MEDITASI BUDDHA THERAVADA DALAM
PERSPEKTIF MAHASI SAYADAW
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S. Ag)
Oleh:
BAMBANG ROMAIDI
NIM: 1112032100041
PRODI STUDI AGAMA-AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
v
ABSTRAK
Bambang Romaidi
Meditasi Buddha Theravada Dalam Perspektif Mahasi Sayadaw
Penelitian ini merupakan studi atas meditasi dari seorang tokoh yaitu
Mahasi Sayadaw. Penelitian menggunakan pendekatan studi teologis dan historis,
memberikan wawasan yang lebih tepat tentang sekelompok data dari fenomena,
karena data-data tersebut bisa saling menerangkan satu sama lain. Data juga akan
dianakisa berdasar kerangka teori yang disusun secara eklektif dari berbagai
sumber, dengan pengklasifikasikan meditasi menurut teknik, isi atau content, dan
orientasinya. Studi ini, berjenis library research atau studi pustaka, sehingga
karya-karya tulis tokoh tersebut khususnya yang membahas tema meditasi,
digunakan sebagai data primer. Sedangkan data sekunder didapat dari buku-buku
atau hasil penelitian yang dianggap relevan dengan penelitian ini.
Dalam sejarahnya meditasi atau Samadhi, diyakini oleh agama Buddha,
yang menganggap meditasi sebagai salah satu cara untuk mendapatkan
kebahagiaan. Menurut sejarah Buddha, meditasi berawal dari usaha Sang Buddha
Gautama untuk mencapai pencerahan (Nibbana) yang membutuhkan waktu dan
usaha bertahun-tahun. Dari keyakinan itulah umat Buddhis rajin melatih diri
bermeditasi untuk merealisasikan ajaran Sang Buddha.
Hasil penelitian menunjukan : (1) aspek teknik meditasi Buddha
Theravada Mahasi Sayadaw menggunakan tiga tehnik yang lazim ada dalam
sebuah meditasi meliputi tehnik konsentrasi, tehnik kontemplasi atau tehnik
abstraksi. Objek meditasi Buddha Theravada dalam perspektif Mahasi Sayadaw,
tidak mengharuskan objek penghormatan keagamaan (sperti, Buddha dan 8 sifat-
sifatnya) namun objek bisa diambil dari perwujudan-perwujudan eksistensi.
Beliau memandang objek yaitu dari dua sudut ; materi / lahir & mental / batin.
Namun dalam hal penentuan alat / instrument yang digunakan untuk bermeditasi.
Meditasi Buddha Theravada menjadikan pikiran sebagai alat bermeditasi. Dalam
hal penentuan bentuk latihan meditasi yang tepat bagi satu siswa dan yang
lainnya, mahasi sayadaw memiliki pandangan bahwa diperlukan Guru Meditasi.
(2) Isi atau content meditasi Buddha Theravada meliputi tiga corak eksistensi
makhluk hidup yaitu anicca, dukkha, dan anatta. Mahasi Sayadaw memiliki
pandangan bahwa fungsi isi meditasi yang menentukan berhasil atau tidaknya
siswa mencapai tujuan. (3) Orientasi meditasi Buddha Theravada menurut Mahasi
Sayadaw adalah didapatnya pencerahan (nibbana) sebagai pembebasan /
pelepasan manusia dari penderitaan-penderitaan abadi yang membelenggunya.
Keyword: Mahasi Sayadaw, Buddha Theravada, Konsep Meditasi
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahir Rahmanir Rahim
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Melalui pertolongan-Nya skripsi ini
terselesaikan dengan baik yang berjudul “MEDITASI BUDDHA THERAVADA
DALAM PERSPEKTIF MAHASI SAYADAW”. Shalawat serta salam terhaturkan
keharibaan Kanjeng Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabatnya,
serta pengikutnya yang tercerahkan di jalan Allah SWT.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menyelesaikan penulisan skripsi
ini terdapat banyak uluran tangan dari berbagai pihak. Mulai dari niat sampai
menyelesaikan penulisan ini, penulis merasa mendapatkan banyak manfaat berupa
ilmu pengetahuan, pengalaman baru dalam penulisan karya ilmiah dan melatih
kesabaran. Penulis yakin tanpa dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik
yang bersifat pribadi maupun suatu lembaga tidaklah mungkin skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu ucapan terima kasih yang sedalam-
dalamnya penulis sampaikan kepada pihak-pihak, terutama kepada:
1. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Maimuddin dan Ibunda Ramlah, yang
telah mendidik, memberikan dukungan baik secara moril maupun materil dan
tidak lepas do’a dan restunya beliau demi kelancaran studi dan penulisan
skripsi ini.
vii
2. Ibu Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, MA, selaku Rektor Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Media Zainul Bahri, MA, selaku Ketua Prodi Studi Agama-agama.
5. Ibu Dra. Halimah SM, M.Ag, selaku Sekretaris Prodi Studi Agama-agama.
6. Bapak Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, M. Si, selaku Dosen Penasehat
Akademik.
7. Ibu Dra. Siti Nadroh MA, sebagai Pembimbing Penulisan Skripsi ini, yang
telah banyak meluangkan waktu, tenaga, pikiran dan kesabaran dalam
memberikan arahan, motivasi serta bimbingan kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Ibu Dr. Sri Mulyati, MA, sebagai penguji dalam ujian kompre, yang telah
meluangkan waktu, tenaga pikiran dan kesabaran dalam menguji. Sehingga
penulis dapat menyelesaikan dan lulus dalam ujiannya.
9. Bapak Ibu Dosen Fakultas Ushuluddin dan pimpinan Perpustakaan Fakultas,
Perpustakaan Utama beserta stafnya yang telah memberikan izin dan layanan
kepustakaan yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.
10. Kanda Idris Hemay M.Si, Kanda Sabran Sanaf S.Psi, Kanda Abdus Saleh
Meller S.Ag, Habiburrahman S.Ag, Helmiyono S.Ag, Sutarji S.Ag, Muhawi
S.Pd.I, Supriyono Hemay S.S, Sapraji S.Th.I, Kurniyadi, S.Sos, Wahed
Mannan, S.Sos, Suhardi S.Ag, Herman Siswanto, Suliyati Sanaf S.Th.I, Nia
viii
Trisnawati M.Pd, Atifatul Uyun Elvas, selaku senior yang selalu memberikan
bimbingan dan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
11. Sahabat-sahabat anak Madura di Jakarta, Ferri Prima, Moh Faisal As’adi,
S.Sos, Khairil Anwar S.Ag, Hendri Purnawan S.Ag, Khairul Ulam S.Ag,
Ihwanul Arifir Rahman, Walid, Achmad Sufaili Muslim, Mohammad Rifky
Nuris, Muniri, Achmad Rofiq, A. Saiful Rijal, Robiatun Jamilah, Ilma Inayah
Diana, Kurratul Aini, Nita Nur Ningsih, Nory Fitriani Fajrin dan sahabat
jurusan Jamiluddin, Elvita Fathiyyatus Sa’adah, dan seluruh Teman-teman
angkatan 2012 UIN Sayarif Hidayatullah Jakarta, terima kasih atas bantuan
pikiran dan tenaga untuk menyelesaikan skripsi ini.
12. Keluarga besar BAROXZ CREW terima kasih atas segala pengalaman yang
sudah diberikan.
Mudah-mudahan semua amal baik mereka diterima oleh Allah SWT, dan
mendapatkan balasan yang setimpal dari-Nya. Akhirul kalam, ibarat tiada gading
yang tak retak, mudah-mudahan skripsi yang masih jauh dari sempurna ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan para pembaca. Amin.
Jakarta, 10 Mei 2019M
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ......................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iv
ABSTRAK .................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................ ix
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 7
D. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 8
E. Landasan Teori ................................................................................. 11
F. Metodelogi Penelitian ...................................................................... 14
G. Sistematika Pembahasan .................................................................. 17
BAB II. BIOGRAFI MAHASI SAYADAW DAN AGAMA BUDDHA
THERAVADA
A. Riwayat Hiup Mahasi Sayadaw ....................................................... 19
B. Tinjauan Tentang Agama Buddha ................................................... 22
1. Sejarah Agama Buddha .............................................................. 22
2. Aliran Agama Buddha................................................................ 25
C. Buddhisme Theravada ...................................................................... 27
x
D. Ajaran-Ajaran Theravada ................................................................. 31
BAB III. MEDITASI DALAM AGAMA BUDDHA THERAVADA
A. Pengertian Meditasi .......................................................................... 34
B. Fungsi Meditasi ................................................................................ 39
C. Manfaat Meditasi ............................................................................. 45
D. Cara-Cara Bermeditasi ..................................................................... 48
BAB IV. MEDITASI BUDDHA THERAVADA DALAM PERSPEKTIF
MAHASI SAYADAW
A. Meditasi Dalam Perspektif Mahasi Sayadaw ................................... 52
1. Teknik Dan Orientasi Meditasi Mahasi Sayadaw ...................... 52
2. Isi atau Content Meditasi Mahasi Sayadaw ............................... 62
3. Faktor Penghambat dalam Meditasi .......................................... 64
4. Faktor Pendukung dalam Meditasi............................................. 66
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 69
B. Saran ................................................................................................. 70
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 71
LAMPIRAN ....................................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dinamika kehidupaan yang dialami dan dirasakan umat manusia tentunya
membawa konsekuensi logis berupa semakin banyaknya persoalan hidup yang
dirasakan oleh manusia itu sendiri. Berbagai persoalan hidup yang dialami
manusia seringkali justru membawa manusia pada jurang malapetaka, di mana
manusia terkadang gagal dalam upaya menyelesaikan pesoalan hidupnya.
Banyaknya problem hidup yang dialami manusia meniscayakan adanya ikhtiar
atau upaya bagaimana problem-problem tersebut dapat terasi.
Dalam konteks zaman seperti ini, dimana umat manusia disuguhi dengan
berbagai kemajuan dan perkembangan teknologi informasi telah memberikan
nuansa kemudahan kepada umat manusia dalam memenuhi hajat hidupnya.
Namun demikian, kemajuan dan perkembangan informasi dan teknologi bukan
berarti tanpa masalah. Justru kemajuan di bidang teknologi informasi tersebut
telah melahirkan masalah-masalah baru dalam kehidupan manusia.
Disinilah, dibutuhkan suatu kekuatan jiwa dalam menyelesaikan masalah-
masalah kehidupan dengan senantiasa bersandar pada keimanan. Salah satu cara
yang banyak dilakukan orang dalam menyelesaikan masalah-masalah kehidupan
adalah dengan jalan meditasi.
Pengalaman religiusitas sangat didambakan oleh setiap memeluk agama.
ini terjadi karena pengalaman keagamaan terkait erat dengan pemenuhan
2
kebutuhan manusia. Kebutuhan tersebut adalah sesuatu yang bersifat unirversal,
yang merupakan kebutuhan kodrati setelah kebutuhan fisik terpenuhi, yakni
kebutuhan akan cinta dan mencintai Tuhan yang kemudian melahirkan kesediaan
pengabdian kepada Tuhan.1
Usaha manusia untuk berada sedekat dekatnya,
bahkan manunggal dengan Tuhan adalah merupakan cermin kerinduan nurani
manusia terhadap Tuhannya. Usaha semacam itu bermula dari kesadaran manusia
bahwa ia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepadanya. Kesadaran ini
menimbulkan pengalaman keagamaan pada dirinya mengenai hubungan dengan
Tuhannya itu, yang terfleksikan dalam sikap takut, cinta, rindu, metode ataupun
jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan yakni menyatu dengan Tuhan.2
Untuk mencapai tujuan tersebut manusia harus bisa keluar dari
kungkungan jasmani atau materi, sehingga dapat menemukan nilai-nilai rohani
yang dia dambakan. Untuk itu manusia harus berusaha melepaskan rohnya dari
kungkungan jasmaninya dengan jalan latihan yang memakan waktu cukup lama.
Latihan ini juga bertujuan untuk mengasah roh supaya tetap suci.3
Sejarah agama-agama mencatat bahwa praktek meditasi dalam agama
Buddha sudah sejak 500-600 SM4 yaitu bagian dari perjalanan Siddharta Gautama
mencapai pencerahan. Buddha dalam bahasa klasik India berarti tercerahkan atau
tersadarkan, suatu keadaan pencapaian ilmu langsung tentang hakikat segala
1 Ahmad Anas, Menguak Pengalaman Sufistik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h. 41.
2 Ridin Sofwan, Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan (Semarang: Aneka Ilmu, 1999),
h. 99.
3Asmara AS, Pengantar Studi Tasawuf (Jakarta: Raja Grafindo Persada, tt.), h. 17.
4 Bikkhu Jotidhammo, “Agama Buddha Sebuah Pengantar” dalam Djam’annuri (ed),
Agama Kita Perspektif Sejarah Agama-Agama (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2003), hal.
63-64.
3
sesuatu atau kebeneran.5 Dikatakan bahwa tahap akhir dari upaya pencarian
Gautama untuk mencapai pencerahan tersebut yaitu dengan menggabungkan
pikiran yang tegar dengan konsentrasi mistik menurut petunjuk raja yoga.6
Dalam ajaran Buddha sering terdengar istilah bhavana, Samadhi atau
meditasi. Namun istilah meditasi sering disalah artikan, baik oleh umat Buddha
sendiri maupun orang lain yang bukan umat Buddha. Pada saat kata meditasi
disebut, orang segera mengambarkan dalam pikiran penyingkiran diri dari
kesibukan penghidupan sehari-hari, dengan kata lain ia duduk dalam sikap
tertentu, seperti di dalam sebuah goa atau ruangan kecil di dalam vihara, disatu
tempat yang jauh dari keramaian kehidupan dunia, tenggelam dalam satu
reneungan atau dalam satu keadaan gaib atau tidak ingat orang sama sekali.
Sesungguhnya meditasi Buddhis yang benar bukanlah berarti menyingkirkan
semacam itu.7
Meditasi merupakan peranan penting dalam praktek Buddha. Konon, ia
membantu untuk meningkatkan dan menyempurnakan krakter serta merangsang
intuisi dan kearifan. Meditasi Buddha dimulai dengan latihan nafas yang
sederhana, dengan belajar mengontrol nafas, seseorang belajar untuk mengontrol
tubuh. Dengan mengontrol tubuh, tugas untuk mengontrol pikiran yang lebih sulit
dan lebih penting bias dilanjutkan. Dengan mengontrol dan membersihkan
pikiran, maka karakter seseorang akan menjadi sempurna; dengan begitu, kearifan
5Soraya Susan Behbehani, Ada Nabi dalam Diri, Melesatkan Kecerdasan Batin Lewat
Zikir & Meditasi terj, Cecep Ramli Bihar Anwar (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2003), h. 40.
6 Huston Smith, Agama-Agama Manusia (terj.), Saafroedin Bahar (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2001), h. 111. 7 Mattadewi W, Bhavana; Pengembangan Batin (Jakarta: Akademi Budhhis Nalanda,
1986), h. 1.
4
dan kematangan intuisi hingga pencapaian akhir-akhir mistik akan tercapai.8
Meditasi merupakan pendekatan Buddhis yang paling utama mengenai agama.
Karena tujuan tertinggi dalam meditasi adalah penerangan. Meditasi dimaksudkan
untuk memperoleh kesempurnaan spiritual guna mengurangi akibat penderitaan
menenangkan pikiran, membuka kebeneran mengenai eksistensi kehidupan.
Dengan melaksanakan meditasi akan mebantu untuk menyadari hal-hal tentang
kebenaran.9
Ada seorang tokoh besar Buddha aliran Theravada yang membahas
tentang konsep meditasi yaitu Mahasi Sayadaw, beliau lahir pada tahun 1904 di
Seikkhun, dan meninggal dunia pada tanggal 14 agustus 1982. Seikkhun adalah
sebuah desa besar, makmur dan indah yang terletak sekitar tujuh mil di sebelah
barat kota Shwebon di Burma bagian atas. Orang tuanya adalah tuan tanah yang
bernama U Kan Tan dan Daw Oke. Pada usia enam tahun, ia telah dikirim untuk
menjalani pendidikan monastic dibawah bimbingan U Adicca, bikkhu kepala dari
Vihara Pyinmana di Seikkhun. Enam tahun kemudian, ditahbiskan sebagai
biarawan pemula (Samanera) di bawah guru yang sama dan diberi nama Shin
Sobhana (yang berarti “berkah”). Nama ini sesuai dengan sikapnya yang
pemberani dan perilakunya yang terpuji. Ia adalah murid yang cerdas khususnya
pada pelajaran naskah suci. Ia juga berguru pada Sayadaw U Parama dari Vihara
Thungyi-kyaung. Pada usia 19 tahun, ia memilih melayani Buddha Sasana dan
ditahbiskan menjadi bhikkhu pada 26 November 1923, di bawah bimbingan
8 Soraya Susan Behbenhani, Ada Nabi Dalam Diri; Melestarikan Kecerdasan Batin
Lewat Zikir dan Meditasi (terj.), Cecep Ramli Bihar Anwar, h. 51. 9
Mariasusi Dhavamoni, Fenomenologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 25.
5
Sumedha Sayadaw Ashin Nimmala selama empat tahun dan dapat menguasai tiga
tingkat ujian kitab pali.
Selanjutnya Bhikkhu Sobhana pergi ke kota Madalay untuk mendalami
studi kitab suci lanjutan di bawah para bhikkhu yang terkenal akan pengajarannya.
Di sana hanya tinggal selama satu tahun, sebab diminta untuk membantu
mengajar murid-murid dari Kepala Vihara Taik-kyaung di Taungwainggale. Pada
akhirnya ia menetap di Seikkhun dan memaksimalkan latihan vipassana dengan
sepenuh hati di sana, sampai kemudian beliau dikenal sebagai Mahasi Sayadaw.
