TUGAS KELOMPOK DOSEN PEMBIMBING
PSIKOLOGI KOMUNIKASI NUR JANAH. M.Si
KOMUNIKASI VERBAL DAN KOMUNIKASI NON VERBAL
DISUSUN OLEH :
GILANG RISKI KARISMA
JHOHAN SITUMORANG
MONIKA NOFRIDA
UMI DASIROH
YELTI DESTIANA
SRI MULYANI
YENI SELFIRA
SARIANTO
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS RIAU
2013
1
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang maha Esa atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“KOMUNIKASI VERBAL DAN KOMUNIKASI NONVERBAL“ ini dengan baik dan tanpa
hambatan sedikitpun.
Kami sadar bahwa penulisan ini masih sangat sederhana, jauh dari kesempurnaan, namun
harapan kami tidak mengurangi kecermerlangan isi makalah ini. Penulisan makalah psikologi
komunikasi ini dapat diselesaikan atas usaha keras penulis, juga bantuan teman-teman, bukan itu
saja tetapi juga dari berbagai pihak terkait yang tidak dapat kami sebutkan namanya satu-persatu
dalam mengisi kekurangannya, termasuk dorongan moril, dan bantuan pemikiran yang sangat
kondusif.
Pada kesempatan ini kami menyampaikan ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya
kepada semua yang terlibat dalam membuat makalah ini.
Saran kritik yang membangun sangat kami harapkan untuk kesempurnaan makalah ini,
semoga mendapat balasan kebaikan dari Tuhan yang maha esa dan menjadi amal kebaikan di
dunia dan akhirat, amin.
Pekanbaru, April 2014
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................3
BAB I : PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.............................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................4
C. TUJUAN PENELITIAN..........................................................................4
BAB II : PEMBAHASAN
1. KOMUNIKASI VERBAL.......................................................................5
a. Pengertian Komunikasi Verbal...........................................................5
b. Munculnya Kemampuan Berbahasa.....................................................7
c. Bahasa dan Realitas............................................................................8
d. Kata dan Makna.................................................................................8
2. KOMUNIKASI NON-VERBAL..............................................................10
a. Pengertian Pesan Non-verbal..............................................................10
b. Fungsi Pesan non-verbal....................................................................11
c. Klasifikasi pesan non-verbal...............................................................16
BAB III : PENUTUP
A. KESIMPILAN.......................................................................................17
B. SARAN................................................................................................17
C. DAFTAR PUSTAKA.............................................................................17
3
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan manusia
lainnya. Dalam berinteraksi manusia pasti saling berkomunikasi, komunikasi yang terjadi bisa
dimana saja, baik di rumah, lingkungan kampus, tempat-tempat umum, ataupun lokasi-lokasi
yang lainnya. Dalam berkomunikasi manusia manggunakan dua jenis komunikasi, yakni
komunikasi verbal dan Non verbal. Kemampuan kita dalam berkomunikasi dengan orang lain,
akan sangat berpengaruh dalam kualitas hidup kita, agar kita dapat memahami dan meningkatkan
komunikasi yang kita lakukan dengan orang lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Komunikasi Verbal?
2. Bagaimana Kemampuan Berbahasa itu Muncul?
3. Apa itu Bahasa dan Realitas?
4. Apa itu kata-kata dan Makna?
5. Apa itu Komunikasi Non-verbal?
6. Apa Fungsi Pesan Non-verbal?
7. Bagaimana Klasifikasi Pesan Non-verbal?
C. Tujuan Penelitian
Mampu memahami apa itu komunikasi verbal maupun non-verbal, pembaca juga mampu
menggunakan bahsa dengan baik dalam konteksnya masing-masing, cerdas dalam
berkomunikasi dan mengerti bagaimana mengklsifikasikan pesan non-verbal.
