Download - Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah

Transcript
Page 1: Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah

MASALAH-MASALAH HUKUMDAN PENYELENGGARAAN KEWENANGAN

DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH

OLEH :MIFTAH THARIQ RIDHO (18)

RABU, 3-4

Page 2: Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah

BAB I

Page 3: Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah

PendahuluanLatar Belakang

Rumusan Masalah

Tujuan Pembahasan

Page 4: Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah

Latar Belakang Kemajemukan masyarakat Indonesia itu ditandai oleh beberapa faktor yang

antara lain oleh perbedaan suku, agama, etnis dan antar golongan serta kebudayaan lokal yang beraneka ragam. Hal ini disebabkan bukan saja karena setiap etnik mempunyai daerah asal yang jelas otonomi dan batas-batasnya, melainkan juga memiliki kultur politik (political culture) yang beragam (Hakim, 2002: 55)

Sumber daya alam daerah di Indonesia yang tidak merata juga merupakan salah satu penyebab diperlukannya suatu sistem pemerintahan yang memudahkan pengelolaan sumber daya alam yang merupakan sumber pendapatan daerah sekaligus menjadi pendapatan nasional. Sebab seperti yang kita ketahui bahwa terdapat beberapa daerah yang pembangunannya memang harus lebih cepat daripada daerah lain. Karena itulah pemerintah pusat membuat suatu sistem pengelolaan pemerintahan di tingkat daerah yang disebut otonomi daerah.

Pada kenyataannya, otonomi daerah itu sendiri tidak bisa diserahkan begitu saja pada pemerintah daerah. Selain diatur dalam perundang-undangan, pemerintah pusat juga harus mengawasi keputusan-keputusan yang diambil oleh pemerintah daerah. Apakah sudah sesuai dengan tujuan nasional, yaitu pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Republik Indonesia yang berdasar pada sila Kelima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Page 5: Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah

Rumusan Masalah

Apakah yang dimaksud Otonomi Daerah ?

Bagaimana Penyelenggaraan Kewenangan dalam Otonomi Daerah ?

Apakah dampak positif dan negatif dari pelaksanaan Otonomi Daerah ?

Apa saja masalah – masalah hukum dalam pelaksanaan Otonomi Daerah ?

Page 6: Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah

Tujuan Pembahasan

Untuk mengetahui pengertian Otonomi Daerah.

Untuk mengetahui kewenangan dalam konteks Otonomi Daerah.

Untuk mengetahui masalah –masalah hukum dalam pelaksanaan Otonomi Daerah.

Page 7: Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah

BAB II

Page 8: Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah

Pengertian Otonomi Daerah Otonomi daerah dapat diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban

yang diberikan kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan ( Wikipedia, 2010: 1).

Sedangkan yang dimaksud dengan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.

Otonomi adalah sebuah tatanan ketatanegaraan (staatsrechtelijk), bukan hanya tatanan administrasi Negara (administratiefrechtelijk). Sebagaimana tatanan ketatanegaraan, otonomi berkaitan dengan dasar-dasar bernegara dan susunan organisasi negara. Paling tidak, ada dua arahan dasar susunan ketatanegaraan dalam perumahan Indonesia merdeka yaitu demokrasi dan penyelenggaraan negara berdasarkan atas hukum. Otonomi bukan sekedar pemencaran penyelenggaraan pemerintahan untuk mencapai efesiensi dan efektivitas pemerintahan.(Manan, 2002: 24)

Page 9: Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah

Pelaksanaan otonomi daerah selain berlandaskan pada acuan hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara memberikan daerah kewenangan yang lebih luas, lebih nyata dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di daerahnya masing-masing. UU Nomor 32 Tahun 2004 juga mendefinisikan daerah otonom sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia (Scribd, 2010: 3).

Sebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah. Pemberlakuan sistem otonomi daerah merupakan amanat yang diberikan oleh Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Amandemen Kedua tahun 2000 untuk dilaksanakan berdasarkan undang-undang yang dibentuk khusus untuk mengatur pemerintahan daerah. UUD 1945 pasca-amandemen itu mencantumkan permasalahan pemerintahan daerah dalam Bab VI, yaitu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B. Sistem otonomi daerah sendiri tertulis secara umum dalam Pasal 18 untuk diatur lebih lanjut oleh undang-undang (Scribd, 2010: 4).

Page 10: Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah

Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Daerah Pembagian kewenangan dari sudut pandang masyarakat dapat

ditentukan dengan siapa yang akan menerima manfaat dan siapa yang akan menanggung beban atau resiko atau dampak. Sebagai contoh penyelenggaraan upaya pertahanan negara akan bermanfaat bagi seluruh bangsa dan harus didanai oleh seluruh bangsa secara nasional, oleh karenanya bidang pertahanan merupakan kewenangan pemerintahan nasional (pusat). Namun "lampu penerangan jalan" misalnya, hanya bermanfaat bagi penghuni kota atau permukiman tertentu dan dapat didanai oleh masyarakat setempat, karenanya hal ini mutlak kewenangan pemerintahan kota (Widjaja, 2001: 35).

