Mekanisme Badal Haji Pada Operasional
Penyelenggaraan Ibadah Haji Ditjen PHU Kemenag RI
Tahun 2015
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
RACHMAT RISTANTO MUKTI
NIM : 1112053100002
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH KONSENTRASI MANAJEMEN HAJI DAN UMRAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1439 H / 2017 M
Mekanisme Badal Haji Pada Operasional Penyelenggaraan
Ibadah Haji Ditjen PHU Kemenag RI Tahun 2015
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk
memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sosial
(S.Sos)
Oleh :
RACHMAT RISTANTO MUKTI NIM : 1112053100002
Di bawah Bimbingan
Drs. H. Ahmad Kartono, M.Si
KONSENTRASI MANAJEMAN HAJI DAN UMRAH
PROGRAM STUDI MANAJEMAN DAKWAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIEF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439 H/2017 M
LEMBAR PERNYATAAN
Skripsi yang Berjudul :
Mekanisme Badal Haji Pada Operasional Penyelenggaraan
Ibadah Haji Ditjen PHU Kemenag RI Tahun 2015
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Merupakan hasil karya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu
peryaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya, gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 21 Desember 2017
Rachmat Ristanto Mukti
i
ABSTRAK
Rachmat Ristanto Mukti (1112053100002) “Mekanisme Badal Haji Pada
Operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji Ditjen PHU Kemenag RI Tahun
2015”, di Bawah Bimbingan H.Ahmad Kartono, MSi
Badal haji yang secara istilah dalam fiqh islam adalah al-hajju‟anil qhair, yaitu
berhaji untuk orang lain, merupakan salah satu yang menimbulkan polemik
permasalahan dari penyelenggaraan ibadah haji, yangpada tahun 2015 mengalami
peningkatan drastis dari segi jumlah Jamaah yang dibadal hajikan salah satu
penyebabnya adalah musibah badai dan robohnya crane di Masjidil Haram
sehingga dibutuhkan penanganan yang cepat dalam hal teknis pelaksanaan namun
sesuai dengan prinsip kaedah badal haji. Peran Pemerintah Indonesia sebagai
regulator, eksekutor dan kontroller dalam pelayanan ibadah haji.hanya melayani
badal haji untuk jamaah haji reguler, sebagai wujud sikap tanggung jawab dan
perlindungan kepada jamaah haji.
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah tentang mekanisme penanganan
badal haji bagi Jemaah yang sakit dan Jemaah yang wafat sebelum wukuf dan apa
problematika dan langkah penyelesaian baal haji pada operasional
penyelenggaraan ibadah haji yang dilakukan dirjen PHU hal ini bertujuan untuk
mengetahui apa saja Problematika pelaksanaan badal haji, bagaimana mekanisme
pelaksanaannya, dan bagaimana pula hambatannya yang dilakukan oleh Ditjen
Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kemenag RI.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, yang mana
metode ini menghasilkan data deskriptif berupa wawancara dan pengambilan
dokumentasi.
Dari hasil penelitian di temukan bahwa badal haji yang di selenggarakan oleh
Ditjen PHU terdapat problematika dan mekanisme penyelesaian berdasarkan
ketentuan yaitu pertama problematika pendataan jamaah haji yang dibadalkan,
kedua problematika pendataan petugas pelaksana badal haji,ketiga problematika
akad badal haji, keempat problematika hukum melaksanakan badal haji.
Kata Kunci : Mekanisme, Badal Haji, Ditjen Penyelenggaraan Haji dan
Umroh
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr.Wb
Alhamdulillahi Rabbil „alamiin, segala puji dan syukur senantiasa penulis
panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan cinta dan kasih sayang-Nya
kepada setiap makhluknya serta menurunkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita
semua, sehingga tangan ini mampu menorehkan kata demi kata untuk menjadi
sebuah karya yang bermakna. Shalawat serta salam semoga senantiasa
dilimpahkan kepada Rasulullah SAW penerima Al-qur’an dan pembawa As-
sunnah yang berisi petunjuk, rahmat, serta kabar gembira bagi seluruh kaumnya.
Shalawat beserta salam mudah-mudahan Allah limpahkan pula pada keluarganya,
sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih
yang tak terhingga kepada semua pihak yang membantu kelancaran penulisan
skripsi ini, baik berupa dorongan moril maupun materil, karena penulis yakin
tanpa bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Dr.Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr.Suparto, M.Ed, Ph.d selaku Wadek I, Dr. Hj.Roudhonah, MA selaku
Wadek II dan Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wadek III Fakultas Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
3. Bapak Drs. Cecep Castrawijaya, MA dan Drs. Sugiharto, MA selaku
Ketua dan Sekretaris Jurusan Manajemen Dakwah, yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan studi di Konsentrasi Manajemen Haji
danUmrah.
4. Bapak Drs. H. Ahmad Kartono, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang
telah memberikan banyak masukan kepada penulis dan telah ikhas
meluangkanwaktunya untuk membimbing serta memberikan arahan,
petunjuk, dan saran yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang selama
ini telah memberikan ilmu pengetahuannya, semoga ilmu yang telah
diberikan bermanfaat bagi penulis dan penulis pun dapat mengamalkan
kembali ilmu yang telah diberikan.
6. Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, dan Perpustakaan Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang
banyak membantu penulis dalam memberikan referensi buku-buku
dalammenyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak Dr. H. Endang Jumali, Lc. MA, M.Siselaku Kepala Seksi
Pengembangan Materi Bimbingan Subdirektorat Bimbingan Jemaah haji
Direktorat Bina Haji Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh
Kementerian Agama yang telah mengizinkan penulis dalam meneliti dan
memberikan waktu untuk wawancara.
iv
8. Bapak Nurhanudin selaku Kepala Sub Bagian pengembangan Database
Haji yang telah memberikan waktu untuk pencarian data.
9. Bapak dan Ibu tercinta, yang selalu sabar mendidik penulis dari kecil
sampai sekarang dan tidak bosan-bosannya mengingatkan penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan Ibuku tercinta terimakasih untuk
semua yang telah kalian berikan kepadaku dukungan materil, do’a
dansemangat, semoga Allah SWT membalas dengan limpahan kasih
sayang, keridhoan, kebarokahan dan kebaikan hidup didunia maupun
akhirat.
10. Siti Adawiyah Nurkomala yang selalu memberikan support moril dalam
penyelesaian penelitian ini dari awal sampai akhir.
11. Seluruh anggota kelas Manajeman Haji dan Umroh yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan moril.
Penulis senantiasa berdoa semoga amal baik yang telah diberikan
mendapatkan ridha dari Allah SWT. Penulis serahkan semuanya dengan harapan
semoga skripsi ini memberikan manfaat yang besar khusus bagi penulis dan
umumnya bagi yang membacanya.
Wassalamualaikum. Wr.Wb
Jakarta, 21 Desember 2017
Rachmat Ristanto M
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ......................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 7
D. Metodologi Penelitian ........................................................................ 8
E. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 12
F. Sistematika Penulisan ...................................................................... 13
BAB II LANDASAN TEORI
A. Problematika Badal Haji .................................................................. 15
1. Pengertian Problematika............................................................... 15
2. Faktor-Faktor Problematika ......................................................... 15
3. Langkah-langkah Pemecahan Problematika ................................ 16
4. Pengertian Badal Haji ................................................................... 18
5. Dasar Hukum Badal Haji ............................................................. 20
6. Kaidah Badal Haji ........................................................................ 22
B. Operasional Penyelenggaraan Haji .................................................. 26
1. Pengertian Manajeman Operasional ............................................. 26
2. Pengertian Penyelenggaraan / Pelaksanaan (Actuating) ............. 28
3. Elemen Pelaksanaan ..................................................................... 29
4. Langkah-Langkah Pelaksanaan .................................................... 30
5. Unsur-Unsur Penyelenggaraan Ibadah Haji ................................ 31
C. Ditjen PHU ....................................................................................... 31
BAB III GAMBARAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL
PENYELENGGARAAN HAJI DAN UMRAH
A. Sejarah dan Perkembangan Ditjen PHU .......................................... 33
B. VISI dan Misi ................................................................................... 38
C. Struktur Organisasi .......................................................................... 41
vi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Mekanisme Penanganan Badal Haji ................................................. 47
1.Pendataan jamaah yang akan di badal hajikan .............................. 47
2. Sumber dana pembiayaan badal haji ............................................ 48
3. Rekutmen Petugas Pelaksana badal haji ...................................... 48
4.Sertifikat Badal Haji ...................................................................... 49
5. Verifikasi penentuan jamaah yang dibadal hajikan ...................... 49
6. Pelaporkan Pelaksanaan Badal Haji ............................................. 50
B. Langkah–Langkah Penyelesaian Problematika Badal Haji............... 50
1.Identifikasi Masalah ............................................................................ 51
2.Akar Masalah dalam Pelaksanaan Badal Haji .................................. 56
3.Solusi Penyelesaian Problem/Masalah Badal Haji ........................... 59
BAB V PENUTUPAN A. Kesimpulan ...................................................................................... 64
B. Saran-Saran ...................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 68
LAMPIRAN ................................................................................................................... 72
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kini badal haji sudah mulai dikenal oleh masyarakat Indonesia, hal ini
dapat dilihat dari banyaknya lembaga swasta seperti KBIH atau Travel haji dan
Umrah yang menawarkan program badal haji. karena seiring dengan
meningkatnya jumlah permintaan pendaftaran calon jamaah haji, sehingga
harus menunggu hingga belasan bahkan puluhan tahun untuk bisa menjalankan
rukun Islam yang kelima tersebut. akibatnya rata-rata jamaah haji sekarang
adalah mereka yang berusia lanjut dan memiliki penyakit yang tergolong
resiko tinggi. Hal itu dapat dilihat dari rata-rata umur Jemaah haji pada tahun
2015 yang berada di atas 70 tahun dan sekitar 63 persen jamaah mempunyai
penyakit resiko tinggi. 1
Maka tak jarang setiap musim haji tiba, banyak jamaah haji Indonesia
yang gugur atau meninggal ketika dalam perjalanan maupun sedang
melaksanakan haji, seperti musibah badai dan jatuhnya crane di Makkah yang
menelan 12 korban jiwa dan Puluhan orang mengalami luka berat dan ringan.2
Walaupun mereka yang meninggal sudah termasuk tergolong mati syahid,
namun peran pemerintah sebagai wujud sikap tanggung jawab dan
perlindungan kepada jamaah haji, maka setiap tahunnya pemerintah Indonesia
menyiapkan tim badal haji, yang mana pada tahun 2015 pemerintah telah
membadalkan 224 jamaah untuk mereka yang tidak mampu meneruskan 1 KPHI (Komisi Pengawasan Haji Indonesia), Laporaran Hasi Pengawasan Penyelenggaraan Haji 1436 H/2015, Jakarta H. VIII-2. 2 Ibid, H. IX-34.
2
2
perjalanan ibadah haji . Istilah mampu dalam Al-Quran disebut juga istita‟ah
adalah syarat untuk melaksanakan haji, seperti yang dijelaskan oleh firman
Allah SWT dalam al-Qur’an surat„Ali Imran ayat 97 yang berbunyi:
Artinya :
Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam
Ibrahim; Barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia;
mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi)
orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah.Barangsiapa
mengingkari (kewajiban haji), Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya
(tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.3
Dalam ayat tersebut diatas telah dijelaskan bahwa setiap muslim
yang telah istita‟ah atau kemampuan berhaji secara jasmani, ruhaniah,
pembekalan dan keamanan untuk menunaikan ibadah haji tanpa
menelantarkan kewajiban terhadap keluarga4, maka wajib hukumnya
untuk menunaikan rukun Islam yang terakhir ini. Siapapun yang tidak
memenuhi salah satu peryaratan yang telah ditentukan, yaitu : Islam,
berakal sehat, dewasa, merdeka, dan mampu.Maka tidaklah diwajibkan
3Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (tp. 2007), 62
4 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 15 tahun 2016 tentang Istihaah Kesehatan
Jemaah Haji
3
3
untuk menunaikan ibadah haji. Kesepakatan ini telah disepakati oleh para
ulama, sebagaimana yang dikatakan Ibn Qudamah dalam al-Mugni “Kami
tidak menemukan adanya perselisihan mengenai hal ini semua.”.5
Haji merupakan ibadah yang hanya diwajibkan satu kali dalam
seumur hidup, Apabila seseorang sudah memenuhi syarat diwajibkan haji,
namun sudah meninggal dunia maupun yang masih hidup tapi tak mampu
lagi melaksanakan haji ke Makkah. Dalam hal ini dapat digantikan atau
dibadal hajinya. Seperti yang diuraikan oleh Kementrian Agama badal haji
ialah haji yang dilakukan oleh seseorang atas nama orang lain yang sudah
meninggal atau karena uzur baik jasmani maupun rohani yang tidak dapat
diharapkan kesembuhannya menurut medis, sakit tergantung dengan alat,
dan gangguan jiwa sehingga tidak dapat melaksanakan wukuf di
arafah6.Dengan dasar hadis Rasulullah :
Artinya :
Hadist riwayat Ibnu Abbas dari al-Fadl: "Seorang perempuan dari
kabilah Khats'am bertanya kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah,
ayahku telah wajib haji tapi dia sudah tua renta dan tidak mampu lagi
5 Mutawakil Ramli, Mari Memabrurkan Haji : Kajian dari Berbagai Mazhab (Bekasi
Gugus Press, 2002), hlm 11. 6Keputusan Dirjen PHU Nomor D/456/2015 tentang pedoman pelaksanaan safari wukuf
dan Badal Haji.
4
4
duduk di atas kendaraan?". Jawab Rasulullah: "Kalau begitu lakukanlah
haji untuk dia!" (H.R. Bukhari).7
Namun terdapat perbedaan di kalangan ulama fiqh,kalangan ulama
mazhab mengenai badal haji.Para Ulama berbeda pendapat mengenai bisa
atau tidaknya haji itu diwakilkan.Secara garis besar ada dua pendapat:
yang pertama pendapat Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah yang
membolehkan haji badal sedangkan yang kedua adalah pendapat ulama
Malikiyah yang cenderung tidak membolehkannya atau menganggap tidak
sah pelaksanaan haji badal kecuali menghajikan orang yang wafat ketika
hidupnya dia berwasiat untuk menunaikan ibadah haji dengan sepertiga
hartanya yang diwariskan.
