MIKROBIOLOGI PANGAN
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia membutuhkan makanan untuk melakukan dan melaksanakan semua
aktivitasnya. Berbagai macam makanan dikonsumsi oleh manusia. Mulai dari
makanan yang berasal dari bahan alami dan langsung dimasak sampai makanan yang
harus diolah oleh pabrik terlebih dahulu. Banyak makanan yang memanfaatkan
mikroba untuk proses pembutannya ntah itu bakteri maupun jamur. Kebanyakan,
makanan produk olahan menggunakan mikroba sebagai organisme yang
memfermentasi. Jadiapabila, selama ini kita selalu menganggap bahwa mikroba
identik dengan kata bahaya dan penyakit, hal tersebut salah. Karena banyak mikroba
yang berguna sebagai bahan pembuatan makanan berfermentasi. Beberapa makanan
yang memanfatkan mikroba adalah tempe, yogurt, susu, nata de coco, tape dan masih
banyak lagi. Oleh karena banyak sekali makanan yang memanfaatkan mikroba dalam
pembuatannya, maka terdapat ilmu yang khusus untuk mempelajari mikroba-mikroba
yang bermanfaat dalam pembuatan makanan olahan, yaitu mikrobiologi pangan.
Mikrobiologi pangan (food microbiology) adalah salah satu cabang dari
mikrobiologi yang mempelajari peranan mikrobia, baik yang menguntungkan maupun
yang merugikan, pada rantai produksi makanan sejak dari pemanenan/ penangkapan/
pemotongan, penanganan, penyimpanan, pengolahan, distribusi, pemasaran,
penghidangan sampai siap dikonsumsi.
Sejarah mikrobiologi pangan sebenarnya bersamaan dengan kehadiran
manusia di muka bumi namun sangat sulit ditentukan titik mulanya secara pasti. Sejak
manusia dapat memproduksi makanan sebenarnya juga mulai dipelajari kerusakan
makanan dan timbulnya keracunan makanan. Berikut ini merupakan sejarah mulai
dipelajarinya peranan mikrobia pada bahan pangan yang terlibat pada kerusakan dan
keracunan makanan. Karena banyak sekali makanan yang memanfaatkan mikroba
dalam pembuatannya, maka penulis ingin mempelajari lebih lanjut mengenai
mikrobiologi pangan. Sehingga penulis berinisiatif untuk menyusun makalah yang
berjudul “Mikrobiologi Pangan”
1.2 Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dipaparkan beberapa masalah, yaitu
1. Apa saja faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada bahan pangan?
2. Bagaimanakah peran positif mikroba dalam mikrobiologi pangan?
3. Bagaimanakah peran negatif mikroba dalam mikrobiologi pangan?
1.3 Tujuan
Dalam makalah ini diharapkan mencapai beberapa tujuan, yaitu
1. Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba pada bahan
pangan.
2. Untuk mengetahui peran positif mikroba dalam mikrobiologi pangan.
3. Untuk mengetahui peran negatif mikroba dalam mikrobiologi pangan.
II. PEMBAHASAN
2.1 Faktor Pertumbuhan Mikroba pada Bahan Pangan
Pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan sangat dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor intrinsik dan faktor
ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang terdapat pada bahan pangan yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan mikrobia, baik memacu maupun menghambat
pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan tersebut. Contoh faktor intrinsik adalah pH,
aktivitas air (aw), potensial oksidasi-reduksi (Eh), kandungan nutrisi, senyawa
antimikrobia, dan struktur biologis. Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor-faktor yang
berasal dari luar bahan pangan, baik dari lingkungan penyimpanan, yang dapat
mempengaruhi bahan pangan dan pertumbuhan mikrobia. Contoh faktor ekstrinsik adalah
suhu penyimpanan, kelembaban relatif (RH = relative humidity) lingkungan, dan
komposisi gas.
Faktor ekstrinsik dapat dimanfaatkan untuk mengontrol pertumbuhan
mikroorganisme yang kurang menguntungkan. Menurut Nani (2010), Suhu penyimpanan
bahan pangan dapat mempengaruhi mutu bahan pangan tersebut. Suhu penyimpanan
yang tepat dapat menghambat kerusakan bahan pangan secara mikrobiologis dan
enzimatis. Penyimpanan bahan pangan pada suhu refrigerator atau di bawahnya tidak
selalu merupakan cara terbaik untuk menghindari proses kerusakan bahan pangan.
Sebagai contoh, buah pisang lebih baik disimpan pada suhu 13 – 17°C dari pada suhu 5 –
7°C. Sebagian besar sayuran sebaiknya disimpan pada suhu sekitar 10°C seperti kentang,
seledri, kubis, dan lain-lain.
Kelembaban relatif lingkungan penyimpanan bahan pangan merupakan hal yang
sangat penting dari segi aw bahan pangan dan pertumbuhan mikrobia pada permukaan
bahan pangan. Bila bahan pangan dengan aw rendah disimpan pada lingkungan dengan
RH tinggi, maka bahan pangan tersebut akan menyerap uap air yang terdapat pada
lingkungan sehingga tercapai kesetimbangan. Demikian juga bila bahan pangan dengan
aw tinggi disimpan pada lingkungan dengan RH rendah. Ada hubungan antara RH dan
suhu, yaitu semakin tinggi suhu, maka RH semakin rendah, dan sebaliknya, semakin
rendah suhu, RH semakin tinggi.
Bahan pangan yang disimpan pada RH rendah dapat mengalami kerusakan pada
permukaannya karena jamur, yeast dan bakteri tertentu. Misalnya daging utuh yang tidak
dikemas dengan rapat dan disimpan di refrigerator dapat mengalami kerusakan pada
permukaan karena RH refrigerator yang tinggi dan mikrobia aerob. Hal ini dapat dicegah
dengan cara pengemasan yang tepat dan mengatur komposisi gas tanpa harus
menurunkan RH lingkungan.
Udara mengandung beberapa jenis gas seperti O2, CO2, N2, H2, O3 dan lain-lain.
Keberadaan dan konsentrasi gas di udara dapat mempengaruhi pertumbuhan mikrobia.
Mikrobia yang membutuhkan O2 untuk pertumbuhannya disebut aerob, sedangkan
mikrobia yang tidak membutuhkan O2 untuk pertumbuhannya dan dapat menggunakan
CO2 disebut obligat anaerob. Ada juga mikrobia yang hanya sedikit membutuhkan O2
untuk pertumbuhannya, yang disebut fakultatif anaerob. Prinsip ini mendasari pada
pengemasan bahan pangan dengan cara atmosfer terkendali (Controlled Atmosphere
Packaging) dan modifikasi atmosfer (modified atmosphere).
Secara ilustrasi faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikrobia pada
bahan pangan dapat dilihat pada gambar berikut ini:
2.2Peran Positif Mikroba dalam Mikrobiologi Pangan
Penggunaan mikroorganisme untuk menghasilkan bahan-bahan tertentu telah
diketahui semenjak beberapa abad yang lalu, terutama penggunaan beberapa jenis khamir
dalam industri alkohol, pembuatan roti, keju dan sebagainya. Berikut ini akan disajikan
cara-cara pembuatan makanan fermentasi secara singkat untuk menjelaskan peranan
mikroorganisme yang memberikan keuntungan bagi kehidupan manusia.
a) Pembuatan Oncom
Oncom merupakan produk fermentasi kapang atau jamur dengan bahan utama
berupa limbah yang antara lain adalah: bungkil kacang tanah, ampas tahu, ampas
singkong dan ampas kelapa. Untuk pembuatan oncom dapat dipergunakan kapang tempe
atau jamur dengan bahan utama yaitu Rhizopus oligosporus yang dapat menghasilkan
oncom berwarna hitam. Pada umumnya, lebih digemari yaitu kapang Neurospora
sitophila yang dapat menghasilkan oncom kuning kemerahan (jingga). Selama proses
pembuatan oncom, Neurospora sitophilaberperan untuk menguraikan pati, protein, dan
lemak dengan pembentukan alcohol dari berbagai eter. Nilai gizi dari oncom sangat
tergantung dari bahan mentah yang dipergunakan (Tarigan, 1988).
b) Pembuatan Tempe
Tempe merupakan salah satu contoh makanan fermentasi yang kaya akan protein,
mudah memperolehnya dengan menggunakan Rhizopusdidalam proses pembuatannya.
Peranan mikroba ini yaitu akan menyebabkan adanya perubahan kimia pada protein,
lemak dan karbohidrat, sehingga tempe lebih mudah dicerna dari kedelai itu sendiri, serta
protein yang larut meningkat menjadi 3 atau 4 kali.
Dalam pembutan tempe perlu memperhatikan pertumbuhan kapang yang
dipengaruhi oleh factor luar yaitu oksigen, uap air, suhu dan pH. Untuk tumbuh dengan
cepat kapang membutuhkan jumlah oksigen yang cukup. Selain itu, saat pembuatan
tempe juga perlu memperhatikan kadar uap air. Uap air yang berlebihan akan
menghambat difusi oksigen ke dalam kedelai sehingga dapat menghambat pertumbuhan
kapang. Seperti yang sudah dijelaskan pada paragraph sebelumnya bahawa kapang yang
terlibat dalam proses pembuatan tempe ini adalah Rhizopus sp. Jenis kapang yang dapat
menghasilkan tempe kedelai yang baik yaitu Rhizopus oryzae dan Rhizopus arrhizus,
sedangkan untuk tempe gandum adalah Rhizopus oligosporus.
Selama proses pembuatan tempe terjadi hidrolisis atau pemecahan dari komponen
kedelai sepertiprotein dan lemak serta terjadi peningkatan kadar vitamin B (Tarigan,
1988).
c) Pembuatan Kecap
Kehidupan dari mikroorganisme ada yang bersifat parasit dan ada pula yang
bersifat menguntungkan bagi kehidupan manusia, yang termasuk di dalamnya adalah
mikroorganisme yang berperan dalam proses pembuatan kecap. Mikroorganisme yang
berguna dalam proses pembuatan kecap adalah jenis kapanng: Aspergilus oryzae,
Aspergilus wentiidan Monilia sitophia (Tarigan, 1988).
Berikut merupakan proses pembuatan kecap secara ringkas ditampilkan dalam
bentuk diagram alir.
d) Pembuatan Tape
Tape merupakan salah satu makanan hasil fermentasi dengan bahan utama ketan
ataupun singkong dan ragi sebagai sumber mikrobanya. Menurut Dwidjoseputro (1989)
ragi untuk tape merupakan populasi campuran yang terdiri atas spesies-spesies genus
Aspergillus, Saccharomyces, Candida, Hansenula,dan tidak ketinggalan Acetobacter.
Aspergillus dapat menyederhanakan amilum, sedangn Saccharomyces,
Candidadan Hansenuladapat menguraikan gula menjadi alkoholdan bermacam-macam
zat organic lainnya. Acetobacterdapat merombak alcohol menjadi asam. Bahan utama
dari tape ini merupakan bahan yang kaya akan amilum.
Peran kapang dalam dalam proses tersebut yaitu menghasilkan enzim yang
mampu merombak amilum menjadi gula. Gula ini kemudian dirombak lagi oleh enzim
yang dihasilkan oleh yeast menjadi alcohol yang dalam proses berikutnya akan menjadi
asam karena kegiatan enzim yang dihasilkan bakteri. Jadi proses perombakan molekul-
molekul zat yang ada pada bahan baku menjadi hasil akhir terutama disebabkan oleh
aktivitas-aktivitas mikroba tersebut di atas. Aktivitas yang dilakukan mikroba tersebut
dapat dinamakan fermentasi. Fermentasi yang terjadi dalam proses pembuatan tape tidak
memerlukan oksigen sehingga fermentasi ini disebut fermentasi anaerob.
e) Pembuatan Terasi
Terasi dapat dibuat dari ikan atau dari rebon melalui proses fermentasi dengan
mengikutsertakan aktivitas bakteri yang melakukan reaksi-reaksi enzimatis untuk
merombak subtract menjadi zat laian yang bermanfaat bagi kehidupan manusia.
Pada dasarnya proses pembuatan terasi ini adalah proses fermentasi yang
menggunakan bakteri yang tahan garam (bakteri halophilik), atau oleh aktivitas enzim
yang menyebabkan terjadinya proses autolysis. Akibat perubahan kimia yang terjadi di
dalam makanan yang diakibatkan oleh kelakuan mikroba, dihasilkan gas yan mudah
dicium baunya. Seperti yang ada pada prose pembuatan terasi ini, dihasilkan amoniak
oleh golongan bakteri proteolitik yakni Achromobacterdan Flavobacterium. Dengan
demikian derajat keasaman atau pH dapat berubah dari tahap permulaan hingga akhir
fermentasi pembuatan terasi tersebut (Tarigan, 1988).
2.2 Peran NegatifMikroba dalam Mikrobiologi Pangan
Pertumbuhan mikroba pada pangan dapat menimbulkan berbagai perubahan, baik
yang merugikan maupun yang menguntungkan. Mikroba yang merugikan misalnya yang
menyebabkan kerusakan atau kebusukan pangan, dan yang sering menimbulkan penyakit
atau keracunan pangan (menghasilkan toksin). Sebagai contoh adalah pertumbuhan jamur
pada roti dan kacang-kacangan selama penyimpanan, busuknya buah-buahan dan sayur-
sayuran, penyakit tipus, diare, toksin tempe bongkrek, botulinin,aflatoksin, dan lain-lain.
Mikroba dapat masuk ke dalam pangan melalui berbagai cara, misalnya melalui
air yang digunakan untuk menyiram tanaman pangan atau mencuci bahan baku pangan,
terutama bila air tersebut tercemar oleh kotoran hewan atau manusia. Mikroba juga dapat
masuk ke dalam pangan melalui tanah selama penanaman atau pemanenan sayuran,
melalui debu dan udara, melalui hewan dan manusia, dan pencemaran selama tahap-tahap
penanganan dan pengolahan pangan. Dengan mengetahui berbagai sumber pencemaran
mikroba, kita dapat melakukan tindakan untuk mencegah masuknya mikroba pada
pangan.
Pangan yang berasal dari tanaman membawa mikroba pada permukaannya dari
sejak ditanam, ditambah dengan pencemaran dari sumber-sumber lainnya seperti air dan
tanah. Air merupakan sumber pencemaran bakteri yang berasal dari kotoran hewan dan
manusia, termasuk di antaranya bakteri-bakteri penyebab penyakit saluran pencemaan.
Tanah merupakan sumber pencemaran bakteri-bakteri yang berasal dari tanah, terutama
bakteri pembentuk spora yang sangat tahan terhadap keadaan kering. Menurut Nani
(2010), Secara umum mikrobia yang terdapat pada tanah dan air biasanya sama. Genus
bakteri yang berasal dari tanah dan air misalnya Alcaligenes, Bacillus, Citrobacter,
Clostridium, Corynebacterium, Enterobacter, Micrococcus, Proteus, Pseudomonas,
Serratia, Streptomyces, dan lain-lain. Genusjamur yang berasal dari tanah adalah
Aspergillus, Rhizopus, Penicillium, Trichothecium, Botrytis, Fusarium, dan lain-lain.
Sebagian besar genus yeast berasosiasi dengan tanah dan tanaman.
Pada pangan yang berasal dari hewan, mikroba mungkin berasal dari kulit dan
bulu hewan tersebut dan dari saluran pencernaan, ditambah dengan pencemaran dari
lingkungan di sekitarnya. Pangan yang berasal dari tanaman dan hewan yang terkena
penyakit dengan sendirinya juga membawa mikroba patogen yang menyebabkan
penyakit.
Tangan manusia merupakan sumber pencemaran bakteri yang berasal dari luka
atau infeksi kulit, dan salah satu bakteri yang berasal dari tangan manusia, yaitu
Staphylococcus, dapat menyebabkan keracunan pangan. Selain itu orang yang sedang
menderita atau baru sembuh dari penyakit infeksi saluran pencemaan seperti tifus, kolera
dan disenteri, juga merupakan pembawa bakteri penyebab penyakit tersebut sampai
beberapa hari atau beberapa minggu setelah sembuh. Oleh karena itu orang tersebut dapat
menjadi sumber pencemaran pangan jika ditugaskan menangani atau mengolah pangan.
Foodborne Disease adalah Penyakit yang disebabkan kontaminasi bahan pangan
oleh mikroorganisme patogen. Dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1. Keracunan Makanan (Food Poisoning), Timbul akibat memakan makanan yg
mengandung toksin. Sel mikroorganisme belum tentu masih hidup.
2. Infeksi Makanan (Food Infection), Timbul akibat memakan makanan yg mengandung
mikroorganisme patogen.
2.1.1 Contoh-contoh Keracunan Makanan oleh Mikroorganisme
1. Keracunan makanan oleh Staphylococcus
Staphylococcusadalah bakteri gram positif, berbentuk kokus, non motil, dan
mampu memfermentasi manitol, menghasilkan koagulase, dan mampu menghasilkan
enterotoksin. Enterotoksin adalah zat toksik yang dihasilkan bakteri ini, dikenal ada 5
macam enterotoksin yaitu A,B,C, D, dan E. Tidak semua Strain S. aureus menghasilkan
enterotoksin namun semua strain berpotensi menyebabkan keracuanan, 62 % isolat yang
diperoleh dari ayam menghasilkan enterotoksin A. Keracunan makanan oleh Salmonella.
Ada tiga varietas yang berbeda dari bakteri salmonella. (Salmonella typhimurium,
salmonella suis kolera, salmonella enteritidis) Bakteri ini terdapat pada susu, produk susu
dan telur. Gejala keracunan makanan ini termasuk mual, muntah dan diare. Demam juga
umum. S. aureus mampu menghasilkan enterotoksin B, dan produksi akan lebih cepat
pada keadaan aerobik namun akan menurun apabila konsentrasi HNO2 meningkat. Gejala
klinis keracunan Staphylococcus umumnya muncul secara cepat dan dapat menjadi kasus
serius tergantung respon individu terhadap toksin, jumlah toksin yang termakan, dan
status kesehatan korban. Sejumlah kecil sel bakteri S.aureusyang menghasilkan toksin
sebanyak 1 ng/g makanan mampu menimbulkan gejal gastroenteritis pada manusia.
Jumlah minimal enterotoksin yang dapat menimbulkan sakit pada manusia adalah 20 ng
dan toksin ini menyebabkan peradangan pada permukaan usus sehingga memunculkan
gejala-gejala klinis.
2. Keracunan makanan oleh Clostridium
Clostridiumadalah bakteri gram positif (+), anaerob yang menghasilkan
endospora. Salah satu contoh bakteri Clostridiumyang menyebabkan terjadinya
keracunan yaitu Clostridium botulinum. Clostridium botulinum adalah nama bakteri yang
biasanya ditemukan di dalam tanah dan sedimen atau endapan laut di seluruh dunia.
Clostridium botulinummerupakan bakteri gram positif, membentuk endospora oval
subterminal dibentuk pada fase stationar, berbentuk batang, membentuk spora, gas dan
anaerobik. Ada 7 tipe bakteri ini yang berbeda berdasarkan spesifitas racun yang
diproduksi, yaitu tipe A, B, C, D, E, F. Dan G. Tipe yang berbahaya bagi manusia adalah
tipe A, B, E, dan F. Produksi toksin pada daging kering akan dicegah bila kadar air
dikurangi hingga 30 persen. Toksin dari Clostridium botulinumadalah suatu protein yang
daya toksisitasnya sangat kuat sehingga sejumlah kecil dari toksin ini sudah cukup
menyebabkan kematian. Toksin dapat diserap dalam usus kecil dan melumpuhkan otot-
otot tak sadar. Sifat toksin ini yang penting adalah labil terhadap panas. Toksin tipe A
akan in aktif oleh pemanasan pada suhu 80 ºC selama 6 menit, sedangkan tipe B pada
suhu 90 ºC selama 15 menit. Spora bakteri ini sering ditemukan di permukaan buah-
buahan, sayuran dan makanan laut. Organisme berbentuk batang tumbuh baik dalam
kondisi rendah oksigen. Bakteri dan spora sendiri tidak berbahaya, yang berbahaya
adalah racun atau toksin yang dihasilkan oleh bakteri ketika mereka tumbuh.
Gejala-gejala penyakit botulisme yaitu pandangan ganda, kelopak mata terkulai,
bicara melantur, mulut kering, pandangan kabur, kesulitan menelan, kelumpuhan otot.
Gejala botulisme pada bayi yaitu tampak lesu, mengangis lemah, sembelit, nafsu makan
buruk, otot lisut. Jika gejala penderita penyakit ini tidak segera teratasi, maka akan terjadi
kelumpuhan dan gangguan pernafasan.
3. Infeksi oleh Salmonella
Salmonella termasuk ke dalam famili Enterobactericea yang merupakan bakteri
fakultatif anaerob gram negatif berbentuk batang yang bersifat motil karena mempunyai
flagel serta tidak membentuk spora (Edinger dan Pasculle 2006). Salmonella dapat
menimbulkan infeksi pada saluran pencernaan (gastrointestinal tract) & tifus (S. typhi).
Bakteri Salmonella masuk ke tubuh penderita melalui makanan atau minuman
yang tercemar bakteri ini. Akibat yang ditimbulkan bila terinfeksi bakteri Salmonella
adalah peradangan pada saluran pencernaan sampai rusaknya dinding usus. Akibatnya
penderita akan mengalami diare, sari makanan yang masuk dalam tubuh tidak dapat
terserap dengan baik sehingga penderita akan tampak lemah dan kurus. Racun yang
dihasilkan oleh bakteri Salmonella menyebabkan kerusakan otak, organ reproduksi
wanita bahkan yang sedang hamilpun dapat mengalami keguguran. Satwa yang bisa
menularkan penyakit salmonellaini antara lain primata, iguana, ular, dan burung.
Kebersihan adalah kunci dari pencegahan. Mencuci tangan dengan sabun dan air
panas, terutama setelah menangani telur-telur, unggas, dan daging mentah kemungkinan
besar mengurangi kesempatan untuk infeksi-infeksi. Penggunaan sabun-sabun antibakteri
telah direkomendasikan oleh beberapa penyelidik-penyelidik. Dengan menggunakan air
minum yang dirawat dengan chlorine, hasil yang dicuci, dan dengan tidak memakan
makanan-makanan yang setengah matang seperti telur-telur, daging atau makanan-
makanan lain, orang-orang dapat mengurangi kesempatan dari paparan pada Salmonella.
Menghindari kontak langsung dengan carriers hewan dari Salmonella (contohnya, kura-
kura, ular-ular, babi-babi) juga mungkin mencegah penyakit.
Perawatan untuk demam-demam typhoid atau enteric dengan septicemia adalah
tidak kontroversial. Antibiotik-antibiotik, seringkali diberikan secara intravena,
diperlukan. Jenis-jenis Salmonella ini juga harus diuji untuk ketahanan (resisten)obat
antibiotik karena beberapa jenis-jenis Salmonella telah dilaporkan menjadi resisten pada
banyak antibiotik-antibiotik (juga diistilahkan MDR Salmonella). Antibiotik-antibiotik
yang biasanya dipilih untuk merawat infeksi-infeksi Salmonella adalah fluoroquinolones
dan cephalosporins.
4. Keracunan Makanan oleh Escherichia coli
Eschericia colimerupakan mikroba norrmal dalam tubuh manusia. E. coli patogen
dapat menghasilkan racun (toksin) yang berbahaya dalam jumlah besar. Racun Ini adalah
racun-racun yang menyebabkan diare berdarah, gangguan pencernaan, sindrom hemolitik
uremik, gagal ginjal dan komplikasi medis lainnya. Patogen E. coli dapat menyebabkan
Penyakit ringan sampai penyakit yang mengancam nyawa, tetapi ini tergantung pada
tempat infeksi dan kekuatan pasien. Infeksi oleh E. coli dikaitkan dengan keracunan
makanan, diare, penyakit saluran kemih, pneumonia, bakteremia, meningitis neonatal dan
colangitis. Gejala E. coli adalah diare, kram perut, mual dan muntah, mirip gejala
pencernaan biasa. Bila ini terjadi pada anak-anak dan orang-orang dengan imunitas yang
lemah, hal ini dapat memperburuk diare parah dan masalah ginjal.
Bakteri E. coli dibagi menjadi 4, yaitu:
- Enterohemorhagic E. coli (EHEC), Menghasilkan verotoksin. Menyebabkan hemorhagic
diarhea, gagal ginjal
- Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enterotoksigenik Escherichia coli (ETEC) adalah jenis
Escherichia coli dan bakteri penyebab utama diare di negara berkembang. Setiap tahun,
sekitar 210 juta kasus dan 380.000 kematian terjadi, terutama pada anak-anak akibat
ETEC.
- Enteropathogenic E. coli (EPEC), Mengakibatkan diare, tapi tidak menghasilkan
Enterotoksin. Umumnya menyerang bayi atau anak kecil.
- Enteroinvasive E. coli (EIEC), menyebabkan diare dan demam tinggi. EIEC sangat
invasif, dan mereka memanfaatkan protein adhesin untuk mengikat dan masuk ke sel-sel
usus. Mereka tidak menghasilkan racun, tetapi sangat merusak dinding usus melalui
penghancuran sel mekanis.
5. Keracunan makanan oleh kapang (jamur)
Cemaran beberapa jenis kapang seperti Aspergillussp., Fusariumsp.,
Penicilliumsp.,dan Mucorsp. Dapat ditemui pada makanan dan bahan-bahan penyusunnya
terutama jagung. Gangguan atau penyakit bukan hanya disebabkan oleh kapang, tetapi
juga oleh toksin yang dihasilkan kapang tersebut. Beberapa faktor yang mendukung
terjadinya kontaminasi kapang dan toksin pada makanan terutama adalah kelembapan
dan suhu. Di Indonesia, Aspergillussp. khususnya A. flavus merupakan kapang yang
dominan mencemari makanan dan bahan penyusun pangan. Pencegahan cemaran kapang
dan mikotoksin bisa dilakukan melalui deteksi dini dengan inspeksi visual pada makanan
dan bahan pangan, serta manajemen yang baik adalah pilihan terbaik dibandingkan
dengan pengobatan.
Mikotoksikosis adalah kejadian keracunan karena korban menelan pakan atau
makanan yang mengandung toksin yang dihasilkan berbagai jenis kapang. Ada lima jenis
mikotoksin yang berbahaya bagi kesehatan, yaitu aflatoksin, fumonisin, okratoksin,
trikotesena, dan zearalenon. Aflatoksin terutama dihasilkan oleh Aspergillus flavusdan A.
parasiticus.
Belum ada pengobatan yang efektif dan ekonomis untuk keracunan mikotoksin.
Faktor ekonomis menjadi pertimbangan peternak untuk melakukan pengobatan akibat
keracunan mikotoksin. Beberapa pengikat mikotoksin seperti alfafa, sodium bentonit,
zeolit, arang aktif, dan kultur khamir (Saccharomyces cerevisiae) dapat digunakan untuk
mengurangi racun. Obat tradisional seperti sambiloto dan bawang putih dapat pula
digunakan. Sebaiknya selain diberi pengikat mikotoksin, hewan juga perlu diberi asupan
elektrolit, vitamin, dan gizi yang cukup.
Dari paparan di atas kita mengetahui bahwa mikroba dapat berperan negatif ketika
mikroba tersebut memberikan efek yang merugikan bagi manusia. Untuk mengatasi hal
tersebut dapat diupayakan dengan proses pengawetan dan pengemasan makanan. Berikut
akan disajikan mengenai kegiatan pengawetan dan pengemasan makanan:
2.2.1 Pengawetan Makanan
Cara dan usaha mengawetkan makanan telah lama dikenal dan dilakukan oleh
penghuni daerah dingin maupun daerah panas. Hal demikian dilakukan agar dapat
mengatasi musim dingin dan musim paceklik. Cara paling murah dan paling sederhana
ialah dengan cara pengeringan. Pengeringan dapat dilakukan dengan cara penjemuran di
bawah terik matahari atau pemanasan dengan api. Contohnya kacang-kacangan, padi,
kerupuk dll dijemur terlabuh dahulu sampai kering kemudian disimpan di tempat yang
kering pula. Jelaslah, makanan yang mengalami pengeringan seperti contoh tersebut,
merupakan kondisi yang tdak baik bagi pertumbuhan bakteri dan jamur.
Masyarakat yang lebih maju memilki cara lain untuk mengawetkan makanan dan
usaha-usaha dalam hal ini merupakan tugas teknologi makanan. Mikroorganisme-
mikroorganisme memiliki kepekaan terhadap konsentrasi garam dapur yang berbeda-
beda. Maka secara eksperimental dapat diketahui bahwa pada umumnya mikroorganisme
tidak dapat hidup dalam larutan NaCl 5-30%. Bakteri yang suka garam (halofil) pun mati
dalam konsentrasi garam 30%. Selain itu, orang juga bias mengawetkan makanan dengan
menggunakan gula. Pada umumnya bakteri mati pada larutan gula, 45%, akan tetapi
bakteri yang osmofil bias tahan dalam larutan gula 60%. Bila ingin mengawetkan dengan
menggunakan asam-asaman, maka perlu diketahui pHnya harus kurang dari 6 atau lebih
dari 8. Jamur tidak dapat tumbuh dalam lingkungan basa lebih dari pH 8. Banyak jenis
makanan cukup dipasteurisasikan lebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam kaleng.
Pasteurisasi tidak membunuh spora, akan tetapi dengan proses ini rasa dan aroma
makanan tidak akan banyak berkurang. Penyimpanan makanan dapat dilakukan di dalam
lemari es dimana suhunya kira-kira 2-80C (Dwidjoseputro, 1989).
2.2.2 Pengemasan Makanan
Controlled Atmosphere Packaging ( CAP ) adalah proses evakuasi oksigen
sesempurna mungkin dari proses vakum kemudian digantikan dengan nitrogen atau
karbon dioksida. CAP dapat digunakan untuk pengemasan daging proses iris yang sulit
dipisah-pisahkan bila dikemas vakum. Sedangkan pengemasan atmosfir termodifikasi
(MAP) adalah pengemasan produk dengan menggunakan bahan kemasan yang dapat
menahan keluar masuknya gas sehingga konsentrasi gas di dalam kemasan berubah dan
ini menyebabkan laju respirasi produk menurun, mengurangi pertumbuhan mikrobia,
mengurangi kerusakan oleh enzim serta memperpanjang umur simpan. MAP banyak
digunakan dalam teknologi olah minimal buah-buahan dan sayuran segar serta bahan-
bahan pangan yang siap santap (ready-to eat).
Ide penggunaan kemasan aktif bukanlah hal yang baru, tetapi keuntungan dari
segi mutu dan nilai ekonomi dari teknik ini merupakan perkembangan terbaru dalam
industri kemasan bahan pangan. Keuntungan dari teknik kemasan aktif adalah tidak
mahal (relatif terhadap harga produk yang dikemas), ramah lingkungan, mempunyai nilai
estetika yang dapat diterima dan sesuai untuk sistem distribusi.
