Download - Makalah SS 3

Transcript
Page 1: Makalah SS 3

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN……………………………………………………………....................

LAPORAN KASUS………………………………………………………………….........

PEMBAHASAN……………………………………………………………………..

.........

Masalah dan Identifikasi Masalah…………………………………………...........

Hipotesis ...……………………………………………………………………......

Anamnesis tambahan ..............................................................................................

Pemeriksaan Fisik....................................................................................................

Pemeriksaan Laboratorium .....................................................................................

Pemeriksaan Penunjang ..........................................................................................

Diagnosis Kerja.......................................................................................................

Diagnosis Banding ………………………………………………………………..

Patofisiologi Kasus .................................................................................................

Penatalaksanaan ......................................................................................................

Komplikasi ..............................................................................................................

Prognosis ……………………………………………………………………….....

TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................

1

2

5

5

7

7

8

10

11

12

12

12

14

14

14

15

24

1

Page 2: Makalah SS 3

PENDAHULUAN

Infeksi adalah invasi dan multiplikasi kuman (mikro-organisme) di dalam jaringan tubuh. Yang dimaksud dengan kuman ialah bakteri, protozoa, metazoa dan virus Halangan besar bagi kuman untuk menembus tubuh dibentuk oleh epithelium permukaan tubuh luar dan dalam, yang kita kenal sebagai kulit, konjungtiva dan mukosa. Setelah mikro-organisme berhasil menerobos permukaan tubuh dalam dan luar,ia dapat tiba di susunan saraf pusat melalui perkontinuitatum maupun invasi hematogenik. Faktor predisposisi infeksi susunan saraf pusat menyangkut tuan rumah, virulensi kuman, atau faktor lingkungan. Klasifikasi infeksi susunan saraf berdasarkan organ yang terkena peradangan. Radang pada saraf tepi dinamakan neuritis, pada meningen disebut meningitis, pada medulla spinalis dinamakan mielitis dan pada otak dikenal sebagai ensefalitis.

Infeksi pada otak atau Ensefalitis jarang dikarenakan hanya bakteremia saja, oleh karena jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi. Sawar darah otak itu sangat protektif, namun ia menghambat penetrasi fagosit, antibodi, dan antibiotik. Selain itu otak juga tidak memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki lintasan pembuangan limfatik untuk pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka berbeda dengan proses infeksi di luar otak, sekali infeksi terjadi di otak , ia cenderung menjadi sangat virulen dan destruktif.

Ensefalitis mencakup berbagai variasi dari ringan sampai yang parah sekali dengan koma dan kematian. Proses radangnya jarang terbatas pada jaringan otak saja, tetapi hampir selalu mengenai selaput otak. Manifestasi utama berupa konvulsi, gangguan kesadaran, hemiparesis, paralisis bulbaris, gejala-gejala selebelar dan nyeri kepala.Biasanya ensefalitis virus dibagi dalam 3 kelompok yaitu Ensefalitis primer yang biasa disebabkan oleh infeksi virus kelompok herpes simpleks, virus influenza, ECHO, Coxackie dan virus arbo. Ensefalitis sekunder yang belum diketahui penyebabnya. Dan Ensefalitis para-infeksiosa yaitu infeksi yang timbul sebagai komplikasi dari penyakit virus seperti rubeola, varisela, herpes zoster, parotitis epidemica, mononucleosis infeksiosa, dan vaksinasi. Menurut statistik dari 214 ensefalitis 54% dari penderitanya adalah anak-anak . virus yang paling sering ditemukan adalah herpes simpleks yang disusul oleh virus ECHO. Statistik lain menyatakan bahwa ensefalitis primer yang disebabkan oleh virus yang dikenal mencakup 19% . Ensefalitis primer yang dengan penyebab yang tidak diketahui dan ensefalitis para-infeksiosa masing-masing mencakup 40% dan 41% dari semua kasus ensefalitis.1

2

Page 3: Makalah SS 3

LAPORAN KASUS

Sesi 1 Lembar 1: Masalah UtamaSeorang Pria berusia 24 tahun dibawa ke UGD dalam keadaan kejang terus-menerus dan penurunan kesadaran.

Sesi 1 Lembar 2: Anamnesis dan Pemeriksaan FisikAnamnesis:Dari keluarganya diketahui ternyata pasien sejak 3 hari panas dan nyeri kepala. Kadang-kadang muntah. Sejak semalam, bicara meracau dan tidak mau makan. Sebelum dibawa ke UGD, pasien kejang di rumah dan berlanjut sampai di UGD. Kejang sudah berjalan 35 menit. Riwayat drug abuse pada pasien ini disangkal.Setelah dilakukan tindakan, akhirnya kejang berhenti, namun pasien menjadi gelisah dan tidak mau diam sehingga menyulitkan pemeriksaan.

Pemeriksaan Fisik:KU Pemeriksaan NeurologisTekanan darah : 120/80 GCSNadi : 96x/menit Eye : Membuka mata dengan rangsang

nyeriSuhu : 39 oC Verbal : MengerangRR : 24x/menit Movement : Bila dicubit, menghindar.

Rangsang Meningeal : ( - )Nervus Cranialis : Tidak ada kelainanEkstremitas : Fisiologis ( + ), Patologis ( - )

Sesi 2 Lembar 1: Pemeriksaan PenunjangHb : 14 mg% Hitung JenisLeukosit : 4000 Eosinofil : 3Eritrosit : 4,5 juta Basofil : 1Hematokrit : 45% Batang : 3Trombosit : 400.000 Segmen : 60LED : 10/20 Limfosit : 25SGOT : 30 Monosit : 8SGPT : 35GDS : 100 mg% Na : 137Ureum : 20 K : 3,5Kreatinin : 1,1

Hasil Foto Thorax : NormalCT Scan Kepala : Gambaran sedikit edema pada otak

3

Page 4: Makalah SS 3

Sesi 2 Lembar 2: Pemeriksaan PenunjangLumbal PungsiWarna : JernihSel : Eritrosit : 0

Leukosit : 50, dominan mononuclearProtein : 20 mg%Glukosa : 70 mg%Pengecatan Gram : ( - )BTA : ( - )Biakan dan Kepekaan : belum ada

hasil

Pemeriksaan anti-HIV : ( - )

4

Page 5: Makalah SS 3

PEMBAHASAN

Masalah dan Identifikasi Makalah

Masalah pada pasien ini adalah kejang dan terjadi penurunan kesadaran. Dari hasil alloanamnesis didapatkan keterangan bahwa pasien ini telah mengalami kejang selama kurang-lebih 35 menit. Selain itu, pasien juga mengalami gejala nyeri kepala, muntah, dan disertai dengan demam.

