FASE INFLAMASI
Reaksi awal terhadap luka dapat dikelompokkan ke dalam respon vaskular
dan selular, yang secara keseluruhan bermanifestasi dalam bentuk respon
inflamasi (gambar 7.6). Pada proses luka awal, terjadi vasodilatasi lokal,
kebocoran cairan dan darah ke dalam ruang ekstravaskular dan blok drainase
limfatik yang menimbulkan 5 tanda kardinal inflamasi yaitu: rubor (kemerahan),
tumor (bengkak), kalor (panas), dolor (nyeri) dan functio lesa (hilangnya fungsi).
Respon inflamasi akut tersebut biasanya berakhir dalam 24-48 jam dan dapat
disalahinterpretasikan sebagai proses infeksi. Meskipun biasanya berakhir dalam
1-2 hari, reaksi tersebut dapat bertahan hingga 2 minggu pada beberapa kasus dan
berkembang menjadi inflamasi kronis.
Luka pada jaringan menyebabkan rusaknya pembuluh darah yang diikuti
perdarahan yang akan mengaktifkan keratinosit untuk melepaskan interleukin-1
(IL-1). Platelet, sel pertama yang muncul setelah terjadi luka, tidak hanya
membantu proses hemostasis namun juga menginisiasi kaskade penyembuhan
luka melalui pelepasan mediator penting meliputi kemoatraktan dan faktor
pertumbuhan seperti platelet derived growth factor (PDGF), epidermal growth
factor (EGF), dan TGF-β1.5,6 Beberapa peneliti menjelaskan proses penyembuhan
luka terjadi dalam 4 tahap, yaitu: hemostasis, inflamasi, proliferasi dan
remodelling, yang menitikberatkan pentingnya platelet dalam proses
penyembuhan luka. Sebagai respon terhadap kemoatraktan dan sitokin, leukosit
(termasuk neutrofil dan makrofag) menginfiltrasi area luka dan membersihkan
debris jaringan yang rusak serta partikel asing. Sel lain yang menginfiltrasi seperti
sel mast, basofil dan eosinofil berpartisipasi dalam inflamasi dengan melepaskan
zat kimiawi atau protease. Dalam jaringan, monosit teraktivasi dan berubah
menjadi makrofag. Selain sebagai fagositosis, makrofag memproduksi beberapa
faktor pertumbuhan dan sitokin penting untuk inisiasi pembentukan jaringan
granulasi.
Respon Vaskular
Pada tahap awal, vasokonstriksi menyebabkan pembuluh darah kecil yang
terluka ditekan secara bersamaan. Hal tersebut menginduksi sifat lengket di dalam
lapisan endotel yang mampu menutup pembuluh darah. Beberapa saat setelahnya,
histamin yang berasal dari sel mast, basofil dan platelet dilepaskan ke area
tersebut yang akan menyebabkan terjadinya vasodilatasi dan kebocoran darah
serta peningkatan permeabilitas dinding endotel.
Dengan menggunakan luka insisi bedah sebagai model konseptual, seseorang
dapat dengan mudah membayangkan bahwa terdapat perdarahan akibat rusaknya
pembuluh darah dan ekstravasasi komponen darah. Oleh sebab itu, langkah awal
utama dari penyembuhan luka adalah proses hemostasis.7 Hemostasis terbagi ke
dalam 2 tahap yaitu: perkembangan bekuan fibrin, dan koagulasi (tabel7.2).
Platelet merupakan sel pertama yang muncul setelah terbentuk luka. Dengan
adanya luka pada sel endotel dan pembuluh darah, kolagen dan protein matriks
ekstraseluler lain terpajan. Palatelet, yang diaktifkan oleh trombin yang dihasilkan
secara lokal di tempat terjadinya perlukaan pembuluh darah, akan memicu adhesi
dan agregasi matriks ekstraseluler yang terpajan, terutama kolagen fibril. Pada
saat aktivasi, platelet melepaskan banyak mediator dari dalam granulanya meliputi
serotonin, adenosin difosfat (ADP), tromboksan A2, fibrinogen, fibronektin,
trombospondin dan faktor von Willebrand VIII. Melalui induksi senyawa kimia
tersebut, platelet yang lewat melekat pada matriks ekstraseluler yang terpajan dari
dinding endotel,mengakibatkan sumbat platelet yang relatif tidak stabil yang
sementara menutup pembuluh darah kecil yang terluka. Secara bersamaan, sel
endotel menghasilkan prostasiklin yang menghambat agregasi platelet sehingga
membatasi perluasan agregasi platelet. Fibrinogen yang berasal dari platelet
dikonversi oleh trombin menjadi fibrin yang akan diletakkan ke dalam dan di
sekitar sumbat platelet dan membentuk bekuan fibrin yang lebih stabil yang akan
menghambat atau menghentikan perdarahan. Bekuan fibrin tersebut juga berperan
sebagai matriks rangka8 (disebut matriks sementara) yang berfungsi untuk migrasi
leukosit, fibroblas dan sel endotel, serta berfungsi sebagai tempat penyimpanan
faktor pertumbuhan. Selain itu, platelet mempengaruhi infiltrasi leukosit dengan
melepaskan faktor kemotaktik. Platelet juga memicu regenerasi jaringan baru
dengan melepaskan beberapa faktor pertumbuhan yang akan berpengaruh pada
perbaikan luka. Faktor pertumbuhan tersebut meliputi TGF-α, TGF-β, PDGF, dan
EGF. Faktor tersebut memiliki pengaruh kuat dalam memicu migrasi sel,
proliferasi dan pembentukan jaringan granulasi. Fungsi tersebut menunjukkan
bahwa platelet tidak hanya berperan penting dalam hemostasis namun juga secara
signifikan berkontribusi dalam re-epitelisasi, fibroplasia, dan angiogenesis.9
PDGF baru-baru ini dilaporkan mempengaruhi fase penyembuhan luka secara
berbeda. Dalam fase inflamasi, pada hari ke-4 setelah terjadi luka, PDGF bekerja
dengan menginisiasi migrasi keratinosit dan fibroblas, dan memicu pembentukan
jaringan granulasi dan angiogenesis. Namun, respon inflamasi yang memanjang
dan proliferasi sel mencegah migrasi sel epitel, terutama penundaan terhadap
proses reepitelisasi.9
Tahap kedua dari hemostasis adalah koagulasi, yang terbagi ke dalam 2 jalur
yaitu intrinsik dan ekstrinsik, keduanya bersatu pada titik dimana faktor X
teraktivasi. Jaringan yang luka melepaskan lipoprotein yang dikenal dengan faktor
jaringan, yang mengaktifkan jalur koagulasi ekstrinsik. Monosit yang teraktivasi
dan sel endotel juga mengekspresikan faktor jaringan tersebut pada permukaannya
dan berpartisipasi dalam koagulasi. Agregasi platelet memicu enzim spesifik
dalam darah yang disebut faktor Hageman XII untuk menginisiasi kaskade
koagulasi intrinsik dengan serangkaian proenzim pengkonversi untuk
mengaktifkan enzim, yang berujung pada proses transformasi protrombin menjadi
trombin. Proses tersebut akan mengkonversi fibrinogen terlarut menjadi fibrin
fibrous tak larut. Selain koagulasi, trombin memiliki efek multipel pada platelet,
makrofag, fibroblas dan sel endotel.
