1
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Peraturan SMK3 Konstruksi
System manejemen keselamatan dan kesehatan didefinisikan sebagai
kombinasi dari susunan organisasi manejemen, termasuk elemen-elemen
perencanaan dan kaji ulang, susunan konsultatif dan program khusus yang
terintegrasi untuk meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan.( Menurut Clare
Gallagher )
Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun
prasarana.Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik sipil, sebuah konstruksi juga
dikenal sebagai bangunan atau satuan infrastruktur pada sebuah area atau pada
beberapa area.
Pelaksanaan pekerjaan konstruksi terutama di bidang pekerjaan umum
merupakan kegiatan konstruksi yang spesifik dan komplek sehingga memerlukan
sumber daya yang besar, melibatkan tenaga kerja yang banyak dan peralatan berat
yang tidak sedikit. Hal ini tentu tidak terlepas dari peluang-peluang kecelakaan dan
potensi bahaya yang merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri. Apalagi patut
diakui jika hingga saat ini kecelakaan kerja di bidang konstruksi masih menjadi
pekerjaan bagi pemerintah.
2
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan SMK3 konstruksi antara
lain :
1. Pasal 22, ayat (2) huruf L, Undang- undang RI No.18 tahun 1999
menyebutkan kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup
Uraian mengenai : perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang
kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja
serta jaminan sosial.
2. PPNo.29 tahun 2000 Pasal 17 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi.
Pada salah satu ayatnya menyebutkan bahwa: penyedia jasa dalam pemilihan
penyedia jasa berkewajiban untuk menyusun dokumen penawaran yang
memuat :
Rencana dan metode kerja,
Rencana usulan biaya,
Tenaga terampil dan tenaga ahli,
Rencana dan anggaran Keselamatan dan kesehatan kerja dan
peralatan.
3. Pasal 30 ayat (1) PP No.29 tahun 2000 menyebutkan bahwa untuk menjamin
terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, penyelenggara
pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang :
Tempat kerja konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku,
Pelaksanaan pekerjaan konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
3
II.2 Risiko Kecelakaan Kerja Pada Proyek Konstruksi
Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki
risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan
kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik
proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan
dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut
ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak
terlatih. Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah,
akibatnya para pekerja bekerja dengan metoda pelaksanaan konstruksi yang berisiko
tinggi. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja berdampak ekonomis yang cukup
signifikan.
Dari berbagai kegiatan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, pekerjaan-
pekerjaan yang paling berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian
dan pekerjaan galian. Pada ke dua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi
cenderung serius bahkan sering kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Jatuh
dari ketinggian adalah risiko yang sangat besar dapat terjadi pada pekerja yang
melaksanakan kegiatan konstruksi pada elevasi tinggi. Biasanya kejadian ini akan
mengakibat kecelakaan yang fatal. Sementara risiko tersebut kurang dihayati oleh
para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan penggunaan peralatan
pelindung (personal fall arrest system) yang sebenarnya telah diatur dalam pedoman
K3 konstruksi.
Jenis-jenis kecelakaan kerja akibat pekerjaan galian dapat berupa tertimbun
tanah, tersengat aliran listrik bawah tanah, terhirup gas beracun, dan lain-lain.
Bahaya tertimbun adalah risiko yang sangat tinggi, pekerja yang tertimbun tanah
4
sampai sebatas dada saja dapat berakibat kematian. Di samping itu, bahaya longsor
dinding galian dapat berlangsung sangat tiba-tiba, terutama apabila hujan terjadi
pada malam sebelum pekerjaan yang akan dilakukan pada pagi keesokan harinya.
Data kecelakaan kerja pada pekerjaan galian di Indonesia belum tersedia, namun
sebagai perbandingan, Hinze dan Bren (1997) mengestimasi jumlah kasus di
Amerika Serikat yang mencapai 100 kematian dan 7000 cacat tetap per tahun akibat
tertimbun longsor dinding galian serta kecelakaan- kecelakaan lainnya dalam
pekerjaan galian.
