i
METODE PENENTUAN ARAH KIBLATMASJID AGUNG AT TAQWA BONDOWOSO
JAWA TIMUR
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi SyaratGuna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.1)
Dalam Ilmu Syari’ah
Oleh :SITI MUSLIFAH
NIM : 0 7 2 1 1 1 0 7 8
KONSENTRASI ILMU FALAKJURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARI'AHINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG2010
ii
H. Ahmad Izzuddin, M.Ag.
Bukit Beringin Lestari Blok C No. 131
Ngaliyan Semarang
Anthin Latifah, M.Ag.
Banjarsari Rt. 001 Rw. 007
Beringin Ngaliyan Semarang
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp. : 4 (empat) eks.
Hal : Naskah Skripsi
An. Sdr. Siti Muslifah
Assalamu alaikum Wr. Wb.
Setelah saya mengoreksi dan mengadakan perbaikan seperlunya,
bersama ini saya kirim naskah skripsi Saudara :
Nama : Siti Muslifah
N I M : 072111078
Judul : Metode Penentuan Arah Kiblat Masjid Agung At Taqwa
Bondowoso Jawa Timur
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi Saudara tersebut dapat segera
dimunaqasyahkan.
Demikian harap menjadi maklum.
Wassalamu alaikum Wr. Wb.
Semarang, 13 Desember 2010
Pembimbing I
H. Ahmad Izzuddin, M.Ag
NIP : 19720512 199903 1003
Pembimbing II
Anthin Latifah, M.Ag
NIP. 19751107 200112 2 002
iii
KEMENTERIAN AGAMAINSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
FAKULTAS SYARI’AHAlamat : Jalan Prof. Dr. Hamka KM. 3 Semarang 50159 telp. (024) 7601297
PENGESAHAN
Nama : Siti Muslifah
N I M : 072111078
Fakultas / Jurusan : Syari’ah / Al Ahwal Asy Syakhsiyah / Konsentrasi Ilmu
Falak
Judul : Metode Penentuan Arah Kiblat Masjid Agung At Taqwa
Bondowoso Jawa Timur
Telah dimunaqosahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah Institut Agama
Islam Negeri Walisongo Semarang, pada tanggal :
30 Desember 2010
dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan
studi Program Sarjana Strata 1 (S.1) tahun akademik 2010/ 2011 guna
memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Syari’ah.
Semarang, 30 Desember 2011
Dewan Penguji,
Ketua Sidang
Drs. H. Abdul Ghafur, M.AgNIP. 19670117 199703 1 001
Sekretaris Sidang
Anthin Latifah, M.AgNIP. 19751107 200112 2 002
Penguji I
Drs. Agus Nurhadi, MANIP. 19660407 199103 1 004 .
Penguji II
Ahmad Syifaul Anam, SHI, MHNIP. 19800120 200312 1 001
Pembimbing I
H. Ahmad Izzuddin, M.AgNIP : 19720512 199903 1003
Pembimbing II
Anthin Latifah, M.AgNIP. 19751107 200112 2 002
iv
M O T T O
Artinya: Dan dari mana saja kamu ke luar, maka palingkanlahwajahmu ke arah Masjidil Haram; sesungguhnya ketentuan itubenar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-
kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.(QS. Al Baqarah: 149)
v
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kepersembahkan untuk:
Bapak ibuku tercinta (Musawir & Rahmani), yang rela
berkorban membanting tulang tanpa kenal lelah dan
letih, dengan bersimbah peluh dan air mata selalu
membimbing dan menasihati,, yang selalu mendoakan
dengan keikhlasan hatinya,, kasih sayang yang tak
pernah kering selalu tercurah padaku
doa dan ridhamu selalu kuharapkan
Mbahku (siti Aisyah),
Mbakku (Nurul Jannah), kakakku (Yasin Drajat
Supriyadi),
adik-adikku (Zulfa Majidah dan Kafina Husnul Khotimah),
serta keponakan kecilku (Muhammad Royyan)
yang selalu membantu, mendukung, dan menghiburku,
Guru-guruku semua,, atas segala ilmu yang diajarkan,,,
budi baikmu takkan pernah terlupakan,,
White lily-ku,, yang selalu kuat berjuang
di tempat dingin sekalipun,,, pengorbanan yang tak
kenal lelah membuatku mengerti akan kehidupan,,,
Kotaku tercinta Bondowoso,, teruslah berbenah dan
hadapi tantangan zaman dengan kekuatan yang
tersimpan,,,
sejarah tak slalu berulang,,,
Sahabat-sahabatku semua,,,,,
vi
DEKLARASI
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan
bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis orang lain
atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun
pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam
referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, 13 Desember 2010
Deklarator
Siti Muslifah NIM. 072111078
vii
ABSTRAKMasjid Agung At Taqwa Bondowoso yang merupakan masjid kebanggaan
bagi masyarakat Bondowoso adalah masjid yang tergolong sangat tua dan kuno.Dibangun sekitar tahun 1809 oleh pembabat wilayah Bondowoso pertama yaituRaden Bagus Assra. Seiring berjalannya waktu, masjid ini mengalami beberapakali renovasi dengan beberapa pengukuran arah kiblatnya. Dari data yangdiperoleh diketahui bahwa telah dilakukan renovasi sebanyak empat kali dengantiga kali pengukuran kiblat. Dengan adanya beberapa kali renovasi danpengukuran kiblat dengan metode yang berbeda merupakan hal yangmelatarbelakangi penulis untuk mengetahui metode penentuan arah kiblat disanasehingga diketahui seberapa besar keakurasian dalam tiap pengukurannya.
Penelitian yang penulis lakukan merupakan penelitian yang bersifatlapangan (field reseach). Sedangkan data primer yang digunakan adalah hasilpengukuran yang telah dilakukan sebelumnya, hasil wawancara dengan takmirmasjid, juga serta orang-orang yang mengetahui sejarah mengenai beberapapenentuan arah kiblat Masjid Agung At Taqwa Bondowoso. Data-data tersebutkemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis deskriptif dankomparatif, yakni mengkomparasikan beberapa metode penentuan arah kiblatMasjid Agung At Taqwa Bondowoso dengan metode penentuan arah kiblatkontemporer dalam hal keakurasiannya.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa metodepenentuan arah kiblat Masjid Agung At Taqwa Bondowoso yang pertama denganmenggunakan bincret, kemudian dilakukan pengukuran lagi pada renovasiselanjutnya yaitu dengan menggunakan rubu’ mujayyab. Departemen Agamamelalui seksi Urais-nya juga melakukan pengukuran pada tahun 1998 denganmenggunakan kompas. Penulis juga melakukan pengukuran pengukuran padatanggal 27 Juli 2010 dengan menggunakan theodolite, GPS, dan waterpass denganhasil pengukuran 293o 55’ 49.51” dan arah kiblat yang ada saat ini bergeser ataukurang sebesar 2o 37’ 10.38” ke arah utara.
Akurasi metode penentuan arah kiblat Masjid Agung At TaqwaBondowoso dalam setiap pengukuran berbeda. Penentuan arah kiblat denganmenggunakan theodolite, GPS, dan waterpass lebih akurat daripada metodelainnya. Penggunaan alat-alat tersebut lebih diutamakan karena memiliki tingkatkeakuratan yang sangat tinggi juga didukung oleh data-data yang dapatdipertanggungjawabkan. Adapun metode dan alat yang digunakan dari renovasike renovasi dalam kurun waktu yang cukup lama memiliki tingkat keakuratanyang tinggi ‘pada zamannya . Maka apabila seseorang dapat menghadap kiblatdengan tepat menggunakan teknologi yang memiliki keakuratan tinggi, haltersebut yang wajib dipilih untuk meningkatkan keyakinan bahwa telahmenghadap kiblat dengan tepat. Penulis berpendapat bahwa sudah seharusnyahasil pengkuran dan perhitungan tersebut dapat digunakan untuk “meluruskankembali” arah kiblat Masjid Agung At Taqwa Bondowoso sebagai upaya untukmemantapkan keyakinan orang yang hendak melaksanakan ibadah di MasjidAgung tersebut.
Kata kunci : arah kiblat, akurasi, Masjid Agung At Taqwa Bondowoso
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT.
Robbal ’Alamin atas segala limpahan rahmat, hidayah dan inayahnya. Sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Metode Penentuan Arah
Kiblat Masjid Agung At Taqwa Bondowoso Jawa Timur dengan baik tanpa
banyak kendala yang berarti. Shalawat dan salam senantiasa penulis haturkan
kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para
pengikutnya yang telah membawa Islam dan mengembangkannya hingga
sekarang ini.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini bukanlah hasil jerih
payah penulis secara pribadi. Tetapi semua itu merupakan wujud akumulasi dari
usaha dan bantuan, pertolongan serta do’a dari berbagai pihak yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi tersebut. Oleh karena itu, penulis
sampaikan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang dan Pembantu-pembantu
Dekan, yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk menulis skripsi
tersebut dan memberikan fasilitas belajar hingga kini.
2. Kementerian Agama Republik Indonesia khususnya Pedepontren yang telah
mengalirkan dana demi kelancaran studi penulis sampai tahap akhir sehingga
dapat terlewati tanpa hambatan yang berarti,
3. Program Studi Konsentrasi Ilmu Falak khususnya Bapak Drs. H. Eman
Sulaeman, MH, Bapak Maksun, M.Ag, Bapak H. Ahmad Izzuddin, M.Ag,
serta Bapak Ahmad Syifaul Anam, SHI. MH, yang selalu membimbing,
mengarahkan, dan memperhatikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi lebih cepat.
4. H. Ahmad Izzuddin, M.Ag, selaku pembimbing I, atas inspirasi, arahan,
bimbingan dan atas pinjaman buku-buku falak yang penulis butuhkan.
5. Anthin Latifah, M.Ag selaku pembimbing II, atas bimbingan dan pengarahan
yang diberikan dengan sabar dan tulus ikhlas
ix
6. Bapak kajur, sekjur, dosen-dosen dan karyawan Fakultas Syari’ah IAIN
Walisongo Semarang, atas segala didikan, bantuan dan kerjasamanya.
7. Bapak dan Ibuku tercinta beserta segenap cinta kasihnya yang selalu
mendoakan, memberikan perhatian, serta dukungan dengan penuh kelembutan
dan kasih sayang, yang tidak dapat penulis ungkapkan dalam untaian kata-
kata.
8. Mbah, mbak, kakak, mase, adik-adikku, dan keponakanku dengan support dan
semangatnya yang selalu dicurahkan padaku hingga terselesaikannya skripsi
ini. Juga atas kesediaannya mengantarkanku kemanapun untuk mencari data.
9. Seluruh keluarga dan handai taulan di Bondowoso dan Jember, dengan
nasihat-nasihat dan support-nya sehingga penulis menjadi lebih bersemangat
dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Keluarga Besar Pengurus Masjid Agung At Taqwa Bondowoso, khususnya
kepada Bapak Hodari HS, H. Ahmad Shodiq, Bapak Imam Barmawi Burhan,
Ustadz Ahmad Taufik, dan Firman Arif Wicaksono, yang telah memberikan
izin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta atas bantuan dan
kerjasamanya.
11. Keluarga Besar ‘Ki Ronggo Bondowoso’, khususnya kepada Bapak E.M.
Guntur, SR, dan Bapak H. Hasyim bin Mukhtar yang telah rela meluangkan
waktunya untuk menceritakan perihal sejarah yang berkaitan dengan Masjid
Agung At Taqwa Bondowoso.
12. Segenap jajaran pejabat pemerintahan Kabupaten Bondowoso, Kementerian
Agama Bondowoso, Tim Hisab Rukyat Bondowoso, serta organisasi-
organisasi masyarakat, khususnya kepada Bapak Drs. H. Moh. Arab
Sudarman, M.Hi, Bapak Abdul Ghafur, Bapak Suharyono, KH. Muiz
Turmudzi, KH. Ali Salam, Basuki Rochani, BA, H. M. Noer Fauzan, S.Ag,
M.Pdi dan Bapak Lili dalam pemberian data-data yang penulis butuhkan juga
atas bantuannya dan kerjasamanya.