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah focus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian bergantung pada lokasi lepas muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak tengah, thalamus, dan korteks serebellum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, focus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, yang antara lain berupa:

Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila

terpicu akan melepaskan muatan secara berlebihan Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam

repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA)

Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan pada depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabakan peningkatan berlebihan neurotransmitter eksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.

Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah kejang sebagian disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan energi akibat hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis meningkat; lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi 1000 per detik, aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi selama aktivitas kejang. Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsy individu yang mengalami kejang. Bukti histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang nampaknya sangat peka terhadap asetilkolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik; fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan menyingkirkan asetilkolin.2

Kejang umum mencakup kejang tonik-klonik, yang ditandai dengan awitan mendadak kontraksi kuat dan kaku otot lengan dan tungkai (kejang tonik), diikuti oleh kontraksi dan relaksasi dari otot (kejang klonik). Kejang ini merupakan kejang umum yang paling sering terjadi secara formal disebut kejang grand mal. Kejang umum lainnya dapat berupa kejang

5

Page 6: Makalah SS 3

tonik murni maupun kejang klonik murni, atau atonik. Kejang absence, yang sering terjadi pada anak-anak, ditandai dengan mata yang terbelalak dan penghentian aktivitas secara mendadak. Kejang umum dapat terjadi secara idiopatik, pascatrauma, infeksi, tumor, atau perdarahan.

Kejang fokal atau parsial mencakup kejang parsial simple, yang selama kejang tersebut kesadaran tidak terganggu, dan kejang parsial kompleks, yang pada kejang tersebut kesadaran terganggu. Kejang parsial dapat terjadi secara idiopatik atau setelah kerusakan otak.

Kejang dapat terjadi pada setiap individu yang memgalami hipoksemia, hipoglikemia, asidemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air atau demam tinggi. Putus obat, penyalahgunaan obat, dan toksikemia pada kehamilan juga dapat menyebabkan kejang. Beberapa individu tampak memiliki ambang kejang rendah sehingga lebih rentan terhadap kejang dibandingkan orang lain. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus pencetusnya dihilangkan.

Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di batang otak, terhadap formatio retikularis di thalamus, hipotalamus, maupun mesensefalon.

Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas, awareness, alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi ARAS dengan korteks serebri, apakah lesi supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya kesadaran.3

Hipotesis

6

Page 7: Makalah SS 3

Penyakit yang memiliki manifestasi klinis berupa kejang antara lain :1. Epilepsi

Epilepsi merupakan suatu penyakit pada seseorang yang mengalami kejang rekuren nonmetabolik yang disebabkan oleh suatu proses kronik yang mendasarinya.(1) Epilepsi dapat diklasifikasikan sebagai idiopatik atau simtomatik. Pada epilepsi idiopatik atau esensial, tidak dapat dibuktikan adanya lesi sentral. Pada epilepsi simtomatik atau sekunder, suatu kelainan otak menyebabkan timbulnya respons kejang.

2. Tumor otakAdanya tumor otak dapat menekan organ-organ intrakranial, terutama jika menekan pusat kesadaran yaitu formatio retikularis maka akan menyebabkan penurunan kesadaran seperti yang dialami oleh pasien ini.

3. EnsefalitisEnsefalitis merupakan peradangan pada jaringan parenkim otak, umumnya disebabkan oleh infeksi virus. Pada beberapa pasien, ensefalitis dapat dapat menyertai meningitis atau disebut juga meningoensefalitis.(2)

4. Trauma kepalaTrauma kepala dapat menyebabkan hematoma epidural, hematoma subdural, perdarahan subarakhnoid.

5. Gangguan metabolismeGangguan metabolisme dan gizi dapat menimbulkan kejang. Gangguan metabolisme tersebut antara lain hipoglikemia, fenilketonuria, defisiensi vitamin B6.(1)

6. Faktor toksikKejang juga dapat disebabkan oleh adanya faktor toksik, misalnya intoksikasi alkohol pada alkoholisme, putus-obat narkotik, dan uremia.

7. Gangguan elektrolitGangguan keseimbangan elektrolit terutama hiponatremia dan hipokalsemia dapat menyebabkan timbulnya kejang.

Anamnesis

Dari hasil hipotesis-hipotesis di atas, perlu dilakukan anamnesis untuk memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan pasien. Informasi ini berguna untuk menyingkirkan beberapa hipotesis, memperkuat hipotesis, atau justru memunculkan hipotesis baru. Adapun pertanyaan yang relevan dengan kondisi pasien adalah sebagai berikut;

1. Ditanyakan riwayat trauma. Trauma dapat menjadi salah satu faktor pencetus timbulnya manifestasi klinis berupa kejang dan penurunan kesadaran pada pasien ini.

2. Apakah ada interval lucid. Khas untuk perdarahan epidural, keadaan di mana pasien mengalami hilang kesadaran sesaat, kemudian sadar, lalu kehilangan kesadaran lagi karena perkembangan perdarahan yang terjadi.

3. Apakah sebelumnya mengonsumsi obat. Beberapa jenis obat dapat menimbulkan efek samping berupa kejang/kehilangan kesadaran bila dikonsumsi dalam jangka panjang/melebihi dosis yang disarankan.

7

Page 8: Makalah SS 3

4. Onset kejang. Apakah pada pagi/siang/sore/malam hari, serta pada kondisi apa yang memicu pasien mengalami kejang apabila pernah terjadi sebelumnya.

5. Riwayat demam. Demam dapat menjadi petunjuk adanya infeksi atau peradangan yang terjadi pada tubuh pasien. Demam tinggi dapat memicu timbulnya kejang dan penurunan kesadaran.

6. Riwayat epilepsi dalam keluarga. Faktor genetik berpengaruh, dan tidak menutup kemungkinan bahwa pasien memiliki bawaan epilepsi dalam dirinya.

