MODUL MATA KULIAH
KEWIRAUSAHAAN
2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Kewirausahaan Gambaran Ringkas
1. Inti dan Hakikat Kewirausahaan
Dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak oang yang menafsirkan dan
memandang bahwa kewirausahaan identik dengan apa yang dimiliki baru dilakukan
‘usahawan” atau “wiraswasta”. Pandangan tersebut tidaklah tepat, karena jiwa dan
sikap kewirausahaan (entrepreneurship) tidak hanya dimiliki oleh usahawan akan
tetapi dapat dimiliki oleh setiap orang yang berpikir kreatif dan bertindak inovatif baik
kalangan usahawan maupun masyarakat umum seperti petani, karyawan, pegawai
pemerintahan, mahasiswa, guru, dan pimpinan organisasi lainnya.
Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar,
kiat, dan sumber daya untuk mencari peluang menuju sukses. Inti dari kewirausahaan
adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (create new
and different) melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan
peluang. Banyak orang yang berhasil dan sukses karena memiliki kemampuan berpikir
kreatif dan inovatif. Karya dan karsa hanya terdapat pada orang-orang yang berpikir
kreatif. Tidak sedikit orang dan perusahaan yang berhasil meraih sukses karena
memiliki kemampuan kreatif dan inovatif. Proses kreatif dan inovatif tersebut
biasanya diawali dengan memunculkan ide-ide dan pemikiran-pemikiran baru untuk
menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Sedangkan dalam organisasi perusahaan,
proses kreatif dan inovatif dilakukan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan
(research and development) untuk meraih pasar. Baik ide, pemikiran, maupun
3
tindakan kreatif tidak l;ain untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda. Sesuatu
yang baru dan berbeda merupakan nilai tambah barang dan jasa yang menjadi sumber
keunggulan untuk dijadikan peluang. Jadi, kewirausahaan merupakan suatu
kemampuan dalam menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses pengelolaan
sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda, melalui (1) pengembangan teknologi
baru, (2) penemuan pengetahuan ilmiah baru, (3) perbaikan produk barang dan jasa
yang ada, (4) penemuan cara-cara baru untuk menghasilkan barang lebih banyak
dengan sumber daya yang lebih efisien.
Kreatif adalah kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru dan cara-
carabaru dalam pemecahan masalah dan menemukan peluang (thinking new thing).
Sedangkan inovasi adalah kemampuan untuk menerapkan kreativitas dalam rangka
pemecahan masalah dan menemukan peluang (doing new thing). Jadi, kreativitas
adalah kemampuan untuk memikirkan sesuatu yang baru dan berbeda, sedangkan
inovasi merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang baru dan berbeda.
Sesuatu yang baru dan berbeda tersebut dapat dalam bentuk hasil seperti barang dan
jasa, dan bisa dalam bentuk proses seperti ide, metode, dan cara. Sesuatu yang baru
dan berbeda yang diciptakan melalui proses berpikir kreatif dan bertindak inovatif
merupakan nilai tambah (value added) dan merupakan keunggulan yang berharga.
Nilai tambah yang berharga adalah sumber peluang bagi wirausaha. Ide kreatif akan
muncul apabila wirausaha “look at old and thing something new or different”.
Sukses kewirausahaan akan tercapai apabila berpikir dan melakukan sesuatu
yang baru atau sesuatu yang lama dengan cara-cara baru (thing and doing new things
or old thing in new way) (Zimmer, 1996:51).
2. Jiwa dan Sikap Kewirausahaan
4
Proses kreatif dan inovatif hanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki jiwa
dan sikap kewirausahaan, yaitu orang yang percaya diri (yakin, optimis, dan penuh
komitmen), berinisiatif (energik dan percaya diri), memiliki motif berprestasi
(berorientasi hasil dan berwawasan ke depan), memiliki jiwa kepemimpinan (berani
tampil berbeda), dan berani mengambil risiko dengan penuh perhitungan (karena itu
suka akan tantangan).
3. Proses Kewirausahaan
Kewirausahaan diawali dengan proses imitasi dan duplikasi, kemudian
berkembangan menjadi proses pengembangan, dan berakhir pada adalah proses
penciptaan sesuatu yang baru dan berbeda itulah yang disebut tahap kewirausahaan.
Tahapan inovasi banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari
pribadi maupun lingkungan. Faktor pribadi yang memicu kewirausahaan adalah motif
berprestasi, komitmen, nilai-nilai pribadi, pendidikan, dan pengalaman. Sedangkan
faktor pemicu yang berasal dari lingkungan pada masa inovasi adalah peluang, model
peran, dan aktivitas. Perilaku kewirausahaan merupakan fungsi dari kopetensi,
insentif, dan lingkungan.
4. Fungsi dan Peran Wirausaha
Secara umum, wirausahaan memiliki dua peran, yaitu sebagai penemu (inovator)
dan sebagai perencana (planner). Sebagai penemu, wirausaha menemukan dan
menciptakan produk baru, teknologi dan cara baru, ide-ide baru, dan organisasi usaha
baru. Sedangkan sebagai perencana, wirausaha berperan merancang usaha baru,
merencanakan strategi perusahaan baru, merencanakan ide-ide dan peluang dalam
perusahaan, dan menciptakan organisasi perusahaan baru.
5. Ide dan Peluang Kewirausahaan
5
Ide akan menjadi peluang apabila wirausaha bersedia melakukan evaluasi
terhadap peluang secara terus-menerus melalui proses menciptakan sesuatu yang baru
dan berbeda, mengamati pintu peluang, menganalisis proses secara mendalam, dan
memperhitungkan resiko yang mungkin terjadi. Untuk memperoleh peluang wirausaha
harus memiliki berbagai kemampuan dan pengetahuan seperti kemampuan untuk
menghasilkan produk atau jasa baru, menghasilkan nilai tambah baru, merintis usaha
baru, melakukan proses atau teknik baru, dan mengembangkan organisasi baru.
6. Bekal Pengetahuan dan Keterampilan Wirausaha
Selain bekal kemampuan, wirausaha juga memiliki pengetahuan dan
keterampilan. Bekal pengetahuan yang harus dimiliki wirausaha meliputi (1) bekal
pengetahuan mengenai usaha yang akan memasuki/ dirintis dan lingkungan usaha
yang ada, (2) bekal pengetahuan tentang peran dan tanggungjawab, dan (3) bekal
pengetahuan tentang manajemen dan organisasi bisnis. Sedangkan bekal keterampilan
yang harus dimiliki wirausaha meliputi (1) bekal keterampilan konseptual dalam
mengatur strategi dan memperhitungkan resiko, (2) bekal keterampilan kreatif dalam
menciptakan nilai tambah, (3) bekal keterampilan dalam memimpin dan mengelola,
(4) bekal keterampilan berkomunikasi dan berinteraksi, dan (5) bekal keterampilan
teknik usaha yang akan dilakukannya.
7. Merintis Usaha Baru
Dalam dunia bisnis seperti sekarang ini, umumnya dikenal tiga cara untuk
memasuki suatu usaha bisnis, yaitu (1`) merintis usaha baru sejak dari awal, (2)
membeli perusahaan yang telah ada, (3) kerja sama manajemen (tranchising).
Untuk memulai usaha baru atau merintis usaha baru, modal utama yang harus
ada pertama kali adalah ide, baik itu ide untuk melakukan proses imitasi dan duplikasi,
ide untuk melakukan pengembangan, atau ide untuk menciptakan sesuatu yang baru
6
dan berbeda. Setelah ada ide, lakukan analisis kelayakan usaha termasuk analisis
kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (strenght, weakness, opportunity, and
treath –SWOT).
Selanjutnya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merintis usaha
baru, antara lain (1`) bidang usaha dan jenis usaha yang akan dirintis, (2) bentuk usaha
dan bentuk kepemilikan usaha dan jenis usaha yang akan dipilih, (3) tempat usaha
yang akan dipilih, (4) organisasi usaha yang akan digunakan, (5) jaminan usaha yang
mungkin diperoleh, (6) lingkungan usaha yang akan berpengaruh. Untuk mengelola
usaha tersebut harus diawali dengan (1`) perencanaan usaha, (2) pengelolaan
keuangan, (3) aksi strategis usaha, (4) teknik pengembangan usaha.
8. Etika Berwirausaha
Terlepas dari tujuan berwirausaha yang bisa baik secara sosial ataupun ekonomi,
ada beberapa etika berwirausaha yang penting dan harus diperhatikan, yaitu (1`)
kejujuran, (2) integritas, (3) menepati janji, (4) kesetiaan, (5) kewajaran, (6) suka
membantu orang lain, (7) menghormati orang lain, (8) warga negara yang baik dan
taat hukum, (9) mengejar keunggulan, dan (1`0) bertanggungjawab. Dalam konteks
ekonomi maupun sosial, kejujuran, integritas dan tepat janji merupakan modal sosial
yang dapat menumbuhkan kepercayaan dan memelihara hubungan baik untuk jangka
panjang.
B. Kompetensi Kewirausahaan
Menurut Michael Harris (2000:1`9), kompetensi adalah:”….are underlying bodies
of knowledge, abilities, experiences, and other requirement nescssary to succesfully
perform the job”. Wirausaha yang sukses pada umumnya ialah mereka yang memiliki
kompetensi, yaitu seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kualitas
individu yang meliputi sikap, motivasi, nilai serta tingkah laku yang diperlukan untuk
7
melaksanakan pekerjaan/ kegiatan. Wirausaha tidak hanya memerlukan pengetahuan tapi
juga keterampilan. Keterampilan-keterampilan tersebut di antaranya keterampilan
manajerial (managerial skill), keterampilan konseptual (conceptual skill) dan
keterampilan memahami, mengerti, berkomunikasi, dan berelasi (human skill) dan
keterampilan merumuskan masalah dan mengambil keputusan (decision making skill),
keterampilan mengatur dan menggunakan waktu (time management skill), dan
keterampilan teknik lainnya secara spesifik. Akan tetapi memiliki pengetahuan dan
keterampilan saja tidaklah cukup. Wirausaha harus memiliki sikap positif, motivasi, dan
selalu berkomitmen terhadap pekerjaan yang sedang dilakukannya.
Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
individu (personality) yang langsung berpengaruh pada kinerja. Kinerja bagi wirausaha
merupakan tujuan yang selalu ingin dicapainya. Dalam dunia bisnis, yang disebut
kompetensi inti (care competency) adalah kreativitas dan inovasi guna menciptakan nilai
tambah untuk meraih keunggulan, yang tercipta melalui pengembangan pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan. Pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan merupakan
kompetensi inti wirausaha untuk menciptakan daya saing khusus agar memiliki posisi
tawar-menawar yang kuat dalam persaingan.
8
BAB 1I
KONSEP DASAR KEWIRAUSAHAAN
A. Disiplin Ilmu Kewirausahaan
Ilmu kewirausahaan adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang nilai,
kemampuan (ability) dan perilaku seseorang dalam menghadapi tantangan hidup untuk
memperoleh peluang dengan berbagai resiko yang mungkin dihadapinya. Dalam konteks
bisnis, menurut Thomas W. Zimmerer (1996) “Entrepreneurship is the result of a
disciplined, systematic process of applying creativity and innovations to needs and
opprtunities in the marketplce”. Kewirausahaan adalah hasil dari suatu disiplin, proses
sistematis penerapan kreativitas dan inovasi dalam memenuhi kebutuhan dan peluang di
pasar.
Dahulu, kewirausahaan diangap hanya dapat dilakukan melalui pengalaman
langsung di lapangan dan merupakan bakat yang dibawa sejak lahir (entrepreneurship are
born not made), sehingga kewirausahaan tidak dapat dipelajari dan diajarkan. Sekarang,
kewirausahaan bukan hanya urusan lapangan, tetapi juga dapat dipelajari dan diajarkan.
Seseorang yang memiliki bakat kewirausahaan dapat mengembangkan bakatnya melalui
pendidikan. Mereka yang menjadi entrepreneur adalah orang-orang yang mengenal
potensi (traits) dan belajar mengembangkan potensi untuk menangkap peluang serta
mengorganisir usaha dalam mewujudkan cita-citanya. Oleh karena itu, untuk menjadi
wirausaha yang sukses, memiliki bakat saja tidak cukup, tetapi juga harus memiliki
pengetahuan mengenai segala aspek usaha yang akan ditekuninya.
9
Dilihat dari perkembangannya, sejak awal abad ke-20 kewirausahaan sudah
diperkenalkan di beberapa negara. Misalnya di Belanda dikenal dengan ‘ondernemer’, di
Jerman dikenal dengan “unternehmer”. Di beberapa negara, kewirausahaan memiliki
banyak tanggung jawab antara lain tanggung jawab dalam mengambil keputusan yang
menyangkut kepemimpinan teknis, kepemimpinan organisasi dan komersial, menyediakan
modal, penerimaan dan penanganan tenaga kerja, pembelian, penjualan, pemasangan
iklan, dan lain-lain. Kemudian, pada tahun 1950-an pendidikan kewirausahaan mulai
dirintis di beberapa negara seperti di Eropa, Amerika, dan Canada. Bahkan sejak tahun
1`970-an banyak universitas yang mengajarkan “enterpreneurship” atau “small business
manajement” atau “new venture manajement”. Pada tahun 1980-an, hampir 500 sekolah di
Amerika Serikat memberikan pendidikan kewirausahaan. Di Indonesia, pendidikan
kewirausahaan masih terbatas pada beberapa sekolah atau perguruan tinggi tertentu saja.
Sejalan dengan tuntutan perubahan yang cepat pada paradikma pertumbuhan yang
wajar (growth-equity paradigm shift) dan perubahan ke arah globalisasi (globalization
paradigm shift) yang menuntut adanya keunggulan, pemerataan, dan persaingan, maka
dewasa ini sedang terjadi perubahan paradigma pendidikan (paradigm shift). Menurut
Soeharto Prawirokusumo (1`997:4) pendidikan kewirausahaan telah diajarkan sebagai
suatu disiplin ilmu tersendiri yang independen (independent academic disipline), karena:
1. Kewirausahaan berisi body of knowledge yang utuh dan nyata distinctive, yaitu ada
teori, konsep, dan metode ilmiah yang lengkap.
2. Kewirausahaan memiliki dua konsep, yaitu posisi venture strat-up dan venture-
growth, ini jelas tidak masuk dalam kerangka pendidikan manajemen dan kepemilikan
usaha (business ownership).
10
3. Kewirausahaan merupakan disiplin ilmu yang memiliki objek tersendiri, yaitu
kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create new
and different things).
4. Kewirausahaan merupakan alat untuk menciptakan pemerataan berusaha dan
pemerataan pendapatan (wealth creation prosess an entrepreneurial endeavor by its
own night, nation’s prosperity, individual self-reliance) atau kesejahteraan rakyat yang
adil dan makmur.
Seperti halnya ilmu manajemen yang awalnya berkembang di bidang industri,
kemudian berkembang dan diterapkan di berbagai bidang lainnya, maka disiplin ilmu
kewirausahaan dalam perkembangannya mengalami evolusi yang pesat. Pada mulanya
kewirausahaan berkembang dalam bidang perdagangan, namun kemudian diterapkan di
berbagai bidang lain seperti industri, perdagangan, pendidikan, kesehatan, dan institusi-
institusi lain seperti lembaga pemerintah, perguruan tinggi, dan lembaga swadaya lainnya.
Dalam bidang-bidang tertentu, kewirausahaan telah dijadikan kompetensi inti (core
competency) dalam menciptakan perubahan, pembaruan, dan kemajuan. Kewirausahaan
tidak hanya dapat digunakan sebagai kiat-kiat bisnis jangka pendek tetapi juga sebagai
kiat kehidupan secara umum dalam jangka panjang untuk menciptakan peluang. Di bidang
bisnis misalnya, perusahaan sukses dan memperoleh peluang besar karena memiliki
kreativitas dan inovasi. Mel;alui proses kreatif dan inovatif, wirausaha menciptakan nilai
tambah atas barang dan jasa. Nilai tambah barang dan jasa yang diciptakan melalui proses
kreatif dan inovatif banyak menciptakan berbagai keunggulan termasuk keunggulan
bersaing. Perusahaan seperti Microsoft, Sony, dan Toyota Motor, merupakan contoh
perusahaan yang sukses dalam produknya karena memiliki kreativitas dan inovasi
dibidang teknologi. Demikian juga dibidang pendidikan, kesehatan dan pemerintahan,
kemajuan-kemajuan tertentu dapat diciptakan oleh orang-orang yang memiliki semangat,
11
jiwa kreatif dan inovatif. David Osborne & Ted Gaebler (1992) dalam bukunya
“Reinvernting Government” mengemukakan bahwa dalam perkembangan dunia dewasa
ini dituntut pemerintah yang berjiwa kewirausahaan (entrepreneurial government).
Dengan memiliki jiwa kewirausahaan, maka birokrasi dan institusi akan memiliki
motivasi, optimisme, dan berlomba untuk menciptakan cara-cara baru yang lebih efisien,
efektif, inovatif, fleksibel, dan adaptif.
B. Objek Studi Kewirausahaan
Seperti telah dikemukakan di atas, kewirausahaan mempelajari tentang nilai,
kemampuan, dan perilaku seseorang dalam berkreasi dan berinovasi. Oleh sebab itu, objek
studi kewirausahaan adalah nilai-nilai dan kemampuan (ability) seseorang yang
diwujudkan dalam bentuk perilaku. Menurut Soeparman Soemahamidjaja (1997:`14-15),
kemampuan seseorang yang menjadi objek kewirausaah meliputi:
1. Kemampuan merumuskan tujuan hidup/ usaha. Dalam merumuskan tujuan
hidup/ usaha tersebut perlu perenungan, koreksi, yang kemudian berulang-ulang
dibaca dan diamati sampai memahami apa yang menjadi kemamuannya.
2. Kemampuan memotivasi diri untuk melahirkan suatu tekad kemauan yang
menyala-nyala.
3. Kemampuan untuk berinisiatif, yaitu mengerjakan sesuatu yang baik tanpa
menunggu perintah orang lain, yang dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi
kebiasaan berinisiatif.
4. Kemampuan berinovasi, yang melahirkan kreativitas (daya cipta) setelah
dibiasakan berulang-ulang akan melahirkan motivasi. Kebiasaan inovatif adalah
desakan dalam diri untuk selalu mencari berbagai kemungkinan baru atau kombinasi
baru apa saja yang dapat dijadikan peranti dalam menyajikan barang dan jasa bagi
kemakmuran masyarakat.
12
5. Kemampuan untuk membentuk modal uang atau barang modal (capital
goods).
6. Kemampuan untuk mengatur waktu dan membiasakan diri untuk selalu
tepat waktu dalam segala tindakan melalui kebiasaan yang selalu tidak menunda
pekerjaan.
7. Kemampuan mental yang dilandasi dengan agama.
8. Kemampuan untuk membiasakan diri dalam mengambil hikmah dari
pengalaman yang baik maupun menyakitkan.
C. Hakikat Kewirausahaan
Meskipun sampai sekarang ini belum ada terminalogi yang persis sama tentang
kewirausahaan (entrepreneurship), akan tetapi pada umumnya memiliki hakikat yang
hampir sama, yaitu merujuk pada sifat, watak dan ciri-ciri yang inovatif ke dalam dunia
usaha yang nyata dan dapat mengembangkannya dengan tangguh (Peter F. Drucker,
`1994). Menurut Drucker, kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptkan
sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different thing). Bahkan,
entrepreneurship secara sederhana sering juga diartikan sebagai prinsip atau kemampuan
wirausaha (Ibnu Soedjono, `1993; meredith, `1996; Marzuki Usman, 1997).
Istilah kewirausahaan berasal dari terjemahan entrepreneurship, yang dapat
diartikan sebagai “the backbone of economy’, yaitu syaraf pusat perekonomian atau
sebagai “tailbone of economy”, yaitu pengendali perekonomian suatu bangsa (Soeharto
Wirakusumo, 1997:10). Secara epistimologi, kewirausahaan merupakan nilai yang
diperlukan untuk memulai suatu usaha (star-up phase) atau suatu proses dalam
mengerjakan suatu yang baru (creative) dan sesuatu yang berbeda (innovative). Menurut
thomas w. Zimmerer (1996:5`1), kewirausahaan adalah “applying creativity and
13
innovation to solve the problems and to exploit opprtunities that people face everyday”.
Kewirausahaan adalah penerapan kreativitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan
upaya untuk memanfaatkan peluang yang dihadapi setiap hari. Kewirausahaan merupakan
gabungan dari kreativitas, inovasi, dan keberanian menghadapi risiko yang dilakukan
dengan cara kerja keras untuk membentuk dan memelihara usaha baru. Kreativitas, oleh
Zimmerer (1996:51) diartikan sebagai kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru
dan untuk menemukan cara-cara baru dalam memecahkan persoalan dan menghadapi
peluang (creativity is the ability to devolop new ideas and to discover new ways of looking
at problems and opportunities). Sedangkan, inovasi diartikan sebagai kemampuan untuk
menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan persoalan-persoalan dan peluang
untuk meningkatkan dan memperkaya kehidupan (innovation is the ability to apply
creative solutions to those problems and opportunities to enhance or enrich people’s live).
Menurut Harvard’s Theodore Levitt yang dikutip Zimmerer (1996:51), kreativitas adalah
thinking new things (berpikir sesuatu yang baru), sedangkan inovasi adalah doing new
things (melakukan sesuatu yang baru). Keberhasilan wirausaha akan tercapai apabila
berpikir dan melakukan sesuatu yang baru atau sesuatu yang lama yang dilakukan dengan
cara yang baru (thinking and doing new ways). Menurut Zimmerer (1996:51), ide kreatif
akan muncul apabila wirausaha melihat sesuatu yang lama dan memikirkan sesuatu yang
baru atau berbeda (look at something old and think something new or different).
Dari pandangan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan
(entrepreneurship) adalah suatu kemampuan (ability) dalam berpikir kreatif dan
berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan siasat,
kiat, dan proses dalam menghadapi tantangan hidup.
Istilah entrepreneurship, sebenarnya berasal dari kata entrepreneur. Menurut
Soeparman Soemahamidjaja (1977:2), istilah ini pertama kali digunakan oleh Cantilon
14
dalam Essai sur la nature du commerce (1755), yaitu sebutan bagi para pedagang yang
membeli barang di daerah-daerah dan kemudian menjualnya dengan harga yang tidak
pasti.
