Download - MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

Transcript
Page 1: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU PERKEMBANGBIAKAN KAKATUA TANIMBAR DI RAHARDJO BIRD FARM

SOLO, JAWA TENGAH

LEPI ASMALA DEWI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

Page 2: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan
Page 3: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manajemen Penangkaran dan

Perilaku Perkembangbiakan Kakatua Tanimbar di Rahardjo Bird Farm Solo, Jawa

Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

Lepi Asmala Dewi

NIM E34120002

Page 4: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

ABSTRAK

LEPI ASMALA DEWI. Manajemen Penangkaran dan Perilaku Perkembangbiakan

Kakatua Tanimbar di Raharjo Bird Farm Solo, Jawa Tengah. Dibimbing oleh LIN

NURIAH GINOGA dan BURHANUDDIN MASY’UD.

Kakatua tanimbar merupakan kakatua paling kecil yang ada di Indonesia.

Burung ini merupakan burung endemik kepulauan Tanimbar, Maluku. Populasinya

terus berkurang akibat perburuan liar. Salah satu solusi yang dapat dilakukan yakni

dengan konservasi ex situ melalui penangkaran. Raharjo Bird Farm merupakan

penangkaran yang berhasil menangkarkan kakatua tanimbar. Tujuan dari penelitian

ini yakni untuk mengidentifikasi manajemen penangkaran, keberhasilan reproduksi,

dan perilaku perkembangbiakan kakatua tanimbar di Raharjo Bird Farm Solo, Jawa

Tengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem manajemen kakatua tanimbar

di Raharjo Bird Farm yakni sistem intensif. Keberhasilan reproduksi dengan rata-

rata persentasi jumlah induk bertelur yakni 68%, rata-rata persentase daya tetas

telur dan kematian anak yakni 50%. Perilaku perkembangbiakan kakatua tanimbar

terdiri dari perilaku bercumbu dan perilaku kawin (kopulasi). Frekuensi perilaku

bercumbu yakni 87,5% dan total durasi 13 menit (0,2%) dari total waktu

pengamatan. Frekuensi perilaku kawin yakni 12,5% dengan total durasi 2,2 menit

(0,026%) dari total waktu pengamatan.

Kata kunci: kakatua tanimbar, manajemen penangkaran, perilaku

perkembangbiakan

ABSTRACT

LEPI ASMALA DEWI. Captivity Management and Breeding Behavior of Goffin

Cockatoo at Raharjo Bird Farm Solo, Central Java. Supervised by LIN NURIAH

GINOGA and BURHANUDDIN MASY’UD.

Goffin cockatoo is the smallest cockatoo that exist in Indonesia. This bird is

an endemic species at the Tanimbar island, Maluku. The Population is decreased

because of ilegal hunting. One of the solutions to save this population is though ex-

situ conservation in captive breeding. Raharjo Bird Farm has succesfully bred

goffin cockatoo. This study aims to identify the captivity management, breeding

success, and breeding behavior of goffin cockatoo at Raharjo Bird Farm Solo,

Central Java. The results of this study showed that the goffin cockatoo at Raharjo

Bird Farm managed intensively. Breeding success with persentage parental

breeding rate 68%, egg hatching rate and mortality rate are 50%. Breeding behavior

of goffin cockatoo are courtship and mating behavior (copulation). The frequency

of the courtship behavior is 87,5% and total duration is 13 minutes (0,2%) of the

total observation time. The frequency of mating behavior that is 12,5% with a total

duration is 2,2 minutes (0,026%) of the total observation time.

Keywords: breeding behavior, captivity management, goffin cockatoo

Page 5: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

LEPI ASMALA DEWI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016

MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU PERKEMBANGBIAKAN KAKATUA TANIMBAR DI RAHARDJO BIRD FARM

SOLO, JAWA TENGAH

Page 6: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan
Page 7: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan
Page 8: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang

dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2015 dan Maret

2016 ini ialah manajemen penangkaran, dengan judul Manajemen Penangkaran dan

Perilaku Perkembangbiakan Kakatua Tanimbar di Raharjo Bird Farm Solo, Jawa

Tengah.

Karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik karena dukungan berbagai

pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Penghargaan dan terimakasih

diberikan kepada Ir Lin Nuriah Ginoga M.Si dan Dr Ir Burhanuddin Masy’ud, M.S

sebagai dosen pembimbing yang dengan sepenuh hati mendukung dan senantiasa

memberikan kritik dan saran. Penghargaan dan terimakasih juga penulis sampaikan

kepada dr Suryo Wahyu Raharjo beserta keluarga yang telah mengizinkan saya

tinggal di rumah dan memberikan izin penelitian di Raharjo Bird Farm.

Terimakasih juga kepada Bapak Ratno dan Ibu Sri serta keluarga yang telah

membantu dalam pengambilan data.

Ungkapan terima kasih juga diucapkan kepada orang tua penulis yakni Bapak

Juswadi dan Ibu Indauwati serta kelima saudara kandung penulis dan keluarga besar

yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan untuk kelancaran penyusunan

karya ilmiah ini. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Aci, Prasetyo,

Aufar, Maulana, Iis, Kak Yohana, Irsalina, Tantian, sepupu seperantauan Dian

Novita, keluarga besar Cantigi Gunung (KSHE angkatan 49), Lorong 2 Asrama

Putri TPB IPB 2012, teman-teman kosan Arum, Anika, Hanny, KPB, Himakova,

serta seluruh pihak yang telah membantu menyukseskan penyusunan karya ilmiah

ini yang tidak mungkin dapat disebutkan satu per satu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2016

Lepi Asmala Dewi

Page 9: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR vii

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Alat dan Bahan 2

Jenis dan Metode Pengumpulan Data 2

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Hasil 6

Pembahasan 15

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 24

Page 10: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

DAFTAR TABEL

1 Data yang diambil dan metode pengambilan data 2 2 Spesifikasi kandang kakatua tanimbar di Raharjo Bird Farm 6 3 Rata-rata pakan yang diberikan, sisa pakan, dan total konsumsi pakan 9 4 Hasil pengukuran beberapa parameter morfologis kakatua tanimbar

Raharjo Bird Farm 12 5 Tingkat keberhasilan penangkaran kakatua tanimbar di Raharjo Farm

2013 13

DAFTAR GAMBAR

1 Pengukuran morfologis yang dilakukan ; a) panjang tubuh total, b) sayap, c) panjang ekor 4

2 Kandang kakatua tanimbar di Raharjo Bird Farm (a) perkembangbiakan, (b) pembesaran anakan, (c) anakan 7

3 Bentuk sarang buatan kakatua tanimbar di Raharjo Bird Farm ; (a) dari kayu aren, (b) dari paralon 8

4 (a) Suhu, (b) kelembaban kandang kakatua tanimbar di Raharjo Bird Farm 9 5 Pakan yang diberikan untuk kakatua di Raharjo Bird Farm ; (a) kuaci,

(b) jagung 9

6 Alur kegiatan yang berkaitan dengan manajemen perkembangbiakan 11 7 Perbedaan bentuk paruh (a) jantan, (b) betina 11 8 Kakatua tanimbar jantan (a), kakatua tanimbar betina (b) 12 9 (a) Aktivitas saling dekat dan (b) saling menelisik 13

10 Frekuensi dan waktu perilaku perkembangbiakan kakatua tanimbar 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Suhu dan Kelembaban Selama Penelitian 24

2 Pengukuran Bobot Tubuh dan Beberapa Parameter Morfologis

Kakatua Tanimbar 24

3 Total Durasi dan Persentase Durasi Perilaku Perkembangbiakan 25

4 Frekuensi dan Persentase Frekuensi Perilaku Perkembangbiakan

Kakatua Tanimbar 25

Page 11: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kakatua tanimbar (Cacatua goffini) adalah kakatua terkecil di Indonesia yang

endemik Kepulauan Tanimbar, Maluku. Burung jenis ini merupakan burung dengan

kecerdasan yang tinggi sehingga banyak disukai oleh manusia (Auersperg et al.

2013). Hasil penelitian Rachmawati (2012) menyebutkan bahwa burung ini

termasuk jenis yang banyak dipelihara oleh masyarakat yang diperoleh dari hasil

penangkapan langsung di alam atau hasil jual beli. Masyarakat Kepulauan

Tanimbar juga kerap melakukan perburuan karena mereka menganggap burung ini

sebagai hama kebun jagung. Maraknya aksi perburuan dan tingginya permintaan

terhadap burung ini membuat populasinya semakin terancam. Oleh sebab itu,

pemerintah dalam Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan

Tumbuhan dan Satwa Liar telah mengkategorikan kakatua tanimbar ke dalam jenis

burung yang dilindungi. Kakatua tanimbar juga termasuk satwa Appendiks I CITES

yakni konvensi yang mengatur tentang status perdagangan internasional serta satwa

yang hampir terancam (Near Threatened) dalam daftar merah IUCN yakni lembaga

internasional yang membahas status kelangkaan satwa.

Pelestarian terhadap kakatua tanimbar sangat penting dilakukan untuk

memulihkan populasi dan mencegah kepunahan. Upaya yang dapat dilakukan yakni

dengan kegiatan konservasi. Kegiatan konservasi burung dapat dilakukan secara in-

situ seperti melakukan pembinaan habitat alami dan konservasi ek-situ seperti

kegiatan penangkaran. Dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 19 Tahun 2005

dijelaskan bahwa penangkaran adalah upaya perbanyakan melalui

pengembangbiakan dan pembesaran tumbuhan dan satwa liar dengan tetap

mempertahankan kemurnian jenisnya. Keberhasilan usaha penangkaran dapat

dilihat dari keberhasilan pengembangbiakan atau reproduksinya. Kegiatan

reproduksi merupakan bagian dari fungsi fisiologis yang penting untuk menjamin

kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan

keberhasilan pengelolaan satwa (Masy’ud 1995).

Raharjo Bird Farm merupakan salah satu penangkaran yang telah berhasil

mengembangbiakan kakatua tanimbar. Sejak tahun 2015 hingga sekarang, Raharjo

Bird Farm telah berhasil menetaskan lima ekor anakan kakatua tanimbar.

