Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang bertemakan “Psikologi Komunikator dan
Psikologi Pesan”.
Penulisan makalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan
tugas mata kuliah Psikologi Komunikasi Universitas Riau. Dalam penulisan makalah ini kami
menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu
dalam menyelesaikan penelitian ini, khususnya kepada :
1. Ibu Nurjanah selaku dosen pembimbing mata kuliah Psikologi Komunikasi yang
telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan,
dorongan dalam rangka penyelesaian penyusunan makalah ini
2. Rekan-rekan kelompok di kelas Psiklogi Komunikasi .
Akhirnya kami berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada
mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai
ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.
Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan
baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki kami.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.
Pekanbaru, 18 April 2014
Penulis
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Hubungan kita dengan orang lain akan menentukan kualitas hidup kita. Bila orang
lain tidak memahami gagasan anda, bila pesan anda menjengkelkan mereka, bila anda tidak
berhasil mengatasi masalah pelit karena orang lain menentang pendapat anda dan tidak mau
membantu anda, bila semakin sering anda berkomunikasi semakin jauh jarak anda dengan
mereka. Bila anda selalu gagal untuk mendorong orang lain bertindak. Anda telah gagal
dalam komunikasi. Komunikasi anda tidak efektif.
Ilustrasi, pada saat anda mengendarai sepeda motor / mobil tiba tiba anda menerobos
lampu merah,dan ada seseorang yg menghampiri anda mengenakan baju setelan berwarna
coklat,memakai topi, dan dikalungkannya pluit.Sesaat kemudian dia hormat kepada anda dan
menanyakan “ boleh saya lihat SIM / STNK anda “.Apa yang anda pikirkan tentang
seseorang yang menghampiri anda itu? mungkin dengan cepat anda berkesimpulan bahwa dia
adalah seorang POLISI.
Itulah psikologi komunikator. Artinya, untuk bisa dipercayai orang lain diperlukan
bukah saja bisa/dapat berbicara tetapi juga memerlukan ”penampilan” yang meyakinkan. He
doesn’t communicate what he says, he communicates what he is. Artinya ia tidak dapat
menyuruh pendengar hanya memperhatikan apa yang ia katakan. Pendengar juga akan
memperhatikan siapa yang mengatakan atau menyampaikan semua pesan-pesan tersebut.
Bahkan kadang-kadang unsur “siapa” ini lebih penting dari unsur “apa”. Memang pakaian
bukanlah segala-galanya, tetapi banyak teori psikologi yang mengatakan bahwa penampilan
akan membuat image lain bagi seseorang.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep Psikologi Komunikator?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas Psikologi Komunikator?
3. Apa yang dimaksud psikologi pesan?
4. Apa saja karakteristik makna pesan dan karekter pesan dalam psikologi pesan?
PSIKOLOGI KOMUNIKATOR DAN PSIKOLOGI PESAN
Psikologi Komunikate (yang secara umum dicakup pada karakteristik manusia
komunikan), psikologi penerimaan dan pengolahan pesan (dalam system komunikasi
intrapersonal), dan psikologi media komunikasi (baik dalam konteks interpersonal maupun
konteks komunikasi massa). Lawsell menyebutkan komunikasi who says what in what
channel tho whom with what effect. Yang belum di uraikan ialah who says what. Whos says
kita ulas pada psikologi komunikator, dan What kita uraikan pada psikologi pesan.
I. Psikologi Komunikator
Lebih dari 2000 tahun yang lalu, Aristoteles menulis :
“Persuasi tercapai karena karakteristik personal pembicaranya, yang ketika ia
menyampaikan pembicaraannya kita menganggapnya dapat dipercaya. Kita lebih penuh dan
lebih cepat percaya pada orang-orang baik daripada orang lain : Ini berlaku umummnya
pada masalah apa saja dan secara mutlak berlaku ketika tidak mungkin ada kepastian
dan pendapat terbagi. Tidak benar, anggapan sementara penulisa retorika bahwa kebaikan
personal yang di ungkapkan pembicara tidak berpengaruh apa-apa pada kekuatan
persuasinya; sebaliknya, karakternya hampir bisa disebut sebagai alat persuasi yang paling
efektif yang dimilikinya”. (Aristoteles, 195:45)
Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethous. Ethous terdiri dari
pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good moral, character,
good will).
Pendapat Aristoteles ini diuji secara ilmiah 2300 tahun kemudian oleh Carl Hovland
dan Walter Weiss (1951). Mereka melakukan eksperimen pertama tentang psikologi
komunikator. Kepada sejumlah besar subjek disampaikan pesan tentang kemungkinan
membangun kapal selam yang digerakkan oleh tenaga atom (waktu itu, menggunakan energi
atom masih merupakan impian).
Hovland dan Weiss menyebut ethous ini credibility yang terdiri dari dua unsur :
Expertise (keahlian) dan trustworthiness (dapat dipercaya).Kedua komponen ini telah disebut
dengan istilah-istilah lain oleh ahli komunikasi yang berbeda. Untuk expertness, McCroskey
(1968) menyebutnya authoritativeness : Markham (1968) menamainya factor reliablelogical:
berlo, Lemert dan Mertz (1966) menggunakan Qualification. Untuk trusworthiness, peneliti
lain menggunakan istilah safety, character, atau evaluative factor. Kita tidak akan
mempersoalkan mana istilah yang benar. Semua kita sebut saja kredibilitas, tetapi kita tidak
hanya melihat pada kredibilitas sebagai factor yangb mempengaruhi efektifitas sumber.