7. Apakah pasien mengalami sakit kepala atau tidak?8. Apakah pasien mengalami muntah dan diare. Gangguan metabolik akibat

muntah/diare dapat memicu dehidrasi, gangguan keseimbangan elektrolit, dan menimbulkan manifestasi klinis berupa kejang hingga penurunan kesadaran.

Pemeriksaan Fisik

PEMERIKSAAN FISIK

HASIL NILAI NORMAL KETERANGANTekanan darah 120/80 mmHg 120/80 mmHg NormalNadi 96x/ menit 60 – 100x/ menit NormalNapas 24x/menit 16 – 20x/ menit Takipnoe.

Merupakan mekanisme kompensasi dari suhu yang meningkat. Metabolisme basal meningkat seiring bertambahnya suhu dan meningkatkan kebutuhan oksigen di jaringan.

Suhu 39 OC 36,5 – 37,2 OC Febris.Suhu yang tinggi ini menandakan terjadinya infeksi.

PEMERIKSAAN NEUROLOGISGlasgow Coma Scale

( GCS )HASIL NILAI NORMAL KETERANGAN

EYE Pasien hanya membuka mata bila diberi rangsangan nyeri( 2 )

4 : membuka mata spontan

3 : Membuka mata berdasarkan perintah orang lain

2 : membuka mata dengan rangsang nyeri dengan cara

Total nilai GCS : 8.Apabila pasien sebelumnya mengalami cedera kepala maka dengan nilai total GCS 8 termasuk dalam cedera kepala

8

Page 9: Makalah SS 3

menekan pada saraf supraorbita atau kuku jari

1 : tidak membuka mata walaupun sudah diberikan rangsangan nyeri

sedang.

VERBAL Bila diajak bicara hanya bisa mengerang( 2 )

5 : baik dan tak ada disorientasi. Dapat menjawabdengan kalimat yang baik dan tahu dimana ia berada, tahu waktu, hari, bulan.

4 : kacau ( confused ). Dapat bicara dalam kalimat, namun ada disorientasi waktu dan tempat.

3 : tidak tepat. Dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak berupa kaliman dan tidak tepat.

2 : mengerang. Tidak dapat mengucapkan kata-kata.

1 : tidak ada jawabanMOVEMENT

Bila dicubit tangannya menghindar( 4 )

6 : Menuruti perintah misalnya disuruh mengankat tangan

5 : mengetahui lokasi nyeri. Misalnya diberikan rangsangan nyeri. Dan pasien akan mencoba menepis rangsangan tersebut.

4 : reaksi menghindar

3 : reaksi fleksi ( dekortifikasi ). Misalkan diberikan rangsangan nyeri contohnya menekan dengan objek keras seperti ballpoint. Bila sebagai jawabannya adalah siku memfleksi maka reaksi fleksi +

2 : reaksi ekstensi

9

Page 10: Makalah SS 3

( deserebrasi ). Misalnya dengan rangsangan nyeri seperti nomer 3 terjadi ekstensi pada siku.

1 : tidak ada reaksiRangsangan meningeal

- - NORMAL

Nervus kranialis

- - NORMAL

Refleks fisiologis

+ + NORMAL

Refleks patologis

- - NORMAL

Pemeriksaan Penunjang

HASIL INTERPRETASI

Hemoglobin 14 gr% (Normal : 12-15 gr%)4

Anemia kemungkinan karena kurang gizi yang dialami pasien yang menyebabkan bahan baku pembentukan sel darah merah berkurang

Leukosit 4.000/µL (Normal : 5.000 - 10.000/µL)Leukopenia

Trombosit 400.000/µL (Normal : 150.000 -400.000/µL)4

Normal

Hematokrit 45% (Normal : 41-54%)Normal

Eritrosit 4,5juta (Normal : 4 – 5juta)4

Normal

LED 10m/jam (Normal : <15 mm/jam)Normal

Basofil 1 (Normal : 0 - 1 )Normal

Eosinofil 3 (Normal : 1 - 3 )Aneosinofilia

Sel batang 3 (Normal : 2 - 6 )Normal

10

Page 11: Makalah SS 3

Segmen neutrofil

60 (Normal : 50 - 70 )Normal

Limfosit 25 (Normal : 20 - 40 %)4

Normal

Monosit 8 (Normal : 2 - 8)Normal

Ureum 20 (Normal : 10 – 50)Normal

Kreatinin 1,1 (Normal : 0,6 – 1,3)Normal

SGOT 30g/Dl (Normal : <37mg/dL)Normal (tidak ada kelainan di hepar)

SGPT 35g/dL (Normal : <42mg/dL)Normal (tidak ada kelainan di hepar)

Na 137 (Normal: 135-145)Normal

K 3,5 (Normal : 3,5-5)Normal

GDS 100mg% <200mg%

Pemeriksaan CT scan:

Sedikit oedem pada otak. Oedem serebri ini bisa di sebabkan oleh karena ensefalitis.

Pemeriksaan Lumbal Pungsi:Warna : JernihSel : Eritrosit : 0 Normal, tidak ada

perdarahanLeukosit : 50, dominan mononuklear Meningkat,

menunjukkan adanya infeksi. Infiltrasi mononuklear mengindikasikan infeksi virus.

Protein : 20 mg% NormalGlukosa : 70 mg% NormalPengecatan Gram : ( - ) NormalBTA : ( - ) NormalBiakan dan Kepekaan

: belum ada hasil

-

11

Page 12: Makalah SS 3

Pemeriksaan anti-HIV : ( - ), menunjukkan tidak ada peningkatan serum anti-HIV, mengindikasikan bahwa pasien tidak mengalami infeksi virus HIV.

Diagnosis

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, kami mendiagnosis pasien ini dengan Ensefalitis Virus. Ensefalitis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang menunjukkan pasien mengalami tekanan intracranial (muntah dan sakit kepala), sementara pemeriksaan neurologis menunjukkan tidak ada kelainan. Virus diduga merupakan penyebab penyakit pada pasien ini, mengingat pada pemeriksaan lumbal pungsi ditemukan peningkatan jumlah mononuklear, dan tidak ada perubahan warna liquor cerebrospinal menjadi keruh, yang menunjukkan adanya infeksi bakteri.