Keberhasilan tersebut tidak terlepas dari manajemen penangkaran dan

perkembangbiakan yang dilakukan oleh pengelola. Pelaksanaan manajemen

penangkaran tentu akan lebih baik dengan pengetahuaan tentang perilaku burung

yang ditangkarkan sehingga pengelolaannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan

burung. Informasi tentang manajemen penangkaran dan perilaku burung kakatua

tanimbar khususnya perilaku perkembangbiakan di Raharjo Bird Farm perlu

diketahui sehingga penelitian ini penting dilakukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan :

1. Mengidentifikasi manajemen penangkaran kakatua tanimbar di Raharjo Bird

Farm

Page 12: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

2

2. Mengidentifikasi keberhasilan reproduksi kakatua tanimbar di di Raharjo Bird

Farm

3. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan perilaku perkembangbiakan kakatua

tanimbar di Raharjo Bird Farm

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain :

1. Memberikan informasi mengenai manajemen penangkaran dan

perkembangbiakan kakatua tanimbar di Raharjo Bird Farm

2. Bahan referensi bagi masyarakat yang ingin menangkarkan kakatua tanimbar

3. Memberikan masukan bagi pihak pengelola Raharjo Bird Farm untuk perbaikan

kegiatan penangkaran

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di penangkaran Raharjo Bird Farm, Solo Jawa

Tengah. Penelitian berlangsung pada bulan Desember 2015 dan Maret 2016

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini meliputi

termometer dry-wet, timbangan digital, meteran, penggaris, stopwatch, kamera

digital, sedangkan bahan yang digunakan yakni tally sheet.

Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Data primer

Data primer merupakan data yang didapatkan langsung di lokasi penelitian.

Data primer yang diambil selama penelitian ini yakni manajemen penangkaran

(aspek perkandangan, pakan, kesehatan), suhu kandang, dan manajemen

perkembangbiakan (Tabel 1). Metode pengambilan data meliputi pengamatan

langsung, pengukuran (termasuk perhitungan), dan wawancara informal kepada

pengelola.

A. Aspek perkandangan

Data mengenai aspek perkandangan meliputi jenis, jumlah, ukuran, fungsi,

konstruksi, perlengkapan kandang, dan perawatan. Jenis dan jumlah kandang

diketahui dengan mengamati kondisi kandang dan menghitung jumlah kandang

yang ada. Ukuran kandang diketahui dengan mengukur panjang, lebar, dan tinggi

kandang dengan pita meter. Kandang satwa juga memiliki berbagai fungsi. Fungsi

kandang diketahui dengan mengamati penggunaan kandang bagi kakatua.

Konstruksi kandang berkaitan dengan bahan penyusun kandang dan diketahui dari

pengamatan. Perlengkapan kandang meliputi macam-macam benda yang ada di

dalam kandang dan diperoleh dari hasil pengamatan sedangkan perawatan kandang

diketahui dengan mengamati cara perawatan seperti pembersihan kandang.

Page 13: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

3

Pengambilan beberapa data juga dilakukan dengan cara wawancara untuk

mengetahui data perkandangan yang tidak dimengerti dan menjadi tambahan data

selain pengamatan atau pengukuran.

Tabel 1 Data yang diambil dan metode pengumpulan data

Data yang diambil Metode

pengamatan pengukuran wawancara

A. Aspek perkandangan

1. Jenis v v

2. Jumlah v v

3. Ukuran v v

4. Fungsi v v

5. Kontruksi v v

6. Perlengkapan v v

7. Perawatan v v

B. Aspek pakan

1. Jenis v v

2. Jumlah v v v

3. Frekuensi/hari v

4. Waktu pemberian v

5. Cara pemberian v

C. Aspek kesehatan

1. Jenis v v

2. Gejala v v

3. Obat dan dosis v v

4. Cara pemberian v v

5. Perawatan kesehatan v v

D. Suhu dan kelembaban

kandang

v

E. Manajemen

perkembangbiakan

1. Pemilihan calon indukan v v

2. Penentuan jenis kelamin v v

3. Pengukuran morfologis v

4. Penjodohan v v

5. Perilaku

perkembangbiakan

v v v

6. Perawatan anakan v v

7. Keberhasilan reproduksi v v = data yang diambil.

B. Aspek pakan

Data mengenai aspek pakan meliputi jenis, jumlah, waktu pemberian, cara

pemberian, dan frekuensi. Jenis pakan diketahui dari pengamatan jenis pakan yang

diberikan sedangkan jumlah pakan yang diberikan diamati dan diukur kuantitasnya

dengan timbangan digital. Waktu dan frekuensi pemberian pakan diukur dengan

penunjuk waktu ketika pakan diberikan dan diamati bagaimana cara pemberian

pakannya.

Page 14: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

4

C. Aspek kesehatan

Data mengenai aspek kesehatan meliputi jenis penyakit, gejala, obat, dosis

obat yang diberikan. cara pemberian, dan cara perawatan. Semua data diperoleh

dengan pengamatan dan wawancara. Data jenis penyakit juga termasuk untuk jenis-

jenis penyakit yang pernah diderita, yang sedang diderita, dan jenis penyakit yang

paling sering menyerang kakatua serta penyebabnya.

D. Suhu dan kelembaban kandang

Pengukuran suhu dan kelembaban kandang dilakukan selama 12 hari dengan

menggunakan termometer dry-wet. Pengukuran dilakukan setiap pagi hari (pukul

08.00), siang hari (pukul 13.00), dan sore hari (pukul 17.00) dengan cara

meletakkan termometer di dalam kandang dengan tinggi 80 cm dari tanah.

E. Manajemen perkembangbiakan

Data meliputi pemilihan calon indukan, pengukuran morfologis, penjodohan,

perilaku perkembangbiakan, perawatan anakan, dan keberhasilan reproduksi. Data

pemilihan indukan dimaksudkan untuk mengetahui cara penentuan jenis kelamin

induk jantan dan betina. Metode yang digunakan yakni pengamatan ciri morfologis

yang tampak secara langsung dan pengukuran mofologis (anggota tubuh) yakni

panjang tubuh total, panjang sayap, panjang ekor, dan berat tubuh total (Gambar 1).

Pengukuran morfologis dilakukan dengan menggunakan penggaris. Kegiatan

penjodohan yakni cara penjodohan yang dilakukan pengelola.

a) b) c)

Gambar 1 Pengukuran morfologis yang dilakukan ; a) panjang tubuh total, b)

panjang sayap, c) panjang ekor

Pengamatan perilaku perkembangbiakan dilakukan selama 14 hari berturut-

turut pada sepasang kakatua tanimbar di dalam satu kandang. Metode yang

digunakan adalah focal animal sampling, yakni mengamati individu yang menjadi

fokus pengamatan dan mencatat secara rinci perilaku yang terjadi pada periode

waktu yang ditentukan (Martin dan Bateson 1998; Altman 1974). Pencatatan

frekuensi perilaku dilakukan dengan metode one zero sampling, yakni pemberian

nilai satu jika ada perilaku yang dilakukan dan pemberian nilai nol jika tidak ada

perilaku yang dilakukan. Pengamatan dilakukan mulai pukul 06.00-18.00 WIB

dengan total waktu pengamatan 10 jam dan pencatatan dilakukan setiap 15 menit.

Pencatatan perilaku terbagi ke dalam dua bagian yakni perilaku percumbuan (lama

waktu percumbuan, aktivitas percumbuan, dan frekuensi percumbuan) dan perilaku

kawin (lama kopulasi, aktivitas kawin, dan frekuensi kawin). Perawatan anakan

Page 15: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

5

meliputi waktu dan cara penyapihan, pakan untuk anakan burung serta data-data

lain terkait perawatan anakan. Keberhasilan reproduksi diperoleh dari hasil

perhitungan yang berkaitan dengan jumlah induk bertelur, daya tetas telur, dan

persentase kematian anak.

Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang digunakan untuk mendukung data-data

primer dan keabsahan hasil penelitian. Data sekunder diperoleh melalui studi

pustaka. Data yang dikumpulkan meliputi manajemen penangkaran satwa secara

umum dan penangkaran kakatua serta perkembangbiakan kakatua tanimbar baik di

alam maupun di penangkaran.

Analisis Data

Manajemen penangkaran dan perkembangbiakan

Manajemen penangkaran dan perkembangbiakan yang ada di Raharjo Bird

Farm diuraikan secara deskriptif untuk memeberikan informasi secara umum.

Data-data tersebut dilengkapi dengan tabel dan gambar. Keberhasilan reproduksi

diperoleh dengan perhitungan persentase jumlah induk bertelur, persentase jumlah

telur yang menetas, dan persentase jumlah kematian anak yang mengacu pada Nort

dan Bell (1990) dengan rumus :

a. Persentase jumlah induk bertelur (%) = ∑ induk betina yang bertelur

∑ induk seluruhnya x 100%

b. Persentase daya tetas telur (%) = ∑ telur yang menetas

∑ telur yang ada x 100%

c. Persentase kematian anak (%) = ∑ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑒𝑡𝑎𝑠

∑ anak yang hidup x 100%

Ketiga data tersebut menggunakan kriteria nilai sebagai berikut:

0% - 30% : Rendah

31% - 60% : Sedang

61% - 100% : Tinggi

Perilaku perkembangbiakan

Data mengenai perilaku perkembangbiakan kakatua tanimbar diolah dan

dideskripsikan secara deskriptif untuk memberikan informasi yang dilengkapi juga

dengan grafik. Data perilaku perkembangbiakan diolah dengan cara menghitung

persentase frekuensi dan durasi perilaku kawin dan bercumbu dengan rumus

(Sudjana 1992):

d. Persentase frekuensi suatu perilaku (%) = ∑ Frekuensi suatu perilaku

∑ total suatu perilaku x 100%

e. Persentase durasi suatu perilaku (%) = ∑ durasi suatu perilaku

∑ total durasi perilaku x 100%

Page 16: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Rahardjo Bird Farm mulai dirintis sejak tahun 2010 oleh seorang pencinta

dan penghobi burung bernama dr Suryo Wahyu Raharjo. Tahun 2014 penangkaran

ini disahkan dan diakui oleh pemerintah berdasarkan Surat Keputusan Jendral

PHKA dengan No. SK. 267 / IV – SET / 2014 tentang Izin Usaha Penangkaran

Burung-Burung yang Dilindungi Undang-undang. Tujuan penangkaran ini yakni

untuk pelestarian jenis-jenis burung yang dilindungi dan bukan untuk tujuan

komersil. Pemilik penangkaran dibantu oleh seorang pengelola harian bernama

bapak Suratno yang secara langsung mengurus semua kebutuhan burung di

penangkaran Rahardjo Bird Farm. Jenis-jenis burung yang terdapat di Rahardjo

Bird Farm di antaranya kakatua jambul kuning (Cacatua galerita), kakatua

tanimbar (Cacatua goffin), kakatua putih (Cacatua alba), kakatua cempaka

(Cacatua sulphurea citrinocristata), merak hijau (Pavo muticus), mambruk (Goura

victoria), dan beberapa jenis nuri. Penangkaran ini terletak di Kelurahan

Mojosongo, Solo, Jawa Tengah.