Di Indonesia Perkembangan badal Haji atau menghajikan orang
lain kini sudah banyak dilakukan masyarakat Indonesia, Karena hukumnya
boleh dengan ketentuan bahwa orang yang menjadi wakil harus sudah
melakukan haji wajib bagi dirinya dan yang diwakili (dihajikan itu) telah
mampu untuk pergi haji tetapi dia tidak dapat melaksanakan sendiri karena
sakit yang tidak dapat diharapkan sembuhnya. (Udzur Syar'i) yang
menghilangkan istitha'ahnya (kemampuannya) atau karena meninggal
dunia setelah dia berniat haji.8 Hal tersebut tercantum dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji
Nomer 14 Tahun 2012 khususnya pasal 43 terdapat tiga katagori jamaah
yang harus dibadalhajikan diantaranya jamaah yang wafat, sakit, dan
7Al-Abani, Mukhatsar Sahih Bukhari (Terjemahan), (Jakarta : Pustaka Azzam, 2001), h.
310 8http://haji.kemenag.go.id/v2/node/1641 diakses pada 10 juni 2017 pukul 13.20 WIB
5
5
mengalami ketergantungan pada alat medis, serta jamaah yang mengalami
gangguan jiwa.
Selain itu badal haji juga merupakan satu dari beberapa persoalan
haji yang sampai sekarang masih kontroversional. Permasalahannya yaitu
kapan badal haji bisa dilaksanakan ?, siapa saja yang berhak membadalkan
dan dibadalkan?dan bagaimana bentuk pengawasannya? karena seorang
hanya dapat mewakili satu orang yang dibadalkan. Oleh sebab itulah
ibadah tersebut membutuhkan tata cara tersendiri dalam pelaksanaannya.
Hal ini merupakan tugas dari Kementerian Agama Republik Indonesia
untuk memberikan suatu bentuk penyelenggaraan ibadah haji serta
informasi-informasi yang berhubungan dengan pelaksanan ibadah
Haji.Menurut PP Nomor 79 Tahun 2012 tentang pelaksanaan UU Nomor
13 tahun 2008 pasal 3, penyelenggaraan ibadah haji diklarifikasikan dalam
dua kategori: Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler (PIHR) dan
penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK). Pemerintah Bertanggung
Jawab atas kebijakan penyelenggaraan ibadah haji regular secara
nasional.Disini penulis ingin meneliti lebih lanjut mengenai
penyelenggaraan haji yang diterapkan oleh Kementerian Agama,
khususnya mengenai praktek Badal Haji. Sehingga dibutuhkanperan
Kemenag dalam penyelenggaraan,pengawasan dan membuat regualasi-
regulasi untuk menentukanPelaksanaan teknis badal haji mulai dari
pendataan siapa saja yang boleh di badalkan, perekrutan pembadal haji
hingga pengawasannya,sehingga masyarakat nantinya dapat mengetahui
6
6
prosedur pelaksanaan badal haji di Indonesia dan terhindar daripraktek
curang orang tertentu untuk mendapatkan keuntungan materi semata.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut
mengenai mekanisme pelaksanaan badal haji.yang dituangkan dalam
skripsi ini dengan judul“Mekanisme Badal Haji pada Operasional
Penyelenggaraan Ibadah Haji Ditjen PHU Kemenag RI Tahun
2015”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1 . Batasan Masalah
Batasan-batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Mekanisme penanganan badal haji
b. Problematika, dan penyelesaian badal haji
1. Rumusan Masalah
Perumusan masalah adalah sebuah masalah yang akan dicari
jawabannya dalam penelitian. Adapun Rumusan Masalah dalam penelitian
iniadalah :
a. Bagaimana mekanisme penanganan badal haji bagi Jemaah yang
sakit dan Jemaah yang wafat sebelum wukuf ?
b. Apa problematika dan langkah penyelesaian badal haji pada
operasional penyelenggaraan ibadah haji yang dilakukan dirjen
PHU ?
7
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari pemaparan rumusan masalah yang dijelaskan di
atas, maka tujuan penelitan ini adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui mekanisme penanganan badal haji bagi
Jemaah yang sakit dan Jemaah yang wafat sebelum wukuf.
b. Untuk mengetahui problematika dan langkah penyelesaian
baal haji pada operasional penyelenggaraan ibadah haji yang
dilakukan dirjen PHU.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi hasil riset
terutama dibidang Manajeman Haji dan Umroh fokus pada teknik
analisis wacana.Penelitian ini dapat dijadikan bahan informasi dan data
yang dapat digunakan oleh mahasiswa di fakultas ilmu dakwah dan
ilmu komunikasi Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah Jakarta,
MahasiswaJurusan Manajemen Dakwah Konsentrasi Haji dan Umroh.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis, manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1) Penulis
Penulis dapat menambah wawasan pengetahuan dari pengamatan
lapangan.
8
8
2) PPIH Arab Saudi (Panitia Penyelenggaraan Ibadah haji Arab
Saudi)
Penelitian ini dapat menjadi bahan acuan agar PPIH Arab Saudi
lebih maksimal dalam menangani jamaah yang berhak dibadal
hajikan dan selektif dalam merekrut petugas pelaksana badal haji.
3) Kementerian Agama Republik Indonesia
Penelitian ini dapat menjadi bahan acuan agar pemerintah dapat
membuat regulasi tentang pelayanan badal haji bagi masyarakat.
4) Konsentrasi Manajemen Haji dan Umrah.
Memberi referensi kepustakaan jurusan Manajemen Haji dan
Umrah yang berhubungan dengan pelayanan badal haji.
D. Metodologi Penelitian.
1. Metode penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif yaitu prosedur yang menghasilkan dan deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.Pedekatan ini
diarahkan pada latar dan individu tesebut sercara holisyic (utuh).9
Pendekatan kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam,
suatu data mengandung makna. Makna adalah data sebenarnya, data pasti
yang merupkan suatu nilai di balik data yang tampak.10
9 Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : PT.Remaja Rosdakarya,
2000) h. 4 10
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung : Alfabeta, 2010) h.3
9
9
2. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah Direktorat Jenderal Penyelenggaraan
Haji dan Umroh Kementerian Agama RI. Sedangkan Objek penelitianya
adalah “Mekanisme Badal Haji dalam Operasional Penyelenggaraan
Ibadah Haji” .
3. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer yaitu : sumber data asli yang memuat informasi atau
data tertentu berupa Regulasi Badal Haji pada Kementrian Agama
Republik Indonesia. Dalam hal ini sumber primernya adalah :
1) Melakukan wawancara terkait mekanisme pelaksanaan badal
haji di Dijen PHU.
2) Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Penyelenggaraan
Ibadah Haji.
3) Keputusan Menteri Agama tentang Penyelenggaraan Ibadah
Haji.
4) Peraturan Menteri Agama Nomor 14 Tahun 2012 tentang
penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler.
5) Peraturan Dirjen PHU nomor 456 Tahun 2015 tentang
pedoman pelaksanaan safari wukuf dan badal haji.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber sekunder adalah sumber data yang dibutuhkan untuk
mendukung sumber primer. Karena penelitian ini tidak terlepas dari
10
10
kajian ushul fiqih, undang-undang, maka penulis menempatkan
sumber data yang berkenaan dengan kajian-kajian tersebut sebagai
sumber data sekunder. Sumber data sekunder yang dimaksud terdiri
dari:
1) Al-Qur’an dan Al-Hadits.
2) Buku-buku tentang Fiqh.
3) Dan sumber-sumber pendukung lainya.
4. Teknik Pengumpulan data
a. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis
terhadap gejala-gejala yang diteliti.11
Pada penelitian ini penulis
melakukan observasi di Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji dan
Umrah Kemenag RI khususnya di bagian Direktorat Bina Haji,
dengan waktu penelitian pada bulan Maret s.d November 2017.
b. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk,
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambal bertatap muka
antara si pewawancara dengan informan, biasanya menggunakan alat
yang dalam istilah wawancara disebut interview guide (panduan
wawancara).
11 Husaini Usman dan Purnomo Akbar Setiady, Metodologi penelitian Sosial (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2003) h. 53
11
11
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara mendalam
atau disebut juga wawancara tak terstuktur. Dalam hal ini,
wawancara bersifat luwes, susunan-susunan pertanyaan dan susunan
kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat berubah saat berlangsung
wawancara. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi yang
terjadi pada saat wawancara.
Dalam penelitian ini penulis mengadakan wawancara
terhadap sumber-sumber yang berhubungan dengan data yang akan
diteliti
c. Studi Dokumentasi
Studi Dokumentasi Dilakukan dengan cara mengumpulkan
data berdasarkan laporan keterangan pihak Direktorat Jenderal
Penyelenggara Haji dan Umrah seperti dukumen, peraturan-
peraturan dan sebagainya. Dari pengumpulan dokumentasi yang
telah diperoleh peneliti dapat memperoleh teknis pelaksanan dan
pelayanan badal haji Kementerian Agama RI.
5. Teknik Pengolahan Data
Penelitian ini menggunakan data kualitatif, dimana penulis akan
mengedit data kemudian mengatagorisasikan atau mengklarifikasikan data
sesuai dengan masalah atau tema yang sedang dibahas, maka langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut :
12
12
a. Editing, yaitu memeriksa kembali semua data-data yang diperoleh
dengan memilih dan menyeleksi data tersebut dari berbagai segi
yang meliputi kesesuaian keselarasan satu dengna yang lainnya,
keaslian, kejelasan serta relevansinya dengan permasalahan.12
Teknik ini digunakan penulis untuk memeriksa kelengkapan data-
data yang sudah penulis dapatkan, dan akan digunakan sebagai
sumber-sumber dokumentasi.
b. Organizing, yaitu mengatur dan menyusun data sumber
dokumentasi sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh
gambaran yang sesuai dengan rumusan masalah, serta
mengelompokan data yang diperoleh.
c. Analyzing, yaitu dengan memberikan analisis lanjutan terhadap
hasil editing dan organizing data yang telah diperoleh dari
sumber-sumber penelitian, dengan menggunakan teori dan dalil-
dalil lainnya, sehingga kesimpulan. 13
6. Lokasi dan Waktu Penelitian
Tempat : Kantor Kementerian Agama Republik Indonesia
Hari/Tanggal : Selasa, 7 November 2017
Waktu : 10.15 - 10.30 WIB
E. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan tinjuan yang sudah dilakukan beberapa
sumberkepustakaan, penulis menemukan skripsi yang dijadikan tinjauan
12
Chalid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Bumi Aksara,
1997), h. 158 13
Chalid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Bumi Aksara,
1997), 195
13
13
pustaka sebagai bahan perbandingan dan untuk menghindari adanya
penjiplakan dalam pembuatan skripsi yang akan peneliti susun. Adapun
tinjauan pustaka dalam penelitian ini diantaranya :
1. Moh.Syarif Hidayah, yang berjudul “Hukum Haji Badal (Studi
Komparasi Antara Imam Abu Hanifah dan Imam Asy-Syafi’i)”.
Skripsi ini sama-sama membahas tentang badal Haji. Perbedaan
antara penulis dengan Moh Syarif Hidayah yaitu Saudara Moh
Syarif Hidayah melakuakan penelitian tentang hukum mana yang
lebih relevan diterapkan Antara Imam Abu Hanifah dan Imam Asy-
Syafi’i. Sedangkan penulis membahas Problematika Pelaskanaan
Badal Haji oleh Dirjen Penyelenggaran Haji dan Umroh
Kementerian Agama RI.
2. Alan Amani, yang berjudul “Problematika Bimbingan Manasik
Haji di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Ciputat Pada
Tahun 2015” mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Manajemen Dakwah
Konsentrasi Manajemen Haji dan Umrah dengan NIM :
1110053100022 Pada tahun 2016.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penyusunan penulis penelitian, maka sistematika
penulisan disusun dengan merujuk pada buku pedoman penulisan skripsi
Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini terdiri dari Lima bab, yang terdiri dari :
14
14
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan
masalah dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta
sistematika penelitian.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menguraikan tentang pengertian Problematika, faktor-faktor
problematika, langkah pemecahan problematika, Pengertian Badal Haji,
kaedah badal haji dan Pengertian Operasional Penyelenggaraan Haji.
BAB III GAMBARAN DITJEN PENYELENGGARAAN HAJI
DANUMRAH
Membahas tentang gambaran umum Ditjen PHU, yang terdiri dari visi,
misi Ditjen PHU, tugas dan fungsi Ditjen PHU, struktur organisasi
Ditjen PHU, dan program kerja Ditjen PHU.
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini dibahas tentang hasil penelitian sebagai jawaban dari
perumusan masalah, yaitu mekanisme penanganan badal haji bagi
jamaah haji sakit dan jamaah wafat sebelum wukuf, serta problematika
dan langkah penyelesaiannya oleh ditjen PHU pada penyelenggaraan
haji tahun 2015
BAB V PENUTUP
Pada bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran dari hasil
penelitian yang dilakukan penulis.
15
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Problematika Badal haji
1. Pengertian Problematika
Secara bahasa kata problematika berasal dari bahasa Inggris
yaitu “Problematic” yang mempunyai makna persoalan atau
masalah.Sedangkan secara istilah problematika mempunyai arti sesuatu hal
yang belum dapat dipecahkan yang menimbulkan permasalahan.1
Sedangkan menurut Syukir dalam bukunya yang berjudul
“Dasar-dasar strategi Dakwah Islam” problematika adalah suatu
kesenjangan antara harapan dan kenyataan.2
3. Faktor-Faktor Problematika
Menurut Slamet dalam bukunya yang berjudul “Prinsip-Prinsip
Metodologi Dakwah”, faktor yang mempengaruhi adanya suatu
problematika atau masalah itu ada dua macam, yaitu faktor intern dan faktor
ekstern.
Faktor intern yang dimaksud adalah suatu masalah yang timbul
dari dalam program tersebut.Sedangkan yang dimaksud dengan faktor
ekstern adalah suatu masalah yang timbul dari luar program.3
Dari kedua faktor di atas akan diketahui akar dari problem atau
masalah yang dihadapi sehingga bisa mengambil sebuah kebijakan atau
keputusan untuk menghadapinya.
1 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta ; Bulan Bintang, 2002), h.276.
2Syukir, dasar-dasar strategi dakwah Islami, (Surabaya, Al-Ikhlas, 1983), h.65.
3 Slamet, Prinsip-prinsip metodelogi dakwah, (Jakarta : Usaha Nasional, 1994), h. 78.
16
16
3. Langkah-langkah memecahkan problematika
Dalam menghadapi masalah yang timbul di dalam suatu
organisasi atau lembaga perlu kejelian dalam menentukan jalan kelaur atau
keputusan, agar nantinya keputusan itu benar-benar menjadi sebuah jalan
keluar yang bermanfaat buat sebuah organisasi atau lembaga tersebut.