Setiap kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Di
samping dapat mengakibatkan korban jiwa, biaya-biaya lainnya adalah biaya
pengobatan, kompensasi yang harus diberikan kepada pekerja, premi asuransi, dan
perbaikan fasilitas kerja. Terdapat biaya-biaya tidak langsung yang merupakan
akibat dari suatu kecelakaan kerja yaitu mencakup kerugian waktu kerja
(pemberhentian sementara), terganggunya kelancaran pekerjaan (penurunan
produktivitas), pengaruh psikologis yang negatif pada pekerja, memburuknya
reputasi perusahaan, denda dari pemerintah, serta kemungkinan berkurangnya
kesempatan usaha (kehilangan pelanggan pengguna jasa). Biaya-biaya tidak
langsung ini sebenarnya jauh lebih besar dari pada biaya langsung. Berbagai studi
menjelaskan bahwa rasio antara biaya tidak langsung dan biaya langsung akibat
kecelakaan kerja konstruksi sangat bervariasi dan diperkirakan mencapai 4:1 sampai
dengan bahkan 17:1 (The Business Roundtable, 1991).
II.3 Pengendalian Risiko
5
Pengendalian risiko merupakan bagian dari manajemen risiko dan dilakukan
berdasarkan penilaian risiko terhadap masing-masing item pekerjaan. Dengan
mempertimbangkan peralatan yang digunakan, jumlah orang yang terlibat pada
masing-masing item pekerjaan, akan dapat diprediksi peluang kejadian (frequency)
dan tingkat keparahan (severity) dari risiko kecelakaan.
Menurut hirarki cara berpikir dalam melakukan pengendalian risiko adalah
dengan memperhatikan besaran nilai risiko/ tahapan pengendalian risiko,seperti
berikut:
1. Mengeliminasi /menghilangkan sumber bahaya terhadap kegiatan yang
mempunyai tingkat risiko yang paling tinggi/besar;
2. Melakukan substitusi /mengganti dengan bahan atau proses yang lebih aman;
3. Engineering:
Melakukan perubahan terhadap desain alat /proses /layout.
4. Administrasi:
Pengendalian risiko melalui penyusunan peraturan /standar untuk mengajak
melakukan cara kerja yang aman (menyangkut tentang prosedur kerja, ijin
kerja, instruksi kerja, papan peringatan/larangan, pengawasan/inspeksi,dsb).
5. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).
II.4 Kebijakan-Kebijakan Penerapan SMK3 Konstruksi
6
Kebijakan Departemen PU dalam penerapan SMK3, dalam rangka
mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi serta upaya untuk
mewujudkan keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja pada tempat kegiatan
konstruksi bidang pekerjaan umum.
Departemen Pekerjaan Umum telah menerbitkan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No.09/PRT/M/2008 Pedoman Sistem tentang Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum.
Sesuai dengan maksud dan tujuan diterbitkannya peraturan menteri tersebut adalah
untuk memberikan acuan bagi pengguna dan penyedia jasa dalam penyelenggaraaan
SMK3 konstruksi bidang pekerjaan umum, yang dilaksanakan secara sistematis,
terencana, terpadu dan terkoordinasi serta semua pemangku kepentingan agar
mengetahui dan memahami tugas dan kewajibannya dalam penerapan SMK3.
Berdasarkan Peraturan Menteri PU No. 09/PER/M/2008, tentang Pedoman
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi Bidang
Pekerjaan Umum yang merupakan acuan bagi Pengguna Jasa dan Penyedia Jasa
dalam penyelenggaraan SMK3 konstruksi bidang pekerjaan umum, UU.No. 18
Tahun 1999 tentang jasa Konstruksi,dimana mensyaratkan Ahli K3 pada setiap
proyek / kegiatan terutama pada kegiatan yang memiliki resiko tinggi.
