MO DEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMB ING MELALUI
LAB RIIL DAN VIRTUIL DITINJAU DARI GAYA BELAJAR
DAN KEMAMPUAN BERPIKIR ABSTRAK
( Studi Kasus Pembelajaran Fisika pada Topik Suhu dan Kalor Kelas X,
Semester 2 SMA Negeri I Pati Tahun Pelajaran 2008/2009 )
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Pendidikan Sains
Minat Utama Fisika
Oleh:
SUDARMI
NIM: S830908146
PRO GRAM PASC A SARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
ii
MO DEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMB ING MELALUI
LAB RIIL DAN VIRTUIL DITINJAU DARI GAYA BELAJAR
DAN KEMAMPUAN BERPIKIR ABSTRAK
( Studi Kasus Pembelajaran Fisika pada Topik Suhu dan Kalor Kelas X,
Semester 2 SMA Negeri I Pati Tahun Pelajaran 2008/2009 )
Disusun oleh :
SUDARMI
NIM: S830908146
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Dewan Pembimbing :
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I Dra. Suparmi, MA, Ph.D ....................... ...................
NIP. 195209151976032001
Pembimbing II Dr. Sarwanto, M.Si ....................... ...................
NIP. 196909011994031002
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Sains
Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd NIP. 195201161980031001
iii
MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING MELALUI
LAB RIIL DAN VIRTUIL DITINJAU DARI GAYA BELAJAR
DAN KEMAMPUAN BERPIKIR ABSTRAK
( Studi Kasus Pembelajaran Fisika pada Topik S uhu dan Kalor Kelas X, Semester 2 SMA Negeri I Pati Tahun Pelajaran 2008/2009 )
TESIS
oleh :
SUDARMI
NIM: S830908146
Telah disetujui oleh Tim Penguji Jabatan Nama Tanda tangan Tanggal Ketua : Prof. Dr. H. Widha Sunarno,M.Pd ........................ ................... NIP 19520116 198003 1001 Sekretaris : Drs. Cari,MA.M .Sc. Ph.D ........................ .................. NIP. 196103061985031002 Anggota Penguji : 1. Dra. Suparmi, MA, Ph.D ....................... ................... NIP. 195209151976032001 2. Dr. Sarwanto,M.Si ....................... ................... NIP. 196909011994031002
Mengetahui Direktur Ketua Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Sains
Prof. Drs. Suranto, M .Sc, Ph.D. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd. NIP 195708201985031004 NIP 195201161980031001
xv
ABSTRACT Sudarmi, S 830908146. 2009. Guided Inquiry Teaching and Learning Model Through Real and Virtual Lab Viewed from Learning Style and the Ability of Abstract Thinking to the Learning Achievement. ( Physics Case Study on the Topic of Temperature and Calorie for Grade X, Semester 2, SMAN 1 Pati, Academic Year 2008/2009). Thesis: Post-Graduate Program of “Universitas Sebelas Maret” Surakarta. The purposes of the research are to find: 1) the difference of student achievement between guided inquiry teaching and learning models through real and virtual lab, 2) the difference of student achievement between student who has high and low abilities of abstract thinking, 3) the difference of student achievement between student who has kinesthetic and visual learning style, 4) the interaction between guided inquiry teaching and learning model through real and virtual lab with learning style to physics learning achievement, 5) the interaction between guided inquiry teaching and learning model through virtual lab with the ability of abstract thinking to the physics learning achievement, 6) the interaction between guided inquiry teaching and learning model through real lab and the ability of abstract thinking and learning style to physics learning achievement, 7) the interaction between guided inquiry teaching-learning model through virtual lab, learning style and abstract thinking ability to the achievement. The research was carried out from Mart 2009 to December 2009 in SMAN 1 Pati, Year 2008/2009. The number of population classes were chosen for experiment consisted of 9 classes with 339 students. The sample consisted of, 2 classes taken using cluster random sampling technique. The data was collected using test method for student achievement and questioner for student’s ability of abstract thinking and student ‘ learning style. The hypotheses were using ANOVA with 2x2x2 factorial design and continued by Scheffe Tes From data analysis, it is concluded that: 1) there is differences in student achievement between guided inquiry teaching and learning models through real and virtual lab since Fcount = 13,874 with probability (p) = 0.000. Since p < 0.05; 2) there is not differences in student achievement between student who has high level of abstract thinking ability and low level, since P = 0.183 > α = 0.05; 3) there is not differences in student achievement between student who kinesthetic and visual learning styles, since P = 0.835 > α = 0.05; 4) there is no interaction between guided inquiry teaching-learning model through virtual lab with learning style physics learning achievement because P = 0.835 > α = 0.05; 5) there is no interaction between guided inquiry teaching-learning model and abstract thinking ability on physics learning achievement because P = 0.852 > α = 0.05; 6) there is no interaction between guided inquiry teaching-learning model through real lab of abstract thinking ability with learning style on physics learning achievement because P = 0.555 > α = 0.05; 7) there is no interaction between guided inquiry teaching-learning model through virtual lab with learning style and abstract thinking ability on learning achievement because P = 0.447 > α = 0.05.
xiv
ABSTRAK Sudarmi, S 830908146. 2009. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Melalui Lab Riil dan Virtuil Ditinjau dari Gaya Belajar dan Kemampuan Berfikir Abstrak terhadap Prestasi Belajar. ( Studi Kasus Pembelajaran Fisika pada Topik Suhu dan Kalor Kelas X, Semester 2 SMA N I Pati Tahun Pelajaran 2008/2009 ).Tesis : Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta Tujuan dari penelitian ini adalah : untuk mengetahui 1) perbedaan prestasi siswa antara model pembelajaran inkuiri terbimbing melalui lab riil dan lab virtuil, 2) perbedaan prestasi siswa antara kemampuan berfikir abstrak tinggi dan rendah, 3) perbedaan prestasi antara gaya belajar kinestetik dan visual, 4) interaksi antara model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar fisika, 5) interaksi antara model pembelajaran inkuiri terbimbing dan kemampuan berfikir abstrak terhadap prestasi belajar fisika, 6) interaksi antara kemampuan berfikir abstrak dan gaya belajar terhadap prestasi belajar fisika. 7) interaksi antara model pembelajaran inkuiri terbimbing, gaya belajar dan kemampuan berfikir abstrak terhadap prestasi belajar fisika. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Desember Tahun Pelajaran 2008/2009, tempat penelitian : di SMA N 1 PATI. Jumlah Populasi 9 kelas terdiri dari 339 siswa diambil 2 kelas eksperimen menggunakan teknik random sampling. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah eksperimen, sebagai variabel bebasnya adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing melalui lab riil dan virtuil, variabel atributnya adalah kemampuan berfikir abstrak dan gaya belajar, sedang variabel terikatnya prestasi belajar. Data penelitian diambil dari tes untuk kemampuan berfikir abstrak dan prestasi sedangkan gaya belajar dengan mengisi angket. Analisis data dengan menggunakan Analisis Varians (ANOVA) 3 jalan dengan desain faktorial 2x2x2.
Dari analisis data dapat disimpulkan: 1) terdapat perbedaan prestasi siswa antara model pembelajaran inkuiri terbimbing melalui lab riil dan lab virtuil, didapat nilai F hitung = 13,874 dengan probabilitas (p) = 0,000. Model pembelajaran lab riil lebih unggul bila dibandingkan model pembelajaran lab virtuil, 2 tidak ada pengaruh kemampuan berfikir abstrak terhadap prestasi belajar fisika, karena P= 0,183 > =0,05, 3) tidak ada perbedaan gaya belajar kinestetik dan visual terhadap prestasi belajar fisika, karena P= 0,835 > =0,05, 4) tidak ada interaksi model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar fisika, karena P= 0,785 > =0,05, 5) tidak ada interaksi model pembelajaran inkuiri terbimbing dan kemampuan berfikir abstrak terhadap prestasi belajar fisika, karena P= 0,852 > =0,05, 6) tidak ada interaksi antara kemapuan berfikir abstrak dan gaya belajar terhadap prestasi belajar fisika karena P= 0,555 > =0,05, 7) tidak ada interaksi antara model pembelajaran inkuiri terbimbing, gaya belajar dan kemampuan berfikir abstrak terhadap prestasi. Karena P= 0,447 > =0,05,
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama : Sudarmi
NIM : S830908146
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis saya berjudul Model
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Melalui Lab Riil dan Virtuil di Tinjau dari
Berpikir Abstrak dan Gaya Belajar. (Studi Kasus Siswa Kelas X SMA Negeri 1
Pati Materi Suhu dan kalor Tahun Pelajaran 2008/2009) adalah benar-benar karya
sendiri. Hal hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda kutipan dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukt i pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sangsi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya
peroleh tersebut.
Surakarta, Januari 2010
Yang membuat pernyataan
Sudarmi
v
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul “Model Pembelajaran
Inkuiri Terbimbing Melalui Lab Virtuil dan Riil di Tinjau dari Berpikir Abstrak
dan Gaya Belajar” Studi kasus Pembelajaran Fisika untuk meningkatkan Prestasi
Belajar Materi Suhu dan Kalor pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Pati. Tesis ini
disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Magister
Pendidikan Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Berhasilnya usaha penyelesaian penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D, sebagai direktur Program Pascasarjana UNS
yang telah memberikan fasilitas kepada penulis dalam menempuh pendidikan
di Program Studi Pendidikan Sains.
2. Prof. Dr. H. Widha Sunarno, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Sains Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Dra. Suparmi, Ph.D selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan
dan arahan sehingga Tesis ini dapat diselesaikan.
4. Dr. Sarwanto, M.Si, selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan
dan arahan sehingga Tesis ini dapat diselesaikan.
vi
5. Drs. Haryono, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Problematika
Pembelajaran Sains yang juga ikut membimbing dalam penyusunan Tesis
6. Para dosen program studi Pendidikan Sains yang telah memberikan materi
penyusunan Tesis.
7. Sunarno, S.Pd, suami tercinta dan anak-anaku (Dhina Permatasari dan Tofan
Rizki Anggraita) yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada
penulis untuk menyelesaikan studi di Pascasarjana UNS.
8. Berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam penyusunan Tesis ini.
Penulis sangat berhutang budi atas segala kebaikan yang telah Bapak/Ibu
berikan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan atas budi baik
Bapak/Ibu. Akhirnya penulis sangat mengharap bimbingan dan arahan dari
berbagai pihak, terutama pembimbing agar tesis dapat diselesaikan dengan baik.
Surakarta, Januari 2010
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING............................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ..................................................... iii
PERNYATAAN ......................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
DAFTAR ISI .............................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xiii
ABSTRAK .................................................................................................... xiv
ABSTRACT ............................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................... 6
C. Pembatasan Masalah ............................................................... 6
D. Perumusan Masalah ................................................................. 7
E. Tujuan Penelitian .................................................................... 8
F. Manfaat Penelitian ................................................................... 9
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori ............................................................................ 10
viii
1. Belajar dan Teori-teori belajar ............................................. 10
a. Pengert ian Belajar ........................................................ 10
b. Teori Belajar ................................................................... 12
2. Inkuiri terbimbing ................................................................ 19
3. Metode eksperimen ............................................................ 23
4. Penerapan Laboratorium ...................................................... 25
5. Penalaran abstrak ................................................................. 29
6. Gaya belajar.......................................................................... 30
7. Media ................................................................................. 33
8. Prestasi belajar ................................................................... 37
9. Hakekat Fisika .................................................................... 42
10. Materi Pembelajaran .......................................................... 44
B. Penelitian yang Relevan ........................................................... 56
C. Kerangka Berpikir .................................................................... 58
D. Hipotesis .................................................................................... 61
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel ................................................................. 62
B. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 62
C. Metode Penelitian ...................................................................... 63
D. Variabel Penelitian .................................................................... 64
E. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 67
F.Instrumen Penelitian .................................................................... 67
1. Instrumen Penelitian ............................................................ 67
ix
2. Instrumen Pengambilan Data............................................... 67
3. Uji Coba Instrumen ............................................................. 68
G. Teknik Analisa Data ………………………………………….. 81
1. Uji Prasyarat Analisis ........................................................... 81
a. Uji Normalitas .............................................................. 81
b. Uji Hom ogenitas ............................................................. 81
2. Uji Hipotesis......................................................................... 82
3. Uji Lanjut ………………………………………………. 82
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.
A. Deskripsi Data .......................................................................... 87
B. Pengujian Prasyarat Analisis........................................................ 92
C. Pengujian Hipotesis Penelitian .................................................... 94
D. Pembahasan Hasil Analisis ...................................................... 97
E. Keterbatasan Penelitian ............................................................... 106
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................................. 107
B. Implikasi Penelitian ................................................................ 108
C. Saran-saran .............................................................................. 109
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 112
LAMIRAN-LAMPIRAN.............................................................................. 117
x
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Skala Termometer ................................................................................ 43
Gambar 2. 2 Perbandingan Skala Termometer ......................................................... 44
Gambar 2.3 Pemuaian Panjang ................................................................................. 45
Gambar 2.4 Pemuaian Gas ........................................................................................ 46
Gambar 2.5 Anomali Air ........................................................................................... 48
Gambar 2. 6 Perubahan W ujud ................................................................................. 49
Gambar 2.7 Perpindahan Kalor Secara Konduksi ..................................................... 50
Gambar 2.8 Perpindahan Kalor Secara Konveksi..................................................... 52
Gambar 2. 9 Kalorimeter ........................................................................................... 55
Gambar 4.1 Histogram Distribusi Frekuensi Nilai tes Kelas Lab Riil
(Sebelum Perlakuan) ............................................................................ 87
Gambar 4.2 Histogram Distribusi Frekuensi Nilai tes kelas Lab Virtul
(Sebelum Perlakuan) ........................................................................... 87
Gambar 4.3 Histogram Distribusi Frekuensi Nilai tes Kelas Lab Rii
(Setelah Per lakuan ) ............................................................................. 89
Gambar 4.4 Histogram Distribusi Frekuensi Nilai tes Kelas Lab
Riil (Setelah Perlakuan) ....................................................................... 89
Gambar 4.5 Histogram Distribusi Frekuensi Nilai tes Kelas Lab
Riil (Setelah Perlakuan) ....................................................................... 95
x
zDAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Nilai Fisika Tes Kognitif ................................................................ 2
Tabel 3.1 Jadwal Penel itian .......................................................................... 63
Tabel 3.2. Rancangan Penelitian ....................................................................64
Tabel 3.3 Rangkuman Hasil uji Validitas Instrumen Penilaian kognitif .....69
Tabel 3.4 Interpretasi Nilai r11 ............................................................................................................ 71
Tabel 3.5 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penilaian ko gnitif ...71
Tabel 3.6 Interpretasi Indeks Kesukaran Soal (IK) ........................................72
Tabel 3.7 Rangkuman Taraf Kesukaran Soal Instrumen Penilaian Kognitif 73
Tabel 3.8 Tabel Nilai Daya Pembeda Soal ...................................................74
Tabel 3.9 Rangkuman Hasil Uji Daya Beda Soal Instrumen Penilaian
Kognitif ..........................................................................................................74
Tabel 3.10 Rangkuman Hasil uji Validitas Instrumen Kemampuan Berpikir
Abstrak ............................................................................................................75
Tabel 3.11 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Kemampuan Berpikir
Abstrak ............................................................................................................75
Tabel 3.12 Rangkuman Taraf Kesukaran Soal Instrumen Kemampuan Berpikir
Abstrak ...........................................................................................................76
Tabel 3.13 Rangkuman Hasil Uji Daya Beda Soal Instrumen Kemampuan
Berp ikir Abstrak .............................................................................................76
Tabel 3.14 Rangkuman Hasil Uji Validitas Instrumen Gaya Belajar ..........78
Tabel 3.15 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Gaya Belajar ..........79
xi
Tabel 3.16 Rangkuman Taraf Kesukar an Soal In strumen Gaya Belajar ........80
Tabel 3.17 Rangkuman Hasil Uji Daya Beda Soal In strumen Gaya Belajar ..82
Tabel 3.18 Ana lisis Varians (2 x 2 x 2) ..........................................................86
Tabel 4.1 Data tes prestasi Kelas Lab Riil dan Virtuil sebelum perlakuan ....86
Tabel 4.2 Data Prestasi Belajar Fisika Berdasarkan Metode, Gaya Belajar
Dan Kemampuan ............................................................................................88
Tabel 4.3 Data Disrubisi Pristasi Kelas Lab Riil ( Sesudah Perlakuan ) ......88
Tabel 4.4 Data Distribusi Pristasi Kelas Lab Virtuil (Sesudah Perlakuan) ...89
Tabel 4.5 Data Siswa Yang Mempunyai Kemampuan Abstrak Tinggi Dan
Rendah ............................................................................................................90
Tabel 4.6 Data Siswa Yang Mempunyai Gaya Belajar Kinestetik Dan
Visual ..............................................................................................................91
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas ......................................................................92
Tabel 4.8 Hasil Uji Homogen ita .....................................................................93
Tabel 4.9 Tabel Hasil Pengujian ...................................................................93
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Pendidikan Nasional berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang dasar 1945. Sebagai perwujudan cita-
cita tersebut telah diterbitkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun
1989. Kemudian diperbaruhi dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor
20 Tahun 2003 pada Bab II Pasal 3 menyebutkan “Pendidikan bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif dan mandiri. Sistem Pendidikan Nasional bertujuan untuk menjadikan
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Jadi pendidikan nasional
tidak saja berusaha menghasilkan manusia Indonesia yang berpengetahuan dan
berketrampilan, tetapi juga mampu memberi manfaat bagi masyarakat dan bangsa.
Menurut Permen Diknas no 20 tahun 2003 ”Salah satu prinsip dalam
melaksanakan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah peserta didik
secara aktif ikut dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) dengan baik sehingga
menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi, untuk dapat melanjutkan ke jenjang
pendidikan tinggi kelak dapat bermanfaat terhadap dirinya sendiri maupun orang
lain”. Siswa yang akan melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dipersiapkan
melalui program pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Guru tidak hanya
berpengetahuan luas tentang materi pembelajaran yang dikuasai, guru juga harus
2
mampu merancang dan mengelola pembelajaran, memilih pendekatan model
pembelajaran, metode, media pembelajaran yang tepat, memahami karakteristik
siswa, memanfaatkan sumber sarana yang ada, memanfaatkan alat dan bahan
praktikum, sehingga pembelajaran akan menyenangkan dipandang dari sudut
siswa.
Prestasi hasil belajar siswa masih rendah, belum sesuai yang diharapkan,
hal ini didukung oleh data prestasi hasil belajar siswa kelas X SMA N I Pati
semester I dan II tahun pelajaran 2007/2008, rata - rata kurang dari 75 %.
Tabel 1.1 Nilai Fisika Tes Kognitif Tes Semester Genap SMA N I Pati Tahun
Pelajaran 2007/2008
Kelas X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
Nilai
Smt I
56,2 65,5 61,2 70,1 55,9 66,2 61,6
Nilai
Smt II
66,5 61,5 65,3 69,2 64,3 59,9 65,3
Sumber: Dokumen SMAN I Pati
Hal ini disebabkan beberapa faktor yaitu kurangnya motifasi atau minat
siswa dalam belajar Fisika. Fisika dianggap pelajaran yang sulit pelajaran yang
membosankan, atau kurangnya profesionalisme guru dalam memilih metode
mengajar mungkin bisa juga disebabkan dari sistim kurikulum pendidikan. Dari
faktor siswa hal ini disebabkan kurang motivasi atau minat, kurang latihan
sehingga anak merasa sulit bosan, sehingga pelajaran Fisika dianggap pelajaran
yang sulit membosankan dan sekaligus menakutkan.
3
Dari faktor guru salah satunya adalah disebabkan model pembelajaran
yang kurang variatif dan tidak menarik. Sepert i diketahui selama ini,
kecenderungan guru dalam mengajar menggunakan metode yang konvensional
yaitu ceramah masih tinggi meskipun beberapa metode inovatif sepert i diskusi,
TGT, demonstrasi, eksperiment sudah disosialisasikan. Kemungkinan faktor
kurikulum, yaitu ketersediaan waktu dan materi yang tidak seimbang (padat),
sehingga guru cenderung menggunakan metode konvensional (ceramah) dengan
harapan materi cepat habis dan tuntas. Dan faktor motivasi anak untuk belajar
fisika juga sangat rendah. Dari faktor guru dan siswa yang tidak mengopt imalkan
fasilitas sarana prasana (laboratorium) yang dimiliki.
Hal inilah yang menjadi kendala bagi para guru untuk mengembangkan
metode eksperimen, inkuiri, diskusi informasi, pembelajaran kooperatif kurang
diminati karena menyita waktu cukup banyak. Guru lebih menekankan pada
menjelaskan materi yang jelas anak jelas, materi bisa selesai dan hasil UN dapat
maksimal. Inilah yang menjadi alasan kenapa guru menggunakan metode belajar
konvensional.
Sekarang tampaknya sudah ada perubahan. Sesuai Undang-undang No 20
Tahun 2003 Pasal 1 tentang sistim pendidikan nasional memberikan peluang
diterapkanya kurikulum berbasis kompetensi yaitu KBK. Kurikulum ini menuntut
diterapkanya model pembelajaran yang lebih inovatif yaitu lebih berbasis siswa
aktif (Student centered model) sebagai pengganti model konvensional (ceramah).
Telah disebutkan di atas bahwa penyebab keberhasilan siswa itu sangat
banyak, sangat kompleks dan sulit kalau harus meneliti semua aspek karena
4
memerlukan waktu dan biaya yang tidak sedikit dan hasilnya tidak begitu jelas
(kabur) maka penelitian ini dibatasi pada tiga aspek saja yaitu: 1) metode
pembelajaran; 2) ditinjau dari kemampuan berfikir abstrak; dan 3) gaya belajar
siswa.
