MODUL PELATIHAN FASILITATOR International Training Consortium on Disaster Risk Reduction
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beragam bencana di Indonesia membuat masyarakat Indonesia harus mampu bertahan dan hidup harmoni berdampingan dengan situasi bencana yang selalu dihadapi. Situasi ini membuat Indonesia menjadi laboratorium bencana, dan tempat untuk belajar mengenai kebencanaan. Berbagai jenis bencana dapat dijumpai di Indonesia, sehingga siapapun dari berbagai negara dapat belajar ke Indonesia.
Bencana mengakibatkan korban meninggal, luka serta rusaknya infrastruktur. Sehingga, dibutuhkan dana yang banyak dalam menyiapkan sumber daya dalam menghadapi bencana. Saat ini, pengurangan risiko terhadap bencana lebih ditingkatkan dalam mengurangi dampak yang sering terjadi. Kebutuhan pengurangan risiko adalah membangun ketahanan dan kesiapan daerah masing-masing, salah satunya yaitu sumber daya manusia. Berbagai pelatihan sudah dilakukan di tiap daerah untuk menunjang kesiapan sumber daya yang ada, dan berdasarkan hal tersebut maka penting dilakukan pelatihan terhadap fasilitator kebencanaan di bidang kesehatan. Fasilitator ini akan membantu dan memfasilitasi dalam menyiapkan sumber daya yang ada di berbagai daerah.
WHO dan Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan melakukan inisiasi jejaring kebencanaan yang terintegrasi dengan regionalisasi sembilan regional Pusat Krisis Kesehatan yang terdiri dari universitas, dinas kesehatan dan rumah sakit. Beberapa kegiatan yang akan dilakukan oleh jejaring ini selain dari fungsi koordinasi yang menjadi tugas Pusat Penanggulangan Krisis adalah peningkatan kapasitas dan penelitian kebencanaan. Kedua kegiatan ini dimaksudkan untuk membawa penanggulangan bencana lebih terdokumentasi dan termuktahirkan dengan isu-isu internasional dan metode pelatihan yang lebih interaktif dan participatory.
Salah satu bentuk kegiatan peningkatan kapasitas adalah emergency and disaster management training yang dilakukan bersama dengan jejaring kebencanaan yang telah disebutkan, WHO dan Pusat Krisis Kesehatan bekerjasama dengan universitas di regional mengorganisasikan sebuah kegiatan peningkatan kapasitas dalam wadah international training consortium on disaster risk reduction yang kemudian disingkat menjadi ITC-DRR yang beranggotakan universitas-universitas yang berkomitmen dalam pengurangan resiko bencana dan penanggulangan bencana di wilayah regional Pusat Krisis Kesehatan.
Training fasilitator nasional ini menjadi momen substansial untuk melakukan regenerasi terhadap sumber daya yang ada dan menjalin kembali jejaring
1
peningkatan kapasitas kebencanaan melibatkan universitas dan komponen lain di regional Pusat Krisis Kesehatan dibalik tujuan utamanya untuk meningkatkan kapasitas para pegiat kebencanaan (khususnya yang berlatar belakang akademik) dalam kemampuan fasilitasi agar ilmu-ilmu mengenai penanggulangan bencana dan pengurangan resiko bencana yang dimiliki oleh pelaku kebencanaan yang mengikuti pelatihan ITC-DRR dapat lebih digali dan terdokumentasi secara lebih baik lagi.
Dalam rangka menambah jumlah fasilitator pelatihan ITC-DRR, perlu dilaksanakan pelatihan TOF ITC-DRR dengan mengacu kepada suatu kurikulum yang jelas.
B. Filosofi Pelatihan fasilitator ITC-DRR ini mengacu pada filosofi pelatihan sebagai berikut:
1. Prinsip andragogi, antara lain selama pelatihan peserta berhak untuk: a. Didengarkan dan dihargai pengalamannya mengenai krisis kesehatan
b. Dipertimbangkan setiap ide dan pendapatnya, selama masih dalam konteks pelatihan.
c. Diberikan apresiasi atas pendapat yang baik dan positif yang diutarakan oleh peserta.
2. Berorientasi kepada peserta, yaitu bahwa peserta berhak untuk: a. Mendapatkan paket bahan belajar untuk meningkatkan keterampilan dalam
krisis kesehatan.
b. Mendapatkan pelatih/fasilitator yang dapat memfasilitasi dengan berbagai metode, melakukan umpan balik, dan menguasai materi yang disampaikan dalam pelatihan.
c. Belajar sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki individu, baik secara visual, auditorial maupun kinestetik (gerak).
d. Belajar dengan menggunakan modal pengetahuan yang sudah dimiliki individu mengenai krisis kesehatan.
e. Melakukan refleksi dan memberikan umpan balik secara terbuka.
f. Melakukan evaluasi (terhadap pelatih/fasilitator dan penyelenggara) dan dievaluasi tingkat pemahaman dan kemampuannya.
3. Berbasis kompetensi, yang memungkinkan peserta untuk: a. Mengembangkan keterampilan langkah demi langkah dalam memperoleh
kompetensi yang diharapkan dalam pelatihan.
b. Memperoleh sertifikat setelah dinyatakan berhasil mendapatkan kompetensi yang diharapkan pada akhir pelatihan
2
4. Learning by doing yang memungkinkan peserta untuk:
a. Berkesempatan menerapkan hasil pembelajaran serta mengambil manfaat dari pelatihan tersebut.
b. Berkesempatan melakukan demonstrasi dan redemonstrasi dari materi pelatihan dengan menggunakan metode pembelajaran antara laceramah tanya-jawab, penugasan, diskusi kelompok, latihan-latihan, baik secara individu maupun kelompok.
c. Melakukan pengulangan atau perbaikan yang dirasa perlu.
3
4
BAB II
PERAN, FUNGSI DAN KOMPETENSI
A. PERAN
Setelah mengikuti pelatihan ini peserta berperan sebagaI fasilitator pelatihan International Training Consortium Disaster Risk Reduction (ITC-DRR) dan Krisis Kesehatan
B. FUNGSI
Dalam melaksanakan perannya, peserta mempunyai fungsi yaitu melakukan fasilitasi pada pelatihan ITC-DRR dan Krisis Kesehatan
C. KOMPETENSI Untuk menjalankan fungsinya, peserta memiliki kompetensi dalam:
1. Menjelaskan perencanaan dan pengembangan program dalam pengurangan risiko bencana
2. Melakukan komunikasi efektif
3. Memfasilitasi pelatihan terkait ITC-DRR dan krisis kesehatan
4. Melakukan evaluasi proses pelatihan
D. TUJUAN
A. Tujuan Umum: Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu melakukan fasilitasi pelatihan ITC-DRR dan Krisis Kesehatan
B. Tujuan Khusus: Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan perencanaan dan pengembangan program dalam pengurangan risiko bencana
2. Melakukan komunikasi efektif
3. Memfasilitasi pelatihan terkait ITC DRR dan krisis kesehatan
4. Melakukan evaluasi proses pelatihan
5
6
BAB III
STRUKTUR PROGRAM
Untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, maka disusun materi workshop yang akan diberikan secara rinci seperti pada tabel di bawah ini:
NO MATERI Waktu
Jumlah T P PL
A. Materi Dasar: 1. Overview ITC DRR
2
0
0
2
Subtotal 2 0 0 2
B. Materi Inti: 1. Perencanaan dan Pengembangan
Program dalam Pengurangan Risiko Bencana
2. Komunikasi Efektif dalam VIPP
3. Teknik Fasilitasi VIPP
4. Teknik Evaluasi Dalam VIPP
2
2
2
2
0
4
18
4
2
6
20
6
Subtotal 8 26 0 34
C. MateriPenunjang:
1. Anti Korupsi 2. Membangun Komitmen Pembelajaran/
Building Learning Commitment (BLC) 3. Rencana Tindak Lanjut
2 1
0
0 2
1
0 0
0
2 3
1
Subtotal 3 3 0 6
Total 13 29 0 42
Keterangan: T = PenyampaianTeori P = Penugasan PL/OL = Praktik Lapangan atau Observasi Lapangan 1JPL = 45 menit
Teori 40% dan Praktik P+ PL = 60%
7
Tuju
an P
embe
laja
ran
Khus
us (T
PK)
Poko
k Ba
hasa
n da
n Su
b Po
kok
Baha
san
Met
ode
Med
ia d
anA
lat B
antu
Refe
rens
i
1.Ke
bija
kan
Pena
nggu
lang
an K
risis
Kes
ehat
ana.
Kebi
jaka
n G
loba
l (se
ndai
)b.
Kebi
jaka
n Re
gion
al (A
DPC
, AH
A)c.
Kebi
jaka
n N
asio
nal (
PKK)
2.Se
jara
h IT
C-D
RRa.
Pem
bent
ukan
ITC-
DRR
b.Pe
rkem
bang
an IT
C- D
RRc.
Kera
ngka
Kon
sep
ITC-
DRR
d.Ka
rakt
eris
tik p
elat
ihan
ITC-
DRR
Sete
lah
men
giku
ti m
ater
i ini
, pe
sert
a m
ampu
men
jela
skan
:
1.Ke
bija
kan
Pena
nggu
lang
an
Kris
is K
eseh
atan
2.Se
jara
h IT
C-D
RR
? ?
Cera
mah
dan
tany
a-ja
wab
(CTJ
)
Cura
h pe
ndap
at
Med
ia:
1.Ba
han
taya
ng d
igita
l2.
Mod
ul
Ala
t Ban
tu:
1.Ko
mpu
ter
2.La
ptop
3.LC
D4.
Whi
te b
oard
5.Fl
ip ch
art
6.Sp
idol
7.Po
inte
rs
: : : :
MD
.01
(Mat
eri D
asar
1)
2 JP
L (T
= 2
jpl, P
= 0
jpl, P
L= 0
jpl)
Sete
lah
men
giku
ti m
ater
i ini, p
eser
ta m
ampu
men
jela
skan
seja
rah
dan
perk
emba
ngan
ITC-
DRR
O
verv
iew
ITC
DRR
N
omor
Judu
l Mat
eri
Wak
tu
Tuju
an P
embe
laja
ran
Um
um (T
PU)
A .
GA
RIS
BESA
R PR
OG
RAM
PEM
BELA
JARA
N (G
BPP)
8
Nom
orJu
dul M
ater
i W
aktu
Tu
juan
Pem
bela
jara
n U
mum
(TPU
)
MI.0
1 (M
ater
i Int
i 1)
2 JP
L (T
=
2 jp
l, P=
0 jp
l, PL
=0 jp
l) Se
tela
h m
engi
kuti
mat
eri i
ni, p
eser
ta m
ampu
men
jela
skan
Per
enca
naan
dan
Pen
gem
bang
an P
rogr
am
dala
m p
engu
rang
an ri
siko
ben
cana
Pere
ncan
aan
dan
Peng
emba
ngan
Pro
gram
dal
am P
engu
rang
an R
isik
o Be
ncan
a: : : :
Tuju
an P
embe
laja
ran
Khus
us (T
PK)
1.Pe
ngur
anga
n Ri
siko
Ben
cana
bid
ang
Kese
hata
n
2. A
nalis
is S
ituas
i :a.
Def
inis
i ana
lisis
situ
asi
b. K
ompo
nen
Ana
lisis
Situ
asi
3. A
nalis
is R
isik
o :
a. D
efin
isi a
nalis
is R
isik
ob.
Kom
pone
n an
alis
is R
isik
o
4. I
ndik
ator
PRB
:a.
Def
inis
i Ind
ikat
orb.
Tuju
an In
dika
tor
c.Pe
nyus
unan
indi
kato
rd.
Pene
ntua
n ta
hap-
taha
p m
onito
ring
e.Ev
alua
si m
engg
unak
an in
dika
tor y
ang
dipi
lih
5. P
rogr
am P
RB :
a.D
efin
isi p
rogr
am, I
dent
ifika
si m
asal
ah d
an
men
entu
kan
prio
ritas
b.Vi
si, s
asar
an d
an tu
juan
Peny
usun
an re
ncan
a ke
giat
an
Sete
lah
men
giku
ti m
ater
i ini
, pe
sert
a m
ampu
men
jela
skan
tent
ang:
1.Pe
ngur
anga
n Ri
siko
Ben
cana
2.A
nalis
is S
ituas
i 3.
Ana
lisis
Ris
iko
(Haz
ard,
Vu
lner
abili
ty a
nd C
apac
ity)
4.In
dika
tor P
rogr
am P
engu
rang
an
Risi
ko B
enca
na
5.Pr
ogra
m P
engu
rang
an R
isik
o Be
ncan
a
Med
ia:
1.Ba
han
taya
ng
digi
tal
2.M
odul
Ala
t Ban
tu:
1.Ko
mpu
ter
2.La
ptop
3.LC
D4. 5. 6.
Spid
ol7.
Poin
ters
Whi
te b
oard
Flip
char
t
? ?
Cera
mah
dan
ta
nya-
jaw
ab
(CTJ
)
Cura
h pe
ndap
at
Met
ode
Med
ia d
anA
lat B
antu
Refe
rens
iPo
kok
Baha
san
dan
Sub
Poko
k Ba
hasa
n
9
MI.0
2 (M
ater
i Int
i 2)
6JPL
(T=2
jpl, P
= 4
jpl, P
L=0
jpl)
Sete
lah
men
giku
ti m
ater
i ini
, pes
erta
mam
pu m
elak
ukan
kom
unik
asi e
fekt
if da
lam
VIP
P
Kom
unik
asi E
fekt
if d
alam
VIP
P
Med
ia:
1.Ba
han
taya
ng
digi
tal
2.M
odul
Ala
t Ban
tu:
1.Ko
mpu
ter
2.La
ptop
3.LC
D4. 5. 6.
Spid
ol7.
Poin
ters
Whi
te b
oard
Flip
char
t
? ?
Cera
mah
da
n ta
nya
jaw
ab (C
TJ)
Cura
h pe
ndap
at
role
pla
y
1.In
form
asi y
ang
dibu
tuhk
an d
an re
leva
n de
ngan
keb
utuh
an s
etia
p se
si p
elat
ihan
:a.
Pend
enga
r Efe
ktif
b.Pe
ngum
pula
n da
n pe
nerje
mah
an
data
ver
bal d
an n
on v
erba
l sec
ara
akur
at d
an te
pat g
una
2. K
omun
ikas
i yan
g ef
ektif
:a.
Peng
olah
an In
form
asi s
ecar
a ef
ektif
b.Pa
rafr
ase
3. M
edia
Kom
unik
asi
a.Pe
nyia
pan
berb
agai
med
ia
kom
unik
asi
b.Pe
man
faat
an d
an p
engg
unaa
n be
rbag
ai m
edia
kom
unik
asi
4. P
enya
mpa
ian
info
rmas
i/ in
stru
ksi/k
esim
pula
n de
ngan
efe
ktif
seca
ra v
erba
l dan
non
ver
bal
5.Ko
mun
ikas
i Efe
ktif
dala
m M
enye
lesa
ikan
M
asal
ah
Sete
lah
men
giku
ti m
ater
i ini
, pes
erta
mam
pu:
1.M
engi
dent
ifika
si in
form
asi y
ang
dibu
tuhk
an d
an
rele
van
deng
an k
ebut
uhan
setia
p se
si p
elat
ihan
2.M
emba
ngun
kom
unik
asi y
ang
efek
tif d
enga
n pe
sert
a, fa
silit
ator
, dan
mitr
a la
inny
a
kom
unik
asi s
esua
i keb
utu
3.M
eman
faat
kan
berb
agai
mac
am m
edia
ha
n se
tiap
sesi
trai
ning
4.M
elak
ukan
kom
unik
asi
info
rmas
i/ins
truk
si/k
esim
pula
n de
ngan
efe
ktif
baik
sec
ara
verb
al d
an n
on-v
erba
l yan
g ef
ektif
de
ngan
pes
erta
, fas
ilita
tor,
dan
mitr
a la
inny
a
5.M
elak
ukan
kom
unik
asi p
ada
situ
asi p
erbe
daan
pe
ndap
at/ k
epen
tinga
n an
tara
pes
erta
, fas
ilita
tor
dan
mitr
a la
in, s
ehin
gga
mam
pu m
emed
iasi
ke
senj
anga
n/ko
nflik
yan
g te
rjadi
Tuju
an P
embe
laja
ran
Khus
us (T
PK)
Refe
rens
iM
edia
dan
Ala
t Ban
tuM
etod
ePo
kok
Baha
san
dan
Sub
Poko
k Ba
hasa
n
Wak
tu
Tuju
an P
embe
laja
ran
Um
um (T
PU)
: :
Nom
orJu
dul M
ater
i : :
10
MI.0
3 (M
ater
i Int
i 3)
20 JP
L (T
=2 jp
l, P=
18
jpl,
PL=0
jpl)
Sete
lah
men
giku
ti m
ater
i ini
, pes
erta
mam
pu m
elak
ukan
fasi
litas
i VIP
P da
lam
pel
atih
an IT
C-D
RR
Tekn
ik F
asili
tasi
Vis
ualis
atio
n In
Par
tici
pato
ry P
rogr
amm
es (V
IPP)
1.Ko
nsep
Fas
ilita
si:
a.D
efin
isi F
asili
tasi
b.Pr
insi
p-Pr
insi
p Fa
silit
asi
Iden
tifik
asi t
ujua
n da
n pr
oses
pem
bela
jara
nPe
rsya
rata
n fa
silit
ator
yan
g ba
ikc.
Met
ode
Fasi
litas
iVI
PPM
etod
e la
inny
a2.
Stra
tegi
Fas
ilita
si:
a.Id
entif
ikas
i mas
alah
( &
pos
t mor
tem
)b.
Ana
lisis
ham
bata
nc.
Solu
si (
,
3.Fa
silit
asi p
rose
s pe
mbe
laja
ran
deng
an m
etod
e VI
PP:
a.Je
nis T
ekni
k Fa
silit
asi
(def
inis
i, tu
juan
, jen
is, p
rose
dur)
Peng
guna
an m
usik
(def
inis
i, tu
juan
, jen
is, p
rose
dur)
Pres
enta
si in
tera
ktif
(def
inis
i, tu
juan
, jen
is, p
rose
dur)
Sim
ulas
i (de
finis
i, tu
juan
, jen
is, p
rose
dur)
Ice
brea
ker (
defin
isi,
tuju
an, j
enis
, pro
sedu
r) (d
efin
isi,
tuju
an, j
enis
, pro
sedu
r)M
eta
plan
Peng
atur
an ru
ang
pela
tihan
b.Pe
mili
han
Jeni
s Tek
nik
fasi
litas
i
? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ? ?
early
det
ectio
n
part
icip
ator
y ap
proa
chbu
ildin
g co
mm
itmen
t/di
rect
and
indi
rect
Gam
es
Role
pla
y
Sete
lah
men
giku
ti m
ater
i in
i, pe
sert
a m
ampu
:M
enje
lask
an k
onse
p fa
silit
asi
Men
yusu
n st
rate
gi
fasi
litas
i
Mel
akuk
an fa
silit
asi
pros
es p
embe
laja
ran
deng
an m
etod
e VI
PP
1. 2. 3.
Med
ia:
1.Ba
han
taya
ng
digi
tal
2.Le
mba
r kas
us3.
Pand
uan
sim
ulas
i4.
Pand
uan
prak
tik fa
silit
asi
Ala
t Ban
tu:
1.La
ptop
2.LC
D3. 4. 5.
Spid
ol6.
Poin
ters
7.M
eta
plan
8.Ka
in p
erek
at9.
Ster
eofo
am10
.Whi
tebo
ard
Flip
char
t
Soun
d sy
stem
? ? ? ? ?
Cera
mah
dan
ta
nya
jaw
ab
(CTJ
)
Cura
h pe
ndap
at
Latih
an k
asus
Sim
ulas
i
Prak
tik fa
silit
asi
Poko
k Ba
hasa
n da
n Su
b Po
kok
Baha
san
Tuju
an P
embe
laja
ran
Khus
us (T
PK)
Met
ode
Med
ia d
anA
lat B
antu
Refe
rens
i
Wak
tu
Tuju
an P
embe
laja
ran
Um
um (T
PU)
: :
Nom
orJu
dul M
ater
i : :
11
MI.0
4 (M
ater
i Int
i 4)
6
JPL
(T=
2 jp
l, P=
4 jp
l, PL=
0 jp
l)Se
tela
h m
engi
kuti
mat
eri i
ni, p
eser
ta m
ampu
mel
akuk
an e
valu
asi p
rose
s pe
mbe
laja
ran
pada
pel
atih
an
Eval
uasi
Pel
atih
an d
alam
VIP
P
1.In
dika
tor,
wak
tu d
an m
etod
e ev
alua
si p
elat
ihan
i.Po
in p
enila
ian:
Kese
suai
an m
ater
i den
gan
tuju
an
pem
bela
jara
nCa
ra p
enya
mpa
ian
nara
sum
ber
Pem
aham
an p
eser
ta te
rhad
ap m
ater
iKe
aktif
an k
elom
pok
pada
saa
t dis
kusi
ke
lom
pok
ii.M
etod
e ev
alua
si:
Perm
aina
nIn
stru
men
pen
ilaia
nPe
mbe
rian
rew
ard
iii.
Wak
tu e
valu
asi:
2. E
valu
asi H
aria
n:a.
Eval
uasi
Aw
al h
ari
i.Po
in p
enila
ian:
Obs
erva
si v
isua
l kej
adia
n pa
da h
ari
sebe
lum
nya
? ? ? ? ? ? ? ?
?Role
pla
y
?Pe
ngam
atan
apa
yan
g di
deng
ar s
ehar
i se
belu
mny
a
Sete
lah
men
giku
ti m
ater
i ini
, pes
erta
m
ampu
:
1.M
enen
tuka
n in
dika
tor,
wak
tu d
an
met
ode
eval
uasi
pel
atih
an
2.M
elak
ukan
eva
luas
i keg
iata
n be
laja
r m
enga
jar d
i tia
p aw
al d
an a
khir
hari
pela
tihan
? ? ?
Cera
mah
dan
ta
nya
jaw
ab
(CTJ
)Cu
rah
pend
apat
Penu
gasa
n
Med
ia:
Bah
an
taya
ng
digi
tal
Form
LB4
Form
LBK
OBu
ku B
antu
Ala
t Ban
tu:
Lapt
opLC
D
Spid
olPo
inte
rs
Perm
aina
n Bo
la:
1.Bo
la
1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Whi
tebo
ard
Flip
char
t
Mus
ic P
laye
rSp
eake
r
1. P
elat
ihan
TO
C IT
C D
RR C
HE
Jepa
ng
Poko
k Ba
hasa
n da
n Su
b Po
kok
Baha
san
Tuju
an P
embe
laja
ran
Khus
us (T
PK)
Met
ode
Med
ia d
anA
lat B
antu
Refe
rens
i
Nom
orJu
dul M
ater
i W
aktu
Tu
juan
Pem
bela
jara
n U
mum
(TPU
)
: : : :
12
?M
enila
i , s
erta
met
ode
yang
dip
akai
pad
a ha
ri se
belu
mny
a
b.M
etod
e Ev
alua
si:
Keak
tifan
pes
erta
Lata
r bel
akan
g pe
sert
a
tool
s, eq
uipm
ent
ii.M
etod
e ev
alua
si:
Papa
ran
beru
pa v
ideo
/pho
to/
Tany
a Ja
wab
b.Ev
alua
si A
khir
Har
ii.
Poin
Pen
ilaia
n:
Peni
laia
n m
enge
nai P
eras
aan
pese
rta
men
gena
i pel
atih
an s
elam
a sa
tu h
ari
ii. M
etod
e Pe
nila
ian:
3.Ev
alua
si A
khir
Pela
tihan
a.Po
in P
enila
ian:
Peni
laia
n ap
akah
pel
atih
an m
emen
uhi
eksp
ekta
si s
esua
i den
gan
hasi
l inv
enta
risir
eksp
ekta
si d
i aw
al p
elat
ihan
Peni
laia
n ap
akah
pel
atih
an m
engh
ilang
kan
keta
kuta
n se
suai
den
gan
hasi
l inv
enta
risir
keta
kuta
n di
aw
al p
elat
ihan
Peni
laia
n te
ntan
g ke
selu
ruha
n pe
latih
an
(fasi
litat
or, p
embi
cara
, mat
eri,
dll)
Pert
anya
an A
ngke
t dija
wab
den
gan
sim
ulas
i
4.Ev
alua
si F
asili
tato
r kep
ada
pese
rta
a.Po
in P
enila
ian:
b.M
etod
e pe
nila
ian:
Obs
erva
si h
aria
n
? ? ?
? ? ? ? ?
slid
esho
w
Moo
d M
eter
?
? ?
3.M
elak
ukan
eva
luas
i keg
iata
n be
laja
r m
enga
jar d
i akh
ir pe
nyel
engg
araa
n pe
latih
an
4.M
elak
ukan
eva
luas
i kep
ada
mas
ing-
mas
ing
indi
vidu
pes
erta
Pem
beria
n :
1.Co
klat
ata
u ap
apun
se
jum
lah
pese
rta
1.St
erof
oam
/ pa
pan
2.Ka
rton
/ker
tas
kopi
3.Sp
idol
ber
baga
i w
arna
4.St
icky
not
es
Eval
uasi
akh
ir pe
latih
an:
1.La
kban
rew
ard
Moo
d M
ette
r:
13
1.Ko
nsep
kor
upsi
a.D
efin
isi k
orup
sib.
Ciri-
ciri
koru
psi
c.Be
ntuk
/jeni
s ko
rups
id.
Ting
kata
n ko
rups
ie.
Fakt
or p
enye
bab
koru
psi
f.D
asar
huk
um te
ntan
g ko
rups
i
2.Ko
nsep
ant
i kor
upsi
a.D
efin
isi a
nti k
orup
sib.
Nila
i-nila
i ant
i kor
upsi
c.Pr
insi
p-pr
insi
p an
ti ko
rups
i
3.U
paya
pen
cega
han
dan
pem
bera
ntas
an k
orup
sia.
Upa
ya p
ence
gaha
n ko
rups
ib.
Upa
ya p
embe
rant
asan
kor
upsi
c.St
rate
gi k
omun
ikas
i Pem
bera
tasa
n Ko
rups
i (P
K)
Sete
lah
men
giku
ti m
ater
i ini
pe
sert
a m
ampu
men
jela
skan
:
1.Ko
nsep
kor
upsi
2.Ko
nsep
ant
i kor
upsi
3.U
paya
pen
cega
han
koru
psi
dan
pem
bera
ntas
an k
orup
si
? ? ? ? ?
Cura
h pe
ndap
atCe
ram
ah ta
nya
jaw
abLa
tihan
kas
us
Cura
h pe
ndap
atCe
ram
ah ta
nya
jaw
ab
? ? ? ? ? ?
Mod
ul
Baha
n ta
yang
Kom
pute
r
Spid
olPa
ndua
n la
tihan
Flip
char
t
?U
ndan
g-un
dang
Nom
or
20 Ta
hun
2001
te
ntan
g Pe
ruba
han
Ata
s U
ndan
g-un
dang
Nom
or
No
31 T
ahun
19
99 te
ntan
g Pe
mbe
rant
asan
Ti
ndak
Pid
ana
Koru
psi
Inst
ruks
i Pr
esid
en N
omor
1
Tahu
n 20
13
Mat
eri P
enun
jang
1
2 JP
L (T
= 2
, P =
0, P
L =
0)
Sete
lah
men
giku
ti m
ater
i ini
, pes
erta
mam
pu m
emah
ami m
ater
i ter
kait
anti
koru
psi.
Mat
eri a
nti K
orup
si
Poko
k Ba
hasa
n da
n Su
b Po
kok
Baha
san
Tuju
an P
embe
laja
ran
Khus
us (T
PK)
Met
ode
Med
ia d
anA
lat B
antu
Refe
rens
i
Wak
tu
Tuju
an P
embe
laja
ran
Um
um (T
PU)
: :
Nom
orJu
dul M
ater
i : :
14
4.Ta
ta c
ara
pela
pora
n du
gaan
pel
angg
aran
Tin
dak
Pida
na K
orup
si (T
PK)
a.La
pora
nb.
Peny
eles
aian
has
il pe
nang
anan
pen
gadu
an
mas
yara
kat
c.Pe
ngad
uan
d.Ta
taca
ra p
enya
mpa
ian
peng
adua
n e.
Tim
pen
anga
nan
peng
adua
n m
asya
raka
t te
rpad
u di
ling
kung
an K
emen
kes
f.Pe
ncat
atan
pen
gadu
an
5.G
ratif
ikas
ia.
Peng
ertia
n gr
atifi
kasi
b.A
spek
huk
umc.
Gra
tifik
asi d
ikat
akan
seb
agai
Tin
dak
Pida
na
Koru
psi (
TPK)
d.Co
ntoh
gra
tifik
asi
e.Sa
nksi
gra
tifik
asi
4.Ta
ta c
ara
pela
pora
n du
gaan
pe
lang
gara
n tin
dak
pida
na
koru
psi
5.G
ratif
ikas
i
?Ke
putu
san
Men
teri
Kese
hata
n N
omor
23
2/M
ENKE
S/SK
/ VI/2
013
tent
ang
Stra
tegi
Ko
mun
ikas
i Pe
kerja
an d
an
Buda
ya A
nti
Koru
psi
15
Sete
lah
men
giku
ti m
ater
i ini
:
? ? ?
Papa
n da
n ke
rtas
Sp
idol
Ala
t ban
tu
flipc
hart
gam
es
1.M
enge
nal s
esam
a pe
sert
a, p
elat
ih d
an
peny
elen
ggar
a.
2.M
elak
ukan
pen
caira
n di
anta
ra p
eser
ta.
3.M
engi
dent
ifika
si h
arap
an, k
ekha
wat
iran
dan
kom
itmen
terh
adap
pro
ses
sela
ma
pela
tihan
.
4.M
embu
at k
esep
akat
an n
ilai,
norm
a da
n ko
ntro
l kol
ektif
dan
kar
akte
r ban
gsa
(Nila
i AN
EKA
).
5.M
embu
at k
esep
akat
an o
rgan
isas
i dal
am
kela
s.
(ice
brea
king
)
1.Pr
oses
per
kena
lan
sesa
ma
pese
rta,
pe
latih
dan
pen
yele
ngga
ra.
2.Pr
oses
pen
caira
n (ic
e br
eaki
ng) d
i an
tara
pes
erta
.
3.H
arap
an, k
ekha
wat
iran
dan
kom
itmen
te
rhad
ap p
rose
s se
lam
a pe
latih
an.
4.N
ilai,
norm
a da
n ko
ntro
l kol
ektif
.
5.Ke
sepa
kata
n or
gani
sasi
kel
as.
? ?
Lem
baga
Ad
min
istr
asi
Neg
ara,
200
3,
, Ja
kart
a.
Pusd
ikla
t SD
M
Kese
hata
n,
2007
, Mod
ul
TPPK
, Jak
arta
.
Build
ing
Lear
ning
Co
mm
itmen
? ? ? ? ?
Gam
es
Gam
es
Dis
kusi
kel
ompo
k
Dis
kusi
kel
ompo
k
Dis
kusi
kel
ompo
k
Mat
eri P
enun
jang
2M
emba
ngun
Kom
itmen
Bel
ajar
3
JPL
(T =
1, P
= 2
, PL
= 0)
Se
tela
h m
engi
kuti
mat
eri i
ni, p
eser
ta m
ampu
men
cipt
akan
sua
sana
bel
ajar
yan
g ko
ndus
if be
rwaw
asan
ka
rakt
er b
angs
a.
(Bui
ldin
g Le
arni
ng C
omm
itmen
t/BL
C)W
aktu
Tu
juan
Pem
bela
jara
n U
mum
(TPU
): :
Nom
orJu
dul M
ater
i : :
Poko
k Ba
hasa
n da
n Su
b Po
kok
Baha
san
Tuju
an P
embe
laja
ran
Khus
us (T
PK)
Met
ode
Med
ia d
anA
lat B
antu
Refe
rens
i
16
Mat
eri P
enun
jang
3
(RTL
)1 JP
L (T
= 0
, P =
1, P
L =
0)
Sete
lah
men
giku
ti m
ater
i ini
, pes
erta
mam
pu m
enyu
sun
renc
ana
tinda
k la
njut
pel
atih
an fa
silit
ator
ITC-
DRR
Renc
ana
Tind
ak L
anju
t
Sete
lah
men
giku
ti m
ater
i ini
pes
erta
mam
pu:
1.M
enje
lask
an p
enge
rtia
n da
n ru
ang
lingk
up
RTL.