Respon Seluler
- Leukosit
Fase inflamasi dari penyembuhan luka terjadi karena adanya influks sel darah
putih ke dalam area perlukaan. Segera setelah terjadi luka, leukosit (PMN) mulai
menempel pada endothelium yang lengket dari venula. Dalam 1 jam dari onset
inflamasi, seluruh tepi endotel dari venula tertutup dengan neutrofil (disebut
dengan istilah marginasi). Segera setelahnya, leukosit PMN memulai aktivitas
ameboid dengan memasukkan proyeksi sempit ke dalam pertemuan antrar sel
endotel, lalu melepaskan faktor kemotaktik. Pada awal fase inflamasi, neutrofil
dan monosit merupakan sel yang dominan pada sisi luka (gambar 7.6). Pada tahap
selanjutnya dalam proses inflamasi, jumlah neutrofil turun dan makrofag (yang
berasal dari monosit) menggantikan dominasi.
Neutrofil, sel darah putih pertama yang datang, dan monosit ditarik menuju
luka melalui faktor kemotaktik yang dilepaskan dari sel mast (tabel 7.3) atau
diproduksi oleh kaskade koagulasi. Senyawa yang dilepaskan oleh sel mast,
seperti tumor necrosis factor (TNF), histamin, protease dan beberapa senyawa
lainnya seperti leukotrien dan sitokin (interleukin), mewakili sinyal kemotaktik
untuk rekruitmen leukosit. Faktor pertumbuhan PDGF dan TGF-β merupakan
faktor kemotaktik poten bagi leukosit. Faktor kemotaktik dari proses koagulasi
(kallikrein, fibrinopeptda yang dilepaskan dari fibrinogen, dan produk degradasi
fibrin) juga berperan dalam meningkatkan ekspresi molekul adhesi interseluler
penting. Molekul adhesi yang ekspresinya sudah ditingkatkan memfasilitasi
interaksi antar sel. yang akan memperantarai diapedesis dari neutrofil. Sel endotel
vaskular yang sebelumnya dianggap sebagai ‘penonton’ dalam proses
inflamasi,saat ini dipercaya berperan aktif dalam memfasilitasi migrasi leukosit.
Neutrofilmelepaskan elastase dan kolagenase yang tampaknya meningkatkan
perjalanannya melewati pembuluh darah membrana basalis. Ketika sampai pada
tempat terjadinya luka, reseptor integrin yang ditemukan pada permukaan
neutrofil meningkatkan interaksi matriks. Proses tersebut menyebabkan neutrofil
menjalankan fungsinya dalam membunuh dan memfagositosis bakteria dan
protein matriks yang rusak di dalam bantalan luka. Infiltrasi neutrofil normalnya
berakhir dalam beberapa hari saja. Adanya kontaminasi luka akan memperpanjang
keberadaan neutrofil di dalam luka. Eosinofil juga memiliki kapasitas fagositosis
yang rendah, namun berbeda dengan basofil. Basofil mengandung histamin yang
dilepaskan secara lokal setelah terjadi luka untuk berperan dalam peningkatan
permeabilitas vaskular awal (tabel 7.3).
Monosit bermigrasi dari pembuluh kapiler ke dalam ruang jaringan; ketika
sampai di dalam jaringan, monosit teraktivasi dan berubah menjadi sel fagositik
yang lebih besar-disebut makrofag. Monosit dan makrofag kemudian menjadi sel
dominan dalam inflamasi. Monosit awalnya ditarik menuju tempat luka oleh
beberapa kemoatraktan yang sama dengan kemoatraktan penarik neutrofil, dimana
proses penarikan tersebut berlanjut melalu sinyal yang dilepaskan oleh
kemoatraktan spesifik monosit, seperti monocyte chemoattractan protein-1(MCP-
1).11 Produkdegradasi matriks ekstraseluler-fragmen kolagen, fragmen fibronektin,
dan trombin-juga merupakan kemoatraktan yang spesifik untuk monosit.12
Makrofag berperan penting dalam dalam perbaikan dan dipertimbangkan sebagai
sel regulator terpenting dalam reaksi inflamasi selama proses penyembuhan luka
(tabel 7.4). Makrofag memfagositosis, mencerna dan membunuh organisme
patogen, memakan debris jaringan, dan menghancurkan sisa neutrofil yang ada.
Setelah berikatan dengan membran ekstraseluler, fagositosis bakteri, seluler dan
jaringan serta destruksi lanjutan diselesaikan dengan melepaskan intermediet
oksigen aktif secara biologis dan protein enzimatis. Seluruh proses penting yang
dikerjakan oleh monosit/makrofag tersebut menyebabkan induksi angiogenesis
dan pembentukan jaringan granulasi.
Makrofag mampu bertoleransi terhadap kondisi hipoksia berat dengan baik.