Model pembelajaran yang diharapkan para ahli IPA adalah model
pembelajaran yang membuat siswa akt if, mencari, menemukan dan akhirnya
mengambil kesimpulan sendiri. ”Salah satu model yang membuat siswa aktif dan
dapat meningkatkan motivasi dan prestasi belajar adalah pembelajaran dengan
metode inkuiri terbimbing” (Moh Amin, 1987: 127) Metode pembelajaran inkuiri
memungkinkan siswa menggunakan proses mentalnya sepert i merumuskan
masalah, merancang eksperimen, melakukan pengumpulan dan menganalisis data
dan menarik kesimpulan, mempunyai sikap obyektif, terbuka dan menemukan
konsep atau prinsip ilmiah. Sesuai teori belajar yang dikemukakan oleh Brunner.
Teori ini mengemukakan bahwa model pembelajaran penemuan sesuai dengan
hakiki manusia yang mempunyai sifat selalu ingin mencari ilmu pengetahuan,
secara aktif memecahkan masalah dari invormasi yang diperolehnya dan akirnya
mendapat pengetahuan yang lebih bermakna. Teori belajar ini mempunyai
beberapa kelebihan antara lain: 1) pengetahuan yang diperoleh akan lebih lama; 2)
konsep-konsep yang diperoleh melalui penemuan mudah disesuaikan dengan
kondisi baru; 3) meningkatkan penalaran siswa; 4) membekali siswa dengan
prosedur prakt ik dalam memecahkan masalah.
Pada penelitian ini akan dicobakan metode inkuiri terbimbing melalui
laboratorium virtuil dan laboratorium riil ditinjau dari kemampuan berfikir abstrak
5
dan gaya belajar terhadap prestasi belajar Fisika pada materi Suhu dan kalor.
Perbedaanya terletak pada teknik dan kadar bimbingan yang diberikan guru saat
proses belajar mengajar. Pada pembelajaran inkuiri ini melalui lima fase sintaks.
Fase 1) identifikasi persoalan; fase ke 2) pengumpulan data untuk verivikasi,
siswa diminta untuk melakukan percobaan (eksperimen) dengan alat dan bahan
yang sudah disediakan dengan bantuan LKS dan dilaksanakan di laboratorium dan
yang lain dengan media animasi komputer atau power point dengan bantuan LKS
dilaksanakan di dalam kelas; fase ke 3) pengumpulan data dan eksperimen; fase 4)
mengolah hasil eksperimen; dan fase 5) m enarik kesimpulan.
Keberhasilan dalam pembelajaran Fisika selain ditentukan metode
pembelajaran juga dipengaruhi oleh faktor lain. Peneliti melihat dari kemampuan
berfikir abstrak dan gaya belajar. Menurut Singgih D. Gunarso ”kemampuan
abstrak dapat memikirkan kemampuan yang abstrak, mengambil kesimpulan dan
menduga apa yang terjadi dari suatu pernyataan”. (Singgih D. Gunarso, 1997:
159).
Bertolak dari latar belakang: 1) cakupan materi yang luas dan alokasi
waktu yang tidak sesuai; 2) SMA Negeri I pati sudah mempunyai fasilitas ICT
lengkap; 3) siswa – siswa Negeri I Pati termasuk anak yang inputnya bagus tetapi
prestasi belajarnya belum sesuai yang diharapkan. Maka penulis terdorong untuk
mengadakan penelitian dengan judul “Model pembelajaran inkuiri terbimbing
melalui lab virtuil dan lab riil ditinjau dari kemampuan berfikir abstrak dan gaya
belajar siswa“. Inilah alasan pemilihan judul dengan harapan dengan model ini
6
anak-anak lebih semangat, kreatif termotifasi dan harapanan mampu
meningkatkan prestasi belajar.
B. Identifikasi Masalah
Dari uraian di atas maka dapat diident ifikasikan beberapa masalah
berkaitan dengan prestasi belajar sebagai berikut:
1. Masih relatif rendahnya perolehan nilai atau hasil belajar fisika, hal ini dapat
dilihat dari hasil tes semester 1 tahun 2008/2009
2. Rendahnya motivasi untuk belajar fisika karena guru belum melibatkan
siswa berperan akt if dalam proses belajar mengajar
3. Masih rendahnya pemanfaatan laboratorium sebagai kegiatan belajar
mengajar
4. Masih tingginya guru dalam menyampaikan materi dengan model konven-
sional yaitu metode ceramah
5. Padatnya kurikulum pendidikan nasional sehingga guru hanya mengejar
target kurikulum tidak m emperhatikan ketrampilan prosesnya
6. Masing-masing siswa mempunyai karakteristik dalam belajar namun guru
belum memperhatikan dalam kegiatan belajar mengajar
7. Fisika dianggap materi yang sulit dan tidak menyenangkan karena terkesan
hanya terdapat rumus-rumus tanpa adanya variasi mengajar yang
menyenangka
8. Materi fisika di SMA sangat kom plek baik yang bersifat teoritis dengan
penalaran kognitif maupun empiris memerlukan praktikum.
7
C . Pembatasan Masalah
Berdasarkan ident ifikasi masalah di muka dan agar penelitian ini lebih
terfokus dan terarah, maka dibatasi pada masalah-masalah sebagai berikut:
1. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas X semester 2 SMAN I pat i tahun
pelajaran 2008/2009
2. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian dibatasi pada
pembelajaran Inkuirí terbimbing dengan menggunakan laboratorium riil dan
virtul yang dibagi menjadi dua kelom pok eksperimen.
3. Gaya belajar siswa dibatasi gaya belajar visual dan kinestetik yang diperoleh
dari hasil angket
4. Kemampuan berfikir abstrak dibatasi pada tinggi dan rendah melalui tes
kognitif
5. Pemahaman konsep dibatasi pada suhu dan kalor.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, ident ifikasi masalah dan pembata
san masalah t ersebut di atas, sehingga dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah ada perbedaan prestasi belajar antara penggunaan model
pembelajaran Inkuiri terbimbing melalui laboratorium riil dan virtuil?
2. Apakah ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mempunyai gaya
belajar Visual dan Kinestetik ?
3. Apakah ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mempunyai tingkat
kemampuan berfikir abstrak tinggi dan rendah?
8
4. Apakah ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran inkuiri
terbimbing dan gaya belajar terhadap peningkatan prestasi belajar ?
5. Apakah ada interaksi antara penggunaan model pembelajaran inkuiri
terbimbing dan kemampuan berfikir abstrak terhadap peningkatan prestasi
belajar?
6. Apakah ada interaksi antara gaya belajar dan tingkat kemampuan berfikir
abstrak terhadap peningkatan prestasi belajar?
7. Apakah terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran inkuiri
terbimbing, gaya belajar dan kemampuan berfikir abstrak terhadap
peningkatan prestasi belajar?
E. Tujuan Penelitian
Dari perumusan masalah maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui:
1. Perbedaan prestasi belajar antara penggunaan model pembelajaran Inkuiri
terbimbing melalui laboratorium riil dan virtuil
2. Perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mempunyai gaya belajar Visual
dan kinestetik
3 Perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mempunyai tingkat kemampuan
berfikir abstrak tinggi dan rendah
4 Interaksi antara penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan gaya
belajar terhadap prestasi belajar
9
5 Interaksi antara penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing dan
kemampuan berfikir abstrak terhadap peningkatan prestasi
6 Interaksi antara gaya belajar dan tingkat kemampuan berfikir abstrak terhadap
peningkatan prestasi
7 Interaksi penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing, gaya belajar dan
kemampuan berfikir abstrak terhadap peningkatan prestasi
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru maupun siswa dalam
pembelajaran. Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis:
a. Untuk menambah dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan dalam
kehidupan sehari-hari dari konsep- konsep atau teori-teori Suhu dan Kalor
b. Sebagai acuan dan bahan pert imbangan untuk penelitian lanjutan
2. Manfaat Prakt is:
a. Memberikan dorongan kepada pengajar untuk menggunakan metode
mengajar yang tepat
b. Sebagai bahan acuan bagi para praktisi pendidikan dan pengelola
pendidikan untuk penelitian metode pembelajaran inkuiri lebih lanjut
c. Sebagai bahan masukan bagi pengelola pendidikan dalam memberikan
dorongan kepada guru dalam melakukan kegiatan belajar mengajar
yang berdasarkan pada pembelajaran Inkuiri.
10
d. Sebagai bahan acuan bagi para guru dalam mendesain model
pembelajaran yang berorientasi pada guru sebagai fasilitator dalam proses
belajar mengajar.
10
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN PERUMUSAN
HIPO TESIS
A. Kajian Teori
1. Belajar dan Teori-teori Belajar
a. Pengertian Belajar
Pengert ian belajar Menurut Winlkel (1996: 53) dalam bukunya psikologi
pengajaran ”Belajar adalah suatu akt ivitas mental/psikis, yang berlangsung dalam
interaksi dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap”. Perubahan itu bersifat
secara relatif konstan dan berbekas. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar
memiliki pengertian yang luas, bisa berupa keterampilan fisik, verbal, intelektual,
maupun sikap. Menurut Gage (1984) dalam bukunya Ratna Wilis Dahar (1989:
11) ” Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana suatu organisme
berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Sementara itu, pengertian
tentang belajar itu sendiri berbeda-beda menurut teori belajar yang dianut
seseorang.
Menurut pandangan yang tradisional atau pendapat lama, bahwa belajar
adalah menambah atau mengumpulkan sejumlah pengetahuan. Peserta didik
diibaratkan sebagai botol kosong yang siap diisi hingga penuh dengan berbagai
pengetahuan. Selain itu, peserta didik diberikan bermacam-macam materi
pelajaran dalam rangka memperoleh pengetahuan baru atau menambah
pengetahuan yang telah dimilikinya (Sihotang, 1997). Pendapat yang lebih
11
modern menganggap bahwa belajar merupakan kegiatan mental seseorang
sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Perubahan tersebut dapat dilihat ket ika
siswa memperlihatkan tingkah laku baru, yang berbeda dari tingkah laku
sebelumnya. Selain itu, perubahan tingkah laku tersebut dapat dilihat ketika
seseorang memberi respon yang baru pada situasi yang baru (Gledler, 1986).
Menurut Percival dan Ellington (1984 ) yang dikutip Diknas KTSP
(2008:3 ) ” Proses belajar yang berbentuk kotak hitam ( black box ). Masukan
(input) terdiri dari orang, informasi, dan sumber lainya. Keluaran (output) terdiri
orang/peserta didik”. Diantara masukan dan keluaran terdapat Black box yang
berupa proses belajar atau pendidikan”. Proses belajar ada masukan dan keluaran,
misalnya masukan segala informasi ilmu yang baru dan hasilnya berupa
penguasaan ilmu itu sendiri. Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Pramana
(2001: 155-156). ”Belajar merupakan proses komunikasi. Dalam proses
kom unikasi tersebut, penyampain pesan tidak selamanya sukses, maka dalam
pembelajaran isi dan cara yang digunakan harus jelas dan bermakna. Untuk
memperkecil miskomunikasi digunakan alat peraga”. .
Belajar mengajar merupakan proses yang rumit karena tidak sekedar
menyerap informasi dari guru, tetapi mellibatkan berbagai kegiatan maupun
tindakan yang harus dilakukan, terutama bila menginginkan hasil yang baik sesuai
dengan tujuan. Dalam belajar akan terjadi perubahan semakin banyak kemampuan
yang diserap semakin banyak pula perubahan yang dialami. Ada tiga macam
kemampuan yang diperoleh dalam belajar yaitu kemampuan kognitif berupa
pengetahuan, kemampuan psikomotor berupa ketrampilan melakukan kegiatan
12
dan kemampuan afektif berupa sikap dalam perilaku berupa perilaku atau
tindakan. Model pembelajaran inkuiri terbimbing melalui lab riil dan virtuil pada materi
suhu dan kalor sesuai, siswa dapat menemukan konsep besarnya kalor yang dilepas
dan diserap, serta dapat menghitung laju hantaran kalor pada konsep konduksi,
konveksi dan radiasi. Siswa dapat menerapkan azas Black dalam kehidupan
sehari-hari.
b. Teori- teori Belajar
1) Teori Belajar Piaget
Teori perkembangan mental Piaget biasa juga disebut teori perkem
bangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar yang dikemu
kakan oleh Piaget tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang
dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa.
Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan
dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik.
Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif yang dialami setiap
individu menjadi 4 tahap yaitu: (1) tahap sensori motor (0 – 2 tahun). Pada
periode ini individu mengatur alam dengan indera-inderanya (sensori) dan
tindakan–tindakanya (motor). Selama periode ini anak anak tidak mempunyai
object permanent misalnya belum bisa menemukan benda yang disembunyikan;
(2) tahap pra –operasional tahap ini umur 2 sampai 7 tahun. Pada tahap ini anak
belum mampu malaksanakan operasi-operasi mental sepert i menambah,
mengurangi dan mengalikan; (3) tahap operasional konkret yaitu tahap antara 7
hingga 11 tahun. Tahap ini merupakan permulaan berfikir rasional yaitu memiliki
13
operasi-operasi logis yang dapat diterapkan pada masalah–masalah konkret,
belum dapat berurusan dengan materi yang bersifat abstrak; (4) tahap operasional
formal yaitu 11 tahun keatas. Tahap ini anak sudah menggunakan operasi-operasi
konkret untuk membentuk operasi yang lebih komplek atau sudah berfikir abstrak.
Kesimpulan menurut penulis dari kutipan diatas siswa SMA termasuk
tahap operasional Formal (14 -18 tahun). Pada tahap ini anak sudah mampu
berfikir: (1) adolesensi yaitu hipotesis – dedukt if yang berarti dapat merumuskan
banyak alternatif hipotesis dalam menanggapi masalah, mengecek data dan
membuat hipotesis sampai membuat kesimpulan; (2) proporsional atau berfikir
abstrak; (3) kombinatorial yaitu berfikir yang meliputi kombinasi benda-benda,
gagasan-gagasan atau proposisi-proposisi termasuk berfikir abstrak dan konkret.
Berfikir operasional formal memungkinkan siswa untuk mempunyai tingkah laku
discovey–inquary yang betul betul ilmiah, serta memungkinkan siswa untuk
mengajukan hipotesis variabel-variabel tergantung yang mungkin ada. Berfikir
abstrak atau formal operasional ini merupakan cara berfikir yang bertalian dengan
hal-hal yang tidak langsung dapat dilihat. Oleh sebab itu Peserta didik hendaknya
diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang
ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan
dari guru. Model pembelajaran inkuiri terbimbing melalui lab riil dan virtuil pada
materi suhu dan kalor sesuai untuk pembelajaran pada anak usia operasional
formal ( SMA ), karena anak sudah dapat berfikir dan bernalar abstrak dengan
baik.
2) Teori Belajar Penemuan Bruner
14
Teori belajar Bruner menyatakan ”bahwa proses belajar yang paling baik
adalah melalui penemuan. Proses pembelajaran akan melibatkan tiga hal yang
berlangsung hampir bersamaan. Ketiga proses itu adalah: (1) memperoleh
invormasi; (2) Transformasi informasi; (3) menguji relevansi dan ketepatan
pengetahuan” (Bruner, 1973 yang dikutip oleh Ratna W ils Dahar (1989: 101 ).
Inti belajar menurut Bruner adalah ”Bagaimana orang memilih,
mempertahankan dan mentransformasi informasi secara akt if” (Dahar, 1989: 98).
Oleh karena itu Bruner memusatkan perhatiannya pada masalah yang dilakukan
manusia dengan informasi yang diterima dan yang dilakukannya sesudah
memperoleh informasi yang diskret itu untuk mencapai pemahaman.
Dalam pendekatannya, Bruner mengasumsikan bahwa perolehan
pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Orang belajar berinteraksi dengan
lingkungannya secara akt if, perubahan tidak hanya terjadi pada lingkungannya
tetapi juga dalam diri orang itu sendiri. Selain itu. orang akan mengkonstruksi
pengetahuannya dengan menghubungkan informasi yang disimpan dengan yang
diperoleh sebelumnya.
Kesimpulan dari kutipan di atas dapatlah dikatakan bahwa dalam usaha
meningkatkan pendidikan pada umumnya dan pendidikan sains pada khususnya
ada empat tema yang pent ing yaitu struktur, kesiapan, intuisi dan motivasi.
Pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing melalui lab riil dan lab virtuil
pada materi suhu dan kalor sesuai teori belajar tersebut. Dalam pembelajaranya
siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan kognitif, psokomotor, dan afektif.
Siswa akan terlatih belajar penemuan dimulai dari permasalahan yang timbul,
15
hipotesa, melakukan percobaan ,mengumpulkan data, sampai menyimpulkan
dengan bimbingan guru.
Dalam penelitian ini siswa menentukan konsep hubungan kalor yang
diberikan terhadap perubahan suhu, menetukan kalor jenis kalorimeter dengan
konsep Azas Black baik melalui lab riil maupun lab virtuil. Hal ini sangat
membantu siswa menemukan konsep dengan jelas karena terjadi interakt if, siswa
tidak sekedar membayangkan tetapi akan melakukan praktikum di laboratorium
atau mengamati animasi yang ditampilkan bantuan media flas dengan panduan
Lembar Kerja Siswa.
3) Teori Belajar Ausubel
Menurut Ausubel diklasifikasikan menjadi dua dimensi, yaitu dimensi
pertama berhubungan dengan informasi atau materi saja yang akan disajikan pada
siswa melalui inkuiri/penemuan. Dimensi kedua, berhubungan dengan bagaimana
siswa dapat mengkaitkan informasi dengan struktur kognitif yang telah ada.
Struktur ini berupa fakta, konsep, dan generalisasi yang diterima siswa.
Belajar tidak hanya sebagai proses rote learning/menghafal semata, tetapi
lebih pada memberi manfaat pada siswa. Berlangsung tidaknya belajar bermakna
tergantung pada struktur kognitif yang ada, serta kesiapan dan niat anak didik
untuk belajar bermakna, dan kebermaknaan materi pelajaran secara potensial.
Faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel
adalah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam
suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu (Dahar Wilis 1989:116).
Penerapan teori Ausubel dalam mengajar: “The most important single factor
16
influencing learning is what the learner already knows. A certain this and teach
him accordingly” atau faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar
adalah apa yang telah diketahui siswa. Yakinilah ini dan ajarlah ia demikian. Hal
ini sesuai dengan paham teori pendidikan progresif yang menyatakan bahwa anak
merupakan totalitas intelektual, sosial, emosional, fisik dan spiritual (Sunardi,
2003: 3).
Kesimpulan dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan
harus memiliki manfaat bagi anak, sehingga apa yang dipelajari siswa mudah
diingat dan bertahan lama/tidak mudah lupa atau dapat dikatakan bahwa apa yang
dipelajari tersebut bermakna. Agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau
informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam
struktur kognitif siswa.
Teori tersebut cocok dalam pembelajaran Fisika pada materi suhu dan
kalor. Supaya belajar dapat bermakna harus mengkaitkan suatu konsep dengan
konsep yang lain dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Metode inkuiri
melalui lab riil dan lab virtuil pada materi suhu dan kalor sangat sesuai karena terdapat
konsep hubungan antara perubahan suhu karena adaya kalor yang diterima dan
dilepas, sehingga konsep Azas Black lebih bermakna dan m udah untuk diingat.
c. Mengajar
Konsep mengajar menurut Joice, Well dan Showers (1992) yang dikutip
oleh Diknas KTSP (2008: 4) menyatakan bahwa “mengajar (teaching) pada
hakekatnya adalah membantu peserta didik memperoleh informasi, ide,
ketrampilan, nilai, cara berfikir, sarana untuk mengekspresikan diri, dan cara-cara
17
belajar”. Hasil yang diperoleh dalam proses mengajar adalah kemampuan peserta
didik untuk belajar lebih mudah dan efektif. Pada hakekatnya mengajar adalah
memberi fasilitas kepada anak didik untuk dapat belajar dengan baik dalam
rangka penguasaan ilmu pengetahuan.
Mengajar merupakan usaha guru untuk membuat siswa dapat belajar
dengan jalan mengakt ipkan suluruh komponen dalam kegiatan belajar sehingga
tercapai tujuan yang dikehendaki. Adapun ciri - ciri pembelajaran tersebut terletak
pada adanya unsur-unsur dinamis dalam proses belajar siswa yaitu motivasi
belajar, bahan pelajaran, alat bantu dan suasana belajar. Menurut Ngalim
Purwanto, (1990).
“Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu dapat diibedakan menjadi dua golongan yaitu: faktor individual dan foktor sosial. Faktor individual merupakan faktor yang berasal dari dalam diri seseorang meliputi pematangan, pertumbuhan, kecerdasan atau intelegensi, motivasi. Sedang faktor sosial berasal dari luar individu yaitu: keluarga, guru, sarana prasarana lingkungan dan motivasi sosial.”
Kesimpulan dari kutipan diatas, seorang guru Fisika dalam kegiatan belajar
mengajar (KBM) harus bisa memberikan kemudahan-kemudahan pola berfikir
(kognitif), berkarya lewat eksperimen, inkuiri terbimbing melalui lab riil dan
virtuil dapat memberikan ketrampilan (psikomotor), bersikap nilai (afekt if) pada
siswa sesuai dengan karakteristik/gaya belajar yang dimiliki.
Pembelajaran dalam pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya
sistem lingkungan belajar yang baik. Sistim lingkungan yang baik terdiri dari
kom ponen komponen pendukung antara lain, tujuan belajar yang akan dicapai,
bahan pengajaran yang digunakan mencapai tujuan, guru dan siswa, serta jenis
kegiatan dan sarana prasarana yang tersedia.
18
Pembelajaran sebagai suatu rangkaian events (kejadian, peristiwa, kondisi)
yang secara sengaja dirancang untuk mempengaruhi peserta didik (pembelajar),
sehingga proses belajar dapat berlangsung dan mudah. Pembelajaran bukan hanya
terbatas pada peristiwa yang dilakukan oleh guru saja, melainkan mencakup
semua peristiwa yang mempunyai pengaruh langsung pada proses belajar
manusia.Guru/pendidik harus mampu menyusun perangkat pembelajaran mulai
dari menyusun langkah-langka skenario pembelajaran yang tepat, baik dari segi
materi, mempunyai pengaruh langsung pada proses belajar mengajar.
