 : 2011

2.3. Pelaksanaan Pengujian

62

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 63: MTB Bab 5 Hal 159-165

2.3.1. Alat yang Digunakan Dalam Pengujian

a) Spesifikasi Alat yang Digunakan Dalam Pengujian

Kekerasan

1. Electric Brinell Hardness Tester

Spesifikasi alat :

- Merk : Hauser Henry S A

- Diam. Bola baja : 1,2 mm

- Berat beban : 43,2 kg (100-500 BHN)

12,4 kg (30-120 BHN)

- Buatan : Jerman

Gambar 2.23 : Electric Brinell Hardness TesterSumber: Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

2. Centrifugal Sand Paper Machine

Spesifikasi alat :

- Merk : Saphir

- Buatan : Jerman

- Diameter : 15 cm

- Putaran : 120 rpm

63

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 64: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 2.24 : Centrifugal Sand Paper MachineSumber: Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

b) Spesifikasi Alat yang Digunakan Dalam Pengujian

Mikrostruktur

1. Microscope Logam

Spesifikasi alat :

- Merk : Nikon

- Buatan : Jepang

- Pembesaran : 450 kali

Gambar 2.25 : Microscope Logam

64

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 65: MTB Bab 5 Hal 159-165

Sumber Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

65

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 66: MTB Bab 5 Hal 159-165

2. Kamera

Gambar 2.26 : KameraSumber: Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

3. Etsa

Digunakan untuk memperjelas permukaan

mikrostruktur. Etsa berupa cairan kimia yang akan bereaksi

dengan atom tertentu pada logam terutama atom-atom yang

tidak stabil misalnya atom pada batas elastik. Etsa yang

digunakan pada pengujian ini merupakan campuran 1-1,5ml

white nitric dalam 10 ml ethyl alcohol 95-100%

Gambar 2.27 : EtsaSumber : Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

66

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 67: MTB Bab 5 Hal 159-165

4. Kertas Gosok

Digunakan untuk meratakan permukaan spesimen

Gambar 2. 28 : Kertas GosokSumber: Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

5. Batu Hijau

Digunakan untuk menghaluskan dan mengkilapkan

permukaan spesimen.

Gambar 2.29 : Batu HijauSumber : Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

6. Kain Flannel

Digunakan untuk menghaluskan dan membersihkan

spesimen dari batu hijau yang tersisa

67

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 68: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 2.30 : Kain FlannelSumber : Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

2.3.2. Bahan yang Digunakan Dalam Pengujian

Spesimen : Baja Assab 760

Komposisi : C = 0,50 %

Mn = 0,50 %

Si = 0,25 %

2.3.3 Pergeseran Titik Eutectoid

Tabel 2.3 Komposisi Kimia Bahan

Perhitungan pergeseran titik eutectoid

= 727,47 oC

= 0,729 %

68

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

No Logam Komposisi Suhu Eutectoid %C

1 Mn 0,5% 725 0,74

2 Si 0,25% 730 0,72

Page 69: MTB Bab 5 Hal 159-165

Keterangan : Fe – Fe3C

Pergeseran Titik Eutectoid

Gambar 2.31 Pegeseran Titik Eutectid

2.3.4 Bentuk dan Dimensi Spesimen

Gambar 2.32 Bentuk dan Dimensi Spesimen

69

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 70: MTB Bab 5 Hal 159-165

2.3.5 Prosedur Pungujian

a) Pengujian Kekerasan

1. Dilakukan proses heat treatment.

2. Permukaan spesimen yang akan diuji dibersihkan dahulu

dari terak dan kotoran dengan Centrifugal Sand Paper

Machine sampai betul-betul rata dan dan halis dan siap diuji.

3. Pemanasan benda kerja yang akan diuji harus benar-benar

diperhatikan.

4. Dilakukan pengujian kekerasan dengan Electrical Brinell

Hardness Tester dengan pengambilan data secara acak pada

permukaan benda uji. Dalam pengujian kali ini diambil 10

titik secara acak.

b) Pengujian Mikrostruktur

1. Permukaan spesimen yang akan difoto diratakan dan

dihaluskan dengan Centrifugal Sand Paper Machine.

2. Permukaan spesimen dihaluskan dengan batu hijau dan

digosok dengan kain flannel sampai benar-benar mengkilap

dan halus.

3. Permukaan spesimen yang sudah mengkilap dibersihkan

dengan alcohol, kemudian ditetesi cairan etsa.

4. Spesimen diletakkan pada microscope logam, kemudian

focus diatur sampai didapatkan gambar yang jelas dengan

perbesaran 450 kali.

5. Dilakukan pemotretan dengan kamera, kemudian hasilnya

dicuci dan dicetak.

2.4 Hipotesa

a) Pengujian Kekerasan

1. Heat treatment dapat menyebabkan perubahan tingkat kekerasan.

Dalam pengujian kali ini perlakuan yang diberikan pada material

70

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 71: MTB Bab 5 Hal 159-165

adalah hardening, tanpa perlakuan dan normalizing. Dari proses

tersebut dapat dijelaskan mulai tingkat kekerasan paling tinggi ke

rendah seperti penjelasan di bawah ini:

a. Hardening

Dapat meningkatkan kekerasan secara meksimum tetapi

memiliki tegangan dalam yang tinggi, distorsi yang tinggi dan

sifat yang rapuh.

b. Tanpa Perlakuan

Spesimen tidak mengalami proses perlakuan panas apapun

c. Normalizing

Digunakan untuk menghaluskan butiran yang mengalami

pemanasan berlebih (overheated) dan menghilangkan tegangan

dalam.

2. Proses holding yang lebih lama akan membuat material lebih keras

dari pada holding yang sebentar karena struktur butiran atom lebih

homogen.

3. Temperatur pemanasan yang semakin tinggi membuat material lebih

keras karena semakin banyak butiran atom yang terbentuk daripada

temperatur yang tidak mencapai suhu austenite.

b) Pengujian Mikrostruktur

Dengan perlakuan panas yang diberikan pada suhu maksimum

(austenite) dengan holding yang relatif lama akan meningkatkan

kekerasan secara maksimum. Hal ini ditandai dengan banyaknya

kandungan pearlite dan ferrite. Pada cirri fisik didapatkan pada

presentase warna hitam (pearlite) lebih banyak dari pada ferrite (putih)

71

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 72: MTB Bab 5 Hal 159-165

72

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 73: MTB Bab 5 Hal 159-165

2.5 Pengolahan Data

Data dari hasil pengujian dihitung dan disusun dalam bentuk Tabel,

masing-masing untuk spesimen tanpa perlakuan dan dengan perlakuan,

selain data tersebut, di ambil pula hasil pengujian berupa kekerasan rata-

rata untuk perlakuan panas yang berbeda. Dari data-data tersebuat

dilakukan dua macam pengolahan data.

2.5.1. Data Kelompok

Dilakukan perbandingan nilai kekerasan sebelum dengan

sesudah perlakuan panas untuk menentukan ada tidaknya perubahan

nilai kekerasan. Untuk itu perludigunakan pengujian dengan metode

uji standart t.

Tabel 2.4 Data spesimen tanpa perlakuan panas

No X [ X – ] [ X – ]2

1 204 7,1 50,41

2 211 0,1 0,01

3 219 -7,9 62,41

4 207 4,1 16,81

5 208 3,1 19,61

6 220 -8,9 79,21

7 208 3,1 9,61

8 205 6,1 37,21

9 213 -1,9 3,61

10 216 -4,9 24,01

Σ 2111 0 292,99

73

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 74: MTB Bab 5 Hal 159-165

Foto mikrostruktur tanpa perlakuan panas

Gambar 2.33 : Foto mikrostruktur tanpa perlakuan panas

Pada foto mikrostruktur tanpa perlakuan panas dapat dilihat

bahwa terdapat persebaran struktur hitam dan putih yang tidak

merata, hal ini terjadi dibeberapa titik konsentrasi hitam mupun

putih yang mengelompok.

Kekerasan rata-rata

Standart deviasi

Standart deviasi rata-rata

db = n-1 = 10 – 1 = 9

dengan α = 5% maka nilai t Tabel → t (α/2;db)

t (0,025;9) = ±2,26

interval penduga kekerasan spesimen tanpa perlakuan panas

74

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 75: MTB Bab 5 Hal 159-165

Jadi kekerasan spesimen rata-rata tanpa perlakuan panas

memiliki nilai ± 214 BHN dengan tingkat keyakinan 95 %

Tabel 2.5 Data spesimen dengan perlakuan normalizing 800oC

holding 15 menit

No X [ X – ] [ X – ]2

1 205 -2,4 5,76

2 211 3,6 12,96

3 208 0,6 0,36

4 198 -9,4 88,36

5 201 -6,4 40,96

6 206 -1,4 1,96

7 212 4,6 21,16

8 210 2,6 6,76

9 215 7,6 57,76

10 208 0,6 0,36

Σ 2074 0 236,4

Foto mikrostruktur dengan perlakuan normalizing 800oC

holding 15 menit.

Gambar 2.34 : Foto Mikrostruktur Perlakuan Normalizing 800oc Holding 15 Menit

Dari hasil foto mikrostruktur terlihat bahwa kandungan ferrite

(putih) lebih banyak di bandingkan pearlite (hitam) dimana berarti

75

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 76: MTB Bab 5 Hal 159-165

baja tersebut termasuk baja karbon rendah. Pada perlakuan

normalizing 800oC holding 15 menit, struktur yang terbentuk

memiliki ukuran butir yang lebig seragam.

Kekerasan rata-rata

Standart deviasi

Standart deviasi rata-rata

db = n-1 = 10 – 1 = 9

dengan α = 5% maka nilai t Tabel → t (α/2;db)

t (0,025;9) = ±2,26

interval penduga kekerasan spesimen tanpa perlakuan panas

76

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 77: MTB Bab 5 Hal 159-165

Jadi kekerasan spesimen rata-rata dengan perlakuan panas

berkisar antara 203,74 BHN sampai 211,06 dengan tingkat

keyakinan 95%.

Uji Beda Dua Rata-Rata

Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan kekerasan pada

spesimen tanpa perlakuan dan dengan perlakuan panas dilakukan uji

beda dua rata-rata dengan uji standart t.

Hipotesa : Ho : μ1 = μ2

H1 : μ1 ≠ μ2

Digunakan pengujian dua arah dengan

α = 5% dan db = (n1 -1) + (n2 -1)

= (10-1) + (10 -1) = 18

Maka nilai t Tabel → t (0,025;18) = ±2,101

Perhitungan thitung

77

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 78: MTB Bab 5 Hal 159-165

Kedudukan thitung pada kurva distribusi t adalah sebagai berikut

Deri kurva uji t diketahui bahwa thitung terletak didaerah tolak,

berarti terdapat perbedaan yang nyata antara rata-rata kekerasan

spesimen tanpa perlakuan panas dan spesimen dengan perlakuan

panas.

Analisa Variasi Dua Arah

Tujuan

Untuk mengetahui pengaruh variasi suhu pemanasan waktu

holding dan kombinasi keduanya terhadap kekerasan spesimen

Hipotesa :

H01 : α1 = α2 ( holding tidak berpengaruh)

H11 : α1 ≠ α2 ( holding berpengaruh)

H02 : β1 = β2 ( heating tidak berpengaruh)

H12 : β1 ≠ β2 ( heating berpengaruh)

H03 : (αβ)1 = (αβ)2 (holding dan heating tidak berpengaruh)

H13 : (αβ)1 ≠ (αβ)2 (holding dan heating berpengaruh)

78

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 79: MTB Bab 5 Hal 159-165

Tabel 2.6 Data variasi dua arah

Fakt

or H

oldi

ng

Faktor Suhu

15 m

enit

800 oC 900 oC Σr

205 251 456

211 257 468

208 256 464

198 261 4659

201 248 449

Σc 1023 1273 229630

men

it194 265 459

198 263 461

205 262 467

201 269 470

198 262 460

Σc 996 1321 2317

Σtot 2019 2594 4613

JKT = ( a2+ b2+c2+ …+t2) - FK

= (2052+ 2112+ 2082+ 1982+ 2012+ 2512+ 2572+ 2562+

2612+ 2482+ 1942+ 1982+ 2052+ 2012+1982+ 2652+ 2632+

2622+ 2692+ 2622) – 1.063.988,48

= 1.081.139 - 1.063.988,45

= 17.150,55

79

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 80: MTB Bab 5 Hal 159-165

JKAB = JKP - JKA - JKB

= 16.834,55 –

22,05 – 16.531,25

= 281,25

JKG = JKT - JKA - JKB - JKAB

= 17.150,55 – 22,05 – 16.531,25 – 821,25

= 316

Dimana :

FK : Frekuensi Komulatif

JKT :Jangkauan Kuartil Tengah

JKA :Jangkauan Kuartil Atas

JKB :Jangkauan Kuartil Bawah

80

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 81: MTB Bab 5 Hal 159-165

JKP :Jangkauan Kuartil Tengah

JKG :Jangkauan Kuartil Galat

F Tabel dengan α = 5% → F (α, v1 ,v1)

F1Tabel = v1= (x-1) = (2-1) = 1

V2= (x.y) . (z-1) = (2.2) . (4.1) = 4 . 4 = 16

F1Tabel( 5%, 1, 16) = 4,49

F2Tabel = v1 = (x-1) = (2-1) = 1

V2 = (x.y) . (z-1) = (2.2) . (4.1) = 4 . 4 = 16

F2Tabel( 5%, 1, 16) = 4,49

F2Tabel = v1 = (x-1) = (2-1) = 1

V2 = (x.y) . (z-1) = (2.2) . (4.1) = 4 . 4 = 16

F2 Tabel( 5%, 1, 16) = 4,49

Tabel 2.7 Analisa varian

Sumber

KeragamanDb JK KT Fhitung

Pengaruh A

(holding)

(x-1) = 2 JKA =

22,05

12 = JKA/(x-1)

= 22,05/1

= 22,05

F1 = 12/ 2

= 22,05/19,75

= 1,12

PengaruhB

(heating)

(y-1) = 1 JKB =

16.531,25

22 = JKB/(y-1)

= 16.531,25/1

= 16.531,25

F2= 12/ 2

= 16.531,25/

19,75

= 837,03

Pengaruh

A& B

(holding&

heating)

(x-1)(y-1)

1

JKAB =

281,25

32 = JKAB/(x-1)

(y-1)

= 281,25/1

= 281,25

F3= 12/ 2

= 281,25/19,75

= 14,24

Galat

(x-y) (z-1)

16

JKG =

316

2 = JKG/(x-y) (z-1)

= 316/16

= 19,75

81

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 82: MTB Bab 5 Hal 159-165

Jumlah () 19 17.150,55

Hasil Analisa

1. F1 hitung < F1 Tabel = 1,12 < 4,49

Keterangan :

Variasi holding yang diberikan pada spesimen tidak

berpengaruh pada kekerasan, hal ini sesuai dengan hipotesa H01 :

α1 = α2 .

2. F2 hitung > F2 Tabel = 837,03 < 4,49

Keterangan :

Variasi heating yang diberikan pada spesimen berpengaruh

pada kekerasan, hal ini sesuai dengan hipotesa H12 : β1 ≠ β2

3. F3 hitung > F3 Tabel = 14,24 < 4,49

Keterangan :

Variasi holding dan heating yang diberikan pada spesimen

berpengaruh pada kekerasan, hal ini sesuai dengan hipotesa H13 :

(αβ)1 ≠ (αβ)2

2.5.2. Data Antar Kelompok

Tabel 2.8 Data Kekerasan Tanpa perlakuan

82

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 83: MTB Bab 5 Hal 159-165

Tabel 2.9 Data Kekerasan Hardening 900oC:30’

Tabel 2.10 Data Kekerasan Hardening 900oC:15’

83

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 84: MTB Bab 5 Hal 159-165

Tabel 2.11 Data Kekerasan Normalizing 800oC:15’

Tabel 2.12 Data Kekerasan Normalizing 800oC:30’

84

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 85: MTB Bab 5 Hal 159-165

Tabel 2.13 Data Kekerasan Rata-rata Perlakuan Panas

85

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 86: MTB Bab 5 Hal 159-165

86

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Gam

bar 2

.35

: Dia

gram

Hub

unga

n Pe

rlaku

an P

anas

den

gan

Ting

kat K

eker

asan

Pad

a Sp

esim

en N

orm

aliz

ing

(800

0 C ;

15')

dan

Tanp

a Pe

rlaku

an

Page 87: MTB Bab 5 Hal 159-165

2.6. Pembahasan

Data Kelompok

Pemberian perlakuan panas pada spesimen dapat merubah sifat

mekanik suatu spesimen. Spesimen tanpa perlakuan panas memiliki

sifat kekerasa yang berbeda dengan spesimen yang mendapatkan

perlakuan panas tergantung dari perlakuan panas yang diberikan.

Pada pengujian kali ini kelompok kami menggunaka spesimen

baja Assab 760 yang diberikan perlakuan normalizing 800oC dengan

holding 15 menit. Dari perlakuan tersebut dan diuji kekerasannya

didapatkan nilai kekerasan rat-rata 207,4 BHN. Dengan perhitungan

menggunakan rumus interval penduga kekerasan spesimen diperoleh

bahwa nilai kekerasan dari spesimen tersebut berkisar antara 203,74

BHN sampai 211,06 BHN dengan tingkat keyakinan 95%, sedangkan

pada spesimen tanpa perlakuan didapatkan nilai kekerasan rata-rata

211,1 BHN.

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa nilai kekerasan baja

dengan perlakuan panas normalizing lebih rendah daripada spesimen

tanpa perlakuan. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan normalizing

spesimen didinginkan secara lambat yang membuat pembentukan butir

lebih sedikit dan ukuran butirnya besar serta tidak homogen. Tetapi

pada normalizing dapat mengurangi tegangan dalam / sisa pada

spesimen.

Pada analisa varian dua arah dengan menganalisa faktor holding

diperoleh bahwa nilai kekerasan yang berbeda pada waktu holding yang

berbeda tetapi nilai tersebut tidak terlalu signifikan. Hal ini desebabkan

karena waktu holding mempengaruhi pemerataan panas yang diberikan.