Dalam konteks manajemen, pengertian entrepreneur adalah seseorang yang
memiliki kemampuan dalam menggunakan sumber daya seperti finansial (money), bahan
mentah (materials), dan tenaga kerja (labor), untuk menghasilkan suatu produk baru,
bisnis baru, proses produksi, atau pengembangan organisasi usaha (Marzuki Usman,
1997:3). Entrenal yang meliputi kombinasi motivasi, visi, komunikasi, optimisme,
dorongan semangat, dan kemampuan untuk memanfaatkan peluang usaha. Menurut Sri
edi Swasono (1978:38), dalam konteks bisnis, wirausaha adalah pengusaha, tetapi tidak
semua penggusaha adalah wirausaha. Wirausaha adalah pelopor dalam bisnis, inovator,
penanggung risiko, yang mempunyai visi ke depan, dan memiliki keunggulan dalam
berprestasi di bidang usaha.
Norman M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (1993:5) mengemukakan
defenisi wirausaha sebagai berikut “An entrepreneur is one who creates a new business in
the face of risk and uncertainty for the purpose of achieving profit and growth by
identifying opportunities and assembling the necessary resources to capitalize on those
opportunities”.
Menurut Dun steinhoff dan John F. Burgess (1993:35) wirausaha adalah orang
yang mengorganisir, mengelola, dan berani menanggung risioko untuk menciptakan usaha
baru dan peluang berusaha. “A person who organizes, manages, and assumer the risk of a
business or entreprise is an entrepreneur. Entrepreneur is individual who risks financial,
material, and human resources a new way to create a new business concept or
opportunities within an existing form”.
15
Beberapa konsep “entrepreneur” di atas lebih menekankan pada kemampuan dan
perilaku seseorang sebagai pengusaha. Bahkan Dun steinhoff dan John F. Burgess
(1993:4), memandang kewirausahaan sebagai pengelola perusahaan kecil atau pelaksana
perusahaan kecil. Menurutnya, “entrepreneur” is considered to have the same meaning
as “small business owner-manager” or “small busines operator”.
Beberapa konsep kewirausahaan seakan-akan identik dengan kemampuan para
pengusaha dalam dunia usaha (business). Padahal kewirausahaan tidak selalu identik
dengan watak atau ciri pengusaha semata, karena sifat baik sebagai karyawan swasta
maupun pemerintah (Soeparman Soemahamidjaja, 1980). Wirausaha adalah mereka yang
melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan mengembangkan ide, dan
meramu sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity) dan perbaikan
(preparation)hidup (Prawirokusumo, 1997:5).
Rumusan entrepreneur yang berkembang sekarang ini sebenarnya banyak berasal
dari konsep Schumpeter (1934). Menurut Schumpeter, entrepreneur merupakan
pengusaha yang melaksanakan kombinasi-kombinasi baru dalam bidang teknik dan
komersial ke dalam bentuk praktik. Inti dari fungsi pengusaha adalah pengenalan dan
pelaksanaan kemungkinan-kemungkinan baru dalam bidang perekonomian.
Kemungkinan-kemungkinan baru yang dimaksudkan oleh Schumper adalah (1)
memperkenalkan produk baru atau kualitas baru suatu barang yang belum dikenal oleh
konsumen, (2) melakukan suatu metode produksi baru, dari suatu penemuan ilmiah baru
dan cara-cara baru untuk menangani suatu produk agar menjadi lebih mendatangkan
keuntungan, (3) membuka suatu pemasar baru, yaitu pasar yang belum pernah ada atau
belum pernah dimasuki cabang industri yang bersangkutan, (4) pembukaan suatu sumber
dasar baru, atau setengah jadi atau sumber-sumber yang harus dikembangkan, (5)
pelaksanaan organisasi baru Yuyun Wirasasmita, 1982; 33-34).
16
Menurut Schumpeter (1934), fungsi pengusaha bukan pencipta atau penemu
kombinasi-kombinasi baru (kecuali kalau kebetulan), tetapi lebih merupakan pelaksana
dari kombinasi-kombinasi yang kreatif. Pengusaha tersebut biasanya memiliki sikap yang
khusus seperti sikap pedagang, pemilik industri, dan bentuk-bentuk usaha lainnya yang
sejenis. Schumpeter mengemukakan dua tipe sikap dari dua subjek ekonomi, yaitu sikap
pengusaha kecil biasa dan sikap pengusaha benar-benar. Sikap pengusaha yang benar-
benarlah yang kemudian berkembang lebih cepat.
Kewirausahaan (enterpreneurship) muncul apabila seseorang berani
mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. Proses kewirausahaan meliputi semua
fungsi, aktivitas, dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan peluang dan
penciptaan organisasi usaha. Oleh sebab itu, wirausaha adalah orang yang memperoleh
peluang dan menciptakan suatu organisasi untuk mengejar peluang itu (Bygrave, 1995).
Menurut Meredith (`1996:9), kewirausahaan berarti memadukan watak pribadi,
keuangan, dan sumber daya. Oleh karena itu, kewirausahaan merupakan suatu pekerjaan
atau karier yang harus bersifat fleksibel dan imajinatif, mampu merencanakan, mengambil
resiko, mengambil keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan
(Meredith, 1996:9). Syarat berwirausaha harus memiliki kemampuan untuk menemukan
dan mengevaluasikan peluang, mengumpulkan sumber-sumber daya yang diperlukan dan
bertindak untuk memperoleh keuntungan dari peluang-peluang itu. Esensi dari
kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah dipasar melalui proses kombinasi antara
sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing. Menurut Zimmerer
(1996:51), nilai tambah tersebut diciptakan melalui cara-cara sebagai berikut (1)
pengembangan teknologi baru (develo[ping new technology), (2) penemuan pengetahuan
baru (discovering new knowledge), (3) perbaikan produk dan jasa yang sudah ada
(improving existing products or services), (4) penemuan cara-cara yang berbeda untuk
17
menghasilkan barang dan jasa yang lebih banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit
(finding different ways of providing more goods and services with fewer resources).
Meskipun di antara para ahli ada yang lebih menekankan kewirausahaan pada
peran pengusaha kecil, akan tetapi sifat ini dimiliki juga oleh bukan pengusaha. Jiwa
kewirausahaan ada pada setiap orang yang memiliki perilaku inovatif dan kreatif dan pada
setiap orang yang menyukai perubahan, pembaharuan, kemajuan, dan tantangan. Misalnya
birokrat, mahasiswa, dosen, dan masyarakat lainnya.
Dari beberapa konsep yang dikemukakan di atas, ada enam hakikat penting
kewirausahaan, yaitu:
1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan
dasar sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil bisnis
(Ahmad Sanusi, 1994).
2. Kewirausahaan adalah suatu kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan
berbeda (ability to create the new and diferent) (Druker, 1959).
3. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreativitas dan inovasi dalam
memecahkan persoalan dan menemukakan peluang untuk memperbaiki kehidupan
(usaha) (Zimmerer, 1996).
4. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha (star-up
phase) dan perkembangan usaha (venture growth) (Soeharto Prawiro, 1997).
5. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (create),
dan sesutau yang berbeda (innovative) yang bermanfaat memberikan nilai lebih.
6. Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan
mengombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk
memenangkan persaingan. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan dengan cara
mengembangkan teknologi baru, menemukan pengetahuan baru, menemukan cara
18
baru untuk menghasilkan barang dan jasa baru yang lebih efisien, memperbaiki
produk dan jasa yang sudah ada, dan menemukan cara baru untuk memberikan
kepuasan kepada konsumen.
Berdasarkan keenam konsep di atas, secara ringkas kewirausahaan dapat
didefinisikan sebagai suatu kemampuan kreatif dan inovatif (create new and diferent)
yang dijadikan kiat, dasar, sumber daya, proses, dan perjuangan untuk menciptakan nilai
tambah barang dan jasa yang dilakukan dengan keberanian untuk menghadapi resiko.
D. Karakteristik dan Nilai-nilai Hakiki Kewirausahaan
1. Karakteristik Kewirausahaan
Banyak ahli yang mengemukakan karakteristik kewirausahaan dengan konsep
yang berbeda-beda. M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (1993:6-7)
mengemukakan delapan karakteristik yang meliputi:
a. Desire for responsibility, yaitu memiliki rasa tanggung jawab atas usaha-usaha
yang dilakukannya. Seseorang yang memiliki rasa tanggung jawab akan selalu
mawas diri.
b. Preference for moderate risk, yaitu lebih memilih resiko yang moderat, artinya ia
selalu menghindari resiko, baik yang terlalu rendah maupun resiko yang terlalu
tinggi.
c. Confidence in their ability to success, yaitu percaya akan kemampuan dirinya
untuk berhasil.
d. Desire for immediate feedback, yaitu selalu menghendaki umpan balik yang
segera.
e. High level of energy, yaitu memiliki semangat dan kerja keras untuk mewujudkan
keinginannya demi masa yang lebih baik.
19
f. Future orientation, yaitu berorientasi ke masa depan, perpektif, dan berwawasan
jauh ke depan.
g. Skill at organizing, yaitu memiliki keterampilan dalam mengorganisasikan sumber
daya untuk menciptakan nilai tambah.
h. Value of achievement over money, yaitu lebih menghargai prestasi daripada uang.
Wirausaha selalu berkomitmen dalam melakukan tugasnya sampai berhasil. Ia
tidak setengah-setengah dalam melakukan pekerjaannya. Karena itu, ia selalu tekun,
ulet, pantang menyerah sebelum pekerjaannya berhasil. Tindakannya tidak didasari
oleh spekulasi melainkan perhitungan yang matang. Ia berani mengambil resiko
terhadap pekerjaannya karena sudah diperhitungkan. Oleh sebab itu, wirausaha selalu
berani mengambil resiko yang moderat, artinya resiko yang diambil tidak terlalu tinggi
dan tidak terlalu rendah. Keberanian menghadapi resiko yang didukung poleh
komitmen yang kuat, mendorong wirausaha untuk terus berjuang mencari peluang
sampai memperoleh hasil. Hasil-hasil itu harus nyata atau jelas dan objektif, dan
merupakan umpan balik (feedback) bagi kelancaran kegiatannya. Dengan semangat
optimisme yang tinggi karena ada hasil yang diperoleh, maka uang selalu dikelola
secara proaktif dan dipandang sebagai sumber daya bukan tujuan akhir
Beberapa ciri kewirausahaan yang dikemukakan oleh para ahli sperti di atas,
secara ringkas dikemukakan oleh Vernon a Musselman (1989:155), Wasty Sumanto
(1989), dan Geoffey Meredith (1989:5) dalam bentuk ciri-ciri berikut.
a. Keinginan yang kuat untuk berdiri sendiri.
b. Kemampuan untuk mengambil resiko.
c. Kemampuan untuk belajar dari pengalaman.
d. Memotivasi diri sendiri.
e. Semangat untuk bersaing.
20
f. Orientasi pada kerja keras.
g. Percaya pada diri sendiri.
h. Dorongan untuk berprestasi.
i. Tingkat energi yang tinggi.
j. Tegas.
k. Yakin pada kemampuan sendiri.
Wasty Sumanto (1989:5) menambah ciri-ciri yang ke-12 dan ke-13 sebagai berikut.
l. Tidak suka uluran tangan dari pemerintah atau pihak lain di masyarakat.
m. Tidak bergantung pada alam dan berusaha untuk tidak menyerah pada alam.
Geoffrey Meredith (1989:5) menambah ciri yang ke-14 sampai dengan ke-16, yaitu.
n. Kepemimpanan.
o. Keorisinilan.
p. Berorientasi ke masa depan dan penuh gagasan.
Dalam mencapai keberhasilannya, seorang wirausaha memiliki ciri-ciri tertentu
pula. Dalam “Entrepreneurship and Small Enterprise Development Repor” (1986)
yang dikutip oleh M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (1993:5) dikemukakan
beberapa karakteristik kewirausahaan yang berhasil, di antaranya memiliki ciri-ciri:
a. Proaktif, yaitu berinisiatif dan tegas (assertive).
b. Berorientasi pada prestasi yang tercermin dalam pandangan dan bertindak (sees
and acts) terhadap peluang, orientasi efisiensi, mengutamakan kualitas pekerjaan,
berencana, dan mengutamakan monitoring.
c. Komitmen kepada orang lain, misalnya dalam mengadakan kontrak dan hubungan
bisnis.
21
Secara eksplisit, Dan Steinhoff dan John F Burgess (1`993:38) mengemukakan
beberapa karakteristik yang diperlukan untuk menjadi wirausaha yang berhasil,
meliputi:
a. Memiliki visi dan tujuan usaha yang jelas.
b. Bersedia menanggung risiko waktu dan uang.
c. Berencana, mengorganisir.
d. Kerja keras sesuai dengan tingkat kepentingannya.
e. Mengembangkan hubungan dengan pelanggan, pemasok, pekerja, dan yang
lainnya.
f. Bertanggung jawab terhadap keberhasilan dan kegagalan.
Keberhasilan atau kegagalan wirausaha sangat dipengaruhi juga oleh sifat dan
kepribadian seseorang. The officer of Advocacy of Small Business Administration
(1989) yang dikutip oleh Dan Steinhoff dan John F Burgess (1993:37) mengemukakan
bahwa kewirausahaan yang berhasil pada umumnya memiliki sifat-sifat kepribadian
(entrepreneurial personality) sebagai berikut:
a. They have the self-confidence to work hard independently and understand that the
risk taking is part of the equation for success.
b. They have organization ability, can set goals, are results-oriented, and take
responsibility for the results of their endeavors---good or bad.
c. They are creative and seek an outlet for their creativity in an entrepreneurship.
d. They enjoy chllenges and find personal fulfilment in seeing their ideas through to
completion.
Dengan menggabungkan pandangan Timmons dan Mc Clelland (1961), Thomas
F. Zimmerer (1996:6-8) memperluas karakteristis sikap dan kewirausahaan yang
berhasil sebagai berikut:
22
a. Commitment and determination, yaitu memiliki komitmen dan tekad yang bulat
untuk mencurahkan semua perhatiannya pada usaha. Sikap yang setengah hati
mengakibatkan besarnya kemungkinan untuk gagal dalam berwirausaha.
b. Desire for responsibility, yaitu memiliki rasa tanggung jawab baik dalam
mengendalikan sumber daya yang digunakan maupun tanggung jawab terhadap
keberhasilan berwirausaha. Oleh karena itu, akan mawas diri secara internal.
c. Opportunity obsession, yaitu selalu berambisi untuk selalu mencari peluang.
Keberhasilan wirausaha selalu diukur dengan keberhasilan untuk mencapai
tujuan.pencapaian tujuan terjadi apabila ada peluang.
d. Tolerance for risk, ambiguity, and uncertainty, yaitu tahan terhadap risiko dan
ketidakpastian. Wirausaha harus belajar untuk mengelola risiko dengan cara
mentrasfer risiko ke pihak lain seperti bank, investor, konsumen, pemasok, dan
lain-lain. Wirausaha yang berhasil biasanya memiliki toleransi terhadap
pandangan yang berbeda dan ketidakpastian
e. Self confidence, yaitu.percaya diri. Ia cenderung optimis dan memiliki keyakinan
yang kuat terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk berhasil.
f. Creativity and flexibility, yaitu berdaya cipta dan luwes. Salah satu kunci penting
adalah kemampuan untuk menghadapi perubahan permintaan. Kekakuan dalam
menghadapi perubahan ekonomi dunia yang serba cepat sering kali membawa
kegagalan. Kemampuan untuk menanggapi perubahan yang cepat dan fleksibel
tentu saja memerlukan kreativitas yang tinggi.
g. Desire for immediate feedback, yaitu selalu memerlukan umpan balik yang segera.
Ia selalu ingin mengetahui hasil dari apa yang dikerjakannya. Oleh karena itu,
dalam memperbaiki kinerjanya, ia selalu memiliki kemauan untuk menggunakan
ilmu pengetahuan yang telah dimilikinya dan selalu belajar dari kegagalan.
23
h. High level of energy, yaitu memiliki tingkat energi yang tinggi. Wirausaha yang
berhasil biasanya memiliki daya juang yang lebih tinggi dibanding rata-rata orang
lainnya, sehingga ia lebih suka kerja keras walaupun dalam waktu yang relatif
lama.
i. Motivation to excel, yaitu memiliki dorongan untuk selalu unggul. Ia selalu ingin
lebih unggul, lebih berhasil dalam mengerjakan apa yang dilakukannya dengan
melebihyi standar yang ada. Motivasi ini muncul dari dalam diri 9internal) dan
jarang dari eksternal.
j. Orientation to the future, yaitu berorientasi pada masa yang akan datang. Untuk
tumbuh dan berkembang, ia selalu berpandangan jauh ke masa depan yang lebih
baik.
k. Willingness to learn from failure, yaitu selalu belajar dari kegagalan. Wirausaha
yang berhasil tidak pernah takut gagal. Ia selalu menfokuskan kemampuannya
pada keberhasilan.
l. Leadership ability, yaitu kemampuan dalam kepemimpinan. Wirausaha yang
berhasil memiliki kemampuan untuk menggunakan pengaruh tanpa kekuatan
(power), ia harus lebih memiliki taktik mediator dan negotiator daripada diktator.
Menurut Ahmad sanusi (1994) ada beberapa kecenderungan profil pribadi
wirausaha yang dapat diangkat dari kegiatan sehari-hari, di antaranya:
a. Tidak menyenangi lagi hal-hal yang sudah terbiasa/ tetap/ sudah teratur/ diatur dan
jelas. Ia selalu bosan dengan kegiatan rutin sehingga timbul harapan-harapan dan
keinginan untuk selalu berubah, ada tambahan, pengayaan, atau perbaikan mutu
(nilai tambah yang berbeda).
b. Suka memandang keluar, beorientasi pada aspek-aspek yang luas dari soal yang
dihadapi untuk memperoleh peluang baru.
24
c. Makin berani, karena merasa perlu untuk menunjukkan sikap kemandirian atau
prakasa atas nama sendiri.
d. Suka berimajinasi dan mencoba menyatakan daya kreativitas serta
memperkenalkan hasil-hasilnya kepada pihak lain.
e. Karena sendiri, maka ada keinginan berbeda atau maju, dan toleransi terhadap
perbedaan pihak lain.
f. Menyatakan suatu prakarsa setelah gagasan awalnya diterima dan dikembangkan,
serta dapat dipertanggungjawabkan dari beberapa sudut. Prakarsa dianggap tidak
final, bahkan terbuka untuk modifikasi dan perubahan.
g. Dengan kerja keras dan kemajuan tahap demi tahap yang tercapai timbul rasa
percaya diri dan sikap optimisme yang lebih mendasar.
h. Sikap dan perilaku kewirausahaan di atas, dikombinasikan dengan keterampilan
manajemen usaha dalam bentuk perencanaan dan pengembangan produk,
penetrasi/ pengembangan pasar, organisasi dan komunikasi perusahaan, keuangan,
dan lain-lain.
i. Meskipun asasnya bekerja keras, cermat dan sungguh-sungguh namun aspek risiko
tidak bisa dilepaskan sampai batas yang dapat diterima.
j. Dengan risiko tersebut, dibulatkan tekad, komitmen, dan kekukuhan hati terhadap
alternatif yang dipilih.
k. Berhubung yang dituju ada kemajuan yang terus-menerus, maka ruang lingkup
memandang pun jauh dan berdaya juang tinggi, karena sukses tidak datang tanpa
dasar atau tiba-tiba.
l. Adanya perluasan pasar dan pihak lain yang bersaing mendorong kemauan keras
untuk membuat perencanaan lebih baik, bekerja lebih baik, untuk mencapai hasil
lebih baik bahkan yang terbaik dan berbeda.
25
m. Sikap hati-hati dan cermat mendorong kesiapan bekerja sama dengan pihak lain
yang sama-sama mencari kemajuan dan keuntungan. Akan tetapi, jika perlu, ia
harus ada kesiapan untuk bersaing.
n. Ujian, godaan, hambatan, dan hal-hal yang tidak terduga dianggap tantangan untuk
mencari berbagai ikhtiar.
o. Memiliki toleransi terhadap kesalahan operasional atau penilaian. Ada introspeksi
dan kesediaan, serta sikap responsif dan arif terhadap umpan balik (feedback),
kritik, dan saran.
p. Punya kemampuan intensif dan seimbang dalam memperhatikan dan menyimak
informasi dari pihak lain dengan meletakan posisi dan sikap sendiri, dan
mengendalikan diri sendiri terhadap sesuatu soal yang dianggap belum jelas.
q. Menjaga dan memajukan nilai dan perilaku yang telah menjadi keyakinan dirinya,
integritas pribadi yang mengandung citra dan harga diri, selalu bersikap adil, adil,
dan sangat menjaga kepercayaan yang diberikan oleh orang lain.
Menurut Ahmad Sanusi, dalam konteks tersebut para wirausaha tidak memiliki
profil yang sama, masing-masing orang memiliki profilnya sendiri.
2. Nilai-nilai Hakiki Kewirausahaan
Masing-masing
3. Berpikir Kreatif dalam Kewirausahaan
E. Sikap dan Kepribadian Wirausaha
Alex Inkeles dan david H. Smith (1974:19-24) adalah salah satu di antara ahli
yang mengemukakan tentang kualitas dan sikap orang modern. Menurut Inkeles (1974:24)
kualitas manusia modern tercermin pada orang yang berpartisipasi dalam produksi
modern yang dimanifestasikan dalam bentuk sikap, nilai, dan tingkah laku dalam
kehidupan sosial. Ciri-cirinya meliputi keterbukaan terhadap pengalaman baru, selalu
26
membaca perubahan sosial, lebih realitas terhadap fakta dan pendapat, berorientasi pada
masa kini dan masa yang akan datang bukan pada masa lalu, berencana, percaya diri,
memiliki aspirasi, berpendidikan dan mempunyai keahlian, respek, hati-hati, dan
memahami produksi.