Kemasyhuran dan pengaruh Mahasi Sayadaw juga sampai pada Negara-negara
penganut agama Buddha aliran Theravada lainnya, seperti Thailan, Sri Langka,
Laos, Kamboja dan India.
Menurut Mahasi Sayadaw meditasi (Samadhi) adalah suatu keadaan
pikiran yang tenang dan hening.10
Meditasi juga dapat didefinisikan sebagai suatu
bentuk latihan spiritual bagi umat Buddha yang dipandang sebagai satu-satunya
jalan paling efektif untuk mematikan nafsu keinginan (tanha) yang menjadi sebab
terjadinya penderitaan (dukkha). Oleh sebab itu, orientasi meditasi diarahkan
Mahasi Sayadaw pada tercapainya Nirwana (Nibbana) yaitu sebuah kondisi batin
atau pikiran yang telah terbebas dari kesengsaraan hidup, usia tua, badan
berpenyakit, kematian dan terbatas dari kelahiran (tumimbal-lahir).
Konsep meditasi yang dikemukakan oleh Mahasi Sayadaw adalah meditasi
Buddha Theravada. Dalam konsepsi Mahasi Sayadaw, Meditasi Buddha
Theravada terbagi menjadi dua jenis yaitu samatha dan vipassana (satipatthana
10
Mahasai Sayadaw, Meditasi Vipassana Tuntunan Praktik & Rujukan Tahap Pemurnian
(terj.), Lim Eka Setiawan (Yayasan Penerbit Karania: 2006), hal. 4.
6
dan vipassana). Meditasi samatha adalah jenis meditasi yang bertujuan untuk
mendapatkan ketenangan. Metodenya yaitu pengamatan (perenungan) pada satu
objek. Objek pengamatan biasanya diambil dari salah satu 40 mata-pokok
meditasi, di antaranya ; kasina, cinta kasih (metta), refleksi /renungan terhadap
sang Buddha. sedangkan Meditasi vipassana adalah jenis meditasi yang bertujuan
mendapat Pandangan-Terang atau Tafsiran_Lurus. Metode dasarnya adalah
pengamatan (perenungan) pada beberapa objek, disertai pencacatan dalam batin.
Objek pengamatan yang paling dasar adalah gerakan “timbul-tenggelam atau
kembang kempisnya” perut.11
Kedua jenis meditasi tersebut sama-sama menggunakan tehnik
konsentrasi, samatha menggunakan tehnik konsentrasi pada satu objek yang
dipilih. Sedangkan Vipassana menggunakan tehnik konsentrasi pada dua objek
(materi dan mental). Selain itu, Vipassana melegkapinya dengan tehnik
kontemplasi serta abrastraksi.
Tehnik konsentrasi dalam samatha adalah dimana seorang siswa diberi
tugas pengamatan (perenungan) pada satu objek. Objek pengamatannya dapat
diambil dari salah satu 40 mata pokok meditasi, diantaranya ; kasina, cinta kasih
(metta), refleksi/renungan terhadap dang Buddha. Selain itu, objek pengamatan
juga dapat difokus pada keluar masuknya nafas di ujung hidung Anapana_sati
Singkatnya, pengamatan model samatha berfungsi sebagai latihan dasar
konsentrasi. Hasil yang dicapai dari metode ini adalah ketenangan berbentuk rupa
jhana dan empat arupa Jhana.
11
Mahasai Sayadaw, Meditasi Vipassana Tuntunan Praktik & Rujukan Tahap Pemurnian
(terj.), Lim Eka Setiawan, hal. 5.
7
Sedangkan tehnik konsentrasi dalam vipassana dimulai dengan latihan
satipatthana yaitu latihan-latihan konsentrasi meliputi, posisi-posisi, pemahaman
jernih, dan unsur-unsur yang bertujuan untuk memperkuat kesadaran dan
konsentrasi. Prinsip dasarnya adalah mengamati objek dari sisi meteri dan mental.
Pelatihan diawali dari hal-hal jasmaniah, seperti kembang kempisnya perut saat
bernafas, yaitu yang ada hanya gerakan perut mengembang-mengempis sebagai
materi, dan proses mengetahui gerakan itu, sebagai mental. Latihan berlanjut,
dengan disertai pencatatan sederhana. Pencatatan bukan berbentuk tulis, tetapi di
batin.
Berdasarkan pembahasan singkat di atas, menurut penulis merupakan hal
yang sangat menarik dalam penelitian tugas akhir yaitu dengan judul “Meditasi
Buddha Theravada Dalam Perspektif Mahasi Sayadaw”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan,
maka perumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut:
Bagaimana Meditasi Buddha Theravada dalam Perspektif Mahasi Sayadaw?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan merupakan arah dan sasaran yang harus dicapai oleh setiap tindakan.
Dengan demikian tujuan memegang peranan yang sangat penting dan harus
dirumuskan dengan jelas, tegas dan mendetail, karena tujuan merupakan jawaban
tentang masalah yang akan diteliti.
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian adalah Untuk
mengetahui meditasi Buddha Theravada dalam perspektif Mahasi Sayadaw.
8
Manfaat Penelitian
Bila tujuan penelitian dapat tercapai, maka hasil penelitian akan memiliki
manfaat praktis dan teoritis. Dari tujuan diadakannya penelitian ini, maka adapun
manfaat penelitian yaitu penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang urgen
bagi:
1. Aspek Terapan
Diharapkan dari penelitian ini, peneliti dapat memperoleh pelajaran
tentang keyakinan bahwa mengenai Tuhan dengan berbagai jalan, salah
satunya yaitu Meditasi yang dikonsentrasikan pada eksistensi Tuhan.
2. Aspek Keilmuan
Diharapkan mampu memberikan sumbangan pikiran khususnya
dalam mendeskripsikan “Meditasi Dalam Agama Buddha Theravada
Menurut Perspektif Mahasi Sayadaw” dan dapat memberikan kontribusi
keilmuan bagi disiplin keilmuan Teologi khususnya dan seluruh disiplin
keilmuan secara umum, walaupun dalam bentuk yang sederhana.
D. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan penelusuran jejak penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya terhadap tema yang akan diteliti sehingga diketahui hal-hal
apa saja yang sudah dan belum diteliti, serta apa yang membedakan penelitian ini
dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Tinjauan pustaka diambil dari laporan
penelitian seperti ; skripsi, tesis, atau bisa dari jurnal penelitian dan buku-buku
yang terkait.
9
Sesuai dengan kajian yang akan dibahas, penulis melihat dan menelaah
beberapa literature dan penelitian yang ada kesamaannya dan perbedaan dengan
penelitian yang penulis teliti. Pembicaraan mengenai meditasi sesungguhnya tidak
banyak menarik perhatian orang, padahal kalau dicermati dalam realitanya
meditasi merupakan sebuah fenomena spiritual yang menyimpan rahasia bagi
pelakunya.
Ada beberapa karya dari civitas akademisi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
yang bertemakan meditasi, namun karya tulis yang berusaha untuk mengkaji
meditasi dalam perspektif Mahasi Sayadaw secara lebih spesifik belum penulis
temukan. Adapun karya tulis yang dimaksud antara lain adalah:
Skripsi yang ditulis Suaib Ahmadi mahasiswa dari Fakultas Tarbiyah
Jurusan Pendidikan Agama Islam dengan skripsinya yang berjudul Kontribusi
Meditasi Bagi Peningkatan Kecerdasan Spiritual (Studi Lapangan do Lembaga
Seni Pernafasan Satria Nusantara Yogyakarta). Penelitian lebih menekankan
pada metode yang diterapkan oleh lembaga seni pernafasan Satria Nusantara
Yogyakarta serta menganalisa kontribusi penerapan metode tersebut bagi
peningkatan kecerdasan spiritual seseorang. Kesimpulan dari hasil penelitian ini
menunjukan bahwa metode yang dipergunakan adalah meditasi gerak yang
mencangkup unsur-unsur pengaturan nafas, gerakan jurus, dan konsentrasi.
Penerapan metode tersebut ternyata dapat memberikan sumbangan terhadap
peningkatan spiritualitas seseorang, hal tersebut dapat dicermati dengan adanya
perunahan pada kejiwaan seseorang yang berpengaruh pada tindakan diantaranya:
jujur, adil, santun, rendah hati, mampu menahan dan mengendalikan diri,
10
bertanggung jawab, berjiwa sosial, memiliki kedekatan dengan Tuhan,
ketenangan, kedamaian batin yang tinggi dan mampu memakai kehidupan ini
sebagai suatu hal harus dinikmati dan disyukuri.
Kemudian skripsi dari Mukdiana dengan judul Bimbingan Meditasi Islam di
Akademi Parapsikologi Laboratorium Ilmiah Metafisika Indonesia LSM Prana
Jember Jawa Timur. Skripsi ini lebih menekankan pada meditasi Islam. Dalam
kesimpulannya meditasi yang dalam proses pelaksanaanya didasari atas konsep
ketuhanan (teologis), yakni dengan memadukan antara unsure teologis dalam
aktifitas meditasi. Hal ini yang dalam Akademi Parapsikologi dikenal dengan
sebutan Medzik (meditasi dzikir). Jadi konsep meditasi Islam Akademi
Parapsikologi pada dasarnya adalah sebuah meditasi yang merupakan komparasi
atas meditasi dan dzikrullah yang bertujuan agar meditator dapat lebih mengenal
Tuhan. (Skripsi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Fakultas Dakwah Jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam).
Ada juga skripsi Ena A’yunin Nazhiroh yang berjudul Humanisme dalam
Agama Buddha, memberikan penjelasan umum tentang konsep humanism dalam
agama Buddha sekaligus implikasinya terhadap realitas kehidupan masyarakat. Di
dalamnya juga dipaparkan tentang meditasi atau perihal “Samadhi” merupakan
salah satu dari tiga kebajikan tertinggi ajaran Buddha. Penjelasannya masih
berupa sisipan pembahasan bukan merupakan tema pokok yang diteliti (Skripsi
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2006).
Selanjutnya skripsi yang membahas tentang meditasi yaitu Skripsi dari
Ahmad Mahput Gozali, berjudul Do’a dan Meditasi dalam Buddha Theravada,
11
penelitian ini membahas secara khusus pandangan umat Buddha Theravada
terhadap do’a dan meditasi, berikut laporan tentang pelaksanaan meditasinya.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan fenomenologis dan menggunakan
data lapangan. Penelitian tersebut dapat menjadi sumber rujukan, lebih khusus
pada hasil data lapangannya. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa ajaran
meditasi dalam agama Buddha Theravada menempati urutan yang pertama dalam
usaha pencapaian Nibbana (Skripsi IAIN Sunan Kalijaga, 2002).
Sedangkan tinjauan pustaka mengenai konsep meditasi Buddha menurut
Mahasi Sayadaw, dapat meujuk pada karyanya yang telah diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia, diantara buku berjudul “40 Mata Pokok Mula Dasar dalam
Meditasi Buddha” (Surabaya : Buddhist Publication Press, 1982) & Meditasi
Vipassana : Tuntunan praktik dan rujukan tahap pemurnian”, (Yayasan Penerbit
Karaniya : 2006). Kedua buku ini mengupas tema meditasi dalam agama Buddha
secara cukup mendetail, meliputi ; tujuan meditasi, pengelompokan meditasi,
metode, serta dinamika bermiditasi itu sendiri.
E. Landasan Teori
Landasan teori dalam penelitian ini di susun dari beberapa sumber yaitu
Encylopedia of word religious karangan Merriam Webster. The Encylopedia of
religion karangan Mircea Eliade, The Oxford dictionary of world religion editor
John Bowker, dan salah satu buku karangan Soraya Susan Behbehani yang dalam
editasi bahasa Indonesia berjudul Ada Nabi dalam Diri, Melesatkan Kecerdasan
Batin Lewat Zikir & Meditasi.
12
Definisi meditasi adalah sebuah proses perenungan yang biasanya dijalani
dalam suatu cara yang terstruktur atau tersusun.12
Menurut kamus besar bahasa
Indinesia, kata meditasi diartikan sebagai pemusatan pikiran dan perasaan untuk
mencapai sesuatu. Dari segi etimologi meditasi berasal dari bahasa latin,
meditation, artinya hal bertafakur, hal merenungkan memikirkan,
mempertimbangkan, atau latihan, pelajaran persiapan.13
Menurut Sri Dhamma nanda meditasi sudah mengalami banyak salah
penafsiran. Banyak yang secara keliru menganggap bahwa meditasi adalah
mengatur nafas, mengosongkan pikiran, mencari kesaktian, menemmukan jati
diri, bahkan ada yang mengatakan meditasi adalah kerasukan, dan sebagainya.
Meditasi berasal dari bahasa pali: Bhavana yang lebih tepat diterjemahkan sebagai
“pengembangan batin”. Sesuai dengan maknanya meditasi bertujuan untuk
mengembangkan mental untuk mencapai tujuan tertentu tergantung dari tehniik
yang dilakukan, antara lain untuk ketenangan batin, mrningkatkan daya piker dan
mengembangkan sifat-sifat mental yang positif, bahkan untuk mencapai
kebijaksaan atau pandangan terang akan segala sesuatu sebagai adanya.14
Meditasi bukanlah pelarian dari dunia; bukan kegiatan mengisolasi diri,
tetapi lebih merupakan pemahaman dunia dan kehidupan.15
Menurut Soraya
Susan Behbehani, bahwa meditasin dalam konteks agama menggunakan pikiran
12
Jonathan Z. Smith, The Harpercollins Dictionary of Religion (New York: Harper
Collins, 1995), h. 692. 13
Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa DEPDIKBUD, Kamus
Besar Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 569. 14
Sri Dhammanada, Meditation the Onley Way (Ehipassiko Ffoundation: Yayasan
Penerbit Karaniya, 2008), h. ii. 15
Sri Dhammanada, Meditation the Onley Way, h. 10.
13
secara terus menerus untuk merenungkan beberapa kebenaran, misteri atau objek
penghormatan (ta’zim) yang bersifat keagamaan, sebagai latihan ibadah.16
Secara etimologi meditasi berasal dari bahasa Latin yaitu meditasi yang
berarti dalam, refleksi berkelanjutan, sebuah tempat yang terkonsentrasi dalam
pikiran17
. Sedangkan defenisi meditasi adalah latihan mental berkesinambungan
dalam berbagai tehnik konsentrasi, kontemplasi, dan abstraksi yang dipandang
mendatangkan atau menghasilkan kesadaran tinggi.18
Dalam Kamus Besar Bahasa Indobesia (KBBI), konsentrasi berarti
pemusatan perhatian atau pikiran pada suatu hal. Kontemplasi berarti renungan
disertai kebulatan pikiran atau perhatian penuh. Sedangkan abstraksi mengandung
pengertian metode untuk mendapatkan kepastian hokum atau pengertian melalui
penyaringan terhadap gejala atau peristiwa.
Dalam agama Buddha, meditasi merupakan langkah-langkah berkonsentrasi
yang terstruktur secara hati-hati pada sebuah objek yang dipilih (Samadhi),
didisain nuntuk membawa pada sebuah akhir yang disebut pelepasan (nirvana)
dari sebuah lingkaran abadi kelahiran dan kematian (samsara) dimana setiap
makhluk yang bernyawa terperangkap di dalamnya.19
Meditasi pada awalnya berasal dari masyarakat India kuno dan oelh Buddha
diarahkan menjadi lebih jelas serta bermanfaat sebagai salah satu unsure penting
pengembangan diri dan karakter. Meditasi adalah sebuah metode atau cara untuk
16
Soraya Susan Behbehani, Ada Nabi Dalam Diri; Melestarikan Kecerdasan Batin Lewat
Zikir dan Meditasi (terj.), Cecep Ramli Bihar Anwar, h. 26.
17 Mircea Eliade, The Encylopedia of religion (New York: Macmillan Publishing
Company, 1987), h. 325.
18 Merriam Webster, Encylopedia of world religions (USA: 1999), h. 704.
19
Mercea Eliade, The Encyclopedia of religion, h. 331.
14
mengontrol pikiran dan kesadaran. Meditasi bukan sebuah ritual keagamaan,
namun adalah sebuah pelatihan untuk mengontrol pikiran.20
Meditasi Therava
memiliki dua tipe atau jenis yaitu Jhana (trance) atau metode samatha dan
Vipassana (insight21
).
Untuk memahami berbagai bentuk meditasi yang tampak berbeda dan
menangkap pesan orisinal yang disampaikan, yaitu dengan cara mencermati akar
historis berbagai agama yang menjadi sumber tumbuhnya berbagai bentuk
meditasi tersebut.22
Berdasarkan paparan di atas maka secara teoritik konsep meditasi meliputi
klasifikasi tehnik meditasi yang digunakan, isi atau content dan arah orientasi
meditasi.
F. Metodelogi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, penyusun menggunakan penelitian kualitatif dengan
kajian pustaka (library reserch). Penelitian pustaka (library reserch) menurut
Mestika Zaid merupakan serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.23
Yaitu
dengan cara menuliskan, mengedit, menyajikan, dan mengembangkan data yang
diperoleh dari berbagai sumber tertulis.
20
Bhikkhu Khantipalo, Nasihat Praktis Bagi Meditator (Yogyakarta: KAMADHIS
UGM, 2008), h. iii 21
Upa. Sasanasena Seng Hansen, Ikhtiar Ajaran Buddha (Yogyakarta: Vidyasena Vihara
Vidyaloka, 2008), h. 34.