Manajemen Penangkaran

Perkandangan

Jenis kandang kakatua tanimbar yang terdapat di penangkaran ini terdiri dari

kandang perkembangbiakan, kandang pembesaran anakan, dan kandang anakan

(Gambar 2). Spesifikasi kandang meliputi jenis kandang, ukuran, kapasitas,

konstruksi, dan fasilitas selengkapnya tersaji pada Tabel 2. Kandang

perkembangbiakan merupakan kandang permanen yang diletakkan di luar ruangan,

sedangkan kandang pembesaran anakan dan kandang anakan diletakkan di dalam

ruangan.

Tabel 2 Spesifikasi kandang kakatua tanimbar di Rahardjo Bird Farm

No Jenis Ukuran (m)

p x l x t

Kapasitas

(ekor)

Konstruksi Fasilitas

1. Perkembangbiakan 1,2x1,2x1,2 2 Kawat

Ram dan

baja

ringan

Tempat

makan,

tempat

minum,

tenggeran,

dan kotak

sarang

2. Pembesaran anakan 0,56x0,28 x

0,33

2 Kayu Bohlam

dan sarang

3. Anakan 0,95x0,55x0,6 1 Kaca mika Bohlam keterangan : p = panjang, l = lebar, t = tinggi

Page 17: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

7

) ( a b ) ( ( c )

Kandang perkembangbiakan digunakan oleh kakatua tanimbar untuk

melakukan segala aktivitasnya sehari-hari, seperti makan, minum, bermain, tidur,

bercumbu, kawin, dan lain-lain. Bentuk kandang perkembangbiakan seperti kubus

dengan panjang sisi 1,2 meter yang disangga oleh baja ringan dengan tinggi 80 cm.

Konstruksi kandang kakatua tanimbar tersebut tersusun atas kawat ram.

Kandang pembesaran anakan berbentuk seperti kotak persegi panjang yang

terbuat dari tripleks dan di dalamnya terdapat bohlam 5 watt untuk menghangatkan

anakan. Ukuran kandang tersebut yakni 0,56 x 0,28 x 0,33 meter. Bagian depan

kandang seperti pintu yang dapat dibuka dan ditutup sehingga pengelola dapat

memantau kondisi anakan. Kandang pembesaran anakan digunakan untuk merawat

anakan yang berumur 1-2 hari sampai berusia 1 bulan.

Kandang anakan merupakan kandang tempat anakan yang berumur 1 bulan

hingga berumur 2-3 bulan untuk beradaptasi sebelum diletakkan di kandang

perkembangbiakan. Kandang anakan juga digunakan burung untuk belajar makan

sendiri seperti indukannya karena sebelumnya anakan hanya mengonsumsi bubur

burung dan diloloh oleh pengelola saat berada di kandang pembesaran anakan.

Kandang jenis ini berukuran 0,95 x 0,55 x 0,60 meter yang terbuat dari kaca mika

yang di dalamnya terdapat bohlam 25 watt untuk menghangatkan anakan.

Gambar 2 Kandang kakatua tanimbar di Raharjo Bird Farm; (a) perkembangbiakan,

(b) pembesaran anakan, (c) anakan

Kandang kakatua tanimbar di Rahardjo Bird Farm juga dilengkapi dengan

perlengkapan kandang. Pada kandang perkembangbiakan disediakan tempat

makan, tempat minum, tenggeran, dan sarang buatan. Tempat makan dan tempat

minum terbuat dari cawan alumunium yang digantung dipintu kandang. Tenggeran

terbuat dari batang kopi (Coffea arabica) dengan panjang 1,2 m yang dipasang

dengan 2 buah baut. Jumlah tenggeran dalam satu kandang yakni 2 buah dengan

diameter antara 5-7 cm yang disesuaikan dengan cengkraman kaki kakatua

tanimbar. Perlengkapan kandang yang lain yakni sarang buatan (nest box). Sarang

buatan di Rahardjo Bird Farm berbentuk silinder yang berdiameter antara 30-37 cm

Page 18: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

8

( a ) ( b )

dan tinggi 80-85 cm yang dilengkapi dengan pintu kecil yang menghubungkan

kandang perkembangbiakan dengan sarang buatan tersebut. Pintu kecil juga

disediakan dibagian bawah kandang untuk mengambil dan memantau kondisi telur.

Pada awalnya sarang buatan yang disediakan terbuat dari batang kayu aren (Arenga

pinnata) yang didatangkan dari Ungaran, akan tetapi biaya pembuatan dan biaya

angkut sarang buatan dari kayu aren tersebut cukup mahal, sehingga pengelola

menginovasi sarang buatannya menggunakan paralon (Gambar 3). Hasil

pengukuran suhu dan kelembaban selama 3 hari di dalam sarang buatan

menunjukan hasil yang berbeda antara sarang buatan dari kayu aren dan paralon.

Suhu rata-rata harian di sarang buatan yang terbuat dari kayu aren yakni 28,55 0C

dengan kelembaban harian 87,33%, sedangkan suhu di sarang buatan yang terbuat

dari paralon yakni 29,11 0C dengan kelembaban harian 83,77%. Menurut pengelola

belum ada dampak negatif dari penggantian sarang buatan tersebut karena sebagian

burung sudah menggunakan sarang buatan dari paralon tersebut.

Gambar 3 Bentuk sarang buatan kakatua tanimbar di Raharjo Bird Farm ; (a) dari

kayu aren (Arenga pinnata), (b) dari paralon

Kegiatan penting dalam aspek perkandangan yakni kegiatan perawatan

kandang yang terdiri dari pembersihan kandang dari bekas makanan dan kotoran,

pembersihkan tempat minum dan penggantian dengan air bersih, serta

pembersihkan lantai kandang. Pengelola tidak mempunyai jadwal yang pasti dalam

melakukan kegiatan perawatan kandang. Kegiatan-kegiatan tersebut lebih bersifat

insidental dengan melihat kondisi kandang. Pembersihan kandang dari bekas

makanan seperti tongkol jagung dilakukan dengan cara mengambil bekas tongkol

jagung yang sudah mengering tersebut dan membuangnya ke tempat sampah.

Pengelola juga melakukan pembersihan tempat minum yang kotor akibat bekas

makanan atau kotoran burung tersebut dan menggantinya dengan air bersih.

Perawatan yang lebih rutin dilakukan yakni pembersihan lantai kandang. Kegiatan

ini biasanya dilakukan dua hari sekali setelah pemberian pakan dengan cara

menyapu, menyiram, dan menyikat lantai kandang. Pengelola juga menggunakan

detergen atau sabun saat melakukan kegiatan pembersihan lantai kandang.

Hasil pengukuran suhu dan kelembabaan kandang perkembangbiakan

kakatua tanimbar di penangkaran Rahardjo Bird Farm dapat dilihat di Gambar 4.

Suhu rata-rata di kandang adalah 29,88 0C sedangkan kelembaban rata-rata harian

kandang yakni 78,88%. Pengkuran suhu dan kelembaban dilakukan di kandang

Page 19: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

9

perkembangbiakan karena berada di luar ruangan dan terpengaruh langsung oleh

sinar matahari dan kondisi lingkungan disekitarnya.

Gambar 4 a) Suhu , b) kelembaban kandang kakatua tanimbar di Raharjo Bird

Farm

Pakan

Kakatua merupakan burung dengan paruh kuat dan membengkok. Bentuk

paruh tersebut sangat mempengaruhi jens pakan burung tersebut. Jenis pakan yang

diberikan untuk semua jenis kakatua yang ada di penangkaran Rahardjo Bird Farm

adalah kuaci dan jagung (Gambar 5), begitupun untuk kakatua tanimbar.

(a) (b)

Gambar 5 Pakan yang diberikan untuk kakatua di Raharjo Bird Farm ; (a) kuaci,

(b) jagung

Berdasarkan hasil penelitian, kuaci merupakan pakan utama yang lebih sering

diberikan pengelola dibandingkan dengan jagung. Pemberian kuaci rutin dilakukan

dua kali sehari yakni pagi hari sekitar pukul 06.10-06.40 WIB dan sore hari sekitar

pukul 15.30-16.00 WIB sedangkan pemberian jagung rata-rata 2 hari sekali pada

pagi atau sore hari. Jumlah pakan yang diberikan tidak mempunyai takaran yang

pasti melainkan dengan cara kira-kira saja. Rata-rata jumlah pakan yang diberikan

dan jumlah konsumsi pakan dapat dilihat pada Tabel 3.

27,7533,16 28,75

87,41

67,75

81,5

0

20

40

60

80

100

Pagi Siang SoreSuhu (

0C

) /

kel

emb

aban

(%

)

Waktu

Suhu Kelembaban

Page 20: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

10

Tabel 3 Rata-rata pakan yang diberikan, sisa pakan, dan total konsumsi pakan

No Jenis Rata-rata ∑ pakan

yang diberikan

(gram/hari/kandang)

Rata-rata ∑ pakan

sisa

(gram/hari/kandang)

Jumlah

konsumsi

(gram/hari/ekor)

1. Kuaci 86 35 25,5

2. Jagung 147 0 73,5

Selain pakan, pemberian minum juga sangat penting untuk burung di

penangkaran. Berdasarkan hasil penelitian ini, banyaknya air yang diberikan

berkisar antara 100-180 mL yang diganti setiap dua hari sekali. Semua jenis pakan

dan air minum diletakkan di cawan alumunium yang berada di pintu kandang.