Ciri-ciri orang modern tersebut hampir sama dengan yang dikemukakan oleh
gunar Myrdal, yaitu:
1. Kesiapan diri dan keterbukaan terhadap inovasi.
2. Kebebasan yang besar dari tokoh-tokoh tradisional.
3. Mempunyai jangkauan dan pandangan yang luas terhadap berbagai masalah.
4. Berorientasi pada masa sekarang dan yang akan datang.
5. Selalu berencana dalam segala kegiatan.
6. Mempunyai keyakinan pada kegunaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
7. Percaya bahwa kehidupan tidak dikuasai oleh nasib dan orang tertentu.
8. Memiliki keyakinan dan menggunakan keadilan sesuai dengan prinsip masing-masing.
9. Sadar dan menghormati orang lain (Siagian, 1972).
Menurut Harsojo (1978:5), modernisasi sebagai sikap yang menggambarkan:
1. Sikap terbuka bagi pembaharuan dan perubahan.
2. Kesanggupan membentuk pendapat secara demokratis.
3. Berorientasi pada masa kini dan masa depan.
4. Meyakini kemampuan sendiri.
5. Menyakini kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
6. Menganggap bahwa ganjaran itu hasil dari prestasi.
Orang yang terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru akan lebih siap untuk
menanggapi segala peluang, tantangan dan perubahan sosial, misalnya dalam mengubah
standar hidupnya. Orang-orang yang terbuka terhadap ide-ide baru ini merupakan
27
wirausaha yang inovatif dan kreatif yang ditemukan dalam jiwa kewirausahaan. Menurut
Yurgen Kocka (1975), “Pandangan yang luas dan dinamis serta kesediaan untuk
pembaharuan, bisa lebih cepat berkembang dalam lapangan industri, tidak lepas dari suatu
latar belakang pendidikan, pengalaman perjalanan yang banyak” (Yuyun Wirasasmita,
(1982:44). Dalam konteks ini, juga dijumpai perpaduan yang nyata antara usaha
perdagangan yang sistematis dan rasional dengan kemampuan bereaksi terhadap
kesempatan-kesempatan yang didasari keberanian berusaha. Wirausaha adalah
kepribadian unggul yang mencerminkan budi yang luhur dan suatu sifat yang pantas
diteladani, karena atas dasar kemampuannya sendiri dapat melahirkan suatu sumbangsih
dan karya untuk kemajuan kemanusian yang berlandaskan kebenaran dan kebaikan.
Seperti telah diungkapkan bahwa wirausaha sebenarnya adalah seorang inovator
atau individu yang mempunyai kemampuan naluriah untuk melihat benda-benda materi
sedemikian rupa yang kemudian terbukti benar, mempunyai semangat dan kemampuan
serta pikiran untuk menaklukkan cara berpikir yang tidak berubah, dan mempunyai
kemampuan untuk bertahan terhadap oposisi sosial (Heijrachman Ranupandoyo, 1982;1).
Wirausaha berperan dalam mencari kombinasi-kombinasi baru yang merupakan gabungan
dari lima proses inovasi, yaitu menemukan pasar-pasar baru, pengenalan barang-barang
baru, metode produksi baru, sumber-sumber penyediaan bahan-bahan mentah baru, serta
organisasi industri baru. Wirausaha merupakan inovator yang dapat menggunakan
kemampuan untuk mencari kreasi-kreasi baru.
Dalam perusahaan, wirausaha adalah seorang inisiator atau organisator penting
suatu perusahaan. Menurut Dusselman (1989:16), seseorang yang memiliki jiwa
kewirausahaan ditandai oleh pola-pola tingkah laku sebagai berikut:
1. Inovasi, yaitu usaha untuk menciptakan, menemukan dan menerima ide-ide
baru.
28
2. Keberanian untuk menghadapi resikop, yaitu usaha untuk menimbang dan
menerima resiko dalam pengambilan keputusan dan dalam menghadapi
ketidakpastian.
3. Kemampuan manajerial, yaitu usaha-usaha yang dilakukan untuk
melaksanakan fungsi-fungsi manajemen, meliputi (1) usaha perencanaan, (2) usaha
untuk mengkoordinir, (3) usaha untuk menjaga kelancaran usaha, (4) usaha untuk
mengwasi dan mengevaluasi usaha.
4. Kepemimpinan, yaitu usaha memotivasi, melaksanakan, dan mengarahkan
tujuan usaha.
Menurut Kathleen L. Hawkins & Peter A. Turla (1986) pola tingkah laku
kewirausaha di atas tergambar pula dalam perilaku dan kemampuan sebagai berikut.
1. Kepribadian, aspek ini bisa diamati dari segi kreativitas, disiplin diri, kepercayaan diri,
keberanian menghadapi risiko, memiliki dorongan, dan kemauan kuat.
2. Hubungan, dapat dilihat dari indikator komunikasi dan hubungan antar-personal,
kepemimpinan, dan manajemen.
3. Pemasaran, meliputi kemampuan dalam menentukan produk dan harga, perilklanan
dan promosi.
4. Keahlian dalam mengatur, diwujudkan dalam bentuk penentuan tujuan, perencanaan,
dan penjadwalan, serta pengaturan pribadi.
5. Keuangan, indikatornya adalah sikap terhadap uang dan cara mengatur uang.
David Mc Clelland (1961:205) mengemukakan enam ciri perilaku kewirausahaan,
yaitu:
1. Keterampilan mengambilan keputusan dan mengambil risiko yang
moderat, dan bukan atas dasar kebetulan belaka.
2. Energik, khususnya dalam bentuk berbagai kegiatan inovatif.
29
3. Tanggung jawab individual.
4. Mengetahui hasil-hasil dari berbagai keputusan yang diambilnya, dengan
tolok ukur satuan uang sebagai indikator keberhasilan.
5. Mampu mengantisipasi berbagai kemungkinan di masa datang.
6. Memiliki kemampuan berorganisasi, meliputi kemampuan,
kepemimpinan, dan manajerial.
Telah dikemukakan di atas bahwa wirausaha adalah inovator dalam
mengombinasikan sumber-sumber bahan baru, teknologi baru, metode produksi baru,
akses pasar baru, dan pangsa pasar baru (Schumpeter, 1934). Oleh Ibnu Soedjono (1993)
perilaku kreatif dan inovatif tersebut dinamakan “entrepreneurial action”, yang ciri-
cirinya (1) selalu mengamankan investasi terhadap risiko, (2) mandiri, (3) berkreasi
menciptakan nilai tambah, (4) selalu mencari peluang, (5) berorientasi ke masa depan.
Perilaku tersebut dipengaruhi oleh nilai-nilai kepribadian wirausaha, yaitu nilai-
nilai keberanian menghadapi risiko, sikap positip, dan optimis, keberanian mandiri, dan
memimpin, dan kemauan belajar dari pengalaman.
Keberhasilan atau kegagalan wirausaha sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor
baik eksternal maupun internal. Menurut Sujuti Jahja (1977), faktor internal yang
berpengaruh adalah kemauan, kemampuan, dan kelemahan. Sedangkan faktor yang
berasal dari eksternal diri perlaku adalah kesempatan atau peluang.
F. Motif Berprestasi Kewirausahaan
Para ahli mengemukakan bahwa seseorang memiliki minat berwirausaha karena
adanya suatu motif tertentu, yaitu motif berprestasi (achievement motive). Motif
berprestasi ialah suatu nilai sosial yang menekankan pada hasrat untuk mencapai yang
30
terbaik guna mencapai kepuasan secara pribadi (Gede Anggan Suhandana, 1980:55).
Faktor dasarnya adalah adanya kebutuhan yang harus dipenuhi.
Teori motivasi pertama kali dikemukakan oleh Maslow (1934). Ia mengemukakan
hierarki kebutuhan yang mendasari motivasi. Menurutnya, kebutuhan itu bertingkat sesuai
dengan tingkatan pemuasannya, yaitu kebutuhan fisik (physiological needs), kebutuhan
akan keamanan (security needs), kebutuhan sosial (social needs), kebutuhan harga diri
(esteem needs), dan kebutuhan akan aktualisasi diri (self-actualization needs).
David C. McClelland (1971) mengelompok kebutuhaqn (needs), menjadi tiga,
yakni:
1. Need for achievement (n’Ach): The drive to axcel, to achieve in relation to a set of
standard, to strive to succeed.
2. Need for power (n’Pow); The need to make other behave in a way that they would not
have behaved otherwise.
3. Need for affiliation (n’Aff): The desire for friendly and close interpersonal
relationships.
Kebutuhan berprestasi wirausaha (n’Ach) terlihat dalam bentuk tindakan untuk
melakukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien dibanding sebelumnya. Wirausaha
yang memiliki motif berprestasi tinggi pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Ingin mengatasi sendiri kesulitan dan persoalan-persoalan yang timbul pada
2. Selalu memerlukan umpan balik yang segera untuk melihat keberhasilan dan
kegagalan.
3. Memiliki tanggung jawab personal yang tinggi.
4. Berani menghadapi risiko dengan penuh perhitungan.
5. Menyukai tantangan dan melihat tantangan secara seimbang (fifty-fifty). Jika tugas
yang diembannya sangat ringan, maka wirausaha merasa kurang tantangan, tetapi ia
31
selalu menghindari tantangan yang sulit yang memungkinkan pencapaian keberhasilan
sangat rendah.
Kebutuhan akan kekuasaan (n’Pow), yaitu hasrat untuk mempengaruhi,
mengendalikan, dan menguasai orang lain. Ciri umumnya adalah senang bersaing,
berorientasi pada status, dan cenderung lebih berorientasi pada status dan ingin
mempengaruhi orang lain.
Kebutuhan untuk berafiliasi (n’Aff), yaitu hasrat untuk diterima dan disukai oleh
orang lain. Wirausaha yang memiliki motivasi berafiliasi tinggi lebih menyukai
persahabatan, bekerja sama daripada persaingan, dan saling pengertian. Menurut Stephen
P. Robbins (1993:214), kebutuhan yang kedua dan ketigalah yang erat kaitannya dengan
keberhasilan manajer saat ini.
Ahli psikologi lain, Frederik Herzberg (1987) dalam teori motivation-hygiene
mengemukakan bahwa hubungan dan sikap individu terhadap pekerjaannya merupakan
dua faktor dasar motivasi yang menentukan keberhasila kerja, yaitu faktor yang membuat
orang lain merasa puas (satisfaction) dan faktor yang membuat orang tidak merasa puas
(dissatisfaction). Faktor internal yang membuat orang memperoleh kepuasan kerja (job-
satisfaction) meliputi prestasi (achievement), pengakuan (recognition), pekerjaan (the
work itself), tanggungjawab (responsibility), kemajuan (advancement), dan kemungkinan
berkembang (possibility of growth). Sedangkan faktor yang menentukan ketidakpuasan
(dissatisfaction) adalah upah, keamanan kerja, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan,
mutu pengendalian teknis, mutu hubungan interpersonal (Gibson, 1990:95).
Ahli lain yang membahas motivasi adalah Victor Vroom (1964) dalam teorinya
yang disebut teori harapan (expectancy theory). Ia mengemukakan bahwa “The strength of
a tendency to act in a certain way depend on the strength of an expectation that an act
will be followed by a given outcome and actractiveness of that outcome to the individual”.
32
Kecenderungan yang kuat untuk bertindak dalam suatu arah tertentu tergantung pada
kekuatan harapan yang akan dihasilkan dari tindakannya dan ketertarikan lain yang
dihasilkan bagi seseorang. Menurut Victor Vroom, ada tiga variabel yang saling
berhubungan, yaitu (1) Attractiveness, merupakan imbalan yang diperoleh dari pekerjaan,
(2) Performance-reward linkage, yaitu hubungan antara imbalan yang diperoleh dan
kinerja, dan (3) Effort performance linkage, yaitu hubungan antara usaha dan kinerja yang
dihasilkan. Ada tiga prinsip dari teori harapan (expectancy theory), yaitu:
1. Prestasi atau performance (P) adalah fungsi perkalian antara
motivasi (M) dan ability (A).
2. Motivasi merupakan fungsi perkalian dari valensi tingkat pertama
(V1) dengan expectancy (E).
3. Valensi tingkat pertama merupakan fungsi perkalian antara jumlah
valensi yang melekat pada perolehan tingkat kedua dengan
instrumental (I).
Menurut Nasution (1982:26), Louis Allen (1986:70), ada tiga fungsi motif, yaitu:
1. Mendorong manusia untuk menjadi penggerak atau sebagai motor yang melepaskan
energi.
2. Menentukan arah perbuatan ketujuan tertentu.
3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dijalankan untuk mencapai suatu tujuan dengan menghindari perbuatan yang tidak
bermanfaat bagi pencapaian tujuan itu.
Berdasarkan teori motivasi di atas, timbul pertanyaan, mengapa orang berhasrat
menjadi wirausaha? Menurut Dan steinhoff & John F. Burgess (1993:6) ada tujuh motif:
1. The desire for higher income.
2. The desire for more satisfying career.
P = f (M x A)
M = f (V1 x E)
V1 = f (V1 x 1)
33
3. The desire to be self-directed.
4. The desire for the prestige that comes to being a business owner.
5. The desire to run with a new idea or concept.
6. The desire to build long-term wealth.
7. The desire to make a contribution to humanity or to a specific cause.
Dalam “Entrepreneur’s Handbook”, yang dikutip oleh Yuyun Wirasasmita
(1994:8), dikemukakan beberapa alasan mengapa seseorang berwiraiusaha, yakni:
1. Alasan keuangan, yakni untuk mencari nafkah untuk menjadi kaya, untuk mencari
pendapatan tambahan, sebagai jaminan stabilitas keuangan.
2. Alasan sosial, yakni untuk memperoleh gengsi atau status, untuk dapat dikenal dan
dihormati, untuk menjadi contoh bagi orang tua di desa, agar dapat bertemu dengan
orang banyak.
3. Alasan pelayanan, yaitu untuk memberi pekerjaan pada masyarakat, untuk menatar
masyarakat, untuk membantu ekonomi masyarakat, demi masa depan anak-anak dan
keluarga, untuk mendapatkan kesetiaan suami atau istyri, untuk membahagiakan ayah
dan ibu.
4. Alasan pemenuhan diri, yaitu untuk menjadi alasan atau mandiri, untuk mencapai
sesuatu yang diinginkan, untuk menghindari ketergantungan pada orang lain, untuk
menjadi lebih produktif, dan untuk menggunakan kemampuan pribadi.
Menurut Zimmerer (1996:3) ada beberapa peluang yang dapat diambil dari
kewirausahaan, yaitu:
1. Peluang untuk memperoleh kontrol atas kemampuan diri.
2. Peluang untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki secara penuh.
3. Peluang untuk memperoleh manfaat secara finansial.
34
4. Peluang untuk berkontribusi kepada masyarakat dan menghargai usaha-usaha
seseorang.
BAB 1II
PROSES KEWIRAUSAHAAN
A. Faktor-faktor Pemicu Kewirausahaan
David C. McClelland (1961:207), mengemukakan bahwa kewirausahaan
(entrepreneurship) ditentukan oleh motif berprestasi (achievement), optimisme
(optimism), sikap-sikap nilai (value attitudes) dan status kewriusahaan (entrepreneurial
status) atau keberhasilan. Sedangkan menurut Ibnoe soedjono dan Roopke, proses
kewirausahaan atau tindakan kewirausahaan (entrepreneurial action) merupakan fungsi
dari property right (PR), competency/ability (C), incentive (I), dan external environment
(E).
Perilaku kewirausahaan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor-
faktor itu adalah hak kepemilikan (property right, PR), kemampuan/ kompetensi
(competency/ability, C), dan insentif (incentive), sedangkan faktor eksternalnya meliputi
lingkungan (environment, E). Menurut Ibnoe Soedjono, karena dalam kemampuan afektif
(affective abilities) mencakup sikap, nilai-nilai, aspirasi, perasaan, dan emosi yang
kesemuanya sangat tergantung pada kondisi lingkungan yang ada, maka dimensi
kemampuan afektif (affective abilities) dan kemampuan kognitif (cognitive abilities)
merupakan bagian dari pendekatan kemampuan kewirausahaan (entrepreneurial). Jadi,
kemampuan berwirausaha (entrepreneurial) merupakan fungsi dari perilaku
35
kewirausahaan dalam mengombinasikan kreativitas, inovasi, kerja keras, dan keberanian
menghadapi risiko untuk memperoleh peluang.
B. Model Proses Kewirausahaan
Menurut Carol Noore yang dikutip oleh Bygrave (1996:3), proses kewirausahaan
diawali dengan adanya inovasi. Inovasi tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor baik
internal maupun eksternal seperti pendidikan, sosiologi, organisasi, kebudayaan, dan
lingkungan (Bygrave, 1996:3). Faktor-faktor tersebut membentuk locus of control,
kreativitas, inovasi, implementasi, dan pertumbuhan yang kemudian berkembang menjadi
wirausaha yang besar (Soeharto Prawirakusumo, 1977:5). Secara internal, inovasi
dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari individu seperti locus of control, toleransi, nilai-
nilai, pendidikan, pengalaman. Sedangkan faktor yang berasal dari lingkungan yang
mempengaruhi diantaranya model peran, aktivitas, dan peluang. Oleh karena itu, inovasi
berkembang menjadi kewirausahaan melalui proses yang dipengaruhi lingkungan,
organisasi, dan keluarga.
Kewirausahaan berkembang dan diawali dengan adanya inovasi. Inovasi ini dipicu
oleh faktor pribadi,lingkungan, dan sosiologi. Faktor individu yang memicu
kewirausahaan adalah pencapaian locus of control, toleransi, pengambilan risiko, nilai-
nilai pribadi, pendidikan, pengalaman, usia, komitmen, dan ketidakpuasaan. Sedangkan
faktor pemicu yang berasal dari lingkungan ialah peluang, model peran, aktivitas, pesaing,
inkubator, sumber daya, dan kebijakan pemerintah. Sedangkan faktor pemicu yang berasal
dari lingkungan sosial meliputi keluarga, orang tua dan jaringan kelompok. Seperti halnya
pada tahap perintisan kewirausahaan, maka pertumbuhan kewirausahaan sangat
tergantung pada kemampuan pribadi, organisasi, dan lingkungan. Faktor lingkungan yang
mempengaruhi pertumbuhan kewirausahaan adalah pesaing, pelanggan, pemasok, dan
lembaga-lembaga keuangan yang akan membantu pendanaan. Sedangkan faktor yang
36
berasal dari pribadi adalah komitmen, visi, kepemimpinan, dan kemampuan manajerial.
Selanjutnya faktor yang berasal dari organisasi adalah kelompok, struktur, budaya, dan
strategi. Jadi kewirausahaan diawali dengan inovasi. Inovasi tersebut dipengaruhi oleh
nilai-nilai pribadi, sosiologi, organisasi, dan lingkungan.
Seorang yang berhasil dalam berwirausaha adalah orang yang dapat
menggabungkan nilai-nilai, sifat-sifat utama (pola sikap) dan perilaku dengan bekal
pengetahuan, pengalaman dan keterampilan praktis (knowledge and practice). Jadi,
pedoman-pedoman, pengharapan-pengharapan dan nilai-nilai, baik yang berasal dari
pribadi maupun kelompok berpengaruh dalam membentuk perilaku kewirausahaan.
C. Ciri-ciri Penting Tahap Permulaan dan Pertumbuhan Kewirausahaan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 115 usaha kecil unggulan di Kabupaten
Madiun yang dilakukan oleh penulis diperoleh kesimpulan bahwa pada umumnya proses
pertumbuhan kewirausahaan pada usaha kecil tersebut memiliki tiga ciri penting, yaitu (1)
tahap imitasi dan duplikasi (imitating and duplicating), (2) tahap duplikasi dan
pengembangan (duplicating and devoloping), (3) tahap menciptakan sendiri barang dan
jasa baru yang berbeda (creating new and different).
Pada tahap pertama, yaitu proses imitasi dan duplikasi para wirausaha mulai
meniru ide-ide orang lain, misalnya untuk memulai atau merintis usaha barunya diawali
dengan meniru usaha orang lain, dalam menciptakan jenis barang yang akan dihasilkan
meniru yang sudah ada. Teknik produksi, desain, pemprosesan, organisasi usaha, dan pola
pemasarannya meniru yang sudah ada. Beberapa keterampilan tertentu diperoleh melalui
magang atau pengalaman baik dari lingkungan keluarga maupun orang lain. Akan tetapi
tidak sedikit pula wirausaha yang berhasil karena proses pengamatan.
37
Selanjutnya, pada tahap duplikasi dan pengembangan, para wirausaha mulai
mengembangkan ide-ide barunya. Dalam tahap duplikasi produk misalnya, wirausaha
mulai mengembangkan produknya melalui diversifikasi dan diferensiasi dengan didesain
sendiri. Demikian pula dalam organisasi usaha dan pemasaran mulai dikembangkan
model-model pemasaran sendiri. Meskipun pada tahap ini mengalami perkembangan yang
lambat dan cenderung kurang dinamis, tetapi sudah ada sedikit perubahan. Misalnya
desain dan teknik yang cenderung monoton, mungkin berubah tiga sampai lima tahun
sekali, pemasaran cenderung dikuasai oleh bentuk-bentuk monopsoni oleh para
pengumpul seperti usaha kecil pada umumnya. Beberapa wirausaha di antaranya ada juga
yang mengikuti model pemasaran dan cenderung berperan sebagai market follower dan
beberapa perusahaan lagi mengikuti kehendak pedagang pengumpul. Setelah tahap
duplikasi dan pengembangan, kemudian tahap menciptakan sendiri sesuatu yang baru dan
berbeda melalui ide-ide sendiri sampai terus berkembang. Tada tahap ini wirausaha
biasanya mulai bosan dengan proses produksi yang ada, keingitahuan, ketidakpuasan
terhadap hasil yang sudah ada mulai timbul dan adanya keinginan untuk mencapai hasil
yang lebih unggul secara mengebu-gebu. Pada tahap ini organisasi usaha mulai diperluas
dengan skala yang luas pula, produk mulai diciptakan sendiri berdasarkan pengamatan
pasar dan berdasarkan kebutuhan konsumen, ada keinginan untuk menjadi penantang
pasar (market challenger) bahkan pemimpin pasar (market leader). Produk-produk unik
yang digerakkan oleh pasar (market driven) mulai diciptakan dan disesuaikan dengan
perkembangan teknik yang ada. Beberapa industri kecil tertentu, misalnya industri kecil
sepatu dan industri konveksi mulai menantang pasar (market challenger), sedangkan
industri lainnya yang menggunakan teknik produksi tradisional dan semi modern masih
menjadi pengikut pasar (market follower).