2.M
enje
lask
an la
ngka
h-la
ngka
h pe
nysu
nan
RTL.
3.M
enyu
sun
RTL
untu
k ke
giat
an y
ang
akan
di
laku
kan.
1.RT
L:a.
Peng
ertia
n RT
Lb.
Ruan
g lin
gkup
RTL
2.La
ngka
h la
ngka
h pe
nyus
unan
RTL
.
3.Pe
nyus
unan
RTL
unt
uk
kegi
atan
yan
g ak
an
dila
kuka
n.
? ? ?
Cera
mah
Tany
a Ja
wab
Latih
an m
enyu
sun
RTL
Dis
kusi
Kel
ompo
k
? ? ? ?
Papa
n da
n ke
rtas
Spid
ol
Ala
t ban
tu
Lem
bar/
Form
at
RTL
flipc
hart
?Ke
men
kes
RI
Pusd
ikla
t A
para
tur
Renc
ana
Tind
ak L
anju
t, Ku
rmod
Su
rvai
lann
ce,Ja
kart
a 20
08.
Tuju
an P
embe
laja
ran
Khus
us (T
PK)
Poko
k Ba
hasa
n da
nSu
b Po
kokB
ahas
anM
etod
eM
edia
dan
Ala
t Ban
tuRe
fere
nsi
Wak
tu
Tuju
an P
embe
laja
ran
Um
um (T
PU)
: :
Nom
orJu
dul M
ater
i : :
17
B. DIAGRAM PROSES PEMBELAJARAN
Building Learning Commitment (BLC)
Wawasan
Kebijakan Penanggulangan Krisis Kesehatan Anti Korupsi Metode: ceramah tanya jawab, curah pendapat
Pengetahuan dan Keterampilan
1. Perencanaan dan Pengembangan Program dalam PRB
2. Komunikasi Efektif dalam VIPP3. Teknik Fasilitasi VIPP4. Evaluasi Pelatihan dalam VIPP
Metode: curah pendapat, ceramah tanya jawab, simulasi, latihan kasus, , role playgames
E VA L U A S I
Penutupan
Post Test
Evaluasi Penyelenggaraan
Pembukaan
Proses pembelajaran dalam pelatihan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
A. Pre test Sebelum acara pembukaan, dilakukan pre test terhadap peserta. Pre test bertujuan untuk mendapatkan informasi awal tentang pengetahuan dan kemampuan peserta dalam melakukan fasilitasi dalam pelatihan
18
B. Pembukaan Pembukaan dilakukan untuk mengawali kegiatan pelatihan secara resmi. Proses pembukaan pelatihan meliputi beberapa kegiatan berikut: 1. Laporan ketua penyelenggara pelatihan. 2. Pengarahan sekaligus pembukaan. 3. Penyematan tanda peserta. 4. Perkenalan peserta secara singkat. 5. Pembacaan doa.
C. Building Learning Commitment/BLC (Membangun Komitmen Belajar) Kegiatan ini ditujukan untuk mempersiapkan peserta dalam mengikuti proses pelatihan. Kegiatannya antara lain: 1. Penjelasan oleh pelatih/instruktur tentang tujuan pembelajaran dan kegiatan
yang akan dilakukan dalam materi BLC. 2. Perkenalan antara peserta dengan para fasilitator dan dengan panitia
penyelenggara pelatihan, dan juga perkenalan antar sesama peserta. Kegiatan perkenalan dilakukan dengan permainan, dimana seluruh peserta terlibat secara aktif.
3. Mengemukakan harapan, kekhawatiran dan komitmen masing-masing peserta selama pelatihan.
4. Kesepakatan antara para pelatih/instruktur, penyelenggara pelatihan dan peserta dalam berinteraksi selama pelatihan berlangsung, meliputi: pengorganisasian kelas, kenyamanan kelas, keamanan kelas, dan yang lainnya.
D. Pemberian wawasan Setelah BLC, kegiatan dilanjutkan dengan memberikan materi sebagai dasar pengetahuan/wawasan yang sebaiknya diketahui peserta dalam pelatihan ini.
Materi tersebut yaitu: Overview ITC DRR
E. Pembekalan pengetahuan dan keterampilan
Pemberian materi pengetahuan dan keterampilan dari proses pelatihan mengarah pada kompetensi yang akan dicapai oleh peserta. Penyampaian materi dilakukan dengan menggunakan berbagai metode yang melibatkan semua peserta untuk berperan serta aktif dalam mencapai kompetensi tersebut, yaitu diskusi kelompok dan simulasi dengan kasus.
Pengetahuan dan keterampilan meliputi materi:
1. Perencanaan dan Pengembangan Program dalam PRB 2. Komunikasi Efektif dalam VIPP 3. Teknik Fasilitasi VIPP 4. Evaluasi Pelatihan dalam VIPP
19
Proses Pembelajaran
a. Proses pelatihan dikelola secara team teaching. b. Setiap hari pengendali pelatihan memandu kegiatan pelatihan c. Sebelum proses pembelajaran dimulai, peserta melakukan refleksi. Pada
kegiatan ini, peserta bertugas untuk menyamakan persepsi tentang materi yang sebelumnya diterima sebagai bahan evaluasi untuk proses pembelajaran berikutnya
d. Setiap hari di akhir pembelajaran, peserta diminta menuliskan materi yang belum jelas, klarifikasi dan kebutuhan materi yang perlu ditambahkan.
e. Apabila suasana pembelajaran menunjukkan adanya kejenuhan, pengendali pelatihan melakukan penyegaran suasana.
f. Proses pembelajaran dilakukan di dalam dan di luar kelas yaitu :
Di dalam kelas : a) Kelas pleno/kelas besar (seluruh peserta), metode yang digunakan
adalah ceramah dan tanya jawab, simulasi, diskusi kelompok b) Kelompok kecil ( 4 – 5 orang), metode yang digunakan adalah diskusi
kelompok, simulasi
F. Post Test Setelah keseluruhan materi dan simulasi dilaksanakan, dilakukan post test. Post
test bertujuan untuk melihat peningkatan pengetahuan dan keterampilan peserta setelah mengikuti pelatihan.
G. Penilaian Teknik Fasilitasi Untuk melihat kemampuan dan keterampilan peserta dalam melakukan fasilitasi
sepanjang proses pelatihan. Dengan teknik purposive sampling melalui permainan-permainan tertentu, akan diciptakan kesempatan untuk peserta dalam menunjukkan kemampuan fasilitasinya.
Secara individu dan kelompok, kemampuan dan keterampilan fasilitasi peserta akan dapat terlihat secara utuh melalui proses evaluasi berjenjang di sepanjang periode pelatihan, pada saat bergantian melakukan:
i. Evaluasi harian di awal
ii. Evaluasi harian di akhir hari,
iii. Memimpin diskusi kelompok
Ketiga aktivitas di atas dapat sangat memberi informasi bermakna terkait kemampuan fasilitasi peserta karena untuk dapat mencapai teknik dasar fasilitasi seperti:
brain storming (curah pendapat),
menstimulasi diskusi,
mengarahkan peserta lain,
20
problem solving,
situation analysis, menstimulasi kerjasama tim, dan
aplikasi komunikasi yang efektif
H. Penutupan Acara penutupan adalah sesi akhir dari semua rangkaian kegiatan, dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang dengan susunan acara sebagai berikut: 1. Laporan ketua penyelenggara pelatihan.
2. Pengumuman peringkat keberhasilan peserta.
3. Pembagian sertifikat.
4. Kesan dan pesan dari perwakilan peserta.
5. Pengarahan dan penutupan oleh pejabat yang berwenang.
6. Pembacaan doa.
C. PESERTA DAN FASILITATOR
1) PESERTA 1. Kriteria
Peserta harus memenuhi kriteria sebagai berikut: a. Memiliki sertifikat pelatihan manajemen bencana atau ITC-DRR
b. Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota (memiliki pengalaman dalam penanggulangan bencana minimal 3 tahun) atau,
c. Pengelola kurikulum bencana/penggiat bencana yang berasal dari fakultas di bidang kesehatan pada perguruan tinggi atau,
d. Instansi lainnya yang terkait dengan bidang kebencanaan.
e. Menandatangani Pernyataan Kesediaan/Komitmen di atas materai untuk menjadi fasilitator.
2. Jumlah Peserta Jumlah peserta maksimal 30 orang
2) PELATIH 1. Pelatih
Kriteria pelatih adalah sebagai berikut : a. Pelatih / Fasilitator adalah pejabat struktural/pejabat fungsional/profesional
yang telah mengikuti MOT Community Health Education/TOT/TPPK/Widya Iswara/Pekerti/mempunyai pengalaman melatih.
b. Pelatih / Fasilitator menguasai materi pelatihan yang akan diajarkan.
c. Pelatih / Fasilitator memahami kurikulum pelatihan terutama GBPP.
21
D. PENYELENGGARA DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN
1) PENYELENGGARA Pelatihan TOF ITC-DRR ini diselenggarakan oleh Balai Besar Pelatihan Kesehatan/ Balai Pelatihan Kesehatan / Institusi Pelatihan lainnya yang terakreditasi berkoordinasi dengan Pusat Krisis Kesehatan, dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Memiliki minimal 1 orang tenaga penyelenggara yang sudah mengikuti training official course (TOC) atau pelatihan bagi penyelenggara pelatihan.
2. Memiliki pengendali pelatihan.
2) TEMPAT PENYELENGGARAAN Pelatihan dapat diselenggarakan di institusi pelatihan atau institusi lainnya yang memiliki sarana dan fasilitas sesuai dengan kebutuhan pelatihan.
E. EVALUASI Untuk mengetahui perkembangan proses belajar mengajar dalam pelatihan, perlu dilakukan evaluasi atau penilaian yang terdiri dari:
1. Evaluasi hasil belajar peserta yaitu evaluasi yang dilakukan terhadap peserta, melalui: Penjajakan awal (pre test) Pemahaman peserta terhadap materi yang diterima (post test)
Evaluasi formatif untuk setiap hasil penugasan
Evaluasi sesama peserta
2. Evaluasi terhadap fasilitator: Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh penilaian yang menggambarkan tingkat kepuasan peserta terhadap kemampuan pelatih dalam menyampaikan
3. Evaluasi terhadap penyelenggara: Evaluasi dilakukan oleh peserta terhadap pelaksana pelatihan. Objek evaluasi adalah pelaksanaan administrasi dan akademis yang meliputi:
Tujuan pelatihan
Relevansi program pelatihan dengan tugas
Manfaat setiap materi bagi pelaksanaan tugas peserta di tempat kerja
Manfaat pelatihan bagi peserta/instansi
Hubungan peserta dengan pelaksana pelatihan
Pelayanan sekretariat terhadap peserta
Pelayanan akomodasi dan lainnya
Pelayanan konsumsi
Pelayanan pustakaan
Pelayanan komunikasi dan informasi
22
Cetak Biru Sistem Penilaian dan Evaluasi Fasilitator untuk TOF ITCDRR
Target Kompetensi Metode Penilaian Instrumen Penilaian Penilai Waktu Secara Individu TerintegrasiStandar Penilaian
PENILAIANPORTOFOLIO
LULUS atau TIDAKLULUS peserta
ditentukan berdasarkan
penilaian yang dilakukan oleh
sekelompok orang yang ditentukan
kemudian, berdasarkan keseluruhan
performa dan nilai2 yang dihasilkan dari
cetak biru sistem penilaian ini
LULUS, jika 95% >
Tidak dalam bentuk penilaiansecara kuantitatif. Saran untukperbaikan dilakukan selamaproses pelatihan
Penilaian secara semi kualitatif, berdasarkan daftar tilik dengan skala Likert
Penilaian secara semi kualitatif, berdasarkan daftar tilik dengan skala Likert
LULUS, jika peserta mendapatkan nilai minimalsebesar ......(?), atau peserta diurut dari yang paling me-menuhi syarat ke paling tidakmemenuhi syarat berdasarkannilai2nya
Sitem Penilaian MMPI
Sekali setiap sesipelatihan
Penilaian global,sekali di setiap
akhirhari pelatihan
Sekali setiap hari selama pelatihan
Sekali untuk setiap peserta, pada akhir
pelatihan
Sekali setiap hari selama pelatihan
Sekali untuk setiap peserta, pada akhir
pelatihan
Sekali untuk setiap peserta, pada akhir
pelatihan
Sekali, pada awal pelatihanAhli jiwa/psikolog
Narasumber dan Pihak lainyang relevan
Para Fasilitator dan Panitia, Narasumber,Sesama PesertaPelatihan
Para Fasilitator dan Panitia, Narasumber,Sesama PesertaPelatihan
Para Fasilitator dan Panitia
Para Fasilitator dan Panitia
Instrumen MMPI
Lembar Penilaian/Daftar Tilik
Lembar Jawaban Ujian
Lembar Penilaian/Daftar Tilik
Lembar Penilaian/Daftar Tilik
Lembar Penilaian/Daftar Tilik
Lembar Penilaian/Daftar Tilik
Lembar Penilaian/Daftar Tilik
Daftar Hadir/MonitoringKehadiran Peserta Pelatihan
Penilaian MonitoringPelatihan
Observasi Langsung
Observasi Langsung
Multisource Feedback
Observasi Langsung
Multisource Feedback
Ujian Tulis Pre danPost
Presentasi Kasus
Uji MMPI
Kehadiran/Partisipasidalam Pelatihan
Interpersonal andeffective Communication
Skill
Professionalism
Disaster ManagementSubstantial Knowledge
RECOMENDEDPERSONALITY
MMPI Information :
F. SERTIFIKAT
Peserta yang telah mengikuti pelatihan ini minimal 95% dari keseluruhan jam pelajaran dan berperan aktif selama pelatihan, mendapatkan sertifikat dengan nilai sebesar 1 (satu) angka kredit. Sertifikat untuk peserta pelatihan di tingkat pusat ditandatangani oleh Kepala Pusat Pelatihan SDM Kesehatan.
23
24
BAB IV
MATERI DASAR 1
Overview International Consortium on Disaster Risk Reduction (ITC-DRR)
I. DESKRIPSI SINGKAT Materi ini berisi penjelasan mengenai kebijakan penanggulangan krisis kesehatan pada tataran global, regional dan nasional serta mengenai sejarah dan perkembangan ITC-DRR. Metode yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah ceramah, tanya jawab dan curah pendapat.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum :
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan sejarah dan perkembangan ITC-DRR
B. Tujuan Pembelajaran Khusus : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan tentang : 1. Kebijakan Penanggulangan Krisis Kesehatan 2. Sejarah ITC-DRR
25
III. POKOK BAHASAN Dalam modul ini akan dibahas pokok bahasan sebagai berikut : 1. Kebijakan Penanggulangan Krisis Kesehatan
a. Kebijakan Global (sendai) b. Kebijakan Regional (ADPC, AHA) c. Kebijakan Nasional (PKK)
2. Sejarah ITC-DRR a. Pembentukan ITC-DRR b. Perkembangan ITC-DRR c. Kerangka Konsep ITC-DRR d. Karakteristik pelatihan ITC-DRR
IV. BAHAN AJAR Materi yang diberikan berkaitan dengan kebijakan penanggulangan krisis kesehatan dan sejarah ITC-DRR.
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.
Langkah 1. Pengkondisian Peserta
Langkah Pembelajaran :
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 2. Penyampaian Materi
Langkah Pembelajaran :
Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang. Fasilitator menyampaikan materi dengan metode ceramah, tanya jawab dan curah pendapat.
Langkah 3. Rangkuman dan Kesimpulan
Langkah Pembelajaran :
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan 3. Fasilitator membuat kesimpulan.
26
VI. URAIAN MATERI
A. Pokok Bahasan 1 : Kebijakan Penanggulangan Krisis Kesehatan
1. Kebijakan Global (Sendai) Dampak bencana semakin meningkat dan memburuk sejak tahun 2000. Dampak ini tidak hanya meliputi manusia, namun juga lingkungan, komunitas, sosial-ekonomi hingga politik. Dampak bencana semakin besar pada negara berkembang. Untuk itu, diperlukan suatu aksi untuk mengurangi dampak bencana. Aksi ini diharapkan dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan bencana di masa mendatang. Kerangka kerja Hyogo telah berhasil meningkatkan kesadaran berbagai pihak akan resiko bencana. Namun kerangka kerja Sendai sebagai kerangka kerja lanjutan dalam kampanye aksi pengurangan resiko bencana diharapkan lebih menyentuh individu yang berfokus dalam kesehatan dan penghidupan. Pentingnya investasi dalam pengurangan resiko bencana mulai mendapat perhatian masyarakat global. Kerjasama lintas sektor demi terwujudnya aksi ini sangat diharapkan, demi terciptanya ketahanan dan kesiapan akan dampak bencana di masa mendatang.
Kerangka kerja Hyogo telah dikenal sebagai rencana kerja untuk Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Sehingga, berdasarkan konferensi dunia ketiga tahun 2015 di Sendai, Jepang, telah menghasilkan penerus kerangka kerja Hyogo yang kemudian disebut sebagai kerangka kerja Sendai. Kerangka kerja Sendai diharapkan dapat menggantikan kerangka kerja Hyogo selama 15 tahun ke depan. Dalam konferensi yang dihadiri oleh 187 negara anggota, hasil dari kerangka kerja Sendai menekankan perhatian pada kesehatan dan kesejahteraan manusia secara umum pada pengurangan resiko bencana, perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan.
Sendai Framework merupakan sebuah kesepakatan sukarela yang tidak mengikat dalam jangka 15 tahun, yang mengakui bahwa negara memiliki peranan penting dalam menanggulangi risiko bencana. Peran tersebut dapat dibagi pada pemerintah setempat, divisi-divisi swasta, dan lain-lain. Sendai Framework merupakan sebuah lanjutan dari Hyogo Framework for Action yang disiapkan dari tahun 2005-2015. Sendai Framework memiliki tujuan untuk menghasilkan: pengurangan risiko dan kerugian dari bencana dalam kehidupan, mata pencaharian, kesehatan, aset ekonomi, fisik, sosial, budaya dan lingkungan, bisnis, masyarakat dan negara.
The Seven Global Targets (Tujuh Target Global) meliputi: (A) Secara substansial mengurangi kematian bencana global yang pada tahun
2030.
27
(B) Secara substansial mengurangi jumlah orang yang terkena dampak secara global pada tahun 2030.
\
(C) Mengurangi kerugian ekonomi bencana langsung dalam kaitannya dengan produk domestik bruto (PDB) pada tahun 2030.
(D) Secara substansial mengurangi kerusakan bencana untuk infrastruktur kritis dan gangguan pelayanan dasar.
(E) Secara substansial meningkatkan jumlah negara dengan strategi pengurangan resiko bencana nasional dan lokal pada tahun 2020.
(F) Secara substansial meningkatkan kerja sama internasional untuk negara-negara berkembang melalui dukungan yang memadai dan berkelanjutan hingga pada tahun 2030.
(G) Secara substansial meningkatkan ketersediaan dan akses ke multi-bahaya sistem peringatan dini dan informasi resiko bencana dan penilaian kepada orang-orang pada tahun 2030.
Sementara The Four Priorities for Action (Empat prioritas untuk aksi) antara lain: Prioritas 1. Memahami risiko bencana.
Prioritas 2. Memperkuat pemerintahan dalam melakukan manajemen bencana.
Prioritas 3. Investasi dalam pengurangan risiko bencana, dengan memperkuat resiliensi/ketahanan.
Prioritas 4. Menguatkan kesiapan terhadap bencana untuk respon yang efektif dan membangun kembali lebih baik dalam proses recovery (pemulihan), rehabilitation (rehabilitasi) dan reconstruction (rekonstruksi).
Seperti yang telah kita ketahui, bahwa kerangka kerja Hyogo sangat efektif dalam menumbuhkan kesadaran akan pengurangan resiko bencana. Kerangka kerja Hyogo telah berhasil dalam meningkatkan kesadaran para pemangku kebijakan diantaranya pemerintah, peneliti, dunia usaha, dan organisasi non-pemerintah untuk berperan aktif dalam pengurangan resiko bencana (PRB). Namun, banyak langkah yang masih diperlukan dalam menyikapi kerentanan akibat bencana.
2. Kebijakan Regional (ADPC, AHA) Asian Disaster Preparedness Center (ADPC) adalah sebuah organisasi teknis dan koordinasi regional yang menawarkan jasa konsultasi dalam berbagai topic dari perubahan iklim sampai penilaian resiko terhadap kesehatan masyarakat. ADPC bekerja lintas sektoral membantu negara-negara, organisasi, masyarakat dan individual untuk mengurangi resiko bencana, membangun masyarakat yang lebih tangguh di Asia. ADPC berlokasi di Paholyothin Highway, Km. 42, Tambon
28
Khlong Nueng, Amphoe Khlong Luang, Pathumthani, 12120, Bangkok, Thailand. ADPC mempunyai program-program yang merupakan bagian dari visi menuju ADPC 2020 yaitu:
1. Program Inti 1: Pengetahuan (science) Kapasitas ditingkatkan dari negara-negara dalam pemanfaatan informasi berbasis ilmu pengetahuan untuk memahami resiko.
2. Program Inti 2: Sistem (systems) Sistem-sistem diperkuat untuk manajemen resiko-resiko yang efektif pada semua tingkatan di negara-negara, terutama pada tingkat sub-nasional dan lokasi.
3. Program Inti 3: Aplikasi (applications) Aplikasi ditingkatkan dan membumikan upaya pengurangan resiko dalam pembangunan
Sebagai wilayah yang paling rawan bencana di dunia, Asia-Pasifik harus proaktif mengelola risiko bencana tersebut. Selama hampir 30 tahun, Asian Disaster Preparedness Center (ADPC) telah memberikan kontribusi dalam membuat Asia-Pasifik lebih aman dengan memperkuat ketahanan terhadap bencana di semua tingkat.
Didirikan pada tahun 1986, ADPC adalah organisasi regional independen. ADPC bekerja di sejumlah negara di kawasan Asia termasuk Afghanistan, Bangladesh, Bhutan, Kamboja, China, India, Indonesia, Laos, Maladewa, Mongolia, Myanmar, Nepal, Pakistan, Arab Saudi, Sri Lanka, Thailand, Filipina dan Vietnam. Dengan kantor pusat yang terletak di Bangkok, Thailand, ADPC memiliki kantor negara di Bangladesh dan Myanmar. Jaringan mapan ADPC dengan instansi pemerintah dan kemitraan yang kuat dengan organisasi regional dan badan-badan pembangunan memberikan dasar untuk bekerja. Untuk mencapai tujuan-tujuannya dalam pengurangan risiko bencana, ADPC bekerja sama dengan pemerintah daerah, nasional dan regional, organisasi pemerintah dan non-pemerintah, donor dan mitra pembangunan.
ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Center)
Pusat koordinasi dan informasi penanganan bencana di kawasan ASEAN, ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Center), resmi didirikan dengan penandatanganan kesepakatan oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN pada KTT ASEAN di Bali, 18 November 2011.
Terdapat tiga pilar dalam AHA Center, hazard science and technology terutama untuk wilayah ASEAN, information and communication technology yang merupakan factor kunci dari center ini dan disaster management. Upaya yang dilakukan di AHA Center adalah mengumpulkan data dan informasi mengenai
29
kebencanaan dan kemudian mendistribusikan data tersebut kepada pihak yang membutuhkan. Dalam rangka mendirikan AHA Center tersebut, pemerintah Indonesia telah membentuk satuan tugas khusus yang menangani AHA Center sejak awal tahun 2011. Untuk sementara, ada tujuh key area yang ditangani oleh AHA Center, diantaranya yaitu information and communication technology, disaster risk monitor, preparedness and respons dan partnership building. Dalam upaya membangun partnership building, telah ada beberapa negara yang menjadi partner di AHA Center ini diantaranya Australia, Jepang, New Zealand, Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Sebagai pusat informasi kejadian bencana, maka negara-negara ASEAN khususnya dapat menyalurkan bantuan yang berbeda. Tidak menumpuk seperti sebelum-sebelumnya karena kurang informasi dan koordinasi. Selain itu dengan adanya AHA Center bisa dihilangkan hambatan bagi pihak yang ingin mengirimkan bantuan bagi wilayah bencana di ASEAN. Kemudian untuk meningkatkan kemampuan SDM-nya, diperlukan juga pelatihan-pelatihan, sehingga seluruh tim yang terlibat di AHA Center ini memiliki kemampuan yang sama. Dengan kemampuan SDM yang bagus dan fasilitas yang memadai, AHA Center mampu menjadi Centre of Excellence di wilayah ASEAN.
Belajar dari kejadian bencana di regional ASEAN selama ini bahwa pengalaman, kapasitas dan sumber daya penanggulangan bencana di masing-masing negara ASEAN berbeda dan memberikan dampak kerugian ekonomi tidak hanya di wilayahnya namun juga terhadap negara-negara terdampak. Pasca kejadian Tsunami 2004 yang dampaknya terjadi di 14 negara, telah mendorong negara-negara anggota ASEAN untuk menata kembali dan memperkuat perjanjian kerjasama di bidang penanggulangan bencana. Pada tahun 2005, ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response (AADMER) telah disepakati oleh para Menteri Luar Negeri di kawasan ASEAN.
AADMER merupakan suatu persetujuan untuk melaksanakan penanganan bencana di tingkat regional ASEAN secara bersama, terpadu, komprehensif dan menyeluruh karena mencakup semua aspek dari siklus penanggulangan bencana. Program aksi yang akan dilaksanakan bersama oleh negara anggota ASEAN dalam bidang penanggulangan bencana untuk memperkuat kerjasama penanganan bencana, mulai dari pengembangan sistem peringatan dini, penanganan dalam tahap tanggap darurat, tahap rehabilitasi dan rekonstruksi serta pengurangan risiko bencana. ASEAN Committee on Disaster Management (ACDM) merupakan suatu badan ASEAN di bawah pilar sosial budaya yang berfokus pada pelaksanaan operasional AADMER (ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response).
30
AADMER mencakup :
(i) kerjasama ASEAN dalam upaya pencegahan dampak bencana (prevention and mitigation);
(ii) kerjasama ASEAN dalam joint emergency response;
(iii) mengembangkan regional standby arrangements dalam humanitarian assistance rapid response;
(iv) pembentukan ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre) sebagai koordinator kerjasama penanganan bencana di ASEAN.
3. Kebijakan Nasional Penanggulangan Krisis Kesehatan
1. Kerangka Penanggulangan Bencana Dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan jangka panjang tahun 2005-2025, maka sasaran penanggulangan bencana dalam pembangunan nasional 20 tahun mendatang diarahkan untuk : 1. Mewujudkan masyarakat, berbudaya dan beradab berdasarkan falsafah
Pancasila;
2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;
3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum;
4. Mewujudkan Indonesia aman, damai dan bersatu;
5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan;
6. Terwujudnya Indonesia yang asri dan lestari;
7. Mewujudkan Indonesia menjadi Negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional;
8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional
Sasaran penanggulangan bencana dalam pembangunan adalah mengurangi risiko korban jiwa dan potensi dampak kerusakan dan kerugian akibat bencana, melalui :
1. Terintegrasinya pengurangan risiko bencana dalam perencanaan pembangunan di pusat dan daerah;
2. Penguatan kapasitas kelembagaan dan aparatur pemerintah dalam pelaksanaan risiko bencana;
3. Penguatan kesiapsiagaan dan sistem peringatan dini dalam menghadapi bencana yang difokuskan di kawasan rawan bencana tinggi;
4. Meningkatnya pemahaman dan kesadaran masyarakat serta terbangunnya budaya kesadaran dan keselamatan di masyarakat dalam menghadapi bencana;
31
5. Meningkatnya akuntabilitas dan tata kelola penyelenggaraan penanggulangan bencana;
6. Meningkatnya alokasi anggaran pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana.
Pada RKP 2015, aspek penanggulangan bencana menjadi salah satu isu strategis. Hal ini tercantum dalam salah satu isu strategis bidang kesra yaitu pengelolaan risiko bencana. Memperhatikan permasalahan-permasalahan terkait penanggulangan bencana yang muncul dan terjadi selama ini dan dalam upaya mendukung sasaran pembangunan nasional, maka sasaran pokok penanggulangan bencana di tahun 2015 adalah sebagai berikut :
1. Terintegrasinya pengurangan risiko bencana dalam perencanaan pembangunan di pusat dan daerah;
2. Penguatan kapasitas kelembagaan dan aparatur pemerintah dalam pelaksanaan pengurangan risiko bencana;
3. Meningkatnya pemahaman dan kesadaran masyarakat serta terbangunnya budaya keselamatan dalam pengurangan risiko bencana;
4. Meningkatnya akuntabilitas dan tata kelola penanggulangan bencana.
Untuk mencapai sasaran tersebut, maka arahan kebijakan dan strategi penanggulangan bencana ditempuh melalui :
1. Peningkatan ketangguhan dalam menghadapi bencana, melalui: a. Penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam manajemen risiko
bencana, pengkajian risiko bencana dan integrasi pengurangan risiko bencana dalam perencanaan pembangunan;
b. Mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk mengembangkan kebijakan penanggulangan bencana;
c. Penguatan koordinasi dan harmonisasi kebijakan antar sektor guna mendukung penyelenggaraan penanggulangan bencana baik di pusat maupun daerah;
d. Penguatan kesiapsiagaan dan penyediaan sistem peringatan dini di kawasan risiko tinggi bencana;
e. Pengurangan keterpaparan (exposure) dan kerentanan di kawasan risiko tinggi bencana;
f. Membangun budaya kesadaran masyarakat (public awareness) dalam pengurangan risiko bencana, melalui sosialisasi, pendidikan dan pelatihan pengurangan risiko bencana kepada masyarakat.
2. Penguatan tata kelola penanggulangan bencana di pusat dan daerah, melalui: a. Penguatan kapasitas kelembagaan penanggulangan bencana di pusat
dan daerah;
32
b. Peningkatan kapasitas penanganan darurat, melalui penguatan koordinasi dengan pemangku kepentingan terkait;
c. Mendorong daerah untuk mengalokasi dana penanggulangan bencana dalam APBD;
d. Penguatan koordinasi antar sektor dalam rangka pemulihan wilayah pasca bencana;
e. Penyediaan SPM penanggulangan bencana.
2. Kebijakan dan Strategi Pusat Krisis Kesehatan 2015-2019
Visi Masyarakat yang mandiri dalam Penanggulangan Krisis Kesehatan dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu pusat laboratorium bencana internasional
Misi a. Meningkatkan Kapasitas SDM sesuai standar internasional
b. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi terkait penurunan resiko krisis kesehatan yang mendapatkan pengakuan internasional melalui kegiatan pelatihan dan penelitian
c. Meningkatkan ketahanan masyarakat dalam menghadapi krisis kesehatan dan sebagai tempat pembelajaran masyarakat internasional
Tujuan Terselenggaranya penanggulangan krisis kesehatan yang mengutamakan pengurangan resiko krisis kesehatan melalui keterpaduan antar program, pemanfaatan teknologi informasi, pelaksanaan kegiatan disertai monitoring evaluasi yang berkesinambungan serta peningkatan kualitas dan pemerataan sumber daya manusia
Visi, misi, dan tujuan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan tersebut selanjutnya dijabarkan dalam bentuk kebijakan dan strategi, seperti berikut:
Kebijakan 1. Lebih menitikberatkan kepada upaya pengurangan resiko krisis kesehatan
dengan tetap meningkatkan kualitas untuk kegiatan tanggap darurat dan pasca krisis kesehatan;
2. Peningkatan kualitas dan pemerataan kemampuan sumber daya penanggulangan krisis kesehatan;
3. Pengarusutamaan penanggulangan krisis kesehatandalam kebijakan maupun kegiatan lintas-program, lintas-sektor dan masyarakat;
4. Peningkatan peran regional dalam penanggulangan krisis kesehatan;
33
5. Penyediaan, pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi untuk peningkatan upaya penanggulangan krisis kesehatan;
6. Optimalisasi pelaksanaan monitoring evaluasi untuk peningkatan kualitas program yang berkesinambungan.
Strategi a. Memperkuat kerangka hukum penanggulangan krisis kesehatan baik
untuk pra, tanggap darurat dan pasca krisis;
b. Memperkuat manajemen risiko di daerah risiko bencana termasuk dengan penguatan fasilitas kesehatan serta optimalisasi pemanfaatan epidemiologi kebencanaan;
c. Meningkatkan standar peningkatan kapasitas SDM melalui akreditasi nasional dan internasional;
d. Meningkatkan peran lintas program, lintas sektor dan masyarakat dalam penanggulangan krisis kesehatan;
e. Meningkatkan kemitraan multi pihak dalam penanggulangan krisis kesehatan, termasuk dengan LP, LS, NGO/LSM, masyarakat dan Internasional;
f. Menetapkan status kelembagaan PPK regional/sub regional menjadi UPT Pusat;
g. Menjadikan regional sebagai center of excellent untuk implementasi kerjasama ABG for CE (Academic, Bussiness and Government for Community Empowerment) dalam rangka pelatihan dan penelitian pengurangan risiko bencana;
h. Menyediakan dan memanfaatkan teknologi informasi diawali dengan penyusunan grand design sistem informasi;
i. Mengembangkan dan melaksanakan monitoring dan evaluasi secara berkala.