Kita juga akan melihat dua unsure lainnya : atraksi komunikator (source
attractiviness) dan kekuasaan(source power). Seluruhnya-kredibilitas, atraksi dan kekuasaan-
kita sebut sebagai ethous (sebagai penghormatan pada aristoteles, psikologi komunikasi yang
pertama). Seluruhnya -kredibilitas, atraksi dan kekuasaan-, kita sebut sebagai ethous (sebagai
penghormatan kepada Aristoteles, psikolog komunikasi yang pertama). Dimensi-dimensi
ethous akan kita bicarakan pada bagian berikutnya.
I.a Dimensi-Dimensi Ethos
Ethos diartikan sebagai sumber kepercayaan (source credibility) yang ditunjukkan
oleh seorang orator (komunikator) bahwa ia memang pakar dalam bidangnya, sehingga oleh
karena seorang ahli, maka ia dapat dipercaya.
Diatas telah kita uraikan bahwa ethos atau faktor-faktor yang mempengaruhi
efektifitas komunikator terdiri dari kredibilitas, atraksi, dan kekuasaan. Ketiga dimensi ini
berhubungan dengan jenis pengaruh sosial yang ditimbulkannya. Menurut Herbert C. Kelman
(1957) pengaruh komunikasi kita pada orang lain berupa tiga hal : internalisasi
(internalization), identifikasi (identification), dan ketundukan (compliance).
Dimensi ethos yang paling relevan di sini ialah kredibilitas, keahlian komunikator
atau kepercayaan kita pada komunikator. Identifikasi terjadi bila individu mengambil
perilaku yang berasal dari orang atau kelompok lain karena perilaku itu berkaitan dengan
hubungan yang mendefinisikan diri secara memuaskan (satisfying self-defining relationship)
dengan orang atau kelompok itu, hubungan yang mendefinisikan diri artinya konsep diri.
Dalam identifikasi, individu mendefinisikan peranannya sesuai dengan peran orang lain. “He
attempts to be like or actually to be the other person,” ujar Kelman. Ia berusaha seperti atau
benar-benar menjadi orang lain. Dengan mengatakan pa yang iakatakan, melakukan apa yang
ia lakukan, mempercayai apa yang ia percayai.individu mendefinisikan sesuai dengan yang
mempengaruhinya. Dimensi ethos yang paling relevan dengan identifikasi adalah atraksi
(attractiviness)–daya tarik komunikator.
Ketundukan (compliance) terjadi bila individu menerima pengaruh dari orang atau
kelompok lain karena ia berharap memperoleh reaksi yang menyenangkan dari orang atau
kelompok tersebut. Ia ingin mendapatkan ganjaran atau menghindari hukuman dari pihak
yang mempengaruhinya. Dalam ketundukan, orang menerima perilaku yang di anjurkan
bukan karena mempercayainya, tetapi Karena perilaku tersebut membantunya untuk
menghasilkan efek social yang memuaskan. Kredibilitas, Atraksi, dan kekuasaankan kita
perinci pada bagian berikutnya.
· Kredibilitas
Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate tentang sifat-sifat komunikator.
Dalam definisi ini terkandung dua hal :
1. Kredibilitas adalah persepsi komunikate, jadi tidak inheren dalam diri komunikator.
2. Kredibilitas berkenaan dengan sifat-sifat komunikator, yang selanjutnya akan kita
sebut sebagai komponen-komponen kredibilitas.
Karena kredibilitas itu masalah persepsi, kredibilitas berubah bergantung pada pelaku
persepsi (komunikate), topic yang dibahas dan situasi. Sekali lagi, kredibilitas tidak ada pada
diri komunikator, tetapi terletak pada persepsi komunikate. Oleh karena itu, ia dapat berubah
atau di ubah, dapat terjadi atau dijadikan. Misalnya, seorang dosen begitu didengar oleh
mahasiswanya, tetapi belum tentu di depan rektornya. Ini mengandung arti bahwa persepsi
mahasiswa dan persepsi rektor sangat berbeda, tergantung siapa yang memberikan persepsi
tersebut.
Hal-hal yang mempengaruhi persepsi komunikate tentang komunikator sebelum ia
berlakukan komunikasinya disebut prior ethos (Andersen,1972:82). Sumber komunikasi
memperoleh prior ethos karena berbagai hal, kita membentuk gambaran tentang diri
komunikator dari pengalaman langsung dengan komunikator itu atau dari pengalaman
wakilan (vicarious experiences), misalnya, karena sudah lama bergaul dengan dia dan sudah
mengenal integritas kepribadiannya atau karena kita sudah sering melihat atau mendengarnya
dalam media masa (ingat lagi, efek media massa dalam memberikan status). Boleh jadi kita
membentuk prior ethos komunikator dengan menghubungkannya pada kelompok rujukan
orang itu. Piror Ethos bisa terbentuk karena sponsor atau pihak-pihak yang mendukung
komunikator. Atau juga timbul karena petnjuk-petunjuk nonverbal yang ada pada diri
komunikator.
Pada satu kelompok dikatakan bahwa pembicara adalah hakim yang banyak menulis
masalah kenakalan remaja (kredibilitas tinggi), dan pada kelompoklain dilukiskan pembicara
sebagai pengedar narkotik (kredibilitas rendah). Keduannyaberbicara tentang perlunya
perlakuan yang lebih ringan terhadap remaja-remaja nakal.