22 Soraya Susan Behbehani, Ada Nabi dalam Diri, Melesatkan Kecerdasan Batin Lewat
Zikir & Meditasi (terj.), Cecep Ramli Bihar Anwar, h. 26-27.
23 Mestika Zeid, Metode Pnelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004),
h. 3.
15
2. Sumber Penelitian
Dalam penelitian kepustakaan, data dikumpulkan dalam dua kategori yaitu
data primer dan data sekunder. Tentunya data yang akan diambil tersebut adalah
data-data menunjang riset, yaitu sebagai berikut :
a). Sumber Primer
Sumber primer untuk tema meditasi menurut Mahasi Sayadaw yaitu
buku-buku atau karya tulis Mahasi itu sendiri, yaitu seperti buku yang
berjudul “40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Buddhist”, ”
Satipatthana Vipassana Insight Through Mindfulness” dan “Meditasi
Vipassana : Tuntunan praktik dan rujukan tahap pemurnian”.
b). Sumber Sekunder
Sumber sekunder merupakan data pendukung, berfungsi melengkapi
data primer yang sudah ada. Data-data tersebut dapat diambil dari laporan-
laporan penelitian sebelumnya, jurnal, dan buku-buku yang masih terkait
dengan tema penelitian.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
teologis, Metode ini sering memberikan wawasan yang lebih mendalam dan lebih
tepat tentang sekelompok data dari fenomena, karena data –data tersebut bisa
saling menerangkan satu sama lain.
Metode Teologis
Metode teologis berarti pendekatan kewahyuan atau pendekatan keyakinan
peneliti itu sendiri, dimana agama tidak lain merupakan hak prerogatif tuhan
16
sendiri.24
Metode teologis akan digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian
pertama terkait dengan bagaimakah Meditasi Buddha Theravada Dalam Perspektif
Mahasi Sayadaw. Dengan menggunakan pendekatan ini, penulis akan
mendapatkan data-data dari berbagai sumber yang terkait dengan Meditasi
Buddha Teheravada Dalam Perspektif Mahasi Sayadaw tidak akan keluar dari sisi
agamanya.
4. Tehnik Pengumpulan Data
Adapun tehnik pengumpulan data dalam menggali informasi penelitian
sebagai berikut:
a. Studi Kepustakaan
Tehnik Studi Kepustakaan merupakan salah satu metode
pengumpulan data kualitatif yang dianjurkan untuk mendapatkan landasan
teori yang dapat dijadikan pedoman ketika melakukan pemecahan masalah
dan merumuskan hipotesis yang akan diuji. Dengan melakukan studi
pustaka kita juga dapat menghingdari penelitian terhadap aspek-aspek dari
suatu permasalahan yang telah diteliti sebelumnya.
b. Dokumentasi
Tehnik dokumentasi yaitu metode pengumpulan data yang
diperoleh melalui dokumen-dokumen yang sudah ada, seperti dokumen
yang terdapat di surat kabar, cacatan harian, majalah, biografi, foto-foto,
buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini, dan sebagainya.25
24
Amin Abdullah, Metodelogi Studi Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 22. 25
Moh Soehadha, Metode Penelitian Sosial Kualitatif Untuk Studi Agama (Yogyakarta:
Suka-Press UIN Sunan Kalijaga, 2012), h. 155.
17
5. Analisis Data
Analisis adata merupakan langkah yang harus ditempuh setelah data
terkumpul secara keseluruhan maka langkah selanjutnya adalah diolah dan
dianalisis dalam bentuk laporan ilmiah. Langkah yang digunakan dalam
menganalisa data-data yang terkumpul adalah menggunakan analisis deskriptif
kualitatif, maksudnya adalah data yang telah terkumpul kemudian
diklarifikasikan, dirangkai, dijelaskan dan digambarkan dengan kata-kata atau
kalimat yang dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.26
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam skripsi ini dari lima (5) bab pembahasan,
antar satu dengan yang lainnya merupakan satu kesatuan. Berikut dibawah ini
sistematika pembahasan:
Bab pertama, yaitu pendahuluan, merupakan paparan gambaran umum
dari apa yang akan diteliti, yang terdiri dari latar belakang permasalahan,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan
teori, metodologi penelitian yang digunakan, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua, akan dibahas tentang biografi Mahasi Sayadaw dan Agama
Buddha Theravada.
Bab ketiga, akan dipaparkan tentang Meditasi dalam Agama Buddha
Theravada yang terdiri dari pengertian meditasi, fungsi meditasi, manfaat meditasi
dan cara-cara bermeditasi.
26
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Reineka
Cipta, 1998), h. 245.
18
Bab keempat merupakan pokok dari penelitian yaitu Meditasi Buddha
Theravada dalam Perspektif Mahasi Sayadaw, yang terdiri dari tehnik dan
orientasi Meditasi Mahasi Sayadaw, isi atau Content Meditasi Mahasi Sayadaw,
faktor penghambat dalam meditasi dan faktor pendukung dalam meditasi.
Bab kelima adalah bagian penutup yang berisi kesimpulan dari
pembahasan sebelumnya, sekaligus saran-saran untuk pengembangan riset
selanjutnya.
19
BAB II
BIOGRAFI MAHASI SAYADAW DAN
AGAMA BUDDHA THERAVADA
A. Riwayat Hidup Mahasi Sayadaw
Mahasi Sayadaw U Sobhana adalah seorang biksu Buddha Theravada dan
guru meditasai Burma yang memiliki dampak signifikan pada pengajaran meditasi
vipassana di Barat dan seluruh Asia.
Mahasi Sayadaw lahir pada tahun 1904 di Seikkhun, dan meninggal dunia
pada tanggal 14 agustus 1982. Seikkhun adalah sebuah desa besar, makmur dan
indah yang terletak sekitar tujuh mil di sebelah barat kota Shwebon di Burma
bagian atas. Orang tuanya adalah tuan tanah yang bernama U Kan Tan dan Daw
Oke. Pada usia enam tahun, ia telah dikirim untuk menjalani pendidikan monastic
di bawah bimbingan U Adicca, bikkhu1 kepada dari Vihara
2 Pyinmana di
Seikkhun.
Pada usia dua belas tahun beliau ditahbiskan sebagai biksu pemula
(Samanera) di bawah guru yang sama dan diberi nama Shin Sobhana (yang berarti
“berkah”). Nama ini sesuai dengan sifatnya yang pemberani dan perilakunya yang
terpuji. Ia terkenal sebagai murid yang cerdas khususnya pada pelajaran nkitab
suci Buddha. Ia juga berguru pada Sayadaw U Parama dari Vihara Thugyi-
kyaung. Pada usia dua puluh tahun, ia memilih melayani Buddha Sasana dan
ditahbiskan penuh menjadi bhikkhu pada 26 November 1923, di bawah
1 Bikkhu dalam bahasa Indonesia yaitu biksu yang artinya pendeta dari agama Buddha.
2 Vihara atau Wihara merupakan tempat ibadah agama Buddha juga bisa dinamkan kuil.
20
bimbingan Sumedha Sayadaw Ashin Nimmala. Dalam waktu singkat beliau
menjadi terkenal sebagai seorang ahli kitab suci Buddhis dan lima tahun setelah
penahbisan penuhnya, beliau mengajar sendiri kitab-kitab itu pada sebuah vihara
di Moulmein.
Pada tahun ke delapan setelah penahbisannya, beliau meninggalkan
Moulmein untuk mencari metode yang jelas dan efektif dalam latihan meditasi. Di
Thaton, beliau menemui intruktur meditasi yang terkenal. Yang Mulia U Narada,
yang juga dikenal sebagai Mingun Jetawun Sayadaw. Beliau kemudian menjalani
latihan intensif di bawah bimbingan Sayadaw tersebut.
Pada tahun 1941, beliau kembali ke desa asalnya dan memperkenalkan
latihan sistematik meditasi Vipassana di daerah itu. Banyak orang, baik bhikkhu
maupun umat awam, menjalani latihan tersebut dan mendapatkan banyak manfaat
berkat pengarahan-pengarahan yang diberikannya secara saksama.
Pada tahun 1949, Perdana Mentri Burma, U Nu, dan Paduka U Thwin,
anggota-anggota eksekutif Buddha Sasananuggaha Association, mengundang
Y.M. Mahasi Sayadaw untuk memberikan pelatihan meditasi di Rangoon. Beliau
memenuhi permintaan itu dan kemudian bertempat tinggal di Thathana Yeiktha
Meditation Centre, di mana beliau terus memimpin pelatihan intensif meditasi
vipassana hingga wafatnya pada tahun 1982. Beliau dikenal sebagai Mahasi
Sayadaw. Mahasi berarti gentong besar, sebab Vihara dimana Ia menetap di
dalamnya terdapat sebuah gentong besar.
Dibawah bimbingannya, ribuan orang telah mendapat pelatihan di Pusat
meditasi ini dan banyak pula yang telah mendapat manfaat dari metode latihan
21
meditasinya yang jelas melalui tulisan-tulisannya dan pengajaran murid-murifnya.
Lebih dari seratus cabang dari Pusat Meditasi Thathana Yeiktha telah didirikan di
Burma dan metodenya telah menyebar luas ke Negara-negara lain, Timur dan
Barat.3
Mahasi Sayadaw juga memegang gelar kehormatan akademik tertinggi di
Burma, Agga Mahapanoita, yang dianugerahkan kepadanya pada tahun 1952.
Selama Konsili Buddhist ke enam, yang diselenggarakan di Rangoon dari tahun
1954 hingga 1956, beliau memikul tugas sebagai penanya (pucchaka), suatu peran
yang pada Konsili Buddhist Pertama diemban oleh Mahakassapa. Mahasi
Sayadaw juga mengemban tugas sebagai anggota komisi eksekutif yang
bertanggung jawab, sebagai otoritas terakhir, atas kondifikasi semua ayat yang
disunting pada Konsili tersebut.4
Keberadaan Mahasi Sayadaw sebagai Guru meditasi yang tersebar ke
seluruh penjuru negara Burma, sehingga para muridnya pun bertambah banyak.
Kemasyhuran dan pengaruh Mahasi Sayadaw juga sampai pada negara-negara
penganut agama Buddha aliran Theravada lainnya, seperti Thailand, Sri Langka,
Kamboja dan India. Oleh karenannya pusat-pusat meditasi pun banyak berdiri di
masing-masing negara tersebut. Pada perkembangannya murid-murid yang datang
pada Mahasi Sayadaw juga berasal dari berbagai negara yang bukan dari aliran
Theravada, seperti Jepang, termasuk dari Indonesia, bahkan berasal dari negara-
negara Eropa.
3 Mahasi Sayadaw, Satipatthana Vipassana Insight Through Mindfulness, terj.
Dharmasurya Bhumi Mahathera & Muljadi Nataprawira (Kandy: Buddhis Publication Society,
1990), h. 59. 4 Mahasi Sayadaw, Satipatthana Vipassana Insight Through Mindfulness, terj, h. 60.
22
Beberapa karya tulis dari Mahasi Sayadaw di antaranya yang telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris yaitu Manual of Vipassana Meditation,
Insight Through Mindfulness, Basic of Vipassana Meditation, Progredd of
Insight.5
B. Tinjauan Tentang Agama Buddha
1. Sejarah Agama Buddha
Menurut para ahli Barat, Buddha Gautama, pendiri agama Buddha
dilahirkan pada tahun 563 SM dan wafat pada 483 SM. Ia anak Raja Suddhodana,
yang memerintah atas suku Sakya. Ibunya bernama Maya dan dibesarkan di ibu
kota kerajaan yaitu Kapilawastu.
Pada waktu di Kapilawastu diadakan perayaan musim panas, sang
permaisuri Maya bermimpi, bahwa beliau diangkat dan dibawa ke Gunung
Himalaya. Sesudah beliau dimandikan serta kepadanya dikenakan pakaian
surgawi, datanglah sang Buddha, seperti seekor gajah putiih, dengan membawa
bunga teratai putih pada belainya. Sesudah gajah itu berputar-putar mengitari sang
permaisuri hingga tiga kali, masuklah ia ke dalam kandungan Maya melalui
pinggang sebelah kanan. Menurut ramalan para Brahmana, hal itu berarti bahwa
sang permaisuri akan melahirkan seorang putra, yang jika tidak menjadi raja, akan
menjadi seorang Buddha.
Ternyata benarlah ramalan para Brahmana itu, permaisuri Maya
mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki. Kelahirannya itu disertai
dengan mukjizat yang bermacam-macam, diantaranya kelahiran calon istrinya,
5 www.Dhammadipa.com Majalah Damai, Venerable Mahasi Sayadaw Ashin Shobhana,
Edisi 46 (Februari-April 2019), h. 44.
23
kelahiran calon muridnya, calon pelayannya, calon kendaraannya, dan tumbuhnya
pohon bodhi. Tetapi permaisuri wafat ketika sang bayi berumur seminggu. Bayi
itu diberi nama Siddharta (Gautama adalah nama keluarganya).
Suatu sore (waktu Siddharta berumur 30 tahun) ia duduk di bawah pohon
bodhi di Bodh Gaya dengan maksud tidak akan meninggalkan pohon sebelum ia
mendapatkan pencerahan. Ia menghadap pohon dengan menghadap ke timur,
namun Mara (iblis) mengerahkan segala roh-roh jahat guna merintangi usaha
Siddharta. Demikianlah malam itu dilalui dengan peperangan hebat melawan
Mara dan bala tentaranya. Tetapi akhirnya Siddhartalah yang menang.
Kemenangan ini dicapainya ketika matahari terbit. Seluruh kemenangan
Siddharta dicapai dalam tiga tahap, yaitu: pada waktu jaga malam yang pertama ia
mendapatkan pengetahuan akan kehidupannya yang terdahulu, pada malam jaga
kedua ia menjadi maha tahu, dan akhirnya pada waktu jaga malam ketiga ia
mendapat pengertian akan pangkal yang bergantungan, yang menjadi awal segala
kejahatan. Demikianlah pada waktu terbit, Siddharta sudah mendapatkan
pencerahan yang sempurna.
Mula-mula Siddharta ragu-ragu apakah yang diperolehnya itu dapat
diajarkan kepada orang lain. Ia takut, bahwa orang akan menyalahgunakan
ajarannya. Ketika sang Buddha ragu-ragu terjadilah bencana alam, yaitu sungai
tidak mengalir, burung-burung tidak terbang, biji tidak tumbuh dan sebagainya.
Oleh itu Dewa Brahma minnta kepada sang Buddha untuk mengajarkan apa yang
sudah didapatkannya itu kepada umat manusia.
24
Pembicaraan pertama dilakukan di kota Benares. Hanya lima orang murid
didapatnya. Tetapi kemudian pengikutnya bertambah. Akhirnya pada umur 80
tahun wafatlah sang Buddha di Kusinara. Tubuhnya dibakar, tetapi hanya daging
dan bungkusnya yang menjadi abu, sedang tulang-tulangnya tinggal utuh.6
Bagi kepercayaan Buddhis hidup sang Buddha sebagai perorangan,
sebagai manusia Siddharta atau Gautama atau Sakyamuni tidaklah penting.
Buddha adalah sebuah gelar, suatu jabatan atau seorang tokoh yang sudah pernah
menjelma seseorang. Menurut keyakinan Buddhis sebelum tahap zaman sekarang
ini, sudah ada tahap zaman yang tak terbilang banyaknya. Tiap zaman sudah
memiliki Buddhanya sendiri-sendiri. oleh karena itu menurut keyakinan Buddhis
ada banyak Buddha, yaitu orang yang sudah mendapatkan pencerahan buddhi.
Sekaipun Siddharta dilahirkan pada tahun 563 SM akan tetapi menurut keyakinan
Buddhis, pada tahun itu Gautama bukan baru pertama kali datang ke dunia.
Sebelum ia dilahirkan sebagai Siddharta ia telah hidup berjuta-juta abad, dengan
nama Sumedha.
Selanjutnya tentang tokoh Buddha diajarkan, bahwa tokoh ini sebenarnya
berasal dari suatu asas rohani, suatu “kebutuhan”, atau suatu tabiat kebuddhaan.
Tabiat kebuddhaan ini tersembunyi di dalam tiap orang yang menjadi Buddha,
juga di dalam diri siddharta.
Tabiat kebuddhaan inilah yang mengilhami Siddharta untuk mengerti
kebenaran dan mengajarkannya. Jika Buddha dipandang sebagai asas rohani maka
ia disebut Tathagata. Dalam diri manusia Siddharta terdapat tubuh lain, yang di
6 Harun Hadiwijono, Agama Hindu Dan Buddha (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2001),
h. 64-68
25
sebut tubuh kegirangan, atau tubuh yang tak dapat berubah. Secara lahir Siddharta
tampak seperti manusia biasa, akan tetapi di dalam tubuhnya yang tampak itu
tersembunyi pribadi yang sebenarnya. Di dalam tubuh jasmani yang tampak itu
tersembunyi tubuh yang lain, yang tak dapat diamati oleh mausia biasa, kecuali
oleh mereka yang beriman. Tubuh kegirangan ini dipandang sebagai tubuh yang
tingginya 18 kaki, berwarna keemasan, di antara kedua keningnya di bagian atas
terdapat suatu ikatan yang lembut seperti kapas, yang disebut urna, selanjutnya di
atas kepalanya terdapat usnisa, semacam serban di atas kepala. Akhirnya di
sekitar kepala ada lingkaran sinar, yang menandai kesucian dan sifat ilahinya.7
2. Aliran Agama Buddha
a) Hinayana/Theravada
Pokok ajaran Hinayana mewujudkan suatu perkembangan logis dari dasar-
dasar yang terdapat di dalam kitab-kitab kanonik. Jika ajaran itu diikhtisarkan
secara umum, dapat dirumuskan:
1) Segala sesuatu bersifat fana serta hanya berada untuk sesaat saja. Apa
yang berada untuk sesaat saja itu disebut dharma. Oleh karena itu tidak
ada sesuatu yang tetap berada. Tidak ada aku yang berfikir, sebab yang
ada adalah pikiran. Tidak ada aku yang merasa, sebab yang ada adalah
perasaan, demikian seterusnya.