4
II. PEMBAHASAN
1. Komunikasi Verbal
a. Pengertian Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah lisan maupun
tulisan. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia. Melalui kata-
kata, mereka mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, atau maksud mereka,
menyampaikan fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan
pemikiran, saling berdebat, dan bertengkar. Dalam komunikasi verbal itu bahasa memegang
peranan penting. Karena kenyataannya, ide-ide, pemikiran atau keputusan, lebih mudah
disampaikan secara verbal ketimbang non verbal. Dengan harapan, komunikan (baik pendengar
maun pembaca ) bisa lebih mudah memahami pesan-pesan yang disampaikan.
Ada beberapa unsur penting dalam komunikasi verbal, yaitu:
1. Bahasa
Pada dasarnya bahasa adalah suatu system lambang yang memungkinkan orang berbagi
makna. Dalam komunikasi verbal, lambang bahasa yang dipergunakan adalah bahasa verbal
entah lisan, tertulis pada kertas, ataupun elektronik. Bahasa suatu bangsa atau suku berasal dari
interaksi dan hubungan antara warganya satu sama lain.
Bahasa memiliki banyak fungsi, namun sekurang-kurangnya ada tiga fungsi yang erat
hubungannya dalam menciptakan komunikasi yang efektif. Ketiga fungsi itu adalah:
Untuk mempelajari tentang dunia sekeliling kita;
Untuk membina hubungan yang baik di antara sesama manusia
Untuk menciptaakan ikatan-ikatan dalam kehidupan manusia.
Bagaimana mempelajari bahasa? Menurut para ahli, ada tiga teori yang membicarakan
sehingga orang bisa memiliki kemampuan berbahasa.
~ Teori pertama disebut Operant Conditioning yang dikembangkan oleh seorang ahli
psikologi behavioristik yang bernama B. F. Skinner (1957). Teori ini menekankan unsur
5
rangsangan (stimulus) dan tanggapan (response) atau lebih dikenal dengan istilah S-R. teori
ini menyatakan bahwa jika satu organism dirangsang oleh stimuli dari luar, orang cenderung
akan member reaksi. Anak-anak mengetahui bahasa karena ia diajar oleh orang tuanya atau
meniru apa yang diucapkan oleh orang lain.
~ Teori kedua ialah teori kognitif yang dikembangkan oleh Noam Chomsky.
Menurutnya kemampuan berbahasa yang ada pada manusia adalah pembawaan biologis
yang dibawa dari lahir.
~ Teori ketiga disebut Mediating theory atau teori penengah. Dikembangkan oleh
Charles Osgood. Teori ini menekankan bahwa manusia dalam mengembangkan
kemampuannya berbahasa, tidak saja bereaksi terhadap rangsangan (stimuli) yang diterima
dari luar, tetapi juga dipengaruhi oleh proses internal yang terjadi dalam dirinya.
Berbicara komunikasi verbal, yang porsinya kurang 35% dari keseluruhan komunikasi
kita, banyak orang yang tidak sadar bahwa bahasa itu terbatas. Bukti keterbatasan bahasa dapat
dilihat sebagai berikut:
Keterbatasan jumlah kata yang tesedia untuk mewakili objek. Penggunaan komunikasi
verbal pada dasarnya sangat terbatas, yang porsinya hanya sepertiga dari keseluruhan
komunikasi kita. Jumlah kata-kata memiliki keterbatasan untuk mewakili objek. Kata-
kata adalah kategori-kategori untuk merujuk pada objek tertentu: orang, benda, peristiwa,
sifat, perasaan, dsb. Tidak semua kata tersedia untuk merujuk pada objek. Satu kata
hanya mewakili realitas, tetapi bukan realitas itu sendiri. Seperti halnya kata-kat sifat
dalam bahasa cenderung dikotomis, misalnya baik-buruk, kaya miskin, pintar-bodoh,
tebal-tipis. Padahal realitas yang sebenarnya tidak bersifat hitam-putih, tetapi terdiri dari
jutaan corak abu-abu dan warna lainnya. Misalnya di antara konsep kaya dan miskin,
masih banyak orang yang tidak mau digolongkan pada keduanya.