III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikrobia pada bahan pangan sangat dibedakan
menjadi 2 faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah
faktor-faktor yang terdapat pada bahan pangan, contoh faktor intrinsik adalah pH,
aktivitas air (aw), potensial oksidasi-reduksi (Eh), kandungan nutrisi, senyawa
antimikrobia, dan struktur biologis. Sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor-faktor yang
berasal dari luar bahan pangan, contoh faktor ekstrinsik adalah suhu penyimpanan,
kelembaban relatif (RH = relative humidity) lingkungan, dan komposisi gas.
2. Peranan positif dari mikroba adalah sebagai salah satu bahan pembutan makanan
berfermentasi, seperti tempe, tape, nata de coco, dan sebagainya
3. Peranan negatif mikroba adalah ada mikroba yang menyebabkan kerusakan atau
kebusukan pangan, dan yang sering menimbulkan penyakit atau keracunan pangan
(menghasilkan toksin).
3.2 Saran
1. Sebelum mengkonsumsi makanan, sebaiknya konsumen mengecek keadaan
makanan, apakah makanan tersebut masih layak dimakan ataukah tidak, layak di
sini dalam artian terdapat mikroba yang merugikan atau tidak. Karena makanan
yang telah ditumbuhi miroba yang merugikan, akan bersifat racun dan
membahayakan bagi kesehatan
2. Janganlah selalu beranggapan bahwa semua mikroba adalah merugikan, namun
ada beberapa mikroba yang bermanfaat dalam pembuatan makanan berfermentasi
PENGENDALIAN MIKROORGANISME DALAM BAHAN
MAKANAN ASAL HEWAN[1]
Pendahuluan
Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan asal hewan perlu dilakukan apabila kita menginginkan bahan makanan tersebut tidak cepat rusak atau cepat menjadi busuk, melainkan menjadi tahan lama. Kerusakan bahan makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme terjadi karena mikroorganisme tersebut berkembangbiak dan bermetabolisme sedemikian rupa sehingga bahan makanan mengalami perubahan yang menyebabkan kegunaannya sebagai bahan pangan menjadi terganggu. Proses kerusakan ini dimungkinkan karena bahan makanan memiliki persyaratan untuk pertumbuhan mikroorganisme. Dengan demikian, kerusakan bahan makanan dapat terjadi apabila tersedia substrat (yaitu bahan makanan tsb.) yang cocok, kemudian bahan makanan itu telah tercemar oleh mikroorganisme dan ada kesempatan bagi mikroroganisme untuk berkembangbiak. Usaha pengendalian mikroorganisme dapat dilaksanakan apabila faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan atau perkembangbiakan mikroorganisme telah diketahui sebelumnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut umumnya dibagi ke dalam lima bahasan yaitu a) waktu generasi; b) faktor intrinsik; c) faktor ekstrinsik; d) faktor proses dan e)
faktor implisit.
Waktu generasi
Waktu generasi adalah waktu yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk meningkatkan jumlah sel menjadi dua kali lipat jumlah semula. Kurva pertumbuhan mikroorganisme terdiri atas empat fase yaitu fase penyesuaian (lag phase), fase eksponensial atau fase logaritmik, fase stasioner dan fase kematian. Pada fase eksponensial terjadi peningkatan jumlah sel dan digunakan untuk untuk menentukan waktu generasi. Beberapa contoh waktu generasi pada suhu pertumbuhan yang optimal antara lain 30 menit untuk Bacillus cereus, 20 menit untuk Escherichia c`oli dan Salmonella, dan 10 menit untuk Clostridium perfringens.
Faktor intrinsik
Faktor intrinsik meliputi pH, aktivitas air (activity of water, aw),
kemampuan mengoksidasi-reduksi (redoxpotential, Eh), kandungan nutrien,
bahan antimikroba dan struktur bahan makanan.
Ukuran keasaman atau pH adalah log10 konsentrasi ion hidrogen.
Lazimnya bakteri tumbuh pada pH sekitar netral (6,5 – 7,5) sedangkan kapang
dan ragi pada pH 4,0-6,5.
Aktivitas air (aw) adalah perbandingan antara tekanan uap larutan dengan
tekanan uap air solven murni pada temperatur yang sama ( aw = p/po ). Ini
merupakan jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikrobia dalam pangan
dan bukan berarti jumlah total air yang terkandung dalam bahan makanan sebab
adanya adsorpsi pada konstituen tak larut dan absorpsi oleh konstituen larut
(mis. gula, garam). Air murni mempunyai aw 1,0 dan bahan makanan yang
sepenuhnya terdehidrasi memiliki aw = 0. Bakteri Gram negatif lebih sensitif
terhadap penurunan aw dibandingkan bakteri lain. Batas aw minimum untuk
multiplikasi sebagian besar bakteri adalah 0,90. Escherichia coli membutuhkan
aw minimum sebesar 0,96, sedangkan Penicillium 0,81. Meskipun demikian aw
minimum untuk Staphylococcus aureus adalah 0,85.
Kemampuan mengoksidasi-reduksi (redoxpotential, Eh) adalah
perbandingan total daya mengoksidasi (menerima elektron) dengan daya
mereduksi (memberi elektron). Eh dalam pangan bergantung pada pH,
kandungan substansi yang mereduksi, tekanan partial oksigen (pO2) dan
kemampuan metabolisasi oksigen. Potensi Eh diukur dalam milivolts (mV).
Dalam keadaan teroksidasi ukuran mV makin positif, sedangkan dalam keadaan
tereduksi akan semakin negatif. Berdasarkan Eh, mikroorganisme dibagi menjadi
aerob, anaerob, fakultatif anaerob dan mikroaerofilik. Mikroorganisme aerob
memerlukan keadaan Eh positif, mikroorganisme anaerob memerlukan Eh
negatif, mikroorganisme fakultatif anaerob memerlukan keadaan Eh positif atau
negatif dan mikroorganisme mikroaerofilik memerlukan Eh sedikit tereduksi.
Pertumbuhan mikroorganisme memerlukan air, energi, nitrogen, vitamin
dan faktor pertumbuhan, mineral. Air yang tersedia untuk pertumbuhan
mikroorganisme ditentukan oleh aw bahan makanan. Sebagai sumber energi,
mikroorganisme memanfaatkan karbohidrat, alkohol dan asam amino yang
terdapat dalam bahan makanan. Faktor pertumbuhan yang diperlukan adalah
asam amino, purin dan pirimidin, serta vitamin. Salmonella typhi memerlukan
triptofan untuk pertumbuhannya, sedangkan Staphylococcus aureus memerlukan
arginin, sistein dan fenilalanin.
Beberapa unsur dalam bahan makanan mempunyai sifat antimikroba.
Susu sapi mengandung laktoferin, konglutinin, lisozim, laktenin dan sistem
laktoperoksidase. Bahan antimikroba dalam telur adalah lisozim, konalbumin,
ovomukoid, avidin. Sistem laktoperoksidase terdiri dari laktoperoksidase,
tiosianat dan peroksidase. Ketiga komponen ini diperlukan untuk efek
antimikroba. Susu kambing mengandung lebih banyak lisozim dibandingkan
susu sapi. Meskipun demikian kandungan lisozim susu lebih rendah bila
dibandingkan dengan putih telur. Laktoferin adalah protein penangkap Fe dalam
susu dan dapat disamakan dengan konalbumin putih telur. Lisozim yang terdapat
dalam telur menyebabkan lisis lapisan peptidoglikan dinding sel bakteri. Kandung
lisozim dalam telur adalah 3,5 %.
Struktur bahan makanan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme misalnya lemak karkas dan kulit pada karkas unggas dan karkas babi dapat melindungi daging dari kontaminasi mikroorganisme. Kerabang telur yang mempunyai pori-pori sebesar 25-40 µm dapat mempersulit masuknya mikroorganisne ke dalam telur walau tidak dapat mencegah tetap masuknya mikroorganisme. Mikroorganisme akan ditahan oleh lapisan membran dalam yang mencegah masuknya mikroorganisme ke albumen. Daging giling atau daging yang sudah dipotong menjadi bagian lebih kecil akan lebih memberi kemudahan bagi mikroorganisme untuk berkembang biak dibandingkan dengan pada daging karkas.
Faktor ekstrinsik
Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme
adalah suhu penyimpanan dan faktor luar lainnya yang pada prinsipnya berhubungan dengan pengaruh atmosferik seperti kelembaban, tekanan gas/keberadaan gas, juga cahaya dan pengaruh sinar ultraviolet.
Berdasarkan suhu optimumnya, mikroorganisme dibagi menjadi psikrofil dengan suhu optimum kurang dari + 20 °C, mesofil (+20° s/d + 40 °C) dan termofil (lebih dari +40 °C). Pada suhu minimum terjadi perubahan membran sel sehingga tidak terjadi transpor zat hara. Sebaliknya pada suhu maksimum terjadi denaturasi enzim, kerusakan protein dan lipida pada membran sel yang menyebabkan lisisnya mikroorganisme. Mikroorganisme patogen biasanya termasuk ke dalam kelompok mesofil. Pengaruh suhu rendah pada mesofil adalah inaktivasi dan perubahan struktur protein permease. Kapang mempunyai kisaran pertumbuhan yang lebih luas dibandingkan bakteri, sedangkan ragi mampu tubuh pada kisaran psikrofil dan mesofil. Mikroorganisme juga dapat diklasifikasikan menurut resistensinya terhadap temperatur yang tidak menguntungkan yaitu psikrotrof (tumbuh pada suhu kurang dari + 7 °C) dan termotrof (tumbuh pada suhu lebih dari + 55 °C).
Kelembaban lingkungan (relative humidity, RH) penting bagi aw bahan makanan dan pertumbuhan mikroorganisme pada permukaan bahan makanan. Ruang penyimpanan yang memiliki RH rendah akan menyebabkan bahan makanan yang tidak dikemas mengalami kekeringan pada permukaannya dan dengan demikian mengubah nilai aktivitas airnya.Produk bahan makanan yang kering ini bila dibawa ke lingkungan yang lembab (RH tinggi) akan menyerap kelembaban sehingga permukaannya dapat ditumbuhi jamur. Hal yang sama akan terjadi bila bahan makanan yang telah didinginkan dibawa ke lingkungan yang lebih hangat. Hal ini akan menyebabkan kondensasi air di bagian permukaannya. Proses ini penting untuk diperhatikan pada pengepakan produk yang dapat membusuk, karena biasanya ruang pengepakan lebih hangat dibandingkan dengan ruang pendingin, sehingga akan terbentuk lapisan tipis air kondensasi. Hal ini akan menyebabkan peningkatan aktivitas air yang pada gilirannya dapat mempermudah pertumbuhan mikroorganisme.
Penyimpanan bahan makanan di ruang terbuka meningkatkan kadar CO2 sampai 10 % yang dapat dicapai dengan menambahkan es kering (CO2) padat. Penghambatan oleh CO2 meningkat sejalan dengan menurunnya suhu karena solubilitas CO2 meningkat pada suhu rendah. Bakteri Gram negatif lebih rentan terhadap CO2 dibandingkan bakteri Gram positif. Pseudomonas paling rentan sedangkan bakteri asam laktat serta bakteri anaerob paling tahan.
Adanya cahaya dan sinar ultra violet dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme dan kerusakan toxin yang dihasilkannya, misalnya pada Aspergillus ochraceus.
Faktor proses
Semua proses teknologi pengolahan bahan makanan mengubah lingkungan mikro bahan makanan tersebut. Proses tersebut dapat berupa pemanasan, pengeringan, modifikasi pH, penggaraman, curing, pengasapan, iradiasi, tekanan tinggi, pemakaian medan listrik dan pemberian bahan imbuhan pangan.
Faktor implisit
Faktor lain yang berperan adalah faktor implisit yaitu adanya sinergisme atau antagonisme di antara mikroorganisme yang ada dalam “lingkungan” bahan makanan. Ketika mikroorganisme tumbuh pada bahan makanan dia akan bersaing untuk memperoleh ruang dan nutrien. Dengan demikian akan terjadi interaksi di antara mikroorganisme yang berbeda. Interaksi ini dapat saling mendukung maupun saling menghambat (terjadi sinergisme atau antagonisme).
Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan
Pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan pada prinsipnya bertujuan untuk membuat bahan makanan menjadi tahan lama, atau dengan perkataan lain bertujuan untuk pengawetan bahan makanan. Pengendalian
mikroorganisme berarti mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang dapat berarti membunuh atau menghambat pertumbuhan itu sendiri. Biasanya tindakan ini dilakukan dengan perlakuan fisik atau perlakuan kimia. Perlakuan fisik dapat dilakukan dengan cara perlakuan termal, perlakuan pengeringan dan perlakuan penyinaran (iradiasi). Perlakuan termal terdiri dari suhu rendah, yaitu pendinginan dan pembekuan, dan suhu tinggi/pemanasan yang dapat berupa pasteurisasi atau sterilisasi. Perlakuan pengeringan dapat dilakukan dengan cara pengeringan atau cara pengeringan beku. Perlakuan penyinaran dapat dilakukan dengan sinar ultraviolet dan ionisasi (sinar röntgen, sinar gamma, sinar elektron). Perlakuan kimia dapat dilakukan dengan cara penggaraman, curing, pengasaman, pengasapan dan pemberian bahan pengawet.
Perlakuan termal
Suhu merupakan faktor ekstrinsik yang penting yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Dibandingkan dengan mahluk tingkat tinggi, mikroorganisme memiliki rentang pertumbuhan yang sangat lebar (kira-kira – 15 s/d 90 °C). Pada suhu rendah, pertumbuhannya akan berhenti, sedangkan pada suhu tinggi organisme ini akan mati. Pada kedua situasi di atas, terkait proses terjadinya metabolisme yang menyebabkan terjadinya kerusakan bahan makanan. Karena proses enzimatik juga bergantung pada suhu, maka perlakuan dengan suhu ekstrim akan menyebabkan pengawetan hampir seluruh bahan makanan.
Suhu rendah
Suhu rendah tidak membunuh mikroorganisme tetapi menghambat perkembangbiakannya. Dengan demikian pertumbuhan mikroorganisme semakin berkurang seiring dengan semakin rendahnya suhu, dan akhirnya di bawah “suhu pertumbuhan minimum” perkembangbiakannya akan berhenti.
Tabel 1. Suhu pertumbuhan minimal beberapa mikroorganisme (Sinell, 1992)
Genus atau spesies Suhu pertumbuhan minimum (°C)
Patogen atau potensial pathogen
Bacillus cereus
Staphylococcus aureus
S. aureus pembentuk enterotoxin
Vibrio parahaemolyticus
E.coli enteropatogenik
Clostridium botulinum tipe A
Pseudomonas aeruginosa
Salmonella sp
Clostridium perfringens
Clostridium botulinum tipe E dan beberapa strain tipe B dan F
Fusarium, Penicillium
10
5 – 13
10 - 19
5 - 8
8 – 10
10
9
6
5
3,5 – 5
-18
Mikroorganisme index atau indicator
E. coli
Klebsiella sp, Enterobacter sp.
Streptococcus faecalis
8 – 10
±0
±0
Mikroorganisme penyebab busuk
Bacillus subtilis
Streptococcus faecium
Lactobacillus sp
Pseudomonas fluorescens
Ragi
12
±0 – 3
1
-3
-12
Suhu pertumbuhan minimum yang tertera dalam Tabel 1 hanyalah angka perkiraan dan secara eksperimental hanya berlaku untuk beberapa strain dari spesies tertentu dan tidak dapat berlaku umum. Pada penyimpanan bahan
makanan dalam suhu beku, proses pembusukan oleh mikroorganisme masih dapat terjadi walau sangat diperlambat. Proses kerusakan baru dapat dihentikan pada suhu di bawah -18°C.
Suhu minimal hanya berlaku bila dalam keadaan lingkungan yang optimal. Adanya perubahan sedikit saja pada nilai aw atau pH telah dapat menyebabkan peningkatan suhu pertumbuhan secara drastis. Contohnya adalah Enterobacter aerogenes yang memiliki suhu pertumbuhan minimal sebesar 5 °C apabila angka aktivitas airnya optimal yaitu di atas 0,97. Pada nilai aw sebesar 0,955 pertumbuhannya berhenti pada suhu sekitar 20 °C , dan pada aw 0,950 pertumbuhan berhenti pada suhu 30 . Pada uji mikroorganisme yang sama, terjadi peningkatan suhu pertumbuhan minimal menjadi 15 °C ketika terjadi penurunan pH dari pH optimal 7 menjadi 3,9. Pada beberapa mikroorganisme, suhu rendah dapat pula menyebabkan aktivitas enzimatik menjadi intensif. Pseudomonas lebih banyak menghasilkan lipase dan proteinase pada suhu di bawah suhu optimum pertumbuhannya. Hal ini dapat menjelaskan hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa perubahan akibat kerja mikroorganisme dalam bahan makanan sering terjadi walau jumlah mikroorganisme tidak melebihi jumlah yang diperbolehkan. Pada fase eksponensial, mikroorganisme sangat peka terhadap suhu rendah, khususnya Enterobacter dan Pseudomonas, sedangkan bakteri Gram positif nampaknya lebih tahan. Pembekuan sedikit banyak membuat kerusakan mikroorganisme. Kerusakan ini dapat bersifat reversibel maupun menyebabkan kematian sel bakteri. Kerusakan ini bergantung pada jenis dan kecepatan proses pembekuan. Pembekuan cepat dengan suhu sangat rendah tidak atau hanya sedikit membuat kerusakan sel bakteri, sedangkan pembekuan lambat dengan suhu pembekuan relatif tinggi (s/d –10 °C) dapat membuat kerusakan hebat pada sel bakteri. Hal ini didukung pada kenyataan bahwa laju kematian bakteri meningkat dengan semakin meningkatnya suhu mendekati titik nol. Dalam suatu uji kultur diperoleh hasil bahwa setelah disimpan selama 220 hari dalam suhu –10 °C hanya tinggal 2,5 % sel bakteri yang masih hidup, sedangkan yang disimpan pada suhu –20 °C masih ada 50 % sel bakteri yang hidup. Pada suhu –4 s/d – 10 °C angka kematian sangat tinggi. Meskipun demikian hal ini dalam prakteknya tidak dapat digunakan untuk menghilangkan mikroorganisme pada bahan makanan yang dibekukan karena pada suhu ini mikroorganisme psikrofil tertentu masih dapat berkembangbiak dan juga perombakan kimiawi masih berjalan sehingga mempengaruhi kualitas bahan makanan. Pengetahuan mengenai proses ini penting karena alasan berikut: Mikroorganisme yang subletal rusak sulit ditemukan pada pemeriksaan kultur bakteriologik. Setelah bahan makanan beku ini dihangatkan dan pada kondisi yang menguntungkan, bakteri ini dapat kembali beraktivitas sehingga seperti halnya pada kasus Salmonella, dapat menjadi ancaman kesehatan konsumen. Oleh karena itu, pada pemeriksaan mikrobiologik bahan makanan yang dibekukan (demikian pula pada produk yang dikeringkan atau dipanaskan), hendaknya memakai metode dan media yang
cocok untuk dapat menghidupkan kembali mikroorganisme yang rusak tersebut.
Tabel 2. Nilai pH dan aw sebagai petunjuk kemampuan simpan bahan makanan (Sinell, 1992)
Kemampuan simpan Nilai pH dan aw Suhu penyimpanan yang dibutuhkan
Dapat disimpan pH < 5,2 dan aw < 0,95
atau
pH < 5,0
atau
aw < 0,91
Tidak diperlukan pendinginan
Dapat busuk pH £ 5,2 ³ 5,0
atau
aw £ 0,95 ³ 0,91
Maximum 10 ºC
Mudah membusuk pH > 5,2 dan aw > 0,95
Maximum 5 ºC
Suhu tinggi
Pengendalian mikroorganisme melalui perlakuan suhu tinggi pada umumnya dilakukan dengan pasteurisasi atau sterilisasi. Pasteurisasi adalah pemanasan dengan suhu di bawah 100 °C dan tidak akan menyebabkan inaktivasi mikroba dan enzim secara sempurna. Dengan demikian produk yang dipasteurisasi tidak akan bertahan lama bila tidak disertai perlakuan pendinginan atau faktor proses lainnya seperti perubahan aw dan pH. Sterilisasi adalah pemanasan yang dapat menyebabkan inaktivasi mikroba dan enzim sehingga produk dapat tahan lama.
Perlakuan pengeringan
Pengeringan adalah identik dengan pengurangan aktivitas air. Pada aw kurang dari 0,70 pertumbuhan agen penyebab infeksi dan intoksikasi tidak perlu dikuatirkan lagi. Pada produk yang dikeringkan, mikroorganisme berada dalam keadaan “tidur” atau dengan perkataan lain berada dalam fase lag yang diperpanjang. Bila terjadi rekonstruksi (penyerapan air kembali) maka flora yang ada dalam bahan makanan dapat kembali beraktivitas. Secara umum pengeringan dibedakan menjadi pengeringan di bawah tekanan udara dan pengeringan vakum. Proses yang khusus adalah kombinasi antara pembekuan dan penghilangan air dengan atau tanpa vakum. Pengeringan dengan udara dilakukan dalam udara yang bergerak, dalam ruang pengeringan yang dipanaskan, dll.
Perlakuan penyinaran
Dosis penyinaran diukur dengan satuan Gray (Gy). Penyinaran rendah bila dosisnya adalah kurang dari 1 kGy, medium bila < 1-10 kGy, dan tinggi bila lebih dari 10 kGy. Lingkup proses penyinaran (iradiasi) adalah untuk desinfeksi, pemanjangan shelf-life, dekontaminasi dan perbaikan kualitas produk. Keuntungan yang diperoleh adalah pengurangan seminimal mungkin bahan makanan yang hilang akibat proses pengawetan, dan penghematan energi serta keuntungan lainnya. Daging sapi yang mendapat perlakuan iradiasi akan menyebabkan pertumbuhan Psedomonas dan Enterobacteriaceae sangat terhambat tanpa menyebabkan perubahan organoleptik. Shelf life daging mentah yang dikemas vakum dapat diperpanjang. Pada daging babi, iradiasi dengan dosis antara 0,3 – 1,0 kGy dapat membuat inaktivasi Trichinella spiralis.
Perlakuan kimia
Perlakuan yang biasa dilakukan antara lain dengan pemberian garam. Penggaraman ini bertujuan untuk menurunkan aktivitas air dan garam sendiri
tidak memiliki pengaruh antimikroba secara langsung. Perlakuan yang lain adalah dengan curing, yaitu perlakuan dengan menggunakan garam dapur dan garam nitrit (natrium nitrit atau kalium nitrit). Perlakuan ini dapat menghambat pertumbuhan dan produksi toxin oleh Clostridium botulinum. Efek utamanya adalah menentukan panjangnya fase lag. Faktor yang mempengaruhi efektivitas nitrit antara lain pH, oksigen, komponen pangan lainnya (konsentrasi garam), pemanasan dan iradiasi. Pengasapan juga merupakan salah satu cara pengendalian mikroorganisme dalam bahan makanan dengan menggunakan metode pengasapan dingin, pengasapan hangat dan pengasapan panas. Pengasaman dan penggunaan bahan pengawet juga lazim dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan yang tidak merugikan kesehatan selama diberikan dengan dosis yang tepat untuk tujuan menghambat pertumbuhan mikroorganisme.
Daftar pustaka
Prändl, O., Fischer, A.,Schmidhofer T., Sinell, H.J., 1988. Handbuch der Lebensmitteltechnologie. Fleisch: Technologie und Hygiene der Gewinnung und Verarbeitung. Ulmer, Stuttgart.
Prescott, L.M., Harley, J.P., Klein, D.A. , 1999. Microbiology. 4th ed. WCB McGraw-Hill, Boston.
Sinell, H.J., 1992. Einführung in die Lebensmittelhygiene.3. Auflage. Verlag Paul Parey, Berlin, Hamburg
pertumbuhan mikroba
MODUL MIKROBIOLOGI PANGAN PEMBELAJARAN 3
Deskripsi Mata Kuliah
Mata Ajar / SKS : Mikrobiologi pangan /3 SKS (1SKS teori 2 SKS
praktekt)
Program/ Angkatan : Reguler/ 2011
Semester/ Tahun ajaran : 3/ 2011- 2012
Nama Dosen : Heriyenni, SPd, Msi
M Husni Thamrin . STP, MP
Azizah , SKM
Pokok Bahasan : Pertumbuhan dan perkembangan bakteri
Standar Kompetensi : Mahasiswa mampu menjelaskan tahapan pertumbuhan dan
perkembangan mikroba...
Kompetensi Dasar : Mahasiswa mampu menjelaskan tahapan pertumbuhan
mikroba.
Indikator : 1.Mampu menjelaskan tentang tahapan pertumbuhan
bakteri.
2. Mampu menjelaskan Faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba.
3. Mampu menjelaskan pengaruh faktor intrinsik terhadap
pertumbuhan mikroba.
4. Mampu menjelaskan pengaruh faktor ekstrinsik
terhadap pertumbuhan mikroba.
5. Mampu menjelaskan pengaruh faktor implisit terhadap
petumbuhan mikroba.
Metode : Ceramah, tanya jawab dan praktik
Media : Komputer, LCD Protector, praktek laboratorium
Kegiatan Pembelajaran termasuk evaluasi:
Waktu Kegiatan Dosen Kegiatan Mahasiswa1. Pendahuluan (10 menit)
- Memberi salam- Menjelaskan judul, pokok bahasan,
tujuan, dan manfaat pembelajaran
- Menjawab salam
- Mendengarkan
2. Kegiatan Inti: Kuliah dan diskusi dan praktek (575 menit)
- Menjelaskan
- Menjelaskan materi tentang tahapan
pertumbuhan & perkembangan bakteri.
- Memberikan kesempatan peserta didik
bertanya dan responsive
- Mendengarkan dan
mencatat
- Bertanya dengan kritis
- Memberikan jawaban atas pertanyaan
yang diajukan
- Menjelaskan materi tentang faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba.
.
- Memberikan jawaban atas pertanyaan
yang diajukan
- Memberikan kesempatan peserta didik
bertanya dan responsive
- Menjelaskan materi tentang pengaruh
faktor intrinsik terhadap
pertumbuhan mikroba.
- Memberikan kesempatan peserta didik
bertanya dan responsive
- Memberikan jawaban atas pertanyaan
yang diajukan
- Menugaskan melihat pencirian
bakteri, kapang dan khamir - Membantu mhs melihat morfologi bakteri, kapang dan khamir.
-Mendengarkan dan mencatat
-Mendengarkan dan mencatat
- Bertanya dengan kritis
-Mendengarkan dan mencatat
- Bertanya dengan kritis
- Mendengarkan dan mencatat
- Bertanya dengan kritis
-Mencoba melihat pencirian bakteri, kapang dan khamir
- Mencoba melihat morvologi bakteri kapang dan kanir
Kepustakaan
1. P.M. Gamam-K.B Sherirrington, 1994. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi.. Gajah mada University Pres yokyakarta.
2. Srikandi Fardiaz, 1989. Mikrobiologi pangan Depdikbud,. Dikti dan Pusat
Antar Univesitas Pangan dan Gizi IPB Bogor.
3. Staf Pengajar Fakultas Kedokteran UI 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran edisi revisi.Bina Rupa Aksara jakarta.
4. Buckle dkk (1985) . Ilmu pangan. Universitas Indonesia Press
Petunjuk Penggunaan Modul
A.Untuk Dosen
1. Dosen/instruktur harus menguasai sepenuhnyya isi modul dan mempunyai daftar bagian modul yang mungkin sulit bagi mahaisiswa dan mempersiapkan penjelasan/jawaban yang diperlukan.
2. Dosen/ Instruktur hendaknya dapat meningkatkan motivasi mahasiswa setiap saat
3. Modul yang digunakan oleh peserta didik hendaknya dimulai secara sederhana
4. Mahasiswa ditugaskan untuk membuat rangkuman setiap modul yang telah dipelajari.
B. Untuk Mahasiswa.
1. Bacalah modul dengan seksama
2. Pahami tujuan anda mempelajari modul sasaran yang diharapkan tingkat penguasaan yang diharapkan dan waktu yang diharapkan.
3. Kerjakanlah tugas dan latihan yang tedapat di dalammya dengan jujur tanpa melihat kunci jawaban sebelum anda mengerjakannya.
4. Anda disarankan untuk betanya kepada dosen/instruktur jika dianggap perlu.
5. Usahakan menyelesaikan setiap modul lebih cepat dari waktu yang ditetapkan.
6. Jika ada bagian yang belum anda pahami, cobalah telebih dahulu mendiskusikan dengan teman yasng sedang mengerjakan bagian yang sama, sebelum anda bertanya pada dosen/instruktur. Kalau perlu, anda harus berusaha mencari tahu jawabannya pada sumber lain.
KEGIATAN BELAJAR 1.
MODUL
3
I. PENDAHULUAN
Selamat berjumpa dalam modul 3. Modul 3 ini merupakan lanjutan
bagi Anda untuk mempelajari modul Mikrobiuologi pangan
berikutnya Apakah anda sudah siap untuk mempelajarinya?.Jika anda
sudah siap mulailah untuk mempelajari modul 3 ini yang menguraikan
tentang pertumbuhan dan perkembangan mikroba.
. Modul 3 ini terdiri dari 4 kegiatan belajar sebagai berikut:
Kegiatan belajar 1. Mempelajari tahapan pertumbuhan bakteri.
Kegiatan belajar 2. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba
Kegiatan belajar 3. Pengaruh faktor intrinsik terhadap pertumbuhan mikroba
Kegiatan belajar 4. Pengaruh faktor ekstrinsik terhadap pertumbuhan mikroba.
Kegiatan belajar 5. Pengaruh faktor implisit terhadap pertumbuhan mikroba
Waktu yang Anda perlukan untuk mempelajari modul ini
lebih kurang 4x50 menit, meliputi belajar teori di kelas dan 8 x 50
menit praktik di laboratorium. Pada setiap kegiatan belajar
dilengkapi dengan tujuan pembelajaran yang harus dipahami terlebih
dahulu setelah itu dilanjutkan dengan mempelajari materinya
demikian juga pada setiap kegiatan belajar anda harus mengerjakan
tugas yang telah disiapkan. Anda dinyatakan berhasil apabila telah
menguasai 80% dari penyelesaian tugas-tugas Anda. Setelah itu Anda
dapat melanjutkan ke modul berikutnya.
Selamat Belajar
KEGIATAN PEMBELJARAN 1
PERTUMBUHAN MIKROBA .
A.Tahapan pertumbuhan mikroorganisme.