Kesehatan

Berdasarkan hasil wawancara kepada pengelola, burung kakatua tanimbar

yang berada di Rahardjo Bird Farm merupakan jenis burung yang jarang sakit,

begitupun dengan jenis kakatua lainnya. Pengelola mengatakan bahwa kesehatan

burung dapat dilihat dari keaktifan, bulu, kotoran, dan nafsu makannya. Burung

yang sehat terlihat dari tingkah lakunya yang aktif, bulunya mulus (tidak kusut),

makan dan minum secara wajar, dan matanya bening bersinar. Sebaliknya burung

yang sakit akan tampak lesu dan loyo, bulunya nampak kusut, tidak makan atau

minum secara wajar, dan kotorannya cair (mencret) berwarna hijau keputih-

putihan. Jenis penyakit yang teramati diderita salah satu burung kakatua tanimbar

saat penelitian ini yakni feather plucking. Penyakit ini hampir menyerang seluruh

jenis paruh bengkok yang ada di penangkaran. Penyakit ini dicirikan dengan bagian

tubuh burung yang tidak ditutupi bulu karena digigiti atau dicabuti oleh burung

tersebut. Pengelola juga menuturkan jenis-jenis penyakit lain yang sering diderita

burung di Rahardjo Bird Farm yakni mencret dan viral disease.

Perawatan kesehatan burung di Rahardjo Bird Farm biasanya dilakukan

dengan memberikan multi vitamin ecotrition yang dilarutkan dalam minuman

burung. Kandungan zat yang terdapat di dalam multi vitamin ecotrition di antaranya

vitamin A, vitamin D3, B6, thiamin, dan riboflavin. Pada burung yang sakit,

ecotrition diberikan sebanyak 2 tetes yang dilarutkan ke dalam minuman burung.

Pemberian ecotrition akan diulangi sebanyak 3 kali dalam seminggu sampai burung

sehat kembali. Selain pemberian multi vitamin, pengelola juga biasa memandikan

burung dan menjemur burung untuk menjaga kondisi burung tetap sehat dan bersih.

Pengelola tidak mempunyai jadwal atau waktu yang pasti saat memandikan dan

menjemur burung, namun biasanya dilakukan dua minggu sekali.

Manajemen perkembangbiakan

Manajemen perkembangbiakan erat kaitannya dengan kegiatan

prareproduksi, reproduksi, dan perawatan anakan (Gambar 6). Kegiatan

prareproduksi meliputi penentuan jenis kelamin, pemilihan calon indukan, dan

penjodohan. Kegiatan reproduksi terdiri dari perawatan induk bertelur dan

mengeram setelah itu dilanjutkan dengan perawatan anakan yang sudah menetas.

Sebagian besar burung yang terdapat di Rahardjo Bird Farm merupakan hasil

pembelian namun ada beberapa burung yang dititipkan oleh BKSDA Jawa Tengah.

Burung kakatua tanimbar yang berada di Rahardjo Bird Farm juga didapatkan dari

hasil pembelian kepada para penghobi burung-burung paruh bengkok. Kakatua

Page 21: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

11

tanimbar mulai berada di penangkaran Rahardjo Bird Farm sekitar tahun 2013

sebanyak 1 pasang. Pertengahan tahun 2015 (sekitar bulan Juli), pemilik

penangkaran menambah indukannya dengan membeli 8 ekor kakatua tanimbar

yang siap dijadikan calon indukan baru karena jumlah indukan awal dinilai masih

terlalu sedikit. Pemilihan calon indukan tersebut dengan melihat kondisi fisik

burung yang sehat, tidak cacat, tidak sakit. Dampak negatif dari pembelian kepada

penghobi yakni pengelola tidak mengetahui umur burung dan silsilah burung.

Gambar 6 Alur kegiatan yang berkaitan dengan manajemen perkembangbiakan

Selain pemilihan calon indukan, pemilik penangkaran harus mengetahui cara

dalam penentuan jenis kelamin. Menurut pengelola ada beberapa cara yang dapat

dilakukan untuk menentukan jenis kelamin kakatua tanimbar yaitu dengan melihat

bentuk paruh dan ukuran tubuh. Bentuk paruh jantan lebih besar dan pipih,

sedangkan paruh betina lebih kecil dan lebar (Gambar 7).

a) b)

Gambar 7 Perbedaan bentuk paruh a) jantan, b) betina

Berdasarkan hasil wawancara kepada pengelola dan pengamatan yang

dilakukan, perbedaan bentuk paruh untuk menentukan jenis kelamin masih sulit

Menentukan jenis kelamin

Penjodohan

Manajemen perkembangbiakan

Bertelur dan mengeram

Perawatan anakan

Memilih calon indukan

Page 22: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

12

dilakukan. Hal tersebut dipengaruhi oleh pengalaman pengelola. Ciri lain yang

dapat dijadikan pembeda yakni ukuran tubuh. Berdasarkan hasil pengamatan,

terlihat bahwa ukuran jantan lebih besar dari pada ukuran betina (Gambar 8).

Perbedaan ukuran tubuh lebih mudah terlihat ketika pasangan kakatua tanimbar

sedang bertengger bersama di kayu tenggeran. Menurut pengelola perbedaan

ukuran tubuh antara jantan dan betina juga dipengaruhi umur pasangan tersebut.

Pada Gambar 8 terlihat bahwa pertumbuhan ekor jantan terlihat sempurna

sedangkan ekor betina masih mengalami pertumbuhan.

Gambar 8 Kakatua tanimbar jantan (a), kakatua tanimbar betina (b)

Perbedaan ukuran tubuh juga dibuktikan dengan pengukuran beberapa

parameter morfologis (Tabel 4). Pengukuran dilakukan kepada dua pasang kakatua

tanimbar yang ada di Raharjo Bird Farm. Pasangan yang diukur terdiri dari

pasangan yang dibeli tahun 2013 dan salah satu pasangan yang dibeli pada tahun

2015.

Tabel 4 Hasil pengukuran beberapa parameter morfologis kakatua tanimbar di

Raharjo Bird Farm

Parameter Ukuran

Jantan Betina

Bobot tubuh (gram) 291 218

Panjang tubuh total (cm) 30 29

Panjang sayap (cm) 20 17

Panjang ekor (cm) 10 10

Setelah pemilihan induk dan penentuan jenis kelamin, langkah selanjutnya

yakni penjodohan. Teknik penjodohan yang dilakukan oleh pengelola penangkaran

Rahardjo Bird Farm merupakan teknik penjodohan buatan (paksaan). Teknik

penjodohan ini diterapkan pada 8 ekor kakatua tanimbar yang baru dibeli pada

pertengahan 2015 lalu, sedangkan indukan pertama dibeli dalam kondisi sudah

berpasangan secara alami. Langkah pertama yang dilakukan pengelola yakni

memasukkan sepasang kakatua tanimbar dalam satu kandang. Selanjutnya

pengelola akan mengamati tingkah laku pasangan tersebut. Ciri-ciri pasangan

burung yang diduga berjodoh dapat dilihat dari kebiasaan mereka bertengger

berdampingan, saling menelisik bulu, dan melakukan “ciuman” yakni paruh jantan

dan paruh betina akan saling bertemu kemudian saling menyuapi makanan.

Page 23: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

13

Menurut pengelola, lamanya waktu pembentukan pasangan rata-rata yakni tiga

bulan.

Setelah terbentuk pasangan dan menghasilkan telur, telur akan dierami oleh

induk selama 21-25 hari hingga menetas. Langkah selanjutnya setelah telur menetas

yakni perawatan anakan. Menurut pengelola, perawatan anakan dilakukan karena

dapat meningkatkan produktivitas indukan. Perawatan anakan yang dilakukan

pengelola yakni pemberian pakan dan pembersihan kandang. Pakan yang diberikan

yakni bubur burung instan Nutribird A-21. Kandungan yang terdapat dalam

Nutribird A-21 ini yakni protein, mineral, dan vitamin. Cara penyajian bubur

burung untuk anakan berumur 5 hari sampai 1 bulan yakni dengan melarutkan 3-4

sendok teh Nutribird A-21 ke dalam enam sendok teh air hangat, sedangkan untuk

anakan yang berumur 1-2 bulan diberikan 4-5 sendok untuk sekali makan. Menurut

pengelola, pemberian pakan tidak memiliki jadwal yang pasti hanya dilakukan

dengan mengecek tembolokan anak burung tersebut. Satu hari anakan biasanya

diloloh sebanyak 3-4 kali. Kemudian pakan yang tertinggal akan dibersihkan untuk

menghindari semut atau hewan lainnya agar tidak menggangu anakan.

Keberhasilan Penangkaran

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola, kakatua umunya mulai

bertelur pada usia 3-5 tahun. Indukan pertama yang ada di penangkaran Rahadjo

Bird Farm sejak tahun 2013 sudah bertelur sebanyak 5 kali pada tahun 2015. Telur

pertama sampai telur kelima yang menetas masing-masing pada bulan Januari,

Maret, Mei, Juli, dan September. Kakatua tanimbar di penangkaran Rahadjo Bird

Farm sebenarnya mengerami 2 telur akan tetapi hanya satu saja yang menetas

(Tabel 5). Masa pengeraman oleh induk kakatua tanimbar berdasarkan hasil

pengamatan yang dilakukan pengelola yakni 21-25 hari.

Tabel 5 Tingkat keberhasilan penangkaran kakatua tanimbar di Rahardjo Bird

Farm tahun 2015

Bulan

% Induk Brtr % Daya tetas telur % Kematian anak

indk

induk

Brtr %

telur

yang

ada

telur

yang

mnts

%

telur

yang

mnts

anak

yang

hidup

%

Januari 1 1 100 2 1 50 1 1 50

Maret 1 1 100 2 1 50 1 1 50

Mei 1 1 100 2 1 50 1 1 50

Juli 5 1 20 2 1 50 1 1 50

Sep 5 1 20 2 1 50 1 1 50

Rata-

rata

68

50

50

Kriteria Tinggi Sedang Sedang keterangan : Sep = september, Indk = Induk, Brtr = bertelur, Mnts = menetas

Berdasarkan informasi yang tersaji di Tabel 5, diketahui bahwa persentase

daya tetas telur dan kematian anak sama yakni 50%. Persentase tersebut tergolong

sedang karena setengah dari jumlah telur yang ada tidak dapat menetas. Menurut

Page 24: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

14

pengelola telur yang tidak menetas merupakan telur yang tidak terbuahi. Untuk

persentase induk bertelur yakni 68% yang tergolong tinggi.