Pada spesimen, selain faktor holding juga terdapat faktor pemanasan

atau temperatur.

87

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 88: MTB Bab 5 Hal 159-165

88

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Gam

bar 2

.36

: Dia

gram

Hub

unga

n Pe

rlaku

an P

anas

den

gan

Ting

kat K

eker

asan

Har

deni

ng 9

00 0 C

/ ‘3

0

Har

deni

ng 9

00 0 C

/ ‘1

5

Nor

mal

izin

g 80

0 0 C

/ ‘3

0

Tanp

a Pe

rlaku

an

Nor

mal

izin

g 80

0 0 C

/ ‘1

5

Page 89: MTB Bab 5 Hal 159-165

Data Antar Kelompok

Dari grafik batang, dapat diketahui hubungan antara nilai

kekerasan dengan berbagai perlakuan panas. Spesimen yang memiliki

nilai kekerasan dari yang tertinggi sampai ke rendah berurutan adalah

Hardening 900oC holding 30 menit, Hardening 900oC holding 15 menit,

tanpa perlakuan, Normalizing 800oC holding 15 menit dan Normalizing

800oC holding 30 menit. Penjelasannya adalah sebagai berikut :

Hardening 900oC holding 30 menit memiliki nilai kekerasan yang

tertinggi yaitu 263,3 BHN. Nilai kekerasan didapat setelah proses

pendinginan cepat dengan media air dan waktu holding yang lama.

Cepatnya waktu pendinginan dapat membentuk inti atom yang banyak

serta kecil-kecil dan stabil sehingga ikatan atomnya lebih erat yang

membuat spesimen lebih keras.

Hardening 900oC holding 15 menit memiliki nilai kekerasan

sebesar 254,8 BHN, jika dibandingkan dengan suhu yang sama dan

holding yang lebih sebentar yaitu 15 menit membuat pembentukan

struktur yang homogen lebih sedikit terbentuk dibandingkan dengan

perlakuan Hardening 900oC holding 30 menit.

Spesimen dengan proses tanpa perlakuan memiliki nilai kekerasan

dibawah Hardening yaitu 211,1 BHN. Didapat nilai tersebut

dikarenakan mungkin pada saat pengecoran di pabrik spesimen sudah

mendapat perlakuan panas yang cukup tinggi dan pendinginan dengan

media serta waktu tertentu pula.

Normalizing 800oC holding 15 menit memiliki kekerasan sebesar

207,4 BHN. Hal ini disebabkan karena terjadinya proses pendinginan

yang lembat. Pada holding 15 menit struktur butiran yang diubah belum

seluruhnya menjadi homogen. Pada perlakuan Normalizing ini

terbentuk struktur butiran yang lebih besar dibandingkan Hardening.

Normalizing 800oC holding 30 menit memiliki nilai kekerasan

yang lebih rendah daripada perlakuan Normalizing 800oC holding 15

89

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 90: MTB Bab 5 Hal 159-165

menit yaitu 197,6 BHN, hal ini disebabkan karena waktu holding yang

semakin lama menyebabkan struktur lebih homogen. Berbeda dengan

perlakuan Hardening, jika semakin lama holding membuat material/

spesimen semakin keras, pada perlakuan Normalizing, lamanya waktu

holding justru membuat material tersebut menjadi ulet.

2.7. Kesimpulan dan Saran

2.7.1. Kesimpulan

1. Dengan perlakuan panas yang berbeda-beda didapatkan nilai

kekerasan yang berbeda-beda pula.

2. Secara toritis nilai yang tertinggi adalah Hardening, tanpa

perlakuan, Normalizing. Hasil yang diperoleh dari pengujian

sudah sesuai denganteori yaitu Hardening, tanpa perlakuan dan

Normalizing.

2.7.2. Saran

1. Harus lebih teliti dalam membaca skala kekerasan pada alat uji

kekerasan.

2. Pada saat menghaluskan permukaan spesimen haruslah

mencapai kerataan dan kehalusan tertentu agar data yang di

peroleh dapat lebih akurat.

90

Laporan Praktikum Uji Material Semester Ganjil 2015 / 2016

Page 91: MTB Bab 5 Hal 159-165

BAB III

PENGUJIAN IMPACT

3.1. Tujuan Pengujian

1. Mengetahui daya tahan suatu logam terhadap beban dinamis yang

menyebabkan terjadinya patahan

2. Mengetahui bentuk patahan

3. Mengetahui pengaruh perlakuan panas terhadap kekuatan kejut logam

4. Mengetahui cara pengujian impact

3.2. Teori Dasar Pengujian

3.2.1. Definisi Kekuatan Impact

Kekuatan impact adalah kemampuan suatu bahan untuk

menahan beban dinamis atau mendadak yang dapat menyebabkan

rusak atau patah. Suatu spesimen dengan standart tertentu, baik

ukuran notch ataupun ukuran spesimennya diletakkan dengan posisi

lekukannya berlawanan arah dengan pendulum dari suatu alat notch

bench test. Untuk mematahkan spesimen pendulum dipasang pada

ketinggian tertentu kemudian dilepaskan.

Energi yang diperlukan untuk mematahkan spesimen adalah

merupakan tenaga impact yang berasal dari energi potensial

pendulum, karena pendulum dipasang pada ketinggian tertentu. Bila

dilepaskan maka energi potensial pendulum berkurang dan menjadi

energi kinetik. Energi ini nantinya sebagian diserap oleh spesimen

untuk mematahkan spesimen dan sebagian hilang karena adanya

gesekan pada proses pendulum. Besarnya kerugian ini bisa diamati

dari sudut yang terbentuk pada skala dari jarum dibandingkan

dengan sebelum spesimen patah.

91

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 92: MTB Bab 5 Hal 159-165

3.2.2. Macam - Macam Metode Pengujian Impact

Percobaan impact yang digunakan untuk menghitung besarnya

ketahanan impact suatu logam tergantung dari kerapuhan metal dan

penggunaannya ada 3 macam, yaitu :

- Pengujian pukul takik (beam impact test)

- Pengujian tarik kejut (tension impact test)

- Percobaan puntir (torsion impact test)

Percobaan pukul takik paling sering digunakan di antara ketiga

percobaan di atas. Hasil percobaan pukul takik biasanya tidak dapat

langsung digunakan untuk membandingkan sifat ketangguhan suatu

bahan dengan bahan yang lain. Hal ini karena banyak faktor yang

mempengaruhi impact strength yang tak dapat dicari hubungan

antara kondisi pengujian dengan kondisi pemakaian. Misalnya pada

pengujian kecepatan pembebanan Demikian juga halnya dengan

keadaan tegangan tiga sumbu yang dipengaruhi oleh bentuk dan

ukuran notch. Bentuk dan ukuran benda kerja semua ini akan

menyebabkan impact strength yang berbeda-beda bila faktor

tersebut berbeda. Pada percobaan pukul takik yang paling sering

digunakan adalah tes charpy dan izod.

1. Percobaan Pukul Takik (Beam impact test)

Digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu logam

untuk menahan pukulan suatu logam. Pada percobaan ini dipakai

spesimen yang bertakik, cara pembebanan ini ada dua macam.

a. Cara Pembebanan Charpy (Charpy Impact)

Pada percobaan ini benda kerja mempunyai ukuran

yang standar, takik diletakkan pada landasan dengan posisi

takik membelakangi pendulum yang akan memberi beban

kejut sehingga mengenai bagian punggung notch. Notch

yang digunakan umumnya bersudut 45 derajat. Percobaan

ini sesuai untuk material yang ductile. Cara ini banyak

digunakan di Amerika.

92

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 93: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 3.1 : Cara Pembebanan CharpySumber : Anonymous 25 : 2009

b. Cara Pembebanan Izod

Salah satu bagian benda uji dijepit pada bibir takik dan

posisi takik berhadapan dengan pendulum yang akan

memberi beban kejut. Percobaan ini sesuai untuk material

yang brittle (rapuh). Percobaan ini banyak digunakan di

Inggris.

Gambar 3.2 : Prinsip Pengujian Impact IzodSumber : Anonymous 26 : 2010

93

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 94: MTB Bab 5 Hal 159-165

2. Percobaan Tarik Kejut (Tension Impact Test)

Salah satu ujung spesimen dijepit pada ujung yang lain dan

diberi beban tarik secara kejut. Percobaan ini biasanya

digunakan pada bahan yang bersifat ulet. Spesimen bisa diberi

notch atau tidak.

Gambar 3.3 : Mesin Pengujian Tarik KejutSumber : Anonymous 27 : 2006

3. Percobaan Puntir Kejut (Torsion Impact Test)

Salah satu spesimen dijepit dan pada ujung yang lain diberi

beban puntir secara kejut. Dalam hal ini masih ada batas mulur

dan batas patah tetapi tak ada kontraksi. Tegangan puntir pada

titik beratnya sama dengan nol dan semakin keluar semakin

bertambah. Beberapa logam dapat bertahan pada putaran tak

terhingga asalkan tegangannya masih di bawah batas tegangan

limit (limiting stress)

.

94

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 95: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 3.4 : Mesin Pengujian Puntir KejutSumber : Anonymous 27 : 2006

3.2.3. Tipe dan Macam Notch Pada Spesimen Impact Pukul Takik

Pembagian jenis spesimen impact ditinjau dari bentuk

notchnya, dibagi menjadi tiga bagian :

1. V notch

Bentuk notch-nya seperti huruf V

Gambar 3.5 : V notchSumber : Anonymous 28 : 2010

2. U notch

Notch-nya berbentuk seperti huruf U

Gambar 3.6 : U notchSumber : Hanson, A. (1965 : 180)

95

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 96: MTB Bab 5 Hal 159-165

3. Keyhole notch

Notch-nya berbentuk seperti lubang kunci

Gambar 3.7: Keyhole NotchSumber : Anonymous 28 : 2010

3.2.4. Macam - macam Patahan dan Sifatnya

1 Patahan Getas

Patahan getas mempunyai permukaan yang rata-rata

mengkilat, sehingga apabila potongan ini disambung kembali

akan menghasilkan sambungan yang rapat. Karena patahan tidak

mengalami formasi dan impact strength-nya rendah.

2 Patahan Ulet

Patahan ini ditandai dengan penyerapan energi disertai

adanya deformasi plastis yang cukup besar disekitar patahan

sehiingga permukaan patahan nampak kasar, berserabut dan

berwarna kelabu. Memiliki impact strength yang tinggi.

3 Patahan Campuran

Patahan ini mempunyai patahan yang bervariasi. Sebagian

getas dan sebagian ulet. Patahan ini paling banyak terjadi pada

suatu material.

96

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 97: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 3.8 : (a) patahan ulet(b) patahan getas (c) patahan campuran

Sumber : Anonymous 20 : 2008

3.2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Impact

1. Bentuk dan ukuran Notch

Notch yang semakin kecil menyebabkan sering terjadinya

patahan karena takik merupakan tempat pemusatan tegangan

saat benda diberi beban kejut.

Gambar 3.9 : Pengaruh Ukuran Bentuk NotchSumber : Davis, H. ( 1982 : 139)

2. Kadar karbon

Semakin tinggi kadar karbon maka impact strength-nya

semakin rendah karena sifat karbon adalah getas dan keras.

97

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 98: MTB Bab 5 Hal 159-165

3. Temperatur Pemanasan

Dengan naiknya suhu pemanasan maka energi

yangdiperlukan untuk mematahkan spesimen semakin besar.

Impact test sebaliknya dilakukan pada suatu daerah yang

mempunyai temperatur yang berbeda sehingga dapat sekaligus

mempelajari pengaruh temperatur tersebut.

Gambar 3.10 : Pengaruh Temperatur Terhadap Impact StrengthSumber : Davis, H. ( 1982 : 152)

4. Homogenitas

Homogenitas berpengaruh pada gaya ikatan antar atom.

Sehingga berpengaruh pada harga impact strength-nya. Semakin

tinggi tingkat homogenitas suatu material maka semakin tinggi

pula harga impact strength-nya.

5. Perlakuan Panas

Proses heat treatment yang beda akan menyebabkan sifat

material yang berbeda. Begitu pula dengan impact strength-nya

karena dari masing-masing heat treatment menghasilkan

perubahan yang berbeda-beda dari sifat mekaniknya.

98

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 201696

Page 99: MTB Bab 5 Hal 159-165

6. Tensile strength

Bahan atau spesimen dengan tensile strength yang tinggi

akan memiliki impact strength yang rendah. Hal ini

menunjukkan tensile strength berbanding terbalik dengan tensile

strength.

7. Jenis material

Baja dengan paduan yang berbeda akan menyebabkan

susunan atom yang berlainan dengan logam induknya. Karena

susunannya berbeda dari sifat mekanik baja karena pengaruh

paduan yang berbeda. Paduan ini mempengaruhi nilai impact

strength

8. Kekerasan

Semakin tinggi tingkat kekerasan suatu material maka

harga impact strength-nya semakin rendah karena semakin

tinggi kekerasan material cenderung bersifat semakin getas.

Gambar 3.11 : Pengaruh Kekerasan Terhadap Impact StrengthSumber : Davis, H. ( 1982. 163)

99

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 100: MTB Bab 5 Hal 159-165

9. Ketebalan bahan

Untuk uji impact charpy mempunyai kekurangan pada

ukuran benda yang kecil dan sering tidak menyerupai keadaan

sebenarnya. Pada suhu tertentu, benda uji standar menunjukkan

energi impact yang tinggi namun benda yang sama di struktur

menunjukkan sifat ketangguhan rendah dan impact strength

rendah.

Gambar 3.12 : Pengaruh Ketebalan Bahan Terhadap Impact Strength

Sumber : Davis, H. ( 1982 : 185 )

10. Ukuran Butir Kristal

Ukuran butir yang besar bersifat lebih ductile dari ukuran

butir yang kecil. Hal ini karena butir yang besar memiliki batas

butir yang lebih sempit sehingga bila diberi gaya kejut maka

pertemuan batas butir akan membuat gaya yang diterima lebih

merata sehingga deformasi lebih rendah dan impact strength

tinggi.

100

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 101: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 3.13 : Pengaruh Ukuran Butir Terhadap Impact StrengthSumber : Davis, H. ( 1982 : 193 )

11. Keadaan Spesimen

Keadaan spesimen saat diuji apakah sudah mengalami

retak (rusak) atau mengalami deformasi permanen sebelumnya.

3.3. Pelaksanaan Pengujian

3.3.1. Alat yang Digunakan Dalam Pengujian

Spesifikasi Alat yang Digunakan Dalam Pengujian Impact

1. Charpy Impact Testing Machine

Digunakan untuk mengukur kekuatan impact.

101

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 102: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 3.14 : Charpy Impact Testing Machine

Sumber : Laboratorium Pengujian BahanTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

2. Kertas gosok

Digunakan untuk membersihkan spesimen dari kotoran

dan terak.

Gambar 3.15 : Kertas GosokSumber : Laboratorium Pengujian Bahan

Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

102

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 103: MTB Bab 5 Hal 159-165

3.3.2. Bahan yang Digunakan Dalam Pengujian

Komposisi kimia spesimen

Spesimen bahan pada pengujian impact kali ini akan

menggunakan Baja Bohler special K yang bentuk dan

dimensinya sesuai standar ASTM A 370 V-notch dengan bentuk

dimensinya. Komposisi spesimennya adalah:

1. Cr = 12 %

2. Mn = 0,3 %

3. Si = 0,2 %

Tabel 3.1 Pergeseran titik eutectoid

Logam Komposisi Suhu eutectoid Komposisi utectoidCr 12% 840°C 0,37%Mn 0,30% 720°C 0,76%Si 0,20% 730°C 0,76%

TC = ∑ (TC x %C) = (840x0,37)+(720x0,76)+(730x0,76)

∑ %C (0,37+0,76+0,76)

= 747,5°C

%C = ∑ (TCx%C) = (840x0,37)+(720x0,76)+(730x0,76)

∑TC (840+720+730)

= 0,617%

103

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 104: MTB Bab 5 Hal 159-165

3.3.3. Pergeseran Titik Eutectoid

Keterangan : Fe – Fe3C

Pergeseran Titik Eutectoid

Gambar 3.16 : Pergeseran Titik Eutectoid

3.3.4. Bentuk dan Dimensi Spesimen

SKALA : 1:1SATUAN : mmSkala : 1:1

Ukuran : mm

Gambar 3.17 : Bentuk dan Dimensi Spesimen

3.3.5. Prosedur Pengujian

1. Bainite kerja diberi heat treatment

2. Spesimen dibersihkan dari kotoran dan terak

104

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 105: MTB Bab 5 Hal 159-165

3. Dilakukan dry – run test, yaitu :

Pendulum alat uji diatur agar benar-benar menggantung

bebas dan dalam kondisi bebas.

Lengan pengikat diturunkan dengan roda pemutar

Tombol pengunci selanjutnya jika kedudukan lengan

pengikat sudah tepat terhadap pendulum. Pengunci dapat

dilepas tanpa menggeser kedudukan pendulum.

Kedua jarum penunjuk diatur pada posisi vertikal.

Pendulum beserta lengannya diangkat dengan roda pemutar

sehingga jarum luar menunjukkan skala yang sesuai dengan

kedudukan pendulum dalam posisi horizontal (90°).

Dilakukan dry – run test untuk mengetahui energi yang

dilepas mesin karena kerugian mekanik dilakukan

pencatatan sudut yang ditunjuk oleh jarum.

4. Dilakukan pengujian sebagai berikut :

Spesimen diletakkan pada tempatnya sehingga bagian

punggung takik tepat pada posisi jatuhnya pendulum.

Dilakukan pengujian seperti pada dry – run test.

3.4. Hipotesa

Kekuatan impact salah satunya dipengaruhi oleh perlakuan panas.