Dengan membicarakan prior ethos kita mengisyaratkan factor waktu dalam
kredibilitas. Mungkin anda diperkenalkan sebagai orang pandai pada permulaan komunikasi.
Anda memiliki kredibilitas (Prior ethos). Sedangkan intrinsic ethos di b entuk oleh topic
yang dipilih, cara penyampaian, teknik-teknik pengembangan pokok bahasan, bahasa yang
digun akan, dan organisasi pesan atau sistematika yang dipakai.
Kita sudah membicarakan kredibiltas sebagai persepsi. Lalu, apa saja yang merupakan
komponen-komponen kredibilitas ? Dua komponen kredibilitas yang paling penting adalah
keahlian dan kepercayaan. Keahlian adalah kesan yang dibentuk komunikate tentang
kemampuan komunikator dalam hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator
yang dianggap rendah pada keahlian dianggap sebagai tidak berpengalaman, tidak tahu, atau
bodoh. Kepercayaan adalah kesan komunikate tentang komunikator yang berkaitan dengan
wataknya. Apakah komunikator di anggap jujur, tulus, bermoral, adil atau sopan ? Aristoteles
menyebutnya Good moral Character. Quintillianus menulis, A good man speek well; orang
baik berbicara baik.
Koehler, Annatol, dan Applbaum (1978: 144-147) menambahkan empat komponen
lagi :
1. Dinamisme
Komunikator memiliki dinamisme, bila ia dipandang sebagai bergairah, bersemangat,
aktif, tegas dan berani. Sebaliknya, komunikator yang tidak dinamis dianggap pasif, ragu-
ragu, lesu dan lemah. Dinamisme umumnya berkenaan dengan cara berkomunikasi. Dalam
komunikasi, dinamisme memperkokoh kesan keahlian dan kepercayaan
2. Sosialibiliti
Sosialbilitas adalah kesan komunikate tentang komunikator sebagai orang yang
periang dan senang bergaul.
3. Koorientasi
Koorientasi merupakan kesan komunikate tentang komunikator sebagai orang yang
mewakili kelompok yang kita senangi, yang mewakili nilai-nilai kita.
4. Karisma
Karisma digunakan untuk menunjukan suatu sifat luar biasa yang dimiliki
komunikator yang menarik dan mengendalikan komunikate seperti magnet yang menarik
benda-benda disekitarnya.
· Atraksi
Atraksi (attractiveness) adalah daya tarik komunikator yang besumber dari fisik.
Seorang komunikator akan mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan sikap
melalui mekanisme daya tarik (fisik), misalnya, komunikator disenangi atau dikagumi yang
memungkinkan komunikate menerima kepuasan. Shelli Chaiken (1979), psikolog yang cantik
nan manis dari University of Massachusest, menelaah pengaruh kecantikan komunikator
terhadap persuasi dengan studi lapangan. Ia mengkritik penelitian laboratorium yang
meragukan pengaruh atraksi fisik, karena menghasilkan kesimpulan yang beraneka ragam.
Penelitian Laboratoris terlalu melebih-lebihkan daya tarik fisik, dan menjadikan mahasiswa
yang menjadi objek penelitian terpengaruh oleh penelitian untuk menjawab sesuai dengan
kehendak peneliti.
Atraksi fisik menyebabkan komunikator menarik, dan karena menarik ia memiliki
daya persuasive. Tetapi kita juga tertarik pada seseorang karena adanya beberapa kesamaan
antara dia dengan kita. Kalau begitu apakah komunikate akan lebih mudah menerima pesan
komunikator bila ia memandang banyak kesamaan di antara keduanya ?
Benar, kata Everett M.Rogers, setelah meninjau banyak penelitian komunikasi, ia
membedakan antara kondisi homophily dan heterophily. Pada kondisi pertama, komunikator
dan komunikate merasakan ada kesamaan dalam status sosial ekonomi, pendidikan, sikap dan
kepercayaan. Pada kondisi kedua, terdapat perbedaan status sosial ekonomi, pendidikan dan
kepercayaan antara komunikate dan komunikator. Komunikasi akan lebih efektif pada
kondisi homophily daripada kondisi heterophily. Rogert membuktikan pengaruh factor
kesamaan ini dari penelitian sosisologis. Serangkaian studi psikologis yang dilakukan
Stotland dkk, memperkuat teori Rogert. Karena itulah komunikator yang ingin
mempengaruhi orang lain sebaiknya memulai dengan menegaskan kesamaan antara dirinya
dengan komunikate. Kita dapat mempersamakan diri kita dengan komunikate dengan
menegaskan persamaan dalam kepercayaan, sikap, maksud, dan nilai-nilai sehubungan
dengan suatu persoalan.
Simons menerangkan mengapa komunikator yang dipersepsi memiliki kesamaan
dengan komunikate cenderung bekomunikasi lebih efektif :
· Pertama, kesamaan mempermudah proses penyandibalikan (decoding), yakni proses
menerjemahkan lambang-lambang yang diterima menjadi gagasan-gagasan.
· Kedua, kesamaan membantu membangun premis (putusan yang sudah diketahui) yang
sama. Premis yang sama membantu mempermusah proses deduktif. Ini berarti bila bila
kesamaan disposisisonal relevan dengan topik-topik persuasi, orang akan terpengaruh oleh
komunikator.
