I. PENDAHULUAN
Trakoma adalah suatu penyakit yang terkenal di dunia sejak dahulu. Mengenai 1/6
dari penduduk di dunia. Penyakit ini dapat mengenai segala umur tapi lebih
banyak ditemukan pada orang muda dan anak-anak. Daerah yang banyak terkena
adalah di semenanjung Balkan. Ras yang banyak terkena ditemukan pada ras
Yahudi, penduduk asli Australia dan Indian Amerika atau daerah dengan higiene
kurang (Ilyas S, 2007).
Cara penularan penyakit ini adalah melalui kontak langsung dengan sekret
penderita trakoma atau melalui alat- alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk,
alat-alat kecantikan dan lain-lain. Penularan terjadi terutama antara anak-anak dan
wanita yang merawatnya. Beberapa sumber mengkarakteristikkan siklus
penularan ini digambarkan bahwa trakoma sebagai disease of day nursery.
Episode berulang dari reinfeksi dalam keluarga meneyebabkan kronik folikular
atau inflamasi konjungtiva berat (trakoma aktif), yang menimbulakan scarring
konjungtiva tarsal. Scarring pada konjungtiva tarsal atas, pada sebagian individu,
berlanjut menjadi entropion dan trichiasis ( cicatrical trachoma). Hasil akhirnya
menimbulkan antra lain abrasi kornea, ulkus kornea dan opasifikasi, dan akhirnya
kebutaan.
Pencegahan trakoma berkaitan dengan kebutaan membutuhkan banyak intervensi.
WHO menerapkan strategi surgery, antibiotics, facial cleanliness, dan
environmental improvement (SAFE) untuk mengontrol trakoma (Solomon,2010).
1
II. ISI
A. Definisi
Trakoma adalah suatu bentuk keratokonjungtivitis kronis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Chlamydia trachomatis (Solomon, 2010).
B. Etiologi
Trakoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis serotipe A, B, Ba dan C.
Masing- masing serotipe ditemukan di tempat dan komunitas yang berbeda beda.
Chlamydia adalah gram negatif, yang berbiak intraseluler. Spesies C trachomatis
menyebabkan trakoma dan infeksi kelamin ( serotipe D-K) dan limfogranuloma
venerum ( serotipe L1-L3). Serotipe D-K biasanya menyebabkan konjungtivitis
folikular kronis yang secara klinis sulit dibedakan dengan trakoma, termasuk
konjungtivitis folikular dengan pannus, dan konjungtiva scar. Namun, serotipe
genital ini tidak memiliki siklus transmisi yang stabil dalam komunitas. Karena
itu, tidak terlibat dalam penyebab kebutaan karena trakoma (Solomon et al, 2004).
C. Patofisiologi
Infeksi menyebabkan inflamasi, yang predominan limfositik dan infiltrat monosit
dengan plasma sel dan makrofag dalam folikel. Gambaran tipe folikel dengan
pusat germinal dangan pulau- pulau proliferasi sel B yang dikelilingi sebukan sel
T. Infeksi konjungtiva yang rekuren menyebabkan inflamasi yang lama yang
menyebabkan konjungtival scarring. Scarring diasosiasikan dengan atropi epitel
konjungtiva, hilangnya sel goblet, dan pergantian jaringan normal, longgar dan
2
stroma vaskular subepitel dengan jaringan ikat kolagen tipe IV dan V (Solomon et
al, 2004).
D. Perjalanan Penyakit dan Tanda Klinis
Secara klinis, trakoma dapat dibagi menjadi fase akut dan fase kronis , tetapi
tanda akut dan kronis dapat muncul dalam waktu yang bersamaan dalam satu
individu. Derajat keparahan dari infeksi mata oleh Chlamydia trachomatis dapat
ringan sampai dengan berat. Banyak infeksinya bersifat asimtomatis. Sesuai
dengan masa inkubasinya yaitu 5-10 hari, infeksi konjungtiva menyebabkan
iritasi, mata merah, dan discharge mukopurulen. Keterlibatan kornea pada proses
inflamasi akut dapat menimbulkan nyeri dan fotofobia. Secara umum, gejala lebih
ringan dari tampilan mata.
Tanda awal infeksi yang kurang spesifik adalah vasodilatasi dari pembuluh darah
konjungtiva. Perubahan spesifik terjadi beberapa minggu setelah infeksi, yaitu
dengan munculnya folikel-folikel pada konjungtiva fornics, konjungtiva tarsal dan
limbus. Folikel adalah adalah limfoid germinal dan ditemukan dibawah lapisan
epitel. Folikel terlihat sebagai massa abu-abu atau creamy dengan diameter 0,2-
3,0 mm. Tidaklah normal bila ditemukan satu atau dua folikel pada mata yang
sehat, tertama di canthi lateral atau medial. Karena lapisan superfisial dari stroma
konjungtiva memiliki sedikit jaringan limfoid sampai kurang lebih 3 bulan setelah
lahir, neonatus tidak mampu menahan respon folijular terhadap infeksi mata oleh
Chlamydia. Papil juga dapat terlihat pada fase ini :pada kasus ringan terlihat titik-
titik merah kecil dengan mata telanjang. Dengan bantuan slit lamp, papil terlihat
sebagai pembengkakan kecil konjungtiva, dengan vaskularisasi di tengahnya.