Hal tersebut dapat menjelaskan mengapa makrofag seringkali ditemukan dalam
inflamasi kronis. Makrofag juga melepaskan faktor kemotaktik (sebagai contoh
fibronektin) yang menarik fibroblas menuju luka dan berperan dalam melokalisasi
inflamasi dan adhesi fibroblas terhadap fibrin selama transisi antara fase inflamasi
menuju fase proliferasi dari proses penyembuhan luka. Makrofag tampaknya
dapat meningkatkan deposisi kolagen karena deplesinya ditandai dengan
penurunan deposisi kolagen dalam luka.13 Pada kondisi dimana makrofag
menghilang, fibroblas yang bermigrasi menuju tempat perlukaan jumlahnya
berkurang dan alam keadaan imatur. Potensial angiogenikmakrofag juga telah
ditunjukkan dengan induksi neovaskularisasi pada kornea menggunakan model
tikus dengan faktor pertumbuhan yang berasal dari makrofag. Pertumbuhan
pembuluh darah baru mengikuti gradien faktor angiogenik yang dihasilkan oleh
makrofag hipoksik, karena makrofag tidak menghasilkanfaktor angiogenik
tersebut pada lingkungan penuh dengan oksigen atau anoksia. Makrofag dapat
dianggap sebagai pabrik untuk produksi faktor pertumbuhan, untuk sintesis dan
sekresi PDGF, fibroblast growt factor (FGF), vascular endothelial growth factor
(VEGF), TGF-β, dan TGF-α.14 Sitokin tersebut berperan penting dalam
menginduksi migrasi dan proliferasi sel, serta produksi matriks. Oleh sebab itu,
makrofag dianggap penting dalam transisi antara proses inflamasi dan
penyembuhan luka.
- Sel Mast
Perhatian terhadap peran sel mast dalam proses penyembuhan luka semakin
meningkat. Penelitian mengungkapkan bahwa sel mast kulit, yang biasanya
terletak di dekat pembuluh darah dan saraf dalam dermis teraktivasi secara
langsung oleh sinyal imunologis dan stimulus dari saraf asalnya, serta berbagai
stimulus fisik, kimiawi, atau mekanis. Sesaat setelah dirangsang oleh luka
jaringan secara langsung, sel mast segera teraktivasi dengan cara berdegranulasi
dan melepaskan mediator (tabel 7.3), seperti histamin dan TNF, yang penting
untuk memicu respon inflamasi dan mempengaruhi sel endotel lokal,
mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular. Sel mast
secara aktif berpartisipasi dalam regulasi hemostasis dengan melepaskan senyawa
seperti platelet activating factor (PAF), heparin, triptase, kimase, dan t-
plasminoen activator (t-PAF).Selain itu, TNF, histamin, protease, dan senyawa
lain seperti leukotrien dan sitokin (interleukin) berperan dalam memberikan sinyal
kemotaktik untuk penarikan leukosit. Selanjutnya, histamin, heparin, sitokin dan
faktor pertumbuhan yang dilepaskan dari sel mast (seperti PDGF, VEGF, TGF,
dan FGF) juga memperantarai proses angiogenesis, deposisi matriks ekstrasleuler
dan remodelling.
Mediator kimia pada inflamasi
Sejumlah senyawa kimia terlibat dalam inisiasi dan kontrol inflamasi.
Senyawa tersebut bekerja secara bersamaan; beberapa bersifat protagonis dan
lainnya bersifat antagonis terhadap inflamasi. Aksi dari beberapa senyawatersebut
dapat bersifat sinergis, sedangkan peran pastinya belum dapat sepenuhnya
dijelaskan.
- Histamin
Salah satu dari banyak senyawa yang dilepaskan dari dalam granula sel mast
adalah histamin. Sel mast merupakan sumber utama produksi histamin yang juga
ditemukan pada platelet darah dan basofil. Histamin bekerja pada reseptor
histamin tipe 1 (H1) dan menyebabkan dilatasi arteriol serta meningkatkan
permeabilitas venula. Ketika kadar histamin dalam sel mast turun, atau reseptor
H1 diblok, peningkatan awal dalam permeabilitas vaskular tertunda. Aktivitas
penyembuhan luka yang ditingkatkan oleh histamin telah dilaporkan diperantarai
oleh aktivitas basic FGF (bFGF) yang akan menyebabkan proses angiogenesis.15
Selain histamin, granula sel mast juga dilepaskan saat terjadi luka, yang
mengandung sejumlah material aktif termasuk serotonin dan heparin yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas venula dalam waktu singkat. Heparin,
sebuah antikoagulan berfungsi untuk mencegah koagulasi dari cairan jaringan
yang berlebihan dan komponen darah selama fase awal respon inflamasi.
- Serotonin
Serotonin, atau 5-hidroksitriptamin (5-HT) dilepaskan dari platelet dan sel
mast dan merupakan vasokonstriktor poten, dan dianggap tidak memiliki efek
yang signifikan dalam permeabilitas vaskular pada manusia. Namun, serotonin
tampaknya terlibat dalam aktivitas lain terkait fase lanjutan penyembuhan luka,
seperti proliferasi fibroblas dan persilangnan molekul kolagen. Persilangan
molekul kolagen tidak hanya mempengaruhi kekuatan tegangan jaringan luka
baru terbentuk yang diinginkan namun juga bertanggungjawab untuk beberapa
efek negatif pembentukan jaringan luka seperti kekerasan, dan kurangnya
kekenyalan dari adhesi fibrosa yang tidak diinginkan.
- Kinin
Kinin merupakan peptida yang aktif secara biologis dan hampir tidak dapat
dibedakan yang terdapat dalam area destruksi jairngan. Kinin yang paling
umum,bradikinin, merupakan senyawa inflamasi poten yang dilepaskan dari
protein plasma dalam jaringan yang luka oleh enzim plasma, kallikrein. Aksi dari
kinin pada mikrovaskulatur mirip dengan histamin, yaitu sebagai vasodilator
poten. Kinin dihancurkan dengan cepat olej protease jaringan, menunjukkan
bahwa peran pentingnya bersifat terbatas hanya di tahap inflamasi awal dari
penyembuhan luka.