13. Keluarga Besar Pondok Pesantren Daarun Najaah Jerakah Tugu Semarang,
khususnya kepada KH. Sirojd Chudlori dan Ahmad Izzuddin, M.Ag, selaku
pengasuh yang juga menjadi motivator dan inspirator penulis dan yang telah
x
memberikan ilmu-ilmunya dan juga telah meminjamkan semua buku-buku
falak yang penulis butuhkan serta atas bimbingan dan arahannya.
14. Keluarga Besar Pondok Pesantren Darus Sholah, Jember, khususnya pengasuh
dan dewan asatidz, atas segala bantuan doa dan dorongan semangatnya,
15. Teman-temanku konsentrasi Ilmu Falak 2007 (Ibor, Saropah, Usro’, Cepot,
Entong, Mahyo, Jadul, Anip, Bunda, Yuyun, Tante, Ayuk, Ipeh, Bekong,
Mbah Uti, Teh Anis, Je, Oki, Ari, Hasan, Rahman, Oji’, mbah Ansor, Encep,
Faqih, Riva, Samsul, Mannan, dan Maryani), kalianlah inspirasiku untuk slalu
semangat belajar dan berkarya, terus berjuang kawan, ini baru permulaan,
dunia baru sejengkal kita lewati!
16. Penghuni kamar As Syamsiyah (Najib, Iun, Olis, Inay, Endang, Ibor, Faroh),
bertahanlah dengan panasnya kamar, itulah takdir, nama sesuai dengan
keadaannya.
17. D’ Najira, yang slalu mendukung dan memberikan supportnya, teruslah
berkarya menciptakan kreatifitas yang tak terduga dan mencengangkan,
kompak selalu!
18. Adik angkatan 2008, 2009, dan 2010, terus semangat dalam belajar dan
berjuang, jadilah apa yang kalian inginkan namun tetap dalam rel-rel kebaikan
dan kebenaran.
Atas semua kebaikannya, penulis hanya mampu berdo’a semoga Allah
menerima amal kebaikan dan membalasnya dengan balasan yang lebih baik.
Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Semua itu karena keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi sempurnanya skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca umumnya. Amin.
Semarang, 13 Desember 2010
Penulis,
Siti MuslifahNIM. 072111078
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL SKRIPSI .................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii
HALAMAN MOTTO .................................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
HALAMAN DEKLARASI .......................................................................... vi
HALAMAN ABSTRAK .............................................................................. vii
HALAMAN KATA PENGANTAR ............................................................. viii
HALAMAN DAFTAR ISI .......................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................. 1
B. Pokok Permasalahan ..................................................... 12
C. Tujuan Penelitian ........................................................... 12
D. Telaah Pustaka .............................................................. 12
E. Metode Penelitian ......................................................... 17
F. Sistematika Penulisan ................................................... 21
BAB II FIQH MENGHADAP KIBLAT
A. Pengertian Kiblat .......................................................... 23
B. Dasar Hukum Menghadap Kiblat ................................... 24
C. Pemikiran Ulama tentang Menghadap Kiblat .................. 27
D. Historisitas Kiblat .......................................................... 31
1. Ka’bah sebagai Kiblat Umat Muslimin....................... 31
2. Sejarah Perpindahan Kiblat ....................................... 32
E. Teori Penentuan Arah Kiblat .......................................... 33
F. Metode Penentuan Arah Kiblat ....................................... 36
1. Azimuth Kiblat ........................................................ 36
2. Rashdul Kiblat ......................................................... 38
G. Aplikasi Metode Penentuan Arah Kiblat ........................ 41
xii
BAB III METODE PENENTUAN ARAH KIBLAT MASJID
AGUNG AT TAQWA BONDOWOSO
A. Sejarah Masjid Agung At Taqwa Bondowoso ................ 57
1. Raden Bagus Assra Sebagai Pendiri Bondowoso ....... 57
2. Sejarah Pembangunan Masjid Agung At Taqwa
Bondowoso ............................................................... 63
3. Lokasi dan Arsitektur Masjid Agung At Taqwa
Bondowoso Jawa Timur ............................................ 66
4. Signifikansi Masjid bagi Masyarakat Sekitar ............. 70
B. Metode Penentuan Arah Kiblat Masjid Agung At
Taqwa Bondowoso ...................................................... 75
1. Pengukuran pada Renovasi Masjid yang
Pertama: Menggunakan Bincret atau Bencet ............ 77
2. Pengukuran pada Renovasi Masjid yang Kedua
dan Ketiga : Menggunakan Rubu’ Mujayyab ........... 79
3. Pengukuran pada Renovasi Masjid yang
Keempat: Menggunakan Kompas ............................ 81
BAB IV AKURASI METODE PENENTUAN ARAH KIBLAT
MASJID AGUNG AT TAQWA BONDOWOSO
A. Pengukuran pada Renovasi Masjid yang Pertama :
Arah Kiblat Sudah Tepat ............................................... ` 86
B. Pengukuran pada Renovasi Masjid yang Kedua dan
Ketiga : Mihrab Tidak Diubah ....................................... 89
C. Pengukuran pada Renovasi Masjid yang Keempat :
Sudah Benar pada Azimuth Ka’bah ............................... 91
xiii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................... 102
B. Saran-Saran .................................................................. 104
C. Penutup ......................................................................... 106
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...........................................................................
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .....................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Problematika umat mengenai kiblat1 masih mengakar di masyarakat. Hal
ini terbukti dengan banyak ditemukan dan diberitakannya masjid-masjid dan
musala-musala2 yang kiblatnya berbeda. Ini tidak hanya terjadi di beberapa daerah
bahkan di daerah yang sama pun perbedaan arah kiblat tidak dapat dihindari.
Sebagai akibat perbedaan tersebut sering terjadi perselisihan atau sengketa antar
kelompok. Mereka berpendapat merekalah yang paling benar sedang yang lain
salah dan jika salat mengikuti arah kiblat masjid tersebut tidak sah.3
Perbedaan-perbedaan dalam penentuan arah kiblat tersebut dapat terjadi
karena pada zaman dahulu orang menandai arah kiblat hanya dengan arah mata
angin yaitu menggunakan penentuan kiblat secara kira-kira.4 Pemahaman kiblat
barat adalah pemahaman yang masih mengakar dalam benak mereka. Suatu
anggapan yang perlu diluruskan kembali. Karena secara geografis dengan
1 Kiblat adalah arah menghadap pada waktu salat. Kiblat umat Islam pada waktu salatadalah ka’bah di Mekah. Orang yang langsung dapat melihat ka’bah wajib menghadap kepadanya.Sedangkan orang yang tidak dapat melihatnya langsung hanya wajib menghadap ke arahnya saja.Lihat Tim IAIN Syarif Hidayatullah, Enslikopedi Islam Indonesia, Jakarta : Djambatan, t.th, hlm.563
2 Musala adalah salah satu kata Arab yang telah baku menjadi bahasa Indonesia, maknaasalnya ialah tempat melakukan salat. Dari sisi ini musala sama saja (tidak berbeda) dengan masjidyang juga sama–sama digunakan sebagai tempat melakukan salat. Namun demikian, dalam istilahpergaulan sehari–hari, kata musala– yang pada zaman Nabi Muhammad digunakan sebagaisebutan bagi tanah lapang tempat melakukan salat Id–itu digunakan untuk terminologi berbedadengan masjid. Ibid, hlm. 700-701
3 http://sains.kompas.com/read/2009/10/28/08505867/Cara.Mencari.Arah.Kiblat,diaksestang- gal 18 Maret 2010
4 Ahmad Izzuddin, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab Rukyat Praktis dan SolusiPermasalahannya), Semarang : Komala Grafika, 2006, hlm. 21
http://sains.kompas.com/read/2009/10/28/08505867/Cara.Mencari.Arah.Kiblat,diakses
2
memperhatikan bentuk bumi seperti bola, maka Indonesia tidak berada di timur
Mekah5 namun berada di tenggara, sehingga arah kiblat Indonesia seharusnya
mengarah ke arah barat agak serong ke utara.6
Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa adanya arah kiblat
yang berbeda-beda tersebut juga disebabkan karena anggapan remeh dan sikap
acuh masyarakat. Apalagi saat pembangunan masjid, musala, ataupun surau,
mereka tidak meminta bantuan kepada pakar atau ahli yang mampu untuk
menentukan arah kiblat dengan tepat. Mereka cenderung lebih percaya pada
tokoh-tokoh dari kalangan mereka sendiri dan menyerahkan sepenuhnya
persoalan tersebut kepada mereka. Bukan hal yang aneh apabila keputusan para
tokoh tersebut yang lebih mereka ikuti, meskipun pada akhirnya diketahui bahwa
penentuan arah kiblat kurang tepat. Biasanya hal ini terjadi pada masyarakat yang
5 Mekah adalah ibu kota negara Arab, kota suci umat Islam seluruh dunia, tempatterletaknya Masjidil Haram dan Ka’bah (Baitullah), tempat orang–orang melakukan tawaf dalamibadah haji atau umrah dan sebagai kiblat salat. Lihat Tim IAIN Syarif Hidayatullah, op.cit,hlm.639
6 Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya Kiblat Antara Bangunan Dan Arah Ka bahmengatakan bahwa untuk Indonesia adalah daerah yang berada di sebelah timur ka’bah makakiblat untuk Indonesia adalah barat, mana saja. Ia mendasarkan pendapatnya pada hadits yangdiriwayatkan oleh At Tirmidzi bahwa nabi SAW bersabda:
Artinya: Arah utara dan timur dan barat adalah ka bah.Menurut penulis, penulisan hadits dalam buku tersebut kurang tepat karena unsur yang
ada hanya matan haditsnya saja. Menurut penulusuran penulis dalam Sunan At Tirmidzi, MaktabahSyamilah versi 2.11, penulisan hadits tersebut selengkapnya adalah sebagai berikut:
--»«)(
Artinya: Dari Muhammad Bin Abi Ma syar, dari Muhammad Bin Umar, dari Abi Salamah, dariAbi Hurairah berkata, Rasullullah SAW, bersabda Arah utara dan timur dan baratadalah kiblat. (HR. Tirmidzi)
Lihat Ali Musthafa Yaqub, Kiblat antara Bangunan dan Arah Ka bah, Jakarta : Darus Sunnah,2010, hlm. 54, lihat juga Maktabah Syamilah versi 2.11, Muhammad Bin Isa Bin Saurah Bin MusaBin Dhahak Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, Mesir : Mauqi’u Wazarah, t.t juz 2 hlm. 101
3
pemikirannya belum terbuka7, sementara ada figur yang berpengaruh, berkarisma,
dan berwibawa diantara mereka.