34
Kegiatan Kewenangan Nasional (UU No.
24 Th 2007) Pusat Permenkes 64 Th 2013
Pra Krisis : Serangkaian Kegiatan yang dilakukan pada situasi tidak terjadi bencana atau situasi terdapat potensi terjadinya bencana yang meliputi : perencanaan, pengurangan risiko, pendidikan dan pelatihan, penetapan persyaratan standar teknis dan analisis, kesiapsiagaan dan mitigasi kesehatan.
Perencanaan penanggulangan bencana
mengkoordinasikan dan memfasilitasi kegiatan pra krisis kesehatan dengan seluruh sumber daya kesehatan dan seluruh instansi/lembaga yang berperan serta dalam penanggulangan krisis kesehatan
Penurangan risiko bencana
menyusun dan mensosialisasikan kebijakan penanggulangan krisis kesehatan
Pencegahan melaksanakan dan mengembangkan sistem informasi penanggulangan krisis kesehatan
Pemaduan dalam perencanaan pembangunan
menyelenggarakan kegiatan peningkatan kapasitas sumber daya manusia kesehatan dalam penanggulangan krisis kesehatan serta pembinaan tim reaksi cepat
Persyaratan analisis risiko bencana
meningkatkan kesiapsiagaan unit kesehatan dalam penanggulangan krisis kesehatan dengan melengkapi sarana/fasilitas yang diperlukan
Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang
memfasilitasi pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan kesiapsiagaan
Pendidikan dan pelatihan
mambina dan memfasilitasi PPKK Regional dan Sub Regional
Persyaratan standar teknis penanggulangan bencana
memetakan kesiapsiagaan unit-unit kesehatan di daerah
Penelitian dan pengembangan
mengkoordinasikan ketersediaan kebutuhan obat dan perbekalan kesehatan
Kesiapsiagaan melaksanakan kegiatan siaga darurat bidang kesehatan
Peringatan dini
Mitigasi bencana
35
Kegiatan Kewenangan Nasional (UU No. 24
Th 2007) Pusat Permenkes 64 Th 2013
Tanggap darurat : Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian akibat bencana untuk menangani dampak kesehatan yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan dan pemulihan korban, prasarana serta fasilitas pelayanan kesehatan
Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya
Mobilisasi bantuan kesehatan dari unit utama Kementerian Kesehatan
Penentuan status keadaan darurat bencana
Mobilisasi bantuan kesehatan termasuk tenaga kesehatan warga negara asing dari berbagai pihak baik nasional maupun internasional
Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana
Fasilitasi seluruh sumber daya kesehatan dan seluruh instansi/lembaga yang berperan serta dalam penanggulangan krisis kesehatan dalam melakukan tugas teknis penanggulangan krisis kesehatan
Pemenuhan kebutuhan dasar
Pemenuhan kebutuhan kesehatan sesuai yang diusukan oleh daerah yang terkena krisis secara langsung
Perlindungan terhadap kelompok rentan
Pemenuhan kebutuhan kesehatan lain berupa sumber daya manusia kesehatan, pendanaan, fasilitas untuk mengoperasionalkan sistem pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan medik, obat dan perbekalan kesehatan, gizi, pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan, kesehatan jiwa, kesehatan reproduksi, dan identifikasi korban sesuai kebutuhan
Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital
Memfasilitasi pemulihan darurat untuk mengembalikan fungsi pelayanan kesehatan
Pembayaran klaim rumah sakit untuk biaya perawatan pasien korban krisis kesehatan yang mulai dirawat pada masa tanggap darurat krisis kesehatan dengan ketentuan sepanjang pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kab/kota tidak mampu mengatasinya dan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pemantauan perkembangan kejadian krisis kesehatan melalui sistem penanggulangan krisis kesehatan
36
Kegiatan Kewenangan Nasional (UU
No. 24 Th 2007)
Pusat Permenkes 64 Th 2013
Pasca Krisis : Serangkaian Kegiatan yang dilakukan dengan segera untuk memperbaiki, memulihkan, dan/atau membangun kembali prasarana dan fasilitas pelayanan kesehatan
Rehabilitasi Melakukan koordinasi dengan seluruh sumber daya kesehatan, dan seluruh instansi/lembaga yang berperan serta dalam penanggulangan krisis kesehatan untuk melaksanakan kegiatan pemulihan darurat
Rekonstruksi Mengkoordinasikan pelaksanaan penilaian kerusakan dan kerugian di bidang kesehatan yang dilaksanakan bersama unit terkait
Membantu unit teknis terkait dalam penyediaan sumber daya kesehatan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing dalam upaya : pencegahan penyakit dan penyehatan
lingkungan yang terkait dengan pencegahan kejadian luar biasa penyakit menular potensial wabah yang meliputi pengendalian penyakit, surveilans epidemiologi, imunisasi, perbaikan kualitas air dan sanitasi, dan promosi kesehatan
pelayanan kesehatan yang terkait dengan perbaikan gizi, kesehatan reproduksi, pelayanan medis, pemulihan kesehatan jiwa
B, Pokok Bahasan 2 : Sejarah ITC-DRR 1. Pembentukan ITC-DRR
Semua negara di seluruh dunia ditantang oleh keadaan darurat yang berbeda dan bencana yang disebabkan oleh alam atau buatan manusia. Berdasarkan pengalaman, setiap negara berusaha belajar yang terbaik untuk membangun kapasitas dalam mengelola risiko ini. Berdasarkan ini maka perlu keterampilan terkait sehingga dibentuk berdasarkan Konsorsium Pelatihan Internasional yang terletak di negara yang rentan terhadap bencana alam, dan telah memperoleh berpengalaman dalam mengelola risiko.
Indonesia telah membentuk 9 Pusat Krisis Regional/Regional Crisis Center (RCC) dan Pusat Koordinasi di Depkes sebagai Emergency Preparedness Response Hub (EPRH), yang terdiri dari Universitas, diklat Rumah Sakit, Emergency Unit Operasi dan Darurat serta dijalankan oleh para profesional terlatih untuk mengelola Pengurangan risiko bencana (disaster risk reduction/DRR) International Training Consortium Disaster Risk Reduction yang kemudian disingkat dengan nama ITC-DRR, berdasarkan pengaturan Pusat Krisis Regional
37
(RCC) dan Universitas sebagai inti untuk memulai pelatihan ini. WHO Indonesia telah terus mendukung sejak hari-hari awal ketika ide ini diuraikan pada tahun 2004. ITC-DRR diluncurkan pada tanggal 17-19 September 2007 oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia dengan dukungan dari WHO dan kontribusi dari berbagai organisasi seperti JICWELS, lembaga lain dan Institusi nasional dan internasional. Sebanyak 150 perwakilan profesional dari organisasi dan negara-negara yang berbeda menghadiri dan telah memberikan kontribusi rekomendasi yang berharga.
Peserta pada Launching Ceremony ITC DRR
ITC-DRR didirikan dan diharapkan dapat memperkuat kapasitas sumber daya manusia dalam mengelola keadaan darurat dan bencana dengan kaitannya pada pengurangan risiko bencana secara global. Pelatihan internasional pada Kegawatdaruratan dan Penanggulangan Bencana ini diselenggarakan pada bulan November 2007 di Makassar Indonesia. Belajar dari pengalaman bencana yang ada serta umpan balik dalam membentuk peserta, fasilitator, dan kebutuhan pada pemangku kepentingan, lembaga pendukung dan donor maka pelatihan ini dirasa perlu dikembangkan. Setelah diawali di Makassar maka selanjutnya dilaksanakan di Yogyakarta dengan mulai menyesuaikan dari kebutuhan pelatihan kegawatdaruratan dan bencana. Pelatihan internasional ke-2 pada Darurat dan Penanggulangan Bencana, yang mengangkat tema Perencanaan Kontinjensi dan Riset Operasional, diselenggarakan di Yogyakarta, Indonesia. Setiap orang yang terlibat di dalamnya atau tertarik di bidang darurat dan manajemen bencana dapat mengikuti pelatihan ini. Peserta dapat berbagi dan belajar aspek manajemen umum darurat dan bencana dan mendapatkan pengetahuan, keterampilan dan praktek dalam mengembangkan rencana kontingensi darurat dan bagaimana mengintegrasikan penelitian operasional ke dalam proses dengan cara
38
sederhana dan praktis. Setelah pelatihan di Yogyakarta, ITC-DRR terus berkembang dan dilakukan setiap tahunnya dengan tema yang berbeda-beda.
Launching Ceremony of ITC DRR, 17-19 September 2007
2. Perkembangan ITC-DRR Setelah ITC-DRR didirikan dan diluncurkan pada tahun 2007 di Makassar oleh Kementerian Kesehatan dengan dukungan WHO. Pada perkembangannya, ITC-DRR menjadi kegiatan pelatihan yang didasarkan pada konsep orbit yang garis edarannya dibentuk oleh universitas-universitas dari 9 Regional Pusat Krisis untuk mewakili Perguruan Tinggi lain di daerah masing-masing.
Universitas ini akan memiliki karakteristik tersendiri dan program unggulan baik dalam penanggulangan bencana maupun pengurangan resiko kebencanaan. Contohnya, seperti yang sudah pernah dilakukan adalah UI memiliki keunggulan dalam bidang post traumatik sindrom disorder dan epidemiologi bencana (karena Pusat Krisis UI berada di Fakultas Psikologi dan Pusat Bencana UI di Fakultas Kesehatan Masyarakat), UGM memiliki keunggulan di bidang mitigasi fasilitas kesehatan bencana yang aman terhadap bencana, UNAIR memiliki keunggulan di bidang dekontaminasi dan tim bantuan medis kegawatdaruratan (emergency medical team), UNIBRAW memiliki keunggulan di bidang penatalaksanaan kegawatdaruratan, UNHAS memiliki keunggulan di bidang manajemen bencana secara umum dan lain-lain.
ITC-DRR telah menyelenggarakan beberapa pelatihan seperti :
1. Tiga pelatihan fasilitator ITC-DRR di Indonesia :
Surabaya pada tahun 2007 dengan pelatih dari peserta pelatihan master fasilitator 2007 di Jepang untuk pelatihan ITC-DRR tahun 2007 di Makassar
39
Yogyakarta pada tahun 2008 dengan pelatih dari peserta pelatihan master fasilitator 2008 di Jepang untuk pelatihan ITC-DRR tahun 2008 di Yogyakarta dan Surabaya
Jakarta pada tahun 2009 dengan pelatih dari peserta pelatihan master fasilitator 2009 di Jepang untuk pelatihan ITC-DRR tahun 2009 di Jakarta,
2. Pelatihan berskala internasional untuk keadaan krisis kesehatan, pengurangan risiko bencana penanggulangan dan manajemen bencana, dengan rincian sebagai berikut :
a. Makassar, tahun 2007 bekerjasama dengan FK UNHAS mengambil tema Pengurangan Risiko Bencana
b. Yogyakarta, tahun 2008 bekerjasama dengan PMPK FK UGM mengambil tema Operational dan Kontijensi
c. Surabaya, tahun 2008 bekerjasama dengan FK UNAIR mengambil tema mengenai Pandemi dan Bencana Kimia (Dekontaminasi)
d. Jakarta, tahun 2008 bekerjasama dengan FKM UI mengambil tema mengenai Psikologi dalam situasi Bencana
e. Yogyakarta, tahun 2013 diorganisasi oleh WHO CC on Disaster Management Training and Research (baru dibentuk) mengambil tema Bencana Gempa Bumi.
f. Denpasar tahun 2014 diorganisasi oleh WHO CC on Disaster Management Training and Research, mengambil tema Bencana Bom.
g. Medan, tahun 2015, diorganisasi oleh WHO CC on Disaster Management Training and Research mengambil tema Kesiapsiagaan Gunung Berapi
h. Yogyakarta, tahun 2015, diorganisasi oleh WHO CC on Disaster Management Training and Research mengambil tema Kesiapsiagaan Tanah Longsor.
i. Palembang, tahun 2016, diorganisasi oleh WHO CC on Disaster Management Training and Research mengambil tema Kesiapsiagaan Asap dikarenakan Kebakaran Hutan dan Lahan.
j. Yogyakarta, tahun 2016, diorganisasi olrh WHO CC on Disaster Management Training and Research mengambil tema Kesiapsiagaan dalam Bencana Kekeringan.
Tujuan utama dari penyelenggaraan kursus ini adalah untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, praktek di keadaan darurat dan manajemen bencana, dengan menggunakan metode yang interaktif dan terintegrasi kurikulum modular melingkar berdasarkan standar internasional untuk orang-
40
orang yang memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi dalam manajemen atau mungkin terlibat dalam bidang keadaan darurat dan bencana
Luarannya adalah dengan menyelesaikan kursus pelatihan, peserta akan mendapatkan pengetahuan, keterampilan, praktek dan pengalaman berdasarkan bukti dan pengakuan dari partisipasi mereka
3. Kerangka Konsep ITC-DRR
Konsep dari ITC-DRR didasarkan seperti Desain Orbital, dimana Kementrian Kesehatan dalam hal ini Pusat Krisis Kesehatan, bertindak sebagai planet ibu dan dikelilingi oleh 9 Pusat Krisis Kesehatan Regional yang menautkan orbitnya. Dimana universitas-universitas terkemuka yang ada di 9 orbit ini beredar dan akan interlink dengan satu sama lain dalam mengatur pelatihan internasional sesuai dengan tema bencana yang terdapat didaerah tersebut.
9 pusat krisis Regional di kawasan ini juga akan bekerja sama dengan Provinsi lain sebagai saudara perempuan dan saudara planet untuk bersama-sama membangun kapasitas.
WHO akan mendukung ITC-DRR sebagai salah satu pusat berkolaborasi, yang melibatkan semua Perguruan dalam paket yang dikenal sebagai orbit ITC-DRR.
Sedangkan desain dari pelatihan ini terdiri dari adanya : - Proses - Subjek - Metodologi
Ketiga dari materi utama diatas dibutuhkan dalam mengembangkan kebutuhan dari Pengurangan Risiko Bencana.
ITCDRR - The Orbital Design
Mother shipCoordinating Center
MOH
CCUV-4
CCUV-5
CCUV-6
CCUV-7
CCUV-8
CCUV-9
CC UV-1
CCUV-3
CCUV-2 Sister
CCBrother
CC
Universities in each Regional Crisis Center will participate and facilitate othersThe whole unit is known as ITCDRR
Int:Centers
Org:
BrotherCC
SisterCC
PPK –CCINT / NAT
41
4. Karakteristik pelatihan ITC-DRR Program ini berbeda dari program lain, seperti yang dirancang berdasarkan simulasi, yang mencerminkan peristiwa yang sebenarnya terjadi sebelum, saat dan setelah keadaan darurat dan bencana. Kursus pelatihan akan menciptakan lingkungan belajar dimana peserta akan dapat berbagi, belajar pengetahuan, keterampilan dan praktek untuk mengelola keadaan darurat dan bencana kesiapsiagaan, respon dan program pembangunan terkait dan proyek di bawah kerangka kerja Pengurangan Risiko Bencana (PRB) bekerjasama dengan organisasi dan lembaga nasional dan internasional.
Metode pelatihan ITC-DRR memiliki keunikan dari pelatihan yang biasanya, karena pelatihan ini menggunakan teknik Visualization in Participatory Programs (VIPP). VIPP memungkinkan orang untuk megekspresikan diri mereka dan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan mengenai pengambilan keputusan berhirarki dalam sebuah cara yang kreatif dan efisien, dan jika diterapkan secara luas dan tepat maka akan mempunyai potensi memberdayakan msyarakat pada beragam tingkat dalam proses pembangunan.
VIPP menggunakan interaksi kelompok yang dinamis, berdasarkan pada persepsi individu, untuk menciptakan sebuah proses penyelarasan dalam menghasilkan ide dan pengetahuan. Saat persepsi subjektif ini dikomunikasikan pada orang lain, mereka diubah, diterima dan menjadi bagian dari pengetahuan bersama dan persepsi kelompok. VIPP memperkenalkan serangkaian teknik yang mengijinkan pemahaman dan pengambilan keputusan yang lebih demokratis pada setiap pelatihan.
VII. RANGKUMAN Dengan mengetahui model program pengurangan risiko bencana di tingkat global, regional dan nasional akan memudahkan peserta dalam mengembangkan program Pengurangan Risiko Bencana di tingkat lokal. Dalam modul ini selain mengembngkan program Pengurangan risiko bencana, maka peserta juga diharapkan dapat memahami dari mulai terbentuknya, perkembangan dan konsep dari pelatihan ITC-DRR.
VIII. DAFTAR PUSTAKA 1. Sendai Framework of Action on Disaster Risk Reduction
2. ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response
3. Unicef, Visualisation In Participatory Programmes (VIPP), Bangladesh,1993. 4. www.adpc.net/igo/contents/adpcpage.asp?pid=2
42
BAB V
MATERI INTI 1 PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN PROGRAM
DALAM PENGURANGAN RISIKO BENCANA
I. DESKRIPSI SINGKAT
Materi ini berisi penjelasan mengenai paradigma pengurangan risiko bencana (terkait bidang kesehatan) yang saat ini merupakan pendekatan dalam penanggulangan bencana. Pembelajaran dalam materi ini meliputi: konsep pengurangan risiko bencana dan upaya pengurangan risiko bencana di bidang kesehatan serta indikator yang dibutuhkan. Metode yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah ceramah, tanya jawab dan curah pendapat.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu menjelaskan Perencanaan dan
Pengembangan Program dalam pengurangan risiko bencana.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu memahami :
1. Pengurangan Risiko Bencana 2. Analisis Situasi 3. Analisis Risiko (Hazard, Vulnerability and Capacity) 4. Indikator Program Pengurangan Risiko Bencana
III. POKOK BAHASAN Dalam Modul ini akan dibahas pokok bahasan sebagai berikut : 1. Pengurangan Risiko Bencana bidang Kesehatan
2. Analisis Situasi : a. Definisi analisis situasi b. Komponen Analisis Situasi
3. Analisis Risiko : a. Definisi Analisis Risiko b. Komponen Analisis Risiko
4. Indikator PRB : a. Definisi Indikator b. Tujuan Indikator c. Penyusunan indikator d. Penentuan tahap-tahap monitoring e. Evaluasi menggunakan indikator yang dipilih
43
5. Program PRB : a. Definisi program, identifikasi masalah dan menentukan prioritas b. isi, sasaran dan tujuan c. Penyusunan rencana kegiatan
IV. BAHAN AJAR Materi yang diberikan berkaitan dengan pengurangan risiko bencana terkait dengan penyusunan program, proyek, analisis situasi dan risiko serta indikator yang dibutuhkan.
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.
Langkah 1. Pengkondisian Peserta
Langkah Pembelajaran :
1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 2. Penyampaian Materi
Langkah Pembelajaran :
Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang. Fasilitator menyampaikan materi dengan metode ceramah, Tanya jawab dan curah pendapat.
Langkah 3. Rangkuman dan Kesimpulan
Langkah Pembelajaran :
1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran.
2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan
3. Fasilitator membuat kesimpulan.
VI. URAIAN MATERI
1. Pokok Bahasan 1 : Pengurangan Risiko Bencana di Bidang Kesehatan
A. Konsep Pengurangan Risiko Bencana a. Definisi, jenis dan siklus bencana serta dampak bencana di bidang
kesehatan.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
44
baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Jenis Bencana
1) Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
2) Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
3) Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan terror.
Siklus Bencana
Pra Bencana, meliputi kegiatan:
1. Pencegahan
2. Mitigasi
3. Kesiapsiagaan
Saat Bencana
1. Siaga Darurat
2. Tanggap Darurat
3. Pemulihan Darurat
Pasca Bencana 1. Rehabilitasi 2. Rekonstruksi
b. Definisi Pengurangan Risiko Bencana
R H x VCRISK INDEX HAZZARD
VULNERABILITY
CAPACITY
DISASTER RISK INDEX is equal with
HAZZARD and community VULNERABILITY magnitude, but inverselyproportional with community and government CAPACITY
45
Pengurangan risiko bencana adalah pengurangan kerentanan dan risiko bencana melalui masyarakat, serta mencegah atau membatasi dampak merugikan dalam pembangunan berkelanjutan.
c. Tujuan Pengurangan Risiko Bencana Pengurangan risiko bencana bertujuan mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat bencana
d. Metode Dalam Pengurangan Risiko Bencana Metode yang digunakan dalam PRB harus mencakup 5W1H, sebagai berikut:
1) Who-pihak-pihak yang terlibat
2) What-objek pengurangan risiko bencana
3) When-tahapan siklus bencana
4) Where lokus kegiatan PRB
5) How-jenis kegiatan PRB yang dilakukan
B. Sejarah dan rencana aksi pengurangan risiko bencana a. Sejarah pengurangan risiko bencana sebagai paradigma baru
1) Resolusi Sidang Majelis Umum ke 2018 tanggal 14 Desember 1971
mengenai bantuan dalam situasi bencana alam dan bencana lainnya
2) Resolusi Nomor 46/182 tahun 1991 mengenai Penguatan Koordinasi
Bantuan Kemanusiaan PBB dalam hal bencana
3) Yokohama Strategy Plan of Action, 1994
4) Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB Nomor 63 Tahun 1999 tentang
Dekade Pengurangan Risiko Bencana Internasional (UN ISDR)
5) Hyogo Framework of Action, 2005
6) Sendai Framework of Action 2015
7) Rencana Aksi Nasional dalam Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB)
2006-2009
b. Rencana aksi global
1) Secara umum UN WC-DRR di Sendai menghasilkan Sendai Framework for Disaster Risk Reduction 2015 – 2030 sebagai kelanjutan dari Hyogo Framework for Action on Disaster Risk Reduction 2005 – 2015. Sendai Framework merumuskan empat aksi prioritas yang harus menjadi dasar dalam program manajemen risiko bencana pada tingkat global, regional, nasional dan daerah (lokal) dengan mempertimbangkan kapasitas dan kapabilitas serta sejalan dengan peraturan perundangan nasional. Berikut adalah Empat Aksi Prioritas Sendai Framework dan pendekatannya pada tingkat nasional dan daerah (lokal).
46
SENDAI FRAMEWORK TINGKAT NASIONAL DAN LOKAL
Prioritas Aksi Pendekatan Tingkat Nasional dan Lokal Prioritas 1: Memahami risiko
bencana.Kebijakan
pengelolaan risiko bencana dan implementasinya harus berdasarkan pemahaman terhadap risiko bencana dalam seluruh dimensi kerentanan, kapasitas, paparan bahaya terhadap manusia dan seluruh aset, karakteristik ancaman serta dampak lingkungan.
1. Mendorong pengumpulan, analisis, manajemen dan penggunaan data yang relevan serta penyajian informasi yang praktis. Memastikan diseminasi data dan informasi, dengan mempertimbangkan kebutuhan pengguna yang memiliki kepentingan yang berbeda;
2. Mendorong pemanfaatan data dan informasi, dan penguatan baseline serta secara berkala menilai risiko bencana, kerentanan, kapasitas, dampak, karakteristik bahaya dan kemungkinan timbulnya efek sekuensial pada skala sosial dan ekosistem yang
relevan, sesuai dengan kondisi nasional;
3. Mengembangkan, memperbaharui secara berkala dan menyebarluaskan data dan informasi - seperti, informasi risiko bencana berdasarkan tempat (wilayah), termasuk peta risiko - kepada pembuat kebijakan, masyarakat umum, dan komunitas yang berisiko terhadap bencana dalam format yang sesuai, seperti yang telah ada yaitu geospatial information technology;
4. Secara sistematis mengevaluasi, mencatat, berbagi dan mempublikasikan angka kerugian akibat bencana dan memahami dampak di bidang ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, lingkungan dan budaya - seperti paparan bahaya
dari kejadian tertentu – serta informasi mengenai kerentanan;
5. Membuat informasi yang non-sensitif - mengenai paparan bahaya, kerentanan, risiko, bencana dan kerugian yang selalu
tersedia dan dapat diakses;
6. Mendorong akses kepada data reliabel yang real time, dengan memanfaatkan ketersediaan dan informasi in situ, termasuk Geographic Information Systems (GIS), dan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan alat ukur serta mengembangkan proses pengumpulan, analisis dan diseminasi data;
7. Membangun pengetahuan pejabat pemerintahan di semua level, masyarakat sipil, komunitas dan relawan, serta sektor swasta melalui berbagi pengalaman, pelajaran penanggulangan bencana, good practices, pelatihan dan pendidikan tentang pengurangan risiko bencana, termasuk pemanfaatan mekanisme pelatihan dan pendidikan yang sudah ada dan peer learning.
8. Mendorong dan meningkatkan dialog dan kerjasama antara masyarakat ilmiah dan ahli teknologi, pihak-pihak terkait lainnya
47
dengan Pembuat kebijakan untuk memfasilitasi bertemunya ilmu pengetahuan-kebijakan (science-policy), untuk pengambilan keputusan yang efektif dalam risiko bencana;
9. Memanfaatkan pengetahuan tradisional, adat dan nilai lokal serta prakteknya, yang sesuai, untuk melengkapi pengetahuan ilmiah dalam penilaian risiko bencana dan pengembangannya serta mengimplementasikan kebijakan, strategi, perencanaan dan program spesifik sektor dengan pendekatan lintas sektor yang harus disesuaikan dengan konteks lokal dan konteks manajemen
risiko bencana;
10. Memperkuat kapasitas teknis dan kapasitas ilmiah untuk memanfaatkan dan mengkonsolidasikan pengetahuan yang ada, serta untuk mengembangkan dan menerapkan metodologi maupun model untuk menilai risiko bencana, kerentanan dan paparan terhadap semua jenis ancaman;
11. Mendorong investasi dalam inovasi dan pengembangan teknologi jangka panjang, dengan pendekatan multi hazard dan solusi berbasis penelitian dalam manajemen risiko bencana untuk menghadapi kesenjangan, hambatan, saling ketergantungan dibidang sosial, ekonomi, pendidikan serta untuk menghadapi tantangan perubahan lingkungan dan risiko bencana;
12. Mendorong integrasi pengetahuan risiko bencana termasuk pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan dan rehabilitasi dalam pendidikan formal dan non formal serta pendidikan kewarganegaraan disemua tingkatan, demikian pula pada pendidikan dan pelatihan profesional;
13. Menyusun strategi nasional untuk memperkuat pendidikan dan kesadaran masyarakat dalam pengurangan risiko bencana yang mencakup informasi risiko dan ilmu pengetahuan tentang bencana melalui penyuluhan, media sosial, dan mobilisasi masyarakat dengan mempertimbangkan kebutuhan spesifiknya;
14. Menerapkan informasi risiko dalam semua dimensi dari kerentanan, kapasitas dan paparan bahaya terhadap personal, masyarakat, negara dan aset, demikian pula dengan karakteristik bahaya, untuk mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan pengurangan risiko bencana;
15. Meningkatkan kolaborasi dengan masyarakat di tingkat lokal untuk diseminasi informasi risiko bencana melalui pelibatan organisasi berbasis masyarakat dan organisasi non pemerintah.
48
Prioritas Aksi Pendekatan Tingkat Nasional dan Lokal Prioritas 2: Memperkuat tata kelola risiko bencana dalam manajemen
risiko bencana.Tata
kelola risiko bencana pada level nasional, regional dan global sangat penting dalam manajemen risiko bencana yang efektif dan efisien. Visi yang jelas, perencanaan, kemampuan, arah, koordinasi lintas program dan sektor, demikian pula dengan pelibatan seluruh elemen terkait. Penguatan tata kelola manajemen risiko bencana - untuk pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, pemulihan, dan rehabilitasi, yang semuanya penting, - dan mendukung pengembangan kerjasama dan kolaborasi antar lembaga dalam mengimplementasi- kan instrumen yang berkaitan dengan pengurangan risiko bencana dan pembangunan yang
1. Mengarusutamakan dan mengintegrasikan pengurangan risiko bencana di lintas program dan lintas sektor. Mengkaji dan mendorong perpaduan dan pengembangan kerangka kerja nasional maupun lokal di bidang hukum, peraturan dan kebijakan publik yang sesuai dengan peran dan tanggung jawab masing- masing pihak, mengarahkan sektor publik dan swasta untuk: (i) mengatasi risiko bencana yang ada, mengelola atau mengatur semua jenis pelayanan dan infrastruktur; (ii) mendorong dan memberikan insentif yang sesuai atas upaya yang dilakukan baik oleh perseorangan, rumah tangga, masyarakat maupun pelaku bisnis; (iii) meningkatkan mekanisme dan memprakarsai transparansi pengelolaan risiko bencana, yang mungkin termasuk di dalamnya adalah bantuan keuangan dengan memprakarsai peningkatan kesadaran masyarakat dan pelatihan publik, memprakarsai pelaporan serta penindakan hukum dan penindakan administratif; dan (iv) menetapkan struktur koordinasi dan organisasi;
2. Mengadopsi dan menerapkan strategi dan rencana pengurangan risiko bencana pada tingkat nasional dan lokal, kemudian menetapkan target, indikator dan jangka waktu, yang ditujukan untuk mencegah timbulnya risiko, mengurangi risiko yang ada serta untuk penguatan ekonomi, sosial, kesehatan dan
ketahanan lingkungan;
3. Melakukan penilaian terhadap kemampuan teknis, keuangan, dan administratif terkait manajemen risiko bencana untuk menangani risiko yang telah diidentifikasi pada tingkat lokal dan
nasional;
4. Mendorong adanya mekanisme dan imbalan untuk meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan yang sudah ditetapkan oleh hukum dan peraturan, termasuk yang mengatur penggunaan lahan dan perencanaan kota, struktur bangunan, pengelolaan lingkungan dan sumber daya serta standar kesehatan dan keselamatan, dan memperbarui hal-hal tersebut, jika diperlukan, untuk memberikan fokus yang memadai pada
manajemen risiko bencana;
5. Mengembangkan dan memperkuat mekanisme untuk menindaklanjuti, menilai secara berkala dan melaporkan secara terbuka perencanaan nasional dan daerah (lokal). Mendorong pengawasan publik dan mendorong pembahasan secara
49
berkelanjutan. institusi, termasuk dengan anggota parlemen dan pejabat terkait lainnya, terhadap laporan perencanaan daerah (lokal) dan nasional yang terkait pengurangan risiko bencana;
6. Memberikan peran dan tugas yang jelas bagi perwakilan masyarakat dalam lembaga-lembaga yang mengelola risiko bencana, turut serta dalam proses pengelolaan serta pengambilan keputusan melalui kerangka kerja yang sesuai. Melakukan konsultasi publik yang komprehensif dalam proses pengembangan hukum dan peraturan untuk mendukung
pelaksanaannya;
7. Memantapkan dan memperkuat forum koordinasi pemerintah - yang terdiri dari pemangku kepentingan di tingkat nasional dan daerah (lokal) yang terkait dalam kegiatan pengurangan risiko bencana, - maupun dengan vokal poin nasional yang ditunjuk untuk melaksanakan framework the post 2015. Hal ini diperlukan agar mekanisme yang dibentuk memiliki dasar yang kuat dalam kerangka kerja kelembagaan nasional dengan tanggung jawab dan kewenangan yang jelas, yaitu antara lain, untuk mengidentifikasi risiko bencana sektoral dan multisektoral, membangun kesadaran dan pengetahuan tentang risiko bencana melalui penyebaran informasi dan data mengenai risiko bencana, mengkoordinasikan laporan risiko bencana tingkat lokal dan nasional, mengkoordinasikan program kesadaran masyarakat tentang risiko bencana, memfasilitasi dan mendukung kerjasama lokal multi sektoral (misalnya antara pemerintah daerah), memberikan kontribusi dalam penetapan dan pelaporan perencanaan serta seluruh kebijakan yang relevan untuk manajemen risiko bencana baik di tingkat nasional maupun lokal. Tanggung jawab ini harus ditetapkan melalui undang- undang, peraturan, standar dan prosedur;
8. Memberdayakan pemerintah daerah melalui pengaturan regulasi dan keuangan untuk bekerjasama dan berkoordinasi dengan kelompok masyarakat, penduduk asli dan pendatang
dalam manajemen risiko bencana di tingkat lokal;
9. Mendorong anggota parlemen untuk mendukung pelaksanaan pengurangan risiko bencana melalui penyusunan peraturan baru atau pengubahan peraturan terkait maupun pengaturan alokasi anggaran;
10. Mendorong pengembangan standar kualitas, - seperti pemberian sertifikasi dan penghargaan terkait manajemen risiko
50
bencana, - dengan partisipasi dari sektor swasta, masyarakat sipil,
asosiasi profesi, organisasi ilmiah dan badan PBB;
11. Merumuskan kebijakan publik yang dapat diaplikasikan dan bertujuan untuk mengatasi isu- Isu pencegahan atau relokasi pemukiman manusia di daerah risiko bencana, sesuai dengan hukum nasional dan sistem peraturan perundangan.