Dalam hal ini kita bisa menggunakan analisis situasi yang mewakili empat
langkah, yaitu :
a. Identifikasi masalah
b. Mencari akar masalah
c. Menetapkan solusi 1
Untuk memperjelas langkah-langkah tersebut di bawah ini
dikemukakan sebagai berikut :
a. Indentifikasi masalah
Untuk membantu lebih jelas dalam melihat masalah
apa yang sedang dihadapi, kita perlu mengindentifikasi seitap
komponen yang ada dalam masalah tersebut. Dengan
mengindentifikasi masalah lebih awal, maka akan membantu
kita untuk mengenali masalah tersebut lebih dini, sehingga
penanganan masalah pun bisa lebih baik, karena tidak dikejar
waktu dan tidak menunggu adanya krisis.2
1 Gomulya Berny, Problem Solving and Decicion Making For Improvement, (Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama, 2013), cet. Ke-4 h. 56 2Ibid, hlm .57.
17
17
b. Mencari akar Masalah
Tidak semua masalah memiliki tingkat kepentingan
yang sama, meskipun seitap masalh yang terkumpul layak
mendapatkan prioritas, namun kita juga harus bisa
menentukan masalah mana yang harus dibenahi terlebih
dahulu dan merupakan akar dari masalah-masalah yang
timbul.
Ada tiga hal dalam penentuan akar masalah ,
yaitu waktu, dampak dan tren. Masalah yang semakin
mendesak maka akan memerlukan waktu yang cepat dalam
penangannya. Masalah dengan dampak yang sangat tinggi
juga akan menjadi prioritas dalam peyelesaiannya. Dan juga
jika tren masalah menunjukan semakin besar dan meningkat,
maka semakin menjadi prioritas.3
c. Menetapkan Solusi
Setelah berhasil melakukan tiga tahapan
sebelumnya, hal terakhir yang perlu dilakukan adalah
mencari solusi dari masalah-masalah yang telah terjadi dalam
pelaksanaan suatu kegiatan yang telah atau sedang
dijalankan.4
3 Ibid, hlm.61
4Ibid. hlm.62
18
18
4. Pengertian badal Haji
Badal secara lughawi berarti mengganti, merubah atau menukar5.
Dengan demikian yang dimaksud haji badal adalah ibadah haji seseorang
yang pelaksanaannya diwakilkan atau istilah tersebut juga populer dengan
badal haji yang berarti melakukan ibadah haji untuk menggantikan atau
mewakili orang lain. Dengan kata lain, badal haji muncul berkaitan dengan
seseorang yang telah di kategorikan wajib haji (terutama dari segi
ekonomi) tapi tidak mampu melakukannya sendiri karena adanya
halangan yang dilegalkan oleh syari’at Islam.6
Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa badal
haji dilakukan dalam salah satu dari 2 kondisi; yaitu ketika yang
diwakilkan masih hidup atau yang diwakilkan telah meninggal
dunia.
Menurut pendapat golongan Malikiyah, bahwa haji itu walaupun
dia ibadah yang tersusun dari dua unsur, badan dan harta, namun lebih
menonjol bidang badan dari bidang harta. Karenanya orang yang wajib
berhaji tidak dapat digantinya oleh orang lain, baik dia dalam keadaan
sehat ataupun sakit yang dapat diharap sembuh.
Imam Hambali berpendapat, bahwasanya haji dan umrah dapat
diganti, Karena apabila seseoranrg yang wajib mengerjakan haji dan
5Ahmad Warsun Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka
Prograsif, 1997), h. 65-66 6Abdul Halim, Ensiklopedi haji dan umrah/Abdul Halim, ed. 1. Cet. 1.,(Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2002),h. 13
19
19
umrah, tidak sanggup menunaikannya, maka wajibalah ia menunjuk
pengganti dengan segera.
Golongan Syafi’iyah berpendapat, bahwanya haji itu dapat
diganti. Karenanya wajib atas orang yang tidak sanggup berhaji,
menggantikan dirinya dengan orang lain untuk mengerjakan hajinya itu,
baik dengan cara mengupah ataupun dengan cara memberikan biaya
secukupnya untuk ongkos haji. Ketidak sanggupan itu adakala karena
berpenyakitan, adakala karena tua, adakala karena sakit yang tidak dapat
disembuhkan lagi, berdasarkan keterangan dua orang dokter yang
kepercayaan atau dengan pengetahuan sendiri.7
Dan Menurut golongan hanafiyah, haji dapat diganti, karenanya,
barang siapa tidak sanggup mengerjakan haji sendiri, wajib menyuruh
orang lain menggantinya (mengerjakan atas namanya).Abu Hanifah
berpendapat tidak ada kewajiban haji bagi orang yang tidak mampu
menjalani haji sendiri, seperti lumpuh, orang tua yang tidak mampu naik
kendaraan maupun bagi orang yang sedang meninggal. Dan mereka itu
tidak wajib mewakili hajinya kepada orang lain. 8
Pendapat yang sama juga disampaikan oleh para imam 3
mazhab tersebut dalam kondisi kedua yaitu ketika orang yang
diwakilkan telah meninggal dunia. Perbedaan pendapat diantara mereka
hanya terjadi dalam kasus apakan biaya pelaksanaannya diambil dari
harta peninggalan si mayit atau dari ahli warisnya. Imam Mazhab
7 Shieddieqy Hasbi, Pedoman Haji, ( Jakarta : N.V. Bulan Bintang, 2000), h. 196-203
8Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh „ala al-Mazahibal-Araba‟ah.(Bairut : dar al-fikr, 2002),
h.537.
20
20
Syafi’i dan Hanbali menyatakan biaya pelaksanaannya dapat diambil
dari harta peninggalannya. Sedangkan para pengikut Imam Hanafi
menyatakan bahwa biayanya diambil dari ahli waris .9
5. Dasar Hukum Badal Haji
a. Berdasarkan Hadist Nabi SAW
إن أب شيد كبيس عهي عه ابه عببض عه انفضم أن امسأة مه ذثعم قبنج يب زظل للا
س بعيسي. فقبل انىب عه ظ ال يعخطيع أن يعخ ف انحج عى » -ملسو هيلع هللا ىلص- فسيضت للا فحج ».
Dari riwayat Ibnu Abbas dari al-Fadl: "Seorang perempuan dari
kabilah Khats'am bertanya kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah,
ayahku telah wajib haji tapi dia sudah tua renta dan tidak mampu lagi
duduk di atas kendaraan?". Jawab Rasulullah: "Kalau begitu lakukanlah
haji untuk dia!" (H.R. Bukhari, Muslim).
-زض هللا عىمب -عه ابه عببض يىت جبءث إن انىب فقبنج إن -ملسو هيلع هللا ىلص -أن امسأة مه ج
ورزث أن ححج ، فهم ححج حخ مبحج أفأحج ع ب قبل أم كبن عه » ى ب ، أزأيج ن عى وعم . حج
فبء أحق ببن ، فبلل ك ديه أكىج قبضيت اقضا للا « أم
Dari riwayat Ibnu Abbas ra: " Seorang perempuan dari bani
Juhainah datang kepada Nabi s.a.w., ia bertanya: "Wahai Nabi Saw,
Ibuku pernah bernadzar ingin melaksanakan ibadah haji, hingga beliau
meninggal padahal dia belum melaksanakan ibadah haji tersebut, apakah
aku bisa menghajikannya?. Rasulullah menjawab: Ya, hajikanlah
untuknya, kalau ibumu punya hutang kamu juga wajib membayarnya
9Rahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh „ala al-Mazahibal-Araba‟ah.(Bairut : dar al-fikr, 2002), h.537.
21
21
bukan? Bayarlah hutang Allah, karena hak Allah lebih berhak untuk
dipenuhi"10
(H.R. Bukhari & Nasa'i).
ظمع زجال يقل نبيك عه شبسمت. قبل :مه -ملسو هيلع هللا ىلص-عه ابه عببض أن انىب شبسمت. قبل أخ ن أ
حج عه وفعك ثم حج عه شبسمت)زاي » قبل ال. قبل .حججج عه وفعك » قسيب ن. قبل
أبداد(
Riwayat Ibnu Abbas, pada saat melaksanakan haji, Rasulullah
s.a.w. mendengar seorang lelaki berkata "Labbaik 'an Syubrumah"
(Labbaik/aku memenuhi pangilanMu ya Allah, untuk Syubrumah), lalu
Rasulullah bertanya "Siapa Syubrumah?"."Dia saudaraku, wahai
Rasulullah", jawab lelaki itu."Apakah kamu sudah pernah
haji?"Rasulullah bertanya."Belum" jawabnya."Berhajilah untuk dirimu,
lalu berhajilah untuk Syubrumah", lanjut Rasulullah. (H.R. Ahmad, Abu
Dawud, Ibnu Majah dan lain-lain11
. (HR Abu Daud).
b. Berdasarkan Peraturan-Peraturan Pemerintah
1) PP no 79 tahun 2012 tentang Penyelenggaran ibadah Haji pasal 28 (b)
yaitu dalam hal Jemaah haji sakit, pemerintah memberi pelayanan
badal haji bagi Jemaah yang tidak dapat diberangkatkan ke Arafah.
2) PP no 79 tahun 2012 tentang Penyelenggaran ibadah Haji pasal 42 (c)
yaitu dalam hal Jemaah haji sakit, PIHK wajib memberi pelayanan
badal haji bagi Jemaah yang tidak dapat diberangkatkan ke Arafah.
10 Syekh Faishal bin Abd Aziz, Muhtazar Nailulauthar Himpunan Hadits Hukum, (Surabaya : Bina Ilmu, 1993), 1365. atau Shahih Al-Bukhari hadits nomer 1852 dan Abu Daud hadits no.1811. 11 Ibid, 1374 atau Sunan Abu Daud hadits no. 1811, Sunan Ibnu Majjah hadits no. 2903 dan Shahih Ibn Khuzaimah hadits no.3039.
22
22
3) Peraturan Menteri Agama nomor 14 tahun 2012 tentang
penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler BAB X tentang pembinaan dan
pelayanan kesehatan Jemaah Haji. Pasal 43 (2) Jemaah haji
dibadalhajikan apabila :
a) meninggal dunia di asrama Haji embarkarsi, perjalanan
keberangkatan, atau di arab Saudi sebelum wukuf di Arafah
b) sakit dan tidak dapat disafariwukufkan
c) mengalami gangguan jiwa
6. Kaidah Badal Haji
a. Ibadah haji wajib bagi seorang muslim yang memenuhi lima syarat yaitu
islam, baligh, berakal, merdeka (bukan budak) dan mampu.
b. Badal haji hanya dapat dilaksanakan bagi mereka yang tidak mampu
melaksanakan ibadah haji. Ketidak mampuan ini menurut Imam An-
Nawawi dalam kitab al-idhah, mampu (istitha‟ah) meliputi dua
macam12
:
1) Mampu melaksanakan sendiri (istitha‟ah mubasyarah binasfsihi)
terutama terkait lima hal :
a) Kendaraan yang aman dan nyamandigunakan (al-rahilah)
b) Bekal yang cukup selama perjalanan, mulai dari berangkat
sampai kembali, dan bekal yang cukup untuk kebutuhan keluarga
yang dtinggalkan (al-zad)
12Keputusan Dirjen PHU Nomor D/456/2015 tentang pedoman pelaksanaan safari wukuf
dan Badal Haji.
23
23
c) Aman dalam perjalanan, baik bagi jiwa maupun harta (aman al-
thariq)
d) Sehat secara fisik (shihhat al-badan)
e) Waktu atau hal lain yang memungkinkannya untuk berhaji
(imkan al-sayr).
2) Mampu melaksankan dengan bantuan orang lain (istitha‟ah al-
thashil bighairihi), yaitu mereka yang tidak mampu melaksanakan
haji sendiri, Karena meninggal dunia (al-mayyit), atau berusia lanjut
(uzur syar‟i), atau cacat/lumpuh sehingga tidak dapat bergerak, atau
sakit yang secara medis tidak mungkin dapat disembuhkan (tidak
bisa diharpkan kesembuhannya) dengan kesaksian dua orang dokter
yang ahli.
c. Status badal haji orang gila atau yang semacamnya (stress/depresi).
Hilang ingatan/gila bukanlah sesuatu yang secara medis tidak bisa
diharapkan sembuh. Menurut mazhab Syafi’I , Ahmad, dan Daud al-
Zhahiri, seseorang yang berkewajiban haji lalu hilang ingatan, tidak perlu
dibadalhajikan. Kalau ia meningggal dunia maka boleh dibadalhajikan.
Menurut Abu Hanifah, boleh dibadalhajikan, tetapi bila kemudian ia
sembuh maka kewajiban itu tidak gugur, dan bila ia meninggal dunia
maka badal hajinya dipandang cukup untuk menggugurkan
kewajibannya.
d. Orang yang melaksanakan badal haji perlu mendapatkan izin dari orang
yang tidak mampu menunaikan ibadah haji (ma‟dhub) tersebut jika dia
24
24
masih hidup. Dan apabila orang tersebut sudah meninggal (al-mayyit)
maka orang yang melaksanakan badal haji itu harus mendapat izin dari
keluarga/ahli waris orang yang akan dibadalkan hajinya.
e. Pembiayaan/upah untuk melaksanakan badal haji harus diambil dari harta
orang yang akan dibadalkan hajinya. Apabila seseorang yang akan
dibadalkan hajinya telah meninggal dunia maka diambillah dari sebagian
atau keseluruhan harta peninggalannya. Menurut Imam An-Nawawi
dalam tulisan beliau yaitu Raudhatut Talibin. bahwa pelaksanaan badal
haji dapat juga dilakukan, walaupun yang akan dibadalkan hajinya tidak
memiliki harta peninggalan tersebut apabila keluarga di luar ahli waris
(tidak mempunyai hubungan saudara) memberi bantuan hartanya untuk
membadalkan haji orang tersebut, maka bantuan tersebut dianggap
sebagai sedekah jariyah, atau juga apabila keluarga / ahli waris yang
langsung melaksanakan badal haji tersebut selama memenuhi
persyaratan, di antaranya13
:
a) orang tersebut telah melaksanakan kewajiban haji atas
dirinya;
b) orang tersebut dibenarkan syara’ untuk melaksanakan badal
haji;
c) orang tersebut tidak ada halangan syara untuk
melaksanakan badal haji; dan
13 Jabatan Wakaf, Zakat Dan Haji Jabatan Perdana Menteri, Manual Pengurusan Badal Haji, cet. 2 (Kuala lumpur : Percetakan Nasional Malaysia Berhab, 2008) , h.12
25
25
d) orang tersebut berniat untuk melaksanakan badal haji.
seperti : انحج )انعمسة( عه فالن احسمج ب )بب هلل حعبن ويج
Artinya : sengaja aku mengerjakan haji untuk si fulan dan
aku ihram dengannya karena Allah
f. Tidak menyalahi macam haji yang ditentukan bila dalam wasiat ada
ketentuan jenis haji yang akan dilakukan seperti qiran, ifrad, atau
tamattu.
g. Hanya membadalkan untuk satu orang.
h. Seseorang yang menerima upah badal haji perlu melaksanakannya
dengan dirinya sendiri (jika akad ijarah „Ainiyyah). Sekiranya dia sakit
atau mempunyai halangan untuk melaksanakannya, dia boleh
mewakilkannya kepada orang lain (jika akad ijarah zhimmiyyah) dan
mendapatkan izin dari orang yang dibadalkan/ahli waris.
i. Melakukan badal haji tersebut dari negeri ornag yang dibadalhajikan atau
tempat yang ditentukannya. Bila tidak, maka dari miqadnya sebagaimana
pendapat banyak ulama. Namun sebagai ulama tidak mensyaratkan itu.