38
D. Langkah Menuju Kaberhasilan Wirausaha
Untuk menjadi wirausaha sukses, pertama-tama harus memiliki ide atau visi bisnis
(business vision) yang jelas, kemudian ada kemauan dan keberanian untuk menghadapi
risiko baik waktu maupun uang. Apabila ada kesiapan dalam menghadapi risiko, langkah
berikutnya adalah membuat perencanaan usaha, mengorganisasikan dan menjalankannya.
Agar usahanya berhasil, selain harus kerja keras sesuai dengan urgensinya, wirausaha
harus mampu mengembangkan hubungan baik dengan mitrausahanya maupun dengan
semua pihak yang terkait dengan kepentingan perusahaan.
E. Faktor Penyebab Keberhasilan dan Kegagalan Wirausaha
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, keberhasilan atau kegagalan wirausaha
sangat tergantung pada kemampuan pribadi wirausaha. Zimmerer (1996:14-15)
mengemukakan beberapa faktor-faktor yang menyebabkab wirausaha gagal dalam
menjalankan usaha barunya.
1. Tidak kompeten dalam manajerial. Tidak kompeten atau tidak memiliki kemampuan
dan pengetahuan mengelola usaha merupakan faktor penyebab utama yang membuat
perusahaan kurang berhasil.
2. Kurang berpengalaman baik dalam kemampuan teknik, kemampuan
menvisualisasikan usaha, kemampuan mengkoordininasikan, keterampilan mengelola
sumber daya manusia, maupun kemampuan mengintegrasikan operasi perusahaan.
3. Kurang dapat mengendalikan keuangan. Agar perusahaan dapat berhasil dengan baik
faktor yang paling utama dalam keuangan adalah memelihara aliran kas. Mengatur
pengeluaran dan penerimaan secara cermat. Kekeliruan dalam memelihara aliran kas
akan menghambat operasional perusahaan dan mengakibatkan perusahaan tidak
lancar.
39
4. Gagal dalam perencanaan. Perencanaan merupakan titik awal dari suatu kegiatan,
sekali gagal dalam perencanaan maka akan mengalami kesulitan dalam pelaksanaan.
5. Lokasi yang kurang memadai. Lokasi usaha yang strategis merupakan faktor yang
menentukan keberhasilan usaha. Lokasi yang tidak strategis merupakan faktor yang
menentukan keberhasilan usaha. Lokasi yang tidak styrategis dapat mengakibatkan
perusahaan sukar beroperasi karena kurang efisien.
6. Kurangnya pengawasan peralatan. Pengawasan erat kaitannya dengan efisiensi dan
efektivitas. Kurang pengawasan dapat mengakibatkan penggunaan alat tidak efisien
dan tidak efektif.
7. Sikap yang kurang sungguh-sungguh dalam berusaha. Sikap yang setengah-setengah
terhadap usaha akan mengakibatkan usaha yang dilakukan menjadi labil dan gagal.
Dengan sikap setengah hati, kemungkinan gagal menjadi besar.
8. Ketidakmampuan dalam melakukan peralihan/ transisi kewirausahaan. Wirausaha
yang kurang siap menghadapi dan melakukan perubahan, tidak akan menjadi
wirausaha yang berhasil. Keberhasilan dalam berwirausaha hanya bisa diperoleh
apabila berani mengadakan perubahan dan mampu membuat peralihan setiap waktu.
Selain faktor-faktor yang membuat kegagalan kewitrausahaan, Zimmerer
(1996:17) mengemukakan beberapa potensi yang membuat seseorang mundur dari
kewirausahaan, yaitu:
1. Pendapatan yang tidak menentu. Baik pada tahap awal maupun tahap pertumbuhan,
dalam bisnis ada jaminan untuk memperoleh pendapatan yang berkesinambungan.
Dalam kewirausahaan, sewaktu-waktu bisa rugi dan sewaktu-waktu juga bisa untung.
Kondisi yang tidak menentu dapat membuat seseorang mundur dari kegiatan
berwirausaha.
40
2. Kerugian akibat hilangnya modal investasi. Tingkat kegagalan bagi usaha baru
sangatlah tinggi. Menurut Yuyun Wirasasmita (1998), tingkat mortalitas/ kegagalan
usaha kecil di Indonesia mencapai 78 persen. Kegagalan investasi mengakibatkan
seseorang mundur dari kegiatan berwirausaha. Bagi seorang wirausaha, kegagalan
sebaiknya dipandang sebagai pelajaran berharga.
3. Perlu kerja keras dan waktu yang lama. Wirausaha biasanya bekerja sendiri mulai dari
pembelian, pengolahan, penjualan, dan pembukuan. Waktu yang lama dan keharusan
bekerja keras dalam berwirausaha mengakibatkan orang yang ingin menjadi wirausaha
menjadi mundur. Ia kurang terbiasa dalam menghadapi tantangan. Wirausaha yang
berhasil pada umumnya menjadikan tantangan sebagai peluang yang harus dihadapi
dan ditekuni.
4. Kualitas kehidupan yang rendah meskipun usahanya mantap. Kualitas kehidupan yang
tidak segera meningkat dalam usaha, akan mengakibatkan seseorang mundur dari
kegiatan berwirausaha. Misalnya, pedagang yang kualitas kehidupannya tidak
meningkat, maka akan mundur dari usaha dagangnya dan masuk ke usaha lain.
F. Keuntungan dan Kerugian Berwirausaha
Keuntungan dan kerugian kewirausahaan identik dengan keuntungan dan kerugian
pada usaha kecil milik sendiri. Peggy Lambing dan Charles L. Kuehl (2000:19-20)
mengemukakan keuntungan dan kerugian kewirausahaan sebagai berikut:
1. Keuntungan Kewirausahaan
a. Otonomi. Pengelolaan yang bebas dan tidak terikat membuat
wirausaha menjadi seorang “bos” yang penuh kepuasan.
41
b. Tantangan awal dan perasaan motif berprestasi. Tantangan awal atau
perasaan bermotivasi yang tinggi merupakan hal menggembirakan. Peluang untuk
mengembangkan konsep usaha yang dapat menghasilkan keuntungan sangat
memotivasi wirausaha.
c. Kontrol finansial. Bebas dalam mengelola keuangan, dan merasa
kekayaan sebagai milik sendiri.
2. Kerugian Kewirausahaan
Di samping beberapa keuntungan seperti di atas, dengan berwirausaha juga
memiliki beberapa kerugian, yaitu:
a. Pengorbanan personal. Pada awalnya wirausaha harus bekerja dengan
waktu yang lama dan sibuk. Sedikit waktu untuk kepentingan keluarga, rekreasi.
Hampir semua waktu dihabiskan untuk kegiatan bisnis.
b. Beban tanggung jawab. Wirausaha harus mengelola semua fungsi
bisnis, baik pemasaran, keuangan, personil maupun pengadaan dan pelatihan.
c. Kecilnya margin keuntungan dan kemungkinan gagal. Karena
wirausaha menggunakan keuangan yang kecil dan keuangan milik sendiri, maka
margin laba/ keuntungan yang diperoleh akan relatif kecil dan kemungkinan gagal
juga ada.
42
BAB 1V
FUNGSI DAN MODEL PERAN WIRAUSAHA
A. Profil Kewirausahaan
Berbagai ahli mengemukakan profil wirausaha dengan pengelompokkan yang
berbeda-beda. Ada yang mengelompokkan berdasarkan pemilikannya, pengelompokkan
berdasarkan perkembangannya dan pengelompokkan berdasarkan kegiatan usahanya.
Roopke (1995:5), mengelompokkan kewirausahaan berdasarkan perannya, sebagai
berikut.
1. Kewirausahaan rutin (wirt), yaitu wirausaha yang dalam melakukan kegiatan sehari-
harinya cenderung menekankan pada pemecahan masalah dan perbaikan standar
prestasi tradisional. Fungsi wirausaha rutin adalah mengadakan perbaikan-perbaikan
terhadap standar tradisional, bukan penyusunan dan pengalokasan sumber-sumber.
Wirausaha ini berusaha untuk menghasilkan barang, pasar, dan teknologi, misalnya
seorang pegawai atau manajer. Wirausaha rutin dibayar dalam bentuk gaji.
43
2. Kewirausahaan arbitrase, yaitu wirausaha yang selalu mencari peluang melalui
kegiatan penemuan (pengetahuan) dan pemanfaatan (pembukaan). Misalnya, bila tidak
terjadi ekuilibrium dalam penawaran dan permintaan pasar, maka ia akan membeli
dengan murah dan menjualnya dengan mahal. Kegiatannya melibatkan spekulasi
dalam memanfaatkan perbedaan harga jual dan harga beli.
3. Wirausaha inovatif, yaitu wirausaha dinamis yang menghasilkan ide-ide dan kreasi-
kreasi baru yang berbeda. Ia merupakan promotor, tidak saja dalam memperkenalkan
teknik dan produk baru, tetapi juga dalam pasar dan sumber pengadaan, peningkatan
teknik manajemen, dan metode distribusi baru. Ia mengadakan proses dinamis pada
produk, proses, hasil, sumber pengadaan, dan organisasi yang baru.
Sedangkan Zimmerer (1996) mengelompokkan profil kewirausahaan sebagai
berikut:
1. Part-time Entrepreneur, yaitu wirausaha yang melakukan usahanya hanya sebagian
waktu saja sebagai hobi. Kegiatan bisnis bisanya hanya bersifat sampingan.
2. Home-Based New Ventures, yaitu usaha yang dirintis dari rumah/ tempat tinggalnya.
3. Family-Owner Business, yaitu usaha yang dilakukan/ dimiliki oleh beberapa anggota
keluarga secara turun-temurun.
4. Copreneurs, yaitu usaha yang dilakukan oleh dua orang wirausaha yang bekerja sama
sebagai pemilik dan menjalankan usaha bersama-sama.
B. Fungsi Makro dan Mikro Wirausaha
Dilihat dari ruang lingkupnya wirausaha memiliki dua fungsi, yaitu fungsi secara
makro dan fungsi mikro. Secara makro, wirausaha berperan sebagai penggerak,
pengendali, dan pemacu perekonomian suatu bangsa. Di Amerika Serikat, Eropa Barat,
dan negara-negara di Asia, kewirausahaan menjadi kekuatan ekonomi negara tertentu,
sehingga negara-negara tersebut menjadi kekuatan ekonomi dunia yang kaya dengan
44
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi. Hasil-hasil dari penemuan
ilmiah, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi rekayasa telah
menghasilkan kreasi-kreasi baru dalam produk barang dan jasa-jasa yang berskala global.
Semua itu merupakan hasil dari proses dinamis wirausaha yang kreatif. Bahkan para
wirausahalah yang berhasil menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan
ekonomi. Wirausahalah yang berani mengambil risiko, memimpin, dan mendorong
pertumbuhan ekonomi. Tanpa dorongan, energi, dan dedikasi para wirausaha,
pembentukan (formasi) investasi pada perusahaan-perusahaan baru tidak pernah terjadi.
Menurut J. B. Say, wirausaha adalah orang yang menggeser sumber-sumber ekonomi dari
produktivitas terendah menjadi produktivitas tertinggi dan berlimpah ruah. Menurutnya,
wirausahalah yang menghasilkan perubahan. Perubahan itu dilakukan tidak dengan
mengerjakan sesuatu yang lebih baik tetapi dengan melakukan sesuatu yang berbeda (“not
by doing things better but by doing something different”).
Secara kualitatif, peranan wirausaha melalui usaha kecilnya tidak diragukan lagi,
yakni: Pertama, usaha kecil dapat memperkokoh perekonomian nasional melalui berbagai
keterkaitan usaha, seperti fungsi pemasok, fungsi produksi, fungsi penyalur, dan pemasar
bagi hasil produk-produk industri besar. Usaha kecil berfungsi sebagai transformator
antarsektor yang mempunyai kaitan ke depan maupun ke belakang (forward and
backward-lingkages) (Drucker, 1979-54). Kedua, usaha kecil dapat meningkatkan
efediensi ekonomi khususnya dalam menyerap sumber daya yang ada. Usaha kecil sangat
fleksibel, karena dapat mnyerap tenaga kerja lokal, sumber daya lokal, dan meningkatkan
sumber daya manusia menjadi wirausaha-wirausaha yang tangguh. Ketiga, usaha kecil
dipandang sebagai sarana pendistribusian pendapatan nasional, alat pemerataan berusaha
dan pemerataan pendapatan (wealth creation prosess), karena jumlahnya tersebar baik di
perkotaan maupun di pedesaan.
45
Secara mikro, peran wirausaha adalah penanggung risiko dan ketidakpastian,
mengombinasikan sumber-sumber ke dalam cara yang baru dan berbeda untuk
menciptakan nilai tambah dan usaha-usaha baru. Dalam melakukan fungsi mikronya,
menurut Marzuki Usman (1977), secara umum wirausaha memiliki dua peran, yaitu (1)
sebagai penemu (innovator), (2) sebagai perencana (planner).
Sebagai inovator, wirausaha berperan dalam menemukan dan menciptakan:
1. Produk baru (the new product)
2. Teknologi baru (the new tecnology)
3. Ide-ide baru (the new image)
4. Organisasi usaha baru (the new organization)
Sebagai planner, wirausaha berperan dalam menemukan dan menciptakan:
1. Perencanaan perusahaan (corporate plan)
2. Strategi perusahaan (corporate strategy)
3. Ide-ide dalam perusahaan (corporate image)
4. Organisasi perusahaan (corporate organization)
Menurut Zimmerer (1996:51) fungsi wirausaha adalah menciptakan nilai barang
dan jasa di pasar melalui proses pengombinasian sumber daya dengan cara-cara baru yang
berbeda untuk dapat bersaing. Nilai tambah tersebut diciptakan melalui:
1. Pengembangan teknologi baru (devoloping new technology).
2. Penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge).
3. Perbaikan produk dan jasa yang ada (improving existing products or services).
4. Penemuan cara-cara yang berbeda untuk menyediakan barang dan jasa dengan jumlah
lebih banyak dengan menggunakan sumber daya lebih sedikit (finding different ways
of providing more goods and services with fewer resources).
46
Lain halnya dengan Werner Shombart (1992), yang membagi fungsi
entrepreneur menjadi tiga, yaitu:
1. Captain of industry, yang mulai sebagai teknisi atau tukang dalam satu bidang
keahlian, kemudian berhasil menemukan sesuatu yang baru, bukan dengan sengaja
melainkan karena hasil temuan dan kehebatan daya cipta.
2. Usahawan (businessman), yaitu orang yang menganalisis berbagai kebutuhan
masyarakat, merangsang kebutuhan baru untuk mendapat langganan baru.
Perhatiannya yang paling utama adalah penjualan.
3. Pemimpin keuangan (financial leader), yaitu orang sejak muda menekuni keuangan,
mengumpulkan uang, dan menggabungkan sumber-sumber keuangan.
Selain entrepreneur, istilah lain yang juga dikenal adalah konsep “entrepreneur”
yaitu orang yang tidak menemukakan sesuatu (produk) yang baru, tetapi menggunakan
temuan orang lain dan dipakai pada unit usaha yang bersangkutan (Marzuki Usman,
1977:4), misalnya dalam membuat desain/ rancangan suatu produk yang sesuai dengan
permintaan pasar. Fungsi intrapreneu adalah duplicating new product, and imitating new
technology. Berbeda dengan benchmarking yang berkembang pada kalangan para manajer
dan wirausaha di Jepang dan Australia. Pada benchmarking, selain meniru juga
mengembangkan produk melalui pengembangan teknologi baru (imitating and developing
product) atau imitating with modification (winardi, 1998).
Beberapa definisi di atas secara umum dapat diartikan bahwa wirausaha adalah
perintis dan pengembang perusahaan yang berani mengambil risiko dalam menghadapi
ketidakpastian dengan cara mengelola sumber daya manusia, material, dan keuangan
untuk mencapai tingkat keberhasilan tertentu yang diinginkan. Salah satu kunci
keberhasilan adalah memiliki tujuan dan visi untuk mencapai tujuan tersebut (Steinhoff
dan Burgess, 1993:38).
47
C. Tantangan Kewirausahaan dalam Konteks Global
Dalam konteks persaingan global yang semakin terbuka seperti sekarang ini,
banyak tantangan yang harus dihadapi. Setiap negara harus bersaing dengan menonjolkan
keunggulan sumber daya masing-masing. Negara-negara yang unggul dalam sumber
dayanya akan memenangkan persaingan. Sebaliknya negara-negara yang tidak memiliki
keunggulan bersaing dalam sumber daya akan kalah dalam persaingan dan tidak akan
mencapai banyak kemajuan. Negara-negara yang memiliki keunggulan bersaing adalah
negara-negara yang dapat memberdayakan sumber daya ekonominya (conomic
empowering) dan memberdayakan sumber daya manusianya (resourcess empower) secara
nyata. Sumber-sumber ekonomi dapat diberdayakan apabila sumber daya manusia betul-
betul menghadapi tantangan dan persaingan yang kompleks.
Tantangan persaingan global, tantangan pertumbuhan penduduk, tantangan
pengangguran, tantangan tanggung jawab sosial, keanekaragaman ketenagakerjaan, dan
tantangan etika, tantangan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, dan tantangan gaya
hidup berserta kecenderungan-kecenderungannya merupakan tantangan yang saling terkait
satu sama lain. Dalam persaingan global, semua sumber daya antar negara akan bergerak
bebas tanpa batas. Sumber daya alam, sumber daya manusia, ilmu pengetahuan, teknologi,
dan gaya hidup akan bergerak melewati batas-batas negara. Hanya sumber daya yang
memiliki keunggulanlah yang dapat bertahan dalam persaingan. Demikian juga
pertumbuhan penduduk dunia yang cepat disertai persaingan yang tinggi akan
menimbulkan berbagai angkatan kerja yang kompetitif (competitive advantages),
diantaranya melalui proses kreatif dan inovatif wirausaha.
Untuk dapat bersaing di pasar global sangat diperlukan barang dan jasa yang
berdaya saing tinggi, yaitu barang dan jasa yang memiliki keunggulan-keunggulan
48
tertentu. Untuk menghasilkan barang dan jasa yang berdaya saing tinggi diperlukan
tingkat efisiensi yang tinggi. Tingkat efisiensi yang tinggi ditentukan oleh kualitas sumber
daya manusia yang tinggi, yaitu sumber daya manusia yang profesional dan terampil yang
dapat menciptakan nilai tambah baru dan mampu menjawab tantangan baru. Selanjutnya
kualitas sumber daya manusia yang tinggi tersebut hanya dapat ditentukan oleh sistem
pendidikan yang menghasilkan sumber daya yang kreatif dan inovatif. Sumber daya
kreatif dan inovatif hanya terdapat pada wirausaha.oleh sebab itu, wirausaha yang mampu
menciptakan keunggulan bersaing melalui kemampuan menciptakan sesuatu yang baru
dan berbeda (create the new and different)
BAB V
IDE DAN PELUANG DALAM KEWIRAUSAHAAN
A. Ide Kewirausahaan
Seperti telah dikemukakan bahwa wirausaha dapat menambah nilai suatu barang
dan jasa melalui inovasi. Keberhasilan wirausaha dicapai apabila wirausaha menggunakan
produk, proses, dan jasa-jasa inovasi sebagai alat untuk menggali perubahan. Oleh sebab
itu, inovasi merupakan instrumen penting untuk memberdayakan sumber-sumber agar
menghasilkan sesuatu yang baru dan menciptakan nilai. Ketangguhan kewirausahan
sebagai penggerak perekonomian terletak pada kreasi baru untuk menciptakan nilai secara
terus-menerus. Wirausahaan dapat menciptakan nilai dengan cara mengubah semua
tantangan menjadi peluang melalui ide-idenya dan akhirnya ia menjadi pengendali usaha
(business driven). Semua tantangan bisa menjadi peluang apabila ada inovasi., misalnya
menciptakan permintaan melalui penemuan baru. Dengan penemuan baru para pengusaha
(business innovation) perusahaan mengendalikan pasar (market-driven), dan akhirnya
membuat ketergantungan konsumen kepada produsen. Dengan demikian, produsen tidak
49
lagi tergantung pada konsumen (seller-market) seperti falsafah pemasaran yang
konvensional.
Menurut Zimmerer, ide-ide yang berasal dari wirausaha dapat menciptakan
peluang untuk memenuhi kebutuhan riil di pasar. Ide-ide itu menciptakan nilai potensial di
pasar sekaligus menjadi peluang usaha. Dalam mengevaluasi ide untuk menciptakan nilai-
nilai potensial (peluang usaha), wirausaha perlu mengidentifikasi dan mengevaluasi
semua risiko yang terjadi dengan cara:
1. Pengurangan kemungkinan risiko melalui strategi yang proaktif.
2. Penyebaran risiko pada aspek yang paling mungkin.
3. Pengelolaan risiko yang mendatangkan nilai atau manfaat.
Ada risiko yang dapat dievaluasi, yaitu (1) risiko pasar atau risiko persaingan, (2)
risiko finansial,dan (3) risikoteknik. Risiko pasar terjadi akibat adanya ketidakpastian
pasar. Risiko finansial terjadi akibat rendahnya hasil penjualan dan tingginya biaya.
Risiko teknik terjadi sebagai akibat adanya kegagalan teknik. Pada hakikatnya,
ketidakpastian pasar terjadi akibat dari berbagai faktor seperti lingkungan ekonomi,
teknologi, demografi, dan sosial politik.
Menurut Zimmerer (1996:82) kreativitas sering kali muncul dalam bentuk ide-ide
untuk menghasilkan barang dan jasa-jasa baru. Ide itu sendiri bukan peluang dan tidak
akan muncul bila wirausaha tidak mengadakan evaluasi dan pengamatan secara terus
menerus. Banyak ide yang betul-betul asli, akan tetapi sebagian besar peluang tercipta
ketika wirausaha memiliki cara pandang baru terhadap ide yang lama. Pertanyaannya ,
bagaimana ide bisa menjadi peluang ? Ada beberapa cara, antara lain:
1. Ide dapat digerakkan secara internal melalui perubahan cara-cara/ metode yang lebih
baik untuk melayani dan memuaskan pelanggan dalam memenuhi kebutuhan.
2. Ide dapat dihasilkan dalam bentuk produk dan jasa baru.
50
3. Ide dapat dihasilkan dalam bentuk modifikasi bagaimana pekerjaan dilakukan atau
modifikasi cara melakukan suatu pekerjaan.