Prioritas Aksi Pendekatan Tingkat Nasional dan Lokal Prioritas 3: Investasi pengurangan risiko bencana untuk ketahanan (resilience). Investasi publik dan swasta dalam pencegahan dan pengurangan risiko bencana melalui tindakan-tindakan struktur dan non- struktur yang penting untuk meningkatkan ekonomi, sosial, kesehatan dan ketahanan budaya baik personal, masyarakat, negara dan aset mereka, serta lingkungan. Hal ini dapat mendorong inovasi, pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja. Langkah-langkah tersebut merupakan biaya efektif dan berperan dalam menyelamatkan nyawa, mencegah dan mengurangi kerugian serta memastikan
a. Mengalokasikan sumber daya yang diperlukan, termasuk keuangan dan logistik yang sesuai, di semua tingkat pemerintahan bagi pengembangan dan implementasi kebijakan strategi, perencanaan, hukum dan peraturan terkait pengurangan risiko bencana di semua sektor terkait;
b. Mendorong mekanisme untuk penggantian dan jaminan atas risiko bencana, risk-sharing serta pengaturan dan perlindungan keuangan yang tepat, bagi investasi publik dan investasi swasta dalam rangka untuk mengurangi dampak keuangan akibat bencana pada pemerintah dan masyarakat, di daerah perkotaan maupun pedesaan;
c. Memperkuat ketahanan investasi masyarakat dan swasta terhadap bencana, khususnya melalui: langkah-langkah pencegahan risiko bencana terhadap struktur, non-struktur dan fungsional serta pengurangan risiko bencana di fasilitas vital, terutama di sekolah-sekolah dan rumah sakit serta infrastruktur fisik; membangun yang lebih baik sejak awal untuk menghadapi bahaya melalui desain dan konstruksi yang tepat, termasuk penerapan prinsip-prinsip desain universal dan standarisasi bahan bangunan; retrofitting dan rehabilitasi; melakukan pemeliharaan; dan dengan mempertimbangkan kajian terhadap dampak ekonomi, sosial, struktural, teknologi dan lingkungan;
d. Melindungi atau mendukung perlindungan kepada nilai-nilai budaya dan situs sejarah, warisan budaya dan agama;
e. Mendorong ketahanan terhadap risiko bencana di tempat kerja melalui tindakan-tindakan struktural dan non-struktural;
f. Mendorong pengarusutamaan penilaian risiko bencana ke dalam pengembangan kebijakan dan implementasi penggunaan lahan, -termasuk perencanaan tata kota, penilaian degradasi tanah serta pembangunan perumahan permanen dan non-permanen, serta penerapan pedoman maupun instrumen tindak lanjutnya - mengikuti antisipasi perubahan demografis dan lingkungan;
51
pemulihan dan rehabilitasi yang efektif.
g. Mendorong pengarusutamaan penilaian, pemetaan dan manajemen risiko bencana dalam perencanaan pembangunan pedesaan dan pengelolaan daerah - gunung, sungai, daerah dataran banjir di pesisir, lahan kering, lahan basah dan daerah lain yang rentan terhadap kekeringan dan banjir, termasuk melalui identifikasi daerah yang aman bagi pemukiman dan pada saat yang sama melestarikan fungsi ekosistem yang membantu mengurangi risiko;
h. Mendorong revisi aturan yang telah ada atau pengembangan aturan dan standar kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi bangunan di tingkat nasional atau tingkat lokal yang sesuai, dengan tujuan membuat aturan dan standar yang lebih bisa diterapkan dalam konteks daerah, - terutama di pemukiman informal dan marginal, - dan memperkuat kapasitas setempat agar dapat menerapkan, mengukur dan menegakkan aturan- aturan tersebut melalui pendekatan yang tepat, dengan maksud untuk mengembangkan struktur yang tahan terhadap bencana;
i. Meningkatkan ketahanan sistem kesehatan nasional, termasuk dengan mengintegrasikan manajemen risiko bencana ke dalam pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier, khususnya di tingkat lokal; mengembangkan kapasitas tenaga kesehatan dalam memahami risiko bencana, menerapkan dan melaksanakan pendekatan pengurangan risiko bencana dalam program kesehatan; mendorong dan meningkatkan kapasitas pelatihan bidang kedokteran bencana; mendukung dan melatih komunitas kesehatan dalam pengurangan risiko bencana dengan pendekatan program kesehatan, bekerja sama dengan sektor lain, demikian pula dalam implementasi International Health Regulations (2005) dari WHO;
j. Memperkuat desain dan implementasi kebijakan- kebijakan inklusif dan mekanisme jejaring pengaman sosial, termasuk dengan melibatkan masyarakat, terintegrasi dengan program peningkatan mata pencaharian dan peningkatan akses ke pelayanan kesehatan dasar, termasuk kesehatan ibu, bayi baru lahir dan anak, kesehatan seksual dan reproduksi, keamanan makanan dan gizi, perumahan dan pendidikan, pemberantasan kemiskinan, untuk menemukan solusi dalam fase pasca-bencana serta untuk memberdayakan dan membantu orang-orang yang terkena dampak bencana;
k. Orang dengan penyakit kritis (mengancam nyawa) dan berpenyakit kronis, karena kebutuhan khusus mereka, harus
52
dimasukkan ke dalam desain kebijakan dan perencanaan untuk mengelola risiko yang mereka hadapi sebelum, selama dan sesudah bencana, termasuk memperoleh akses ke pelayanan life saving;
l. Mendorong penerapan kebijakan dan program yang ditujukan pada mobilitas manusia yang dipicu oleh bencana (disaster-induced) untuk memperkuat ketahanan masyarakat yang terkena dampak dan masyarakat host (masyarakat penerima) sesuai hukum dan kondisi nasional;
m. Mendorong integrasi pengurangan risiko bencana dalam instrumen keuangan dan fiskal;
n. Memperkuat pemanfaatan dan pengelolaan ekosistem yang berkelanjutan serta menerapkan pendekatan terpadu pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan dengan pengurangan risiko bencana;
o. Meningkatkan ketahanan dunia bisnis dan perlindungan terhadap mata pencaharian dan aset produktif di seluruh rantai pasokan. Menjamin kelangsungan layanan dan mengintegrasikan manajemen risiko bencana ke dalam model bisnis dan praktiknya;
p. Memperkuat perlindungan terhadap mata pencaharian dan aset
produktif, termasuk ternak, hewan pekerja, alat dan benih;
q. Mempromosikan dan mengintegrasikan pendekatan manajemen risiko bencana melalui industri pariwisata, mengingat sektor pariwisata sering menjadi kunci dari sumber ekonomi utama.
Prioritas Aksi Pendekatan Tingkat Nasional dan Lokal Prioritas 4: Meningkatkan program kesiapsiagaan untuk respon dan “membangun kembali yang lebih baik” dalam pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi yang efektif. Risiko bencana yang
a. Menyiapkan atau mereview dan memperbaharui secara berkala kesiapsiagaan bencana dan kebijakan kontijensi, rencana dan program dengan melibatkan sektor terkait, dengan mempertimbangkan perubahan iklim dan dampaknya terhadap risiko bencana, dan memfasilitasi partisipasi semua sektor dan pemangku kepentingan terkait;
b. Melakukan investasi, mengembangkan dan memperkuat sistem yang berpusat pada masyarakat (people-centred) yang multi-hazard, mengembangkan dan memperkuat kerjasama multisektoral dan sistem peringatan dini, risiko bencana dan komunikasi darurat, teknologi sosial dan sistem telekomunikasi hazard monitoring. Mengembangkan sistem-sistem tersebut melalui proses partisipatif. Menyesuaikan dengan kebutuhan
53
pekembangannya cenderung stabil, termasuk paparan personal dan aset, dikombinasikan dengan pelajaran dari bencana yang terjadi di masa lalu, menunjukkan perlunya untuk lebih memperkuat kesiapsiagaan bencana menghadapi respon, mengantisipasi kejadian, mengintegrasikan pengurangan risiko bencana dalam kesiapsiagaan dan memastikan kapasitas untuk tanggap darurat dan pemulihan yang efektif di semua tingkat. Memberdayakan perempuan dan penyandang cacat untuk mempromosikan keadilan gender dan kapasitas respon, rehabilitasi, pemulihan dan rekonstruksi dapat diakses oleh semua. Bencana telah menunjukkan bahwa tahap pemulihan, rehabilitasi dan
pengguna, termasuk kebutuhan sosial dan budaya, khususnya dalam persoalan jender.
c. Mendorong penerapan alat peringatan dini yang sederhana dan murah dan memfasilitasi saluran rilis (channel) yang lebih luas, untuk informasi peringatan dini bencana alam; Mendorong ketahanan infrastruktur vital yang telah ada atau yang akan dibangun, termasuk air, transportasi dan telekomunikasi, fasilitas pendidikan, rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, untuk memastikan bahwa fasilitas-fasilitas tersebut tetap aman, efektif dan dapat beroperasi selama dan setelah bencana untuk memberikan pelayanan life saving dan pelayanan vital lainnya;
d. Membangun pusat-pusat kemasyarakatan sebagai pusat kegiatan peningkatan kesadaran masyarakat dan sebagai pusat penyediaan bahan (stockpiling) yang diperlukan bagi kegiatan penyelamatan dan pertolongan;
e. Mengadopsi kebijakan-kebijakan publik dan kegiatan yang mendukung peran pekerja di pusat pelayanan publik untuk membangun atau memperkuat mekanisme koordinasi dan pendanaan serta prosedur bantuan darurat dan untuk merencanakan dan mempersiapkan pemulihan dan rekonstruksi pasca bencana;
f. Melatih satuan kerja dan sukarelawan dalam menangani bencana serta memperkuat kapasitas teknis dan logistik untuk memastikan respon yang lebih baik dalam keadaan darurat;
g. Menjamin kontinuitas operasi dan perencanaan, termasuk pemulihan sosial dan ekonomi, dan penyediaan pelayanan dasar dalam fase pasca bencana;
h. Mendorong pelatihan-pelatihan kesiapsigaan bencana, tanggap darurat dan pemulihan, termasuk keterampilan evakuasi, pelatihan dan pembentukan sistem pendukung berbasis wilayah, dengan maksud untuk memastikan respon yang cepat dan efektif terhadap bencana dan pengungsian, termasuk akses ke tempat penampungan yang aman, makanan pokok dan pasokan bantuan bukan makanan, yang sesuai dengan kebutuhan lokal;
i. Mendorong kerjasama antar lembaga, otoritas dan pemangku kepentingan terkait di semua tingkatan, termasuk masyarakat dan pelaku bisnis yang terkena dampak, mengingat sifat kompleks dan tingginya biaya rekonstruksi pasca-bencana, - di bawah koordinasi otoritas nasional;
54
rekonstruksi perlu disiapkan menghadapi bencana, kesemuanya merupakan hal penting untuk membangun kembali dengan lebih baik, termasuk melalui mengintegrasikan pengurangan risiko bencana dalam langkah-langkah pembangunan, membuat bangsa dan komunitas memiliki daya tahan terhadap bencana.
j. Mendorong integrasi manajemen risiko bencana ke dalam proses pemulihan dan rehabilitasi pasca bencana, memfasilitasi adanya kaitan antara fase penyelamatan, rehabilitasi dan pembangunan. Memanfaatkan kesempatan selama tahap pemulihan bagi pengembangan kapasitas untuk mengurangi risiko bencana dalam jangka pendek, menengah dan panjang, - termasuk melalui pengembangan langkah- langkah seperti perencanaan penggunaan lahan, perbaikan standar struktur bangunan – serta berbagi keahlian, pengetahuan, review pasca bencana dan pelajaran dari bencana yang lalu. Mengintegrasikan rekonstruksi pasca bencana ke dalam pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan di daerah yang terkena dampak. Hal ini juga harus berlaku untuk pemukiman sementara bagi para pengungsi akibat bencana;\
k. Mengembangkan pedoman untuk penyiapan rekonstruksi bencana, seperti pada perencanaan penggunaan lahan dan perbaikan standar struktur bangunan, termasuk dengan mempelajari program pemulihan dan rekonstruksi sejak penerapan Kerangka Aksi Hyogo lebih dari satu dekade, serta bertukar pengalaman, pengetahuan dan pelajaran penanggulangan bencana yang lalu;
l. Pertimbangkan relokasi sarana dan prasarana umum ke daerah-daerah aman di luar jangkauan risiko, sedapat mungkin, dalam proses rekonstruksi pasca bencana, melalui konsultasi dengan orang-orang yang terkait;
m. Memperkuat kapasitas otoritas daerah (lokal) untuk dapat mengevakuasi orang-orang yang hidup di daerah rawan bencana;
n. Membangun mekanisme pencatatan kasus dan penyusunan database kematian yang disebabkan oleh bencana dalam rangka meningkatkan upaya pencegahan meningkatnya angka kesakitan dan kematian;
o. Meningkatkan skema pemulihan untuk memberikan dukungan psikososial dan layanan kesehatan mental untuk semua orang yang membutuhkan;
p. Mengkaji dan memperkuat peraturan perundangan nasional dan kerjasama internasional, berdasarkan pedoman untuk memfasilitasi kepentingan dalam negeri dan berdasarkan regulasi penanggulangan bencana internasional dan bantuan pemulihan dini.
55
2) Ringkasan materi dalam sesi-sesi yang terkait dengan bidang kesehatan sebagai berikut: a) Manajemen risiko bencana harus diintegrasikan dalam program
kesehatan. Masyarakat yang sehat akan melahirkan masyarakat yang tangguh, dan masyarakat yang tangguh akan mempercepat proses pemulihan pasca bencana;
b) Masyarakat adalah inti dari respon yang efektif. Perlu dikembangkan kemitraan yang efektif dengan pendekatan kita dan mereka (stakeholder
dan masyarakat) serta pendekatan teknologi
c) Jepang telah menerapkan International Health Regulation (2005) pada saat terjadi kebocoran nuklir pasca gempa dan tsunami tahun 2011. Banyak korban meninggal karena gempa, namun tidak ada korban yang meninggal karena tsunami.
d) Meksiko telah mengembangkan Safe Hospital dengan memberikan sertifikat Safe Hospital Evaluation kepada rumah sakit yang lulus penilaian. Sejak tahun 2008, 1.768 fasilitas pelayanan kesehatan telah mendapat sertifikasi dan ada 1578 lainnya sedang dinilai. Rumah sakit yang masuk dalam kategori C melakukan perbaikan, baik melalui rekonstruksi, rehabilitasi maupun dengan retrofitting, untuk mencapai kategori A. Untuk mendukung program Safe Hospital di Meksiko, pemerintah Meksiko mengalokasikan anggaran, pemetaan risiko, memenuhi standar yang dipersyaratkan dan meningkatkan kapasitas pelayanan kesehatan untuk mengurangi risiko dan merespon kedaruratan CBRN. Langkah selanjutnya, pemerintah Meksiko akan menerapkan aturan baru tentang integrasi konsep Smart Hospital (Safe and Green), melanjutkan program yang telah dicanangkan, dan memperluas standar keamanan pada sekolah, hotel dan fasilitas vital lainnya.
e) Pelajaran dari penanganan Ebola di Liberia: (i) melibatkan masyarakat secara berkelanjutan dalam penangan pandemik; (ii) membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem kesehatan, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan, yang sebelumnya hilang saat pandemik, melalui aksi yang nyata; (iii) pengawasan Ebola, seperti pelacakan kontak, pencarian kasus secara aktif, kewaspadaan dan respon,
tidak dapat dilakukan tanpa partisipasi masyarakat; (iv) mobilisasi massa
untuk kegiatan sosial membantu memberikan pesan kepada masyarakat, komunikasi interpersonal adalah kunci bagi pelibatan masyarakat khususnya dalam penanganan Ebola yang dikaitkan dengan ketakutan
56
yang meluas dan stigma bagi penderita, penolong dan keluarganya; (v) dukungan kesehatan jiwa dan psikososial sangat penting bagi pemulihan penderita dan penolong selama proses dan pasca pandemik; (vi) pemulihan pasca pandemik dimulai dari pembelajaran pada masa pandemik; (vii) memperkuat sumber daya kesehatan; (viii) memperbaiki infrastruktur kesehatan untuk pelayanan kesehatan yang aman; (ix) memperkuat kesiapsiagaan dan respon pandemik dan (x) menyusun dan menerapkan kebijakan terkait .
C. Upaya pengurangan risiko bencana di bidang kesehatan a. Perencanaan upaya pengurangan risiko bencana di bidang kesehatan.
Kegiatan ini meliputi:
1) Penyiapan regulasi terkait PRB di bidang kesehatan
2) Penyusunan organisasi PRB di bidang kesehatan
3) Penyiapan sumber daya PRB di bidang kesehatan
b. Pelaksanaan upaya pengurangan risiko bencana di bidang kesehatan
1) Pengumpulan data kesiapsiagaan
2) Penyusunan peta rawan
3) Analisis risiko kesehatan
4) Penyusunan rencana penanggulangan bencana bidang kesehatan
c. Pengembangan upaya pengurangan risiko bencana di bidang kesehatan
1) Kajian evaluasi PRB
2) Drill/Simulasi/TTX/Geladi
2. Pokok Bahasan 2 : Analisis Situasi Kondisi bencana seperti yang disebutkan dalam pengertian bencana menurut Undang-Undang No 24 Tahun 2007 yang berakibat pada timbulnya korban luka, meninggal, kerusakan infrastruktur dan pengungsian. Kesehatan masyarakat sering muncul di tempat pengungsian, dan ini merupakan masalah yang besar . Dalam situasi bencana selalu terjadi kedaruratan di semua aspek kehidupan. Termasuk kelumpuhan pemerintahan, rusaknya fasilitas umum, terganggunya sistem komunikasi dan transportasi, juga tidak kalah penting yaitu lumpuhnya pelayanan umum yang mengakibatkan terganggunya tatanan kehidupan masyarakat.
Pengertian Analisis Situasi : Analisa situasi kesehatan masyarakat pada situasi bencana merupakan suatu proses menelaah terhadap kondisi kesehatan masyarakat setelah terjadi bencana, program kesehatan dan kebijakan publik yang sudah ada atau perlu dikembangkan guna menurunkan risiko bencana.
57
Tujuan Analisis Situasi
Memperoleh informasi tentang kondisi kesehatan suatu wilayah beserta permasalahannya akibat terjadinya bencana.
Memperoleh informasi tentang upaya pemecahan masalah kesehatan
Memperoleh informasi tentang ada tidaknya dukungan kebijakan pemerintah daerah dalam menurunkan risiko bencana
Memperoleh informasi tentang potensi masyarakat setempat yang terkait dengan upaya penurunan risiko bencana.
Memperoleh informasi terkait kelompok rentan
Aspek yang perlu mendapat kajian dan perhatian yaitu : 1. Perkiraan jumlah korban meninggal, sakit dan cacat . 2. Jumlah fasilitas kesehatan yang masih berfungsi baik milik pemerintah
maupun swasta. 3. Ketersediaan obat dan alat kesehatan. 4. Tenaga kesehatan yang masih bertugas . 5. Kelompok-kelompok risiko tinggi (bayi, balita, ibu hamil, ibu menyusui dan
manula) 6. Identifikasi kemampuan dan sumber daya setempat. 7. Identifikasi kecenderungan masalah yang mungkin terjadi, dari mulai masalah
besar, kecil, berat dan ringan yang akan berdampak pada masyarakat.
Dalam banyak hal mengenai bencana baik karena alam atau karena ulah manusia (konflik sosial dengan kekerasan) yang disertai dengan pengungsian, timbulnya masalah kesehatan sering terkait dengan menurunnya pelayanan kesehatan, timbulnya kasus penyakit menular, terbatasnya persediaan pangan dan menurunnya status gizi masyarakat, memburuknya sanitasi lingkungan karena kurangnya persediaan air bersih, terbatasnya tempat penampungan pengungsi (papan) serta sandang.
Dalam pemberian pelayanan kesehatan pada kondisi bencana sering tidak memadai. Hal ini terjadi akibat rusaknya fasilitas kesehatan, tidak memadainya jumlah dan jenis obat serta alat kesehatan, terbatasnya tenaga kesehatan, terbatasnya dana operasional pelayanan di lapangan. Bila kondisi tersebut tidak segera ditangani dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk akibat bencana tersebut.
Pada situasi bencana yang mengakibatkan rusaknya lahan pertanian yang mengakibatkan produksi menurun, terputusnya sarana dan prasarana transportasi yang akan mempengaruhi kelancaran distribusi pangan, terputusnya jaringan komunikasi yang mengakibatkan terlambatnya informasi, terjadinya konsentrasi massa disuatu tempat menimbulkan peningkatan kebutuhan bahan
58
makanan. Kondisi tersebut diatas menciptakan situasi rawan pangan. Pemberian yang tidak sesuai dengan standar kebutuhan pangan dalam jangka panjang akan menurunkan status gizi masyarakat. Terbatasnya persediaan air bersih, sanitasi lingkungan yang buruk, menurunnya daya tahan tubuh merupakan masalah yang sering timbul dalam kondisi bencana dan penanganannya belum memadai. Penanganan yang diberikan belum merujuk pada suatu standar pelayanan minimal. Akibatnya, dapat diprediksi akan terjadi peningkatan kasus penyakit menular.
Setelah mengetahui kemungkinan yang akan terjadi dari analisis di atas diperlukan suatu program kegiatan yang bisa mempertahankan derajat kesehatan masyarakat. Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan dalam penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi di samping mengacu kepada protap dan pedoman–pedoman yang ada.
Langkah-langkah yang disarankan untuk analisis meliputi:
Pemetaan pengaturan kelembagaan Manajemen Risiko Bencana;
Menganalisis mekanisme koordinasi.
Menilai kekuatan sistem Manajemen Risiko Bencana, kelemahan dan kemajuan dalam kaitannya dengan pelaksanaan Kerangka Aksi Sendai
Menyajikan temuan utama dan rekomendasi
Koordinasi antara departemen terkait perlu selalu dilakukan baik pemerintah dan kementerian di setiap tingkat serta mekanisme guna melibatkan pemangku kepentingan dan kelompok-kelompok kepentingan dalam proses pengambilan keputusan untuk mengatasi masalah Pengurangan Risiko Bencana.
Tindakan prioritas yang penting diantaranya:
Memastikan bahwa pengurangan risiko bencana adalah aksi nasional dan prioritas lokal dengan dasar kelembagaan yang kuat untuk pelaksanaannya.
Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana dan meningkatkan peringatan dini.
Menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat.
Mengurangi faktor risiko yang mendasari.
Memperkuat kesiapsiagaan bencana untuk respon yang efektif di semua tingkatan.
3. Pokok Bahasan 3 : Analisis Risiko
Analisis risiko adalah proses penilaian terhadap risiko yang sudah diidentifikasi, gunanya untuk dapat mengestimasi kemungkinan timbulnya bencana, besaran serta dampaknya. Beberapa ahli juga mengatakan bahwa analisis risiko adalah suatu penilaian potensi ancaman bencana di suatu wilayah dan menilai dampak
59
yang ditimbulkannya sehingga dapat dilakukan prioritas mitigasi dan kesiapsiagaannya. Hal ini membuat kita dapat menetapkan status risiko yang mungkin akan terjadi. Sedangkan risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana yang menimbulkan kehilangan, pekerjaan, harta benda/asset, status kesehatan, korban luka dan meninggal yang dapat terjadi pada masyarakat atau komunitas tertentu .
Analisis risiko ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengukur risiko bencana yang mungkin terjadi baik risiko kecil sampai kepada risiko yang besar.
Ada 3 langkah bagaimana cara melakukan analisis risiko : 1. Kemungkinan potensi ancaman bencana, melihat apa saja bencana yang
pernah terjadi diwilayah tersebut misalnya dalam kurun waktu 25 tahun terakhir. Dari sini nanti kita bisa melihat apa saja bencana yang ada di wilayah kita.
2. Menghitung dampak bencana, menilai seberapa besar dampak yang terjadi pada saat terjadi bencana. Ini dapat dibandingkan dengan data harian yang kita miliki selama ini.
Ada 4 indikator yang dapat kita lihat dampaknya, yaitu : - Dampak terhadap manusia - Gangguan terhadap layanan kesehatan - Dampak terhadap masyarakat - Gangguan terhadap fasilitas kesehatan masyarakat.
4. Analisis risiko, melalui data akan dapat dilihat hasilnya. Dengan cara mengalikan kemungkinan terjadinya bencana dengan dampak yang dihasilkan.
Dalam penanganan bencana setelah kita menghitung dan menemukan risiko bencana yang mungkin terjadi, maka kita dapat melakukan prioritas dalam penanganan bencana. Prioritas utama adalah bencana dengan risiko tinggi terhadap terjadinya risiko krisis kesehatan. Paradigma yang berubah dari respon kepada kesiapsiagaan, membuat kita membutuhkan analisis risiko di tiap daerah untuk antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya bencana serta persiapan yang kita lakukan lebih terarah/terfokus.
Langkah-langkah yang dapat kita lakukan untuk menentukan penilaian risiko antara lain :
A. Pembuatan peta rawan, 1. Ancaman/Bahaya :
Melengkapi peta topografi (kota, sungai, danau, gunung, penambangan, pabrik dan lain-lain)
60
Inventarisasi ancaman (banjir, gunung meletus, longsor, gempa , kecelakaan transportasi, dan lain-lain)
2. Kerentanan :
Data demografi (jumlah bayi, balita, ibu hamil, orang tua, dan seterusnya)
Sarana dan prasarana kesehatan (dokter, perawat, bidan, tenaga kesehatan lainnya)
Data cakupan YANKES (imunisasi, KIA, gizi, dan seterusnya)
B. Menetapkan jenis bahaya,
Tsunami
Gempa bumi
Letusan gunung berapi
Angin Puting Beliung
Banjir
Tanah longsor
Kebakaran hutan
Kekeringan
KLB penyakit menular
Kecelakaan transportasi
Konflik
C. Menetapkan variabel,
1. Karakteristik Bahaya
Frekuensi suatu bahaya/ancaman seberapa sering terjadi
Intensitas diukur dari kekuatan dan kecepatan secara kuantitatif/kualitatif
Dampak pengukuran seberapa besar akibatnya terhadap kehidupan rutin.
Luasnya daerah yang terkena
Rentang waktu peringatan dari gejala awal hingga terjadinya dan lamanya proses bencana berlangsung
2. Kerentanan
Kekuatan struktur bangunan fisik (lokasi, bentuk, material, kontruksi, pemeliharaannya), sistem transportasi dan telekomunikasi (akses jalan, sarana angkutan, jaringan komunikasi, dan lain-lain)
Sosial terkait unsur demografi (proporsi kelompok rentan, status kesehatan, budaya, status sosek, dan sebagainya)
Ekonomi yang meliputi dampak primer (kerugian langsung) dan sekunder (tidak langsung)
61
3. Manajemen
Kebijakan : peraturan perundangan, Perda atau protap tentang penanggulangan bencana
Kesiapsiagaan : sistem peringatan dini, rencana tindak lanjut termasuk pembiayaan
Peran serta masyarakat meliputi kesadaran dan kepedulian masyarakat akan bencana
D. Penetapan cara penilaian,
Jenis bahaya/ ancaman
Penilaian sesuai dengan kelompok variabel
Berdasarkan data, pengalaman dan taksiran
Saling terkait satu sama lain
Nilai berkisar antara 1 sampai 3 1 = risiko terendah, 2 = risiko sedang, 3 = risiko tertinggi
Untuk penilaian manajemen dinilai dengan skala yang berbalik 1 = kemampuan tinggi, 2 = kemampuan sedang, 3 = kemampuan rendah
E. Membuat matriks penilaian, 1. BAHAYA
Frekuensi
Intensitas
Dampak
Besaran
2. KERENTANAN
Fisik
Sosial
Ekonomi
3. MANAJEMEN
Kebijakan
Kesiapsiagaan
F. Melakukan penilaian dan menetapkan hasil penilaian. 1. Masing-masing komponen yang ada di beri nilai untuk masing-masing
jenis bahaya 2. Kemudian nilai tersebut dijumlahkan
Karakteristik bahaya, nilai dijumlah
Kerentanan, nilai dijumlah
Manajemen, nilai dijumlah
62
3. Setelah didapat nilai masing-masing variable, kemudian nilai tersebut dijumlahkan (nilai karakteristik bahaya + kerentanan + manajemen)
4. Ancaman/bencana (event) dengan nilai tertinggi merupakan yang harus diprioritaskan
Hubungan antara ancaman bahaya, kerentanan dan kemampuan dapat dituliskan dengan persamaan berikut:
Resiko = f (Bahaya x Kerentanan/Kemampuan)
Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masayarakat atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya. Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko dapat ditentukan tingkat besaran risiko yang dihadapi oleh daerah yang bersangkutan.
Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah pengenalan bahaya/ancaman di daerah yang bersangkutan. Semua bahaya/ancaman tersebut diinventarisasi, kemudian di perkirakan kemungkinan terjadinya (probabilitasnya)
4. Pokok Bahasan 4 : Indikator
Pengertian Indikator Menurut Para Ahli Berikut ini merupakan beberapa pendapat berbagai lembaga dan juga para ahli mengenai definisi dari kata indikator : I. WHO
Menurut WHO, indikator merupakan variabel yang bisa membantu kita dalam kegiatan pengukuran berbagai macam perubahan yang terjadi baik secara langsung ataupun tidak langsung.
II. Darwin Syah Menurut Darwin Syah, Indikator merupakan tanda ataupun ciri yang
menunjukkan siswa telah mampu memenuhi standar kompetensi yang diterapkan/berlaku.
III. Departemen Kesehatan, Pendidikan dan Kesejahteraan Amerika Serikat Menurut Departemen Kesehatan, Pendidikan dan Kesejahteraan Amerika
Serikat, indikator dapat diartikan sebagai sebuah statistik dari berbagai hal yang bersifat normatif yang menjadi perhatian utama kita yang bisa membantu kita dalam membuat berbagai penilaian ringkas, komprehensif, dan berimbang terhadap berbagai macam kondisi dan juga berbagai macam aspek penting yang ada dalam kehidupan masyarakat.
IV. Buku Peunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (Kemenkes RI)
63
Menurut Buku Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan (Kemenkes RI), pengertian indikator dapat diartikan sebagai variabel yang bias dipakai untuk mengevaluasi kondisi / keadaan / status serta memungkinkan dilakukannya tindakan pengukuran terhadap berbagai perubahan yang terjadi dari satu waktu ke waktu lainnya.