2) Dharma-dharma itu adalah kenyataan atau realitas yang kecil dan pendek,
yang berkelompok sebagai sebab dan akibat. Karena pengaliran dharma
7 Harun Hadiwijono, Agama Hindu Dan Buddha, h. 69-70.
26
yang terus-menerus maka timbullah kesadaran aku yang palsu atau ada
“perorangan” yang palsu.
3) Tujuan hidup ialah mencapai nirwana, tempat kesadaran ditiadakan. Sebab
segala kesadaran adalah belenggu karena kesadaran tidak lain adalah
kesadaran terhadap sesuatu. Apakah yang tinggal berada dalam nirwana
itu, sebenarnya tidak diuraikan dengan jelas.
4) Cita-cita yang tertinggi ialah arhat, yaitu orang yang sudah berhenti
keinginannya, ketidaktahuannya, dan sebagainya, dan oleh karenanya
tidak ditaklukan lagi pada kelahiran kembali.
b) Mahaya
Mahaya berarti “kendaraan yang besar” yaitu alat angkutan besar yang
dapat menyebrangi lautan penderitaan dan membawa sekaligus semua satta ke
bodhi-nirwana di seberang sana. Dua kata yang seolah-olah menjadi kunci bagi
ajaran Mahayana adalah Bodhisattwa dan Sunyata karena kedua kata itu hampir
terdapat pada tiap halaman tulisan-tulisan Mahayana.8
Cita-cita tertinggi dalam Mahayana ialah untuk menjadi Bodhisattwa.
Cita-cita ini berlainan sekali dengan cita-cita Hinayana, yaitu untuk menjadi
arhat. Sebab seorang arhat hanya memikirkan kelepasan diri sendiri. Cita-cita
Mahayana ini juga berlainan sekali dengan cita-cita untuk menjadi Pratyeka
Buddha, seperti yang diajarkan oleh Hinayana, yaitu bahwa karena usahanya
sendiri saja tidak untuk diberitakan kepada orang lain. Sekalipun arena kebajikan
seorang Bodhisattwa suduah dapat mencapai nirwana, dikarenakan bebas
8 Michael Keene, Agama-Agama Dunia (Yogyakarta: Kanisius, 2006), h. 71.
27
kasihnya pada dunia, agar dunia dalam arti seluas-luasnya (termasuk para dewa
dan manusia) bisa mendapatkan nirwana yang sesempurna mungkin.9
c) Vajrayana/Tantrayana
Vajrayana adalah suatu ajaran Buddha yang di Indonesia lebih sering
dikenal dengan nama Tantra atau Tantrayana. Namun banyak juga istilah lain
yang digunakan, seperti misalnya: mantranya, ajaran mantra rahasia, ajaran
Buddha eksoterik. Vajrayana adalah merupakan ajaran yang berkembang dari
ajaran Buddha Mahayana, dan berbeda dalam hal praktek, bukan dalam hal
filosof. Dalam ajaran Vajrayana, latihan meditasi sering dibarengi dengan
visualisasi.
d) Buddhayana
Buddhayana adalah terminology teknis yang dipakai merujuk dan
merangkum pandangan, aliran ajaran, ataupun pengertian agama Buddha itu
sendiri. Terminologi Buddhayana dipakai untuk mengikis kekeliruan pandangan
bahwa agama Buddha seolah-olah terpecah dalam sekian banyak aliran ajaran
yang berbeda-beda dan terpisah-pisah, serta mencerminkan kebenaran yang
berlainan.
C. Buddhisme Theravada
Theravada merupakan tradisi Buddhisme yang menarik inspirasi ajarannya
dari Tipitaka atau Kitap Pali, yang secara umum oleh para ahli disetujui berisi
rekaman khotbah-khotbah pertama Sang Buddha. Selama beberapa abad,
Theravada telah menjadi agama utama di Asia Tenggara (Thailand, Myanmar/
9 Harun Hadiwijono, Agama Hindu Dan Buddha, h. 92.
28
Burma, Kamboja, dan Laos) dan Sri Langka. Saat ini jumlah pengikut Buddhisme
Theravada telah melibihi 100 juta diseluruh dunia. Dalam beberapa dekade
terakhir, Theravada telah berhasil menanamkan akarnya di dunia Barat.
Ajaran Theravada hanya sedikit dikenal oleh orang-orang di luar Asia
Tenggara, tempat di mana ajaran ini telah tumbuh berkembang selama dua
setengah milenium. Pada abad terakhir, orang Barat mulai mengenali peninggalan
spiritual Theravada yang unik dalam mencapai Pencerahan. Dalam beberapa
dekade terakhir, ketertarikan ini telah berlipat, ditandai dengan Sangha dari
berbagai tradisi yang berbeda termasuk Theravada mendirikan lusinan wihara di
Eropa dan Amerika Utara. Peningkatan jumlah pusat-pusat meditasi, yang
didirikan dan dioprasikan terlepas dari kewenangan Sangha, selaras dengan
permintaan umat prai dan wanita baik Buddhis maupun bukan yang terlihat
sedang belajar beberapa aspek terpilih dari ajaran-ajaran Sang Buddha.
Permulaan abad ke-21 memberikan kesempatan dan sekaigus bahaya bagi
perkembangan Theravada di dunia barat. Akankah ajaran Sang Buddha dipelajari
dengan kesabaran, dipraktikan, serta diizinkan untuk menanamkan akarnya di
tanah Barat, demi kebaikan bagi generasi-generasi mendatang? Akankah iklim
dunia barat yang penuh dengan keterbukaan dan pertukaran tradisi spiritual
membawa pada munculnya bentuk Buddhisme baru yang kuat di era modern ini,
ataukah akan menuju pada kebingungan dan pencampuran hal yang tidak perlu
terhadap ajaran yang tak ternilai ini? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang ada,
hanya waktu yang mampu menjawabnya.
29
Sekarang ini, ajaran-ajaran spiritual dari semua tafsiran membanjijri media
dan temmpat-tempat perbelanjaan. Banyak dari ajaran-ajaran spiritual popular saat
ini meminjam ajaran Sang Buddha dengan bebas, walaupun jarang sekali dari
mereka yang menempatkan sabda-sabda Sang Buddha dalam konteks mereka
yang sebenarnya. Pencari kebenaran yang bersungguh-sungguh seringkali
menemui tugas tak menyenangkan dalam menyeberangi ajaran-ajaran tak lengkap
yang meragukan. Bagaimana kita dapat mengetahui yang mana benar?
Untungnya Sang Buddha meninggalkan kita dengan beberapa panduan
sederhana utnuk membantu kita mengarungi banjir yang membinngungkan ini.
Kapanpun anda menemukan diri anda sendiri sedang mempertanyakan kebenaran
dari suatu ajaran, perhatikan dengan sungguh-sungguh nasehat Sang Buddha
kepada ibu tirinya berikut ini:
[Ajaran yang menganjurkan] kualitas yang kamu ketahui pasti, kualitas-
kualitas ini menuju pada pemuasan nafsu, bukan pada tanpa nafsu; pada
kemelakatan, bukan pada ketidakmelekatan; pada penngumpulan, bukan
pada pelepasan; pada memiliki banyak keinginan, bukan pada memikiki
sedikit keinginan; pada ketidakpuasan, bukan pada kepuasan; pada suka
berkumpul, bukan pada kesendirian; pada kelambanan, bukan pada
kebangkitan semangat; pada kehidupan; pada kehidupan yang mewah,
bukan pada kesederhanaan: Engkau dapat dengan pasti merasa, ini
bukanlah Dhamma, ini bukanlah Vinaya, ini bukanlah ajaran Sang Guru.
Dalam agama Buddha aliran Theravada berarti jalan para sesepuh atau
juga biasa disebut aliran Madzhab Selatan. Ajarannya bersumber langsung pada
kitab suci Tipitaka yang masih menggunakan bahasa Pali, dimana diyakini
didalamnya termuat ajaran-ajaran murni yang pernah benar-benar diucapkan oleh
30
Buddha sendiri.10
Dengan demikian dapat dikatakan Theravada sebagai aliran
orthodoknya agama Buddha.
Menurut Bhikku Pannavaro bahwa Theravada tidak berarti sinonim (sama)
dengan hinayana, sebab istilah tersebut tidak ditemukan dalam kitab suci Tipitaka
(Vinaya Pitaka, Sutta Pitaka, Abhidhamma Pitaka) maupun dalam kitab komentar
Tipitaka, juga tidak ditemukan dalam kitab sejarah Dipavamsa dan Mahavamsa.
Istilah hinayana baru muncul kemudian seiring munculnya pemeluk agama
Buddha yang menyatakan sebagai aliran Mahayana. Sedangkan istilah Theravada
terdapat dalam kitab-kitab tersebut yakni berasal dari akar kata Theriya atau
Therika (tradisi para sesepuh) yang pertama kali dikenal pada Pasamuan Agung
Sangha I, tepatnya tiga bulan setelah wafatnya (Parinirvana) Sang Buddha
Gautama.11
Setelah didirikannya Persaudaraan Umat Buddha Dunia di Sri Langka
tahun 1950, maka terdapat kesempatan bahwa hanya ada dua aliran agama
Buddha di dunia ini yaitu Theravada dan Mahayana. Keduanya memiliki prinsip
dasar yang sama, akan tetapi Mahayana mendapat warna dan bentuk sebagai
sistem filsafat Buddhis oleh dua orang Guru Besar pendiri dua sekte dasar
Mahayana, sedangkan Theravada sebagai aliran orthodok tetap menjalankan
ajaran seperti tradisi para sesepuhnya.12
10 Soraya Susan Behbenhani, Ada Nabi Dalam Diri; Melestarikan Kecerdasan Batin
Lewat Zikir dan Meditasi. Cecep Ramli Bihar Anwar (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2003), h.
37. 11
Bhikkhu Pannavaro, Agama Buddha (Buddha Dharma) Hanya Satu (Yayasan Mendut,
Wesak: t,thn), h. 2-4. 12
Dale Cannon, Enam Cara Beragama (terj), Djam’annuri dan Sahiron (Yogyakarta:
Suka Press, 2002), h. 216-217.
31
D. Ajaran-Ajaran Theravada
Ajaran Theravada bersifat sederhana, langsung dan praktis dengan
karakter seorang dokter medis kuno yang menaruh kepedulian agar pasiennya
memusatkan perhatian semata-mata pada kesembuhan penyakitnya. Ajarannya
tidak banyak mendorong usaha intelektual spekulatif dan juga tidak tertarik pada
permasalahan apakah dewa eksis ataupun bagaimana cara memuja para dewa
sehingga membuat aliran Theravada tanpak ateistik. Dalam pandangan Theravada
wujud-wujud semacam itu dianggap tidak relevan bagi pencarian Pencerahan dan
merupakan bentuk penyimpanan serius dari usaha yang diperlukan untuk
mencapainya. Wujud-wujud tersebut bukan merupakan bagian dari realitas tidak
bersyarat di nibbana.
Theravada bersandar pada ajaran Buddha mengenai Empat Kebenaran
Mulia dan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Setelah pencerahannya, Sang Buddha
membabarkan khotbah pertamanya, dimana beliau membabarkan kerangka
esensial dari semua ajaran-ajarannya. Kerangka ini terdiri dari Empat Kebenaran
Mulia, empat prinsip alam yang fundamental (Dharma) yang berasal dari
kelurusan hati Sang Buddha dan penyelidikan mendalam beliau terhadap kondisi
manusia. Beliau mengajarkan kebenaran ini bukan sebagai teori metafisika atau
sebagai norma-norma agama, melainkan sebagai kategori yang harus disusun
melalui pengalaman langsung menjadi sebuah jalan yang mendukung Pencerahan:
Empat Kebenaran Mulia meliputi:
1. Dukkha: penderitaan, ketidakpuasan, ketidak-senangan, stress.
32
2. Penyebab Dukkha: penyebab ketidakpuasan ini adalah nafsu keinginan
(tanha) terhadap sensualitas, terhadap keinginan untuk menjadi, dan
keinginan untuk tidak menjadi.
3. Lenyapnya Dukkha: pelepasan dari nafsu keinginan tersebut.
4. Jalan menuju lenyapnya Dukkha: yaitu Jalan Mulia Berunsur Delapan.
Jalan Mulia Berunsur Delapan meliputi:
1. Pandangan Benar.
2. Pikiran Benar.
3. Ucapan Benar.
4. Perbuatan Benar.
5. Pencaharian Benar.
6. Daya Upaya Benar.
7. Perhatian Benar.
8. Konsentrasi Benar.
Pandangan benar dan Pikiran benar merupakan Kebijaksanaan (Panna),
sedangkan Ucapan benar, Perbuatan benar, dan Pencaharian benar merupakan
Moral (Sila), sementara Daya upaya benar, Perhatian benar, dan Konsentrasi
beanar merupakan Meditasi (Samadhi).13
Mahasi Sayadaw menjelaskan bahwa untuk mencapai tahap
pengembangan Kebijaksanaan tidak cukup dengan sila, melainkan dibutuhkan
aspek yang lebih halus yaitu Samadhi.14
Hal itu sejalan dengan hasil survey
13
Upa. Sasanasena Seng Hansen, Iktisar Ajaran Buddha (Yogyakarta: Insight Vidyasena
Production, 2008), h. 8-12. 14
Mahasi Sayadaw, Meditasi Vipassana Tuntunan Praktik & Rujukan Tahap Pemurnian
(terj.), Lim Eka Setiawan (Yayasan Penerbit Karaniya: 2006), h. 4.
33
Cannon (2002) bahwa Theravada lebih menekankan pada cara-cara pencarian
mistis.15
Cara pencarian mistik yang dimaksud adalah kehidupan asketik para
bhikkhu (para biarawan dan biarawati) dan disiplin-disiplin meditative yang
dijalankannya. Walau dalam perkembangannya Theravada pun mulai member
ruang pada dimensi sosial yang lebih luas, hal ini dapat dilihat pada
perkembangan Theravada di Burma,.16
15
Dale Cannon, Enam Cara Beragama (terj), Djam’annuri dan Sahiron, h. 239. 16
Juliaman, J. Saragi, “Buddhis sebagai Jalan Hidup” dalam FX Mudji Sutrisno,
Budhisme Pengaruhnya Dalam Abad Modern (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 123-124.
34
BAB III
MEDITASI DALAM AGAMA BUDDHA THERAVAADA
A. Pengertian Meditasi
Dunia Buddhisme mendalami dan mengajarkan praktek meditasi
merupakan salah satu cara serta bagian dari Empat Kebenaran Mulia dan Delapan
Jalan Kebenaran untuk mencapai pencerahan. Meditasi memiliki banyak makna,
salah satunya pengertian meditasi secara etimologis, dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia ialah permusatan pikiran dan perasaan untuk mencapai sesuatu.1
Sedangkan dalam Ensiklopedi Umum meditasi merupakan keadaan jiwa setenang-
tenangnya diusahakan dengan sengaja oleh seseorang, agar mendapatkan suatu
pemmikiran yang menyeluruh, baik mengenai perbuatan-perbuatan maupun
perasaan-perasaanya. Walaupun tidak selalu demikian, sering dianggap bahwa
keadaan ini hanya dapat dicapai dengan bantuan (asas ketuhanan) tertentu.
Meditasi dalam bahasa Pali disebut dengan bhavana, yang berarti
pengembangan. Dan secara terminologis bhavana ialah pengembangan batin
dalam melaksanakan pembersihannya. Istilah lain yang memiliki arti dan
pemakaiannya hampir sama dengan bhavana adalah Samadhi. Samadhi berarti
pemusatan pikiran pada suatu obyek. Samadhi yang benar (Samma Samadhi)
merupakan pemusatan pikiran pada obyek yang dapat menghilangkan kekotoran
batin tatkala pikiran bersatu dengan bentuk-bentuk karma yang baik.2
1 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 569. 2 Oka Disputhera, Meditasi II, Pendidikan Tinggi Agama Buddha (Jakarta: Penerbit Vajra
Dharma Nusantara, 2004), h. 77.
35
Istilah Samadhi diterangkan di dalam sutta-sutta sebagai keadaan pikiran
yang ditujukan pada suatu obyek. Ditinjau dari arti yang luas, istilah ini mengacu
kepada suatu tingkatan tertentu dari pemikiran yang tidak dapat dipisahkan dari
unsur-unsur kesadaran. Oleh ssarjana Barat, kata Samadhi dianggap biasa saja dan
secara tidak tepat disinonimkan dengan kata meditasi dan meditasi itu sendiri
merupakan bahasa inggris dari bhavana yaitu meditation. Samadhi bukan hanya
berkenaan dengan pemahaman akan unsur-unsur dalam Jalan Tengah, tetapi lebih
lagi mencakup latihan pemikiran dalam tingkat yang lebih tinggi. Latihan
Samadhi yang dimaksudkan untuk pembersihan pikiran dari berbagai kilesa
(kotoran) melalui tahapan-tahapan pengendalian dan pengembangan pikiran
dengan cara-cara yang teratur dan sistematis.3
Secara terminologi di kalangan Buddha langkah awal pertama kali dikenal
sebagai “perhatian murni” (smrti), yang kemudian diikui dengan “keheningan
yang dipenuhi kebahagiaan” (Samadhi) dan “kebijaksaan” (prana).4 Kata bhavana
juga secara terminologi berarti pengembangan batin dalam melaksanakan
pembersihannya.