Hasil dari ide-ide tersebut secara keseluruhan adalah perubahan dalam bentuk
arahan atau petunjuk bagi perusahaan atau kreasi baru tentang barang yang dihasilkan
perusahaan. Banyak wirausaha yang berhasil bukan atas ide sendiri tetapi hasil
pengamatan dan penerapan ide-ide orang lain yang bisa dijadikan peluang.
B. Sumber-sumber Potensial Peluang
Agar ide-ide yang masih potensial menjadi peluang bisnis yang riil, maka
wirausaha harus bersedia melakukan evaluasi terhadap peluang secara terus-menerus.
Proses penjaringan ide atau disebut proses screening merupakan suatu cara terbaik untuk
menuangkan ide potensial menjadi produk dan jasa riil. Adapun langkah dalam
penjaringan (screening) ide dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Menciptakan produk baru dan berbeda. Ketika ide dimunculkan secara riil atau nyata,
misalnya dalam bentuk barang dan jasa baru, maka produk dan jasa tersebut harus
berbeda dengan produk dan jasa yang ada di pasar. Selain itu, produk dan jasa tersebut
harus menciptakan nilai bagi pembeli atau penggunanya. Agar berguna, barang dan
jasa itu harus bernilai bagi konsumen baik pelanggan maupun konsumen potensial
lainnya. Oleh sebab itu, wirausaha harus benar-benar mengetahui perilaku konsumen
di pasar. Dalam mengamati perilaku pasar, paling sedikit ada dua unsur pasar yang
perlu diperlukan (1) permintaan terhadap barang/ jasa yang dihasilkan, (2) waktu
penyerahan dan waktu permintaan barang/ jasa.
Dengan demikian, jelaslah bahwa wirausaha yang sukses perlu menciptakan
produk dan jasa unggul yang memberikan nilai kepada konsumen. Misalnya, apakah
produk-produk barang dan jasa tersebut dapat meningkatkan efisiensi bagi
51
pemakainya ? Apakah perbaikan dalam efisiensi dapat diketahui juga oleh pembeli
potensial ? Berapa persen target yang ingin dicapai dari segmentasi pasar tersebut ?
Pertanyaan-pertanyaan di atas penting dalam menciptakan peluang.
Secara implisit, apabila wirausaha baru menfokuskanpada segmen pasar, maka
secara spesifik peluang itu akan sangat tergantung pada perilaku segmen pasar.
Kemampuan untuk memperoleh peluang itu akan sangat tergantung pada kemampuan
wirausaha untuk menganalisis pasar yang meliputi aspek (1) kemampuan untuk
menganalisis demografi pasar, (2) kemampuan untuk menganalisis sifat serta tingkah
laku pesaing, (3) kemampuan untuk menganalisis keunggulan bersaing pesaing dan
ketafakuman pesaing yang dianggap dapat menciptakan peluang.
2. Mengamati pintu peluang, wirausaha harus mengamati potensi-potensi yang dimiliki
pesaing, misalnya kemungkinan pesaing mengembangkan produk baru, pengalaman
keberhasilan dalam mengembangkan produk baru, dukungan keuangan, dan
keunggulan-keunggulan yang dimiliki pesaing di pasar. Kemampuan pesaing untuk
mempertahankan posisi pasar dapat dievaluasi dengan mengamati kelemahan-
kelemahan dan risiko pesaing dalam menanamkan modal barunya.
Untuk mengetahui kelemahan, kekuatan, dan peluang yang dimiliki pesaing dan
peluang yang dapat diperoleh, ada beberapa pertanyaan, yaitu (1) pertanyaan untuk
mengetahui kekuatan dan kelemahan pesaing dalam pengembangan produk, meliputi
bagaimana kemampuan teknik yang dimiliki pesaing dalam pengembangan produk
jika dibandingkan kemampuan teknik yang dimiliki? Dan bagaimana track-record
pesaing untuk mencapai sukses dalam pengembangan produk?, (2) pertanyaan untuk
mengetahui kelemahan dan kekuatan pesaing tentang kapabilitas dan sumber-sumber
yang dimiliki, meliputi: sejauh mana kemampuan dan kesediaan pesaing untuk
melakukan investasi dalam pengembangan produk baru dan produk awal? Dan
52
keunggulan pasar apa yang dimiliki oleh pesaing?, (3) pertanyaan untuk mentukan
apakah pintu peluang ada atau tidak, meliputi: sejauh mana kecepatan perusahaan
membawa produk ke pasar dapat mendahului pesaing?, apakah kapabilitas dan
sumber-sumber yang dimiliki perusahaan cukup untuk membawa produk ke pasar
yang sedang dikuasai pesaing?, apakah perusahaan memiliki kekuatan yang cukup
untuk menguasai serangan pesaing?.
Menurut Zimmerer (1996:87) ada beberapa keadaan yang dapat menciptakan
peluang, yaitu (1) produk baru harus segera dipasarkan dalam jangka waktu yang
relatif singkat, (2) kerugian teknik harus rendah. Oleh karena itu, penggunaan teknik
harus dipertimbangkan sebelumnya, (3) bila pesaing tidak begitu agresif untuk
mengembangkan strategi produknya, (4) pesaing tidak memiliki teknologi canggih, (5)
pesaing sejak awal tidak memiliki strategi dalam mempertahankan posisi pasarnya, (6)
perusahaan baru memiliki kemampuan dan sumber-sumber untuk menghasilkan
produk barunya.
3. Analisis produk dan proses produksi secara mendalam. Analisis ini sangat penting
untuk menjamin apakah jumlah dan kualitas produk yang dihasilkan memadai atau
tidak. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk membuat produk tersebut? Apakah biaya
yang dikeluarkan lebih efisien daripada biaya yang dikeluarkan oleh pesaing?.
4. Menaksir biaya awal, yaitu biaya awal yang diperlukan oleh usaha baru. Dari mana
sumbernya dan untuk apa digunakan? Berapa yang diperlukan untuk operasi, untuk
perluasan dan untuk biaya lainnya?.
5. Memperhitungkan risiko yang mungkin terjadi, misalnya risiko teknik, risiko
finansial, dan risiko pesaing. Risiko pesaing adalah kemampuan dan kesediaan
pesaing untuk mempertahankan posisinya di pasar. Risiko pesaing meliputi pertanyaan
(1) kemungkinan kesamaan dan keunggulan produk apa yang dikembangkan pesaing?,
53
(2) tingkat keberhasilan yang telah dicapai oleh pesaing dalam pengembangan
produknya?, (3) seberapa jauh dukungan keuangan pesaing bagi pengembangan
produk baru dan produk yang diperkenalkannya?, (4) apakah perusahaan baru cukup
kuat untuk mengatasi serangan-serangan pesaing?.
Analisis kelemahan,kekuatan,peluang, dan ancaman atau analisis strength,
weaknss, oppurnity, and threat (SWOT) sangat penting dalam menciptakan
keberhasilan perusahaan baru.
C. Bekal Pengetahuan dan Kompetensi Kewirausahaan
Seperti dikemukakan dalam hasil survei yang dilakukan oleh Lambing (2000)
bahwa kebanyakan responden yang menjadi wirausaha berasal dari pengalaman sehingga
ia memiliki jiwa dan watak kewirausahaan. Jadi, untuk menjadi wirausaha yang berhasil,
persyaratan utama yang harus dimiliki adalah memiliki jiwa dan watak kewirausahaan.
Jiwa dan watak kewirausahaan tersebut dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan, atau
kompetensi. Kompetensi itu sendiri ditentukan oleh pengetahuan dan pengalaman usaha.
Seperti telah dikemukakan, bahwa seseorang wirausaha adalah seseorang yang
memiliki jiwa dan kemampuan tertentu dalam berkreasi dan berinovasi. Ia adalah
seseorang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda
(ability to create the new and different) atau kemampuan kreatif dan inovatif. Kemampuan
kreatif dan inovatif tersebut secara riil tercermin dalam kemampuan dan kemauan untuk
memulai usaha (start-up), kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang baru (creative),
kemauan dan kemampuan untuk mencari peluang (oppurnity), kemampuan dan
keberanian untuk menanggung risiko (risk bearing) dan kemampuan untuk
54
mengembangkan ide dan meramu sumber daya. Kemampuan dan kemampuan-
kemampuan tersebut diperlukan terutama untuk:
1. Menghasilkan produk atau jasa baru (the new product or new service).
2. Menghasilkan nilai tambah baru (the new value added).
3. Merintis usaha baru (new business).
4. Melakukan proses/ teknik baru (the new technic).
5. Mengembangkan organisasi baru (the new organization).
Wirausaha berfungsi sebagai perencana (planner) sekaligus sebagai pelaksana
usaha (businessman). Sebagai perencana (planner), wirausaha berperan:
1. Merancang perusahaan (corporate plan).
2. Mengatur strategi perusahaan (corperate strategy).
3. Pemrakarsa ide-ide perusahaan (corperate image).
4. Pemegang visi untuk memimpin (visioner leader).
Sedangkan sebagai pelaksana usaha (businessman), wirausaha berperan:
1. Menentukan, menciptakan, dan menerapkan ide baru yang berbeda (create the new
and different).
2. Meniru dan menduplikasi (imitating and duplicating).
3. Meniru dan memodifikasi (imitating and modificating).
4. Mengembangkan (develop) produk baru, teknologi baru, citra baru, dan organisasi
baru.
Karena wirausaha identik dengan pengusaha kecil yang berperan sebagai pemilik
dan manajer, maka wirausahalah yang memodali, mengatur, mengawasi, menikmati, dan
menanggung risiko. Seperti telah dibahas pada bab 4 bahwa untuk menjadi wirausaha
pertama-tama yang harus dimiliki adalah modal dasar berupa ide atau visi yang jelas,
kemampuan dan komitmen yang kuat, kecukupan modal baik uang maupun waktu,
55
kecukupan tenaga dan pikiran. Modal-modal tersebut sebenarnya tidak cukup apabila
tidak dilengkapi dengan beberapa kemampuan (ability). Menurut Casson (1982), yang
dikutip Yuyun Wirasasmita (1993:3) ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki, yaitu:
1. Self knowledge, yaitu memiliki pengetahuan tentang usaha yang akan dilakukannya
atau ditekuninya.
2. Imagination, yaitu memiliki imajinasi, ide dan perspektif serta tidak mengandalkan
pada sukses di masa lalu.
3. Practical knowledge, yaitu memiliki pengetahuan praktis misalnya pengetahuan
teknik, desain, pemrosesan, pembukuan, administrasi, dan pemasaran.
4. Seach skill, yaitu kemampuan untuk menemukan, berkreasi, dan berimajinasi.
5. Foresight, yaitu berpandangan jauh ke depan.
6. Computation skill, yaitu kemampuan berhitung dan kemampuan memprediksi keadaan
masa yang akan datang.
7. Communication skill, yaitu kemampuan untuk berkomunikasi, bergaul, dan
berhubungan dengan orang lain.
Dengan beberapa keterampilan dasar di atas, maka seseorang akan memiliki
kemampuan (kompetensi) dalam kewirausahaan. Menurut Dan & Bradstreet Business
Credit Sarvice (1993:1), ada 10 kompetensi yang harus dimiliki wirausaha, yaitu:
1. Knowing your business, yaitu harus mengetahui usaha apa yang akan dilakukan.
Dengan kata lain, seseorang wirausaha harus mengetahui segala sesuatu yang ada
hubungannya dengan usaha atau bisnis yang akan dilakukan. Misalnya, seorang yang
akan melakukan bisnis perhotelan maka ia harus memiliki pengetahuan tentang
perhotelan. Untuk bisnis pemasaran komputer, ia harus memiliki pengetahuan tentang
cara memasarkan komputer.
56
2. Knowing the basic business management, yaitu mengetahui dasar-dasar pengelolaan
bisnis, misalnya cara merancang usaha, mengorganisasikan dan mengendalikan
perusahaan termasuk dapat memperhitungkan, memprediksi, mengadministrasikan
dan membukukan kegiatan-kegiatan usaha. Mengetahui manajemen bisnis berarti
memahami kiat, cara, proses, dan pengelolaan semua sumber daya perusahaan secara
efektif dan efisien.
3. Having the proper attitude, yaitu memiliki sikap yang benar terhadap usaha yang
dilakukannya. Ia harus bersikap sebagai pedagang, industriawan, pengusaha, eksekutif
yang sungguh-sungguh, dan tidak setengah hati.
4. Having adequate capital, yaitu memiliki modal yang cukup. Modal tidak hanya
berbentuk materi, tetapi juga moril. Kepercayaan dan keteguhan hati merupakan
modal utama dalam usaha. Oleh karena itu, harus cukup uang, tenaga, tempat, dan
mental.
5. Managing finances effectively, yaitu memiliki kemampuan mengatur/ mengelola
keuangan secara efektif dan efisien, mencari sumber dana dan menggunakannya
secara tepat, serta mengendalikannya secara akurat.
6. Managing time efficiently, yaitu kemampuan mengatur waktu seefisien mungkin.
Mengatur, menghitung, dan menepati waktu sesuai dengan kebutuhannya.
7. Managing people, yaitu kemampuan merencanakan, mengatur, mengarahkan,
menggerakan (memotivasi), dan mengendalikan orang-orang dalam menjalankan
perusahaan.
8. Satisfying customer by providing high quality product, yaitu memberi kepuasan
kepada pelanggan dengan cara menyediakan barang dan jasa yang bermutu,
bermanfaat, dan memuaskan.
57
9. Knowing how to compete, yaitu mengetahui strategi/ cara bersaing. Wirausaha, harus
dapat mengungkap kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity),
dan ancaman (threat) dirinya dan pesaing. Ia harus menggunakan analisis SWOT baik
terhadap dirinya maupun terhadap pesaing.
10. Copying with regulations and poperwork, yaitu membuat aturan/ pedoman yang jelas
(tersurat, tidak tersirat).
Di samping keterampilan dan kemampuan, wirausaha juga harus memiliki
pengalaman yang seimbang. Menurut A. Kuriloff, John M. Memphil, Jr dan Douglas
Cloud (1993:8) ada empat kemampuan utama yang diperlukan untuk mencapai
pengalaman yang seimbang agar kewirausahaan berhasil, di antaranya:
1. Techinical competence, yaitu memiliki kompetensi dalam bidang rancang bangun
(know-how) sesuai dengan bentuk usaha yang akan dipilih.misalnya, kemampuan
dalam bidang teknik produksi dan desain produksi. Ia harus betul-betul mengetahui
bagaimana barang dan jasa itu dihasilkan dan disajikan.
2. Marketing competence, yaitu memiliki kompetensi dalam menemukan pasar yang
cocok, mengidentifikasi pelanggan dan menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Ia
harus mengetahui bagaimana menemukakan peluang pasar yang spesifik, misalnya
pelanggan dan harga khusus yang belum dikelola pesaing.
3. Financial competence, yaitu memiliki kompetensi dalam bidang keuangan , mengatur
pembelian, penjualan, pembukuan, dan perhitungan laba/ rugi. Ia harus mengetahui
bagaimana mendapatkan dana dan menggunakannya.
4. Human relation competence, yaitu kompetensi dalam mengembangkan hubungan
personal, seperti kemampuan berelasi dan menjalin kemitraan antar-perusahaan. Ia
harus mengetahui hubungan inter-personal secara sehat.
58
Sedangkan menurut Norman M. Scarborough (1993), kompetensi kewirausahaan
yang diperlukan sebagai syarat-syarat bisnis tersebut, meliputi:
1. Proaktif, yaitu selalu ada inisiatif dan tegas dalam melaksanakan tugas.
2. Berorientasi pada prestasi/ kemajuan, cirinya:
a. Selalu mencari peluang.
b. Berorientasi pada efisiensi.
c. Konsentrasi untuk kerja keras.
d. Perencanaan yang sistematis.
e. Selalu memonitor (check and recheck).
3. Komitmen terhadap perusahaan atau orang lain, cirinya:
a. Selalu penuh komitmen dalam mengadakan kontrak kerja.
b. Mengenali pentingnya hubungan bisnis.
Umumnya, wirausaha yang memiliki kompetensi-kompetensi tersebut, cenderung
berhasil dalam berwirausaha. Oleh karena itu, bekal kewirausahaan yang berupa
pengetahuan dan bekal keterampilan kewirausahaan perlu dimiliki. Beberapa bekal
pengetahuan yang perlu dimiliki misalnya:
1. Bekal pengetahuan bidang usaha yang dimasuki dan lingkungan usaha yang ada
disekitarnya.
2. Bekal pengetahuan tentang peran dan tanggung jawab.
3. Pengetahuan tentang kepribadian dan kemampuan diri.
4. Pengetahuan tentang manajemen dan organisasi bisnis.
Dalam lingkungan usaha yang semakin kompetitif, pengetahuan keahlian dalam
bidang perusahaan yang dilakukan mutlak diperlukan bagi seorang wirausaha.
Pengetahuan keahlian dalam bidang perusahaan itu di antaranya pengetahuan tentang
pasar dan strategi pemasarannya, pengetahuan tentang konsumen (pelanggan),
59
pengetahuan tentang pesaing, baik yang baru masuk maupun yang sudah ada, pengetahuan
tentang pemasok, pengetahuan tentang cara mendistribusikan barang dan jasa yang
dihasilkan, termasuk kemampuan menganalisis dan mendiagnosis pelanggan,
mengidentifikasi segmentasi, dan motivasinya. Di samping itu, sangat penting
pengetahuan spesifik seperti pengetahuan tentang prinsip-prinsip akuntasi dan
pembukuan, jadwal produksi, manajemen personalia, manajemen keuangan, pemasaran,
dan perencanaan.
Bekal pengetahuan saja tidaklah cukup jika tidak dilengkapi dengan bekal
keterampilan. Beberapa hasil penelitian terhadap usaha kecil menunjukkan bahwa
sebagian besar wirausaha yang berhasil cenderung memiliki tingkat keterampilan khusus
yang cukup. Beberapa keterampilan yang perlu dimiliki itu di antaranya:
1. Keterampilan konseptual dalam mengatur strategi dan mempertimbangkan risiko.
2. Keterampilan kreatif dalam menciptakan nilai tambah.
3. Keterampilan dalam memimpin dan mengelola.
4. Keterampilan berkomunikasi dan berinteraksi.
5. Keterampilan teknik dalam bidang usaha yang dilakukan.
Pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan kewirausahaan itulah yang
membentuk kepribadian wirausaha. Menurut Dan Bradsteet (1993), pengusaha kecil harus
memiliki kepribadian khusus yaitu penuh pendirian, realistis, penuh harapan, dan penuh
komitmen. Modal yang cukup, bisa diperoleh apabila perusahaan mampu
mengembangkan hubungan baik dengan lembaga-lembaga keuangan, karena dengan
hubungan baik itulah akan menambah kepercayaan dari penyandang dana. Penggunaan
dana tersebut harus efektif agar memperoleh kepercayaan yang terus-menerus. Menurut
Ronald J. Ebert (2000:117) bahwa efektifitas manajer perusahaan tergantung pada
60
keterampilan dan kemampuan. Keterampilan dasar manajemen (Basic Manajemen Skill)
tersebut meliputi:
1. Technical skill
2. Human relation skill
3. Conceptual skill
4. Decision making skill
5. Time manajemen skill
Kemampuan menguasai persaingan, merupakan hal yang tidak kalah pentingnya
dalam bisnis. Wirausaha harus mengetahui kelemahan dan kekuatan sendiri, dan kekuatan
serta kelemahan yang dimiliki pesaing. Seperti dikemukakan Dan & Bradstreet (1993) :
“My best advice for competing successfully is to find your own distinctive niche in the
marketplace”. Seorang wirausaha harus memiliki keunggulan yang merupakan kekuatan
bagi dirinya dan harus memperbaiki kelemahan agar menghasilkan keunggulan.
Kelemahan dan kekuatan yang kita miliki atau kekuatan dan kelamahan yang dimiliki
pesaing merupakan peluang yang harus digali. Kekuatan-kekuatan dan kelemahan-
kelemahan tersebut biasanya tampak dalam berbagai hal , misalnya dalam pelayanan,
harga barang, kualitas barang, distribusi , promosi, dan lain-lain. Variabel-variabel dalam
bauran pemasaran (marketing mix) secara strategis pada umumnya bisa dijadikan peluang.
Semua informasi tentang kekuatan dan kelemahan perusahaan dapat diperoleh dari
berbagai sumber, misalnya dari pelanggan, karyawan, lingkungan sekitas, distributor,
laporan rutin, periklanan, dan pameran dagang.
Jelaslah bahwa kemampuan tertentu mutlak diperlukan bagi seorang wirausaha.
Seperti telah dikemukakan dalam Small Busines Development Centre (5-6) bahwa
wirausaha yang berhasil memiliki lima kompetensi yang merupakan fungsi dari kapasitas
yang diperlukan, yaitu technical, marketing, financial, personnel, and management.
61
Wirausaha sebagai manajer dan sekaligus sebagai pemilik perusahaan dalam mencapai
keberhasilan usahanya harus memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap, tujuan,
pandai mencari peluang, dan adaptif dalam menghadapi perubahan. Menurut Small
Busines Development Centre, untuk mencapai keberhasilan usaha yang dimiliki sendiri,
sangatlah tergantung pada:
1. Individual skill and attitudes, yaitu keterampilan dan sikap individual.
2. Knowlegde of business, yaitu pengetahuan tentang usaha yang akan dilakukan.
3. Establishment of goal, yaitu kemantapan dalam menentukan tujuan perusahaan.
4. Take advantages of the apportunities, yaitu keunggulan dalam mencari peluang-
peluang.
5. Adapt to the changes, yaitu kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan.
6. Minimize the threats to business, yaitu kemampuan untuk meminimalkan ancaman
terhadap perusahaan.