· Ketiga,kesamaan menyebabkan komunikate tertarik pada komunikator. Orang-orang
cenderung menyukai orang yang mempunyai kesamaan disposisional dengan kita. Karena
tertarik pada komunikator, kita akan cenderung menerima gagasan-gsagasannya.
· Keempat, kesamaan menumbuhkan rasa hormat dan percaya pada komunikator. Namun
alasan ini belum bisa dibuktikan secara meyakinkan dalam berbagai penelitian.
· Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan menimbulkan ketundukan. Seperti kredibilitas dan
atraksi, ketundukan timbul dari interaksi antara komunikator dan komunikate. Kekuasaan
menyebabkan seorang komunikator dapat “memaksakan” kehendaknya kepada orang lain,
karena ia memiliki sumber daya yang sangat penting (critical resources). Berdasarkan sumber
daya yang dimilkinya, French dan Raven menyebutkan jenis-jenis kekuasaan. Klasifikasi ini
kemudian dimodifikasikan Raven (1974) dan menghasilkan lima jenis kekuasaan :
1. Kekuasaan Koersif (coersive power).
Kekuasaan koersif menunjukkan kemampuan komunikator untuk mendatangkan ganjaran atau
memberikan hukuman pada komunikate. Ganjaran dan hukuman itu dapat bersifat personal
(misalnya benci dan kasih sayang) atau impersonal (kenaikan pangkat atau pemecatan).
2. Kekuasaan Keahlian (expert power).
Kekuasaan ini berasal dari pengetahuan, pengalaman, keterampilan, atau kemampuan yang
dimiliki komunikator.
3. Kekuasaan Informasional (informasional power).
Kekuasaan ini berasal dari isi komunikasi tertentu atau pengetahuan baru yang dimiliki oleh
komunikator.
4. Kekuasaan Rujukan (referent power).
Disini komunikate menjadikan komunikator sebagai kerangka rujukan untuk menilai dirinya.
Komunikator dikatakan memiliki kekuasaan rujukan bila ia berhasil menanamkan kekaguman pada
komunikate, sehingga seluruh perilakunya diteladani.
5. Kekuasaan Legal (legitimate power).
Kekuasaan ini berasal dari seperangkat peraturan norma yang menyebabkan komunikator
berwenang untuk melakukan suatu tindakan.
I.bPATHOS
Pathos diartikan sebagai “imbauan emosional (emitional appeals)” yang ditunjukkan
oleh seorang rhetor dengan menampilkan gaya dan bahasanya yang membangkitkan
kegairahan dengan semangat yang berkobar-kobar pada khalayak (Effendy, 1993:352).
Sejatinya, pathos ini perlu dimiliki oleh seorang ahli pidato (rethor) yang tercemin
dari gaya serta bahasanya yang mampu membangkitkan khalayak untuk tujuan-tujuan
tertentu. Indonesia memiliki Ir. Soekarno yang memiliki pesona dalam berbicara di depan
umum (publik). Semangat pergerakan untuk mengusir penjajah pada waktu itu, bukan
semata-mata ditentukan oleh ujung senjata, melainkan pula terletak diujung lidah. Retorika
yang baik akan sanggup “membius” khalayak untuk bersatu mengusir penjajah.
I.cLOGOS
Logos diartikan sebagai “imbauan logis (logical appeals) yang ditunjukkan oleh
seorang orator bahwa uraiannya masuk akal sehingga patut diikuti dan dilaksanakan oleh
khalayak (Effendy, 1993:352).
Sama halnya dengan pathos, logos pun perlu dimiliki oleh seorang orator/rethor.
Kahaayak akan mau dan “bersuka rela” mengikuti ajakan/anjuran komunikator apabila
pesannya disampaikan dengan uraiannya yang masuk akal, dan dengan argumentasi yang
kuat. Tidak semua orang memiliki logos dalam setiap perkataan yang disampaikanya.
Mungkin ada orang yang cenderung meiliki pathos daripada logos atau sebaliknya. Ada satu
mitos yang mungkin anda bisa percaya atau tidak: “selain kematian, hal lain yang
menakutkan adalah berbicara di depan umum”. Namun bagi seorang komunikator “ulung”
yang melengkapi dirinya dengan ethos, pathos dan logos, hal itu tidak berlaku.
II. Psikologi Pesan
Seorang Psikolinguistik dari Rockefeller University, George A. Miller pernah menulis
“Kini ada seperangkat perilaku yang dapat megedalikan pikiran dan tindakan orang
lai secara perkasa. Teknik pengendalian ini dapat menyebabkan Anda melakukan sesuatu
yang tidak terbayangkan. Anda tidak dapat melakukannya tanpa adana teknik itu. Teknik itu
dapat mengubah pendapat dan keyakinan, dapa digunakan untuk menipu anda dapat
membuat anda gembira dan sedih, dapat memasukkan gagasan-gagasan baru ke dalam
kepala Anda, dapat membuat anda menginginkan sesuatu yang tidak Anda miliki. Anda pun
bahkan dapat menggunakannya untuk mengendalikan diri Anda sendiri. Teknik ini adalah
alat yang luar biasa perkasanya dan dapat digunakan untuk apa saja.” (miller, 1974: 4)
Teknik ini tidak ditemukan oleh psikolog, tidak berasal dari pemberian mahluk halus,
tidak juga diperoleh secara para psikologis atau lewat ilmu klenik. Teknik ini telah dimiliki
bahasa. Dengan bahasa, yang merupakan kumpulan kata-kata, anda dapat mengatur perilaku
orang lain.