- Prostaglandin
Prostaglandin (PGs) merupakan senyawabiologis poten dan dihasilkan oleh
hampir smeua sel tubuh sebagai respon terhadap kerusakan membran sel. KEtika
membran seluler berubah, kandungan fosfolipidnya dihancurkan oleh enzim
fosfolipase yang menyebabkan pembentukan asam arakidonat. Oksidasi asam
arakidonat oleh enzim lipoksigenase membentuk serangkaian senyawa poten,
leukotrien. Beberapa jenis leukotrien melakukan kombinasi untuk membentuk
slow reacting substance of anaphylaxis (SRS-A) yang mengubah permeabilitas
kapiler selama reaksi inflamasi.
Selanjutnya terjadi efek kaskade, saat asam arakidonat dikonversi oleh siklo-
oksigenase menjadi tromboksan dan beberapa prostaglandin. Kelas spesifik
prostaglandin tampaknya berperan mengontrol respon inflamasi lokal.
Prostaglandin E2 (PGE2) dapat meningkatkan permeabilitas vaskular dengan
bertindak sebagai antagonis vasokonstriksi, dan dengan aktivitas kemotaktiknya
menarik leukosit menuju area inflamasi lokal. Beberapa prostaglandin merupakan
proinflamasi (sebagai contoh, PGE2) dan bersinergi dengan senyawa inflamasi
lain seperti bradikinin. Prostaglandin proinflamasi diangap bertanggungjawab
untuk mensensitisasi reseptor nyeri, menyebabkan kondisi hiperalgesia terkait
reaksi inflamasi, sedangkan prostaglandin kelas lain berperan sebagai inhibitor.
Secara bersamaan, efek berlawanan dari prostaglandin tersebutt menghasilkan
suatu respon dengan kontrol yang ketat. Prostaglandin juga dapat mengatur proses
penyembuhan selama fase awal penyembuhan luka dengan membantu sintesis
mukopolisakarida.
Kortikosteroid seperti prednison dan AINS seperti aspirin merupakan obat
yang menghambat sintesis prostaglandin melalui inhibisi aktivtas siklooksigenase.
Dengan menekan respon inflamasi dan nyeri yang terkait dapat menjadi terapi
yang sesuai untuk inflamasi kronis namun tidak dianjurkan untuk respon inflamasi
akut normal.
Sistem komplemen
Sistem komplemen secara kolektif menjelaskan sebuah sistem mengenai 11
protein pokok, yang sebagian besar merupakan prekursor enzim. Seluruh protein
tersebut dapat muncul diantara protein plasma yang bocor dari pembuluh kapiler
ke dalam ruang jaringan. Ketika antibodi mengikat antigen, antibodi yang sama
juga mengikat molekul protein spesifik dari sistem komplemen. Proses tersebut
memicu sebuah kaskade reaksi berantai yang menghasilkan berbagai produk akhir
yang membantu mencegah kerusakan oleh invasi organisme tau toksin. Beberapa
dari produk akhir mengaktifkan fagositosis melalui peran neutrofil dan makrofag,
sementara produk lainnya meningkatkan lisis dan aglutinasi organisme
penginvasi. Produ lainya juga mengaktifkan sel mast dan basofil untuk
melepaskan histamin.
Faktor pertumbuhan
Berbagai istilah digunakan untuk memberi nama faktor pertumbuhan,
meliputi sitokin, interleukin, dan colony-stimulating factor.14 Beberapa penamaan
faktor pertumbuhan tidak menunjukan fungsi biologis primernya sehingga
nomenklaturnya menjadi suatu hal yang membingungkan. Sebagai contoh, PDGF
ditemukan dalam platelet namun juga ditemukan dalam keratinosit dan sel lain.5
Faktor pertumbuhan bekerja melalui reseptor permukaan sel dan dapat berikatan
pada reseptor tunggal atau multipel. Faktor pertumbuhan dapat berefek pada sel
asalnya (autokrin), pada sel tetangganya (parakrin) atau sel yang letaknya jauh
(eksokrin). Faktor pertumbuhan memiliki peran penting dan multipel dalam
proses penyembuhan luka (tabel 7.5). Banyak faktor pertumbuhan yang dihasilkan
oleh makrofag bersifat pleiotropik dan mempengaruhi proliferasi sel,
angiogenesis, dan sintesis matriks ekstrasleuler. Sebagai contoh, TGF-α berperan
penting dalam reepitelisasi luka, TGF-β1, -β2, dan – β3 memicu migrasi fibroblast
dan sel endotel dan deposisi matriks ekstraseluler oleh fibroblast selama
pembentukan jaringan granulasi. Sementara peningkatan TGF-β1 memicu
pembentukan jaringan luka, TGF-β3 justru menunjukkan efek anti pembentukan
jairngan luka.1 PDGF bersifat kemotaktik dan mitogenik bagi fibroblas dan sel
otot polos secara in vitro.5 PDGF juga bersifat kemotaktif terhadap monosit,
makrofag,16 dan neutrofil17 dan thrombin-activated platelet yang memiliki
aktivitas angiogenik.18
FASE PROLIFERASI
Respon inflamasi awal terhadap luka memberikan dasar yang penting untuk
produksi sawar (barrier) fungsional yang baru. Dalam fase penyembuhan ini,
aktivitas seluler lebih mendominasi. Proliferasi memerlukan pembentukan sawar
permeabilitas (reepitelisasi) yang diiringi dengan adanya pasokan darah yang
sesuai (angiogenesis) dan penguatan jaringan yang terluka (fibroplasia).