2. Inkuiri
Pembelajara inkuiri melatih siswa untuk berpikir, memecahkan masalah
dan menemukan sesuatu bukan merupakan tujuan pendidikan yang baru.
Demikian pula halnya dengan strategi pembelajaran penemuan, inkuiri atau
induktif. Inkuiri pada tingkat paling dasar dapat dipandang sebagai proses
menjawab pertanyaan atau memecahkan permasalahan berdasarkan fakta dan
pengamatan.
Siklus inkuiri terdiri dari kegiatan mengamati, bertanya, menyelidiki,
menganalisa dan merumuskan teori, baik secara individu maupun bersama-sama
dengan teman lainnya. Mengembangkan dan sekaligus menggunakan
keterampilan berpikir kritis. (Star, 2001: 1). Menurut Arends, “The overal goal of
inquiry teaching has been, and continues to be, that helping student learn how to
ask question, seek answers or solution to satisfy their curiosity, and building their
own theories and ideas about the world” (Arends, 1994: 386). Pada prinsipnya
tujuan pengajaran inkuiri membantu siswa bagaimana merumuskan pertanyaan,
19
mencari jawaban atau pemecahan untuk memuaskan keingintahuannya dan untuk
membantu teori dan gagasannya tentang dunia, lebih jauh lagi dikatakan bahwa,
pembelajaran inkuiri bertujuan untuk mengembangkan tingkat berpikir dan juga
keterampilan berpikir kritis.
Dalam pandangan CTL pengajaran dan pembelajaran sains di kelas
haruslah berwujud proses inkuiri, sebuah proses yang ditempuh oleh para
ilmuwan dan terdiri atas unsur-unsur siklus mengamati, mengajukan pertanyaan,
mengajukan penjelasan-penjelasan dan hipotesis-hipotesis, merancang dan
melakukan eksperimen-eksperimen, menganalisis data eksperimen, menarik
kesimpulan eksperimen, dan membangun model atau teori. Proses inkuiri selama
pengajaran dan pembelajaran berdampak konstruktif yang memberi banyak
peluang dan tenaga untuk meningkatkan keefektifan pengajaran dan
pembelajaran.
Menurut Hendro Darmodjo dan Jenny R.E Kaligis” pendekatan belajar
dibagi menjadi dua pendekatan pembelajaran, yaitu pendekatan ekspositori dan
pendekatan inkuiri. Pendekatan ekspositori adalah memberi tahu sedang inkuiri
melalui mencari tahu. Pada ekspository guru sangat dominan dalam proses
pembelajaran sedangkan inkuiri dominasi guru sangat kecil” (Hendro Darmodjo
dan Jenny R.E Kaligis. 1992: 35). Pembelajar penemuan menurut (Kindsvatttesr
R, Williem W dan Margaret Ishler, 1996: 258-259). “Inquiry is a process that
students can learn and experience as they solve problems through reflective
thinking” (inkuiri adalah suatu proses siswa dapat belajar dan mengalami ketika
mereka memecahkan masalah melalui berfikir reflektif). Menurut Noehi Nasution,
20
(1992:118)” Inkuiri dirumuskan sebagai proses belajar yang memberikan
kesempatan pada anak didik untuk aktif menguji dan menafsirkan problem secara
sainstifik yang memberikan konklusi berdasarkan pembuktian”.
Dari uraian dan pendapat tentang difinisi pembelajaran penemuan maka
kesimpulanya bahwa pembelajaran penemuan guru berperan dalam hal: 1)
menciptakan suasana berfikir bebas sehingga siswa berani bereksplorasi dalam
penemuan dan pemecahan masalah; 2) sebagai fasilitator; 3) pembimbing dalam
pemecahan masalah. Peran siswa yaitu: a) menemukan masalah dan merancang
alternatif pemecahanya; b) Aktif mencari informasi dan sumber-sumber belajar; c)
menyimpulkan dan analisa data.
a. Langkah-langkah pembelajaran inkuiri
1) Apersepsi, guru mulai pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan,
persoalan-persoalan yang terkait dengan permasalahan; 2) problem statement, peserta
didik diberi kesempatan untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan untuk
dipecahkan; 3)mengumpulkan alat, merancang /mendesain alat, 4) melakukan
percobaan, 5) data untuk menjawab pertanyaan, siswa diberi kesempatan untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati obyek,
membaca dan sebagainya; 6) data semua informasi (hasil pengamatan, bacaan,
wawancara dan sebagainya) tersebut diolah, diklasivikasikan, ditabulasikan dan
dihitung; 7) Verification, berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran atau informasi yang
ada baik berupa pertanyaan atau hopotesis dicek apakah terjawab atau tidak; 8)
Generalitation, tahap selanjutnya berdasarkan hasil verifikasi tersebut, siswa menyusun
generalisasi pada konsep IPA secara umum, 9) diaplikasikan dalam kehidupan zaherí-
21
hari. Untuk lebih jelasnya dituliskan Sintaks Pembelajaran Inkuiri atau tahap pembelajan
inkuiri yaitu : a) Menyajikan pertanyaan atau masalah, diantaranya :guru membimbing
siswa mengidentifikasi masalah dan masalah dituliskan di papan tulis dan guru
membagi siswa dalam kelompok. b) membuat hipotesis diantaranya: guru
memberikan kesempatan pada siswa untuk curah pendapat dalam dan membentuk
hipotesis.c) guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis yang relevan
dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas
penyelidikan, diantaranya: merancang percobaan dan memberikan kesempatan
pada siswa untuk menetukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang
akan dilakukan., membimbing siswa mengurutkan langkah-langkah percobaan.
d) melakukan percobaan untuk memperoleh informasi diantaranya guru
membimbing siswa mendapatkan informasi melalui percobaan.,mengumpulkan
dan menganalisis data, memberi kesempatan pada tiap kelompok untuk
menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul. e)membuat kesimpulan
diantaranya, guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan
3. Metode Eksperimen
a. Pengertian Metode Eksperimen
Proses belajar mengajar merupakan interaksi yang dilakukan antara guru
dengan siswa dalam situasi pengajaran untuk mewujudkan tujuan yang ditetapkan.
.Demi mencapai tujuan tersebut, seorang guru dituntut untuk mampu
menggunakan berbagai metode mengajar. Metode mengajar merupakan cara-cara
yang dapat ditempuh guru untuk menciptakan suasana pengajaran yang benar-
benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan
22
tercapainya prestasi belajar yang memuaskan. Salah satu metode mengajar yang
dapat digunakan guru adalah metode eksperimen.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (1996), yang dimaksud
metode eksperimen adalah “Cara penyajian pelajaran, di mana siswa melakukan
percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri suatu yang dipelajari.”
Sedang menurut Roestiyah N.K (2001) metode eksperimen atau percobaan
diart ikan sebagai “salah satu cara mengajar, dimana siswa melakukan percobaan
tentang sesuatu hal mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya,
kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru,”
Berdasarkan beberapa pengertian yang disampaikan, dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan metode eksperimen atau percobaan adalah suatu
teknik mengajar yang menekankan pada pelibatan secara langsung peserta didik
untuk mengalami proses dan membukt ikan sendiri hasil percobaan. Metode ini
merupakan suatu metode mengajar yang termasuk yang paling sesuai untuk
pembelajaran IPA.
1) Tujuan Penggunaan Metode Eksperimen
Penggunaan metode eksperimen dalam kegiatan belajar mengajar
mempunyai tujuan: (1) mengajarkan cara menarik kesimpulan dari berbagai fakta,
informasi, atau data yang diperoleh melalui pengamatan pada proses eksperimen;
(2) melatih siswa merancang, mempersiapkan, melaksanakan, dan melaporkan
percobaan; (3) Melatih siswa menggunakan logika berpikir induktif untuk
menarik kesimpulan dari fakta, informasi, atau data yang terkumpul melalui
percobaan.
23
Sesuai dengan teori belajar yang dikemukakan David Ausubel siswa yang
memperoleh pembelajaran melalui metode eksperimen, memperoleh informasi
melalui gambar komponen listrik yang mirip dengan keadaan sebenarnya.
Informasi ini selanjutnya dikaitkan dengan konsep atau pengetahuan yang telah
ada. Konsep yang telah ada pada siswa berupa hasil dan membaca buku paket dan
pengamatan dalam kehidupan sehari-hari. Karena informasi yang diperoleh tidak
bertentangan dengan konsep atau pengetahuan yang telah ada pada siswa, maka
hal ini memperkuat pemahaman siswa dalam belajar fisika materi suhu dan kalor.
4. Penerapan Laboratorium
Laboratorium adalah merupakan tempat untuk melakukan percobaan dan
penelitian, dapat berupa ruangan tertutup, kamar atau ruangan terbuka (misalnya
kebun). Dalam pengertian terbatas laboratorium ialah suatu ruangan yang tertutup
dimana percobaan dan penelitian dilakukan.
Sekolah yang mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) hendaknya
mempunyai laboratorium. Pada dasarnya IPA mempelajari dan berusaha
memahami gejala-gejala alam melalui pengamatan-pengamatan. Oleh karena itu
dalam pelajaran IPA, siswa tidak hanya mendengarkan penuturan guru tentang
pelajaran yang diberikan, tetapi ia harus melakukan kegiatan sendiri untuk
mencari dan memperolah informasi lebih lanjut tentang ilmu yang dipelajarinya.
Dalam laboratoriurn diharapkan proses belajar mengajar IPA dapat dilakukan
menurut cara yang sebenarnya namun perlu diingat pula bahwa tidak semua
materi IPA dapat diajarkan dengan laboratorium.
24
Laboratorium IPA adalah suatu tempat dimana guru dan siswa melakukan
percobaan-percobaan dan penelitian (Udin Winataputra, 1997). Jadi laboratorium
adalah tempat khusus yang dilengkapi dengan alat-alat dan bahan untuk
melaksanakan percobaan/praktikum baik fisika, kimia atau biologi. Di
laboratorium siswa. memperoleh data/informasi yang berasal dan benda yang asli
maupun tiruannya, serta dapat mendudukkan cara mempelajari IPA sebagaimana
seharusnya.
a. Laboratorium Riil
Laboratorium riil adalah laboratorium tempat khusus yang dilengkapi
dengan alat-alat dan bahan-bahan riil untuk melakukan percobaan/praktikum baik
fisika, kimia, atau biologi. Alat laboratorium untuk menguatkan atau memberi
kepastian informasi menentukan hubungan sebab akibat, mempraktekkan sesuatu
yang diketahui, mengembangkan keterampilan mendorong gairah kepada siswa.
Dalam kegiatan praktikum siswa akan mengalami diantaranya: 1) pengenalan alat
laboratorium riil dengan pengenalannya dapat ditunjukkan langsung, atau siswa
untuk memegang secara langsung. Diberi pengertian bahwa dalam memegang alat
siswa harus hat i-hati agar tidak jatuh sehingga rusak atau pecah, sehingga siswa
tidak mengakibatkan kerusakan. Cara merangkai alat siswa banyak tergantung
kepada petunjuk guru, dimungkinkan siswa ada rasa takut menggunakan alat
secara bebas semaunya sendini dalam merangkai yang dapat mengakibatkan
kesalahan dan menyebabkan kerusakan pada alat; 2) pengukuran.adalah
membandingkan sesuatu besaran dengan besaran lain sejenis yang dipakai sebagai
satuan standar. Dengan menggunakan laboratonium riil pengukuran dapat
25
dilakukan dengan melihat langsung pada alat. Sehingga perlu pemahaman
keterampilan dalam membaca alat; 3) Pengamatan dengan penerapan
laboratorium riil kegiatan siswa memusatkan perhatian terhadap sesuatu obyek
dengan menggunakan alat indera terhadap alat riil yang dihadapinya, melalui
penglihatan; 4) Percobaan Siswa dalam melakukan percobaan dituntun dengan
petunjuk praktikum yang sudah disiapkan sebelumnya sehingga setelah
mendapatkan data siswa mencatat data tersebut pada lembar data pengamatan.
b. Laboratorium Virtual
Laboratorium virtual adalah alat-alat laboratorium dalam program
(software) komputer, dioperasikan dengan komputer. Media komputer adalah
suatu mesin yang dirangsang secara khusus guna memproses informasi, kode-
kode. Mesin elektronik ini dapat melakukan pekerjaan perhitungan dan
operasional mulai dan yang sederhana hingga yang paling komplek, dapat
dikerjakan lebih cepat dan lebih teliti. Satu unit komputer biasanya terdiri dan
empat komponen dasar yaitu input, prosesor, memori dan output. Dalam
perkembangannya komputer dewasa ini, memiliki kemampuan menggabungkan
berbagai peralatan, antara lain CD player, video tape, juga audio tape. Lebih dan
itu komputer dapat merekam, menganalisis dan memberi reaksi terhadap masukan
yang diperoleh dan pemakai. Dan kecanggihan yang ditunjukkan komputer
tersebut yang selanjutnya dikenal dengan Com puter Assisted Instruction (CAI).
Com puter Assisted Instruction adalah suatu bagian/segmen pelajaran disampaikan
dengan suatu komputer. Para siswa diajak untuk memberikan respon, komputer
26
akan merespon dan memberikan feed back segera pada siswa dalam bentuk
Programm ed instruction.
Menurut Oemar Hamalik (1994) disebutkan bahwa komputer merupakan
satu teknologi canggih yang memiliki peran utama untuk memproses informasi
secara cermat , cepat dan dengan hasil yang akurat. Komputer dapat sebagai
sebuah media pembelajaran yang dapat membangkitkan minat dan kreativitas
serta perhatian siswa terhadap mata pelajaran tertentu.
Dalam menggunakan media komputer sebagai pembelajaran, untuk
direncanakan secara sistematik, agar pembelajaran berjalan efekt if dan
penggunaan komputer sebagai pembelajaran berjalan secara efektif pula.
Pembelajaran menggunakan komputer perlu direncakanan dengan baik agar: 1)
menimbulikan minat peserta didik; 2) menyampaikan materi baru; 3) melibatkan
peserta didik secara akt if; 4) mengevaluasi tingkat pemahaman siswa; 5)
menetapkan tindak lanjut.
5. Penalaran Abstrak
Piaget dalam Paul Suparno (2001: 24-25) berpendapat “Bahwa proses
berpikir manusia sebagai suatu perkembangan yang bertahap dari berpikir
intelektual konkret ke abstrak berurutan melalui empat periode, yaitu: tahap
sensorimotor, tahap praoperasi, tahap operasi konkret, dan tahap operasi formal.
Mahasiswa yang memiliki umur lebih dari 11 tahun mestinya berada di tahap
operasi formal dan sudah mampu berpikir abstrak.
27
Menurut Wadsworth dalam Paul Suparno (2001: 95), pemikiran analogi
dapat juga diklasifikasikan sebagai abstraksi reflektif atau berpikir abstrak. Hal ini
menunjukkan bahwa untuk mengetahui kemampuan penalaran/berpikir abstrak
dapat dilakukan dengan tes analogis. Menurut Dewa Ketut Sukardi (2002: 33-39),
tes Penalaran Abstrak dalam hal tes analogis simbol-simbol dimaksudkan sebagai
suatu instrumen non verbal yang mengungkap kemampuan penalaran. Rangkaian
dalam soal tes ini disajikan dalam masing-masing persoalan yang memerlukan
persepsi pengoperasian prinsip dalam mengubah diagram-diagram.
Tes Penalaran Abstrak dalam hal analogis simbol-simbol dapat
mengungkap kemampuan seseorang dalam memahami ide-ide yang dinyatakan
dengan kata-kata atau angka-angka, dan kemampuan untuk dapat memikirkan
masalah-masalah walaupun tanpa ada petunjuk yang berbentuk kata-kata. Dengan
menggunakan diagram-diagram, tes analogis simbol-simbol mengungkap
bagaimana seseorang dapat menalar dengan mudah dan jelas bila masalah yang
diajukan dengan ukuran, bentuk, potongan, posisi, jumlah atau bentuk-bentuk non
verbal dan non angka lainnya.
Indikator-indikator untuk mengukur taraf penalaran abstrak mahasiswa
dapat dikembangkan dari pendapat beberapa ahli, misalnya: 1) abstraksi yang
diperlukan untuk memperoleh pengetahuan matematis-logis (Paul Suparno, 2001 :
95-99). Abstraksi reflekt if atau abstrak diukur dengan tes analogi simbol-simbol
(Dewa Ketut Sukardi, 2002: 35-36); 2) Dapat memikirkan sesuatu yang abstrak,
mengambil kesimpulan, dan menduga apa yang terjadi dari suatu pertanyaan
(Singgih D. Gunarsa, 1997: 159).
28
6. Gaya Belajar
Setiap individu adalah unik. Art inya setiap individu memiliki perbedaan
antara yang satu dengan yang lain. Perbedaan tersebut bermacam-macam, mulai
dari perbedaan fisik, pola berpikir dan cara-cara merespon atau mempelajari hal-
hal baru. Dalam hal belajar, masing-masing individu memiliki kelebihan dan
kekurangan dalam menyerap pelajaran yang diberikan.
Oleh karena itu dalam dunia pendidikan dikenal berbagai metode untuk
dapat memenuhi tuntutan perbedaan individu tersebut. Di negara-negara maju
sistem pendidikan bahkan dibuat sedemikian rupa sehingga individu dapat dengan
bebas memilih pola pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dirinya .Otak
sebagai pusat belajar Otak manusia adalah kumpulan massa protoplasma yang
paling kom pleks yang ada di alam semesta. Satu-satunya organ yang dapat
mempelajari dirinya sendiri dan jika dirawat dengan baik dalam lingkungan yang
menimbulkan rangsangan yang memadai, otak dapat berfungsi secara aktif dan
reaktif selama lebih dari seratus tahun. Otak inilah yang menjadi pusat belajar
sehingga harus dijaga dengan baik sampai seumur hidup agar terhindar dari
kerusakan.
Berdasarkan kemampuan yang dimiliki otak dalam menyerap, mengelola
dan menyampaikan informasi, maka cara belajar individu dapat dibagi dalam 3
(tiga) kategori. Ketiga kategori tersebut adalah cara belajar visual, auditorial dan
kinestetik yang ditandai dengan ciri-ciri perilaku tertentu.
Pengkategorian ini tidak berart i bahwa individu hanya yang memiliki salah
satu karakteristik cara belajar tertentu sehingga tidak memiliki karakteristik cara
29
belajar yang lain. Pengkategorian ini hanya merupakan pedom an bahwa individu
memiliki salah satu karakteristik yang paling menonjol sehingga jika ia
mendapatkan rangsangan yang sesuai dalam belajar maka akan memudahkannya
untuk menyerap pelajaran. Dengan kata lain jika sang individu menemukan
metode belajar yang sesuai dengan karakteristik cara belajar dirinya maka akan
cepat ia menjadi pintar sehingga kursus-kursus atau pun les privat secara intensif
mungkin tidak diperlukan lagi.
Adapun ciri-ciri perilaku individu dengan karakteristik cara belajar sepert i
disebutkan diatas, menurut DePorter & Hernacki (2001), adalah sebagai berikut:
Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Visual. Individu yang
memiliki kemampuan belajar visual yang baik ditandai dengan ciri-ciri perilaku
sebagai berikut: 1) rapi dan teratur; 2) berbicara dengan cepat; 3) mampu
membuat rencana jangka pendek dengan baik; 4) teliti dan rinci; 5) mementingkan
penampilan; 6) lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada apa yang
didengar; 7) mengingat sesuatu berdasarkan asosiasi visual; 8) memiliki
kemampuan mengeja huruf dengan sangat baik; 9) biasanya tidak mudah
terganggu oleh keributan atau suara berisik ketika sedang belajar; 10) sulit
menerima instruksi verbal (oleh karena itu seringkali ia minta instruksi secara
tertulis); 11) merupakan pembaca yang cepat dan tekun; 12) lebih suka membaca
daripada dibacakan; 13) dalam memberikan respon terhadap segala sesuatu, ia
selalu bersikap waspada, membutuhkan penjelasan menyeluruh tentang tujuan dan
berbagai hal lain yang berkaitan; 14) jika sedang berbicara di telpon ia suka
membuat coretan-coretan tanpa art i selama berbicara; 15) lupa menyampaikan
30
pesan verbal kepada orang lain; 16) sering menjawab pertanyaan dengan jawaban
singkat ya atau tidak; 17) lebih suka mendemonstrasikan sesuatu daripada
berpidato/berceramah; 18) lebih tertarik pada bidang seni (lukis, pahat, gambar)
daripada musik; 19) seringkali tahu apa yang harus dikatakan, tetapi tidak pandai
menuliskan dalam kata-kata.
Karakteristik Perilaku Individu dengan Cara Belajar Kinestetik Individu
yang memiliki kemampuan belajar kinestetik yang baik ditandai dengan ciri-ciri
perilaku sebagai berikut: 1) berbicara dengan perlahan; 2) menanggapi perhatian
fisik; 3) menyentuh orang lain untuk mendapatkan perhatian mereka; 4) berdiri
dekat ketika sedang berbicara dengan orang lain; 5) banyak gerak fisik; 6)
memiliki perkembangan otot yang baik; 7) belajar melalui praktek langsung atau
manipulasi; 8) menghafalkan sesuatu dengan cara berjalan atau melihat langsung;
9) menggunakan jari untuk menunjuk kata yang dibaca ketika sedang
membaca; 10) banyak menggunakan bahasa tubuh (non verbal); 11) tidak dapat
duduk diam di suatu tempat untuk waktu yang lama; 12) sulit membaca peta
kecuali ia memang pernah ke tempat; 13) menggunakan kata-kata yang
mengandung aksi; 14) pada umumnya tulisannya jelek; 15) menyukai kegiatan
atau permainan yang menyibukkan (secara fisik); 16) ingin melakukan segala
sesuatu.