Boleh saja dari miqat orang yang membadalhajikan bahkan dari Makkah
pun dibolehkan sebagaimana diungkapkan oleh Syeikh Abdurrahman al-
Sadiy.
j. Melakukan kontrak jasa (ijarah) untuk menunaikan badal haji, ada dua
pendapat ulama dalam persoalan boleh atau tidaknya melakukan kontrak
jasa untuk pelaksanaan badal haji. Hukumnya boleh. Ini adalah pendapat
26
26
madzhab maliki, Syafii, Ibn al-Mundzir dna salah satu riwayat dari imam
Ahmad.
B. Operasional Penyelenggaraan Haji
1. Pengertian Manajeman Operasional
Untuk mengelola sebuah organisasi membutuhkan sebuah tata
kelola yang dapat mengatur secara keseluruhan di dalam organisasi
tersebut dan pelaksanaannya di lapangan, sehingga dikenal dengan
istilahmanajemen operasional terdiri dari dua kata, yaitu manajemen dan
operasi.
a. Manajemen
Manajemen adalah upaya mengatur dan mengarahkan
berbagai sumber daya, mencakup manusia (man), uang (money),
barang (material), mesin (machine), metode (methode), dan
pasar (market).14
Fungsi dari manajemen itu sendiri adalah
perencanaan, pengorganisasian, staffing, koordinasi, pengarahan
dan pengawasan dengan mengkordinasikan berbagai kegiatan
dan sumber daya untuk mencapai satu tujuan tertentu.15
Dan menurut Menurut James A.F. Stoner, manajemen adalah
suatu proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan,
dan pengendalian upaya dari anggota organisasi serta
14
H. Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, (Jakarta : Bumi
Aksara), 2006 h. 2.
15 Eddy Herjanto, Manajemen Operasi, (Jakarta : Grasindo), 2008, h. 3.
27
27
penggunaan semua sumber daya yang adapada organisasi untuk
mencapai tujuan organisasi telah ditetapkan sebelumnya. 16
b. Operasional
Operasional atau operasi adalah kegiatan untuk mengubah
masukan (input) menjadi keluaran (output) sehingga lebih
bermanfaat dari pada bentuk aslinya, atau dengan kata lain
kegiatan mengubah bentuk untuk menambah manfaat baru dari
suatu barang dan jasa-jasa.
c. Manajemen Operasiona
Jadi dapat dijelaskan, manajemen operasional yaitu salah
satu kegiatan manajemen fungsional, yang selalu berkaitan
dengan proses transformasi semua masukan (input) sumber
daya secara terpadu sehingga dapat menghasilkan nilai tambah
dalam bentuk keluaran (output) baik yang berupa produk
maupun jasa.17
Menurut Fogarty, manajemen operasi adalah
satu proses yang secara berkesinambungan (kontinu) dan
efektif menggunakan fungsi manajemen untuk
mengitegrasikan berbagai sumber daya secara efisien dalam
rangka mencapai tujuan.18
Sementara Adam, Heizer, dan
Stevanson lebih menitikberatkan manajemen operasi sebagai
16
H.M. Anton Athoillah,Dasar-Dasar Manajemen, (Bandung : Pustaka Setia), 2010, h. 16. 27 17
Freddy Rangkuti, Analisis Swot Teknik Membedah Kasus Bisnis, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama, 2004), h. 55 18
Hery Prasetya & Fitri Lukiastuti, Manajemen Operasi, (Yogyakarta : MedPress, 2009), h. 2.
28
28
satu sistem yang bertujuan untuk menciptakan barang atau
menyediakan jasa.19
2. Pengertian Penyelenggaraan / Pelaksanaan (Actuating)
Penyelenggaraan atau biasa disebut dengan pelaksanaan, dalam
bahasa Inggris disebut dengan actuating merupakan salah satu dari empat
fungsi manajemen yang kita kenal dengan istilah POAC (planning,
organizing, actuating dan controlling). Pelaksanaan (actuating) merupakan
tindak lanjut yang dilakukan oleh organisasi yang telah memiliki
perencanaan dan melakukan pengorganisasian yang terstruktur sesuai
kebutuhan satuan kerja20
Dalam Al-Quran Surat At-Taubah ayat : 105 disebutkan :
ن إن ظخسد ٱنمؤمىن زظنۥ عمهكم قم ٱعمها فعيس ٱلل دة ٱنش هم ٱنغيب ع
فيىبئكم بمب كىخم حعمهن
Artinya : “Dan katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya
serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.”
(QS. At-Taubah : 105).
Ayat tersebut diatas menjelaskan tentang salah satu fungsi
manajemen yang dikemukakan oleh George R. Terry yakni fungsi
pelaksanaan (actuating). Dimana fungsi ini adalah fungsi lanjutan atau
19
Eddy Herjanto, Manajemen Operasi, (Jakarta : Grasindo,2008), h.28 20
Hadari Nawawi, Manajemen Strategik, Organisasi Non-Profit Bidang Pemerintahan,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005) Cet. III, h.95
29
29
tindak lanjut dari dua fungsi sebelumnya, perencanaan dan
pengorganisasian.
3. Elemen Pelaksanaan
Dalam fungsi pelaksanaan,ada 4 (empat) elemen atau sub-fungsi
yang perlu diperhatikan dalam proses manajerial,adalah sebagai beikut:
a. Leadership (Kepemimpinan)
Kepemimpinan adalah bagaimana seseorang bisa
memberikan pengaruh kuat kepada mereka yang disebut sebagai
pengikut.Sedangkan pemimpin adalahs seseorang yang
mempunyai pengaruh tentang itu. Ada beberapa karakteristik
dalam kepemimpinan:
1) Kepemimpinan menunjukan tentang keberadaan pengikut
2) Kepemimpinan melibatkan kepentingan kedua belah
pihak,pemimpin dan pengikutnya.
3) Kepemimpinan melibatkan sebuah otoritas yang tidak sama
antara pemimpin dan anggota kelompoknya.
4) Kepemimpinan menunjukan bahwa seorang pemimpin bisa
mempengaruhi para pengikutnya atau bawahannya selain juga
bisa memberikan arahan yang sah kepada mereka.
b. Communication (Komunikasi)
Komunikasi adalah proses berjalannya sebuah informasi atau
pemahaman dari satu orang selaku pemberi pesan kepada orang
lainnya sebagai penerima pesan. Ada dua jenis komunikasi,verbal
30
30
dan nonverbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi yang
melibatkan kosa kata melalui pembicaraan secara langsung (two
waycommunication),sedangkan nonverbal adalah komunikasi yang
tidak melibatkan kosa kata melalui pembicaraan secara
langsung,biasanya menggunakan simbol-simbol atau melalui
media seperti surat,TV,radio,surat kabar dan lain sebagainya.
c. Motivation (Motivasi)
Motivasi adalah proses membangkitkan semangat kerja
kedalam pikiran para anggota kelompok dengan tujuan
memberikan yang terbaik bagi perusahaan atau organisasi.21
d. Coordination (Koordinasi)
Serupa dengan komunikasi, subfungsi koordinasi
dimaksudkan untuk mendapatkan sebuah hubungan baik antara
pemimpin dan anggota kelompok dengan agar tercapainya tujuan
bersama.
4. Langkah-Langkah Pelaksanaan
Fungsi pelaksanaan mengandung 2 langkah terpenting dalam
rangka melaksanakan sebuah kegiatan dalam organisasi, yang pertama
adalah penyusunan staf kerja (staffing) yang meliputi sumber daya
manusia (SDM) dan tenaga lain dari luar lembaga (relawan). Yang kedua
adalah pengarahan kerja (directing) ,yakni mengelompokkan SDM atau
anggota kelompok sesuai dengan kemampuan dan bakat, yang tentunya
21
P. C. Tripathi, P. N. Reddy, Principles of Management, (New Delhi : The McGram-
Hill Company, 2008), Edisi ke-4, h. 4
31
31
secara tidak langsung akan menghasilkan kinerja yang efektif dan efisien.
Tanpa adanya sebuah pengarahan, SDM atau anggota kelompok
cenderung bekerja sesuai dengan apa yang mereka lihat tanpa memandang
kepentingan utama sebuah lembaga. Pada proses pengarahan, biasanya
sebuah perusahaan atau lembaga menggunakan program Total Quality
Management (TQM).22
5. Unsur-Unsur Penyelenggaraan Ibadah Haji
Penyelenggaraan ibadah haji adalah sebuah kegiatan yang
memiliki mobilitas tinggi dan pergerakan dinamis tapi dibatasi oleh tempat
dan waktu dengan melibatkan lima komponen yang harus dipenuhi dalam
operasionalnya, yaitu adanya calon haji, pembiayaan, sarana transportasi,
hubungan antar-negara dan organisasi pelaksananya.23
C. Ditjen PHU
Ditjen PHU adalah direktorat jenderal pelaksanaan haji dan umroh di
bawah kementrian agama RI. Yang mempunyai tugas pokok melaksanakan
kebijakan teknis dalam bidang penyelenggaraan ibadah haji dan umroh sesuai
amanat undang-undang penyelenggaraan ibadah haji dan umroh No. 13 tahun
2008. Menteri Agama selaku penanggung jawab dan koordinator operasional
penyelenggaraan Ibadah haji secara nasional, ditjen PHU adalah dan secara
teknis menjadi tanggung jawab direktorat jenderal penyelenggaraan Haji dan
Umroh yang terdiri dari 4 jejaring eselon yakni eselon I (Direktur Jenderal
22
Hunger and Wheelen, Essesntial of Strategic Management, (Tampa, Florida, Addison
Wesley Longman Inc., 1997), h. 149 23
Ahmad Nidjam, Alatief Hanan, Manajemen Haji: Studi Kasus dan Telaah
Implementasi Knowledge Workers, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2001) Cet.I h.10
32
32
PHU), eselon II (Sekertaris Direktur), eselon III (Bagian dan Sub Direktorat)
dan eselon IV (Seksi dan Sub Bagian) serta didukung oleh staff pelaksana
yang jumlahnya bervariasi untuk masing-masing unit kerja.
Secara singkat, organisasi pelaksana dalam hal ini adalah tanggung jawab
Menteri Agama yang dalam pelaksanaannya dilaksanakan oleh Direktorat
Jenderal Penyelenggara Haji dan Umroh dengan yang terdiri dari 4 jejaring
eselon yakni eselon I (Direktur Jenderal PHU), eselon II (Direktur), eselon III
(Bagian dan Sub Direktorat) dan eselon IV (Seksi dan Sub Bagian) serta
didukung oleh staff pelaksana yang jumlahnya bervariasi untuk masing-
masing unit kerja.
Adapun sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing unit,
secara garis besar organisasi pelaksana haji dapat dibagi sebagai berikut:
1) Sekretarian Jenderal PHU
2) Direktorat Pembinaan Haji
3) Direktorat Pelayanan Haji
4) Direktorat Pengelolaan BPIH dan Sistem Informasi Haji
5) Dan yang terakhir adalah organsiasi terkecil dalam PIH, yakni
kelompok terbang (kloter) yang dalam setiap kloter didampingi
oleh Tim Pemandu Ibadah Haji Indonesia (TPIHI), Tim
Pembimbing Ibadah Haji (TPIH) dan Tim Kesehatan Haji
Indonesia (TKHI).24
24
Muhammad M. Basyuni, Reformasi Manajemen Haji, (Jakarta, FDK Press, 2008)
h.132-134
33
BAB III
GAMBARAN UMUM DITJEN PHU KEMENAG RI
A. Sejarah dan Perkembangan Ditjen PHU
1. Penyelenggaraan Haji Pasca-Kemerdekaan
Pada pasca kemerdekaan tepatnya pada tahun 1948, pemerintah
Indonesia mengirimkan misi haji untuk bertemu dengan Raja Arab Saudi
saat itu.Misi tersebut mendapat sambutan hangat dari Raja Ibnu Saud. Misi
haji tersebut bertujuan untuk menjelaskan ke dunia Islam perihal politik
Indonesia yang tengah melarang umat Islam di Indonesia melaksanakan
ibadah haji sekaligus meminta dukungan terhadap perjuangan muslim
menentang kembalinya penjajahan.
Pada tanggal 21 Januari 1950, Badan Kongres Muslimin Indonesia
(BKMI) mendirikan sebuah yayasan yang secara khusus menangani
kegiatan penyelenggaraan haji, yaitu Panitia Perbaikan Perjalanan Haji
Indonesia (PPPHI) yang kemudian kedudukannya diperkuat dengan
dikeluarkannya Surat Kementerian Agama Republik Indonesia Serikat (RIS)
Nomor 3170 tanggal 6 Pebruari 1950, disusul dengan surat edaran Menteri
Agama RIS Nomor A.III/I/648 tanggal 9 Pebruari 1950 yang menunjuk
PPPHI sebagai satu-satunya wadah yang sah disamping Pemerintah untuk
mengurus dan menyelenggarakan haji Indonesia. Sejak saat itulah
34
34
penyelenggaraan haji ditangani oleh Pemerintah, dalam hal iniKementerian
Agama, dibantu oleh instansi lain seperti Pamongpraja.1
Tahun itu merupakan tahun pertama rombongan haji Indonesia yang
diikuti dan dipimpin oleh Majelis Pimpinan Haji bersama dengan
Rombongan Kesehatan Indonesia (RKI).
PPPHI berada di setiap karesidenan, karena saat itu karesidenan
merupakan pemerintah daerah yang mengatur, mengolah dan menangani
segala urusan administratif masyarakat termasuk di dalamnya memudahkan
semua urusan yang berhubungan dengan penyelenggaraanibadah haji.2
Dengan dibentuknya Kementerian Agama sebagai salah satu unsur
kabinet Pemerintah setelah masa kemerdekaan, maka seluruh beban
PenyelengaranIbadah Haji (PIH) ditanggung pemerintah dan segala
kebijakan tentang pelaksanaan ibadah haji semakin terkendali. Dengan
semakin membaiknya tatanan kenegaraan Indonesia, pada tahun 1964
pemerintah mengambil alih kewenangan dalam PIH dengan membubarkan
PPPHI yang kemudian diserahkan kepada Dirjen Urusan Haji (DUHA)
dibawah koordinasi Menteri Urusan Haji.3
2. Penyelenggaraan Haji Masa Orde Baru
Tugas awal penguasa Orde Baru sebagai pucuk pimpinan negara
pada tahun 1966 adalah membenahi sistem kenegaraan. Pembenahan sistem
pemerintahan tersebut berpengaruh pula terhadap PIH dengan dibentuknya
1Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah, (Jakarta:
Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2008), h. 5. 2 Muhammad M. Basyuni, Reformasi Manajemen Haji, (Jakarta: FDK Pres, 2008), h. 52.
3Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah, h. 5.
35
35
Departemen Agama yang merubah struktur dan tata kerja organisasi Menteri
Urusan Haji dan mengalihkan tugas PIH dibawahwewenang Dirjen Urusan
Haji, termasuk penetapan biaya, sistem manajemen dan bentuk organisasi
yang kemudian ditetapkan dalam Keputusan Dirjen Urusan Haji Nomor 105
tahun 1966. Pada tahun 1967 melalui keputusan Menteri Agama Nomor 92
tahun 1967, penetapan besarnya biaya haji ditentukan oleh Menteri
Agama.Pada tahun 1968, keputusan tentang besarnya biaya haji kembali
ditetapkan oleh Dirjen Urusan Haji dengan keputusan Nomor 111 tahun
1968. Dalam perjalanan selanjutnya, pemerintah bertanggung jawab secara
penuh dalam PIH mulai dari penentuan biaya haji, pelaksanaan ibadah haji
serta hubungan antara dua negara yang mulai dilaksanakan pada tahun 1970.
Pada tahun tersebut biaya perjalanan haji ditetapkan oleh Presiden melalui
Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1970. Dalam tahun-tahun berikutnya
PIH tidak banyak mengalami perubahan-perubahan kebijakan dan
keputusan tentang biaya perjalanan haji ditetapkan melalui Keputusan
Presiden.4
Pada tahun 1976, ditandai dengan adanya perubahan tata kerja dan
struktur organisasi PIH yang dilakukan oleh Dirjen Bimas Islam dan Urusan
Haji (BIUH). Sebagai panitia pusat, Dirjen BIUH melaksanakan koordinasi
ke tiap-tiap daerah tingkat I dan II di seluruh Indonesia. Dalam hal ini
sistem koordinasi dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan oleh Dirjen
BIUH. Beberapa panitia penyelenggara didaerah juga menjalin koordinasi
4Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah, (Jakarta:
Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2008), h. 5
36
36
dengan Badan Koordinator Urusan Haji (BAKUH) ABRI, hal ini
dikarenakan BAKUH ABRI memiliki lembaga tersendiri untuk pelaksaan
operasional PIH.
Setelah tahun 1976, seluruh pelaksanaan operasional perjalanan
ibadah haji dilaksanakan oleh Dirjen BIUH. Pada tahun 1985, pemerintah
kembali mengikutsertakan pihak swasta dalam PIH, dimana pihak-pihak
swasta tersebut mempunyai kewajiban langsung kepada pemerintah. Dalam
perkembangan selanjutnya, lingkungan bisnis modern mengubah orientasi
pihak-pihak swasta tersebut dengan menyeimbangkan antara orientasi
pelayanan dan orientasi keuntungan yang selanjutnya dikenal dengan istilah
PIH Plus. Pada tahun 1987 pemerintah mengeluarkan keputusan tentang
PIH dan Umrah Nomor 22 tahun 1987 yang selanjutnya disempurnakan
dengan mengeluarkan peraturan PIH dan Umrah Nomor 245 tahun 1991
yang lebih menekankan pada pemberian sanksi yang jelas kepada pihak
swasta yang tidak melaksanakan tugas sebagaimana ketentuan yang berlaku.
Pembatasan jamaah haji yang lebih dikenal dengan pembagian kuota
haji diterapkan pada tahun 1996 dengan dukungan Sistem Komputerisasi
Haji Terpadu (SISKOHAT) untuk mencegah terjadinya over quota seperti
yang terjadi pada tahun 1995 dan sempat menimbulkan keresahan dan
kegelisahan di masyarakat, khususnya calon jamaah haji yang telah terdaftar
pada tahun tersebut namun tidak dapat berangkat.
Mulai tahun 2005 penetapan porsi provinsi dilakukan sesuai dengan
ketentuan Organisasi Konferensi Islam (OKI) yaitu 1 orang per mil dari
37
37
jumlah penduduk yang beragama Islam dari masing-masing provinsi,
kecuali untuk jamaah haji khusus diberikan porsi tersendiri.5
3. Penyelenggaraan Haji Pasca-Orde Baru
Melalui Keputusan Presiden Nomor 119 tahun 1998, pemerintah
menghapus monopoli angkutan haji dengan mngizinkan kepada perusahaan
penerbangan lain selain PT. Garuda Indonesia untuk melaksanakan
angkutan haji. Dibukanya kesempatan tersebut disambut hangat oleh sebuah
perusahaan asing, Saudi Arabian Airlines untuk ikut serta dalam angkutan
haji dengan mengajukan penawaran kepada pemerintah dan mendapapat
respon yang positif. Sejak era reformasi, setiap bentuk kebijakan harus
memenuhi aspek keterbukaan dan transaparansi, jika tidak akan menuai
kritik dari masyarakat. Pemerintah dituntut untuk terus menyempurnakan
sistem penyelenggaraan haji dengan lebih menekankan pada pelayanan,
pembinaan dan perlindungan secara opitmal.
Penyelenggaraan Haji menjadi tanggung jawab Menteri Agama yang
dalam pelaksanaan sehari-hari, secara struktural dan teknis fungsional
dilaksanakan oleh Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan
Penyelenggaraan Haji (BIPH) yang ditetapkan berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 165 tahun 2000. Dalam perkembangan terakhir
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 tahun 2005 sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 63 tahun 2005, Ditjen BIPH
direstrukturasi menjadi dua unit kerjaeselon I, yaitu Ditjen Bimbingan
5 Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah,thn 2010. h.
6.
38
38
Masyarakat Islam (Bimas Islam) dan Ditjen Penyelenggaraan Haji dan
Umrah (PHU). Dengan demikian mulai operasional haji tahun 2007
pelaksana teknis PPIH dan pembinaan umrah berada dibawah Ditjen PHU.6
B. Visi dan Misi Ditjen PHU
Berpedoman pada keputusan Ditjen PHU Nomor: D/54 tahun 2010
tentang Visi dan Misi Ditjen PHU, disebutkan sebagai berikut:7
1. Visi
Terwujudnya pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada
jamaah haji dan umrah berdasarkan asas keadilan, transparan, akuntabel
dengan prinsip nirlaba. Penjabaran dari Visi Ditjen PHU tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. Pembinaan, diwujudkan dalam bentuk bimbingan, penyuluhan
dan penerangan kepada masyarakat dan jamaah haji dan umrah.
Sedangkan pembinaan petugas diarahkan pada profesionalisme
dan dedikasinya.
b. Pelayanan, diwujudkan dalam bentuk pemberian layanan
administrasi dan dokumen, transportasi, kesehatan, serta
akomodasi dan konsumsi.
c. Perlindungan, diwujudkan dalam bentuk jaminan keselamatan
dan keamanan jamaah haji selama menunaikan ibadah haji dan
umrah.
6 Zakaria Anshar, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah, thn 2010, h.
6. 7 Kementrian Agama Republik Indonesia , Ditjen Penyelenggara haji dan Umrah, rencana
Strategis direktorat Jenderal Penyelenggaraan haji dan Umrah Tahun 2010-2014.
39
39
d. Asas keadilan, bahwa penyelenggaraan ibadah haji harus
berpegang pada kebenaran, tidak berat sebelah dan tidak
memihak, tidak sewenang-wenang dalam penyelenggaraannya.
e. Transparan, bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam proses
penyelenggaraan haji dan umrah dapat diketahui oleh
masyarakat dan jamaah haji dan umrah.
f. Akuntabel dengan prinsip nirlaba, bahwa penyelenggaraan
ibadah haji dan umrah dilakukan secara terbuka dan dapat
dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum dengan prinsip
tidak mencari keuntungan.
2. Misi
a. Meningkatkan kualitas penyuluhan, bimbingan dan pemahaman
anasik haji dan umrah.
b. Meningkatkan profesionalisme dan dedikasi petugas haji dan
umrah.
c. Memberdayakan masyarakat dalam penyelenggaraan ibadah haji
dan umrah melalui pembinaan haji khusus, umrah dan kelompok
bimbingan ibadah.
d. Meningkatkan pelayanan pendaftaran, dokumen, akomodasi,
transportasi dan katering sesuai standar pelayanan minimal
penyelenggaraan haji dan umrah.
40
40
e. Memberikan perlindungan kepada jamaah sehingga diperoleh
rasa aman, keadilan dan kepastian melaksanakan ibadah haji dan
umrah.
f. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dana haji serta
pengembangan sistem informasi haji.
g. Meningkatkan kualitas dukungan manajemen dan dukungan
teknis lainnya dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.
3. Tugas dan Fungsi Ditjen PHU
Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 10 tahun
2010, Ditjen PHU memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut:8
a. Tugas
Ditjen PHU mempunyai tugas merumuskan serta
melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang
penyelenggaraan haji dan umrah.
b. Fungsi
Sedangkan dalam melaksanakan tugas, Ditjen PHU memiliki
fungsi sebagai berikut:
1) Perumusan kebijakan di bidang penyelenggaraan
haji dan umrah.
2) Pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan
haji dan umrah.
840 Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 10 Tahun 2010 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Agama RI, h. 56.
41
41
3) Penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria di
bidang penyelenggaraan haji dan umrah.
4) Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi
penyelenggaraan haji dan umrah.
5) Pelaksanaan administrasi Ditjen PHU.
C. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Hajidan
Umrah
Struktur organisasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan
Umroh tertulis dalam PMA No. 10 Tahun 2010 yang direvisi dengan PMA No.
80 Tahun 2013 pada pemecahan Direktorat Pelayanan Haji menjadi Direktorat
Pelayanan Dalam Negeri dan Direktorat Pelayanan Luar Negeri.
Adapun semenjak diterbitkannya PMA No 80 Tahun 2013 sutruktur
organisasi Ditjen PHU dapat dilihat pada bagan9:
Bagan 3.1 struktur organisasi Ditjen PHU :
9 Peraturan Menteri Agama No. 10 Tahun 2010 dengan perubahan sesuai Peraturan
Menteri Agama No. 80 Tahun 2013
Direktur jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh
Prof.Dr.H.Abdul Djamil, MA.
Direktorat Pembinaan Haji
dan Umrah
Direktur
Dr.MUHAJIRIN YANIS, M.pd
Direktorat Pelayanan Haji Luar
Negeri
Direktur
Hj.SRI ILHAM LUBIS, M.pd.
Direktorat Pelayanan Haji dalam Negeri
Direktur
Drs.H.AHDA BARORI AS,MM.
Direktorat Pengelolaan Dana
Haji Direktur
RAMADHAN HARISMAN,ST,MBA.
Sekretaris DITJEN PHU
Hasan Faozi,SE,Ak,M.SI.
Sumber : www2.kemenag,go.id
42
42
Adapun susunan organisasi Dijen PHU dari eselon II sampai dengan
eselon IV adalah sebagai berikut :10
1. Sekretariat Ditjen PHU
a. Bagian Perencaaan dan Keuangan
1) Subbagian perencanaan dan evaluasi program
2) Subbagian pelaksanaan anggaran dan perbendaharaan
3) Subbagian verifikasi, akuntansi dan pelaporan keuangan
b. Bagian Organisai, Tata Laksana dan Kepegawaian
1) Subbagian organisasi dan tata laksana
2) Subbagian kepegawaian
3) Subbagian hukum dan peraturan perundang-undangan
c. Bagian Sistem Informasi Haji Terpadu
1) Subbagian pengelolaan sistem jaringan
2) Subbagian pengembanga databae haji
3) Subbagian informasi haji
d. Bagian Umum
1) Subbagian tata usaha
2) Subbagian rumah tangga
3) Subbagian perlengkapan dan barang milik negara
2. Direktorat Pembinaan Haji dan Umrah
a. Subdirektorat bimbingan jamaah haji
1) Seksi pengembangan materi bimbingan
10
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 10 Tahun 2010 Tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementrian Agama RI, h. 56-73.
43
43
2) Seksi operasi bimbingan
3) Seksi pembinaan kelompok bimbingan
b. Subdirektorat pembinaan petugas haji
2) Seksi rekruitmen petugas
3) Seksi pelatihan petugas
4) Seksi penilaian kinerja petugas
c. Subdirektorat pembinaan haji khusus
1) Seksi perizinan penyelenggaraan ibadah haji khusus
2) Seksi akreditasi penyelenggaraan ibadah haji khusus
3) Seksi pengawasan penyelenggaraan ibadah haji khusus
d. Subdirektorat pembinaan umrah
1) Seksi perizinan penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah
2) Seksi akreditasi penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah
3) Seksi pengawasan penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah
e. Subbagian tata usaha direktorat
3. Direktorat Pelayanan Haji
a. Subdirektorat pendaftaran haji
1) Seksi pendaftran haji reguler
2) Seksi pendaftran haji khusus
3) Seksi pembatalan pendaftaran haji
b. Subdirektorat dokumen dan perlengkapan haji
1) Seksi dokumen jamaah haji
2) Seksi pemvisaan
44
44
3) Seksi perlengkapan jamaah haji
c. Subdirektorat akomodasi dan katering haji
1) Seksi akomodasi di Arab Saudi
2) Seksi katering jamaah haji
d. Subdirektorat transportasi dan perlindungan jamaah haji
1) Seksi transportasi udara
2) Seksi transportasi darat
3) Seksi perlindungan dan keamanan jamaah haji
e. Subbagian tata usaha direktorat
4.Direktorat Pengelolaan Dana Haji
a. Subdirektorat biaya penyelenggaraan ibadah haji
1) Seksi setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji
2) Seksi penyusunan program dan portofolio
3) Seksi akuntansi dan pelaporan setoran awal
b. Subdirektorat pelaksanaan anggaran operasional haji
1) Seksi perbendaharaan operasional haji
2) Seksi verifikasi
3) Seksi akuntansi dan pelaporan pelaksanaan
c. Subdirektorat pengembangan dan pengelolaan dana haji
1) Seksi pengembangan dana haji
2) Seksi administrasi aset haji
3) Seksi pengembangan sistem akuntansi
d. Subdirektorat fasilitasi badan pengelola dana abadi umat
45
45
1) Seksi program dan portofolio
2) Seksi perbendaharaan, akutansi dan pelaporan
3) Seksi administrasi umum
e. Subbagian tata usaha direktorat
D. Direktorat Jendral Penyelenggaraan Haji dan Umrah Dari Masa ke Masa
Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah sejak berdirinya
di tahun 1964 sudah mengalami 11 kali pergantian Direktur Jenderal, yaitu
sebagai berikut:
Tabel 3.1. Ditjen PHU dari Masa ke Masa
N
No.