Reepitelisasi
Reepitelisasi adalah proses yang bertanggungjawab untuk mengembalikan
epidermis intak setelah terjadi luka pada lapisan kutaneus. Pada umumnya,
reepitelisasi melibatkan beberapa proses yaitu: migrasi keratinosist epidermis dari
tepian luka; proliferasi keratinosist yang berguna sebagai penunjang proses
migrasi epitel; diferensiasi neoepitel menuju epidermis dengan stratifikasi;
kembalinya zona membran basalis yang intak yang menghubungkan epidermis
dengan dermis di bawahnya; serta repopulasi sel khusus yang mengarahkan fungsi
sensoris (sel Merkel), pigmentasi (melanosist), dan fungsi imun (sel Langerhans)
Migrasi keratinosit
Migrasi keratinosit merupakan proses awal dalam reepitelisasi luka.
Keratinosit epidermis berespon pertama kali terhadap defek epidermis dengan
bermigrasi dari tepi bebas luka dalam 24 jam. Migrasi keratinosit pada luka yang
menebal sebagian juga terjadi dari sisa komponen pelengkap kulit, termasuk
folikel rambut (gambar 7.4). Perubahan dalam aktivitas keratinosit diperlukan
untuk terjadinya reepitelisasi. Dalam kondisi stabil tanpa luka, keratinosit basal
yang berbentuk kuboid saling berinteraksi melalui jembatan interseluler
desmosom dan dihubungkan dengan zona membrana basalisnya sendiri melalui
hemidesmosom. Sekitar 12 jam setelah perlukaan, sel epidermis menjadi memipih
dan memanjang, membentuk proyeksi menyerupai pseudopodi yang disebut
lamellipodia, kehilangan perlekatan antar sel dan ke matriksnya, meretraksi
tonofilamen intraselulernya dan membentuk filamen aktin pada tepi sitoplasma
sel. Saat sel epidermis bermigrasi, disisi lain potensial proliferasinya dihambat.
Mekanisme reepitelisasi luka telah diperdebatkan sejak lama namun hingga
saat ini masih belum mencapai titik terang. Migrasi keratinosit di atas permukaan
luka terjadi melalui beberapa cara. Teori yang akhir-akhir ini banyak diterima
yaitu teori ‘leap frog’ (lompatan katak)20, dimana sel epidermis bermigrasi sejauh
2 atau 3 panjang sel dari posisi awalnya dan bergeser atau berguling di atas sel
epidermis yang sebelumnya berimplantasi pada luka. Sel yang bermigrasi tersebut
kemudian terfiksasi, dan sel epidermis lain bermigrasi secara suksesif diatas sel
tersebut. Lapisan epidermis tersebut secara progresif berkembang dan menutup
defek epitel.
Keratinosit menggunakan reseptor integrin permukaannya untuk berinteraksi
dengan fibronektin yang berasal dari matriks penunjang yang kaya fibronektin
untuk membantu migrasi. Proses migrasi juga diatur oleh pengikatan keratinosit
melalui integrin pada molekul kolagen yang baru terbentuk pada bantalan luka.
Disosiasi selanjutnya dari pengikatan tersebut menyebabkan keratinosit berpindah
lebih jauh ke depan. Laporan penelitian terakhir menunjukkan bahwa keratinosit
dapat bermigrasi di atas tiap matriks yang terkait luka, seperti bekuan debris
terkait bekuan darah, dan oleh sebab itu migrasi tidak terbatas hanya pada matriks
yang baru terbentuk. 21 Fibronektin pada awalnya dihasilkan dari plasma, lalu
pada tahap lanjut dihasilkan baik oleh plasma maupun fibroblas, yang dapat
diambil dari keratinositnya sendiri yang bermigrasi.Hal tersebut menunjukkan
bahwa migrasi dari sel epitel menyediakan materialnya sendiri untuk kontinyuitas
migrasi selanjutnya. Diantara stimulus untuk proses reepitelisasi yang dianggap
penting yaitu TGF-β, faktor pertumbuhan keratinosit/keratinocyte growth factor
(KGF) dan EGF.
Keratinosit yang bermigrasi menghasilkan matriks metalloproteinasi (MMPs)
untuk menghancurkan matriks yang rusak. Contoh dari peran aktif keratinosit
basal dalam migrasi sel yaitu sekresi MMP-1 (kolagenase-1) saat kontak dengan
kolagen fibrilar, namun tidak terjadi saat kontak dengan membran basalis.22
MMP-1 merusak tiap perlekatan pada kolagen fibrilar dan mendrong migrasi
kontinyu dari keratinosit. Saat luka terepitelisasi, keratinosit berikatan pada
integrin α2β1, dan produksi MMP-1 berhenti. Spesifisitas yang dijelaskan di atas
tidak hanya berpengaruh pada hasil migrasi epitel namun juga pada pemeliharaan
arah dari bagian yang disebut sebagai ‘ephitelial tongue’ dari epitel.