Kata-kata bersifat ambigu kontekstual.
Kata yang bersifat ambigu, karena kata-kata merespresentasikan persepsi dan
interprestasi orang-orang yang berbeda pula. Karena itu terdapat berbagai kemungkinan
untuk memaknai kata-kat tersebut. Contoh kata berat yang punya banyak makna.
Kata-kata mengandung bias budaya.
6
Bahasa terikat oleh konteks budaya. Dengan kata lain, bahasa dapat dipandang sebagai
perluasan budaya. Bahasa yang berbeda sebenarnya mempengaruhi pemakaianya dalam
berpikir, melihat lingkungan alam semesta di sekitarnya secara berbeda, tentunya akan
menghasilkan perilaku secara berbeda pula. Contoh bahasa Jawa dan Sunda yang
menunjukkan alam pikiran yang berbeda bagi pihak-pihak yang menggunakan bahasa
tersebut.
Pencampuradukkan fakta, penafsiran dan penilaian.
Kita sering meencampuradukkan fakta (uraian), penafsiran (dugaan), dan penilaian.
Masalah ini berkaitan dengan kekeliruan persepsi. Komunikasi kita akan lebih efektif
kalau kita memisahkan penyertaan fakta dengan dugaan.
Komunikasi dalam bahasa yang sama dapat menimbulkan salah pengertian, apalagi bila
kita tidak menguasai bahasa lawan bicara kita. Untuk komunikasi yang efektif, kita harus
menguasai bahasa motra komunikasi kita. (Yasir, 2009:93)
a. Munculnya Kemampuan Berbahasa
Umumnya kita tidak pernah sulit mengatakan kata-kata. Setiap kita berbicara dengan
komunikasi yang baik dengan bertatap muka maupun melalui media. Kita merasa sudah terlatih
sejak kita bayi untuk berbicara. Sejak kecil kita mengumpulkan kosa kata dan maknanya dalam
memori kita. Dalam hal penggunaan bahasa ini, kita jarang menyadari bagaimana kita belajar
berbahasa.
Kapan orang bisa berbahasa, terutama bahasa ibunya? Tentunya kita tidak pernah menghapal
satu persatu kata dalam bahasa itu untuk mengetahui maknanya. Beberapa pendekatan
menjelaskan hal ini untuk mengetahui maksudnya. Salah satunya Psikologi yang menjelaskan
bahwa kemampuan orang berbahasa dengan Teori Belajar dari aliran Behaviorisme dan teori
nativisme dari Noam Chomsky. Menurut teori belajar, anak-anak memperoleh pengetahuan
berbahasa melalui tiga proses, ketika yakni asosiasi, imitasi, dan pengetahuan. Asosiasi
maksudnya melazimkan suatu bunyi dengan objek tertentu. Imitasi berarti menirukan
pengucapan dan struktur kalimat yang didengarnya. Pengetahuan berarti ungkpana kegembiraan
yang dinyatakan ketika anak mengucapkan kata-kata dengan benar. Misalnya ketika anak kecil
7
mengucapkan kata u-u (asosiasi), ibunya menganggap anak itu ingin minum dangan mengatakan
u-u sebagai tiruan dati kata minum (imitasi). Tentunya sang ibu akan menanggapi dengan
gembira mendengar anaknya mampu berbicara sehingga ia merangkul dan memeluknya
(peneguhan). Demiikianlah perlahan-lahan si anak melafalkan kata demi kata dan memamhami
sehingga ribuan kara dapat terkuasai seiring perkembangan anak tersebut.Yasir, 2009: 90)
b. Bahasa dan realitas
Bahasa dapat didefenisikan sebagai seperangkat simbol dengan aturan untuk
mengkomunikasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.
Pesan atau simbol verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih.