Diagnosis Klinis : Kejang, demam, penurunan kesadaranDiagnosis Topis : Parenkim otak Diagnosis Patologis : InfeksiDiagnosis Etiologis : Virus (Herpes simplex, ECHO)

Diagnosis Banding : Epilepsi dan Tumor otak pada pemeriksaan CT-Scan akan ditemukan hiperdens dan seperti massa.

Patofisiologi

Rangkaian peristiwa yang terjadi berbeda-beda, sesuaidengan agen penyakit dan pejamu. Pada umumnya virus ensefalitis termasuk sistem limfatik, baik berasal dari menelan enterovirus akibat gigitan nyamuk atau serangga lain. Di dalam sistem limfatik ini terjadi perkembangbiakan dan penyebaran ke dalam aliran darah yang mengakibatkan infeksi pada beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural), ditemukan penyakit demam non pleura, sistemis, tetapi jika terjadi perkembangbiakan lebih lanjut dalam organ yang terserang, terjadi pembiakan dan penyebaran virus sekunder dalam jumlah besar. Invasi ke susunan saraf pusat akan diikuti oleh bukti klinis adanya penyakit neurologis.

Kemungkinan besar kerusakan neurologis disebabkan oleh (1) invasi langsung dan destruksi jaringan saraf oleh virus yang berproliferasi aktif, atau (2) reaksi jaringan saraf terhadap antigen-antigen virus. Perusakan neuron mungkin terjadi akibat invasi langsung virus, sedangkan respon jaringan pejamu yang hebat mungkin mengakibatkan demielinisasi, kerusakan pembuluh darah dan perivaskular. Kerusakan pembuluh darah mengakibatkan gangguan peredaran darah dan menimbulkan tanda-tanda serta gejala-gejala yang sesuai. Penentuan besarnya kerusakan susunan syaraf pusat yang ditimbulkan langsung oleh virus dan bagaimana menggambarkan banyaknya perlukaan yang diperantarai oleh kekebalan, mempunyai implikasi teraupetik; agen-agen yang membatasi

12

Page 13: Makalah SS 3

multiplikasi virus diindikasikan untuk keadaan pertama dan agen-agen yang menekan respons kekebalan selular pejamu digunakan untuk keadaan lain.

Pada ensefalitis bakterial, organisme piogenik masuk ke dalam otak melalui peredaran darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus. Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari radang fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui tromboflebitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah dan sinus paranasalis.

Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak. Biasanya terdapat di bagian substantia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai darah. Proses peradangan ini membentuk eksudat, thrombosis septic pada pembuluh-pembuluh darah dan agregasi leukosit yang sudah mati.

Di daerah yang mengalami peradangan tadi timbul edema, perlunakan dan kongesti jaringan otak disertai peradangan kecil. Di sekeliling abses terdapat pembuluh darah dan infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian melunak dan membentuk ruang abses. Mula-muladindingnya tidak begitu kuat, kemudian terbentuk dinding kuat membentuk kapsul yang konsentris. Di sekeliling abses terjadi infiltrasi leukosit PMN, sel-sel plasma dan limfosit. Abses dapat membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang subarakhnoid yang dapat mengakibatkan meningitis. Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga sering mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena itu ensefalitis virus lebih tepat bila disebut sebagai meningoensefalitis.

Virus-virus yang menyebabkan parotitis, morbili, varisela masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut, VHS melalui mulut atau mukosa kelamin, virus yang lain masuk ke tubuh melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau nyamuk. Bayi dalam kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubella atau CMV. Virus memperbanyak diri secara lokal, terjadi viremia yang menyerang SSP melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain ialah melalui saraf perifer (gerakan sentripetal) misalnya VSH, rabies dan herpes zoster.4

Pertumbuhan virus berada di jaringan ekstraneural (usus, kelenjar getah bening, poliomielitis) saluran pernafasan atas mukosa gastrointestinal (arbovirus) dan jaringan lemak (coxackie, poliomielitis, rabies, dan variola). Di dalam SSP virus menyebar secara langsung atau melalui ruang ekstraseluler.

Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron kemudian terjadi intracellular inclusion bodies, peradangan otak dan medulla spinalis serta edema otak. Terdapat juga peradangan pada pembuluh-pembuluh darah kecil, thrombosis dan proliferasi astrosit dan mikroglia. Neuron yang rusak dimakan oleh makrofag disebut neurofagia yang khas bagi ensefalitis primer.

13

Page 14: Makalah SS 3

Kemampuan dari beberapa virus untuk tinggal tersembunyi (latent) merupakan hal yang penting pada penyakit sistem saraf oleh virus. Virus herpes simplek dan herpes zoster dapat tinggal latent di dalam sel tuan rumah pada sistem saraf untuk dapat kembali aktif berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah infeksi pertama.5

Penatalaksanaan

Pengobatan simptomatik diberikan untuk menurunkan demam dan mencegah kejang. Kortison (kortikosteroid) diberikan untuk mengurangi edema otak.

Analgetik dan antipiretik :

Asam mefenamat 4 x 500 mg Anticonvulsi: Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari.

Pengobatan antivirus :

Asiclovir 10 mg/kgBB intravena 3x sehari selama 10 hariatau 200 mg peroral tiap 4 jam selama 10 hari.

Bila kadar Hb turun hingga 9g/dl, turunkan dosis hingga 200 mg tiap 8 jam Bila kadar Hb kurang dari 7g/dl, hentikan pengobatan dan baru diberikan lagi setelah

kadar Hb normal kembali dengan dosis 200mg per 8 jam

Pasien perlu diberikan makanan yang mengandung protein, serta kontrol terhadap ABC.

Komplikasi

Komplikasi pada pasien ini adalah edema otak, status konvulsi, dan cerebral palsy.

Prognosis

Prognosis ad Vitam : BonamPrognosis ad Fungsionam : BonamPrognosis ad Sanationam : Dubia ad Bonam

14

Page 15: Makalah SS 3

TINJAUAN PUSTAKA

ENSEFALITIS VIRUS AKUT

Pendahuluan Dan Definisi

Ensefalitis adalah suatu peradangan pada otak, yang biasanya disebabkan oleh virus dan dikenal sebagai ensefalitis Virus.