Manusia mengucapkan kata-kata dan kalimat dengan cara-cara tertentu. Setiap cara
berkata memberikan maksud tersendiri. Cara-cara ini kita sebut paralinguistic. Akan tetapi,
manusia juga menyampaikan pesan dengan cara-cara lai selain dengan bahasa, misalnya
dengan isyarat; ini disebut pesan ekstralinguistik. Pesan paralinguistik dan ekstralinguistik
akan kita uraikan dalam satu bagian yang kita sebut Pesan nonverbal. Selanjutnya kita akan
membicarakan struktur dan imbauan pesan.
II.a Pesan Linguistik
Ada dua cara mendefinisikan bahasa : fungsional dan formal. Definisi fungsional
melihat bahasa dari segi fungsinya, sehingga bahasa diartikan sebagai “alat yang dimiliki
bersama untuk mengungkapkan gagasan” (socially shared means for expressing ideas).
Definisi formal menyatakan bahasa sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang dapat
dibuat menurut peraturan tata bahasa (all the conceivable sentences that could be generated
according to the rules of its grammar).
Tata bahasa meliputi tiga unsur : fonologi, sintaksis, dan semantic. Menurut George
A.Miller (1974:8), untuk mampu menggunakan bahasa tertentu, kita harus menguasai ketiga
tahap pengetahuan bahasa di atas, di tambah dua tahap lagi.
· Pada tahap pertama, kita harus memiliki informasi fonologis tentang bunyi-bunyi dalam
bahasa itu.
· Tahap Kedua, Kita harus memiliki pengetahuan sintatsis tentang cara pembentukan kalimat.
· Tahap ketiga, kita harus mengetahui secara leksikal arti kata atau gabungan kata-kata.
· Pada tahap keempat, tinggal kita dan dunia yang kita bicarakan.
· Tahap kelima kita harus mempunyai semacam system kepercayaan untuk menilai apa yang
kita dengar.
· Bagaimana kita dapat berbahasa ?
Penemuan Victor menunjukan bahwa bila dipisahkan dari lingkungan manusia,
seorang anak tidak memiliki kemampuan bicara. Sebaliknya, kita melihat anak yang
dibesarkan didalam masyarakat manusia, pada usia 4 tahun sudah bisa berdialog denga
kawan-kawannya dalam bahasa ibunya. Dalam berbahasa, Psikologi membagi kedalam 2
teori yaitu : teori belajar dari behaviorisme dan teori naratisme dari Noam Chomsky.
Menurut teori belajar, anak-anak memperoleh pengetahuan bahasa melalui tiga
proses : asosiasi, imitasi, dan peneguhan. Asosiasi berarti melazimkan suatu bunyi dengan
obyek tertentu. Imitasi berarti menirukan pengucapan dan struktur kalimat yang didengarnya.
Peneguhan dilaksudkan sebagai ungkapan kegembiraan yang dinyatakan ketika anak
mengucapkan kata-kata yang benar. Psikolog dari Harvad, B.F.Skinner menerapkan ketiga
prinsip ini ketika ia menjelaskan tiga macam respons yang terjadi pada anak-anak kecil, yang
disebutnya sebagai respons mand, tact, dan echoice. Respons mand dimulai ketika anak-
anak mengeluarkan bunyi sembarangan. Respons tact terjadi bila anak menyentuh objek,
kemudian secara sembarangan ia mengeluarkan bunyi. Respons echoic terjadi ketika anak
menirukan ucapan orang tuanya dalam hubungan dengan stimuli tertentu.
Menurut ahli bahasa dari Massachuset Institute Technology ini, teori belajar hanyalah
“play acting at sicience”, suatu penjelasan yang sama sekali tidak tepat tetapi dibungkus
dengan istilah-istilah yang bernada ilmiah.
Menurut Chomsky, setiap anak mampu menggunakan suatu bahasa karena adanya
pengetahuan bawaan (preexistent knowledge) yang telah deprogram secara genetic dalam
otak kita. Teori perkembangan mental dari Jean Piaget memperkuat teori Chomsky dengan
menunjukkan adanya struktur universal yang menimbulkan pola berpikir yang sama pada
tahap-tahap tertentu pada perkembangan mental anak-anak.
· Bahasa dan Proses Berpikir
Secara singkat teori ini dapat disimpulkan bahwa pandangan kita tentang dunia
dibentuk oleh bahasa ; dan karena bahasa berbeda, pandangan kita tentang dunia pun berbeda
pula. Secara selektif, kita menyaring data sensori yang masuk seperti yang telah deprogram
oleh bahasa yang kita pakai. Dengan begitu masyarakat yang menggunakan bahasa yang
berbeda hidup dalam dunia sensori yang berbeda pula.
Dalam hubungannya dengan berpikir, konsep-konsep dalam suatu bahasa cenderung
menghambat atau mempercepat proses pemikiran tertentu. Ada bahasa yang dengan mudah
dapat dipergunakan untuk memikirkan masalah-masalah filsafat, tetapi ada juga bahasa yang
sukar dipakai bahkan untuk memecahkan masalah-masalah matematika yang sederhana.
Bahasa memungkinkan kita menyandi (code) peristiwa-peristiwa dan objek-objek
dalam bentuk kata-kata. Dengan bahasa kita mengabstraksikan pengalaman kita, dan yang
lebih penting mengkomunikasikan kepada orang lain. “pemikiran yang tinggi bergantung
pada manipulasi lambing,” kata Morton Hunt (1982:227),” dan walaupun lambang-lambang
nonlonguistik seperti matematika dan seni sudah canggih, lambang-lambang itu sempit.