Proses perlakuan panas yang berbeda-beda akan menghasilkan impact

strength yang berbeda-beda pula. Menurut teori, kekuatan impact yang

besar jika diurutkan dari paling besar adalah normalizing karena laju

pendinginan berlangsung lambat, yang kedua adalah stress relieving karena

pendinginannya terjadi didalam dapur sehingga laju pendinginannya

lambat. Kemudian yang ketiga adalah tanpa perlakuan yang merupakan

sifat dasar dari material pada saat dicetak. Walaupun tanpa perlakuan

namun pada saat di pabrik telah dilakukan pemanasan hingga suhu 1000°C

kemudian didinginkan dengan lambat. Berikutnya adalah martempering

karena laju pendinginan relatif lebih cepat sehingga terbentuk butir yang

105

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 106: MTB Bab 5 Hal 159-165

kecil yang mengakibatkan kekerasan meningkat. Yang terakhir adalah

hardening karena proses ini berlangsung dengan pendinginan yang sangat

cepat sehingga kekerasan meningkat dan impact strength kecil karena

cenderung bersifat rapuh.

106

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 107: MTB Bab 5 Hal 159-165

107

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 108: MTB Bab 5 Hal 159-165

3.5. Pengolahan Data

3.5.1. Data Kelompok

Tanpa Perlakuan (α0 = 7,5° ; α1 = 10,2° ; β = 90°)

a. Energi yang Diperlukan Secara Ideal

A0 = G x R x {cos (90° - α1) – cos β}

= 24 x 600 x {cos (90° - 10,2°) – cos 90°)

= 14400 x {cos 79,8° - cos 90°)

= 2548,80 kg.mm

b. Kerugian Energi Pada Alat

F = G x R x {cos 90° - α0) – cos β}

= 24 x 600 x {cos 90° - 7,5°) – cos 90°}

= 14400 x { cos 82,5° - cos 90°}

= 1879,2 kg.mm

c. Energi Aktual yang Diperlukan

A = A0 – f

= 2548,80– 1879,2

= 669,6 kg.mm

d. Energi yang Diperlukan Untuk Mematahkan Spesimen Tiap

Satuan Luas Penampang

Ak = A / f0

= 669,6/ 85

= 7,877 kg.mm

Normalizing 850°C. Pendinginan udara 20 menit (α0 = 4° ; α1 =

7.5° ; β = 90°)

a. Energi yang Diperlukan Secara Ideal

A0 = G x R x {cos (90° - α1) – cos β}

= 24 x 600 x {cos (90° - 7,5°) – cos 90°)

= 14400 x {cos 82,5° - cos 90°)

= 1879,2 kg.mm

108

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 109: MTB Bab 5 Hal 159-165

b. Kerugian Energi Pada Alat

F = G x R x {cos 90° - α0) – cos β}

= 24 x 600 x {cos 90° - 4°) – cos 90°}

= 14400 x { cos 86° - cos 90°}

= 1004,493 kg.mm

c. Energi Aktual yang Diperlukan

A = A0 – f

= 1879.2– 1004,493

= 874,707 kg.mm

d. Energi yang Diperlukan Untuk Mematahkan Spesimen Tiap

Satuan Luas Penampang

Ak = A / f0

= 874,707/ 85

= 10,291 kg.mm

3.5.2. Data Antar Kelompok

Annealing 850°C (20 menit ; α0 = 5° ; α1 = 10° ; β = 90°)

a. Energi yang Diperlukan Secara Ideal

A0 = G x R x {cos (90° - α1) – cos β}

= 24 x 600 x {cos (90° - 10°) – cos 90°)

= 14400 x {cos 80° - cos 90°)

= 2499,84 kg.mm

b. Kerugian Energi Pada Alat

F = G x R x {cos 90° - α0) – cos β}

= 24 x 600 x {cos 90° - 5°) – cos 90°}

= 14400 x { cos 85° - cos 90°}

= 1254,24 kg.mm

c. Energi Aktual yang Diperlukan

A = A0 – f

= 2499,84– 1254,24

= 1245,599 kg.mm

109

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 110: MTB Bab 5 Hal 159-165

d. Energi yang Diperlukan Untuk Mematahkan Spesimen Tiap

Satuan Luas Penampang

Ak = A / f0

= 1245,599/ 85,902

= 14,5 kg.mm

Hardening 850°C (20 menit air ; α0 = 4° ; α1 = 6° ; β = 90°)

a. Energi yang Diperlukan Secara Ideal

A0 = G x R x {cos (90° - α1) – cos β}

= 24 x 600 x {cos (90° - 6°) – cos 90°)

= 14400 x {cos 84° - cos 90°)

= 1504,8 kg.mm

b. Kerugian Energi Pada Alat

F = G x R x {cos 90° - α0) – cos β}

= 24 x 600 x {cos 90° - 4°) – cos 90°}

= 14400 x { cos 86° - cos 90°}

= 1004,493 kg.mm

c. Energi Aktual yang Diperlukan

A = A0 – f

= 1504,8– 1004,493

= 500,307 kg.mm

d. Energi yang Diperlukan Untuk Mematahkan Spesimen Tiap

Satuan Luas Penampang

Ak = A / f0

= 500,307/ 85,77

= 5,833 kg.mm

Stress Relieving 500°C (20 menit air ; α0 = 4° ; α1 = 6,5° ; β =

90°)

a. Energi yang Diperlukan Secara Ideal

A0 = G x R x {cos (90° - α1) – cos β}

= 24 x 600 x {cos (90° - 6,5°) – cos 90°)

110

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 111: MTB Bab 5 Hal 159-165

= 14400 x {cos 83,5° - cos 90°)

= 1630,079 kg.mm

b. Kerugian Energi Pada Alat

F = G x R x {cos 90° - α0) – cos β}

= 24 x 600 x {cos 90° - 4°) – cos 90°}

= 14400 x { cos 86° - cos 90°}

= 1004,493 kg.mm

c. Energi Aktual yang Diperlukan

A = A0 – f

= 1630,079– 1004,493

= 625,586 kg.mm

d. Energi yang Diperlukan Untuk Mematahkan Spesimen Tiap

Satuan Luas Penampang

Ak = A / f0

= 625,586/ 85,2

= 7,343 kg.mm

Tabel 3.2 Data Pengujian Impact Charpy dengan Berbagai Macam Perlakuan

No Perlakuan 0 1

Energi Ideal

(kg.mm)

Kerugian

Energi (kg.mm)

Energi Aktual

(kg.mm)

Energi Patah

(kg.mm)

1 Tanpa Perlakuan 7,5 10,2 2548,80 1879,2 669,6 7,877

2Normalizing

850oC:20’4 7,5 1879,2 1004,493 874,707 10,291

3Annealing

850oC:20’5 10 2499,84 1254,24 1245,599 14,5

4Hardening

850oC:20’4 6 1504,8 1004,493 500,307 5,833

5Stress Relieving

850oC:20’4 6,5 1630,079 1004,93 625,586 7,343

111

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 112: MTB Bab 5 Hal 159-165

112

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Gam

bar 3

.18

: Dia

gram

Hub

unga

n En

ergi

Pat

ah d

enga

n B

erba

gai M

acam

Per

laku

an

Har

deni

ng 9

00 0 C

/ ‘3

0

Stre

ss R

elie

ving

50

0 0 C

/ ‘2

0

Anne

alin

g850

0 C /

‘20

Nor

mal

izin

g

850

0 C /

‘20

Tanp

a Pe

rlaku

an

Page 113: MTB Bab 5 Hal 159-165

3.6. Pembahasan

Pada pengujian impact yang kami lakukan, terjadi kegagalan yaitu

salah satu patahan spesimen tidak terpental melainkan tersangkut di tempat

meletakkan spesimen. Hal ini menyebabkan pendulum terhenti (tidak

mengayun bebas) sehingga tidak didapatkan sudut akhir. Bentuk

patahannya adalah patahan getas. Hal ini karena spesimen memiliki impact

strength yang rendah sehingga tidak terjadi deformasi pada spesimen

tersebut.

Pada pengujian kali ini diperoleh hasil energi patah dari berbagai

perlakuan, dari tinggi ke rendah sebagai berikut :

1. Annealing (14,5 kg.mm)

2. Normalizing (10,291 kg.mm)

3. Tanpa Perlakuan (7,877 kg.mm)

4. Stress Relieving (7,343 kg.mm)

5. Hardening (5,833 kg.mm)

Menurut teori, urutan nilai kekuatan impact dari yang tertinggi sampai

terendah adalah Annealing-Normalizing-Stress Relieving-Tanpa Perlakuan-

Hardening. Ternyata pada pengujian impact kali ini terjadi penyimpangan.

Tanpa Perlakuan yang seharusnya memiliki energi patah terendah kedua

setelah Hardening tapi pada pengujian, spesimen tanpa perlakuan memiliki

energi patah setelah sress relieving. Hal ini disebabkan karena pada saat di

pabrik, telah dilakukan pemanasan hingga 1000°C dan didinginkan lambat

sehingga kekuatan impactnya lebih tinggi dari proses Stress Relieving, hal

ini menyebabkan energi patahnya lebih tinggi dari Stress Relieving.

3.7. Kesimpulan dan Saran

3.7.1. Kesimpulan

1. Perlakuan panas yang dialami spesimen mempengaruhi sifat-

sifat mekaniknya.

113

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 114: MTB Bab 5 Hal 159-165

2. Urutam energi patah pada spesimen uji impact berdasarkan teori

adalah:

- Annealing

- Normalizing

- Stress Relieving

- Tanpa Perlakuan

- Hardening

3. Urutan energi patah pada spesimen uji impact berdasarkan hasil

pengujian kelompok kami di lab. adalah:

- Annealing

- Normalizing

- Tanpa Perlakuan

- Stress Relieving

- Hardening

4. Semakin ulet suatu material maka semakin tinggi nilai energi

patah pada uji impact.

3.7.2. Saran

1. Praktikan harus lebih berhati-hati dalam melakukan pengujian

impact

2. Praktikan harus lebih teliti dalam mengambil data pengujian

impact

3. Praktikan dan asisten sebaiknua lebih mempelajari mengenai

pengujian impact

114

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 115: MTB Bab 5 Hal 159-165

BAB IV

PENGUJIAN TARIK

4.1 Tujuan Pengujian

1. Mengetahui tegangan Yield, tegangan Ultimate, dan Regangan

2. Mengetahui pengaruh panas terhadap parameter di atas

3. Mengetahui cara pengujian tarik

4.2 Teori Dasar Pengujian

4.2.1 Definisi Kekuatan Tarik

Kemampuan suatu material untuk menerima gaya sejajar

dengan sumbunya dengan arah gaya yang berlawanan tanpa

mengalami kerusakan. Besarnya kekuatan tarik tergantung dari gaya

yang diberikan tiap satuan luas.

Dimana : = Tegangan tarik (N/mm2)

F = Gaya tarik (N)

A = Luas penampang (mm2)

4.2.2 Hubungan Tegangan dan Regangan

Hubungan tegangan dan regangan dapat dilihat dengan jelas

pada diagram yang diperoleh dari pengujian tarik, dimana gaya yang

diberikan sejajar dengan sumbu, berlawanan arah dan beban

bertambah secara kontinyu sehingga terjadi pertambahan panjang.

115

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 116: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 4.1 : Grafik Tegangan-Regangan Baja Karbon RendahSumber: Anonymous 29 : 2010

Dari grafik tegangan-regangan diatas dapat dikenal:

1. Daerah Plastis

Daerah terjadinya deformasi elastis, yang dimulai dari

titik nol sampai titik P (proporsional). Kenaikan tegangan dan

regangan bebrbanding lurus sehingga membentuk kurva yang

linier.

2. Proporsional (P)

Merupakan titik keseimbangan antar tegangan dengan

regangan, pada titik ini juga merupakan batas terjadinya

deformasi elastis.

3. Yield Strenght

Merupakan daerah awal terjadinya pertambahan panjang

tanpa adanya penambahan tegangan.

4. Daerah Plastis

Daerah terjadinya deformasi plastis, yang terjadi setelah

Yield Strenghtsampai Fracture (putus). Kenaikan tegangan-

regangan merupakan fungsi polynomial sampai titik Ultimate

strenght kemudian turun.

5. Ultimate Strenght

Titik terjadinya tegangan tertinggi yang dapat dicapai

spesimen/material. Pada saat titik ultimate strength spesimen

116

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 117: MTB Bab 5 Hal 159-165

mengalami necking (pengecilan penampang) dengan diikuti

penurunan tegangan, tapi panjangnya tetap bertambah sampai

akhirnya putus (Fracture).

6. Fracture (Putus)

Titik terjadinya patah pada spesimen. Pada titik nol sampai

titik proporsional, tegamgan bernbanding lurus dengan

regangan (linier) yang mempunyai kecuraman tertentu

(semakin curam, menujukkan spesimen tersebut semakin

keras)

Gambar 4.2 : Grafik Tegangan-Regangan Baja Karbona. baja karbon rendahb. baja karbon sedangc. baja karbon tinggi

Sumber : Anonymous 30 : 2006

Dari grafik di atas dapat diperoleh :

a. Baja karbon rendah

Garis tegangan-regangan berada pada paling bawah,

dengan daerah yield stress yang jelas. Kemudian naik sampai

titik ultimate kemudian turun dan putus.

b. Baja karbon sedang

Garis tegangan-regangan berada diantara baja karbon

rendan dan baja karbon tinggi. Dimana daerah elastis naik

secara linier sampai titik tertentu, kemudian naik secara

polynomial sampai titik ultimate strenght kemudian turun dan

117

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 118: MTB Bab 5 Hal 159-165

putus, tetapi penurunan tidak sepanjang pada baja karbon

rendah.

c. Baja karbon tinggi

Garis tegangan-regangan berada pada posisi paling atas.

Dimana daerah elastis naik secara linier sampai titik tertentu

dengan kecuraman paling besar, kemudian naik secara

polynomial sampai titik ultimate dan patah.

Dari grafik diatas juga dapat dilihat pada baja karbon

sedang dan baja karbon tinggi sulit untuk menentukan antara

titik proporsional dengan titik luluhnya (Yield Strength), maka

digunakan metode offset untuk menentukannya. Cara membuat

metode offset :

- Menarik garis lurus (garis offset) yang sejajar dengan

kurva elastis dengan jarak 0,2% regangan total dari titik

nol sampai memotong kurva tegangan-regangan.

- Menentuka titik luluh (Yield Strength)

- Menentukan titik proporsional (P)

Gambar 4.3 : Metode OffsetSumber : Anonymous 31 : 2010

118

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 119: MTB Bab 5 Hal 159-165

3.2.3. Elastisitas dan Plastisitas

a. Elastisitas

Kemampuan suatu material untuk kemabli

kebentuk/ukuran semula saat tegangan yang diberika

dihilangkan.

Sifat mekanis daerah elastis pada diagram tegangan-

regangan:

o Kekuatan elastis

Merupakan kemampuan untuk menerima beban

tanpa terjadi deformasi plastis (ditunjukkan oleh titik

luluh) dan digunakan sebagai harga batas beban bila

digunakan dalam suatu perencanaan.

o Kekakuan

Suatu bahan yang memiliki kekuatan tinggi bila

mendapat beban elastis akan mengalami sedikit deformasi

plastis.

o Resilient

Merupakan kemampuan menyerap energi tanpa

terjadi deformasi plastis. Biasanya dinyatakan dalam

modulus resilient (energi yang diserap untuk meregangkan

satu satuan volume bahan sampai batas plastis)

b. Plastis

Kemampuan suatu material untuk mengalami sejumlah

deformasi plastis (permanen) tanpa mengalami kerusakan setelah

tegangan yang diberikan dihilangkan.

Sifat mekanik daerah plastis :

o Keuletan

Merupakan kemampuan suatu material untuk

berdeformasi plastis tanpa mengalami patah dan

dinyatakan dalam presentase perpanjangan atau presentase

pengurangan luas penampang. Keuletan menunjukkan

119

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 120: MTB Bab 5 Hal 159-165

kemampuan logam untuk dibentuk tanpa mengalami

patah/retak, sehingga penting untuk proses pembentukan

logam. Disamping itu untuk logam yang memiliki kualitas

tinggi, kerusakan dapat diketahui secara dini dengan

melihat deformasi yang mendahului bahan tersebut

retak/patah.

o Ketangguhan

Ketangguhan dinyatakan dalam modulus

ketangguhan (banyaknya energi yang diperlukan untuk

mematahkan bahan persatuan volume) dan sangat sulit

untuk diukur kjarena dipengaruhi oleh cacat, bentuk,

ukuran bahan, dan kondisi pembebanan.

o Kekuatan

Kekuatan tarik merupakan kekuatan untuk

menerima beban tanpa mengalami kerusakan dan

dinyatakan sebagai tegangan maksimum bahan sebelum

patah.

4.2.4 Kurva Tegangan-Regangan Rekayasa Dan Sejati

Gambar 4.4 kurva tegangan-regangan rekayasa dan sejatiSumber : BJM. Beumier. ( 1985 : 87 )

120

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 121: MTB Bab 5 Hal 159-165

Dari gambar diatas dapat dilihat perbedaan antara

tegangan-regangan rekayas dan sejati. Jika tegangan-regangan

sejati grafik cendrung naik, kemudian patah. Hal ini sesuai dengan

rumus , karena luasan penampang yang semakin kecil

sedangkan gaya yang diberikan tetap.

Sedangkan pada tegangan-regangan rekayas grafik

cenderung turun, karena luas penampang yang digunakan adalah

luas penampang awal dan memenuhi persamaan .

4.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan tarik

1. Kecepatan pendinginan

Semakin cepat pendinginan maka kekuatan material

saemakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh semakin banyak

tumbuhnya inti butiran yang stabil. Karena banyak tumbuh

inti, maka kekuatan tariknya besar.