Defenisi pertumbuhan
Pertumbuhan adalah pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel Hidup. Pada organisme multiseluler, yang disebut pertumbuhan adalah peningkatan jumlah sel per organisme, dimana ukuran sel juga menjadi lebih besar. Pada organisme uniseluler (bersel tunggal) pertumbuhan adalah pertambahan jumlah sel, yang berarti juga pertambahan jumlah organisme, misalnya pertumbuhan yang terjadi pada suatu kultur jasad renik. Pada organisme soenositik (aselular), selama pertumbuhan ukuran sel menjadi bertambah besar tetapi tidak terjadi pembelahan sel
B. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
Semua mikro organisme memerlukan kondisi lingkungan tertentu untuk pertumbuhan dan perbanyakannya. Terdapat variasi persyaratan pertumbuhan untuk spesies yang berbeda. Namun masih dapat dikelompokkan atas enam keperluan dasar bagi pertumbuhan mikro organisme diantaranya adalah :
Waktu
Bila suatu sel mikroorganisem diinokulasi pada media nutrien segar, pertumbuhan yang terlihat mula-mula adalah suatu pembesaran ukuran volume dan berat sel. Ketika ukurannya telah mencapai kira-kira dua kali dari besar sel normal, sel tersebut membelah dan menghasilkan dua sel . Sel-sel tersebut tumbuh dan membelah diri menghasilkan empat sel. Selamakondisi memungkinkan pertumbuhan dan pembelahan sel berlangsung terus sampasi sejumlah besar populasi sel terbentuk . Jika pembelahan sel dan sel terbentuk seperti yang ditunjukkan dalam tabel 1, terjadi maka sejumlah besar sel dapat terbentuk dalam waktu yang sangat singkat.
Waktu antara masing-masing pembelahan sel berbeda-beda tergantung dari spesies dan kondisi lingkungannya, tetapi untuk kebanyakan bakteri waktu ini berkisar antara 10-60 menit. Tip[e pertumbuhan yang cepat ini disibut pertumbuhan logaritmis atau eksponensial karewna bila log jumlah sel digambarkan terhadap waktu dalam grafik akan menunjukkan garis lurus . Tetapi pda kenyataannya tipe pertumbuhan eksponensial ini tidak langsung terjadi pada saat sel dipindahkan kemedia nutrien segar dan tidak
terjadi secara terus menerus. Biasanya hal ini hanya terjadi dalam satu fase yang singkat dari pertumbuhan populasi mikroorganisme . Dikenal empat fase pertumbuhan selama pertumbuhan populasi mikroorgansme atau kultur yaitu fase-fase lambat ( lag(, fase cepat ( log) , tetap ( stasioner), dan menurun seperti terlihat pada gambar 1.
Tabel 1. Pertumbuhan Logaritmis Dari Mikroogranisme Dengan
Waktu Berkembang Biak 20 Menit.
Waktu dalam menit Jumlah organisme
0
20
40
60( jam )
80
100
120 (2 jam)
140160180 (3 jam)200220240 (3 jam)260280300 (5 jam)320340360 (6 jam)
1
2
4
8
16
32
64
128
256
512
1.024
2.048
4.096
8.192
16.384
380400420 (7 jam)
32.768
65.536
131.072
262.144
524.288
1.048.576
2.097.152
Log jumlah organisme hidup
fase
Stasioner
fase penurunan
Fase log
Fase lag
Waktu
Gambar 1 . Kurva pertumbuhan bakteri
a. Fase lambat (lag)
Pada awal inokulasi sel ke dalam media nutrien segar biasanya pada suatu periode dimana tidak terjadi pembelahan sel. Fase lambat ini dapat terjadi antara beberapa menit sampa beberapa jam tergantung paada spesies, umur dari sel inokulum dan lingkungannya. Waktu pada fase lambat dibutuhkan untuk kegiatan metaboliisme dalam rangka persiapanpenyesuai diri dengan kondisi pertumbuhan dalam lingkungan yang baru.
b. Fase log
Setelah beradaptasi terhadp kondisi baru, sel-sel ini akan tumbuh dan membelah diri secara eksponensial sampai jumlah maksimum yang dapat dibantu oleh kondisi lingkungan yang dicapai.
C. Fase tetap (stationary phase)
Poopulasi mikroorganisme jarang dapat tetap tumbuh secara eksponensial dengan kecepatan tinggi untuk suatu jangka waktu yang lama. Sebab-sebanya akanmenjadi jelas jika dipikirkan akibat dari pertumbuhan secara eksponensial. Setelah 48 jam, pertumbuhan eksponensial satu sel bakteri dengan waktu lipat 20 menit akan menghasilkan turunan 2,3 x 1031 g atau kira-kira 4000 kali berat
bumi. Pertumbuhan populasi mikroorganisme biasanya dibatasi oleh habisnya bahan gizi yang tersedia atau penimbunan zast racun sebagai hasil akhir metabolisme . Akibatnya kecepatan kecepatan pertumbuhan menurun dan pertumbuhan akhirnya berhenti, Pada titik ini dikatakan pada fase tetap (stasionary phase) . Kompisisi sel pada fase ini berbeda dibandingkan dengan sel-sel saat fase eksponensial dan umumnya lebih tahan terhadp perubahan kondisi fisik seperti panas, dingin dan radiasi maupun terhadap bahan-bahan kimia.
Fase menurun ( decline or death phasse)
Sel-sel yang berada dalm fase tetap akhirnya akan mati bila tidak dipindahkan ke media segar lainnya. Sebagaimana pertumbuhan, kematian sel juga secara eksponensial dan karenanya dalam bentuk logaritmis, fase menurun atau kematian ini merupakan penurunan secara garis lurus yang digambarkan oleh jumlah sel-sel yang hidup terhadap waktu. Jecapatan kematian berbeda=beda tergantung dari spesies mikroorganisme dan kondisi lingkungannya.
2. Makanan
Semua mikroorganisme memerlukan makanan yang akan menjadi sumber energi dan menyediakan unsu-unsur kimia dasar untuk pertumbuhan sel. Unsur-unsur dasar tersebut adalah karbon, nitrogen, hidrogen, oksigen, sulfur, fosfor, magnesium, zat besi , dan sejumlah kecil logam lainnya.
a. Eneregi, biasanya diperoleh dari substansi mengandungkarbonb. Nitrogen untuk sintesa proteinc. Sumber enersid. Vitamin dan mineral yang berkaitan dengan faktor
pertumbuhan
Ada dua jenis nutrisi dasar, organisme dapat bersifat heterotrofik atau autotrofik.
a. Nutrisi heterotrofik
Mikroorganisme yang tumbuh pada makanan umumnya bersifat heterotrof yaitu menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi dan karbonwalaupun komponen organik lainnya yang mengandung karbon mungkin juga dapat digunakan. Kebanyakan organisme heterotrof menggunakan komponen organik yang mengandung nitrogen sebagai sumber N, tetapi beberapa dapat pula menggunakan sumber nitrogen anorganik.
Beberapa orgenisme heterotrof yang tidak dapat atau kehilangan kemampuan untuk mensintesa bebagai komponen nitrogen organik membutuhkan komponen tersebut didalam substraty untuk pertumbuhannya. Sebaliknya mikroorganisme lain seperti Escherichia coli dan Enterobacter aerogenes , khamir dan kapang dapaat tumbuh dengan baik pada medium yang hanya mengandung glukosa sewbagai sumbe nutrien organik. Streptopkoki, stapilokoki dan berbagai organisme heterotrof lainnya, mungkin membutuhkan beberapa sumber nitrogen organik lainnya dalam bentuk asam amino purin dan pirimidin serta faktor-faktor pertumbuhan seperti vitamin E, Thiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), asam nikotinat (niasin) piridoksin (B6), asam pantotenat dan kobalamin (vitamin B12) dibutuhkan oleh organisme yang tergolong pemilih dan sukar tumbuh.
Vitamin yang larut lemak yaitu vitamin A, D, dan E tidak dibutuhkan oleh kebanyakan mikroorganisme, sedangkan vitamin K hanya dibutuhkan oleh bakteri dari golongan Mycobacterium dan Bacteriodes, yang berfungsi sebagai subsitusi untuk koenzim Q (Benzoquinon) dalam sistim transport elektron ( respirasi). Vitamin C tidak berfungsi sebagai faktor pertumbuhan, tetapi dapat merangsang pertumbuhan beberapa organisme karena diduga dapat mengatur potensi oksidasi-reduksi yang tepat terhadp medium. Asam lemak hanya dibutuhkan oleh beberapa organisme, terutama jika di dalam medium tidak terdapat vitamin B, sedangkan sterol hanya dibutuhkan oleh mycoplasma.
b. Nutrisi autotrofik
Organisem autotrofik merip dengan tumbuhan, karena mereka mampu mempergunakan substansi anorganik sederhana sebagai makanannya. Ada banyak bakteri yang bersifat autotrofik
Sehingga hanya sedikit substansi yang tidak mengalami biodegradasi,
dalam arti tidak dapat dipecah oleh suatu spesies bakteri. Beberapa bakteri dapat hidup dalam beton dan lainnya lagi dapat hidup dalam desinfekstan seperti asam karbol (”carbolic acid”).
Bakteri autotrofik memperoleh energi dengan dua cara:a). Bakteri kemosintetik seperti baktri nitrifikasi memperoleh
energi dengan mengoksidasi senyawa anorganik. Spesiesn nitrosomonas mengubah garam amonium menjadi nitrit dan spesies nitro bakter mengubah nitrit menjadi nitrat.
b). Bakteri fotosintetik memiliki pigmen yang erat kaitannya dengan klorofil yang dijumpai pada tumbuhan dan oleh karenanya dapat mempergunakan energi matahari. Energi ini digunakan untuk mensintesis substansi organik komplek dari senyawa sederhana seperti air dan karbondioksida.
3. Kelembaban ( Aktifitas air)
Mikroorganisme memerlukan air untuk hidup dan berkembang biak, oleh karena itu pertumbuhan sel mikroorganisme di dalam suatu makanan sangat dipengaruhi oleh jumlah air. Air merupakan bagian terbesar dari komponen sel (70 -80 %), air juga dibutuhkan sebagaii reaktan dalam berbagai reaksi biokimia. Tidak semua air yang terdapat dalam bahan pangan dapat digunakan oleh mikroorganisme .beberapa keadaan dimana air tidak digunakan oleh mikroorganisme yaitu :
1 Adanya solut dan ion dapat mengikat air di dalam larutan , misalnya adanya gula atau garam pada konsentrasi tinggi akan mengikat air dari bahan pangan, bahkan dapat mengikat air dari dalam sel mikroorganisme jika konsentrtasi solut diluar sel lebih tinggi dari pada di dalam sel.2 Koloid hidrofilik (gel) dapat mengikat aiir , dimana sebanyak 3-4 % agar di dalam medium dapat menghambat pertumbuhan bakteri.3 Air dalam bentuk kristal es tidak digunakan oleh mikroorganisme.
Tersedianya air di dalam suatu bahan dapat dinyatakan dalam istilah aktifitas air (aw = water activity). Air berperan dalam reaksi metabolik dalam sel dan merupakan alat pengangkut zat-zat gizi
atu bahan limbah ke dalam dan ke luar sel. Semua kegiatan ini membutuhkan air dalam bentuk cair dan apabila air tersebut mengalami kristalisasi dan membentuk es atau terikat secara kimiawi dalam larutan gula atau garam, maka air tersebut tidak dapat digunakan oleh mikroorganisme. Jumlah air yang terdapat dalam bahan pangan atau larutan dikenal sebagai aktivitas air (water activity = aw) Air murni mempunyai nilai aw - 1,0.
Nilai air suatu bahan pangan akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara relatif (RH) dari ruangan disekitar bahanpangan tersebut.Oleh karena itu jika RH disekitar bahan pangan rendah dari pada aw nya bahan pangan akan mengalami penguapan air, Sebaliknya jika RH lebih tinggi dari pada aw bahan pangan, maka akan terjadi penyerapan air oleh bahan pangan sampai tercapai keadaan seimbang.
Mikroorganisme yang berbeda membutuhkan jumlah air yang berbeda untuk pertumbuhannya. Tabel 2 menunjukkan batas aw
minimal untuk pertumbuhan beberapa kelompok mikro organsime. Bakteri pada umumnya membutuhkan aw mendekat 1,00
Tabel; 2 : Batas minimal untuk pertumbuhan mikroorganisme
penyebab kebusukan makanan.
Kelompok mikro organisme aw minimalBakteri 0,91Khamir 0,88Kapang 0,80
Bakteri halofilik 0,75Khamir osmofilik 0,60
Sebagai contoh minimal untuk bakteri adalah 0,97 untuk Pseudomonas, 0,96 untuk E. Coli, 0,95 untuk bacillus substilis, 0,93 untuk Clostridium botulinum, dan 0,86 untuk Staphylococcus aureus. khamir membutuhkan aw lebih rendah (0,87-0,91) kapang lebih rendah lagi ( 0,80 – 0,87).
Larutan gula dan garam yang pekat mengakibatkan tekanan osmotik pada sel mikroorganisme dengan menyerap keluar air dari dalam sel dan menyebabkan sel kekurangan air dan mati.
Beberapa jenis mikroorgansime dapat menyesuaikan diri dengan keadaan tersebut diatas yaitu tekanan osmotik eksternal yang tinggi dan dalam beberapa hal tertentu keadaan semacam itu yang diinginkan. Beberapa jenis bakteri khamir dan kapang dapat tahan dan tumbuh pada larutan gula yang sangat pekat dan umumnya dikenal sebagai organisme osmofilik. Keadaan yang sama pada beberapa jenis mikroorganisme yang tahan dalam lingkungan berkadar garam cukup tinggi yang disebut halofil atau organisme halofilik. Jenis-jenis yang tahan tekanan osmotik ini dapat berperan secara nyata dalam pembusukan bahan pangan.
4. Suhu Suhu adalah salah satu faktor lingkungan terpenting yang mempengaruhi kehidupan dan pertumbuhan organisme. Suhu dapat mempengaruihi mikroorganisme dalam dua cara yang berlawanan .a. apabila suhu naik, kecepatan metabolisme naik dan
pertumbuhan dipercepat. Sebaliknya apabila suhu turun, kecepatan metabolisme juga turun dan pertumbuhan diperlambat.
b. Apabila suhu naik atau turun , tingkat pertumbuhan mungkin terhenti, komponen sel menjadi tidak aktif dan sel-sel dapat mati.
Berdasarkan hal di atas, beberapa hal sehubungan dengan suhu bagi setiap mikroorganisme dapat digolongkan sebagai berikut :a. Suhu minimum, dibawah ssuhu ini pertumbuhan mikroorganisme tidak terjadi lagi.b. Suhu optimum, adalah suhu di mana pertumbuhan paling cepat.c. Suhu maksimum, diatas suhu ini pertumbuhan mikroorganisme tak mungkin terjadi.
Suhu optimum selalu lebih mendekati maksimum daripada minimum berlandaskan hubungan antara suhu tersebut di atasm mikroorganisme dapat digolongkan menjadi kelompok psikrofil, psikotrof, mesofil dan thermofil. Niali suhu sehubungan dengan kelompok ini terlihat pada tabel 2.
Tabel 2. : Pengelompokan Mikroorganisme Bedasarkan Reaksi Pertumbuhan Terhadap Suhu.
Kelompok Suhu pertumbuhan minimum ( 0C )
Suhu pertumbuhan optimum ( 0C )
Suhu pertumbuhan maksimum (
0C )Psikofil - 15 10 20
Psikrotrof -5 25 35Mesofil 5 – 10 30 – 37 45
Thermofil 40 45 – 55 60 – 80Thermotrof 15 42 - 46 50
Sehubungan dengan pengaruh suhu terhadap ketahanan hidup mikroorganisme, pemanasan atau kenaikan suhu bersifat jauh lebih merusak dari pada pendinginan. Berdasarkan hal ini mikroorganisme dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan :
4 Peka terhadap panas, dimana hampir semua sel rusak apabila dipanaskan 60 0C selama 10 – 20 menit.5 Tahan terhadap panas , dimana dibutuhkan suhu 100 0C selama 10 menit untuk mematikan sel.6 Thermodurik, dimana dibutuhkan suhu lebih dari 60 0C se;ama 10 – 20 menit tetapi kurang dari 100 0C selama 10 menit untuk memaatikan sel.
Bakteri pembentuk spora jenis clostridium dan bacillus termasuk kelompok yang tahan terhadap panas. Kebanyakan mikroorganisme tahan terhadap suhu rendah sampai suhu pembekua dan walaupun pertumbuhan dan pembelahan mungkin terhambat, sel-sel bakteri pertumbuhan dan pembelahan mungkin terhambat, sel-sel bakteri dapat tahan hidup untuk jangka waktu cukup lama pada suhu pendinginan ± 5 0C . Pada suhu pembekuan, kerusakan sel terjadi, tetapi tidak secepat seperti pada suhu tinggi. Pada kenyataannya jika sel tetap tahan hidup pada awal suhu pembekuan, sel ini tetap dapat hidup untuk jangka waktu ci\ukup lama pada keadaan beku. Ini adalah suatu kehidupan yang tertunda karena fungsi sel terhenti dan bila media sekitarnya dicairkan kembali metabolisme akan berlangsung lagi. Pembekuan biasanya digunakan sebagai cara pengawetan dan mempertahankan mikroorganisme. Kematian sel selanjutnya sebagai akibat dari pembekuan tergantung pada sifat alamiah dari spesies mikroorganisme , kecepatan pembekuan, suhu pembekuan dan faktor-faktor lingkungan lainnya.
6. Ketersediaan Oksigen
Tidak seperti bentuk kehidupan lainnya, mikroorganisme
berbeda nyata dalam kebutuhan oksigen guna metabolismenya. Beberapa kelompok dapat dibedakan sebagai :
7 Organisme aerobik : dimana tersedianya oksigen dan penggunaannya dibutuhkan untuk pertumbuhan.8 Organisme anaerobik : tidak dapat tumbuh dengan adanya oksegen dan bahkan oksigen ini dapat merupakan racun bagi organisme tersebut.9 Organisme anaerob fakultatif : Dimana oksigen akan dipergunakan apabila tersedia, kalau tidak tersedia, organisme tetap dapat tumbuh dalam keadaan anaerobik.10 Organisme mikroerofilik ( microaerophilic organisms) : yaitu mikroorganisme yang lebih dapat tumbuh pada kadar oksigen yang lebih rendah daripada kadar oksigen dalam atmosfer.
7. Faktor Kimia
Telah diketahui banyak zat kimia yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme atau membunuh mikroorganisme yang telah ada. Bahan kimia yng bersifat bakteriostatik atau fungstatik adalah bahan- bahan kimia yang dipergunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau kapang (fungi), sedang bakterisidal dan fungisidal adalah bahan-bahan kimia yang dapat membunuh bakteri atau kapang. Berbagai logam asm, halogen, alkohol, fenol, deterjen dan antibiotika mempunyai efek antimikroba yang dipergunakan dalam industri pengolahan bahan pangan dalam desinfeksi dan sanitasi alat-alat pengolahan dan ruangan-ruangan pabrik atau kadang-kadang sebagai bahan ayng ditambahkan dalam bahan pangan sebagai zat pengawet. Kerja dari bahan-bahan kimia antimikroba ini dapat besifat khas yaitu hanya efektif pada jenis-jenis mikroorganisme tertentu. Sebagai contoh antibiotika jenis penisilin dan tetrasiklin hanya dapat membunuh bakteri tetapi tidak membunuh khamir tau kapang. Beberapa bahan yang besifat spektrum luas seperti hipoklorit dapat mematikan lebih banyak jenis mikroorganisme. Efektivitas dari setiap bahan antimikroba ini tergantung pada jumlah yang digunakan, waktu penggunaan dadn faktor-faktor lingkungan lainnyua seperti pH.
8. Radiasi.
Sinar ultra violet dengan panjang gelombang tertentu dan radiasi ionisasi seperti sinar X dan sinar gamma dapat mudah terserap oleh sel mikroorganisme . Sinar-sinar tesebut dapat mengganggu metabolisme sel dan umumnya dapat cepat mematikan.
TUGAS
1. Jelaskan fase-fase pertumbuhan dari mikroba2. Jelaskan kapankah air tidak dapat digunakan oleh mikro
organisme .3. Jelaskan faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pertumbuhan
bakteri.
Kegiatan Pembelajaran 2
C. Pengaruh faktor intrinsik terhadap pertumbuhan mikroba.
Faktor intrinsik (Sifat bahan pangan ) atau faktor dalam yang mempengaruhi populasi jasad renik (Mikro organisme) di dalam makanan meliputi sifat-sifat kimia atau komposisi, sifat fisik dan struktur makanan, misalnya nilai aw (aktifitas air), komposisi nutrien, pH, potensi redoks, adanya bahan pengawet alami atau tambahan dsb.
Contoh : Mikro Organiseme pada daging berbeda dengan Mikroorganisme pada buah-buahan dan sayuran Karena kedua kelompok bahan pangan ini mempunyai komposisi, pH, potensi redoks dan sifat-sifat yang berbeda, bahkan pada daging Mikroorganisme bagian luar bersifat aerobik dan bagian dalam anaerob atau anaerob fakultatif.
D. Pengaruh Faktor ektrinsik (lingkungan) terhadp pertumbuhan mikroba.
Bahan pangan segar atau makanan olahan yng tidak langsung dikonsumsi memerlukan tahap penyimpanan atau transpor/distribusi. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyaimpanan dan transpor seperti suhu, kelembaban, susunan gas merupakan faktor ekstrinsik (lingkungan yang mempengaruhi populasi mikroorganisme yang terdapat pada makanan. Sebagai contohpda daging yang disimpan dengan cara pendinginan di dalam wadah biasa (tanpa vacum), maka mikroorganisme yang akan tumbuh dominan selama penyimpanan adalah bakteri gram negatif yang bersifat psikrotrofik dan aerob, sedangkan jika dismpan pada suhu yang sama dengan cara pengepakan vakum, maka yang dominan selama penyimpanan adalah bakteri gram positif yang bersifat anaerobik atau anaerofakultatif.
E. Faktor Implisit yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba
Adanya berbagai mikroorganisme yasng terdapat pada makanan kadang-kadang mengakibatkan ua atau lebih mikroorganisme hidup bersama saling emnguntungkan (sinergis) atau jasad mikroorganis yang satu merugikan pertumbuhan mikroorganisme ysang lainnya ( antagonis). Sebagai contoh adanya sutu bakteri patogen atau pembusuk pada makanan mungkin tidak mengakibatkan keracunan pada orang yang menelannya atau menyebabkan kebusukan makanan tersebut, karena metabolisme dan pertumbuhan bakteri patogen atau pembusuk tersebut diatur atau dihambat oleh adanya jasad renik lainnya. Sebagai contoh, bakteri patogen seperti Salmonella dan Staphylococcus aureus yang terdapat pada suatu makanan akan dihambat pertumbuhannya jika di dalam makanan tersebut terdapat kelompok bakteri lainnya yang tergolong Lactobacillaceae.
F . Penggolongan Makanan
Bertujuan untuk mengetahui daya awet suatu makanan :
a. Makanan yang mudah rusak, yaitu mengandung aw dan pH relatif tinggi (ph > 5.3) misalnya daging, ayam, susu dsb.
b. Makanan yang agak awet adalah makanan yang mempunyai pH pertengahan (4.5-5.3) atau telah di awet sehingga aw agak rendah misalnya, jem, jelly, susu kental manis dll.
c. Bahan pangan awet. Diawet dengan pengeringan sehingga awnya
rendah seperti dendeng, abon, ikan asin dll.
Praktek laboratorium .
I. Sifat-sifat mikroba yang terdapat dalam bahan makanan.
Kapang.
Kapang dapat menyebabkan kerusakan pada makanan pada kondisi dimana kebanyakan bakteri dan khamir dihambat pertumbuhannya. Misalnya pada kondisi aw yang rendah, keadaan asam (pH rendah) atau pada seuhu rendah. Sebaliknya pada beberapa makanan, jenis-jenis kpang tertentu bahkan sengaja dirangsng pertumbuhannya untuk melakukan fermentasi, misalnya pada pembuatan beberapa macam keju, tempe , oncom, kecap tauco dan sebagainya.
Berbeda dengan bakteri jenis-jenis kapang lebih mudah diidentifikasi karena setiap jenis mempunyai bentuk struktur yang berbeda-beda, misalnya bendtuk thallusnya, bentuk spora seksual dan aseksual, susunan atau rangkaian spora seksual, ada tidaknya sekat9septat) pada hifa dan struktur spesifik lainnyaOleh karena itu identifikasi jenis kapang dapat dilakukan dengan cara melihat strukturnya secara mikroskopik.
Bahan dan Alat
Bahan : Masing-masing kelompok diberi 2 suspensi spora kapang yang dipilih dari jenis-jenis dibawah ini :
Rhizopus Aspergillus Pennicillium
Mucor Neurospora Thammidium
Alternaria Geotrichum Fusarium
Botrytis Cladisporium Trichothecium
Masing-masing kelompok diberi satu macam makanan yang telah ditumbuhi kapang, misalnya nasi, roti, dodol, sale pisang, kacang
tanah, tauco dsb.
Perkelompok : 6 tabung Agar miring Malt Agar
2 tabung agar miring Malt agar + 10 % NaCL
2 tabung agar miring malt Agar pH 4.0
2 tabung agar miring Malt agar pH 8.0
Alat : Jarum Ose, Mikroskop, gliserol 10 %, Inkubator 50 C, suhu kamar dan 450C
Cara Kerja
Pengaruh suhu pertumbuhan.
Gunakan satu loop suspensi spora kapang masing-masing ke dalam 3 tabung agar miring Malt Agar. Satu tabung diinkubasi pada suhu 50 C selama 7 hari, satu tabung pada suhu kamar selama 3-4 hari dan tabung lainnya pada suhu 450C selama 3-4 hari. Amati dan nyatakan secara relatif adanya pertumbuhan kapang dan embentukan spora.
Pengaruh pH
Goreskan satu loop suspensi spora kapang masing-masing ke dalam satu tabung agar miring malt agar pH 3,0 dan sat tab ung agar miring malt agar ph 8,0 inkubasikan pada suhu kamar 3 – 4 hari Amati dan nyatakan secara relatif adanya pertumbuhan kapang dan pembentukan spora.
Pengaruh aw(penambahan garam)
Goreskan satu loop suspensi spora kapang masing-masing ke dalam satu tabung agr miring malt agar yang mengandung 10 NaCL. Inkubasi pada suhu kamar selama 3-4 har. Amati dan nyatakan secara relatif pertumbuhan kapang dan pembentukan spora. Sebagai kontrol dapat digunakan tabung malt agar yang telah digoresi kapang tersebut dan diinkubasikan pada suhu kamar 3-4 hari, yaitu diambil dari percobaan 1.
LAPORAN.
Percobaan : SIFAT- SIFAT KAPANG Nama : .....................................
Nim : ......................................
Gol/Kelompok : ............................
1 Laporkan hasil pengamatan saudara dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 1 : Sifat-sifat pertumbuhan beberapa kapang
Kel Kapang Suhu pH NaCl 10 %
50C kamar
450
C3,0 8,0
1 ......................
2 .......................
3 ........................
4
5
Tabel 2 : Pertumbuhan kapang pada makanan
kelompok Makanan Kapang yang tumbuhI
II
...............................
..............................
........................................
IIIIV
.................................
.....................................................................
...................................
.......
...................................
.......
2 Berikan pembahansan dari hssil pengamatan tersebut. ....................
II. Pengaruh aW terhadap pertumbuhan mikroba
Bahan :
Cairan daging sebanyak 5 ml di dalam tabung reaksi yng dibuat dari proses perendaman cacahan daging di dalam air selama semalam pada suhu rendah, sebanyak 1 tabung. Larutan media Nutrien agar steril sebanyak 10 ml di dalam tabung reaksi yang ditutup dengan konsentrasi berbeda yaitu 0 %, 5 %, 10 %, 15 %, 20 %.
Alat : 1. cawan petri steril 5 buah
Pupet steril ( ukuran 1 atau 2 ml) yang terbungkus kertas atau di dalam tabung kaleng 5 buah Autoklaf
Cara kerja
Kaldu sebanyak 0,1 ml di masukkan ke dalam masing-masing cawan, kemudian masing-masing cawan dituangi dengan cairan NA steril masing-masing cawan hanya dituangi dengan 1 tabung reaksi NA. Goyang-goyang cawan ini dan kemudian biarkan mengeras. Inkubasikan cawan ini pada suhu kamar atau pada suhu 30 – 330
C selama 36 – 48 jam.
PENGAMATAN
Nyatakan jumlah mikroba yang tumbuh pada agar dengan tanda ( +++++++) untuk banyak sekali, (+) untuyk sedikit sekali, (-) untuk tidak ada.
Setelah tabung reaksi yang berisi kalsu diberi perlakuan kemudian masing-masing diencerkan sampai 107 Cairan pada pengenceran 105 , 106, 107 , dihitung jumlah mikrobanya dengan metoda agar tuang untuk mencapatkan nilai SPC.
10 Dari masing-masing pengenceran diambil 0,1 ml cairan, kemduian dimasukkan ke dalam cawan setelah itu dituangi dengan agar NA cair steril pada tabung reaksi dan goyang-goyang kemudian biarkan mengeras.10 Inkubasikan cawan ini pada suhu kamar atau pada suhu 30 – 33 0C selama 36 – 48 jam.10 Hitung SPC bakteri.
PENGAMATAN
Hitung SPC dari msing-masing kaldu ( tidak dipanaskan dan dipanaskan).
III. PENGARUH SUHU DINGIN DAN BEKU TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBA.
BAHAN :
Cairan daging sebanyak 10 ml di dalam tabung realksi yang dibuat dari proses perendaman cacahan daging di dalam air selama semalam pada suhu rendah sebanyak 2 tabung. larutan media nutrien agar steril sebanyak 10 ml di dalam tabung reaksi yang ditutup dengan aluminium foil 6 tabung. Larutan pengencer steil (NaCL 0,85 %) sebanyak 9 ml di dalam tabung pengencer 8 buah
ALAT
cawan petri steril 6 buah Pipet steril ( ukuran 1 atau 2 ml) yasng terbungkus kertas atau
di dalam tabung kaleng 14 buah Autoklav.
PERLAKUAN
Perlakuan diberikan terhadap cairan kaldu daging di dalam tabung reaksi.
Jumlah tabung
Volume kaldu
Perlakua Lama Pemanasan
Pengamatan
1 9 ml Suhu dingin (1 – 7 0C)
7 hari SPC bacteri pewarnaan gram
1 9 ml Suhu beku (-5 0C)
7 hari Sda
CARA KERJA
Siapkan kaldu di dalam tabung reaksi seperti perlakuan yang diinginkan Setelah tabung reaksi yang berisi kalsu diberi perlakuan kemudian masing-masing diencerkan sampai 107 , untuk tabung yang tidak dipanaskan dan yang dipanas Cairan pada pengenceran 105 , 106, 107 , dari tabung yang tidak dipanaskan dihitung jumlah mikrobanya dengan metode agar tuang untuk mendapat nilai SPC.
10 Dari masing-masing pengenceran diambil 0,1 ml cairan, kemduian dimasukkan ke dalam cawan setelah itu dituangi dengan agar NA cair steril pada tabung reaksi dan goyang-goyang kemudian biarkan mengeras.10 Inkubasikan cawan ini pada suhu kamar atau pada suhu 30 – 33 0C selama 36 – 48 jam.10 Hitung SPC bakteri.