Sebaliknya, bahasa merupakan pemikiran. Bahasa adalah prasyarat kebudayaan, yang tidak
dapat tegak tanpa itu dengan sistem lambang yang lain. Dengan bahasa, kita, manusia,
mengkomunikasikan kebanyakan pemikiran kita kepada orang lain dan menerima satu sama
lain hidangan pikiran (food for thought).
· Kata-kata dan Makna
Konsep makna telah menarik menarik perhatian komunikasi, psikologi, sosiologis,
antropologis, dan linguistic. Banyak antara makna penjelasan tentang makna terlalu kabur
dan spekulatif kata Jerold katz (1973:42). Brodbeck (1963) memenjernihkan pembicaraan
dengan membagi makna pada tiga corak.
· Makna yang pertama adalah makna inferensial, yakni makna satu kata (lambang)
adalah objek, pikiran, gagasan, konsep yang dirujuk oleh kata tersebut. Dalam uraian Ogden
dan Richards (1946), proses pemberian makna (reference process) terjadi ketika kita
menghubungkan lambang dengan yang ditunjukkan lambang (disebut rujukan atau referent).
Satu lambang dapat menunjukkan banyak rujukan.
· Makna yang kedua menunjukkan arti (significance) suatu istilah sejauh dihubungkan
dengan konsep-konsep lain. Fisher memberi contoh dengan kata pholigoston. Kata ini dahulu
dipakai untuk menjelaskan proses pembakaran. Benda bernyala Karena ada pholigoston.
Kini, setelah ditemukan Oksigen, pholigoston tidak berarti lagi.
· Makna ketiga adalah makna intensional, yakni makna yang dimaksud oleh seorang
pemakai lambang. Makna ini tidak dapat divalidasi secar empiris atau dicari rujukannya.
Kesamaan makna karena kesamaan pengalaman masa lalu atau kesamaan struktur
kognitif disebut isomorfisme, isoformisme terjadi bila komunikan-komunikan berasal dari
budaya yang sama, status sosial yang sama, pendidikan yang sama, ideology yang sama ;
pendeknya, mempunyai sejumlah maksimal pengalaman yang sama. Pada kenyataannya tidak
ada isoformisme total. Selalu tersisa ada makna perorangan.
· Teori General Semantics
Bahasa adalah alat penyandian, tetapi alat yang tidak begitu baik, kata pengikut
general semantics. General semantics tidak menjelaskan proses penyandian, tetapi ia
menujukkan karakteristik bahasa yang mempersulit proses ini. Peletak dasar teori ini adalah
Alferd Korzybski, pemain pedang, insinyur, spion, pelarian, ahli matematika, psikiater, dan
akhirnya ahli bahasa.
Korzybski melambangkan asumsi dasar teori general semantics : bahasa seringkali
tidak lengkap mewakili kenyataan; kata-kata hanya menangkap sebagian saja aspek
kenyataan. Berikut ini nasihat Korzybski, dua bersifat perintah dan dua larangan.
1) Berhati-hati dengan Abstraksi
Bahasa menggunakan Abstraksi. Abstraksi adalah proses memilih unsur-unsur realitas
untuk membedakannya dari unsur-unsur yang lain. Kata-kata yang digunakan berada pada
tingkat abstraksi yang bermacam-macam. Abstraksi menyebabkan cara-cara penggunaan
bahasa yang tidak cermat. Tiga buah diantaranya adalah: dead level abstracting, undue
identification, Two-valued evaluation. Abstraksi kaku, terjadi bila kita berhenti pada tingkat
abstraksi tertentuTwo-valued evaluation, penilaian dua nilai, pemikiran kalu begini begitu
ialah kecenderungan menggunakan hanya dua kata untuk melukiskan keadaan.
2) Berhati-hati dengan Dimensi Waktu
Bahasa itu statis, sedangkan realitas itu dinamis. Umtuk mengatasi ini general
semantics merekomendasikan dating(penanggalan).
3) Jangan Mengacaukan Kata dengan Rujukannya
Hubungan antara kata dengan rujukannya tidak semena-mena. Kata itu bukan rujukan,
kata hanya mewakili rujukan. Karena kita sering mengacaukan kata dengan rujukan, kita juga
cenderung menganggap orang lain mempunyai rujukan yang sama untuk kata-kata yang kita
ucapkan.
4) Jangan Mengacaukan Pengalaman dengan Kesimpulan
Ketika melihat fakta, kita membuat pernyataan untuk melukiskan fakta itu.
Pernyataan itu kita sebut sebagai pengalaman. Kita menarikkesimpulan itu. Pernyataan itu
kita sebut pengamata. Kita menarik kesimpulan bila menghubungkan hal-hal yang diamati
dengan sesuatu yang tidak teramati. Dalam pengamatan kita menghubungkan lambang
dengan rujukan. Dalam kesimpulan kita menggunakan pemikiran. Pengamatan dapat diuji,
diverifikasi karena itu menggunakan kata-kata abstraksi rendah. Penyimpulan tidak dapat
diuji secara empiris karena itu menggunakan kata-kata berabstraksi tinggi.