2. Heat treatment

Perlakuan panas berpengaruh pada kekuatan tarik. Pada

awalnya spesimen dipanaskan sampai fase austenite kemudian

didinginkan. Pendinginan dapat dilakuakn dengan berbagai

cara. Bila didinginkan secar cepat atau dengan media air

(Quenching), maka spesimen yang awalnya berfase austenite

berubah menjadi austenite, austenite mempunyai kekerasan

yang tinggi, maka kekuatan tariknya juga tinggi. Jika baja

yang dipanaskan di bawah autenit untuk melunakkan

austenite, sehingga kekerasannya tinggi tapi lebih rendah dari

Hardening. Jika dilakukan pendinginan yang lambat maka

pearlite menjadi lebih halus, sehingga kekerasan lebih tinggi

dari Annealing. Dan jika pendinginan yang dilakukan sangat

121

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 122: MTB Bab 5 Hal 159-165

lambat maka struktur yang terbentuk adalah Bainite yang

bersifat lunak dan kekuatan tari rendah.

3. Unsur paduan

Adanya Unsur paduan dalam suatu material dapat

mempengaruhi kekerasan suatu material, misal paduan

titanium, tungsten, silicon dapat meningkatkan kekerasan yang

berdampak pada peningkatan kekuatan tarik. Jika ada

nikelatau mangan maka kekerasan menurun dan kekuatan tarik

juga menurun.

4. Kadar karbon

Penambahan Unsur karbon pada Fe meningkatkan

kekuatan tarik, tapi penambahan karbon lebih dari 0,9

kekuatan tariknya menurun.

Gambar 4.5 : Efek penambahan KarbonSumber : Anonymous 32 : 2012

5. Bidang slip

Perubahan dari metalik material oleh pergerakan dari luar

sepanjang kristal. Bidang slip dan arah slip terjadi pada bidang

grafi dan arah atom yang paling padat. Karena slip

membutuhkan energi yang paling ringan atau kecil.

122

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 123: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 4.6 : Bidang slipSumber : Anonymous 20 : 2008

6. Ukuran butir

Ukuran butir berpengaruh terhadap kekuatan material,

semakinkecil ukuran butir, maka bidang kontak yang terbentuk

antar butir semakin banyak. Karena semakin banyaknya

bidang kontak antar butir, jika diberi tegnngan, maka tegangan

didistribusikan kesemua bidang kontak, sehingga kekuatan

tarik material tinggi. Tapi pada butiran besar, bidang kontak

yang terbentuk sedikit, sehingga distribusi tegangan sedikit

dan kekuatan tariknya juga rendah.

4.3 Pelaksanaan pengujian

4.3.1 Alat yang digunakan dalam pengujian

- Spesifikasi alat yang digunakan dalam pengujian

1. Mesin uji tarik

erek : MLF Piuf.Und Mc By Heme Gmbh

D6800

Kapasitas : 100 kN

Tipe : U PD 10

Tahun : 1982

123

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 124: MTB Bab 5 Hal 159-165

Alat ini digunakan untuk member beban tarik pada

spesimen. Alat ini mempunyai 3 skala pembebanan.

A = 0 - 20 kN

A+B = 0 - 50 kN

A+B+C = 0 - 100 kN

Gambar 4.7 : Mesin uji tarikSumber : Laboratorium Pengujian Bahan

Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

2. Jangka sorong digital

Digunakan untuk mengukur spesimen

124

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 125: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 4.8 : Jangka sorong digitalSumber : Laboratorium Pengujian Bahan

Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

3. Spidol

Digunakan untuk menandai spesimen.

Gambar 4.9 : SpidolSumber : Anonymous 33 : 2010

4.3.2 Bahan yang Digunakan Dalam Pengujian

- Komposisi kimia

Bahan : Baja Esser (ST 37)

Komposisi kimia :

Mn= 0,4-1,2%

Si = 0,35%

P = 0,035%

S = 0,03%

Al= 0,20%

125

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 126: MTB Bab 5 Hal 159-165

4.3.3 Pergeseran Titik Eutectoid

Gambar 4.10 : Pengaruh Unsur PaduanSumber : Anonymous 8 : 2012

Tabel 4.1 Unsur Paduan

Logam Komposisi Suhu Eutectoid %C

Mn 0,40% 725⁰C 0,75

Si 3500,00% 730⁰C 0,73

TC = =

=

TC = =

=

126

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 127: MTB Bab 5 Hal 159-165

Grafik pergeseran titik Eutectoid

Keterangan : Fe – Fe3C

Pergeseran Titik Eutectoid

Gambar 4.11 : Grafik pergeseran titik eutectoid

4.3.4 Bentuk dan Dimensi Bahan

Skala = 1:2

Satuan = mm

Gambar 4.12 : Bentuk dan Dimensi Spesimen

127

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 128: MTB Bab 5 Hal 159-165

4.3.5 Prosedur Pengujian

1. Dilakuakan proses heat treatment

2. Spesimen dibersihkan terlebih dahulu kotoran dan terak

3. Dilakukan pengukuran dimensi, meliputi diameter awal dan

panjang awal, kemudian kemudian spesimen dibagi kedalam

segmen-segmen dengan panjang masing-masing 5mm

4. Spesimen dipasang erat pada alat uji

5. Alat uji diatur pada kecepatan 1,2 liter/menit dengan

pembebanan pada posisi A+B+C, skala pertambahan panjang

0mm dan jarum beban pada posisi nol

6. Mesin dinyalakan dan dilakukan pengamatan dengan teliti

terhadap beban, pertambahan panjang dan perubahan diameter

sampai spesimen patah.

7. Stelah patah dilakukan pengukuran dimensi akhir spesimen

4.4 Hipotesa

Kekuatan tarik material dipengaruhi oleh perlakuan panas. Tingkat

kekuatan tarik hasil perlakuan panas dari rendah sampai tertinggi yaitu

Annealing, normalizing, Tempering dan Hardening, karena semakin cepat

pendinginan maka jumlah inti semakin banyak, butiran semakin kecil

sehingga kekuatan tarik semakin besar.

128

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 129: MTB Bab 5 Hal 159-165

129

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 130: MTB Bab 5 Hal 159-165

130

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 131: MTB Bab 5 Hal 159-165

4.5 Pengolahan Data

4.5.1 Data Kelompok

a. Spesimen tanpa perlakuan

Tabel 4.2 Pertambahan panjang, beban, dan diameter saat

pengujian

131

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

∆L Beban (kN) Diameter (mm)

0 0 6,5

1 15,4 6,41

2 16,4 6,35

3 17 6,3

4 17,4 6,25

5 17,8 6,15

6 18,1 6,1

7 18,3 6,06

8 18,4 5,96

9 18,45 5,93

10 18,6 5,86

11 18,6 5,82

12 18,5 5,6

13,5 17,5 5,17

14 16,5 4,92

14,5 15,5 4,88

Page 132: MTB Bab 5 Hal 159-165

Tabel 4.3 Pertambahan panjang tiap segmen

o

-

o

o Diameter awal (Do) = 6,5 mm

o Diameter Ultimate (Du) = 5,82 mm

o Diameter patah (Df) = 4,88 mm

o Beban Yield (Py) = 15,4 kN

o Beban Ultimate (Pu) = 18,6 kN

o Beban patah (Pf) = 15,5 kN

o Panjang awal (lo) = 50 mm

o Panjang Ultimate (lu) = 61 mm

o Panjang akhir (lf) = 54,5 mm

Contoh perhitungan :

1. Luas penampang

a. Luas penampang awal Ao =

132

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

SegmenPanjang

awal (mm)

Panjang

akhir (mm)

Pertambahan

panjang (mm)

1 5 8,2 3,2

2 5,1 9,25 4,15

3 5 6,33 1,33

4 5 6,1 1,1

5 5 6,77 1,77

6 5 6,76 1,76

7 5 5,68 0,68

8 5 5,84 0,84

9 5 5,8 0,8

10 5 5,63 0,63

Page 133: MTB Bab 5 Hal 159-165

=

= 33,17

b. Luas penampang Ultimate Au=

=

= 26,59

c. Luas penampang saat patah Af =

=

= 18,69

2. Regangan

a. Regangan Ultimate rekayasa ɛu =

=

= 22%

b. Regangan Ultimate sejati ɛu’ =

=

= 22%

c. Regangan Ultimate rekayasa ɛu =

133

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 134: MTB Bab 5 Hal 159-165

=

= 29%

d. Regangan Ultimate rekayasa ɛ’f =

=

= 25,46%

e. Regangan Ultimate rekayasa ɛy =

=

= 2%

3. Tegangan

a. Tegangan Ultimate rekayasa σu = [N/mm2]

=

= 560,81 N/mm2

b. Tegangan Ultimate sejati σu’ = x (ɛu + 1) [N/mm2]

= x (22%+1)

= 699,52 N/mm2

c. Tegangan patah rekayasa σf = [N/mm2]

134

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 135: MTB Bab 5 Hal 159-165

=

= 467,34 N/mm2

d. Tegangan patah rekayasa σf’ = [N/mm2]

=

= 829,13 N/mm2

4. Kontraksi

Q = x 100%

= x 100%

= 43,63%

5. Modulus Elastisitas

E = x 100%

= x 100%

= 23.216,5

Tabel 4.4 Hasi pengolahan data spesimen tanpa perlakuan

NoPanjang

(mm)

Beban

(kN)

Diameter

(mm)

Luas

(mm2)

Teg.

Rekayasa

(N/mm2)

Teg.

Sejati

(N/mm2)

Reg

,Rekayasa

(%)

Reg.

sejati

(%)

Kontraksi

1 50 0 6,50 33,17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

135

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 136: MTB Bab 5 Hal 159-165

2 51 15400 6,41 32,25 464,33 477,46 2,00 1,98 2,75

3 52 16400 6,35 31,65 494,48 518,12 4,00 3,92 4,56

4 53 17000 6,30 31,16 512,57 545,63 6,00 5,83 6,06

5 54 17400 6,25 30,66 524,63 567,44 8,00 7,70 7,54

6 55 17800 6,15 29,69 536,69 599,52 10,00 9,53 10,48

7 56 18100 6,10 29,21 545,74 619,65 12,00 11,33 11,93

8 57 18300 6,06 28,83 551,77 634,80 14,00 13,10 13,08

9 58 18400 5,96 27,88 554,78 659,87 16,00 14,84 15,93

10 59 18450 5,93 27,60 556,29 668,37 18,00 16,55 16,77

11 60 18600 5,86 26,96 560,81 690,00 20,00 18,23 18,72

12 61 18600 5,82 26,59 560,81 699,52 22,00 19,89 19,83

13 62 18500 5,60 24,62 557,80 751,49 24,00 21,51 25,78

14 63,5 17500 5,17 20,98 527,64 834,04 27,00 23,90 36,74

15 64 16500 4,92 19,00 497,49 868,33 28,00 24,69 42,71

16 64,5 15500 4,88 18,69 467,34 829,13 29,00 25,46 43,63

b. Spesimen dengan perlakuan Hardening 850oC Holding 30

menit

Tabel 4.5 Pertambahan panjang, beban, dan diameter saat

pengujian

∆L Beban (kN) Diameter (mm)

136

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 137: MTB Bab 5 Hal 159-165

0 0 6,25

1 7 6,25

2 14,5 6,23

3 20 6,23

4 23,5 6,2

5 27 6,16

6 20 4,62

Tabel 4.6 Pertambahan panjang tiap segmen

o Diameter awal (Do) = 6,25 mm

o Diameter Ultimate (Du) = 6,16 mm

o Diameter patah (Df) = 4,62 mm

o Beban Yield (Py) = 20 kN

o Beban Ultimate (Pu) = 27 kN

o Beban patah (Pf) = 20 kN

o Panjang awal (lo) = 50 mm

o Panjang Ultimate (lu) = 55 mm

137

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

SegmenPanjang

awal (mm)

Panjang

akhir (mm)

Pertambahan

panjang (mm)

1 5 5,03 0,03

2 5 5,17 0,17

3 5 8,06 3,06

4 5 5,28 0,28

5 5 5,2 0,2

6 5 5,25 0,25

7 5 6,12 1,12

8 5 5,28 0,28

9 5 5,12 0,12

10 5 5,05 0,05

Page 138: MTB Bab 5 Hal 159-165

o Panjang akhir (lf) = 56 mm

Contoh perhitungan :

1. Luas penampang

a. Luas penampang awal Ao =

=

= 30,66

b. Luas penampang Ultimate Au =

=

= 29,79

c. Luas penampang saat patah Af =

=

= 16,76

2. Regangan

a. Regangan Ultimate rekayasa ɛu =

=

= 10 %

b. Regangan Ultimate sejati ɛu’ =

=

138

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 139: MTB Bab 5 Hal 159-165

= 9,53 %

c. Regangan Ultimate rekayasa ɛu =

=

= 12 %

d. Regangan Ultimate rekayasa ɛ’f = )

=

= 12 %

e. Regangan Ultimate rekayasa ɛy =

=

= 6 %

3. Tegangan

a. Tegangan Ultimate rekayasa σu = [N/mm2]

=

= 880,51 N/mm2

b. Tegangan Ultimate sejati σu’ = x (ɛu + 1) [N/mm2]

= x (10 %+1)

139

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 140: MTB Bab 5 Hal 159-165

= 652,23 N/mm2

c. Tegangan patah rekayasa σf = [N/mm2]

=

= 652,23 N/mm2

d. Tegangan patah rekayasa σf’ = [N/mm2]

=

= 1193,65 N/mm2

4. Kontraksi

Q = x 100%

= x 100%

= 45,36%

5. Modulus Elastisitas

E = x 100%

= x 100%

= 11.821,75

Tabel 4.7 Hasil pengolahan data spesimen perlakuan Hardening 850oC Holding 30 menit

No

Panjang

(mm)

Beban

(N)

Diameter

(mm)

Luas

(mm2)

Teg.

Rekayasa

(N/mm2)

Teg.

Sejati

(N/mm2)

Reg,

Rekayasa

(%)

Reg.

sejati

(%)

Kontraksi

1 50 0 6,25 30,66 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

140

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 141: MTB Bab 5 Hal 159-165

2 51 7000 6,25 30,66 228,28 228,28 2,00 1,98 0,00

3 52 14500 6,23 30,47 472,87 475,91 4,00 3,92 0,64

4 53 20000 6,23 30,47 652,23 656,42 6,00 5,83 0,64

5 54 23500 6,20 30,18 766,37 778,78 8,00 7,70 1,59

6 55 27000 6,16 29,79 880,51 906,43 10,00 9,53 2,86

7 56 20000 4,62 16,76 652,23 1193,65 12,00 11,33 45,36

141

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 142: MTB Bab 5 Hal 159-165

4.5.2 Data Antar Kelompok

Tabel 4.8 Hasil pengolahan data spesimen perlakuan Stress

Relieving 500°C Holding 30 menit

STRESS RELIEVING 500°C H=30'

Teg. Rekayasa(N/mm2) Reg,Rekayasa(%)

0 0

421,2487391 2

453,6524882 4

479,5754876 6

499,0177371 8

518,4599865 10

524,9407364 12

528,1811113 14

469,8543628 16

324,0374916 18

142

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 143: MTB Bab 5 Hal 159-165

Tabel 4.9 Hasil pengolahan data spesimen perlakuan Normalizing

850°C Holding 30 menit

NORMALIZING 850°C H=30'

Teg. Rekayasa(N/mm2) Reg,Rekayasa(%)

0 0

379,5274112 2

398,6632471 4

443,3135307 6

462,4493666 8

478,3958965 10

484,7745084 12

510,2889562 14

516,6675682 16

519,8568742 18

519,8568742 20

519,8568742 22

519,8568742 24

516,6675682 26

497,5317323 28

446,5028367 30

363,5808813 32

143

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 144: MTB Bab 5 Hal 159-165

Tabel 4.10 Hasil pengolahan data spesimen perlakuan Annealing

850°C Holding 30 menit

ANNEALING 850°C H=30'

Teg. Rekayasa(N/mm2) Reg,Rekayasa(%)

0 0

372,6431153 2

405,0468645 4

437,4506136 6

460,1332381 8

476,3351126 10

489,2966123 12

499,0177371 14

502,258112 16

508,7388618 18

508,7388618 20

508,7388618 22

508,7388618 24

508,7388618 26

508,7388618 28

502,258112 30

144

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 145: MTB Bab 5 Hal 159-165

145

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Gam

bar

4.13

: G

rafik

Hub

unga

nTeg

anga

n(R

ekay

asa+

Seja

ti)-R

egan

gan(

Rek

ayas

a) P

ada

Spes

imen

Tanp

aPer

laku

an

Page 146: MTB Bab 5 Hal 159-165

4.6 Pembahasana. Hubungan tegangan (rekayasa + sejati) – regangan pada spesimen

tanpa perlakuan

Hubungan antara tegangan dengan regangan dapat diketahui

dengan jelas pada grafik yang didasarkan dari data yang diperoleh

dari pengujian. Dalam hal ini berlaku hokum Hooke yang

menyatakan tegangan sebanding dengan regangan. Jika beban

ditambah secara perlahan maka pertambahan beban juga menambah

regangan. Dalam grafik terlihat tegangan sejati lebih tinggi dari pada

tegangan rekayasa untuk tiap penambhan regangan rekayasa.

Dari data hasil uji tarik, untuk regangan 2% nilai tegangan

rekayasa sebesar 464,33 N/mm2 , sedangkan pada tegangan sejati

sebesar 477,46 N/mm2, pada titik ini disebut titik proporsional

(dimana tempat terjadinya keseimbangan antara tegangan dengan

regangan). Setelah itu pada regangan 4%, nialai tegangan rekayasa

494,48 N/mm2, sedangkan tegangan sejati 518,12 N/mm2. Pada

rentang antara reganan 2% dan 4% terjadi penambahan regangan

yang besar tapi dengan penambahan tegasngan yang sedikit, biasanya

ini disebut dengan Creep (mulur). Setelah melewati regangan 4%

penambahan tegangan selalu diikuti penambahan regangan sampai

titik Ultimate.

o Pada tegangan-regangan rekayas

Titik Ultimate berada pada beban 18600 N dengan regangan

sebesar 22% dan tegangan 560,81 N/mm2

o Pada tegangan-regangan sejati

Titik Ultimate berada pada beban 16500 N dengan regangan

sebesar 28% dan tegangan 868,33 N/mm2

Setelah melwati Ultimate penambahan gaya tetap samapi

akhirnya patah. Pada tegangan sejati, patah terjadi pada regangan

29% dengan tegangan 829,13 N/mm2 dan sebesar 467,34 N/mm2 pada

tegangan rekayasa.