Dengan mempert imbangkan dan melihat cara belajar apa yang paling
menonjol dari diri seseorang maka peneliti dalam penelitiannya menggunakan
metode pembelajaran menggunakan lab riil dan virtuil ditinjau dari kemampuan
berfikir abstrak mengambil gaya belajar kinestetik dan visual. Karena dengan
31
kinestetik anak mempunyai banyak aktivitas belajar melalui praktek atau
memanipulasi. Dan dengan gaya belajar visual anak mudah menghafal dan
melihat, video, gambar . (http://www.e-psikologi.com/remaja/260902.htm)
7. Media
Media merupakan alat yang harus ada apabila kita ingin memudahkan
sesuatu dalam pekerjaan. Media merupakan sarana komunikasi dan sumber
informasi. Media merupakan alat bantu yang dapat memudahkan pekerjaan.
Setiap orang pasti ingin pekerjaan yang dibuatnya dapat diselesaikan dengan baik
dan dengan hasil yang memuaskan. Kata media itu sendiri berasal dari bahasa
latin yang merupakan bentuk jamak dari kata medium yang berart i pengantar atau
perantara, dengan demikian dapat diartikan bahwa media merupakan wahana
penyalur informasi belajar atau penyalur pesan.
Kit Lay Bourne (1985: 82) menyatakan bahwa “penggunaan media tidak
harus membawa bungkusan berita-berita semua, siswa cukup dapat mengawasi
suatu berita”. Dari pendapat tersebut dapat dihubungkan bahwa penyampaian
materi pelajaran dengan cara komunikasi masih dirasakan adanya penyimpangan
pemahaman oleh siswa. Masalahnya adalah bahwa siswa terlalu banyak
menerima sesuatu ilmu dengan verbalisme. Apalagi dalam proses belajar
mengajar yang tidak menggunakan media dimana kondisi siswa tidak siap, akan
memperbesar peluang terjadinya verbalisme.
Media yang difungsikan sebagai sumber belajar bila dilihat dari pengertian
harfiahnya juga terdapat manusia didalamnya, benda, ataupun segala sesuatu yang
memungkinkan untuk anak didik memperoleh informasi dan pengetahuan yang
32
berguna bagi anak didik dalam pembelajaran, dan bagaimana dengan adanya
media berbasis TIK tersebut, khususnya menggunakan presentasi power point
dimana anak didik mempunyai keinginan untuk maju, dan juga mempunyai
kreatifitas yang tinggi dan memuaskan dalam perkembangan mereka di kehidupan
kelak. Sasaran penggunaan media adalah agar anak didik mampu mencipatakan
sesuatu yang baru dan mampu memanfaatkan sesuatu yang telah ada untuk
dipergunakan dengan bentuk dan variasi lain yang berguna dalam kehidupannya,.
Dengan demikian mereka dengan mudah mengerti dan mamahami materi
pelajaran yang disampaikan oleh guru kepada mereka.
Arief S. Sadiman (1984: 6) mengatakan bahwa media “adalah segala alat
fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar sepert i
film, buku dan kaset“. RE Clark (1996: 62) mengungkapkan bahwa “The of m edia
to encourage student to invest m ore afford in hearing has along history“. Dari
pandangan yang ada di atas dapat dikatakan bahwa media merupakan alat yang
memungkinakn anak muda untuk mengerti dan memahami sesuatu dengan m udah
dan dapat untuk mengingatnya dalam waktu yang lama dibangdingkan dengan
penyampaian materi pelajaran dengan cara tatap muka dan ceramah tanpa alat
bantuan.
Menurut Soeparno (1987: 8) menyebutkan ada beberapa alasan memilih
media dalam proses belajar mengajar, yakni: 1) ada berbagai macam media yang
mempunyai kemungkinan dapat kita pakai di dalam proses belajar mengajar; 2)
ada media yang mempunyai kecocokan untuk menyampaikan informasi tertentu;
33
3) ada perbedaan karakteristik setiap media; 4) ada perbedaan pemakai media
tersebut; 5) ada perbedaan situasi dan kondisi tempat media dipergunakan.
Bertitik tolak dari pendapat tersebut, jelaslah bahwa memilih media tidak
mudah. Dalam memilih media yang akan digunakan harus memperhatikan
beberapa ketentuan dengan pert imbangan bahwa penggunaan media harus benar-
benar berhasil guna dan berdaya guna untuk meningkatkan dan memperjelas
pemahaman siswa.
Multimedia terdiri dari dua kata ”multi” dan ”media”. Multi berart i banyak
sehingga multimedia berarti gabungan dari berbagai media yang terintegrasi
(Depdiknas, 2008). Menurut ensiklopedia bahasa Indonesia pengertian multimedia
adalah penggunaan komputer untuk menyajikan dan menggabungkan teks, suara,
gambar, animasi dan video dengan alat bantu (tool) dan koneksi (link) sehingga
pengguna dapat berinteraksi, berkarya dan berkomunikasi. Sedangkan Jamaluddin
dan Zaidatun (2000) menerangkan bahwa multimedia sebagai proses komunikasi
interakt if berasaskan teknologi komputer yang menggabungkan penggunaan
unsur-unsur media dalam persembahan informasi. Lebih lanjut dijelaskan
”Multim edia refers to the sequential or sim ultaneous use of a variety of m edia
formats in a given presentation or self study program ”. Multimedia merupakan
kesatuan atau urutan dari berbagai bentuk media yang diberikan pada presentasi
atau program pembelajaran mandiri.
Kombinasi dari berbagai media dimanfaatkan secara harmonis dan
terintegrasi sehingga menghasilkan program pembelajaran yang sinergi untuk
mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Sistem multimedia dapat terdiri dari
34
kom binasi media tradisional atau tayangan komputer berupa teks, gambar, grafik,
suara dan video. Today exam ples of multim edia in education and training include
slides with synchronized audiotapes, videotapes, CD-ROMs, DVD, the World
Wide Web, and virtual reality (Molenda, 2005:141). Pemanfaatan multimedia
dalam pendidikan telah berkembang dan digunakan dalam banyak bentuk.
Adapun unsur-unsur dalam multimedia yaitu sebagai sumber pembelajaran,
hiburan dan sumber informasi.
Karakteristik multimedia adalah sebagai berikut: 1) bersifat fleksibel
(memberikan keleluasaan bagi siswa untuk memilih materi dan menggunakannya
bagi siswa; 2) bersifat self-pacing (memberikan kesempatan pada siswa untuk
belajar menurut kecepatannya dalam memahami materi); 3) bersifat content-rich
(memberikan informasi yang kaya baik dari isi maupun medianya); 4) bersifat
interakt if (memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan respon dan
mencoba simulasinya).
Tujuan penggunaan multimedia dalam pembelajaran adalah memacu
pembelajar melalui beragam pengalaman untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Multimedia dapat merealisasikan pengalaman menjadi lebih mungkin dan nyata
tanpa harus menghadirkan keadaan sesungguhnya. Beberapa persyaratan yang
harus dipenuhi dalam multimedia yang baik adalah: 1) Pengoperasian yang mudah
dan familiar; 2) Mudah untuk install ke computer yang akan digunakanan; 3)
Media pembelajaran yang interakt if dan kom unikatif; 4) Sistem pembejaran yang
mandiri art inya siswa dapat belajar dengan mandiri baik disekolah maupun
35
dirumah tanpa bimbingan dari guru; 5) Sedapat mungkin dengan biaya yang
ringan dan terjangkau.
8. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi belajar menurut Gagne dalam Bell Gredler (1986: 187) dibedakan
menjadi lima aspek, yaitu : kemampuan intelektual, strategi kognitif, informasi
verbal, sikap, dan ketrampilan. Menurut Winkel (1999: 510) prestasi belajar dapat
dilihat dari perubahan-perubahan dalam pengertian kognitif, pengalaman
ketrampilan, nilai sikap yang bersifat konstan. Perubahan ini dapat berupa sesuatu
yang baru atau penyempurnaan sesuatu hal yang pernah dimiliki atau dipelajari
sebelumnya. Hasil yang dicapai dalam perbuatan dinyatakan dalam bentuk angka
Menurut Bloom dalam Suharsimi Arikunto (1998 : 112) prestasi belajar
dibagi tiga kategori yaitu: kognitif, afektif, psikomotorik. Prestasi belajar
diperoleh setelah seseorang melakukan akt ivitas baik secara individu maupun
kelompok. Dengan kata lain prestasi belajar merupakan hasil dari tingkah laku
akhir pada kegiatan belajar siswa yang dapat diamati atau pencerminan proses
belajar yang telah berlangsung. Menurut Saifudin Azwar (2000: 90) prestasi
belajar adalah hasil dari maksimal seseorang dalam menguasai materi-materi yang
telah diajarkan. Prestasi belajar merupakan fungsi yang pent ing dari suatu
pembelajaran. Kemampuan hasil belajar merupakan puncak dari proses belajar,
pada proses ini siswa menunjukkan keberhasilan atau kegagalan dalam belajarnya.
Siswa menunjukkan mampu atau tidaknya dalam menyelesaikan tugas-tugas
belajar atau mentransfer materi pelajaran yang ia dapatkan.
36
Adapun fungsi dari prestasi belajar adalah sebagai: 1) indikator kuant itas
pengetahuan yang telah dikuasai siswa; 2) lambang pemuasan hasrat ingin tahu; 3)
bahan informasi dalam inovasi pendidikan, karena prestasi belajar dapat dijadikan
sebagai pendorong bagi siswa dalam peningkatan kualitas mutu pendidikan; 4)
indikator intern dan ekstern dari suatu instansi pendidikan, karena prestasi belajar
dapat dijadikan sebagai tingkat produkt ivitas dan sebagai kesuksesan siswa; 5)
untuk mengetahui daya serap siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang
diprogramkan kurikulum.
Dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
adalah suatu aktivitas yang telah dilakukan dan memperoleh pengetahuan dengan
memenuhi unsur kognitif, psikom otorik, dan afekt if baik individu maupun secara
kelompok pada mata pelajaran t ertentu.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Menurut Nana Sudjana (1996: 6) ada dua faktor utama yang
mempengaruhi prestasi belajar, yaitu: faktor dari dalam siswa (internal) dan faktor
dari luar diri siswa (eksternal). Faktor dari dalam diri siswa terutama kemampuan
yang dimiliki siswa, motivasi, minat, kreativitas, perhatian, dan kebebasan belajar.
Faktor yang berasal dari luar individu adalah faktor lingkungan belajar terutama
kualitas pembelajaran.
c. Mengukur Prestasi Belajar
Tujuan pengukuran prestasi belajar selain untuk mengetahui penguasaan
materi suatu bahasan atau konsep juga untuk mengetahui kedudukan siswa dalam
kelompoknya. Dilihat dari tujuan pengukuran prestasi tes prestasi dapat
37
melakukan fungsi penempatan, fungsi formatif, fungsi diagnostik, dan fungsi
sumatif ( Saifudin Azwar, 2001 : 77).
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan siswa dalam belajar diperlukan
evaluasi. Evaluasi merupakan umpan balik bagi guru, sejauh mana penguasaan
dan pemahaman siswa selama proses pembelajaran. Keberhasilan siswa dalam
kegiatan belajar, salah satunya dapat dilihat dari nilai-nilai yang dituliskan dalam
bentuk laporan hasil belajar secara periodik.
Hudgins dalam Mey Suyanto (2005) mengemukakan ”evaluasi adalah
suatu proses sistematis dalam menganalisa dan menginterpretasikan informasi
sebagai landasan dalam menentukan tingkat pencapaian hasil belajar”. Evaluasi
mengandung unsur m easurem ent atau mengukur, karena membandingkan sesuatu
dengan ukuran tertentu yang bersifat kuantitatif. Ngalim Purwanto (1997: 5)
mengemukakan ”Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan data pembuktian
yang akan menunjukkkan sampai dimana tingkat kemampuan dan keberhasilan
siswa dalam pencapaian tujuan, mengukur keberhasilan mereka secara individu
maupn kelompok, dan untuk mengetahui perbedaan antara siswa yang satu dengan
lainnya”. Dengan bahasa yang berbeda Sumadi Suryabrata (2001: 303)
mengemukakan tujuan penilaian adalah untuk mendiskripsikan kecakapan belajar
siswa sehingga dapat diketahui posisi kemampuannya dibandingkan dengan siswa
lainnya, mengetahui proses pendidikan dan pembelajaran dalam mengubah
tingkah laku siswa ke arah tujuan yang diharapkan, dan menentukan tindak lanjut
hasil penilaian.
38
Pada pedoman Pengembangan Penilaian Kurikulum SMA 2004 (Abdul
Ghofur: 19) dijelaskan bahwa untuk mengetahui seberapa jauh peserta didik telah
memiliki kompetensi dasar perlu dikembangkan suatu sistem penilaian. Sistem
penilaian yang dilakukan harus mencakup seluruh kompetensi dasar dengan
menggunakan indikator yang dikembangkan oleh guru. Sistem penilaian berbasis
kom petensi yang direncanakan adalah sistem penilaian berkelanjutan.
Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasil dianalisis untuk
menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk
mengetahui kesulitan peserta didik.
Informasi Untuk memperoleh data dan sebagai dasar penentuan tingkat
keberhasilan peserta didik dalam penguasaan kompetensi dasar yang diajarkan
diperlukan adanya berbagai jenis tagihan. Jenis tagihan yang dipakai dalam sistem
penilaian berbasis kompetensi meliputi : 1) kuis; 2) pertanyaan lisan di kelas; 3)
ulangan harian; 4) tugas individu; 5) tugas kelom pok; 6) ulangan blok; 7) laporan
praktikum pengamatan dan sebagainya yang disesuaikan dengan karakteristik
mata pelajaran. Adapun bentuk soal atau instrumen tes yang dipakai dalam sistem
penilaian kurikulum 2004 SMA adalah sebagai berikut: 1) pilihan ganda; 2) uraian
objektif; 3) uraian non objekt if; 4) jawaban singkat; 5) menjodohkan; 6)
performansi; dan 7) portofolio.
Tujuan penilaian adalah untuk: 1) mengetahui apakah siswa telah atau
belum mengusai kompetensi dasar tertentu; 2) mengetahui tingkat pencapaian
kom petensi siswa; 3) mengukur pertumbuhan dan perkembangan siswa;
4)mendiagnosis kesulitan belajar siswa; 5) mengetahui hasil belajar; 6)
39
mengetahui pencapaian kurikulum; 7) mendorong siswa belajar; 8) mendorong
guru agar mengajar dengan lebih baik (Mey Suyanto, 2005).
Hasil belajar siswa mencakup ranah kognitif, psikomotorik, dan afektif.
Informasi ranah kognitif dan psikom otorik diperoleh dari sistem penilaian yang
digunakan untuk mata pelajaran yang sesuai dengan tuntutan kompetensi dasar,
sedangkan ranah afekt if diperoleh melalui kuesioner, inventori dan, pengamatan
yang sistematik. Hasil penilaian ranah kognitif dapat berupa nilai angka, untuk
SMA nilai dinyatakan dalam rentang nol (0) sampai dengan seratus (100),
sedangkan penilaian ranah afektif dilakukan secara kualitatif dengan huruf,
misalnya A, B, atau C.
9. Hakekat Fisika
Fisika sebagai bagian dari IPA tidak dapat terlepas dari hakekatnya, yaitu
sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah. Produk atau hasil berupa fakta-fakta, konsep-
konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum, dan teori-teori. Cara untuk memperoleh produk
atau disebut proses IPA. Proses ini sering disebut proses ilmiah atau proses sains, dan
untuk dapat melakukannya akan memerlukannya seperangkat keterampilan yang di
sebut ketrampilan proses. Ketrampilan proses terdiri dari keterampilan mengamati,
mengukur, menarik kesimpulan, mengendalikan variable, merumuskan hipotesis,
membuat grafik dan tabel data, membuat definisi operasional, dan melakukan
eksperimen.
Dalam memecahkan suatu masalah seringkali seorang ilmuan harus mengambil
sikap tertentu dalam rangka memperoleh hasil yang diharapkan. Sikap ini disebut sebagai
sikap ilmiah, Beberapa cirri sikap ilmiah antara lain: obyektif terhadap fakta, tidak
tergesa dalam mengambil kesimpulan, berhati terbuka, tidak mencampuradukkan antara
40
fakta dengan pendapat, bersifat hati-hati dan ingin menyelidiki. Sikap ilmiah bahkan
tercermin dalam sikap hidup kesehariannya bila seseorang telah benar-benar
memahami hakekat fisika.
Berdasarkan hakekat fisika yang telah dikemukakan, beberapa ahli
mencoba menyusun difinisi mengenai fisika. Tiap difinisi menunjukan segi-segi
Fisika yang sebenarnya, sehingga tidak perlu diperdebatkan melainkan saling
melengkapi.
Beberapa difinisi Fisika yang dikutip oleh Herbert Druxes (1986), yaitu :
Menurut Brockhaus, “Fisika adalah pelajaran tentang kejadian alam hal yang
memungkinkan penelitian dengan percobaan, pengukuran apa yang dapat di ukur,
penyajian secara sistematis dan berdasarkan peraturan-peraturan umum“.
Sedangkan menurut Bradt dan Darmen, “Fisika merupakan suatu uraian tentang
semua kejadian fisikalis yang berdasarkan beberapa hukum“. Adapun menurut
Gerhen, “Fisika adalah suatu teori yang menjelaskan gejala-gejala alam yang
sesederhana-sederhananya dan berusaha menemukan hubungan antara kenyataan-
kenyataan. Persyaraan dasar untuk memcahkan persoalan adalah mengamati
kenyataan-kenyataan tersebut“.
Berdasarkan pendapat-pendapat yang dikutip maka dapat disimpulkan
bahwa fisika merupakan pengetahuan yang mempelajari kejadian alam yang
bersifat fisik yang dapat dipelajari secara eksperimen maupun dari hasil
pengamatan terhadap kejadian tersebut yang diperjelas dengan rumusan–rumusan
matamatis.
41
10. Materi pembelajaran
a. Suhu (temperatur)
Suhu didefinisikan sebagai derajad panas dinginnya suatu benda. Suhu
termasuk besaran pokok dalam fisika yang dalam SI dinyatakan dalam stuan
kelvin. Ada beberapa sifat benda yang berubah apabila suatu benda dipanaskan,
antara lain warnanya, volumnya, tekanannya, dan daya hantar listriknya. Sifat-
sifat benda yang berubah karena dipanaskan disebut sifat termometrik.
Gambar. 2. 1 skala
termometer
Untuk menyatakan suhu suatu benda secara kuantitatif digunakan alat ukur
yang disebut termometer. Ada beberapa skala termometer antara lain : Celcius,
Reamur, Fahrenheit dan Kelvin ditunjukkan gambar 2.1. Secara umum hubungan
skala termometer yang satu dengan yang lain adalah sebagai berikut:
C : R : F = 100 : 80 : 180
C : R : F = 5 : 4 : 9
Skala termometer tertentu dapat diubah ke skala termometer yang lainnya. Contoh :
42
t R = atau tC =
tF = ( 9 tc + 32)0F atau tF = ( 5 tF - 32)
0C
5 9
Hubungan suhu dalam derajat Kelvin (K) dan derajat Celcius (0C) dirumuskan sebagai
berikut :
T = ( tC + 273 ) K
tC = (T – 273 ) 0C
T = suhu dalam kelvin (0K)
t = suhu dalam derajat Celcius (0C)
b. Pemuaian Zat
Pada umumnya apabila suatu benda padat dipanaskan maka benda itu akan
memuai. Pemuaian yang terjadi pada benda meliputi muai panjang, muai luas dan
muai ruang (volume). Besarnya pemuaian benda tergantung pada ukuran benda
semula, kenaikan suhu, jenis benda.
1) Macam-macam pemuaian zat padat
a) Muai Panjang
Bila suatu benda padat mula – mula panjangnya Lo kemudian dipanaskan
maka benda tersebut akan memuai ke segala arah dengan pertambahan panjang
∆L, sehingga panjangnya menjadi lt, ditunjukkan sepert i pada gambar 2.2 .Akan
tetapi dalam hal-hal tertentu kita dapat memperhatikan pemuaian pada arah
( 5 .tR) ) 0C
4
43
memanjang. Pada jenis batang dinyatakan dengan koefisien muai panjang
(koefisien linear) dinyatakan dengan simbol α.
Gb. 2.2 Pemuaian Panjang
α = ……………………………………………………….. .(2.1)
Panjang setelah m emuai Lt = Lo + ∆L = Lo (1 + α∆T)………………...(2.2)
b)Muai Luas
Apabila benda tipis berbentuk persegi panjang dengan panjang p, lebar l dan luas
mula-mula Ao, dipanaskan maka terjadi pemuaian dalam arah memanjang dan melebar,
ditunjukkan seperti pada gambar 2.3 dibawah.
∆A = Ao β ∆t maka β = ........................................................(2,3)
gambar 2.3. (Pemuaian luas β = ).
44
Luas setelah pemuaian At = Ao + ∆A = Ao(1 + β∆T) .....................................(2,4)
Muai Volume
Apabila kita mempunyai besi yang berbentuk persegi panjang dengan panjang po lebar
lo dan tinggi to kemudian besi tersebut kita panaskan sehingga temperaturnya berubah
sebesar ∆t, maka akan memuai sisinya sebesar ∆L . Volume besi sebelum dipanaskan
adalah : V0 = po.lo to. seperti ditunjukka n pada gambar 2. dibawah
Setelah dipanaskan sisi – sisinya bertambah sebesar ∆L, Dengan mensubtitusi V0 =
po.lo.to dan γ = 3 α, maka penambahan volume akibat pemuaian adalah :
∆V = V0 γ ∆t , γ = ..........................................................................(2,5)
Vt = Vo + ∆V = Vo(1 + γ∆T)..............................................................................(2.6)
Dengan
Vt = volume akhir (m3)
V0 = volume mula – mula (m3)
γ = koefisien muai volum (/0C atau /K)
∆t = perubahan temperature (0 C atau K)
2) Pemuaian Gas
gambar 2.4. (Pemuaian volumes γ = 3 ).