Ensefalitis adalah peradangan dari otak. Radang adalah reaksi dari sistem imun tubuh menjadi infeksi atau invasi. Selama radang jaringan otak menjadi swollen. Kombinasi dari infeksi dan reaksi imun ini bisa menyebabkan sakit kepala dan demam, menunjukkan gejala di beberapa kasus.

Ada 2000 kasus dari ensefalitis dilaporkan dipusat kontrol penyakit di Atlanta, GA setiap tahun. Virus menyebabkan Ensefalitis primer yang bisa menjadi epidemic atau sporadic. Polio virus adalah penyebab epidemik. Athropode-borne viral ensefalitis adalah bertanggung jawab untuk epidemik yang paling sering pada viral ensefalitis. Virus hidup pada binatang dan nyamuk sebagai perantara dari penyakit. Bentuk yang paling sering dari non epidemik atau sporadik ensefalitis disebabkan oleh herpes simplex virus, type 1 (HSV-1) dan mempunyai rate tinggi dari kematian. Mumps adalah contoh lain dari penyebab sporadik.

Biasanya ensefalitis virus dibagi dalam 3 kelompok :1. Ensefalitis primer yang bisa disebabkan oleh infeksi virus kelompok herpes simpleks, virus

influensa, ECHO, Coxsackie dan virus arbo2. Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya 3.4. Ensefalitis para-infeksiosa, yaitu ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit virus

yang sudah dikenal seperti rubeola, varisela, herpes zoster, parotitis epidemika, mononukleosis infeksiosa dan vaksinasi.

Menurut statistik dari 214 ensefalitis,54% (115 orang) dari penderitanya ialah anak-anak. Virus yang paling sering ditemukan ialah virus herpes simpleks (31%) yang disusul oleh virus ECHO (17%). Statistik lain mengungkapkan bahwa ensefalitis primer yang disebabkan oleh virus yang dikenal mencakup 19%. Ensefalitis primer dengan penyebab yang tidak diketahui dan ensefalitis para-infeksiosa masing-masing mencakup 40% dan 41% dari semua kasus ensefalitis yang telah diselidiki.

Ensefalitis primer ensefalitis viral herpes simpleks

15

Page 16: Makalah SS 3

Virus herpes simpleks tidak berbeda secara morfologik dengan virus varisela, dan sitomegalovirus. Secara serologik memang dapat dibedakan dengan tegas. Neonatus masih mempunyai imunitas maternal. Tetapi setelah umur 6 bulan imunitas itu lenyap dan bayi dapat mengidap gingivo-stomatitis virus herpes simpleks. Infeksi dapat hilang timbul dan berlokalisasi pada perbatasan mukokutaneus antara mulut dan hidung. Infeksi-infeksi tersebut jinak sekali. Tetapi apabila neonatus tidak memperoleh imunitas maternal terhadap virus herpes simpleks atau apabila pada partus neonatus ketularan virus herpes simpleks dari ibunya yang mengidap herpes genitalis, maka infeksi dapat berkembang menjadi viremia. Ensefalitis merupakan sebagian dari manifestasi viremia yang juga menimbulkan peradangan dan nekrosis di hepar dan glandula adrenalis.

Pada anak-anak dan orang dewasa, ensefalitis virus herpes simpleks merupakan manifestasi reaktivitasi dari infeksi yang latent. Dalam hal tersebut virus herpes simpleks berdiam didalam jaringan otak secara endosimbiotik, mungkin digangglion Gasseri dan hanya ensefalitis saja yang bangkit.

Reaktivitas virus herpes simpleks dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang pernah disebut diatas, yaitu penyinaran ultraviolet dan gangguan hormonal. Penyinaran ultraviolet dapat terjadi secara iatrogenik atau sewaktu berpergian ke tempat-tempat yang tinggi letaknya.

Kerusakan pada jaringan otak berupa nekrosis di substansia alba dan grisea serta infark iskemik dengan infiltrasi limpositer sekitar pembuluh darah intraserebral. Didalam nukleus sel saraf terdapat “inclusion body” yang khas bagi virus herpes simpleks.

Gambaran penyakit ensefalitis virus herpes simpleks tidak banyak berbeda dengan ensefalitis primer lainnya. Tetapi yang menjadi ciri khas bagi ensefalitis virus herpes simpleks ialah progresivitas perjalanan penyakitnya. Mulai dengan sakit kepala, demam dan muntah-muntah. Kemudian timbul “acute organic brain syndrome’ yang cepat memburuk sampai koma. Sebelum koma dapat ditemukan hemiparesis atau afasia. Dan kejang epileptik dapat timbul sejak permulaan penyakit. Pada fungsi lumbal ditemukan pleiositosis limpositer dengan eritrosit.

Ensefalitis Arbo-virus Arbovirus atau lengkapnya “arthropod-borne virus” merupakan penyebab penyakit

demam dan adakalanya ensefalitis primer. Virus tersebut tersebar diseluruh dunia. Kutu dan nyamuk dimana virus itu “berbiak” menjadi penyebarannya.

Ciri khas ensefalitis primer arbo-virus ialah perjalanan penyakit yang bifasik. Pada gelombang pertama gambaran penyakitnya menyerupai influensa yang dapat berlangsung 4-5 hari. Sesudahnya penderita mereka sudah sembuh. Pada minggu ketiga demam dapat timbul kembali. Dan demam ini merupakan gejala pendahulu bangkitnya manifestasi neurologik, seperti sakit kepala, nistagmus, diplopia, konvulsi dan “acute organic brain syndrome”

16

Page 17: Makalah SS 3

Ensefalitis Parainfeksiosa

Ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit virus parotitis epidemika, mononukleosis infeksiosa, varisela dan herpes zooster dinamakan ensefalitis para-infeksiosa. Tetapi ensefalitis ini sebenarnya tidak murni. Gejala-gejala meningitis, mielitis, neuritis kranialis, radikulitis dan neuritis perifer dapat bergandeng dengan gambaran penyakit ensefalitis. Bahkan tidak jarang komplikasi utamanya berupa radikulitis jenis Guillain Barre atau meilitis transversa sedangkan manifestasi ensefalitisnya sangat ringan dan tidak berarti. Maka untuk beberapa jenis ensefalitis para-infeksiosa, diagnosis mielo- ensefalitis lebih tepat daripada ensefalitis. Salah satu jenis- ensefalitis viral yang fatal perlu disinggung dibawah ini, yaitu rabies.