146

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 147: MTB Bab 5 Hal 159-165

147

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Gam

bar

4.14

: G

rafik

Hub

unga

n Te

gang

an (R

ekay

asa+

Seja

ti)-R

egan

gan(

Rek

ayas

a) P

ada

Spes

imen

den

gan

Perla

kuan

Har

deni

ng

850°

C H

oldi

ng 3

0 m

enit

Page 148: MTB Bab 5 Hal 159-165

b. Hubungan antara tegangan (rekayasa+sejati) - regangan (rekayasa)

pada spesimen dengan perlakuan panas Hardening 850o Holding 30

menit

Hubungan antara tegangan dengan regangan dapat diketahui

dengan jelas pada grafik yang didasarkan dari data hasil pengujian.

Dalam hal ini berlaku hokum Hooke yang menyatakan tegangan

sebanding dengan regangan. Jika beban ditambah secara perlahan,

maka pertambahan beban juga menambah regangan. Dalam grafik

terlhat tegangan sejati lebih tinggi dari pada tegangan rekayasa untuk

tiap penambahan regangan.

Dari data hasil uji tarik, untuk regangan sampai 6% tegangan

rekayasa dansejati grafiknya berimpit. Pada kedua grafik titik

proporsional terjadi pada regangan 4% yaitu sebesar 472,87 N/mm2

pada tegangan rekayasa dan 475,91 N/mm2 pada tegangan sejati.

Setelah itu pada kedua grafik naik sampai titik Ultimate-nya :

o Pada tegangan rekayasa Ultimate-nya berada pada tegangan

880,51kN pada regangan 10%

o Pada tegangan saejaTI Ultimate-nya berada pada tegangan

1193,65 kN pada regangan 12%, Setelah itu putus.

Sedangkan pada grafik rekayasa setelah melewati titik Ultimate-

nya kemudian turun kemudian patah pada tegangan 652,23 N/mm2

pada regangan 12%.

148

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 149: MTB Bab 5 Hal 159-165

149

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Gam

bar

4.15

: G

rafik

Hub

unga

n R

egan

gan

(Rek

ayas

a+Se

jati)

-Kon

traks

i Pad

a Sp

esim

en T

anpa

Per

laku

an

Page 150: MTB Bab 5 Hal 159-165

c. Hubungan regangan (rekayasa + sejati) – kontraksi pada spesimen

tanpa perlakuan

Pada grafik terlihat setiap penambahan regangan selalu diikuti

dengan penambahan kontraksi, hal ini menunjukkan regangan

berbanding lurus dengan kontraksi. Regangan menunjukkan

deformasi aksial (penambahan dimensi spesimen yang sejajar dengan

sumbu), sedangkan kontraksi menunjukkan deformasi lateral

(perubahan dimensi yang tegak lurus terhadap sumbu), sehingga jika

spesimen mengalami pertambahan panjang, maka selalu diikuti

dengan mengecilnya luas penampang.

Dari grafik menunjukkan regangan sejati lebih rendah dari pada

regangan rekayasa. Hal ini dapat dilihat mulai terjadinya pada

kontraksi 2,75% dengan regangan rekayasa sebesar 2% sedangkan

pada regangan sejati 1,09%. Hal ini berlangsung sampai menjelang

patah. Dimana setiap penambahan regangan berpebgaruh pada

kontraksi yang semakin besar. Sehingga diameter spesimen semakin

kecil. Kontraksi terbesar mulai terjadi pada 25,78% dengan regangan

pada regangan pada regangan sejati sebesar 24%, sedangkan pada

regangan rekayasa 22% kemudian berkurang sampai akhirnya patah.

150

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 151: MTB Bab 5 Hal 159-165

151

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Gam

bar

4.16

: G

rafik

Hub

unga

n R

egan

gan

(Rek

ayas

a+Se

jati)

-Kon

traks

i Pad

a Sp

esim

en d

enga

n Pe

rlaku

an H

arde

ning

850

°C

Hol

ding

30

men

it

Page 152: MTB Bab 5 Hal 159-165

d. Hubungan regangan (rekayasa + sejati) – kontraksi pada spesimen

dengan perlakuan Hardening 850o Holding 30 menit

Pada grafik terlihat setiap penambahan regangan selalu diikuti

dengan penambahan kontraksi. Hal ini menujukkan bahwa regangan

berbanding lurus dengan kontraksi. Regangan menunjukkan

deformasi aksial (perubahan dimensi spesimen yang sejajar dengan

sumbu), sedangkan kontraksi menunjukkan deformasi lateral

( perubahan dimensi yang tegak lurus dengan sumbu). Sehingga jika

spesimen mengalami pertambahan panjang, maka selalu diikuti oleh

mengecilnya luasan permukaan.

Dari grafik menunjukkan regangan sejati lebih rendah dari pada

regangan rekayasa. Ini dapat dilihat dari mlai terjadi kontraksi 0,64%,

dimana regangan sejati sebesar 3,92% sedangkan pada regangan

rekayasa 4%. Hal ini terus berlangsung sampai menjelang patah,

dimana setiap penambahan regangan berpengaruh terhadap kontraksi

yang semakin besar, sehingga diameter spesimen semakin kecil.

Kontraksi terbesar dimulai pada regangan rekayasa setelah meregang

10%, sedangkan pada regangan sejati setelah meregang 9,53%

sampai akhirnya patah.

152

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 153: MTB Bab 5 Hal 159-165

153

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Gam

bar

4.17

: G

rafik

Hub

unga

n Te

gang

an (R

ekay

asa+

Seja

ti)-K

ontra

ksi P

ada

Spes

imen

Tan

pa P

erla

kuan

Page 154: MTB Bab 5 Hal 159-165

e. Hubungan tegangan (rekayasa+sejati) - kontraksi pada spesimen

tanpa perlakuan

Pada grafik terlihat bahwa grafik tegangan (rekayasa+sejati)

memiliki kecenderungan yang hampir sama yaitu penambahan

tegangan selalu diikuti dengn penambahan kontraksi. Namun

tegangan sejati memiliki kecenderungan naik lebih besar dari pada

tegangan rekayasa. Pada penambahan kontraksi hingga 19,83%,

grafik tegangan rekayasa terus mengalami kenaikan sampai sebesar

560,81 N/mm2 dan ketika terjadi penambahan kontraksi lagi, pada

tegangan rekayasa mengalami penurunan. Sedangkan pada tegangan

sejati terus meningkat. Pada tegangansejati, didapat tegangan

tertinggi sebesar 868,33 N/mm2 dengan penambhan kontraksi sampai

42,71% dan setelah itu turun kemudia patah. Sedangkan pada

tegangan rekayasa didapat tegangan tertinggi 560,82 N/mm2 dengan

penambahan kontraksi sebesar 19,63% dan kemudian juga

mengalami penurunan ketika bertambahnya kontraksi dan kemudian

patah.

154

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 155: MTB Bab 5 Hal 159-165

155

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Gam

bar

4.18

: G

rafik

Hub

unga

n Te

gang

an (R

ekay

asa+

Seja

ti)-K

ontra

ksi P

ada

Spes

imen

den

gan

Perla

kuan

Har

deni

ng 8

50°C

H

oldi

ng 3

0 m

enit

Page 156: MTB Bab 5 Hal 159-165

f. Hubungan tegangan (rekayasa + sejati) - kontraksi pada spesimen

dengan perlakuan Hardening 850o Holding 30 menit

Pada grafik dapat dilihat bahwa grafik tegangan (rekayasa+sejati)

berimpit sampai titik tertentu saat terjadi perubahan kontraksi yaitu

sampai kontraksi 0,64% dengan tegangan rekayasa sebesar 6%

sedangkan tegangan sejati 5,83%. Pada tegangan sejati grafik

menunjukkan kecenderungan yang terus naik sampai akhirnya patah

pada tegangan 1193,61 N/mm2 dengan kontraksi 45,36%. Sedangkan

pada tegangan rekayasa, tegangan naik samapi maksimum sebesar

880,51 N/mm2 pada kontraksi 2,86% kemudian turun dan akhirnya

patah pada tegangan 652,23 N/mm2 dengan kontraksi sebesar

45,36%.

156

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 157: MTB Bab 5 Hal 159-165

157

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Gam

bar

4.19

: D

iagr

am P

erta

mba

han

Panj

ang

Tiap

Seg

men

Page 158: MTB Bab 5 Hal 159-165

g. Pertambahan panjang tiap segmen pada spesimen tanpa perlakuan

dengan spesimen perlakuan Hardening 850 OC Holding 30 menit

Pada diagram pertambahan panjang tiap segmen, spesimen tanpa

perlakuan cenderung memiliki pertambhan panjang tiap segmen yang

lebih panjang dari pada spesimen dengan perlakuan Hardening 850 OC Holding 30 menit. Hal ini disebabkan pada spesimen tanpa

perlakuan mempunyai keuletan lebih besar dari pada spesimen

dengan perlakuan Hardening 850 OC Holding 30 menit, sedangkan

pada spesimen hasil Hardening keuletan rendah karena fasenya

adalah austenite yang bersifat keras dan kekuatan tarik tinggi.

Pada grafik terlihat pertambahan panjang terbesar terjadi pada :

o Spesimen tanpa perlakuan pada segmen ke-2 yaitu sebesar

4,15mm

o Spesimen dengan perlakuan Hardening 850 OC Holding 30 menit

pada segmen ke-3 yaitu sebesar 4,15mm

Karena pada segmen-segmen tersebut adalah temapt terjadinya

patah.

158

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 159: MTB Bab 5 Hal 159-165

159

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Gam

bar

4.20

: G

rafik

Hub

unga

n Te

gang

an-R

egan

gan

Rek

ayas

a Pa

da B

erba

gai P

erla

kuan

Pan

as

Page 160: MTB Bab 5 Hal 159-165

h. Hubungan tegangan-regangan pada berbagai perlakuan panas

Pada grafik hubungan antara tegangan dengan regangan rekayasa

pada bebagai perlakuan panas diperoleh urutan kekuatan tarik dari

tertinggi ke rendah yaitu Hardening, Tanpa Perlakuan, Stress

Relieving, Normalizing, Annealing. Sedangkan untuk Yield Point

diperoleh dengan metode Offset yaitu dengan menarik garis yang

linier sejajar sebesar 0,2% dari regangan total sampai memotong

grafik.

o Hardening

Mempunyai kekuatan tarik paling tinggi yaitu sebesar

880,509 N/mm2 pada regangan 10%. Ini disebabkan karena

setelah pemanasan sampai austenite (850oC) dan diHolding 30

menit kemudian didinginkan dengan cepat sehingga fase yang

terbentuk adalah Austenite yang bersifat keras dan kekuatan

tariknya tinggi. Sedangkan Yield Point berada pada tegangan

472,86 N/mm2 dengan regangan 4%

o Tanpa perlakuan

Memiliki kekuatan tarik di bawah Hardenign karena

spesimen tersebut belum mengalami proses pemanasan dan

holding, sehingga fase yang terdapat di dalamnya masih

Heterogen (Austenite, Cementite, dan Ferrite yang bercampur)

dan mungkin spesimen tersebut sudah memiliki kekuatan tarik

yang tinggi meskipun belum diperlakukan panas (bawaan dari

pabrik). Kekuatan tarik maksimumnya 560, 81 N/mm2 dengan

regangan 20% dan Yield Point pada tegangan 464,32 N/mm2

dengan regangan 2%.

o Stress Relieving

Memiliki kekuatan tarik dibawah tanpa perlakuan dan

diatas Normalizing. Kekeuatan tarik maksimumnya 528,18

N/mm2 dengan regangan 14%. Hal ini disebabkan karena

160

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 161: MTB Bab 5 Hal 159-165

tegangan dalam spesimen telah hilang sehingga kekuatan

tariknya lebih rendah dari pada tanpa perlakuan. Untuk Yield

Point yaitu berada pada tegangan 421,25 N/mm2 dengan

regangan 2%.

o Normalizing

Memiliki kekuatan tarik di bawah Stress Relieving dengan

kekuatan tarik maksimum 519,86 N/mm2 dengan regangan 24%.

Hal ini disebabkan karena proses pendinginan yang lambat,

sehingga fase yang terbentuk adalah Bainite + Ferrite yang

mempunyai sifat ulet dan kekuatan tarik rendah dan dengan Yield

Point pada tegangan 379,52 N/mm2 dengan regangan 2%

o Annealinng

Memiliki kekuatan tarik paling rendah, dikarenakan

setelah proses pemanasan dan holding spesimen didinginkan

dengan sangat lambat (di dalam dapur), sehingga fase yang

terbentuk adalah Ferrite yang mempunyai kekuatan tarik rendah

yaitu sebesar 508, 74 N/mm2 dengan regangan 27%, sedangkan

Yield Point berada pada tegangan 372,64 N/mm2 dengan

regangan 2%.

4.6 Kesimpulan dan saran

4.6.1 Kesimpulan

Dari hasil pengujian tarik dengan berbagai perlakuan panas,

didapat grafik yang sesuai dengan teori. Kekuatan tarik dari tertinggi

ke rendah yaitu Hardening 880,509 n/mm2, tanpa perlakuan 560,811

N/mm2, Stress Relieving 528, 18 N/mm2, Normalizing 519,86 N/mm2,

Annealing 508,73 N/mm2.

4.6.2 Saran

1. Praktikan harus lebih teliti dalam pembacaan skala pada alat uji.

161

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 162: MTB Bab 5 Hal 159-165

BAB V

PENGUJIAN JOMINY

5.1 Sifat Kemampukerasan Baja

Sifat kemampukerasan ukuran yang menyatakan kemampuan baja

untuk dapat dikeraskan hingga kedalaman tertentu dengan pembentukan

martensite. Dapat kita ketahui, apabila kita menginginkan fase yang terbentuk

adalah martensite maka kita harus mendinginkan material tersebut secara cepat

atau istilah yang biasa kita dengar adalah quenching. Tetapi harus diingat pula

bahwa pendinginan yang terlalu cepat juga harus dihindari, karena dapat

menyebabkan permukaan baja retak.

Pada percobaan kemampukerasan material, kita akan mendapatkan

angka atau nilai kekerasan yang berbeda setelah material tersebut kita beri

perlakuan panas. Perbedaan nnilai ini diakibatkan oleh laju pendinginan yang

berbeda – beda yang diterima oleh material tersebut. Dari data yang kita peroleh,

dapat ditunjukkan pada grafik dibawah ini.

162

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 163: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 5.1 Grafik Hardness PenetrationSumber : Avner, Sidney H (1964:294)

5.2 Macam - macam Pengujian Kemampukerasan

Ada 3 macam atau metode dalam pengujian kemampukerasan

material, yaitu:

1. Metode Grossman

Pada metode ini baja yang akan diuji sifat mampukerasnya dibuat

menjadi sejumlah spesimen berbentuk batang silindris dari berbagai

diameter dengan panjang masing-masing paling sedikit 5 kali

diameternya. Selanjutnya semua spesimen dipanaskan hingga temperature

austenite kemudian di-quenching dalam suatu media pendingin. Setelah

itu setiap spesimen dipotong melintang dan dilakukan pengamatan

mikroskopik untuk struktrur yang terbentuk pada pendinginan itu, selain

itu juga dilakukan proses pengukuran bentuk pada penampang itu dan

163

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 164: MTB Bab 5 Hal 159-165

dilakukan proses pengukuran kekerasan sepanjang batang dan dari sini

dapat digambarkan penetrasi kekerasannya

2. Appearance of Fracture

Pada metode ini sifat kemampukerasan baja dapat dilihat dari

patahan yang terjadi pada baja tersebut. Seperti yang kita ketahui, patah

pada material dapat dibagi 3 yaitu :

a. Patah ulet : disebabkan oleh tegangan geser. Ciri – cirinya antara lain

terdapat garis – garis benang serabut, menyerap cahaya, terjadi

deformasi plastis.

b. Patah getas : disebabkan oleh tegangan normal. Ciri – cirinya

permukaan patah berbentuk grenular, berkilat, memantulkan cahaya

dan tidak didahului deformasi plastis.

c. Patah campuran : merupakan kombinasi dari kedua patah diatas

yaitu patah ulet dan patah getas dengan memiliki ciri-ciri yang

merupakan kombinasi dari kedua patah tersebut

Gambar 5.2 (a) Patah Ulet ; (b) Patah Campuran ; (c) Patah GetasSumber : Callister, William D (1940:209)

164

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 165: MTB Bab 5 Hal 159-165

3. Metode Jominy

Gambar 5.3 Hubungan antara jarak pendinginan dan kekerasan.Sumber: Callister, William D (1940:395)

Pada uji jominy di material dipanaskan dalam tungku sampai suhu

transformasinya (austenite) dan terbentuk sedemikian rupa sehingga dapat

dipasangkan pada apparatus jominy. Kemudian air di semprotkan dari

bawah, sehingga menyentuh permukaan bawah Spesimen. Dengan ini

didapatkan kecepatan pendinginan di setiap bagian berbeda – beda. Pada

bagian yang terkena air mengalami pendinginan yang cepat dan semakin

menurun ke bagian yang tidak terkena air. Dari hasil pengukuran, kita

akan mendapatkan nilai kekerasan yang berbeda – beda pada tiap bagian,

sehingga didapatkan kurva Hardenability Band.