Seperti realitas yang banyak terjadi di masyarakat yaitu dengan banyak
ditemukannya arah kiblat sejumlah masjid, terutama yang telah berusia tua, yang
diperkirakan mengalami kekurangtepatan kiblat. Sehingga mereka beramai–ramai
untuk mencari upaya kebenaran dalam menghadap kiblat itu sendiri. Seperti yang
terjadi pada Masjid Agung Demak8 yang akhir-akhir ini diberitakan mengalami
kekurangtepatan kiblat.9
Bahkan kini permasalahan kiblat merupakan masalah yang me’nasional’,
bagaimana tidak, masalah ini telah sampai ke komisi VIII. Seperti yang telah
diungkapkan Ketua Komisi VIII DPR Abdul Kadir Karding di Gedung DPR,
Senayan, Jakarta. Beliau mengungkapkan bahwa sedang terjadi pergeseran arah
kiblat beberapa masjid dari 193 ribu masjid di Indonesia. Rata-rata terjadi
pergeseran 0,7 sampai dengan 1 derajat.10 Juga isu–isu bahwa arah kiblat juga
berubah karena pergeseran lempeng bumi menyebabkan banyak masyarakat resah
dengan arah kiblat yang mereka gunakan selama ini. Sehingga DPR khususnya
Komisi VIII meminta kepada Dirjen Bimas Islam untuk melakukan langkah-
7 Ahmad Izzuddin, op.cit, hal. 21–228 Terletak di sebelah barat alun-alun kota Demak, termasuk wilayah Daerah Tingkat II
kabupaten Demak, Jawa Tengah. Didirikan pada tahun 1388 Saka atau 1466 M. menurut “BabadDemak”berdirinya masjid itu dapat diambil dari kata “Lawang Trus Gunaning Janma” yangmenunjukkan tahun 1399 Saka atau tahun 1477M. Tahun ini agak mendekati gambar penyu.Kemungkinan pada tahun 1477 M adalah tahun dimulainya pembangunan masjid sedangkan 1479M adalah tahun jadinya masjid tersebut sebagaimana dilambangkan dengan gambar penyu,diperingati menurut Candra Sengkala Memet. Lihat Departemen Agama RI, Enslikopedi Islam diIndonesia, Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam ProyekPeningkatan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama / IAIN Jakarta, 1992, hlm. 700
9 http://news.okezone.com/read/2010/01/14/340/294200/kiblat-masjid-agung-demak-juga-sa lah, diakses tanggal 23 April 2010
10. http://www.detiknews.com/read/2010/01/21/192331/1283624/10/arah-kiblat-diduga-alami-pergeseran-dpr-minta-depag-turunkan-tim, diakses tanggal 18 Maret 2010
http://news.okezone.com/read/2010/01/14/340/294200/kiblat-masjid-agung-demak-http://www.detiknews.com/read/2010/01/21/192331/1283624/10/arah-kiblat-diduga-
4
langkah pendataan dan perbaikan. Hal ini sangat penting agar tidak menimbulkan
keragu–raguan di masyarakat.
Banyak respons dari masyarakat mengenai upaya pelurusan kiblat ini,
dimana di antara mereka ada yang mau menerima bahkan ada pula yang menolak
dan kembali ke kiblatnya semula dengan berbagai alasan. Seperti pengukuran
yang telah dilakukan oleh bapak Ahmad Izzuddin M.Ag serta tim dari Komunitas
Falak Perempuan Indonesia (KFPI)11 di Masjid Nurul Iman Klaten. Faktor
masyarakat lebih mewarnai pengukuran di daerah tersebut karena mereka kembali
ke arah kiblat awal (sebelum pengukuran) karena kepercayaan mereka kepada
para pendahulunya.
Juga pengecekan arah kiblat masjid–masjid se-kota Semarang yang telah
dilakukan oleh tim dari Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang di masjid Al
Ijabah Gunung Pati. Masyarakat di daerah tersebut kembali ke arah kiblat asal
walaupun telah dilakukan beberapa kali pengukuran. Bahkan pengukuran juga
pernah dilakukan oleh KH. Zubeir Umar Al Jaelany12 salah seorang ahli falak
ternama. Namun setelah dua bulan mereka berkiblat pada arah yang telah diukur,
11 Komunitas yang khusus didirikan untuk perempuan Indonesia pegiat dan pecinta ilmufalak yang diharapkan benar-benar bisa mengangkat kembali ilmu falak ke permukaan lewatperempuan-perempuan Indonesia yang selama ini tidak pernah dan tercatat sejarahnya dalamperkembangan ilmu falak. Serta menjadi komunitas yang benar-benar me’nusantara’ karenamemang dalam hal ini, belum ada satupun organisasi atau gerakan falak perempuan. Diprakarsaioleh KH. Ahmad Izzuddin, M. Ag, salah satu ahli falak di Jawa Tengah dan Dosen ilmu falak diIAIN Walisongo Semarang. KFPI adalah satu-satunya komunitas falak perempuan di Indonesiayang didirikan pertama kali dengan anggota 17 orang mahasiswi Konsentrasi Ilmu Falak '07 IAINWalisongo. Dan dideklarasikan di Semarang, 1 Muharram 1431 H / 18 Desember 2009.
12 Ahli falak yang dilahirkan di Padangan kecamatan Padangan Bojonegoro Jawa Timurpada tanggal 16 September 1908 dan wafat pada tanggal 10 Desember 1990 / 24 Jumadil Awal1411 H. KH Zubeir Umar Al-Jaelany adalah seorang akademisi yang terkenal sebagai pakar falakdengan karya monumentalnya kitab Khulashatul Wafiyah. Beliau juga pernah menjabat sebagairektor IAIN Walisongo Semarang dengan surat keputusan tanggal 5 Mei 1971. Lihat AhmadIzzuddin Zubeir Umar Al Jaelany dalam Sejarah Pemikiran Hisab Rukyat di Indonesiapenelitian individual, 2002, t.d hlm. 58-61
5
mereka kembali pada kiblatnya yang semula. Hal ini dikarenakan sejarah telah
mencatat bahwa pengukuran masjid tersebut dilakukan oleh walisongo.
Padahal menghadap arah kiblat merupakan suatu masalah yang penting
dalam syariat Islam. Kata “Istiqbalul Kiblat” menjadi patokan para ulama bahwa
menghadap kiblat adalah syarat sahnya salat. Sebagaimana didasarkan pada
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abi Hurairah, yaitu:
--
».
Artinya: Abu Bakar Bin Abi Syaibah telah berkata kepada kami bahwa telahberkata Abu Usamah dan Abdullah Bin Numair bahwa Ibnu Numairberkata ayahku telah berkata, mereka berdua berkata bahwa telahbercerita kepada kami Ubaidullah dari Said Bin Abi Sa id dari AbiHurairah bahwa sesungguhnya ada seorang laki-laki yang masuk kemasjid kemudian salat dan Rasul SAW (dalam suatu peristiwa yangmemuat hadits yang serupa dengan kejadian ini, menambahkan didalamnya) Bila kamu hendak salat maka sempurnakanlah wudhu lalumenghadap kiblat kemudian bertakbirlah. (HR. Bukhari dan Muslimdari Abu Hurairah)
Perintah tersebut menjadi mudah bagi orang yang berada di sekitar ka’bah,
namun ini menjadi persoalan bagi orang–orang yang berada jauh dari Mekah14,
seperti Indonesia. Terlepas adanya perbedaan pendapat ulama tentang cukup
13 Maktabah Syamilah versi 2.11, Abu Husain Muslim Bin Hajjaj Bin Muslim BinQusyairi An Naisabury. Shahih Muslim, Beirut : Darul Afaq Jadidah, t.t juz 2, hlm. 11
14 Muhiyiddin Khazin, 99 Tanya Jawab Masalah Hisab & Rukyat, Yogyakarta:Ramadhan Press, 2009, hlm. 18
6
menghadap arahnya saja atau menghadap ke arah yang sedekat mungkin dengan
posisi ka’bah yang sebenarnya. 15
Pada awal perkembangan Islam, penentuan arah kiblat tidak banyak
menimbulkan masalah karena Rasulullah SAW ada bersama-sama sahabat dan
beliau sendiri yang menunjukkan arah ke kiblat apabila berada di luar kota
Mekah. Sehingga jika para sahabat mulai mengembara untuk mengembangkan
Islam, metode dalam penentuan arah kiblat ini menjadi semakin rumit. Mereka
mulai merujuk kepada kedudukan bintang-bintang dan matahari yang dapat
memberi petunjuk arah kiblat. Di Tanah Arab, bintang utama yang dijadikan
rujukan dalam penentuan arah adalah bintang Qutbi (bintang Utara), yakni satu-
satunya bintang yang menunjuk tepat ke arah utara bumi. Berdasarkan kepada
bintang ini dan beberapa bintang lain, arah kiblat dapat ditentukan dengan mudah.
Usaha untuk menentukan arah kiblat setepat mungkin adalah dilakukan para ahli
falak Islam. Di antara usaha terawal dilakukan oleh Khalifah Al Makmun (813
M).16 Beliau memerintahkan supaya koordinat geografi Kota Mekah ditentukan
dengan tepat supaya arah kiblatnya dari Baghdad dapat dihitung dengan baik.
Namun bagi penduduk luar tanah Arab, khususnya di Indonesia metode
penentuan arah kiblat berdasarkan bintang kutub (Qutbi/Polaris) menjadi lebih
rumit. Karena bintang tersebut berada rendah di ufuk berbanding dengan negara-
negara yang terletak lebih utara. Di bawah ini gambar bintang kutub
(Qutbi/Polaris).
15 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik (Perhitungan Arah Kiblat,Waktu Salat, Awal Bulan, dan Gerhana), Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004, hlm. 49
16 Hafid, Penentuan Arah Kiblat , makalah disampaikan pada pelatihan penentuan arahkiblat Jakarta 15 April 2007, hlm. 4
7
Gambar 1 Gambar 2Arah utara ditunjukkan oleh garis yang menghubungkan
antara tubuh rasi ursa mayor dan ujung ekor dari rasi ursa minor.
Secara historis, cara penentuan kiblat khususnya di Indonesia, selalu
mengalami perkembangan dari masa ke masa sesuai dengan keilmuan dan kualitas
serta kapasitas intelektual yang dimiliki oleh masyarakat Islam saat itu.
Perkembangan penentuan arah kiblat ini dapat dilihat dari perubahan besar yang
dilakukan Muhammad Arsyad Al Banjari17 dan K.H. Ahmad Dahlan18 serta dapat
dilihat dari alat-alat yang digunakan untuk mengukurnya seperti bencet atau
17 Ahli falak dilahirkan di Kampung Lok Gabang (dekat Martapura) pada malam Kamis15 Safar 1122 H bertepatan tanggal 19 Maret 1710 M, dan meninggal dunia pada malam Selasa 6Syawal 1227 H/ 13 Oktober 1812 M di Kalampayan, Astambul, Banjar, Kalimantan Selatan.Syekh Muhammad Arsyad merupakan salah seorang tokoh falak Indonesia yang melakukanpembaharuan dan melakukan pembetulan arah kiblat. Pembetulan arah kiblat yang ia lakukandiantaranya ketika tiba di masjid Jembatan Lima Betawi (Jakarta). Lihathttp://www.ilmufalak.or.id/index.php?option =com_content &view=article&id=131&Itemid=131,diakses tanggal 21 Maret 2010
18 Dilahirkan di Kauman Yogyakarta 1868 dan wafat tanggal 23 Februari 1923 anakkeempat dari KH. Abu Bakar. Beliau adalah tokoh pendiri organisasi Muhammadiyah. Sesuai idepembaruan yang beliau serap dari Ibn Taimiyah, Al Afgani, Abduh, dan Rasyid Ridha, iamelakukan usaha meluruskan akidah dan amal ibadah masyarakat Islam Kauman Yogyakarta.Diantara usahanya yaitu mendirikan surau dengan kiblat yang benar karena menurut ilmu yangdimilikinya banyak tempat yang tidak benar arah kiblatnya seperti Masjid Agung Yogyakarta.Namun beliau meluruskan shaf masjid tersebut secara diam-diam karena izin untuk itu tidakmemungkinkan dengan memberi tanda garis putih. Namun tindakan tersebut menurut PenghuluKeraton Yogyakarta yang saat itu dijabat oleh KH. Muhammad Chalil Kamaluddiningrat itumerupakan kesalahan sehingga ia diberhentikan dari jabatan sebagai khatib di masjid tersebut.Padahal ia adalah khatib yang disenangi karena kepandaiannya sehingga Sultan Yogyakartamemberinya gelar “Khatib Amin”. Lihat Kafrawi Ridwan, et al. (eds), Enslikopedi Islam, JakartaIntermassa, 1993, hlm. 83-84. Lihat juga dalam Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyat MenyatukanNU dan Muhammadiyah dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha, Jakarta :Erlangga, 2007, hlm. 40
http://www.ilmufalak.or.id/index.php?option
8
miqyas, tongkat istiwa, rubu mujayyab, kompas, theodolite, dan lain-lain.19
Selain itu sistem perhitungan yang dipergunakan juga mengalami perkembangan,
baik mengenai data koordinat maupun mengenai sistem ilmu ukurnya.