Dengan konsekuensi, kata- kata adalah abstraksi realitas kita yang tidak mampu menimbulkan
reaksi yang merupakan totalitas objek atau konsep yang diwakili kata-kata itu.Fungsi bahasa
mendasar adalah untuk menamai atau menjuluki orang, objek, dan peristiwa. Penamaan adalah
dimensi pertama bahasa dan basis bahasa. Larry L. Barker menjelaskan tiga fungsi bahasa yaitu:
penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi. Penamaan merujuk pada
usaha identifikasi objek, tindakan atau orang yang menyebut namanya sehingga dapat dirujuk
dalam komunikasi. Interkasi berfungsi sebagai penekan gagasan dan emosi, yang mengandung
simpati atau pengertian ataupun kemarahan juga kebingungan. Melalui bahasa, informasi dapat
disampaikan dengan orang lain. Bahasa berfungsi sebagai informasi, kita dapat menghadirkan
semua objek dan tempat untuk kita rujuk dalam komunikasi kita. Agar komunikasi kita berhasil,
kita harus memenuhi tiga fungsu, yaitu: untuk mengenal dunia sekitar kita, berhubungan dengan
orang lain, dan menciptakan koherensi dalam kehidupan.(Yasir, 2009: 92)
c. Kata dan Makna
1. Kata
Kata merupakan unit lambang terkecil dalam bahasa. Kata adalah lambang yang
melambangkan atau mewakili sesuatu hal, baik orang, barang, kejadian, atau keadaan. Jadi kata
itu bukanlah orang, barang, kejadian, atau keadaan sendiri. Makna kata tidak ada pada kata
sendiri melainkan pada pikiran orang. Tidak ada hubungan antara kata dan hal. Yang
8
berhubungan langsung hanyalan kata dan pikiran orang. Jika digambarkan kira-kira sebagai
berikut.
Hubungan antara kata dan hal hanya ada pada pikiran orang, tetapi pikiran orang dapat
berbeda-beda dikarenakan adanya perbedaan budaya, pendidikan, dan pengalaman seseorang.
Karena itu bagi orang yang berbeda-beda satu hal yang sama yang disebutkan dengan satu kata
yang sama dapat berarti berbeda-beda pula. Perbedaan itu masih akan bertambah jika digunakan
ditempat yang berbeda, pada zaman yang berbeda dan waktu yang berbeda. Jadi, kata itu dalam
dirinya tidak berarti apa-apa. Arti kata berkaitan dengan hal yang dilambangkan. Kata hanyalah
alat untuk mengarahkan, mengatur, mencatat, dan menyampaikan pikiran pada hal tertentu.
Dengan demikian, kata itu mempunyai dua aspek atau segi, yaitu lambang dan makna.
Dalam bahasa lisan, lambang kata berupa ucapan lisan. Dalam bahasa tertulis, lambang kata
berbentuk tulisan. Dalam bahasa nonverbal, lambang kata berupa gerak, bahasa tubuh, tanda,
tindakan, ataupun objek. Sedangkan makna merupakan isi yang terkandung dalam lambang. Isi
menunjuk kepada objek orang, barang atau keadaan. Sebagai contoh pada waktu mendengar
bunyi pada bahasa lisan, melihat tulisan pada bahasa tertulis dan menemukan tanda dalam bahasa
nonverbal, dan mempu menangkap maknanya, dalam diri seseorang yang mengalami akan
muncul tanggapan atau sebuah reaksi.
Hubungan antara lambang dan makna itu terbentuk karena kesepakatan atau kenvensi
para penutur atau pemakainya. Dapat dikatakan, hubungan antara lambang dan makna amatlah
bersifat asal-asalan (arbitrary). Karena pemaknaan lambang ditentukan oleh orang yang
menggunakan lambang dan daya pengertian yang dimiliki oleh pendengarnya. Oleh karena itu,
satu kata yang sama dapat berarti berbeda bagi orang-orang yang berbeda. Sebagai contoh :
misalnya kata "mengambil" bagi orang lain berarti "memegang lalu membawa"sedangkan bagi
orang yang kehilangan sesuatu dapat berarti "pemindahan pemilikan barang tanpa izin /
pemberitahuan" dan bagi para penjahat kata "diambil" berarti "ditangkap dan dibawa kerumah
tahanan".