45
Seperti hasilnya benda padat, gas juga memuai jika dipanaskan. Hukum
mengenai pemuaian gas dinyatakan oleh Gay Lussac dan Boyle, dan menjadi
hukum Boyle-Gay Lussac. Berikut ini kita akan menyelidiki hubungan tekanan
(P), Volume (V) dan (T). Jika kita menyelidiki hubungan volume dengan suhu,
maka tekanan harus dijaga agar selalu tetap (Hukum Gay Lussac). Demikian juga,
jika kita menyelidiki hubungan tekanan dan suhu, volume harus dijaga agar selalu
tetap.
a) Hukum Boyle
Sejumlah gas yang bermassa dengan keadaan awal P1, V1 dan T1kemudian
ditekan ke bawah dengan suhu tetap sehingga volumenya menjadi V2 dan tekanan
P2 ditunjukkan sepert i pada gambar 2.6. Berlaku bahwa hasil perkalian antara
volume gas dan t ekanannya selalu konstan. Secara matematis dirumuskan :
P1V1 = P2V2 atau PV = C (konstan)………………………………….( 2.7)
b) Hukum Boyle – Gay Lussac
gambar 2.5 (percobaan hukum boyle).
46
Sejumlah gas yang bermassa dengan keadaan awal P1, V1 dan T1,
kemudian ditekan ke bawah dengan suhu T2 sehingga volumenya menjadi V2 dan
tekanan P2. Berdasarkan kedua tahap perlakuan tersebut, akan didapat persamaan
gas sebagai berikut
…………………………( 2.8 )
3) Pemuaian Zat C air
Zat cair mempunyai sifat selalu mengikuti bentuk sesuai dengan tempat
yang ditempati. Oleh karena itu, zat cair hanya mengalami muai volume saja.
Besarnya pertambahan volume zat cair akibat pemuaian dirumuskan dengan
persamaan berikut
V1=V0(1+ γ ∆T) ……………………………………………………...( 2.9)
a) Anom ali Air
Cobalah kalian panaskan batu es yang bersuhu dibawah -10oC, maka
Kalian akan m enyaksikan es memuai seperti zat padat lainnya sampai es mencapai
suhu 0oC. Di antara suhu 0oC dan 4oC air menyusut dan mencapai volume
minimum pada suhu 4oC, sewaktu menyusut, massa air tetap . Ini berart i massa
jenis air (p=m/V) mencapai maksimum pada suhu 4oC. Di atas 4oC air akan
memuai jika dipanaskan. Jadi pada suhu di antara 0oC dan 4
oC air menyusut dan
diatas suhu 4oC air memuai. sepert i ditunjukkan gambar 2.6. yaitu hubungan
antara volume dan perubahan suhu.
47
Sifat pemuaian air yang tidak teratur inilah yang disebut “anomali Air”
(Anomali berart i ketidakteraturan). Zat lain yang mempunyai sifat anomali sepert i
air adalah parafin dan bismuth.
c. Perubahan W ujud Zat
1) Melebur dan Membeku
Melebur adalah perubahan wujud zat dari padat menjadi cair. Ketika
melebur, zat memerlukan kalor sehingga selama melebur tidak terjadi kenaikan
suhu. Suhu pada saat zat melebur disebut titik lebur. Kalor yang diperlukan untuk
mengubah 1 kg zat padat menjadi cair disebut kalor lebur. Membeku adalah
perubahan wujud zat dari cair menjadi padat. Ketika membeku, zat melepaskan
kalor yang disebut kalor beku. Suhu pada saat zat membeku disebut titik beku.
Pada zat yang sama titik lebut = t itik beku dan kalor lebur = kalor beku
Gambar. 2.6 Anomali Air
48
.
Gb 2.7 menunjukkan perubahan suhu – kalor yang diserap, ketika sejumlah massa
es yang suhunya dibawah -100
C diberi kalor sampai suhunya naik menjadi 00
C,
kemudian melebur dengan suhu tetap, kemudian suhu naik sampai mencapai titik
didih 1000
C. Ketika mendidih suhunya tetap, kalor yang diberikan digunakan
untuk merubah wujud menjadi uap air ( wujudnya gas ). Apabila Q menyatakan
banyak kalor yang digunakan untuk meleburkan zat bermassa m, kalor lebur Lf
zat ditulis dengan persamaan Lf = ........................................................(2.10)
Kalor yang digunakan untuk melebur Q = m Lf ............................................(2.11)
Kalor yang digunakan untuk penguapan Q = m Lv.................................... ..(2.12)
Besarnya kalor untuk menaikkan suhu dituliskan Q = m c ∆ T..................... (2.13)
3) Mengembun
Mengembun adalah perubahan wujud zat dari uap atau gas menjadi cair.
Pada saat mengembun, zat melepaskan kalor yang disebut kalor laten
pengembunan atau kalor embun. Apabila untuk menguapkan zat bermassa m pada
Gambar. 2.7 Perubahan wujud
49
titik didihnya diperlukan kalor sebesar Q joule, besar kalor uap U dapat ditulis
dengan persamaan :
LU = atau Q = m LU………………………………..... (2.14)
d. Perpindahan kalor
1) Perpindahan kalor konduksi
Apabila sepotong logam salah satu ujungnya dipanasi dengan api dan
ujung yang lain dipegang, maka pada ujung yang dipegang lama-kelamaan akan
menjadi panas. Padahal ujung ini tidak berhubungan langsung dengan api.
Gambar 2. 8 Perpindahan kalor secara konduksi
Dalam hal ini kalor merambat dari ujung yang bersuhu tinggi ke ujung
yang bersuhu rendah, sepert i ditunjukkan gambar 2.8. Perpindahan kalor
semacam ini disebut konduksi. Jadi, konduksi adalah perpindahan kalor yang
tidak disertai dengan perpinda han partikel zat pengantarnya
Perpindahan energi kalor secara konduksi dapat terjadi melalui dua proses
berikut: Kalor dipindahkan melalui tabrakan antar partikel. Pemanasan
mengakibatkan energi kinetik partikel bertambah sehingga bergerak lebih cepat.
Gerakan partikel itu mengakibatkan terjadinya tabrakan antara part ikel-part ikel
50
yang berdekatan dan sekaligus terjadi perpindahan kalor. Cara ini membutuhkan
waktu lama untuk memindahkan panas dari ujung yang satu ke ujung yang lain.
Kalor dipindahkan melalui elektron-elektron bebas. Pada bagian yang dipanaskan,
energi elektron-elektron bertambah besar. Oleh karena elektron-elektron bergerak
bebas, energi itu dapat dipindahkan secara cepat melalui tumbukan dengan
elektron-elektron di sekitarnya
Laju perpindahan kalor bergantung pada panjang (L), luas penampang (A),
kondukt ivitas termal (K) atau jenis bahan, dan beda suhu (∆T). Oleh karena itu,
banyak kalor yang dapat berpindah selama waktu tertentu ditulis dengan
persamaan berikut :
H = ……………………………………………………(2.15)
Keterangan:
H = = besar kalor yang merambat tiap detik (J/s)
K = kondukt ivitas termal atau koefisien konduksi termal (W /m.K atau
J/s.moC)
A = luas permukaan/penampang (m2)
= gradien suhu (oC/m)
2) Perpindahan kalor secara konveksi
Perpindahan kalor secara konveksi dapat terjadi pada zat alir (fluida).
51
Partikel-partikel air pada dasar gelas menerima kalor dan menjadi panas.
Partikel yang telah panas ini bergerak ke atas, sedangkan air yang dingin turun
mengisi tempat yang ditinggalkan air panas yang naik. Air dingin yang turun akan
menerima kalor dan menjadi panas. Demikian seterusnya terjadi secara alamiah.
Perpindahan kalor dengan cara semacam ini disebut dengan konveksi.Sepert i
ditunjukkan gambar 2.9. Jadi, konveksi adalah perpindahan kalor yang disertai
perpindahan partikel-part ikel zat. Besarnya laju hantaran kalor sebanding dengan
luas permukaan A yang bersentuan dengan fluida dan perubahan suhu (∆T).
Secara mate matika dituliskan dengan persamaan H = Q/(∆T). = h A (∆T).
3) Perpindahan kalor secara radiasi
Energi yang dipancarkan oleh matahari sampai dibumi berupa
gelombang elektromagnetik. Setiap benda memancarkan energi radiasi, tetapi bila
sudah mencapai suhu keseimbangan dengan suhu lingkungan benda tidak akan
memancarkan radiasi. Seperti ditunjukkan pada gambar 2.10
Gambar 2.9 Perpindahan kalor secara konveksi
52
Laju pemancaran kalor oleh permukaan hitam, menurut Stefan dinyatakan
sebagai berikut. Energi total yang dipancarkan oleh suatu permukaan hitam
sempurna dalam bentuk radiasi kalor tiap satuan waktu, tiap satuan luas
permukaan sebanding dengan pangkat empat suhu mutlak permukaan itu. Secara
matematis, laju kalor radiasi ditulis dengan persamaan:
W = e σT4.......................................................................................................................................( 2.16)
Energi yang dipancarkan tiap satuan waktu adalah :
= e σ A T40
..................................................................................(2.17)
= energi yang dipancarkan tiap satuan waktu
σ = tetapan Stefan (5,7 x 10-8W/m2.K4)
e = koefisien.
e. Kalor Sebagai Bentuk Energi
1) Kalor Jenis (c) dan Kapasitas Kalor (C)
Gambar 2.10 Perpindahan kalor secara konveksi
53
Dari hasil percobaan diperoleh kesimpulan, besarnya kalor yang
diperlukan untuk menaikan suhu suatu zat sebanding dengan massa za. Jika
besarnya kalor yang dibutuhkan suatu zat yang bermassa m untuk kenaikan suhu
∆T sebesar Q, maka :
Q = m c ∆ T.....................................................................................(2.17)
Keterangan :
Jadi, jika kalor yang dibutuhkan sebesar Q untuk menaikan suhu benda sebesar
∆T, maka kapasitas kalor (C) benda tersebut dapat dirumuskan :
C = ………………………………………………(2.18)
Berdasarkan persamaan 7.21, maka kapasitas kalor dapat pula ditulis:
C = m c..................................................................................................(2.19)
Q = kalor yang diserap atau dilepas, dalam satuan joule atau kalori
∆T = perubahan suhu, dalam satuan K atau ºC
C = kapasitas kalor, dalam satuan J/K atau kal/ºC
c = kalor jenis, satuannya J/kg.K atau kal/gºC
M = massa zat, satuannya kg atau g
e. Kalorimeter
Kalorimeter adalah suatu alat untuk mengukur kalor. Kalorimeter
dilengkapi dengan termometer, penutup ( jaket ) serta pengaduk. Ditunjukkan
seperti pada gambar 2.11 Kalorimeter yang menggunakan teknik pencampuran
dua zat di dalam suatu wadah, umumnya digunakan untuk menentukan kalor jenis
suatu zat. Beberapa jenis kalorimeter yang sering dipakai antara lain, kalorimeter
54
aluminium, kalorimeter elektrik, kalorimeter gas dan kalorimeter bom.
Menentukan kalor jenis suatu zat dengan kalorimeter, kita gunakan hukum
kekekalan energi atau Black. Jika kalor jenis suatu zat diketahui, kalor jenis zat
lain yang dicampur dengan zat tersebut dapat dihitung.
Gambar 2. 11 Kalorimeter
f. Asas Black
Apabila dua benda yang suhunya berbeda dicampurkan, ditunjukkan sepert i pada
Gambar ( 2.12).
..
Gambar 2.12 campuran dua zat
benda menjadi sama Benda yang suhunya tinggi akan memberikan kalor
atau melepaskan kalor kepada benda yang suhunya rendah. Pada akhir
55
percampuran, suhu kedua
Berdasarkan hal tersebut, jika kalor jenis salah satu zat diketahui, kalor
jenis zat yang lain dapat dihitung dengan menggunakan hukum kekekalan energi.
Qdilepas = Qditerim a
m c ∆ T = m c ∆ T...................................................(2.20)
m c ( 700 - tx ) = m c ( tx - 200)
B. Penelitian Yang Relevan
1. Pengaruh Penerapan laboratorium riil dan virtuil pada pembelajaran siswa
ditinjau kreativitas siswa ( Mujiyono 2005 ). Hasil penelitianya : Terdapat
perbedaan signifikan pada prestasi belajar fisika antara siswa yang
menggunakan lab riil dan virtuil. Persamaanya sama-sama menggunakan lab
riil dan virtuil. Perbedaanya tinjauanya hanya satu yaitu kreativitas. Peneliti
ingin mengetahui bagaimana siswa yang berkemampuan abstrak tinggi dan
rendah terhadap prestasi belajarnya, karena anak usia SMA sudah dapat
berfikir abstrak menurut teori belajar Peaget.
2. Penggunaan Media animasi ditinjau dari motivasi berprestasi (sri
Puryaningsih 2008). Hasil penelitianya : Terdapat perbedaan signifikan pada
prestasi belajar fisika dengan menggunakan animasi. Persamaanya sama-
sama media animasi. Perbedaanya tinjauanya hanya satu yaitu kemampuan
awal. Peneliti ingin membandingkan dengan menggunakaan Lab riil tidak
hanya animasi saja.
3. Penelitian tentang Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Inkuiri Terbimbing
56
Melalui Metode Eskperimen dan Demonstrasi ditinjau dari gaya belajar dan
motivasi belajar. (Muhamad Yasin Kholifudin 2009) Hasil penelitiannya: Terdapat
perbedaan signifikan pada prestasi belajar fisika baik antara siswa yang mendapat
pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan
demonstrasi;. Persamaan dengan peneliti adalah terletak pada pendekatan yaitu
inkuiri terbimbing yang hasilnya lebih unggul dan tinjauanya gaya belajar
perbedaannya pada tinjauan yaitu motivasi belajar. Peneliti ingin membandingkan
dengan Lab virtuilnya, tidak hanya Lab riilnya saja.
4. Efektifitas Pembelajaran Fisika dengan menggunakan media komputer, audio
visual dan sistim konvensional terhadap prestasi belajar fisika ditinjau dari
kemampuan abstrak dan konkret . ( Literzet Sobri 2004). Hasil penelitiannya:
Ada Pengaruh pada pembelajaran Fisika melalui media komputer terhadap
kemampuan abstrak dan fisika melalui inkuiri terbimbing. Perbedaanya pada
tinjauanya yaitu kemampuan abstrak dan konkret Persamaanya pada media
melalui lab riil dan virtuil. Peneliti ingin memfokuskan pada penggunaan lab
virtuilnya ( penggunaan kompiuter ) tidak memerlukan audio.
5. Penelitian tentang Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Inkuiri
Terbimbing Melalui Metode Eskperimen dan Demonstrasi ditinjau dari
kemampuan awal siswa dalam Penggunaan Alat Ukur Terhadap Prestasi
Belajar Siswa (Indah Slamet Budiarti, 2007). Hasil penelitiannya: Terdapat
perbedaan signifikan pada prestasi belajar fisika baik aspek kognitif, aspek
spikomotor maupun aspek afekt if antara siswa yang mendapat pembelajaran
dengan pendekatan inkuiri terbimbing melalui metode eksperimen dan
demonstrasi;. Persamaan dengan peneliti adalah terletak pada pendekatan
57
yaitu inkuiri terbimbing dan tinjauan yaitu gaya belajar perbedaannya pada
tinjauan yaitu motivasi belajar, materi yaitu fluida statik.
6. The Effect Of Guided inquiry Method On Pre-Service Teachers’ Science
Teaching Self – Efficacy Beliefs ( Zehra Ozidilek, Nermin Bulunuz). Dr,
Uludag University, Faculty Of Education , Dept Of Primary Education Bursa-
TURKEY. The aim of this study was to exemine effectiveness of a guided
inquiry method for science teaching on elementary pre- service teacher’ self -
efficacy beliefs .The results : A number of other studies found that well-
designed science methodes courses that are generally taught at the third year
in a prorgam can be succsessful at raising levels of science teaching self
efficacy.ht tp://www.t used.org.
C. Kerangka Berfikir
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas pembelajaran inkuiri
terbimbing, melalui lab riil dan virtuil, ditinjau gaya belajar (visual dan.
kinestetik), dan Tingkat kemampuan berfikir abstrak (t inggi dan rendah) dan
kajian penelitian yang relevan, maka dapat disusun kerangka berfikir sebagai
berikut:
1. Peranan penggunaan pembelajaran fisika dengan inkuiri terbimbing melalui
lab riil dan virtuil terhadap peningkatan prestasi belajar. Pelaksanaan proses
pembelajaran fisika di SMA Negeri I Pati, agar dapat meningkatkan prestasi
belajar siswa diperlukan metode pembelajaran yang inovatif dan kreatif, yang
melibatkan siswa secara akt if dan menyenangkan, yaitu dengan metode
58
Inkuiri terbimbing melalui lab riil dan virtuil pada materi Suhu dan Kalor.
Suhu dan Kalor sangat pent ing untuk diajarkan kepada siswa karena banyak
konsep-konsep yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam
pembelajaranya melalui lab riil diduga mempunyai kelebihan dibandingkan
dengan lab virtuil. Karena melalui lab riil dalam pengamatan seksama atau
fokus melakukan sendiri dan langsung dengan obyek pengamatan sehingga
pembelajaranya lebih bermakna dan tidak mudah lupa. Maka diduga prestasi
belajar siswa yang diajar dengan inkuiri terbimbing melalui lab riil lebih baik
dengan lab virtuil.
2. Pengaruh gaya belajar siswa baik visual dan kinestetik terhadap peningkatan,
prestasi belajar.Prestasi belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri 1 Pati yang
mempunyai gaya belajar Visual dan Kinestetik. Untuk mencari data dengan
angket. Siswa yang mempunyai gaya belajar visual bisa terakomodasi dengan
metode inkuiri melalui Lab virtuil sedangkan gaya belajar kinestetik dengan
metode inkuiri melalui lab virtuil. Pembelajaran dengan memperhatikan gaya
belajar siswa dapat diduga anak akan merasakan nyaman dalam belajar. Oleh
karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh gaya belajar
visual dan kinestet ik terhadap peningkatan prestasi belajar siswa pada materi
Suhu dan kalor.
3. Pengaruh tingkat kemampuan berfikir abstrak baik tingkat kemampuan
berfikir abstrak tinggi maupun rendah terhadap peningkatan prestasi belajar.
Kemampuan berfikir siswa kelas X (SMA) termasuk tahap formal operasional,
anak berada pada masa peralihan dari tahap konkret ke tahap operasional formal.
59
Pada periode ini anak sudah dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk
membentuk operasi-operasi yang lebih kompleks. Kemajuan utama pada anak
selama periode ini adalah bahwa anak sudah dapat berfikir abstrak. harapan prestasi
belajamya meningkat. Untuk mempelajari suhu dan kalor siswa diharapkan
siswa dapat menggunakan kemampuan abstraknya dengan baik. Siswa yang
mempunyai tingkat kemampuan berfikir abstrak tinggi diduga prestasi
belajarnya lebih tinggi di bandingkan siswa yang mempunyai tingkat
kemampuan berfikir abstrak rendah bila diberi pembelajaran lewat lab virtuil.
4. Peranan interaksi antara metode pembelajaran dengan gaya belajar siswa
terhadap peningkatan prestasi belajar. Penelitian ini untuk mengetahui apakah
ada interaksi antara metode pembelajaran dengan gaya belajar siswa terhadap
prestasi belajar. Dengan mengoptimalkan gaya belajar, siswa untuk mempela
jari materi suhu dan kalor akan saling mendukung untuk peningkatan prestasi
belajar siswa.
5. Pengaruh interaksi antara metode pembelajaran dengan tingkat kemampuan
berfikir abstrak terhadap peningkatan prestasi belajar.Penelitian ini untuk
mengetahui ada tidaknya interaksi antara metode pembelajaran dengan
tingkat kemampuan berfikir abstrak terhadap prestasi belajar. Penggunaan
pembe lajaran inkuiri terbimbing melalui lab riil dan virtuil pada materi Suhu
dan Kalor dengan harapan dapat meningkatkan tingkat kemampuan berfikir
abstrak siswa. Diharapkan terdapat pengaruh metode pembelajaran dengan
tingkat kemampuan berfikir abstrak terhadap peningkatan prestasi belajar.
6. Peranan interaksi antara gaya belajar dengan tingkat kemampuan berfikir
60
abstrak terhadap peningkatan prestasi belajar. Penelitian ini untuk mengetahui
ada tidaknya interaksi antara gaya belajar dengan tingkat kemampuan berfikir
abstrak terhadap prestasi belajar. Siswa yang mempunyai gaya belajar
kinestet ik dan tingkat kemampuan berfikir abstrak tinggi diduga prestasi
belajar fisikanya akan lebih tinggi dari pada gaya belajar visual. Sehingga
gaya belajar dan tingkat kemampuan berfikir abstrak berpengaruh terhadap
peningkatan prestasi belajar.
7. Peranan interaksi antara metode pembelajaran, gaya belajar, dan tingkat
kemampuan berfikir abstrak terhadap peningkatan prestasi belajar siswa.
Penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya interaksi antara metode
pembelajaran, gaya belajar, dan tingkat kemampuan berfikir abstrak siswa
terhadap prestasi belajar.
D. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah, ident ifikasi masalah dan pembata
san masalah t ersebut di atas, sehingga dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Ada perbedaan prestasi belajar antara penggunaan model pembelajaran
Inkuiri terbimbing melalui laboratorium riil dan virtuil
2. Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mempunyai gaya belajar
Visual dan Kinestetik
3. Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mempunyai tingkat
kemampuan berfikir abstrak tinggi dan rendah
61
4. Terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing
dan gaya belajar terhadap peningkatan prestasi
5. Terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing
dan kemampuan berfikir abstrak terhadap peningkatan prestasi
6. Terdapat interaksi antara gaya belajar dan tingkat kemampuan berfikir abstrak
terhadap peningkatan prestasi
7. Terdapat interaksi penggunaan model pembelajaran inkuiri terbimbing, gaya
belajar dan kemampuan berfikir abstrak terhadap peningkatan prestasi
62
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Penetapan Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), populasi (universe) adalah
jumlah keseluruhan unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga. Menurut Mukhtar
(2007), populasi adalah keseluruhan subjek penelitian dan secara umum dalam
sebuah penelitian.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Menurut Mukhtar (2007), sampel adalah wakil atau sebagian dari yang
mewakili populasi atau subjek penelitian. Penarikan sampel dalam penelitian ini
ditentukan dengan menggunakan teknik cluster random sam pling secara undian
yaitu undian kelas. Secara random sampling maksudnya dalam menentukan
anggota sampel dilakukan secara acak dan sembarang, dengan cara setiap populasi
diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel (Bambang Prasetyo,
2005:134).