165

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 166: MTB Bab 5 Hal 159-165

Tabel 5.1 Perbedaan metode Jominy dengan Grossman

Metode Jominy Metode Grossman

Menggunakan satu specimen yang

dipanaskan

Menggunakan beberapa

spesimen yang dipanaskan

Tanpa pemotongan spesimen Dengan pemotongan spesimen

Variasi kekerasan berdasarkan

pada jarak ujung pendinginan

Variasi kekerasan berdasarkan

diameter spesimen

Tanpa menggunakan mikroskop Menggunakan mikroskop

Panjang spesimen 4x diameter Panjang minimal spesimen 5x

diameter

Sumber: Dokumentasi Pribadi

5.3 Faktor - faktor yang Mempengaruhi Kemampukerasan Baja

Hal – hal yang mempengaruhi sifat kemampukerasan suatu material

antara lain :

1. Kecepatan Pendinginan

Setelah logam dipanaskan, lalu didinginkan secara cepat maka logam

tersebut menjadi semakin keras. Proses pendinginan material dapat dilakukan

dengan beberapa cara, yaitu :

a. Annealing

b. Normalizing

c. Quenching

2. Komposisi Kimia

Komposisi kimia menentukan sifat kemampukerasan bahan, karena

komposisi ini menentukan struktur dan sifat material. Semakin banyak unsur

kimia yang menyusun logam, maka semakin keras logam tersebut. Beberapa

unsur paduan yang terdapat pada baja beserta pengaruhnya pada sifat

kemampukerasan bahan antara lain:

a. Nikel (Ni)

Fungsi : meningkatkan kekerasan, ketahanan erosi, keuletan dan tahan

gesek.

166

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 167: MTB Bab 5 Hal 159-165

b. Chromium (Cr)

Fungsi : meningkatkan kekerasan, menambah karbida dan

menambah elastisitasnya.

c. Mangan (Mn)

Fungsi : meningkatkan kekerasan, ketahahn terhadap suhu tinggi

dan membuat mengkilap.

d. Silicon (Si)

Fungsi : meningkatkan kekenyalan dan kekerasan, bersifat

deoksidan, meningkatkan kekerasan dan menaikan titik kritis.

e. Molibdenum (Mb)

Fungsi : dalam jumlah 0,1–0,6 % bias meningkatkan kekuatan

yang dimiliki baja.

f. Vanadium (V)

Fungsi : menaikkan kekerasan dan kekuatan baja, menurunkan

kandungan karbon eutectoid, jika bercampur Cr akan membuat baja jadi

tahan aus.

g. Cobalt (Co)

Fungsi : meningkatkan kekerasan dan daya tahan aus

h. Boron (B)

Fungsi : menaikkan kekerasan. Pada kadar karbon kurang dari 0,6

% akan menyebabkan rapuh.

i. Titanium (Ti)

Fungsi : sebagai deoksidasi dan efektif menambah pertumbuhan

butiran serta meningkatkan kekerasan baja.

3. Komposisi Karbon

Semakin banyak kandungan karbon dalam material tersebut, maka

semakin keras juga material tersebut. Hal ini yang menyebabkan baja karbon

tinggi memiliki kekerasan yang tinggi setelah proses pengerjaan karena akan

membentuk fase austenite yang memiliki kekerasan tinggi. Untuk

meningkatkan kadar karbon dapat dilakukan dengan berapa cara, yaitu :

167

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 168: MTB Bab 5 Hal 159-165

a. Carburizing

b. Nitriding

c. Carbonitriding

4. Ukuran Butir

Semakin besar ukuran butir maka tingkat mampukeras suatu logam

semakin rendah.

5. Suhu Pemanasan

Semakin tinggi temperatur atau heat treatment pada benda spesimen maka

kekerasannya akan tinggi dikarenakan semakin tinggi suhu maka ikatan antar

atom melebar dan saling mengikat bila didinginkan dengan cepat.

6. Konduktivitas thermal

Semakin besar konduktivitas thermal suatu material, maka akan

meningkatkan sifat kemampukerasannya.

7. Holding

Semakin lama waktu holding yang diperlakukan kepada suatu material,

maka akan meningkatkan sifat kemampukerasan material tersebut.

168

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 169: MTB Bab 5 Hal 159-165

5.4 Pelaksanaan Pengujian

5.4.1 Alat yang Digunakan Dalam Pengujian

1. Kertas gosok

Digunakan untuk menghilangkan kotoran dan kerak pada

benda uji.

Gambar 5.2 : Kertas gosokSumber : Laboratorium Pengujian Bahan

Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

2. Penjepit

Digunakan untuk memindahkan benda uji setelah

pemanasan dalam dapur.

Gambar 5.3 : Penjepit

169

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 170: MTB Bab 5 Hal 159-165

Sumber : Laboratorium Pengujian BahanTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

3 Dapur listrik

Digunakan untuk memberikan pemanasan pada benda uji.

Gambar 5.4 : Dapur listrikSumber : Laboratorium Pengujian Bahan

Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

4. Bejana pendingin

Digunakan untuk mendinginkan benda uji dengan

menyemprotkan air kepada salah satu ujung benda uji.

170

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 171: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 5.5 : Bejana pendinginSumber : Laboratorium Pengujian Bahan

Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

5. Elektrical Brinell Hardness Test

Digunakan untuk mengukur nilai kekerasan suatu

material.

Gambar 5.6 : Elektrical Brinell Hardness TestSumber Laboratorium Pengujian Bahan

Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya6. Stopwatch

Digunakan untuk mengukur waktu holding.

Gambar 5.7 : Stopwatch

171

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 172: MTB Bab 5 Hal 159-165

Sumber : Laboratorium Pengujian BahanTeknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

7. Centrifugal Sand Paper Machine

Digunakan untuk meratakan permukaan spesimen.

Gambar 5.8 : Centrifugal Sand Paper MachineSumber : Laboratorium Pengujian Bahan

Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya

8. Penggaris

Digunakan untuk memberi tanda pada spesimen yang

akan diukur kekerasannya.

Gambar 5.9 : PenggarisSumber : Anonymous 35. 2011

172

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 173: MTB Bab 5 Hal 159-165

9. Spidol

Digunakan untuk menandai spesimen dengan jarak

tertentu.

Gambar 5.10 : Spidol

Sumber : Anonymous 33. 2010

5.4.2 Bahan Yang Digunakan Dalam Pengujian

Baja yang digunakan dalam pengujian ini adalah Baja Assab

760 dengan komposisi kimia 0,5% C, 0,5% Mn dan 0,25% Si.

5.4.3 Pergeseran Titik Eutectoid

Pergeseran titik eutectoid dipengaruhi oleh unsur paduannya.

Sehingga kita bisa menggambarkan dimana titik pergeserannya.

Tabel dibawah ini merupakan komposisinya

Tabel 5.2 Komposisi Kimia Bahan

173

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

No Logam Komposisi Suhu Eutectoid %C

1 Mn 0,5% 725 0,74

2 Si 0,25% 730 0,72

Page 174: MTB Bab 5 Hal 159-165

= 727,47 oC

= 0,727 %

Keterangan : Fe – Fe3C

Pergeseran Titik Eutectoid

Gambar 5.11 : Pergeseran Titik Eutectoid

5.4.4 Bentuk dan Dimensi Spesimen

174

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 175: MTB Bab 5 Hal 159-165

SKALA : 1:1SATUAN : mmGambar 5.12 : Bentuk dan Dimensi Spesimen

5.4.5 Prosedur Pengujian

Ada beberapa prosedur pengujian jominy yaitu :

1. Permukaan benda uji dibersihkan dari kotoran dan kerak dengan

kertas gosok.

2. Spesimen dipanaskan dan diholding dengan suhu dan waktu

tertentu.

3. Spesimen dipindakan dari dapur listrik ke bejana pendingin

untuk proses pendinginan. Pendinginan dimulai dari ujung salah

satu spesimen.

4. Setelah pendinginan selesai, spesimen dibersihkan dengan kertas

gosok.

5. Spesimen dibagi menjadi 10 bagian dengan jarak – jarak 2; 4; 6;

8; 10; 15; 20; 30; 40; 60 mm dari ujung spesimen yang

disemprot.

6. Kekerasan spesimen diukur dengan elektrikal brinell hardness

tester pada jarak – jarak tersebut.

5.5 Hipotesa

1. Semakin lama waktu penahanan maka semakin baik kemampukerasan

material.

2. Semakin tinggi temperatur pemanasan maka semakin baik

kemampukerasan material.

175

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 176: MTB Bab 5 Hal 159-165

176

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 177: MTB Bab 5 Hal 159-165

5.6 Pengolahan Data

5.6.1 Data Kelompok

Tabel 5.3 Data Tanpa Perlakuan

No Y1 (BHN) X1 (mm) ln Y1 X12 X1 ln Y1

1 161 2 5,08 4 10,16

2 165 4 5,11 16 20.44

3 164 6 5,10 36 30,6

4 164 8 5,10 64 40,8

5 165 10 5,11 100 51,1

6 165 15 5,11 225 76.65

7 165 20 5,11 400 102,2

8 163 30 5,09 900 157,7

9 164 40 5,10 1600 204

10 164 60 5,10 3600 306

∑ 1640 950 60,00 6945 1049,65

∑ X1 = 195

∑ ln Y1 = 60

∑ X12 = 6945

∑ X1 ln Y1 = 1049, 65

∑ X1 ln Y1 – a ∑ X12 – b ∑ X1 = 0

1049,65 – ( a x 6945 ) – ( b x 195 ) = 0

6945a + 195b = 1049,65 ….. ( 1 )

∑ ln Y1 – a X1 – nb = 0

60 – ( a x 195 ) – 10 b = 0

195 a + 10 b = 60

19,5 a + b = 6

b = 6 – 19,5 a ….. ( 2 )

177

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 178: MTB Bab 5 Hal 159-165

Substitusi persamaan ( 2 ) ke ( 1 ), sehingga:

6945a + 195b = 1049,65

6945a + 195( 6 – 19,5 a ) = 1049,65

6945a + 980 – 3802,5 a = 1049,65

3142,5 a = 69,45

a =

a = 0,022

Nilai a disubstitusi kan ke persamaan ( 2 ), sehingga:

b = 6 – 19,5 a

b = 6 – 19,5 ( 0,022 )

b = 5,571

Dari nilai a dan nilai b yang telah didapat, dimasukka ke dalam

rumus :

ln Y = ln ( θ ax + b )

ln Y = a(x) + b

ln Y = 0,022 ( x ) + 5,571

1. ln Y1 = 0,022 ( 2 ) + 5,571

ln Y1 = 5,615

Y1 = 274,51

2. ln Y2 = 0,022 ( 4 ) + 5,571

ln Y2 = 5,659

Y2 = 286,86

3. ln Y3 = 0,022 ( 6 ) + 5,571

ln Y3 = 5,703

Y3 = 299,77

178

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 179: MTB Bab 5 Hal 159-165

4. ln Y4 = 0,022 ( 8 ) + 5,571

ln Y4 = 5,747

Y4 = 313,25

5. ln Y5 = 0,022 ( 10 ) + 5,571

ln Y5 = 5,791

Y5 = 327,34

6. ln Y6 = 0,022 ( 15 ) + 5,571

ln Y6 = 5,901

Y6 = 365,40

7. ln Y7 = 0,022 ( 20 ) + 5,571

ln Y7 = 6,011

Y7 = 407,89

8. ln Y8 = 0,022 ( 30 ) + 5,571

ln Y8 = 6,231

Y8 = 508.26

9. ln Y9 = 0,022 ( 40 ) + 5,571

ln Y9 = 6,451

Y9 = 633,54

10. ln Y10 = 0,022 ( 60 ) + 5,571

ln Y10 = 6,891

Y10 = 983,38

179

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 180: MTB Bab 5 Hal 159-165

Tabel 5.4 Pengujian Jominy 900oC ; 10’No Y1 (BHN) X1 (mm) ln Y1 X1

2 X1 ln Y1

1 280 2 5,63 4 11,26

2 270 4 5,59 16 22,36

3 255 6 5,54 36 33,24

4 255 8 5,54 64 44,34

5 248 10 5,51 100 55,10

6 230 15 5,44 225 81,16

7 220 20 5,39 400 107,8

8 205 30 5,32 900 159,6

9 210 40 5,34 1600 213,6

10 205 60 5,32 3600 319,2

∑ 2378 950 54,62 6945 1048,08

∑ X1 ln Y1 – a ∑ X12 – b ∑ X1 = 0

1048,08 – ( a x 6945 ) – ( b x 195 ) = 0

6945a + 195b = 1048,08 ….. ( 1 )

∑ ln Y1 – a X1 – nb = 0

54,62 – ( a x 195 ) – 10 b= 0

195 a + 10 b = 54,62

19,5 a + b = 5,462

b = 5,462 – 19,5 a ….. ( 2 )

Substitusi persamaan ( 2 ) ke ( 1 ), sehingga:

6945a + 195b = 1048,08

6945a + 195(5,462 – 19,5 a) = 1048,08

6945a + 957,06 – 3802,5 a = 108,08

3142,5 a = 91,02

a =

180

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 181: MTB Bab 5 Hal 159-165

a = 0,029

Nilai a disubstitusi kan ke persamaan ( 2 ), sehingga:

b = 6 – 19,5 a

b = 6 – 19,5 ( 0,029 )

b = 4,3425

Dari nilai a dan nilai b yang telah didapat, dimasukka ke dalam

rumus :

ln Y = ln ( θ ax + b )

ln Y = a(x) + b

ln Y = 0,029 ( x ) + 4,3425

1. ln Y1 = 0,029 ( 2 ) + 4,3425

ln Y1 = 4,405

Y1 = 81,49

2. ln Y2 = 0,029 ( 4 ) + 4,3425

ln Y2 = 4,4585

Y2 = 86,36

3. ln Y3 = 0,029 ( 6 ) + 4,3425

ln Y3 = 4,5165

Y3 = 91,51

4. ln Y4 = 0,029 ( 8 ) + 4,3425

ln Y4 = 4,5745

Y4 = 96,89

5. ln Y5 = 0,029 ( 10 ) + 4,3425

ln Y5 = 4,6325

Y5 = 102.77

6. ln Y6 = 0,029 ( 15 ) + 4,3425

ln Y6 = 4,78

Y6 = 118,81

7. ln Y7 = 0,029 ( 20 ) + 4,3425

ln Y7 = 4,9225

181

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 182: MTB Bab 5 Hal 159-165

Y7 = 137,35

8. ln Y8 = 0,029 ( 30 ) + 4,3425

ln Y8 = 5,2125

Y8 = 183,55

9. ln Y9 = 0,029 ( 40 ) + 4,3425

ln Y9 = 5,5025

Y9 = 245,30

10. ln Y10 = 0,029 ( 60 ) + 4,3425

ln Y10 = 6,0825

Y10 = 438,12

Jumlah Kuadran Deviasinya

δ = [ ln Y1 – ( ax1 + b ) ]2 + [ ln Y2 – ( ax2 + b ) ]2 + … + [ ln Yn

– ( axn + b ) ]2

= [ ( 5,63 – 4,4005 )2 + ( 5,59 – 4,4585 )2 + ( 5,54 – 4,5165 )2 +

( 5,54 – 4,545 )2 + ( 5,51 – 4,6325 )2 + ( 5,44 – 4,78 )2 +

( 5,39 – 4,9225 )2 + (5,32 – 5,5025 )2 + ( 5,32 – 5,5025 )2 +

( 5,32 – 6,0825 )2 ] = 6,82

182

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 183: MTB Bab 5 Hal 159-165

5.6.2 Data Antar Kelompok

Suhu Sama Holding Beda

Tabel 5.5 Perlakuan 900oC ; 10’

No Y1 (BHN) X1

1 280 2

2 270 4

3 255 6

4 255 8

5 248 10

6 230 15

7 220 20

8 205 30

9 210 40

10 205 60

Tabel 5.6 Perlakuan 900oC ; 20’

No Y1 (BHN) X1

1 288 2

2 285 4

3 268 6

4 260 8

5 259 10

6 205 15

7 205 20

8 190 30

9 202 40

10 200 60

183

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 184: MTB Bab 5 Hal 159-165

Suhu Beda Holding Sama

Tabel 5.7 Perlakuan 800oC ; 10’

No Y1 (BHN) X1

1 260 2

2 241 4

3 245 6

4 240 8

5 232 10

6 215 15

7 211 20

8 210 30

9 201 40

10 195 60

Tabel 5.8 Perlakuan 900oC ; 10’

No Y1 (BHN) X1

1 280 2

2 270 4

3 255 6

4 255 8

5 248 10

6 230 15

7 220 20

8 205 30

9 210 40

10 205 60

184

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 185: MTB Bab 5 Hal 159-165

185

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Gam

bar

5.13

: G

rafik

Hub

unga

n A

ntar

a Ja

rak

Peny

empr

otan

den

gan

Kek

eras

an P

ada

Suhu

900

°C H

oldi

ng 1

0 M

enit

dan

Tanp

a Pe

rlaku

an

Page 186: MTB Bab 5 Hal 159-165

5.7 Pembahasan

5.6.1 Data Kelompok

Pada grafik dapat dilihat bahwa kekerasan yang dimiliki oleh

spesimen tanpa perlakuan mempunyai kekerasan yang lebih rendah

dari pada spesimen yang memiliki perlakuan. Hal ini disebabkan oleh

perbedaan perlakuan panas pada kedua spesimen tersebut. Pada

spesimen tanpa perlakuan merupakan hasil langsung dari pabrikan,

sedangkan pada spesimen yang mengalami perlakuan akan merubah

struktur kristalnya karena adanya perlakuan panas lanjut yang dialami

spesimen.

Dapat dilihat pula kekerasan yang dimiliki spesimen dengan

perlakuan Jominy semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh laju

pendinginan yang tidak merata. Pada ujung yang dikenai media

pendingin air memiliki kekerasan yang lebih tinggi karena laju

pendinginannya cepat, sehingga memungkinkan terjadinya fase

austenite. Sebaliknya, pada ujung spesimen yang tidak dikenai air,

kekerasannya lebih rendah karena laju pendinginannya lambat

sehingga tidak terjadi fase austenite. Tetapi meskipun ujung spesimen

yang tidak terkena air bukan berfase austenite, kekerasannya lebih

tinggi dari pada spesimen tanpa perlakuan. Hal ini disebabkan oleh

perlakuan normalizing pada temperatur dibawah temperatur udara

standart dan transfer pendinginan oleh media pendingin air pada ujung

spesimen yang lain, sehingga spesimen lebih cepat mendingin.