Lebih jauh peraturan ini juga mengatur stakeholder agar mengetahui dan
memahami tugas dan kewajibannya dalam penyelenggaraan SMK3 Konstruksi
bidang pekerjaan umum sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja
konstruksi dan penyakit akibat kerja konstruksi serta menciptakan lingkungan kerja
yang aman dan nyaman guna tercapainya peningkatan produktifitas kerja yang
maksimal.
7
Dalam rangka mendukung implementasi peraturan tersebut, maka diperlukan
perangkat pendukung yang menjadi pedoman baik berupa petunjuk pelaksanaan
maupun petunjuk yang bersifat teknis dalam pelaksanaannya. Sejalan dengan hal ini,
BPKSDM sebagai penanggungjawab Pembinaan Penyelenggaraan SMK3
Konstruksi Bidang PU perlu untuk menyusun Monev K3. Konsep juklak Monev K3
ini disusun sesuai kebutuhan yang terkait dengan pelaksanaan kegiatan konstruksi
dan pemanfaatan bangunan perkantoran.
Pelaksanaan Monev K3 terhadap kegiatan konstruksi merupakan cara
pemantauan dan penilaian terhadap kinerja Penyelenggaraan K3 Konstruksi Bid. PU
oleh setiap unit kerja maupun unit pelaksana terkait, sehingga dapat diketahui sejauh
mana penerapan K3 terlaksana pada kegiatan pelaksanaan konstruksi dan
pemanfaatan bangunan perkantoran.
II.5 Tugas dan Fungsi BPKSDM Terhadap Pembinaan SMK3
Sesuai dengan tugas dan fungsinya, Badan Pembinaan Konstruksi dan
Sumber Daya Manusia (BPKSDM) Departemen Pekerjaan Umum, melalui Pusat
Pembinaan Penyelenggaraan Konstruksi telah melakukan beberapa kajian dan
bimbingan teknis penerapan SMK3 pada kegiatan konstruksi bidang pekerjaan
umum, termasuk mensosialisasikan Permen PU No.09/PRT/M/2008 tentang
Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) Konstruksi,
penyedia jasa maupun pengguna dibeberapa provinsi ditanah air.
Masih kurangnya Ahli K3 Konstruksi pada Institusi Pemerintah maupun
Swasta, maka Lembaga Pengembangan dan Konsultasi Nasional (LPKN) bersama
tim Ahli dari Departemen PU,LPJK,dan Asosiasi Ahli Keselamatan dan Kesehatan
8
Kerja Konstruksi (A2K4) Indonesia, bermaksud mengadakan kegiatan : Workshop
dan Ujian Ahli Muda K3 Konstruksi.
II.6 Peralatan Penunjang SMK3
Dalam bidang konstruksi, ada beberapa peralatan yang digunakan untuk
melindungi seseorang dari kecelakaan ataupun bahaya yang kemungkinan bisa
terjadi dalam proses konstruksi. Peralatan ini wajib digunakan oleh seseorang yang
bekerja dalan suatu lingkungan konstruksi. Peralatan ini wajib digunakan oleh
seseorang yang bekerja dalam suatu lingkungan konstruksi. Namun tidak banyak
yang menyadari betapa pentingnya peralatan-peralatan ini untuk digunakan.
Kesehatan dan keselamatan kerja adalah dua hal yang sangat penting. Oleh
karenanya, semua perusahaan konstraktor berkewajiban menyediakan semua
keperluan peralatan/ perlengkapan perlindungan diri atau Personal Protective
Equipment (PPE) untuk semua karyawan yang bekerja, yaitu :
1. Pakaian Kerja
Tujuan pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusia
terhadap pengaruh-pengaruh yang kurang sehat atau yang bisa melukai
badan. Megingat karakter lokasi proyek konstruksi yang pada umumnya
mencerminkan kondisi yang keras maka selayakya pakaian kerja yang
digunakan juga tidak sama dengan pakaian yang dikenakan oleh karyawan
yang bekerja di kantor. Perusahaan yang mengerti betul masalah ini
umumnya menyediakan sebanyak 3 pasang dalam setiap tahunnya.