Meditasi juga merupakan disiplin ilmu. Keberadaanya menciptakan
perubahan dalam seluruh lapisan yang ada dalam diri manusia, termasuk fisik,
mental dan emosional. Meditasi juga mempunyai kekuatan untuk menyadarkan
keberadaan spiritual sebagai manusia ciptaan Tuhan yang paling mulia. Meditasi
membantu menemukan jati diri: Siapa aku, Seperti apa aku, Apa yang dapat ku
3 Somdet Phra buddhagosacariya (Nanavara Thera), Samadhi (Pencerahan Agung),
(Jakarta: Penerbit Sri Manggala, 2004), h. 15. 4 Edward Conze, Sejarah Singkat Agama Buddha (Jakarta Barat: Karyania, 2010), h. 14.
36
lakukan, dan Apa yang yang dapat kuraih, keberadaannya membawa pada suatu
kondisi kesadaran diri yang tertinggi dalam sifat manusia.5
Dalam hal berdoa, umat Buddha mempraktekan meditasi untuk pelatihan
batin dan pengembangan spiritual. Tidak ada seorangpun yang dapat merealisasi
Nibbana atau keselamatan tanpa mengembangkan batin melalui meditasi.
Sejumlah perbuatan baik saja tidak cukup membawa seseorang untuk mencapai
tujuan akhir tanpa pemurnian batin yang sesuai. Secara alamiah, batin yang tak
terlatih sangat sukar dikendalikan dan merayu orang untuk membuat buruk dan
menjadi budak indera. Khayalan dan emosi delalu menyesatkan manusia jika batin
tidak dilatih dengan benar. Seseorang yang tahu bagaimana caranya bermeditasi
akan dapat mengendalikan batinnya jika tersesat oleh indra-indra.
Meditasi juga berarti pendekatan psikologi untuk peengembangan,
pelatihan dan pemurnian pikiran. Satu hal yang sangat penting dan diperlukan
serta bagian dari perkembangan dan penghubung pada sebuah perasaan spiritual
adalah meditasi. Hasil dari praktik ini mengizinkan manusia dan menghubungkan
manusia dengan kebijaksaan serta higher self (diri sejati).
Kebanyakan masalah yang kita hadapi saat ini terjadi karena batin yang
tak terlatih dan tidak berkembang. Telah diketahui bahwa meditasi adalah obat
untuk banyak penyakit badan dan batin. Pakar medis dan psikologi besar di
seluruh dunia menyatakan bahwa frustasi, kecemasan, kesenangan, kegelisahan,
keterangan dan ketakutan adalah penyebab dari berbagai penyakit, tukak lambung,
5 Sri Haryanto S. Nugroho, Meditasi Bagi Para Eksekutif “Untuk Mencapai Sukses dalam
Karier dan Hidup” (M-KAM “Manajemen Kesehatan Alami Mandiri”, 2009), h. 13.
37
gastritis, keluhan saraf dan penyakit jiwa. Bahkan penyakit yang laten akan
diperburukan dengan kondisi mental seperti demikian.
Meditasi itu seperti ilmu pengetahuan yang lainnya, diajarkan bahwa
manusia harus bersedia menerima kebijaksanaan yang akan diberikan kepada
dirinya. Kita belajar dengan mendengar dan berlatih. Ketika kita duduk diam
dalam keheningan, kelak akan ada banyak informasi, berkah, cinta kasih, dan
kekuatan yang dilimpahkan ke dalam diri kita. Kita akan merasa berbeda setelah
bermeditasi. Semakin lama kita bermeditasi, kita akan menjaddi lebih bijaksana
lebih damai, inilah caranya agar dunia ini menjadi lebih damai.
Meditasi adalah melatih diri sendiri untuk membawa perhatian total yang
sama, atau perhatian yang terfokus dengan tepat, pada segala sesuatu.6 Seperti
penjelasan di atas bahwa meditasi mempunyai kekuatan untuk menyadarkan
keberadaan spiritual sebagai manusia ciptaan Tuhan yang paling mulia, maka
dalam hal ini al-Qur’ann menyebutkan dalam firma-Nya:
“Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat
mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan
Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah kami ciptakan”.
Meditasi menurut Yayasan Studi Spiritual Brahma Kumaris merupakan
proses pengenalan diri sendiri secara penuh yaitu diri kita yang ada di dalam dan
mengerti bagaimana diri kita memberi reaksi terhadap apa yang di luar.7
6 Lama Surya Das, Awakening to The Sacred “Menggapai Kedalam Rohani dalam
Kegagalan Sehari-hari”, h. 215. 7 R. Soegoro, Meditasi Triloka, Jalan Menuju Tuhan, (Jakarta: PT. Elek media
Ko,putindo kelompok Gramedia, 2002), h. 11.
38
Seorang guru spiritual, J. krisnamurti, memberikan definisi yang jelas
tentang meditasi. Ia berkata bahwa meditasi bukanlah pelarian diri dari dunia,
bukan kegiatan mengisolasi diri, melainkan lebih merupakan pemahaman dunia
dan kehidupan, karena tidak banyak yang membawa penderitaan. Apa yang
penting dalam meditasi adalah kualitas hati dan pikiran. Hal itu bukan menjadi
apa yang dicapai atau apa yang dilakukan telah dicapai oleh seseorang, tetapi
lebih merupakan kualitas pikiran yang suci dan mudah menerima. Melalui
peniadaan, ada keadaan positif. Semata-mata berkumpul atau tinggal di dalam,
mengingkari kemurnian meditasi, meditasi bukan suatu cara mencapai tujuan,
tetapi sekaligus merupakan cara dan tujuan. Pikiran tidak pernah dapat dibuat
menjadi suci melalui pengalaman. Melainkan peniadaan pengalaman yang dapat
membawa keadaan positif tanpa noda yang tidak dapat dikembangkan melalui
pemikiran, bukan oleh meditator, karena meditator adalah meditasi. Jika tidak ada
meditasi, maka meditator menjadi seperti orang buta di dunia yang peniuh
keindahan, terang dan warna.8
Meditasi sama dengan perluasan kesadaran. Hasil akhir dari meditasi
adalah keseimbangan. Setelah mencapai keseimbangan diri, maka tidak gelisah
lagi, tidak khawatir lagi, tidak takut lagi, tidak cemas lagi. Dalam perjalanan
mencapai keseimbangan diri ini, ada beberapa hal tentang diri yang harus
diketahui, dan dipahami.9
8 Kirinde Sri Dhammananda (Nayaka Mahathera), Meditasi Untuk Siapa Saja (Yayasan
Penerbit Karaniya, 2003), h. 11. 9 Anand Krisna, Seni Memberdaya Diri “ Meditasi & Reiki untuk Manajemen Stres &
Kesehatan Rohani dan Jasmani” (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 41.
39
Dengan demikian, dapat diambil inti dari berbagai pengertian meditasi ini
adalah lebih tertuju pada pemusatan pemikiran untuk memperoleh ketenangan
dalam mencapai tingkat tertinggi, dengan maksud pengendalian diri terhadap
segala macam keinginan yang mengakibatkan penderitaan. Pengendalian pikiran
yang baik juga akan berimbas pada tingkah laku serta kehidupan yang lebih baik
pula. Jika pengendalian dalam diri sudah didapatkan, maka sesuatu yang di luar
pun juga akan dapat dikendalikan dengan baik.
B. Fungsi Meditasi
Perhatian murni adalah inti meditasi Buddhis. Pada dasarnya, perhatian
adalah konsep yang sederhana. Kekuatan terletak pada latihan dan penerapannya.
Perhatian murni berarti memperhatikan dengan cara tertentu, mempunyai tujuan,
pada saat ini dan apa adanya tanpa menilai. Perhatian semacam ini
mengembangkan kesadaran, kejernihan dan penerimaan kenyataan saat ini. Ini
menyadarkan kita pada fakta bahwa kehidupan kita hanya berlangsung dari
momen ke momen. Jika kita tidak sadar pada momen-momen kini, maka kita
tidak hanya kehilangan sesuatu yang sangat berharga di dalam hidup kita, tetapi
juga gagal meraih kesempatan untuk tumbuh berkembang.10
Perhatian murni sangatlah sederhana tetapi sangatlah ampuh untuk
membebaskan diri dari himpitan masalah dan menghubungkan kembali pada
kebijaksanaan dan semnagat. Inilah cara untuk meningkatkan kualitas hidup kita
termasuk hubungan dengan keluarga, hubungan dengan pekerjaan dan hubungan
dengan diri sendiri secara pribadi.
10
Jon Kabat, Where Youn Go There You Are, Meditasi Perhatian Murni Dalam
Kehidupan Seharian (Jakarta Barat: Karaniya, 2013), h. 4.
40
Perhatian murni adalah praktik Buddhis kuno yang memiliki relevansi
kuat dengan hidup kita saat ini. Relevansi ini tidak berhubungan dengan agama
Buddha atau menjadi seorang Buddhis dan dunia dalam keharmonian. Ini
berhubungan dengan menyelidiki siapa kita sebenarnya, dengan bertanya
bagaimana kita melihat dunia dan di mana posisi kita dan juga dengan menghargai
seluruh hidup kita. Biasanya berhubungan dengan kontak.11
Mungkin latihan perhatian murni itu sederhana, tetapi belum tentu mudah.
Perhatian murni memerlukan usaha dan disiplin untuk alasan yang sederhana
karena dorongan yang menentang keadaan perhatian murni yaitu ketidaksadaraan
dan tindakan otomatis, sangatlah kuat. Dorongan tersebut benar-benar kuat dan
melebihi kesadaran kita sebagai komitmen dalam diri dan usaha yang serius
diperlukan untuk menjaga usaha-usaha kita agar tetap dalam momen kewaspadaan
dan mempertahankan perhatian murni. Walaupun sulit, hal tersebut adalah usaha
yang memberikan kepuasan dengan banyak aspek di dalam kehidupan yang
biasanya luput dari pengamatan kita dan hilang begitu saja.12
Meditasi juga merupakan latihan mental yang dilakukan untuk tiga tujuan
yang berbeda, tetapi saling berhubungan:
1. Ditujukan untuk membebaskan perhatian dari keasyikan normal
dengan stimulasi indra dan gagasan yang selalu berubah dan terpusat
pada diri sendiri.
11
Jon Kabat, Where Youn Go There You Are, Meditasi Perhatian Murni Dalam
Kehidupan Seharian, h. 3. 12 Jon Kabat, Where Youn Go There You Are, Meditasi Perhatian Murni Dalam
Kehidupan Seharian, h. 7.
41
2. Ditujukan untuk mengalihkan perhatian dari dunia indra ke dunia
lainnya yang lebih tidak kentara dan karenanya menenangkan
kekacauan pikiran. Pengetahuan yang berdasarkan indra tidak
memuaskan sebagaimana kehidupan yang berdasarkan indra. Perasaan
dan fakta-fakta historis seperti ini tidak pasti, tidak bermanfaat, sepele
dan sebagian besar merupakan hal-hal yang tidak penting. Hanya hal-
hal yang berharga untuk diketahui yang diperoleh dalam meditasi,
ketika pintu-pintu indra terkawal. Kebenaran religi yang luhur ini
pastinya luput dari jangkauan orang rata-rata yang pengetahuan dan
wawasannya didasarkan pada indra duniawi.
3. Ditujukan untuk memahami realitas-realitas yang melampaui indra itu
sendiri, untuk menjelajahi fakta-fakta transeden yang menghasilkan
pemahaman kesunyaan (Sunyataan) sebagai realitas tertinggi.13
Inilah klasifikasi meditasi sesuai dengan tujuannya. Dari sudut pandang
lain, meditasi dapat diklasifikasikan sesuai dengan subyek atau topiknya.
Sejumlah besar topik ditawarkan kepada orang yang berlatih di mana pilihannya
disesuaikan dengan bakal mental dan kecenderungan-kecenderungannya. Begitu
luas jangkauan pilihan yang mungkin sehingga tidak dapat disebutkan satu persatu
disini.14
13
Edward Conze, Sejarah Singkat Agama Buddha, h. 14. 14
Edward Conze, Sejarah Singkat Agama Buddha, h. 15.
42
Bhavana atau meditasi yang benar akan memberikan respon bagi setiap
pelakunya. Fungsi atau faedah yang timbul dalam kehidupan seharu-hari dari
praktek latihan meditasi ialah:15
1. Meditasi akan membantu bagi mereka yang sibuk untuk
mendapatkan kebebasan diri dari ketenangan dan mendapatkan
relaksasi atau pelemasan.
2. Meditasi dapat membantu menenangkan diri dari kebingungan dan
mendapatkan ketenangan yang bersifat permanent (tetap).
3. Meditasi membantu untuk menimbulkan ketabahan dan keberanian
serta mengembangkan kekuatan bagi mereka yang mempunyai
banyak masalah atau problem yang tidak putus-putusnya, sehingga
dapat mengatasi persoalan-persoalan tersebut.
4. Meditasi dapat membantu mereka untuk mendapatkan
kepercayaan.
5. Meditasi membantu untuk memberikan pengertian terhadap diri
sendiri yang sangat dibutuhkannya, keadaan atau sifat yang
sebenarnya dari hal-hal yang menyebabkan takut dan selanjutnya
akan dapat mengatasi rasa takut dalam pikirannya bagi mereka
yang mempunyai rasa takut dalam hati atau kebimbangan.
6. Meditasi dapat menguatkan ingatan dan akan lebih efisien
terhadap pelajar atau mahasiswa dalam belajar.
15 Oka Disputhera, Meditasi II, Pendidikan Tinggi Agama Buddha, h. 77-80.
43
7. Meditasi dapat membantu memberikan pengertian pada mereka
yang sedang memiliki pikiran kacau dan berputus asa karena
kurangnya pengertian akan sifat kehidupan dan keadaan dunia ini,
bahwa pikirannya itu kacau untuk hal-hal yang tidak ada gunanya.
8. Meditasi dapat membantu mengatasi keraguan-raguan atau
ketidaktarikan seseorang terhadap agama untuk melihat segi-segi
serta nilai-nilai yang pratis dalam bimbingan agama.
9. Meditasi dapat membantu pelajar atau mahasiswa untuk
menimbulkan dan menguatkan ingatannya untuk belajar lebih
seksma dan lebih efisien.
10. Meditasi dapat membantu untuk melihat sifat dan kegunaan dari
kekayaan dan bagaimana cara menggunakan harta tersebut untuk
kebahagian diri sendiri serta orang lain, bagi orang kaya.
11. Meditasi dapat membantu untuk memiliki rasa puas dan
ketenangan serta tidak melampiaskan rasa iri hati terhadap orang
lain yang tidak mampu dari padanya, bagi orang miskin.
12. Meditasi dapat membantu untuk mendapatkan pengertian dalam
menempuh salah satu jalan yang akan membawa ke tujuannya,
bagi seseorang yang sedang berada dalam persimpangan jalan dari
kehidupan dan tidak mengetahui jalan mana yang harus ditempuh.
13. Meditasi dapat membantu untuk memberikan pengertian yang
lebih mendalam mengenai kehidupan ini, dan pengertian tersebut
akan memberikan kelegaan dan kebebasan dari penderitaan serta
44
pahit getirnya kehidupan, serta akan menimbulkan kegairahan yang
baru bagi mereka yang lanjut usia yang telah bosan dengan
kehidupan ini.
14. Meditasi akan dapat membantu mengembangkan kekuatan
kemauan untuk mengatasi kelemahan-kelemahannya, bagi mereka
yang mudah marah.
15. Meditasi akan membantu memberikan pengertian tentang
bahayanya sifat iri hati, bagi mereka yang bersifat iri hati.
16. Mediatsi akan membantu untuk belajar menguasai nafsu-nafsu dan
keinginannya, bagi mereka yang diperbudak oleh panca indera.
17. Meditasi akan membantu untuk menyadari dirinya dan melihat cara
mengatasi kebiasaan yang berbahaya itu yang telah memperbuudak
dan mengikat dirinya, bagi mereka yang ketagihan minuman keras
memabukkan.
18. Meditasi akan memberikan kesempatan untuk dapat mengenal diri
dan mengembangkan pengetahuan-pengetahuan yang sangat
berguna untuk kesejahteraan diri sendiri dan keluarga serta handai
taulan.
19. Meditasi akan membawa kepada kesadaran yang lebih tinggi dan
pencapaian penerangan sempurna, sehingga dapat melihat segala
sesuatu dengan apa adanya dan tidak terseret lagi dalam persoalan-
persoalan yang remeh atau kecil.
45
20. Dalam agama Buddha, meditasi yang benar diperguanakan untuk
membebaskan diri dari segala penderitaan, untuk mencapai
Nibbana.
Fungsi atau faedah ini merupakan milik atau kepunyaan diri yang akan
ditemui dalam pikiran sendiri. hal ini dikarenakan dalam meditasi berlatih
mengendalikan dan memusatkan pikirana, serta melatih keadaan batin yang dapat
berpengaruh dalam berbagai macam kehidupan untuk menjadi lebih baik. Dengan
pikiran yang dikendalikan akan membawa pada kehidupan yang sehat.