II.b Pesan Nonverbal
Orang mengungkapkan penghormatan kepada orang lain dengan cara yang
bermacam-macam. Orang Arab menghormati orang asing dengan memeluknya. Orang-orang
Polinesia menyalami orang lain dengan saling memeluk dan mengusap punggung. Orang
Jawa menyalami orang yang dihormatinya dengan sungkem, Orang Jawa duduk bersial
menyambut kedatangan orang yang mulia; orang belanda malah berdiri tegak. Tepuk tangan,
pelukan, usapan, duduk, dan berdiri tegak adalah pesan nonverbal yang menerjemahkan
gagasan, keinginan, atau maksud yang terkandung dalam hati kita.
· Fungsi Pesan Nonverbal
Betapapun kekurangannya-seperti disindir Korzybski dan kawan-kawan-bahasa telah
sanggup menyampaikan informasi kepada orang lain. Dalam hubungannya dengan bahasa,
mengapa pesan nonverbal masih dipergunakan? Apa fungsi peran nonverbal?Mark L.Knapp
(1972:9-12) menyebutkan lima fungsi nonverbal 1.) Refetisi-mengulang kembali gagasan
yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya, setelah saya menjelaskan penolakansaya, saya
menggelengkan kepala berkali-kali,(2) Subtitusi-menggantikan lambang-lambang verbal.
Misalnya, tanpa sepatah katapun anda berkata. Anda dapat menunjukkan persetujuan denagn
mengangguk-angguk, (3) Kontradiksi-menolak pesan verbal atau memberikan makna yang
lain terhadap pesan verbal. Misalnya, anda memang hebat, (4) Komplemen- melengkapi dan
memperkaya makna pesan nonverbal. Misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat
penderitaan yang tidak terungkap dengan kata-kata,(5) Aksentuasi- menegaskan pesan verbal
atau menggarisbawahinnya. Misalnya, anda mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan
memukul mimbar.
II.c Organisasi, Struktur, dan Imbauan Pesan
Aristoteles, dalam buku klasik tentang komunikasi De Arte Rhetorica, menerangkan
peranan taxsis dalam memperkuat efek pesan persuasive. Yang dimaksud dengan taxsis
adalah pembagian atau rangkaian penyusunan pesan. Ia menyarankan agar setiap
pembicaraan disusun menurut urutan: pengantar, pertanyaan, argument, dan kesimpulan.
Pada tahun 1952, Beighley meninjau kembali berbagai penelitian yang ,membandingkan efek
pesan yang tersusun dengan pesan yang tidak tersusun. Ia menemukan bukti yang nyata yang
menunjukkan bahwa pesan yang diorganisasikan dengan baik lebih mudah dimengerti dari
pada pesan yang tidak tersusun dengan baik.
Alan H.Monroe pada akhir tahun 1930-an. Menyarankan lima langkah dalam
penyusunan pesan :
1) attention (perhatian)
2) need (kebutuhan)
3) satisfaction (pemuasan)
4) visualization (visualisasi)
5) action (tindakan)
Jadi, bila anda ingin mempengaruhi orang lain,rebutlah lebih dahulu perhatiannya,
selanjutnya bangkitkan kebutuhannya, berikan petunjuk bagaimana cara memuaskan
kebutuhan itu, gambarkan dalam pikirannya keuntungan dan kerugian apa yang akan
diperolehnnya bila ia menerapkan atau tidak menerapkan gagasan anda, dan akhirnya
doronglah dia untuk bertindak.
· Sturuktur Pesan
Bayangkan Anda harus menyampaikan informasi di hadapan khalayak yang tidak
sefaham dengan anda. Anda harus menentukan apakah bagian penting dari argumentasi anda
yang harus didahulukan atau bagian yang kurang penting. Ataukah kita harus membiarkan
hanya argument-argument yang menunjang kita saja atau harus membicarakan yang pro dan
kontra sekaligus.untuk menjawab sekaligus pertanyaan yang pertama banyak penelitian telah
dilakukan disekiotar konsep primacy-recency. Koehler et al.(1978:170-172), dengan
mengutip Cohen, menyebutkan kesimpulan peneliotian tersebut sebagai berikut:
1) Bila pembicara menyajikan dua sisi persoalan (yang pro dan kontra), tidak ada
keuntungan untuk berbiacara yang pertama, karena berbagai kondisi(waktu, khalayak, tempat
dan sebagainnya) akan menentukan pembicara yang paling berpengaruh..
2) Bila pendengar secara terbuka memihaksatu sisi argument, sisi yang lain tidak
mungkin mengubah posisi mereka. Sikap nonkompromistis ini mungkin timbul karena
kebutuhan untuk mempertahankan harga diri. Mengubah posisi akan membuat orang
kelihatan tidak konsisten, mudah dipengaruhi dan bahkan tidak jujur.
3) Jika pembicara menyajiakan dua sisi persoalan, kita biasanya lebih mudah
dipengaruhi oleh sisi yang disajikan lebih dahulu. Jika ada kegiatan diantara penyajian, atau
jika kita diperingati oleh pembicara tentang kemungkinan disesatkan orang, maka apa yang
dikatakan terakhir akan lebih banyak memberikan efek. Jika pendengar tidak tertarik pada
subjek pembicaraan kecuali setelah menerima informasi tentang hal itu, mereka akan sukar
mengingat dan menerapkan informasi tersebut. Sebaliknya, jika mereka sudah tertarik pada
suatu persoalan , mereka akan mengigatnya baik-baik dan menerapkannya.