9
Gambar 3.1 Pakaian Keselamatan
2. Sepatu Kerja
Sepatu kerja (safety shoes) merupakan perlindungan terhadap kaki.
Setiap pekerja konstruksi perlu memakai sepatu dengan sol yang tebal supaya
bisa bebas berjalan dimana-mana tanpa terluka oleh benda-benda tajam atau
kemasukan oleh kotoran dari bagian bawah. Bagian muka sepatu harus cukup
keras supaya kaki tidak terluka kalau tertimpa benda dari atas.
10
Gambar 3.2 Sepatu Proyek
3. Kacamata Kerja
Kacamata pengaman digunakan untuk melidungi mata dari debu
kayu, batu, atau serpih besi yang beterbangan di tiup angin. Mengingat
partikel-partikel debu berukuran sangat kecil yang terkadang tidak terlihat
oleh mata. Oleh karenanya mata perlu diberikan perlindungan. Biasanya
pekerjaan yang membutuhkan kacamata adalah mengelas.
Gambar 3.3 Kacamata Kerja
4. Sarung Tangan
11
Sarung tanga sangat diperlukan untuk beberapa jenis pekerjaan.
Tujuan utama penggunaan sarung tangan adalah melindungi tangan dari
benda-benda keras dab tajam selama menjalankan kegiatannya. Salah satu
kegiatan yang memerlukan sarung tangan adalah mengangkat besi tulangan,
kayu. Pekerjaan yang sifatnya berulang seperti medorong gerobag cor secara
terus-meerus dapat mengakibatkan lecet pada tangan yang bersentuhan
dengan besi pada gerobag.
Gambar 3.4 Sarung Tangan
5. Helm
Helm (helmet) sangat pentig digunakan sebagai pelindug kepala, dan
sudah merupakan keharusan bagi setiap pekerja konstruksi untuk
mengunakannya dengar benar sesuai peraturan. Helm ini diguakan untuk
melindungi kepala dari bahaya yang berasal dari atas, misalnya saja ada
barang, baik peralatan atau material konstruksi yang jatuh dari atas. Memang,
sering kita lihat kedisiplinan para pekerja untuk menggunakannya masih
rendah yang tentunya dapat membahayakan diri sendiri.
12
Gambar 3.5 Helm Pengaman
6. Sabuk Pengaman
Sudah selayaknya bagi pekerja yang melaksanakan kegiatannya pada
ketinggian tertentu atau pada posisi yang membahayakan wajib mengenakan
tali pengaman atau safety belt. Fungsi utama talai penganman ini dalah
menjaga seorang pekerja dari kecelakaan kerja pada saat bekerja, misalnya
saja kegiatan erection baja pada bangunan tower.
7. Penutup Telinga
Alat ini digunakan untuk melindungi telinga dari bunyi-bunyi yang
dikeluarkan oleh mesin yang memiliki volume suara yang cukup keras dan
bising. Terkadang efeknya buat jangka panjang, bila setiap hari mendengar
suara bising tanpa penutup telinga ini.
8. Masker
Pelidung bagi pernapasan sangat diperlukan untuk pekerja konstruksi
mengingat kondisi lokasi proyek itu sediri. Berbagai material konstruksi
berukuran besar sampai sangat kecil yang merupakan sisa dari suatu
13
kegiatan, misalnya serbuk kayu sisa dari kegiatan memotong, mengampelas,
mengerut kayu.
9. Tangga
Tangga merupakan alat untuk memanjat yang umum digunakan.
Pemilihan dan penempatan alat ini untuk mecapai ketinggian tertentu dalam
posisi aman harus menjadi pertimbangan utama.
10. P3K
Apabila terjadi kecelakaan kerja baik yang bersifat ringan ataupun
berat pada pekerja konstruksi, sudah seharusnya dilakukan pertolongan
pertama di proyek. Untuk itu, pelaksana konstruksi wajib menyediakan obat-
obatan yang digunakan untuk pertolongan pertama.
Top Related