Mulai banyak orang di seluruh dunia, tidak pandang agama apapun, ia
yang mulai menyadari manfaat yang dapat diperoleh dari latihan meditasi. Tujuan
langsung dari meditasi ialah untuk melatih pikiran dan menggunakan secara
efektif dan efisien dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan tujuan akhir dari
meditasi ini adalah untuk terbebas dari roda samsara-siklus kelahiran dan
kematian. Meskipun meditasi bukan sesuatu yang muda, namun manfaat
positifnya dapat dirasakan jika seseorang berlatih dengan serius dalam
bermeditasi.16
C. Manfaat Meditasi
Telah dikatakan bahwa melakukan meditasi akan membuka dan
menjernihkan pikiran dan akhirnya akan mengantarkan meditator kepada
pencerahan (enlinghtenment). Semua keadaan itu diperoleh melalui suatu proses,
yaitu proses untuk masuk ke dalam diri sendiri. Itu sebabnya meditasi dapat pula
dikatakan sebagai suatu perjalanan dan penjalahan ke dalam diri kita sendiri.
16 Kirinde Sri Dhammananda (Nayaka Mahathera), Meditasi Untuk Siapa Saja, h. 31.
46
Suatu perjalanan yanag tampaknya sangat dekat dan mudah, tetapi ternyata
merupakan perjalanan yang jauh dan sulit yang menuntut kerja keras dan disiplin.
Semuanya itu harus dilakukan dan dialami sendiri, tanpa pertolongan dari pihak
manapun juga. Tidak ada seorang pun yang dapat membantu kita selain diri kita
sendiri. Dalam meditasi peran seorang guru, kalau ada, hanya sebatas memberikan
petunjuk atau mengarahkan saja, selebihnya usaha murid itu sendiri.
Dalam meditasi ternyata hukum sebab akibat juga berlaku. Kerja keras
yang diterapkan untuk mengatasi berbagai hambatan dan kesulitan akan
memberikan hasil yang tidak dapat dinilai dengan apapun juga. Kebahagiaan
kebijaksaan, kewaspadaan, kejernihan berfikir, kelemah-lembutan, cinta kasih dan
kedamaian baru merupakan sebagian kecil dari hasil yang dapat dinikmati oleh
meditator yang setia dan tekun bermeditasi. Walaupun demikian bukan berarti
setiap orang yang melakukan praktek meditasi akan langsung menikmati hal indah
tersebut. Segala sesuatu pasti melalui tahap-tahap perkembangan.
Meditator dituntut pula untuk bersabar, tidak tergesa-gesa. Bagi mereka
yang baru mulai dan baru menyentuh kulitnya saja, hasilnya tentu masih terbatas.
Yang pasti bahwa di dalam dirinya telah terjadi perubahan kea rah yang lebih
positif, mungkin sikap mental, tingkah laku, tutur kata, pandangan, dan
sebagainya. Keadaan ini akan terus bersemi dan berkembang sejalan dengan
kemajuan meditasinya. Satu hal yang perlu diperhatikan apabila bermeditasi
jangan sekali-kali mengharapkan hasil, tetapi lakukanlah saja praktek meditasi
sampai mencapai keadaan meditative dan meditasi menjadi jalan hidup.
47
Telah banyak para ahli melakukan penelitian fungsi dan manfaat meditasi.
Dr. Herbert Benson dan Dr. R. Keith Wallace. Mereka mendapati bahwa meditasi
transcendental (transcendental meditation), yang melibatkan perhatian pada
mantra, bunyi atau suara dapat menurunkan kecepatan denyut jantung,
memperlambat kecepatan napas, menurunkan konsumsi oksigen. Perubahan-
perubahan ini disertai pula dengan perubahan kadar hormone dan peningkatan
gelombang alfa dalam cerebal cortex dan restoratif ini sebagai wakeful
hypometabolic state (keadaan terjaga hipometabolik), yang oleh Benson
diistilahkan dengan relaxation response (respon relaksi).17
Dalam keadaan meditasi, pikiran relaks dan kegiatan listrik di carebal
cortex otak pindah dari irama kesadaran harian (irama beta). Ia mengasumsikan
irama baru yang dekat dengan keadaan tidur (irama delta) atau keadaan antara
tidur dan bangun, yang dikenal sebagai irama alpha.18
Ternyata, pola gelombang
otak sewaktu meditasi menunjukan dua kondisi pikiran secara bersamaan, yaitu
kondisi kewaspadaan yang tinggi dan keadaan rileks.19
Proses tubuh yang berada
dalam kendali sistem syaraf otonom, seperti pernapasan dan detak jantung,
menurun dengan cepat. Ini memungkinkan keasadaran berpindah dari tingkat fisik
ke tingkat yang lebih halus dan terhubung dengan kesadaran jiwa. Ini dialami
sebagai keadaan bahagia oleh kebanyakan meditator.
17
Joan Borysenko dan Miroslau Borysenko, Kekuatan Pikiran Untuk Menyembuhkan,
terj. (Jakarta: PT. Gramidia Pustaka, 2002), h. 173-74. 18
Jack Angelo, Tuntunan Langkah Demi Langkah untuk Mengalirkan Energi
Penyembuha, terj. Clara Herlina, Kardjo (Jakarta: PT. Media Komputindo, 2003), h. 156. 19
Paul Wilson, Tehnik Hening Meditasi Tanpa Mistik, terj. G. Yeni Widjajanti S. Pd.
(Jakarta: Erlangga, 2003), h. 18.
48
Selain manfaat fisiknya, meditasi dikenal efektif dalam melepaskan stres
dan sekarang merupakan unsur dalam program menejemen stres dan relakssasi.
Efek positif ini bekerja pada tingkat pikiran dan emosi untuk melepaskan energi
negatif dan energi tak diinginkan lainnya yang tersimpan.20
Fenomena hayati yang
biasa tersebut hanya terjadi pada saat kita sedang bermeditasi.
Fenomena ini juga menciptakan rasa damai yang agung, harmoni, dan rasa
bahagia selama menjalani meditasi. Lebih jauh lagi, keadaan yang unik ini adalah
lawan dari keadaan yang kita alami pada kondisi cemas dan marah. Meditasi
menghasilkan keadaan yang berlawanan dari kondisi yang kita sebut sebagai
sindrom “bertarung atau kabur”. Oleh karena itu pula, meditasi tersebut
merupakan serangan balik yang paling efektif untuk melawan stress dan
ketegangan. Bagi para ahli spiritual tujuan dari meditasi adalah untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu banyak manfaat
yang diperoleh ketika melakukan meditasi baik secara jasmani maupun rohani.
C. Cara-Cara Bermeditasi
Cara untuk bermeditasi dalam memilih posisi bagi para pemula adalah
bebas tetapi biasanya posisi meditasi yang baik adalah duduk bersila di lantai
yang beralas dengan meletakkan kaki kanan di atas kaki kiri dan tangan kanan
menumpu tangan kiri di pangkuan. Juga diperbolehkan duduk dalam posisi
setengah bersila dengan melipatkan kaki ke samping. Bahkan kalau tidak
memungkinkan, maka boleh duduk di kursi. Yang penting badan dan kepala harus
tegak tetapi tidak kaku atau tegang. Duduk senyaman mungkin tanpa bersandar.
20
Jack Angelo, Tuntunan Langkah Demi Langkah untuk Mengalirkan Energi
Penyembuhan, h. 156.
49
Mulut dan mata harus ditutup agar dapat membantu memudahkan konsentrasi.
Selama bermeditasi, hendaknya tidak digerakkkan anggota badan. Namun, apabila
badan jasmani merasa tidak enak, maka diperbolehkan untuk menggerakan
anggota badan atau mengubah kedudukkan meditasi tersebut. Tetapi hal ini
hendaklah dilakukan secara perlahan disertai dengan penuh perhatian dan
kesadaran. Jika meditasi telah maju, maka dapat dilanjutkan meditasi tersebut ke
peringkat yang lebih tinggi dalam berbagai posisi, baik berdiri maupun
berbaring.21
Pakaian yang dipakai ketika latihan meditasi dianjurkan berpakaian yang
bersih, rapih, sopan, warnanya yang tidak mencolok, longgar dan nyaman dipakai,
dan tidak menggunakan berbagai aksesoris atau bersolek secara berlebihan karena
semua itu tidak menggunakan latihan meditasi bahkan bisa terjadi sebaliknya.
Perlu diinginkan, sebelum melakukan meditasi lebih bijak tidak makan berat 3
jam sebelumnya. Ini karena perut yang terisi penuh dibebani pekerjaan mencerna
makanan. Otak akan secara otomatis juga bekerja dan tanpa sadar pikiran menajdi
aktif kelompatan tidak terkontrol dan bahkan terjun beebas ke wilayah beta
frekuensi. Secara tiba-tiba berbagai pikiran mengenai tugas kantor, kewajiban
duniawi, beban hidup dan sebagainya lagi.
Setelah mendapatkan posisi yang nyaman untuk bermeditasi, pertama-
tama adalah untuk memejamkan mata. Anda tidak akan terlalu mampu merasakan
tubuh anda. Anda memerlukan beberapa menit untuk menjadi peka terhadap
21 Kirinde Sri Dhammananda (Nayaka Mahathera), Meditasi Untuk Siapa Saja, h. 82.
50
perasaan tubuh anda. Demikianlah penyesuaian akhir terhadap postur tubuh badan
yang dilakukan setelah beberapa menit memejamkan mata.
Yang terbaik adalah membuat semuanya tetap sederhana dan mulai dengan
nafas anda, rasakanlah saat masuk dan keluar. Terutama, anda dapat memperluas
kewaspadaan untuk mengamati semua yang timbul dan lenyap, perputaran dan
pergerakan pikiran dan perasaan anda, kesan dan keinginan, batin dan jasmani.
Namun, mungkin diperlukan waktu beberapa saat agar konsentrasi dan perhatian
murni menjadi cukup kuat untuk memegang obyek tanpa terlepas atau terikat pada
obyek tertentu atau terlalu kuat.22
Persyaratan dalam melaksanakan cara atau teknis meditasi ialah
memerlukan kesabaran, ketekunan dan usaha. Hal ini disebabkan karena
seseorang yang menjalankan latihan meditasi kurang dari beberapa jam setiap
harinya, sehingga untuk mencapai suatu tingkat kemajuan tertentu harus
menjalankan usahanya berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun dan tiada jalan
pintas dalam pencapaiannya tannpa ketekunan serta kemauan yang suci bersih
saat menjalankannya, selain dari itu, moral yang baik juga menjadi landasan bagi
perkembangan konsentrasi dan kebijaksaan dalam bermeditasi. Kehidupan yang
baik dan berbudi luhur sangat penting bagi seorang mediator karena tanpa itu
meditator tidak akan dapat berkonsentrasi yang mana konsentrasi diperlukan
untuk mendapatkan kemajuan dalam berlatih meditasi.
Momen-momen untuk mengakhiri meditasi formal mempunyai cara yang
rumit. Mengakhiri meditasi adalah tradisi yang menantang kita untuk
22 Jon Kabat, Where Youn Go There You Are, Meditasi Perhatian Murni Dalam
Kehidupan Seharian, h. 94..
51
memperdalam perhatian murni dan memperluas jangkauannya. Pada saat
mengakhiri meditasi formal, jika anda kurang perhatian, maka sebelum anda
menyadarinya bisa saja anda melakukan hal lain tanpa kewaspadaan pada
bagaimana mengakhiri meditasi. Proses transisinya bisa menjadi samar. Anda
sudah bermeditasi selama satu jam atau baru tiga menit, perasaan yang kuat bisa
muncul tiba-tiba untuk mengatakan “ini sudah cukup”, atau anda melihat arloji
anda dan mengatakan inilah satunya untuk berhenti.23
23 Jon Kabat, Where Youn Go There You Are, Meditasi Perhatian Murni Dalam
Kehidupan Seharian, h. 107.
52
BAB IV
KONSEP MEDITASI DALAM PERSPEKTIF MAHASI SAYADAW
A. Meditasi Dalam Perspektif Mahasi Sayadaw
1. Tehnik & Orientasi Meditasi Mahasi Sayadaw
Menurut Mahasi Sayadaw meditasi (Samadhi) adalah suatu keadaan
pikiran yang tenang dan hening.1 Meditasi juga dapat didefinesikan sebagai suatu
bentuk latihan spiritual bagi umat Buddha yang dipandang debagai satu-satunya
jalan paling efektif untuk mematikan nafsu keinginan (tanha) yang menjadi sebab
terjadinya penderitaan (dukkha).2 Oleh sebab itu, orientasi meditasi diarahkan
Mahasi Sayadaw pada tercapainya Nirwana (Nibbana) yaitu sebuah kondisi batin
atau pikiran yang telah terbebas dari kelahiran (tumimbal-lahir).3
Tehnik meditasi dikelompokkan menjadi dua jenis berdasar pada
tujuannya yaitu: Pertama, meditasi saamathakammatthana / samatha bhavana.
Kedua, meditasi Vipassanakammatthana.4 Terdapat anjuran bagi setiap penganut
agama Buddha atau siswa yang akan melakukan disiplin meditasi tersebut (baik
samatha maupun vipassana), hendaknya diawali dengan pemurnian perilaku (sila-
visuddhi) yaitu menerima sila-sila serta menjaga dan melindungi perilaku dengan
sila-sila tersebut.5
1 Mahasi Sayadaw, Meditasi Vipassana Tuntunan Praktik & Rujukan Tahap Pemurnian
(terj.), Lim Eka Setiawan, h. 4. 2 Upa. Sasanesa Seng Hansen, Iktisar Ajaran Buddha, h. 34.
3 Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj.), M.U.
Panasiri, h. 10. 4 Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj.), M.U.
Panasiri, h. 11. 5 Mahasi Sayadaw, Meditasi Vipassana Tuntunan Praktik & Rujukan Tahap Pemurnian
(terj.), Lim Eka Setiawa]n, h. 99-100.
53
a. Meditasi Samatha
Meditasi samatha adalah jenis meditasi yang bertujuan untuk
mendapatkan ketenangan. Metodenya yaitu pengamatan (perenungan) pada satu
objek. Objek pengamatan biasanya diambil dari salah satu 40 mata-pokok
meditasi, di antaranya; kasina, cinta kasih (metta), refleksi /renungan terhadap
sang Buddha (8 objek refleksi).
Berikut ini contoh pelatihan meditasi samatha dengan objek kasina (wujud
benda untuk pengheningan).
Pertama. tentukan objek kasina yang mana hendak digunakan, missal
“perwujudan tanah” dalam bentuk mangkuk-tanah. Kedua, duduk sambil
memandang benda tersebut, lalu mengucapkan dengan batin “tanah, tanah, tanah
atau pathavi, pathavi”. Bilamana kebiasaan latihan tersebut diulang-ulang maka
pada saat terlihat dengan mata-lahir. Pengelihatan semacam ini dinamakan
“gambar tercapai”. Ketiga, bilamana pencapaian gambar tersebut sudah terpatri
atau tertanam jelas dalam batin, maka ia harus melanjutkan samadhinya tidak lagi
dengan harus duduk, tapi bisa juga berbaring, berdiri, atau berjalan, berpergian
kemanapun, dengan tetap pada kondisi kontemplasi dan selalu berucap dalam
batin “tanah, tanah atau pathavi, pathavi”. Pada saat langkah ketiga ini seringkali
munculnya penghalang-penghalang meditasi (akan dipaparkan kemudian). Oleh
sebab itu, langkah keempat adalah sesegera mungkin batin kembali difokuskan
pada objek “gambar tercapai” apabila muncul penghalang-pengahalang (seperti
batin yang terkadang memikirkan objek-objek yang lain), jika gambar tercapai
belum muncul juga maka ia harus kembali ke tempat awal dimana pertama kali
54
memandang benda mangkuk-tanah dengan mata-lahir, lalu menguatkannya hingga
kembali mendapati “gambar tercapai”. Kelima, menghampiri tempat dimana
“gambar tercapai” pernah hilang atau menjadi rusak, kemudian dengan duduk atau
berdiri mencoba menghadirkan kembali “gambar tercapai”nya. Keenam, bilamana
proses latihan pengheningan terhadap objek tersebut dilakukan terus menerus
dalam tempo yang lama, maka akan diperlihatkan asal aselinya. Hal ini
dinamakan “gambar pasangan lawan” yang menandakan bahwa batin telah mulai
bebas dari penghalang-pengahalang. Pencapaian batin yang demikian biasa
dinamakan “konsentrasi-tetangga”. Ketujuh, konsentrasi berkelanjutan pada tahap
ini membawa batin pada keadaan seolah-olah tenggelam ke dalam sasaran benda
tadi dan menetap di dalamnya. Inilah pencapaian keadaan keteguhan dan
ketenangan batin yang dinamakan “pencapaian pemusatan”. Pencapaian
pemusatan selanjutnya akan membawa seseorang pada Rupa Jhana ke-satu
sampai ke-empat. Ketika pemusatan sudah sampai pada tahap Jhana ke-empat
maka ia akan mendapati Empat Arupa Jhana.6
Jadi, hasil yang didapat dari seseorang yang melakukan meditasi jenis ini
ialah ia akan menumpuk delapan perkembangan-perkembangan kebatinan
mengenai: pencapaian-pencapaian alamiah (mundane attainments) yang terdiri
dari “rupa-jhana” dan empat “arupa-jhana”. Rupa-jhana dan empat tingkatan,
didalamnya terdapat unsur-unsur seperti, gembira (rapture), bahagia (happiness),
keseimbangan (equanimity), dan panunggalan (one-pointendness). Sedangkan
empat arupa-jhana yang dimaksud yaitu; (1) Menikmati pengheningan dalam
6 Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj.), M.U.
Panasiri, h. 19.
55
keadaan ruang tanpa batas, (2) Menikmati pengheningan dalam kesadaran tanpa
batas, (3) Menikmati pengheningan dalam keadaan “Sang kosong”, (4)
Menikmati pengheningan dalam keadaan bukan pencerahan.