V. Wilson dan Sapanuchart Menurut Wilson dan Sapanuchart, indikator merupakan sebuah ukuran secara
tidak langsung dari sebuah kondisi/status yang terjadi. Contohnya, bobot / massa bada bayi yang disesuaikan dengan umur merupakan indikator dari gizi bayi tersebut.
VI. Green Menurut Green, indikator merupakan variabel-variabel yang bisa
menunjukkan ataupun mengindikasikan kepada penggunanya mengenai sesuatu kondisi tertentu, sehingga bisa dipakai untuk mengukur perubahan yang terjadi.
Dari berbagai definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian indikator adalah setiap karakteristik, ciri, ataupun ukuran yang dapat menunjukkan perubahan yang terjadi pada suatu bidang tertentu. Indikator sangat diperlukan agar setiap pelaku sebuah kegiatan dapat mengetahui sejauh mana kegiatan yang dilakukannya telah berkembang/berubah.
Indikator sebagai ukuran, yang juga digunakan untuk menunjukkan perubahan atau hasil dari suatu kegiatan, proyek atau program :
Jika pengukuran langsung tidak layak, maka indikator tidak langsung atau proksi dapat digunakan.
Indikator dapat dikategorikan berdasarkan jenis, proses, keluaran atau dampak indikator.
Target sering diatur lewat indikator yang harus dicapai selama periode tertentu.
Sebuah indikator juga dapat digambarkan sebagai pengukuran yang bisa diamati keberhasilan programnya terhadap kriteria yang tercantum dalam tujuan program Anda. Ini adalah pengukuran yang signifikan, valid, dapat diandalkan dan layak untuk keberhasilan program.
Indikator umumnya harus berhubungan dengan:
Tujuan,
Struktur manajemen
Pelaksanaan proyek / program.
Indikator harus memiliki atribut sebagai berikut :
Terukur Kuantitatif (%, rasio, jumlah)
64
Faktual Sama untuk semua orang.
Ukuran valid Klaim pengukuran
Diverifikasi Dapat diperiksa secara silang.
Sensitif Mencerminkan perubahan situasi
Untuk menentukan indikator :
Lihat tujuan kegiatan
Target peserta
Apa hasil yang diharapkan
Siapa penggunanya.
Meskipun banyak indikator biasanya dapat ditetapkan untuk masing-masing tujuan Penting untuk memilih satu atau sejumlah indikator kunci yang terbaik akan menunjukkan apakah Anda telah mencapai tujuan Anda.
Proses sistematis untuk Mengembangkan Indikator :
LANGKAH 1: Tujuan program diamati dan terukur
LANGKAH 2: Untuk setiap tujuan, pertanyaan utama yang harus dijawab untuk melihat apakah tujuan dapat dicapai?
LANGKAH 3: Tentukan apakah setiap indikator berguna
SIGNIFIKANSI : Apakah indikator tersebut merupakan informasi yang penting, berguna dan menarik?
KEABSAHAN : Apakah indikator tersebut merupakan informasi yang dapat diukur dengan benar? Misalnya, X meningkat …% dari Y (garis dasar) untuk Z (dampak)
TERPERCAYA : Apakah indikator tersebut merupakan informasi yang dapat diukur berulang kali? Ini berarti indikator yang sama bisa konsisten diukur oleh orang yang berbeda dan hasilnya akan sama.
KELAYAKAN : Apakah indikator tersebut merupakan informasi yang dapat dikumpulkan dengan sumber daya yang tersedia? A. Data pemberi ? B. Data kolektor ? C. Koleksi Metode ? :
Wawancara
Observasi
Kuesioner
Review dokumen
65
LANGKAH 4: Pilih indikator dan didistribusikan untuk selalu ditinjau, revisi dan persetujuan hasil akhir.
LANGKAH 5: Finalisasi indikator dan didistribusikan kepada anggota tim.
Metode utama untuk menganalisis indikator adalah:
Metode Longitudinal
Sebanding dan sesuai dengan rata-rata ( perbandingan lintas sektor)
Benchmark (praktik terbaik)
Dengan target atau perencanaan.
5. Pokok Bahasan 5 : PROGRAM DAN PROYEK
Program : adalah suatu Proses yang dilihat dari ukuran , besar dan beratnya lebih luas.
Proyek : adalah suatu kegiatan yang lebih focus, dapat dikatakan seperti Projector yang menuju dalam satu focus (arah)
PROGRAMME
Project Project Project Project
Definisi PROGRAM : Sebuah proses yang memiliki desain terorganisir secara sistematis dan strategis, untuk mendukung proyek-proyek guna mencapai dan menetapkan tujuan dalam kaitannya dengan visi.
Definisi PROYEK : Sebuah proses yang memiliki desain terorganisir secara sistematis dan strategis, dalam mendukung kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam kaitannya dengan tujuan dan visi.
66
Siklus Program dan proyek :
Implementation
Resources Mobilization
Activities (work plan/POA) strategies
objective
goal
Vision
Background Situation Analysis, Problem Statement Evaluation
Management
Monitoring
Bila melihat siklus dari program dan proyek, maka dapat dilihat bahwa ini merupakan suatu lingkaran yang tidak terpisah dan masing-masing saling membutuhkan serta terikat guna mencapai satu tujuan. Semua kegiatan ini nantinya akan selalu dimonitor untuk melihat keberlangsungan dan keberhasilan dari semua kegiatan.
Siklus program dan proyek terdiri dari :
1. Latar Belakang Pada latar belakang menceritakan ringkasan dari situasi umum yang berisi data geografi, masyarakat dan individu, lingkungan hidup, sosial, budaya, tradisi, agama, politik, pengembangan teknologi dan risiko yang mungkin bisa terjadi.
2. Analisis Situasi
PRESENTPAST FUTURE
RISK ANALYSIS
67
Analisis situasi melihat dari sebelum, saat dan sesudah kegiatan, apakah ada risiko didapat atau yang mungkin akan terjadi. Stuasi yang dianalisis terdiri dari :
Penilaian sosial,
Penilaian epidemiologi,
Perilaku dan penilaian lingkungan,
Pendidikan dan penilaian ekologi,
Administrasi, kebijakan, struktur, sistem penilaian
Program dan proyek penilaian
Penilaian sumber daya
PERNYATAAN MASALAH Ada beberapa pertanyaan yang dibutuhkan dalam melihat dan mengumpulkan masalah :
Apa yang Anda lihat dalam situasi tertentu yang tidak sesuai dengan harapan.
Apa masalah dan penyebabnya, dapat dilakukan dengan mengembangkan pohon masalah.
Mengapa masalah Anda diprioritaskan / penting.
Pastikan bahwa dengan mengatasi masalah, akan ada perubahan dan perbaikan dalam situasi.
MASALAH, KEBUTUHAN, HAK
Identifikasi masalah
Analisis Masalah
Prioritas Masalah
Pernyataan Masalah
3. Visi (Penglihatan) Apa yang Anda lihat di masa depan yang akan Anda ingin dan menjadi apa.
4. Goal/Tujuan (Dampak) G – General/ secara umum dan keseluruhan O - Objective (Tujuan) A - Achievable (dapat dicapai dan dilakukan) L - Long lasting (jangka panjang)
5. Objective (Tujuan) Mengapa perlu membuat tujuan ?
S - Spesifik (apa yang diinginkan harus jelas)
68
M - Measurable /pengukuran (Siapa yang diukur, Berapa banyak yang perlu diukur)
A - Achievable/ bisa dicapai, diakses, akurat , serta dimana dapat dilakukan
R - Reasonable/wajar, realistis (mengapa tujuan yang akan dicapai tersebut wajar dan bisa dicapai)
T - Time/waktu (kapan)
E - Efektif, efisien (target)
R - Result/Hasil ( setelah selesai kegiatan maka kita akan melihat apa yang sdh terlaksana baik, atau yang belum tercapai , dan ini semua menjadi pelajaran untuk menyiapkan kegiatan lain yang berikutnya)
6. Strategi Adalah situasi dimana kita mencari berbagai cara untuk dapat mencapai tujuan dan sasaran.
VII. Aktivitas Aktifitas adalah aksi yang dilakukan dalam satu kegiatan, guna mencapai sasaran dan menggunakan strategi untuk sampai pada tujuan yang diharapkan. Atau dapat dikatakan juga sebagai serangkaian tindakan/langkah-langkah yang memiliki masukan, tindakan dan output dalam proses minimal (mini-process)
INPUT ACTION OUTPUT OUTCOME IMPACT
GOAL
VISION
OBJECTIVE STRATEGY ACTIVITIES
PROGRAMME
HEALTH EDUCATION CONCEPTUAL FRAMEWORK
VII. RANGKUMAN Dengan mengetahui indikator yang dibutuhkan dalam penyusunan program dan proyek maka akan memudahkan kita dalam mengimplementasikan Pengurangan Risiko Bencana. Dalam modul ini peserta diharapkan dapat memahami konsep pengurangan risiko bencana, substansi pengurangan risiko bencana serta implementasi pengurangan risiko bencana di bidang kesehatan
69
VIII. DAFTAR PUSTAKA 1. UU No 24 Tahun 2007
2. PP No.21 Tahun 2008
3. Sendai Framework of Action on Disaster Risk Reduction
4. Living With Risk, UN ISDR, 2004
5. https://petrasawacana.wordpress.com/2011/02/21/analisa-risiko-bencana-dan-pengurangan-risiko-bencana/
6. Vijay.N.K, power poin atau materi presentasi pada Program and Project ITCDRR, 2008
70
Materi Inti II KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM VIPP
I. DESKRIPSI SINGKAT
Materi ini menjelaskan mengenai komunikasi sebagai fasilitator ITC-DRR, sangatlah penting untuk bisa percaya diri dan berani mengungkapkan apa yang menjadi tujuan pesan yang akan disampaikan, menyampaikan pesan yang tepat pada waktu yang tepat kepada pihak yang tepat (apakah kepada peserta pelatihan, sesama fasilitator, maupun dengan para narasumber). Pada dasarnya keterampilan berkomunikasi adalah bagian dari informative skill yang dapat dilatih sampai pada taraf efektif jika terus diaplikasikan dengan menerapkan
teknik-teknik yang tepat dan efektif. Metode yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah ceramah, tanya jawab, curah pendapat dan role play.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan komunikasi efektif
dalam VIPP
B. Tujuan Pembelajaran Khusus : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu :
1. Mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan dan relevan dengan kebutuhan setiap sesi pelatihan
2. Membangun komunikasi yang efektif dengan peserta, fasilitator, dan mitra lainnya
3. Memanfaatkan berbagai macam media komunikasi sesuai kebutuhan setiap sesi training
4. Melakukan komunikasi informasi/instruksi/kesimpulan dengan efektif baik secara verbal dan non-verbal yang efektif dengan peserta, fasilitator, dan mitra lainnya
5. Melakukan komunikasi pada situasi perbedaan pendapat/ kepentingan antara peserta, fasilitator dan mitra lain, sehingga mampu memediasi kesenjangan/konflik yang terjadi
III. POKOK BAHASAN Dalam Modul ini akan dibahas pokok bahasan sebagai berikut : 1. Informasi yang dibutuhkan dan relevan dengan kebutuhan setiap sesi pelatihan :
a. Pendengar Efektif b. Pengumpulan dan penerjemahan data verbal dan non verbal secara akurat
dan tepat guna
2. Komunikasi yang efektif : a. Pengolahan Informasi secara efektif b. Parafrase
71
3. Media Komunikasi a. Penyiapan berbagai media komunikasi b. Pemanfaatan dan penggunaan berbagai media komunikasi
4. Penyampaian informasi/ instruksi/kesimpulan dengan efektif secara verbal dan non verbal
5. Komunikasi Efektif dalam Menyelesaikan Masalah
IV. BAHAN AJAR Materi yang diberikan berkaitan dengan cara berkomunikasi secara efektif, mengolah informasi dan penyiapan berbagai media komunikasi.
V. LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN Berikut disampaikan langkah-langkah kegiatan dalam proses pembelajaran materi ini.
Langkah 1. Pengkondisian Peserta
Langkah Pembelajaran : 1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah
menyampaikan sesi di kelas, muailah dengan perkenalan. Perkenalan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang akan disampaikan.
2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 2. Penyampaian Materi
Langkah Pembelajaran : Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang. Fasilitator menyampaikan materi dengan metode ceramah, tanya jawab, curah pendapat dan role play.
Langkah 3. Rangkuman dan Kesimpulan
Langkah Pembelajaran : 1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap
materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran. 2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan 3. Fasilitator membuat kesimpulan.
VI. URAIAN MATERI 1. Pokok Bahasan 1 : Informasi yang Dibutuhkan dan Relevan dengan Kebutuhan
Setiap Sesi Pelatihan
a. Pendengar Efektif
Dalam kehidupan sehari-hari, komunikasi menjadi alat yang sangat berguna untuk saling sapa dan beramah tamah serta saling kenal. Komunikasi juga
72
memiliki keahlian yang dapat dipelajari. Dengan berkomunikasi juga, dapat mengurangi kesalahpahaman dan berkesempatan besar untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Apa itu ilmu komunikasi? Ada beberapa pengertian mengenai ilmu komunikasi, yaitu sebuah ilmu yang mempelajari tentang tata cara beromunikasi serta menggunakan berbagai alat komunikasi sebagai sarana komunikasi terhadap pihak lain.
Adapun definisi ilmu komunikasi yang lain adalah ilmu yang mempelajari cara untuk mentransfer ide dari satu individu atau grup ke individu ataupun ke grup yang lainnya. Proses transfer itu sendiri dapat melalui media tertulis, lisan, maupun media yang lainnya.
Berelson & Stainer, 1964 mengatakan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain menggunakan simbol-simbol, seperti kata-kata, gambar, angka, dan lain-lain.
Berdasarkan pemahaman mengenai ilmu komunikasi, maka komunikasi juga mampu memberikan peluang untuk mendapatkan ide-ide baru sebagai hasil pemahaman yang lebih luas mengenai peristiwa-peristiwa dunia.
Proses informasi ini dapat dilakukan secara satu arah tetapi juga dapat dalam dua arah. Saat dua atau lebih orang berkumpul maka tiap orang biasanya akan berbicara satu sama lain. Percakapan atau komunikasi hendaknya seperti pertandingan tenis dan sejenisnya, dimana setiap orang mendapatkan giliran untuk memberi dan menerima. Seni yang sesungguhnya adalah berbicara dan mendengarkan.
Pencarian informasi juga memiliki cara yang sama, dan yang penting adalah memberi kesempatan pada pihak lain untuk berbicara. Dengan memberi kesempatan kepada orang lain maka kita menghormati sudut pandang orang lain.
Saat kita berhenti berbicara dan mulai untuk mendengarkan , maka saat itu kita dapat menggali informasi yang lebih banyak dari pihak lawan kita. Pengumpulan informasi bisa kita dapatkan dengan lebih banyak mendengar dan ini yang disebut pendengar efektif.
b. Pengumpulan, Penerjemahan Data Verbal-Non Verbal Secara Akurat dan Tepat Guna
Dalam komunikaasi kita mengenal verbal dan non verbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi berupa kata-kata atau bahasa. Seiring perkembangannya, komunikasi verbal menjadi komunikasi yang sering dilakukan manusia. Sedangkan komunikasi non verbal adalah merupakan komunikasi berupa lambang atau simbol, seperti menggeleng untuk mengatakan tidak,
73
bersalaman saat bertemu, melambaikan tangan saat ingin pergi dan berpisah. Situasi ini dapat dilihat dalam suatu kegiatan yang mengumpulkan banyak orang. Selain bahasa percakapan yang kita lakukan , kita juga mampu melihat gerakan tubuh seseorang guna mengumpulkan informasi yang kita butuhkan. Komunikasi verbal dan non verbal juga dapat sekalian digunakan dalam berkomunikasi. Dalam mengumpulkan informasi maka data verbal dan non verbal sangat penting diperhatikan agar data menjadi data yang benar-benar akurat dan dapat digunakan sebagai hasil akhir.
2. Pokok Bahasan 2 : Komunikasi yang Efektif
a. Pengolahan Informasi Secara Efektif
Unsur-unsur komunikasi, diantaranya: a. Sumber (komunikator): Setiap peristiwa komunikasi akan selalu melibatkan sumber sebagai
pengirim maupun pembuat informasi tersebut. Bisa oleh satu orang atau juga sekelompok orang. Kegiatan ini juga disebut pengirim atau komunikator yaitu orang yang menyampaikan pesan kepada si penerima.
b. Pesan : Keseluruhan penyampaian yang disampaikan oleh komunikator kita sebut
pesan yang memiliki inti pesan. Pesan terdiri dari berbagai segi, tetapi inti pesan dari suatu komunikasi akan selalu mengarah pada tujuan akhir dari komunikasi tersebut.
Dalam ilmu komunikasi ada beberapa sumber yang bisa dijadikan aluran untuk mendapatkan informasi, seperti : Media : yaitu sebuah saluran dalam penyampaian pesan, seperti radio yang dapat dikatakan sebuah media umum karena dapat dipakai oleh segala bentuk komunikasi. Sedangkan media lain seperti televisi, ini adalah media yang dipakai untuk komunikasi massa dan disebut dengan media massa.
Penerima (komunikan) : pesan yang dikirim oleh sebuah sumber akan diterima pihak yang menjadi sasaran dari pesan yang dikirimkan.
Umpan balik : informasi yang dikirimkan kembali kepada sumbernya, baik dari individu itu sendiri maupun dari orang lain. Jika sumber hanya dari satu arah maka tidak dapat disebut dengan umpan balik, tetapi saat sumber dan penerima lainnya dalam kedua arah, ini yang disebut dengan umpan balik. Umpan balik bisa terdiri dari berbagai bentuk seperti anggukan, gelengan kepala, tepukan di bahu, kerutan dahi atau senyuman
Untuk lebih jelasnya, ada beberapa jenis umpan balik yaitu : • Zero feedback: pesan yang tidak dimengerti oleh komunikan.
74
• Positive feedback: pesan yang dimengerti oleh komunikan • Neutral feedback: respon yang tidak memihak atau tidak mendukung ataupun menentang. • Negative feedback:
respon yang bersifat merugikan atau menyudutkan komunikator/sumber.
Usaha dalam penyampaian informasi yang akurat terhadap pihak lain, maka selalu menggunakan komunikasi verbal dan non verbal serta memiliki umpan balik yang baik. Sehingga informasi yang diharapkan tidak berhenti di tengah jalan tetapi sampai pada tujuan yang kita harapkan. Situasi ini dapat dikatakan sebuah komunikasi dalam mengumpulkan informasi yang akurat.
Noise
Source Encode Decode ReceiverChanel ofMessage
Communication
Noise
Field of Experience
Feedback ResponseFeedback Loop
Sumber : D.K. Berlo, Process of Communication, 1960
Berlo´s Model of Communication
Source Message Channel ReceiverEncodes Decodes
CommunicationSkill Content
Elements
Treatnent
Structure
Code
hearing
Attitudes
Knowledge
Social System
seeing
touching
smelling
tastingCulture
CommunicationSkill
Attitudes
Knowledge
Social System
Culture
A Source encodes a message for a channel to a receiver who decodes the message :
S-M-C-R Model
75
b. Parafrase Komunikasi yang sudah berjalan dengan dua arah dapat kita gunakan dan uraikan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, tapi menjadi besar saat informasi yang kita dapat semakin banyak. Dari data informasi yang kita dapat maka kita akan dapat melihat apakah dalam komunikasi tersebut terdapat kesalahpahaman atau tidak dapat digunakan menjadi informasi yang akurat. Parafrase merupakan cara mengungkapkan kembali suatu kata-kata kepada bentuk kata-kata yang berbeda tanpa mengubah pengertian aslinya.
Caranya adalah memahami secara cermat informasi yang ada dan mencatat kalimat intinya dan mulai mengembangkan kalimat inti menjadi pokok pikiran yang berbeda dengan menggunakan bahasa sendiri, tetapi sama sekali tidak mengubah arti dari kata-kata awal. Ciri parafrase itu sendiri adalah bentuk ungkapan kata-kata yang berbeda, makna dari kata-kata tersebut tidak berbeda, substansinya juga sama, tetapi cara penyampaian yang berbeda.
2. Pokok Bahasan 3 : Media Komunikasi
a. Penyiapan Berbagai Media Komunikasi Sebelum kita membahas macam dari media, maka perlu kita pahami lebih dulu apa itu media komunikasi. Media komunikasi adalah sarana komunikasi yang bisa saja merupakan alat yang dipakai oleh komunikator dalam memberikan informasi. Manusia sendiri memiliki media komunikasi berupa panca indera yang dapat melihat, memahami, menafsirkan dan mengartikan informasi yang ada di sekitar kita. Pada kehidupan masyarakat dewasa sekarang ini, sangatlah penting memiliki komunikasi yang baik. Hal ini disebabkan banyaknya orang yang sangat cepat dalam mencari informasi yang tepat, akurat dan efektif.
Fungsi Media Komunikasi : • Efektivitas: sarana untuk mempermudah dalam penyampaian informasi • Efesiensi: sarana untuk mempercepat dalam penyampaian informasi • Konkrit: media komunikasi sebagai sarana untuk membantu mempercepat
isi pesan yang mempunyai sifat abstrak • Motivatif: media komunikasi sebagai sarana agar lebih semangat melakukan
komunikasi
Berdasarkan fungsinya maka media komunikasi ada bermacam-macam, sebagai media penghasil berbagai macam informasi seperti komputer, sebagai penggandaan informasi misalnya tape recorder dan juga sebagai penyebar luasan informasi yang memiliki sasaran langsung seperti handphone, telepon atau faksimil.
76
Media komunikasi ini juga dibedakan berdasarkan dari bentuknya seperti media cetak, media audio, media visual dan media audio visual. Media cetak terdiri dari barang yang memberi informasi melalui benda yang tercetak. Media audio adalah media komunikasi yang berfungsi sebagai penerima informasi melalui indera pendengaran seperti radio atau telepon. Berbeda dengan media visual yang memberikan informasi melalui suatu bentukan yang terlihat melalui indera penglihatan, sebagai contoh saat kita melihat foto maka ada informasi yang dapat kita tangkap melalui penglihatan kita. Sedangkan media komunikasi yang tergabung keduanya seperti yang telah disebut di atas adalah media audio visual, kita dapat melihat sekaligus mendengar informasi yang kita dapatkan secara langsung, misalnya saat kita menonton televisi, menonton film ataupun video.
b. Pemanfaatan dan Penggunaan Berbagai Media Komunikasi
Media komunikasi selain memberi dan menerima informasi tetapi informasi tersebut juga dapat menjadi media pembelajaran yang bermanfaat bila di gunakan dengan sebenarnya. Pemahamannya adalah bahwa kita juga perlu memiliki ketrampilan dalam melakukan pengembangan suatu informasi melalui media, karena dampak dari media terhadap individu dan juga masyarakat dapat saja berdampak buruk. Sehingga elemen dasar lainnya dari sebuah media komunikasi adalah strategi dalam menganalisis dan mendiskusikan suatu infomasi yang didapat dan menyerapnya dari suatu media yang dapat dipercaya serta akurat. Bisa lebih menyadari akan isi dari informasi yang diterima, memiliki kemampuan guna memahami dan menghargai isi dari media komunikasi serta dapat mengembangkan menjadi sesuatu yang efektif dan bertanggung jawab.
Secara umum manfaat dari sebuah media komunikasi ada bermacam-macam, seperti : a. Memperjelas penyajian pesan tidak hanya dalam bentuk kata-kata tertulis
atau lisan belaka. b. Dapat mengatasi keterbatasan ruang, misalnya objek yang terlalu besar atau
kecil dapat diganti menjadi sesuatu model ataupun gambar. Gerak yang terlalu lambat atau cepat dapat dibantu dengan timelapse atau sesuatu yang dapat membantu melihat dengan peralatan yang lebih baik. Kejadian masa lalu juga dapat kita hidupkan kembali dengan menampilkan kembali rekamannya lewat foto ataupun secara verbal. Konsep yang terlalu luas seperti gunung berapi dan situasi keadaan bumi lainnya dapat divisualkan dalam bentuk gambar ataupun video.
77
Dale (1969) mengatakan bahwa bahan-bahan audio visual dapat memberikan banyak manfaat dalam proses pembelajaran, sehingga mampu meningkatkan pengertian, perubahan signifikan, dapat meningkatkan motivasi, variasi pengalaman, memberikan umpan balik yang diperlukan, memperluas wawasan dan mampu membangun urutan kejelasan pikiran yang dibutuhkan.
4. Pokok Bahasan 4 : Penyampaian Informasi/Instruksi/Kesimpulan dengan Efektif Secara Verbal dan Non Verbal
Berdasarkan jangkauannya maka media komunikasi memiliki kebutuhan baik secara eksternal maupun internal. Kedua hal ini dapat kita pisahkan sesuai dengan kebutuhan kita dalam menyampaikan informasi. Sebagai media komunikasi eksternal maka komunikasi ini dipakai untuk menjalin hubungan atau menyampaikan pesan informasi hanya dengan pihak luar. Informasi ini bisa melalui informasi cetak atau tertulis , bisa juga melalui radio atau televisi, telepon, handphone, surat dan juga internet. Sedangkan media komunikasi yang internal, ini merupakan sarana penyampaian dan penerima pesan informasi hanya pada kalangan public internal dan sifatnya non komersial. Baik penerima maupun pemberi informasi terdiri dari orang-orang publik internal dan komunikasi yang dipakai bisa saja hanya media pertemuan, pembicaraan atau bisa juga lewat telepon, surat dan papan pengumuman.
5. Pokok Bahasan 5 : Komunikasi Efektif dalam Menyelesaikan Masalah
Komunikasi merupakan fakta bahwa kebutuhan prasyarat kehidupan manusia, karena 70% dari waktu kehidupannya mereka berkomunikasi baik lewat tulisan, membaca, berbicara dan mendengar. Komunikasi yang buruk akan menimbulkan sumber konflik dan kesalahpahaman antar mereka. Bahkan sebuah ide yang baik atau hebat, tidak akan berguna jika tidak mampu menyampaikan dengan baik dan dapat dipahami serta diterima oleh orang lain.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, komunkasi yang efektif adalah komunikasi yang tepat sasaran dan mencapai tujuan dan jika informasi, ide maupun pesan yang disampaikan dapat diterima serta dipahami dengan baik sehingga terbentuk kesamaan persepsi, perubahan perilaku atau saling mendapatkan informasi.
Bila kita memahami bagaimana cara berkomunikasi yang efektif maka hal yang rumit tidak akan semakin rumit, tetapi dapat menyelesaikan masalah yang dapat membuat kedua belah pihak paham dan dapat saling menerima keputusan untuk mencapai tujuan yang sama.
78
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan agar komunikasi menjadi efektif dan dapat menyelesaikan masalah:
i. Memahami Prinsip Dasar Keterampilan Dalam Berkomunikasi Sangat penting untuk memahami apakah tujuan utama dari suatu komunikasi yang efektif. Komunikasi adalah suatu proses memindahkan informasi atau pesan yang melibatkan seorang penyampai pesan (sender) dan seorang penerima pesan (receiver), melalui beberapa cara seperti tertulis, memberi petunjuk non-verbal (tanpa kata2), atau dengan berbicara. Komunikasi lebih jauh dapat diartikan sebagai suatu langkah untuk membangun atau memodifikasi hubungan.
Percaya Diri. Dalam berkomunikasi, sangatlah penting untuk bisa percaya diri dan berani mengungkapkan apa yang menjadi tujuan pesan dalam setiap sesi percakapan. Dengan Panduan yang jelas tersedia dalam modul pelatihan fasilitator yang ada, yang terpenting, bukan lagi mengenai apa yang akan disampaikan, tetapi bagaimana menyampaikannya dengan baik dan efektif.
TIPS: 1. Berikan kesan kepada lawan bicara Anda bahwa anda antusias berbicara
dengan mereka. Ini akan menimbulkan kesan positif dan percaya diri pada lawan bicara anda, sehingga mereka akan menjadi lebih terbuka terhadap anda dan mampu menjadikan komunikasi yang mendalam.
2. Untuk mendapatkan kepercayaan yang lebih dari lawan bicara kita, maka kita dapat mengungkapkan diri seterbuka mungkin. Ini juga membuat lawan bicara kita menjadi tertarik untuk berbicara dan mengungkapkan hal yang dia ingin katakan.
3. Sebut nama mereka dengan cara menyenangkan, karena nama memiliki emosional yang sangat kuat.
4. Beri kesan bahwa anda dan dia berada pada jalur yang sama dalam satu ”Tim”.
5. Berikan senyum yang terbaik untuk lawan bicara kita. Hal ini seolah mengungkapkan bahwa Anda bahagia bertemu dengan mereka untuk berkomunikasi.
Latihan. Pada dasarnya keterampilan berkomunikasi adalah bagian dari informative skill yang dapat dilatih2. Keterampilan berkomunikasi dapat diasah dimulai dengan suatu interaksi singkat dengan seseorang pada kesempatan yang ada. Keterampilan berkomunikasi yang baik dan efektif ini dapat dilatih setiap hari, dan akan berkembang semakin baik jika semakin sering digunakan. Setiap keterampilan baru membutuhkan waktu untuk menjadi
79
lebih sempurna, untuk itu bukalah diri untuk setiap kesempatan. Setelah berlatih berkomunikasi, sangat penting untuk mendapatkan feedback sesegera mungkin dan mendetail (terkait area yang sudah baik dan perlu dipertahankan, dan area yang membutuhkan perbaikan).
Beberapa studi yang merekam proses komunikasi pasien dan dokter dalam kondisi real setting di klinik atau RS menunjukkan bahwa jika feedback diberikan dengan cepat dan lebih mendetail akan secara signifikan meningkatkan kemampuan komunikasi para dokter/residen yang terlibat3,4,5
Keberadaan observer juga akan memberi sudut pandang yang berbeda dan lebih efektif dalam meningkatkan kemampuan komunikasi dokter6.
ii. Membuat Lawan Bercakap Terikat (Enggage) Dengan Baik Untuk membangun ikatan yang baik, beberapa hal berikut menjadi penting:
1. Lakukan Kontak Mata. Kapan saja ketika sedang berbicara atau mendengarkan, pastikan untuk melakukan kontak mata dengan seseorang yang diajak berinteraksi. Kontak mata mengisyaratkan kertarikan dan kemauan yang dalam terhadap subjek pembicaraan. Dengan melakukan kontak mata, akan menstimulasi lawan bercakap untuk tertarik dan memberikan respon positif serupa, yaitu dengan membalas tatapan mata.
TIPS: Dalam melakukan kontak mata, teknik yang dianjurkan adalah dengan melihat ke satu mata saja secara konstan untuk waktu tertentu, baru kemudian berpindah ke mata yang lain. Jangan melakukan perpindahan melihat mata yang satu dengan yang lainnya dengan terlalu cepat, karena hal ini akan memusingkan lawan bercakap, dan berpotensi mengendorkan ketertarikan mereka. Teknik lain yang dianjurkan adalah dengan membuat garis palang imaginer (menyerupai huruf T) yang axis “x” nya ditempatkan memanjang diantara kedua mata dan axis “y” nya
menyilang ke bawah ditengahnya. Lihatlah zona T imaginer ini setiap kali bercakap dengan lawan bicara
2. Gunakan Gestur Tubuh. Hal ini seperti mengerakkan tangan atau memperlihatkan ekspresi wajah yang relevan dengan topik pembicaraan. Misalnya dengan membentuk setengah bulatan di depan perut dengan menggunakan tangan untuk menggambarkan ibu hamil, atau dengan memperlihatkan ekspresi sedih dan prihatin ketika menggambarkan tingginya angka kejadian bencana di Indonesia.
80
3. Pastikan Kesesuaian Antara Gestur Tubuh, Ekspresi Wajah dan Intonasi Suara. Hindari ketidaksesuaian dalam mengekspresikan ketiganya, yang dapat membingungkan lawan bicara. Sebagai contoh: jika ingin memberikan informasi mengenai pentingnya melibatkan masyarakat awam dalam penanggulangan bencana, tataplah mata lawan bicara, rendahkan suara dan buatlah mendalam namun tegas, dan sedapat mungkin tidak dibarengi dengan senyuman, apalagi tertawa. Senyuman biasanya disertakan pada percakapan yang santai dan tidak serius.