Sementara itu Masjid Agung At Taqwa adalah masjid tertua dan pertama
di daerah Bondowoso, salah satu ibu kota kabupaten di Jawa Timur. Masjid
tersebut menjadi pusat beribadah masyarakat Bondowoso pada khususnya. Masjid
yang memiliki sejarah panjang berkaitan dengan perjalanan Bondowoso sendiri.
Sejarah Masjid Agung ini berawal pada tahun 180920 ketika Raden Bagus Assra
(Ki Ronggo) diangkat sebagai patih berdiri sendiri (zelfstanding) dengan nama
Abhiseka Mas Ngabehi Kertonegoro, beliau dipandang sebagai penemu (founder)
sekaligus penguasa pemerintahan pertama (first ruler) di Bondowoso yang
membangun sebuah missigit (masjid)21 di sebelah barat alun-alun sebagai pusat
ibadah umat Islam yang dibangun dengan gaya arsitektur Masjid Demak. Masjid
yang merupakan icon Bondowoso ini dapat dikatakan sebagai masjid kuno.
Menurut hasil pre-reseach yang penulis dapatkan bahwa di depan masjid
tersebut terdapat benda yang biasa disebut tancer atau bincret22. Seperti hasil
wawancara yang penulis dapatkan dengan masyarakat asli Bondowoso bahwa
19 Ibid, lihat juga Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, PedomanHisab Muhammadiyah, Yogyakarta: Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, 2009, hlm. 31-32
20 Adi Sunaryadi, Sejarah Masjid Agung At Taqwa Bondowoso, Bondowoso: KantorInformasi dan Komunikasi Kabupaten Bondowoso, t.th, hlm. 1
21 Bentuk Masjid Agung At Taqwa Bondowoso pertama kali hanya sebuah surau yangterbuat dari kayu bukan tembok, sumber hasil wawancara dengan E.M. Guntur SR, tanggal 1Februari 2010
22 Istilah dalam bahasa Madura asli yang merupakan bahasa sehari–hari masyarakatBondowoso, penulis mengartikannya sebagai bencet (sundial) yang berarti alat sederhana yangterbuat dari semen atau semacamnya yang diletakkan di tempat terbuka agar mendapat sinarmatahari. Alat ini berguna untuk mengetahui waktu matahari hakiki, tanggal Syamsiyah sertauntuk mengetahui pranotomongso, lihat Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta :Buana Pustaka, 2005, hlm. 12
9
bincret tadi terletak di depan masjid/halaman masjid. “Lambe’ bedhe binset e
adhe’na masjid, gir lao’ bek ngatenga, se ekaangguy cer–ancer ngokor kiblat
ngangguy sinarra are.”23 (Dulu ada binset di depan masjid, di sebelah utara agak
ke tengah yang digunakan sebagai penanda yang digunakan untuk mengukur arah
kiblat dengan bantuan sinar matahari). Sayangnya, benda tersebut sudah tidak
dapat dimanfaatkan lagi oleh generasi selanjutnya karena ketika pembangunan
masjid yang kedua benda tersebut sudah tidak berada di tempatnya lagi.
Sejarah juga mencatat, masjid tersebut telah mengalami beberapa renovasi
dimana juga telah dilakukan pengukuran kembali dengan menggunakan berbagai
alat pengukuran.
Menurut penelitian awal yang telah dilakukan penulis dengan
menggunakan alat yang sederhana yaitu benda yang diberdirikan di bawah
matahari pada saat jam rashdul kiblat pada tanggal 27 Januari 2010 pukul. 09.44
WIB diketahui arah kiblat agak sedikit melenceng. Seperti yang terlihat pada
gambar berikut:
Gambar 3 Gambar 4Bayangan matahari pada jam rashdul kiblattanggal 27 Januari 2010 pukul. 09.44 WIB
23 Wawancara dengan Bapak E.M. Guntur SR (Sekretaris Ikatan Keluarga Besar ‘KiRonggo Bondowoso’) dan Bapak Satrawi (pensiunan guru SD Negeri) tanggal 12 Juni 2010
10
Gambar tersebut diambil dari serambi depan Masjid Agung At Taqwa
Bondowoso dengan meletakkan benda tegak lurus di lantai masjid. Dari bayangan
yang dihasilkan dapat dilihat sedikit penyimpangan.
Jika dilihat dari gambar selanjutnya, bayangan yang dihasilkan oleh tiang
masjid menjadi lebih panjang (semakin panjang bayangan terbentuk, semakin
jelas penyimpangannya) sehingga penyimpangan yang ada menjadi semakin
melebar.
Dengan adanya penyimpangan–penyimpangan tersebut dan beberapa
renovasi dimana juga dilakukan pengukuran ulang arah kiblat dengan alat dan
metode yang berbeda, maka penulis menjadi tertarik untuk menjadikan Masjid
Agung At Taqwa Bondowoso sebagai objek penelitian karena sebagai masjid
yang usianya tergolong tua, arah kiblat yang ada tidak mengalami penyimpangan
yang terlalu jauh.
Selain itu, Masjid Agung At Taqwa yang memiliki nilai historisitas tinggi
sebagai Masjid Agung “pemerintahan” Bondowoso yang merupakan pusat
peribadatan pertama umat Islam di Bondowoso sekaligus sebagai rujukan masjid
lain di sekitarnya menjadi daya tarik penulis untuk menjadikan masjid tersebut
sebagai objek kajiannya. Penulis ingin mengetahui lebih dalam bagaimanakah
penentuan Masjid Agung At Taqwa juga keakurasian metode pengukuran yang
pernah dilakukan terhadapnya. Sekaligus untuk mendapatkan keyakinan dan
kemantapan dalam melaksanakan ibadah dengan ainul yaqin atau haqqul yaqin.
Untuk mencapai hal tersebut, tentunya dibutuhkan usaha yang keras
dengan perhitungan yang cermat, semisal dengan ilmu pengetahuan tentang falak
11
untuk mendapatkan arah yang tepat menuju ke ka’bah, dengan penentuan arah
kiblat yang dikembangkan dengan kemampuan ijtihad insani. Dalam praktiknya,
sudah seharusnya digunakan suatu penemuan yang memiliki ketelitian dan
keakurasian yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT. :
... .) :-(.
Artinya : Sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hambaKu. Yangmendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baikdiantaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah di beri Allahpetunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal (QS.Az-Zumar : 17-18).24
Sehingga dari keterangan-keterangan di atas, penulis bermaksud
melakukan studi tentang Metode Penentuan Arah Kiblat Masjid Agung At
Taqwa Bondowoso” dengan melakukan pengecekan kembali arah kiblat guna
mengetahui bagaimana akurasi metode penentuan arah kiblat dalam tiap
pengukuran sebagai upaya untuk memantapkan keyakinan arah kiblat khususnya
pada Masjid Agung At Taqwa Bondowoso.
Selain itu kondisi kultural masyarakat Bondowoso yang religius tidak
terlepas dari budaya masyarakat Madura juga mendorong minat penulis untuk
melakukan penelitian di tempat tersebut. Selain itu Masjid Agung At Taqwa
Bondowoso yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjalanan sejarah kota
Bondowoso tentunya juga memiliki nilai historisitas yang tinggi dan sangat layak
untuk dikaji.
24 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Quran, Al Quran danTerjemahannya, Bandung: CV Penerbit J–Art, 2005, hlm. 460
12
B. Pokok Permasalahan
Bertolak dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka dapat
dikemukakan pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini.
1. Bagaimana metode penentuan arah kiblat Masjid Agung At Taqwa
Bondowoso?
2. Bagaimana akurasi metode penentuan arah kiblat Masjid Agung At Taqwa
Bondowoso dalam setiap pengukuran?
Pembatasan ini dimaksudkan untuk membatasi ruang lingkup skripsi ini
agar tidak meluas dari inti permasalahannya.
C. Tujuan Penelitian
Dalam hal ini tujuan penelitian antara lain :
1. Untuk mengetahui metode penentuan arah kiblat Masjid Agung At Taqwa
Bondowoso
2. Untuk melacak akurasi metode penentuan arah kiblat Masjid Agung At Taqwa
Bondowoso dalam setiap pengukuran
D. Telaah Pustaka
Dalam tahap ini, penulis berusaha mencari landasan teoritis permasalahan
yang pada dasarnya bertujuan untuk pemecahan masalah penelitian. Telaah
pustaka yang penulis lakukan dalam upaya mendapatkan gambaran tentang
hubungan pembahasan dengan penelitian yang sudah pernah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya agar tidak terjadi pengulangan yang tidak perlu.
Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Ismail Khudhori (2005) S.1
Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang dengan skripsinya yang berjudul
13
“Studi Tentang Pengecekan Arah Kiblat Masjid Agung Surakarta.” Dimana dalam
skripsi tersebut lebih dititikberatkan pada pengecekan arah kiblat Masjid Agung
Surakarta, tanpa menelusuri lebih mendalam tentang metode yang digunakan
dalam penentuan arah kiblat masjid tersebut.
Juga skripsi yang muncul tiga tahun setelahnya yaitu skripsi milik Ervan
Widiantoro (2008) S.1 Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang yang berjudul
“Studi Analisis Tentang Sistem Penentuan Arah Kiblat Masjid Besar Mataram
Kotagede Yogyakarta”. Dalam skripsi tersebut pembahasan yang diangkat adalah
mengenai penentuan arah kiblat masjid besar Mataram Kotagede Yogyakarta
dilihat dari segi historis kemudian dianalisis arah kiblat yang seharusnya dari
masjid besar Mataram Kotagede Yogyakarta dan seberapa besar tingkat
keakurasiannya.
Skripsi Iwan Kuswidi (2003) S.1 Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta dengan judul Aplikasi Trigonometri Dalam Penentuan Arah Kiblat
skripsi ini menjelaskan tentang perhitungan arah kiblat yang dilakukan pada
bidang yang hampir menyerupai bola dengan menggunakan ilmu ukur segitiga
bola (spherical trigonometry). Rumus-rumus tersebut kemudian diaplikasikan
dalam penentuan arah kiblat.
Juga penelitian yang dilakukan oleh Tim UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terhadap arah kiblat masjid dan musala di kecamatan Ciputat untuk mengetahui
sejauh mana tingkat akurasi arah kiblat masjid dan musala yang berada di
14
kecamatan Ciputat dan bagaimana pola masyarakat Ciputat dalam menentukan
arah kiblat bagi masjid dan musala ketika awal pembangunannya.25
Juga pengecekan arah kiblat masjid–masjid se-kota Semarang yang telah
dilakukan oleh tim dari Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang dimana
beberapa masjid yang diukur ada yang tepat dan sebagian lain masih melenceng
dari yang semestinya. Juga beberapa pengukuran yang penulis lakukan sendiri
bersama tim dari Komunitas Falak Perempuan Indonesia (KFPI). Pengukuran
dilakukan di masjid–masjid daerah Klaten (Yogyakarta) dan Mangkang (Jawa
Tengah) juga daerah lain yang ingin dicek kembali arah kiblatnya. Dalam
praktiknya, tim ini juga menggunakan spherical trigonometry dalam pengukuran
arah kiblatnya.
Sejauh penelusuran penulis, tidak ditemukan tulisan yang secara spesifik
dan mendetail membahas metode penentuan arah kiblat Masjid Agung At Taqwa
Bondowoso. Namun demikian ada beberapa tulisan yang berhubungan dengan
arah kiblat yang pembahasannya lebih dominan pada karya yang sifatnya praktis
dengan menyajikan aplikasi dan teknik perhitungan arah kiblat.