Pengulangan terhadap perkembangan-perkembangan meditasi tersebut
juga akan membawa ke arah tercapainya beberapa hal yang menurut pandangan
umum di masyarakat kita adalah kesakitan atau istilah lain sejenisnya, seperti,
Daya kekuatan untuk memperbanyak diri lebih dari satu dan dari banyak menjadi
tunggal pula, dapat melewati (menembus) dinding dan gunung tanpa terhalang,
berjalan di permukaan air tanpa tenggelam, menyelam masuk tanah dan muncul
kembali, terbang ke angkasa dengan kaki bersila, daya kekuatan mengetahui
tumimballahirnya, daya kekeuatan telinga dewa (celestial ear), mata dewa
(celestial-eye) dan dapat mengetahui batin orang lain. Walau demikian, sifat-sifat
di atas tidak akan membebaskan si pemiliknya tadi dari ketentuan akan
penderitaan-penderitaan, usia tua, kematian, dan yang lainnya.7
Selain menggunakan objek dari salah satu 40 mata-pokok bermeditasi,
pemusatan pikiran untuk ketenangan (samatha) juga dapat dilakukan dengan cara
Anapana-sati (pernafasan) yaitu kesadaran pada penarikan dan pengeluaran nafas,
dengan ujung lubang hidung menjadi titik pusat perhatian yang pada saat itu
terdapat sentuhan masuk dan keluarnya nafas. Bilamana hisapan masuk dan keluar
kian lama kian menjadi lunak sehingga makin susah untuk dikenali “seolah-olah
nafas lenyap”. Tersebut, akan tetapi mengembalikan focus pada ujung lubang
hidung sehingga gerakan pernafasan yang lunak atau halus tersebut kembali dapat
7 Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj.), M.U.
Panasiri, h. 11-19.
56
disaranakan. Jika latihan semacam ini terus dilakukan maka akan muncul
pengalaman-pengalaman seperti terlihatnya wujud-wujud (benda) dan perasaan-
perasaan ajaib. Perwujudan bentuk-bentuk tersebbut menurut ven. Mahasi
Sayadaw adalah semacam pencapaian “ gambar pasangan-lawan” atau
“konsentrasi tetangga”. Samadhi yang telah memasuki “gambar pasang-lawan”
secara otomatis akan juga mengembangkan empat rupa jhana, dan akhirnya
tercapailah kondisi ketenangan sebagai tujuan meditasi.8
Meditasi samatha dapat memberikan kebahagiaan dalam kehidupan
sekarang ini, seperti; ketenangan dan keheningan, akan tetapi belum bisa
membebaskan dari tumimbal lahir (ada kelahiran baru lagi) sehingga seseorang
akan dilahirkan kembali dalam alam yang lebih tinggi, seperti terlahir sebagai
sosok brahma, manusia, atau dewa dan begitu seterusnya sampai ia mampu
mencapai pandangan cerah dengan cara meditasi Vipassana sehingga
mendapatkan nibbana. Akan tetapi berlaku sebaliknya, jika dalam proses
dilahirkan kembali tersebut seseorang berlaku kelakuan yang buruk, akibatnya dia
akan ditumimbalkan pada alam yang lebih rendah, yang penuh penderitaan. Oleh
sebab itu, meditasi jenis samatha yang semata-mata bertujuan untuk mendapat
ketenangan saja tidaklah cukup untuk membebaskan seseorang dari kesengsaraan
hidup dan untuk mencapai nibbana.9 Walau demikian, pencarian ketenangan
8 Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj.), M.U.
Panasiri, h. 20-23. Baca juga, Francis Story, Meditasi Buddhis (terj.), U Kumuda Gayasih
(Bandung: Murnianda Brotherhood, 1968), h. 10-11. 9 Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj.), M.U.
Panasiri, h. 11-12. Baca juga, Mahasi Sayadaw, Meditasi Vipassana Tuntunan Praktik & Rujukan
Tahap Pemurnian (terj.), Lim Eka Setiawan, h. 5.
57
dengan samatha tetap berperan penting sebagai dasar bagi seseorang yang akan
memasuki tahap pandangan cerah atau tafsiran lurus yaitu Vipassana.10
b. Meditasi Vipassana
Meditasi Vipassana adalah jenis meditasi yang berujuan untuk mendapat
Pandangan-Terang. Metode dasarnya adalah pengamatan (perenungan) pada
beberapa objek, disertai pencatatan dalam batin. Objek pengamatan yang paling
dasar adalah gerakan “timbul-tenggelam atau kembang kempisnya” perut.11
Mahasi Sayadaw menjelaskan bahwa untuk seseorang yang akan melatih
Vipassana hendaknya menunaikan beberapa syarat, baik secara kasar maupun
halus maupun mendalam, pengetahuan mengenai kesunyataan makhluk hidup itu
terdiri atas dua unsur utama, yakni bentuk dan lahir, bahwa kedua bentuk dan
batin tadi dirangkaikan berdasarkan sebab dan akibat dan sebagaimana kedua
unsur tadi selalu dalam keadaan berubah karenanya keduanya itu adalah tidak
kekal (anicca), penderitaan (dukkha), dan tanpa-roh yang kekal (anatta).12
Seorang siswa yang memiliki syarat seperti di atas dan telah mencapai
keadaan Jhana (melalui samatha) hendnaknya memuaskan pengheningannya kea
rah Jhana tersebut. Setlah itu dilanjutkan kontemplasi terus menerus terhadap
“sensasi-sensasi” sepertii ; melihat, mencium bau, mendengar, mengetahui cita
rasa (taste), menyentuh, dan mengetahui, pada saat memperbaharui keadaan Jhana
itu sambil mempertebal kemauan, dan kemudian berkontemplasi lagi, dibarengi
10
Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj.), M.U.
Panasiri, h. 22. 11
Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj.), M.U.
Panasiri, h. 11. Baca juga, Mahasi Sayadaw, Meditasi Vipassana Tuntunan Praktik & Rujukan
Tahap Pemurnian (terj.), Lim Eka Setiawan, h. 5. 12
Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj.), M.U.
Panasiri, h. 22.
58
dengan pencatatan di dalam batin. Bagi seorang pemula, hal demikian tidaklah
mudah maka dibutuhkan kerangka latihan dasar.13
Kerangka latihan dasar vipassana-bhavana adalah satipathanna14
yaitu
latihan-latihan konsentrasi meliputi, posisi-posisi, pemahaman jernih, dan unsur-
unsur.15
Pelatihan satipathanna bertujuan untuk memperkuat kesadaran dan
konsentrasi. Secara singkat. Urain bentuk latihan dipaparkan sebagai berikut:
1. Posisi-posisi : bagi pemula, latihan dilakukan dengan duduk tegak dengan
kaki kiri di atas lantai dan kaki kanan membengkok di atasnya, dengan
lutut kanan di atas kaki kiri dan kaki kanan di atas lutut kiri (sikap
“pahlawan”) atau duduk dengan “postur menyenangkan” yaitu lutut kanan
atau kedua kaki yang dilipat diletakkan rata di atas lantai. Tumit kaki kiri
diantara dua kaki; jari-jari diantara lutut kaki kanan yang melipat, seakan-
akan menjadi bingkai luar kaki kiri. Untuk selanjutnya latihan dapat
dilakukan dengan berbagai posisi tubuh yang sedari awal disadari, seperti
duduk, berjalan, berbaring, tidur, bangun, mencuci dan makan, dll.16
2. Pemahaman jernih : siswa melakukan perenungan (pegamatan) terhadap
proses-proses tubuh (rupa) dan batin / pikiran (nama) diri sendiri. setelah
mengalamai langsung dari perenungan atas tubuh dan pikirannya sendiri,
barulah siswa tersebut mengembangkan perenungannya pada proses-
13
Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj.), M.U.
Panasiri, h. 22. 14
Mahasi Sayadaw, Meditasi Vipassana Tuntunan Praktik & Rujukan Tahap Pemurnian
(terj.), Lim Eka Setiawan, h. 107-108. Mahasi Sayadaw mengkategorikan satipatthana sebagai
bagian darian Vipassana pada tingkat latihan awal. 15
Mahasi Sayadaw, Meditasi Vipassana Tuntunan Praktik & Rujukan Tahap Pemurnian
(terj.), Lim Eka Setiawan, h.108. 16
Mahasi Sayadaw, Meditasi Vipassana Tuntunan Praktik & Rujukan Tahap Pemurnian
(terj.), Lim Eka Setiawan, h.72. Baca juga, Dale Cannon, Enam Cara Beragama (terj.),
Djam‟annuri dan Sahiron, h. 306.
59
proses kehidupan makhluk lain. Untuk pemula, diutamakan untuk
merenungi proses-proses tubuh / materi terlebih dahulu. Objek konsentrasi
yang efektif adalah pengamatan “timbul (mengembang) dan tenggelamnya
(mengempis)” perut, baik saat posisi duduk, berjalan, dll.17
3. Unsur-unsur : Didalam materi (tubuh) terdapat empat unsur yaitu tanah,
air, api, dan udara. Udara adalah unsur yang paling kentara dan lebih kasat
sehingga biasanya sering dipilih sebagai objek perenungan atau
pengamatan atas tubuh (materi) di awal pelatihan, hal tersebut dapat
diamati saat peristiwa kembang-kempisnya perut saat bernafas.18
Tanda
dari unsur udara yang dapat diamati adalah adanya “gerakan”, getaran, dan
tekanan.19
Pada prinsipnya, saat latihan paling mendasar dari Vipassana dilakukan,
seorang siswa harus benar-benar paham tentang “pengetahuan pembedaan materi
dan mental” dengan mengalaminya secara langsung. Berikut contohnya; “ pada
menghhirup nafas, hanya ada tindakan timbul dari rongga perut dan mengetahui
gerakan tersebut, tetappi tidak ada diri di luar itu”. Dengan memahami sedemikian
itu dan melalui contoh-contoh lainnya, ia mengetahui dan melihat sendiri dengan
mencatat seperti ini : “hanya ada pasangan tersebut : proses materi sebagai objek
dan proses mental yang mengetahui”.20
17
Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj.), M.U.
Panasiri, h. 25-26. 18 Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj.), M.U.
Panasiri, h. 102-104. 19
Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj.), M.U.
Panasiri, h. 151. 20
Mahasi Sayadaw, Meditasi Vipassana Tuntunan Praktik & Rujukan Tahap Pemurnian
(terj.), Lim Eka Setiawan, h.110-111. Contoh serangkaian kegiatan lainnya dengan pengamatan
aspek lahir dan batin, dapat di baca Dale Cannon, Enam Cara Beragama (terj.), Djam‟annuri dan
60
Jadi, yang dihasilkan pelatihan di atas adalah menguatnya kesadaran dan
konsentrasi seseorang dalam setiap gerakan atau serangkaian. Hal ini sangat
membantu seseorang pada tahap latihan Vipassana selanjutnya.
Tahap latihan Vipassana lanjutan adalah mengamati objek meditasi
apapun baik yang ada di dalam diri maupun di luar, baik yang kasat / bentuk (rupa
seperti ; duduk, jalan, berdiri, makan, dll) maupun yang halus atau mental /
pikiran (nama ; seperti perasaan-perasaan yang muncul saar melakukan gerakan
(perasaan yang muncul saat berjalan atau makan dicatat), objek cita-cita, sifat-
sifat serakah, dll), dengan melalui enam pintu indera.
Sensasi melalui pintu indera baik yang berupa sensasi yang kasar maupun
yang halus hendaknya selalu diberikan „cacatan‟ (pengamatan) yang
berkesinambungan dengan „mencatat‟ cirri-ciri umumnya, kemudian
menganalisisnya dengan tiga karakteristik eksistensi:
a. Kesementaraan atau “tidak kenal” (anicca).
b. Penderitaan (dukkha).
c. Tanpa-roh yang kekal / ketiadaan inti (anatta).
Ketika seorang siswa telah mendapatkan pemahaman dari pengalamannya
bahwa dalam kehidupan yang ada ini, segalanya mengandung karakter
kesementaraan, selalu berubah “tidak kekal”, penuh penderitaan dan tidak
memiliki inti, maka seiring waktu bersama dengan berlanjutnya pelatihan dan
tidak memiliki inti, maka seiring waktu bersama dengan berlanjutnya pelatihan
Sahiron, h. 310-311. Seorang siswa meditasi (dalam agama Buddha) hanya akan mendapatkan
pengetahuan melalui pengalaman dan disiplin meditasinya, termasuk pengetahuan tentang
pembedaan “materi dan mental” bukan pencarian intelektuual atau rasional yang dilakukan oleh
para filosof.
61
yang demikian akan menghasilkan Pandangan-Terang yang akan membawa pada
pembebasan akhir (nibbana). Inilah tujuan dari meditasi dalam agama Buddha.21
Tahapan-tahapan pemurnian yang terdapat dalam semacam kurikulum
Vipassana yaitu : (1) Tahapan pemurnian perilaku, (2) Pemurnian pikiran, (3)
Pemurnian Pandangan (didalamnya terdapat pengetahuan tentang pembedaan
mental dan materi). (4) Pemurnian dengan mengatasi keraguan. (5) Pemurnian
melalui pengetahuan dan pandangan terhadap apa yang jalan dan yang bukan. (6)
Pemurnian melalui pengetahuan dan pandangan terhadap jalan latihan, (7)
pemurnian melalui pengetahuan dan pandangan. Setiap tahapan pemurnian
tersebut terdapat semacam sub pembahasan tentang pengetahuan-pengetahuan
yang sekiranya menjadi bekal siswa dalam berlatih, untuk mengatasi rintangan-
rintangan batin, kesalahan penafsiran yang terkadang menganggap diri telah
sampai pada Pandangan-Terang, padahal jangan-jangan masih berada pada
Pandangan-Terang yang timbul Timbul Tenggelam artinya belum menetap,
apalagi sudah berkembang menjadi buah latihan, yaitu pencapaian nibbana.
Sedangkan yang dimaksud cirri-ciri khusus adalah pengetahuan oleh pengalaman,
sementara dari unsur gerak adalah sifata menompangnya, fungsi gerakannya, ciri-
ciri umumnya adalah tidak permanen dan sebagainya.22
21
Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj.), M.U.
Panasiri, h. 22-23 & 30. Dalam literature Buddhisme yang dimaksud sensasi enam pintu indera
adalah melihat, mencium bau, mendengar, mengetahui cita rasa (taste), menyentuh, dan
mengetahui. Sedangkan gambaran kronologis dan dinamika perjalanan seorang siswa yang
mempraktekan Vipassana, dapat di baca di h. 32-40. 22
Mahasi Sayadaw, Meditasi Vipassana Tuntunan Praktik & Rujukan Tahap Pemurnian
(terj.), Lim Eka Setiawan, h. 99-146 & 155-156..
62
2. Isi atau Content meditasi Mahasi Sayadaw
Mahasi sayadaw mengaitkan isi atau content meditasi Theravada baik
tehnik samatha maupun vipassana dengan ajaran Theravada mengenai
pengetahuan tentang eksistensi dan jalan pelepasannya:
a) Pengetahuan dan perenungan tentang “ketidak-kekalan” (Anicca)
Setelah beberapa waktu melakukan latihan dengan cara yang
diuraikan di atas, seseorang mungkin mengalami kemajuan dalam
konsentrasi. Ia akan melihat bahwa pikiran tidak lagi mengembara
tetapi tetap terpusat pada objek konsentrasinya. Bersamaan dengan itu,
daya pemerhatiannya telah menguat secara berarti. Pada setiap saat
pemerintahan, ia hanya memerhatikan dua proses, yakni proses
jasmani dn proses batin, suatu himpunan rangkap dari objek (jasmani)
dan keadaan mental (batin) yang memerhatikan objek, yang muncul
bersama-sama.
Selanjutnya, setalah beberapa waktu meneruskaan latihan
perenungan, ia menyimak bahwa tidak ada sesuatu yang tetap
permanen, tetapi justru bahwa segala segala sesuatu dalam keadaan
yang terus beerubah. Hal-hal baru muncul setiap saat. Setiap dari hal-
hal itu diperhatikan ketika muncul. Maka apapun yang muncul serta
merta lenyap dan serta merta pula hal lain muncul, yang juga
diperhatikan dan kemudian lenyap. Demikianlah bahwa tidak ada
sesuatu pun yang kekal. Maka ia menyadari bahwa “segala sesuatu
63
tidak kekal” karena ia melihat bahwa mereka muncul dan serta merta
lenyap. Ini merupakan pengetahuan atas ketidak-kekalan (anicca).
Mahasi Sayadaw menjelaskan bahwa sementara melakukan
perenungan dengan mencatat “timbul tenggelam” dan seterusnya, kita
akan memahami bahwa proses-proses ini timbul dan tenggelam satu
demi satu susul menyusul dengan cepat, begitu seterusnya sampai
akhir pencatatan. Kemudian seorang siswa meditasi mengetahui
bahwa tidak ada yang permanen.23
b) Pengetahuan dan perenungan tentang “Penderitaan” (Dukkha)
Kondisi yang selalu berubah dari segala sesuatu ini adalah
penderitaan dan tidak diinginkan. Berbagai perasaan sakit, tubuh dan
pikiran, ini merupakan semata-mata suatu timbunan penderitaan. Dari
sini didapatlah pengetahuan perenungan akan penderitaan. Ia lalu
menyadari juga bahwa “fenomena muncul dan lenyap tidak
dikehendaki”. Ini merupakan pengetahuan atas penderitaan (dukkha).