Di samping bekal pengetahuan dan keterampilan di atas, pada akhinya seorang
wiausaha harus memiliki perencanaan strategis, yaitu suatu proses penentuan tujuan,
menetapkan langkah-langkah yang harus diambil untuk mengidentifikasi sumber-sumber
daya perusahaan, misalnya fasilitas, pasar, produk/ jasa, dana, dan karyawan. Strategi
tersebut sangat penting agar para wirausaha dapat menggunakan sumber daya seoptimal
mungkin. Dengan lebih proaktif dalam menghadapi perubahan, dan selalu memotivasi
karyawan maka peluang untuk mencapai keberhasilan lebih mudah diwujudkan. Menurut
Allan Filley dan Robert W. Price (1991:1-2) untuk mencapai keberhasilan dalam
wirausaha khususnya perusahaan kecil, ada beberapa klasifikasi strategi yang harus
dimiliki,meliputi:
1. Craft; firms are prepared by people who are technical specialist.
62
2. Promotion; promotion are typically dominated by their leader and are designed to
exploit some kind of innovative advantages.
3. Administrative; administrative firm have formal management and are built around
neccesary business function.
Menurut Alan C. Filley dan Robert W. Pricer (1991:1)”…karena perusahaan kecil
tergantung pada lingkungan setempat, maka perusahaan tersebut akan berhasil bila
lingkungan stabil. Jadi asumsinya lingkungan harus stabil. Oleh sebab itu, pada umumnya
perusahaan kecil menggunakan kecakapan khusus atau human skill. Human skill adalah
kemampuan untuk bekerja, memahami, dan kemampuan untuk memotivasi orang-orang,
baik sebagai individu maupun kelompok. Selanjutnya, conceptual skill merupakan mental
ability untuk menganalisis dan mendiagnosis situasi yang kompleks. Jadi, ability diartikan
sebagai kapasitas seseorang untuk melakukan berbagai tugas dalam suatu perusahaan.
Dalam rumusan yang lebih sederhana, kemampuan berwirausaha bisa dilihat dari
keterampilan menajerial. Robert Katz yang dikutip oleh Stephen P. Robbins (1993)
mengemukakan tentang management skill, yang meliputi kemampuan technical, human,
dan conceptual. Technical skill adalah kemampuan untuk menerapkan pengetahuan dan
“craft firm”. Human skill adalah kemampuan bersosialisasi, bergaul dan berkomunikasi,
dan conceptual skill adalah kemampuan merencanakan, merumuskan, meramalkan, atau
memprediksikan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi wirausaha
yang berhasil seseorang harus memiliki bekal pengetahuan kewirausahaan dan bekal
keterampilan kewirausahaan. Bekal pengetahuan yang terpenting adalah bekal
pengetahuan bidang usaha yang dimasuki dan lingkungan usaha, pengetahuan tentang
peran dan tanggung jawab, pengetahuan tentang kepribadian dan kemampuan diri,
pengetahuan tentang manajemen dan organisasi bisnis. Sedangkan bekal keterampilan
63
yang perlu dimiliki meliputi keterampilan konseptual dalam mengatur strategi dan
memperhitungkan risiko, keterampilan kreatif dalam menciptakan nilai tambah,
keterampilan dalam memimpin dan mengelola, keterampilan berkomunikasi dan
berinteraksi, serta keterampilan teknis bidang usaha (Soesarsono Wijandi, 1988:29).
BAB V1
MERINTIS USAHA BARU DAN MODEL PENGEMBANGANNYA
A. Cara Memasuki Dunia Usaha
Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memulai suatu usaha atau memasuki
dunia usaha, yaitu:
1. Merintis usaha baru (starting), yaitu membentuk dan mendirikan usaha baru dengan
menggunakan modal, ide, organisasi, dan manajemen yang dirancang sendiri. Ada tiga
bentuk usaha baru yang dapat dirintis: (1) Perusahaan milik sendiri (sole
proprietorship), yaitu bentuk usaha yang dimiliki dan dikelola sendiri oleh seseorang,
(2) Persekutuan (partnership), yaitu suatu kerja sama (asosiasi) dua orang atau lebih
64
yang secara bersama-sama menjalankan usaha bersama, dan (3) perusahaan berbadan
hukum (corporation), yaitu perusahaan yang didirikan atas dasar badan hukum dengan
modal saham-saham.
2. Membeli perusahaan orang lain (buying), yaitu dengan membeli perusahaan yang telah
didirikan atau dirintis dan diorganisir oleh orang lain dengan nama (good will) dan
organisasi usaha yang sudah ada.
3. Kerja sama manajemen (franchising), yaitu suatu kerja sama antara entrepreneur
(franchisee) dengan perusahaan besar (franchisor/ parent company) dalam
mengadakan persetujuan jual beli hak monopoli untuk menyelenggarakan usaha
(waralaba). Kerja sama ini biasanya dengan dukungan awal seperti pemilihan tempat,
rencana bangunan, pembelian peralatan, pola arus kerja, pemilihan karyawan,
pembukuan, pencatatan dan akuntansi, konsultasi, penetapan standar, promosi,
pengendalian kualitas, riset, nasihat hukum, dan sumber-sumber permodalan.
1. Merintis Usaha Baru
Pada bagian sebelumnya telah dikemukakan bahwa untuk memasuki dunia usaha
(business) seseorang harus berjiwa wirausaha. Wirausaha adalah seorang yang
mengorganisir, mengelola, dan memiliki keberanian menghadapi risiko. Sebagai
pengelola dan pemilik usaha (business owner manager) atau pelaksana usaha kecil
(small business operator), ia harus memiliki kecakapan untuk bekerja, kemampuan
mengorganisir, kreatif, dan lebih menyukai tantangan.
Menurut hasil survey yang dilakukan oleh Peggy Lambing (2000:90), sekitar
43% responden (wirausaha) mendapatkan ide bisnis dari pengalaman yang diperoleh
ketika bekerja di beberapa perusahaan atau tempat-tempat professional lainnya.
Mereka mengetahui cara-cara mengoperasikan perusahaan dari pengalaman tersebut.
Sebanyak 15% responden telah mencoba dan mereka merasa mampu mengerjakannya
65
dengan lebih baik. Sebanyak 1 dari 10 responden (11%) dari wirausaha yang disurvei
memulai usaha untuk memenuhi peluang pasar, sedangkan sebanyak 46% lagi karena
hobi.
Menurut Lambing ada dua pendekatan utama yang digunakan wirausaha untuk
mencari peluang dengan mendirikan usaha baru: Pertama, pendekatan ”inside-out”
atau disebut dengan ”idea generation”, yaitu pendekatan berdasarkan gagasan sebagai
kunci yang menentukan keberhasilan usaha. Mereka melihat keterampilan sendiri,
kemampuan latar belakang, dan sebagainya yang menentukan jenis usaha yang akan
dirintis. Kedua, pendekatan ”the out-side in” yang juga disebut ”opportunity
regognition”, yaitu pendekatan yang menanggapi atau menciptakan suatu kebutuhan
di pasar. Opportunity recognition tidak lain adalah pengamatan lingkungan
(environment scanning) yaitu alat untuk pengembangan yang akan ditransfer menjadi
peluang-peluang ekonomi. Berita-berita peluang tersebut menurut Lambing (2000:92)
bersumber dari surat kabar, laporan periodik tentang perubahan ekonomi, jurnal
perdagangan dan pameran dagang, publikasi pemerintah, informasi lisensi produk
yang disediakan oleh broler, universitas, dan perusahaan lainnya.
Menurut Lambing, keunggulan dari pendatang baru di pasar adalah dapat
mengidentifikasi ”kebutuhan pelanggan” dan ”kemampuan pesaing”. Berdasarkan
pendekatan ”in-side out” di atas, bahwa untuk memulai usaha, seorang calon
wirausaha harus memiliki kompetensi usaha. Menurut Norman Scarborough,
kompetensi usaha yang diperlukan meliputi:
a. Kemampuan teknik, yaitu kemampuan tentang bagaimana memproduksi barang
dan jasa serta cara menyajikannya.
b. Kemampuan pemasaran, yaitu kemampuan tentang bagaimana menemukan pasar
dan pelanggan serta harga yang tepat.
66
c. Kemampuan finansial, yaitu kemampuan tentang bagaimana memperoleh sumber-
sumber dana dan cara menggunakannya.
d. Kemampuan hubungan, yaitu kemampuan tentang bagaimana cara mencari,
memelihara dan mengembangkan relasi, dan kemampuan komunikasi serta
negosiasi.
Dalam memasuki arena bisnis atau memulai usaha baru, seorang dituntut tidak
hanya memiliki kemampuan, tetapi juga harus memiliki ide dan kemauan. Seperti
telah disinggung, bahwa ide dan kemauan tersebut harus diwujudkan dalam bentuk
barang dan jasa yang laku di pasar. Tentu saja, barang dan jasa yang akan dijadikan
objek bisnis tersebut harus memiliki pasar. Oleh karena itu, mengamati peluang pasar
merupakan langkah yang harus dilakukan sebelum produk barang dan jasa diciptakan.
Apabila peluang pasar untuk barang dan jasa sudah tersedia, maka barang dan jasa
akan mudah laku dan segera mendatangkan keuntungan.
Dalam merintis usaha baru, ada beberapa hal yang harus diperhatikan (1) bidang
dan jenis usaha yang dimasuki, (2) bentuk usaha dan bentuk kepemilikan yang akan
dipilih, (3) tempat usaha yang akan dipilih, (4) organisasi usaha yang akan digunakan,
(5) jaminan usaha yang mungkin diperoleh, (6) lingkungan usaha yang akan
berpengaruh.
Bidang dan Jenis Usaha yang Dimasuki
Beberapa bidang usaha yang bisa dimasuki, diantaranya:
a. Bidang Usaha Pertanian (Agriculture), meliputi usaha pertanian, kehutanan,
perikanan, dan perkebunan.
b. Bidang Usaha Pertambangan (Mining), meliputi usaha galian pasir, galian tanah,
batu, dan bata.
67
c. Bidang Usaha Pabrikan (Manufacturing), meliputi usaha industri, perakitan, dan
sintesis.
d. Bidang Usaha Konstruksi (Contruction), meliputi usaha konstruksi bangunan,
jembatan, pengairan, dan jalan raya.
e. Bidang Usaha Perdagangan (Trade), meliputi usaha perdagangan kecil (retailer),
grosir, agen, dan ekspor-impor.
f. Bidang Usaha Jasa Keuangan (Financial Service), meliputi usaha perbankkan,
asuransi, dan koperasi.
g. Bidang Jasa Perorangan (Personal Service), meliputi usaha potong rambut, salon,
loundry, catering.
h. Bidang Jasa-jasa Umum (Public Service), meliputi usaha pengangkutan,
pergudangan, wartel, dan distribusi.
i. Bidang Jasa Wisata (Tourism), meliputi berbagai kelompok. Berdasarkan UU No.
9/ 1990 tentang Kepariwisataan ada 86 jenis usaha wisata, yaitu (1) Kelompok
usaha jasa pariwisata, meliputi jasa biro perjalanan wisata, jasa agen perjalanan
wisata, jasa pramuwisata, jasa konvensi perjalanan intensif dan pameran, jasa
impresariat, jasa konsultan pariwisata, jasa informasi pariwisata, (2) Pengusaha
objek dan daya tarik wisata, meliputi pengusaha objek dan daya tarik wisata alam,
pengusaha objek dan daya tarik wisata budaya, pengusaha objek dan daya tarik
wisata minat khusus, (3) Usaha sarana wisata, meliputi penyediaan akomodasi,
penyediaan makanan dan minuman, penyediaan angkutan wisata, penyediaan
sarana wisata dan sebagainya.
Bentuk Usaha dan Bentuk Kepemilikan yang akan Dipilih
68
Setelah menentukan bidang dan jenis usaha yang akan dipilih, langkah
selanjutnya adalah menentukan bentuk kepemilikan usaha. Ada beberapa bentuk
kepemilikan usaha, yang bisa dipilih, di antaranya:
a. Perusahaan Perorangan (soleproprietorship), yaitu suatu perusahaan yang dimiliki
dan diselenggarakan oleh satu orang. Kelebihan dari bentuk perusahaan ini adalah
mudah untuk didirikan, biaya operasi rendah, bebas dalam pengelolaan, dan
memiliki daya rangsang yang lebih tinggi.
b. Persekutuan (partnership), yaitu suatu asosiasi yang didirikan oleh dua orang atau
lebih yang menjadi pemilik bersama dari suatu perusahaan. Dalam persekutuan
ada dua macam anggota, yaitu suatu asosiasi yang didirikan oleh dua orang atau
lebih yang menjadi pemilik bersama dari suatu perusahaan. Dalam persekutuan
ada dua macam anggota, yaitu (1) sekutu umum (general partner), yaitu anggota
yang aktif dan duduk sebagai pengurus persekutuan, (2) sekutu terbatas (limited
partner), yaitu anggota yang bertanggung jawab terbatas terhadap utang
perusahaan sebesar modal yang disetorkannya dan orang tersebut tidak aktif dalam
perusahaan.
c. Perseroan (coraporation), yaitu suatu perusahaan yang anggotanya terdiri atas para
pemegang saham (persero/ stocholder), yang mempunyai tanggung jawab terbatas
terhadap utang-utang perusahaan sebesar modal disetorkan.
d. Firma, yaitu suatu persekutuan yang menjalankan perusahaan di bawah nama
bersama. Bila untung, maka keuntungan dibagi bersama, sebaliknya bila rugi
ditanggung bersama. Dalam firma terdapat tanggung jawab renteng antara
anggota.
Tempat Usaha yang akan Dipilih
Dalam menentukan tempat usaha harus dipertimbangkan beberapa hal di bawah ini:
69
a. Apakah tempat usaha tersebut mudah dijangkau oleh konsumen atau pelanggan
atau pasar? Bagaimana akses pasarnya?
b. Apakah tempat usaha dekat ke sumber tenaga kerja?
c. Apakah dekat ke akses bahan baku dan bahan penolong lainnya seperti alat
pengangkut dan jalan raya?
Dalam menentukan tempat usaha, perlu dipertimbangkan aspek efisiensi dan
afektivitasnya. Lokasi perusahaan harus mudah dijangkau dan efidien baik bagi
perusahaan maupun bagi konsumen. Untuk menentukan lokasi atau tempat usaha ada
beberapa alternatif yang kita bisa pilih, yaitu (1) membangun bila ada tempat yang
strategis, (2) membeli atau menyewa bila lebih strategis dan menguntungkan, (3) kerja
sama bagi hasil, bila memungkinkan.
Organisasi Usaha yang Akan Digunakan
Kompleksitas organisasi usaha tergantung pada lingkup atau cakupan usaha
yang akan dimasuki. Semakin besar lingkup usaha, semakin kompleks organisasinya.
Sebaliknya semakin kecil lingkup usaha, maka semakin sederhana organisasinya. Pada
lingkup atau skala usaha kecil, organisasi usaha pada umumnya dikelola sendiri.
Pengusaha kecil pada umumnya berperan sebagai small business owner manager atau
small business operator. Meskipun pengusaha usaha kecil identik dengan owner
business manager, jika skala dan lingkup usahanya semakin besar, maka
pengelolaannya tidak bisa dikerjakan sendiri akan tetapi harus melibatkan orang lain.
Bagian-bagian kegiatan bisnis tertentu seperti bagian penjualan, bagian pembelian,
bagian administrasi, dan bagian keuangan masing-masing memerlukan tenaga
tersendiri dan perlu bantuan orang lain.
Dalam perusahaan yang lebih besar seperti Perseroaan Terbatas (PT) dan CV,
maka organisasi perusahaan lebih kompleks lagi. Secara hierarkis, organisasi
70
perusahaan terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu rapat umum pemegang saham, dewan
komisaris, dewan direktur, dan tim manajer. Rapat pemegang saham dalam
perusahaan besar adalah pemegang kekuasaan tertinggi yang bertugas mengangkat
dewan komisaris dan dewan direksi. Tugas dewan komisaris adalah mengawasi tindak
tanduk direksi dalam menjalankan perusahaannya. Untuk menjamin kelancaran
perusahaan, dalam melaksanakan tugasnya direksi mengangkat beberapa orang
manager.
Dilihat dari fungsi kewirausahaan dan fungsi manajemen, dalam perusahaan
kecil fungsi manajemen relatif tidak begitu besar, sedangkan fungsi kewirausahaan
sangat besar perannya karena dasarnya adalah kreativitas dan inovasi. Sebaliknya,
dalam perusahaan besar fungsi kewirausahaan relatif tidak begitu besar, sedangkan
fungsi manajemen sangat besar, karena dasarnya adalah fungsi-fungsi manajemen.
Oleh sebab itu, semakin besar perusahaan, maka semakin besar pula fungsi manajerial,
karena dasarnya adalah fungsi-fungsi kewirausahaan karena yang mendasarinya
adalah motivasi dan kemauan.
Lingkungan Usaha
Lingkungan usaha tidak bisa diabaikan begitu saja. Lingkungan usaha dapat
menjadi pendorong maupun penghambat jalannya perusahaan. Lingkungan yang dapat
mempengaruhi jalannya usaha/ perusahaan adalah lingkungan mikro yang sangat
berpengaruh terhadap jalannya perusahaan.
a. Lingkungan Mikro
Lingkungan mikro adalah lingkungan yang ada kaitan langsung dengan
operasional perusahaan, seperti pemasok, karyawan, pemegang saham, majikan,
manajer, direksi,distributor, pelanggan/ konsumen, dan lainnya. Sejalan dengan
pergeseran strategi pemasaran , yaitu dari laba perusahaan (shareholder)
71
kemanfaat bagi shareholder, maka lingkunangan internal baik perorangan
maupun kelompok yang mempunyai kepentingan pada perusahaan akan sangat
berpengaruh. Yang termasuk perorangan dan kelompok perorangan dan kelompok
yang bekepentingan terhadap perusahaan dan mengharapkan kepuasan dari
perusahaan (shareholder satisfaction), di antaranya:
1) Pemasok (supplier)
Pemasok berkepentingan dalam menyediakan bahan baku/ kepada
perusahaan. Agar perusahaan dapat memuaskan pembeli/ pelanggan, maka
perusahaan tersebut harus memproduk barang dan jasa yang bermutu tinggi.
Hal ini bisa dicapai apabila bahan yang tidak memadai, akan cenderung untuk
pindah dan berlangganan kepada perusahaan lain.
2) Pembeli atau Pelanggan
Pembeli atau pelanggan merupakan lingkungan yang sangat berpengaruh
karena dapat memberi informasi bagi perusahaan. Konsumen yang kecewa
karena tidak memperoleh manfaat dari perusahaan, misalnya akibat mutu,
harga dan waktu yang tidak memadai, akan cenderung untuk pindah dan
berlangganan kepada perusahaan lain.
3) Karyawan
Karyawan adalah orang pertama yang terlibat dalam perusahaan.
Karyawan akan berusaha bekerja dengan baik bila memperoleh manfaat dari
perusahaan. Semangat kerja yang tinggi, pelayanan yang baik, dan
produktivitas yang tinggi akan terjadi apabila mereka mendapat gaji yang
cukup, masa depan yang terjamin, dan kenaikan jenjang kepangkatan yang
teratur. Jika tidak, maka karyawan akan bekerja kurang termotivasi, kurang
72
produktivasi, kurang produktif, kurang kreatif, dan akan merugikan
perusahaan.
4) Distributor
Distributor merupakan lingkungan yang sangat penting dalam
perusahaan, karena dapat memperlancar penjualan. Distributor yang kurang
mendapat manfaat dari perusahaan akan menghambat pengiriman barang
sehingga barang akan terlambat datangt ke konsumen atau pasar.
b. Lingkungan Makro
Lingkungan makro adalah lingkungan di luar perusahaan yang dapat
mempengaruhi daya hidup perusahaan secara keseluruhan yang meliputi:
1) Lingkungan Ekonomi (economic environment)
Kekuatan ekonomi lokal, regional, rasional, dan global akan berpengaruh
terhadap peluang usaha. Hasil penjualan dan biaya perusahaan banyak
dipengaruhi oleh lingkungan ekonomi. Variabel–variabel ekonomi seperti
tingkat inflasi, tingkat bunga dan fluktuasi mata uang asing baik langsung
maupun tidak akan berpengaruh pada perusahaan. Inflasi atau kenaikan harga-
harga akan mempersulit para pengusaha dalam memproyeksikan usahanya.
Demikian juga kenaikan suku bunga dan frekuensi mata uang asing akan
menyulitkan perusahaan dalam mengkalkulasi keuanganya.
2) Lingkungan Teknologi (Technology environment)
Kekuatan teknologi dan kecenderungan perubahannya sangat
berpengaruh pada perusahaan. Perubahan teknologi yang secara dratis dalam
abad terakhir ini telah memperluas skala industri secara keseluruhan.
Teknologi baru telah menciptakan produk-produk baru dan modifikasi produk
lainnya. Demikian juga, bidang usaha jasa telah banyak dipengaruhi oleh
73
kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi dalam menciptakan barang dan jasa
telah mampu memenuhi kebutuhan dan permintaan pasar secara cepat. Oleh
karena itu, kemampuan pesaing untuk menciptakan nilai tambah secara cepat
melalui perubahan teknologi harus diperhatikan oleh perusahaan tersenut.
3) Lingkungan Sosiopolitik (socio environment)
Kekuatan sosial dan politik, kecenderungan dan konteksnya perlu
diperhatikan untuk menentukan seberapa jauh perubahan tersebut berpengaruh
pada tingkah laku masyarakat. Dalam beberapa hal, perubahan kekuatan politik
berpengaruh terhadap perubahan pemerintahan dan secara tidak langsung
berdampak pada perubahan ekonomi. Misalnya dengan adanya kekacauan
politik dan kerusuhan yang terjadi selalu membawa sentimen pasar. Perubahan
investasi pemerintah dalam bidang teknologi juga sangat berpengaruh pada
kondisi ekonomi. Namun demikian, lingkungan ini akan sangat bermanfaat
apabila wirausaha pandai memanfaatkan peluang dari lingkungan tersebut.
4) Lingkungan Demografi dan Gaya Hidup (Demography and life Style
environment)
Produk barang dan jasa yang dihasilkan seringkali dipengaruhi oleh
perubahan demografi dan gaya hidup. Kelompok-kelompok masyarakat,
gayahidup, kebiasaan, pendapatan, dan struktur masyarakat bisa menjadi
peluang. Pada prinsipnya semua lingkungan di atas bisa menciptakan peluang
bagi wirausaha.
Dari berbagai lingkungan seperti di ataslah peluang baru dalam bisnis
diperoleh. Zimmerer (1996:98) menganalisis peluang baru dari lingkungan
tersebut dengan menyebutnya pengamatan lingkungan (environment scanning),
yaitu suatu proses di mana semua sektor kritis lingkungan yang mempengaruhi
74
perusahaan baru diamati, dievaluasi, dan diuji untuk menentukan pengaruh
perubahaan yang terjadi dalam lingkungan tersebut terhadap potensi perusahaan.