186

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 187: MTB Bab 5 Hal 159-165

187

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Gam

bar

5.14

: G

rafik

Hub

unga

n A

ntar

a Ja

rak

Peny

empr

otan

den

gan

Kek

eras

an P

ada

Suhu

Sam

a (9

00°C

) dan

Hol

ding

Bed

a

Page 188: MTB Bab 5 Hal 159-165

5.6.2 Data Antar Kelompok

A. Suhu Sama ( 900oC ) dan Holding Beda

Secara teori, semakin lama holding maka tingkat

kemampukerasannya akan meningkat. Hal ini dapat kita lihat pada

kecenderungan landai tidaknya garis linier yang dialami oleh

spesimen. Pada perlakuan Jominy, fase yang terbentuk pada ujung

spesimen yang terkena air adalah austenite dan ujung yang lainnya

bukan austenite. Tetapi pada grafik dapat dilihat bahwa

kemampukerasan spesimen yang diberi perlakuan panas (900oC ;

10’) memiliki kemampukerasan yang lebih baik dari pada

Spesimen yang diberi perlakuan panas (900oC ; 20’). Hal ini tidak

sesuai dengan teori. Ketidak sesuaian ini disebabkan oleh

permukaan spesimen yang kurang rata (miring) sehingga indentasi

yang terjadi kurang maksimal yang menyebabkan nilai

kekerasannya tinggi. Selain itu factor lingkungan (udara ruangan)

yang temperaturnya lebih rendah dari temperatur udara standart

sehingga kemampukerasannya cenderung naik.

Bila dibandingkan dengan tanpa perlakuan, nilai kekerasan

spesimen yang diberi perlakuan panas kekerasannya lebih tinggi

dari pada tanpa perlakuan. Hal ini disebabkan oleh perlakuan

panas lanjut pada spesimen itu sendiri.

188

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 189: MTB Bab 5 Hal 159-165

189

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Gam

bar

5.15

: G

rafik

Hub

unga

n A

ntar

a Ja

rak

Peny

empr

otan

den

gan

Kek

eras

an P

ada

Suhu

bed

a da

n H

oldi

ng sa

ma

(10’

)

Page 190: MTB Bab 5 Hal 159-165

B. Suhu Beda dan Holding Sama ( 10’ )

Secara teori, semakin tinggi suhu pemanasan maka tingkat

kemampukerasannya akan meningkat. Hal ini dapat kita lihat pada

kecenderungan landai tidaknya garis linier yang dialami oleh

spesimen. Pada perlakuan Jominy, fase yang terbentuk pada ujung

spesimen yang terkena air adalah austenite dan ujung yang lainnya

bukan austenite. Tetapi pada grafik dapat dilihat bahwa

kemampukerasan spesimen yang diberi perlakuan panas (800oC ;

10’) memiliki kemampukerasan yang lebih baik dari pada

Spesimen yang diberi perlakuan panas (900oC ; 10’). Hal ini tidak

sesuai dengan teori. Ketidak sesuaian ini disebabkan oleh

permukaan spesimen yang kurang rata (miring) sehingga indentasi

yang terjadi kurang maksimal yang menyebabkan nilai

kekerasannya tinggi. Selain itu factor lingkungan (udara ruangan)

yang temperaturnya lebih rendah dari temperatur udara standart

sehingga kemampukerasannya cenderung naik.

Bila dibandingkan dengan tanpa perlakuan, nilai kekerasan

spesimen yang diberi perlakuan panas kekerasannya lebih tinggi

dari pada tanpa perlakuan. Hal ini disebabkan oleh perlakuan

panas lanjut pada spesimen itu sendiri.

5.8 Kesimpulan dan Saran

5.8.1 Kesimpulan

1. Spesimen yang mendapatkan perlakuan panas mempunyai nilai

kekerasan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan spesimen

yang tanpa perlakuan panas.

2. Menurut teori, semakin tinggi suhu pemanasan maka

kemampukerasan suatu material akan meningkat. Tetapi pada

data hasil pengujian tidak seperti itu, hal ini disebabkan oleh

faktor – faktor tertentu.

190

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 191: MTB Bab 5 Hal 159-165

3. Menurut teori, semakin lama holding maka kemampukerasan

suatu material akan meningkat. Tetapi pada data hasil pengujian

tidak seperti itu, hal ini disebabkan oleh faktor – faktor tertentu.

5.8.2 Saran

1. Sebaiknya praktikan dapat mengoperasikan alat – alat yang

digunakan untuk proses pengujian kemampukerasan.

2. Sebaiknya penghalusan permukaan spesimen benar – benar rata

sehingga tidak melenceng dari teori.

3. Sebaiknya temperatur ruangan pada saat pengujian harus benar –

benar standart, tanpa adanya pendingin ruangan.

191

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 192: MTB Bab 5 Hal 159-165

BAB VI

CASE HARDENING

6.1. Tujuan Pengujian

1. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan panas carburizing terhadap sifat

mekanik kekuatan material

2. Untuk mengetahui pengaruh variasi holding time terhadap kedalaman

pergeseran

3. Untuk mengetahui pengaruh variasi temperatur terhadap kedalaman

pergeseran

4. Untuk mengetahui proses pack carburizing

6.2. Teori Dasar Pengujian

Case hardening merupakan kombinasi dari proses kimia dan proses

perlakuan panas. Prosesnya dengan memanaskan benda kerja pada

temperatur tertentu dalam suatu medium kimia aktif. Macam-macamnya

antara lain :

1. Carburizing

Macam-macam carburizing yaitu :

- Pack carburizing

- Paste carburizing

- Liquid carburizing

- Gas carburizing

2. Nitriding

Merupakan proses penjenuhan permukaan baja dengan nitrogen

yaitu dengan cara melakukan holding dalam waktu yang agak lama

pada temperatur 480 0C-650 0C dalam lingkungan amoniak (NH3).

Macamnya antara lain yaitu strenght nitriding dan anti corosian

nitriding.

192

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 193: MTB Bab 5 Hal 159-165

3. Cyaniding

Merupakan proses penjenuhan permukaan baja dengan unsur

karbon dan nitrogen yang bertujuan untuk meningkatkan kekerasan,

ketahanan gesek, dan kelelahan. Apabila proses ini dilakukan di udara

maka disebut carbon nitriding. Macamnya antara lain yaitu :

- High temperature liquid cyaniding

- High temperature gas cyaniding

- Low temperature liquid cyaniding

- Low temperature gas cyaniding

- Low temperature solid cyaniding

4. Sulphating

Digunakan untuk meningkatkan ketahanan gesek dari bagian-

bagian mesin maupun alat-alat tertentu dari bahan HSS dengan jalan

penjenuhan lapisan permukaan dengan sulfur.

6.2.1. Teori Carburizing

Carburizing adalah proses penambahan unsur karbon pada

permukaan baja karbon rendah. Pemanasan carburizing dilakukan

pada suhu 900 0C-950 0C. Unsur karbon dapat diperoleh dari arang

kayu, arang tempurung kelapa atau suatu material yang mengandung

unsur karbon. Pengarbonan bertujuan untuk memberikan kandungan

karbon yang lebih banyak pada bagian permukaan dibandingkan

dengan bagian dalam sehingga kekuatan pada permukaan lebih

meningkat. Carburizing dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu :

a. Pack carburizing

Proses ini menggunakan zat padat berupa arang dengan

ukuran diameter 3,5 – 10 mm kokas, barium karbonat, dan soda

abu untuk arang yang digunakan dari arang batok kelapa.

Prosesnya yaitu baja dimasukkan dalam kotak yang berisi

medium kimia aktif padat. Kemudian kotak itu dipanaskan

193

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 194: MTB Bab 5 Hal 159-165

sampai suhu 900 0C-950 0C. Waktu total ditentukan oleh

kedalaman yang hendak dicapai.

b. Paste carburizing

Medium kimia yang digunakan berbentuk pasta. Pasta

yang digunakan adalah campuran dari Al2O3, kaolin, water glass,

potasium, chromate, potasium karbonat, dan colonied sodium

karbonat. Prosesnya yaitu bagian yang akan dikeraskan ditutup

dengan pasta dengan ketebalan 3 - 4 mm. Kemudian dikeringkan

dan dimasukkan ke dalam kotak. Proses ini dilakukan pada suhu

920 0C-930 0C.

c. Gas carburizing

Disini logam dipanaskan dalam atmosfer yang

mengandung karbon yaitu gas alam maupun buatan. Contohnya

gas-gas yang berasal dari hidrokarbon, misalnya CH4 (metana),

C3H3 (propana), dan C4H10 (butana). Benda kerja dipanaskan

dengan suhu 850 0C-950 0C. Lapisan yang dapat dihasilkan

adalah dengan tebal 1 mm dan diperlukan waktu sekitar 1-4 jam.

d. Liquid carburizing

Karbonisasi ini dilakukan dengan redaman air garam yang

terdiri dari natrium karbonat dan natrium sianida yang dicampur

dengan salah satu bahan klorid natrium atau klorid barium.

Proses ini menghasilkan l;apisan yang tebalnya sekitar 0,3 mm

dengan suhu 850 0C-950 0C. Keuntungan menggunakan

karbonisasi dengan perantara zat cair adalah pengurangan yang

pesat, merata ke semua arah dan mendalam tanpa ada bagian

yang lunak, satu permukaan tepat rata, oleh karena itu hanya

dibutuhkan sedikit.

194

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 195: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 6.1 : Grafik Untuk Menetukan Karbonisasi Bahan CairSumber : Anonymous 36. 1999

6.2.2. Pack carburizing

Pada proses ini caranya adalah benda kerja dimasukkan ke

dalam suatu kotak yang terbuat dari pelat baja dan dikelilingi

dengan bahan karbonisasi. Bahan yang biasa digunakan adalah

arang kayu, arang batok kelapa, arang tulang, dan arang kulit.

Keuntungan dari pack carburizing adalah jangka waktu pemanasan

awal lebih pendek , sedangkankerugiannya yaitu dalam kotak tidak

menguntungkan dalam jumlah besar dan benda kerja yang sulit

karena waktu pemijarannya dalam dan pembuatannya berbelit-belit.

Mekanisme karbonisasi dengan difusi interstisi, dimana atom

karbon menempati ruang antara atom-atom besi dan dengan

menaikkan temperatur maka akan meningkatkan energi aktivasi

yang memungkinkan berpindahnya atom karbon ke posisi interstisi

berikutnya. Tempat yang ditinggalkan diisi oleh atom karbon yang

lainnya. Mekanisme difusi interstisi ditunjukkan seperti gambar di

bawah ini.

195

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 196: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 6.2 : Pack CarburizingSumber : Anonymous 36. 1999

Gambar 6.3 : Difusi InterstisiSumber : Anonymous 37. 1999

Dalam pack carburizing terdapat 3 macam difusi, diantaranya

yaitu :

1. Vacancy (lowongan)

Merupakan difusi yang diakibatkan satu atom hilang dan

tempatnya yang kosong tidak terisi kembali. Dalam vacancy

memudahkan atom untuk berpindah tempat. Digusi vacancy

terjadi apabila di sekitar atom terdapat celah atau kekosongan

atom yang diakibatkan kehilangan atomnya.

196

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 197: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 6.4 : Vacancy (lowongan)Sumber : Anonymous 37. 1999

2. Substitusi (penggantian)

Merupakan difusi yang diakibatkan satu atom diganti oleh

atom lain yang diameternya hampir sama atau lebih besar.

Difusi substitusi terjadi apabila atom yang berpindah memiliki

ukuran yang relatif sama dengan atom induknya.

Gambar 6.5 : Substistusi (penggantian)Sumber : Anonymous 38. 2009

3. Interstisi (penyisipan)

Merupakan difusi yang diakibatkan satu atom asing yang

lebih kecil menyisip diantara rongga atom. Difusi interstisi

terjadi apabila ukuran atom yang berpindah memiliki ukuran

yang lebih kecil dari atom induknya.

197

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 198: MTB Bab 5 Hal 159-165

Gambar 6.6 : Interstisi (penyisipan)Sumber : Anonymous 38. 2009

Setiap proses pengarbonan mencakup 3 proses dasar yang

meliputi proses yang terjadi pada medium eksternal berupa

pembebasan elemen difusi menjadi atom (ion). Kontak elemen

difusi dengan permukaan matriks membentuk ikatan kimia dan

penetrasi elemen difusi menuju inti setelah menjadi keadaan jenuh

di permukaan matriks.

Material yang ingin di proses pack carburizing dimasukkan ke

dalam kotak tertutup, kemudian ditaburi dengan media karbon

seperti bricket batu bara yang terlebih dahulu telah dicampur

dengan barium karbonat (BaCO3) sebagai katalisator yang berfungsi

sebagai pengubah bentuk karbon menjadi gas CO2 secara

keseluruhan. Gas ini bereaksi dengan karbon yang ada sehingga

menghasilkan karbon monoksida (CO) yang bereaksi dengan

permukaan baja dan membentuk atom karbon di dalam baja dengan

reaksi sebagai berikut:

CO2(g) + C(s) – 2CO(g)

Bila temperatur meningkat, reaksi keseimbangan ke arah

kanan dan akan menghasilkan karbon monoksida (CO). Karbon

monoksida berubah pada permukaan baja untuk menghasilkan

karbon dioksida dan atom karbon, hal ini ditunjukkan dalam reaksi

sebagai berikut :

198

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 199: MTB Bab 5 Hal 159-165

2CO(g) – CO2(g) + C(s)

Atom karbon yang dihasilkan dari reaksi di atas kemudian

larut dengan mudah ke dalam fase austenit pada baja dan berdifusi.

Sedangkan karbon dioksida yang dihasilkan dari reaksi di atas akan

bereaksi kembali dengan penguraian CO pada permukaan logam.

Siklus ini terjadi berulang-ulang selama proses karburisasi

berlangsung.

Pada proses pembentukan gas CO2 dan CO seperti yang

diuraikan di atas berlangsung dalam waktu yang sangat lambat,

maka di dalam media ditambahkan katalisator. Dalam hal ini

katalisator yang digunakan yaitu barium karbonat (BaCO3). Pada

temperatur yang tinggi, penambahan BaCO3 pada proses karburisasi

berfungsi untuk mempercepat pembentukan gas CO seperti yang

ditunjukkan oleh reaksi berikut :

BaCO3(s) + C(s) – BaO(g) + 2CO(g)

Setelah temperatur karburisasi dicapai dengan waktu yang

singkat, kondisi perubahan keseimbangan terjadi secara serentak

dan terus-menerus. Kerja katalis sebenarnya adalah untuk

memisahkan oksida logam dengan karbon dioksida sesuai dengan

reaksinya :

BaCO3(s) – BaO(g) + CO2(g)

Karbon dioksida yang terbebas selama karburisasi dikeluarkan

lebih cepat dari pada kecepatan pembentukan. Hal ini disebabkan

tekanan pengurainya lebih rendah dari BaCO3 ketika bereaksi

dengan karbon dioksida. Karbon dioksida yang terbebas akan

bereaksi dengan karbon yang timbul sehingga membentuk karbon

monoksida. Reaksinya adalah :

CO2(g) + C(s) – 2CO(g)

Karbon monoksida yang terbentuk kemudian akan larut dalam

fase austenit dan akan bereaksi dengan besi (Fe), reaksinya :

3Fe(s) + 2CO(g) – Fe3(s) + CO2(g)

199

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

194

Page 200: MTB Bab 5 Hal 159-165

Kemudian CO2 bereaksi kembali dengan BaO yang akan

membentuk BaCO3 sampai menghasilkan Fe3 dan CO2 kembali.

Siklus ini berlangsung secara terus-menerus sehingga katalis tidak

akan pernah habis.

Katalis sendiri yaitu suatu zat yang mempercepat laju reaksi

kimia pada suhu tertentu tanpa mengalami perubahan atau terpakai

oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam reaksi tapi

bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis memungkinkan

reaksi berlangsung lebih cepat atau memungkinkan reaksi pada suhu

lebih rendah akibat perubahan yang dipicunya terhadap pereaksi.

Katalis menyediakan suatu jalur pilihan dengan energi aktivasi yang

lebih rendah. Macam-macam katalis yaitu :

1. Katalis homogen

Katalis homogen yaitu katalis yang berada dalam fase yang

sama. Katalis ini umumnya bereaksi dengan satu atau lebih

pereaksi untuk membentuk suatu perantara kimia yang

selanjutnya bereaksi membentuk produk akhir reaksi dalam

suatu proses yang memulihkan katalisnya. Berikut ini

merupakan skema umum reaksi katalistik, dimana C

melambangkan katalisnya :

A + C – AC ....... (1)

B + C – BC ....... (2)

Meskipun katalis C termakan oleh reaksi (1), namun

selanjutnya dihasilkan kembali oleh reaksi (2) sehingga untuk

reaksi keseluruhannya menjadi :

A + B + C – AB + C

Contohnya : BaCO3, Na2CO3

2. Katalis heterogen

Katalis heterogen yaitu katalis yang ada dalam fase yang

berbeda dengan pereaksi dalam reaksi kimia yang dikatalisisnya.

Satu contoh sederhana yaitu bahwa katalis yang menyediakan

200

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 201: MTB Bab 5 Hal 159-165

suatu permukaan dimana pereaksi (substrat) untuk sementara

terjerat. Ikatan dalam substrat menjadi lemah sehhingga

memadai terbentuknya produk baru. Ikatan antara produk dan

katalis lebih lemah sehingga akhirnya terlepas.

Contohnya : BaCl, CaO

3. Katalis ziegler-natta

Katalis ziegler-natta merupakan campuran antara senyawa

titanium(III) klorida (TiCl3) atau titanium(IV) klorida (TiCl4) dan

senyawa aluminium trietil (Al (C2H5)3). Pada proses polimerisasi

alolefin menggunakan katalis ini.