Seperti Ilmu Falak (Kosmografi)26 karya Drs. P. Simmamora yang
didalamnya menguraikan metode perhitungan kiblat dalam perspektif astronomi
yaitu segitiga bola (Spherical Trigonometry) yang merupakan bagian dari
pembahasan masalah peredaran benda-benda langit, juga Almanac Nautika27
25 www.arah-kiblat-masjid-dan-musholla-di.html, diakses tanggal 2 Juni 2010 pukul14.15 WIB
26 P. Simmamora, Ilmu Falak (Kosmografi), Jakarta : Pedjuang Bangsa, 198527 M. Pardi, Almanac Nautika, Jakarta : Gunung Agung, 1968
http://www.arah-kiblat-masjid-dan-musholla-di.html,
15
karya M. Pardi yang di dalamnya menjelaskan tentang kedudukan matahari, bulan
dan bintang–bintang yang sangat diperlukan untuk penentuan tempat astronomis.
Buku Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab Rukyat Praktis dan Solusi
Permasalahannya)28 karya Ahmad Izzuddin, di dalamnya menjelaskan bagaimana
menentukan arah kiblat secara praktis sebagai upaya menemukan solusi yang
terjadi di masyarakat. Dalam teknik perhitunganya digunakan metode perhitungan
segitiga bola. Juga Ilmu Falak (Dalam Teori dan Praktik) karya Muhyiddin
Khazin29, dalam pembahasan mengenai kiblat disajikan langkah–langkah dan
contoh perhitungan arah kiblat serta pengetahuan teori tentang gerak peredaran
benda–benda langit dan kaidah ilmu ukur segitiga bola juga penjelasan tentang
istilah–istilah dalam ilmu falak yang disertai gambar–gambar sehingga
mempermudah memahami kedudukan benda langit pada suatu waktu. Almanak
Hisab Rukyat30 yang dicetak oleh Depertemen Agama, dalam pembahasan arah
kiblatnya diuraikan peredaran benda langit dimana diaplikasikan dalam bentuk
perhitungan segitiga bola, baik bola bumi atau bola langit.
Juga tulisan Kiblat Arah Tepat Menuju Mekah31 yang disadur oleh Andi
Hakim yang merupakan saduran dari modul pelajaran bagi siswa kelas 3 SMP
atau 1 SMA yang dikembangkan di Freudenthal Institut, Utrecht, yang merupakan
warisan intelektual matematikawan Belanda, Hans Freudenthal, dengan naskah
asli yang berjudul “Mekka”. Buku ini membahas tentang bagaimana memahami
28 Ahmad Izzuddin, op.cit29 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak (Dalam Teori dan Praktik), Yogyakarta : Buana
Pustaka, cet. I, 2004.30 Departemen Agama RI, Almanak Hisab Rukyat, Jakarta : Proyek Pembinaan Badan
Peradilan Agama Islam, t.t31 Jan Van Den Brink dan Marja Meeder, Kiblat Arah Tepat Menuju Mekah, terj. Mekka,
Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 1993
16
cara menemukan arah kiblat di berbagai tempat di dunia dan juga mengandung
konsep jarak terdekat di permukaan suatu bola, suatu bagian geometri ruang,
dibandingkan terhadap konsep jarak antara dua titik di bidang datar.
Selain itu juga ada karya lain yang berupa hasil penelitian dan seminar
seminar serta pelatihan yang membahas tentang arah kiblat dan permasalahannya
yaitu Modul Pelatihan Perhitungan dan Pengukuran Arah Kiblat32 oleh Mutoha
Arkanuddin, yang didalamnya membahas berbagai metode penentuan arah kiblat
baik secara klasik dan modern dengan metode perhitungannya menggunakan
segitiga bola, yang disertai pengukuran arah kiblat di daerah Yogyakarta guna
memetakan keadaan arah kiblat di sejumlah masjid di daerah tersebut.
Pelatihan dan Pendalaman Ilmu Falak dan Hisab Rukyat (Kompas
Muterpas)33 oleh Sriyatin Shadiq Al Falaky, dimana materi pembahasan yang
disajikan spesifik membahas bagaimana metode-metode penentuan arah kiblat
dan aplikasi penentuan arah kiblat di lapangan. Juga artikel yang berjudul Perlu
Meluruskan Arah Kiblat Masjid karya Ahmad Izzuddin dalam kolom “wacana”
Suara Merdeka. Artikel tersebut adalah sebuah tanggapan terhadap tulisan Totok
Roesmanto dengan melihat realita masyarakat dengan banyak ditemukannya
masjid dan musala- musala yang arah kiblatnya berbeda.
Selain itu ada beberapa karya klasik yang juga membahas arah kiblat dan
ditulis dengan bahasa Arab yaitu kitab Durusul Falakiyah yang disusun oleh
Syaikh Muhammad Ma’shum Bin Ali juga kitab Tibyanul Miqaat yang
32 Mutoha Arkamuddin, Modul Pelatihan Perhitungan dan Pengukuran Arah Kiblatyang disampaikan pada tanggal 26 September 2007 di Masjid Syuhada Yogyakarta
33 Sriyatin Shadiq Al Falaky. Pelatihan dan Pendalaman Ilmu Falak dan Hisab Rukyat(Kompas Muterpas) yang disampaikan pada pelatihan program pascasarjana IAIN WalisongoSemarang tanggal 10–11 Januari 2009
17
merupakan cangkokan dari kitab Durusul Falakiyah. Perhitungan arah kiblat yang
disajikan dalam kitab tersebut masih menggunakan rubu mujayyab. Juga kitab
Syawariqul Anwar karya KH. Noor Ahmad SS, yang metode perhitungannya
menggunakan logaritma. Zubair Umar Al Jailany dengan karyanya Khulashatul
Wafiyah, dan Irsyadul Murid karya Ahmad Ghazali Muhammad. Di dalamnya
menggunakan markaz perhitungan yang berbeda-beda, walaupun pada dasarnya
teori yang digunakan juga spherical trigonometri (trigonometri bola).
Dari beberapa kepustakaan yang telah penulis paparkan di atas dapat
diketahui bahwa pembahasan yang akan penulis angkat berbeda dengan penelitian
yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian dan karya–karya yang sudah ada
secara umum membahas tentang masalah kiblat tetapi tidak secara spesifik
membahas tentang metode penentuan arah kiblat dan akurasinya. Sehingga dalam
penulisan kali ini penulis akan lebih spesifik dengan menganalisis metode
penentuan arah kiblat Masjid Agung At Taqwa Bondowoso untuk mengetahui
akurasi dalam tiap pengukuran dalam perspektif astronomi.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Teknis yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu dengan
menggunakan penelitian lapangan (Field Reseach)34 untuk mempelajari secara
intensif tentang latar belakang dahulu dan keadaan sekarang35, sehingga
penelitian ini dapat dikategorikan dalam penelitian kualitatif.
34 Penelitian yang langsung dilakukan di lapangan atau responden. Lihat M. Iqbal Hasan,Pokok Pokok Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Bogor : Ghalia Indonesia, 2002, hlm. 11
35 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Ed. I, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,Cet. 10, 1997, hlm. 22.
18
Dalam penelitian ini, penulis akan memberikan gambaran secara
mendetail tentang latar belakang, sifat, serta karakter khas dari objek yang
akan diteliti juga mempelajari secara intensif latar belakang serta interaksi
lingkungan dari unit sosial yang menjadi objek.36 Sehingga pendekatan yang
akan digunakan yaitu pendekatan normatif-sosiologis. Pendekatan ini guna
mendapat gambaran mengenai penentuan arah kiblat Masjid Agung At
Taqwa Bondowoso juga sejarah pembangunan masjid sendiri kepada takmir
masjid dan yayasan At Taqwa. Juga beberapa orang yang pernah melakukan
pengukuran di sana dan beberapa masyarakat asli Bondowoso yang memiliki
informasi tersebut.
Kajian teks juga akan dilakukan terhadap sumber data yang berupa
buku-buku tentang menentukan arah kiblat sebagai pedoman yang dipakai
untuk menentukan arah kiblat. Hal ini juga dilakukan untuk mengetahui
bagaimana pendapat para ulama mengenai fiqh menghadap kiblat. Selain itu
penulis akan berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai objek
yang diteliti. 37
Selain itu metode ini didukung dengan adanya penelaahan terhadap
bahan-bahan pustaka pendukung, baik berupa buku, ensiklopedi, jurnal,
majalah dan sumber lainnya yang relevan dengan topik yang dikaji.38
36 M. Iqbal Hasan, op.cit, hlm. 1537 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya,
2004, hlm. 20138 Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan
Singkat, Jakarta: Rajawali, 1986, hlm. 15.
19
2. Sumber Data
Menurut sumbernya, data penelitian digolongkan sebagai data primer
dan data sekunder.39 Data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah
hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap para informan untuk
mengetahui metode penentuan arah kiblat yang digunakan oleh Masjid Agung
At Taqwa Bondowoso. Juga hasil pengukuran yang telah dilakukan
sebelumnya. Serta data-data dan hasil pengukuran yang dilakukan oleh penulis
sendiri, untuk membandingkan akurasi dalam tiap pengukuran.
Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini penulis dapatkan
melalui hasil wawancara dengan pihak yang memahami metode penentuan
arah kiblat juga kepada tokoh agama dan masyarakat Bondowoso dan
dokumentasi yang berupa buku-buku, makalah-makalah, dan tulisan yang
membahas tentang metode penentuan arah kiblat, serta kamus dan ensiklopedi
sebagai tambahan atau pelengkap yang akan menunjang dan membantu
penulis dalam pemaknaan dari istilah-istilah yang belum diketahui.40
3. Metode Pengumpulan Data
Penulis melakukan wawancara (interview)41 kepada pihak-pihak yang
berkompeten memberikan informasi untuk skripsi ini. Teknik yang dipakai
dalam pengambilan data (sampel) dalam skripsi ini adalah snowball.42
39 M. Iqbal Hasan, op.cit, hlm. 8240 Lihat Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), Jakarta:
PT. Rineka Cipta, Cet. XII, 2002, hlm. 107.41 Suharsini Arikunto, op. cit., hlm. 202. Lihat juga dalam Soerjono Soekanto, Pengantar
Penelitian Hukum, cet. III, Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 1986, hlm. 67.42 dimana cara pengumpulan data yang dipakai dimulai dari beberapa orang yang
memenuhi kriteria untuk dijadikan sebagai bagian dari sampel. Mereka kemudian menjadi sumberdari informasi tentang orang-orang lain yang juga dapat dijadikan sampel. Orang-orang yang
20
Sehingga dalam hal ini, penulis menentukan beberapa key informan yang
didapat dari beberapa sampel yang penulis ambil dari beberapa informan
dengan teknik snowball tadi, diantaranya adalah Bapak EM. Guntur SR
selaku keturunan ke-7 dari keluarga Ki Ronggo Bondowoso, Bapak Hodari
HS selaku ketua takmir Masjid Agung At Taqwa Bondowoso, Bapak H.
Hasyim putra Datuk Mukhtar bin Ismail, dan Bapak Abdul Ghafur selaku
mantan Kasi Urais Kementerian Agama Bondowoso.
Penulis juga melakukan observasi43 dengan melakukan pengukuran
kembali arah kiblat Masjid Agung At Taqwa Bondowoso untuk
membandingkan akurasi dalam tiap pengukuran.
Penelitian lapangan juga penulis lakukan untuk mengetahui pendapat
para tokoh ulama dan masyarakat Bondowoso mengenai pengukuran kiblat
disana. Sehingga dapat diketahui pandangan mereka mengenai arah kiblat
Masjid Agung At Taqwa Bondowoso sebagai upaya menyelaraskan
pemahaman dan pendapat apabila terjadi perbedaan hasil pengukuran arah
kiblat disana.