4. Cairan pda pengenceran 100 101 dan 102 dari tabung yang tidak dipanaskan di hitung jumlah mikrobanya dengan metode agar tuang untuyk mendapatkan nilai SPC dengan cara yang sama dengan nomor 3.
PENGAMATAN.
Hitung SPC dari mssing-masing kaldu ( tidak dipanaskan dan dipanaskan)
laporan praktikum ekologi mikroba
PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP BAKTERI
Hanni H Hanifah
0900
Akafarma Makadhika
Jakarta
1. Tujuan
Mengetahui pengaruh suhu, cahaya dan Ph terhadap pertumbuhan dan perkembangan mikroba.
2. Pendahuluan
Kondisi lingkungan yang mendukung dapat memacu pertumbuhan dan reproduksi bakteri. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan reproduksi bakteri adalah suhu, kelembapan, dan cahaya.
Suhu
Berdasarkan kisaran suhu aktivitasnya, bakteri dibagi menjadi 3 golongan:
* Bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang hidup pada daerah suhu antara 0°– 30°C, dengan suhu optimum 15°C.
* Bakteri mesofil, yaitu bakteri yang hidup di daerah suhu antara 15° – 55°C, dengan suhu optimum 25° – 40°C.
* Bakteri termofil, yaitu bakteri yang dapat hidup di daerah suhu tinggi antara 40° – 75°C, dengan suhu optimum 50 - 65°C Pada tahun 1967 di Yellow Stone Park ditemukan bakteri yang hidup dalam sumber air panas bersuhu 93° – 500°C.
Kelembapan
Pada umumnya bakteri memerlukan kelembapan yang cukup tinggi, kira-kira 85%. Pengurangan kadar air dari protoplasma menyebabkan kegiatan metabolisme terhenti, misalnya pada proses pembekuan dan pengeringan.
Cahaya
Cahaya sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan bakteri. Umumnya cahaya merusak sel mikroorganisme yang tidak berklorofil. Sinar ultraviolet dapat menyebabkan terjadinya ionisasi komponen sel yang berakibat menghambat pertumbuhan atau menyebabkan kematian. Pengaruh cahaya
terhadap bakteri dapat digunakan sebagai dasar sterilisasi atau pengawetan bahan makanan.
Jika keadaan lingkungan tidak menguntungkan seperti suhu tinggi, kekeringan atau zat-zat kimia tertentu, beberapa spesies dari Bacillus yang aerob dan beberapa spesies dari Clostridium yang anaerob dapat mempertahankan diri dengan spora. Spora tersebut dibentuk dalam sel yang disebut endospora. Endospora dibentuk oleh penggumpalan protoplasma yang sedikit sekali mengandung air.
Oleh karena itu endospora lebih tahan terhadap keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan dibandingkan dengan bakteri aktif. Apabila keadaan lingkungan membaik kembali, endospora dapat tumbuh menjadi satu sel bakteri biasa. Letak endospora di tengah-tengah sel bakteri atau pada salah satu ujungnya.
3. Alat dan bahan
Alat :
1. Lampu spirtus
2. Lup inokulasi
3. Tabung reaksi
4. Cawan petri
5. Kertas karbon.
Bahan :
1. NA.
2. NB.
3. Indikator PH.
4. Biakan bakteri.
5. Asam asetat.
6. Natrium hidroksida.
4 Prosedur Kerja
Pengaruh suhu
1. Disiapkan agar miring yang sudah disterilisasi.
2. Kemudian gores bakteri dari biakan dengan proses bekerja aseptis.
3. Disimpan tabung reaksi tersebut dalam suhu yang berbeda (kulkas,oven, dan suhu ruangan.)
Pengaruh sinar
1. Disiapkan agar dalam cawan petri.
2. Kemudian gores bakteri dari biakan dengan proses bekerja aseptis.
3. Disimpan cawan tersebut dalam sinar yang berbeda ( sinar matahari, sinar UV, kertas karbon )
4. Kemudian diinkubasi selama 24 jam.
Pengaruh PH
1. Disiapkan agar miring yang sudah disterilisasi.
2. Kemudian gores bakteri dari biakan dengan proses bekerja aseptis.
3. Kemudian masing tabung reaksi ditambahkan senyawa asam, basa dan netral
4. Disimpan tabung reaksi tersebut dan diinkubasi selama 24 jam.
5. Hasil pengamatan
Sinar matahari
Sinar UV
Kertas Karbon
Blangko
Suhu kulkas , oven dan ruangan.
Kulkas oven ruangan + blangko
Asam, basa dan Netral.
Asam basa biakan bakteri + blangko
6. Pembahasan
Pada percobaan praktikum pengaruh lingkungan terhadap bakteri dengan tujuan mengetahui pengaruh suhu, cahaya
dan PH terhadap pertumbuhan dan perkembangan bakteri. Dalam percobaan yang pertama yaitu percobaan bakteri terhadap pengaruh sinar (sinar matahari, UV dan kertas karbon). Langkah kerja yang pertama yaitu siapkan agar dalam cawan petri yang sudah disterilisasi kemudian gores biakan bakteri tersebut kedalam cawan petri secara aseptis kemudian simpan masing-masing cawan petri tersebut dalam sinar yang berbeda-beda.tunggu 15 menit setelah itu inkubasi dalam oven selama 24 jam. Dari hasil pengamatan diperoleh data bahwa bakteri tumbuh dan berkembang banyak pada cawan petri yang disinari dengan matahari. Urutan yang jedua yaitu sinar UV dan terakhir yang disimpan dalam kertas karbon. Hal ini dikarenakan dalam pada peletakan yang disinari matahari tempatnya kotor dan tidak steril sehingga bakteri yang berkembang banyak.
Percobaan yang kedua yaitu dengan pengaruh suhu, goreskan biakan bakteri pada agar niring secara aseptis kemudian letakkan dalam suhu yang berbeda-beda (kulkas,oven dan ruangan). Dari hasil pengamatan didapat bahwa bakteri yang tumbuh banyak terdapat pada suhu ruangan kemudian oven dan kulkas karena pada suhu ruangan udara bebas bergerak bebas sehingga mempengaruhi perkembangan bakteri.
Percobaan yang ketiga yaitu dengan pengaruh PH. Media yang digunakan yaitu NB. Goreskan bakteri kedalam media NB kemudian tambahkan senyawa/ zat asam(asam asetat) setelah itu gunakan media yang kedua yang telah digoreskan bakteri dan tambahkan zat basa (natrium hidroksida) media berubah menjadi kuning.. Setelah itu inkubasi selama 24 jam. Berdasarkan hasil pengamatan media tetap jernih . Dan blangko bersih.
7. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa perkembangan dan pertumbuhan bakteri sangat dipengaruhi oleh beberapa factor. Baik factor ekstrinsik maupun intrinsic. Pada pengaruh cahaya, bakteri dapat tumbuh baik dengan sinar matahari. Sedangkan pada
pengaruh suhu, bakteri dapat tumbuh dengan baik pada suhu ruangan. Sedangkan pada pengaruh Ph, media tetap jernih sehingga sulit untuk mengidentifikasi adanya bakteri atau tidak.
laporan praktikum predominasi mikroba dalam bahan pangan
ACARA II
PREDOMINANSI MIKROBA DALAM BAHAN PANGAN
A. TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum acara “Predominansi Mikroba” dalam
Bahan Pangan adalah mempelajari pengaruh jenis bahan pangan
terhadap jenis mikroba yang tumbuh spontan padanya.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan Bahan
Bila kondisi lingkungan tidak memenuhi syarat, produk
ikan asin sering mengalami kerusakan selama dalam
penyimpanan. Dengan demikian, kualitas ikan dan kondisi
ruang penyimpanan yang akan digunakan perlu diperhatikan.
Tingkat kesegaran ikan sangat berpengaruh terhadapa
jumlah bakteri. Di samping itu cara penanganan, sanitasi,
factor biologis, temperatur lingkungan, alat pengangkutan
ikan, dan ruang penyimpanan harus mendapat pergatian pula
karena dapat mempengaruhi mutu ikan asin yang dihasilkan
(Afrianto dan Evi Liviawaty, 2009).
Susu yang perlu diketahui adalah bahwa susu merupakan
media yang baik sekali bagi pertumbuhan mikroba sehingga
apabila penangannya tidak baik akan dapat menimbulkan
penyakit yang berbahaya. Di samping itu susu sangat mudah
sekali menjadi rusak terutama karena susu merupakan bahan
biologik. Susu yang baik apabila mengandung sedikit bakteri
sedikit, tidak mengandung spora mikrobia pathogen, bersih
tidak mengandung debu atau kotoran lainnya, mempunyai
cita rasa, (flavour yang baik, dan tidak dipalsukan (Soewedo
Hadiwiyoto, 1979).
Secara umum sayur-sayuran sangat baik sebagai sumber
vitamin dan mineral bagi menu makanan kita, mengingat
sebagian besar sayur-sayuran kaya akan vitamin, terutama
bitamin A dan C . Sayuran yang banyak mengandung vitamin
A contohnya wortel, sedangkan sayuran yang banyak
mengandung vitamin C misalnya tomat. Jenis vitamin lain
yang dikandung sayuran adalah vitamin B1 (thiamin) dan
mineral seperti kalsium (Ca) dan besi (Fe) (Sri Rini Dwiari,
2008).
Susu merupakan media pertumbuhan yang sangat baik
bagi bakteri dan dapat menjadi sarana potensial bagi
penyebaran bakteri patogen yang mudah tercemar kapan dan
dimana saja sepanjang penanganannya tidak memperhatikan
kebersihan. Pencemaran pada susu terjadi sejak proses
pemerahan, dapat berasal dari berbagai sumber seperti kulit
sapi, ambing, air, tanah, debu, manusia, peralatan dan udara
(Rombaut, 2005).
Ada susu yang telah dipanaskan kontaminasi bakteri
terjadi karena adanya kontaminasi silang dari peralatan dan
air pencuci. Kelompok bakteri koliform digunakan sebagai
indikator sanitasi penanganan susu, jika bakteri koliform
mengkontaminasi susu maupun bahan pangan dalam jumlah
besar akan menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia,
sehingga Standar Nasional Indonesia (SNI) Tahun 2000 telah
menetapkan Batas Maksimun Cemaran Mikroba dalam susu
segar dan susu pasteurisasi, untuk jumlah bakteri total pada
susu segar 1 x 106 dan untuk susu pasteurisasi <3 x 104.
Untuk koliform pada susu segar 2 x 101 MPN/gram dan untuk
koliform pada susu pasteurisasi <0,1 x 101 MPN/gram
(Roostita L. Balia, dkk, 2008).
Setelah mati, glikogen dalam daging akan dirombak
menjadi asam laktat yang mempengaruhi nilai pH. Rendahnya
konsentrasi asam laktat menyebabkan pH meningkat. Bakteri
pembusuk lebih aktif pada daging dengan pH tinggi. Nilai pH
yang rendah dapat menimbulkan pengaruh tidak diinginkan
pada ikan. Pada bagian potongan daging ikan yang dies
cukup lama akan terlihat putih dan pudar. Ikan yang kondisi
fisiknya sudah rusak atau cacat dianggap berkualitas rendah.
Ikan dengan kondisi tubuh rusak cenderung lebih cepat
membusuk dibandingan ikan dengan kondisi fisiknya baik.
Ikan yang fisiknya rusak cenderung memiliki kandungan
glikogen rendah dibandingkan ikan dengan kondisi baik.
(Eddy Afrianto, 2008).
PCA digunakan sebagai medium untuk mikroba aerobik
dengan inokulasi di atas permukaan. PCA dibuat dengan
melarutkan semua bahan (casein enzymic hydrolisate, yeast
extract, dextrose, agar) hingga membentuk suspensi 22,5 g/L
kemudian disterilisasi pada autoklaf (15 menit pada suhu 121
°C). Media PCA ini baik untuk pertumbuhan total mikroba
(semua jenis mikroba) karena di dalamnya mengandung
komposisi casein enzymic hydrolisate yang menyediakan
asam amino dan substansi nitrogen komplek lainnya serta
ekstrak yeast mensuplai vitamin B kompleks (Anonimc, 2011).
Dalam belajar mikrobiologi penting untuk mengamati
mikroorganisme dalam keadaan hidup, karena itu di dalam
laboratorium dibuat medium untuk mengkultur
mikroorganisme. Medium sendiri merupakan suatu bahan
yang terdiri atas campuran nutrisi atau zat-zat hara (nutrient)
yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme.
Medium tersebut dapat berupa medium cair ataupun medium
padat. Mikroorganisme akan tumbuh dengan baik dalam
medium apabila medium tersebut memenuhi persyaratan,
antara lain : medium harus mengandung semua nutrien yang
mudah digunakan oleh mikroorganisme; medium harus
mempunyai tekanan osmosis, tegangan permukaan, dan pH
yang sesuai dengan pertumbuhan mikroorganisme; medium
tidak mengandung zat-zat yang menghambat pertumbuhan
mikroorganisme; dan medium harus steril sebelum
digunakan, supaya mikroorganisme dapat tumbuh dengan
baik (Supardi, 1989).
Yeast adalah salah satu mikroorganisme yang termasuk
dalam golongan fungi yang dibedakan bentuknya dari
mould(kapang) karena berbentuk uniseluler. Reproduksi
vegetatif pada khamir terutama dengan cara pertunasan.
Sebagai sel tunggal yeast tumbuh dan berkembang biak lebih
cepat dibanding dengan mould yang tumbuh dengan
pembentukan filamen. Yeast sangat mudah dibedakan dengan
mikroorganisme yang lain misalnya dengan bakteri, yeast
mempunyai ukuran sel yang lebih besar dan morfologi yang
berbeda. Sedangkan dengan protozoa, yeast mempunyai
dinding sel yang lebih kuat serta tidak melakukan fotosintesis
bila dibandingkan dengan ganggang atau algae.
Dibandingkan dengan kapang dalam pemecahan bahan
komponen kimia yeast lebih efektif memecahnya dan lebih
luas permukaan serta volume hasilnya lebih banyak. Yeast
dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan sifat
metabolismenya yaitu bersifat fermentatif dan oksidatif. Jenis
fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol yaitu
memecah gula (glukosa) menjadi alkohol dan gas contohnya
pada produk roti. Sedangkan oksidatif (respirasi) maka akan
menghasilkan carbon dioksida dan air. Keduanya bagi yeast
adalah dipergunakan untuk energi walaupun energi yang
dihasilkan melalui respirasi lebih tinggi dari yang melalui
fermentasi (Ine, 1992).
Pengasaman susu disebabkan oleh Streptococcus lactis
dan Lactobacillus sp. Pengasaman ini biasanya terjadi
pada produk susu fermentasi dan keju. Produksi gas
dihasilkan oleh organisme coliform dan beberapa organisme
dari Clostridium. Ada 2 tipe koagulasi pada susu, bentuk
asam dan enzim. Asam proteolisis biasanya disertai formasi
asam. Bacillus cereus, organisme berbentuk spora yang dapat
hidup pada suhu pasteurisasi, menyebabkan asam proteolisis.
Aroma asam yang disebabkan oleh organisme laktis, yang
kemungkinan dapat menghasilkan asam volatil, dihasilkan
oleh bakteri coliform (Weiser, 1962).
Ikan merupakan bahan pangan yang sangat mudah
mengalami kerusakan. Berbagai jenis bakteri dapat
menguraikan komponen gizi ikan menjadi senyawa-senyawa
berbau busuk dan anyir, seperti indol, skatol, H2S,
merkaptan, dan lain-lain. Beberapa bakteri patogen
(penyebab penyakit), seperti Salmonella, Vibrio, dan
Clostridium, sering mencemari produk perikanan. Beberapa
faktor penyebab kerusakan ikan air tawar adalah kadar air
cukup tinggi (70-80 persen dari berat daging) yang
menyebabkan mikroorganisme mudah tumbuh dan
berkembang biak. Secara alami, ikan mengandung enzim
yang dapat menguraikan protein menjadi putresin,
isobutilamin, kadaverin yang menyebabkan timbulnya bau
tidak sedap. Lemak ikan mengandung asam lemak tidak jenuh
ganda yang sangat mudah mengalami proses oksidasi atau
hidrolisis yang menghasilkan bau tengik. Ikan mempunyai
susunan jaringan sel yang lebih longgar, sehingga mikroba
dapat dengan mudah mengggunakannya sebagai media
pertumbuhan (Made, 2009).
Ikan merupakan bahan pangan yang sangat mudah
mengalami kerusakan. Berbagai jenis bakteri dapat
menguraikan komponen gizi ikan menjadi senyawa-senyawa
berbau busuk dan anyir, seperti indol, skatol, H2S,
merkaptan, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan kadar airikan
tinggi dan penanganan pasca panen yang kurang baik.
Beberapa bakteri patogen (penyebab penyakit), seperti
Salmonella, Vibrio, dan Clostridium, sering mencemari
produk perikanan. Ikan tuna adalah jenis ikan yang mudah
terkontaminasi dengan scombrotoxin yang bisa menyebabkan
sakit kepala dan kram. Apabila ikan tuna disimpan dalam
suhu lebih dari yang seharusnya, maka toksin tersebut akan
sulit hilang meskipun sudah melalui proses pemasakan
(Anonimd, 2011).
Populasi mikroorganisme yang terdapat pada setiap
bahan makanan, mengenai jumlah dan jenisnya biasnya
sangat beragam. Hal tersebut disebabkan karena adanya
pengaruh selektif terhadap jumlah dan jenis mikroorganisme
awal yang terdapat pada makanan sumber-sumber mikroflora
yang terdapat pada makanan dapat berasal dari tanah, air
permukaan, debu lingkungan ,udara dan sebagainya.
Berbagai pengaruh selektif menyebabkan satu atau beberapa
jenis mikroorganisme menjadi dominan dibanding dengan
jenis mikroba lain misalnya pada tomat, susu dan ikan jenis
mikroba yang berperan dalam kerusakan masimng-masing
produk spesifik, karena masing-masing produk memiliki sifat
yang berbeda (Sukamto, 1999).
Bahan pangan yang berasal dari hewani seperti: daging,
susu telur yang sudah dipecah, ikan segar, termasuk dalam
bahan pangan yang mudah rusak (perishable foods). Bahan
pangan yang berasal dari tanaman, seperti buah-buahan dan
sayuran dalam keadaaan segar adalah kelompok bahan
makanan yang agak mudah rusak, tidak seperti pada
kelompok pangan hewani, kelompok bahan pangan ini
tergantung dari jenisnya relatif lebih tahan pada suhu kamar.
Buah- buahan seperti pisang, mangga akan mengalami proses
pematangan terlebih dahulu sebelum mengalami proses
pembusukan (Anonimk, 2011).
Penyakit bercak bakteri pada buah tomat disebabkan
Xantomonas vesicatoria, pada saat musim hujan
perkembangannya sangat pesat. Gejala yang timbul berupa
bercak-bercak berwarna gelap mengkilap pada daun, batang,
dan buah tomat. Pada buah bercak dapat membesar. Cara
pengendaliannya adalah menggunakan varietas unggul yang
tahan serangan bakteri. Rotasi tanaman dengan tanaman lain
yang beda famili.Penyakit busuk buah disebabkan oleh
cendawan Botrytis cinerea. Patogen menyerang pada saat
buah dalam wadah yang terlalu lembab dan temperatur
tinggi. Buah membusuk, berair dan bau tak sedap. Cara
pengendaliannya adalah dengan memperbaiki wadah
penyimpanan agar tidak lembab yaitu ada tempat keluar
masuknya udara (Winsen, 2000).
2. Tinjauan Teori
Bahan pangan yang diperkirakan mengandung lebih dari
300 sel mikroba per ml, per gram, satu per cm (jika dilakukan
pengamatan pada permukaan luar bahan pangan),
memerlukan perlakuan pengenceran sebelum ditumbuhkan
pada medium agar di dalam cawan petri, sehingga setelah
inkubasi akan terbentuk koloni pada cawan tersebut dalam
jumlah yang dapat dihitung, dimana jumlah yang terbaik
adalah antara 30 sampai 300 koloni. Pengenceran biasa
dilakukan secara decimal yaitu 1:10, 1:100, 1:1000 dan
seterusnya. Sedangkan pengenceran yang dilakukan bukan
secara desimal jarang dilakukan karena tidak praktis dalam
perhitungan. Untuk mengetahui jumlah mikroba pada
permukaan luar bahan pangan, misalnya daging sapi, ayam
atau ikan, pengambilan contoh dapat dilakukan menggunakan
“Swab Method” (Soeminarti dan Abu,1989).
Faktor pertumbuhan mikroorganisme ada 2, yaitu faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik (dari dalam)
antara lain pH, aktivitas air (aw), oksidasi-reduksi, zat gizi,
antimikrobial konstituen, dan struktur biologi. Sedangkan
faktor ekstrinsik (dari luar) antara lain temperature, relative
humidity (kelembaban) lingkungan, dan konsentrasi gas
lingkungan. Untuk menghindari kerusakan bahan pangan dari
yeast, kapang, dan bakteri, sebaiknya bahan pangan tersebut
memiliki Rh (kelembaban) rendah pada lingkungannya (Balia,
2009).
Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh lingkungannya.
Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme adalah air, oksigen, suhu dan nilai pH
(keasaman). Semua organisme membutuhkan air untuk
kehidupannya. Air berperan dalam reaksi metabolik dalam sel
dan merupakan alat pengangkut zat gizi ke dalam sel atau
hasil metabolit ke luar sel. Semua kegiatan ini membutuhkan
air dalam bentuk cair dan apabila air tersebut mengalami
kristalisasi dan memben-tuk es atau terikat secara kimiawi
dalam larutan gula atau garam, maka air tersebut tidak dapat
digunakan oleh mikroorganisme. Beberapa mikroorganisme
memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya, yang disebut
mikroorganisme aerobik. Contoh mikroorganisme aerobik
adalah kapang. Untuk beberapa mikroorganisme lainnya,
oksigen bersifat racun. Suhu adalah salah satu faktor
lingkungan terpenting yang mempengaruhi pertumbuhan dan
kehidupan mikroorganisme. Setiap organisme mempunyai
kisaran nilai pH dimana pertumbuhan masih memungkinkan
dan masing-masing biasanya mempunyai pH optimum.
Kebanyakan organisme tumbuh pada pH sekitar 7.0 (6.6-7.5),
dan hanya beberapa yang dapat tumbuh di bawah pH 4.0 (F.
Kusnandar, dkk, 2007).
Melalui pertumbuhannya, mikroorgamisme dapat
mengakibatkan berbagai perubahan fisik dan kimiawi dari
suatu bahan pangan. Apabila perubahan tersebut tidak
diinginkan atau tidak dapat diterima oleh para konsumen,
maka bahan pangan tersebut dikatakan mengalami
kerusakan. Beberapa kerusakan bahan pangan antara lain
berjamur, rots (pembusukan), berlendir, berwarna,
putrefaction (Buckle, dkk, 1985).
Kerusakan yang paling umum terjadi pada bahan
makanan adalah pembusukan, dan ini dapat disebabkan oleh
bakteri atau jamur. Pada umumnya bahan makanan seperti
daging, telur, sayuran, dan buah-buahan akan sangat cepat
membusuk kalau dibiarkan/disimpan tanpa aturan. Dipihak
lain seringkali makanan yang mengandung eneterotoksin
dalam jumlah cukup banyak untuk dapat menimbulkan
penyakit biasanya mempunyai penampilan, bau, dan rasa
normal sehingga masih dikonsumsi dan menimbulkan
keracunan. Cara pencegahan terbaik adalah menyimpan
bahan makanan yang mudah busuk dalam lemari es (60C
sampai 70C) di mana enterotoksin tidak terbentuk jika
makanan disimpan pada temperatur tersebut. Makanan yang
sudah dipanasi kembali tidak boleh dibiarkan berjam-jam
pada suhu kamar sebelum disajikan (Imam Sukamto. 1999).
Pertumbuhan bakteri di bawah suhu 100C akan semakin
lambat dengan semakin rendahnya suhu. Pada saat air dalam
bahan pangan membeku seluruhnya, maka tidak ada lagi
pembelahan sel bakteri. Pada sebagian bahan pangan air
tidak membeku sampai suhu –9,50C atau di bawahnya karena
adanya gula, garam, asam dan senyawa terlarut lain yang
dapat menurunkan titik beku. Lambatnya pertumbuhan
mikroba pada suhu yang lebih rendah ini menjadi dasar dari
proses pendinginan dan pembekuan dalam pengawetan
pangan. Proses pendinginan dan pembekuan tidak mampu
membunuh semua mikroba, sehingga pada saat dicairkan
kembali (thawing), sel mikroba yang tahan terhadap suhu
rendah akan mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan
masalah kebusukan pada bahan pangan yang bersangkutan
(Anonima, 2011).
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroba. Setiap mikroba
mempunyai kisaran suhu dan suhu optimum tertentu untuk
pertumbuhannya. Berdasarkan kisaran suhu pertumbuhan,
mikroba dibedakan atas tiga kelompok sebagai berikut
psikrofil, yaitu mikroba yang mempunyai kisaran suhu
pertumbuhan 0-20°C. Mesofil, yaitu mikroba yang mempunyai
kisaran suhu pertumbuhan 20-45°C. Termofil, yaitu mikroba
yang mempunyai suhu pertumbuhannya di atas 45°C.
Kebanyakan mikroba perusak pangan merupakan mikroba
mesofil, yaitu tumbuh baik pada suhu ruangan atau suhu
kamar. Bakteri patogen umumnya mempunyai suhu optimum
pertumbuhan sekitar 370C, yang juga adalah suhu tubuh
manusia. Oleh karena itu suhu tubuh manusia merupakan
suhu yang baik untuk pertumbuhan beberapa bakteri patogen
(Anonimb, 2011).
Adanya kebusukan pada makanan dapat disebabkan oleh
beberapa jenis bakteri yang tumbuh dalam makanan tersebut.
Beberapa di antara mikroorganisme dapat mengubah rasa
beserta aroma dari makanan sehingga dianggap merupakan
mikroorganisme pembusuk. Dalam pembusukan daging,
mikroorganisme yang menghasilkan enzim proteolitik mampu
merombak protein-protein. Pada proses pembusukan sayur
dan buah, mikroorganisme pektinolitik mampu merombak
bahan-bahan yang mengandung pektin yang terdapat pada
dinding sel tumbuhan. Mikroorganisme seperti bakteri,
khamir (yeast) dan kapang (mould) dapat menyebabkan
perubahan yang tidak dikehendaki pada penampakan visual,
bau, tekstur atau rasa suatu makanan. Mikroorganisme ini
dikelompokkan berdasarkan tipe aktivitasnya, seperti
proteolitik, lipolitik, dll. Atau berdasarkan kebutuhan
hidupnya seperti termofilik, halofilik
(Anonime, 2011).
Pertumbuhan mikroorganisme dalam makanan
memegang peran penting dalam pembentukan senyawa yang
memproduksi bau tidak enak dan menyebabkan makanan
menjadi tak layak makan. Beberapa mikroorganisme yang
mengontaminasi makanan dapat menimbulkan bahaya bagi
yang mengonsumsinya. Kondisi tersebut dinamakan
keracunan makanan. Semua bakteri yang tumbuh pada
makanan bersifat heterotropik, yaitu membutuhkan zat
organik untuk pertumbuhannya. Dalam metabolismenya,
bakteri heterotropik menggunakan protein, karbohidrat,
lemak, dan komponen makanan lainnya sebagai sumber.
Kandungan air dalam bahan makanan memengaruhi daya
tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba.
Kandungan air tersebut dinyatakan dengan istilah aw (water
activity), yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Setiap
mikroorganisme mempunyai aw, minimum agar dapat tumbuh
dengan baik, misalnya bakteri pada aw 0,90, khamir aw 0,80-
0,90, serta kapang pada aw 0,60-0,70. Air bebas adalah air
yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan
pangan seperti membran kapiler, serat, dan lain-lain
(Anonimf, 2011).
Bakteri yang dominan mengkontaminasi makanan
kering adalah kelompok Clostridium dan Bacillus. Spora
kedua bakteri ini dapat bertahan pada proses pengeringan.
Penggunaan suhu pengeringan yang tidak bekterisidal,
memungkinkan bakteri seperti salmonella dan E. coli tetap
ada setelah pengeringan.Makanan-makanan yang demikian
aman dalam keadaan kering, akan tetapi jika direhidrasi
maka harus diperlakukan seperti halnya makanan segar.
Karena herbs dan rempah-rempah seringkali terkontaminasi
spora dalam jumlah banyak, maka penambahan ingredian
harus dilakukan sebelum proses pemanasan (Anonimg, 2011).
Bakteri merupakan mikrobia prokariotik uniselular,
termasuk klas Schizomycetes, berkembang biak secara
aseksual dengan pembelahan sel. Bakteri tidak berklorofil
kecuali beberapa yang bersifat fotosintetik. Cara hidup
bakteri ada yang dapat hidup bebas, parasitik, saprofitik,
patogen pada manusia, hewan dan tumbuhan. Habitatnya
tersebar luas di alam, dalam tanah, atmosfer (sampai + 10
km diatas bumi), di dalam lumpur, dan di laut. Bakteri
mempunyai bentuk dasar bulat, batang, dan lengkung.
Bentuk bakteri juga dapat dipengaruhi oleh umur dan syarat
pertumbuhan tertentu. Bakteri dapat mengalami involusi,
yaitu perubahan bentuk yang disebabkan faktor makanan,
suhu, dan lingkungan yang kurang menguntungkan bagi
bakteri. Selain itu dapat mengalami pleomorfi, yaitu bentuk
yang bermacam-macam dan teratur walaupun ditumbuhkan
pada syarat pertumbuhan yang sesuai. Umumnya bakteri
berukuran 0,5-10 µm. Bakteri diklasifikasikan berdasarkan
deskripsi sifat morfologi dan fisiologi. Bakteri dibagi menjadi
1 kelompok (grup), dengan Cyanobacteria pada grup 20.
Pembagian ini berdasarkan bentuk, sifat gram, kebutuhan
oksigen, dan apabila tidak dapat dibedakan menurut
ketiganya maka dimasukkan ke dalam kelompok khusus
(Anonimh, 2011).
Kandungan protein yang terdapat dalam roti mencapai
9,7 % lebih tinggi dari pada nasi yang hanya 7,8%. Selain itu
tidak seperti nasi yang hanya memiliki kadar pati 4 – 8 %.
Kandungan pati yang terdapat pada roti berkisar antara 13%.
Dalam 4 ons roti tawar akan menghasilkan koloni yang setara
dengan koloni pada satu piring nasi. Selain tiu roti diperkaya
dengan berbagi macam zat gizi, yaitu beta karoten, tiamin
(vitamin B), vitamin B2, masin serta sejumlah mineral berupa
zat besi, iodium, kalsium dan sebagainya. Roti juga diperkaya
dengan asam amino tertentu untuk meningkatkan mutu
protein bagi tubuh (Anonimi, 2011).
