Download - Manifestasi Klinis hisprung

Transcript
Page 1: Manifestasi Klinis hisprung

Manifestasi Klinis

Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan usia, dan

gejala klinis yang mulai terlihat pada :

(i). Periode Neonatal

Manifestasi penyakit Hirschsprung yang khas biasanya terjadi pada neonatus

cukup bulan. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium

yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang

terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans. Pada

lebih dari 90% bayi normal, mekonium pertama keluar dalam usia 24 jam pertama,

namun pada lebih dari 90% kasus penyakit Hirschsprung mekonium keluar setelah 24

jam. Mekonium normal berwarna hitam kehijauan, sedikit lengket dan dalam jumlah

yang cukup. Swenson (1973) mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus

sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu

48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat berkurang

manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Distensi abdomen merupakan manifestasi

obstruksi usus letak rendah dan dapat disebabkan oleh kelainan lain, seperti atresia ileum

dan lain-lain. Muntah yang berwarna hijau disebabkan oleh obstruksi usus, yang dapat

pula terjadi pada kelainan lain dengan gangguan pasase usus, seperti pada atresia ileum,

enterokolitis netrotikans neonatal, atau peritonitis intrauterine. Tanda-tanda edema,

bercak-bercak kemerahan khususnya di sekitar umbilicus, punggung, dan di sekitar

genitalia ditemukan bila telah terdapat komplikasi peritonitis. Sedangkan enterokolitis

merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung ini,

yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4 minggu,

meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea, distensi

abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus

Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi

meski telah dilakukan kolostomi.1,3,4,5

(ii). Anak

Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi kronis

dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik usus di dinding

abdomen. Jika dilakukan pemeriksaan colok dubur, maka feces biasanya keluar

Page 2: Manifestasi Klinis hisprung

menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap. Penderita biasanya buang

air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan biasanya sulit untuk defekasi.1,3,4,5

Anamnesis

a. Muntah hijau

b. mekonium terlambat keluar lebih dari 24 jam

c. distensi abdomen

d. tidak dapat buang air besar dalam waktu 24-48 jam

e. Adanya obstipasi masa neonatus, jika terjadi pada anak yang lebih besar obstipasi semakin sering, perut kembung, dan pertumbuhan terhambat.

f. Adanya riwayat keluarga sebelumnya yang pernah menderita keluhan serupa, misalnya anak laki-laki terdahulu meninggal sebelum usia 2 minggu dengan riwayat tidak dapat defekasi

apabila pada masa neonates tidak ditemukan gejala akan bertambah berat dengan

bertambahnya usia pada masa anak-anak dengan gejala :

a. kontsipasi berat

b. pertumbuhan terhambat

c. anoreksia

d. berat badan tidak bertambah

diagnosis akhir dibutuhkan pemeriksaan patologi anatomi dari biopsy rectal yang

ditemukan aganglionik.

Pemeriksaan Fisik

a. Pada neonatus biasa ditemukan perut kembung karena mengalami obstipasi

b. Bila dilakukan colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan

menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan kemudian tampak perut anak

sudah kempes lagi

Page 3: Manifestasi Klinis hisprung

Foto pasien penyakit Hirschsprung berusia 3 hari. Tampak abdomen sangat distensi, dan dinding abdomen kemerahan yang menandakan awal terjadi komplikasi infeksi. Pasien

tampak amat menderita akibat distensi abdomennya

Pemeriksaan Diagnostik

Radiologi

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit

Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak

rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar.

Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa Hirschsprung adalah

barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:

1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi.

Page 4: Manifestasi Klinis hisprung

2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi.

3. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.

Terlihat gambar barium enema penderitaHirschsprung. Tampak rektum yang mengalami penyempitan,dilatasi sigmoid dan daerah transisi yang melebar

Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit

Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto setelah 24-

48 jam barium dibiarkan membaur dengan feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya

barium yang membaur dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita

yang bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium terlihat

menggumpal di daerah rektum dan sigmoid.

Biopsy Rectal

Metode definitif untuk mengambil jaringan yang akan diperiksa adalah dengan biopsy rectal full-thickness.

Spesimen yang harus diambil minimal berjarak 1,5 cm diatas garis dentata karena aganglionosis biasanya ditemukan pada tingkat tersebut.

Page 5: Manifestasi Klinis hisprung

Kekurangan pemeriksaan ini yaitu kemungkinan terjadinya perdarahan dan pembentukan jaringan parut dan penggunaan anastesia umum selama prosedur ini dilakukan.

Simple Suction Rectal Biopsy

Lebih terkini, simple suction rectal biopsy telah digunakan sebagai teknik mengambil jaringan untuk pemeriksaan histologist

Mukosa dan submukosa rektal disedot melalui mesin dan suatu pisau silinder khusus memotong jaringan yang diinginkan.

Manometri Anorektal

Manometri anorektal mendeteksi refleks relaksasi dari internal sphincter setelah distensi lumen rektal. Refleks inhibitorik normal ini diperkirakan tidak ditemukan pada pasien penyakit Hirschsprung.

Swenson pertama kai menggunakan pemeriksaan ini. Pada tahun 1960, dilakukan perbaikan akan tetapi kurang disukai karena memiliki banyak keterbatasan. Status fisiologik normal dibutuhkan dan sedasi seringkali penting. Hasil positif palsu yang telah dilaporkan mencapai 62% kasus, dan negatif palsu dilaporkan sebanyak 24% dari kasus.

Karena keterbatasan ini dan reliabilitas yang dipertanyakan, manometri anorektal jarang digunakan di Amerika Serikat

Keunggulan pemeriksaan ini adalah dapat dengan mudah dilakukan diatas tempat tidur pasien.

Akan tetapi, menegakkan diagnosis penyakit Hirschsprung secara patologis dari sampel yang diambil dengan simple suction rectal biopsy lebih sulit dibandingkan pada jaringan yang diambil dengan teknik full-thickness biopsy

Kemudahan mendiagnosis telah diperbaharui dengan penggunaan pewarnaan asetilkolinesterase, yang secara cepat mewarnai serat saraf yang hipertropi sepanjang lamina propria dan muskularis propria pada jaringan.

Penemuan Histologis

Baik pleksus mienterik (Auerbach) dan pleksus submukosa (Meissner) tidak

ditemukan pada lapisan muskuler dinding usus. Serat saraf yang mengalami hipertropi

Page 6: Manifestasi Klinis hisprung

yang terlihat dengan pewarnaan asetilkolinesterase juga ditemukan sepanjang lamina

propria dan muskularis propria. Sekarang ini telah terdapat pemeriksaan imunohistokimia

dengan calretinin yang juga telah digunakan untuk pemeriksaan histologis usus

aganglionik, dan terdapat penelitian yang telah menyimpulkan bahwa pemeriksaan ini

kemungkinan lebih akurat dibandingkan asetilkolinesterase dalam mendeteksi

aganglionosis.

Daftar Pustaka.

1. Mansjoer Arief, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, Wardhani Wahyu Ika, Setiowulan

Wiwiek, 2000. Penyakit Hirschsprung. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid

2. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius FK UI.

2. Kartono, Darmawan, 2004. Penyakit Hirschsprung.. Jakarta : Sagung Seto

3. Lindseth, Glenda N, 2005. Gangguan Usus Besar. Hartanto Huriawati. Dalam:

Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 1, Edisi 6. Jakarta. EGC.