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tem pat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Pati, Jalan P Sudirman, alasan
pemilihan lokasi ini adalah di SMA Negeri I Pati karena input siswanya bagus
63
fasilitasnya sudah memenuhi tetapi prestasi belajar mata pelajaran fisika masih
rendah (rata-rata dibawah 75 %).
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester 2 tahun ajaran 2008 / 2009.
penentuan waktu ini disesuaikan dengan alokasi waktu penyampaian pokok
bahasan Suhu dan Kalor, jadwal ditunjukan pada tabel di bawah dibawah:
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Tahap Persiapan √
Pengajuan judul √
Penyusunan proposal √
Seminar proposal √
Permohonan perijinan √
2. Tahap Pelaksanaan √
Penyusunan instrument √
Uji coba instrument √
Pelaksanaan penelitian √
3. Tahap Penyelesaian √ √ √
Pengolahan data √ √
Penyusunan laporan √ √ √
C. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimen yang melibatkan dua kelompok. Dua kelompok tersebut diasumsikan
64
sama dalam segala segi yang relevan dan hanya berbeda dalam pemberian
perlakuan mengajar. Kelompok eksperimen pertama diberi perlakuan dengan
pembejaran menggunakan Lab virtuil media pembelajaran animasi komputer
kelompok eksperimen kedua diberikan perlakuan melalui pembelajaran
menggunakan media Lab riil (alat-alat praktikum) yang sudah tersedia di
laboratorium.
Untuk kelas eksperimen diberi tes kemampuan penalaran abstrak dan gaya
belajar, kemudian masing-masing dikelompokkan menjadi dua (2) kategori, yaitu
penalaran abstrak tinggi dan penalaran abstrak rendah, serta gaya belajar
kenestetik dan visual. Kelas eksperimen yang telah diberi perlakuan, kemudian
dilakukan tes pemahaman konsep untuk mendapatkan prestasi hasil belajar siswa.
Desain penelitian dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.2. Desain Faktorial 2x2x2
B1 B2
C1 C2 C1 C2
A1 ABC111 ABC112 ABC121 ABC122
A2 ABC211 ABC212 ABC221 ABC222
Keterangan:
ABC111 = Pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing melaliu lab riil,
Gaya belajar visual, dan tingkat kemampuan abstrak tingkat tinggi
ABC112 = Pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing melaliu lab riil, Gaya
belajar visual, dan tingkat kemampuan abstrak tingkat rendah
ABC121 = Pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing melaliu lab riil, Gaya
belajar kinestetik, dan tingkat kemampuan abstrak tingkat tinggi
65
ABC122 = Pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing melaliu lab riil, Gaya
belajar kinestetik, dan tingkat kemampuan abstrak tingkat rendah
ABC211 = Pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing melaliu lab virtuil,
Gaya belajar visual, dan tingkat kemampuan abstrak tingkat tinggi
ABC212 = Pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing melaliu lab virtuil,
Gaya belajar visual, dan tingkat kemampuan abstrak tingkat rendah
ABC221 = Pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing melaliu lab virtuil,
Gaya belajar kinestetik, dan tingkat kemampuan abstrak tingkat tinggi
ABC222 = Pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing melaliu lab virtuil,
Gaya belajar kinestetik, dan tingkat kemampuan abstrak tingkat rendah
ABC211 = Pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing melaliu lab virtuil,
Gaya belajar kinestetik, dan tingkat kemampuan abstrak tingkat tinggi
ABC112 = Pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing melaliu lab riil, Gaya
belajar visual, dan Tingkat kemampuan abstrak tingkat rendah
D. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat variabel bebas yaitu metode pembelajaran,
variabel moderatornya kemampuan berfikir abstrak yang dikategorikan dalam
tinggi rendah, gaya belajar kinestetik dan visual dan variabel terikat penelitian
adalah prestasi belajar.
1. Variabel Bebas
a. Variabel Bebas: Metode Pembelajaran
66
Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan oleh guru dalam
mengajarkan konsep-konsep pada materi pokok dalam hal ini adalah materi Suhu
dan Kalor. Dalam penelitian ini digunakan metode inkuiri terbimbing, dengan
perbedaan penggunaan lab riil dan virtuil. Metode pembelajaran inkuiri
terbimbing adalah suatu cara menyampaikan materi pelajaran fisika melaliu
penemuan konsep dengan bimbingan guru agar tujuan pembelajaran dapat
tercapai kompetensinya.
1) Model Pembelajaran inkuiri terbimbing melalui lab riil (A1)
Model Pembelajaran inkuiri terbimbing melalui lab riil adalah suatu cara
penyajian materi pelajaran fisika dimana siswa melakukan kegiatan praktikum
/percobaan untuk menemukan konsep dengan menggunakan alat-alat riil di
laboratorium.
2) Model Pembelajaran inkuiri terbimbing melalui lab Virtuil (A2)
Model Pembelajaran inkuiri terbimbing melalui lab virtuil adalah suatu
cara penyajian materi pelajaran fisika dimana siswa melakukan kegiatan
praktikum /percobaan untuk menemukan konsep dengan menggunakan alat-alat
virtuil dengan bantuan animasi flash yang dilakukan di ruang komputer.
b. Variabel Moderator :
1) Kemampuan Berfikir Abstrak
Kemampuan berfikir abstrak adalah kemampuan untuk memahami ide-ide
yang berupa simbol-simbol atau angka-angka walaupun tanpa petunjuk yang
67
berbentuk kata-kata. Kemampuan abstrak dibagi menjadi dua yaitu : kemampuan
abstrak tinggi (C1)dan rendah (C2).
2) Gaya Belajar
Gaya belajar adalah tipe atau model siswa dalam melakukan aktivitas
untuk belajar menyerap informasi tertentu untuk kemudian diolah pada otak
menjadi informasi yang utuh dan sesuai dengan apa yang disampaikan.
a) Gaya Belajar Kinestetik (B1)
Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar dengan menggunakan indra
peraba, melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh sewaktu
belajar, dan paling baik setiap menghafal informasi dengan mengasosiasikan
gerakan dengan setiap fakta.
b) Gaya belajar visual (B2)
Gaya belajar visual adalah gaya belajar dengan mengamati dan
menggambarkan. Ketajaman visual, meskipun lebih menonjol pada sebagian
orang , sangat kuat dalam diri setiap orang. Alasanya bahwa didalam otak terdapat
lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual dari pada indra yang
lain. Siswa dengan gaya belajar visual lebih mudah jika dapat melihat apa yang
sedang dibicarakan oleh penceramah atau sebuah buku.
2. Variabel Terikat: Prestasi Belajar
Prestasi belajar fisika yang dicapai siswa merupakan variabel terikat pada
penelitian ini yaitu pada ranah kognitif. Prestasi belajar adalah perolehan skor
68
pada pengukuran dengan prestasi belajar yang mencerminkan tingkat penguasaan
siswa terhadap konsep-konsep setelah siswa mengikuti proses belajar mengajar.
E. Teknik Pengumpulan Data
Agar diperoleh data penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan, maka
diperlukan instrument pengumpulan data yang akurat . Pada penelitian ini ada
empat teknik pengumpulan data yaitu : tes, angket, observasi dan dokumentasi.
F. Instrumen penelitian
Instrumen penelitian terdiri dari instrumen pelaksanaan penelitian dan
instrumen pengambilan data.
1. Instrumen Pelaksanaan Pemelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan silabus.
2. Instrumen Pengambilan Data
a. Pada penelitian ini menggunakan tes prestasi berupa soal-soal pilihan ganda
pada materi Suhu dan kalor.
b. Instrumen Tes prestasi belajar dan kemampuan berfikir abstrak berupa soal-
soal pilihan ganda.
c. Instrumen gaya belajar berupa angket dari Bobbi Deporter dan Sarah Singer –
Nourie, Quantum teaching : (2001:166).
69
3. Uji Coba Instrumen
a. Instrumen Tes Prestasi Belajar (Kognitif)
Uji coba instrumen, sebelum eksperimen yang sebenarnya dilakukan
terlebih dahulu dilakukan uji coba terhadap instrumen yang akan digunakan dalam
penelitian. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan tes yang handal.
Uji coba instrument dilaksanakan di SMA Negeri 2 Pati dengan alasan SMA N 2
Pati setara dengan SMA N 1 Pati dalam hal input siswa.Tes prestasi belajar yang
diujicobakan terdiri dari 30 soal pilihan ganda. Skor yang digunakan 1 untuk
jawaban benar dan 0 jawaban yang salah. Tes prestasi belajar dilakukan uji
validitas, uji reliabilitas, uji daya beda dan uji tingkat kesukaran. Hasil uji coba
instrument sebagai berikut:
1) Uji Validitas Soal
Suatu tes dapat dikatakan valid sebagai alat pengukuran apabila tes itu
dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Jenis validitas yang digunakan oleh
peneliti adalah validitas isi atau content validity artinya materi tes benar-benar
representative terhadap bahan pelajaran yang diberikan (Sunartana, 1990).
Analisis uji validitas tes prestasi belajar fisika menggunakan teknik
korelasi product m om ent dan dirumuskan (Sutrisno, 1991:23).
Keterangan :
rxy = koefisien validitas
N = jumlah responden
70
X = skor butir soal
Y = skor total
∑XY = jumlah butir dikalikan skor total
∑X = jumlah total butir
∑Y = jumlah skor total
Keputusan uji:
Jika rxy > rtabel maka butir soal valid
Jika rxy < rtabel maka butir soal invalid/tidak valid
Dalam hal ini rtabe l ditentukan menggunakan nilai-nilai r product m om ent,
N = 34 dengan α = 5 % maka r tabe l = 0.339 (Sugiyono, 1999)
Tabel 3. 3 Rangkuman Hasil uji Validitas Instrumen Penilaian kognitif
Variabel Jumlah Soal Kreteria
Signifikan Tidak Signifikan
Suhu dan Kalor 30 23 7
Pada setiap butir soal setelah diuji validitasnya akan dapat ditentukan dua kriteria
yaitu valid dan tidak valid. Untuk mengantisipasi adanya soal yang tidak valid
dan agar tidak ada indikator yang hilang maka setiap 1 indikator dibuat 2 butir
soal. Hasil Analisis uji validitas butir perhitungan setiap item rhitung
dikonsultasikan dengan tabel harga kritik dari table r nilai product mom ent pada N
= 34 siswa, taraf signifikansi α = 0,05, rtabel adalah 0,339. Jumlah butir soal pada
30 butir soal. Soal-soal yang tidak memenuhi kriteria yaitu tidak signifikan digant i
dengan indikator yang sama. Dari 30 soal yang diuji cobakan ada 7 soal yang
71
tidak signifikan yaitu nomor 6, 8, , 12, 13, 17, 18, dan yang signifikan ada 23 soal
yaitu no : 1, 2, 3, 4, 5, 7, 9, 10, 11, 14, 15, 16, 19, 20, 21, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 29
dan 30, dan setelah di uji dengan daya pembeda diterima dengan baik 21, diterima
diperbaiki 2 soal direvisi (diperbaiki) 3 soal tidak dipakai 4 soal yaitu no 8, 12, 18
,19 jadi yang digunakan untuk uji tes prestasi hanya 26 soal.
2) Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan tingkat keajekan (keterandalan) soal. Rumus
reliabilitas yang digunakan adalah rumus Alpha untuk variabel motivasi
berprestasi dan rumus KR-20 untuk prestasi belajar fisika.
Rumus Alpha :
(Saifudin Azwar, 2000:185)
Keterangan :
r11 = koefisien reliabilitas Alpha
k = banyaknya butir soal
σb2 = varians butir
σt2 = varians total
Rumus Reliabilitas KR-20 :
(Zabzawi Soejoeti, 1984: 112)
Keterangan:
r11 = koefisien reliabilitas Alpha
k = banyaknya butir soal
72
p = proporsi jumlah siswa yang menjawab benar
σt2 = varians total
Keputusan uji : Jika rhitung > rtabel, maka instrument tersebut dikatakan reliable.
Interpretasi r11 dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 3.4 Interpretasi Nilai r11
Koefisien r11 Interpretasi
0,91 – 1,00 Sangat tinggi
0,71 – 0,90 Tinggi
0,41 – 0,70 Cukup
0,21 – 0,40 Rendah
Negatif – 0,20 Sangat rendah
(Masidjo, 1995:244)
Tabel 3.5 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penilaian kognitif
Variabel Jumlah soal Reliabilitas Kreteria
Suhu dan Kalor 30 0, 86 Reliabel
Hasil uji Analisis uji reliabilitas butir soal yaitu :korelasi XY= 0,75; simpangan
baku 6,36; dan reliabilitas tes = 0,86 Berdasarkan interpretasi tabel tingkat
reliabilitas / tingkat keajegan tes adalah cukup tinggi
3) Uji Taraf Kesukaran
Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal
pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks.
Indeks tingkat kesukaran pada umumnya dinyatakan dalam bentuk proporsi yang
73
besarnya berkisar 0,00 – 1,00 (Aiken, 1994:66). Tingkat kesukaran soal dapat
ditunjukkan dengan indeks kesukaran, yaitu menunjukkan sukar mudahnya suatu
soal, yang harganya dapat dicari dengan rumus sebagai berikut:
(Nitko, 1996:310)
Keterangan:
IK = Indeks kesukaran soal
B = jumlah jawaban yang diperoleh siswa dari suatu item
N = kelom pok siswa
Skor maksimal = Besarnya skor yang dituntut oleh suatu jawaban benar dari suatu
item
N x skor maksimal = jumlah jawaban benar yang seharusnya diperoleh siswa dari
suatu item
Interpretasi indeks kesukaran soal ditampilkan pada tabel berikut:
Tabel 3.6 Interpretasi Indeks Kesukaran Soal (IK)
Nilai IK Interpretasi
0,81 – 1,00 Sangat mudah
0,6 1 – 0,80 Mudah
0,41 – 0,60 Sedang/Cukup
0,21 – 0,40 Sukar
0,00 – 0,20 Sangat sukar
(Masidjo, 1995:191-192)
74
Tabel 3.7 Rangkuman Taraf Kesukaran Soal Instrumen Penilaian Kognitif
Jumlah Soal
Taraf Kesukaran Soal
Sangat
sukar
sukar Sedang Mudah
30 4 3 18 5
Berdasarkan interpretasi tabel indeks kesukaran, dari 30 soal yang diuji
terdapat 4 soal sangat sukar (soal no 7, 14, 16, dan 17), 3 soal sukar ( soal no: 6,
12, dan 20 ), 5 soal m udah (soal no: 2, 3, 10, 26, dan 27), dan 18 soal sedang (soal
no 1, 4, 5, 8, 9, 11, 13, 15, 21, 22, 23, 24, 25, 28, 29, 30 ).
4) Uji Taraf Pembeda
Daya beda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dan kemampuan rendah, yang
besarnya ditunjukkan dengan indeks diskriminasi. Indeks diskriminasi adalah
angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda, besarnya antara 0,10 sampai
1,00. Seluruh peserta tes bedanya menjadi dua kelompok, yaitu antara atas dan
bawah. Siswa-siswa yang tergolong kelom pok atas adalah siswa-siswa yang
memiliki skor tinggi, sedangkan siswa-siswa yang tergolong kelompok bawah
adalah siswa-siswa yang memiliki skor rendah.
Untuk menentukan siswa-siswa yang tergolong kelompok atas (NKA) atau
kelompok bawah (NKB), diambil kira-kira 25 % atau 27 % dari jumlah siswa
suatu kelompok (apabila kelompok itu besar = N ≥ 100) atau 50 % (apabila
kelompok kecil = N < 100).
75
Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah :
ID =
Keterangan :
ID = Indeks Diskriminasi
KA = Jumlah kelompok atas yang menjawab soal dengan benar
KB = Jumlah kelompok bawah yang menjawab dengan benar
Smax = Skor maksimal
Klasifikasi daya pembeda ditunjukkan pada Tabel 3.8 adalah:
Tabel 3.8. Tabel nilai daya pembeda soal
Indek DP Keterangan
0,04 - 1,00
0,30 - 0,39
0,20 - 0,29
0,00 - 0,19
Diterima Baik
Diterima diperbaiki
Diperbaiki
Soal tidak dipakai
(Marsidjo, 1995 : 196-201)
Tabel 3.9 Rangkuman Hasil Uji Daya Beda Soal Instrumen Penilaian Kognitif
Jumlah
Soal
Daya Pembeda Soal
Tidak dipakai diperbaiki Diterima
diperbaiki
Diterima Baik
30 4 3 2 21
Daya Pembeda Dari hasil perhitungan pada Lampiran 11 diperoleh daya
beda pada soal nomor 8, 12, 18, dan 19 kurang dari 0,20 maka keempat soal
diganti.
76
b. Instrumen Kemampuan Kognitif Berfikir Abstrak
1) Uji Validitas
Setelah diuji validitasnya akan dapat ditentukan dua kriteria yaitu valid
dan tidak valid. Hasil Analisis uji validitas butir perhitungan setiap item rhitung
dikonsultasikan dengan tabel harga kritik dari table r nilai product m om ent Dari
10 soal yang valid 9 soal dan yang tidak valid 1 soal, kemudian direvisi. Data
pada tabel 3.10.
Tabel 3.10 Rangkuman Hasil uji Validitas Instrumen Kemampuan Berpikir
Abstrak
Variabel Jumlah Soal Kreteria
Valid Tidak Valid
Berpikir Abstrak 10 9 1
2) Uji Reabilitas
Tabel 3.11 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Kemampuan Berpikir
Abstrak
Variabel Jumlah soal Reliabilitas Kreteria
Berpikir Abstrak 10 0,65 Reliabel
Hasil Analisis uji validitas butir perhitungan setiap item rhitung
dikonsultasikan dengan tabel harga kritik dari table r nilai product mom ent pada N
= 34 siswa, taraf signifikansi α = 0,05, rtabel adalah 0,339. Jumlah butir soal pada
10 butir soal. Soal-soal yang tidak memenuhi kriteria yaitu tidak signifikan
77
diganti/direvisi. Dari 30 soal yang diuji cobakan ada 1 soal yang tidak signifikan
yaitu nomor 1 dan yang signifikan ada 9 soal yaitu no : 2, 3, 4, 5, 6, 7, 9, 10.
3) Uji Taraf kesukaran
Hasil Analisis taraf kesukaran ditentukan dengan menghitung indeks
kesukaran. Setiap soal ditentukan indeks kesukaran masing-masing untuk
mengetahui soal tersebut tergolong sangat mudah, mudah, sedang, sukar atau
sangat sukar.Berdasarkan interpretasi tabel indeks kesukaran, dari 10 soal yang
diuji terdapat 2 soal sukar (soal no 2 dan 5), 3 soal sedang (soal no 6, 8, dan 9).
dan 5 soal mudah (soal no 1, 3, 4, 7, dan 10. Data pada tabel 3.12
Tabel 3. 12 Rangkuman Taraf Kesukaran Soal Instrumen Kemampuan Berpikir
Abstrak
Jumlah Soal
Taraf Kesukaran Soal
Sangat sukar sukar Sedang Mudah
10 0 2 3 5
4) Uji Daya Pembeda
Tabel 3.13 Rangkuman Hasil Uji Daya Beda Soal Instrumen
Kemampuan Berpikir Abstrak
Jumlah
Soal
Daya Pembeda Soal
Tidak dipakai diperbaiki Diterima
diperbaiki
Diterima
Baik
10 1 - - 9
78
c. Instrumen Angket Gaya Belajar
1) Penyusunan kisi-kisi angket
Setelah aspek dan indikator kemudian disusun kisi-kisi angket yang
memuat ruang lingkup variabel bebas sesuai dasar teori. Kisi-kisi angket tersebut
di jadikan pedoman pembuatan pertanyaan dan persyaratan.
2) Penyusunan item angket
Meliputi pembuatan pertanyaan, alternatif jawaban, dan petunjuk pengisian
angket. Soal-soal disesuaikan dengan indikator yang telah dirumuskan. Kriteria
penilaian tiap soal pernyataan adalah sebagai berikut: Untuk angket gaya belajar
dengan skala 1 sampai 4, untuk item yang mengarah jawaban positip, pemberian
skornya sebagai berikut: 4 untuk jawaban paling baik skor 3 untuk jawaban baik ,
skor 2 untuk jawaban sedang, skor 1 untuk jawaban kurang.
Soal yang mengarah pada jawaban negatif, pemberian skornya sebagai
berikut skor 1 untuk jawaban paling baik, skor 2 untuk jawaban baik, skor 3 untuk
jawaban sedang, skor 4 untuk jawaban kurang. Sebelum digunakan untuk
mengambil data penilaian, instrumen penilaian gaya belajar menggunakan alat
ukur di uji cobakan terlebih dahulu untuk mengetahui kualitas item angket,
dengan menguji validitas dan reliabilitas.
a) Uji Validitas
Untuk menghitung validitas butir soal angket dicari dengan menghitung
indeks korelasi X dan Y yang dapat dirumuskan korelasi product mom ent dengan
angka kasar sebagai berikut:
79
Keterangan:
= Koefisien korelasi anatara variable X dan Y, dua variable yang dikorelasi
X = Sekor butir soal nomor tertentu
Y = Sekor total
N = Jumlah subyek
Tabel 3.14 Rangkuman Hasil uji Validitas Instrumen Gaya Belajar
Variabel Jumlah Soal Kreteria
Valid Tidak Valid
Gaya Belajar 25 18 7
Hasil Analisis uji validitas butir perhitungan setiap item rhitung
dikonsultasikan dengan tabel harga kritik dari table r nilai product mom ent pada N
= 34 siswa, taraf signifikansi α = 0,05, rtabel adalah 0,339. Jumlah butir soal pada
25 butir soal. Soal-soal yang tidak memenuhi kriteria yaitu tidak signifikan
diganti/direvisi. Dari 25 soal yang diuji cobakan ada 7 soal yang tidak signifikan
yaitu nomor 4, 6, 9, 10, 11, 19, 20 dan yang signifikan ada 18 soal yaitu no : 1, 2,
3, 5, 7, 8, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 21, 22, 23, 24 dan 25.
b) Uji Raliabilitas
Untuk mengetahui reliabilitas tes digunakan rumus alpha (digunakan untuk
mencari reliabilitas yang sekornya bukan 1 dan 0) yaitu sebagai berikut:
80
Keterangan:
r 11 = reliabilitas yang dicari
n = banyak butir pertanyaan atau banyak butir soal
= jumlah variasi skor tiap tiap item
=
= variasi total
=
(Suharsani Arikunto, 20006 : 108-112)
Selanjutnya pemberian interprestasi terhadap koefisien reabilitas
digunakan patokan sebagai berikut: 1) reliable, 2) tidak
reliabel.