Data juga dapat diperoleh dengan melakukan kajian-kajian terhadap
dokumen/catatan baik dari pakar falak, khususnya tentang Masjid Agung At
Taqwa Bondowoso yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini.
ditunjukkan tersebut kemudian dijadikan anggota sampel dan selanjutnya diminta menunjukkanorang lain lagi yang memenuhi kriteria menjadi anggota sampel. Demikian prosedur ini dilakukansecara terus-menerus dan bersambung sampai jumlah anggota sampel yang diinginkan terpenuhi.Lihat Saifudin Zuhri, Metodologi Penelitian Pendekatan Teoritis Aplikatif, Lamongan: UnisdaPress 2001, hlm. 186
43 M. Iqbal Hasan, op.cit, hlm. 86
21
4. Metode Analisis Data
Analisis terhadap skripsi ini akan dilakukan setelah semua data
terkumpul yaitu dengan mengembangkan deskripsi yang komprehensif dan
teliti dari hasil penelitian.44 Data-data tersebut kemudian diolah menggunakan
teknik analisis komparatif dan deskriptif45, yakni dengan mengkomparasikan
metode penentuan arah kiblat Masjid Agung At Taqwa Bondowoso saat itu
dengan metode penentuan arah kiblat kontemporer saat ini.
Setelah diketahui metode-metode yang digunakan dalam penentuan
arah kiblat juga hasil yang diperoleh dari pengukuran ulang Masjid Agung At
Taqwa Bondowoso, maka penulis akan mencoba membandingkan hasil
penentuan arah kiblat di masjid tersebut sehingga dapat diketahui keakurasian
dalam tiap pengukuran.
Untuk mendapatkan data yang lebih akurat, diakui kevaliditasan dan
kerealibilitasannya, penulis juga bekerja sama dengan Tim Badan Hisab
Rukyat Kementerian Agama Kabupaten Bondowoso serta tim dari Komunitas
Falak Perempuan Indonesia (KFPI) untuk mentashih atau mentahqiq data-data
yang ada.
F. Sistematika Penulisan
Secara garis besar penulisan skripsi ini terdiri dari 5 bab, dimana dalam
setiap bab terdapat sub-sub bab permasalahan yaitu :
44 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya,2005, hlm. 289
45 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, Ed. III,1996, hlm. 88.
22
BAB I : Pendahuluan
Pada bab ini akan dimuat latar belakang permasalahan, pokok
permasalahan, tujuan penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan
sistematika penulisan.
BAB II : Fiqh Menghadap Kiblat
Dalam bab ini terdapat berbagai sub pembahasan yaitu pengertian
kiblat, dasar hukum menghadap kiblat, pemikiran ulama tentang
menghadap kiblat, historisitas kiblat, teori penentuan arah kiblat,
metode penentuan arah kiblat, aplikasi metode penentuan arah kiblat.
BAB III : Metode Penentuan Arah Kiblat Masjid Agung At Taqwa Bondowoso
Bab ini mencakup berbagai hal diantaranya membahas tentang sejarah
Masjid Agung At Taqwa Bondowoso, metode penentuan arah kiblat
Masjid Agung At Taqwa Bondowoso.
BAB IV : Akurasi Metode Penentuan Arah Kiblat Masjid Agung At Taqwa
Bondowoso
Dalam bab ini penulis akan menganalisis hasil penelitiannya dengan
menggunakan metodologi yang telah dipaparkan pada sub bab
sebelumnya yaitu dengan menganalisis akurasi metode penentuan arah
kiblat Masjid Agung At Taqwa Bondowoso untuk mengetahui
keakurasian dalam setiap pengukuran yang telah dilakukan sebelumnya.
BAB V : Penutup
Bab ini memuat kesimpulan, saran-saran, dan penutup
23
BAB II
FIKIH MENGHADAP KIBLAT
A. Pengertian Kiblat
Kiblat menurut bahasa berasal dari bahasa Arab yaitu . Kata ini adalah
salah satu bentuk masdar dari kata kerja –– yang berarti menghadap.46
Kata kiblat yang berasal dari bahasa Arab ( ) secara harfiah berarti arah
(jihah) dan merupakan bentuk fi’lah dari kata al muqabalah ( ) yang berarti
“keadaan menghadap”.47 Menurut Al Manawi dalam kitabnya At Taufiq Ala
Muhimmat At Ta arif seperti yang dikutip dalam buku Pedoman Hisab
Muhammadiyah menguraikan bahwa kiblat adalah segala sesuatu yang
ditempatkan di muka atau sesuatu yang kita menghadap kepadanya.48 Sehingga
secara harfiah kiblat mempunyai pengertian arah ke mana orang menghadap.
Maka Ka’bah disebut sebagai kiblat karena ia menjadi arah yang kepadanya orang
harus menghadap dalam mengerjakan salat.
Dari pengertian di atas dapat kita pahami bahwa yang dinamakan kiblat
adalah letak atau posisi dimana Ka’bah dalam bentuk ain-nya itu berada (kota
Mekah), sedangkan arah kiblat menunjukkan posisi Ka’bah dilihat dari arah mana
kita berada. Dengan kata lain ialah arah yang wajib dituju oleh umat Islam ketika
melakukan salat.
46 Ahmad Warson Munawir, Al Munawir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: PustakaProgressif, 1997, hlm. 1087-1088.
47 Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, op.cit, hlm. 2548 Ibid
24
Pada hakikatnya, penentuan arah kiblat merupakan penentuan masalah
posisi Ka’bah dari suatu tempat di permukaan bumi. Adapun tempat-tempat yang
berada dekat dengan Ka’bah di mana ketika orang akan melaksanakan salat dapat
secara langsung melihat atau menyaksikan Ka’bah, maka tidak perlu menentukan
arah kiblanya terlebih dahulu. Namun jika kita perhatikan posisi Ka’bah pada
suatu tempat di permukaan bumi dengan bentuk bumi yang menyerupai bola tidak
dapat kita abaikan, maka dalam penentuan posisi Ka’bah dari tempat yang akan
diinginkan untuk salat harus diberlakukan konsep-konsep atau hukum yang
berlaku pada bola.49
Sehingga pendefinisian arah kiblat menurut ilmu hisab adalah arah dari
suatu tempat ke tempat lain di permukaan bumi ditunjukkan oleh busur lingkaran
terpendek yang melalui atau menghubungkan kedua tempat tersebut.50 Dengan
kata lain ialah jarak terdekat sepanjang lingkaran besar (great circle) yang
melewati Ka’bah (Mekah) dengan tempat yang bersangkutan.51 Sehingga tidak
dibenarkan apabila orang-orang yang berada di Jawa Timur misalnya melakukan
salat dengan menghadap timur serong ke selatan sekalipun jika diteruskan juga
akan sampai ke Ka’bah, karena arah paling dekat ke Ka’bah bagi orang Jawa
Timur adalah arah barat agak serong ke utara.
B. Dasar Hukum Menghadap Kiblat
Dalam nash baik Al Qur’an ataupun Hadits terdapat beberapa ayat dan
hadits yang menegaskan tentang perintah menghadap ke arah kiblat, diantaranya:
49 Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, op.cit, hlm. 2650 Ibid51 Slamet Hambali, Arah Kiblat dalam Perspektif Nahdlatul Ulama, makalah
disampaikan pada Seminar Nasional Menggugat Fatwa Majlis Ulama Indonesia Nomor 03 Tahun2010 tentang Arah Kiblat tanggal 27 Mei 2010
25
1. Dasar hukum dalam Al Quran tentang menghadap kiblat
a. QS. Al Baqarah: 144
Artinya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit,maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yangkamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dandi mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yangdiberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwaberpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya;dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang merekakerjakan. (QS. Al Baqarah: 144)52
b. QS. Al Baqarah: 149
Artinya: Dan dari mana saja kamu ke luar, maka palingkanlah wajahmuke arah Masjidil Haram; sesungguhnya ketentuan itu benar-benarsesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidaklengah dari apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Baqarah: 149)53
c. QS. Al Baqarah: 150
Artinya: Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmuke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu (sekalian)berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak adahujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang lalimdi antara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada merekadan takutlah kepada-Ku. Dan agar Kusempurnakan nikmat-Kuatasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk. (QS. Al Baqarah:150)54
52 Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir Al Quran, op.cit, hlm. 2253 Ibid, hlm. 2354 Ibid
26
2. Adapun dasar hukum dalam Hadits tentang menghadap kiblat:
a. Hadis dari Anas bin Malik RA. riwayat Bukhari Muslim55:
--)
( ..)(
Artinya: Bercerita Abu Bakar bin Abi Syaibah, bercerita Affan, berceritaHammad bin Salamah, dari Tsabit dari Anas: Bahwasesungguhnya Rasulullah SAW (pada suatu hari) sedang salatdengan menghadap Baitul Maqdis, kemudian turunlah ayat
Sesungguhnya Aku melihat mukamu sering menengadah kelangit, maka sungguh kami palingkan mukamu ke kiblat yangkamu kehendaki. Palingkanlah mukamu ke arah MasjidilHaram . Kemudian ada seseorang dari Bani Salamahbepergian, menjumpai sekelompok sahabat sedang ruku padasalat fajar. Lalu ia menyeru, Sesungguhnya kiblat telahberubah. Lalu mereka berpaling seperti kelompok nabi yakni kearah kiblat. (HR. Muslim)
b. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari:56
--)(
Artinya: Bercerita Muslim, bercerita Hisyam, bercerita Yahya bin AbiKatsir dari Muhammad bin Abdurrahman dari Jabir berkata:Ketika Rasulullah SAW salat di atas kendaraan (tunggangannya)beliau menghadap ke arah sekehendak tunggangannya, danketika beliau hendak melakukan salat fardhu beliau turunkemudian menghadap kiblat. (HR. Bukhari).
55 Maktabah Syamilah versi 2.11, Muslim Bin Hajjaj Abu Hasan Qusyairi An Naisabury,Shahih Muslim, Mesir : Mauqi’u Wazaratul Auqaf, t.t juz 3 hlm. 443
56 Maktabah Syamilah versi 2.11, Muhammad Bin Ismail Bin Ibrahim Bin Mughirah AlBukhari, Shahih Bukhari, Mesir : Mauqi’u Wazaratul Auqaf, t.t juz 2 hlm. 193
27
Dari ayat-ayat dan hadits di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
menghadap kiblat merupakan salah satu syarat salat yang harus dilaksanakan.
Begitu pentingnya menghadap kiblat dengan tepat sehingga orang yang berada
dalam perjalanan pun wajib salat menghadap kiblat.
C. Pemikiran Ulama tentang Menghadap Kiblat
Para ulama telah bersepakat bahwa siapa saja yang mengerjakan salat di
sekitar Masjidil Haram dan baginya mampu melihat Ka’bah secara langsung,
maka wajib baginya menghadap persis ke arah Ka’bah (ainul Ka bah). Namun
ketika orang tersebut berada di tempat yang jauh dari Masjidil Haram atau jauh
dari Mekah, maka para ulama berbeda pendapat mengenainya. Berikut adalah dua
pendapat besar dari para ulama madzhab mengenai hal tersebut, yaitu:
1. Pendapat Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah
Menurut keduanya, yang wajib adalah menghadap ke ainul Ka bah.