- Proliferasi dan diferensiasi keratinosit
Reepitelisasi juga melibatkan peningkatan proliferasi dari keratinosit yang
terletak di belakang sel yang bermigrasi di bagian depan ‘ephitelial tongue’,
sehingga memastikan pasokan adekuat pada sel untuk bermigrasi dan menutup
luka. Saat migrasi berhenti, kemungkinan akibat inhibisi kontak, keratinosit
menempelkan dirinya pada substrat di bawahnya, menyusun membrana basalis
dan mengembalikan proses diferensiasi terminal untuk menghasilkan epidermis
stratifikasi yang baru. Proses tersebut dapat diamati pada pusat luka dimana
terdapat keratinosit lapisan tunggal, sementara di dekat tepi luka terdapat lapisan
multipel dari keratinosit stratifikasi. Di dekat tepi luka, diferensiasi dari
neoepidermis (keratin 1/10, filagrin dan loricrin) dan regenerasi dari hubungan
dermo-epidermis (laminin dan kolagen IV) lebih berkembang dibandingkan
dengan bagian pusat luka, dimana indeks proliferatif jumlahnya meningkat secara
signifikan.20
Diferensiasi epidermis merupakan proses yang terus berlangsung yang
menyeimbangkan prolierasi keratinosit dalam lapisan non-diferensiasi dan terus
berlanjut hingga luka ditutup oleh epidermis. Hal tersebut menunjukkan bahwa
inisiasi penyembuhan luka terutama bergantung pada migrasi keratinosit.21
Perbaikan zona membrana basalis
Pembentukan zona membran basalis intak/basement membrane zone (BMZ),
yang nromalnya terletak antara epidermis dan dermis, diperlukan untuk
menetapkan integritas dan fungsikulit. Dalam 7-9 hari proses pembentukan ulang
epidermis,BMZ kembali normal. BMZ membentuk sebuah struktur adhesi,
dimana bagian atasnya berfungsi sebagai tempat perlekatan untuk keratinosit
basal melalui pembentukan kompleks filamen hemidesmosome yang berfungsi
sebagai jangkar/kait; sementara itu bagian bawah menstabilkan pelekatan pada
dermis di bagian bawahnya melalui fibril pengait (gambar 7.8). Peran penting dari
protein BMZ individual dibuktikan oleh sekelompok penyakit bula yang dikenal
dengan epidermolisis bullosa (EB). Hal tersebut meliputi mutasi komponen
kolagen hemidesmosomalXVII pada EB atrofik, defek pada laminin-332 (atau
laminin-5) dari filamen pengait utama pada EB junctional, dan defisiensi fibril
pengait kolagen VII pada EB distrofik.23
- Kolagen
Zona membran basalis (BMZ) kulit terdiri atas protein matriks ekstraseluler,
dengan kolagen dan laminin sebagai komponen utama. Kolagen IV, kolagen VII
dan kolagen XVII merupakan kolagen utama dalam BMZ, sementara kolagen IV
memiliki jumlah terbanyak. Kolagen IV membentuk jaringan berbentuk 3 dimensi
di dalam lamina densa dari membrana basalis kulit. Kolagen IV juga merupakan
kolagen yang dominan pada membrana basalis dari pembuluh darah deris.Protein
kolagen VII juga disebut fibril pengait membentang dari lamina densa menuju
papila dermis atas dimana terjadi pembentukan struktur yang disebut dengan plak
pengait yang mengandung kolagen IV. Rangkaian/putaran fibril pengait juga
berhubungan dengan kolagen interstisial dari kolagen primer tipe I dan III.
Kolagen XVII juga dikenal dengan antigen pemfigus bulosa (BPAG-2 atau
BP180) merupakan protein transmembran berukuran 180kDa yang terletak pada
kompleks hemidesmosom keratinosit basal. Kolagen XVii memiliki N-terminus
yang pendek di dalam sel dan sebuah domain kolagen ekstraseluler triple heliks
pada C terminalnya yang berhubungan dengan filamen pengait pada lamina lusida
dari BMZ kutaneus.
- Laminin
Laminin merupakan komponen matriks ekstraseluler non-kolagen pada
berbagai BMZ dalam jaringan manusia. Semua laminin merupakan glikoprotein
heterotrimerik berukuran besar, yang tersusun atas rantai α, β, dan ϒ, yang
membentuk struktur persilangan asimetris (gambar 7.9). Beberapa laminin
dilaporkan muncul pada BMZ pertemuan dermis-epidermis.24 Lminin-111
(α1β1ϒ1, yang sebelumnya disebut laminin 1) merupakan laminin pertama yang
teridentifikasi sebagai lamina densa. Laminin yang mengandung 3 rantai α3,
lamini- 322 (α3β2ϒ1; laminin-5, kalinin, epiligrin, nicein, BM600), laminin-311
(α3β1ϒ1; laminin-6, k-laminin) dan laminin-321 (α3β2ϒ1, laminin-7) merupakan
komponen integral dari filamen pengait, yang melintas dari hemidesmosom
menyebrangi lamina lusida menuju lamina densa.25 Defisiensi pada salah satu
rantai laminin-322 berhubungan dengan penyakit bula klinis, epidermolisis bulosa
junctional. Terdapatbukti yang menunjukkan bahwa laminin juga aktif terlibat
dalam perbaikan luka. Sebagai respon terhadap luka, keratinosit utama di tepian
depan deposit laminin-322 yang bermigrasi yang berfungsi sebagai jalur yang
akan diikuti keratinosit yang bermigrasi menyebar ke seluruh permukaan luka.26
Baru-baru ini, sebuah anggota baru laminin, laminin-511 (α5β1ϒ1, atau laminin-
10), terlokalisasi dengan laminin densa.27Laminin-511 menunjukkan efek promosi
yang kuat pada perlekatan keratinosit manusia. Dalam sebuah percobaan, tikus
yang mengalami defisiensi rantai lamininin α5 menunjukkan perkembangan defek
multi sistem. Kulit dari tikus dengan disfungsi laminin-511 menunjukkan
diskontinuitas pada lamina densa BMZ dan terdapat defek pada pertumbuhan
rambutnya.28 Selain itu, laminin-511 dan laminin-411 (α4β1ϒ1, atau laminin-8)
diketahui sebagai laminin utama dari pembuluh darah mikrovaskuler dermis.
Tikus dengan defisiensi laminin α4 mengalami perdarahan pada saat lahir, yang
menunjukkan terganggunya proses maturasi mikrovaskular.Laminin-411
diketahui memicu perlekatan sel endotel, migrasi dan pembentukan tubulus
kapiler.29
Proses perbaikan dermis
Jaringan granulasi, tanda kemajuan proses penyembuhan luka, mulai
terbentuk dalam 3-4 hari dari luka. Matriks ekstraseluler sementara, yaitu bekuan
fibrin yang kaya akan fibronektin memicu pembentukan jaringan granulasi
dengan menyediakan kerangka dan pedoman kontak bagi sel untuk bermigrasi ke
dalam ruang luka, dan untuk terjadinya angiogenesis dan fibroplasia untuk
menggantikan jaringan dermis yang terluka.