Ketika inflamasi bertambah berat, reaksi papilar pada konjungtiva tarsal
3
diasosiasikan dengan penebalan konjungtiva, pertambahan vaskularisasi
pembuluh tarsal, dan kadang kadang edema palpebra. Bila kornea terlibat pada
proses inflamasi, keratitis punctata superficialis dapat dideteksi dengan tes
flouresensi. Infiltrat superficial atau pannus (infiltrasi subepitel dari jaringan
fibrovaskular ke perifer kornea) mengindikasikan inflamasi kornea. Folikel, papil
dan tanda kornea lain adalah tanda dari fase aktif, namun pannus dapat bertahan
setelah fase aktif.
Resolusi dari folikel ditandai dengan terjadinya scarring pada subepitel
konjungtiva. Deposisi dari skar biasanya di konjungtiva tarsal atas, walaupun
konjungtiva fornces, konjungtiva bulbi dan daerah atas kornea dapat terkena. Di
daerah endemis trakoma, sikatrik pada daerah tarsal karena episode infeksi
berulang menjadi dapat terlihat secara makroskopis dengan mengeversi palpebra
atas, nampak seperti plester putih dengan latar konjungtiva yang eritematous. Di
limbus, pergantian folikel menjadi scar mengahasilkan formasi depresi translusen
pada corneoscleral junction yang disebut Herbert’s pits.
Bila scar pada konjungtiva tarsal cukup banyak berkumpul, menyebabkan kelopak
mata atas menekuk ke dalam dan menyebabkan bulu mata mengenai bola mata,
hal ini disebut trikiasis. Ketika semua bagian kelopak mengarah ke dalam disebut
entropion. Trikiasis sangat mengiritasi. Penderita kadang mencabut sendiri bulu
mata atau memplester kelopak mata agar mengahadap ke luar.
Selain nyeri, trikiasis juga mencederai kornea, sebagai efek abrasi kornea dapat
terjadi infeksi sekunder oleh jamur atau bakteri. Karena sikatrik bersifat opak
maka penglihatan dapat terganggu bila mengenai daerah sentral kornea (Solomon
et al, 2004)
4
E. Grading Trakoma
Pembagian menurut McCallan
Stadium Nama Gejala
Stadium I Trakoma Insipien Folikel imatur, hipertrofi papilar minimal
Stadium II Trakoma Folikel matur pada dataran tarsal atas
Stadim IIA Dengan hipertrofi
papilar yang
menonjol
Keratitis, folikel limbus
Stadium IIB Dengan hipertrofi
folikular yang
menonjol
Aktivitas kuat dengan folikel matur
tertimbun di bawah hipertrofi papilar yang
hebat
Stadium III Trakoma sikatrik Parut pada konjungtiva tarsal atas,
permulaan trikiasis dan entropion
Stadium IV Trakoma sembuh Tak aktif, tak ada hipertrofi papillar atau
folikular, parut dalam bermacam derajat
deviasi
(Ilyas, S, 2007)
Pembagaian menurut WHO Simplified Trachoma Grading Scheme
1. Trakoma Folikular (TF)
5
Trakoma dengan adanya 5 atau lebih folikel dengan diameter 0,5 mm di
daerah sentral konjungtiva tarsal superior
Bentuk ini umumnya ditemukan pada anak-anak, dengan prevalensi
puncak pada 3-5 tahun
2. Trakoma Inflamasi berat (TI)
Ditandai konjungtiva tarsal superior yang menebal dan pertumbuhan
vaskular tarsal.
Papil terlihat dengan pemeriksaan slit lamp.
3. Sikatrik Trakoma (TS)
Ditandai dengan adanya sikatrik yang mudah terlihat pada konjungtiva
tarsal.
Memiliki resiko trikiasis ke depannya, semakin banyak sikatrik semakin
besar resiko terjadinya trikiasis.
6
4. Trikiasis (TT)
Ditandai dengan adanya bulu mata yang mengarah ke bola mata.
Potensial untuk menyebabkan opasitas kornea
5. Opasitas Kornea (CO)
Ditandai dengan kekeruhan kornea yang terlihat di atas pupil.