Selain kewenangan-kewenangan umum yang telah disebutkan diatas, bagi daerah kabupaten dan daerah kota diwajibkan menyelenggarakan kewenangan wajib sebagai berikut: (1) pekerjaan umum; (2) kesehatan; (3) pendidikan dan kebudayaan; (4) pertanian; (5) perhubungan; (6) industri dan perdagangan; (7) penanaman modal; (8) lingkungan hidup; (9) pertanahan; (10) koperasi; dan (11) tenaga kerja.

Page 11: Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah

Untuk daerah kota disamping kewajiban diatas juga diwajibkan untuk menyediakan kebutuhan utilitas kota sesuai kondisi dan kebutuhan kota yang bersangkutan, utilitas kota ini antara lain: (1) pemadam kebakaran; (2) kebersihan; (3)pertamanan; dan (4) tata kota.

Kewenangan daerah kabupaten dan daerah kota diatas berlaku juga di kawasan otorita yang terletak didaerahnya. Kawasan otorita yang dimaksud meliputi: (1) badan otorita; (2) kawasan pelabuhan; (3) kawasan bandar udara; (4) kawasan perumahan; (50) kawasan industri; (6) kawasan perkebunan; (7) kawasan pertambangan; (8) kawasan kehutanan; (9) kawasan pariwisata; (10) kawasan jalan bebas hambatan; (11) kawasan lain yang sejenis.

Selain itu, berbagai kewenangan daerah juga dapat ditugasi oleh pusat untuk membantu melaksanakan kewenangan yang seharusnya dilaksanakan oleh pusat (Tugas Pembantuan). Untuk penugasan ini undang-undang mensyaratkan harus disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Dalam pelaksanaannya daerah wajib melaporkan dan mempertanggungjawabkannya kepada pemerintah pusat (Brantakusumah, 2000: 4).

Page 12: Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah

Dampak Positif dan Negatif Otonomi Daerah Dampak Positif Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah maka

pemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Dengan melakukan otonomi daerah maka kebijakan-kebijakan pemerintah akan lebih tepat sasaran, hal tersebut dikarenakan pemerintah daerah cinderung lebih menegeti keadaan dan situasi daerahnya, serta potensi-potensi yang ada di daerahnya daripada pemerintah pusat. Contoh di Maluku dan Papua program beras miskin yang dicanangkan pemerintah pusat tidak begitu efektif, hal tersebut karena sebagian penduduk disana tidak bisa menkonsumsi beras, mereka biasa menkonsumsi sagu, maka pemeritah disana hanya mempergunakan dana beras miskin tersebut untuk membagikan sayur, umbi, dan makanan yang biasa dikonsumsi masyarakat. Selain itu, dengan sistem otonomi daerah pemerintah akan lebih cepat mengambil kebijakan-kebijakan yang dianggap perlu saat itu, tanpa harus melewati prosedur di tingkat pusat (Candra, 2011: 2).

Page 13: Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah

Dampak Negatif Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagi oknum-oknum

di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikan Negara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang ada kebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkan daerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi di tingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan sistem otonomi daerah maka pemerintah pusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan sistem, otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti. Otonomi daerah juga menimbulkan persaingan antar daerah yang terkadang dapat memicu perpecahan. Contohnya jika suatu daerah sedang mengadakan promosi pariwisata, maka daerah lain akan ikut melakukan hal yang sama seakan timbul persaingan bisnis antar daerah. Selain itu otonomi daerah membuat kesenjangan ekonomi yang terlampau jauh antar daerah. Daerah yang kaya akan semakin gencar melakukan pembangunan sedangkan daerah pendapatannya kurang akan tetap begitu-begitu saja tanpa ada pembangunan. Hal ini sudah sangat mengkhawatirkan karena ini sudah melanggar pancasila sila ke-lima, yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.” adalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang- undangan (Candra, 2011: 3).

Page 14: Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah

Masalah – masalah Hukum Dalam Pelaksanaan Otonomi DaerahMenurut Lubis (2003: 6), masalah-masalah tersebut terbagi sebagai berikut : Ketidak – teraturan peraturan