Fibroplasia
Jaringan granulasi terdiri atas pembuluh darah baru yang bermigrasi ke dalam
luka serta akumulasi fibroblas dan senyawa pokok (gambar 7.7). Fibroplasia
dipakai untuk menjelaskan suatu proses proliferasi fibroblas, migrasinya ke dalam
bekuan fibrin dari luka, produksi kolagen baru dan matriks protein lainnya, serta
regulasi sitokin; proses tersebut berperan dalam pembentukan jaringan granulasi
selama perbaikan luka. Sebagai respon awal terhadap luka, fibroblas di tepian
luka mulai berproliferasi, dan pada hai ke-4 mulai bermigrasi ke dalam matriks
sementara dari bekuan luka dimana terdapat matriks yang kaya kolagen.30
Pertama, fibroblas bermigrasi kemudian memproduksi sejumlah besar material
matriks, meliputi kolagen, proteoglikan, dan elastin.31 Saat fibroblas telah
bermigrasi ke dalam luka, sel tersebut akan secara bertahap merubah fungsi
utamanya untuk sintesis protein dan berubah menjadi fenotipe profibrotik, yang
ditandai dengan sejumlah besar retikulum endoplasma kasar dan apparatus Golgi
yang dipenuhi dengan protein matriks baru. Sebagaimana pada kasus proliferasi
fibroblas, kondisi optimal bagi fibroblas untuk memproduksi protein matriks
terdiri atas linngkungan yang rendah oksigen dan bersifat asam.3 Fibroblas juga
mengalami modulasi menjadi fenotipe myofibroblas dan berperan dalam kontraksi
luka.3
Faktor kemotaktik fibroblastik bersifat sangat kompleks, namun dalam
beberapa bagian berasal dari makrofag yang telah ada dalam luka. Baik PDGF
maupun TGF-β dapat menstimulasi migrasi fibroblas dan meningkatkan ekspresi
reseptor integrin.32 EGF dan FGF, memodulasi proliferasi fibroblas dan
migrasinya.33,34 Proliferasi fibroblas juga dirangsang oleh kondisi rendah oksigen
yang ditemukan di tengah luka. Seiring proses angiogenesis dengan pembentukan
pembuluh darah baru dan peningkatan kapasitas pengangkutan oksigen, maka
rangsangan tersebut akan menghilang.
Struktur molekul dari matriks ekstraseluler awal, seperti fibronektin dan
kolagen, juga berperan dalam pembentukan jaringan granulasi dengan
memberikan kerangka untuk pedoman kontak dan tempat untuk sitokin dan faktor
pertumbuhan.Fibronektin, sebuah glikoprotein, merupakan komponen utama dari
senyawa seluler menyerupai gel/agar yang pertama kali disekresikan dan
menunjang peningkatan aktivitas fibroblas. Trombin dan EGF merangsang
sintesis fibronektin dan sekresinya.Fibronektin membuka jalan bagi fibronektin
untuk berikatan dengan matriks ekstraseluler dan menyediakan dasar adhesi untuk
migrasi sel, menyebabkan fibroblas melekat pada kolagen, fibrin dan asam
hialuronat.35 Matriks fibronektin memberikan sebuah kerangka untuk fibril
kolagen dan memperantarai kontraksi luka. Vektor dari migrasi fibroblas ke
dalam luka diarahkan oleh struktur fibril makro dan molekular dari
fibronektin,dan oleh sebab itu berperan penting dalam hal kecepatan dan
pengarahan perbaikan dermis. Fibroblas bermigrasi dengan cara menarik dirinya
sendiri sepanjang matriks fibronektin, yang terjadi melalui kontraksi dari
mikrofilamen intraseluler.
Reseptor integrin dalam penyembuhan luka
Matriks ekstraseluler mengikat sel melalui reseptor permukaan sel spesifik,
dimana integrin merupakan reseptor utama bagi matriks ekstraseluler. Sekuens
Arg-Gly-Asp (RGD) merupakan sekuens pengenalan uatama bagi reseptor
integrin. Integrin merupakan famili protein transmembran heterodimer, yang tiap-
tiap bagiannya mengandung sebuah rantai α dan sebuah rantai β. Integrin
memperantarai interaksi antar sel dan sel-matriks, sekaligus transduksi sinyal
(gambar 7.10). Banyak jalur pengiriman sinyal yang diaktifkan oleh aktivasi
integrin, juga teraktivasi mengikuti stmulasi faktor pertumbuhan, yang
menunjukkan bahwa respon seluler yang diperantarai oleh integrin dan faktor
pertumbuhan bertindak secara sinergis atau mengkoordinasikan perubahan
biokimiawi sel.36,37
Reseptor integrin yang terlibat dalam semua fase perbaikan luka. Segera
setelah perlukaan, integrin αIIbβ3 memimpin interaksi platelet dengan matriks
ekstraseluler, meliputi fibrin, fibronektin, dan trombospondin untuk pembentukan
bekuan darah stabil. Selama fase lanjutan dari penyembuhan luka, migrasi sel
meliputi leukosit, keratinosit, fibroblasdan sel endotel menuju luka memerlukan
pengikatan cepat dan disosiasi dengan molekul ekstraseluler untuk menyediakan
jalan bagi pergerakan sel. Setelah berhentinya migrasi fibroblas dan kontraksi
luka dimulai, fibroblas perlu mengikat kolagen dan fibronektin dengan erat serta
mengorganisasi sitoskeleton kontraktil. Integrin berperan sentral dalam proses
tersebut. Sel dapat mengekspresikan dan menggunakan integrin yang berbeda
untuk migrasi dan perlekatannya. Sebagai contoh, pada epidermis normal, integrin
α3β1 memperantarai interaksi antara keratinosit, integrin α6β4 menghubungkan
keratinosit basal pada laminin BMZ, integrin α2β1 dan α5β1 memperantarai
migrasi keratinosit pada kolagen dan fibronektin,38,39 dan integrin α9β1
memperantarai proliferasi keratinosit efektif selama reepitelisasi dari
penyembuhan luka kutaneus.40
Mekanisme kontraksi luka
Tingkat kontraksi luka bervariasi sesuai kedalaman luka. Untuk luka dengan
ketebalan penuh, kontraksi dimulai segera setelah terjadi luka dan memuncak
pada waktu 2 minggu. Pada luka tersebut, kontraksi merupakan bagian penting
dari penyembuhan luka, bertanggungjawab terhadap 40% penurunan ukuran luka.