9
Karena adanya perbedaan itu, maka dalam pemaknaan kata perlu dibedakan adanya
maknadenotatif dan makna konotatif. Makna denotatif adalah makna konseptual, makna biasa,
atau umum sebagaimana dijelaskan dalam kamus. Misalnya "kurus" berarti "kurang berdaging"
atau "rumah" yang berarti tempat tinggal". Sedangkan makna konotatif adalah makna personal
dan sosial, di mana pengertian pribadi dan sosial tercakup. Misalnya kata "gubug" berarti
"tempat tinggal yang lebih kecil" dan oleh pemiliknya dipergunakan untuk merendahkan tempat
tinggal dan dirinya.
2. Makna
Makna dapat pula digolongkan ke dalam makna denotatif dan konotatif. Makna denotatif adalah
makna yang sebenarnya (faktual), seperti yang kita temukan dalam kamus dan diterima secara
umum oleh kebanyakan orang dengan bahasa dan kebudayaan yang sama. Makna konotatif
adalah makna yang subyektif, mengandung penilaian tertentu atau emosional (lihat Onong
Effendy, 1994, h. 12)
3. Komunikasi Non-verbal
a. Pengertian komunikasi non-verbal
Ada beberapa macam pengertian komunikasi nonverbal, diantaranya dalah :
~ Pesan-pesan yang diekspresikan secara sengaja atau tidak sengaja melalui
gerakan/tindakan/perilaku atau suara-suara atau vokal yang berbeda dari penggunaan kata-
kata dalam bahasa (Sasa Djuarsa Sendjaja, 2001).
~ Tindakan-tind akan manusia yang secara sengaja dikirimkan dan diintepretasikan seperti
tujuannya dan memiliki potensi akan adanya umpan balik (feedback) yang menerimanya
(Judee K.Burgon & Thomas J.Saine, 1978).
Secara sederhana, pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata.
Pesan-pesan nonverbal ini sangat berpengaruh dalam komunikasi. Bila kebanyakan
10
perilaku verbal kita bersifat eksplisit dan diproses secara kognitif, perilaku nonverbal kita
bersifat spontan, ambigu, sering berlangsung cepat, dan diluar kesadaran dan kendali kita.
Karena itu Edward T. Hall menamai bahasa nonverbal ini dengan “bahasa diam” (sillent
language) dan “dimensi tersembunyi” (hidden dimension).
Menurut Joseph A. Devito, ada enam ciri umum dari pesan-pesan nonverbal, yaitu :
1. Komunikatif
2. Kontekstual
3. Paket
4. Dapat dipercaya
5. Aturan
6. Metakomunikasi
b. Fungsi Pesan Non-verbal
Komunikasi nonverbal dapat menjalankan sejumlah fungsi penting. Periset nonverbal
mengidentifikasi enam fungsi utama (Ekman, 1965; Knapp, 1978) yaitu:
Untuk Menekankan
Manusia menggunakan komunikasi nonverbal untuk menonjolkan atau menekankan
beberapa bagian dari pesan verbal, misalnya tersenyum untuk menekankan kata atau ungkapan
tertentu, atau memukulkan tangan ke meja untuk menekankan suatu hal tertentu.
Untuk Melengkapi (Complement)
Manusia menggunakan komunikasi nonverbal untuk memperkuat warna atau sikap
umum yang dikomunikasikan oleh pesan verbal, misalnya tersenyum ketika menceritakan kisah
lucu, atau menggeleng-gelengkan kepala ketika menceritakan ketidakjujuran seseorang.
Untuk Menunjukkan Kontradiksi
Manusia juga dapat secara sengaja mempertentangkan pesan verbal dengan gerakan
nonverbal. Sebagai contoh, menyilangkan jari atau mengedipkan mata untuk menunjukkan
bahwa yang dikatakan adalah tidak benar.