Bakteri pada daging dapat tumbuh pada kisaran suhu 1-
45°C, dan hasil riset pada daging giling menunjukkan bakteri
ini tidak berkurang jumlahnya selama pembekuan pada suhu -
20°C sampai 9 bulan. penyimpanan makanan sisa dalam
waktu lama, apalagi hanya pada suhu kamar (tidak di lemari
es). penyimpanan selama 6-12 jam atau lebih tanpa
pendinginan bisa berisiko terkena bakteri pembentuk spora
yang relatif tahan panas seperti Clostridium perfringensdan
Bacillus cereus
(Anonimj, 2011).
Populasi mikroorganisme yang terdapat pada setiap
bahan makanan, mengenai jumlah dan jenisnya biasnya
sangat beragam. Hal tersebut disebabkan karena adanya
pengaruh selektif terhadap jumlah dan jenis mikroorganisme
awal yang terdapat pada makanan sumber-sumber mikroflora
yang terdapat pada makanan dapat berasal dari tanah, air
permukaan, debu lingkungan, udara dan sebagainya.
Berbagai pengaruh selektif menyebabkan satu atau beberapa
jenis mikroorganisme menjadi dominan dibanding dengan
jenis mikroba lain misalnya pada tomat, susu dan ikan jenis
mikroba yang berperan dalam kerusakan masing-masing
produk spesifik, karena masing-masing produk memiliki sifat
yang berbeda (Suto, 1999).
Pengaruh faktor seperti temperatur, oksigen, pH, dan Aw
terhadap pertumbuhan mikroorganisme tidak perlu berdiri
sendiri-sendiri. Pada kondisi aerobic, bakteri mungkin
membutuhkan pH dan aw yang lebih tinggi dan temperature
yang minimum untuk pertumbuhan, dibandingkan dengan
kondisi anaerobik. Mikroorganisme yang tumbuh pada
temperature rendah biasanya adalah aerob dan mempunyai
aw minimum yang tinggi. Jadi perlakuan penambahan garam
untuk menurunkan aw atau mengeluarkan oksigen dari
daging yang disimpan pada temperatur rendah akan
menurunkan laju kerusakan oleh mikrobia. Pada umumnya
pertumbuhan bakteri pada dan didalam daging dapat dibagi
menjadi 4 fase, yaitu fase lag, fase pertumbuhan logaritmik
(fase eksponensial), fase konstan (stationary) dan fase
pertumbuhan menurun atau fase kematian (Soeparno, 2005).
Jamur merupakan mikroorganisme yang hidup pada pH
netral antara 6,5-8,5 selain jamur yang bersifat osmofil. Aw
jamur berada sekitar 0,8 - 0,87 dan membutuhkan air yang
sangat sedikit untuk tumbuh. Jamur memiliki hifa yang
bersepta atau tidak bersepta, dan memiliki meselia. Ukuran
jamur lebih besar dari yeast dan lebih kecil dari virus. Jamur
bersifat multiseluler yang mempunyai spora untuk melakukan
reproduksi. Reproduksi secara aseksual dan seksual (Pleczar,
1986).
Jamur merupakan kelompok organisme eukariotik. Jamur
ada yang tergolong mikrobia dan ada juga yang tidak. Jamur
yang tergolong mikrobia contohnya adalah Khamir dan Jamur
benang / Molds. Khamir adalah jamur yang tumbuh dalam
bentuk uniseluler dan biasanya memperbanyak diri dengan
cara tunas. Jamur ini tersebar di alam, dapat ditemukan di
tanah, debu, serta buah dan daun pada banyak tanaman.
Nampak seperti permukaan buih atau sedimen tebal pada jus
buah dan cairan saccharine lain (Salle, 1961).
Contoh jamur yang kedua adalah jamur benang atau
molds. Molds adalah jamur berfilamen yang bersifat parasit
dan berkembang biak dengan spora seksual dan aseksual.
Merupakan suatu kelompok heterogenitas yang besar dari
suatu tumbuhan, seperti organisme yang membentuk
subdivisi Thallophyta (Salle, 1961b). Contoh molds adalah
Rhizopus sp., Pinicillium sp., Aspergillus sp. dan Monilia sp.
Salah satu makhluk hidup yang memiliki daya reproduksi
tinggi adalah Fungi. Fungi merupakan kelompok mikrobia
eukariotik heterotrofik yang tersebar luas di alam dan
bersifat saprofit. Pembagian fungi didasarkan atas sifat khas
struktur dan cara reproduksinya, yaitu Zygomycetes,
Ascomycetes, Basidiomycetes, dan Deutromyces (Soetarto et
al., 2008).
Jamur yang tergolong mikrobia contohnya adalah Jamur
benang dan Khamir atau Molds. Jamur benang adalah fungi
multiseluler yang membentuk pertumbuhan memanjang yang
bercabang yang dikenal sebagai miselium. Filamen individual
dari miselium dikenal sebagai hifa. Pada beberapa jamur
benang, hifa merupakan silinder multinukleus yang kontinu
tanpa adanya dinding melintang, hifa seperti ini dikenal
sebagai hifa tidak bersekat (nonseptae hyphae). Pada
beberapa jamur benang yang lain, hifa memiliki dinding
melintang yang memisahkan mereka ke dalam sebuah rantai
dari sel individual, ada yang memiliki satu nukleus, atau pada
umumnya dengan dua nukleus. Hifa seperti ini dikenal
dengan hifa bersekat (septae hyphae). Jamur benang dapat
pula dibedakan berdasarkan alat perkembangbiakannya yaitu
antara lain dengan spora konidia dan lain sebagainya (Clifton,
1957).
Perbedaan dapat pula dengan bentuk sel atau bentuk
dari benang (hifa) yang dibentuk oleh jamur tersebut. Hifa
dari jamur benang dapat dibedakan atas hifa vegetatif, yaitu
hifa yang tumbuh menjalar dan berfungsi untuk menyerap
makanan dan hifa fertil yang berfungsi sebagai alat
reproduksi dan tumbuh ke atas. Warna koloni (pigmen) yang
dibentuk oleh jamur benang tersebutpun dapat pula
digunakan untuk mengidentifikasi jenis jamur benang yang
membentuknya. Contoh dari jamur benang antara lain
Rhizopus sp, Penicillium sp, Aspergillus sp, Mucor sp dan
Monilia sp. Khamir merupakan fungi uniseluler yang tidak
membentuk percabangan multiseluler (miselium),
kebanyakan khamir bereproduksi secara vegetatif dengan
tunas (budding), tapi ada sedikit jenis yang bereproduksi
melalui fusi sel (Sarles, 1956).
Morfologi khamir dapat berupa spheroidal, aksoidal,
bentuk sosis, bentuk umum atau silindris. Bentuk morfologi,
cara reproduksi, dan karakteristik fermentasi dapat dijadikan
sebagai dasar untuk klasifikasi khamir. Bakteri merupakan
mikrobia uniseluler yang termasuk dalam kelas
Schizomycetes. Terdapat berbagai macam bentuk dari bakteri
yaitu berbentuk bulat/kokus, batang/bacilus, dan spiral
(Pelczar and Reid, 1958).
C. METODOLOGI
1. Alat
a. Mortir dan penumbuknya yang steril
b. Pipet 1 ml steril
c. Petridish steril
d. Mikroskop
e. Lampu spirtus
f. Gelas preparat
g. Gelas penutup
h. Plastik steril
2. Bahan
a. Roti
b. Tomat
c. Ikan
d. Gula
e. Jahe kering
f. Medium PCA
3. Cara Kerja
a. Sampel Roti, tomat, gula
Dibuat gambar
b. Sampel ikan
c. Sampel susu
Dibuat gambar
d. Sampel jahe kering
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Jenis Mikrobia pada Petridish
Kel.
Bahan Gambar Keterangan Jenis Mikroba
9 Roti
a. Warna : putih kekuningan
b. Bentuk : cekung
c. Kekeruhan :keruh
Kapang
d. Miselia : ada
10 Roti
a. Warna : putih kekuningan
b. Bentuk : cekung
c. Kekeruhan : keruh
d. Miselia : ada
Kapang
1 Lele
a. Warna : putih kekuningan
b. Bentuk : cembung
c. Kekeruhan : keruh
d. Miselia : tidak ada
Bakteri
7 Lele
a. Warna : kekuningan
b. Bentuk : cekung
c. Kekeruhan : keruh
d. Miselia : tidak ada
Bakteri
2 Susu
a. Warna : Putih kekuningan
b. Bentuk : cekung
c. Kekeruhan : keruh
d. Miselia : tidak ada
Bakteri
8 Susu
a. Warna : putih
b. Bentuk : cekung
c. Kekeruhan : agak keruh
d. Miselia : tidak ada
Bakteri
4 Gula a. Warna : putih kekuningan
b. Bentuk : bulat
c. Kekeruhan : keruh
d. Miselia : tidak ada
Yeast
10 Gula a. Warna : putih kekuningan
b. Bentuk :
c. Kekeruhan : keruh
d. Miselia : tidak ada
Yeast
5 Tomat a. Warna : putih kekuningan
b. Bentuk : cekung
c. Kekeruhan : ½ keruh dan bening
d. Miselia : tidak ada
Bakte
ri
11 Tomat a. Warna : putih kekuningan
b. Bentuk : cembung
c. Kekeruhan : keruh
d. Miselia : ada
Kapan
g
6 Jahe
kering
a. Warna : putih kekuningan
b. Bentuk : cembung
c. Kekeruhan : transparan
d. Miselia : tidak ada
Khamir
12 Jahe
kering
a. Warna : putih keruh
b. Bentuk : cembung
c. Kekeruhan : keruh
d. Miselia : tidak ada
Khamir
Sumber: Laporan Sementara
Tabel 2.2 Hasil Pengamatan Jenis Mikrobia pada Mikroskop
Kel
.Jenis
bahanGambar Jenis mikroba
1 Roti
Kapang
3 Roti
Kapang
1 lele
Bakteri
7 Lele
Bakteri
2 Susu Bakteri
8 Susu
Bakteri
4 Gula Yeast
10 Gula Yeast
5 Tomat Bakteri
11 Tomat Kapang
6 Jahe
kering
Khamir
12 Jahe
kering
Khamir
Sumber: Laporan sementara
Pembahasan :
Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi
manusia, juga merupakan sumber makanan bagi
mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan
pangan dapat menguntungkan maupun merugikan seperti
menyebabkan perubahan yang menguntungkan, perbaikan
bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya.
Selain itu pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan
juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang
tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak
dikomsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan
dan kerusakan bahan pangan.
Pada praktikum predominansi mikroba pada bahan pangan,
bahan yang digunakan untuk mengetahui pengaruh jenis bahan
pangan terhadap jenis mikroba yang tumbuh spontan pada
bahan adalah tomat, gula, roti, ikan dan jahe kering. Bahan
yang digunakan dalam praktikum ini mempunyai karakteristik
dan mempunyai kandungan gizi yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya, sehingga mikroba yang tumbuh pada
setiap bahan pangan berbeda, pertumbuhan mikrobia tersebut
bersifat spontan. Pada praktikum acara ini ada beberapa jenis
sampel yang digunakan yaitu roti, tomat, gula, ikan lele dan
jahe kering. Perlakuan pada sampel seperti roti, tomat, gula,
jahe kering dan susu berbeda dengan perlakuan pada sampel
ikan lele. Pada sampel roti, tomat, dan gula dilakukan dengan
menghaluskan sampel sebelum dialakukan pengujian
sedangkan pada ikan lele dilakukan dengan mengoleskan
batang pengoles ke permukaan sampel. Jenis mikroba yang
tumbuh secara spontan ini, kehidupannya sangat dipengaruhi
oleh karakteristik bahan pangan yang terdiri dari komposisi,
pH, kadar air. Pada permukaan buah dan sayur mikroba yang
predominan yang dapat ditemukan adalah kapang, khamir dan
bakteri.
Medium yang digunakan dalam uji predominansi mikrobia
pada bahan pangan ini adalah media PCA media ini
mengandung casein enzimatik hidrolasate yang menyediakan
asam amino dan substansi nitrogen kompleks yang dapat
digunakan hidup oleh semua jenis mikrobia. Hasil pengamatan
identifikasi mikroba pada petridish pada kelompok 9 dengan
sampel roti yang tumbuh adalah kapang dengan warna putih
kekuningan, terdapat misellia, benuk koloni cekung. Pada
sampel ikan segar kelompok 7 yang tumbuh spontan adalah
bakteri dengan warna kekuningan, tidak ada misellia, bentuk
koloni cekung, mikroba keruh. Pada sampel susu kelompok 8
mikroba yang tumbuh spontan adalah bakteri dengan ciri-ciri
tidak ada misellia, warna putih, bentuk koloni cekung, mikroba
transparan, pada sampel gula kelompok 10 mikroba yang
tumbuh spontan adalah yeast dengan tidak ada misellia, warna
putih kekuningan, bentuk koloni bulat mikroba ½ kerung ½
bening. Pada sampel tomat kelompok 11 mikroba yang tumbuh
spontan adalah kapang dengan warna putih kekuningan,
terdapat misellia, bentuk koloni cembung, mikroba keruh. Pada
sampel jahe kering kelompok 12 mikroba yang tumbuh spontan
adalah khamir dengan warna putih keruh, tidak ada misellia,
bentuk koloni cembung, mikroba keruh.
Hasil pengamatan mikroba pada mikroskop pada sampel
tomat mikroba yang tumbuh spontan adalah bakteri, pada
sampel roti mikroba yang tumbuh spontan adalah kapang, pada
sampel susu jenis mikroba yang tumbuh spontan adalah
bakteri, pada sampel gula mikroba yang tumbuh spontan
adalah yeast, pada sampel ikan segar mikroba yang tumbuh
spontan adalah bakteri, pada sampel jahe kering jenis mikroba
yang tumbuh spontan adalah khamir.
Morfologi khamir dapat berupa spheroidal, aksoidal, bentuk
sosis, bentuk umum atau silindris. Bentuk morfologi, cara
reproduksi, dan karakteristik fermentasi dapat dijadikan
sebagai dasar untuk klasifikasi khamir. Bakteri merupakan
mikrobia uniseluler yang termasuk dalam kelas Schizomycetes.
Terdapat berbagai macam bentuk dari bakteri yaitu berbentuk
bulat/kokus, batang/bacilus, dan spiral. Bakteri dibedakan
berdasarkan responnya terhadap O2 menjadi 4 macam, yaitu
bakteri aerob, anaerob, anaeorob fakultatif, dan mikroaerofilik.
Bakteri aerob membutuhkan O2 untuk hidupnya dalam jumlah
banyak. Bakteri anaerob dapat tumbuh tanpa ada O2. Bakteri
anaerob fakultatif merupakan bakteri yang tumbuh dengan ada
atau tidaknya O2. Sedangkan bakteri mikroaerofilik adalah
bakteri yang tumbuh pada jumlah O2 yang sedikit. Di dalam
medium cair, bakteri tumbuh di permukaan medium yang
berhubungan langsung dengan udara bebas. Bakteri anaerob
dalam medium cair tumbuh di dasar medium cair karena
bakteri tidak membutuhkan O2 sedangkan di dasar medium
tidak terdapat O2. Bakteri anaerob fakultatif anaerob terdapat
di seluruh bagian medium, di permukaan, di tengah, dan di
dasar medium karena bakteri dapat hidup dengan atau tanpa
O2. Bakteri mikroaerofilik tumbuh di dekat permukaan medium
karena bakteri hanya mengambil O2 dalam jumlah yang sedikit
(Pelczar and Reid, 1958).
Pada sampel roti dapat diketahui bahwa dalam percobaan
kelompok 9 yang tumbuh secara spontan adalah kapang karena
kapang bisa tumbuh dalam media dan bahan roti kering karena
dalam kehidupannya kapang dapat tumbuh pada media PCA
yang mengandung asam amino dan ditambah kandungan
karbohidrat yang terdapat dalam roti. Kapang bisa tumbuh
dalam pH yang 6,5–8,5 dan aktivitas air rendah. Karbohidrat
yang terkandung dalam bahan akan terkontaminasi mikroba
sakarolitik dan kemudian terdegradasi menghasilkan asam,
alkohol dan gas. Jika tumbuh kapang maka terdapat miselia dan
hifa. Mikrobia penyebab kerusakan pada roti adalah Rhizopus
nigricane, Rhizopus sp, Penicillium sp, Aspergillus sp dengan
tipe kerusakan berjamur. Sedangkan tipe kerusakan berlendir,
mikrobia penyebabnya adalah Bacillus subtilis. Jamur Roti
(Rhizopus Stolonifer). Rhizopus Stolonifer mempunyai
beberapa karakteristik diantaranya dapat tumbuh padasuhu 5-
37oC tetapi pertumbuhan optimumnya yaitu pada suhu 25oC.
Aw berkisar pada 0,93 tetapi di laboratorium telah terjadi
pertumbuhan pada MY50G agar mudah (0,89 aw) seperti
beberapa lainnya mucorales, R.stolonifer dapat tumbuh di
bawah kondisi anaerobik. Miselium dari R.stolonifera adalah
yang terdiri atas tiga jenis haploid yang berbedahyphae. Bagian
terbesar dari miselium terdiri dari dengan cepat bertumbuh
hyphae yangbersifat senositik (multinucleate) dan takbersekat
(tidak yang dibagi oleh dinding lintangke dalam sel-sel atau
kompartemen-kompartemen). Dari ini semua, cincin busur
hyphae“geragih-geragih” dibentuk. Geragih-geragih dari rizoid-
rizoid di mana saja ujung-ujung mereka berhubungan substrat.
Sporangia membentuk di ujung sporangiofor-sporangiofor,yang
bersifat cabang lurus membentuk secara langsung di atas
rizoid-rizoid. Masing-masing sporangium mulai sebagai suatu
bengkak ke dalam dimana sejumlah nucleusmengalirkan, dan
itu adalah pada akhirnya dikerat dari sporangiofor-sporangiofor
oleh pembentukan suatu sekat. Protoplasma di dalam dibelah,
dan suatu dinding sel dibentuk di sekitar masing-masing spora.
Sporangium menjadi hitam karena mendewasakan,
Pada pengamatan predominansi mikroba untuk sampel
tomat, diketahui untuk kelompok 11 mikroba yang tumbuh
pada sari buah tomat yang diamati adalah jenis kapang. Ini
ditunjukkan dengan terdapat misellia seharusnya yang tumbuh
adalah jenis khamir dengan ditunjukkan adanya miselia dan
hifa pada saat pengamatan mikroskopis. Kapang dapat tumbuh
pada sampel tomat secara spontan karena kapang dapat hidup
pada kisaran pH 2,5-8,5 pada tomat walaupun suasana asam
tetapi kapang juga tetap bisa tumbuh. Selain itu mikroba
banyak tumbuh pada bahan yang mempunyai aktivitas air yang
cukup tinggi seperti pada buah tomat. Khamir bisa tumbuh
pada sampel tomat yaitu karena khamir lebih cenderung tahan
terhadap asam. Khamir bisa tumbuh pada keadaan pH mlai dar
4-4,5. Pada sampel dari tomat juga didapatkan koloni yang
bentuknya sama dengan khamir yang meliputi dinding sel,
membran sitoplasma, miselium dan hifa. Mikrobia penyebab
tipe kerusakan busuk lunak adalah Rhizopus spp dan Erwinia
spp. Sedangkan tipe kerusakan busuk berjamur disertai warna
abu-abu disebabkan oleh bakteri Botrytissp.
Predominansi mikroba dengan sampel gula pada kelompok
10 dihasilkan bahwa mikroba yang dapat tumbuh adalah yeast,
yang seharusnya adalah bakteri karena bakteri ini dapat
tumbuh pada sampel gula karena aktivitas bakteri didukung
dengan kadar air yang tinggi, suhu yang tidak cukup tinggi dan
kemudian kandungan karbohidrat yang digunakan sebagai
sumber energi. Pengaruh tidak adanya cahaya juga
mengakibatkan bakteri dapat tumbuh karena apabila medium
pertumbuhan bakteri terkena cahaya maka dapat merusak sel
yang tidak berklorofil pada bakteri. Dalam pengamatan yang
dilakukan diketahui bentuk dari bakteri yang ada pada gula
adalah berbentuk bulat (coccus). Jika ditemui mikroba tidak
dapat tumbuh hal ini karena walaupun gula sudah dicairkan
maka juga akan mengalami titik jenuh. Konsentrasi gula yang
cukup tinggi juga dapat membuat mikroba tidak dapat tumbuh.
Dalam kenyataannya selain gula merupakan senyawa yang
pemanis pada makanan, gula juga merupakan bahan pengawet
yang digunakan dalam industri makanan. Maka dari itu
mikroba juga terkadang tidak dapat tumbuh pada sampel ini.
Untuk sampel ikan segar yang diamati kelompok 7 didapat
hasil bahwa jenis mikroba yang tumbuh pada sampel ikan
tersebut adalah mikroba jenis bakteri, dan sesuai dengan teori.
Bakteri yang tumbuh pada sampel ikan ini adalah
pseudomonas. Ini diketahui dari bentuk bakteri yang ada
berbentuk batang dan spirilium. Hal yang menandai kerusakan
ikan karena bakteri pseudomonas adalah dengan terbentuknya
lendir pada permukaan ikan. Bakteri ini mempunyai
kemampuan memproduksi enzim yang dapat memecah baik
komponen lemak maupun protein dari bahan pangan. Pada
sampel dari ikan lele segar kelompok 11 ditemukan beberapa
koloni dengan ciri-ciri koloni yang dilihat seperti bakteri yaitu
koloni berwarna jernih, berbentuk cekung dan trasparan.
Bagian-bagian pada bakteri yang dapat kami identifikasi seperti
dinding sel, membran sitoplasma, kapsula dan nukleus.
Walaupun terdapat bagian-bagian lain seperti flagella, pili,
sitoplasma, ribosom, mesosom, volutin, dan spora bakteri.
Vibrio parahaemolyticus adalah bakteri yang biasanya
mengontaminasi ikan (Gaman dan Sherrington, 1992). Selain
itu, bakteri-bakteri lain juga dapat hidup pada ikan seperti
Clostridium, Salmonella, Achromobacter, dan Pseudomonas.
Faktor-faktor yang menyebabkan beberapa bakteri dapat
mengontaminasi ikan yaitu karena kadar aw ikan yang tinggi
sehingga menjadi media yang baik untuk tempat hidup bakteri
pembusuk; pH ikan antara 5,0-8,3 cocok dengan pH Vibrio
parahaemolyticusyaitu 5-8; dan suhu ikan yang mendukung
antara 10–40oC.
Pada jahe kering terdapat kapang antara lain Fusarium
ozysporum f.sp zingiberi merupakan kapang pathogen yang
menyerang tanaman jahe. Kapang ini mempunyai dinding sel
yang tersusun atas kitin. Aflatoksin merupakan segolongan
senyawa toksik (mikotoksin, toksin yang berasal dari fungi)
yang dikenal mematikan dan karsinogenik bagi manusia dan
hewan.Spesies penghasilnya adalah segolongan fungi (jenis
kapang) dari genus Aspergillus terutama A. flavus (dari sini
nama "afla" diambil) dan A. parasiticus yang berasosiasi
dengan produk-produk biji-bijian berminyak atau
berkarbohidrat tinggi. Kandungan aflatoksin ditemukan pada
jahe.
Pada sampel susu jenis mikroba adalah bakteri, bakteri
pada susu ada yang menguntungkan dan juga merugikan. Susu
merupakan bahan pangan yang mudah rusak. Susu mempunyai
umur simpan yang pendek apabila tidak mengalami perlakuan
khusus seperti pasteurisasi. Susu segar apabila didiamkan
dalam beberapa waktu akan mengalami perubahan yaitu
rasanya menjadi asam akibat dicemari oleh bakteri asam laktat,
terjadi kekentalan pada susu akibat penggumpalan protein, dan
baunya menjadi busuk. Kadar aw susu yang tinggi merupakan
faktor yang baik untuk media tumbuh bakteri. Selain itu suhu,
pH, struktur biologi, dan kandungan nutrisi merupakan faktor
lain yang mendukung. Susu segar merupakan produk yang
mudah rusak dan disemari oleh bakteri asam laktat. Bakteri
asam laktat bakteri gram positif fakultatif dan secara umum
tidak berbahaya, bahkan dibutuhkan oleh manusia dan hewan
memproses karbohidrat dalam susu yang disebut laktosa
menjadi asam laktat. Golongan Lactobacillus L. bulgaricus.
Golongan Lactobacillus ini dapat mengubah laktosa menjadi
asam laktat. Biasanya digunakan dalam pembuatan yogurt,
kafir, dan keju. Golongan Streptococcus misalnya S. Lactis.
Golongan Streptococcus ini biasa terdapat pada lingkungan
tempat pemerahan susu sapi. Dalam jumlah yang sesuai,
bakteri ini dapat dipakai untuk mengasamkan susu(membuat
yogurt, dll), serta ada spesies yang dapat digunakan sebagai
bahan pembuat mentega dan keju, golongan ini biasa terdapat
pada susu sapi, tetapi jika lebih dari batas, bakteri ini dapat
merusak susu, contohnya adalah S.Lactis yang bila dalam
jumlah yang sangat besar dan tak terkendali dapat
menyebabkan susu menjadi asam dan tak dapat dikonsumsi.
Golongan Lactococcus antara lain L. lactis, L. lactis subsp.
cremoris, L. lactis subsp. lactis biovar diacetylactis. Golongan
Lactococcus ini sama fungsinya dengan golongan Lactobacillus
dan golongan Streptococcus, yaitu mengasamkan susu, dapat
digunakan dalam pembuatan yogurt dan keju. Tetapi dalam
jumlah besar, bakteri ini dapat menjadi bakteri yang merugikan
sebab dapat menjadikan air susu terkoagulasi. Golongan
Leuconostoc, L. Mesenteroides subsp. cremoris, L. citrovorum,
L. Lactis. Menghasilkan Karbon Dioksida dari glukosa dan
fruktosa, serta menghasilkan asam laktat, bakteri coliform
adalah mikroorganisme yang berbentuk batang (rod) dan
memiliki gram negatif. Coliform memiliki sifat fakultative
anaerob. Artinya bakteri ini normalnya dalam pernafasan
aerobik memproduksi ATP (Adenosine Triphosphate, sebuah
monomer yang berfungsi sebagai media transportasi energi
kimia antar sel dalam makhluk hidup) apabila dalam
lingkungannya tersedia oksigen. Apabila oksigen tidak tersedia,
organisme ini dapat berubah menjadi pemproduksi asam laktat
dan alkohol atau yang dikenal dengan nama fermentasi dapat
bersifat negatif bila berada dalam jumlah berlebihan. Bakteri
yang merugikan yang terdapat pada susu melalui pencemaran
susu oleh mikroorganisme dapat terjadi selama pemerahan
(milking), penanganan (handling), penyimpanan (storage), dan
aktivitas pra-pengolahan (pre-processing) lainnya. Mata rantai
produksi susu memerlukan proses yang steril dari hulu hingga
hilir, sehingga bakteri tidak mendapat kesempatan untuk
tumbuh dan berkembang dalam susu. Peralatan pemerahan
yang tidak steril dan tempat penyimpanan yang tidak bersih
dapat menyebabkan tercemarnya susu oleh bakteri.Beberapa
khamir dapat tumbuh pada susu kental manis yaitu pada Aw 0,9
Pertumbuhan mikobia dalam bahan makanan menyebabkan
perubahan-perubahan tertentu, yaitu perubahan-perubahan
yang bersifat kimia maupun fisika. Misalnya saja konsistensi
bahan makanan dapat berubah dari padat menjadi lunak
ataupun cair, terjadinya aroma tertentu, terjadinya
pembusukkan, terbentuknya racun-racun tertentu dan
sebagainya. Kerusakan- kerusakan yang ditimbulkan oleh
mikroorganisme dapat diatasi atau dicegah dengan cara
pengawetan bahan makanan tersebut, yang sederhana maupun
yang memerlukan alat-alat atau perlengkapan (Sutono et al,
1972).
Dari mikroba dapat tumbuh pada media PCA yang
mengandung casein enzymatic hidrolasate yang menyediakan
asam amino dan substansi nitrogen komplek. Dari beberapa
sampel mikroba yang dominan mencemari sampel adalah
kapang dan khamir. Kapang dan khamir dapat tumbuh dominan
karena dalam aktivitas air yang rendah maupun tinggi mikroba
ini dapat tumbuh. Untuk bakteri kurang bisa menyesuaikan
tumbuh karena keadaaan pH yang kurang cocok untuk
pertumbuhannya.
Pengaruh faktor seperti temperatur, oksigen, pH, dan Aw
terhadap pertumbuhan mikroorganisme tidak perlu berdiri
sendiri-sendiri. Misalnya, pada temperature mendekati
temperature maksimum atau minimum untuk pertumbuhan
mikroorganisme tertentu, mikroorganisme bias menjadi lebih
sensitive terhadap Aw, kebutuhan oksigen dan pH. Pada kondisi
aerobic, bakteri mungkin membutuhkan pH dan aw yang lebih
tinggi dan temperature yang minimum untuk pertumbuhan,
dibandingkan dengan kondisi anaerobic. Mikroorganisme yang
tumbuh pada temperature rendah biasanya adalah aerob dan
mempunyai aw minimum yang tinggi. Jadi perlakuan
penambahan garam untuk menurunkan aw atau mengeluarkan
oksigen dari daging yang disimpan pada temperatur rendah
akan menurunkan laju kerusakan oleh mikrobia (Soeparno,
2005).
E. KESIMPULAN
Dari praktikum acara I Predominansi Mikrobia ini dapat
diambil kesimpulan antara lain sebagai berikut:
1. Pada pengujian sampel roti diketahui bahwa mikroba yang
dapat tumbuh adalah kapang.
2. Kapang dapat tumbuh pada media PCA yang ditambah
kandungan karbohidrat pada sampel. Pada aktivitas air yang
rendah kapang juga bisa tumbuh.
3. Kapang dapat tumbuh pada pH antara 6,5 – 8,5.
4. Khamir tumbuh pada media PCA dan pertumbuhan khamir
didukung oleh aktivitas air yang tinggi, pH yang rendah, dan
kandungan senyawa dalam sampel.
5. Bakteri pseudomonas pada ikan dapat tumbuh dengan
adanya kandungan protein, lemak dan kandungan air yang
tinggi.
6. Pada sampel roti dapat diketahui yang tumbuh secara
spontan adalah kapang karena bisa tumbuh dalam media dan
bahan roti kering karena dalam kehidupannya kapang dapat
tumbuh pada media PCA yang mengandung asam amino dan
ditambah kandungan karbohidrat yang terdapat dalam roti.