Dalam artian bagi orang yang dapat menyaksikan Ka’bah secara langsung
maka baginya wajib menghadap Ka’bah. Jika tidak dapat melihat secara
langsung, baik karena faktor jarak yang jauh atau faktor geografis yang
menjadikannya tidak dapat melihat Ka’bah langsung, maka ia harus
menyengaja menghadap ke arah di mana Ka’bah berada walaupun pada
hakikatnya ia hanya menghadap jihat-nya saja (jurusan Ka’bah). Sehingga
yang menjadi kewajiban adalah menghadap ke arah Ka’bah persis dan tidak
cukup menghadap ke arahnya saja.57
57 Abdurrahman bin Muhammad Awwad Al Jaziry, Kitabul Fiqh Ala MadzahibilArba ah, Beirut: Dar Ihya’ At Turats Al Araby, 1699, hlm. 177
28
Hal ini didasarkan pada firman Allah SWT ,
maksud dari kata syatral Masjidil Haram dalam potongan ayat di atas adalah
arah dimana orang yang salat menghadapnya dengan posisi tubuh menghadap
ke arah tersebut, yaitu arah Ka’bah. Maka seseorang yang akan melaksanakan
salat harus menghadap tepat ke arah Ka’bah.58
Hal ini dikuatkan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
dari Usamah bin Zaid di atas bahwasannya Nabi SAW melaksanakan salat dua
raka’at di depan Ka’bah, lalu beliau bersabda, “inilah kiblat”, dalam
pernyataan tersebut menunjukkan batasan (ketentuan) kiblat. Sehingga yang
dinamakan kiblat adalah ‘ain Ka’bah itu sendiri, sebagaimana yang ditunjuk
langsung oleh nabi seperti yang diriwayatkan dalam hadits tersebut. Maka
mereka mengatakan bahwa yang dimaksud dengan surat Al Baqarah di atas
adalah perintah menghadap tepat ke arah Ka’bah, tidak boleh menghadap ke
arah lainnya.59
Demikianlah Allah menjadikan rumah suci itu untuk persatuan dan
kesatuan tempat menghadap bagi umat Islam. Seperti yang diungkap Imam
Syafi’i dalam kitab Al Um-nya bahwa yang dimaksud masjid suci adalah
Ka’bah (baitullah) dan wajib bagi setiap manusia untuk menghadap rumah
tersebut ketika mengerjakan salat fardhu, sunnah, jenazah, dan setiap orang
yang sujud syukur dan tilawah. Maka, arah kiblat daerah di Indonesia adalah
arah barat dan bergeser 24 derajat ke utara, maka kita harus menghadap ke
58 Muhammad Ali As Shabuni, Tafsir Ayat Ahkam As Shabuni, Surabaya: Bina Ilmu,1983, hlm. 81
59 Ibid
29
arah tersebut. Tidak boleh miring ke arah kanan atau kiri dari arah kiblat
tersebut.60
2. Pendapat Ulama Hanafiyah dan Malikiyah,
Menurut mereka yang wajib adalah (cukup) jihhatul Ka’bah, jadi bagi
orang yang dapat menyaksikan Ka’bah secara langsung maka harus
menghadap pada ainul Ka’bah, jika ia berada jauh dari Mekah maka cukup
dengan menghadap ke arahnya saja (tidak mesti persis), jadi cukup menurut
persangkaannya (dzan)61 bahwa di sanalah kiblat, maka dia menghadap ke
arah tersebut (tidak mesti persis). Ini didasarkan pada firman Allah
bukan , sehingga jika ada orang yang
melaksanakan salat dengan menghadap ke salah satu sisi bangunan Masjidil
Haram maka ia telah memenuhi perintah dalam ayat tersebut, baik
menghadapnya dapat mengenai ke bangunan atau ainul Ka’bah atau tidak.62
Mereka juga mendasarkan pada surat Al Baqarah ayat 144, yang
artinya “Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.
Kata arah syatrah dalam ayat ini ditafsirkan dengan arah Ka’bah. Jadi tidak
harus persis menghadap ke Ka’bah, namun cukup menghadap ke arahnya.
Mereka juga menggunakan dalil hadits nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dan Tirmidzi, yang artinya “Arah antara timur dan barat adalah
60 Abi Abdullah Muhammad bin Idris Asy Syafi’i, Al Um, t.t hlm. 22461Seseorang yang berada jauh dari Ka’bah yaitu berada diluar Masjidil Haram atau di
sekitar tanah suci Mekkah sehingga tidak dapat melihat bangunan Ka’bah, mereka wajibmenghadap ke arah Masjidil Haram sebagai maksud menghadap ke arah Kiblat secara dzan ataukiraan atau disebut sebagai “Jihadul Ka’bah”.
62 Muhammad Ali As Shabuni, op.cit, hlm. 82
30
kiblat.”63 Adapun perhitungan (perkiraan) menghadap ke jihatul Ka’bah yaitu
menghadap salah satu bagian dari adanya arah yang berhadapan dengan
Ka’bah/kiblat.64
Berdasarkan kedua pendapat di atas, maka dapat diketahui bahwa mereka
memiliki dalil dan dasar, dan kesemuanya dapat dijadikan pedoman, hanya saja
dalam hal penafsiran mereka berbeda. Hal ini terjadi karena dasar yang digunakan
tidak sama. Namun yang perlu diingat bahwa kewajiban menghadap kiblat bagi
orang yang akan melaksanakan salat berlaku selamanya, seseorang harus
berijtihad untuk mencari kiblat. Hal ini perlu diperhatikan karena kiblat sebagai
lambang persatuan dan kesatuan arah bagi umat Islam, maka kesatuan itu harus
diusahakan setepat-tepatnya.65
Dari beberapa pendapat di atas, penulis lebih condong kepada pendapat
yang pertama. Hal ini karena pada zaman sekarang, teknologi yang berkembang
sudah sedemikian canggih, dan hal tersebut memudahkan umat Islam dalam
menentukan arah kiblat yang lebih akurat dengan bantuan teknologi yang ada.
Demikian juga pengetahuan mengenai ilmu hitungnya, cara perhitungan yang
digunakan telah menggunakan prinsip ilmu hitung bola (spherical trigonometry)
dengan tidak mengabaikan bentuk permukaan bumi yang bulat seperti bola. Juga
alat hitungnya dimana saat ini sudah dapat diperoleh dari sistem komputerisasi.
Maka apabila seseorang dapat menghadap kiblat dengan tepat, mengapa hal
63 Ibid64 Ibid65 Syamsul Arifin, Ilmu Falak, Ponorogo: Lembaga Penerbitan dan Pengembangan
Ilmiyah STAIN Ponorogo, t.t, hlm. 19
31
tersebut tidak dipilih untuk meningkatkan keyakinan bahwa telah menghadap
kiblat dengan tepat.
D. Historisitas Kiblat
1. Ka’bah Sebagai Kiblat Umat Muslimin
Kota Mekah terletak di bagian barat kerajaan Saudi Arabia di tanah
Hijaz. Ia dikelilingi oleh gunung-gunung terutama daerah di sekitar Ka’bah
berada. Dataran rendah di sekitar Mekah disebut Batha, di wilayah timur
Masjidil Haram ialah daerah yang disebut perkampungan Ma la, daerah di
bagian barat daya masjid ialah Misfalah. Terdapat tiga pintu masuk utama ke
kota Mekah yaitu Ma la (disebut hujun, bukit di mana terdapat kuburan para
sahabat dan syuhada), Misfalah, dan Syubaikah. Ketinggian kota Mekah
kurang lebih 300 m di atas permukaan laut.66
Ka’bah sebagai kiblat umat Islam seluruh dunia memiliki sejarah
panjang. Dalam The Encyclopedia Of Religion dijelaskan bahwa bangunan
Ka’bah ini merupakan bangunan yang dibuat dari batu-batu (granit) Mekah
yang kemudian dibangun menjadi bangunan berbentuk kubus (cube-like
building) dengan tinggi kurang lebih 16 meter, panjang 13 meter dan lebar 11
meter.67 Batu-batu yang dijadikan bangunan Ka’bah saat itu diambil dari lima
gunung, yakni: Hira , Tsabir, Lebanan, Thur, dan Khair.68 Proses
66 Muhammad Ilyas Abdul Ghani, Sejarah Mekah Dulu dan Kini, terj. Tarikh Mekah alMukarromah Qadiman wa Haditsan, Madinah: Al Rasheed Printers, 2004, hlm. 18
67 Mircea Eliade (ed), The Encyclopedia Of Religion, Vol. 7, New York: MacmillanPublishing Company, t.t, hlm. 225.
68 Tsabir berada di sebelah kiri jalan dari Mekah ke Mina, dari hadapan gunung Hira’sampai dengan ujung Mina. Sedangkan Lebanan adalah dua gunung di dekat Mekah dan ThurSinai berada di Mesir. Lihat, Muhammad Ilyas Abdul Ghani, op.cit, hlm. 52
32
pembangunan kembali Ka’bah dari kelima batuan gunung tersebut merupakan
mukjizat Allah.
Dalam banyak riwayat disebutkan Ka’bah dibangun setidaknya 12 kali
sepanjang sejarah. Diantara nama-nama yang membangun dan merenovasi
kembali ialah, para malaikat, Nabi Adam a.s, Nabi Syits bin Adam a.s, Nabi
Ibrahim a.s dan Nabi Ismail a.s, Al Amaliqah, Jurhum, Qushai ibn Kilab,
Quraisy, Abdullah bin Zubair (tahun 65 H), Hujaj ibn Yusuf (tahun 74 H),
Sultan Murad Al Usmani (tahun 1040 H), dan Raja Fahd ibn Abdul Aziz
(tahun 1417 H).69
2. Sejarah Perpindahan Kiblat
Perintah memindahkan kiblat salat dari Baitul Maqdis yang berada di
Palestina ke Ka’bah yang berada di Masjidil Haram, Mekah terjadi pada tahun
ke delapan Hijriyah yang bertepatan pada malam tanggal 15 Sya’ban (Nisfu
Sya ban). Peristiwa ini adalah peristiwa penting dalam sejarah perjuangan
umat Islam yang tidak boleh dilupakan sepanjang masa.70
Ka’bah menjadi kiblat salat sebelum Nabi Muhammad hijrah ke
Madinah. Kemudian setelah beliau hijrah ke Madinah, beliau memindahkan
kiblat salat dari Ka’bah ke Baitul Maqdis yang digunakan orang Yahudi sesuai
dengan izin Allah untuk kiblat salat mereka. Perpindahan tersebut
dimaksudkan untuk menjinakkan hati orang-orang Yahudi dan untuk menarik
mereka kepada syariat Al Quran dan agama yang baru yaitu agama tauhid.71
69 Muhammad Ilyas Abdul Ghani, loc. cit70 http://falak.blogsome.com/, diakses tanggal 24 September 2010 pukul 10.23 WIB71 Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Tafsir Ibnu Katsier, terj. Tafsir Ibnu Kasir, cet. 4,
Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1992, hlm. 260-261
http://falak.blogsome.com/,
33
Tetapi setelah Rasulullah SAW menghadap Baitul Maqdis selama 16-
17 bulan, ternyata harapan Rasulullah tidak terpenuhi. Orang-orang Yahudi di
Madinah berpaling dari ajakan beliau, bahkan mereka merintangi Islamisasi
yang dilakukan Nabi dan mereka telah bersepakat untuk menyakitinya dengan
menentang Nabi dan tetap berada pada kesesatan.