11
Untuk Mengatur
Gerak-gerik nonverbal dapat mengendalikan atau mengisyaratkan keinginan untuk
mengatur pesan verbal. Misalnya mengerutkan bibir, mencondongkan badan ke depan, atau
membuat gerakan tangan untuk menunjukkan keinginan mengatakan sesuatu. Bisa juga
mengangkat tangan atau menyuarakan jenak (pause) (misalnya, dengan menggumamkan “umm”)
untuk memperhatikan bahwa anda belum selesai bicara.
Untuk Mengulangi
Melalui kode nonverbal dapat mengulangi atau merumuskan ulang makna dari pesan
verbal. Misalnya, menyertai pernyataan verbal “apa benar?” dengan mengangkat alis mata anda,
atau anda dapat menggerakkan kepala atau tangan untuk mengulangi pesan verbal “Ayo kita
pergi”.
Untuk Menggantikan
Komunikasi nonverbal juga dapat menggantikan pesan verbal, misalnya, mengatakan
“oke” dengan tangan tanpa berkata apa-apa. Menganggukkan kepala untuk mengatakan “ya”
atau menggelengkan kepala untuk mengatakan “tidak”.
Tubuh manusia adalah transmisi utama dari kode-kode presentational. Argyle (1972)
mendaftar sepuluh kode-kode presentasional dan menyarankan beberapa makna yang dapat
mereka kirimkan.
1. Kontak tubuh.Siapa yang kita sentuh dan di mana serta kapan kita menyentuh mereka
dapat mengirimkan pesan-pesan penting mengenai hubungan. Menariknya, kode ni dan
kode berikutnya (proximity) adalah yang paling bervariasi di antar orang-orang yang
memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Orang Inggris lebih sedikit saling
menyentuh dibandungkan anggota budaya yang lain.
2. Kedekatan jarak. Seberapa dekat jarak kita dengan seseorang dapat memberikan pesan
mengenai hubungan kita dengan orang tersebut. Tampaknya terdapat ‘karakteristik yang
jelas’ yang dapat membedakan secara jelas perbedan jarak antarpersonal. Jarak kurang
dari tiga kaki adalah jarak intim, tiga sampai delapan kaki isebut jarak personal, lebih dari
12
tiga kaki disebut semi-publik dan seterusnya. Jarak sesuhngguhnya bisa bervariasi,
contohnya di Arab bisa sampai 18 inci-yang bisa jadi sangat memalukan bagi
audiens/pendengar Inggris. Jarak personal bagi kelas menengah sedikit lebih jauh
dibanding rekan sejawat dari kelas pekerja.
3. Orientasi. Bagaiman kita menempatkan diri kita pada sudut tertentu terhadap orang lain
adalah caa lain untuk menyampaikan pesan mengenai hubungan. Saling berhadapan
dengan seseorang dapat mengidikasikan keintiman ataupun agresi; memposisikan 90
derajat dari ootang kain mengindikasikan posisi kooperatif; dan seterusnya.
4. Penampilan. Argyle membedakannya menjadi dua, yaitu aspek-aspek yang dikontrol
dengan mudah contohnya seperti rambut, pakaian, kulit,dan asesoris tubuh dan aspek-
aspek yang lebih sukar dikendalikan seperti tinggi badan, berat badan, dan sebagainya.
Penampilan mengirimkan pesan mengenai kepribadian, status sosial, dan khususnya
penerimaan. Remaja sering mengindikasikan ketidakpuasan dengan nilai-nilai orang
dewasa mengenai rambut dan pakaian. Jika pesan-pesan tersebut (melalui rambut dan
pakaian) menimbulkan reaksi yang negatif dari orang-orang dewasa.
5. Anggukan kepala. Kode ini digunakan biasanya pada manajemen interaksi, terutama pada
percakapan/pidato yang bergantian. Satu kali anggukan mungkin memberikan
kesempatan baik pihak lain untuk terus berbicara, sedangkan anggukan cepat mungkin
mengindikasikan keinginan untuk berbicara.