Tabel 3.15 Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Gaya Belajar
Variabel Jumlah soal Reliabilitas Kreteria
Gaya Belajar 25 0,731 Reliabel
Hasil uji Analisis uji reliabilitas butir soal yaitu reliabilitas tes = 0, 86
Berdasarkan interpretasi tabel tingkat reliabilitas / tingkat keajegan tes adalah
tinggi
81
c) Uji Taraf kesukaran
Hasil Analisis taraf kesukaran ditentukan dengan menghitung indeks
kesukaran. Setiap soal ditentukan indeks kesukaran masing-masing untuk
mengetahui soal tersebut tergolong sangat mudah, sedang, sukar atau sangat
sukar. Berdasarkan interpretasi tabel indeks kesukaran, dari 25 soal yang diuji
terdapat 1 soal sukar (soal no 1), 20 soal mudah (soal no 2, 3, 4, 6, 8, 10, 11, 12,
14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24,dan 25 .Data dapat di lihat pada tabel
3.16.
Tabel 3. 16 Rangkuman Taraf Kesukaran Soal Instrumen Gaya Belajar
Jumlah Soal Taraf Kesukaran Soal
Sukar sedang Mudah Sangat mudah
25 1 - 20 4
d) Uji Daya Pembeda
Tabel 3.17 Rangkuman Hasil Uji Daya Beda Soal Instrumen Gaya Belajar
Jumlah Soal
Daya Pembeda Soal
Tidak dipakai diperbaiki Diterima
diperbaiki
Diterima
Baik
25 3 - 8 14
G. Teknik Anal isi s Data
Analisis data penelitian terdiri dari dua bagian yaitu analisis Diskriptif dan
analisis inferensial. Analisis diskriptif dilakukan dengan menyajikan tabel
82
distribusi frekuensi, histogram. Analisis inferensial digunakan angka untuk
menguji hipotesis. Uji hipotesis dengan uji Anava.Sebagai uji prestasi siswa
analisis Varians dilakukan uji normalitas dan uji hohogenitas terhadap data
penelitian.
1. Uji Prasyarat Analisis
a. Uji Normalitas
Dalam penelitian ini uji normalitas yang digunakan adalah program
Minitab 15. Prosedur uji normalitas adalah sebagai berikut :
1) Hipotesis :
H1 = Sampel berasal dari populasi normal
H0 = sampel tidak berasal dari populasi normal
2) Taraf signifikansi α = 0,05
3) Statistik Uji : (a). Uji Normalitas Anderson-Darling, (b) Uji Normalitas
Ryan-Joiner (Similar to Shapiro-Wilk), (c) Uji Normalitas Kolmogorov-
Smirnov .
4) Keputusan Uji :
H0 diterima jika p-value > taraf signifikansi α
H0 ditolak jika p-value < taraf signifikansi α.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dengan program Minitab 15 dengan prosedur sebagai
berikut :
1) Hipotesis:
83
H0 = Semua variansi homogen (sama)
H1 = Tidak semua variansi homogen (tidak sama)
2) Taraf signifikansi α = 0,05
3) Statistik Uji yang digunakan F-Test dan Levene’s Test
4) Keputusan Uji:
H0 diterima jika p-value pada F-test dan Levene’s test > α
H0 diterima jika p-value pada F-test dan Levene’s test < α
2. Uji Hipotesis
Dalam penelitian ini pengujian hipotesis yang diajukan untuk mengolah
data yang berupa angka sehingga dapat ditarik suatu keputusan adalah dengan
analisis varians (ANAVA) tiga jalan. Analisis ini bertujuan untuk menguji
perbedaan efek baris, efek kolom dan kombinasi efek baris dan kolom terhadap
variable terikat.
Tabel 3 18 Tabel Analisis Varians (2 x 2 x 2)
Model Pembelajaran
Gaya belajar Kinestetik (B1) Gaya belajar Visual (B1)
Kemampuan Abstrak
Tinggi (C1)
Kemampaun Abstrak
Rendah (C2)
KemampuanAbstrak
Tinggi (C1)
Kemampuan Abstrak
Rendah (C2)
Lab Riil (A1) ABC111 ABC112 ABC121 ABC122
Lab Virtuil (A2) ABC211 ABC212 ABC221 ABC222
Keterangan:
84
A1 = Pembelajaran model inkuiri terbimbing melaliu lab riil
A2 = Pembelajaran model inkuiri terbimbing melaliu lab virtuil
B1 = Gaya belajar kinestetik
B2 = Gaya belajar visual
C1 = Tingkat kemampuan abstrak tingkat t inggi
C2 = Tingkat kemampuan abstrak tingkat rendah
3. Uji lanjut Anava
Uji lanjut Anava merupakan tindak lanjut dari analisis variasi, apabila
hasil analisis variasi menunjukkan bahwa hipotesis nol ditolak. Tujuan dari uji
lanjut anava ini adalah untuk melakukan pengacakan terhadap rerata setiap
pasangan kolom, baris, dan pasangan sel sehingga diketahui pada bagian mana
sajakah terdapat rerata yang berbeda.
Dalam penelitian ini digunakan uji lanjut anava metode Kom paransi
Ganda dengan Uji Scheffe. Langkah-langkahnya yaitu sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi semua pasangan komparansi rataan yang ada. Jika terdapat
perlakuan, maka ada pasangan rataan.
b. Merumuskan hipotesis yang bersesuaian dengan komparansi tersebut,
Tidak ada perbedaan penggunaan pendekatan lingkungan
belajar Sains-Teknologi-Masyarakat terhadap prestasi belajar siswa.
Ada perbedaan perbedaan penggunaan pendekatan
lingkungan belajar Sains-Teknologi-Masyarak at terhadap sikap ilmiah.
85
c. Menentukun tingkat signifikansi (pada urnurnnya yang dipilih sama
dengan pada uji analisis variansinya)
d. Mencari statistic uji F dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
1) Komparasi rataan antar baris
2) Komparansi rataan antar kolom
3) Komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama (sel 11 dan sel 22)
4) Komparansi rataan antar set pada baris yang sama (sel 12 dan sel 21)
e. Menentukan daerah kritik dengan minus sebagai berikut:
1) Komparasi rataan antar baris
=
2) Kumparasi rataan antar kolom
=
3) Komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama (Sel ij dan sel kj)
86
4) Komparasi rataan antar sel pada bans yang sama ( sel ij dan se ik)
dimana:
xi = rerata pada baris ke-i
xj = rerata pada baris ke-j
xi = rerata pada kolom ke-i
x.j = rerata pada kolom ke-j
xij = rerata pada sel ij
xkj = rerata pada sel kj
xik = rerata pada sel ik
ni = cacah observasi pada baris ke-i
nj = cacah observasi pada baris ke-j
n.i = cacah observasi pada kolom ke-i
n.j = cacah observasi pada kolom ke-j
nij = cacah observasi
87
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data Berkaitan dengan hipotesis yang disajikan pada bab II, maka pada bab IV
akan disajikan deskripsi data, keputusan uji hasil penelitian dan pembahasan. Data
yang ditulis adalah hasil tes kemampuan berfikir abstrak, hasil angket gaya belajar
dan hasil tes prestasi kognitif yang diambil dari kelas eksperimen pada pokok
bahasan Suhu dan Kalor dengan berbeda perlakuanya. Data secara terperinci
sebagai berikut:
1. Data nilai prestasi belajar Kelompok Riil Dan Virtuil sebelum perlakuan
Untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa disajikan data nilai
dan Histogram frekuensi prestasi belajar kelas Lab Riil dan Lab Virtuil sebelum
perlakuan. Data ini diambil dari tes semester ganjil kelas X5 dan X 6 SMA Negeri
satu Pati tahun pelajaran 2008 - 2009.
Tabel. 4.1 Data tes prestasi Kelas Lab Riil dan Virtuil sebelum perlakuan
No Keterangan Lab Riil Lab Virtuil
1 Jumlah siswa Seluruhnya 34 34
2. Jumlah siswa yang remidi 23 28
3 Jumlah siswa yang tidak remidi 11 6
4 Nilai tert inggi 80 73
5 Nilai terendah 35 40
6 Standart deviasi 12,56 8,053
7 Mean 58,41 61,59
88
Gambar 4.1 Histogram Distribusi Frekuensi Nilai tes Kelas Lab Riil (Sebelum
Perlakuan)
Gambar 4.2 Histogram Distribusi Frekuensi Nilai tes kelas Lab Virtuil ( Sebelum Perlakuan)
2. Data nilai Prestasi Kelas Riil Dan Virtuil Setelah Perlakuan2
Data tentang hasil belajar fisika melalui model pembelajaran inkuiri
terbimbing melalui lab riil dan virtuil pada materi suhu dan kalor, melalui tes yang
diberikan setelah proses belajar mengajar selesai. Kemampuan berfikir abstrak
89
diperoleh melalui tes kognitif pada siswa, dan gaya belajar siswa diberikan dalam
bentuk angket. Instrumen itu diberikan sebelum kegiatan belajar mengajar
dimulai. Untuk memudahkan dalam pembacaan data prestasi belajar, gaya belajar
dan kemampuan berfikir abstrak dapat disajikan tabel 4.2
Tabel 4. 2 Data prestasi belajar Fisika berdasarkan Metode, Gaya Belajar dan Kemampuan Berfikir Abstrak
No
Model Inkuiri
terbimbing
Kemamp Berfikir
Abstrak
Gaya
Belajar
Mean
St Dev
N
1
Lab Virtuil
Rendah Visual 64,00 9.618 5
Kinestetik 60,00 16,432 6
Tinggi Visual 61,11 11,118 9
Kinestetik 58,21 12,951 14
2
Lab Riil
Rendah Visual 75,00 9,045 12
Kinestetik 74,17 18,552 6
Tinggi Visual 75,42 10,188 12
Kinestetik 66,25 6,292 4
Distribusi pristasi dan gambar histogram yang diperoleh dari skor tes
kognitif dengan model inkuiri terbimbing melalui lab riil disajikan pada tabel 4.3
dan model inkuiri terbimbing melalui lab virtuil disajikan pada tabel 4.4
Tabel. 4.3 Data disrubisi pristasi Kelas Lab Riil ( Sesudah perlakuan )
Kelas Interval Batas Kelas Frekuensi
Frekuensi
Reratif
1 44-52 43.5 1 2,95 %
2 53-61 52.5 4 11,8 %
3 62-70 61.5 11 32,4 %
4 71-79 70.5 6 17,6 %
5 80-88 79.5 8 23,5 %
6 89-97 88.5 4 11,8 %
Jumlah 34 100 %
90
Gambar 4.3 Histogram Distribusi Frekuensi Nilai tes Kelas Lab Riil (Setelah
Perlakuan)
Tabel. 4.4 Data distribusi pristasi Kelas Lab Virtuil (Sesudah perlakuan)
Kelas Interval Batas Kelas Frekuensi Persentasi
1 29-37 28.5 2 5,8 %
2 38-46 37.5 3 8,8 %
3 47-55 46.5 9 26,4 %
4 56-64 55.5 7 20,1 %
5 65-73 64.5 7 20,1 %
6 74-82 73.5 6 17,6 %
34 100 %
Gambar 4.4 Histogram Distribusi Frekuensi Nilai tes Kelas Lab Virtuil (Setelah Perlakuan)
91
2. Data Kem am puan Berfikir Abstrak
Data penelitian mengenai kemampuan berfikir abstrak diperoleh dari tes
kognitif. Berdasarkan hasil tes siswa kemudian dikelompokkan yaitu dalam dua
kategori tinggi dan rendah. Pengelompokan kategori tinggi dan rendah,. berdasar-
kan hasil rata- rata kelas. Siswa yang mempunyai skor diatas rata- rata atau sama
dikelompokkan kategori tinggi, dan siswa yang mempunyai skor dibawah rata-
rata dikelompokkan kategori rendah. Dengan menggunakan kriteria tersebut dari
kelas Lab Riil dari 34 siswa yang termasuk kategori tinggi ada 16 siswa dan
kategori rendah ada 18 siswa, sedang kelas Lab Virtuil terdiri dari 34 siswa yang
termasuk kategori tinggi ada 23 siswa dan kategori rendah ada 11 siswa. Data
tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini. (tabel 4. 5).
Tabel 4.5 Data siswa yang mempunyai kemampuan abstrak tinggi dan rendah
Kemampuan
berfikir
abstrak
Kelas Lab Riil Kelas Lab Virtuil
Frekuensi Persentasi Frekuensi Frekuensi
Relatif
Tinggi 16 47, 05 % 23 67, 64 %
Rendah 18 52, 95 % 11 32, 36 %
Jumlah 34 100,00 % 34 100,00%
3. Data Gaya Be lajar
Data penelitian mengenai gaya belajar diperoleh dari angket siswa.
Berdasarkan hasil angket siswa kemudian dikelom pokkan dalam dua kategori
yaitu siswa yang mempunyai gaya belajar Kinestetik dan gaya belajar Visual.
Pengelompokan kategori gaya belajar Kinestetik dan gaya belajar Visual dengan
92
cara dipilih, Misalkan skor angket gaya belajar Kinestetik lebih tinggi dari gaya
belajar Visual maka siswa tersubut mempunyai gaya belajar kinestetik dan bila
gaya belajar Kinestetik lebih rendah dari gaya belajar Visual maka siswa tersubut
mempunyai gaya belajar Visual. Dengan menggunakan kriteria tersebut dari kelas
Lab Riil 34 siswa yang termasuk mempunyai gaya belajar Kinestetik ada 10
siswa dan siswa yang mempunyai gaya belajar Visual ada 24 siswa, sedang kelas
Lab Virtuil terdiri dari 34 siswa yang termasuk gaya belajar Kinestetik ada 20
siswa dan siswa yang mempunyai gaya belajar Visual ada 14 siswa. Data tersebut
dapat dilihat pada tabel dibawah ini ( t abel 4.2 )
Tabel 4.6 Data siswa yang mempunyai Gaya Belajar Kinestetik Dan Visual
Gaya
Belajar
Kelas Lab Riil Kelas Lab Virtuil
Frekuensi Persentasi Frekuensi Frekuensi
Relatif i
Kinestetik 10 29, 4 % 20 58, 8 %
Visual 24 70, 6 % 14 41,
Jumlah 34 100, 00 % 34 100,00%
B. Pengujian Prasarat Analisis
1. Uji Normalitas dan Hom ogenitas
Dalam penelitian yang menggunakan analisis statistik diperlukan beberapa
asumsi yang harus dipenuhi, yakni uji normalitas dan uji homogenitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data yang digunaka adalah uji normalitas menurut
kreteria Anderson Darling (AD) dengan bantuan sofware miniteb Release
93
15.Jika uji normalitas terpenuhi maka uji selanjutnya dapat dilanjutkan.
Persyaratan data disebut normal jika probabilitas atau p > 0,05 .
Tabel 4.7 Hasil Uji Normalitas
No Data Model P-Value Anderson
Darling (AD)
Distribusi
1 Prestasi Lab Riil 0, 283 0, 45 Normal
2 Prestasi Lab Virtuil 0,205 0, 205 Normal
Berdasarkan hasil uji tersebut maka data prestasi belajar melalui model
pembelajaran inkuiri terbimbing melalui lab riil dan virtuil adalah Normal.,
sehingga uji selanjutnya yaitu Anova dapat dilanjutkan. Hasil uji normalitas
terdapat pada lampiran 4.
b. Homogenitas
Uji homogenitas adalah untuk mengetahui apakah sampel penelitian
berasal dari populasi yang berdistribusi dari variansi homogen atau tidak . Uji
yang digunakan uji F, adapun pendukung keputusan dilakukan uji Levene.
Variabel terikatnya adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing melalui lab riil
dan virtuil. Sedangkan variabel moderatornya adalah gaya belajar kinestetik dan
visual dan kemampuan berfikir abstrak tinggi dan rendah. Data analisis disajikan
pada lampiran 4.8.
94
Tabel 4.8 Hasil Uji Homogenitas
NO
Respon
Variabel
P - Value
F Test Levene’s Test
1 Prestasi Metode 0,234 0,136 Hom ogen
2 Prestasi Gaya Belajar 0,126 0,065 Hom ogen
3 Prestasi Berfikir Abstrak 0,092 0,067 Hom ogen
Persyaratan data disebut homogen jika probabilitas atau p > 0,05. Tabel diatas
terlihat bahwa semua P > 0,05 berart i homogen data prestasi belajar Fisika
terpenuhi sehingga uji selanjutnya dapat dilakukan.
C. Hasil Uji Hipotesis
Hasil temuan data penelitian yang diperoleh dari analisis secara statistik
menyatakan bahwa : Dasar pengambilan keputusan berdasarkan probabilitas:
apabila probabilitas > 0,05 maka Ho diterima, dan apabila probabilitas < 0,05
maka Ho ditolak.Pada t abel Tests of Between-Subjects Effects
memperlihatkan penyajian ANOVA lebih dari satu keragaman untuk menguji
perbedaan dan pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing, Kemampuan
Berfikir Abstrak, dan Gaya Belajar terhadap Prestasi Belajar, dengan dasar
pengujian nilai F.
95
Tabel 4. 9 Tabel Hasil Pengujian
No Sumber
Hasil Uji Anava
( F )
Probabilitas ( P ) Keterangan
1 A 13,874 0,000 Ditolak
2 B 1,811 0,183 Diterima
3 C 0,835 0,364 Diterima
4 A Vs B 0,075 0,785 Diterima
5 A Vs C 0,035 0,852 Diterima
6 C Vs B 0,353 0,55 Diterima
7 AVsBVs C
0,586 0,447 Diterima
Keterangan: A = Model mengajar
B = Gaya Belajar
C = Kemampuan berfikir abstrak.
1. Uji Hipo t esis p ert ama
Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing memberikan perbedaan
signifikan terhadap Prestasi Belajar atau ada perbedaan antara Model
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Laboratorium Riil dengan Laboratorium Virtuil
terhadap Prestasi Belajar .
2. Uji Hipo t esis k edua
Gaya Belajar tidak memberikan perbedaan signifikan terhadap Prestasi
Belajar atau tidak ada perbedaan antara Gaya Belajar Visual dan Kinestetik
terhadap Prestasi Belajar.
3. Uji Hipo t esis k etiga
96
Kemampuan Berfikir Abstrak tidak memberikan perbedaan signifikan
terhadap Prestasi Belajar atau tidak ada perbedaan antara Kemampuan Berfikir
Abstrak tingkat Rendah dan tingkat Tinggi terhadap Prestasi Belajar .
4. Uji Hipo t esis k eem pat
Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Gaya Belajar Siswa
tidak m emberikan pengaruh signifikan terhadap Prestasi Belajar.
5. Uji Hipo t esis k elim a
Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Kemampuan Berfikir
Abstrak tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap Prestasi Belajar.
6. Uji Hipo t esis k eenam
Kemampuan Berfikir Abstrak dan Gaya Belajar Siswa tidak memberikan
pengaruh signifikan terhadap Prestasi Belajar.
7. Uji Hipo t esis t ujuh
Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing, Gaya Belajar Siswa dan
Kemampuan Berfikir Abstrak tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap
Prestasi Belajar.
1. Uji Lanjut Pasca Analisis Variansi Tiga Jalan
Uji Lanjut Anava atau uji komparasi ganda diperlukan untuk mengetahui
karakteristik pada variabel bebas dan variabel terikat. Pada penelitian ini uji
kom parasi hanya dilakukan pada hipotesa pertama, karena ditolak atau terdapat
pengaruh. Sedangkan hipotesis kedua, tiga, empat , lima, enam dan tujuh diterima.
97
diterima
Gambar 4.5 Histogram Distribusi Frekuensi Nilai tes Kelas Lab Riil (Setelah
Perlakuan)
Dari grafik diatas ada yang melewati batas garis merah, berart i dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing melalui lab Riil dan
Virtuil terdapat pengaruh yang signifikan. Sedangkan model pembelajaran lab Riil
(1) lebih unggul bila dibandingkan model pembelajaran lab Virtuil (2).
D. Pem bahasan Hasil Analisis
1. Hipotesis Pertama
Uji P erbedaan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing : P ada t abel
Tests o f Between- Subjects Effects nilai F hitung = 13,874 dengan probabilitas
p= 0,000. Oleh karena p < 0,05; maka Ho ditolak, atau Model Pembelajaran
Inkuiri Terbimbing memberikan perbedaan signifikan terhadap Prestasi Belajar
atau ada perbedaan antara Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Laboratorium
Riil dengan Laboratorium Virtuil terhadap Prestasi Belajar.