Rabies

Rabies disebabkan oleh virus neurotrop yang ditularkan kepada manusia melalui gigitan anjing atau binatang apapun yang mengandung virus rabies. Setelah virus melakukan penetrasi kedalam sel tuan rumah, ia dapat menjalar melalui serabut saraf perifer ke susunan saraf pusat. Sel-sel saraf (neuron) sangat peka terhadap virus tersebut. Dan sekali neuron terkena infeksi virus rabies proses infeksi itu tidak dapat dicegah lagi. Dan tahap viremia tidak perlu dilewati untuk memperluas infeksi dan memperburuk keadaan, neuron-neuron diseluruh susunan saraf pusat dari medula spinalis sampai di korteks tidak bakal luput dari daya destruksi virus rabies. Masa inkubasi rabies ialah beberapa minggu sampai beberapa bulan. Jika dalam masa itu dapat diselenggarakan pencegahan supaya virus rabies tidak di neuron-neuron maka kematian dapat dihindarkan. Jika gejala-gejala prodromal sudah bangkit tidak ada cara pengobatan yang dapat mengelakkan progresivitas perjalanan penyakit yang fatal dan menyedihkan ini. Gejala-gejala prodromalnya terdiri dari lesu dan letih badan, anoreksia, demam, cepat marah-marah dan nyeri pada tempat yang telah digigit anjing. Suara berisik dan sinar terang sangat mengganggu penderita. Dalam 48 jam dapat bangkit gejala-gejala hipereksitasi. Penderita menjadi gelisah, mengacau, berhalusinasi meronta-ronta, kejang opistotonus dan hidrofobia. Tiap kali ia melihat air, otot-otot pernafasan dan laring kejang, sehingga ia menjadi sianotik dan apnoe. Air liur tertimbun didalam mulut oleh karena penderita tidak dapat menelan. Pada umumnya penderita meninggal karena status epileptikus. Masa penyakit dari mula-timbulnya prodromal sampai mati adalah 3 sampai 4 hari saja.

I. EtiologiPenyebab ensefalitis virus akut :

A. Western equine,St louis, Eastern Equine, Venezuela equine, California.B. Colorado tic feverC. MumpsD. Herpes SimpleksE. Rabies

17

Page 18: Makalah SS 3

Untuk Indonesia perlu dipikirkan virus Rabies, Mumps (penyebab parotitis) dan mungkin Herpes Simpleks. Penyebab dari ensefalitis adalah paling sering infeksi virus beberapa contoh termasuk virus herpes; arbovirus diperantarai oleh nyamuk, dan serangga lain dan rabies.

Ensefalitis dibagi 2 bentuk, dikategorikan menjadi 2 jalan virus bisa menginfeksi otak :

- Ensefalitis primerIni terjadi virus langsung masuk kedalam otak dan medula spinalis. Ini bisa terjadi pada orang kapan saja setiap tahun (sporadic ensefalitis) atau ini bisa menjadi bagian dari out break (epidemik ensefalitis)

- Ensefalitis sekunder (post infeksi) ensefalitis bentuk ini terjadi ketika virus pertama menginfeksi bagian dari tubuh dan sekundernya masuk ke otak.

Ada beberapa penyebab dari ensefalitis Herpes Virus

Beberapa virus herpes bisa menyebabkan infeksi yang menyebabkan ensefalitis ini termasuk :1. Herpes simplex virus

Ada 2 type dari herpes simplex virus (HSV) infections HSV type 1 (HSV-1) menyebabkan cold sores ( menyerupai jagung atau gandum semacam tetes) atau fever blisters di sekitar mulut. HSV type 2 (HSV-2) menyebabkan genital herpes. HSV 1 adalah sangat penting menyebabkan ensefalitis sporadic yang fatal di united states tetapi ini juga sangat jarang kira-kira 2 kasus terjadi tiap juta orang setiap tahunnya. ensefalitis herpes simpleks (EHS) disebabkan oleh virus herpes simpleks dan merupakan ensefalitis yang paling sering menimbulkan kematian. Angka kematian 70% bila tidak diobati. Keberhasilan pengobatan ensefalitis herpes simpleks tergantung pada diagnosis dini dan waktu memulai pengobatan. Virus herpes simpleks tipe I umumnya ditemukan pada anak, sedangkan tipe II banyak ditemukan pada neonatus.Asiklovir harus diberikan sesegera mungkin walaupun hanya secara empirik, bila ada dugaan ensefalitis herpes simpleks berdasarkan penampilan klinis dan gambaran laboratorium. Asiklovir memiliki toksisitas minimal.

Manifestasi Klinis Ensefalitis herpes simpleks dapat bersifat akut atau subakut. Fase prodromal menyerupai influenza, kemudian diikuti dengan gambaran khas ensefalitis. Empat puluh persen kasus datang dalam keadaan komat atau semi-koma. Manifestasi klinis juga dapat menyerupai meningitis aseptikManifestasi klinis tidak spesifik, karena itu diperlukan ketrampilan klinis yang tinggi. Umumnya dipertimbangkan EHS bila dijumpai demam, kejang fokal, dan tanda neurologis seperti hemiparesis dengan penurunan kesadaran yang progresif. Pemeriksaan laboratorium

Gambaran daerah tepi tidak spesifik Pemeriksaan cairan likuor memperlihatkan jumlah sel meningklat (90%) yang berkisar antara

10-1000 sel/mm3. awalnya sel polimorfonuklear dominan, tetapi kemudian berubah menjadi limfositosis. Protein dapat meningkat sampai 50-2000 mg/l dan glukosa dapat normal atau menurun

18

Page 19: Makalah SS 3

EEG memperlihatkan gambaran yang khas, yaitu periodic lateralizing epileptiform discharge atau perlambatan fokal di area temporal atau frontotemporal

Sering juga EEG memperlihatkan gambaran perlambatan umum yang tidak spesifik, mirip gambaran disfungsi umum otak