Pada luka dengan ketebalan parsial/sebagian, bagian dari adneksa menetap dan
membuat epitelisasi terjadi dari dalam luka. Oleh sebab itu, luka dengan ketebalan
parsial kurang berkontraski dibandingkan luka dengan ketebalan penuh dan
sebanding dengan kedalamannya. Myofibroblas merupakan mediator dominan
dari proses kontraktilitas tersebut karena kemampuannya untuk memanjang dan
beretraksi.
Selama pembentukan jaringan granulasi, fibroblas secara bertahap
dimodulasi menjadi myofibroblas setelah mengekspresikan α-smooth muscle actin
(α-SMA) de novo, yang akan meningkatkan kemampuannya untuk berkontraksi.41
Menjelang hari ke-7, sejumlah besar matriks ekstraseluler telah berakumulasi
dalam jaringan granulasi dan fibroblas mulai berubah menjadi fenotipe
myofibroblas, yang ditandai dengan adanya serabut mikrofilamen aktin, sama
seperti yang terlihat pada otot polos, di sepanjang memmbran plasma. Fibroblas
normal kulit umumnya mengandung aktin sitoplasmik β dan ϒ yang terorganisasi
dalam sebuah jaringan (tidak dalam sebuah serabut/bundle). Sebuah studi
menggunakan mikroskop elektron dan pewarnaan imunohistokimiaberhasil
mengidentifikasi peningkatan bertahap ekspresi dari α-SMA, myosin otot polos,
dan desmin, yang merupakan penanda untuk diferensiasi otot polos, dalam
jaringan granulasi luka. Hal tersebut dimulai pada hari ke-6 dan mencapai
maksimum pada hari ke-15, ketika 70% dari fibroblas menunjukkan positivitas
terhadap penanda tersebut. Kemudia terdapat regresi yang progresif.42
Myofibroblas kemungkinan mengandung konsnetrasi aktinomyosin yang
lebih tinggi dibanding sel lain. Tidak seperti sel lain,myofibroblas di dalam luka
menempatkan dirinya sepanjang garis kontraksi. Kontraksi yang menyerupai otot
dari myofibroblas diperantrai oleh prostaglandin F1, 5-HT, angiotensin,
vasopresin, bradikinin, epinefrin dan nor-epinefrin. Kontraksi tersebut terintregasi
dan memerlukan komunikasi antar sel serta sel-matriks.43 Pseudopodia
myofibroblas membentang bersama aktin sitoplasmanya yang berikatan dengan
fibronektin ekstraseluler, melekat pada serat kolagen dan mengalami retraksi,
sehingga menarik serat kolagen menuju sel,sebagai hasilnya terjadilah kontraksi
luka. Mechanical adheren junction dan electrochemical gap junction berperan
penting dalam diferensiasi myofibroblas. Penelitian terbaru mengusulkan sebuah
model komunikais mekanis antar myofibroblas yang kontak yang menunjukkan
bahwa adheren junction (antar sel) lebih berperan dibandingkan gap junction
dalam sinkronisasi kontraksi myofibroblas melalui influks Ca2+.44
Kontraksi luka terajadi dalam arah yang bisa diprediksi, melalui alur yang
disebut dengan ‘skin tension lines’. DOkter bedah seringkali melakukan insisi
sesuai dengan arah skin tension lines untuk mengarahkan kontraktur.
Transplantasi kulit dengan ketebalan penuh/ full thickness graft atau tiruan dermis
aseluler dapat diletakkan ke dalam luka dengan ketebalan penuh untuk
menghambat kontraksi luka dan kontraktur yang mengikuti setelahnya.45
Angiogenesis luka
Angiogenesis merupakan pertumbuhan pembuluh darah baru atau
neovaskularisasi dengan cara menumbuhkan pembuluh darah yang sudah ada
sebelumnya. Pembuluh kapiler baru meluas ke dalam luka melalui pembuluh
darahdi dekat luka. Pembuluh darah yangbaru terbentuk berperan dalam
pembentukan jaringan granulasi dan memberikan nutrisi dan oksigen untuk
jaringan yang sedang bertumbuh. Selain itu, sel inflamasi memerlukan interaksi
dengan pembuluh darah serta melakukan transmigrasi melalui pembuluh darah
yang sama untuk memasuki tempat perlukaan. Selama angiogenesis, sel endotel
juga memproduksi dan mensekresi senyawa biologis aktif atau sitokin.
Neovaskularisasi melibatkan perubahan fenotipe sel endotel, migrasi terarah, dan
berbagai stimulus mitogenik. Sitokin yang dilepaskan oleh sel seperti makrofag
akan menstimulasi angiogenesis selama penyembuhan luka, sebagaimana oksigen
kadar rendah dan asam laktat, dan amin biogenik berpotensiasi terhadap
angiogenesis.46
Sebagaimana ditemukan dalam sebagian besar jaringan normal, vaskulatur
pembuluh darah dermistidak mengalami pergerakan.Sebagai respon terhadap
luka,mikrovaskular sle endotel memulai proses angiogenesis yang terdiri atas
aktivasi sel endotel, defradasi lokal dari membrana basalisnya, pertumbuhan ke
dalam bekuan luka, proliferasi sel, pembentukan struktur tubulus, rekonstruksi
membrana basalis dan stabilisasinya, regresi dan involusi vaskulatur yang beru
terbentuk sebagai remodelling jaringan (gambar 7.11). Sama halnya dengan
migrasi dari tongue epithelium, sel endotel pada ujung kapiler bermigrasi ke
dalam luka namun tidak mengalami proliferasi aktif. Pseudopodia sitoplasmik
membentang dari sel endotel pada luka hari ke-2, kolagenase disekresikan dan
terjadi migrasi ke dalam ruang perivaskular.48 Di sisi lain, proliferasi dari sel
endotel dihipotesiskan sebagai efek sekunder dari migrasi sel. Oleh karena itu,
fibronektin, heparin dan faktor platelet yang dikenal menstimulasi migrasi sel
endotel ke dalam luka juga secara langsung atau tidak langsung menstimulasi
proliferasi sel endotel.