4) Perubahan sikap lebih sering terjadi jika gagasan yang dikehendaki. Atau yang
diterima disajikan sebelum gagasan yang kurang dikehendaki. Jika pada awal penyajian,
komunikator menyampaikan gagasan yang menyenagkan kita, kita akan cenderung dan
memperhatikan dan menerima pesan-pesan berikutnya. Sebaliknya, jika ia memulai dengan
hal-hal yang tidak menyenagkan kita, kita akan menjadi kristis dan cenderung menolak
gagasan berikutnya, betapapun baiknya.
5) Urutan pro-kon efektif fari pada urutan kon-pro bila digunakan oleh sumber yang
memiliki otoritas dan dihormati oleh khalayak.
6) Argumen yang terakhir didengar akan lebih efektif bila ada jangka waktu cukup
lama di antara dua pesan, dan pengujian segera terjadi setelah pesan kedua.
· Imbauan Pesan (Message Appeals)
Bila pesan-pesan kita dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain maka kita harus
menyentuh motif yang menggerakan atau mendorong prilaku komunikate. Dengan perkataan
lain, kita secara psikologis mengimbau khalayak untuk menerima dan melaksanakan gagasan
kita. Dalam uraian kita yang terakhir ini, kita akan membicarakan imbauan rasional, imbauan
emosional, imbauan takut, imbauan ganjaran dan imbauan motivasional. Imbauan rasional
didasarkan pada anggapan bahwa manusia pada dasarnya makhluk rasional yang baru
bereaksi pada imbauan rasional, bila imbauan rasional tidak ada. Menggunakan imbauan
rasional artinya menyakinkan orang lain dengan pendekatan logis atau penyajian bukti-bukti.
Imbauan emosional menggunakan persyaratan –persyaratan atau bahasa yang
menyentuh emosi komunikate. Imbauan takut menggunakan pesan yang mencemaskan,
mengancam, atau meresahkan. Imbauan ganjaran menggunakan rujukan yang menjanjikan
komunikate sesuatu yang mereka perlukan atau yang menjanjikan komunikate Sesuatu yang
mereka perlukan atau yan mereka inginkan. Imbauan motivasional menggunakan imbauan
motif (motive appeals) yang menyentuh kondisi intern dalam diri manusia.
KESIMPULAN
Dalam konsep psikologi komunikator, proses komunikasi akan sukses apabila berhasil
menunjukkan source credibility atau menjadi sumber kepercayaan bagi komunikan.
Pengaruh komunikasi kita pada orang lain, sebagaimana dikemukakan oleh Herbert C.
Kelman berupa 3 hal, yaitu : Internalisasi, Identifikasi, dan Ketundukan (compliance)
Dalam ilmu psikologi pesan terdapat konsep yang berupa teknik pengendalian
perilaku orang lain yang disebut bahasa. Dengan bahasa yang merupakan kumpulan kata,
komunikator dapat mengatur perilaku komunikate (orang lain). Berbicara atau berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa. Dan selanjutnya, bahasa adalah pesan dalam bentuk kata-kata
dan kalimat, yang disebut pesan linguistik.
Pesan merupakan salah satu unsur yang penting dalam berkomunikasi, sehingga
makna dari pesan itu sendiri memperlancar interaksi social antar manusia. Sementara tujuan
dari komunikasi akan tercapai bila makna pesan yang disampaikan komunikator sama dengan
makna yang diterima komunikan. Maka untuk mencapai tujuan itu, pesan yang disampaikan
biasanya diungkapkan melalui perpaduan antara pesan verbal dan nonverbal
Karaketristik makna pesan meliputi : 1) makna ditentukan oleh komunikator, 2). Makna
yang disampaikan lewat pesan verbal dan nonverbal tidak lengkap, 3). Makna bersifat unik,
4) Makna mencakup makna denotatif dan konotatif, 5) Makna harus didasarkan pada konteks.
Daftar Pustaka
Rakhmat , Jalaluddin (2001). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Effendy, Onong Uchjana (2006). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Artikel : Anugrah, Dadan (2008). Komponen-Komponen Psikologi Komunikator . Jakarta: Universitas Mercu Buana. From http://pksm.mercubuana.ac.id
http://primzmoduls.blogspot.com/2010/04/psikologi-komunikator.html, 11/05/12
Effendy, Onong Uchjana Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993) hal. 352
Contoh dikutip dari http://primzmoduls.blogspot.com/2010/04/psikologi-komunikator.html ; diakses pada 11/05/12 18:42
Dikutip dari http://primzmoduls.blogspot.com/2010/04/psikologi-komunikator.html ; diakses pada 11/05/12 19:07
Effendy, Onong Uchjana Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993) hal. 352 (Di ambil dari Artikel : Dadan Anugrah, M.Si ; Komponen-Komponen Psikologi Komunikator ; 2008 ;Univ. Mercu Buana)
Muhammad, Arni, Komunikasi Organisasi, Jakarta : Bumi Aksara, 2000Syam, Nina, Psikologi Sebagai AkarIlmu Komunikasi, Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2011Liliweri, Alo, Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003.Mulyana, Deddy, Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007.
http://jurusankomunikasi.blogspot.com/2009/04/apa-itu-psikologi-komunikasi.html
http://belajar-komunikasi.blogspot.com/2011/02/psikologi-komunikator.html
Nina W. Syam, Psikologi Sebagai Akar Komunikasi (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,
2011), hal.
http://belajar-komunikasi.blogspot.com/2011/02/psikologi-komunikator.html
http://semutmanis.wordpress.com/2009/10/30/psikologi-pesan-komunikasi/
Liliweri, Alo, Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2003,
hal, 78
Top Related