Perilaku Perkembangbiakan

Perilaku perkembangbiakan kakatua tanimbar meliputi perilaku bercumbu

dan perilaku kawin (kopulasi). Hasil penelitian menunjukan bahwa frekuensi

bercumbu pasangan kakatua tanimbar yang diamatai yakni 87,5% dari keseluruhan

perilaku perkembangbiakan dengan durasi total 13 menit atau 0,2% dari total waktu

pengamatan. Frekuensi perilaku kawin pasangan kakatua tanimbar yang diamatai

yakni 12,5% dari keseluruhan perilaku perkembangbiakan dengan durasi total 2,2

menit atau 0,026% dari total waktu pengamatan.

Perilaku bercumbu berkaitan dengan kegiatan penjodohan yang dilakukan

pengelola terhadap calon indukan. Pasangan yang berjodoh biasanya akan

melakukan perilaku bercumbu secara terus menerus dan berulang. Tahapan

perilaku bercumbu meliputi aktivitas jantan mendekati betina, aktivitas saling

dekat, dan aktivitas saling menelisik.

Durasi total yang digunakan untuk aktivitas jantan mendekati betina yakni 3,8

menit. Aktivitas jantan mendekati betina dicirikan dengan jantan yang berjalan di

kayu tenggeran dan mendekati betina yang sedang bertengger. Jantan mendekati

betina dengan rata-rata waktu selama 3 detik tergantung dengan jarak betinanya.

Setelah aktivitas jantan mendekati betina, tahapan selanjutnya dari perilaku

bercumbu yakni aktivitas saling dekat. Durasi total yang digunakan untuk aktivitas

saling dekat yakni 4,21 menit. Rata-rata waktu aktivitas saling dekat yakni 5 detik.

Aktivitas saling dekat ditandai dengan jantan dan betina yang bertengger

berdampingan. Aktivitas saling dekat biasanya diakhiri dengan aktivitas saling

menelisik (Gambar 9). Jantan dan betina yang telah bertengger bersama kemudian

akan saling mengalungkan kepala, menelisik bulu pasangan mulai dari kepala,

sayap, dan terkadang sampai bagian kloaka. Durasi total aktivitas saling menelisik

yakni 4,96 menit. Rata-rata waktu aktivitas saling menelisik yakni 10 detik.

a) b)

Gambar 9 a) Aktivitas saling dekat dan b) aktivitas saling menelisik

Pasangan burung yang berjodoh akan terus menerus melakukan perilaku

bercumbu sebagai proses persiapan untuk pematangan sel telur. Setelah perilaku

bercumbu, pasangan burung kemudian akan melakukan proses perkawinan

(kopulasi). Perilaku kawin kakatua tanimbar ditandai dengan perilaku burung

betina yang merendahkan tubuhnya sehingga burung jantan dapat menaikinya.

Setelah jantan berada di atas tubuh betina, jantan akan mematuk-matuk kepala

betina sambil menggoyangkan bagian ekor. Kemudian terjadi kopulasi yakni

Page 25: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

15

masuknya sel sperma ke dalam saluran reproduksi betina yang ditandai dengan

terangkatnya bulu ekor burung betina. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan

masuknya sel sperma ke dalam saluran reproduksi betina saat proses kopulasi.

Kopulasi terjadi sangat singkat dengan durasi rata-rata 3,5 detik. Hasil penelitian

ini menunjukan bahwa perilaku bercumbu lebih sering dilakukan pada siang hari

sekitar pukul 14.00-16.00, sedangkan perilaku kawin lebih sering dilakukan pada

pagi hari sekitar pukul 07.00-10.00 (Gambar 10).

Gambar 10 Frekuensi dan waktu perilaku perkembangbiakan kakatua tanimbar

Pembahasan

Perkandangan

Kandang merupakan habitat buatan bagi burung di penangkaran sehingga

perlu diperhatikan agar burung tetap merasa nyaman. Ukuran kandang minimal

bagi burung kakatua yakni 3x2x2,5 meter yang dapat digunakan untuk 3 pasang

kakatua (Prahara 1999). Hasil penelitian Gitta (2011) dan Febri (2014) untuk

burung kakatua kecil jambul kuning dan kakatua sumba di penangkaran Mega Bird

and Orchid Farm (MBOF) masing-masing 3x1,57x1,54 meter dan 3x1,5x3 meter

yang berisi sepasang kakatua. Setio dan Takandjandji (2007) menambahkan bahwa

kandang minimal burung di penangkaran yakni 3x3x3 meter, namun untuk jenis

burung monogami seperti kakatua kandang bisa dibuat lebih kecil.

Ukuran kandang burung sebenarnya sangat relatif dan dipengaruhi beberapa

faktor yakni jenis dan jumlah burung serta ketersediaan lahan dan ketersedian dana

(Setio dan Takandjandji 2007; Soemarjoto dan Prayitno 1999). Selain itu yang

terpenting burung dapat merasa nyaman walaupun berada di dalam kandang yang

terbatas. Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwa kakatua tanimbar di Rahardjo

Bird Farm melakukan aktivitasnya dengan normal di kandang seperti makan,

beristirahat, kawin, dan lain-lain sehingga kandang tersebut dinilai cukup nyaman.

Kenyamanan kakatua tanimbar di dalam kandang juga ditentukan oleh konstruksi

kandang. Kawat ram dipilih pengelola sebagai konstruksi kandang karena kuat dan

tahan karat. Hal tersebut sesuai dengan Prahara (1999) yang menyatakan bahwa

kandang kakatua harus terbuat dari kawat khusus dan tahan karat untuk

menghindari kerusakan akibat struktur paruhnya yang sangat kuat.

05

101520253035

Fre

kuen

si

Waktu

Bercumbu Kawin

Page 26: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

16

Kandang perkembangbiakan merupakan kandang terbuka yang lebih dari

50% ruangannya dapat ditembus sinar matahari. Hal tersebut sesuai dengan Prahara

(1999) yang menyatakan bahwa minimal 70% bagian kandang harus dapat

ditembus sinar matahari. Burung membutuhkan sinar matahari untuk kesehatannya

antara lain untuk memenuhi kebutuhan vitamin D (Soemarjoto dan Prayitno 1999).

Selain kandang perkembangbiakan, penangkaran juga menyediakan kandang

untuk pembesaran anakan. Menurut Prahara (1999) sarana dan peralatan yang

diperlukan untuk anakan yakni lemari penghangat yang dilengkapi lampu pijar,

pakan, sarana pakan (spuit/syringe/alat suntik), dan sarana pendukung. Hasil

penelitian menunjukan bahwa kandang pembesaran anakan yang ada di Raharjo

Bird Farm sudah memiliki sarana dan peralatan yang baik. Pengelola mengambil

anakan dari sarang buatan saat berusia 1-2 hari. Hal tersebut tidak sesuai dengan

Prahara (1999) yang menyatakan bahwa umur yang baik untuk mengambil anakan

yakni 10-14 hari. Pengambilan anakan yang lebih cepat akan menyulitkan

pengelola dalam meramu dan memberi pakan yang sesuai dengan kondisi

pencernaan yang sedang berkembang. Oleh sebab itu pengelola sebaiknya

memperhatikan kembali umur anakan yang baik sebelum dipindahkan ke kandang

pembesaran anakan. Setelah berumur satu bulan, pengelola memindahkan anakan

ke kandang pembesaran anakan untuk melatihnya makan sendiri sebelum

dimasukkan ke kandang perkembangbiakan.

Kenyamanan burung di dalam kandang merupakan faktor penting dalam

aspek perkandangan. Selain jenis dan ukuran kandang yang telah dijelaskan

sebelumnya, pengelola juga menyediakan perlengkapan kandang agar burung

merasa nyaman seperti di habitat alaminya. Perlengkapan yang ada di kandang

harus disesuaikan dengan kebutuhan burung. Menurut Gitta (2011) kakatua di

penangkaran melakukan kegiatan bertengger di sebagian besar aktivitasnya

sehingga adanya tenggeran menjadi perlengkapan yang penting. Abidin (2007)

yang menyatakan bahwa tenggeran sebaiknya terbuat dari kayu keras, tua, dan

kering karena burung paruh bengkok suka menggigit kayu tenggerannya. Kayu

yang digunakan juga tidak boleh beracun dan usahakan ada dua tenggeran di setiap

kandang. Jumlah tenggeran kakatua tanimbar di Raharjo Bird Farm dalam satu

kandang yakni dua buah yang terbuat dari kayu kopi. Kayu kopi dipilih karena kuat

dan tidak berbahaya bagi burung. Berdasarkan hal tersebut maka tenggeran kakatua

tanimbar di Rahardjo Bird Farm dinilai sudah cukup baik.

Selain tenggeran, pengelola juga menyediakan sarang buatan. Jenis burung

kakatua di habitat alami membangun sarang di lubang-lubang pohon (Prahara 1999;

Romagnano dan Martin 2006; Cameron 2007) sehingga pengelola menyiapkan

sarang buatan dari batang kayu. Pada sarang buatan dibuat pintu kecil untuk

mengecek telur. Hal tersebut sesuai dengan Prahara (1999) yang menyatakan bahwa

pada bagian atap atau sisi dari sarang buatan harus dibuat dapat dibuka dan ditutup

untuk memudahkan pengambilan telur atau lubang pengintip untuk mengetahui

adanya telur atau anakan. Pada awalnya pengelola hanya menyediakan sarang

buatan dari batang kayu aren yang didatangkan dari Unggaran, namun dinilai mahal

dan sulit mendapatkannya. Oleh sebab itu, pengelola mulai memodifikasi sarang

buatannya menggunakan paralon. Menurut pengelola belum ada dampak negatif

dari penggantian sarang buatan tersebut, namun perbedaan suhu dan kelembaban

yang diperoleh dari hasil penelitian ini perlu dipertimbangkan pengelola. Suhu dan

kelembaban dalam sarang sangat mempengaruhi proses perkembangan embrio.