Kekeruhan kornea menandakan prevalensi gangguan visus atau kebutaan
akibat trakoma (Salomon et al, 2010)
F. Diagnosa
1. Riwayat Penyakit
Trakoma aktif biasanya ditemukan pada anak anak, dan penduduk pada daerah
endemis, hanya menimbulkan sedikit keluhan. Penderita dengan trikiasis bisa
simtomatis. Beratnya keluhan bergantung pada banyaknya bulu mata yang
menyentuh bola mata, ada atau tidaknya abrasi kornea, dan ada tidaknya
blefarospasme.
2. Pemeriksaan Klinis
7
Pemeriksaan mata untuk tanda-tanda klinis dari trakoma meliputi pemeriksaan
yang teliti terhadap bulu mata, kornea dan limbus, kemudian eversi palpebra atas,
dan inspeksi konjungtiva tarsal. Binocular Loupes (x2,5) dan pencahayaan yang
cukup dibutuhkan, bila memungkinkan slit lamp dapat digunakan.
3. Pemeriksaan laboratorium
Mikroskopis, kultur sel, direct fluorescent antibody, enzyme immunoassay,
serology,PCR, direct hybridization probe test,Ligasse chain reaction, Strand
displacement assay, quantitative PCR (Salomon et al, 2004).
4. Diagnosis Banding
Trakoma Konjungtivitis folikularis Vernal katarrh
Gambaran Lesi
(Dini) papula kecil atau bercak merah bertaburandengan bintik-bintik kuning pada konjungtiva tarsal
(Lanjut) Granula dan parut dan parut terutama pada konjungtiva tarsal atas
Penonjolan merah muda pucat tersusun teratur seperti deretan beads
Nodul lebar datar dalam susunan cobblestone pada konjungtiva tarsal atas dan bawah, diselimuti lapisan susu
Ukuran Lesi dan Lokasi Lesi
Penonjolan besar, lesi konjuntiva tarsal atas dan teristimewa lipatan retrotarsal kornea-pannus, bawah infiltrasi abu-abu dan pembuluh tarsus terlibat
Penonjolan kecil, terutama konjungtiva tarsal bawah dan forniks bawah tarsus tidak terlibat
Penonjolan besar, tarsus, limbus dan forniks dapat terlibat
Tipe sekresi Kotoran air berbusa atau frothy pada stadium lanjut
Mukoid aatu purulen Bergetah, bertali, seperti susu
Pulasan Kerokan epitel dari konjungtiva dan
Kerokan tidak karakteristik (Koch-Weeks, Morax
Eosinofil karakteristik
8
kornea memperlihatkan eksfoliasi, proliferasi dan inklusi selular
Axenfeld, mikrokokus,pneumokokus)
dan konstan pada sekresi
Penyulit atau sekuela
Kornea; Panus, kekeruhan kornea,xerosis, Kornea-Konjungtiva: Simblefaron, Palpebra; Entropion, trikiasis
Ulkus kornea, Blefaritis Ektropion
Infiltrasi kornea
Pseudoptosis
(Ilyas, S, 2007)
4. Penegakkan Diagnosa
Diagnosa trakoma ditegakkan berdasarkan:
a. Gejala Klinik :
Bila terdapat 2 dari 4 gejala klinik yang khas, sebagai berikut :
1) Adanya prefolikel di konjungtiva tarsalis superior
2) Folikel di konjungtiva forniks superior dan limbus kornea 1/3 bagian atas
3) Panus aktif di 1/3 atas limbus kornea
4) Sikatrik berupa garis-garis atau bintang di konjungtiva palpebra/ forniks
superior, Herbert’s pit di limbus korne 1/3 bagian atas
b. Kerokan konjungtiva, yang dengan pewarnaan giemsa dapat ditemukan badan
inklusi Halbert staedter Prowazeki.
Diagnosa trakoma juga dapat ditegakkan bila terdapat satu gejala klinis yang khas
ditambah dengan kerokan konjungtiva yang menghasilkan badan inklusi.
c. Biakan kerokan konjungtiva dalam yolk sac, menghasilkan badan inklusi dan
badan elementer dengan pewarnaan giemsa
d. Tes serologis dengan:
9
1) Tes fiksasi komplemen, untuk menunjukkan adanya antibodi terhadap
trakoma,dengan menggunakan antigen yang murni. Melakukannya mudah,
tak memerlukan peralatan canggih, cukup mempergunkan antigen yang
stabil, mudah didapat di pasaran. Mempunyai nilai diagnostik yang tinggi.
2) Tes mikro-imunofluoresen, menentukan antibodi antichlamydial yang
spesifik, beserta sifat-sifatnya (IgM,IgA,IgG). Lebih sukar dan
memerlukan peralatan canggih (Wijana N, 1993).