Di samping itu, orang biasanya banyak mengalami perasaan
menyakitkan pada tubuh, seperti keletihan, kepanasan, kesakitan, dan
ketika memerhatikan perasaan-perasaan ini, orang biasanya merasa
bahwa tubuh ini merupakan kumpulan penderitaan. Ini juga
merupakan pengetahuan atas penderitaan.24
23
Mahasi Sayadaw, Meditasi Vipassana Tuntunan Praktik & Rujukan Tahap Pemurnian
(terj.), Lim Eka Setiawan, h. 60. 24
Mahasi Sayadaw, Meditasi Vipassana Tuntunan Praktik & Rujukan Tahap Pemurnian
(terj.), Lim Eka Setiawan, h. 60.
64
c) Pengetahuan dan perenungan tentang “Tiada Inti /tanpa Roh” (Anatta)
Pada proses pencatatan unsur materi dan mental diketabhui bahwa
keduanya muncul berdasarkan sifat dan pengkondisiian masing-
masing. Sementara sedang sibuk dengan tindakan mencatat proses-
proses ini, seorang yogi atau siswa meditasi mulai memahami bahwa
proses-proses tersebut tidak dapat dikendalikan dan bahwa mereka
bukanlah orang ataupun makhluk hidup ataupun diri. Sehingga
didapatlah pengetahuan perenungan akan tanpa diri.25
Mennurut Mahasi Sayadaw bahwa ketika seorang siswa meditasi telah
sepenuhnya mengembangkan pengetahuan ketidak-permanenan, ketidak-
memuaskan atau penderitaan, dan tanpa-diri atau roh, maka ia akan meraih
nibbana. Pengembangan pengetahuan tersebut akan dicapai melalui pengalaman
langsung secara pribadi, tentunya setelah melakukan latihan perenungan yang
sungguh-sungguh dan dengan keyakinan penuh.
Ketika nibbana dicapai maka mereka akan bebas dari pandangan salah
tentang diri dan dari keraguan spiritual, dan mereka tidak akan lagi menjadi
subjek dari lingkaran kelahiran di alam-alam menyedihkan seperti, neraka, dunia
binatang dan alam ghaib.26
3. Faktor penghambat dalam Meditasi
Faktor penghambat (rintangan batin) dalam bermeditasi yaitu sebagai
berikut: (1) Thinamiddha (kelambatan, kemalasan, kebosanan) Kelengahan atau
25
Mahasi Sayadaw, Meditasi Vipassana Tuntunan Praktik & Rujukan Tahap Pemurnian
(terj.), Lim Eka Setiawan, h. 61. 26
Mahasi Sayadaw, Meditasi Vipassana Tuntunan Praktik & Rujukan Tahap Pemurnian
(terj.), Lim Eka Setiawan, h. 61-63.
65
kekendoran dalam kontemplasi menyebabkan sang batin sering tumpul dan tak
terang. (2) Uddhaccakukkuca (kekacauan, kegelisahan, kekhawatiran). Sang batin
tidak teguh, goyah, dan sering cemas dan merenungkan yang lampau mengenai
perbuatan-perbuatan, kata-kata dan jasmaninya. (3) Vicikiccha (keragu-raguan tak
berdasar). Sang batin sering ragu dalam pikiran-pikiran mengenai entah
kontemplasi yang dilakukan itu benar caranya, apa mungkin membawa buah-buah
hasil yang bermanfaat, apakah ada kesempatan baginya untuk mencapai sesuatu
hasil yang baik?. (4) Kamachanda (keinginan indera atau nafsu indera). Seringkali
sang batin memikirkan onjek-objek yang di inginkan pada saat itu. (5) Byapada
(ketidaksenangan yang nantinya melahirkan kemauan-jahat). Sang batin sering
dirundung oleh pikiran-pikiran kekecewaan dan kemarahan.27
Cara mengatasi rintangan-rintangan dalam bermeditasi :
1) Dalam meditasi samatha, cara untuk mengatasi rintangan atau penghalang
bermeditasi seperti di atas, yaitu ; (a) dengsn mengarahkan perhatian atau
pengheningan terus menerus hanya pada satu objek ketenangan yang telah
di pilih agar batinnya ikut memusatkan pada objek tersebut, sehingga tidak
beralih pada perwujudan benda yang lainnya dan tidak tertarik dengan
penyelewengan keadaan batin. (b) dengan segera mungkin menghilangkan
penghalang tersebut pada saat timbulnya, dan mengalihkan kembali pada
objek meditasi yang semula.
27
Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj.), M.U.
Panasiri, h. 16. Baca juga, Upa. Sasanasena Seng Hansen. Iktisar Ajaran Buddha, h. 35. Baca juga,
Mahasi Sayadaw, Meditasi Vipassana Tuntunan Praktik & Rujukan Tahap Pemurnian (terj.), Lim
Eka Setiawan, h. 156.
66
2) Dalam meditasi Vipassana, cara menghadapi rintangan atau
penyelewengan batin tersebut, yaitu dengan mencatat penyelewengan
tersebut secara sadar, diketahui sifat-sifat dan peragai-peragainya yang
sesungguhnya, sehingga akhirnya terhindar dari keterlibatan dengan
penyelewengan batin tersebut. Dan bila cara ini terus dilakukan maka
penyelewengan batin tersebut akan lenyap.28
4. Faktor pendukung dalam Meditasi.
a) Faktor internal pendukung meditasi : Sebelum bermeditasi melepaskan
pikiran dan perbuatan keduniawian (telah melakukan pemurnian sila), dan
mempercayakan diri pada Yang Tercerahkan.29
Saat bermeditasi
menerapkan sikap seorang yogi sedang melatih dasar meditasi vipassana,
yaitu :
i. Seperti orang yang lemah atau sakit; melakukan sesuatu dengan
tenang dan perlahan pada setiap kegiatan.
ii. Seperti orang buta; tidak melihat kemanapun sekalipun disekeliling
ada sesuatu yang menarik atau aneh, duduk tenang, pikiran ditujukan
pada objek perenungan.
iii. Seperti seorang yang sedang membuat bara api; seseorang harus
bekerja keras, tidak ada jeda di antara pencatatan (pengamatan atau
perenungan) terdahulu dengan yang mengikutinya, dan konsentrasi
terdahulu dengan yang mengikutinya. Ia harus kembali pada latihan
28
Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj.), M.U.
Panasiri, h. 30. 29
Mahasi Sayadaw, Meditasi Vipassana Tuntunan Praktik & Rujukan Tahap Pemurnian
(terj.), Lim Eka Setiawan, h. 68-69.
67
dasar mencatat “timbul, tenggelam” setelah ia mencatat sensasi rasa
sakit atau yang lainnya.
iv. Seperti orang tuli; tidak memperdulikan setiap pembicaraan yang
tidak penting, juga tidak dengan sengaja mendengarkan percakapan
atau pembicaraan apapun. Jika pun terdengar catat “dengar, dengar”
dan kemudian kembali pada latihan dasar mencatat”timbul,
tenggelam”.
b) Faktor eksternal pendukung meditasi: (i) Keberadaan Guru Meditasi Sang
Guru yang telah mencapai padangan terang, mengetahui kelahiran-kelahiran
masa lampau dari siswa-siswa itu, dan tahu watak-watak siswanya sehingga
Ia dapat memberikan onjek meditsi dengan lebih tepat terhadap satu siswa
dengan siswa lainnya sebagai sarana perenungan. Jadi, keberadaan Guru
Mediatsi dapat menjadikan pelatihan meditasi lebih efektif. Contoh ; bagi
siswa yang diketahui berkecenderungan badan keesenangan-kesenangan
badaniah, maka sang Guru supaya ia bermeditasi dengan merenungkan pada
kotoran-kotoran badannya atau “meditasi bentuk mayat”. Hal ini bertujuan
untuk mengimbangi rasa daya tarik dengan rasa kejijikan, selanjutnya dapat
dikembangkan untuk mengatasi keduanya baik rasa ketertarikan ataupun
rasa jijik, hingga siswa tersebut mencapai tahap terbatas dari rasa
menyenangkan dan tidak menyenangkan, inilah keseimbangan yang dimiliki
oleh siswa yang telah menjadi arahat. (ii) Mencari lingkungan yang nyaman
68
dan sunyi untuk menyendiri (bermeditasi) atau memilih masuk pada
komunitas meditasi.30
30
Mahasi Sayadaw, 40 Mata Pokok Mula Dasar dalam Meditasi Budhist (terj.), M.U.
Panasiri, h. 23. Lihat juga, Dale Cannon, Enam Cara Beragama (terj.), Djam‟annuri dan Sahiron,
h. 307.
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dijelaskan di atas, terdapat beberapa
kesimpulan yang dapat dikemukakan, yaitu:
Dalam konsepsi Mahasi Sayadaw meditasi dipandang sebagai bentuk
latihan spiritual bagi umat Buddha, satu-satunya jalan yang paling efektif
melepaskan dari penderitaan (dukkha); badan penyakit, kematian, usia tua,
kemelekatan dan tumimbal lahir. Disiplin meditasi Buddha dalam pandangan
Mahasi Sayadaw terdiri dari tehnik konsentrasi, kontemplasi dan abstrak. Jenis
meditasi samatha menggunakan tehnik konsentrasi pada satu objek, sedangkan
Vipassana menggunakan tehnik konsentrasi objek mental yang dilengkapi lagi
dengan tehnik kontemplasi serta abstraksi.
Orientasi meditasi Buddha Theravada menurut Mahasi Sayadaw adalah
didapatnya Pencerahan sebagai pembebasan / pelepasan manusia dari penderitaan-
penderitaan abadi yang membelenggunya.
Mahasi Sayadaw meletakkan isi atau (content) meditasi Theravada baik
tehnik samatha maupun vipassana dengan ajaran Theravada berupa tiga corak
kehidupan yaitu anicca, dukkha, dan anatta. Ketika nibbana dicapai maka mereka
akan bebas dari pandangan salah tentang diri dan dari keraguan spiritual, dan
mereka tidak akan lagi menjadi subjek dari lingkaran kelahiran di alam-alam
menyedihkan seperti, neraka, dunia binatang dan alam ghaib.
70
B. Saran
Keterbatasan Penulis membuat tulisan ini jauh dari kata kesempurnaan.
Ajaran tentang Meditasi memiliki beragam fungsi dan tujuan sesuai dengan situasi
dan kondisi, selain itu masih banyak perspektif yang potensial untuk membedah
tentang meditasi selain pada aspek spiritual. Oleh karena itu tulisan ini bukanlah
hasil akhir, melainkan sebagai tambahan referensi maupun data untuk penelitian
yang lebih focus dan mendalam terhadap meditasi.
1. Bagi Penelitian selanjutnya
Penelitian kualitatif ini masih bersifat studi kepustakaan (library
research), sehingga alangkah baiknya studi-studi selanjutnya dilakukan dengan
pendekatan lapangan (fenomenologis) sekaligus pada tradisi agama tersebut,
sehingga diharap hasilnya jauh lebih ‘membumi’.
2. Bagi Umat Buddha Theravada
Metode meditasi yang dijelaskan oleh Mahasi Sayadaw menunjukkan
betapa pentingnya disiplin meditasi bagi peningkatan spiritual dan banyaknya
manfaat bagi seseorang yang mendisiplinkannya. Oleh karenanya bagi umat
Buddha pada umumnya dan bagi madzhab Theravada khususnya, sekiranya dapat
menggiatkan lagi disiplin meditasi yang sudah ada, sehingga tercapai kedamaian
didalam diri yang member efek kedamaian bagi sekitarnya.
71
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abdullah, Amin, Metodelogi Studi Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.
Anas, Ahmad, Menguak Pengalaman Sufistik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta:
Reineka Cipta, 1998.
AS, Asmara, Pengantar Studi Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo Persada, tt.
Bhikkhu Khantipalo, Nasihat Praktis Bagi Meditator, Yogyakarta: KAMADHIS
UGM, 2008.
Cannon, Dale, Enam Cara Beragama (terj), Djam’annuri dan Sahiron,
Yogyakarta: Suka Press, 2002.
Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, ter. Kartiini-Kartono, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001.
Conze, Edward, Sejarah Singkat Agama Buddha, Jakarta Barat: Karyania, 2010.
Dhammanada, Sri, Meditation the Onley Way, Ehipassiko Ffoundation: Yayasan
Penerbit Karaniya, 2008.
Disputhera, Oka, Meditasi II, Pendidikan Tinggi Agama Buddha, Jakarta: Penerbit
Vajra Dharma Nusantara, 2004.
Donald Walters, J, Meditation for starters meditasi untuk pemula, ter. Andre
Wiriadi, Jakarta: PT Elex Media Koputindo, 2000.
72
Eliade, Mircea, The Encylopedia of religion, New York: Macmillan Publishing
Company, 1987.
Hadiwijono, Harun, Agama Hindu Dan Buddha, Jakarta: PT BPK Gunung Mulia,
2001.
J. Saragi, Juliaman, “Buddhis sebagai Jalan Hidup” dalam FX Mudji Sutrisno,
Budhisme Pengaruhnya Dalam Abad Modern, Yogyakarta: Kanisius,
1993.
Jack Angelo, Tuntunan Langkah Demi Langkah untuk Mengalirkan Energi
Penyembuha, terj. Clara Herlina, Kardjo, Jakarta: PT. Media
Komputindo, 2003.
Joan Borysenko dan Miroslau Borysenko, Kekuatan Pikiran Untuk
Menyembuhkan, terj. Jakarta: PT. Gramidia Pustaka, 2002.
Jon Kabat, Where Youn Go There You Are, Meditasi Perhatian Murni Dalam
Kehidupan Seharian, Jakarta Barat: Karaniya, 2013.
Jotidhammo, Bikkhu, “Agama Buddha Sebuah Pengantar” dalam Djam’annuri
(ed), Agama Kita Perspektif Sejarah Agama-Agama, Yogyakarta: Kurnia
Kalam Semesta, 2003.
Krisna, Anand, Seni Memberdaya Diri “ Meditasi & Reiki untuk Manajemen
Stres & Kesehatan Rohani dan Jasmani”, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2013.
Kahmad, Dadang, Metode Penelitian Agama, Perspektif Ilmu Perbandingan
Agama untuk IAIN, STAIN, Dan PTAIS, Bandung: Pustaka Setia, 2000.
Keene, Michael, Agama-Agama Dunia, Yogyakarta: Kanisius, 2006.
Pannavaro, Bhikkhu, Agama Buddha (Buddha Dharma) Hanya Satu, Yayasan
Mendut, Wesak: t,thn.
73
Phra Buddhagosacariya, Somdet, (Nanavara Thera), Samadhi (Pencerahan
Agung), Jakarta: Penerbit Sri Manggala, 2004.
S. Nugroho, Sri Haryanto, Meditasi Bagi Para Eksekutif “Untuk Mencapai Sukses
dalam Karier dan Hidup” M-KAM “Manajemen Kesehatan Alami
Mandiri”, 2009.
Sasanasena Seng Hansen, Upa, Iktisar Ajaran Buddha, Yogyakarta: Insight
Vidyasena Production, 2008.
Sayadaw, Mahasi, 40 Mata Pokok Mula Dasaar dalam Meditasi Budhist, Terj.
M.U. Panasiri Surabaya: Buddhist Publication Press Surabaya. 1982.
Sayadaw, Mahasi, Meditasi Vipassana Tuntunan Praktik & Rujukan Tahap
Pemurnian (terj.), Lim Eka Setiawan, Yayasan Penerbit Karaniya: 2006.
Sayadaw, Mahasi, Satipatthana Vipassana Insight Through Mindfulness, terj.
Dharmasurya Bhumi Mahathera & Muljadi Nataprawira, Kandy: Buddhis
Publication Society, 1990.
Smith, Huston, Agama-Agama Manusia (terj.), Saafroedin Bahar, Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2001.
Soegoro, R, Meditasi Triloka, Jalan Menuju Tuhan, Jakarta: PT. Elek media
Ko,putindo kelompok Gramedia, 2002.
Soehadha, Moh, Metode Penelitian Sosial Kualitatif Untuk Studi Agama,
Yogyakarta: Suka-Press UIN Sunan Kalijaga, 2012.
Sofwan, Ridin, Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan, Semarang: Aneka Ilmu,
1999.
Sri Dhammananda, Kirinde, (Nayaka Mahathera), Meditasi Untuk Siapa Saja,
Yayasan Penerbit Karaniya, 2003.
74
Surya Das, Lama, Awakening to The Sacred “Menggapai Kedalam Rohani dalam
Kegagalan Sehari-hari”.
Susan Behbenhani, Soraya, Ada Nabi Dalam Diri; Melestarikan Kecerdasan
Batin Lewat Zikir dan Meditasi, Cecep Ramli Bihar Anwar, Jakarta:
Serambi Ilmu Semesta, 2003.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990.
Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa DEPDIKBUD,
Kamus Besar Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1989.
W, Mattadewi, Bhavana, Pengembangan Batin, Jakarta: Akademi Budhhis
Nalanda, 1986.
Webster, Merriam, Encylopedia of world religions, USA: 1999.
Wilson, Paul, Tehnik Hening Meditasi Tanpa Mistik, terj. G. Yeni Widjajanti S.
Pd. Jakarta: Erlangga, 2003.
Z Smith, Jonathan, The Harpercollins Dictionary of Religion, New York: Harper
Collins, 1995.
Zeid, Mestika, Metode Pnelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2004.
75
INTERNET
www.Dhammadipa.com Majalah Damai, Venerable Mahasi Sayadaw Ashin
Shobhana, Edisi 46, Februari-April 2019.
76
MAHASI SAYADAW
77
POSISI VAJRA ATAU TERATAI PENUH
POSISI LOTUS ATAU TERATAI PENUH
78
POSISI YOGA BERLUTUT
HALF LOTUS ATAU POSISI SETENGAH TERATAI