Nama Jabatan Masa Bakti
1 Prof. KH. Farid Ma’ruf Menteri Urusan Haji 1964 – 1965
Dirjen Urusan Haji 1965 – 1973
2
.2
H. Burhani Tjokrohandoko Dirjen Urusan Haji 1973 – 1979
Dirjen Bimas Islam dan
Urusan Haji
1979 – 1984
2
3.
H. A. Qadir Basalamah
Dirjen Bimas Islam dan
Urusan Haji
1984 – 1989
4
4.
H. Andi Lolo Tonang, SH
Dirjen Bimas Islam dan
Urusan Haji
1989 – 1991
5
5.
Drs. H. Amidhan Dirjen Bimas Islam dan
Urusan Haji
1991 – 1995
6Drs. H. A. Ghazal Dirjen Bimas Islam dan 1995 – 1996
46
46
6. Urusan Haji
7. Drs. H. Mubarok, M.Si
Dirjen Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji
1996 – 2000
8. Drs. H. Taufiq Kamil Dirjen Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji
2000 – 2005
9. Drs. H. Slamet Riyanto, M.Si
Dirjen Bimas Islam dan
Penyelenggaraan Haji
dan Umrah
2005 – 2006
DirjenPenyelenggaraan
Haji dan Umrah
2007 – 2012
10. Dr. H. Anggito Abimanyu,
M.Sc
DirjenPenyelenggaraan
Haji dan Umrah
2012- 2014
11 Prof. Dr. Abdul Djamil,
M.A.
Dirjen Penyelenggaraan
Haji dan Umrah
2014 – sekarang
Sumber : Buku Haji dari Masa ke Masa11
11
Haji Dari Masa Ke Masa, (Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kementerian Agama RI, 2012) Cet. 1, h. 312
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Mekanisme Penanganan Badal Haji
1. Pendataan jamaah yang akan di badal hajikan1 :
a. jamaah yang meninggal dunia di embarkasi sebanyak 15 orang
b. jamaah yang meninggal di Arab Saudi sebelum tanggal 9 Zulhijah
sebanyak 122 orang
c. jamaah yang yang uzur (sakit) yang tidak dapat di safari wukufkan
sebanyak 69 jemaah masing masing sebanyak 56 jemaah dirawat di
Rumah Sakit Arab Saudi , 10 jemaah di ICU BPHI, dan 3 jemaah di
HCU BPHI
d. jamaah yang mengalami gangguan jiwa sebanyak 18 orang dan dirawat
di Psikiatri Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI)
Tabel 4.1 Jemaah yang Dibadal hajikan Tahun 2015
1 Keputusan Staf Teknis Haji Konsulat Jenderal Republic Indonesia Nomor 858 Tahun 2015
Tentang Pelaksanaan Badal Haji Bagi Jemaah Haji Indonesia Tahun 1436/2015
0
20
40
60
80
100
120
140
Wafat diembarkasi
wafat di ArabSaudi
Jemaah Sakit GangguanJiwa
48
48
2. Sumber dana pembiayaan badal haji1
Semua pembiayaan badal haji Ditanggung oleh pemerintah, sumber
pembiayaan badal haji dari DIPA dan RKA PAOH, Bagi yang telah
melaksanakan badal haji diberikan uang badal haji sesuai ketentuan dari
Ditjen PHU. Masing-masing sebesar SAR 1.500,-
3. Rekutmen Petugas Pelaksana badal haji :
a. Petugas pelaksana haji adalah mereka yang telah memiliki
persyaratan yaitu2 :
1) mereka yang sudah berhaji dan membuat surat peryataan
2) telah lulus tes wawancara sehingga memiliki kompetensi
dalam penyelenggaraan ibadah itu sendiri.
3) Tidak sedang membadalhajikan orang lain.
b. Setelah memenuhi persyaratan Petugas haji yang mengajukan
permohonan kepada ketua PPIH Arab Saudi cq. Kepala Daker
masing-masing3 ;
1) Dari PPIH Daker Makkah 157 orang
2) Dari PPIH Daker Jeddah 51 orang
1 Wawancara Dengan Kepala Seksi Pengembangan Materi Bimbingan Subdirektorat
Bimbingan Jemaah Haji Direktorat Bina Haji Dirjen PHU, Tanggal 7 November 2017, Di Kantor
Kementerian Agama Republik Indonesia 2 Keputusan Dirjen PHU Nomor D/456/2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Safari Wukuf
Dan Badal Haji 3 Keputusan Staf Teknis Haji Konsulat Jenderal Republic Indonesia Nomor 858 Tahun 2015
Tentang Pelaksanaan Badal Haji Bagi Jemaah Haji Indonesia Tahun 1436/2015
49
49
3) Dari PPIH Daker Madinah 16 orang
4. Sertifikat Badal Haji4
Mekanisme pemberian sertifikat badal haji yaitu :
a. Sertifikat badal haji dikeluarkan oleh Panitia penyelenggara ibadah haji
Arab Saudi (PPIH Arab Saudi) .
b. Sertifikart, ditandatangani kepala Daker Makkah, dan diketahui oleh
kepala bidang bimbingan ibadah atas nama PPIH Arab Saudi.
c. Sertifikat mencantumkan nama jemaah yang dibadalhajikan dan petugas
yang membadalkan
d. Sertifikasi disampaikan kepada Ketua Kloter untuk disampaikan kepada
keluarga/ahli warisnya dan
e. Bentuk sertifikat badal haji, ditentukan oleh PPIH arab Saudi.
5. Verifikasi penentuan jamaah yang dibadal hajikan.
Dalam teknis pelaksanaannya badal haji yang dilaksanakan oleh
kemenag bukan diperuntukkan bagi badal haji diluar jamaah yang ada di
daftar kemenag. Maka Kemenag melakukan verikasi dalam rangka
menentukan siapa saja yang akan dibadalhajikan meliputi :
a. peryaratan yang akan dibadalhajikan sesuai ketentuan PMA No. 14
tahun 2012 tentang penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler.
4 Keputusan Dirjen PHU Nomor D/456/2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Safari Wukuf
Dan Badal Haji
50
50
b. Jemaah yang akan dibadalhajikan berdasarkan urutan kejadian, asal
daerah seuai kelompok terbang (kloter).
c. data yang diverifikasi selalu diupdate setiap hari, hingga menjelang
pelaksanaan wukuf.
d. konsolidasi data safari wukuf dan badal haji.
e. pemberitahuan hasil verifikasi dalam bentuk catatan koreksi dan
beberapa masukan dari tim kesehatan haji yang dituangkan dalam
bentuk berita acara paling lambat H-1
f. Pembahasan akhir hasil verifikasi sekaligus validasi data sebagai
bahan penetapan petugas, anggaran, dan sarana prasarana yang akan
digunakan untuk kegiatan badal haji pada (H-1)
g. pelaksana verifikasi dan validasi data dilakukan tim safari wukuf
dan badal haji yang ditetapkan oleh kepala Daker Makkah.
6. Pelaporkan Pelaksanaan Badal Haji
Melaporkan pelaksanaan badal hajinya, dan menandatangani
pertanggung jawaban hajinya serta menerima honor sebagai petugas sesuai
ketentuan.
B. Langkah – Langkah penyelesaian Problematika Badal Haji
Dalam menganalisis sebuah problematika ada tiga langkah yang harus
dilakukan agar sebuah problem atau masalah bisa mendapatkan solusi yang bisa
menjadi perbaikan kedepannya.Langkah-langkah tersebut adalah.Identifikasi
masalah, akar masalah dan solving atau solusi.
51
51
1. Identifikasi Masalah
Dari penelitian yang penulis lakukan tentang pelaksanaan Badal Haji,
terdapat beberapa masalah yang perlu di identifikasi yaitu :
a. Problematika jemaah yang dibadal hajikan
Menurut hasil muzhakarah perhajian tentang badal haji bahwasanya
Badal haji diperbolehkan pada 2 (dua) kelompok, yaitu: al-ma’dlub dan
al-mayyit.5
1). Al-Ma’dlub, yaitu orang yang kondisi fisiknya tidak memungkinkan
untuk berangkat ke Tanah Suci, sehingga memerlukan jasa orang lain
untuk melaksanakan ibadah haji. AlMa’dlub yang memiliki kemampuan
finansial wajib/boleh dibadalkan jika tempat tinggalnya jauh dari Tanah
Haram Makkah dengan jarak lebih dari masafatul qashr. Sedangkan
alma’dlub yang sudah ada di Tanah Haram Makkah atau tempat lain yang
dekat dari Tanah Haram Makkah tidak boleh dibadalhajikan, melainkan
harus haji sendiri atau dibadalhajikan setelah meninggal. Tetapi jika
kondisinya benar-benar tidak memungkinkan untuk melaksanakan
sendiri, maka menurut sebagian pendapat, dia boleh dibadalhajikan di
saat dia masih hidup .
2) Al-Mayyit adalah haji yang tidak terlaksana atau tidak selesai karena
yang bersangkutan meninggal lebih dulu.
5Keputusan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Nomor D/333/2016 Tentang
Penyusunan Rumusan Hasil Mudzakarah Perhajian
52
52
Sedangkan dalam teknis pelaksanaan badal haji oleh PPIH Arab Saudi,
Ada beberapa kriteria bagi jamaah yang akan diikutkan dalam
pelaksanaan badal haji. Kriteria tersebut antara lain :
1) meninggal dunia setelah masuk di asrama Haji embarkarsi,
2) meninggal di dalam perjalanan menuju Arab Saudi,
3) Meninggal di Arab Saudi sebelum pelaksanaan wukuf
4) Pasien dalam perawatan Khusus di Intensive care unit (ICU) dan
Intensive cardiac care unit (ICCU) dan penilaian medis oleh Tim
Kesehatan sampai tanggal 8-9 Dzulhijjah jam 24.00 WAS.
5) mengalami gangguan jiwa sesuai keterangan dokter
dengan kriteria tersebut maka Pemerintah hanya melayani dan
bertanggung jawab dalam pelaksanaan badal haji untuk Jemaah haji yang
terdaftar sebagai haji reguler6. Sedangkan dalam pekembanganya badal
haji kini sudah banyak dilakukan oleh sebagian masyarakat
Indonesia.Mereka mendaftarkan orang tuanya atau keluarganya yang
sudah meninggal dunia untuk dibadal hajikan melalui lembaga swasta
seperti KBIH atau Travel Haji dan umroh yang menyediakan layanan
badal haji dengan harga yang relatif bervariasi.Bahkan ada lembaga
swasta yang mempromosikan program badal haji ke masyarakat dengan
harga yang cukup murah sehingga Badal haji swasta ini sudah mengarah
6 Wawancara Dengan Kepala Seksi Pengembangan Materi Bimbingan Subdirektorat Bimbingan
Jemaah Haji Direktorat Bina Haji Dirjen PHU, Tanggal 7 November 2017, Di Kantor Kementerian
Agama Republik Indonesia
53
53
seperti bisnis. Apabila jumlah permintaan badal haji terus meninggkat
dan belum ada regulasi yang mengatur pengelolaan badal haji swasta ,
maka di khawatirkan nantinya tidak akan seimbang antara permintaan
badal haji dengan ketersediaan petugas badal haji yang ada di Arab Saudi.
Sehingga hal ini dapat menimbulkan masalah lantaran terdapat potensi
penipuan.
b. Problematika pendataan petugas pelaksana badal haji
Pendataan petugas badal haji dilakukan oleh petugas pelaksana harian
bimbingan ibadah PPIH daker mekah7. Adapun syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh orang yang membadalhajikan menurut kaedah badal haji,
yaitu8 :
1) Tidak menyalahi macam haji yang ditentukan bila dalam wasiat
ada ketentuan jenis haji yang akan dilakukan seperti qiran, ifrad,
atau tamattu.
2) Hanya membadalkan untuk satu orang.
3) Melakukan badal haji tersebut dari negeri orang yang
dibadalhajikan atau tempat yang ditentukannya. Bila tidak, maka
dari miqadnya sebagaimana pendapat banyak ulama. Namun
sebagai ulama tidak mensyaratkan itu. Boleh saja dari miqat orang
7 Wawancara Dengan Kepala Seksi Pengembangan Materi Bimbingan Subdirektorat
Bimbingan Jemaah Haji Direktorat Bina Haji Dirjen PHU, Tanggal 7 November 2017, Di Kantor
Kementerian Agama Republik Indonesia 8 Keputusan Dirjen PHU Nomor D/456/2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Safari Wukuf
Dan Badal Haji Bab IV No. 9
54
54
yang membadalhajikan bahkan dari Makkah pun dibolehkan
sebagaimana diungkapkan oleh Syeikh Abdurrahman al-Sadiy.
4) Sedangkan imam al-Nawawiy dalam al-majmu menetapkan empat
syarat yaitu, dilakukan oleh orang yang sah melaksanakan ibadah
haji, dia telah berhaji, dipercaya ketaatan dan kesetiaanya dalam
memenuhi janji (amanah), dan mampu untuk melaksakannya.