Page 27: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

17

Oleh sebab itu diperlukan suhu dan kelembaban yang tepat agar embrio

berkembang sempurna (Paimin 2012). Suhu inkubasi jenis-jenis unggas dalam

mesin penetas yang baik berkisar antara 32,2 0C - 38,2 0C sedangkan kelembababan

yakni 60-70%, namun setiap jenis memiliki suhu dan kelembaban untuk penetasan

telur yang berbeda-beda (Paimin 2012).

Suhu dan kelembaban kandang di penangkaran juga harus selalu

diperhatikan. Hasil pengukuran suhu dan kelembaban yang didapatkan pada

penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Gitta (2011) di kandang

kakatua kecil jambul kuning dan Febri (2011) di kandang kakatua sumba yang ada

di penangkaran MBOF. Suhu rata-rata harian berkisar antara 23 0C - 29,78 0C

sedangkan kelembaban rata-rata harian yakni 67,42% - 94%. Suhu dan kelembaban

yang paling baik untuk kakatua tanimbar belum diketahui secara pasti. Hasil

penelitian ini menunjukan bahwa pada pagi hari dengan suhu rata-rata 27,75 0C dan

sore hari dengan suhu rata-rata 28,75 0C kakatua tanimbar jantan dan betina lebih

aktif, sedangkan pada siang dengan suhu rata-rata 33,16 0C kakatua tanimbar lebih

banyak diam, beristirahat, dan tidur. Berdasarkan hasil tersebut dapat diduga bahwa

suhu kandang yang nyaman sebagai habitat kakatua tanimbar berkisar antara 27,75 0C – 28,75 0C.

Kebersihan kandang mutlak diperlukan untuk menjaga kesehatan burung.

Kotoran burung atau bekas pakan yang tertinggal di dalam kandang dapat

menimbulkan penyakit bagi burung apabila tidak dibersihkan (Soemarjoto dan

Prayitno 1999). Kegiatan perawatan kandang tidak terlepas dari limbah

penangkaran. Limbah penangkaran di Rahadjo Bird Farm ini terdiri dari limbah

padat bekas pakan seperti feses burung, tongkol jagung, kuaci, dan kulit papaya

sebagai pakan dari burung nuri. Limbah berupa feses burung, kulit kuaci, dan kulit

pepaya dimanfaatkan pengelola sebagai pupuk kandang, sedangkan tongkol jagung

diberikan sebagai pakan ternak. Berdasarkan hasil penelitian, penangkaran Raharjo

Bird Farm sudah cukup baik dalam pengelolaan limbah dan selalu menjaga

kebersihan kandang.

Pakan

Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan satwa

termasuk perkembangbiakannya (Setio dan Takandjandji 2007). Hasil penelitian

Cahyadin et al. (1994) menunjukkan bahwa kakatua tanimbar di alam umumnya

mengkonsumsi jagung dan terkadang dijumpai makan kacang dan ubi kayu. Puncak

kegiatan makan terjadi antara pukul 06.00-08.30.

Kakatua memiliki paruh yang kuat dan membengkok sehingga membutuhkan

pakan yang sesuai dengan bentuk dan sifat paruhnya. Jenis pakan di habitat alami

dari jenis paruh bengkok yakni buah-buahan hutan, biji-bijian, nektar, bunga, dan

serangga kecil (Warsito dan Bismark 2010). Khusus untuk jenis kakatua, jenis ini

sangat menggemari jagung muda berbonggol, biji matahari, kacang tanah, tebu,

kenari, sayuran, dan buah-buahan (Prahara 1999; Andhikerana et al. 1986; Widodo

2006).

Rata-rata konsumsi pakan kakatua tanimbar di Raharjo Bird Farm yakni 99

gram/hari/ekor. Jumlah tersebut dinilai terlalu banyak, karena menurut Welty

(1979) burung-burung dengan bobot badan 100 - 1000 gram mengonsumsi pakan

sebesar 5 - 9% dari bobot tubuhnya. Berdasarkan hasil penelitian juga sering

ditemukan kuaci sisa yang tidak dihabiskan oleh kakatua tanimbar yang

Page 28: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

18

mengindikasikan jumlah pakan yang diberikan terlalu banyak. Selain itu, hasil

penelitian Gitta (2011) dan Febri (2014) menunjukan bahwa kakatua kecil jambul

kuning dan kakatua sumba di MBOF diberikan yakni jagung muda, kacang tanah,

pepaya, dan sayuran (wortel, toge, sawi). Berdasarkan hal tersebut maka

disimpulkan bahwa pakan yang diberikan pengelola untuk kakatua tanimbar kurang

bervariasi sehingga perlu dilakukan pengkayaan pakan.

Selain pakan, air juga menjadi faktor penting bagi kakatua tanimbar. Menurut

Prijono dan Handini (1998) air bermanfaat untuk berbagai fungsi tubuh seperti

mengangkut zat makanan, mempertahankan bentuk sel, reaksi metabolisme, dan

mengatur suhu tubuh burung. Berdasarkan hasil pengamatan air minum sebaiknya

diganti setiap hari karena air yang tersisa di tempat minum selama dua hari akan

terkontaminasi oleh bakteri dan jamur sehingga akan berdampak pada kesehatan

(Soemarjoto dan Prayitno 1999; Prahara 1999).

Kesehatan

Burung yang sehat terlihat dari perilakunya yang aktif bergerak, menelisik,

makan dan minum secara wajar, dan bulu tidak kusut (Prahara 2000). Jenis penyakit

yang teramati diderita salah satu burung kakatua tanimbar saat penelitian ini yakni

feather plucking. Lung Peng et al. (2014) menyatakan bahwa feather plucking dapat

terjadi akibat stres, bosan, dan kurang sosialisasi. Pencegahan yang dapat dilakukan

untuk mencegah penyakit ini yakni pengkayaan pakan untuk mencegah kebosanan

dan kejenuhan burung dalam kandang.

Pemberian multi vitamin seperti ecotrition cukup baik untuk menjaga

kesehatan burung. Pemberian multi vitamin juga mampu menurukan resiko terkena

penyakit defisiensi atau kekurangan vitamin/mineral. Akan tetapi menurut

Soemarjoto dan Prayitno (1999) pemberian vitamin yang dilarutkan dalam air

minum sebaiknya tidak sampai terkena sinar matahari karena dapat mengurangi

khasiat dari vitamin tersebut. Hal ini harus menjadi pertimbangan bagi pengelola

ketika memberikan ecotrition yang sebaiknya diberikan pada pagi hari.

Manajemen perkembangbiakan

Langkah awal dalam proses perkembangbiakan burung dipenangkaran yakni

pemilihan calon indukan dan penentuan jenis kelamin. Menurut Prahara (1999) ada

beberapa kriteria yang harus dipertimbangkan dalam memilih indukan yakni umur

burung, kondisi fisik burung, dan silsilah burung. Hampir sebagian dari indukan

kakatua di penangkaran Raharjo Bird Farm merupakan hasil pembelian kepada

penghobi burung, sehingga silsilahnya tidak diketahui dan pengelola kesulitan

menduga umur burung. Pengelola hanya melihat dari kondisi fisik dan kondisi

kesehatan burung.

Kakatua tanimbar merupakan jenis monomorfis yakni jantan dan betina tidak

dapat dibedakan dari warna bulunya. Jenis kelamin kakatua tanimbar juga tidak

dapat dibedakan berdasarkan warna iris mata seperti kakatua pada umumnya

(Prahara 1999). Akan tetapi pada Gambar 8 dan hasil pengukuran di Tabel 4 terlihat

bahwa ukuran jantan lebih besar dari pada ukuran betinanya. Hal tersebut sesuai

dengan Setio dan Takandjandji (2007) yang menyatakan bahwa burung jantan

monomorfis memiliki ukuran lebih besar dari pada betinanya.

Setelah pemilihan induk dan penentuan jenis kelamin, langkah selanjutnya

yakni penjodohan. Tahap akhir dari kegiatan penjodohan yakni terbentuknya

Page 29: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

19

pasangan. Prahara (1999) yang menyatakan bahwa kakatua yang berjodoh akan

saling berdekatan, saling menelisik bulu, dan melakukan kopulasi. Penjodohan

kakatua tanimbar selama ini yang dilakukan oleh pengelola Rahadjo Bird Farm

dinilai berhasil. Hal tersebut dikarenakan setiap pasangan sudah menunjukan ciri-

ciri burung berpasangan akan tetapi untuk 4 ekor betina yang dibeli tahun 2015

belum bertelur. Menurut Forshaw dan Cooper (1989) kakatua tanimbar dewasa

memiliki panjang tubuh total 32 cm sedangkan hasil pengukuran pada Tabel 4

menunjukan bahwa rata-rata panjang tubuh total kakatua tanimbar jantan dan betina

di Raharjo Bird Farm masing-masing yakni 30 cm dan 28 cm. Berdasarkan hal

tersebut dapat diduga bahwa kakatua tanimbar di Raharjo Bird Farm belum dewasa

atau belum masuk masa bertelur sehingga belum menghasilkan telur seperti

pasangan pertama yang sudah ada sejak 2013.

Perawatan anakan dilakukan setelah telur menetas dan dipindahkan ke

kandang pembesaran anakan. Pengambilan anakan dari sarang buatan harus

menunggu waktu yang tepat yakni 10-14 hari setelah telur menetas sehingga

memudahkan pemberian pakan (Prahara 1999). Hasil penelitian menunjukan bahwa

pengelola biasanya memindahkan anakan dari sarang buatan saat berumur 1-2 hari

yang dinilai masih terlalu rentan untuk dipindahkan.

Keberhasilan Penangkaran

Kakatua yang siap bertelur (masak kelamin) yakni kakatua yang berumur 5

tahun (Prahara 1999). Kakatua tanimbar di alam berbiak mulai bulan Desember

bertepatan dengan awal musim penghujan. Pada saat itu makanan dan air tersedia

sangat melimpah (Cahyadin et al. 1994; Alikodra 1990). Hal tersebut membuat

berbagai jenis satwa mempunyai musim berkembangbiak menjelang musim

penghujan. Kakatua betina mengerami telur selama 28 hari secara bergantian

dengan jumlah telur sekitar 1-3 buah.