4. Berhati-Hatilah Dengan Ekspresi Bahasa Tubuh. Bahasa tubuh dapat diartikan sangat bervariasi lebih dari apa yang dapat disampaikan kata-kata. Tubuh yang relaks dengan kedua lengan memanjang ke bawah di samping tubuh (saat berdiri) atau kedua tangan beristirahat di atas pangkuan (ketika duduk) menyiratkan keterbukaan dan keinginan untuk merangkul dan membina hubungan baik dengan lawan bercakap. Lengan yang tersilang melipat di depan dada dengan bahu yang agak naik menunjukkan ketidaktertarikan terhadap topik pembicaraan dan tidak ingin untuk membuka diri.
Seringkali, komunikasi gagal terjadi bahkan sebelum dimulai karena bahasa tubuh yang terbaca oleh lawan bercakap sebagai “saya sebenarnya tidak tertarik untuk berinteraksi” Sebaliknya, dengan bahasa tubuh yang menyiratkan keterbukaan, bahkan komunikasi yang diperkirakan sulit sekalipun dapat dicairkan.
5. Tumbuhkan budaya pendengar yang baik dan efektif. Baik dalam hal
santun dan toleran dalam mendengarkan, dan efektif dalam hal mengetahui informasi yang mana yang lebih membutuhkan perhatian, dan kemudian memberi respon yang relevan (baik secara substansi maupun struktural) dengan topic pembicaran
TIPS: Hindari kebiasaan berpikir sesuatu yang lain pada saat lawan bercakap sedang berbicara, dan kemudian hanya mendengar bagian akhir dari cerita lawan bercakap untuk sekedar mendapatkan bahan pembicaraan selanjutnya. Respon dan jawaban yang kita berikan pada saat berkomunikasi akan sangat tergantung pada sejauh mana kita memahami apa yang lawan bercakap utarakan. Lawan bercakap akan mengetahui bila kita tidak menyimak apa yang mereka utarakan, dan hal itu dapat berpotensi menurunkan keterikatan dalam berkomunikasi
Beri pertanyaan yang membuat mereka menjadi berbicara tentang minat dan keinginan mereka, ini membuat kita bisa menggali lebih dalam
81
kebutuhan mereka, Hal ini juga akan membuat kita beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan perasaan maupun bahasa tubuh mereka dengan cepat. Tunjukkan rasa persetujuan kita terhadap mereka dengan jujur dan terbuka. Jika tidak setuju atau kurang tepat maka nyatakan tidak secara langsung tetapi dengan pendekatan serta nada suara yang lebih rendah.
Pembicara yang baik, adalah pendengar yang baik. Hindari memotong pembicaraan lawan bercakap karena hal itu akan memotong alur berpikirnya. Namun, pada keadaan tertentu akan dianjurkan untuk secara santun menghentikan suatu pembicaraan yang tidak relevan atau terlalu jauh menyimpang dari tujuan topik pembicaraan.
iii. Penggunaan Kata-Kata
1. Bicaralah Dengan Jelas, Jangan Meracau. Jika lawan bercakap seringkali memintamu untuk mengulang kembali
pernyataanmu, kemungkinan bahwa ide yang Anda utarakan tidak jelas, atau artikulasi kata-katanya yang tidak jelas. Kemampuan untuk mengkonkritkan ide dan konsep berpikir, serta artikulasi kata-kata dapat dilatih, dan akan berkembang menjadi lebih baik jika sering dipraktekkan.
2. Ucapkanlah Pilihan Kata-Katamu Dengan Benar. Kompetensi dalam berkomunikasi dapat dinilai salah satunya melalui
pengucapan kata-kata dengan benar. Jika tidak yakin bagaimana cara mengucapkan suatu kata dengan benar, hindari menggunakan kata tersebut.
3. Gunakan Kata yang Tepat. Jika tidak yakin mengenai arti suatu kata, hindari menggunakan kata
tersebut.
Sebuah penelitian terhadap 40 dokter, 60 perawat dan staf penunjangnya, serta 120 pasien suatu RS menunjukkan bahwa perbedaan latar belakang pendidikan dan durasi pendidikan dalam bidang kedokteran secara signifikan akan menentukan pemahaman terhadap istilah2 kedokteran, dan bahkan untuk istilah-istilah yang dianggap lazim dan sering diucapkan dapat diartikan secara tidak sama. Perbedaan pemahaman terhadap istilah-istilah ini diyakini akan berakibat buruk terhadap efektifitas komunikasi dokter dan pasien dan lebih jauh terhadap keberhasilan terapi pasien yang bersangkutan3
Pelankan Kecepatan Berbicara (Pelajari Kondisi yang Relevan). Jika berbicara terlalu cepat, lawan bercakap akan cenderung mengganggapmu
gugup dan tidak yakin dengan apa yang Engkau coba utarakan. Namun
82
demikian, hindari pula berbicara terlalu pelan sehigga memungkinkan lawan bercakap membantu menyelesaikan setiap akhir kalimatmu, karena hal ini dapat mengisyaratkan bahwa Engkau kurang kompeten mengenai topik yang dibicarakan.
iv. PENGGUNAAN SUARA DAN INTONASI
Bentuk Nada Suara Untuk Mendukung Komunikasi. Suara pitchy (tinggi melengking) dan atau cempreng, tidak dianggap baik untuk mengontrol komunikasi terutama untuk tujuan menerapkan kedisiplinan dan memberikan pemahaman mendalam. Dengan menggunakan tone suara seperti ini akan mengisyaratkan kelemahan (ketergantungan), dan ketidakseriusan terhadap topik pembicaraan. Jika kebetulan Engkau memiliki nada suara seperti ini, latihlah untuk lebih merendahkannya.
TIPS: Untuk menurunkan nada suara, seringlah bernyanyi dengan lagu kesukaanmu namun dengan nada suara satu oktaf lebih rendah dibawahnya.
Buatlah Dinamika Dalam Intonasi Suara. Hindari menggunakan intonasi yang monoton, nada suara sebaiknya naik dan turun secara periodik untuk menstimulasi ketertarikan lawan bercakap. Disk Jokey (DJ) atau pembawa acara professional biasanya sudah cakap untuk hal ini, dan mereka dapat dijadikan contoh berlatih.
Gunakan Volume yang Tepat, Bergantung Pada Kondisi. Bercakaplah lebih halus dan dekatkan tubuh ke lawan bercakap jika hanya ada sedikit orang. Bercakaplah lebih keras jika berbicara dalam kelompok yang lebih besar dalam ruangan yang lebih luas. Namun, pastikan untuk juga mempertimbangkan budaya, kebiasaan, kepercayaan/keyakinan lawan bercakap. Beberapa orang mungkin tidak akan suka jika kita berbicara terlalu dekat dengannya.
v. REFLEKSI Bagian yang tidak kalah penting dalam komunikasi adalah memastikan apakah setelah berkomunikasi, tujuan proses komunikasi tercapai. Untuk mengetahui hal ini, ada bebrapa hal yang dapat dilakukan.
Apakah Peserta Pelatihan Mengerti Topik Pembicaraan?
Cek, Apakah peserta pelatihan yang diajak bicara mengerti dengan apa yang dikomunikasikan, terutama untuk topik yang bertujuan untuk menanamkan kedisiplinan dan pemahaman yang mendalam. Bisa dengan cara :
83
TIPS: Meminta mengulang sebagian/seluruh informasi tertentu yang dianggap signifikan
Apakah Peserta Pelatihan Mengerti Apa yang Diharapkan Darinya Dari Setiap Sesi Pelatihan?
Beri kesempatan lawan bicara/peserta untuk bertanya, meminta klarifikasi atau penjelasan lebih lanjut. Sebuah studi yang melibatkan konsultasi 138 kasus pasien schizophrenia menunjukkan bahwa perbaikan keadaan pasien2 ini 6 bulan setelah serangkaian konsultasi dilakukan, berkorelasi positif dengan kemampuan pasien untuk melakukan klarifikasi terhadap informasi yang diterimanya dari dokter yang melakukan konsultasi4, hal yang sama terjadi pula pada studi yang melibatkan pasien hipertensi5. Oleh karena itu, peserta pelatihan harus distimulasi untuk memahami pelaksanaan pelatihan ini dengan lebih baik dengan memberi kesempatan bertanya lebih banyak mengenai apa dan bagaimana peran mereka dan bagaimana pelatihan ini dapat membantu mereka dalam program penanggulangan bencana nasional
Apakah Peserta Pelatihan Sudah Dilibatkan Secara Aktif?
Jika terdapat suatu keadaan yang mengharuskan peserta pelatihan melakukan sesuatu, hindari untuk memberikan informasi terkait hal tersebut dalam bentuk instruksi. Sebagai contoh dalam hal untuk menanamkan kedisiplinan melakukan suatu prosedur pemeriksaan tertentu. Peran peserta pelatihan dalam berpartisipasi aktif secara sukarela dibutuhkan sebagai bagian dari komitmen mereka untuk turut mengupayakan kontribusinya dalam jangka panjang. Instruksi, sebagaimana lazimnya, hanya akan berfungsi jika senantiasa ada yang menguatkannya, padahal para fasilitator dan narasumber tidak lagi akan ada untuk mereka setelah selesai pelatihan. para peserta akan mulai diharapkan untuk menerapkan ilmu dan keterampilan yang diperolehnya berlandaskan pada komitmen mereka semata.
Apakah Anda Sudah Menawarkan Saran yang Bermanfaat dan Memberikan Motivasi Pada Peserta Pelatihan?
VII. RANGKUMAN Dengan mempelajari teknik komunikasi yang efektif serta melihat manfaat dan kunci keberhasilan suatu komunikasi sehingga dapat terjalin hubungan yang lebih baik untuk bersama-sama mencapai tujuan. Dalam modul ini peserta diharapkan dapat memahami dari mulai komunikasi yang efektif sampai pada pemecahan permasalahan lewat komunikasi.
84
VIII. DAFTAR PUSTAKA
1. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus versi online, http://kbbi.web.id/komunikasi
2. Van Merriënboer, J. J. G., & Kirschner, P. A. Ten steps to complex learning: Asystematic approach to four-component instructional design. Mahwah, NJ:Lawrence Erlbaum Associates; 2007
3. Hadlow J; Pitts M. The understanding of common health terms by doctors, nurses and patients. Social Science & Medicine; 1991. 32 (2). p.193-6.
4. Sylvain, MA, Walden, U. Planned behavior and physician-patient communication: Predicting adherence to antihypertensive regimens.. The Sciences and Engineering; 2013, Vol 73(7-B)
5. McCabe, Rosemarie; Healey, Patrick G. T.; Priebe, Stefan, et.al. Shared understanding in psychiatrist–patient communication: Association with treatment adherence in schizophrenia. Patient Education and Counseling, Publisher: Elsevier Science; 2013. Vol 93(1), Oct,. pp.73-79.
85
86
Materi Inti III TEKNIK FASILITASI VIPP
I. DESKRIPSI SINGKAT
Materi ini menjelaskan tentang teknik-teknik pelatihan dengan metode VIPP yaitu menggunakan konsep partisipasi peserta langsung dalam proses belajar. Partisipasi yang dilakukan secara langsung menggunakan beberapa media dan alat bantu. Metode yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah ceramah, tanya jawab, curah pendapat, role play, simulasi dan game.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan fasilitasi VIPP dalam
pelatihan ITC-DRR
B. Tujuan Pembelajaran Khusus : Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan konsep fasilitasi 2. Menyusun strategi fasilitasi 3. Melakukan fasilitasi proses pembelajaran dengan metode VIPP
III. POKOK BAHASAN
1. Konsep Fasilitasi: a. Definisi Fasilitasi b. Prinsip-Prinsip Fasilitasi
Identifikasi tujuan dan proses pembelajaran
Persyaratan fasilitator yang baik c. Metode Fasilitasi
VIPP
Metode lainnya
2. Strategi Fasilitasi: a. Identifikasi masalah (early detection & post mortem) b. Analisis hambatan c. Solusi (participatory approach, building commitment/direct and indirect)
3. Fasilitasi proses pembelajaran dengan metode VIPP: a. Jenis Teknik Fasilitasi
Games (definisi, tujuan, jenis, prosedur)
Penggunaan musik (definisi, tujuan, jenis, prosedur)
Presentasi interaktif (definisi, tujuan, jenis, prosedur)
Simulasi (definisi, tujuan, jenis, prosedur)
87
Ice breaker (definisi, tujuan, jenis, prosedur)
Role play (definisi, tujuan, jenis, prosedur)
Meta plan Pengaturan ruang pelatihan
b. Pemilihan Jenis Teknik fasilitasi
1. Pokok Bahasan 1 : Konsep Fasilitasi a. Definisi Fasilitasi
Terjemahan Inggris mengatakan bahwa fasilitasi dari making think easy atau membuat sesuatu hal atau situasi menjadi lebih mudah. Dalam kerja fasilitator melalui serangkaian metode, memberi sesuatu hal menjadi semakin mudah dan mendorong orang melakukan yang terbaik pada saat berinteraksi untuk mencapai hasil. Selain membantu mengambil keputusan, fasilitator juga diminta membantu pemecahan masalah dan pengembangan tim dalam kegiatan pelatihan.
Ada beberapa definisi fasilitasi yang dipakai yaitu bahwa fasilitasi menjadikan lebih mudah, fasilitasi juga mendorong tim membantu dan mendengarkan serta menanggapi kebutuhan tim, melalui proses partisipasi maka fasilitasi juga mendukung individu ataupun kelompok.
Fasilitasi adalah suatu seni dan suatu ketrampilan. Ini merupakan suatu ketrampilan yang mana fasilitator harus tahu dan mengikuti aturan-aturannya, belajar bagaimana belajar untuk memberikan pertanyaan yang tepat pada waktu yang tepat dan ditulis dengan jelas. Ini juga suatu seni yang membutuhkan pengalaman dan intuisi karena fasilitator harus menciptakan sebuah drama yang membuat kelompok tersebut memberikan semua potensinya kepada proses. Fasilitator harus bisa secara kreatif membuat kelompok keluar dari situasi konflik dan merespon kebutuhan kelompok pada saat itu dengan mengadopsi sebuah teknik baru atau dengan menerima sebuah ide yang datang dari kelompok tersebut. Kemudian fasilitator harus fleksibel dan reseptif, tapi juga tegas mengenai aturan.
Meskipun fasilitator tidak boleh bersikap sebagai seorang ahli materi mengenai subjek dari kegiatan tersebut, perannya dalam kegiatan-kegiatan VIPP tidak sepenuhnya netral. Fasilitator akan secara terbuka memperlihatkan nilai-nilainya terhadap filosofi humanistis VIPP tapi tidak akan pernah memaksakan suatu posisi teknis pada para peserta.
Fasilitator memandu suatu proses yang memunculkan pemahaman mengenai perbedaan dalam nilai-nilai dan pendapat. Proses inilah yang mengarahkan pada konsensus dimana setiap orang, termasuk fasilitator, telah berkontribusi.
88
b. Prinsip-Prinsip Fasilitasi Dalam prinsip fasilitasi dapat dikatakan bahwa sebuah gagasan yang diungkapkan secara sederhana dan menarik akan mampu dengan mudah ditanggapi oleh tim/kelompok, tetapi sebuah gagasan yang dinyatakan tidak jelas bahkan mungkin menyinggung perasaan orang lain, akan sulit diterima dan sitangkap oleh pihak lain.
Faktanya banyak orang yang ingin mengemukakan pendapatnya, menceritakan gagasan atau mendengarkan pengalaman orang lain, tetapi perbedaan kelas atau status social seringkali menjadi penghalang. Dengan teknik fasilitasi yang baik, seorang fasilitator dapat mencairkan suasana dan menjadi pendukung bagi kelompok yang memiliki perasaan seperti yang disebutkan di atas.
Oleh karena itu, tujuan dari sebuah fasilitasi untuk mempermudah penggalian potensi, masalah dan gagasan dalam pemecahan masalah serta tatanan kelompok mandiri dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan memanfaatkan dan mengetahui potensi yang dimiliki.
Seorang Fasilitator Mampu : 1. Menyederhanakan apa yang dikatakan oleh seseorang yang berbicara
secara berulang sehingga membantu menjadi lebih fokus (paraphrase)
2. Menggali lebih dalam dengan cara membantu mereka yang berbicara pendek-pendek dan ragu untuk membantu secara perlahan.
3. Menggali kembali gagasan dari peserta yang pemalu agar mendapat perhatian dari semua kelompok
4. Menangani interupsi dengan tegas dan hormat, dengan meyakinkannya bahwa fasilitator akan mengangkat isu yang dilontarkan setelah selesai diskusi.
Fasilitator VIPP berwenang terhadap proses pada setiap kegiatan, biasanya dalam interaksi dan koordinasi dengan para penyelenggara. Fasilitator bertanggung jawab terhadap rancangan suatu kegiatan: rumusan program harian, pilihan teknik-teknik untuk mencapai tujuan dan pengendalian proses kelompok. Fasilitator bukanlah ketua kegiatan, ataupun harus memanipulasi suatu hasil. Fasilitator mengasumsikan peran dari “pemimpin metodologi” yang memampukan kelompok untuk memunculkan pengalamannya dalam dialog, dalam menghasilkan pengetahuan baru, serta dalam keputusan-keputusan untuk tindakan.
Fasilitator akan berhati-hati mengobservasi proses tersebut dan para peserta. Jika ia merasakan ada seseorang yang merasa dikucilkan dari proses,
89
merupakan tugasnya untuk mengurus hal tersebut dengan diskusi individu atau dengan mengganti proses kelompok.
Kualitas Fasilitator yang Baik Menjadi seorang fasilitator yang baik membutuhkan waktu dan pengalaman. Belajar dengan melakukan adalah cara terbaik. Kendati demikian, terdapat kualitas tertentu yang memampukan seseorang menjadi seorang fasilitator yang baik. Terdapat juga kondisi-kondisi yang membuat tidak mungkin atau sulit untuk seseorang menjadi seorang fasilitator yang baik.
Kualitas Seorang Fasilitator yang Baik Percaya pada orang lain dan kapasitas merekan
Sabar dan mempunyai kemampuan mendengarkan yang baik
Sadar diri dan terbuka untuk belajar keahlian baru
Percaya diri tanpa menjadi sombong
Pengalaman hidup yang baik dan pemahaman akal sehat yang baik
Menghargai pendapat orang lain, tidak memaksakan ide
Bekerja dengan pemikiran yang kreatif dan inovatif
Kemampuan menciptakan suatu suasana percaya diri di antara para peserta
Fleksibilitas dalam merubah metode dan urutan, tidak selalu mengikuti urutan teknik yang sudah ditetapkan sebelumnya
Pengetahuan mengenai pembentukan kelompok termasuk kemampuan untuk merasakan suasana hati kelompok dan mengubah metode atau menyesuaikan program di tempat itu juga.
Rasa yang baik untuk mengatur ruang dan materi untuk menciptakan sebuah pengaturan fisik yang menarik untuk para peserta.
Ketrampilan dalam menggambar dan menulis dengan tangan.
Fasilitasi membutuhkan pengetahuan mengenai dinamika kelompok dan bagaimana kelompok berkembang bersama waktu. Mempelajari fasilitasi adalah sebuah proses yang menggabungkan elemen yang beragam; refleksi untuk mengkritik kinerja diri sendiri; sikap belajar dengan melakukan juga mendengarkan dengan seksama pengalaman orang lain dan melihat kinerja kolega. Instrumen belajar yang paling penting adalah kritik membangun dari seorang kolega atau pengawas. Hal ini dapat dibantu dengan merekam penampilan yang bisa menguraikan secara grafis tindakan-tindakan atau penampilan tertentu yang menghalangi atau meningkatkan proses fasilitasi. Sangat sulit bagi kita untuk secara sadar melihat tingkah laku kita sendiri. Menerima saran seorang pengawas membutuhkan kepercayaan pada kapasitas personal kita untuk berubah.
90
Fasilitasi yang baik membutuhkan pemberian petunjuk, terutama melalui pertanyaan stimulasi untuk dijawab para peserta. Jika fasilitator terlalu non direktif, para peserta akan kurang menghargai dan akan berakibat pada kekacauan. Di sini perlu mempertahankan keseimbangan yang baik.
Fasilitasi bukan hanya suatu ketrampilan dengan kecakapan dan aturan yang tegas, tapi juga merupakan seni. Rancangan suatu workshop atau kegiatan adalah sebuah tindakan kreatif yang tergantung pada imajinasi para fasilitator serta kemampuan mereka untuk menstimulasi para peserta.
Tidak hanya ada satu cara yang benar untuk melakukan VIPP, selalu ada beberapa kemungkinan yang bergantung pada kecakapan dan pengetahuan fasilitator. Seni fasilitasi terdiri dari sebuah kombinasi imajinasi, intuisi, estetika, dan suatu perasaan terhadap potensi sekelompok orang. Tidak ada cara yang tetap untuk mempelajarinya kecuali dengan melakukan dan terus menerus memperbaiki diri.
Setiap kegiatan harus diperlakukan secara unik dan membutuhkan presiapan. Fasilitator harus secara sadar terlibat dalam topik dan proses dari setiap kelompok. Setiap kegiatan merupakan tantangan baru untuk merancang proses yang berpusat pada orang. Ini bukan seperti mengulangi sebuah pidato untuk penonton baru. Terdapat kekhawatiran bahwa fasilitator/ pelatih yang populer akan kelebihan beban dengan kegiatan-kegiatan dan karena tekanan waktu, akan membuat sebuah rutinitas, alih-alih memfasilitasi, ia malah tampil. Maka, jika anda fasilitator atau jika anda mengontrak sebuah tim fasilitator, anda harus mulai dengan persiapan yang terperinci. Fasilitasi adalah pekerjaan yang sangat berat tapi juga bermanfaat. Seorang peserta dapat kehilangan konsentrasi dan melamun beberapa saat di tengah kegiatan sementara fasilitator harus mengikuti setiap ide, reaksi, dan intervensi peara peserta, tidak sempat beristirahat. Hal ini sangat melelahkan dan membutuhkan waktu untuk mengumpulkan tenaga kembali untuk sesi berikutnya atau untuk kegiatan-kegiatan baru.
Imbalan dari fasilitasi yang baik menjadi pembuktian diri: perasaan dan kasih sayang dalam kelompok antara para peserta dan fasilitator; kualitas hasil kegiatan; penegasan bahwa kegiatan tersebut telah memulai sebuah proses kelompok yang produktif yang akan terus berlangsung di masa mendatang. Imbalannya juga dapat berupa perasaan bahwa sekarang ada pemahaman dan simpati yang lebih baik di antara orang-oramg yang yang telah berkumpul untuk satu tujuan bersama, orang-orang yang bekerja bersama setiap harinya, persekutuan yang bertemu hanya sesekali, atau orang–orang dari budaya yang berbeda beda yang berkumpul sementara dan tidak akan bertemu lagi.
91
c. Metode Fasilitasi
Terdapat banyak pendekatan yang digunakan dalam metode fasilitasi. Metode yang paling sering digunakan adalah pendekatan partisipasi. Pendekatan partisipasi adalah suatu proses partisipasi penuh dimana kelompok target atau stakeholder berkolaborasi untuk belajar dan berbagi pandangan tentang kebutuhan dan kesempatan juga tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan (Kamera & Mukanda, 2001).
Salah satu fungsi pendekatan partisipasi adalah untuk mengarahkan kelompok target melalui partisipasi aktif dan kolektif untuk menyadari kebutuhan komunitas mereka dan mengeluarkan strategi untuk memunculkannya. Konsep penting dalam aplikasi pendekatan partisipasi ini adalah kolaborasi, pengambilan keputusan bersama, berbagi pengalaman dan berbagi visi/pandangan (Kamera & Mukanda, 2001).
Ada beberapa jenis metode yang dapat digunakan dalam pendekatan partisipasi ini, antara lain:
1. Visualization in Participatory Programs (VIPP) Metode ini menggunakan media kertas manila dan kartu yang penuh warna
untuk mencapai strategi yang digunakan dalam implementasi sesuatu. Peralatan yang diperlukan biasanya kartu, kertas, pin, dan papan VIPP. Metode ini direkomendasikan untuk partisipan yang mengetahui cara membaca dan menulis.
2. Participatory Rural Appraisal (PRA)
3. Participatory Learning Approach (PLA) Metode ini direkomendasikan untuk digunakan dalam berbagai macam
situasi dan biasanya menggunakan mapping, timelines, matriks, visualisasi dan drama, grup diskusi, kalender, diagram.
4. Self esteem, Associated strength, Resourcefulness, Action Planning and Responsibility (SARAR)
Metode ini kebanyakan digunakan dalam perencanaan kesehatan akan tetapi juga dapat digunakan dalam perkembangan project. Hal ini diartikan : S – Self Esteem (individu/kelompok mengidentifikasi dan menyelesaikan
masalah mereka) A – Associative Strength (peserta dalam kelompok menjadi kuat dan
bertindak bersama) R – Resourcefulness (individu merupakan bagian dari kekuatan dalam
komunitas dan mencari solusi dari masalah yang dihadapi komunitas tersebut)
A – Action Planning (perencanaan tindakan untuk solusi masalah)
92
R – Responsibility (berbagi tindakan yang direncanakan dan menjalankannya dengan benar)
(Kamera & Mukanda, 2001)
Pada tiap situasi yang berbeda, fasilitator akan memerlukan jenis pendekatan partisipasi yang tepat dan berbeda-beda. Untuk itu trainers/fasilitator diwajibkan untuk memberikan informasi atas tindakan yang diambil dalam menentukan jenis pendekatan partisipasi pada situasi tertentu (Kamera & Mukanda, 2001).
VIPP “Visualization in Participatory Planning” atau cukup “VIPP” adalah sebuah kombinasi kreatif dari berbagai pendekatan terhadap perencanaan, pelatihan dan kegiatan kelompok lainnya dari dua garis pikiran utama. Satu datang dari Amerika latin sedangkan yang lainnya hasil dari pengalaman di Jerman. VIPP juga sebuah paket teknik-teknik dengan dasar filosofi yang diambil dari proses kreatif dari dialog pada tingkat akar rumput. VIPP memungkinkan orang untuk megekspresikan diri mereka dan mengungkapkan pertanyaan-pertanyaan mengenai pengambilan keputusan berhirarki dalam sebuah cara yang kreatif dan efisien, dan jika diterapkan secara luas dan tepat maka akan mempunyai potensi memberdayakan msyarakat pada beragam tingkat dalam proses pembangunan.
Fasilitasi adalah sebuah konsep kunci dalam VIPP. Selama kegiatan kelompok - perencanaan, diskusi, pelatihan, evaluasi dll, VIPP dipakai untuk nenarik pengetahuan dari para peserta dan memfasilitasi interaksi antara semua pelaku yang terlibat, menuju pada kreativitas dalam refleksi bersama. Hal yang implisit dalam fasilitasi adalah sebuah kepercayaan bahwa setiap individu memiliki pengalaman dan pengetahuan, yang dapat diberikan kepada kelompok untuk menyumbang pada pengetahuan kolektif yang berguna bagi tindakan pembangunan.
VIPP menggunakan interaksi kelompok yang dinamis, berdasarkan pada persepsi individu, untuk menciptakan sebuah proses penyelarasan dalam menghasilkan ide dan pengetahuan. Saat persepsi subjektif ini dikomunikasikan pada orang lain, mereka diubah, diterima dan menjadi bagian dari pengetahuan bersama dan persepsi kelompok. Pembangunan biasanya dihasilkan dari keputusan bersama, saat mereka menanggalkan kepemilikan ide-ide individu dan termotivasi pada tindakan individu dan kelompok. VIPP memfasilitasi proses tersebut.
VIPP harus didaptasikan terhadap budaya-budaya yang berbeda , karena kita tidak menentukan teknik-teknik universal. Fasilitator membantu dalam
93
mengekspresikan budaya dari persepsi dan ide . Alih-alih fasilitator memaksakan ide yang kaku untuk dibangun dan memotivasi ekspresi grafis dan oral dari model pembangunan yang berbeda-beda, berdasarkan gaya hidup dan budaya kelompok. Jika anggota kelompok datang dari budaya yang berbeda beda, fasilitator mempunyai kesempatan untuk membentuk dialog antar budaya, mengkomunikasikan dan belajar persepsi serta solusi yang berbeda-beda dari satu sama lain pada konsensus kreatif dalam rencana-rencana tindakan bersama.
VIPP memperkenalkan serangkaian teknik yang mengijinkan pemahaman dan pengambilan keputusan yang lebih demokratis pada setiap tingkat. Maka, hirarki birokrasi tradisional mungkin, pada mulanya, menolak pendekatan VIPP karena menghilangkan kekuatan individu-individu tertentu dan mendemokratisasi analisis dan keputusan mengenai tindakan-tindakan. Para birokrat dan manajer yang sudah tercerahkan akan menyadari bahwa dengan memberdayakan dan memotivasi kelompok untuk mencapai visi bersama maka pembangunan akan lebih mungkin terjadi.
VIPP menekankan pentingnya pemberdayaan para mitra, komunitas, dan kelompok setempat. Fasilitator tidak hanya harus sadar mengenai konsep ini, dia juga harus memiliki sikap demokratis terhadap kelompok yang dia urusi.
contoh peralatan VIPP
Metode Fasilitasi terdiri dari :
1. Ceramah, yang dimaksud disini adalah ceramah dengan kombinasi metode yang bervariasi atau cendrung interaktif dan partisipatif.
94
2. Bursa gagasan (Brainstorming) merupakan suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari semua peserta. Berbeda dengan diskusi yang meminta pendapat dari pihak lain, pada brainstorming tidak meminta pendapat orang lain.
3. Studi kasus (case study), membuat deskripsi tentang bagaimana suatu masalah yang pernah muncul dimasa lalu dihadapi dan ditangani masyarakat. Hal ini bisa berupa sejarah (historis) atau hipotesis, tetapi harus berhubungan dengan pengalaman aktual partisipan.
4. Diskusi Kelompok, adalah pembahasan suatu topik dengan cara tukar pikiran antara dua orang atau lebih.
5. Permainan (games), dikenal dengan pemanasan (ice breaking) atau penyegaran (energizer)
6. Bermain peran (Role Play), partisipan menjadi bagian dari aksi. 7. Metode simulasi, adalah metode yang memindahkan situasi nyata kedalam
kegiatan atau ruang belajar.
Metode VIPP sering disebut juga dengan Metode MetaPlan. Selain Metode VIPP metode lainnya ada Metode ZOPP dan metode FSC.
a. Metode Ziel Oreinterte Project Planning (ZOPP) atau Objective Oriented Project Planning (OOPP). Metode ZOPP dikembangkan oleh GTZ Jerman, sebuah organisasi yang banyak membantu negara berkembang melalui program pembangunan dengan dana dari Pemerintah Jerman. Metode ZOPP memang secara sengaja dikembangkan untuk menjadi metodologi program/proyek bantuan pemerintah Jerman di berbagai Negara mitra, diujicobakan sejak tahun 1975-an dan kemudian pada tahun 1980-an disusun sebagai metode ZOPP. Salah satu ciri metode ZOPP yang menarik adalah diterapkannya dalam sebuah forum perencanaan partisipatif, jadi tidak dilakukan oleh sebuah tim kecil di belakang meja, melainkan dalam sebuah forum dengan dipersiapkan dan dikelola oleh sebuah tim fasilitator. Peran tim pemandu atau tim fasilitator adalah membantu peserta untuk bisa melaksanakan setiap tahap dan menyepakati hasil dari setiap tahap melalui proses diskusi.
Jika metode ZOPP diaplikasikan sebagai proses perencanaan kolaboratif di sebuah jaringan atau forum multipihak, tentunya pesertanya adalah berbagai lembaga yang menjadi partisipant jaringan tersebut dalam menyusun program jaringan. Untuk menjadi fasilitator metode ZOPP itu harus bersertifikat. Namun faktanya, metode ini menyebar luas begitu saja di Indonesia meskipun tidak diberi label ZOPP. Apalagi metode ZOPP-nya
95
juga sudah dimodifikasi dan ‘dirakit’ ulang dengan mencampurkannya menggunakan berbagai metode lain sehingga tidak lagi metode ZOPP yang baku.
b. Metode Future Search Conference (FSC) atau disebut juga di Indonesia Lokakarya Menggagas Masa Depan. FSC juga merupakan metode berbasis kartu-kartu dengan ukuran diperbesar karena forumnya berjumlah cukup besar (lebih dari 50 orang, kurang dari 100 orang) sehingga kartu-kartunya juga besar-besar. Untuk membuat alur sejarah (timeline) dipakai keras yang menjadi bahan baku pencetakan koran, gulungannya besar sekali.