7. Mikrobia penyebab kerusakan pada roti adalah Rhizopus
nigricane, Rhizopus sp, Penicillium sp, Aspergillus sp dengan
tipe kerusakan berjamur, tipe kerusakan berlendir, mikrobia
penyebabnya adalah Bacillus subtilis.
8. Pada pengamatan predominansi mikroba untuk sampel
tomat diketahui untuk kelompok 11 mikroba yang tumbuh
pada buah tomat yang diamati adalah jenis kapang.
9. Predominansi mikroba dengan sampel gula pada kelompok
10 dihasilkan bahwa mikroba yang dapat tumbuh adalah
yeast.
10. Pada jahe kering terdapat khamir.
11. Pada sampel susu jenis mikroba adalah bakteri.
12. Susu segar apabila didiamkan dalam beberapa waktu akan
mengalami perubahan yaitu rasanya menjadi asam akibat
dicemari oleh bakteri asam laktat
13. Kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh
mikroorganisme dapat diatasi atau dicegah dengan cara
pengawetan bahan makanan tersebut, yang sederhana
maupun yang memerlukan alat-alat atau perlengkapan
14. Pengaruh faktor seperti temperatur, oksigen, pH, dan Aw
terhadap pertumbuhan mikroorganisme tidak perlu berdiri
sendiri-sendiri
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, Eddy. 2008. Pengawasan Mutu Bahan/Produk Pangan Jilid II. Jakarta. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.
Afrianto dan Ir. Evi Liviawaty. 2009. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Jakarta. Kanisius.
Anonima, 2011 . PCA. http://fuadfathir.multiply.com/journal/item/2/. Diakses pada tanggal 20 Mei 2011 Pukul 11.20 WIB
Anonimb, 2011. Kerusakan ikan. http://web.ipb.ac.id/%7Etpg/home.php. Diakses pada tanggal 20 Mei 2011 Pukul 11.25 WIB
Anonimc, 2011 Mikrobiologi pangan. http://one.indoskripsi.com/category/mata-kuliah/mikrobiologi. Diakses pada tanggal 20 Mei 2011 Pukul 11.25 WIB
Anonimd, 2011. Pertumbuhan Mikroorganisme Kapang dan Bakteri. http://tasirpammula.blogspot.com/21.html Diakses pada tanggal 20 Mei 2011 Pukul 11.40 WIB
Anonime, 2011. USU digital library. Mikroba patogen pada makanan. http://tasirpammula.blogspot.com/2009/04/rapat-kerja-daerah-politani-pangkep-21.html Diakses pada tanggal 20 Mei 2011 Pukul 12.05 WIB
Anonimf, 2011 Bakteripada Bahan Pangan yang Terkontaminasi.http://one.indoskripsi.com/category/mata-kuliah/mikrobiologi. Diakses pada tanggal 20 Mei 2011 Pukul 12.36 WIB
Anonimh, 2011 Khamir.http://one.indoskripsikhamir.com/. Diakses pada tanggal 20 Mei 2011 Pukul 12.38 WIB
Anonimi, 2011 Bakteridan Kapang.http://www.bakteri dan kapang//pengertiannya.com/category/mata-kuliah/mikrobiologi. Diakses pada tanggal 20 Mei 2011 Pukul 12.45 WIB
Anonimj. 2011. Mikrobiologi Pangan. http://www.ilmupangan.com/index.php? option=com_content&task=view&id=39&Itemid=44. Diakses pada tanggal 20 Mei 2011 Pukul 12.45 WIB
Balia, 2009. Hasil – Hasil Olahan Susu, Ikan, Daging, dan Telur. Liberty.Yogyakarta.
Buckle, K. A. 1985. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.
Clifton, 1957. Mikrobiologi Pangan Ihal. 3. Gramedia; Jakarta
Hadiwiyoto, Soewedo. 1979. Ilmu Pangan (Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi, dan Mikrobiologi). UGM Press. Yogyakarta.
Ine, 1992. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Malang.
Irdha Mirdhayati, Jully Handoko, dan Khaidar Usman Putra. 2008. Mutu Susu Segar Di UPT Rumininsia Besar Dinas Peternakan Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Jurnal Peternakan Vol 5 No 1 Februari (14-21).
Kusnandar, dkk. 2007. Aspek Mikrobiologi Makanan Kaleng. http://www.unhas.ac.id/gdln/dirpan/pengalengan /Karakteri stikmikroba.pdf. Diakses pada tanggal 20 Mei 2011 Pukul 12.45 WIB
Made, 2009. Mikroba Dalam Bahan Pangaden. Gramedia. Jakarta.
Pleczar, 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.
Pelczar and Reid, 1958. Mycrobiology. Tokyo, McGraw-Hill Company Press.
Rambaut, 2005. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Rini Dwiari, Sri. 2008. Teknologi Pangan Jilid I. Jakarta. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional.
Roostita L. Balia, EllinHarlia, Denny Suryanto. 2008. Jumlah Bakteri Total dan Koliform Pada Susu Segar Peternakan Sapi Perah rakyat dan Susu Pasteurisasi Tanpa kemasan Di Pedagang Kaki Lima. Skripsi SI Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.
Salle, 1961. Analisis Mikrobiologi Pangan. PT Raja Grafindo Parsada. Jakarta.
Sarles, 1956. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek hal. 6, 9, 55-58.Gramedia Pustaka Utama; Jakarta.
Soekamto.1999. Mikrobiologi Pengolahan Pangan. Penerbit alumni. Bandung
Soeminarti Thayib dan Abu Umar. 1989. Petunjuk Praktikum Biologi. http://www.coremap.or.id/downloads/1818.pdf. Diakses pada tanggal 20 Mei 2011 Pukul 12.45 WIB
Soetarto et al., 2008. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press. Jogjakarta
Sukamto, Imam. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan Dan Keamanan Pangan. Penerbit Alumni. Bandung.
Supardi, 1989. Mikrobiologi dalam Pengolahan dan KeamananPangan. Penerbit Alumni. Bandung.
Suto, 1999. Microbial Food Cultures Food Technology. Penerbit Angkasa; Bandung.
Weiser, 1962. Yeast Biotechnology, Allen & Unwin London 159. USA
Winsen, 2000. Role of Microbial Risk Assessment in Food Safety. Original Articles Vol. 97 No.11. New York
sri mutiar
Jumat, 22 Juli 2011
MIKROBIOLOGI PANGAN
I. LATAR BELAKANG
1.1 Latar Belakang
Mikrobiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang mikroba. Mikrobiologi
adalah salah satu cabang dari ilmu biologi, dan memerlukan ilmu pendukung kimia,
fisika, dan biokimia. Mikrobiologi sering disebut dengan ilmu praktek dari biokimia.
Dalam mikrobiologi dasar memiliki pengertian tentang sejarah penemuan mikroba,
macam-macam mikroba di alam, struktur sel mikroba dan fungsinya, metabolism
mikroba secara umum, pertumbuhan mikroba dan factor lingkungan, mikrobiologi
terapan di bidang pangan, lingkungan dan pertanian. Mikroorganisme sangat erat
kaitannya dengan kehidupan kita, beberapa dianyaranya bermanfaat dan yang lain
merugikan. Beberapa mikroorganisme menyebabkan penyakit dan yang lain terlibat
dalam kegiatan manusia sehari-hari seperti dalam pembuatan anggur, keju, yogurt,
produksi penisilin dan sebagainya.
Bahan pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia tak terkecuali bagi
mikroorganisme. Kalau bahan makanan telah tercemar oleh mikroorganisme,
mikroorganisme tersebut dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan, yakni terjadinya
perubahan fisik dan kimia dari bahan tersebut. Hal ini menyebabkan mutu pangan
menjadi turun. Selain itu mikroba juga dapat menimbulkan penyakit bagi manusia yang
mengkonsumsi bahan pangan yang telah tercemar oleh mikroba.
Berbagai macam uji mikrobiologi dapat dilakukan terhadap bahan pangan
meliputi uji kuantitatif mikroba untuk menentukan mutu dan daya tahan suatu makanan,
uji kualitatif bakteri pathogen untuk menentukan tingkat keamanannya dan uji bakteri
indikator untuk menentukan tingkat sanitasi makanan tersebut. Pengujian yang dilakukan
terhadap setiap bahan pangan tidak sama tergantung dari berbagai faktor seperti jenis dan
komposisi bahan pangan, cara pengepakan dan penyimpanan, cara penanganan dan
konsumsinya, kelompok konsumen dan berbagai faktor lainnya.
Produk hasil peternakan seperti susu dan produk hasil pertanian seperti sayur dan
buah-buahan memiliki nutrisi yang dapat dimanfaatkan oleh untuk pertumbuhan
mikroorganisme Infeksi mikroorganisme terhadap produk dapat terjadi semasih buah-dan
sayuran tersebut tumbuh dilapangan, namun mikroorganisme tersebut tidak tumbuh dan
berkembang, hanya berada di dalam jaringan. Bila kondisinya memungkinkan terutama
setelah produk tersebut dipanen dan mengalami penanganan dan penyimpanan lebih
lanjut, maka mikroorganisme tersebut segera dapat tumbuh dan berkembang dan
menyebabkan pembusukan yang serius.
Mikroorganisme yang menyebabkan kebusukan pada sayuran dapat diketahui
dengan melakukan uji mikrobiologi. Metode yang dapat digunakan untuk menentukan
jumlah mikroba di dalam bahan pangan terdiri dari metoda hitung cawan (HC), Most
Probable Number (MPN), dan metode hitung mikroskopis langsung.
1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengamati dan menghitung total mikroba pada
bahan pangan dengan sampel yang digunakan adalah susu, telur dan sayur yang telah
busuk. Selanjutnya dilakukan pewarnaan untuk mengetahui jenis bakteri yang
mengkontaminasi bahan pangan tersebut. Selain itu pengujian daya tahan mikroba
terhadap panas yang dilakukan pada tiga metode yang berbeda yaitu pasteurusasi,
sterilisasi dan sterilisasi absolut.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mikrobiologi Pangan
Mikrobilogi pangan adalah ilmu yang mempelajari pengaruh proses pengolahan
terhadap sel mikroorganisme, termasuk mekanisme ketahanan mikroorganisme terhadap
proses pengolahan. Disamping itu, ilmu mikrobiologi pangan merupakan ilmu yang juga
mempelajari perubahan-perubahan yang merugikan seperti kebusukan dan keracunan
makanan, maupun perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti dalam fermentasi
makanan. Proses pengolahan dan pengawetan makanan tidak sepenuhnya dapat
mencegah semua perubahan-perubahan yang merugikan. Contonya, pada makanan-
makanan yang telah diawetkan dengan pembekuan atau pengeringan, enzim-enzim yang
terdapat di dalam bahan pangan masih mungkin aktif dan menyebabkan perubahan
warna, tekstur maupun citarasa dari suatu produk pangan. Hal ini menunjukkan sebelum
produk pangan mengalami proses pembekuan atau pengerimngan sebaiknya dilakukan
proses pendahuluan dengan pemanasan, seperti blansir, yang berguna untuk
menginaktifkan enzim-enzim yang terdapat di dalam bahan pangan mentah.
Ketahanan mikroorganisme maupun enzim-enzim yang terdapat di dalam sel
mikroorganisme berbeda terhadap berbagai proses pengawetan dan pengolahan.
Contohnya, penyimpanan makanan pada suhu rendah pada umumnya dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme, tetapi suhu penyimpanan tersebut bahkan dapat
merangsang pertumbuhan mikroorganisme yang tergolong psikrofilik yang dapat
menyebabkan kebusukan makanan. begitu juga dengan penambahan garam pada
umumnya dapat menghambat kebanyakan mikroorganisme, tetapi dapat merangsang
pertumbuhan bakteri halofiilik yang sering mengakibatkan perubahan warna.
Tidak saja ketahanan mikroorganisme dalam bahan pangan yang berbeda,
karakteristik dalam masing-masing produk pangan adalah berbeda, dimana sifat tersebut
akan mempengaruhi komposisi dari bahan pangan, cara pengolahan, dan kondisi
penyimpananannya. Hal ini menunjukkan bahwa sifat mikrobiologi pada setiap produk
berbeda dan sangat spesifik.
2.2 Faktor Penyebab Pertumbuhan Mikroba Dalam Bahan Pangan
2.2.1 Faktor Intrinsik (Sifat Bahan Pangan)
Faktor–faktor intrinsik atau faktor dalam yang dapat
mempengaruhi populasi mikroorgannisme didalam makanan meliputi
sifat-sifat kimia atau komposisi, sifat fisik dan struktur makanan.
Faktor ini meliputi nilai aktivitas aira(Aw), komposisi nutrien, pH,
potensial redoks, adanya bahan pengawet alamiah atau tambahan dan
sebagainya.
Ø Aktivitas Air (aw= water activity)
Nilai aktivitas air untuk beberapa bahan makanan dan jenis mikrooganisme
khusus yang terdapat didalamnya kan berbeda untuk setiap jenis bahan makanan. Bahan
makanan dengan kadar air tinggi ( nilai aw: 0,95 – 0,99) umumnya dapat ditumbuhi oleh
semua jenis mikroorganisme dan biasanya kerusakan akan lebih banyak karena bakteri
dapat tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan kapang dan khamir.
Ø Nilai pH
Umumnya nilai pH bahan makanan berkisar antara 3,0 sampai 8,0. Kebanyakan
mikroorganisme tumbuh pada pH sekitar 5,0 sampai 8,0 dan hanya jenis-jenis tertentu
saja mikroorganisme yang ditemukan pada bahan makanan dengan pH yang lebih rendah.
Ø Potensial Redoks
Potensial redoks dari suatu sistem biologis adalah suatu sistem indeks dari tingkat
oksidasinya. Bahan makanan dengan potensial redoks yang tinggi akan membantu
pertumbuhan dari jenis-jenis mikroorganisme yang bersifat aerobik seperti Pseudomonas.
Ø Zat-zat Gizi
Komposisi bahan makanan dapat menentukan jenis mikroorganisme yang dominan didalamnya, karena hal ini akan menentukan jenis zat gizi yang penting tersedia untuk perkembangan mikroorganisme. Bahan makanan dengan gizi yang cukup akan membantu pertumbuhan mikrooragnisme seperti, Lactobacillusyang membutuhkan banyak zat gizi.
Ø Bahan Anti Mikrobial Alamiah
Bahan anti mikroba dapat diperoleh secara alamiah pada bahan-bahan makanan
seperti minyak essensial dan tanin pada bahan makanan asal tumbuh-tumbuhan dan
lizozyme serta avidin pada bahan makanan dari hewani seperti telur.
Ø Struktur Biologis
Strukutr biologis seperti lapisan kulit telur, kutikula dari bagian tanaman berguna untuk
mencegah masuknya mikroorganisme kedalam bahan makanan.
2.2.2 Faktor Pengolahan
Faktor pengolahan ini akan mempengaruhi jumlah mikroorganisme yang dominan dalam bahan makanan yang telah diolah atau diawetkan. Proses pengolahan seperti pemanasan atau irradiasi dapat membunuh sebagian atau seluruh mikroorganisme, terutama mikroorganisme yang tidak tahan terhadap panas dan irradiasi.
Pengeringan dan pembekuan bahan makanan dapat mengakibatkan kerusakan pada mikroorganisme yang terdapat didalamnya. Tetapi beberapa jenis mikroorganisme yang tahan terhadap perlakuan tersebut akan tetap dapat hidup dan dapat menyebabkan kerusakan bila bahan makanan tersebut dicairkan.
2.2.3 Faktor Ekstrinsik (Lingkungan)
Bahan pangan segar atau makanan olahan yang tidak langsung dikonsumsi
memerlukan tahap penyimpanan atau transpor/distribusi. Faktor-faktor yang
mempengaruhui penyimpanan dan transpor seperti suhu, kelembaban dan susunan gas,
merupakan faktor lingkungan (ekstrinsik) yang mempengaruhi populasi jasad renik yang
terdapat pada makanan.
2.2.4 Faktor Implisit
Berbagai mikroba yang terdapat pada bahan makanan kadang-kadang
mengakibatkan dua atau lebih jenis mikro organisme hidup bersama saling
menguntungkan (sinergisme) atau sebaliknya yang satu merugikan pertumbuhan jenis
mikrorganisme yang lain (antagonisme).
2.2.5 Faktor Makanan
1. Makanan yang mudah rusak, yaitu yang mempunyai aktivitas air (aw), dan pH
yang relatif tinggi (pH>5,3), misalnya : daging , daging ayam, ikan ,susu dan
sebagainya.
2. Makanan yang agak awet, yaitu makanan yang mempunyai pH pertengahan
(antara 4,5 sampai 6,3 ) atau telah mengalami proses pengawetan sehingga kadar
airnya menjadi agak rendah, misalnya: jam, jeli, susu kental manis, acar, sosis
terfermentasi dan sebagainya.
3. Bahan makanan yang awet (tahan lama disimpan) yaitu makanan yang telah
diawetkan dengan pengeringan sehingga kadar airnya (aw) rendah, misalnya
dendeng, abon, ikan asin dan sebagainya.
2.3 Pengaruh Proses Pengolahan terhadap Mikroorganisme
2.3.1 Pengaruh Pemanasan Terhadap Mikroorganisme
Untuk mengendalikan pertumbuhan dan kegiatan mikroba dapat dilakukan dengan menggunakan perlakuan suhu tinggi. Pada perlakuan suhu diatas suhu maksimum pertumbuhan mikroba akan bersifat mematikan dan semakin tinggi suhunya akan semakin tinggi laju kematiannya.
2.3.2 Pengaruh Pembekuan Terhadap Mikroorganisme
Mikroorganisme dapat diklasifikasikan atas dasar suhu optimum yang berguna
untuk pertumbuhannya. Umumnya mikroorganisme tidak dapat tumbuh pada suhu
dibawah 320F, tetapi ada beberapa jenis khamir yang masih bisa tumbuh dalam substrat
tidak beku pada suhu dibawah 150F. Pendinginan yang lambat dapat merusak populasi
mikroba dan bentuk mikrobia yang sangat peka adalah sel-sel vegetatif, sedangkan spora
biasanya tidak rusak oleh pembekuan.
2.3.3 Pengaruh Pengeringan Terhadap Mikroorganisme
Proses pengeringan dalam pengolahan bahan makanan merupakan proses pembatasan air
yang digunakan untuk pertumbuhan oleh mikroorganisme. Hal ini akan menentukan
jumlah dan jenis dari mikroorganisme untuk tumbuh dalam bahan makanan tersebut.
2.3.4 Pengaruh Pengolahan dengan Garam, Asam, dan Bahan Kimia Pengawet
terhadap Mikroorganisme
Pengolahan dengan Garam dan Asam
Garam akan sangat berpengaruh bila dimasukan kedalam bahan makanan karena garam
akan dapat merobah rasa dari makanan dan juga dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pencemar pada bahan makanann terutama mikroorganisme proteolitik
dan pembentuk spora walaupu dengan kadar yang sangat rendah (sampai 6%).
Pengolahan bahan makanan dengan pemberian garam/ NaCl konsentrasi tinggi
dapat mencegah kerusakan dari bahan tersebut. Mikroorganisme psikrofilik dapat dicegah
pertumbuhannya dengan pemberian NaCl pada konsetrasi 2-5 % dan dikombinasikan
dengan suhu rendah.
Pengolahan dengan Gula
Penggunaan gula dalam pengolahan bahan makanan akan mempengaruhi
mikroorganisme yang terdapat dalam bahan makanan tersebut, terutama bila dalam
konsentrasi yang tinggi(minimal 40% padatan terlarut).Hal ini akan mengakibatkan air
yang ada dalam bahan makanan tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme
sehingga kadar airnya menjadi rendah dan keadaan inilah yang menyebabkan
mikroorganisme tidak mampu untuk melakukan aktifitas hidupnya.
Pengolahan dengan Bahan Pengawet Kimia
Penggunaan bahan kimia pengawet dalam bahan makanan dapat menghambat
atau menghentikan aktivitas mikroorganisme baik bakteri, kapang dan khamir. Biasanya
bahan kimia pengawet yang digunakan bersifat bakteriostatik karena hanya dipakai dalam
jumlah kesil sehingga tidak membahayakan bagi konsumennya.
Pengaruh Radiasi dalam Pengawetan Terhadap Mikroorganisme
Penggunaan radiasi dalam pengolahan bahan makanan bisa mempengaruhi ketahahan
dari mikroorganisme. Radiasi yang digunakan ada dua macam yaitu: radiasi panas yang
merupakan radiasi yang menggunakan sinar dengan gelombang yang panjang dan radiasi
ionisasi yang merupakan radiasi yang menggunakan sinar gelombang yang pendek.
2.4 Produk Pertanian (Sayur-sayuran)
Beberapa indicator mikroorganisme pembusuk pada bahan pangan adalah
bakteri yang tergolong ke dalam bakteri koliform, bakteri ini hampir ada pada setiap
bahan pangan yang telah mengalami tahap pengolahan. Splittstoesser dan Wettergreen
(1981) melakukan pengamatan terhadap beku, melaporkan adanya Enterobacter dan
Klebsiella pada sayur-sayuran sejak masih di kebun yang merupakan mikroflora
normal. Sehingga, mikroorganisme ini tidak dapat dijadikan sebagai indicator sanitasi.
Sedangkan terkontaminasinya sayuran oleh koliform fekal seperti Escheria coli yang
sebenarnya jarang ditemukan pada sayuran dapat menjadikan bakteri ini sebagai
mikroorganisme indicator sanitasi pada sayuran.
Sayuran segar lebih banyak terkontaminsasi E.colidibandingkan dengan
sayuran beku. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) Sayuran jarang
terkontaminasi oleh kotoran manusia maupun hewan, kecuali jika setelah pemanenan
sayuran dicuci dengan air yang terkontaminasi kotoran. 2) Sayuran bukan termasuk ke
dalam habitat normal E.coli. 3) Kemingkinan terjadi kontaminasi kotoran maupun
koliform fekal pada sayuran, tetapi E.coli merupakan bakteri yang sensitive terhadap
proses blansir dan pembekuan sehingga tidak akan terdeteksi pada produk sayuran beku.
Untuk sayuran kaleng yang merupakan sayuran yang diproses dengan cara
sterilisasi komersial di dalam kaleng sehingga diharapkan sayuran tersebut sudah
terbebas dari mikroorganisme pathogen dan pembusuk yang dapat tumbuh selama
penyimpanan pada suhu simpan yang normal. Pengujian untuk kualitas keamanan
makanan kaleng yang terutama adalah Clostridium botulinum. Bakteri ini tergolong
bakteri anaerobic yang membentuk spora dan bersifat mesofilik, dan juga merupakan
bakteri pembentuk neurotoksin yang dapat mengakibatkan keracunan yang bersifat
fatal. Untuk pengujian terhadap mikroorganisme indicator sanitasi ini yang paling
sering dilakukan terhadap makanan kaleng.
Cemaran akan semakin tinggi pada bagian tanaman yang ada di dalam tanah atau
dekat dengan tanah. Mikroba tertentu seperti Liver flukedan Fasciola hepaticaakan
berpindah dari tanah ke selada air akibat penggunaan kotoran kambing atau domba yang
tercemar sebagai pupuk. Air irigasi yang tercemar Shigellasp., Salmonellasp., E. coli, dan
Vibrio choleraedapat mencemari buah dan sayur. Selain itu, bakteri Bacillussp.,
Clostridiumsp., dan Listeria monocytogenesdapat mencemari buah dan sayur melalui
tanah. Namun, penanganan dan pemasakan yang baik dan benar dapat mematikan bakteri
patogen tersebut, kecuali bakteri pembentuk spora (Djaafar, 2007).
Tabel 1. Kajian tentang tingkat cemaran mikroba pada sayuran di Jawa Barat dan Jawa
Timur
Persyaratan kontaminasi bakteri dalam bahan pangan berdasarkan BPOM (Badan
Pengawasan Obat dan Makanan, 2004). Kisaran batas maksimum kontaminasi mikroba
pada produk pangan terdapat pada Tabel berikut.
Tabel 2 . Batas maksimum cemaran mikroba pada produk pangan
2.5 Produk Hasil Peternakan
Daging dan Unggas
Pengujian mikroorganisme indicator pada produk daging merah dan daging
unggas biasanya dilakukan untuk beberapa tujuan seperti: 1) Menjamin keamanan
produk pangan secara mikroorganisme biologis, 2) Mengetahui kondisi sanitasi selama
pengolahan, dan 3) Mengetahui daya awet dari produk pangan. Alasan dari
pengguanaan indicator adalah untuk memantau mutu bahan mentah yang digunakan,
kondisi pengolahan, dan mutu produk pada berbagai tahap pengolahan dan distribusi.
Beberapa mikroorganisme indicator pada daging merah dan unggas dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Mikroorganisme Indikator pada Produk Daging dan Unggas
Indikator MikroorganismeKeamanan Salmonella
Staphylococcus aureusClostridium perfringensClostridia mesofilik
Sanitasi Total hitungan cawan aerobik pada suhu 35-37°CKokiform
Eschericia coliEnterokoki
Daya tahan simpan Total hitungan cawan aerobik pada suhu 4-10°C dan 20-30°C
Kapang dan khamirBakteri asam laktat (BAL)Pseudomonad
Makanan Kaleng
Makanan kaleng adalah produk olahan pangan yang sudah diawetkan agar
tahan lama. Di dalam bukunya yang sangat terkenal, Thermobacteriology in Food
Processing, Prof. Dr. C.R. Stumbo mengatakan bahwa makanan yang dikalengkan
secara hermitis (penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus oleh udara,
air, mikrobia atau bahan asing lain) merupakan produk teknologi pengawetan yang
sudah lama dikenal. Makanan yang diawetkan dengan proses sterilisasi komersial,
masih mengandung mikroba tetapi tidak dapat tumbuh pada kondisi penyimpanan yang
normal.
Proses sterilisasi ini merupakan upaya penghancuran mikroba patogen
beserta sporanya. Karena ada spora bakteri tertentu yang tahan terhadap suhu tinggi,
sterilisasi harus dilakukan pada suhu 2500F (1210C) dengan menggunakan uap panas
(autoklav) selama 15 menit. Produk selanjutnya ditutup secara hermitis sehingga tidak
memberi kesempatan mikroba masuk kembali. Lamanya pemanasan dan tingginya suhu
sangat tergantung pada derajat keasaman (pH) produk. Semakin rendah pH produk,
misalnya sari buah, makin rendah suhu pemanasan yang digunakan.
Penurunan mutu makanan kaleng bergantung pada sifat bahan, suhu sterilisasi
dan kondisi udara dalam head space-nya. Semakin lama disimpan, semakin rendah daya
simpannya (shelf life loss). Kemunduran daya simpan ini disebut kadaluwarsa. Bila
menggunakan bahan baku yang baik, proses pemanasan sempurna dan bahan pengemas
yang tidak berbahaya, maka daya simpan makanan kaleng dapat mencapai tiga tahun.
Makanan kaleng biasanya tidak menuntut kondisi penyimpanan tertentu, dalam arti
dapat disimpan pada suhu kamar dan di segala tempat. Namun, penyimpanan pada suhu
rendah dan kering dapat memperpanjang masa simpan. Di sisi lain penyimpanan pada
tempat yang lembab dan basah dapat melahirkan proses pengkaratan yang tidak
diinginkan.
Kerusakan yang lain dapat terjadi karena kurang sempurnanya pengolahan.
Misalnya, selama proses sterilisasi, terjadi kebocoran kecil pada sambungan kaleng
yang menggelembung, tetapi kemudian tertutup kembali setelah pendinginan. Bila
dalam proses pendinginannya digunakan air kurang bersih, dapat dipastikan mikroba
pembusuk akan hadir dalam kaleng melalui lobang kecil tersebut. Pada gilirannya, bila
kondisi penyimpanan mendukung maka bakteri tersebut akan tumbuh dan berkembang
biak dan kelak memproduksi racun.
Ada beberapa hal yang harus diwaspadai supaya kita terhindar dari toksin
(racun) Clostridium botulinum yang merupakan mikroorganisme indikoator keamanan
dalam makanan kaleng yang kerap kali hadir. Bakteri yang berbahaya ini umumnya
menyukai tempat-tempat yang tidak ada udara (anaerobik) dan mampu melindungi diri
dari suhu yang agak tinggi (termofilik) dengan jalan membentuk spora. Cara hidup yang
demikian memungkinkan bakteri ini dapat hidup pada makanan kaleng, terutama pada
jenis-jenis makanan yang bahan bakunya daging, ikan, sayur yang pHnya di atas 4,6
alias nilai keasaman relatif rendah. Bila kondisi pertumbuhannya sesuai, toksin
botulinum yang sangat berbahaya itu bisa dihasilkan. Jika dikonsumsi maka racun
tersebut akan menyerang susunan saraf dan dampaknya bisa melumpuhkan,
menyulitkan pernapasan serta menyebabkan kematian.
1. Indikator Kebusukan
Masa simpan atau daya awet dari produk daging dan unggas dapat
diketahui dari kandungan mikroorganisme pembusuk di dalamnya. Kebusukan yang
umum terjadi dipengaruhi oleh jenis produk, komposisi produk, proses termal yang
diterapkan terhadap produk, kontaminasi selama pengolahan dan pengepakan, cara
pengepakan, dan suhu, serta waktu penyimpanan.
Mikroorganisme yang menjadi indicator kebusukan pada produk pangan
daging merah dan unggas ini bervariasi tergantung dari jenis produknya. Untuk
daging segar yang belum diolah, dimana kebusukan biasanya disebabkan oleh
bakteri gram negative berbentuk batang seperti Pseudomonad, biasanya ditetapkan
pada suhu 20°C hitungan cawan selama tiga hari menggunakan Plate Count Agar
(PCA). Sedangkan produk daging yang di kemas di dalam plastic yang tidak tembus
oksigen, misalnya pada sosis yang dikemas/dibungkus secara vakum di dalam
plastic, kebusukan disebabkan oleh bakteri asam laktat. Dalam keadaan ini,
inkubasi masih dapat dilakukan pada suhu 20°C selama tiga hari, PCA dapat diganti
dengan agar APT untuk memperbesar ukuran koloni. Jika digunakan medium PCA,
bakteri asam laktat akan membentuk koloni berukuran kecil.
Jumlah bakteri asam laktat di dalam produk daging olah yang di kemas
secara vakum mempengaruhi kecepatan pembusukan suatu produk pangan yang
ditandai dengan terjadinya perubahan citarasa menjadi asam dan perubahan warna
cairan daging yang keluar menjadi keputih-putihan. Jumlah hitungan cawan aerobic
pada produk-produk pangan yang baru diolah menunjukkan jumlah bakteri yang
tahan terhadap proses pengolahan dan tingkat kontaminasi peralatan dan sumber
lainnya. Namun daya simpan dari produk daging yang dikemas tidak dapat
diketahui dari jumlah hitungan cawan aerobiknya, karena sebagian besar bakteri
yang terhitung dalam pengujian total koloni bakteri aerobic tidak dapat utmbuh
selama penyimpanan dengan kondisi vakum tersebut.