CT kepala tetap normal dalam tiga hari pertama setelah timbulnya gejala neurologis, kemudian lesi hipodens muncul di regio frontotemporal

T2-weight MRI dapat memperlihatkan lesi hiperdens di regio temporal paling cepat dua hari setelah munculnya gejala

PCR likuor dapat mendeteksi titer antibodi virus herpes simpleks (VHS) dengan cepat. PCR menjadi positif segera setelah timbulnya gejala dan pada sebagian besar kasus tetap positif selama dua minggu atau lebih

2. Varicella zooster virusVirus ini bertanggung jawab untuk chicken pox dan shingles. Ini menyebabkan ensefalitis pada dewasa dan anak-anak.Epstein Barr Virus Virus herpes ini menyebabkan infeksi mononucleosis (mono). Jika ensefalitis berkembang, ini biasanya ringan tetapi bisa menjadi fatal pada kasus kecil

Childhood infeksi Measles (Rubeola) Mumps Rubella (german Measles)

Arbovirus Virus bisa diperantai oleh nyamuk dan kutu(arbovirus) yang menjadi penyebab ensefalitis epidemik

Cara kerja siklus transmisi :1. Organisme yang memperantai penyakit dari satu hewan ke lainnya disebut vektor. Nyamuk

adalah vektor dari transmisi dari ensefalitis dari creatures kecil biasanya burung dan rodents-ke manusia

2. Burung yang hidup dekat tubuh dari air yang tenang seperti danau air segar, adalah memungkinkan menjadi infeksi ensefalitis virus, ketika burung terinfeksi ensefalitis virus, ini membawa level tinggi dari virus di daerah untuk waktu singkat sebelum recovering dari infeksi dan mengembangkan imun dan penyakit. Jika nyamuk disentuh pada burung yang terinfeksi. Nyamuk menjadi lifelong carrier dari penyakit nyamuk memperantai infeksi ke burung selanjutnya masuk ke dalam nyamuk. kadang-kadang lingkungan, cuaca atau perubahan iklim menyebabkan peningkatan angka terinfeksi burung begitu juga peningkatan angka dari nyamuk

II. Patogenesis Virus dapat masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran napas, dan saluran cerna. Setelah masuk kedalam tubuh, virus akan menyebar keseluruh tubuh dengan beberapa cara :

Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu Penyebaran hematogen primer : virus masuk kedalam darah kemudian menyebar ke organ

dan berkembang biak di organ tersebut

19

Page 20: Makalah SS 3

Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak didaerah pertama kali masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain.

Penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf Pada keadaan permulaan timbul demam, tapi belum ada kelainan neurologis. Virus akan terus berkembang biak, kemudian menyerang susunan saraf pusat dan akhrinya diikuti kelainan neurologis.Kelainan neurologis pada ensefalitis disebabkan oleh :

Invasi dan perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang biak Reaksi jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat demielinisasi,

kerusakan vaskular, dan paravaskular. Sedangkan virusnya sendiri sudah tidak ada dalam jaringan otak

Reaksi aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten

III. Tanda Dan Gejala Banyak orang terinfeksi ensefalitis virus dengan kasus

gejala ringan bisa menyebabkan : demam, sakit kepala, kehilangan energi dan hilang nafsu makan.Kasus serius bisa menyebabkan:

Drowsiness Bingung dan disorientasi Seizures / konvulsions Demam mendadak Sakit kepala berat Mual dan muntah Tremor atau konvulsi Kaku kuduk Bulging pada fontanel dari skull pada infants Perubahan kepribadian Masalah dengan pengucapan dan pendengaran Halusinasi

Signs and symptoms yang penting termasuk mempengaruhi level dari kesadaran. Pada infants, tanda utama adalah kaku kuduk dan bulging pada soft spots dan skull. Pada anak yang lebih tua, dilihat dari sakit kepala berat, lethargy, bingung dan sensitif terhadap lampu. Pada dewasa, kerusakan mental bisa menjadi prominent.

IV. Skrining dan diagnosis - Spinal tap (lumbal puncture) :

1. Cairan jernih 2. Jumlah sel diatas normal 50-500/mm3 3. Hitung jenis didominasi sel imfosit, protein dan glukosa (normal) / .

Untuk mendiagnosa ensefalitis adalah menganalisis cairan cerebrospinal otak dan sumsum tulang.

20

Page 21: Makalah SS 3

Jarum dimasukkan kedalam extract spine terbawah dari sample cairan untuk analysis laboratory menunjukkan infeksi atau peningkatan jumlah sel darah putih

- Signal sistem imun melawan infeksi Cairan cerebrospinal menjadi slightly bloody jika perdarahan terjadi. diagnosis dari herpes simplex ensefalitis bisa menjadi sulit tetapi menggunakan metode DNA sensitive bisa mendeteksi dari virus di cairan spinal

- EEG (Electroencephalography) didapatkan penurunan aktivitas atau perlambatan. prosedure ini setengah jam, mengukur gelombang aktivitas elektrik yang diproduksi oleh otak. Ini sering digunakan untuk mendiagnosa dan mengatur penyakit kejang. Abnormal EEG menunjukkan ensefalitis

- Brain Imaging Menunjukkan gambaran oedema otak. pada ensefalitis herpes simplex pemeriksaan CT scan hari ke-3 menunjukkan gambaran hipodens pada daerah fronto temporal. Computerized Tomography (CT) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) scan bisa swelling dari otak atau ini dengan kondisi lain dengan tanda dan gejala mirip encephalitis seperti geger otak . Jika ensefalitis dicurigai, brain imaging adalah sering sebelum spinal tap dan adanya peningkatan tekanan intrakranial.

- Biopsi Otak Paling sering digunakan untuk diagnosis dari herpes simplex ensefalitis bila tidak mungkin menggunakan metode DNA atau CT atau MRI scan. Dokter boleh mengambil sample kecil dari jaringan otak. Sampel ini dianalysis dilaboratorium untuk melihat virus yang ada.Dokter boleh mencoba treatment dengan antivirus medikasi sebelum biopsi otak

- Tes darah DPL / gula darah, elektrolit darah, biakan darah ini untuk mendeteksi antibodi antigen virus dan protein asing

V. Penatalaksanaan Beberapa anak dengan encephalitis ringan bisa dimonitor dirumah tapi banyak juga yang perlu dirumah sakit, biasanya di ICU ( Intensive Care Unit). Dokter akan hati-hati memonitor tekanan darah, heart rate, dan pernapasan juga cairan tubuh untuk mencegah oedem otak.