G. Penatalaksanaan
Kunci pentalaksanaan trakoma yang dikembangkan WHO adalah strategi SAFE
(Surgical care, Antibiotics, Facial cleanliness, Environmental improvement).
1. Terapi antibiotik
WHO merekomendasikan dua antibiotik untuk trakoma yaitu azitromisisn oral
dan salep mata tetrasiklin.
Azitromisin lebih baik dari tetrasiklin namun lebih mahal.
Program pengontolan trakoma di beberapa negara terbantu dengan donasi
azitromisin.
Konsentrasi azitromisin di plasma rendah, tapi konsentrasi di jaringan
tinggi, menguntungkan untuk mengatasi organisme intraselular.
Azitromisin adalah drug of choice karena mudah diberikan dengan single
dose. Pemberiannya dapat langsung dipantau. Karena itu compliance nya
lebih tinggi dibanding tetrasiklin.
10
Azitromisin memiliki efikasi yang tinggi dan kejadian efek samping yang
rendah. Ketika efek samping muncul, biasanya ringan; gangguan GI dan
rash adalah efek samping yang paling sering.
Infeksi Chlamydia trachomatis biasanya terdapat juga di nasofaring, maka
bisa terjadi reinfeksi bila hanya diberi antibiotik topikal.
Keuntungan lain pemberian azitromisin termasuk mengobati infeksi di
genital, sistem respirasi, dan kulit.
Resistensi C. trachomatis terhadap azitromisin dan tetrasiklin belum
dikemukakan.
Azitromisin : dewasa 1gr per oral sehari; anak anak 20 mg/kgBB per oral
sehari
Salep tetrasiklin 1% : mencegah sintesis bakteri protein dengan binding
dengan unit ribosom 30S dan 50S. Gunakan bila azitromisin tidak ada.
Efek samping sistemik minimal. Gunakan di kedua mata selama 6 minggu
2. Tindakan bedah
Pembedahan kelopak mata untuk memperbaiki trikiasis sangat penting
pada penderita dengan trikiasis, yang memiliki resiko tinggi terhadap
gangguan visus dan penglihatan.
Rotasi kelopak mata membatasi perlukaan kornea. Pada beberapa kasus,
dapat memperbaiki visus, karena merestorasi permukaan visual dan
pengurangan sekresi okular dan blefarospasme
3. Kebersihan wajah
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa kebersihan wajah pada anak-
anak menurunkan resiko dan juga keparahan dari trakoma aktif.
11
Untuk mensukseskannya, pendidikan dan penyuluhan kesehatan harus
berbasis komunitas dan berkesinambungan
4. Peningkatan sanitasi lingkungan
Penyuluhan peningkatan sanitasi rumah dan sumber air, dan pembuangan
feses manusia yang baik.
Lalat yang bisa mentransmisikan trakoma bertelur di feses manusia yang
ada di permukaan tanah. Mengontrol populasi lalat dengan insektisida
cukup sulit.
H. Kriteria Kesembuhan
Kriteria kesembuhan berdasarkan pemeriksaan dengan mata telanjang, terutama
pada pengobatan masal adalah :
1) Folikel (-)
2) Infiltrat kornea (-)
3) Panus aktif (-)
4) Hiperemia (-)
5) Konjungtiva, meskipun ada sikatri, tampak licin.
Pada kasus individual, kriteria penyembuhan harus ditambah :
1) Pada pemeriksaan fluoresein, yang dilihat dengan slit lamp, menunjukkan
tidak ada keratitis epitelial di kornea.
2) Pada pemeriksaan mikroskopis dan kerokan konjungtiva, tidak
menunjukkan adanya badan inklusi (Wijana N, 1993)
12
III. PENUTUP
Kesimpulan :
1. Trakoma adalah suatu bentuk keratokonjungtivitis kronis yang disebabkan
oleh infeksi bakteri Chlamydia trachomatis.
2. Grading trakoma menurut WHO adalah : Trakoma folikalular,trakoma
inflamasi berat, trakoma scarring, trikiasis, dan kekeruhan kornea.
3. Diagnosa trakoma ditegakkan bila terdapat 2 dari gejala klinik yang khas,
1gejala klinik dengan kerokan konjungtiva yang positif atau dengan tes
serologis.
4. Azitromisin dan tetrasiklin adalah antibiotik yang direkomendasikan
WHO untuk trakoma.
5. Peningkatan individual higiene dan sanitasi lengkungan mengurangi resiko
penularan trakoma
13
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidarta. 2007. Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke-4. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Salomon, Anthony dan Hugh R Taylor. 2010. Trachoma: Treatment and
Medication.eMedicine Ophtalmology. 214: 29-38
Salomon et al. 2004. Diagnosis and Assesment of Trachoma. Clinical
Microbiology Review. 17: 982-1011
Wijana, Nana. 1993. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Abadi Tegal
14
Top Related