2.6 Persiapan Uji mikroorganisme
2.6.1 Sterilisasi
Bahan atau peralatan yang digunakan dalam bidang mikrobiologi harus dalam
keadaan steril. Steril artinya tidak didapatkan mikroba yang tidak diharapkan
kehadirannya, baik yang mengganggu atau merusak media atau mengganggu kehidupan
dan proses yang sedang dikerjakan. Setiap proses baik fisika, kimia dan mekanik yang
membunuh semua bentuk hidup terutama mikroorganisme disebut sterilisasi.
Ada beberapa metode sterilisasi, yaitu:
a. Sterilisasi secara fisik
Cara membunuh mikroba ini dengan memakai panas (Thermal kill). Panas
tersebut akan mendenaturasi protein, terutama enzim-enzim dan membran sel. Panas
kering membunuh bakteri karena oksidasi komponen-komponen sel. Daya bunuh panas
kering tidak sebaik panas basah. Hal ini dibuktikan dengan memasukkan biakan mikroba
dalam air mendidih akan cepat mati daripada dipanasi secara kering.
1). Pemanasan Basah
- Otoklaf
Alat ini serupa tangki minyak yang dapat diisi dengan uap air. Dalam otoklaf,
yang mensterilkannya adalah panas basah, bukan tekanannya. Oleh karena itu setelah air
di dalam tangki mendidih dan mulai terbentuk uap air, maka uap air ini akan mengalir ke
ruang pensteril guna mendesak keluar semua udara di dalmnya.
- Tyndallisasi
Metode ini berupa mendidihkan medium dengan uap beberapa menit saja. Setelah
didiamkan satu hari, selama itu spora-spora sempat tumbuh menjadi bakteri vegetatif,
maka medium tersebut dididihkan lagi selama beberapa menit. Akhirnya pada hari ketiga,
medium tersebut dididihkan sekali lagi. Dengan jalan demikian diperoleh medium steril,
dan zat-zat organik yang terkandung di dalamnya tidak mengalami perubahan.
- Pasteurisasi
Pasteurisasi adalah suatu cara disinfeksi dengan pemanasan yang pertamakalinya
dilakukan oleh Pasteur dengan maksud untuk mengurangi jumlah mikroorganisme
pembusuk (perusak) di dalam anggur tanpa merusak anggur tersebut. Suhu yang
dipergunakan pada pasteurisasi adalah sekitar 69oC, dan waktu yang digunakan adalah 30
menit.
2). Pemanasan Kering
- Oven
Sterilisasi ini menggunakan udara panas. Alat-alat yang disterilkan ditempatkan
dalam oven di mana suhunya dapat mencapai 160-180oC. Caranya adalah dengan
memanaskan udara dalam oven tersebut dengan gas atau listrik. Oleh karena daya
penetrasi panas kering tidak sebaik panas basah, maka waktu yang diperlukan pada
sterilisasi cara ini lebih lama yakni selama 1 – 2 jam. Sterilisasi cara ini baik
dipergunakan untuk mensterilkan alat-alat gelas seperti cawan petri, pipet, tabung reaksi,
labu dan sebagainya.
- Pembakaran (incineration)
pembakaran merupakan cara sterilisasi yang 100% efektif, tetapi ini terbatas
penggunaannya. Cara ini biasa dipergunakan untuk mensterilkan alat penanam kuman
(jarum ose/sengkelit), yakni dengan membakarnya sampai pijar. Dengan cara ini semua
bentuk hidup akan dimatikan. Pembakaran juga dilakukan untuk bangkai binatang
percobaan yang mati.
3). Penyinaran dengan sinar gelombang pendek
Mikroorganisme di udara dapat dibunuh dengan penyinaran memakai sinar
ultraviolet. Panjang gelombang yang dapat membunuh mikroorganisme adalah 220 – 290
nm. Radiasi yang paling efektif adalah 253,7 nm. Untuk memperoleh hasil yang baik,
maka bahan-bahan yang disterilkan, baik yang berupa cairan, gas atau aerosol harus
dilewatkan (dialirkan) atau ditempatkan langsung di bawah sinar ultra ungu dalam
lapisan-lapisan yang tipis.
b. Sterilisasi secara Kimia
Antiseptik kimia biasanya dipergunakan dan dibiarkan menguap seperti halnya
alkohor. Umumnya isopropil alkohol 70-90% adalah yang termurah namun merupakan
antiseptik yang sangat efisien dan efektif. Penambahan yodium pada alkohol akan
meningkatkan daya disinfeksinya. Dengan atau tanpa yodium, isopropil tidak efektif
terhadap spora. Solusi terbaik untuk membunuh spora adalah campuran formaldehid
dengan alkohol, tetapi solusi ini terlalu toksik untuk dipakai sebagai antiseptik. Zat-zat
kimia yang dapat dipakai untuk sterilisasi antara lain adalah halogen (senyawa klorin,
yodium), alkohol, fenol, hidrogen peroksida, zat warna ungu kristal, derivat akridin,
rosanalin, deterjen, logam-logam berat (Hg, Ag, As, aldehida, gas ETO (oksida etilen),
uap formaldehid, beta-propilakton.
c. Sterilisasi secara mekanik
Beberapa bahan yang akibat pemanasan tinggi atau tekanan tinggi akan
mengalami perubahan atau penguraian, maka sterilisasi yang dilakukan adalah dengan
cara mekanik, misalnya dengan saringan. Dalam mikrobiologi, penyaringan secara fisik
yang paling banyak digunakan adalah dengan penggunaan filter khusus, misalnya filter
berkefeld, filter Chamberland dan filter Seitz. Jenis filter yang dipakai atau yang akan
dipergunakan tergantung pada tujuan penyaringan dan benda yang akan disaring.
- Menyaring cairan
Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai filter seperti saringan seitz yang
menggunakan saringan asbestos sebagai alat penyaringnya, saringan Berkefeld yang
menggunakan filter yang terbuat dari tanah diatom, saringan Chamberland yang
menggunakan filter yang terbuat dari porselen, dan fritted glass filter, yang menggunakan
filter yang terbuat dari serbuk gelas.
- Menyaring udara
Untuk menjaga suatu alat yang sudah steril agar tidak tercemar oleh mikroba atau
untuk menjaga agar suatu biakan kuman tidak tercemar olah kuman yang lain, maka alat-
alat tersebut harus ditutup dengan kapas,
karena kapas mudah ditembus udara tetapi dapat menahan mikroorganisme. Harus dijaga
agar kapas tidak menjadi basah, oleh karena kapas yang basah memungkinkan kuman
menembus ke dalam. Untuk mencegah pencemaran oleh kuman-kuman udara pada waktu
menuang perbenihan, dapat digunakan suatu alat yang disebut Laminar flow di mana
udara yang masuk ke dalamnya disaring lebih dahulu dengan suatu saringan khusus.
Saringan ini ada batas waktu pemakaiannya.
2.6.2 Mikroskop dan Pemeriksaan Mikroskopi
Mikroskop adalah intrumen yang paling banyak digunakan dan paling bermanfaat
di laboratorium mikroskopi. Dengan alat ini diperoleh perbesaran sehingga
memungkinkan untuk melihat organisme dan struktur yang tak tampak dengan mata
bugil. Mikroskop memungkinkan perbesaran dalam kisaran luas dari seratus kali sampai
ratusan ribu kali.
Mikroskop yang ada terdiri dari dua kategori yaitu mikroskop cahaya (optis) dan
mikroskop elektron. Keduanya berbeda dalam prinsip yang mendasari perbesaran.
Mikroskop cahaya yang kesemuanya menggunakan sistem lensa optis, mencakup
mikroskop:
- medan terang
- medan gelap
- fluoresensi
- kontras fase.
Mikroskop elektron menggunakan berkas elektron sebagai pengganti gelombang
cahaya untuk memperoleh bayangan yang diperbesar.
A. Mikroskop cahaya
1). Mikroskop medan terang
Dalam mikroskop medan terang, medan mikroskop atau daerah yang diamati
diterangi dengan benderang sehingga objek-objek yang sedang ditelaah tampak lebih
gelap dari pada latar belakangnya. Pada umumnya mikroskop semacam ini menghasilkan
pembesaran berguna maksimum sekitar 1.000 diameter. Dengan sedikit modifikasi
termasuk lensa mata (okuler) yang berkekuatan tinggi, pembesaran ini dapat
ditingkatkan. Aakan tetapi pembesaran 1.000 sampai 2.000 diameter merupakan batas
pembesaran bermanfaat yang dapat diperoleh dengan peralatan seperti itu. Mikroskop
majemuk, pembesaran dicapai dengan menggunakan sistem lensa berlawanan dengan
mikroskop sederhana Leeuwenhoek, yang hanya mengguanakan lensa tunggal, dimana
lensa terdapat pada kondensor memusatkan kerucut cahaya pada medan spesimen.
Sebagian dari berkas cahaya dalam kerucut cahaya ini secara langsung menembus lensa
objektif untuk membentuk cahaya latar belakang atau medan terang. Berkas cahaya yang
mengenai objek (mikroorganisme) pada spesimen tersebut dan menjadi “bengkok”
difokuskan oleh lensa objektif sehingga terbentuk bayangan objek tadi. Bayangan
tersebut diperbesar oleh lensa okuler. Jadi yang memberikan pembesaran permulaan ialah
sistem lensa objektif kemuduan lebih diperbesar lagi oleh sistem lensa okuler.
Mikroskop yang umum digunakan dalam mikrobiologi biasanya dilengkapi
dengan tiga objektif, masing-masing memberikan derajat pembesaran yang berlainan,
yang terpancang pada turret yaitu suatu alas (platform) yang dapat diputar untuk
menggerakkan masing-masing objektif sehingga letaknya segaris dengan kondensor.
Pembesaran total yang dapat dicapai dengan salah satu objektif manapun ditentukan
dengan mengalikan daya pembesaran lensa objektif dengan daya pembesaran lensa mata,
yang biasanya 10 kali (x 10).
Pembesaran yang berguna terbatas oleh dayapisah suatu mikroskop, yaitu
kemampuan untuk menghasilkan bayangan berlainan dari dua titik yang berdekatan (titik
disini berarti objek atau bagian kecil-kecil objek). Dayapisah suatu mikroskop cahaya
ditentukan oleh panjang gelombang cahaya dan sifat lensa objektif dan lensa kondensor
yang dikenal dengan tingkap numeris (numerical aperture atau NA).
2). Mikroskop medan gelap
Mikroskop medan gelap diperoleh dari macam mikroskop yang sama seperti yang
digunakan untuk mikroskop medan terang kecuali bahwa alat itu diperlengkapi dengan
kondensor medan gelap dan suatu objektif ber NA rendah. Macam kondensor ini
mengarahkan berkas cahaya ke dalam medan spesimen pada sudut yang sedemikian
hingga hanyalah berkas-berkas yang mengenai objek pada medan spesimen itu dibiaskan
dan memasuki objektif, maka objek itu menjadi terang-benderang dan sangat nyata
terhadap medan gelap (latar belakang yang gelap). Mikroskop medan gelap terutama
berguna untuk pemeriksaan mikroorganisme hidup. Teknik ini sangat berguna bagi
identifikasi bakteri yang menyebabkan sifilis.
Mikroskop fluoresensi (pendar fluor) telah menjadi prosedur yang penting dan
dipakai secara amat luas untuk laboratorium rumah sakit dan klinis. Digunakan untuk
memeriksa spesimen yang telah diwarnai dengan zat-zat pewarna fluorokrom sehingga
memungkinkan identifikasi mikroorganisme dengan cepat. Zat-zat pewarna ini menterap
energi gelombang cahaya pendek tak kasatmata sambil memancarkan gelombang-
gelombang panjang, gelombang kasatmata yang lebih besar. Bahan seperti itu dinamakan
fluoresen dan fenomena ini dinamakan fluoresensi (pendar fluor). Asas ini digabungkan
dengan teknik-teknik yang memungkinkan untuk mengidentifikasi mikroorganisme
secara khusus dengan pemeriksaan mikroskopis secara langsung. Cara-cara kerja
laboratorisnya dapat dilaksanakan dengan cepat.
4). Mikroskopi kontras fase
Mikroskop kontras fase adalah suatu tipe mikroskopi cahaya yang memungkinkan
kontras yang lebih besar antara substansi dengan berbagai ketebalan atau berbagai indeks
bias. Hal tersebut dapat dicapai dengan menggunakan kondensor dan objektif yang
khusus yang mengendalikan iluminasi objeknya dengan jalan mengaksentuasikan
perbedaan-perbedaan yang kecil dalam ketebalan atau indeks bias struktur-struktur
seluler. Perbedaan-perbedaan itu tersingkapkan dalam derjat terang atau derajat gelap
yang berlainan (kontras yang lebih nyata). Dengan teknik ini dapat ditemukan letak
struktur-struktur di dalam sel yang tidak diwarnani yang tak teramati dengan mikroskop
medan terang.
B. Mikroskop elektron
Mikroskop elektron memberikan pembesaran berguna yang jauh lebih besar dari
pada yang mungkin beroleh dengan mikroskopi cahaya. Hal ini dimungkinkan oleh
dayapisah yang lebih besar yang diperoleh karena berkas-berkas elektron yang digunakan
untuk pembesaran mempunyai panjang gelombang yang sangat pendek dibandingkan
dengan cahaya. Berkas elektron yang dipakai dalam mikroskopi elektron mempunyai
panjang gelombang yang berkisar antara 0,005 sampai 0,0003 µm. Panjang gelombang
yang teramat pendek tersebut dari sinar elektron ini memungkinkan dicapainya dayapisah
beberapa ratus kali lebih besar dari pada yang dapat diperoleh dengan mikroskopi cahaya.
Dengan menggunakan mikroskopi elektron ini memungkinkan untuk memisah-misah
objek dalam kisaran 0,0003 µm.
Untuk mikroskopi elektron, spesimen yang harus diperksa disiapkan sebagai suatu
lapisan kering yang teramat tipis pada layar kecil dan dimasukkan k edalam alat itu pada
titik diantara kondensor magnetik dan objektif magnetik (sistem optis kaca tidak
digunakan pada mikroskopi elektron), yang sebanding dengan kondensor dan objektif
pada mikroskop cahaya. Bayangan yang diperbesar tampak pada layar fluoresen atau
terekam pada film fotografik oleh kamera yang terpasang pada instrumen tersebut.
Banyak teknik dikembangkan untuk pemeriksaan mikroorganisme dengan
mikroskopi elektron. Diantaranya adalah metode-metode pewarnaan yang baru, yaitu
metode untuk mengiris sel-sel mikrobe menjadi irisan-irisan tipis mikroskopis untuk
pemeriksaan dan teknik radioaktif. Semua prosedur ini diterapkan untuk mikroskopi
elektron transmisi (MET). Dalam mikroskopi ini, berkas elektron melewati spesimen dan
hamburan elektron ini menghasilkan bayangan. Mikroskopi elektron ini telah mengalami
perkembangan suatu modifikasi (ubahsuai) yang dikenal dengan mikroskopi elektron
payar(MEP). Dengan prosedur ini spesimen dikenai berkas elektron sedemikian rupa
sehingga memungkinkan untuk memperoleh pandangan permukaan tiga dimensi sel-sel.
Komposisi Media
Pada hakekatnya komposisi media yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan
mikroorganisme untuk melakukan metabolisme seperti pada habitat aslinya (kondisi
alamiah).
Dewasa ini untuk keperluan penelitian maupun pekerjaan di laboratorium banyak
dipermudah dengan adanya bermacam-macam media yang tersedia dalam bentuk serbuk
kering.
Di bawah ini ada beberapa media yang menggunakan bahan serbuk kering:
1). Nutrient Agar (NA)
Komposisi I :
- Ekstrak daging (beef) 3 gram
- Pepton 5 gram
- Bacto Agar 15 gram
- Air suling 1000 ml
Komposisi II :
- Daging segar 500 gram
- Pepton 10 gram
- Bacto Agar 15 gram
- Air suling 1000 ml
Komposisi III:
- Ekstrak daging 3 gram
- Pepton 5 gram
- NaCl 5 gram
- Agar 1,5 – 2%
- Akuades 1000 ml
pH 7,3
2.6.3 Penanaman dan Isolasi Mikroorganisme
Semua alat, bahan dan medium yang digunakan untuk inokulasi (penanaman)
harus-harus benar-benar steril, hal ini untuk menghindari kontaminasi, yakni masuknya
mikroorganisme yang tidak diinginkan. Langkah-langkah pada pekerjaan inokulasi dan
isolasi mikroba adalah sebagai berikut:
1). Menyiapkan ruangan
Ruang tempat inokulasi harus bersih dan bebas angin. Dinding ruang yang basah
menyebabkan butir-butir debu menempel. Pada waktu mengadakan inokulasi, baik sekali
bila meja tempat inokulasi didasari dengan kain basah. Inokulasi dapat dilakukan di
dalam suatu kotak kaca (ent-kas).
2). Pemindahan dengan kawat inokulasi
Ujung kawat inokulasi sebaiknya dari platina atau nikrom, ujung kawat boleh
lurus, boleh juga berupa kolongan yang berdiameter 1-3 mm. Lebih dahulu ujung kawat
ini dipijarkan, sedang sisanya sampai tangkai cukup dilewatkan nyala api saja. Setelah
dingin kembali, ujung kawat itu disentuhkan suatu koloni. Mulut tabung tempat
pemeliharaan itu dipanasi juga setelah sumbatnya diambil. Setelah pengambilan
inokulum (sampel bakteri) selesai, mulut tabung dipanasi lagi kemudian disumbat seperti
semula. Ujung kawat yang yang membawakan inokulum tersebut digesekkan pada
medium baru atau pada suatu kaca benda, kalau tujuannya memang akan membuat suatu
sediaan.
3). Pemindahan dengan pipet
Cara ini dilakukan misalnya pada penyelidikan air minum atau penyelidikan susu.
Untuk itu diambil 1 ml contoh (sampel) untuk diencerkan dengan 99 ml air murni yang
telah disterilkan. Dalam pengenceran ini tergantung dari keadaan air atau susu yang
diselidiki. Kemudian diambil 1 ml dari hasil pengenceran ini untuk diambil dengan pipet
dan dituang ke cawan petri yang berisi medium agar-agar yang masih dalam keadaan cair
dan dicampuraduk sampai homogen. Setelah agar-agar membeku, cawan tersebut
disimpan di di dalam inkubator. Peliharaan yang diperoleh dengan cara di atas terkenal
dengan nama peliharaan adukan. Dengan cara ini bakteri yang diinokulasikan tadi dapat
menyebar luas ke seluruh medium. Bakteri aerob dan anaerob dapat tumbuh di situ, dan
banyaknya koloni dapat dihitung dengan mudah.
4). Teknik Biakan Murni (Cara Menyendirikan Piaraan Murni)
Di alam bebas tidak ada mikroba yang hidup tersendiri terlepas dari spesies yang
lain. Seringkali mikroba patogen kedapatan secara bersama-sama dengan mikroba
saproba (saprobakteri). Dalam teknik biakan murni tidak saja diperlukan bagaimana
memperoleh suatu biakan murni, tetapi juga bagaimana memelihara serta mencegah
kontaminasi dari laur. Medium untuk membiakkan mikroba haruslah steril sebelum
digunakan. Kontaminasi dari luar terutama berasal dari udara yang mengandung banyak
mikroorganisme. Teknik biakan murni untuk suatu spesies dapat dilakukan dengan
beberapa cara.
a. Cara Pengenceran
Cara ini pertama kali dilakukan oleh Lister pada tahun 1865. Lister berhasil
memelihara murni Streptococcus lactis yang diisolasi dari susu yang sudah asam.
Caranya adalah dengan mengencerkan suatu suspensi yang berupa campuran bermacam-
macam spesies kemudian diencerkan dalam suatu tabung tersendiri. Dari pengenceran ini
kemudian diambil 1 ml untuk diencerkan lagi. Kalau perlu dari hasil pengenceran kedua
diambil 1 ml untuk diencerkan lebih lanjut. Gari hasil pengenceran ketiga diambil 0,1 ml
untuk disebarkan pada suatu medium padat, kemungkinan besar akan ditemukan
beberapa koloni yang tumbuh pada medium tersebut, tapi mungkin juga yang ditemukan
hanya 1 koloni murni dan selanjutnya spesies ini dapat dijadikan piaraan murni (biakan
murni). Kalau belum yakin, bahwa koloni tunggal yang diperoleh tersebut murni, maka
dapat mengulang pengenceran dengan menggunakan koloni tersebut sebagai sampel.
b. Cara penuangan
Metode ini pertama kali dilakukan oleh Robert Koch (1843-1905). Caranya
adalah dengan mengambil sedikit sampel campuran bakteri yang sudah diencerkan, dan
sampel itu kemuadian disebarkan dalam suatu medium dari kaldu dan gelatin encer.
Setelah medium engental, maka beberapa jam kemudian nampaklah koloni yang masing-
masing dapat dianggap murni. Dengan mengulang pekerjaan seperti di atas, akhirnya
akan diperoleh biakan murni yang lebih terjamin. Dalam penemuan metode penuangan
ini ada dua orang pembantu Koch yang sangat berjasa, yaitu Petri yang menciptakan
cawan dengan tutup, yang sekarang dikenal dengan cawan petri (petri dish). Ornag yang
kedua adalah Hesse yang menemukan agar-agar untuk mengantikan gelatin.
c. Cara Penggesekan/Pengoresan
Penggoresan yang sempurna akan menghasilkan koloni yang terpisah. Tetapi
kelemahan cara ini adalah bakteri-bakteri anaerob tidak dapat tumbuh. Untuk
mendapatkan koloni yang terpisah sewaktu melakukan goresan harus memperhatikan,
antara lain:
- Gunakan ose (sengkelit) yang dingin untuk menggores permukaan lempengan
agar. Sengkelit yang panas akan mematikan mikroorganisme, sehingga tidak
terjadi pertumbuhan pada bekas goresan.
- Sewaktu menggores, sengkelit dibiarkan meluncur di atas permukaan lempengan.
Agar yang luka akan mengganggu pertumbuhan mikroorganisme, sehingga sulit
diperoleh koloni yang terpisah.
- Sengkelit harus dipijarkan setelah menggores suatu daerah, hal ini bertujuan
untuk mematikan mikroorganisme yang melekat pada mata ose dan mencegah
pencemaran pada penggoresan berikutnya.
- Menggunakan tutup cawan petri untuk melindungi permukaan supaya terhindar
dari pencemaran.
- Membalikkan lempengan agar untuk mencegah air kondensasi jatuh di atas
permukaan sehingga dapat terjadi penyebaran koloni.
Ada beberapa teknik penggesekan, yaitu:
a. Goresan T
- Lempengan dibagi menjadi 3 bagian dengan huruf T pada bagian luar dasar
cawan petri.
- Inokulasikan daerah 1 sebanyak mungkin dengan gerakan sinambung.
- Panaskan ose dan biarkan dingin kembali.
- Gores ulang daerah 1 sebanyak 3-4 kali dan teruskan goresan ke daerah 2.
- Pijarkan kembali ose dan dinginkan kembali.
- Prosedur di atas diulangi untuk daerah 3.
b. Goresan Kuadran, teknik ini sama dengan goresan T, hanya lempengan agar
dibagi menjadi 4.
c. Goresan Radian
- Goresan dimulai dari bagian pinggir lempengan.
- Pijarkan sengkelit dan dinginkan kembali.
- Putar lempengan agar 90o dan buat goresan terputus di atas goresan sebelumnya.
- Pijarkan ose.
d. Goresan sinambung
- Ambil satu mata ose suspensi dan goreskan setengah permukaan lempengan agar.
- Jangan pijarkan ose, putar lempengan 180o, gunakan sisi mata ose yang sama dan
gores pada sisa permukaan lempengan agar.
2.6.4 Uji Koloni Mikroba
Metode yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah koloni mikroba di dalam
bahan pangan terdiri dari metoda hitungan cawan, Most Propable Number (MPN) dan
metode mikroskopik langsung. Dari ketigas metode tersebut metode hitungan cawan
paling banyak digunakan.
Metode Hitungan Cawan
Metode hitungan cawan merupakan metode yang paling sensitif untuk
menentukan jasad renik, dengan prinsip jika sel jasad renik yang masih hidup
ditumbuhkan pada medium agar maka sel jasad renik tersebut akan berkembang biak dan
membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dan dihitung tanpa menggunakan
mikroskop (Fardiaz, 1992). Keuntungan menggunakan metode hitungan cawan dalam
menghitung jumlah koloni pada medium agar adalah sebagai berikut:
1. Hanya sel yang masih hidup yang dihitung
2. beberapa jenis jasad renik dapat dihitung secara langsung
3. dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi jasad renik karena koloni yang
terbentuk mungkin berasal dari suatu jasad renik yang mempunyai penampakan
pertumbuhan spesifik.
Selain keuntungan yang dimiliki seperti tersebut di atas, metode hitungan cawan juga
memiliki kelemahan seperti yang termuat dalam Fardiaz (1992), yaitu:
1. Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya karena beberapa
sel yang berdekatan mungkin membentuk satu koloni
2. medium dan kondisi inkubasi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang
berbed
3. jasad renik yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan
membentuk koloni yang nampak dan jelas, tidak menyebar.
4. memerlukan persiapan dan waktu inkubasi relatif lama sehingga pertumbuhan
koloni dapat dihitung.
Metode hitungan cawan dapat dibedakan dalam dua cara yaitu metode tuang (pour
plate) dan metode permukaan (surface plate) (Fardiaz, 1993).
1. Metode Tuang (Pour Plate)
Dari pengenceran yang dikehendaki, sebanyak 1 ml atau 0,1 ml larutan tersebut
dipipet ke dalam cawan petri menggunakan pipet 1 ml atau 1,1 ml. Sebaiknya waktu
antara dimulainya pengenceran sampai menuangkan ke dalam cawan petri tidak boleh
lebih lama dari 30 menit. Kemudian ke dalam cawan tersebut dimasukkan agar cair steril
yang telah didinginkan sampai 47-500C sebanyak 15-20 ml. Selama penuangan medium,
tutup cawan jangan dibiarkan dibuka terlalu lebar untuk menghindari kontaminasi dari
luar. Segera setelah penuangan cawan petri digerakkan di atas meja secara hati-hati,
untuk menyebarkan sel-sel secara merata, yaitu dengan gerakkan melingkar atau gerakan
seperti angka delapan. Setelah agar memadat, cawan-cawan tersebut dapat diinkubasikan
di dalam incubator dalam posisi terbalik (Fardiaz, 1993).
2. Metoda Permukaan (Surface/Spread Plate)
Pada pemupukan dengan metode permukaan, agar steril terlebih dahulu
dituangkan ke dalam cawan petri dan biarkan membeku. Setelah membeku dengan
sempurna, kemudian sebanyak 0,1 ml contoh yang telah diencerkan dipipet pada
permukaan agar tersebut. Sebuah batang gelas melengkung (hockey stick) dicelupkan ke
dalam alcohol 95% dan dipijarkan sehingga alcohol habis terbakar. Setelah dingin batang
gelas tersebut digunakan untuk digunakan untuk meratakan contoh di atas medium agar
dengan cara memutarkan cawan petri di atas meja. Selanjutnya inkubasi dan perhitungan
koloni dilakukan seperti pada metode penuangan. Tetapi harus diingat bahwa jumlah
contoh yang ditumbuhkan adalah 0,1 ml, jadi harus dimasukkan dalam perhitungan “total
count” (Fardiaz, 1993).
2.6.5 Cara Penghitungan Koloni Bakteri
Perhitungan jumlah koloni akan lebih mudah dan cepat jika pengenceran
dilakukan secara decimal. Sebagai contoh misalnya penetapan jumlah koloni pada susu.
Pengenceran awal 1:10 = 10-1 dibuat dengan cara mengencerkan 1 ml susu ke dalam 9 ml
larutan pengencer, dan dilanjutkan dengan pengenceran yang lebih tinggi misalnya
sampai 10-5 atau 10-6, tergantung pada mutu susunya. Semakin tinggi jumlah mikroba
yang terdapat di dalam susu, semakin tinggi pengenceran yang harus dilakukan. Jika
setelah inkubasi misalnya diperoleh 62 koloni cawan yang mengandung pengenceran 10 -
4, maka jumlah koloni dapat dihitung sebagai berikut (1 ml larutan pengenceran dianggap
mempunyai berat 1 gr) :
Faktor pengenceran =
= pengenceran awal x pengenceran selanjutnya x jumlah yang ditumbuhkan
=
Koloni per ml =
Perhitungan jumlah koloni mikroba per cm2permukaan =
Kerusakan bahan oleh mikroba disebabkan oleh adanya pemecahan komponen
makanan oleh Mikroba seperti karbohidrat, protein, lemak dan H2O2 dan lain-lain.
Karbohidrat
Kebanyakan microbe dapat menggunakan karbohidrat sebagai sumber energy.
Masing-masing mikroba berbeda dalam kemampuannya untuk menggunakan berbagai
kerbohidrat, dan dalam caranya memecah karbohidrat. Tergantung dari spesiesnya, hasil-
hasil akhir dari pemecahan karbohidrat oleh mikroba dapat berupa asam-asam organic
(asam laktat, asetat, butirat atau propionate), produk-produk netral (aseton, butyl alcohol,
etil alkohol), dan bermacam-macam gas (metana, hydrogen, karbondioksida).
Terbentuknya hasil-hasil akhir dari pemecahan karbohidrat tersebut dapat dilihat melalui
beberapa pereaksi.
2.7 Teknik-teknik pewarnaan
Mikroorganisme sangat sulit dilihat dengan mikroskop cahaya, karena tidak
membiaskan cahaya. Dengan alasan inilah yang menyebabkan zat warna digunakan untuk
mewarnai mikroorganisme. Zat warna mengadsorbsi dan membiaskan cahaya sehingga
mikroorganisme tersebut terlihat kontras dengan sekelilingnya.
Banyak senyawa organik berwarna (zat pewarna) digunakan untuk mewarnai
mikroorganisme untuk pemeriksaan mikroskopis. Telah dikembangkan prosedur-prosedur
pewarnaan untuk :
a. Mengamati dengan lebih baik tampang morfologi mikroorganisme secara kasar.
b. Mengidentifikasi bagian-bagian struktural sel mikroorganisme.
c. Membantu mengidentifikasi dan/atau membedakan organisme yang serupa.
Langkah-langkah utama dalam mempersiapkan spesimen mikrobe yang diwarnai untuk
pemeriksaan mikroskopik ialah :
a. Penempatan olesan atau lapisan tipis spesimen pada kaca objek.
b. Fiksasi olesan itu pada kaca objek, biasanya dengan pemanasan, menyebabkan
mikroorganisme itu melekat pada kaca objek.
c. Aplikasi pewarna tunggal (pewarnaan sederhana) atau serangkaian larutan
pewarna atau reagen (pewarnaan diferensial).