2. Pokok Bahasan 2 : Strategi Fasilitasi
a. Identifikasi Masalah (early detection & post mortem) Dalam kelompok seringkali muncul ketidaksesuaian pendapat, atau tujuan
yang diharapkan tidak sesuai dengan keinginan. Seorang fasilitator harus peka dengan situasi ini dan mampu melihat sejak awal apa yang menjadi masalah dalam kelompok tersebut. Fasilitator harus memahami konflik dan mengetahui teknik mencari jalan keluar apa yang harus diambil. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah mengumpulkan semua kelompok dan melihat masalahnya serta berdiskusi untuk mencari jalan keluarnya. Kegiatan ini dapat dilakukan setiap hari setelah selesai kegiatan, agar tidak ada masalah yang tertiggal dan menjadikan kelompok tersebut sulit mengikuti kegiatan selanjutnya.
b. Analisis Hambatan Ada beberapa hambatan yang mungkin muncul saat kita menemukan masalah
dan mencari jalan keluarnya, yaitu : - Hambatan akan muncul bila kita mengabaikan kebutuhan individu ataupun
kelompok.
- Masing-masing orang memiliki interpretasi yang berbeda dalam mengamati suatu hal. Persepsi yang berbeda dalam tingkat, sebab dan konsekuensinya.
- Konflik dapat muncul saat individu menggunakan kekuatan/wewenangnya berusaha merubah perilaku orang lain atau memperoleh manfaat guna kepentingan pribadi. Ini menjadi hambatan saat seseorang masih berkeras menggunakan kekuatannya.
- Nilai adalah kepercayaan atau prinsip yang dianggap penting, sehingga saat individu tidak menghormati nilai dan kepercayaan orang lain maka ini akan menimbulkan masalah dan menjadi hambatan dalam mencari jalan keluar.
- Emosi juga mempengaruhi munculnya masalah dan menjadi hambatan jika seseorang mempertahankan emosinya saat kita mencoba mencari diskusi dengan berdiskusi bersama.
96
c. Solusi (participatory approach, building commitment/direct and indirect) Saat masalah dan hambatan sudah ditemukanserta pertemuan dilakukan maka mulai mencari solusi yang terbaik yang dapat diterima semua pihak.
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan, yaitu : - Mendekati individu yang menyebabkan terjadinya masalah
- Berbicara pada pihak yang paling terlibat menimbulkan masalah.
- Minta untuk menurunkan nada suara
- Persempit masalah dengan menggarisbawahi dan mencataa dimana yang terjadi perbedaan pendapat.
- Ungkapkan yang menjadi sumber ketidaksetujuan
- Jika masalah menjadi diluar kendali maka hentikan kegiatan tersebut untuk menurunkan suasana.
- Bersikap mendengarkan secara aktif, untuk menunjukkan anda mendengarkan, berminat dan ikut merasa prihatin.
Seringkali format pertemuan yang lebih tradisional dan terkadang memvisualisasikan yang terdahulu dalam daftar yang panjang pada flipchart yang menyebabkan kesulitan bergerak, mengelompokkan dalam klaster, dan menyusun ulang masalah-masalah yang dinegosiasikan. Teknik VIPP menggunakan Metaplan mempunyai sebuah potensi kreatif dalam resolusi konflik. Saat kemungkinan-kemungkinan terpecah menjadi satu ide per kartu, memprioritaskan dan menyelesaikan konflik menjadi hal yang mudah. Pekerjaan tersebut tidak terasa sangat berat. Penggunaan papan VIPP untuk visualisasi, bukan formasi biasa yang membuka di atas meja, melibatkan sebuah refleksi 3 dimensi dan mengurangi gesekan antar orang dalam sesi diskusi. Pihak-pihak yang berkonflik berusaha untuk menciptakan solusi bersama, bahkan jika penulisan dan penanganan kartu harus dilakukan oleh fasilitator pada kesempatan pertama.
Tentu saja, sebuah tekad untuk mengatasi perbedaan merupakan hal penting, bahkan jika orang dalam konflik ingin memulai hidup terpisah dalam kedamaian. Proses resolusi konflik tidak mungkin berhasil untuk jangka waktu kapan saja jika pesaing tidak mengenali hak masing-masing untuk hidup dan menentukan nasib sendiri dengan ego dan emosinya.
3. Pokok Bahasan 3 : Fasilitasi proses pembelajaran dengan metode VIPP a. Jenis Teknik Fasilitasi
Games (definisi, tujuan, jenis, prosedur) Games merupakan kata dalam bahasa Inggris yang berarti permainan.
97
Permainan itu sendiri adalah sesuatu yang dapat dimainkan dengan aturan tertentu sehingga ada yang menang dan ada yang kalah. Permainan ini biasanya dalam konteks tidak serius atau hanya sebagai hiburan.
Games bertujuan untuk menghibur, biasanya games banyak disukai oleh anak-anak hingga orang dewasa. Games sebenarnya penting untuk perkembangan otak, untuk meningkatkan konsentrasi dan melatih untuk memecahkan masalah dengan tepat dan cepat karena dalam game terdapat berbagai konflik atau masalah yang menuntut kita untuk menyelesaikannya dengan cepat dan tepat.
Dalam dunia edukasi, interaksi antara murid dengan gurunya merupakan suatu hal yang mutlak. Jika murid harus manusia, maka guru bisa berupa benda lain seperti buku, pengalaman, dan lain sebagainya. Salah satunya adalah game/permainan.
Mengapa game? Game/permainan merupakan kegiatan yang bersifat interaktif. Sehingga proses belajar pun bisa terjadi di sini. Edukasi adalah sesuatu yang bersifat menyeluruh. Edukasi tidak hanya berupa belajar dengan duduk sambil membaca buku ataupun mendengarkan . Edukasi atau pendidikan memiliki makna yang lebih dalam daripada hanya sekedar mengajari.
98
Sebenarnya, implementasi pendidikan dalam game/permainan tidak hanya mengacu pada pelajaran semata. Game harus mencakup semua tatanan pendidikan, meski dengan spesifikasi tertentu. Penggunaan game sebagai sarana pendidikan sebetulnya bukan merupakan hal yang tabu ataupun salah. Game/permainan bersifat entertain atau menghibur, yang disini adalah bermain. Psikologi manusia adalah lebih suka bermain daripada belajar serius. Dalam game/permainan pendidikan diberikan lewat praktek atau pembelajaran dengan praktek (learning by doing).
Jenis-jenis games/permainan yaitu : a. Aksi : jenis permainan yang memerlukan kecepatan reflex, koordinasi
mata-tangan juga waktu. Dalam permainan aksi juga diminta untuk melakukan banyak tugas, mulai dari menyerang hingga mencari petunjuk untuk misi berikutnya.
b. Petualangan : pemain akan diminta memecahkan teka-teki ataupun menyimpulkan rangkaian peristiwa dari percakapan karakter hingga penggunaan benda-benda pada tempat yang tepat. permainan ini hanya membutuhkan ketajaman analisis dan kekuatan hafalan dan menekankan pada penyelesaian jalan cerita.
c. Simulasi : permainan ini menggambarkan dunia di dalamnya sedekat mungkin dengan dunia nyata. permainan ini memberi kita kesempatan untuk mencoba sesuatu yang mungkin akan sulit kita lakukan di dunia nyata.
d. Role play : Sesuai dengan namanya, permainan ini berarti permainan bermain peran. Bermain peran di sini berarti pemain memiliki peran sebagai tokoh utama dari cerita yang ada sehingga memiliki peran yang penuh untuk menentukan alur permainan tersebut. Seiring kita memainkannya, tokoh utama ini akan berkembang menjadi lebih dari sebelumnya.
e. Strategi : Ini adalah permainan yang memerlukan kecepatan analisis dan kekuatan berpikir. Pada permainan ini, kita akan berperan sebagai ahli strategi yang harus mengatur agar kita selalu menang. Permainan strategi ini memerlukan perencanaan yang teliti dan rapi.
f. Puzzle : permainan jenis ini sesuai namanya berintikan mengenai emecahan teka-teki, baik itu menyusun balok, menyamakan warna bola, memecahkan perhitungan matematika, melewati labirin, sampai mendorong-dorong kotak masuk ke tempat yang seharusnya, itu semua termasuk dalam jenis ini.
99
Penggunaan musik (definisi, tujuan, jenis, prosedur)
Ada beberapa definisi dan pendapat mengenai musik menurut beberapa filsuf, penulis, musikolog maupun penyair, diantaranya adalah sebagai berikut
David Ewen, mendefinisikan musik sebagai ilmu pengetahuan dan seni tentang kombinasi titik dari nada-nada, baik vocal maupun instrumental. Musik meliputi melodi dan harmoni sebagai ekspresi dari segala sesuatu yang ingin diungkapkan terutama aspek emosional.
Adjie Esa Poetra, seorang musisi dari Indonesia, mendefinisikan musik adalah kesenian yang bersumber dari bunyi. Menurutnya ada empat unsur dalam musik, yaitu dinamik (kuat lemahnya bunyi), nada (bunyi yang teratur), unsur waktu (panjang pendek suatu bunyi yang ditentukan dari hitungan atau ketukan nada), dan timbre (warna suara).
Menurut Sylado (1983 : 12) mengatakan, bahwa musik adalah waktu yang memang untuk didengar. Musik merupakan wujud waktu yang hidup, yang merupakan kumpulan ilusi dan alunan suara. Alunan musik yang berisi rangkaian nada yang berjiwa akan mampu menggerakkan hati para pendengarnya.
Dari pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa pengertian musik adalah segala sesuatu yang ada hubungan dengan bunyi dan memiliki unsur-unsur irama, melodi dan harmoni yang mewujudkan sesuatu yang indah dan dapat dinikmati melalui indra pendengar.
Musik yang memiliki berbagai kandungan elemen di dalamnya dapat dijadikan salah satu bentuk fasilitas untuk mengembangkan kemampuan kognitif kita.. Perubahan-perubahan ritme atau irama musik melatih kita untuk membedakan irama internal (inner rhythm) serta kemampuan motoriknya (misalnya, jika dikombinasikan dengan latihan gerak sesuai dengan liriknya).
Tujuan dan Fungsi Lagu/Musik Berikut adalah tujuan dan fungsi dari lagu/musik seperti yang dijelaskan
oleh Montolalu et al (2008:3.23) :
a. Meningkatkan Kreativitas dan Daya Imajinasi. Musik berperan sebagai stimulan setiap kali anda memerlukan
peningkatan kreatifitas dan secara tidak langsung mengaplikasikan kecerdasan lainnya seperti kecerdasan linguistik, matematis, interpersonal dan intrapersonal.
100
b. Meningkatkan Kecerdasan Dengan mendengarkan nyanyian kita bisa meningkatkan kecerdasan dan
prestasi. Musik telah diperlihatkan secara langsung dan konsisten meningkatkan pemikiran matematis, khususnya keterampilan dan pemikiran abstrak.
c. Meningkatkan Daya Ingat Menyanyi dapat merangsang pikiran modern dan membantu
meningkatkan daya ingat. Nyanyian merupakan salah satu cara penting untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yaitu dengan dipotong menjadi bagian-bagian lebih kecil dan dinyanyikan.
Musik sering digunakan sebagai pembuka acara, ataupun untuk memulai permainan. Musik juga dapat dipakai dalam beberapa permainan sebagai bagian dari permainan tersebut. Kadang musik/lagu dibuat oleh para fasilitator yang digunakan untuk pemanasan para peserta di pagi hari, membangkitkan semangat sebuah kelompok yang sedang macet atau berguna sebagai sebuah tanda bahwa satu sesi telah berakhir dan sesi yang lain akan mulai. Sebagai penyemangat suasana maka peserta juga dapat membuat lagu dengan lirik yang disesuaikan dengan kebutuhan kegiatan yang sedang dan akan dilakukan. Lebih baik jika spontan, dan terkait secara langsung dengan tema dan proses kelompok.
Pemilihan musik juga dapat dilihat dari musik yang sedang trend dan banyak disukai, sehingga peserta dapat menikmati permainan yang akan kita lakukan.
Presentasi Interaktif (definisi, tujuan, jenis, prosedur)
Definisi Presentasi interaktif adalah : presentasi yaitu penyajian atau pemaparan. Interaktif yaitu saling mempengaruhi atau timbal-balik (mutually). Dapat dikatakan bahwa presentasi interaktif adalah penyajian timbal balik/ bergantian antara penyaji dan pembelajar yang saling merespon. Pembelajar dapat merespon ditengah paparan penyaji, dan penyaji dapat mengembangkan respon pembelajar sepanjang masih dalam koridor pokok bahasan
Tujuan presentasi interaktif :
Memunculkan perhatian dan minat pembelajar terhadap materi yang disajikan
Mengurangi kejenuhan / kebosanan
Menggali lebih banyak pendapat, sehingga pokok bahasan menjadi lebih komprehensif
101
Berikut tujuh cara untuk menjadikan suasana presentasi menjadi lebih interaktif dengan melibatkan audiens.
1. Menyapa dan Menanyakan Kabar Audiens Dalam Pembukaan. Kata-kata sapaan sebelum penyampaian materi presentasi adalah bentuk
perhatian dan penghargaan kepada audiens. Setelah mengucapkan salam, pembicara dapat menyapa kondisi audiens dengan kata-kata “Apa kabar?” atau kalimat tertentu untuk memastikan suara pembicara seperti “Bagi peserta yang duduk di baris belakang, apakah suara saya terdengar jelas?”.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan memancing audiens untuk memberikan jawaban dan menciptakan suasana agar audiens tertarik dan mulai fokus mengikuti presentasi yang akan Anda sampaikan.
2. Mempersilakan Audiens Memperkenalkan Diri. Pembicara biasanya sudah memiliki daftar nama peserta atau audiens.
Sebelum presentasi dimulai, setelah pembicara mengenalkan diri tak ada salahnya juga untuk meminta mereka menyebutkan nama, pekerjaan dan tempat asalnya. Cara ini tidak mutlak tergantung jenis presentasi yang akan diberikan. Misalkan pada saat mengikuti training, kursus atau workshop, dengan jumlah audiens sekitar 20-30 orang dimana diantara peserta belum saling mengenal untuk membangun kedekatan sesama peserta.
3. Melontarkan Pertanyaan Tentang Tujuan dan Harapan Mengikuti Presentasi.
Setelah sesi perkenalan audiens dan sebelum presentasi dimulai, untuk membangun kedekatan antara pembicara dengan peserta pembicara dapat bertanya kepada beberapa orang audiens. Bentuk pertanyannya misalkan,“Tolong pak A, kalau boleh tahu apa tujuan bapak mengikuti program ini? Apakah sebelumnya Bapak pernah mengikuti program serupa? Apa yang Bapak harapkan setelah mengikuti program ini?” Kemudian setelah peserta memberikan jawaban atau penjelasan, pembicara dapat mengapresiasinya dengan meminta peserta lainnya bertepuk tangan. Pembicara juga dapat menuliskan harapan-harapan tersebut dan mengevaluasinya bersama dengan para peserta saat sebelum menutup presentasi di akhir acara untuk memastikan bahwa harapan tersebut sudah terpenuhi.
4. Mendorong Audiens Saling Berdiskusi Atau Saling Menilai Suatu Topik.
Topik diskusi bisa berasal misalnya dari pemutaran video pendek yang
102
relevan dengan materi presentasi dan audiens diminta membahasnya bersama-sama. Untuk mendukung hal tersebut, format presentasi dapat dibuat dalam bentuk studi kasus dan alternatif pemecahannya. Pembahasan sebuah topik dalam presentasi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu untuk masing-masing peserta atau dibuat beberapa kelompok. Jika peserta cukup banyak, sebaiknya presenter membagi audiens menjadi 2-4 kelompok. Setelah video diputar, tiap peserta atau kelompok diminta untuk menanggapi atau menyimpulkan topik tersebut. Dengan cara ini peserta akan lebih banyak melakukan aktivitas fisik seperti berdiri, berpindah tempat, mengangkat tangan, bertepuk tangan dan juga mengutarakan pendapat.
5. Meminta Tolong Audiens Membantu Pembicara Keterlibatan audiens ketika Anda menyajikan presentasi juga dapat
dilakukan dengan meminta tolong audiens untuk maju ke depan. Ketika anda menayangkan slide dan menanyakan apakah audiens setuju atau tidak dengan isinya, Anda dapat berkata, ”Tolong, Mas yang pakai baju warna biru kotak-kotak supaya ke depan. Coba hitung berapa peserta yang setuju dan berapa yang tidak setuju”. Membantu menulis di papan tulis, menghitung hasil kuis, mencatat waktu, mengambil undian atau membacakan kesimpulan adalah bentuk aktivitas lainnya yang melibatkan audiens dan menjadikan suasana presentasi menjadi lebih interaktif.
6. Memberikan Perhatian Pada Peserta yang Memiliki Momen Khusus Ada kemungkinan acara atau program presentasi yang anda berikan
waktunya bersamaan dengan waktu spesial peserta. Misalkan dari biodata audiens, anda mengetahui bahwa pada saat presentasi bertepatan dengan tanggal kelahiran salah satu audiens. Untuk menjadikan suasana presentasi menjadi interaktif, pada saat selesai presentasi Anda dapat membuat kejutan. Anda dapat mengatakan bahwa hari ini adalah hari spesial karena salah satu peserta yaitu Ibu B berulangtahun. “Silakan bu B untuk ke depan dan ini ada bingkisan di hari ulang tahun anda”. Anda memberikan hadiah ulangtahun tersebut dan meminta peserta lainnya untuk menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Bagi audiens, kejutan seperti ini merupakan kado istimewa yang bisa jadi tidak akan pernah dilupakan.
7. Memberikan Kuis Atau Permainan Singkat Berhadiah Doorprize Anda sebagai pembicara juga dapat membuat kejutan lainnya bagi
audiens selama presentasi berlangsung. Bagaimana caranya? Buatlah permainan atau kuis dan meminta audiens untuk menjawab. Supaya ada
103
unsur kejutan, jangan beritahukan ke audiens bahwa yang menjawab tepat akan mendapat doorprize. Setelah pertanyaan dilontarkan, kemungkinan ada lebih dari satu audiens yang menjawab. Jika anda hanya menyiapkan sebuah doorprize, berikan kepada salah satu peserta yang menjawab paling tepat. Dalam sebuah presentasi, tiga unsur yaitu pembicara, slide presentasi dan audiens adalah sebuah kesatuan yang tak terpisahkan. Presentasi akan terlihat menarik dan suasanya menjadi lebih interaktif apabila pembicara juga melibatkan audiens.
Demikian beberapa cara yang dapat Anda praktekkan dalam berimprovisasi dengan melibatkan audiens agar presentasi menjadi lebih interaktif dan sanggup mempertahankan fokus dan konsentrasi audiens dari awal sampai sesi akhir presentasi Anda.
Simulasi (definisi, tujuan, jenis, prosedur)
Ada beberapa definisi simulasi dari para ahli yaitu : Menurut Pusat bahasa Kemdiknas, simulasi adalah satu metode pelatihan yang memperagakan sesuatu dalam bentuk tiruan yang mirip dengan keadaan yang sesungguhnya.
Sri Anitah,W,DKK (2007) metode simulasi merupakan salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran kelompok. Proses pembelajaran yang menggunakan metode simulasi cenderung objeknya bukan benda atau kegiatan yang sebenarnya, melainkan kegiatan mengajar yang bersifat pura-pura.
Dapat kita katakan bahwa simulasi adalah metode pelatihan yang meragakan sesuatu dalam bentuk tiruan yang mirip dengan keadaan yang sesungguhnya.
Tujuan simulasi adalah untuk membantu peserta memahami situasi yang saat itu terjadi dan mampu bekerja sama untuk terlibat dalam proses kolaborasi yang efisien untuk mencapai tujuan tertentu
Ice breaker (definisi, tujuan, jenis, prosedur) Ice Breaking adalah padanan dua kata Inggris yang mengandung makna
“memecah es”. Istilah ini sering dipakai dalam training dengan maksud menghilangkan kebekuan-kebekuan di antara peserta latihan, sehingga mereka saling mengenal, mengerti dan bisa saling berinteraksi dengan baik antara satu dengan yang lainnya. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan status, usia, pekerjaan, penghasilan, jabatan dan sebagainya akan menyebabkan terjadinya dinding pemisah antara peserta yang satu dengan yang lainnya. untuk melebur dinding-dinding penghambat tersebut, diperlukan sebuah proses ice breaking.
104
Tujuan ice breaker dilakukan untuk: a. Meningkatkan semangat para peserta b. Memotivasi mereka untuk sesi yang selanjutnya c. Mencapai tingkat konsentrasi yang lebih tinggi untuk kegiatan
selanjutnya d. Mengganti sebuah latihan dari yang murni kegiatan intelektual ke
kegiatan yang lebih melibatkan rasa/indera. e. Terciptanya kondisi-kondisi yang setara antara sesama peserta dalam
forum training. f. Menghilangkan sekat-sekat pembatas di antara peserta. g. Terciptanya kondisi yang dinamis di antara peserta
Kegiatan ini harus dipersiapkan dengan baik, petunjuk diberikan dengan jelas dan dilakukan dengan segera. Banyak permainan orang dewasa yang diangkat dari ice breaker. Penggunaan mereka sepenuhnya tergantung pada jenis kelompok, pengaturan, dan suasana hati kelompok. Fasilitator yang berpengalaman akan mampu menentukan kapan menerapkan tiap permainan. Contohnya, untuk menbangunkan para peserta di pagi hari, mengganti subjek, memperbarui konsentrasi setelah makan siang dan lain-lain. Idealnya, harus ada hubungan antar sebuah ice breaker dengan proses workshop. Contohnya, sebuah permainan kerjasama seperti terobosan dan refleksi mengenai kerjasama sebagai sebuah prinsip workshop yang
105
diharapkan. Untuk beberapa latihan, jika jumlah peserta banyak, fasilitator dapat membagi pleno menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil.
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Saat Ice Breaking
1. Seorang pelatih haruslah mempunyai naluri (feeling) khusus yang kuat ketika melakukan proses ice breaking. Ia harus tahu saat peserta sudah lebur atau belum dan masih harus dileburkan. Ketika peserta belum lebur namun ice breaking sudah dihentikan, hal ini akan menyusahkan sewaktu penyajian materi berikutnya.
2. Saat melakukan ice breaking, seorang pelatih harus sudah dapat mendeteksi, (minimal beberapa orang dari peserta sudah masuk dalam memorinya) tentang potensi awal, sikap, sifat dan “karakteristik special” seorang peserta.
3. Waktu yang disediakan untuk melakukan ice breaking sangat kondisional, tergantung kepada tingkat keleburan peserta.
4. Menimbulkan kesan positif, seorang pelatih haruslah dipandang oleh peserta dalam pandangan yang positif, baik dari segi pendapat, sikap, sifat dan interaksinya dengan peserta, karena tidak menutup kemungkinan nanti seorang pelatih akan menjadi tempat “curhat” paling dipercaya bagi peserta yang mengalami persoalan-persoalan khusus.
Jenis ice breaker di sini dibagi dalam dua jenis yaitu, ice breaker tanpa media dan ice breaker dengan media. Ice breaker tanpa media dapat diartikan permainan pendinginan otak dengan tidak menggunakan media di luar anggota tubuh. Sedangkan Ice breaker dengan media dapat menggunakan media apa saja sehingga permainan lebih hidup.
Role play (definisi, tujuan, jenis, prosedur) Bermain peran adalah teknik yang berguna untuk menganalisa tema-tema yang berbeda berdasarkan pada situasi yang nyata dan sebenarnya. Mereka bisa digunakan dalam penghubung dengan kegiatan papan yang divisualkan dalam menampilkan masalah-masalah dan memperlihatkan hasil kerja kelompok. Bermain peran dan debat sering kali jadi latihan yang paling diingat dalam kegiatan VIPP.
Langkah-Langkah Bermain Peran 1. Dalam memilih sebuah topik, hubungannya dengan tema proses
kelompok dan workshop harus jelas.
2. Anda tidak membutuhkan skenario tertulis atau kostum, ataupun waktu persiapan yang lama.
106
3. Bicarakan mengenai topik, bertukar ide mengenai bagaimana tiap orang merasakannya, pengalaman apa yang berhubungan dengannya, dan bagaimana ini bisa dipahami oleh tiap orang.
4. Aturlah semua ide yang dinyatakan pada sebuah papan pin dan letakkan mereka dalam urutan tertentu yang mana bisa dilakukan.
5. Tentukan siapa yang akan memainkan tiap peran
6. Hati-hati merencanakan waktu anda. Sebuah permainan peran 5 sampai 10 menit biasanya cukup untuk menyampaikan maksudnya.
7. Latihan singkat jga disarankan untuk memastikan setiap orang dapat bicara cukup keras dan jelas, penggunaan gerakan dan pengenalan properti untuk membuat situasi lebih nyata dan lebih lucu serta menarik perhatian.
Keterangan: teknik-teknik tersebut berguna untuk memulai diskusi mengenai sebuah topik dan memperdalam pemahaman para peserta mengenai sebuah topik. Mereka bisa juga digunakan untuk menyimpulkan sebuah diskusi kelompok, menyatukan hasil dan menampilkannya pada pleno. Sebuah permainan peran bisa didukung oleh hasil-hasil visual kerja kelompok, ditampilkan secara visual dan dipakai untuk mendukung poin-poin utama diskusi berikut ini. Evaluasi setelah sebuah permainan peran harus berfokus pada sikap, fungsi dan cara berpikir yang telah direpresentasikan dan bukan pada kemampuan berakting para peserta. Sangat penting untuk menggaris bawahi jika ini merupakan simulasi dan hindari kritik secara personal.
Meta plan
Meta plan adalah sebuah sistem dalam mengumpulkan dan mengorganisir informasi atau ide-ide kedalam kolaborasi lingkungan kelompok. Jenis strategi Meta plan adalah mengumpulkan ide atau informasi kedalam kartu, mengelompokkan kartu-kartu tersebut sesuai dengan karakteristik yang dibutuhkan dengan menggunakan system klaster.
Meta plan bermetafora menjadi sebuah metode moderasi fasilitasi dalam bentuk kartu dengan berbagai bentuk dan warna yang berfungsi untuk menuangkan gagasan, ide dari peserta pelatihan/forum diskusi yang kemudian dari gagasan-gagasan itulah didapatkan sebuah solusi dari sebuah permasalahan yang didiskusikan.
Metode moderasi meta plan terbukti efektif untuk mencapai pemahaman bersama dalam diskusi kelompok. Kata “efektif” disini berarti ganda. Pertama, berarti ekonomis waktu. Ketika menggunakan metaplan, hasil
107
yang dicapai lebih cepat dibanding dengan metode diskusi lainnya. Kedua, efektif memiliki arti peserta lebih terlibat aktif dalam diskusi, karena setiap orang idealnya menuliskan pendapatnya di kartu meta plan tersebut. Meta plan adalah sesuatu yang colorful, unik dan useful. Bagi sebagian orang yang berprofesi sebagai fasilitator, trainer atau coacher terbiasa mendengar dan menggunakan meta plan.
Pengumpulan Kartu Tujuan: untuk mengumpulkan kartu dengan cepat, seperti cermin kolektif, divisualkan dan diatur pada sebuah papan pin.
Deskripsi:
1. Fasilitator memvisualkan pertanyaan yang akan dijawab. Dia membagikan kartu persegi panjang dengan jumlah yang sama kepada tiap peserta. Jika lebih dari satu kategori ide yang akan dikumpulkan pada waktu yang bersamaan, (contohnya: kesempatan dan masalah, pencapaian dan kegagalan) tiap kategori harus diwakili oleh warna yang berbeda.
108
2. Para peserta memikirkan dan menulis kartu-kartu mereka dalam dia sesuai dengan aturan menulis. Mereka dapat menulis pada kartu-kartu di atas pangkuan mereka tanpa meninggalkan pleno.
3. Saat semua sudah selesai, kartu yang dikumpulkan diletakkan di atas lantai,kartu-kartu diletakkan di lantai, menghadap ke bawah di tengah-tengah kelompok, dan diacak. Kartu-kartu dengan warna berbeda harus ditumpuk sendiri-sendiri.
4. Fasilitator mengangkat tiap kartu sehingga terlihat jelas oleh para peserta dan dapat dibaca isinya. Kartu-kartu yang tidak jelas artinya, atau yang tidak ditulis dengan baik, akan ditulis ulang segera. Demikian, fasilitator tidak pernah bertanya siapa yang menulis krtu tersebut. Klarifikasi dari dari diskusi kelompok. Penulis kartu dapat secara suka rela menunjukkan dirinya dan menjelaskan atau menulis ulang kartu.
5. Fasilitator kemudian memasang kartu pada papan yang telah dibungkus dengan kertas pembungkus. Fasilitator berurusan dengan satu kategori atau warna pada satu waktu. Pada permulaan dia memasangkan kartunya berjauhan, bertanya pada peserta apakah tiap kartu termasuk dalam klaster yang sama atau tidak. Fasilitator memasangkan ide-ide yang berhubungan dalam klaster yang sama, sesuai dengan petunjuk para peserta.
6. Kartu duplikat tidak boleh dibuang karena tiap kartu adalah kepunyaan seseorang dan duplikasi mengungkapkan pentingnya ide tersebut untuk kelompok.
7. Setelah semua kartu dipasang pada papan, para peserta mengkaji klaster-klaster dan memperbaiki, mengatur ulang, dan memberi label, menggunakan warna-warna dan bentuk yang berbedauntuk judul klaster. Jika tidak ada diskusi lebih lanjut yang mungkin mengubah klaster-klaster tersebut, makan klaster –klaster itu dapat digambar pada awan dan kartu-kartu tersebut ditempelkan pada kertas.
8. Jika diinginkan, klaster-klaster tersebut dapat diprioritaskan dengan memberikan bulatan-bulatan dengan jumlah tertentu oleh setiap peserta pada kartu judul klaster atau pada kartu di dalam klaster. Contohnya, fasilitator dapat meminta para peserta untuk mengelompokkan dalam klaster wilayah masalah yang paling penting untuk diatasi, tiga topik paling penting dalam latihan berikutnya pada kerja kelompok, dll.
Aturan Dasar Pengumpulan Kartu 1. Visualkan pertanyaan, perjelas dan tulis ulang, jika diperlukan
2. Berikan petunjuk yang jelas dan divisualkan mengenai jumlah kartu dan kode warna untuk kategoti-kategori ide yang berbeda.
109
3. Berikan waktu yang cukup untuk menulis dan minta para peserta untuk meletakkan kartu di atas lantai dengan menghadap ke bawah.
4. Acak dan pilih tiap warna/ kategori, lakukan dengan satu warna/kategori dalam satu waktu
5. Baca tiap kartu dengan keras, perlihatkan pada peserta. Minta para relawan untuk menulis ulang kartu yang tidak jelas atau tulisannya jelek. Jangan pernah bertanya siapa yang menulis kartu tersebut dan jangan membuang kartu-kartu duplikat.
6. Kelompokkan kartu-kartu tersebut berdasarkan saran para peserta.
7. Jaga agar klaster-klaster terpisah dengan rapi agar ada banyak ruang untuk klaster baru atau untuk memindahkan kartu dari satu klaster ke klaster lain.
8. Sepakati konsensus mengenai label atau judul klaster dan untuk judul gunakan kartu dengan warna atau bentuk berbeda.
9. Batasi klaster dengan bentuk awan menggunakan spidol tebal setelah semua diskusi selesai.
10.Tempelkan kartu-kartu pada kertas pembungkus setelah diskusi selesai pada akhir sesi.
Aturan Untuk Penulisan Kartu
Tulis hanya satu ide per kartu agar ide –ide dapat dikelompokkan sesuai klaster.
Tulis hanya tiga baris pada tiap kartu dan bentuklah blok kata-kata
Gunakan kata kunci dan bukan kalimat utuh
Tulislah huruf dengan berukuran besar baik untuk huruf kapital maupun huruf kecil, agar kata-kata anda dapat dibaca dari jarak 10 meter.