Pesryaratan untuk petugas pelaksana badal haji, yang secara
teknis menjadi masalah adalah tidak ada yang bisa memastikan orang
tersebut hanya membadalkan satu orang saja, dan benar-benar
menjalankan haji. Hal tersebutlah yang sulit diawasi, dan menjadi
celah kejahatan bagi orang yang ingin mencari keuntungan tanpa
memikirkan kaedah ibadah badal haji tersebut. Oknum tersebut bisa
saja mendaftar petugas badal haji dilain tempat dan tidak benar-benar
menjalankan haji .
c. Problematika Akad badal haji
Akad badal haji boleh dilakukan baik untuk orang yang sudah
meninggal dunia maupun yang masih hidup.Sepanjang tidak mampu lagi
melaksanakan haji. Ketidakmampuan tersebut terutama disebabkan oleh
faktor usia yang sudah lanjut dan kesehatan yang tidak lagi
memungkinkan atau sudah meninggal dunia. Oleh sebab itu pemerinah
bertanggung jawab dalam melaksanakan badal haji untuk merealisasikan
niat Jemaah haji yang terdaftar sebagai haji regular. Pemenrintah
55
55
memberikan suatu fasilitas badal haji sebagai solusi permasalahan yang
dihadapi oleh calon jamaah haji yang sudah meninggal dunia ataupun
memiliki udzur lain yang di luar kemampuannya. Dalam pelaksanaan
akad badal haji oleh PPIH Arab Saudi,menjadi problematika ketika sudah
atau belumnya memenuhi rukun akad yaitu sudah adanya pelaku, objek,
dan ijab Kabul.
d. Problematika hukum melaksanakan badal haji
Di kalangan para ulama fikih ada perbedaan pendapat dalam
memahami ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits Nabi saw sebagaimana
yang telah dijelaskan pada bab kedua sebelumnyadalam memaknai
pelaksanaan badal, mayoritas masyarakat indonesia yang bermazhab
imam Syafi’i membolehkan pelaksanaan badal haji disebabkan ini
diterima di kalangan mayoritas ulama (kecuali ulama-ulama bermazhab
Maliki)9.Badal haji ini menjadi masalah mengingat ada beberapa ayat al-
Qur’an yang menjelaskan bahwa seseorang hanya akan mendapat pahala
dari hasil usahanya sendiri. Hal ini ditegaskan dalam beberapa ada surat
al-Quran dan hadist yang menyebutkan :10
Surat an-Najm (53): 38- 39:
أن نيط نإلوعبن إال مبظع.]انىجم، شز أذس، اشزة أال حصز
9 H.M. Quraish Shihab, “Haji dan Umrah bersama M. Quraish Shihab”, (Tanggerang : Lentera Hati),
2012. h.353 10
http://www.fatwatarjih.com/2011/08/badal-haji.htmldiakses pada 9 desember 2017 pukul 10.20 WIB
56
56
Artinya: “(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan
memikul dosa orang lain, dan bahwasanya seorang manusia tiada
memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”[QS an-Najm
(53): 38-39]
Hadist riwayat muslim sebagai berikut 11
:
ذمبحببىبدمبوقطععمهبالمىثالثصدقتجسيتعهميىخفعببندا صبنحيدع [رواه مسلم]
.ن
Artinya : “Apabila mati anak Adam itu maka terputuslah amal-
amalnya kecuali tiga, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat,
anak shalih yang selalu mendo’akannya “ (H.r. Muslim ).
Maka pelaksanaan badal haji tidak menjadi wajib dilaksanakan
karena seseorang yang lain tidak dapat menangguhkan, ataupun
memberikan tambahan ibadah kepada orang yang telah meninggal
dunia.
2. Akar Masalah dalam Pelaksanaan Badal Haji
b. Penentuan waktu Pelaksanaan badal haji
Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab kedua sebelumnya dalam
melakukan kegiatan badal haji sama halnya dengan melaksanakan haji
hanya secara teknis dan niatnya yang berbeda. dalam penentuan waktu
pelasanaan badal haji oleh PPIH Arab Saudi menetapkan siapa saja yang
11
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid III, Cet. X, (Jakarta: Darul Fikr, 2011), hlm.
394.
57
57
berhak dibadalkan dan menetapkan petugas badal haji ketika pada masa
operasional haji, hal tersebut menurut peneliti menjadi akar masalah dalam
pelaksanaan badal haji karena dengan kondisi jumlah Jemaah yang
dibadalkan tidak menentu, sebelum sampai tanggal 9 Zulhijah/pelaksanaan
wukuf, yang menjadi syarat sah nya haji maka PPIH Arab Saudi pada
waktu itu juga harus menyiapkan petugas badal haji sesuai dengan jumlah
yang dibadalkan. Sehingga dalam pelaksanaan badal haji tidak
terkontrol/terkoordinir dengan baik, seakan tinggal menunggu laporan dari
petugas badal haji. Adapun tatacara pelaksanaan badal haji oleh PPIH
Arab sebagaimana tuntunan dalam manasik haji yaitu12
:
1) Mengambil miqad haji dan niat membadalhajikan ;
2) Wukuf di Arafah ;
3) Mabit di Muzdalifah ;
4) Melontar jumroh aqobah ;
5) Tahalul awal ;
6) Tawaf ifadah , dan sa‟i ;
7) Tahalul tsani ;
8) Mabit di Mina ;
9) Melontar jumrah ula, wustha, dan aqabah pada hari tasyrik, dan
10) Nafar awal
12Keputusan Dirjen PHU Nomor D/456/2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Safari Wukuf
Dan Badal Haji
58
58
b. Prioritas penyelsesaian masalah badal haji
Dari berbagai masalah badal haji penelitian ini lebih memprioritaskan
penyelesaian masalah tentang teknis pelaksanaan badal haji seperti
pendataan Jemaah yang dibadalkan, rekrutmen petugas pelaksana badal
haji, sumber dana badal haji, akad badal haji, teknis pendistribusian
sertifikat badal haji, dan pelaporan pelaksanaan badal haji.
c. Tren masalah badal haji yang besar dan meningkat
Belakangan ini marak sekali praktek badal haji.Cara yang biasa
dilakukan, seseorang yang ingin dihajikan menitipkan upah badal haji
kepada jamaah haji yang berangkat ke Makkah. Di Makkah, sang
jamaah lantas menyuruh mukimin untuk menghajikan siapa yang
dimaksud, dengan imbalan. Tetapi hingga kini belum ada regulasi yang
menetapkan dan mengatur tentang badal haji yang di kelola oleh
masyarakat, pemerintah hanya melaksanakan badal haji untuk Jemaah
haji reguler saja . data yang peneliti dapat, pelaksanaan badal haji tahun
2015 lebih banyak dari 2 tahun sebelumnya, walaupun ditahun 2013-
2015 sedang mengalami pebaikan renovasi Masjidil Haram sehingga
Pemerintah Arab Saudi melakukan pengurangan kuota jamaah haji
Indonesia sebesar 20 persen atau sejumlah 42.200 (empat puluh dua ribu
dua ratus) orang. Dengan demikian kuota Jamaah Haji Indonesia
menjadi 168.800 jamaah dari semula 211.000 jamaah.
59
59
Salah satu penyebab meningkatnya jamaah yang wafat di tahun 2015
yaitu terjadinya musibah badai dan robohnya crane di Masjidil Haram
yang menewaskan 12 jamaah haji Indonesia dan 46 jemaah yang luka-
luka hingga harus dirawat di Rumah Sakit Arab Saudi.13
Tabel 4.2 Jumlah Jemaah yang dibadal hajikan 2013-2015
Sumber : Komisi Pengawasan Haji Indonesia
3. Solusi Penyelesaian Problem/Masalah Badal Haji
a. Pendataan Jemaah yang dibadal hajikan
Untuk menentukan siapa saja yang berhak dibadal hajikan olek PPIH
Arab Saudi, jamaah yang dibadalhajikan datanya akan dicocokan sesuai data
siskohat dan untuk Jemaah yang sakit PPIH Arab Saudi harus
memprioritaskan untuk bisa mengikuti safari wukuf, namun apabila Jemaah
yang sakit tidak bisa meninggalkan rumah sakit karena penyakitnya
13
Laporan Hasil Pengawasan Penyelenggaraan Ibadah Haji di Arab Saudi Tahun 1436 H/2015 Oleh
Komisi Pengawasan Haji Indonesia
202
156
224
0
50
100
150
200
250
2013 2014 2015
Badal Haji
60
60
termasuk resiko tinggi dan harus bergantung pada alat kesehatan yang ada
dirumah sakit maka Jemaah tersebut berhak dibadalhajikan. Sedangkan
untuk badal haji yang dilakukan masyarakat atau Swasta, maka pemerintah
sebagai regulator, eksekutor, dan controller dalam penyelenggaraan haji
berhak melayani, mengawasi dan membuat regulasi terhadap badal haji yang
di kelola oleh lembaga swasta.
b. Sumber dana biaya badal haji.
Sumber dana biaya badal haji saat itu bersumber dari dana DIPA
(Daftar Isian Pelaksana Anggaran) dan RKA PAOH (Rencana kerja
Anggaran Pelaksanaan Anggaran Operasional Haji)14
. Sedangkan
berdasarkan analisis peneliti tiap tahunnya pemerintah membadalkan
melebihi kuota yang disediakan yaitu 150 orang sehingga setiap pelaksanaan
badal haji dilakukan revisi anggaran. Hal tersebut sebenarnya tidak menjadi
masalah bagi pemerintah karena sudah memiliki dana cadangan apabila
melebihi yang ditargetkan. Tapi menurut peneliti sebaiknya pemerintah juga
melayani apabila ada ahli waris yang ingin membiayai badal haji sendiri
untuk keluargnya yang meninggal. Sehingga pemerintah sebagai perantara
yang diamanahkan dapat menjalankan akad badal haji dan memenuhi rukun
akad yaitu sudah adanya pelaku, objek, dan ijab kabul. Pelaku/transaktor
dalam pelaksanaan badal maksudnya adalah dua orang yang terlibat
14
Wawancara Dengan Kepala Seksi Pengembangan Materi Bimbingan Subdirektorat Bimbingan
Jemaah Haji Direktorat Bina Haji Dirjen PHU, Tanggal 7 November 2017, Di Kantor Kementerian
Agama Republik Indonesia
61
61
langsung dalam transaksi.dua orang tersebut ialah ahli waris dan petugas
badal haji. Apabila ahli waris tidak ada, Dalam masalah badal haji tersebut,
maka peran Negara dapat disamakan dengan peran ahli waris, Ketika ahli
waris berkewajiban menghajikan atau membiayai haji mauruts-nya, maka
negara pun berkewajiban menghajikan/membiayai haji jemaah haji yang
wajib dibadalhajikan. Selain itu Pemerintah, juga perlu memikirkan terkait
biaya DAM, Karena apabila ada wasiat dari ahli waris sehingga terdapat
patokan biaya untuk dam dan petugas pembadal haji.Diharapkan, petugas
tersebut adalah yang benar-benar serius dan mampu melaksanakan badal
sesuai ketentuan syar’i.
c.Rekrutmen Petugas Pelaksana Badal haji.
Dalam proses rekrutmen petugas pelaksana badal haji, Kementerian
agama yang berperan sebagai regulator,eksekutor, dan kontrol dalam
penyelenggaraan haji, seharusnya membuat regulasi dan mengawasi
badal haji yang dilakukan oleh masyarakat atau swasta agar dalam
verikasi data pembadal dan orang yang dibadalkan sesuai dengan
kaedah badal haji. bahkan kerajaan Arab Saudi seharusnya membuat
suatu lembaga yang mewadahi orang yang akan diminta menjadi badal
haji, supaya data dan daftar orang yang melaksanakan badal haji lebih
sistematik, dan memudahkan proses pengawasan, rekrutmen, akad dan
pembayaran untuk pelaksanaan ibadah tersebut. Guna terhindar dari
segela bentuk kecurangan dalam rekrutmen badal haji maka sebaiknya
62
62
membuat sistem Biometrik dalam proses perekrutan petugas pelaksana
badal haji, agar tercegah dari pemalsuan identitas.
d. Pelaksanaan Ibadah Badal Haji
Pemerintah juga perlu memikirkan terkait pelaksanaan ibadah badal
haji, dan mebuat regulasi terkait tata cara pelaksanaan badal haji, apakah
dalam pelaksanaan badal haji juga termasuk mengerjakan umroh atau
hanya haji saja. Jika ada petugas badal haji yang mengerjakannya
dengan cara haji tamatu maupun Qiran. Maka pemerintah perlu
menyiapak biaya DAM.
e. Sertifikat badal haji
Sebagai salah satu bentuk tanggung jawab dan bukti bahwa telah
membadalkan sehingga keluarga tidak perlu ragu. Sebagai bukti
Keluarga jamaah yang dibadalhajikan nantinya akan mendapatkan
sertifikast badal haji yang dikeluarkan oleh PPIH Arab Saudi. Sertifikat
tersebut akan Didistribusikan segera di sana (Arab Saudi).15
Akan
tetapi karena terlalu banyak sertifikat yang dikeluarkan maka
pendistribusiannya akan melaui embarkasi masing-masing Jemaah yang
dibadalkan.
15
Wawancara Dengan Kepala Seksi Pengembangan Materi Bimbingan Subdirektorat Bimbingan
Jemaah Haji Direktorat Bina Haji Dirjen PHU, Tanggal 7 November 2017, Di Kantor Kementerian
Agama Republik Indonesia
63
63
f. Mekanisme Pelaporan Pelaksanaan Badal Haji16
Dalam pelaksanaan badal haji perlu dilakukan pengendalan dalam
rangka mengatur, mengerahkan, dan mengambil tindakan korektif,
mengawasi semua tindakan yang dilakukan agar mencapai tujuan yang
ditetapkan.Hasil pengendalian dibuat laproran sebagai bahan masukan
sekaligus evaluasi pelaksanaan kegiatan.
Pengendalian dilakukan sejak menyiapkan data jemaah, verifikasi,
hingga pelaksanaan kegiatan. Implementasi pengendalian kegiantan
sebagai saaran memberikan manfaat dan nialai tambah supaya kegiatan
berjalan efektif, efisien, dan dan ekonomis , proses pengendalian
kegiantan safari wukuf dilakukan secara komprehensif dna penuh
tanggung jawab.
Petugas pengendalian dapat dilakukan juga oleh inspektorat
jenderal kementerian Agama, Komisi Pengawasan Haji Indonesia
(KPHI), dan unsur pengawasan terkait sesuai ketentuan yang berlaku.
16Keputusan Dirjen PHU Nomor D/456/2015 Tentang Pedoman Pelaksanaan Safari Wukuf Dan Badal
Haji
64
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh penulis serta pemaparan-
pemaparan dari hasil penelitian, dapat diambil kesimpulan-kesimpulan sebagai
berikut :
1. Mekanisme penanganan badal haji bagi Jemaah yang sakit dan Jemaah yang
wafat sebelum wukuf diawali dengan Pendataan jamaah yang dibadal
hajikan , pada tahun 2015 jemaah yang dibadal hajikan ada 254 jamaah yang
dibadal hajikan terdiri dari 15 jemaah yang meninggal di embarkasi , 122
jamaah yang meninggal di Arab Saudi, 69 jemaah yang sakit yang tidak
dapat disafari wukufkan dan 18 orang Jemaah yang mengalami gangguan
jiwa. Sumber dana untuk pembiayaan badal haji di tanggung oleh
pemerintah dari dana DIPA dan RKA PAOH. Kemudian PPIH Arab Saudi
melakukan Rekrutmen petugas badal haji , mereka adalah orang yang sudah
berhaji, lulus tes wawancara dan tidak sedang membadalhajikan orang lain .
sebagai bukti pemerintah telah melaksanakan badal haji, maka PPIH Arab
Saudi mengeluarkan Sertifikat Badal haji, sertifikat tersebut akan dibagikan
kepada masing-masing keluarga ahli warisnya.