Pewarnaan sederhana, pemberian warna pada bakteri atau jasad-jasad renik lain
dengan menggunakan larutan tunggal suatu pewarna pada lapisan tipis atau olesan yang
sudah difiksasi dinamakan pewarnaan sederhana. Lapisan tadi digenangi dengan larutan
pewarna selama jangka waktu tertentu, kemudian larutan itu dicuci dengan air dan kaca
objeknya dikeringkan dengan kertas pengisap.
Pewarnaan diferensial, prosedur pewarnaan yang menampilkan perbedaan
diantara sel-sel mikroba atau bagian-bagian sel mikrobe disebut teknik pewarnaan
diferensial. Dengan teknik ini biasanya digunakan lebih dari satu larutan zat pewarna atau
reagen pewarnaan.
Pewarnaan gram, adalah salah satu teknik pewarnaan diferensial yang paling
penting dan paling luas digunakan untuk bakteri ialah dengan pewarnaan gram. Dalam
proses ini olesan bakteri yang terfiksasi dikenai larutan-larutan berikut dalam urutan yang
telah ditentukan, yaitu ungu kristal, larutan yodium, alkohol (bahan pemucat) dan
safranin atau beberapa pewarna tandingan lain yang sesuai. Bakteri yang diwarnai dengan
metode gram ini dibagi menjadi dua kelompok. Salah satu diantaranya adalah bakteri
gram positif, mempertahankan zat pewarna ungu kristal dan karenanya tampak ungu tua.
Kelompok yang lain adalah bakteri gram negatif, kehilangan ungu kristal ketika dicuci
dengan alkohol dan sewaktu diberi pewarna tandingan dengan warna merah safranin,
tampak berwarna merah.
Pewarnaan gram masih merupakan salah satu prosedur yang paling banyak
digunakan untuk mencirikan banyak bakteri. Terutama lebih banyak digunakan di
laboratorium diagnostik rumah sakit karena informasi yang diperoleh dari pengamatan
spesimen yang diwarnani dengan pewarna gram dilakukan dengan cepat dan dapat
memberi pentujuk akan organisme penyebab suatu infeksi.
Beberapa macam metode pewarnaan, yaitu:
1). Pewarnaan spora
Spora pada bakteri merupakan struktur yang tahan panas dan tahan bahan kimia.
Spora dibentuk oleh bakteri tertentu untuk mengatasi lingkungan yang tidak
menguntungkan bagi bakteri tersebut. Bakteri pembentuk spora antara lain Bacillus,
Clostridium, Thermoactinomyces, Sporosarcina dan lain lain.
Spora bakteri dapat diwarnai dengan cara dipanaskan. Pemanasan ini
menyebabkan lapisan luar spora mengembang sehingga zat warna dapat masuk. Bahan
yang digunakan untuk pewarnaan spora adalah larutan hijau malakhit dan larutan
safranin.
2). Pewarnaan kapsula
Lapisan kapsul cukup tebal, sehingga dapat dilihat dengan mikroskop cahaya,
namun demikian sulit diwarnai sehingga perlu diberi pewarnaan khusus. Pada pewarnaan
negatif, latar belakangnya diwarnai zat warna negatif, sedangkan bakterinya diwarnai zat
warna basa. Kapsula tidak menyerap warna sehingga terlihat lapisan terang tembus
dengan latar belakang yang berwarna. Salah satu pewarnaan kapsula menurut raebiger
yaitu dengan menggunakan laruta formol-gentian violet Raebiger.
3). Pewarnaan flagela
Untuk melihat flagela digunakan cara khusus. Penambahan bahan kimia berupa
larutan mordan yang berguna untuk membengkakkan flagela sehingga dapat dilihat
dengan mikroskop cahaya.
4). Pewarnaan badan inkluisi
Beberapa bakteri dapat mensintesis badan inklusi atau granula yang disimpan
dalam sitoplasma. Asam PHB membentuk granula seperti lipida dapat diwarnai dengan
zat warna yang larut dalam lipida, sperti Sudan black B. Zat warna ini mewarnai granula
PHB menjadi biru tua, sedangkan sitoplasma menjadi merah. Bila ada spora dalam
bakteri, maka spora ini tidak akan menyerap warna. Zat warna yang larut dalam lipida
seringkali disebut zat warna netral, karena bagian berwarnanya tidak mempunyai muatan
dan mewarnai granula lipida karena larut dalam bahan lipida.
2.8 Ketahanan Mikroba Terhadap Perlakuan Panas
Dalam pengolahan dengan suhu tinggi ada 2 faktor yang harus diperhatikan yaitu
jumlah panas yang diberikan harus cukup untuk mematikan mikroba pembusuk dan
patogen dan jumlah panas yang digunakan tidak boleh menyebabkan penurunan gizi dan
cita rasa makanan. Dalam proses pemanasan ada hubungan antara panas dan waktu, yaitu
jika suhu yang digunakan rendah maka waktu pemanasan lama begitu juga sebaliknya.
(Winarno, 1980)
Pengolahan dengan suhu tinggi dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya
adalah sterilisasi, pasteurisasi, dan blanching. (Kartasapoetra, 1989). Sterilisasi adalah
membebaskan bahan dari semua mikroba dikarenakan beberapa spora bakteri relatif
lebih tahan terhadap panas. Selama proses sterilisasi dapat terjadi beberapa perubahan
terhadap makanan yang dapat menurunkan mutunya. Oleh karena itu jumlah panas yang
diberikan harus dihitung sedemikian rupa sehingga tidak merusak mutu makanan.
(Winarno, 1980)
Sterilisasi yaitu penggunaan suhu panas untuk membunuh mikroba dengan suhu
tinggi (121˚C selama 15 menit). Sterilisasi yang dapat dilakukan pada bahan pangan
adalah sterilisasi komersial. Makanan yang disteril secara komersil berarti semua mikroba
penyebab penyakit dan pembentuk racun dalam makanan telah dimatikan, demikian juga
mikroba pembusuk (Winarno, 1982). Pemanasan dengan cara ini dapat dilakukan dengan
menggunakan uap air panas bertekanan tinggi dan dapat dilakukan di dalam alat
“sterilizer”, “autoclave”, atau “retort”. Uap air pada 5 psi (di atas tekanan udara 1 atm)
bersuhu 109˚C, pada 10 psi bersuhu 115,5˚C dan pada 15 psi bersuhu 121,5˚C (Winarno,
1982).
Dengan indera, kita dapat mendeteksi adanya perubahan-perubahan didalam
makanan kita, tidak terkecuali kerusakan terhadap protein. Salah satu pengolahan dengan
suhu tinggi adalah pemanasan (blanching). Telah terbukti pemanasan yang berlebihan
sangat merugikan nilai gizi protein. Pada umumnya protein yang dipanaskan pada suhu
yang tinggi akan lebih sulit untuk dicerna. Nilai pemanasan dalam usaha pembebasan dari
pasasit-parasit dan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri adalah sangat penting.
Kita mengetahi bahwa perlakuan-perlakuan terhadap makanan harus diperlunak atau
diperkecil ukuran teksturnya, bila kita megkehendaki untuk memperlambat secara
optimal sebagai sumber zat dan gizi (Desroiser, 1988)
Pasteurisasi merupakan perlakuan panas pada suhu yang lebih rendah daripada
sterilisasi, dan biasanya dilakukan pada suhu dibawah titik didih air. Pasteurisasi biasanya
disertai dengan cara pengawetan yang lain, misalnya makanan yang dipasteurisasi
kemudian disimpan dengan cara pendinginan. Bahan pangan yang dipasteurisasi seperti
susu dapat disimpan selama 1 minggu didalam lemari es atau lebih tanpamengalami
perubahan rasa yang nyata. Pasteurisasi biasanya dilakukan pada suhu 63 oC (145 oF)
selama 30 menit. Kadang-kadang pasteurisasi juga dilakukan secara cepat yaitu 72 oC
(161 oF) selama 15 detik. (Winarno, 1980)
Blanching adalah pemanasan pendahuluan yang biasanya dilakukan terhadap
buah-buahan dan sayur-sayuran terutama untuk menginaktifkan enzim-enzim dalam di
bahan pangan tersebut, diantaranya adalah enzim katalase dan peroksidase yang
merupakan enzim-enzim yang paling tahan panas pada sayur-sayuran ( Winarno, 1980).
Perlakuan blanching praktis selalu dilakukan jika bahan pangan akan dibekukan, karena
pembekuan tidak dapat menghambat keaktifan enzim dengan sempurna. Tergantung
panas yang diberikan, “blanching” juga dapat mematikan beberapa mikroba ( Winarno,
1980).
Meskipun bukan untuk tujuan pengawetan, tetapi blanching merupakan
penggunaan panas yang selalu dilakukan sebelum bahan pangan tersebut dikalengkan,
dikeringkan atau dibekukan Tergantung pada proses selanjutnya, blanching dapat
dibedakan dalam dua perlakuan yaitu:
a.Blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pembekuan dan pengeringan
b.Blanching sebagai perlakuan pendahuluan untuk proses pengalengan (Winarno, 1980).
Menurut winarno (1980) tujuan blanching sebagai perlakuan pendahuluan pada
proses pembekuan dan pengeringan adalah :
1. Untuk mengurangi jumlah mikroba pada permukaan bahan pangan dengan cara
menurunkan mikroflora dari produk selama proses
2. Untuk menginaktifkan enzim yang tidak diinginkan yang mungkin dapat merubah warna,
tekstur, cita rasa, maupun nutrisinya dalam penyipanan
3. Membersihkan atau menghilangkan beberapa substansi semacam getah pada bahan dasar
yang dapat menyebabkan off flavour
4. Mempertahankan warna alami bahan pangan
Perambatan panas dapat berjalan secara konduksi, konversi dan radiasi. Dalam
pengalengan makanan biasanya perambatan panas berjalan secara konveksi dan
konduksi. Sifat perambatan panas ini perlu diperhatikan untuk menentukan jumlah panas
optimum yang harus diberikan pada makanan kaleng. (Desrosier, 1988)
Pengolahan dengan suhu tinggi dapat juga dilakukan dengan metoda pengeringan
dengan cara mengeluarkan air seluruhnya atau sebagian dari suatu bahan dengan cara
menguapkannya dengan menggunakan energi panas. Biasanya kandungan air bahan
tersebut dikurangi sampai suatu batas agar mikroba tidak dapat tumbuh didalamnya.
(Kartasapoetra, 1989)
III. MATERI METODA
3.1 Bahan dan Peralatan Praktikum
Bahan yangdugunakan dalam praktikum ini adalag sayur, susu dan telur. Bahan
kimia yang digunakan antara lain media PCA (Plat Count Agar), garam Fisiologis, Kristal
violet, iodium, alkohol, safranin, aquades.
Peralatan yang digunakan timbangan analitik, onkubator, pipet 1 ml, jarum
ose, kaca preparal, pipet tetes, erlemeyer, tabung reaksi, kompor listrik, autoclave,
bunsen, pertridish, termometer.
3.2 Metoda Praktikum
3.2.1 Metode Penghitungan Total Koloni
Sterilisasi Alat
Alat-alat seperti tabung reaksi, petridish, piper 1 ml, media kultur dan garam
fisiologis disterilkan dalam autoclave pada suhu 121⁰C selama 15 menit dengan tekanan
15 lb (Volk dan Wheeler, 1988). Jarum ose disterilkan dengan membakarnya diatas api
bunsen hingga membara, dibiarkan beberapa saat dan digunakan untuk setiap kali
penggunaannya.
Pembuatan Media Agar (PCA)
Setelah semua peralatan dibersihkan dan disterilkan, maka PCA ditimbang dalam
erlemeyer sebanyak 13,5 gram/200 ml aquades. Selanjutnya, larutan dihomongenkan
dengan magnetic stirrer sampai homogen. Medium di panaskan diatas kompor listrik
sampai mendidih dengan hati-hati agar medium tidak melimpah dari erlemeyer.
Selanjutnya, dilakukan sterilisasi dengan autoclave pada suhu 121 ⁰C selama 15 menit,
tekanan 15 lb. Terakhir medium dituangkan ke dalam petridish yang telah disterilkan dan
dibiarkan membeku.
Jumlah Total Koloni Bakteri
Pelaksanaan perhitungan jumlah bakteri yang terdapat di dalam sayur, telur dan
susu menggunakan Standat Plate Count dengan Spread method berdasarkan modifikasi
metode Harley dan Prescott (1993) yaitu:
1. Semua peralatan untuk menganalisis jumlah bakteri disterilkan dalam autoclave
selama 15 menit pada suhu 121ºC dengan tekanan 15 lb, terlebih dahulu
dibungkus dengan kertas.
2. Diambil sampel 1 gram dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 9 ml
larutan garam fisiologis, sehingga diperoleh pengenceran 10-¹.
3. Dari campuran tersebut diambil 1 ml dan dimasukkan kedalam tabung reaksi
yang telah berisi 9 ml garam fisiologis, sehingga diperoleh pengencer 10-².
4. Dari pengenceran 10-² diambil lagi 1 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi
berikutnya yang telah berisi 9 ml garam fisiologis. Dengan demikian diperoleh
pengenceran 10-³.
5. Pengenceran dilakukan seterusnya dengan metoda yang sama sampai
pengenceran 10-6.
6. Pada pengenceran 10-4, 10-5 dan 10-6, masing-masing diambil 1 ml dan
dimasukkan kedalam media PCA dan diratakan.
7. Inokulum disimpan dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 37ºC.
8. Setelah 48 jam bakteri yang tumbuh dihitung dengan menggunakan alat Quebec
Coloni Counter.
Perhitungan total koloni bakteri yaitu:
CFU/ml = Σ koloni x x
3.2.2 Pewarnaan Gram
Pada proses pewarnaan gram, harus gelas obyek yang bersih.
Pembersihan ini dilakukan supaya gelas obyek bebas lemak dan debu.
Pembersihan biasanya menggunakan alkohol . Setelah di cuci
kemudian di beri satu tetes aquades pada permukaan gelas obyek.
Kultur bakteri murni diambil dan diratakan diatas kaca obyek.
Pengambilan kultur bakteri tidak diambil terlalu banyak, karena jika
terlalu banyak akan sulit diratakan dan apabila kultur bakteri tidak
dapat diratakan tipis-tipis maka bakteri akan tertimbun hal ini akan
mengakibatkan pemeriksaan bentuknya satu per satu menjadi tidak
jelas.
Apabila sudah kering, dilakukan fiksasi dengan cara melewatkan
diatas nyala api. Proses fiksasi dilakukan supaya bakteri benar-benar
melekat pada kaca obyek sehingga olesan bakteri tidak akan terhapus
apabila dilakukan pencucian. Yang perlu diperhatikan dalam proses
fiksasi adalah bidang yang mengandung bakteri dijaga agar tidak
terkena nyala api. Setelah dilakukan fiksasi kemudian ditetesi dengan
kristal violet dan dibiarkan. Kemudian dicuci dengan air mengalir dan
dibiarkan sampai kering (dengan cara dianginkan). Pencucian dengan
air bertujuan untuk mengurangi kelebihan zat warna dari violet
kristal. Setelah kelebihan zat warna dicuci dengan air kemudian
diberi larutan iodin dan dibiarkan sehingga terbentuk suatu kompleks
antara violet kristal dan iodin. Olesan bakteri kemudian dicuci
kembali dengan air mengalir. Kemudian dicuci dengan etanol dan
dicuci kembali dengan air mengalir.
Pewarnaan selanjutnya dengan menggunakan safranin dan
diamkan. Kemudian cuci dengan air mengalir dan kering dianginkan,
kemudian diamati dibawah mikroskop. Pemberian kristal violet pada
bakteri gram positif akan meninggalkan warna ungu muda. Perbedaan
respon terhadap mekanisme pewarnaan gram pada bakteri adalah
didasarkan pada struktur dan komposisi dinding sel bakteri. Bakteri
gram positif mengandung protein dan gram negative mengandung
lemak dalam persentasi lebih tinggi dan dinding selnya tipis.
Pemberian alkohol (etanol) pada praktikum pewarnaan bakteri,
menyebabkan terekstraksi lipid sehingga memperbesar permeabilitas
dinding sel.
Pewarnaan safranin masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel
menjadi berwarna merah pada bakteri gram negatif sedangkan pada
bakteri gram positif dinding selnya terdehidrasi dengan perlakuan
alkohol, pori – pori mengkerut, daya rembes dinding sel dan membran
menurun sehingga pewarna safranin tidak dapat masuk sehingga sel
berwarna ungu.
3.2.3 Uji Ketahanan Mikroba Terhadap Panas
Metoda yang digunakan unutuk uji ketahanan mikroba terhadap panas dilakukan
pada tiga metoda yang berbeda yaitu pasteirusasi (suhu 60ºC), sterilisasi (100ºC) dan
sterilisasi absolut (120ºC). Inokulum yang digunakan adalah bakteri yang berasal dari
telur yang diperoleh dari pengujian total koloni pada telur.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Total Koloni Bakteri
Hasil penghitungan total koloni bakteri setelah diinkubasi selama 48 jam adalah sebagai
berikut:
Tabel 4. Hasil Total Koloni Bakteri Pada Sayur, Telu dan Susu
Sampel Jumlah Total Koloni
10-4 10-5 10-6
Sayur 115 87 12
Telur 53 6 2
Susu 1 - -
Sayur Telur Susu
Gambar: Total Koloni Bakteri pada Sayur, Telur dan Susu
Pertumbuhan populasi koloni pada bahan sayur, telur di media koloni pada media
PCA diperoleh hasil populasi cukup banyak dimana PCA merupakan media pertumbuhan
untuk semua mikroba yang ada pada bahan, hal ini disebabkan banyak faktor diantaranya
kemungkinan adanya kontaminasi pada bahan tersebut. Sementara pada sampel susu
hanya terdapat satu koloni bakteri hal ini disebabkan karena sampel susu yang digunakan
adalah susu UHT, dimana kontaminasi terjadi mingkin saja pada saat kemasan dibuka
hingga dilakukan penenceran.
Menurut Supardi (1999) factor intrinsic bahan pangan merupakan semua faktor
yang mempengaruhi populasi mikroba yang berasal dari bahan makanan. Factor ini dapat
meliputi sifat kimia atau komposisi, sifat fisik dan struktur makanan. Diantara faktor-
faktor tersebut, misalnya aw (aktifitas air), komposisi nutrient, pH, potensial redoks,
adanya bahan pengawet tambahan dan alami, lain sebagainya. Dalam hal ini misalnya
adanya suatu mikroba yang terdapat di dalam bahan makanan, berupa daging akan
berbeda dengan jenis mikroba yang dominan terdapat pada bahan makanan dari sayuran
dan sayuran, karena kedua kelompok bahan makanan tersebut mempunyai komposisi
pH, potenseial redoks dan sifat-sifat lainnya yang berbeda. Disamping itu, mikroflora
permukaan suatu jenis bahan pangan mungkin berbeda dengan mikroflora yang terdapat
pada bagian dalam daging, mungkin bersifat aerobik atau anaerobik fakultatif, sedangkan
pada bagian luarnya bersifat mikroba aerob.
Menurut Fardiaz (1988), bahwa pertumbuhan bakteri juga ditentukan oleh fase
pertumbuhan. Jika suatu bakteri mempunyai waktu generasi 20 menit berarti suatu sel
bakteri tersebut akan memperbanyak diri menjadi dua sel dalam waktu 20 menit. Jika sel
tersebut diinkubasi di dalam suatu medium pada kondisi yang optimum untuk
pertumbuhannya, maka dalam waktu 48 jam sel tersebut akan mengalami pembelahan
sebanyak 48 (60)/20 kali atau 144 generasi. Pertumbuhan jasad renik di dalam kultur
statis digambarkan sebagai sebagai suatu kurva seperti pada Gambar berikut :
Fase pertumbuhan statis
Fase menuju kematian
Fase pertumbuhan lama
Fase kematian
Fase logaritmik
Fase adaptasi
Fase
pertumbuhan awal
Gambar Kurva pertumbuhan kultur jasad renik
4.2 Pewarnaan Gram
Hasil Praktikum pewarnaan gram pada bakteri yang mengkontaminasi telur yang
diamati dibawak mikroskop dengan pembesaran 100 kali. Namun hasil dari pewarnaan
ini memberikan warna yang tidak terlalu baik sehingga jenis bakteri gram positi dan garm
negatif menjadi sulit untuk diamati. Berikut adalah hasil pewarnaan.
Gambar: Pewarnaan Gram pada Bakteri
Bakteri Gram-negatif adalah bakteri yang tidak
mempertahankan zat warna metil ungu pada metode pewarnaan
Gram. Bakteri gram-positif akan mempertahankan zat warna metil
ungu gelap setelah dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram-
negatif tidak. Pada uji pewarnaan Gram, suatu pewarna penimbal
(counterstain) ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua
bakteri gram-negatif menjadi berwarna merah atau merah muda.
Pengujian ini berguna untuk mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini
berdasarkan perbedaan struktur dinding sel mereka.
Dalam proses ini olesan bakteri yang terfiksasi dikenai larutan-larutan berikut dalam
urutan yang telah ditentukan, yaitu ungu kristal, larutan yodium, alkohol (bahan pemucat)
dan safranin atau beberapa pewarna tandingan lain yang sesuai. Bakteri yang diwarnai
dengan metode gram ini dibagi menjadi dua kelompok. Salah satu diantaranya adalah
bakteri gram positif, mempertahankan zat pewarna ungu kristal dan karenanya tampak
ungu tua. Kelompok yang lain adalah bakteri gram negatif, kehilangan ungu kristal
ketika dicuci dengan alkohol dan sewaktu diberi pewarna tandingan dengan warna merah
safranin, tampak berwarna merah.
Pengecatan gram dilakukan dalam 4 tahap yaitu :
1. Pemberian cat warna utama (cairan kristal violet) berwarna
ungu.
2. Pengintesifan cat utama dengan penambahan larutan mordan
JKJ.
3. Pencucian (dekolarisasi) dengan larutan alkohol asam.
4. Pemberian cat lawan yaitu cat warna safranin
Pada proses pewarnaan gram, harus gelas obyek yang bersih.
Pembersihan ini dilakukan supaya gelas obyek bebas lemak dan debu.
Pembersihan biasanya menggunakan alkohol . Setelah di cuci
kemudian di beri satu tetes aquades pada permukaan gelas obyek.
Kultur bakteri murni diambil dan diratakan diatas kaca obyek.
Pengambilan kultur bakteri tidak diambil terlalu banyak, karena jika
terlalu banyak akan sulit diratakan dan apabila kultur bakteri tidak
dapat diratakan tipis-tipis maka bakteri akan tertimbun hal ini akan
mengakibatkan pemeriksaan bentuknya satu per satu menjadi tidak
jelas.
Perbedaan dasar antara bakteri gram positif dan negatif adalah
pada komponen dinding selnya. Kompleks zat iodin terperangkap
antara dinding sel dan membran sitoplasma organisme gram positif,
sedangkan penyingkiran zat lipida dari dinding sel organisme gram
negatif dengan pencucian alcohol memungkinkan hilang dari sel.
Bakteri gram positif memiliki membran tunggal yang dilapisi
peptidohlikan yang tebal (25-50nm) sedangkan bakteri negative
lapisan peptidoglikogennya tipis (1-3 nm). Sifat bakteri terhadap
pewarnaan Gram merupakan sifat penting untuk membantu
determinasi suatu bakteri. Beberapa perbedaan sifat yang dapat
dijumpai antara bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif yaitu:
Ciri-ciri bakteri gram negatif yaitu:
1. Struktur dinding selnya tipis, sekitar 10 – 15 mm, berlapis
tiga atau multilayer.
2. Dinding selnya mengandung lemak lebih banyak (11-22%),
peptidoglikan terdapat didalam
3. Lapisan kaku, sebelah dalam dengan jumlah sedikit ± 10%
dari berat kering, tidak mengandung asam tekoat.
4. Kurang rentan terhadap senyawa penisilin.
5. Pertumbuhannya tidak begitu dihambat oleh zat warna
dasar misalnya kristal violet.
6. Komposisi nutrisi yang dibutuhkan relatif sederhana.
7. Tidak resisten terhadap gangguan fisik.
8. Resistensi terhadap alkali (1% KOH) lebih pekat
9. Peka terhadap streptomisin
10. Toksin yang dibentuk Endotoksin
Ciri-ciri bakteri gram positif yaitu:
1. Struktur dinding selnya tebal, sekitar 15-80 nm, berlapis
tunggal atau monolayer.
2. Dinding selnya mengandung lipid yang lebih normal (1-4%),
peptidoglikan ada yang sebagai lapisan tunggal. Komponen
utama merupakan lebih dari 50% berat ringan. Mengandung
asam tekoat.
3. Bersifat lebih rentan terhadap penisilin.
4. Pertumbuhan dihambat secara nyata oleh zat-zat warna seperti
ungu kristal.
5. Komposisi nutrisi yang dibutuhkan lebih rumit.
6. Lebih resisten terhadap gangguan fisik.
7. Resistensi terhadap alkali (1% KOH) larut
8. Tidak peka terhadap streptomisin
9. Toksin yang dibentuk Eksotoksin Endotoksin
4.3 Ketahan Mikroba Terhadap Panas
Hasil praktikum ketahanan mikroba terhadap panas yang dilakukan pada 3
metoda dalam waktu 5 menit adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Pengaruh Ketahanan Mikroba Terhadap Panas
Metoda Jumlah total koloni
Pasteurisasi (60ºC) Banyak
Sterilisasi (100ºC) Negatif
Sterilisasi absolut (120ºC) Negatif
Pengolahan dengan suhu tinggi dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya
adalah sterilisasi, pasteurisasi, dan blanching. (Kartasapoetra, 1989). Sterilisasi adalah
membebaskan bahan dari semua mikroba dikarenakan beberapa spora bakteri relatif
lebih tahan terhadap panas. Selama proses sterilisasi dapat terjadi beberapa perubahan
terhadap makanan yang dapat menurunkan mutunya. Oleh karena itu jumlah panas yang
diberikan harus dihitung sedemikian rupa sehingga tidak merusak mutu makanan.
(Winarno, 1980).
Total koloni yang tumbuh pada media PCA dengan proses pasteurisasi
membuktikan bahwa bakteri pada sampel telur belum mati dengan susu pasteirusasi pada
waktu 5 menit. Pasteurisasi adalah perlakuan panas pada suhu yang lebih rendah daripada
sterilisasi, dan biasanya dilakukan pada suhu dibawah titik didih air. Pasteurisasi biasanya
disertai dengan cara pengawetan yang lain, misalnya makanan yang dipasteurisasi
kemudian disimpan dengan cara pendinginan. Bahan pangan yang dipasteurisasi seperti
susu dapat disimpan selama 1 minggu didalam lemari es atau lebih tanpamengalami
perubahan rasa yang nyata. Pasteurisasi biasanya dilakukan pada suhu 63 oC (145 oF)
selama 30 menit. Kadang-kadang pasteurisasi juga dilakukan secara cepat yaitu 72 oC
(161 oF) selama 15 detik. (Winarno, 1980).
Sementara itu, pada perlakuan panas sterilisasi yaitu 100ºC bakteri mati dalam
waktu 5 menit, hal ini ditunjukkan denga tidak terdapatnya pertumbuhan total koloni
pada media. Sterilisasi yaitu penggunaan suhu panas untuk membunuh mikroba dengan
suhu tinggi (121˚C selama 15 menit). Sterilisasi yang dapat dilakukan pada bahan pangan
adalah sterilisasi komersial. Makanan yang disteril secara komersil berarti semua mikroba
penyebab penyakit dan pembentuk racun dalam makanan telah dimatikan, demikian juga
mikroba pembusuk (Winarno, 1982). Pemanasan dengan cara ini dapat dilakukan dengan
menggunakan uap air panas bertekanan tinggi dan dapat dilakukan di dalam alat
sterilizer, autoclave, atau retort. Uap air pada 5 psi (di atas tekanan udara 1 atm) bersuhu
109˚C, pada 10 psi bersuhu 115,5˚C dan pada 15 psi bersuhu 121,5˚C (Winarno, 1982).
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pengujian total koloni bakteri dilakukan untuk mengetahui jumlah
mikroorganisme yang mengkontaminasi suatu bahan. Dimana keadaan
mikrorganisme akan mempengaruhi kondisi bahan pangan yang menyebab kerisakan
sehingga pangan tidak dapat dikonsumsi.
Keberdaan mikrorganisme dapat diindikasikan sebagai kebususkan pangan yang
merupakan salah satu standar bahwa suatu produk masih dapat dikonsunsi atau tidak.
Pewarnaan diferensial merupakan pewarnaan menggunakan lebih dari satu
macam zat warna yang bertujuan untuk membedakan antar bakteri.Dengan metode
pewarnaan Gram, bakteri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bakteri Gram
positif dan Gram negatif berdasarkan reaksi atau sifat bakteri terhadap cat tersebut.
Pewarnaan bakteri dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : fiksasi, peluntur warna,
substrat, intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup. Pada bakteri
gram positif menunjukkan warna biru ungu dan bakteri gram negatif berwarna merah.
Ketahan mirkroorganisme terhadap perlakuan penggolahan seperti perlakuan
panas tergantung pada metode yang digunakan. Dimana tidak semua jenis
mikroorganisme dapat mati pada proses pasteurisasi. Serta ketahanan mikroba
terhadap panas juga tergantung dari lama dari pemensan tersebut.
5.2 Saran
Ketersedian alat-alat laboratorim merupakan salah satu kendala dalam pelaksaan
praktikum untuk memperoleh hasil yang lebih baik, sehingga hasil yang diperoleh tidak
memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Mikrobiologi pangan dan Lingkungan. http://www.google.com
Anonym. 2011. Mengenal Media Pertumbuhan Mikroba. http://rachdie.blogsome.com/2006/10/18/mengenal-media-pertumbuhan-mikrobial/
Astawan dan Made. 2007. Wapadai Bakteri Patogen pada
Makananfile:///D:/Download/mikro/ptofriend.aspx.htm
Djaafar. 2007. Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian, Penyakita yang Ditimbulkan dan Pencegahannya.http://pustaka-deptan.go.id. [30 Juni 2009].
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Penerbit PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Madigan et al., 1995. Biology of microorganisms, Prentice Hall, Inc., New Jersey.
Metting, F.B. (1993). Soil Microbial Ecology. Applications in Agriculture and
Environment Management.Marcel Dekker. Inc. NY
Nurwantoro dan A. S. Djarijah.1999. Mikrobiologi Pangan Hewani - Nabati.
Penerbit Kanisius, Jakarta.
Pelczhar. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi 1. Jakarta. UI Press.
Muchtadi dan Sugiono. 1992. Imu Pengetahuan Bahan Pangan. Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi Pusat Antara Universitas Pangan dan gizi IPB: Bogor.
Muchtadi, Deddy. 2005. Keamanan Pangan. Department of Food Science and Technology, IPB: Bogor.
Saparinto, Cahyo dan Diana Hidayati. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Kanisius: Yogyakarta.
Winarno, F.G; S. Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologo Pangan. PT Gramedia : Jakarta.
Top Related