Belajar untuk menulis dengan jelas dan gunakan sisi terlebar dari spidol, bukan ujungnya.
Gunakan 2 ukuran penulisan untuk membedakan poin-poin pokok.
Gunakan ukuran, bentuk, dan warna kartu yang berbeda beda untuk mengatur hasil diskusi secara kreatif.
Ikuti kode warna yang dibuat untuk kategori ide yang berbeda-beda.
Keterangan: Pengumpulan kartu ini efisien tapi membutuhkan perhitungan waktu. Jika Anda mempunyai sebuah kelompok terdiri dari 20 orang, batasi maksimal 3 kartu untuk tiap orang (satu ide satu kartu). Ini akan membutuhkan 40 sampai 60 menit untuk mengelompokkan kartu tapi Anda
110
akan mendapat titik awal untuk kerja kelompok yang lebih lanjut mengenai analisis masalah, dan lain-lain. Jangan berlebihan menggunakan teknik ini karena akan menjadi membosankan
Pada situasi tertentu, saat waktu terbatas atau saat para peserta membutuhkan pemanasan, anda bisa mulai pengelompokan dan kemudian meminta relawan untuk mengambil alih, dua atau tiga paling banyak. Berikan petunjuk yang jelas mengenai cara memegang dan membaca kartu serta menyelesaikan satu kartu dalam satu waktu. Para peserta bisa berkumpul di sekitar papan untuk memberi bimbingan yang lebih baik kepada mereka yang mengelompokkan.
Pengaturan Ruang Pelatihan Bergantung pada besarnya kelompok dan jenis kegiatan, satu ruangan besar dibutuhkan untuk sesi pleno dan ruang-ruang terpisah atau ruang berperedam suara yang layak untuk kerja kelompok. Biasanya meja tidak dibutuhkan. Harus ada kursi dengan jumlah yang jelas untuk peserta yang hadir. Kursi-kursi diletakkan melingkar atau setengah lingkaran, tergantung pada jumlah papan pin yang dibutuhkan untuk bagian-bagian program yang berbeda beda. Kursi mudah dipindahkan. Tanpa meja mobilitasnya lebih besar: para peserta dapat berdiri dengan mudah dan mengungkapkan diri melalui gerak tubuh; membuat kelompok yang lebih kecil; berpindah tempat; menuju papan pin; mengambil materi yang dibutuhkan; mencari bantuan dari fasilitator; dan lain-lain. Meja-meja menjadi sebuah halangan untuk interaksi dan komunikasi kelompok.
Ruangan untuk kerja kelompok harus berisi kursi-kursi. Meja bisa berguna bila diletakkan di samping agar bisa menggambar dan menilis di atas permukaan kertas tapi harus dihindari saat bekerja sebagai kelompok pada papan pin. Tiap kelompok mengambil tanggung jawab untuk mengatur papan pin dan materi yang diperlukan.
Jika ruangan berkarpet kelompok bisa didorong untuk duduk di atas lantai untuk mencapai tingkat informalitas yang lebih tinggi, dengan demikian membuka pertukaran antara para peserta.
Dalam pleno, beberapa meja dapat diletakkan sepanjang dinding atau di sudut di mana mereka tidak mempengaruhi lingkaran kursi-kursi. Meja-meja tersebut dibutuhkan untuk meletakkan materi visualisasi, materi bacaan, dan materi yang dibawa oleh para peserta untuk demonstrasi. Tim fasilitasi dapat menggunakan satu meja untuk persiapan kertas-kertas dan kartu-kartu untuk visualisasi pertanyaan, tugas dan kesimpulan.
111
b. Pemilihan Jenis Teknik Fasilitasi Jenis teknik fasilitasi bermacam-macam dan dapat digunakan. Tetapi seringkali teknik fasilitasi tidak sesuai dengan tema yang sedang diangkat.
Langkah yang harus dilakukan oleh fasilitator adalah : - Memahami tema/materi yang sedang dibicarakan
- Menggunakan prinsip relevansi yang artinya keterkaitan. Pemilihan hendaknya relevan atau ada kaitannya dengan tema/ materi yang sedang diberikan.
- Identifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam tema/materi.
- Perhatikan jumlah dan ruang lingkup yang cukup memadai sehingga mempermudah peserta bergerak.
Mc Kee et al (2009) menyampaikan bahwa metode VIPP dapat juga digunakan untuk melatih para fasilitator dan educator. Metode VIPP dapat digabungkan dengan metode partisipasi lain sehingga variasi metode bisa didapatkan dengan tujuan yang berbeda.
Perkenalan yang menarik dan interaktif dalam ITC DRR Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak sayang, semua kegiatan yang diawali dengan mengenal satu dengan yang lain akan sangat bermakna dalam kualitas interaksi antar individu. Dalam metode VIPP, perkenalan yang diharapkan adalah jenis perkenalan interaktif dan atraktif karena untuk kelanjutannya partisipasi antar individu akan sangat diperlukan untuk mencapai tujuan.
Salah satu contoh yang selalu dilakukan dalam kegiatan ITC DRR adalah dengan menggunakan teknik “soulmate”. Prosedur yang dilakukan:
1. Semua peserta menuju playground dan membentuk 2 lingkaran dimana satu lingkaran ada di dalam lingkaran lain. Teknik yang digunakan membentuk lingkaran bisa menggunakan tanggal lahir, bulan lahir, tahun lahir, asal kota, lama bekerja, dll
2. Dengan menggunakan music, peserta berjalan memutar sesuai dengan lingkarannya dan arah lingkaran yang satu dengan yang lain berlawanan.
3. Setelah itu musik berhenti, dan peserta diminta untuk menutup matanya dan hening sejenak. Fasilitator dapat memberikan pengantar dengan memberikan renungan alasan mengikuti training, bisa juga mengulas fear and expectation yang sudah dilakukan.
4. Kemudian fasilitator mulai menghadapkan peserta berlawanan antara kedua lingkaran. Fasilitator juga dapat membantu memindah peserta apabila perlu. Mata peserta masih dalam keadaan tertutup.
112
5. Setelah semua telah mendapatkan pasangan, mata peserta boleh dibuka dan langsung melihat pasangan masing-masing yang berhadapan. Fasilitator mengumumkan bahwa itu adalah soulmate mereka.
6. Fasilitator mempersilakan peserta dan pasangannya untuk duduk dan memulai perkenalan. Perkenalan antar soulmate meliputi pemberian nama unik ke pasangan yang diambil dari kata sifat, asal institusi, nomor telepon, email, hal yang disukai dan yang tidak disukai.
7. Kemudian fasilitator mempersilakan 1 pasangan untuk memperkenalkan soulmate-nya di depan kelas, setelah itu menuliskannya di whiteboard setelah perkenalan selesai.
8. Perkenalan tidak harus diselesaikan saat itu, bisa dilanjutkan pada kesempatan lain dalam pelatihan.
Pengenalan Media yang Digunakan dalam ITC-DRR Dalam pelaksanaan kegiatan ITC-DRR, teknik yang paling dominan digunakan adalah dengan melibatkan partisipasi peserta. Untuk membuat peserta dapat berpartisipasi aktif, maka fasilitator menggunakan media yang menarik, atraktif, dan inovatif.
Ada banyak media yang bisa digunakan, akan tetapi dalam kegiatan fasilitasi dalam ITC DRR biasanya fasilitator menggunakan standar media tertentu, seperti
1. Play ground
2. Media visual
a. Long board Long board ini merupakan papan panjang yang terbuat dari gabus tebal yang bisa berdiri secara vertical maupun horisontal. Long board ini digunakan untuk media:
Mood meter Idea park Window escape Fear and expectation Ground rules
b. White board c. LCD Projector d. Flip chart dan kertasnya e. Sticky notes f. Spidol
113
3. Media audio
Sound system lengkap
Lagu dari bermacam genre
4. Media audio visual
Film Mr Bean
Film Titanic
Pengenalan Games yang Digunakan ITC-DRR Dalam pelaksanaan kegiatan ITC-DRR, games merupakan teknik fasilitasi yang paling vital. Fasilitator menggunakan games dalam memberikan kesimpulan, menjelaskan kegiatan, membentuk kelompok, menyelesaikan masalah, dan lain-lain.
114
Games yang paling umum dan sering digunakan dalam ITC-DRR adalah sebagai berikut
1. Titanic 2. Animal fun 3. 007 4. Hunter 5. Urutan bulan lahir
Hal yang paling penting untuk digarisbawahi adalah, penggunaan games dapat digunakan oleh fasilitator secara dinamis dan inovatif. Fasilitator bahkan dapat menggunakan games yang tidak sesuai rencana apabila menemukan situasi yang di luar dugaan dengan tujuan untuk mencapai sasaran yang diinginkan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Samsudin, et al (2016) dapat disimpulkan bahwa VIPP merupakan suatu metode yang sangat vital untuk menciptakan perubahan penting di dalam suatu kelompok. Melibatkan dan mengajak serta orang dalam kelompok dapat memotivasi mereka untuk membuat keputusan sendiri. VIPP bisa digunakan secara luas, tidak memandang usia, ras, kelompok tertentu atau latmemotar belakang yang berbeda.
Samsudin, et al (2016) juga menambahkan bahwa pada VIPP semua peserta dianggap sebagai ‘knower’ dan trainer adalah seorang fasilitator yang memotivasi peserta untuk belajar memalui pengalaman dan pengetahua yang disharekan satu dengan yang lain. Melalui proses ini, peserta membangun percaya diri, harga diri, dan kapabilitas untuk bekerja dalam kelompok secara efektif, dengan cara yang interaktif dan menarik. Meskipun kemampuan kognitif dan gaya belajar tiap orang berbeda, VIPP bisa dilaksanakan pada semua itu.
115
IX. RANGKUMAN Teknik VIPP merupakan teknik fasilitasi yang membuat situasi tidak menjadi kaku dan mampu mencairkan suasana terhadap perbedaan usia, kultur dan tingkatan dalam suatu kelompok . Dalam modul ini peserta diharapkan mampu mempelajari teknik fasilitasi dan menggunakan media yang sesuai.
X. DAFTAR PUSTAKA :
1. Kamera, M., Mukanda, E. 2001. Participatory Management in Basic Education. UNESCO Manual Book.
2. McKee, N., Salas, M.A., Shahzadi, N., Tillmann, H.J. 2009. Visualization in Participatory Programmes (VIPP): Taking stock of its diffusion and impact. Journal of
Communication for Development and Social Change A Global Journal: Vol.2, No.4.
3. Johani R, metode ZOPP, https://riadjohani.wordpress.com/tag/metode-vipp/, Long Life Learning
4. Schnelle,E. The Metaplan-method : Communication Tools for Planning and Learning Groups, Metaplan-GmbH.,1979-Business communication- 63 pages.
5. Samsudin, S., et al. 2016. Engaging Youth and School Children In Health Promotion Activities: A four year experience in Malaysia.
6. Sulistianto Y.H, http://www.presentasi.net/author/yudhi/, 24 juni 2014
7. Unicef, Visualisation In Participatory Programmes (VIPP), Bangladesh,1993.
116
Materi Inti IV EVALUASI
I. DESKRIPSI SINGKAT
Evaluasi sebagai suatu bentuk penilaian terkait pelatihan fasilitator ITC-DRR ini secara umum mempunyai 2 tujuan, yaitu 1). Untuk mendorong dan mengoptimalkan kapasitas kandidat fasilitator dalam mencapai Kompetensi yang diinginkan, 2). Sebagai suatu instrumen penyaring untuk menyeleksi kandidat. Jika akan digunakan sebagai instrumen untuk mendorong dan menstimulasi kapasitas kandidat fasilitator, maka sistem evaluasi akan diterapkan bukan di akhir proses pelatihan, melainkan diimplementasikan di sepanjang proses pelatihan; pencapaian hasil evaluai kandidat akan dijabarkan kepada kandidat, disertai feedback berupa saran dan masukan yang konstruktif pada waktu yang tepat untuk memperbaiki dan meningkatkan performa selanjutnya. Dengan demikian sistem evaluasi yang diterapkan akan sangat berperan tidak hanya sebagai instrumen penilaian tetapi juga instrumen pembelajaran. Metode yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah ceramah, tanya jawab, curah pendapat dan penugasan.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum :
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan evaluasi proses pembelajaran pada pelatihan
B. Tujuan Pembelajaran Khusus : Setelah mengikuti materi ini peserta mampu : 1. Menentukan indikator, waktu dan metode evaluasi pelatihan 2. Melakukan evaluasi kegiatan belajar mengajar di tiap awal dan akhir hari
pelatihan 3. Melakukan evaluasi kegiatan belajar mengajar di akhir penyelenggaraan
pelatihan 4. Melakukan evaluasi kepada masing-masing individu peserta
III. Pokok Bahasan : Dalam modul ini dibahas poko bahasan sebagai berikut : 1. Indikator, waktu dan metode evaluasi pelatihan
a. Poin penilaian:
Kesesuaian materi dengan tujuan pembelajaran
Cara penyampaian narasumber
Pemahaman peserta terhadap materi
Keaktifan kelompok pada saat diskusi kelompok
117
b. Metode evaluasi:
Permainan
Instrumen penilaian
Pemberian reward
Role play
c. Waktu evaluasi:
2. Evaluasi Harian: a. Evaluasi Awal hari
i. Poin penilaian:
Observasi visual kejadian pada hari sebelumnya
Pengamatan apa yang didengar sehari sebelumnya
Menilai tools, equipment, serta metode yang dipakai pada hari sebelumnya.
ii. Metode evaluasi:
Paparan berupa video/foto/slideshow Tanya Jawab
b. Evaluasi Akhir Hari i. Poin Penilaian:
Penilaian mengenai Perasaan peserta mengenai pelatihan selama satu hari
ii. Metode Penilaian: Mood Meter
3. Evaluasi Akhir Pelatihan a. Poin Penilaian:
Penilaian apakah pelatihan memenuhi ekspektasi sesuai dengan hasil inventarisir ekspektasi di awal pelatihan
Penilaian apakah pelatihan menghilangkan ketakutan sesuai dengan hasil inventarisir ketakutan di awal pelatihan
Penilaian tentang keseluruhan pelatihan (fasilitator, pembicara, materi, dan lain-lain)
b. Metode Evaluasi: Pertanyaan Angket dijawab dengan simulasi
4. Evaluasi Fasilitator kepada peserta a. Poin Penilaian:
Keaktifan peserta
Latar belakang peserta b. Metode penialain:
Observasi harian
118
1. Pokok Bahasan 1 : Indikator, Waktu dan Metode Evaluasi Pelatihan
Pelatihan saat ini banyak dilaksanakan di berbagai instansi bahkan sampai ke masyarakat dilakukan pelatihan. Apapun bentuk pelatihannya akan sangat bermanfaat jika dilakukan sevaluasi, agar kita dapat melihat sejauh mana hasil pelatihan yang dilakukan. Apakah sudah sesuai dengan metode yang dilakukan ataukah perlu peningkatan dan perubahan?.
Pemahaman terhadap pengertian evaluasi itu sendiri juga dapat berbeda-beda dari beberapa pakar. Istilah dari evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, tetapi kata itu sendiri adalah resapan dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran. Evaluasi meliputi mengukur dan menilai yang dapat digunakan sebagai kebutuhan pengambilan keputusan.
Indikator Evaluasi a. Kognitif Ada 6 jenjang yang mencakup bidang kognitif yaitu : pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. Keenam indikator yang terkait bidang kognitif ini mencakup kekuatan mental/proses berpikir.
b. Afektif Untuk bidang afektif meliputi sikap dan nilai yaitu :
1. Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan) 2. Responding ( menanggapi) 3. Valuing ( menilai atau menghargai) 4. Organization (mengatur atau mengorganisasikan) 5. Characterization bay a value or value complex ( karakterisasi dengan suatu
nilai atau kelompok nilai)
c. Psikomotor Bidang Psikomotor merupakan bidang yang berkaitan dengan skill (keterampilan) atau kemampuan seseorang setelah menerima pembelajaran sebagai aksi tindakan).
Untuk mendapatkan hasil yang baik maka dalam pembelajaran perlu disesuaikan tujuan pembelajaran dengan materi yang disajikan. Dalam hal ini tugas fasilitator juga dapat membantu narasumber dalam mencapai tujuan yang diharapkan melalui metode fasilitasi yang ada sebagai usaha dalam membantu menyesuaikan materi dengan tujuan pembelajaran. Untuk hal ini maka ada baiknya panitia memberikan TOR terlebih dahulu kepada narasumber apa yang diharapkan dari sebuah pelatihan serta bagaimana cara penyampaian narasumber dalam memberikan materi. Apakah narasumber perlu menggunakan alat bantu sebagau bantuan dalam penyampaian materi. Ini berguna sebagai bahan evaluasi agar
119
peserta mampu dengan mudah menyerap apa yang disampaikan oleh narasumber.
Indikator terhadap materi, narasumber, fasilitator, peserta dan cara penyampaian serta teknik fasilitasi akan menjadi unsur penilaian terhadap keberlangsungan suatu pelatihan.
Kirkpatrick memberikan 4 level dalam penilaian evaluasi, yaitu
A. Selama pelatihan level 1 Reaction (Reaksi) dan level 2 Learning (Belajar)
B. Selesai pelatihan level 3 Behavior (Perilaku) dan level 4 Results (Hasil)
Level 1, Reaction (Reaksi) : Mulai dengan mengidentifikasi bagaimana Anda akan mengukur reaksi. Contohnya seperti pertanyaan-pertanyaan berikut :
- Apakah para peserta merasa bahwa pelatihan itu berguna untuk mereka?
- Apakah mereka berpikir bahwa itu kegiatan itu sukses?
- Apa kekuatan terbesar dari pelatihan, dan kelemahan terbesarnya ?
- Apakah mereka suka tempat dan gaya presentasi narasumber?
- Apakah sesi latihan mengakomodasi gaya belajar pribadi mereka?
Level 2, Learning (Belajar) :
Untuk mengukur pembelajaran, mulai dengan mengidentifikasi apa yang Anda inginkan untuk mengevaluasi. (Hal ini bisa menjadi perubahan dalam pengetahuan, keterampilan, atau sikap). Ini sering membantu untuk mengukur baik sebelum dan sesudah pelatihan. Jadi, sebelum pelatihan dimulai, menguji peserta untuk menentukan pengetahuan mereka, tingkat keterampilan, dan sikap. Setelah pelatihan selesai, menguji peserta untuk kedua kalinya untuk mengukur apa yang telah mereka pelajari, atau mengukur pembelajaran dengan wawancara atau penilaian verbal.
Level 3, Behavior (Perilaku):
Hal ini dapat menantang untuk mengukur perilaku secara efektif. Ini adalah kegiatan jangka panjang yang harus dilakukan minggu atau bulan setelah pelatihan awal.
Pertimbangkan pertanyaan-pertanyaan ini:
- Apakah peserta menempatkan setiap dari mereka belajar untuk digunakan?
- Peserta mampu mengajarkan pengetahuan baru, keterampilan, atau sikap mereka kepada orang lain?
- Peserta menyadari bahwa mereka telah mengubah perilaku mereka?
- Salah satu cara terbaik untuk mengukur perilaku adalah dengan melakukan observasi dan wawancara dari waktu ke waktu.
120
Level 4, Result (Hasil):
Dari semua tingkatan, mengukur hasil akhir dari pelatihan ini adalah mungkin yang paling mahal dan memakan waktu. Tantangan terbesar yaitu mengidentifikasi hasil, manfaat, atau hasil akhir terkait paling erat dengan pelatihan, dan datang dengan cara yang efektif untuk mengukur hasil ini dalam jangka panjang.
Berikut adalah beberapa hasil untuk mempertimbangkan, tergantung pada tujuan dari pelatihan Anda:
- Peningkatan retensi karyawan.
- Peningkatan produksi.
- Moral yang lebih tinggi.
- Mengurangi kegiatan yang tidak bermanfaat.
- Peningkatan penjualan.
- Peringkat kualitas yang lebih tinggi.
- Meningkatkan kepuasan pelanggan.
- Lebih sedikit staf mengeluh.
Keempat level dalam Kirkpatrick ini mencakup semua indikator yang disebutkan diatas. Walaupun dalam penatalaksanaannya level 3 dan 4 jarang dilakukan, kecuali membutuhkan suatu penelitian tertentu.
Metode Evaluasi Ada beberapa metode yang digunakan yaitu pada tahap penerapan untuk melihat kemampuan peserta dalam penguasaan materi maka dapat digunakan instrumen penilaian yang dapat diisi oleh masing-masing peserta baik sebelum dan sesudah selesai pelatihan. Dapat juga berupa permainan agar peserta tidak merasa jenuh dalam membaca pertanyaan. Permainan dapat berupa kelompok dengan menggunakan musik dan lagu serta memberikan hadiah sebagai perangsang terhadap semangat peserta dalam melakukan kegiatan evaluasi tersebut.
Waktu juga perlu dipertimbangkan saat melakukan evaluasi dengan cara bermain, agar tidak terfokus hanya pada bermainnya tetapi kita ingin melihat apa yang sudah dicapai dan belum dicapai, serta tidak mengganggu jalannya pembelajaran berikutnya.
2. Pokok Bahasan 2 : Evaluasi Harian
a. Evaluasi Awal Hari Pada evaluasi awal hari maka, peserta dibagi menjadi kelompok kecil yang
terdiri dari 4 orang dan diberi tugas selama sehari untuk membantu lancarnya pembelajaran hari tersebut. Selain membantu kegiatan dihari itu, mereka juga bertugas di awal kegiatan untuk memberikan presentasi kegiatan dan materi
121
apa saja yang sudah dilakukan pada hari sebelumnya. Mereka akan diberi lencana.
Satu kelompok terdiri dari 4 lencana :
- Lencana Mata ( Eyes)
- Menceritakan apa yang dilihat selama pelatihan berlangsung di hari sebelumnya
- Lencana Telinga (Ears) Menceritakan apa yang didengar selama pelatihan berlangsung pada har
sebelumnya
- Lencana Mekanik (Mechanic) Menceritakan alat apa saja yang digunakan dalam membantu jalannya pembelajaran dihari sebelumnya
- Lencana Pembantu ( Housekeeping) Menceritakan apa saja yang dapat membantu kegiatan selama proses pembelajaran dilakukan dihari sebelumnya.
Tujuan kegiatan ini untuk membuat sebuah metode partisipatif yang teratur untuk umpan balik yang sedang berlangsung pada proses kelompok Dalam memberikan presentasi, keempat orang tersebut dapat melibatkan peserta lainnya untuk bersama-sama mengingat materi sebelumnya.
Selain menggunakan slideshow maka kelompok tersebut dapat memilih peralatan yang bisa dipakai untuk membuat presentasi tersebut menjadi lebih hidup dan interaktif. Mereka dapat menggunakan metodologi VIPP yang mereka suka, mengumpulkan informasi dari peserta yang lain. Secara normal, mereka bertemu segera setelah sesi pada hari tersebut, melaksanakan evaluasi dan menampilkan temuan mereka keesokan harinya, segera sebelum sesi baru dimulai. Setelah selesai bertugas maka kelompok ini kemudian mengoper
122
lencana mereka ke sebuah tim evaluasi baru dan prosesnya berlanjut sampai hari terakhir kegiatan
b. Evaluasi Akhir Hari Pada akhir hari, kita dapat mengevaluasi peserta dari apa yang dirasakan peserta sehari mengikuti pembelajaran. Jika sesuai dengan materi dan narasumber serta dapat difasilitasi dengan baik maka peserta akan merasa puas menikmati proses belajar hari itu.
Fungsi moodmeter untuk pengukuran suasana hati dan atmosfer kelompok yang subjektif dan harian. Hal ini tidak secara langsung dihubungkan dengan isi kegiatan.
Deskripsi: pada permulaan kegiatan, sebuah bagan dipersiapkan dengan hari-hari dan sesi-sesi program yang lengkap, ditulis dalam garis horisontal. Dalam sebuah kolom vertikal paling tidak tiga simbol suasana hati yang berbeda divisualkan-contohnya, wajah-wajah yang mengekspresikan kegembiraan,
123
tidak peduli dan marah/frustrasi. Sebagai alternatif, indikator banyaknya jumlah kartu/ kertas dapat digunakan. Tiap peserta diminta untuk menempatkan sebuah bulatan individu pada garis dengan emosi yang mereka rasakan pada akhir setiap hari atau sesi. Para fasilitator menggambar sebuah garis melalui tengah-tengah bulatan-bulatan untuk tiap hari dan dengan melakukannya, setiap hari ada rekaman yang nampak mengenai perasaan kelompok yang dapat berguna sebagai topik refleksi dan diskusi mengenai “pasang” dan “surut”-nya kelompok.
Kita tidak dapat membuat kesimpulan mengenai dinamika kelompok hanya berdasarkan bulatan-bulatan pada moodmeter tersebut saja. Ini hanya merupakan alat untuk mendeteksi kemungkinan keberhasilan atau ketidakkepuasan serta tingkat energi, hasilnya harus diuji dalam pleno jika memungkinkan.
3. Pokok Bahasan 3 : Evaluasi Akhir Pelatihan
Tujuan dari evaluasi akhir pelatihan adalah untuk tiba pada kesimpulan di antara para peserta mengenai kekurangan dan kelebihan sebuah kegiatan, untuk menentukan jika kegiatan ini sudah mencapai objektifnya, dan menarik beberapa kesimpulan untuk program-program di masa datang.
Metode Ada beberapa metode melakukan evaluasi akhir :
a. Pasca Evaluasi Mengenai Harapan dan Ketakutan Pada awal setiap kegiatan, harapan para peserta dapat dikumpulkan melalui proses pengumpulan kartu-kartu. Contohnya, para peserta diajak menulis kartu mengenai 2 atau 3 hal yang paling penting mereka secara personal harapkan tercapai pada kegiatan tersebut. Mereka juga disuruh menulis kartu mengenai hal-hal yang mereka paling takutkan akan terjadi dan ingin dihindari. Kartu-kartu dikumpulkan dan dianalisa melalui koleksi kartu dan metode klaster biasa. Mereka kemudian disisihkan sampai akhir workshop saat mereka dipakai dalam proses evaluasi.
Satu cara adalah dengan mengubah pertanyaan “harapan” dan “ketakutan” pada permulaan sebuah kegiatan menjadi dua bagan terpisah berisi hal-hal yang akan dievaluasi oleh para peserta. Pertanyaan-pertanyaan untuk memandu asesmen ini adalah: apakah kita mampu menghindari ketakutan berikut ini? Apakah kita mampu mencapai harapan kita? Untuk menjawab pertanyaan itu, para peserta menempatkan jawaban untuk tiap faktor pada skala satu sampai tujuh.
Untuk menghindari bias yang disebabkan oleh tekanan kelompok, faktor-faktor tersebut dapat diberi nomor dan para peserta diminta meletakkan nomor-
124
nomor tersebut pada sebuah kartu dan secara tanpa nama meletakkan nilai satu (terburuk) sampai tujuh (terbaik) disamping setiap nomor. Kartu-kartu kemudian dikumpulkan oleh komite evaluasi dan nilai-nilai tersebut dipasang pada papan agar setiap orang bisa melihat sebelum mereka meninggalkan lokasi workshop.
b. Kuisioner yang Divisualkan Satu lagi variasi adalah dengan membagikan kuesioner yang belum ditata yang sudah disiapkan para fasilitator. Ini merupakan evaluasi akhir yang pribadi dan tanpa nama. Kuesioner yang belum ditata yang sama dapat divisualkan pada bagan dan ditampilkan sebagai hasil akhir kelompok. Walaupun evaluasi dilakukan dengan tanpa nama, fakta bahwa ini divisualkan memungkinkan diskusi akhir mengenai kegiatan dengan pertukaran ide yang harusnya dipertimbangkan saat menuliskan laporan atau merencanakan kegiatan di masa mendatang.
c. Pengumpulan Kartu Satu lagi bentuk evaluasi adalah meninta peserta menjawab dua pertanyaan akhir pada kartu-kartu dengan warna yang berbeda: “Apa yang aku suka?” pada satu kartu, dan “Apakah yang aku tidak suka?” pada kartu lainnya. Bentuk evaluasi final ini mengikuti langkah-langkah umum dari pengumpulan kartu. Sebuah pelengkap untuk evaluasi akhir terstruktur adalah dengan memberikan pertanyaan tambahan: “Ini dapat dilakukan dengan lebih baik dengan…?”
Angket dengan simulasi Para peserta diberi pertanyaan dari bagaimana materi, fasilitator, narasumber, panitia, tempat kegiatan, makanan, secara keseluruhan dan apakah dapat digunakan bila peserta kembali ke daerahnya. Pertanyaan ditampilkan dalam sebuah power point dan setiap menjawab satu pertanyaan maka ada yang akan memimpin gerakan dari sebuah lagu dan seluruh peserta mengikuti gerakan tersebut. Begitu seterusnya sampai akhir pertanyaan dan tiap pertanyaan bergantian yang akan menjadi pemimpin gerakan. Hasil yang dicapai akan dibuat garis-garis dilantai dengan menggunakan persentase dari 0%, 25%, 50%, 75%, 100% dan 125%. Para peserta akan berkumpul pada garis 0% dan mengikuti gerakan lagu sampai kepada garis yang masing-masing peserta setujui berapa persen pertanyaan tersebut dapat mereka kategorikan. Ini mungkin akan bias karena bisa saja peserta yang satu akan mengikuti temannya yg berkelompok dibandingkan hanya dia sendiri dalam persen yang dia pilih.
Tetapi situasi ini cukup interaktif dan tidak membuat peserta jenuh saat dilakukan evaluasi.
125
4. Pokok Bahasan 4 : Evaluasi Fasilitator Kepada Peserta Dalam pelatihan kita akan menemukan berbagai peserta yang datang dari bebagai budaya dan latar belakang yang berbeda. Jika anggota-anggota kelompok datang dari budaya yang berbeda beda, fasilitator mempunyai kesempatan untuk membentuk dialog antar budaya, mengkomunikasikan dan belajar persepsi dan solusi yang berbeda-beda dari satu sama lain dan tiba pada konsensus kreatif dalam rencana-rencana tindakan. Perbedaan ini dapat menjadi masukan pada fasilitator dalam mengevaluasi peserta dan bagaimana peserta mampu aktif dalam kegiatan pembelajaran . Perbedaan budaya seringkali menjadi hambatan dalam proses peleburan peserta dalam satu kelompok. Dengan melakukan observasi harian maka fasilitator dapat mengevaluasi peserta dengan melihat budaya dan latar belakang peserta dari pekerjaan dan tingkatan peserta. Apakah perbedaan tingkatan juga menjadi penyebab peserta tidak mampu melebur utk aktif dalam pelatihan .
Fasilitator dapat mengevaluasi peserta lewat observasi yang dilakukan setiap hari dengan melihat bagaimana keaktifan peserta dalam kelompok kecil maupun kelompok besar di kelas. Bagaimana peserta mampu menerima teknik dan metode yang dilakukan oleh fasilitator dalam menjalankan tiap sesi pembelajaran. Observasi ini dapat dibagi ke masing-masing fasilitator sesuai dengan jumlah peserta dan jumlah fasilitator. Ini dilakukan agar fasilitator memiliki waktu dalam mengobservasi peserta dengan jumlah yang tidak teralu banyak.
IV. RANGKUMAN Sebagai pembanding dan melihat keberhasilan suatu kegiatan maka dibutuhkan evaluasi, baik terhadap kegiatan itu secara keseluruhan juga terhadap pembicara, fasilitator dan peserta itu sendiri. Bahkan terhadap tempat dan apa yang ada didalamnya sebagai kebutuhan saat kegiatan perlu dievaluasi, guna melihat apakah terjadi penurunan atau peningkatan dari kegiatan tersebut. Dalam modul ini peserta diharapkan dapat memahami teknik-teknik evaluasi apa saja yang dibutuhkan dalam kegiatan ini.
XI. DAFTAR PUSTAKA : 1. Arikunto, S. (2002). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara
2. Kirkpatrick.J, Kirkpatrick. W.K, The Kirkpatrick Four Levels : A Fresh Look After 50 years 1959-2009., April 2009
3. Unicef, Visualisation In Participatory Programmes (VIPP), Bangladesh,1993.
126
Top Related