65
65
2. Problematika dan langkah penyelesaian badal haji pada operasional
penyelenggaraan ibadah haji yang dilakukan dirjen PHU meliputi :
a. Jemaah yang dibadal hajikan
Jemaah yang dibadalhajikan oleh pemeritah (Dirjen PHU) sudah sesuai
dengan Peraturan – peraturan pemerintah yang ada yaitu PP no 79 tahun
2012 tentang Penyelenggaran ibadah Haji dan PMA no14 tahun 2012
yaitu berhak dibadal hajikan adalah jamaah yang terdaftar sebagai haji
reguler. Akan tetapi sebaiknya pemerintah membuat regulasi tentang
badal haji yang dikelola oleh masyarakat atau swasta.
b. Pendataan petugas pelaksana badal haji
Rekrutmen dan pendataan petugas badal haji dilakukan oleh petugas
pelaksana harian bimbingan ibadah PPIH daker Makkah.Namun dengan
adanya musibah badai dan robohnya crane di Masjidil Haram yang
menimbulkan korban jiwa sehinggaperlu penanganan yang cepat dan
pelaporan terhadap korban-korban yang sudah meninggal atau yang
mengalami luka berat sehingga PPIH dapat mengidentifikasi jamaah yang
sakit akan di safari wukufkan atau dibadal hajikan. Dan rekrutmen
petugas badal haji sudah sesuai dengan jumlah jamaah yang dibadal
hajikan.
66
66
c. Akad badal haji
Akad badal haji yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan
rukun akad yaitu adanya pelaku, objek, dan ijab Kabul. Sebagai
pencatatan dan bukti badal haji telah selesai dilaksanakan sempurna,
PPIH Arab Saudi Mengeluarkan sertifikat badal haji, namun terjadi
kendala dalam pendistribusiannya yang seharusnya segera diserahkan di
arab Saudi maka menjadi disalurkan melalui embarkasi masing-masing.
d. hukum melaksanakan badal haji
Hukum melaksanakan badal haji mayoritas ulama membolehkan
dilakukannya badal haji (kecuali ulama-ulama bermazhab Maliki) dengan
syarat yang dihajikan itu telah uzur atau meninggal dunia sebelum
pelaksanaan ibadah wukuf di Arafah.
67
67
B. Saran-Saran
Dari data yang sudah dijelaskan di atas, dengan ini penulis memberikan beberapa
saran yang mungkin bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk mendatang :
1. Pemerintah Indonesia (Kementerian Agama)membuat regulasi serta
mengawasi penyelenggaraan badal haji yang dikelola oleh masyarakat atau
swasta dan Dirjen PHU sebagai teknis pelayanan haji membuat sistem
biometrik dalam proses perekrutan petugas pelaksana badal haji.
2. Dirjen PHU berkoordinasidan bekerjasama dengan badan-badan sejenis
pelayanan haji (badal haji) seperti PIHK, KBIH, dan Ormas Islamdalam
verifikasi data pembadal hajiagar data-data pembadal haji yang di input
disistem biometrik menjadi valid.
3. Memaksimalkan pendistribusian sertifikat badal haji kepada keluarga ahli
waris melalui ketua kloter langsung di sana (Arab Saudi).
4. Perlu menyiapkan petugas badal haji lebih dari awal sebelum pelaksanaan
musim haji, minimal setengah dari kuota yang di yang tetapkan, agar
pelaksanaan badal haji berjalan dengan efektif dan efisien.
5. Meningkatkan jumlah upah badal haji yang termasuk didalamnya biaya DAM,
apabila petugas pelaksana badal haji melakukan pelanggaran dalam ibadah
haji atau melakukan haji dengan cara Tamattu atau Qiran.
68
68
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Al-Abani, Mukhatsar Sahih Bukhari (Terjemahan),Jakarta : Pustaka Azzam, 2001.
al-Jaziri, Rahman, Kitab al-Fiqh „ala al-Mazahibal-Araba‟ah.Bairut : dar al-fikr,
2002.
Anshar , Zakaria, Profile Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah,
Jakarta: Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2008.
Athoillah, Anton, H.M.,Dasar-Dasar Manajemen, Bandung : Pustaka Setia, 2010.
Basyuni, Muhammad, M, Reformasi Manajemen Haji, Jakarta, FDK Press, 2008.
Berny, Gomulya, Problem Solving and Decicion Making For Improvement, Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama, 2013.
Departemen Agama RI, Modul Bimbingan Manasik Haji, Jakarta: Dirjen
Penyelenggara Haji dan Umrah, 2008
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, tp. 2007
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta ; Bulan Bintang, 2002.
Faishal, Syekh bin Abd Aziz, Muhtazar Nailulauthar Himpunan Hadits Hukum,
Surabaya : Bina Ilmu, 1993.
H. Malayu S.P. Hasibuan, Manajemen Dasar, Pengertian, dan Masalah, Jakarta :
Bumi Aksara, 2006.
Haji Dari Masa Ke Masa, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah
Kementerian Agama RI, 2012.
Halim, Abdul, Ensiklopedi haji dan umrah/Abdul Halim, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2002.
Hasan, Ali. M ,Perbandingan Mazhab, Jakarta : Rajawali Press, 1995.
Hasbi, Shieddieqy, Pedoman Haji ,Jakarta : N.V. Bulan Bintang, 2000.
Herjanto, Eddy, Manajemen Operasi, Jakarta : Grasindo, 2008.
69
69
Hunger and Wheelen, Essesntial of Strategic Management, Tampa, Florida, Addison
Wesley Longman Inc., 1997.
Jawad Mughiyah, Muhammad, al-Fiqhu‟ala al-mazhibi al-khamsah. Alih bahasa
:Masykur. Afif Muhammad, Idrus al Khaff, Cet ke-2, Jakarta : PT Lentera
Basritama.
Kartono, Ahmad, Panduan Solusi Hukum Manasik dalam permasalahan Ibadah Haji.
Kementrian Agama Republik Indonesia , Ditjen Penyelenggara haji dan Umrah,
rencana Strategis direktorat Jenderal Penyelenggaraan haji dan Umrah Tahun
2010-2014.
Keputusan Dirjen PHU Nomor D/456/2015 tentang pedoman pelaksanaan safari
wukuf dan Badal Haji.
Keputusan Staf Teknis Haji Konsulat Jenderal Republic Indonesia Nomor 858 Tahun
2015 Tentang Pelaksanaan Badal Haji Bagi Jemaah Haji Indonesia Tahun
1436/2015
Keputusan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Nomor D/333/2016 Tentang
Penyusunan Rumusan Hasil Mudzakarah Perhajian.
Maleong, Lexy, J.Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya,
2000.
Narbuko, Chalid dan Achmadi, Abu, Metodologi Penelitian, Jakarta : Bumi Aksara,
1997.
Nawawi, Hadari, Manajemen Strategik, Organisasi Non-Profit Bidang
Pemerintahan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005.
Nidjam, Ahmad, dan Hanan, Alatief, Manajemen Haji: Studi Kasus dan Telaah
Implementasi Knowledge Workers, Jakarta: Zikrul Hakim, 2001.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 15 tahun 2016 tentang Istihaah Kesehatan
Jemaah Haji
Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia No. 10 Tahun 2010 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Agama RI..
Prasetya, Hery dan Lukiastuti, Fitri, Manajemen Operasi, Yogyakarta : MedPress,
2009.
70
70
Rangkuti , Freddy, Analisis Swot Teknik Membedah Kasus Bisnis, Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama, 2004.
Ramli, Mutawakil, Mari Memabrurkan Haji : Kajian dari Berbagai Mazhab, Bekasi
Gugus Press, 2002.
Slamet, Prinsip-prinsip metodelogi dakwah, Jakarta : Usaha Nasional, 1994.
Shihab , Quraish , H.M, Haji dan Umrah bersama M. Quraish Shihab, Tanggerang :
Lentera Hati, 2012.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung : Alfabeta, 2010.
Syukir, dasar-dasar strategi dakwah Islami, Surabaya, Al-Ikhlas, 1983.
Tripathi, P. C, dan Reddy P. N, Principles of Management, New Delhi : The
McGram-Hill Company, 2008.
Penelitian
Hidayah, Syarih, Moh, Skripsi berjudul “Hukum Haji Badal (Studi Komparasi Antara
Imam Abu Hanifah dan Imam Asy-Syafi’I”,( Fakultas Syariah Uin Sunan
Kalijaga Yogyakarta,2006).
Amani, Alan, Skripsi Berjudul “Problematika Bimbingan Manasik Haji Di Kantor
Urusan Agama (KUA) Kecamatan Ciputat Pada Tahun 2015”, (Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016).
Internet
http://www.fatwatarjih.com/2011/08/badal-haji.htmldiakses pada 9 desember 2017
pukul 10.20 WIB
http://haji.kemenag.go.id/v2/node/1641 diakses pada 10 juni 2017 pukul 13.20 WIB
HASIL WAWANCARA
Nama : Dr. H. Endang Jumali, Lc. MA, M.Si
Jabatan : Kepala Seksi Pengembangan Materi Bimbingan Subdirektorat
Bimbingan Jemaah haji Direktorat Bina Haji Direktorat Jenderal
Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama
Tempat : Kantor Kementerian Agama Republik Indonesia
Hari/Tanggal : Selasa, 7 November 2017
Waktu : 10.15 - 10.30 WIB
1. Bagaimana pola/mekanisme pengurusan Jemaah haji yang dibadalkan ?
Dalam mekanisme badal haji itu ada beberapa hal yang perlu tahu yaitu :
a. Identifikasi kepada calon yang di badalkan dari beberapa kriteria
1) pertama itu adalah mereka yang meninggal sebelum tanggal 9
Zulhijah
2) Yang kedua mereka yang meninggal di asrama haji
3) ketiga jemaah haji yang tidak bisa lepas dari intrumen
kesehatan atau alat kesehatan jadi masih ketergantungan alat
kesehatan, itu mekanismenya.
b. Setelah diindentifikasi dituangkanlah dalam surat keputusan ketua
PPIH Arab Saudi yang mengatakan atau menyebutkan bahwa nama-
nama tertera dalam SK ini adalah merupakan bagian dari yang di
badal hajikan.
2. Siapa Yang mengkoordinir/panitia badal haji ?
PPIH Arab Saudi yang ditetapkan oleh ketua PPIH Arab Saudi di bawah
koordinasi bidang bimbingan ibadah dan bimbingan kesehatan.
3. Kapan dan dimana penetapan panitianya ?
Penetapannya di Arab Saudi, pada saat masa operasional.
4. Siapa yang bisa melaksanakan badal haji ?
Siapa yang melaksanakan badal haji ini adalah mereka yang telah memiliki
kriteria peryaratan yaitu : mereka yang sudah berhaji lalu memiliki kompetesi
dalam penyelenggaraan ibadah atau dalam pelaksanaan ibadah itu sendiri lalu
memiliki intrigitas dalam artian dia mampu melaksanakan itu, dan mereka-
mereka itulah yang masuk kriteria di SKkan pelaksana Badal.
5. Tanggung jawab siapa pelaksanaan badal haji ?
Sebetulnya yanga tanggung jawab adalah pemerintah, kita tanggung jawab
terhadap pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji karena di dalam SPM
(strandart pelayanan minimum) itu Mereka yang sudah terdaftar kemudian di
berangkatkan itu bisa mengikuti wukuf di Arafah kemudian setelah mengikuti
wukuf mereka dapat dipulangkan ketika mereka sudahvf5 masuk disana Arab
Saudi pemerintah memiliki kewajiban untuk mengikut sertakan seluruh
jamaah di Arafah , bagaimana yang sudah meninggal, tetap kewajiban kita
sebagai aparatur negara, maka dari itu adalah bagian yang tidak terpisahkan
untuk memberikan pelayanan badal haji. Nah pemerintah dalam hal ini
membentuk sebuah panitia yang disebut PPIH ( Panitia Penyelenggaraan
Ibadah Haji).
6. Bagaimana ketentuan maqam/miqat pelaksanaan badal haji ?
Jadi ketentuan miqat tentang masalah badal itu, karena mereka sudah dalam
termasuk katagori ahlul mekkah atau ahlul balad , maka miqat ketika mau
melaksanakan badal haji. dilakukan dari tempat dimanan mereka ber tempat
tinggal. Kalau petugasnya dari Jeddah maka pada saat keberangkatan
miqatnya dari Jeddah. Dan kalau petugasnya dari makkah maka mengambil
miqatnya sendiri dari mekkah, bahkan pada saat keberangkatan ada yang
mengambil miqat dari rumah-rumahnya karena sudah termasuk ahlul balad/
muqimun.
7. Apakah pemerintah melaksanakan badal haji untuk jamaah haji khusus
?
Haji khusus itu diluar tanggung jawab kita, jadi badal haji untuk jamaah haji
khusus itu dilaksanakan oleh travelnya sendiri. Kita tidak termasuk dalam
katagori itu karena satu bahwa undang-undang , kemudian juga keputusan
Dirjen menyebutkan bahwa peserta badal yang diselenggarakan pemerintah
itu adalah jamaah haji regular. Jamaah haji reguler itu diluar jamaah haji
khusus. Di dalam Undang-undang Nomer .13 tahun 2008 dan PP Nomer 79
tahun 2012 diatur tentang Jemaah haji reguler.
8. Siapa yang mengeluarkan sertifikat/bukti badal haji ?
Sertifikat badal haji dikeluarkan oleh panitia penyelenggara ibadah haji Arab
Saudi yang ditanda tangani oleh daerah kerja Makkah lalu diketahui oleh
kepala bidang ibadah bimbingan ibadah atas nama ketua PPIH.
9. Bagaimana pendistribusian sertifikat badal haji ?
Kalau tahun-tahun sebelumnya memang didistribusikan disana (Arab Saudi) ,
kemudian karena terlalu banyak dan ada hal lain maka pendistribusianya akan
melalui embarkasi.
10. Sumber dana pembiayaan badal haji ?
Sumber pembiayaan badal haji dari DIPA, RKA PAOH
11. Adakah Ahli waris jamaah haji sendiri yang membiayai badal haji
keluarganya ?
Ada juga, tapikan tidak termasuk katagori yang diselenggarakan oleh
pemerintah, tapi itu pun diluar konten, masalahnya ahli waris itu mereka yang
sudah meninggal dua atau tiga tahun sebelumnya sedangkan kita regulasinya
melaksanakan badal haji untuk jamaah di tahun yang berjalan
Interviewer
Dr. H. Endang Jumali, Lc. MA, M.Si
Lampiran. Foto wawancara dengan Bapak Dr. H. Endang Jumali, Lc. MA, M.Si selaku
KASIE PENGEMBANGAN MATERI BIMBINGAN SUBDIREKTORAT BIMBINGAN
JEMAAH HAJI DIREKTORAT BINA Haji DIRJEN PHU
Top Related