Pada pengarbonan padat biasanya dipakai arang yang

dicampur dengan 10% - 40% Na2CO3 dan BaCO3. Baja dimasukkan

ke dalam campuran ini, kemudian ditempatkan pada suatu kotak dan

ditutup rapat. Lalu dipanaskan pada temperatur 850 0C – 950 0C.

Temperatur ini adalah temperatur austenit paduan besi karbon yang

mempunyai bentuk kisi kristal kubik pemusatan sisi (FCC). Bentuk

kisi ini mempunyai jarak atom yang lebih besar sehingga

interstisinya memungkinkan ditempati oleh atom karbon, dengan

demikian permukaan baja akan mempunyai kadar karbon yang

tinggi. Kandungan karbon akan bervariasi arahnya dalam menuju

inti. Dikarenakan pada saat proses pengarbonan terjadi pemanasan

pada suhu tinggi dan dalam waktu yang lama, maka akan dihasilkan

struktur baja yang kasar. Dimensi struktur mikro juga sangat

berpengaruh terhadap kekerasan baja.

Pada pack carburizing terdapat perubahan sifat pada spesimen

yaitu :

1. Sifat fisik

Apabila dilihat secara kasat mata, sifat fisik yang dimiliki

spesimen tidak mengalami perubahan tetapi jika ditimbang maka

berat spesimen akan mengalami perubahan berat.

201

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 202: MTB Bab 5 Hal 159-165

2. Sifat mekanik

Spesimen yang telah di pack carburizing akan mengalami

perubahan sifat mekanik yaitu akan lebih keras khususnya pada

permukaan karena adanya penambahan unsur karbon.

3. Sifat kimia

Untuk sifat kimia sendiri, spesimen akan mengalami

perubahan kandungan kimia dikarenakan adanya penambahan

unsur karbon setelah di pack carburizing.

6.2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pack carburizing

1. Holding Time

Semakin lama waktu penahanan, maka proses difusi akan

semakin dalam sehingga akan membuat kekerasannya meningkat.

Total kedalaman yang dicapai pada temperatur tertentu

dinyatakan sebagai fungsi waktu sebagai berikut :

y = k t

dimana : y = total kedalaman difusi

k = konstanta yang tergantung material

t = waktu penahanan

2. Temperatur

Temperatur yang tinggi akan menyebabkan arang lebih

mudah berdifusi masuk mengisi celah-celah kosong diantara

butiran atom sehingga akan meningkatkan kekerasan

3. Bahan pengarbonan (arang)

Arang juga menetukan terhadap proses kekerasan.

Penggunaan arang batok akan berbeda dengan menggunakan

arang jati karena memiliki kandungan karbon berbeda.

4. Proses quenching

Quenching juga akan berpengaruh terhadap kekerasan

hasil pack carburizing. Semakin cepat proses quenching maka

hasil kekerasan akan semakin tinggi.

202

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 203: MTB Bab 5 Hal 159-165

5. Kadar karbon

Merupakan salah satu hal yang mempengaruhi pack

carburizing. Semakin tinggi kadar karbon pada spesimen maka

presentase terjadinya carburizing akan semakin kecil. Hal ini

terjadi karena ketika spesimen mengandung banyak karbon

maka karbon yang akan dimasukkan ke dalam spesimen melalui

pack carburizing akan semakin sulit masuk secara difusi.

6.3. Pelaksanaan Pengujian

6.3.1. Alat Yang Digunakan Dalam Pengujian

1. Kotak baja

Gambar 6.7 : Kotak BajaSumber : Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin Fakultas

Teknik Universitas Brawijaya

203

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 204: MTB Bab 5 Hal 159-165

2. Dapur listrik

Gambar 6.8 : Dapur ListrikSumber : Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin Fakultas

Teknik Universitas Brawijaya

3. Microhardness Vickers Tester

Gambar 6.9 : Microhardness Vickers TesterSumber : Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin Fakultas

Teknik Universitas Brawijaya

204

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 205: MTB Bab 5 Hal 159-165

4. Alat penimbang

Gambar 6.10 : Alat PenimbangSumber : Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin Fakultas

Teknik Universitas Brawijaya

5. Media pendingin

6. Kertas gosok

Gambar 6.11 : Kertas GosokSumber : Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin Fakultas

Teknik Universitas Brawijaya

205

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 206: MTB Bab 5 Hal 159-165

6.3.2. Bahan Yang Digunakan Dalam Pengujian

- Bahan yang digunakan ;

1. Baja

2. Carbon (arang) + natrium carbonat

3. Air

4. Clay

- Komposisi kimia spesimen

Spesimen yang digunakan adalah baja assab 760 dengan

komposisi:

1. Mangan (Mn) : 0,5%

2. Silikon (Si) : 0,25%

6.3.3. Pergeseran Titik Eutectoid

Tabel 6.1 Komposisi baja assab 760

Komposisi

bahan

Presentase Titik

eutectoid

Komposisi

eutectoid

Mangan (Mn) 0,5 725 0,74

Silikon (Si) 0,25 730 0,72

Tc = (725.0,74) + (730.0,72) = 727,47

0,74 + 0,72

% C = (725.0,74) + (730.0,72) = 0,729 %

725 + 730

206

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 207: MTB Bab 5 Hal 159-165

Keterangan : Fe – Fe3C

Pergeseran Titik Eutectoid

Gambar 6.12 : Pergeseran Titik Eutectoid

6.3.4. Bentuk Dimensi Spesimen

SKALA : 1:1SATUAN : mmGambar 6.13 : Bentuk dan Dimensi Spesimen

6.3.5. Prosedur Pengujian

1. Siapkan kotak baja dan bersihkan dari terak-terak yang masih

menempel

2. Siapkan arang, natrium karbonat, serta alat penimbang

3. Bersihkan benda uji dan terak/kotoran yang masih menempel

207

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 208: MTB Bab 5 Hal 159-165

4. Timbang arang, Na2CO3 sesuai dengan komposisi yang

ditentukan

5. Campurkan arang, Na2CO3 yang telah ditimbang dan masukkan

ke dalam kotak baja

6. Masukkan benda uji ke dalam kotak baja

7. Setelah semua bahan dimasukkan ke dalam kotak baja,

masukkan kotak baja ke dalam dapur furnace dan dilakukan

pemanasan serta holding

8. Setelah pemanasan selesai, dilakukan pendinginan pada media

pendingin

9. Setelah pendinginan selesai, potong benda uji menjadi 2 bagian

10. Dilakukan pengujian kekerasan pada permukaan benda uji yang

telah dihaluskan sebelumnya menggunakan amplas

11. Lakukan pengujian kekerasan pada permukaan benda uji yang

telah dipotong, ambil 5 titik percobaan

6.4. Hipotesa

1. Perlakuan panas carburizing mempengaruhi sifat mekanik permukaan

material

2. Variasi temperatur mempengaruhi kedalaman pergeseran karena bila

temperatur tinggi menyebabkan arang mudah berdifusi masuk dan

mengisi celah-celah kosong diantara butiran atom

3. Variasi holding time mempengaruhi kedalaman pergeseran, karena

semakin lama holding time maka proses difusi akan semakin dalam

4. Semakin cepat waktu pendinginan maka kekerasan akan semakin

meningkat karena struktur martensite lebih banyak terbentuk

5. Variasi bahan pengarbonan (arang) mempengaruhi kekerasan karena

semakin banyak kadar karbon maka presentase terjadinya carburizing

semakin kecil

208

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 209: MTB Bab 5 Hal 159-165

209

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 210: MTB Bab 5 Hal 159-165

6.5. Pengolahan Data

6.5.1. Data Kelompok

Suhu : 800 0C

Holding Time : 30 menit

Media Pendingin : Air

Titik Jarak Dari Tepi Kekerasan Rata-rata

1 500

389,8

387,5666667385,4

387,5

2 1000

372,5

374,0666667374,6

375,1

3 1500

362,3

361,2333333360,3

361,1

4 2000

358,3

349,2666667343,1

346,4

5 2500

339,4

312,2333333261,6

335,7

210

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 211: MTB Bab 5 Hal 159-165

Data Tanpa Perlakuan

Titik Jarak Dari Tepi Kekerasan Rata-rata

1 500

240,4

240,4240,4

240,4

2 1000

240,4

240,4240,4

240,4

3 1500

240,4

240,4240,4

240,4

4 2000

240,4

240,4240,4

240,4

5 2500

240,4

240,4240,4

240,4

211

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 212: MTB Bab 5 Hal 159-165

6.5.2. Data Antar Kelompok

A. Suhu Sama Media Pendingin Beda

Suhu : 800 0C

Holding Time : 30 menit

Media Pendingin : Air

Titik Jarak Dari Tepi Kekerasan Rata-rata

1 500

389,8

387,5666667385,4

387,5

2 1000

372,5

374,0666667374,6

375,1

3 1500

362,3

361,2333333360,3

361,1

4 2000

358,3

349,2666667343,1

346,4

5 2500

339,4

312,2333333261,6

335,7

212

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 213: MTB Bab 5 Hal 159-165

Suhu : 800 0C

Holding Time : 30 menit

Media Pendingin : Oli

Titik Jarak Dari Tepi Kekerasan Rata-rata

1 500

368,4

361,6666667356,4

360,2

2 1000

350,6

347,3344,9

346,4

3 1500

334

327,1333333323,7

323,7

4 2000

317,5

316,3333333315,4

316,1

5 2500

308,5

307,7666667305,7

309,1

213

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 214: MTB Bab 5 Hal 159-165

B. Suhu Beda Media Pendingin Sama

Suhu : 800 0C

Holding Time : 30 menit

Media Pendingin : Air

Titik Jarak Dari Tepi Kekerasan Rata-rata

1 500

389,8

387,5666667385,4

387,5

2 1000

372,5

374,0666667374,6

375,1

3 1500

362,3

361,2333333360,3

361,1

4 2000

358,3

349,2666667343,1

346,4

5 2500

339,4

312,2333333261,6

335,7

214

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 215: MTB Bab 5 Hal 159-165

Suhu : 950 0C

Holding Time : 30 menit

Media Pendingin : Air

Titik Jarak Dari Tepi Kekerasan Rata-rata

1 500

1017,5

1035,7333331083,4

1006,3

2 1000

905,3

905,3909,4

901,2

3 1500

794,5

794,6666667799

790,5

4 2000

790,9

790,2785,4

794,3

5 2500

790,9

786,9666667784,6

785,4

215

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 216: MTB Bab 5 Hal 159-165

216

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Gam

bar 6

.14

: Gra

fik P

erba

ding

an S

uhu

8000 C

Hol

ding

30

Men

it de

ngan

Tan

pa P

erla

kuan

Page 217: MTB Bab 5 Hal 159-165

6.6. Pembahasan

6.6.1. Data Kelompok

Pada grafik spesimen tanpa perlakuan dapat dilihat bahwa

hubungan antara jarak dari tepi spesimen dengan kekerasan yaitu

sama besar 240 VHN. Sedangkan pada spesimen yang di pack

carburizing dengan suhu 800 0C dan di holding selama 30 menit

dengan media pendingin air memiliki kekerasan yang berbeda di

setiap titiknya. Pada jarak 500 dari tepi spesimen memiliki nilai

kekerasan yang paling tinggi diantara lainnya yaitu 387,57 VHN.

Hal ini disebabkan karena karbon telah masuk secara menyeluruh di

bagian permukaan yang disebabkan kedalaman yang dicapai sebesar

0,3 mm dari luar permukaan. Pada jarak 1000 dari tepi, nilai

kekerasannya menurun menjadi 374,07 VHN. Hal ini terjadi karena

karbon tidak dapat berdifusi secara menyeluruh sehingga akan

menurunkan kekerasan. Begitu juga pada jarak 1500, 2000, dan

2500 kekerasannya semakin menurun. Semakin dalam dari luar

permukaan spesimen maka nilai kekerasannya semakin rendah,

karena karbon (arang) hanya mampu berdifusi ke dalam sebagian

spesimen dan tidak secara menyeluruh.

217

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 218: MTB Bab 5 Hal 159-165

218

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Gam

bar 6

.15

: Gra

fik P

erba

ding

an S

uhu

Sam

a de

ngan

Med

ia P

endi

ngin

Ber

beda

Page 219: MTB Bab 5 Hal 159-165

6.6.2. Data Antar Kelompok

a. Suhu sama media pendingin berbeda

Pada proses pack carburizing dengan suhu 800 0C dan

menggunakan media pendingin air, maka kekerasannya semakin

turun dari jarak 500-2500 dari tepi spesimen seperti yang

ditunjukkan pada grafik perbandingan antara suhu sama dengan

media pendingin berbeda. Pada suhu yang sama 800 0C tetapi

media pendingin yang digunakan adalah oli, kekerasan spesimen

juga akan turun dari jarak 500-2500 dari tepi. Dari grafik juga

dapat dilihat, spesimen yang didinginkan menggunakan media

pendingin air memiliki kekerasan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan media pendingin oli. Hal ini disebabkan

air memiliki waktu pendinginan yang lebih cepat sehingga

struktur martensite yang terbentuk lebih banyak dibandingkan

media pendingin oli.

Pada grafik dapat dilihat bahwa kekerasan tertinggi yaitu

sebesar 387,57 VHN. Hal ini berbeda dengan teori bahwa

material yang didinginkan secara cepat akan merubah fase

menjadi martensite yang memiliki kekerasan 650-700 VHN.

Penyimpangan ini disebabkan adanya perlakuan panas lanjut

pada spesimen yang di carburizing. Secara umum proses

pendinginan cepat (quenching) dilakukan setelah di carburizing,

baja didinginkan secara perlahan kemudian dipanaskan kembali

sampai di atas A3, ditahan untuk beberapa saat sehingga akan

berubah fase menjadi austenit dan selanjutnya baja didinginkan

secara cepat ke dalam media pendingin air. Metode pemanasan

ini memiliki kekurangan yaitu kekerasan permukaan baja akan

turun. Kondisi ini disebabkan pemanasan yang mengakibatkan

sebagian atom akan berdifusi lebih dalam dan sebagian atom

pada bagian permukaan terluar terlepas.

219

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 220: MTB Bab 5 Hal 159-165

220

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Gam

bar 6

.16

: Gra

fik P

erba

ndin

gan

Suhu

Ber

beda

den

gan

Med

ia P

endi

ngin

Sam

a

Page 221: MTB Bab 5 Hal 159-165

b. Suhu berbeda media pendingin sama

Pada grafik terlihat bahwa proses pack carburizing yang

dilakukan pada suhu 800 0C dengan menggunakan media

pendingin air memiliki kekerasan yang semakin menurun mulai

dari jarak 500-2500 dari tepi spesimen yaitu sebesar 387,57 ;

374,07 ; 361,23 ; 349,27 ; 312,23 VHN. Begitu juga pada suhu

950 0C dengan menggunakan media pendingin air, kekerasannya

juga semakin turun dari jarak 500-2500 dari tepi spesimen yaitu

sebesar 1035,73 ; 905,3 ; 794,67 ; 790,2 ; 786,97 VHN. Seperti

yang ditunjukkan pada grafik. Jika dilihat dari grafik dapat

ditarik kesimpulan bahwa pada proses pack carburizing semakin

jauh dari tepi spesimen maka kekerasan akan semakin menurun.

Hal ini disebabkan semakin ke dalam maka proses difusi akan

semakin sulit sehingga kekerasannya rendah. Dan pada suhu 950 0C kekerasan lebih tinggi dari pada suhu 800 0C karena suhu

pemanasan yang lebih tinggi akan mengakibatkan jarak antar

molekul semakin besar sehingga karbon lebih mudah berdifusi

ke dalam sehingga kekerasan semakin meningkat.

Jika dilihat dari grafik, kekerasan tertinggi ketika suhu 800 0C yaitu sebesar 387,57 VHN. Hal ini berbeda dengan teori

bahwa material yang didinginkan secara cepat akan merubah

fase menjadi martensite yang memiliki kekerasan 650-700

VHN. Penyimpangan ini disebabkan adanya perlakuan panas

lanjut pada spesimen yang di carburizing. Secara umum proses

pendinginan cepat (quenching) dilakukan dengan cara yakni

setelah di carburizing, baja didinginkan secara perlahan

kemudian dipanaskan kembali sampai di atas A3, ditahan untuk

beberapa saat sehingga akan berubah fase menjadi austenit dan

selanjutnya baja didinginkan secara cepat ke dalam media

pendingin air. Metode pemanasan ini memiliki kekurangan yaitu

221

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 222: MTB Bab 5 Hal 159-165

kekerasan permukaan baja akan turun. Kondisi ini disebabkan

pemanasan yang mengakibatkan sebagian atom akan berdifusi

lebih dalam dan sebagian atom pada bagian permukaan terluar

terlepas.

6.7. Kesimpulan dan Saran

6.7.1. Kesimpulan

1. Proses pack carburizing dipengaruhi oleh suhu pemanasan,

dimana semakin tinggi suhu pemanasan maka nilai kekerasan

juga akan meningkat

2. Proses pack carburizing dipengaruhi oleh media pendingin,

dimana media pendinginan akan berpengaruh terhadap waktu

pendinginan. Semakin cepat waktu pendinginan maka nilai

kekerasannya akan semakin tinggi

3. Proses case hardening menyebabkan permukaan suatu material

semakin keras. Semakin jauh dari permukaan maka kekerasan

juga semakin berkurang

6.7.2. Saran

1. Sebaiknya praktikan dapat melihat secara langsung proses pack

carburizing agar praktikan lebih memahami tentang proses pack

carburizing.

2. Sebaiknya praktikan bisa melakukan pengujian kekerasan

sendiri agar praktikan mengetahui dan dapat mengoperasikan

alat microhardness vickers tester.

222

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 223: MTB Bab 5 Hal 159-165

223

Laporan Praktikum Uji Material Semester Genap 2015 / 2016

Page 224: MTB Bab 5 Hal 159-165