Karena itu Rasulullah SAW berulang kali berdoa memohon kepada
Allah SWT dengan menengadahkan tangannya ke langit mengharap agar
diperkenankan pindah kiblat salat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah lagi.72
E. Teori Penentuan Arah Kiblat
Masalah kiblat adalah masalah mengenai arah. Arah yang dimaksud
adalah arah Ka’bah di Mekah. Arah ini dapat ditentukan dari setiap titik atau
tempat di permukaan bumi. Penentuan arah ini dapat dilakukan dengan
melakukan perhitungan dan pengukuran. Perhitungan tersebut merupakan
perhitungan untuk mengetahui dan menetapkan ke arah mana Ka’bah berada
apabila dilihat pada suatu tempat di permukaan bumi.73 Maka, untuk menentukan
arah kiblat dapat dilakukan dengan menggunakan ilmu ukur segitiga bola
(spherical trigonometry). Hal ini disebabkan bumi dianggap sebagai bola.74
Jika kita perhatikan sebuah bola maka kita akan tahu bahwa bola (sphere)
adalah benda tiga dimensi yang unik, dimana jarak antara setiap titik di
permukaan bola dengan titik pusatnya selalu sama. Permukaan bola itu
berdimensi dua. Karena bumi sangat mirip dengan bola, maka cara menentukan
72 Haji Abdul Malik Abdulkarim Amrullah (HAMKA), Tafsir Al Azhar, Jakarta: PustakaPanjimas, 1982, hlm. 9
73 Muhyiddin Khazin, op.cit. hlm. 18, lihat juga Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan PusatMuhammadiyah, op.cit, hlm. 29
74 Departemen Agama RI, op.cit, hlm. 151-152
34
arah dari satu tempat (misalnya masjid) ke tempat lain (misalnya Ka’bah) dapat
dilakukan dengan mengandaikan bumi seperti bola. Posisi di permukaan bumi
seperti posisi di permukaan bola.75
Gambar 5Bola Bumi
Untuk mengenal ilmu ukur segitiga bola maka kita
harus mengenal beberapa definisi yang penting
untuk diketahui. Pada gambar di samping lingkaran
ABCDA adalah lingkaran besar dimana yang
dimaksud lingkaran besar (great circle) adalah irisan
bola yang melewati titik pusat O.76
Dengan kata lain lingkaran besar adalah lingkaran yang titik pusatnya
melalui/ berimpit titik pusat bola. Jika irisan bola tidak melewati titik pusat O atau
tidak berimpit pada titik pusat bola disebut lingkaran kecil (small circle). Dalam
gambar tersebut yang termasuk dalam lingkaran kecil adalah lingkaran EFGHE.77
Secara umum, segitiga bola didefinisikan sebagai daerah segitiga yang
sisi-sisinya merupakan busur-busur lingkaran besar. Maka apabila salah satu
sisinya merupakan lingkaran kecil, tidak bisa dinyatakan sebagai segitiga bola.78
Sebagaimana konsep dasar ilmu ukur segitiga bola79 yang menyatakan:
Jika tiga buah lingkaran besar pada permukaan sebuah bola salingberpotongan, terjadilah sebuah segitiga bola. Ketiga titik potong yangberbentuk merupakan titik sudut A, B, dan C. Sisi-sisinya dinamakanberturut-turut a, b, dan c yaitu yang berhadapan dengan sudut A, B,dan C.
75 Ibid, lihat juga http://www.eramuslim.com/syariah/ilmu-hisab/segitiga-bola-dan-arah-kiblat.htm, diakses tanggal 18 Maret 2010 pukul 14.00 WIB
76 http://www.eramuslim.com/syariah/ilmu-hisab/segitiga-bola-dan-arah-kiblat.htm, diak-ses tanggal 18 Maret 2010 pukul 14.00 WIB
77 Ibid.78 Departemen Agama RI, op.cit, hlm. 15379 Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 27
http://www.eramuslim.com/syariah/ilmu-hisab/segitiga-bola-dan-arah-http://www.eramuslim.com/syariah/ilmu-hisab/segitiga-bola-dan-arah-kiblat.htm,
35
Konsep tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:
A
BCD
E
I
F
G
HGambar 6
Segitiga Bola
Ketiga bagian lingkaran berpotongan di titik A,
B, dan C, adapun daerah yang dibatasi oleh
ketiga busur lingkaran besar itu dinamakan
segitiga ABC. Busur AB, BC, dan CA adalah
sisi-sisi segitiga bola ABC. Sedangkan sisi-sisi
segitiga bola dinyatakan dengan huruf a, b, dan c.
Sedangkan dalam perhitungan arah kiblat kita membutuhkan 3 titik, yaitu:
1. Titik A, yang terletak pada lokasi tempat yang akan ditentukan arah kiblatnya.
2. Titik B, terletak di Ka’bah (Mekah)
3. Titik C, terletak di titik kutub utara.
Dua titik diantara ketiganya adalah titik yang tetap (tidak berubah-ubah)
yaitu titik B dan C, sedangkan titik A senantiasa berubah, tergantung tempat yang
akan ditentukan kiblatnya, baik di utara ekuator atau di sebelah selatan. 80
Bila titik-titik tersebut
dihubungkan dengan garis lengkung
pada lingkaran besar, maka terjadilah
segitiga bola ABC, seperti gambar di
samping ini: Gambar 7Bola Bumi
Adapun busur garis yang berada di depan titik A adalah (90o – k) dan
disebut sisi a, sedangkan busur garis di depan titik B adalah (90o – x) disebut sisi
b, di mana k dan x adalah posisi lintang Ka’bah dan lokasi yang dihitung.
80 Hafid, Penentuan Arah Kiblat , makalah disampaikan pada pelatihan penentuan arahkiblat Jakarta 15 April 2007
a
bc
36
Sedangkan busur di depan sudut C disebut sisi c. Sehingga bisa dikatakan
perhitungan arah kiblat adalah suatu perhitungan untuk mengetahui berapa besar
nilai sudut A (sudut kiblat), yakni sudut yang diapit oleh sisi b dan sisi c. Maka
rumus untuk mengetahui nilai sudut A,81 yaitu :
)(cotan.sin)sin(
tancocotan mxxmx
mxsB λλϕλλϕϕ
−−−
=
Dalam menentukan jarak terdekat dari daerah lokasi ke Ka’bah, maka kita
harus mengetahui:
Jika = 00o 00’ s.d 39o 49’ 34,56” BT, maka C = 39o 49’ 34,56” -
Jika = 39o 49’ 34,56” s.d 180o 00’ BT, maka C = – 39o 49’ 34,56”
Jika = 00o 00’ s.d 140o 10’ BB, maka C = + 39o 49’ 34,56”
Jika = 140o 10’ s.d 180o 00’ BB,maka C = 320o10’ –
F. Metode Penentuan Arah Kiblat
Berdasarkan teori yang disebutkan di atas, maka rumus segitiga bola dapat
digunakan ke berbagai tempat di permukaan bumi dalam menentukan arah kiblat.
Dalam metode penentuan arah kiblat tersebut, dapat diketahui dengan menghitung
azimuth kiblat dan dengan mengetahui posisi matahari (rashdul kiblat).
1. Azimuth Kiblat
Tiap tempat memiliki sudut kiblat sendiri-sendiri. Untuk
mengetahuinya diperlukan data lintang dan bujur tempat yang bersangkutan
serta posisi koordinat Ka’bah. Arah yang akan dicari dinyatakan oleh besarnya
sudut dan dari mana sudut itu diukur serta ke mana arah putarannya. Dalam
ilmu astronomi pengukuran azimuth dilakukan dari utara dengan arah putaran
81 Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 28
37
ke timur karena putaran itu disesuaikan dengan arah pergerakan jarum jam.
Hal itu hanya sebagai perjanjian saja, untuk keseragaman terminologi. Namun
awal pengukuran diambil arah utara memiliki alasan praktis yaitu karena arah
utara dapat segera diketahui dengan alat kompas jarum magnet dibandingkan
arah timur barat.82
Maka yang dimaksud azimuth kiblat adalah sudut untuk suatu tempat
yang dihitung sepanjang horizon dari titik utara ke timur searah jarum jam
sampai titik kiblat (Ka’bah).83 Adapun data-data yang diperlukan untuk
menentukan azimuth kiblat yaitu:84
a. Lintang Tempat yang Bersangkutan ( Ardlul balad atau urdlul balad)85
b. Bujur Tempat yang Bersangkutan (Thulul Balad)86
c. Lintang dan Bujur Mekah
Besarnya data Lintang Makkah adalah 21º 25’ 21,17" LU dan Bujur
Makkah 39º 49’ 34,56” BT87
82 Departemen Agama RI, op.cit. hlm. 15883 Ibid84 Syamsul Arifin op.cit, hlm. 22, lihat juga Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 31-3285 Lintang tempat atau lintang geografi yaitu jarak sepanjang meridian bumi yang diukur
dari khatulistiwa bumi sampai tempat yang bersangkutan. Khatulistiwa atau ekuator bumi adalahlintang 0o dan titik kutub bumi adalah lintang 90o. Maka nilai lintang berkisar antara 0o sampaidengan 90o. Di sebelah selatan khatulistiwa disebut Lintang Selatan (LS) dengan tanda negatif (-)dan di sebelah utara khatulistiwa disebut Lintang Utara (LU) diberi tanda positif (+). Dalam ilmuastronomi disebut latitude dan menggunakan lambang ( ) phi. Lihat Muhyiddin Khazin, op.cit,hlm. 4-5, lihat juga, Slamet Hambali, Ilmu Falak I (Tentang Penentuan Awal Waktu Salat danPenentuan Arah Kiblat Di Seluruh Dunia), t.t, 1988, hlm. 49
86 Jarak sudut yang diukur sejajar dengan ekuator bumi yang dihitung dari garis bujuryang melewati kota Greenwich sampai garis bujur yang melewati suatu tempat tertentu. Dalamastronomi dikenal dengan nama longitude dengan lambang ( ) lamda. Nilai thulul balad sebesar0o sampai 180o, 0o berada di Greenwich (sebuah kota pulau kecil di sebelah barat Inggris) dan 180odi Samudra Pasifik dan dikenal dengan International Date Line (Garis Batas TanggalInternasional). Tempat yang berada di sebelah barat Greenwich disebut bujur barat (BB) dan disebelah timurnya disebut bujur timur (BT). Lihat Ibid, hlm. 84
87 Ahmad Izzuddin, op.cit, hlm. 19
38
2. Rashdul Kiblat
Pedoman yang digunakan pada metode ini adalah posisi matahari tepat
atau mendekati pada titik zenith Ka’bah (rashdul kiblat). Penentuannya
dilakukan berdasarkan bayang-bayang sebuah tiang atau tongkat ketika posisi
matahari tepat berada di atas Ka’bah. Hal tersebut akan terjadi apabila lintang
Ka’bah sama dengan deklinasi matahari, sehingga pada saat itu matahari
berkulminasi tepat di atas Ka’bah. Posisi tersebut terjadi dua kali dalam satu
tahun, yaitu pada setiap tanggal 27 Mei (tahun Kabisat) atau 28 Mei (tahun
Basithah) jam 11.57.16 waktu Mekah atau 09. 17. 56 GMT dan pada tanggal
15 Juli (tahun Kabisat) atau 16 Juli (tahun Bâsithah) jam 12.06.03 waktu
Mekah atau 09. 26. 43 GMT. Hal ini karena pada kedua tanggal dan jam
tersebut besar deklinasi matahari hampir sama dengan lintang Ka’bah. Jika
diinginkan waktu yang lain maka waktu tersebut dikonversi dengan selisih
waktu di tempat yang bersangkutan, misalnya waktu Indonesia bagian Barat
(WIB), maka harus ditambah dengan 7 jam, maka tanggal 27/28 Mei pada jam
16 17.56 WIB dan tanggal 15/ 16 Juli pada jam 16 26. 43 WIB.88 Sehingga,
pada tanggal-tanggal tersebut umat Islam dapat mengecek arah kiblat semua
tempat di permukaan bumi karena semua bayangan matahari akan searah
dengan arah kiblat.
Penentuan arah kiblat dengan metode ini berpedoman pada posisi
bayang-bayang matahari saat istiwa’ a’dham (rashdul kiblat). Metode ini
88 Muhyiddin Khazin, op.cit, hlm. 22-23
39
dapat dikatakan akurat karena menggunakan observasi langsung (matahari
sebagai objek).89
Alat yang biasa digunakan dalam pengukuran dengan bayang-bayang
matahari adalah dengan bencet, alat sederhana yang terbuat dari semen atau
semacamnya yang diletakkan di tempat terbuka agar mendapat sinar
matahari.90 Selain itu dapat juga digunakan tongkat istiwa’ yang diberdirikan
di tanah yang lapang untuk mendapatkan cahaya matahari. Karena di
Indonesia peristiwa tersebut terjadi pada sore hari maka arah bayangan
tongkat adalah ke timur, sedangkan arah bayangan sebaliknya yaitu yang ke
arah barat agak serong ke utara merupakan arah kiblat yang benar.91
Teknik penentuan arah kiblat menggunakan istiwa utama:
a. Tentukan lokasi masjid /musala /langgar atau rumah yang akan diluruskan
arah kiblatnya.
b. Sediakan tongkat lurus sepanjang 1 sampai 2 meter dan peralatan untuk
memasangnya. Lebih bagus menggunakan benang berbandul agar tegak
benar. Siapkan juga jam/arloji yang sudah dicocokkan/dikalibrasi
waktunya secara tepat dengan radio/televisi
Top Related