Yang dimaksud dengan ketidak-teraturan peraturan di sini, ialah tidak sistematisnya proses perumusan kebijakan ( policy ) mengenai Pemerintahan Daerah dan Otonominya itu, jika dibandingkan antara momen lahirnya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah sebagai hasil desakan dan pukulan reformasi dan euforia demokrasi di tahun 1998 dan 1999 dihubungkan dengan moment lahirnya amandemen UUD 1945 (termasuk amandemen terhadap pasal 18 UUD itu tentang Pemerintahan Daerah) sebagai hasil desakan lanjut reformasi dan euforia demokrasi itu khususnya untuk mereformasi konstitusi 1945 di tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002.Setelah keluarnya UU mengenai Pemerintahan Daerah dan Keuangan Daerah timbul masalah-masalah baru sebagai konsekwensi dari pergeseran garis kebijakan politik dan perundang-undangan itu, Sedangkan disisi lain, peraturan-peraturan untuk pelaksanaan tidak segera dilengkapi (organieke verordeningen). Sebagai konsekuensi pemberlakuan sistem otonomi daerah, dibentuk pula perangkat peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu Undang-Undang yang telah tersebut diatas yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU Nomor 33 Tahun 2004). Terasa kerunyaman bahkan kekurang-pastian hukum mengenai status, posisi dan fungsi dalam konteks hubungan antara pusat dan daerah, bahkan juga terasa adanya kesimpangsiuran pandangan dan penafsiran mengenai hakekat otonomi daerah dalam Undang – Undang itu (Argama, 2005: 5).

Page 15: Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah

Kerunyaman TransisionalKerunyaman ini ditandai oleh timbulnya berbagai aktivitas yang dipoles dengan slogan reformasi dan euforia demokrasi, yang pada hakekatnya adalah disebabkan oleh berbagai ketentuan dalam Undang – Undang itu sendiri.Sebagai akibatnya, dalam masa transisi di tahun 1999 dan berikutnya dengan kelahiran UU No. 22 dan No. 25 tahun 1999 itu, terjadi pergolakan poIitis-yuridis administratif dalam hubungan antara Pusat dan Daerah. Bahkan antara Propinsi dengan kabupaten / Kota, bahkan lagi antara sesama kabupaten / Kota itu sehingga terjadi semacam terputusnya hubungan hierarkis secara vertikal dan juga seperti hapusnya hubungan koordinator dan subordinatif di antara sesama pemerintah di daerah itu.Tidak semua pihak legislatif maupun eksekutif didaerah Kabupaten dan Daerah Kota itu dinilai “siap” dalam arti menguasai pemahaman untuk menerapkan UU itu, dengan persepsi yang sama. Terjadi sikap yang Ekstrim sedemikian, sehingga Daerah-daerah Kabupaten dan Kota menganggap tidak ada hubungan administratif dan fungsional sama sekali dengan Propinsi, dan beberapa KDH telah langsung berhubungan dengan Pemerintah pusat tanpa “sekedar pemberitahuan atau beri kabar pun” kepada Gubernur KDH Propinsi. Kemudian timbul kecenderungan Kabupaten untuk mengeruk sebanyak mungkin sumber PAD seakan-akan kepentingan kesejahteraan masyarakat dinomor duakan, dan belum tentu terjamin bahwa pungutan-pungutan itu akan membalik (feed back, melting process) sebagai biaya penanggulangan kepentingan kesejahteraan rakyat (public service). Serta terjadi semacam rebutan kedudukan antar kaum politisi dari Parpol dan kalangan aparat birokrat yang telah meniti karir dengan jenjang pendidikan dan dengan jam terbang pengalaman yang cukup lama untuk menduduki posisi-posisi eksekutif.Bahkan disana sini terjadi money politics padahal menurut teriakan dan pekik reformasi semula, KKN harus dikikis habis, khususnya suap menyuap dalam hal pencalonan Kepala Daerah dan Wakilnya. Sampai saat ini masih ada kasus money politics ini, yang belum tuntas pemerosesannya secara yuridis (Lubis, 2003: 7).

Page 16: Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah

BAB III

Page 17: Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah

KesimpulanDari sekian banyak yang kami jelaskan di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa : Otonomi daerah merupakan hak dan kewajiban suatu daerah untuk mengatur serta mengurus

urusan pemerintahan, kesejahteraan, dan kepentingan masyarakat di wilayahnya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat itu sendiri.

Wewenang pemerintah daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah pemerintah daerah melaksanakan sistem pemerintahanya sesuai prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dengan undang-undang pemerintah pusat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dampak positif otonomi daerah adalah memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yang berada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Kebijakan-kebijakan pemerintah daerah juga akan lebih tepat sasaran dan tidak membutuhkan waktu yang lama sehingga akan lebih efisien.

Dampak negatif dari otonomi daerah adalah munculnya kesempatan bagi oknum-oknum di tingkat daerah untuk melakukan berbagai pelanggaran, munculnya pertentangan antara pemerintah daerah dengan pusat, serta timbulnya kesenjangan antara daerah yang pendapatannya tinggi dangan daerah yang masih berkembang.

Masalah – masalah hukum dalam otonomi daerah yang paling menonjol dari pembahasan di atas yaitu ketidak-teraturan peraturan dan kerunyaman transisional yang ditandai oleh berbagai aktivitas yang dipoles dengan slogan reformasi, serta euforia demokrasi yang disebabkan oleh berbagai ketentuan dalam Undang – Undang itu sendiri.