MedikasiTidak ada pengobatan yang spesifik, tergantung dari etiologi.

a. Acyclovir mengobati ensefalitis yang disebabkan oleh HSV, HZV dan EBV. Asiklovir dapat diberikan 10mg/kg tiap 8 jam bila secara klinis dicurigai disebabkan oleh virus herpes simpleks

b. Gancyclovir atau Foscarnet Mengobati ensefalitis yang disebabkan oleh cytomegalo virus dan HSV 1

c. Anti Konvulsan medikasi Mencegah dan mengobati kejang yang dihubungkan dengan ensefalitis

d. nutrition and supplement diet Melatonin

21

Page 22: Makalah SS 3

e. Herbs Astragalus (Astragalus membaranaceus)

Profesional herbal juga menggunakan kombinasi herbs untuk merelieve gejala yang dihubungkan dengan ensefalitis virus seperti kegagalan kognitif, visual dan gangguan bicara.Herbal ini campuran termasuk :

- ginkgo (gingkgo biloba)- St. Jhon’s Wort (Hypericum perforatum)- Rosemany (rosmarinus officinalis)

f. Acupuncture Ensefalitis bisa menjadi sulit untuk di terapi karena virus yang menyebabkan penyakit general tidak respon dari medikasi yang diberikan.Bagaimanapun beberapa virus, particulary herpes simplex virus dan vanicella-zooster virus respon untuk antiviral drugs seperti acyclovir (zovirax) ini biasanya diberikan intravena dirumah sakit selama 10 hari. Antiviral lain yang kadang digunakan adalah ganciclovir (Cytovene) Suportif

Mengatasi kejang, hiperpireksia, gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Mengatasi edema otak dengan manitol 0,5-1 gram/kg dapat diberikan setiap 8 jam, dan

metilprednisolon 1-2 mg/kg/hari

Rujukan

Perawatan diruang rawat intensif Karena antibiotik tidak efektif pada virus, antibiotik tidak digunakan untuk mengobati ensefalitis. Bagaimanapun Antivirus bisa digunakan untuk mengobati beberapa bentuk dan ensefalitis khususnya type yang disebabkan virus herpes simplexKortikosteroid digunakan pada beberapa kasus untuk menekan oedem otak.Jika anak kejang antikonvulsan bisa digunakan, Asetaminofen bisa digunakan untuk mengikuti demam dan sakit kepala.

VI. Komplikasi Ensefalitis virus berat bisa menyebabkan gagal nafas, koma dan kematian. Ini juga

membuat mental impairment termasuk kehilangan memori, ketidakmampuan bicara, kurang koordinasi otot, paralisis, atau defek dengan penglihatan dan pendengaran.

VII. Pencegahan Karena ensefalitis merupakan infeksi. Ini bisa dicegah dengan penyebaran infeksi dan meminimalkan kontak.

22

Page 23: Makalah SS 3

Cara terbaik untuk mencegah ensefalitis adalah menghindari virus yang menyebarkan penyakit. Ini berarti membuat langkah untuk mencegah genital herpes, yang pertama. Ini juga berarti membuat yakin anak untuk diimunisasi chicken pox, measles berbeda, mumps dan rubella ( german measles)Ensefalitis tidak bisa dicegah kecuali mencoba untuk mencegah penyakit dapat menyebar. ensefalitis bisa dilihat pada anak pada penyakit measles, mumps dan chicken pox, bisa dicegah dengan imunisasi MMR. Penyemprotan terhadap vektor serangga

VIII. Pemantauan Terapi Pemeriksaan fisis neurologis secara teratur dan pemeriksaan penunjang lain yang disesuaikan dengan temuan klinis tumbuh kembang. Angka kematian masih tinggi, berkisar antara 35-50%. Di antara pasien yang hidup 20-40% mengalami sekuele berupa paresis/ paralisis, gangguan penglihatan, dan kelainan neurologis lain. Pasien yang sembuh tanpa kelainan yang nyata, dalam perkembangan selanjutnya masih mungkin mengalami retardasi mental, gangguan watak, dan epilepsi.

IX. Prognosis

Angka kematian untuk ensefalitis berkisar antara 35-50%. Pasien yang pengobatannya terlambat atau tidak diberikan antivirus (pada ensefalitis Herpes Simpleks) angka kematiannya tinggi bisa mencapai 70-80%. Pengobatan dini dengan asiklovir akan menurukan mortalitas menjadi 28%.

Sekitar 25% pasien ensefalitis meninggal pada stadium akut. Penderita yang hidup 20-40%nya akan mempunyai komplikasi atau gejala sisa.Gejala sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada ensefalitis yang tidak diobati.

Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, demikian juga koma. Pasien yang mengalami koma seringkali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang berat.

Banyak kasus ensefalitis adalah infeksi dan recovery biasanya cepat ensefalitis ringan biasanya pergi tanpa residu masalah neurologi. Dan semuanya 10% dari kematian ensefalitis dari infeksinya atau komplikasi dari infeksi sekunder .Beberapa bentuk ensefalitis mempunyai bagian berat termasuk herpes ensefalitis dimana mortality 15-20% dengan treatment dan 70-80% tanpa treatment.4,5

23

Page 24: Makalah SS 3

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: PT. Dian Rakyat. 2010.p.303-14.

2. Lindsay KW, Bone I. Coma and Impaired Conscious Level in: Neurology and Neurosurgery Illustrated. UK: Churchill Livingstone. 1997.p.81

3. Batubara AS. Koma in Majalah Cermin Dunia Kedokteran, 80th ed. Medan: FK USU. 1992.p.85-7

4. Lombardo MC. Gangguan Kejang. In: Price SA, Wilson LM, Editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006. p.1157-67.

5. Roos KL, Tyler KL. Meningitis, Encephalitis, Brain Abscess, and Empyema. In: Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Editors. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. McGraw-Hill: New York; 2005. p.2480.

24