Maksud dari proses pengamatan ini adalah untuk mengidentifikasi peluang-
peluang baru atau tantangan baru yang tercipta akhir perubahan lingkungan.
Zimmerer menganalisis peluang baru tersebut dalam bentuk analisis dampak silang
(cross impact analysis).
Hambatan-hambatan dalam Memasuki Industri.
Menurut Peggy Lambing (2000:95) ada beberapa hambatan untuk memasuki
industri baru, yaitu.
1) Sikap dari kebiasaan Pelanggan Loyalitas pelangan kepada perusahaan baru
masih kurang. Sebaliknya perusahaan yang sudah ada justru lebih bertahan
karena telah lama mengetahui sikap dan kebiasaan pelangannya.
2) Biaya perubahan (switching cost), yaitu biaya-biaya yang diperlukan untuk
pelatihan kembali para karyawan, dan penggantian alat serta sistem yang lama.
3) Respons dari pesaing yang ada secara agresif akan mempertahankan pangsa
pasar yang ada.
Paten, Merek Dagang, dan Hak Cipta
Paten, merek dagang, dan hak cipta sangat penting bagi perusahaan terutama
untuk melindungi penemuan-penemuan, identitas dan nama perusahaan, serta
keorisinalan produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Banyak perusahaan
yang tidak mengetahui pentingnya hak perlindungan perusahaan. Perlindungan
produk-produk perusahaan sangat oleh pihak lain. Temuan yang tidak memiliki
hak paten akan bebas ditiru dan diduplikasi bahkan menjadi produk pesaing dan
mematikan perusahaan penemu.
75
Beberapa hak perlindungan perusahaan yang bisa diperoleh adalah hak paten,
hak cipta, merek dagang, dan identitas perusahaan lainnya.
1) Paten
Paten adalah suatu pengakuan dari lembaga yang berwenang atas
penemuan produk yang diberi kewenangan untuk membuat, menggunakan dan
menjual penemuannya selama paten tersebut masih dalam jaminan. Pemberian
hak monopoli atas produk tersebut dimaksudkan untuk mendorong kreativitas
dan inovasi para penemu.
Untuk mendapatkan hak paten, alat yang diciptakan harus betul-betul
baru (bukan lebih baik). Suatu alat tidak dapat diberikan hak paten apabila alat
tersebut telah dipublikasikan sebelum mengajukan hak paten. Hak paten hanya
diberikan kepada penemu yang sebenarnya, bukan pada seseorang yang
menemukan penemuan orang lain. Penemuan yang telah diberikan hak paten,
tidak boleh diduplikasi dan dijual oleh siapapun tanpa izin (lisensi) dari
penemunya. Ada beberapa langkah untuk mendapatkan hak paten, yaitu:
Langkah 1: Tetapkan Bahwa yang Ditemukan Betul-betul Baru.
Untuk menetapkan bahwa sesuatu yang ditemukan betul-betul baru,
penemu harus menganalisis dan menguji alat baru dengan menggunakan
kriteria sebagai berikut:
a) Apakah alat ini telah digunakan oleh orang lain senbelum penemuan ini
diajukan untuk mendapat hak paten?
b) Apakah telah diberikan paten sebelum temuannya diajukan?
c) Apakah telah digunakan, dipublikasikan, dan dijual sebelum diberikan
tanggal hak paten?
76
Bila ketiga kriteria tersebut telah dilakukan sebelum diberikan hak paten,
maka penemuan itu akan kehilangan hak untuk memperoleh paten.
Langkah 2: Dokumentasikan Alat yang Ditemukan Tersebut
Untuk melindungi hak paten dari klaim seseorang, maka penemuan harus
memverifikasi ide-ide penemuan sebelum alat tersebut ditemukan, misalnya
tanggal ide itu tersirat, penjelasan alat yang digunakan, dan gambarnya.
Langkah 3: Telusuri Paten-pten yang Telah Ada
Hal ini dilakukan untuk memverifikasi apakah sesuatu yang baru kita
temukan itu telah ada atau memiliki kesamaan. Perlu diperiksa apakah alat
yang ditemukan itu memiliki kesamaan dan telah memiliki hak paten.
Langkah 4: Pelajari Hasil Telusuran
Penemu harus mempelajari hasil telusuran terlebih dahulu sebelum
memutuskan mengajukan lamaran hak paten. Jika yang telah ada betul-betul
seperti paten yang akan diusulkan, maka pihak yang berwenang tidak akan
menjamin hak paten bagi penemuan baru. Akan tetapi, meskipun alat yang kita
temukan itu memiliki fungsi yang sama dengan alat yang ada, namun memiliki
perbedaan dalam cara-cara dan macam-macamnya, maka paten dapat dijamin.
Langkah 5: Mengajukan Lamaran Paten yang berisi.
a) Pernyataan yang memuat penemuan itu betul-betul asli.
b) Deskripsi penemuan yang disebut spesifikasi dan batas penemuan yang
disebut klaim, yang mengidentifikasi sifat-sifat penemuan baru.
c) Gambar penemuan.
2) Merek Dagang
Merek dagang (brand name) merupakan istilah khusus dalam
perdagangan atau perusahaan. Merek dagang pada umumnya berbentuk
77
simbol, nama, logo, slogan, atau tempat dagang yang oleh perusahaan
digunakan untuk menunjukkan keorisinilan produk atau untuk
membedakannya dengan produk lain di pasar. Merek dagang (trade mark)
pada umumnya dijadikan simbol perusahaan di pasar. Untuk menetapkan
mereka harus dipilih kata yang khas, mudah dikenal, diingat dan unik bagi
pelanggan, sehingga menjadi merek terkenal.
3) Hak Cipta
Hak cipta (copyright) adalah suatu hak istimewa guna melindungi
pencipta dan keorisinilan ciptaannya. Misalnya, karangan, musik, lagu, hak
untuk memproduksi, memperbaiki, mendistribusikan atau menjual.
2. Membeli Perusahaan yang Sudah Didirikan
Banyak alasan mengapa seseorang memilih membeli perusahaan yang sudah
ada daripada mendirikan atau merintis usaha baru, antara lain risiko lebih rendah,
lebih mudah, dan memiliki peluang untuk membeli dengan harga yang bisa ditawar.
Membeli perusahaan baru sedikit risikonya, karena kemungkinan gagal lebih kecil,
sedikit waktu, dan tenaga yang diperlukan. Di samping itu, membeli perusahaan yang
sudah adapun memiliki peluang harga yang relatif lebih rendah dibanding dengan
merintis usaha baru. Namun demikian bahwa membeli perusahaan yang sudah ada
juga mengandung kerugian dan permasalahan baik eksternal dan internal:
a. Masalah eksternal, yaitu lingkungan misalnya banyaknya pesaing dan ukuran
peluang pasar. Beberapa pertanyaan mendasar dalam menghadapi lingkungan
eksternal ini, misalnya : apakah perusahaan yang dibeli memiliki daya saing harga
di pasar, khususnya dalam harga dan kualitasnya? Bagaimana segmen pasarnya?
Sejauh mana agresivitas pesaingnya? Apakah ada industri yang dominan?
Bagaimana ukuran dan pertumbuhan pasarnya? Apakah ada perubahan teknologi
78
yang dapat mempengaruhi perusahaan yang dibeli? Setiap pembelian perusahaan
harus memperhatikan lingkungan yang mempengaruhinya.
b. Masalah-masalah internal, yaitu masalah-masalah yang ada dalam perusahaan,
misalnya masalah image atau reputasi perusahaan. Misalnya masalah karyawan,
masalah konflik antara manajemen dan karyawan yang sukar diselesaikan oleh
pemilik yang baru, masalah lokasi, dan masalah masa depan perusahaan lainnya.
Sebelum melakukan kontrak jual beli perusahaan yang akan dibeli, ada beberapa
aspek yang harus dipertimbangkandan dianalisis oleh pembeli. Menurut Zimerer
(1996) aspek-aspek itu meliputi:
1) Pengalaman apa yang dimiliki untuk mengoperasikan perusahaan tersebut?
2) Mengapa perusahaan tersebut berhasil tetapi kritis?
3) Di mana lokasi perusahaan tersebut?
4) Berapa harga yang rasional untuk membeli perusahaan itu?
5) Apakah membeli perusahaan tersebut akan lebih menguntungkan daripada
merintis sendiri usaha baru?
Tidaklah mudah untuk membeli perusahaan-perusahaan yang sudah ada.
Seorang wirausaha yang akan membeli perusahaan selain harus
mempertimbangkan berbagai keterampilan, kemampuan, dan kepentingan
pembelian perusahaan tersebut, pembeli juga harus memperhatikan sumber-
sumber potensial perusahaan yang akan dibeli, di antaranya:
1) Pedagang perantara penjual perusahaan yang akan dibeli.
2) Bank investor yang melayani perusahaan.
3) Kontak-kontak perusahaan seperti pemasok, distributor, pelanggan, dan yang
lainnya yang erat kaitannya dengan kepentingan perusahaan yang akan dibeli.
4) Jaringan kerja sama bisnis dan sosial perusahaan yang akan dibeli.
79
5) Daftar majalah dan jurnal perdagangan yang digunakan oleh perusahaan yang
akan dibeli.
Zimmerer tampak lebih eksplisit daripada Lambing tentang alasan mengapa
seseorang membeli perusahaan. Menurutnya, ada lima hal kritis untuk
menganalisis perusahaan yang akan dibeli, yaitu:
1) Alasan pemilik menjual perusahaan. Apakah kekayaannya berbentuk nyata
(tangible) atau tidak nyata (intangible)? Apakah masih prospektif dan layak
guna (up-to-date) serta efisien? Ada beberapa jenis kekayaan yang harus
diperhatikan, misalnya tangible asset (peralatan daftar piutang, susunan
leasing, business record), dan intangible asset (merek dagang, paten, hak cipta,
good-will), lokasi, dan penampilan.
2) Potensi produk dan jasa yang dihasilkan. Potensi pasar apa yang dimiliki
barang dan jasa yang dihasilkan? Ada dua aspek yang harus dianalisis, yaitu
komposisi dan karakteristik pelanggan dan komposisi dan karakteristik pesaing
yang ada.
3) Aspek legal yang dimiliki perusahaan. Aspek legal yang harus
dipertimbangkan, yaitu menyangkut prosedur pemindahan kekayaan dan balik
nama dari penjual ke pembeli.
4) Kondisi keuangan perusahaan yang akan dijual. Bagaimana kondisi keuangan
perusahaan yang akan dijual tersebut apakah sehat atau tidak? Misalnya,
bagaimana potensi keuntungan yang akan diperoleh? Bagaimana laporan rugi
labanya selama lima tahun terakhir ini? Bagaimana pajak pendapatannya?
Bagaimana kompensasi laba bagi pemilik?
Setelah itu, langkah-langkah yang harus diambil dalam pembelian suatu
perusahaan adalah:
80
a. Yakinkan bahwa anda tidak akan merintis usaha baru. Pertimbangkan, alasan
membeli perusahaan daripada merintis usaha-usaha baru atau franschising.
b. Tentukan jenis perusahaan yang diinginkan dan apakah anda mampu
mengelolanya? Teguhkan kekuatan, kelemahan, tujuan, dan kepribadian anda?
c. Pertimbangan gaya hidup yang anda inginkan. Apa yang diharapkan dari
perusahaan tersebut? Uang, kebebasan, atau fleksibilitas?
d. Pertimbangan lokasi yang diinginkan. Tempat yang bagaimana yang anda
inginkan?
e. Pertimbangkan kembali gaya hidup. Apakah anda ingin memiliki perusahaan ini
selama-lamanya atau hanya untuk kesenangan?
f. Jajaki penyandang dana sebelumnya.
g. Persiapkan bahwa anda akan menjadi pedagang.
h. Tetapkan perusahaan yang ingin dibeli.
i. Pilihlah penjual terbaik. Apa alasan menjual perusahaan tersebut?
j. Adakah penelitian sebelum anda menyetujuinya.
k. Buatlah surat pernjanjian dalam bentuk yang spesifik, misalnya jangka waktu
pembayaran berakhir.
l. Jangan lupa untuk menilai karyawan.
m. Yakinkan bahwa harga yang ditawarkan itu mencerminkan nilai perusahaan.
3. Franchising (Kerja Sama Manajemen/ Waralaba)
Franchising merupakan cara memasuki dunia usaha yang sangat populer di
seluruh dunia. Produk-produk franchising telah menjadi produk global. Dealer-dealer
mobil, motor, bahan bakar, dan alat rumah tangga lainnya berkembang di seluruh
dunia. Format bisnis franchising telah memberikan fasilitas jasa yang luas bagi para
dealer (franchising) seperti pemasaran, periklanan, pelatihan, standar produksi, dan
81
pengerjaan manual, serta bimbingan pengawasan kualitas. Logo-logo dari usaha
franchising terlihat di pusat-pusat perdagangan seperti di Jakarta, Bandung, Surabaya,
bahkan sampai kota-kota kecil lainnya.
Franchising merupakan kerja sama manajemen yang biasanya berkembang
dalam perusahaan eceran. Seperti telah dikemukakan bahwa franchise adalah suatu
persetujuan lisensi menurut hukum antara suatu perusahaan (pabrik) penyelenggara
dengan penyalur atau perusahaan lain untuk melaksanakan usaha. Perusahaan yang
memberi lisensi disebut franchising dan penyalur disebut franchise. Dalam
franchising, perusahaan yang diberi hak monopoli menyelenggarakan perusahaan
seolah-olah merupakan bagian dari perusahaan pemberi lisensi yang dilengkapi
dengan nama produk, merek dagang, dan prosedur penyelenggaranya secara standar.
Perusahaan induk (franchisor) mengizinkan franchisee untuk menggunakan nama,
tempat/ daerah, bimbingan, latihan karyawan, periklanan, dan perbekalan material
yang berlanjut. Dukungan awal meliputi salah satu atau keseluruhan dari aspek-aspek
berikut (1) pemilihan tempat, (2) rencana bangunan, (3) pembelian peralatan, (4) pola
arus kerja, (5) pemilihan karyawan, (6) periklanan, (7) grafik, (8) bantuan pada acara
pembukuan.
Selain dukungan awal, bantuan lain yang berlanjut dapat pula meliputi faktor-
faktor sebagai berikut (1) pencatatan dan akuntansi, (2) konsultasi, (3) pemeriksaan
dan standar, (4) promosi, (5) pengendalian kualitas, (6) nasihat hukum, (7) riset, (8)
material lainnya.
Dalam kerja sama franchising, perusahaan induk memberikan bantuan
manajemen secara berkesinambungan. Keseluruhan citra (goodwill), pembuatan, dan
teknik pemasaran diberikan kepada perusahaan franchise. Tidak sedikit bentuk
franchising yang dilakukan antar-negara, misalnya Mc Donald’s, Kentucky Fried
Chicken, Pizza Hut, Cola Cola, Pepsi Cola, Hoka-hoka Bento, dan lain sebagainya.
82
Bidang otomotif, misalnya dealer mobil dan motor, rental mobil, suku cadang, dan
pompa bensin. Di bidang lain, bentuk kerja sama ini adalah di bidang elektronik, obat-
obatan, dan hotel. Di negara-negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat dan
negara-negara di Eropa, franchising tumbuh cepat dan semakin meluas. Bidang-
bidang yang berkembangnya cukup menonjol seperti rekreasi, hiburan, perjalanan, dan
wisata dengan kenaikan 34,1%, jasa-jasa perusahaan 30,7%, akuntansi, kredit, agen
pengumpul, dan jasa perusahaan umum 21,19%, percetakan dan foto copy 20,8%, dan
jas-jasa lainnya. Di Indonesia, bentuk kerja sama yang mirip dengan franchising
namun berbeda adalah ”bapak angkat” atau ”kemitraan”. Dalam kerja sama sistem
bapak angkat atau kemitraan kebanyakan hanya diberikan bantuan permodalan,
pemasaran, dan bimbingan usaha.
Dasar hukum dari penyelenggaraan franchising adalah kontrak antara
perusahaan franchisor dengan franchisee. Perusahaan induk dapat saja membatalkan
perjanjian tersebut apabila perusahaan yang diajak kerja sama tersebut melanggar
persyaratan-persyaratan yang telah ditetapkan dalam persetujuan.
Menurut Zimmerer (1996) keuntungan dari kerja sama franchising adalah:
a. Pelatihan, pengarahan, dan pengawasan yang berlanjut dari franchisor.
b. Diberikannya bantuan finansial. Biasanya biaya awal pembukaan sangat tinggi,
sedangkan sumber modal dari perusahaan franchisee sangat terbatas.
c. Keuntungan dari penggunaan nama, merek, produk yang telah dikenal.
Sedangkan menurut Peggy Lambing (2000: 116-117), keuntungan franchising
meliputi:
a. Bantuan awal yang memberi kemudahan, yaitu berupa jasa nasehat pemilihan
lokasi, analisis fasilitas layout, bantuan keuangan, palatihan manajemen, seleksi
karyawan, dan bantuan pelatihan.
b. Basis untuk mempertimbangkan prospek keberhasilan, yaitu menyajikan prediksi
dan pengujian tentang kemungkinan untuk menghasilkan keuntungan.
83
c. Mendapat pengakuan yang segera, yaitu cepat dikenal karena sudah memiliki
reputasi dan pengalaman, misalnya sebulan, seminggu, bahkan beberapa hari saja
sudah dikenal.
d. Daya beli. Karena merupakan bagian dari organisasi yang besar besar, maka
pembayaran untuk pembelian bahan baku, perlatan, jasa asuransi akan relatif
murah.
e. Cakupan periklanan dan pengalaman. Periklanan secara nasional dengan
pengalaman yang jauh lebih sehingga biaya periklanan menjadi sangat murah.
f. Perbaikan operasional. Sebagai bagian dari organisasi yang besar, usaha
franchising memiliki metode yang lebih efisien dalam perbaikan proses produksi.
Di samping beberapa keuntungan seperti di atas, kerja sam franchising tidak
selalu menjamin keberhasilan, karena sangat tergantung pada jenis usaha dan
kecakapan para wirausaha. Kerugian yang mungkin terjadi menurut Zimmerer adalah
(1) program latihan tidak sesuai dengan yang diinginkan, (2) pembatasan kreativitas
penyelenggaraan usaha franchisee, (3) franchisee jarang memiliki hak untuk menjual
perusahaannya kepada pihak lain tanpa menawarkan terlebih dahulu kepada pihak
franchisor dengan harga yang sama.
B. Profil Usaha Kecil dan Model Pengembangannya
Sampai saat ini batasan usaha kecil berbeda-beda tergantung pada fokus
permasalahannya masing-masing. Seperti dikemukakan oleh Dan Steinhoff dan John F.
Burgess (1993:14) bahwa ”small business has been defined in different ways by different
organization and agencies”. Usaha kecil telah didefinisikan dengan cara yang berbeda
tergantung pada kepentingan organisasi.
Dalam ”small business act” yang dikutip oleh Dan Steinhoff dan John F. Burgess
(1993:14) bahwa “Small business has been defined in different ways by different
84
organization and agencies”. Usaha kecil telah didefinisikan dengan cara yang berbeda
tergantung pada kepentingan organisasi.
Dalam ”Small Business Act” (1934) yang dikutip oleh Dan Steinhoff dan John F.
Burgess (1993:14), misalnya dikemukakan “A small business is one which independently
owned and operated and is not dominant in its field”.
Menurut “Small Business Development Centre” University of Winconsin-
Madison, perusahaan kecil memiliki cirri-ciri sebagai berikut: “Greater potential, greater
risk, limited access to capital, one or few managers, and less able to survive major
mistakes”.
Dilihat dari perangkat manajemennya, Lambing (2000:43) mengemukakan bahwa
control atau pengawasan pada usaha kecil biasanya aturan secara tidak tertulis sebab
wirausaha mudah menguasai segala aspek usahanya. Banyak wirausaha yang cenderung
untuk menggunakan manajemen mikro (micromanage) dalam usahanya. M .Kusman
Sulaeman (1988-1989:43), mengemukakan beberapa ciri pekerjaan manajerial dari usaha
kecil dan menengah yang dikutip dari beberapa hasil studi yang dilakukan.
Di Indonesia sendiri belum ada batasan dan kreteria yang baku mengenai usaha
kecil. Berbagai instansi menggunakan batasan dan kreteria menurut fokus permasalahan
yang dituju. Dalam Undang-undang No.9/ 1995 Pasal 5 tentang usaha kecil disebabkan
beberapa kreteria usaha kecil sebagai berikut:
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar
rupiah).
Biro Pusat Statistik Indonesia (BPS) (1988) mendefinisikan usaha kecil dengan
ukuran tenaga kerja, yaitu 5 sampai dengan 19 orang yang terdiri (termasuk) pekerja kasar
85
yang dibayar, pekerja pemilik, dan pekerja keluarga. Perusahaan industri yang memiliki
tenaga kerja kurang dari 5 orang diklasifikasikan sebagai industri rumah tangga (home
industry).
Berbeda dengan klasifikasi yang dikemukakan oleh Stanley dan Morse, bahwa
industri yang menyerap tenaga kerja 1-9 orang termasuk industri kerajinan rumah tangga.
Industri kecil menyerap 10-49 orang, industri sedang menyerap 50-99 orang, dan industri
besar menyerap tenaga kerja 100 orang lebih.
Berdasarkan terminologi di atas banyak kreteria yang digunakan. Terlepas dari
ukuran secara kuantitatif, pada umumnya perusahaan kecil memiliki ciri-ciri khusus, yaitu
manajemen, persyaratan modal dan pengopterasian yang bersifat lokal. Pada usaha kecil,
manajer yang mengoperasikan perusahaan adalah pemilik, majikan, dan investor yang
mengambil berbagai keputusannya secara mandiri. Jumlah modal yang diperlukan juga
biasanya relatif kecil dan hanya dari beberapa sumber saja. Karena permodalan relatif
kecil dan dikelola secara mandiri, maka daerah operasinya juga adalah lokal, majikan dan
karyawan tinggal dalam suatu daerah yang sama, bahan baku lokal dan pemasarannyapun
hanya pada lokasi/ daerah tertentu. Beberapa usaha kecil menghasilkan produk untuk
keperluan ekspor dengan skala yang relatif kecil, relatif spesifik atau kurang diversifikasi,
misalnya barang-barang untuk keperluan rumah tangga umumnya memiliki jumlah
karyawan yang sedikit, modal terbatas dan volume penjualan yang rendah. Akan tetapi,
secara keseluruhan merupakan sektor yang mampu menyerap tenaga kerja lokal yang
cukup besar dan tersebar.