Berdasarkan informasi yang tersaji di Tabel 5, diketahui bahwa persentase

daya tetas telur dan kematian anak yakni 50%. Persentase tersebut tergolong sedang

karena setengah dari jumlah telur yang ada tidak dapat menetas. Menurut pengelola

telur yang tidak menetas merupakan telur yang tidak terbuahi. Daya tetas telur yang

menurun juga dapat disebabkan oleh defisiensi nutrisi akibat pakan yang kurang

bervariasi sehingga telur tidak memperoleh nutrisi yang cukup (Wahju 1985).

Untuk persentase induk bertelur yakni 68% dan tergolong tinggi. Faktor yang

mempengaruhi menurunnya persentase induk bertelur pada penangkaran Raharjo

Bird Farm ini yakni pengelola yang menggolongkan 4 betina yang dibeli pada

tahun 2015 sebagai induk sedangkan 4 ekor betina tersebut sebenarnya belum

masak kelamin.

Perilaku Perkembangbiakan

Perilaku satwa merupakan tindakan yang dilakukan satwa untuk

menyesuaikan diri terhadap kondisi lingkungan sekitarnya (Alikodra 1990;

Tanudimadja dan Kusumamihardja 1985). Perilaku terjadi karena adanya suatu

rangsangan yang diterima oleh satwa, sedangkan aktivitas yang ditimbulkan oleh

rangsangan disebut respon (Alikodra et al. 1989). Perilaku dipengaruhi oleh

kebiasaan atau kegiatan berulang, perubahan-perubahan yang teratur dari kondisi

lingkungan, dan proses belajar.

Page 30: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

20

Secara alami, satwa akan berusaha untuk mempertahankan jenisnya dari

kepunahan. Oleh sebab itu satwa melakukan kegiatan atau perilaku reproduksi

(perkembangbiakan). Perilaku reproduksi merupakan kegiatan hewan yang

bertujuan untuk berkembang biak (Putra et al. 2014). Kegiatan reproduksi

merupakan bagian dari fungsi fisiologis yang penting untuk menjamin kelestarian

satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan keberhasilan

pengelolaan satwa (Masyud 1995).

Perilaku bercumbu merupakan perilaku prakopulasi yang dilakukan setelah

terbentuknya pasangan. Hasil penelitian Oki (2012) menyebutkan bahwa kakatua

sumba akan melakukan percumbuan yang cukup lama sebelum proses perkawinan.

Perilaku ini ditandai dengan aktivitas saling menelisik bulu dan menegakkan

jambulnya.

Tahapan perilaku bercumbu meliputi aktivitas jantan mendekati betina,

aktivitas saling dekat, dan aktivitas saling menelisik. Aktivitas jantan mendekati

betina menunjukan bahwa burung jantan lebih aktif berjalan atau berpindah

dibandingkan dengan betinanya. Hal tersebut juga sesuai dengan hasil penelitian

Gitta (2011) bahwa kakatua kecil jambul kuning jantan di penangkaran lebih

banyak melakukan aktivitas berjalan dibandingkan dengan betinanya. Menurut

Takandjanji dan Mite (2008) perilaku berjalan banyak dipengaruhi oleh adanya

rangsangan internal dan eksternal. Rangsangan internal berasal dari dalam tubuh

seperti lapar, haus, dan keinginan untuk kawin sehingga burung berjalan untuk

mencari yang diinginkannya. Rangsangan eksternal berasal dari luar, seperti

adannya gangguan di sekitar kandang yang membuat burung melakukan aktivitas.

Selain itu, menurut Takandjandji et al. (2010) aktivitas jantan mendekati betina

merupakan bagian dari perilaku kawin karena sebelum melakukan perkawinan,

terlebih dahulu burung jantan melakukan pendekatan dengan betina. Pasangan yang

sudah berjodoh biasanya akan selalu berdekatan atau bertengger bersama.

Aktivitas saling dekat merupakan aktivitas lanjutan setelah jantan mendekati

betina. Aktivitas saling dekat diduga dilakukan sebagai bentuk perlindungan

kepada pasangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa aktivitas saling dekat

diakhiri dengan aktivitas saling menelisik (Gambar 9). Hal tersebut sesuai dengan

hasil penelitian Ameliah (2015) dan Takandjandji et al. (2010) yang menunjukan

bahwa aktivitas saling dekat biasanya diakhiri dengan aktivitas saling menelisik

pasangannya. Perilaku ini dilakukan dengan cara saling membersihkan bulu kepala

dan leher menggunakan paruh (Takandjandji et al. 2010). Aktivitas saling

menelisik merupakan perilaku yang dilakukan burung dalam merawat tubuh agar

bulu tetap sehat, segar, dan mengkilat (Takandjadji dan Mite 2008).

Hasil penelitian Putra (1999) tentang perilaku kawin Cacatua sulphurea

abbotti di Kepulauan Masalembo menunjukan bahwa perilaku kawin diawali

dengan burung jantan yang menggigit bagian pangkal jambul betina kemudian naik

ke punggung betina setelah betina merendahkan posisi tubuhnya. Jantan kemudian

memutar bagian belakang tubuhnya ke arah kiri badan, sedangkan betina dengan

arah yang berlawanan sehingga kloakanya saling berhadapan dan terbuka.

Selanjutnya jantan dapat dengan mudah menyalurkan sperma ke dalam oviduk

betina. Hasil penelitian tersebut juga menunjukan bahwa perilaku kawin kakatua

abbotti lebih sering dilakukan pada pagi hari yakni pukul 05.00-06.00.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perilaku bercumbu lebih sering

dilakukan pada siang hari sekitar pukul 14.00-16.00 WIB, sedangkan perilaku

Page 31: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

21

kawin paling sering dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 07.30-09.30 WIB

(Gambar 10). Menurut Takandjandji et al. (2010) kuantitas suatu perilaku

dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni suhu dan kondisi lingkungan di

penangkaran. Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi perilaku kawin kakatua.

Keributan atau kegaduhan yang ada di sekitar kandang saat proses perkawinan akan

mengakibatkan burung terganggu dan burung jantan akan menjauhi betinanya.

Frekuensi dan total durasi perilaku perkembangbiakan yang dilakukan

kakatua tanimbar di Raharjo Bird Farm tergolong cukup tinggi jika dibandingkan

dengan penelitian Gitta (2011) dan Febri (2014) yang tidak menemukan perilaku

perkembangbiakan untuk kakatua kecil jambul kuning dan kakatua sumba. Hal

tersebut juga berdampak kepada keberhasilan reproduksinya. Penelitian Gitta

(2011) menunjukan bahwa kakatua kecil jambul kuning di penangkaran MBOF

belum bertelur karena teknik penjodohannya belum berhasil, sehingga dengan

teridentifikasinya perilaku kawin di suatu penangkaran dapat menjadi indikator

keberhasilan penjodohan yang dilakukan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Manajemen penangkaran kakatua tanimbar di Raharjo Bird Farm

dilaksanakan dengan sistem intensif, yakni seluruh kebutuhan satwa diatur oleh

pengelola. Manajemen yang dilakukan meliputi aspek perkandangan, aspek pakan,

aspek kesehatan, dan aspek perkembangbiakan.

Penangkaran Raharjo Bird Farm sudah berhasil mengembangbiakan

sepasang kakatua tanimbar dari lima pasang yang dimiliki. Persentase jumlah induk

bertelur sebesar 68% yang tergolong tinggi, sedangkan persentase daya tetas telur

dan kematian anak sebesar 50% yang tergolong sedang.

Perilaku perkembangbiakan kakatua tanimbar meliputi perilaku bercumbu

dan perilaku kawin. Frekuensi bercumbu yakni 87,5% dari keseluruhan perilaku

perkembangbiakan dengan durasi total 13 menit atau 0,2% dari total waktu

pengamatan. Perilaku bercumbu terdiri dari aktivitas jantan mendekati betina,

saling dekat, dan saling menelisik. Frekuensi perilaku kawin yakni 12,5% dari

keseluruhan perilaku perkembangbiakan dengan durasi total 2,2 menit atau 0,026%

dari total waktu pengamatan. Perilaku kawin ditandai oleh proses kopulasi dengan

durasi rata-rata yakni 3,5 detik.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti memberikan saran antara lain :

1. Pengelola harus memperhatikan kelengkapan data, aspek pakan, dan waktu

pengambilan anakan yang tepat sehingga dapat meningkatkan keberhasilan

penangkaran.

2. Penelitian tentang penyebab telur yang tidak terbuahi (tidak dapat menetas) perlu

dilakukan untuk mengetahui dan mencegah penyebabnya terutama pada kakatua

tanimbar.

Page 32: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

22

3. Penelitian tentang suhu dan kelembaban optimum di dalam sarang buatan di

penangkaran penting dilakukan untuk mengetahui suhu dan kelembaban yang

baik di dalam sarang buatan.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin J. 2007. Studi perilaku harian burung kasturi merah (Eos bornea) di

Penangkaran Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI Cibinong Bogor

[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Alikodra et al. 1989. Dasar - Dasar Perilaku Satwa. Bogor (ID) : Pusat Antar

Universitas-Ilmu Hayat. IPB

Alikodra HS. 1990. Pengelolaan Satwa Liar Jilid 1. Bogor (ID) : IPB

Altman J. 1974. Observational study of behaviour: sampling methods. Behaviour

49(3/4):227 - 267

Ameliah SA. 2015. Perilaku perkembangbiakan burung jalak bali (Leucopsar

rotschildi Stresemann 1912) dalam penangkaran di Safari Bird Farm

Nganjuk Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Andhikerana et al. 1986. Burung Indonesia Timur. Lembaga Biologi Nasional-LIPI.

Auersperg, Kacelnik, Bayern. 2013. Explorative learning and functional inferences

on a five-step means-means-end problem in goffin’s cockatoos (cacatua

goffini). PlosOne 8(7):1-8.

Cameron M. 2007. Cockatoos. Australia (AU): Csiro Publishing.