Melihat rerata prestasi belajar fisika yang mendapat pembelajaran inkuiri
98
terbimbing melalui lab riil mempunyai prestasi lebih baik dibandingkan siswa
yang mendapat pembelajaran dengan inkuiri terbimbing melalui lab virtuil, dapat
dilihat rerata melalui lab riil 74,12 std.deviation = 11,246 dan rerata melalui lab
virtuil 60,15 std.deviation = 12,339. Hal ini disebabkan: 1) dalam pembelajaran
inkuiri terbimbing melalui lab riil selama proses memberi keleluasaan pada siswa
untuk melakukan percobaan sendiri secara langsung mulai dari menimbang benda
dengan neraca, mencampurkan, mengukur suhunya dengan thermometer menulis
data yang telah diamati dengan detil, menafsirkan, menganalisis data dan
menyimpulkan konsep dengan panduan LKS dan dibimbing oleh guru. Dari
kegiatan yang dilakukan oleh siswa, maka siswa akan menemukan konsep suhu
dan kalor. 2) dalam menentukan obyek atau tujuan dalam suatu percobaan anak
lebih tertantang untuk belajar karena anak dihadapkan langsung obyek/alat dan
peristiwa yang terjadi. Akibatnya anak merasa senang, dapat meningkatkan
aktifitas, kreatifitas dan kerjasama dengan temanya dalam melakukan percobaan
sehingga pembelajaran lebih bermakna.
Sedangkan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui lab virtual a. anak
melihat tayangan animasi yang berisi suatu kegiatan percobaan yang sudah diatur
sedemikian sehingga langkah-langkahnya sama dengan pada kegiatan lab riil
mulai dari menimbang, mencampurkan, mengukur suhunya sudah tertera dalam
LKS dan tayangan animasi. b.Siswa tidak terlibat langsung dengan alat praktikum,
anak cenderung tidak akt if /statis karena tidak melakukan percobaan sendiri. c.
Dalam mencari data anak tinggal melakukan percobaan sesuai perintah pada LKS
serta mengamati, melihat dan mencatat datanya. c.Siswa mengolah hasil
99
pengamatanya berupa data untuk mengambil kesimpulan ke dalam teori atau
persamaan dengan bantuan LKS dan bimbingan guru sehingga akan didapatkan
konsep suhu dan kalor.
Dengan demikian pembelajaran inkuiri terbimbing melalui lab virtuil
konsep-konsep tidak akan tertanam lebih kuat dan mudah lupa, Hal ini sesuai
teori belajar Bruner, belajar bermakna hanya dapat terjadi melalui belajar
penemuan.
Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama dan
mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan
penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas, dan melatih keterampilan-
keterampilan untuk menemukan dan memecahkan masalah. Hal inilah yang
menjadi alasan bahwa prestasi siswa yang diberi perlakuan atau pembelajaran
dengan lab Riil prestasi belajarnya lebih baik dari pada pembelajaran melalui lab
Virtul. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji lanjut yang dapat digunakan untuk
mengetahui pengaruh atau perbedaan suatu hipotesa.
2. Hipo t esa kedua
Uji Perbedaan Gaya Be lajar : Pada t abe l Tests o f Between-Subjects
Effects nilai F hitung = 1,811 dengan probabilitas (p) = 0,183. Oleh karena p >
0,05; maka Ho diterima, Melihat rerata prestasi belajar fisika menunjukkan
bahwa Gaya Belajar tidak memberikan perbedaan signifikan terhadap Prestasi
Belajar atau tidak ada perbedaan antara Gaya Belajar Visual dan Kinestetik
terhadap Prestasi Belajar. Setiap manusia mempunyai perbedaan cara berfikir,
100
cara merespon atau mempelajari hal-hal baru. Dalam hal belajar masing-masing
siswa memiliki kelebihan dan kekurangan dalam menyerap pelajaran yang
diberikan.
Berdasarkan kemampuan yang dimiliki otak dalam menyerap, mengelola
dan menyampaikan informasi, Menurut Deporter & Hernacki (2001), cara belajar
dibagi tiga kategori yaitu Visual, Kinestetik Dan auditorial yang ditandai dengan
ciri-ciri perilaku tertentu. Pengkategorian ini tidak berart i bahwa individu hanya
memiliki satu karakteristik tertentu tetapi juga mempunyai karakteristuk yang lain
( visual, kinestetik dan auditorial). Pengkategorian ini diambil dari salah satu yang
menonjol walaupun sangat sedikit perbedaan karakteristiknya, sehingga bila
mendapat rangsangan yang sesuai dalam belajar maka akan memudahkan untuk
menyerap pelajaran.
Pada pembelajaran Suhu dan Kalor kegiatan yang diberikan sangat
bervariasi tidak menonjolkan salah satu gaya belajar misalnya hanya melihat saja
atau mendengarkan saja sehingga anak harus menggunakan visualisasi saat
mengamati atau mendengarkan saat guru menjelaskan. Dan ketika anak
melakukan prakt ikum diperlukan gaya belajar visualisasi, kinestetik saat
melakukan percobaan dan mendengarkan . Selain itu materi suhu dan kalor
cenderung mudah diterapkan kedalam kehidupan sehari-hari sehingga mudah
diterima oleh logika siswa baik yang bergaya belajar kinestetik atau visual. Hal
inilah yang membuat gaya belajar kenestetik dan visual tidak berpengaruh
terhadap prestasi belajar siswa karena anak sama-sama akt if dalam kegiatan
101
belajar mengajar
3. Hipo t esa ke t iga
Uji Perbedaan T ingka t Kemampuan Berfik ir Abst rak : Pada t abel
Tests o f Between- Subjects Effcts nilai F hitung= 0,835 dengan probabilitas (p)=
0,364. Oleh karena p > 0,05, maka Ho diterima, melihat rerata yang diperoleh
menunjukkan bahwa Kemampuan Berfikir Abstrak tidak memberikan perbe
daan signifikan terhadap Prestasi Belajar atau tidak ada perbedaan antara Kemam
puan Berfikir Abstrak tingkat Rendah dan tingkat Tinggi terhadap Prestasi
Belajar.
Menurut Piaget dalam Ratna Wilis Dahar ( 1989 155-16 ) Memba
.gi tahap-tahap perkembangan kognitif yang dialami setiap individu menjadi 4
tahap yaitu: 1) tahap sensori motor (0 – 2 tahun); 2) tahap pra – operasional tahap
ini umur 2 sampai 7 tahun. Pada tahap ini anak belum mampu malaksanakan
operasi-operasi mental sepert i menambah, mengurangi dan mengalikan; 3) tahap
operasional konkret yaitu tahap antara 7 hingga 11 tahun. Tahap ini merupakan
permulaan berfikir rasional yaitu memiliki operasi-operasi logis yang dapat
diterapkan pada masalah–masalah konkret, belum dapat berurusan dengan materi
yang bersifat abstrak; 4) tahap operasional formal yaitu 11 tahun keatas. Tahap ini
anak sudah menggunakan operasi-operasi konkret untuk membentuk operasi yang
lebih komplek atau sudah berfikir abstrak.
Siswa kelas X termasuk tahap operasional formal anak berada pada masa
peralihan dari tahap konkret ke tahap abstrak. Pada periode ini anak sudah dapat
menggunakan operasi-operasi konkretnya untuk membentuk operasi-operasi yang
102
lebih kompleks. Kemajuan utama pada anak selama periode ini adalah bahwa
anak sudah dapat berfikir abstrak walaupun tanpa dengan pertolongan benda-
benda, gambar atau peristiwa peristiwa konkret.
Dalam pembelajaran Suhu dan Kalor melalui inkuiri terbimbing, materi
yang diberikan mudah dipahami, jelas dan dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari hari. Dalam pembelajaranya Anak dapat menerima materi pembelajaran
yang diberikan oleh guru tanpa menggunakan gambar-gambar atau simbol-simbol
yang jelas. Batas kemampuan abstrak tinggi dan rendah anak kelas X masih relatif
sangat sedikitl karena masih dalam taraf masa peralihan. Hal inilah yang
menyebabkan tidak ada perbedaan siswa yang mempunyai kemampuan abstrak
tinggi atau rendah terhadap prestas belajar Fisika.
4. Hipo t eses k e empat
Uji P engaruh perbedaan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan
Gaya Belajar siswa: Pada t abe l Tests o f Between- Subjects Effects nilai F
hitung = 0,075 dengan probabilitas (p)= 0,785. Oleh karena p > 0,05 maka Ho
diterima, atau Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Gaya Belajar
Siswa tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap Prestasi Belajar.
Menurut Deporter & Hernacki (2001), cara belajar dibagi tiga kategori
yaitu Visual, Kinestetik Dan auditorial yang ditandai dengan ciri-ciri perilaku
tertentu. Pengkategorian ini tidak berarti bahwa individu hanya memiliki satu
karakteristik tertentu tetapi juga mempunyai karakteristuk yang lain ( visual,
kinestetik dan auditorial). Pengkategorian ini diambil dari salah satu yang
menonjol walaupun sangat sedikit perbedaan karakteristinya, sehingga bila
103
mendapat rangsangan yang sesuai dalam belajar maka akan memudahkan untuk
menyerap pelajaran.
Selain itu dalam melakukan kegiatan pembelajaran pada materi suhu dan
kalor waktu yang diberikan terbatas, setiap kelompok harus melakukan percobaan,
mencari data, menganalisa dan mengambil kesimpulan. Hal inilah yang membuat
anak kenestetik tidak punya kesempatan untuk menggunakan gerakan-gerakan
atau akt ivitas yang lebih karena dituntut untuk bergerak cepat dan mengamati
dengan cermat sehingga akan menyelesaiakan dengan tepat.
Sedang siswa bergaya visual juga harus dituntut cepat bekerja dan cermat
dalam mengambil data untuk mengambil kesimpulan kemudian dipresentasikan
ke depan kelas.Jadi baik anak bergaya visual atau kinestetik sama-sama aktif
untuk melakukan kegiatanya. Hal inilah yang menyebabkan anak yang
mempunyai gaya belajar kinestetik dan visual bila diberi pelajaran dengan model
inkuiri terbimbing melalui lab riil maupun virtuil tidak ada pengaruhnya ( tidak
ada perbedaanya )
5. Hipo t esis k elim a
Uji P engaruh perbedaan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan
Kemampuan Berfikir Abstrak : Pada t abel Tests o f Between-Subjects Effects
nilai F hitung = 0,035 dengan probabilitas (p)= 0,852. Oleh karena p > 0,05
maka Ho diterima, atau Perbedaan Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
dengan Kemampuan Berfikir Abstrak tidak memberikan pengaruh signifikan
terhadap Prestasi Belajar.
Dalam pembelajaran Suhu dan Kalor melalui lab virtual materinya sudah
104
diatur sedemikian jelas urut dan terperinci melalui animasi.Siswa melihat
tayanganya yang seolah- olah seperti kenyataanya atau melakukan percobaan.
Hasil tayangan animasi ditulis di LKS kemudian didiskusikan bersama. Setiap
anak bekerja sama dengan baik ada yang mencatat data, mengamati, menghitung
maupun mengambil kesimpulan. Hal inilah yang menyebabkan anak yang
mempunyai kemampuan berfikir abstrak tingkat rendah dan tingkat tinggi bila
diberi pelajaran dengan model inkuiri terbimbing melalui lab riil maupun virtuil
tidak ada pengaruhnya.
6. Hipotesis keenam
Dar i hasil ana lisis t idakada interaksi tingkat Kemampuan Berfikir
Abstrak dengan tipe Gaya Belajar: P ada tabel Tests of Between-Subjects
Effects nilai F hitung= 0,353 dengan probabilitas (p)= 0,555. Oleh karena p >
0,05; maka Ho diterima, atau Interaksi Kemampuan Berfikir Abstrak dan Gaya
Belajar Siswa tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap Prestasi Belajar.
Gaya belajar adalah kemampuan seseorang untuk menyerap informasi tertentu
untuk kemudian diolah pada otak menjadi informasi yang utuh dan sesuai dengan
apa yang disampaikan Bahwa setiap individu tidak hanya memiliki satu
karakteristik tertentu saja tetapi juga mempunyai karakteristuk yang lain (visual,
kinestetik dan auditorial). Pengkategorian ini diambil dari salah satu yang
menonjol walaupun sangat sedikit perbedaan karakteristinya. Sedangkan
Kemampuan abstrak anak usia SMA masih taraf peraliahan dari konkret ke
abstrak.tingkat kemampuan abstrak dan gaya belajar siswa berasal dari dalam diri
siswa, sehingga tidak mudah untuk dipengaruhi dari luar, misalkan pembelajaran.
105
Hal inilah yang mengakibatkan gaya belajar dan tingkat kemampuan abstrak tidak
ada interaksi.
7. Hipo t esis k et ujuh
Uji P engaruh Interaksi Pembelajaran Inkuiri Terbimbing, Gaya Belajar
dan tingkat Kemampuan Berfikir Abstrak : P ada t abel Test s of Between-
Subjects Effects nilai F hitung= 0,586 dengan probabilitas (p)= 0,447. Oleh
karena p > 0,05 maka Ho diterima, atau Interaksi Metode Pembelajaran Inkuiri
Terbimbing, Gaya Belajar Siswa dan Kemampuan Berfikir Abstrak tidak
memberikan pengaruh signifikan terhadap Prestasi Belajar.
Dalam melakukan kegiatan pembelajaran pada materi suhu dan kalor,
dengan lab vertuil maupun riil yang pertama guru akt if mendampingi siswa dan
memberi motivasi. Setiap kelompok harus menuliskan hasil prakt ikum di tempat
yang sudah disediakan papan tulis kecil. Bila semua kelompok sudah selesai
selanjutnya kesimpulan tiap-t iap kelompok dibahas bersama. Sehingga kelompok
mana yang baik dan yang kurang baik langsung bisa diketahui, kelompok yang
terbaik diberi hadiah dalam bentuk pujian. Kegiatan belajar mengajar berjalan
aktif dan lancar dan menyenangkan. Hal inilah mengakibatkan anak yang
berkemampuan abstrak tinggi atau rendah maupun gaya belajar kinestetik atau
visual bila diberi pembelajaran inkuiri terbembing melalui lab riil maupun virtuil
tidak ada pengaruhnya karena sama-sama akt if.
E. Keterbatasan Penelitian
Dalam Penelitian peneliti sudah berusaha semaksimal mungkin, akan
tetapi masih banyak kekurangannya dan belum sesuai dengan yang diharapkan.
106
Hal ini terjadi karena beberapa faktor yang mempengaruhi atau membatasi hasil
penelitian ini. Faktor tersebut antara lain:
1. Penelitian yang dilakukan hanya 5 kali pertemuan sebenarnya dirasa sangat
kurang, sehingga ada kemungkinan pengaruh perlakuan belum tampak jelas.
Ada keinginan untuk menambah jumlah jam tetapi karena alokasi waktu tiap
kompetensi dasar yang sudah ditentukan
2. Miskonsepsi yang terjadi pada anak tidak dilacak penyebabnya
3. Konsentrasi anak masih tertuju pada peralatan yang ada
4. Efektifitas kerja kelompok masih rendah, sehingga hanya sebagian anak yang
bekerja melakukan pembelajaran masih diketemukan anak yang tidak bekerja
opt imal. Dalam melakukan percobaan masih ada anak yang dalam
penggunaan alat ukur masih rendah dan kurang teliti. Hal ini akan
mempengaruhi hasil percobaan.
5. Dalam pembelajaran inkuiri penilaian psikomotor tidak diuji, hal ini
disebabkan karena keterbatasan waktu dan tenaga.
107
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKAS1 DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, hipotesis
pengujian hipotesis, dan hasil analisis data pada BAB IV, maka hasil penelitian
dengan judul Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing, Melalui Lab Riil dan Lab
Virtuil Ditinjau dari Kemampuan Berfikir Abstrak dan Gaya Belajar dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Pembelajaran inkuiri terbimbing memberikan perbedaan signifikan terhadap
prestasi belajar. melihat rerata yang diperoleh siswa pembelajaran inkuiri
melalui lab riil lebih unggul dibandingkan dengan lab virtuil. Hal ini
disebabkan 1) Dalam pembelajaran melalui lab riil anak terlibat langsung
melakukan kegiatan praktikum sehingga pembelajaran lebih bermakna 2)
Anak lebih leluasa dalam mengekspresikan pikiranya. Sedangkan virtuil anak
hanya terkesan melihat tayangan animasi, atau tidak melakukan sendiri
percobaan sehingga kurang bermakna, mudah lupa .
2. Tidak ada pengaruh antara gaya belajar kinestetik dan visual terhadap
prestasi. Karena setiap manusia tidak hanya mempunyai satu karakteristik
saja tetapi mempunyai tiga karakteristik yaitu visual, kinestetik dan auditorial.
Pengkategorian ini diambil dari salah satu yang menonjol walaupun
perbedaanya sangat sedikit. 2. Semua anak dalam melakukan kegiatan baik
anak kinestetik maupun visual tampak aktif semua.
108
3. Kemampuan Berpikir Abstrak tidak memberikan perbedaan signifikan
terhadap Prestasi Belajar atau tidak ada perbedaan antara Kemampuan
Berpikir Abstrak tingkat Rendah dan tingkat Tinggi terhadap Prestasi
Belajar. Hal ini disebabkan 1.Usia anak SMA termasuk peralihan dari konkret
ke abstrak, jadi perbedaan antara konkret ke abstrak relatip kecil. 2.Materi
suhu dan kalor tidak memerlukan kemampuan berfikir abstrak yang tinggi .
4. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Gaya Belajar Siswa tidak
memberikan pengaruh signifikan terhadap Prestasi Belajar, karena 1.Materi
mudah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. 2.Anak dalam melakukan
percobaan cenderung aktif semua karena waktunya terbatas dan harus
menyelesaikan percobaan dan m engambil kesimpulan
5. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Kemampuan Berpikir
Abstrak tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap Prestasi
Belajar.1)Dalam pembelajaran Suhu dan Kalor melalui lab virtuil materinya
disajikan di LKS yang sudah disusun dengan jelas, urut dan terperinci
melalui animasi. 2) Materinya tidak memerlukan kemampuan abstrak yang
tinggi, karena mudah diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
6. Kemampuan Berpikir Abstrak dan Gaya Belajar Siswa tidak memberikan
pengaruh signifikan terhadap Prestasi Belajar. Karena gaya belajar dan
Kemampuan Berfikir Abstrak berasal dari dalam individu dan sulit untuk
dipengaruhi dari luar.
7. Tidak ada interaksi antara model pembelajaran, gaya belajar dan tingkat
kemampuan berfikir abstrak terhadap prestasi belajar, karena: 1) materi
109
mudah dipahami; 2) pembelajaran laboratorium virtuil didesain sama sepert i
dengan menggunakan laboratorium riil melalui animasi; 3) dipandu dengan
LKS dan dibimbing oleh guru dalam menemukan konsep.
B. Implikasi Penelitian
1. Implikasi Teoritis
Penggunaan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing, melalui Lab Riil
dan Laboratorium Virtuil Ditinjau dari Kemampuan Berfikir Abstrak dan Gaya
Belajar terahadap Prestasi Belajar kelas X SMA Negeri 1 Pati tahun pelajaran
2008/2009 mempunyai perbedaan signifikan terhadap prestasi belajar pada materi
suhu dan kalor. Ternyata melalui uji lanjut pembelajaran inkuiri terbimbing
melalui lab riil lebih unggul dari pada melalui lab virtuil.
2. Implikasi Praktis
a. Penelitian yang dilaksanakan ini memberikan implikasi prakt is bahwa Model
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing, melalui Lab Riil dan Lab Virtuil
merupakan alternatif pembelajaran fisika yang menyenangkan, dan dapat
meningkatkan prestasi belajar.
b. Seorang pengajar fisika harus mampu memilih media yang tepat sesuai
kondisi dan karakteristik siswa agar penggunaan media tersebut benar-benar
bermanfaat dalam peningkatan mutu pembelajaran fisika yang pada akhirnya
akan memberikan prestasi belajar yang tinggi.
C. Saran-saran
110
Di dalam proses belajar mengajar di SMA, Guru harus memiliki strategi
dalam memilih metode yang tepat agar siswa dapat belajar dengan efekt if. Salah
satu langkah yang harus ditempuh adalah guru harus menguasai teknik-teknik
penyajian (metode mengajar). Metode yang paling efekt if untuk mengaktifkan
siswa adalah metode inkuiri terbimbing melalui lab riil dan virtuil. Berdasarkan
kesimpulan dan implikasi dari penelitian maka penulis mengajukan saran-saran
sebagai berikut:
1. Kepada Guru
a. Mengingat adanya pengaruh penggunaan antara pembelajaran dengan metode
inkuiri terbimbing melalui lab riil dan virtuil maka dalam pembelajaran
hendaknya guru dapat mengajar dengan menggunakan metode pembelajaran
metode inkuiri terbimbing. Melalui lab riil maupun lab virtual.
b. Agar pelaksanaan inkuiri terbimbing berjalan dengan efekt if dan efisien perlu
dibuat lembar kerja siswa (LKS) yang memuat tentang pertanyaan-pertanyaan
yang terarah dan diberikan siswa sebelum prakt ikum, sehingga berguna untuk
membimbing siswa dalam menemukan konsep
c. Sebelum percobaan dimulai alat yang aakan digunakan dicek sebelumnya
supaya memporoleh hasil yang baik
d. Kepada Guru pengampu mata pelajaran Fisika diharapkan dalam kegiatan
belajar mengajar menggunakan percobaan atau eksperimen untuk menjelaskan
suatu konsep agar siswa lebih menguasai konsep Fisika dan pembelajaran
lebih bermakna.
e.
111
2. Kepada peneliti
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian yang
sejenis dengan materi/konsep yang lain seperti opt ik, momentum, suhu dan
kalor, listrik.
b. Penelitian ini dapat dikembangkan dengan menambah variabel moderator
yang lainnya, sepert i kemampuan berfikir abstrak, minat, motivasi dan
aktivitas.
3. Kepada Dinas Pendidikan
Kegiatan eksperimen di laboratorium merupakan sarana untuk melatih
siswa dalam melakukan penemuan suatu konsep, oleh karena itu sekolah perlu
meningkatkan fasilitas laboratorium khususnya yang berhubungan dengan alat
ukur dan komponen-komponen elekt ronika khususnya pada mata Pelajaran IPA .
Top Related