Komisi untuk Perkembangan Ekonomi (Commity for Economic Development-
CED), mengemukakan kreteria usaha kecil sebagai berikut:
1. Manajemen berdiri sendiri, manajer adalah pemilik.
2. Modal disediakan oleh pemilik atau sekelompok kecil.
86
3. Daerah operasi bersifat lokal.
4. Ukuran dalam keseluruhan relatif kecil.
Di samping ciri-ciri di atas, usaha kecil memiliki kekuatan dan kelemahan
tersendiri. Beberapa kekuatan usaha kecil antara lain.
1. Memiliki kebebasan untuk bertindak. Bila ada perubahan, misalnya perubahan
produk baru, teknologi baru, dan perubahan mesin baru, usaha kecil bisa bertindak
dengan cepat untuk menyesuaikan dengan keadaan yang berubah tersebut.
Sedangkan, pada perusahaan besar, tindakan cepat tersebut susah dilakukan.
2. Fleksibel. Perusahaan kecil sangat luwes, ia dapat menyesuaikan dengan
kebutuhan setempat. Bahan baku, tenaga kerja dan pemasaran produk usaha kecil
pada umumnya menggunakan sumber-sumber setempat yang bersifat lokal.
Beberapa perusahaan kecil di antaranya menggunakan bahan baku dan tenaga
kerja bukan lokal yaitu mendatangkan dari daerah lain atau impor.
3. Tidak mudah goncang. Karena bahan baku dan sumber daya lainnya kebanyakan
lokal, maka perusahaan kecil tidak renta terhadap fluktuasi bahan baku impor.
Bahkan bila bahan baku impor sangat mahal sebagai akibat tingginya nilai mata
uang asing, maka kenaikan mata uang asing tersebut dapat dijadikan peluang oleh
perusahaan kecil yang menggunakan bahan baku lokal dengan memproduksi
barang-barang untuk keperluan ekspor.
Sebagai contoh perusahaan cinderamata dan mebel yang sudah diekspor dan
menggunakan bahan baku rotan, kayu, dan kulit dapat meraih keuntungan akibat
kenaikan nilai mata uang asing. Perusahaan kecil bisa menggunakan produk barang
dan jasa yang dihasilkannya untuk bersaing karena bahan baku dan sumber lokal
harganya relatif lebih rendah daripada bahan baku impor.
87
Sedangkan kelemahan perusahaan kecil dapat dikategorikan ke dalam dua
aspek:
1. Aspek kelemahan struktural, yaitu kelemahan dalam struktur
perusahaan misalnya kelemahan dalam bidang manajemen dan organisasi,
kelemahan dalam pengendalian mutu, kelemahan dalam mengadopsi dan
penguasaanteknologi, kesulitan mencari permodalan, tenaga kerja masih lokal, dan
terbatasnya akses pasar. Kelemahan faktor struktural yang satu saling terkait
dengan faktor yang lain kemudian membentuk lingkaran ketergantungan yang
tidak berujung pangkal dan membuat usaha kecil terdominasi dan renta.
Secara struktural, salah satu kelemahan usaha kecil yang paling menonjol
adalah kurangnya permodalan. Akibatnya terjadi ketergantungan pada kekuatan
pemilik modal. Karena pemilik modal juga lebih menguasai sumber-sumber bahan
baku dan dapat mengusahakan bahan baku, maka pengusaha kecil memiliki
ketergantungan pada pemilik modal yang sekaligus penguasa bahan baku. Selain
menguasai sumber-sumber bahan baku, pemilik modal juga menguasai akses dan
infoemasi pasar, dan dengan demikian ketergantungan usaha kecil terhadap bahan
baku menjadi ketergantungan terhadap pasar. Oleh karena yang menguasai pasar
banyak mengetahui dan langsung mengenal pasar baik standar kualitas, motif
maupun jumlahnya, maka standar produk, desain produk, teknik produk, dan
jumlah produk ditentukan oleh pemilik informasi pasar yang sekaligus penyandang
dana. Akibat dari ketergantungan tersebut, otomatis harga jual produk yang
dihasilkan usaha kecil secara tidak langsung ditentukan oleh penguasa pasar dan
pemilik modal, maka terjadilah pasar monopsoni. Demikian juga, harga jual bahan
baku dan bunga modal. Karena harga jual barang-barang yang dihasilkan usaha
kecil ditentukan oleh pemilik informasi pasar yang juga sebagai pemilik informasi
88
bahan baku, maka batas keuntungan penguasaha kecil ditentukan oleh batas harga
jual produk dan batas harga beli bahan baku. Terjadilah repatriasi keuntungan
yang mengakibatkan permodalan usaha kecil jumlahnya tetap kecil. Kondisi
tersebut mengakibatkan ketergantungan penguasaha kecil yang menjadi buruh
pada perusahaan sendiri dengan upah yang ditentukan oleh batas keuntungan dari
pemilik modal sekaligus penguasa pasar dan penguasa sumber-sumber bahan
baku.
2. Kelemahan Kultural
Kelemahan kultural mengakibatkan kelemahan struktural. Kelemahan
kultural mengakibatkan kurangnya akses informasi dan lemahnya berbagai
persyaratan lain guna memperoleh akses permodalan, pemasaran, dan bahan baku,
seperti:
a. Informasi peluang dan cara memasarkan produk.
b. Informasi untuk mendapatkan bahan baku yang baik, murah,
dan mudah didapat.
c. Informasi untuk memperoleh fasilitas dan bantuan penguasa
besar dalam menjalin hubungan kemitraan untuk memperoleh bantuan
permodalan dan pemasaran.
d. Informasi tentang tata cara pengembangan produk, baik
desain, kualitas, maupun kemasannya.
e. Informasi untuk menambah sumber permodalan dengan
persyaratan yang terjangkau.
C. Kerangka Hipotesis Pengembangan Usaha Kecil
Hasil studi yang dilakukan oleh John Eggers dan Kim Leahy mengidentifikasi
enam tahap pengembangan bisnis yaitu tahap kosepsi (conception), survival, stabilisasi,
89
orientasi pertumbuhan, pertumbuhan yang cepat, dan kematangan. Pada setiap tahap
tersebut gaya kepemimpinan wirausaha dan keterampilan yang diperlukan cenderung
berubah. Menurut Lambing (2000:23) ada dua keterampilan yang sangat diperlukan oleh
pemilik perusahaan dalam rangka pengembangan perusahaan, yaitu manajemen personal
dan manajemen keuangan.
Banyak konsep yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan manajemen modern
tentang cara meraih keberhasilan usaha kecil dalam mempertahankan eksistensinya secara
dinamis. Dalam berbagai konsep strategi bersaing dikemukakan bahwa keberhasilan suatu
perusahaan sangat tergantung pada kemampuan internal. Secara internal, perusahaan perlu
memiliki kompetensi khusus (distinctive competency) yang dicari dari integrasi fungsional
(design school) (Mintzberg, 1990) atau dari kemampuan internal (resource-based theory)
(Pandian, 1992), atau dari care competency (D’Aveni, 1994) atau dari entrepreneur secret
yaitu kreativitas dan inovasi (creativity and innovation) dari tantangan eksternal dynamic
theory (Porter, 1980) yang dibahas lebih lanjut pada bab 7.
Pandangan Michael Porter (1980, 1999) tentang teori competitive strategy sampai
saat ini tampak masih relevan, walaupun dalam perkembangannya tidak sedikit yang
mengkritik. Teori Porter dirancang untuk menghadapi tantangan eksternal khususnya
persaingan. Dalam teori persaingan Porter dikemukakan bahwa untuk menciptakan daya
saing khusus, perusahaan harus menciptakan keunggulan melalui strategi generik (generic
strategic), yaitu strategi yang menekankan pada keunggulan biaya rendah (low cost),
diferensasi (differentiation), dan fokus (focus). Dengan strategi ini, perusahaan akan
memiliki daya tahan (sistainability) hidup secara berkesinambungan. Meskipun masih
relevan, strategi Porter ini terus dikritik. Menurut Mahoney dan Pandian (1992) dan D’
Aveni (1994), strategi Porter tersebut adalah berjangka pendek (short-life) dan statis).
Menurutnya sekarang ini keadaannya sudah sangat cepat berubah, maka yang diperlukan
90
adalah strategi jangka panjang (long-life) dan dinamis. Untuk menghadapi kondisi jangka
panjang dan dinamis, perusahaan harus dikembangkan melalui strategi yang berbasis pada
pengembangan sumber daya internal secara superior (internal resource-based strategy)
untuk menciptakan kompetensi inti (core competency) seperti yang disarankan oleh
Mintzberg (1990). Menurut Richard D’Aveni (1994:253) dan Gary Hamel (1994:232),
perusahaan harus menekankan strategi yang berfokus pada pengembangan kompetensi inti
(building core competency), pengetahuan dan keunikan intangible asset untuk
meniciptakan keunggulan, dan hanya wirausahalah yang mampu mencari peluang secara
kreatif dalam menciptakan keunggulan.
Dalam menghadapi krisis ekonomi nasional seperti sekarang ini, baik teori
dynamic strategy maupun teori resource-based strategy sangat relevan bila khusus
diterapkan dalam pemberdayaan usaha kecil nasional dewasa ini. Perhatian utama harus
ditekankan pada penciptaan nilai tambah untuk meraih keunggulan daya saing
(competitive advantages) melalui pengembangan kapabilitas khusus (kewirausahaan),
sehingga perusahaan kecil tidak lagi mengandalkan strategi kekuatan pasar (market
power) melalui monopoli dan fasilitas pemerintah. Dalam strategi ini, perusahaan kecil
harus mengarah pada keterampilan khusus secara internal yang bisa menciptakan core
product yang unggul untuk memperbesar manufacturing share (muncul pada berbagai
produk yang memiliki komponen penting yang sama). Strategi tersebut lebih murah dan
ampuh dalam lokalnya (Albert Wijaya, 1993). Menurut teori resourse-based strategy ini,
agar perusahaan meraih keuntungan secara terus-menerus, yaitu meraih semua pesaing di
industri yang bersangkutan, maka perusahaan harus mengutamakan kapabilitas internal
yang superior, yang tidak transparan, sukar ditiru atau dialihkan oleh pesaing dan
memberi Pandian (1992) adalah tanah, teknologi, tenaga kerja (kapabilitas dan
pengetahuannya), modal dan kebiasaan rutin.
91
Secara spesifik, ahli lain Burns (1990) menyarankan, bahwa agar perusahaan kecil
berhasil take-off, maka harus ada usaha-usaha khusus yang diarahkan untuk survival,
consolidation, control, planning, dan expectation. Dalam tahapan ini diperlukan
penguasaan manajemen, yaitu dengan mengubah pemilik sebagai pengusaha (owners as
businessman) yang merekrut tenaga yang diberi wewenang secara jelas. Di bidang
pemasaran, harus mengubah dari getting custumer menjadi tahap tighten financial
control, improve margin, and control cost. Di bidang pendanaan, dalam tahap take-off,
usaha kecil harus sudah ventura capital (Yuyun Wirasasmita, 1993:2).
Menurut teori the design school, perusahaan harus mendesain strategi perusahaan
yang “fit” antara peluang dan ancaman eksternal dengan kemampuan internal yang
memadai yang didukung dengan menumbuhkan kapabilitas inti (core competency) yang
merupakan kompetensi khusus (distinctive competency) dari pengelolaan sumber daya
perusahaan. Kompetensi ini diciptakan melalui generic strategy-nya Porter (1980), dan
didukung dengan nilai dan budaya perusahaan yang relevan.
Dalam konteks persaingan bebas yang semakin dinamis sekarang ini, menurut
D’Aveni (1987), perusahaan harus menekankan pada strategi pengembangan kompetensi
inti (building core competency), yaitu pengetahuan dan keunikan untuk menciptakan
keunggulan seperti yang telah dikemukakan. Keunggulan tersebut menurutnya diciptakan
melalui ”The New 7-S’strategy (The New 7-S’)”, yaitu:
1. Superior stakeholder satisfaction, yaitu mengutamakan kepuasan stakeholder.
2. Startegic sooth saing, yaitu merancang strategi yang membuat kejutan atau yang
mencengangkan.
3. Position for speed, yaitu posisi untuk mengutakan kecepatan.
4. Position for surprise, yaitu posisi untuk membuat kejutan.
92
5. Shifting the role of the game, yaitu strategi untuk mengadakan perubahan/ pengeseran
peran yang dimainkan.
6. Signaling strategic intent, yaitu mengidentifikasikan tujuan dari strategi.
7. Simultanous and sequential strategic thrusts, yaitu membuat rangkaian penggerak/
pendorong strategi secara simultan dan berurutan.
Berdasarkan pandangan para ahli di atas, jelaslah bahwa kelangsungan hidup
perusahaan baik kecil maupun besar pada umumnya sangat tergantung pada strategi
manajemen perusahaan dalam memperdayakan sumber daya internalnya.
BAB V1I
PENGELOLAAN USAHA DAN STRATEGI KEWIRAUSAHAAN
A. Pengelolaan Usaha
1. Perencanaan Usaha
Setelah ide untuk memulai usaha muncul, maka langkah pertama yang harus
dilakukan adalah membuat perencanaan. Perencanaan usaha adalah suatu cetak biru
tertulis (blue-print) yang berisikan tentang misi usaha, usulan usaha, operasional
93
usaha, rincian finansial, strategi usaha, peluang pasar yang mungkin diperoleh, dan
kemampuan serta keterampilan pengelolanya. Perencanaan usaha sebagai persiapan
awal memiliki dua fungsi penting, yaitu: (1) sebagai pedoman untuk mencapai
keberhasilan manajemen usaha, dan (2) sebagai alat untuk mengajukan kebutuhan
permodalan yang bersumber dari luar.
Menurut Zimmerer (1993:331) ada beberapa unsur yang harus ada dalam
perencanaan usaha, yaitu (1) ringkasan pelaksanaan, (2) profil usaha, (3) strategi
usaha, (4) produk dan jasa, (5) strategi pemasaran, (6) analisis pesaing, (7) ringkasan
karyawan dan pemilik, (8) rencana operasional, (9) data finansial, (10) proposal/usulan
pinjaman, (11) jadwal operasional. Sedangkan menurut Peggy Lambing (2000:131),
perencanaan bisnis memuat sejumlah topik, yang meliputi:
a. Ringkasan eksekutif (executive summary).
b. Pernyataan misi (mission statement).
c. Lingkungan usaha (business environment)
d. Perencanaan pemasaran (marketing plan)
e. Tim manjemen (management team)
f. Data finasial (financial data)
g. Aspek-aspek legal (legal consideration)
h. Jaminan asuransi (insurance requirement)
i. Orang-orang penting (key person)
j. Risiko (risk)
Ringkasan eksekutif (executive summary), menjelaskan tentang (1) maksud
usaha, (2) usulan finansial, (3) permintaan dana, (4) cara menggunakan dana dan cara
pembeyaran kembali pinjaman. Secara rinci, komponen-komponen yang tercantum
dalam format usaha tersebut meliputi:
94
a. Ringkasan eksekutif (executive summary). Ini dibuat tidak lebih dari dua halaman
yang memuat tentang:
1) Nama, alamat, dan nomor telepon perusahaan.
2) Nama, alamat, dan nomor telepon key person.
3) Laporan singkat gambaran perusahaan.
4) Laporan singkat gambaran pasar untuk produk.
5) Laporan singkat gambaran aksi-aksi strategis untuk meraih keberhasilan
perusahaan.
6) Laporan singkat gambaran manajerial dan pengalaman teknik dari key person.
7) Laporan keperluan dana dan cara menggunakannya.
8) Rekening penerimaan dan neraca saldo.
b. Perencanaan usaha secara detail (detailed business plans)
1) Latar belakang usaha
a) Laporan singkat sejarah perusahaan
b) Situasi yang ada saat ini
2) Gambaran usaha secara detail
a) Keunikan usaha yang dimiliki
b) Bagaimana keunikan itu menciptakan nilai.
c) Faktor-faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan (seperti harga
persaingan, kualitas, keadalan, ketahanan, sifat-sifat teknik dan
sebagainya).
3) Analisis pasar
a) Potensi pembeli terhadap barang (dispensasikan)
b) Motivasi mereka membeli
c) Ukuran pasar (jumlah pelangan di pasar)
95
d) Pembelanjaan total tahunan
e) Sifat-sifat pembelian, apakah barang tahan lama? Apakah produk hanya
dibeli pada muslim tertentu?
f) Target pasar spesifik, apakah kita mengetahui konsumen potensial yang
akan kita tuju.
g) Pengaruh pasar eksternal, bagaimana masing-masing kekuatan eksternal
mempengaruhi penjualan, misalnya:
h) Faktor ekonomi, seperti inflansi, resesi, dan tinggi-rendahnya tingkat
pengangguran.
i) Faktor sosial, seperti usia pelanggan, lokasi, tingkat pendapatan, ukuran
rumah tangga, dan sifat khusus masyarakat.
4) Analisis pesaing, memuat gambaran tentang:
a) Pesaing yang ada, jumlah pesaing yang kita kenal dan
kepercayaan pelanggan terhadap kita
b) Perusahaan yang mungkin masuk pasar, siapa, kapan, dan
mengapa masuk pasar? Apa dampak dari masuknya pesaing baru terhadap
target pasar kita.
c) Kekuatan dan kelemahan pesaing
5) Perencanaan strategi usaha
a) Rencana untuk memasarkan produk,khususnya yang berkenaan
dengan strategi pemasaran, seperti harga, promosi dan periklanan, dan
pelayanan pada pelanggan
b) Bandingkan produk kita dengan produk yang ada di pasar
6) Spesifikasi organisasi dan manajemen
96
a) Bagaimana perusahaan diorganisisr baik secara legal maupun
secara fungsional
b) Orang-orang kunci dalam perusahaan, beserta latar belakang, dan
sifat-sifat spesifik lain yang mempengaruhi keberhasilan usaha
7) Perencanaan keuangan (finansial)
a) Jumlah uang yang dipewrlukan untuk memproduksi barang dan
jasa serta untuk operasional usaha
b) Ciptakan pembelanjaan kas untuk ditunjukkan kepada bank atau
investror lain yang akan membantu pendanaan perusahaan
c) Proyeksi biaya operasional secara realistis untuk membiayai
material, tenaga kerja, peralatan pemasaran, dan biaya lainnnya.
d) Proyeksi dan aktualisasi neraca dan laporan rugi laba
e) Analisis peluangpokokk (BEP)
8) Perencanaan aksi strategis
a) Penjelasan misi kita dalam perusahaan
b) Penampilan tujuan dan sasaran yang spesifik
c) Pernyataan strategi produksi dan pemasaran
d) Bagaimana strategi akan dikonversikan ke dalam perencanaan
operasional
e) Prosedur pengawasan untuk menjaga perusahaan dari serangan.
2. Pengelolaan Keuangan
Ada tiga aspek yang harus diperhatikan dalam pengelolaan keuangan, yaitu
1) Aspek sumber dana, 2) Aspek rencana dan penggunaan dana, 3) Aspek Pengawasan
atau pengendalian keuangan
97
Sumber – Sumber Keuangan Perusahaan
Ditinjau dari asalnya sumber dana perusahaan dapat dibagi menjadi golongan:
a. Dana yang beraswal dari perusahaan disebut pembelanjaan intern
Ada tiga jenis sumber dana intern yang dapat dijadikan sumber keuangan
perusahaan, diantaranya:
1) Penggunaan dana perusahaan
2) Penggunaan Cadangan
3) Penggunaan laba yang tidak dibagi/ditahan
b. dana yang berasal dari luar perusahaan, yang disebut pembelanjaan ekstern.
Sumber dana ekstern mencakup:
1) dana pemilik atau penyertaan
2) Dana yang berasal dari utang/pinjaman baik jangka pendek maupun
jangka panjang atau disebut pembelanjaan asing.
3) Dana bantuan program pemerintah pusat dan daerahDana dari teman
atau keluarga yang ingin menanamkan modalnya
4) Dana ventura, yaitu dana dari perusahaan yang ingin
menginvestasikan dananya pada perusahaan kecil yang memiliki potensi.
Perencanaan Keuangan Dan Penggunan Dana
B. Teknik dan strategi Pemasaran
1. Perencanaan Pemasaran
98
2. Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
3. Kiat Pemasaran Usaha Baru
C. Teknik Pengembangan Usaha
1. Perluasan Skala Ekonomi (Economic of Scale)
2. Perluasan Cakupan Usaha (Economic of Scope)
D. Manajemen dan Strategi Kewirausahaan
1. Manajemen Kewirausahaan
2. Strategi Kewirausahaan
E. Memelihara semangat (Spirit) Wirausaha
Untuk mendorong perilaku kreatif agar wirausaha memperoleh keuntungan di
pasar dapat dilakukan dengan cara:
1. Mendidik wirausaha tentang pelayanan perusahaan khususnya tentang alasan mereka
membeli produk dan jasa, tentang masalah yang dihadapi pelanggan, dan tentang apa
kebutuhan serta keinginan yang spesifik dari pelanggan.
2. Mendidik wirausaha tentang nilai-nilai perbaikan produk dan pemasarannya, tentang
proses distribusi dan perbaikan teknik produksinya untuk dapat bersaing.
3. Menciptakan iklim kerja yang positif yang mendorong terciptanya ide-ide baru.
Dengan iklim yang kondusif, para entrepreneur akan lebih kreatif dalam
mentrasformasikan ide-idenya. Para entrepreneur secara ideal adalah individu-
individu yang bertanggung jawab dalam bidang pemasaran, teknologi, dan keuangan.
Mereka adalah para pencipta dan inovator pada perusahaan orang lain.
BAB VIII
KOMPETENSI INTI DAN STRATEGI BERSAING DALAM
KEWIRAUSAHAAN
99
A. Kompetensi Inti Kewirausahaan
B. Strategi Bersaing dalam Kewirausahaan