Cahyadin Y, Jepson P, Manoppo BI. 1994. The status of Cacatua goffini and Eos

reticulata on the Tanimbar island. PHPA/BirdLife International, Bogor.

Laporan 1.

Forshaw JM, Cooper WT. 1989. Parrots of the World. 3rd ed. Australia(AU):

Landshow.

Febri. 2014. Manajemen penangkaran dan aktivitas harian kakatua sumba (Cacatua

Sulphuera Citrinocristata) di Penangkaran Mega Bird and Orchid Farm

Bogor, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.

Gitta A. 2011. Manajemen penangkaran, aktivitas harian dan perilaku makan

burung kakatua-kecil jambul kuning (cacatua sulphurea sulphurea gmelin,

1788) di penangkaran burung Mega Bird and Orchid Farm, Bogor, Jawa

Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB

Lung Peng SJ, Hessey J, Tsay T, Young Fei AC. 2014. Assessment and treatment

of feather plucking in sulpur-crested cacatua galerita. Jurnal of Animal and

Veterinary Advances. 13(1):51-61.

Martin P, Bateson P. 1988. Measuring Behaviour An Introduction Guide 2nd ed.

Cambridge (UK): Cambridge Univ Pr.

Masyud B. 1995. Pengantar Biologi Reproduksi pada Satwaliar. Bogor (ID).

Institut Pertanian Bogor.

Nandika D, Agustina D, Mets S, Zimmermann B. 2013. Kakatua Langka Abbotti

dan Kepulauan Masalembu. Jakarta (ID): Konservasi Kakatua Indonesia North MO, Bell DD. 1990. Commercial Chicken Production Manual 4 th Edition. Avi

Book. New York (US): Nostrand Reinhol.

Page 33: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

23

Oki H. 2012.Pengenalan satwa endemik Pulau Sumba : Kakatua sumba (Cacatua

sulphurea cirinocristata). Warta Cendana 6(1):3-6

Paimin FB. 2012. Mesin Tetas. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Putra E. 1999. Aspek bioekologi kakatua kecil jambul kuning. [internet]. [diunduh

8 juni 2015] tersedia pada http//burung indonesia.com

Prahara W. 1999. Pemeliharaan, Penangkaran, dan Penjinakan Kakatua. Jakarta

(ID): Penebar Swadaya.

Prahara W. 2000. Sukses Memelihara Burung Berkicau, Berbulu Indah, Pelatah,

Unik. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Prijono SN, Handini S. 1998. Memelihara, Menangkar dan Melatih Nuri. Jakarta (ID):

Penebar Swadaya.

Rachmawati S. 2012. Inventarisasi jenis burung yang dipelihara masyarakat kota

ternate, Maluku Utara. BioEdukasi 1(1):39-50.

Romagnano A, Martin SG. 2006. Manual of Parrot Behavior. Luescher AU, editor.

USA (US): Blackwell Publishing.

Sudjana. 1992. Metode Statistika. Bandung (ID): Tarsito.

Setio P, Takandjandji M. 2007. Konservasi Ek-situ Burung Endemik Langka

Melalui Penangkaran. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, hal 47-6.

Soemarjoto R, Prayitno. 1999. Agar Burung Selalu Sehat. Jakarta (ID): Penebar

Swadaya.

Takandjandji M, Mite M. 2008. Perilaku burung beo alor di penangkaran Oilsonbai,

Nusa Tenggara Timur. Buletin Plasma Nutfah 14(1): 43 – 48.

Takandjandji M, Kayat, Njurumana GND. 2010. Perilaku burung bayan sumba

(Eclectus roratus cornelia Bonaparte) di penangkaran Hambala, Sumba

Timur, Nusa Tenggara Timur. Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi

Alam7(4):357-369

Tanudimadja K, Kusumamihardja S. 1985. Perilaku Hewan Ternak. Bogor (ID).

Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.

Warsito H, Bismark M. 2010. Penyebaran Dan Populasi Burung Paruh Bengkok

Pada Beberapa Tipe Habitat Di Papua (Distribution And Population Of

Parrots On Some Habitat Types In Papua). Penelitian Hutan dan Konservasi

Alam. 7(1):93-102.

Wahju J. 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Bogor (ID). Fakultas Peternakan Institut

Pertanian Bogor.

Widodo W. 2006. Kemelimpahan dan Sumber Pakan Burung-burung di Taman

Nasional Manusela, Seram, Maluku Tengah. Biodiversitas 7(1):54-58

Welty JC. 1979. The Life of Bird. Third Edition. New York: Saunders College

Publishing

Page 34: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

Lam

pir

an 1

S

uhu d

an k

elem

bab

an s

elam

a p

engam

atan

a)

Suhu

Wak

tu

H1

H2

H3

H4

H5

H6

H

7

H8

H

9

H10

H11

H12

Tota

l R

ata-

rata

08.0

0

29

28

28

27

27

28

26

29

29

28

27

27

333

27,7

5

13.0

0

26

31

32

32

35

35

35

35

32

35

35

35

398

33,1

6

17.0

0

26

29

26

27

30

30

30

31

29

27

30

30

345

28,7

5

b)

Kel

embab

an

Wak

tu

H1

H

2

H3

H

4

H5

H

6

H7

H

8

H9

H

10

H

11

H

12

T

ota

l R

ata-

rata

08

.00

83

82

82

91

91

91

90

83

83

9

1

91

9

1

10

49

87

,41

13

.00

90

68

69

69

64

64

64

64

69

6

4

64

6

4

81

3

67

,75

17

.00

90

75

90

91

75

75

75

75

83

9

1

75

8

3

97

8

81

,5

Lam

pir

an 2

P

engukura

n b

obot

tubuh d

an b

eber

apa

par

amet

er m

orf

om

etri

kak

atua

tanim

bar

Pas

angan

ke-

1 (

pas

angan

th 2

013)

Par

amet

er y

ang d

iam

ati

Bobot

tubuh

(gra

m)

Pan

jang t

ubuh t

ota

l

(cm

)

Pan

jang s

ayap

(cm

) P

anja

ng e

kor

(cm

)

Janta

n

323

33

23

11

Bet

ina

228

28

19

11

Pas

angan

ke-

2 (

sala

h s

atu p

asan

gan

th

2015)

Par

amet

er y

ang d

iam

ati

Bobot

tubuh

(gra

m)

Pan

jang t

ubuh t

ota

l

(cm

)

Pan

jang s

ayap

(cm

) P

anja

ng e

kor

(cm

)

Janta

n

259

28

18

10,5

Bet

ina

209

28

15

9,5

24

Page 35: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

2

Lam

pir

an 3

T

ota

l dura

si d

an p

erse

nta

se d

ura

si p

eril

aku p

erkem

ban

gbia

kan

den

gan

tota

l w

aktu

pen

gam

atan

Per

ilak

u

H1

H2

H3

H

4

H5

H6

H

7

H8

H9

H

10

H11

H12

H13

H14

Tota

l

(det

ik)

Tota

l

(men

it)

%

dura

si

Ber

cum

bu (

det

ik)

71

140

130

73

23

63

32

17

36

37

44

34

46

33

779

13 m

enit

0,2

Kaw

in (

det

ik)

0

0

0

25

0

14

20

0

14

0

10

13

37

0

133

2,2

men

it

0,0

26

Lam

pir

an 4

F

rekuen

si d

an p

erse

nta

se f

rekuen

si p

eril

aku p

erk

emban

gbia

kan

kak

atua

tanim

bar

Har

i k

e-

Fre

ku

ensi

P

erse

nta

se f

rekuen

si

Ber

cum

bu

K

awin

B

ercu

mbu

K

awin

1

4

0

100

0

2

8

0

100

0

3

6

0

100

0

4

5

1

83,3

3

16,6

7

5

2

0

100

0

6

5

1

83,3

3

16,6

7

7

3

1

75

25

8

3

0

100

0

9

2

1

66,6

7

33,3

3

10

3

0

100

0

11

3

1

75

25

12

2

1

66,6

7

33,3

3

13

3

1

75

25

14

3

0

100

0

Rat

a-ra

ta

87,5

0

12,5

0

25

Page 36: MANAJEMEN PENANGKARAN DAN PERILAKU … · yang membahas status kelangkaan satwa. ... kelestarian satwa, sehingga pengetahuan tentang reproduksi sangat menentukan . keberhasilan pengelolaan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Sidokayo, Kecamatan Abung Tinggi, Kabupaten

Lampung Utara pada tanggal 15 Februari 1995 dari pasangan Bapak Juswadi dan

Ibu Indauwati. Penulis merupakan anak ketiga dari enam bersaudara. Tahun 2012

penulis lulus dari SMAN 01 Bukit Kemuning Lampung Utara dan diterima di

Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan atau Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Penulis diterima di Departemen Konservasi

Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa

Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) yang tergabung

dalam Kelompok Pemerhati Burung (KPB) “Perenjak” pada tahun 2014-2015.

Selama menjadi anggota HIMAKOVA, penulis pernah mengikuti kegiatan

Ekspedisi Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) ke Taman Nasional Aketajawe

Lolobata, Maluku pada tahun 2014 dan ke Taman Nasional Gunung Tambora, NTB

pada tahun 2015. Pada tahun sama penulis juga berkesempatan mengikuti kegiatan

International Ornithological Congress of Southeast Asia 2015 di Khon Kaen

University, Thailand sebagai Poster Presentation. Penulis juga terpilih menjadi

Mahasiswa Berprestasi ke-2 Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan

Ekowisata tahun 2015.

Selain itu, pada tahun 2014 penulis juga pernah menjadi peserta terbaik dalam

kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cagar Alam Gunung

Sawal dan Cagar Alam serta Taman Wisata Alam Pangandaran. Pada tahun 2015

penulis juga mengikuti Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan

Gunung Walat serta mengikuti Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) pada tahun

2016 di Taman Nasional Gunung Merbabu.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian

dengan judul “Manajemen Penangkaran dan Perilaku Perkembangbiakan Kakatua

Tanimbar di Raharjo Bird Farm Solo, Jawa Tengah” yang dibimbing oleh Ir. Lin

Nuriah Ginoga M.Si dan Dr. Ir. Burhanuddin Masy’ud, MS.

26