6. Ekspresi wajah. Kode ini mungkin terus dijabarkan di dalam beberpa sub-kode dari alis,
bentuk mata, bentuk mulut, dan ukuran lubang hidung. Hal-hal tersebut, di dalam
berbagai kombinasi, menentukan ekspresi wajah, dan memungkinkan untuk menulis ‘tata
bahasa’ dari kombinasi dan makna dari berbagai sub-kode tersebut. Menariknya, ekspresi
wajah menunjukkan lebih sedikit variasi lintas budaya dibanding kode-kode
presentasional yang lain.
7. Bahasa Tubuh/Gesture (atau kinesics). Tangan dan lengan adalah transmisiutama dari
bahasa tubuh, namun gerkan kaki dan kepala juga penting. Mereka terkoordinasi dengan
baik denga cara bicara dan komunikasi verbal tambahan yang lain. Kode-kode atau
bahasa tubuh mengindikasikan bangkitnya emosi secara umum atau kondisi emosional
yang spesifik. Gerakan empati naik turun yang tidak teratur mengindikasikan supaya
untuk mendominasi, sedangkan yang lebih mengalir, berkesinambungan, gerakan
13
melingkar, mengindikasikan hasrat untuk memberi penjelasan atau mendapatkan simpati.
Selain bahasa tubuh yang bersifat jelas/indexial, terdapat kelompok kode yang bersifat
simbolik. Sering kali bersift mengejek atau kotor dan spesifik pada budaya atau sub-
budaya tertentu: tanda V adalah salah satu contohnya.
8. Postur. Cara kita duduk, berdiri, dan berbaring dapat mengkomunikasikan serangkaian
makna yang terbatas namun menarik. Kode-kode tersebut sering kali terkait denga sikap
interpersonal: keramahan, agresivitas, superioritas, atau inferioritas yang semua itu
dapatdiindikasikan oleh terutama derajat ketegangan ataupun relaksasi. Menariknya atau
mungkin lebih mengejutkan, postur lebih kurang bisa dikendalikan dibandingkan dengan
ekspresi wajah. Contohnya kecemasan yang tidak tampak pada wajah bisa terlihat di
postur tubuh.
9. Gerkan Mata atau Kontak Mata Kapan.Seberapa sering dan untuk berpa lama kita
menatap mata seseorang adalah satu cara penting untuk mengirimkan pesan penting
mengenai hubungan, terutama terkait keinginan kita mengenai sebrapa dominan atau
dekat di dalam hubungan yang terjalin. Memandang terus menerus adalah upaya
sederhana untuk mendominasi;mengerling pada seseorang menunjukkan hasrat untuk
afiliasi/pendekatan.melakukan kontak mata pada permulaaan atau awal pernyataan verbal
mengindikasikan keinginan untuk mendominasi pendengar, membuatnya memerhatikan.
Kontak mata padakahir atau setelah pernyataan mengindikasikan hubungan yang lebih
dekat, keinginan untuk mendapatkan umpan balik/tanggapan untuk melihat reaksi dari
pendengar.
10. Aspek Non-verbal dariPembicaraan terdapat dua kategori dalam as[ek ini yaitu:
a. Kode intonasi yang mempengaruhi makna dari kata-kata yang digunakan. Nada dan
penekanan adalah kode-kode utama pada kategori ini, “Toko-toko buka pada hari
minggu” dapat dibuta menjadi sebuah pernyataan atau pertanyaanm ataupun sebuah
ekspresi tidak percaya dengan nada suara.
b. Kode-kode paralinguistik yang mengkomunikasikan informasi mengenai pembicara.
Warna suara, volume, aksen, kesalahan, dan kecepatan berbicara mengindikaikan
kondisi emosional dari pembicara, kepribadian, kelas, status sosial dari pembicara
sesuai acar pandang pendengar. (John Fiske, 2012: 112)
14
Dale G. Leathers dalam bukunya Nonverbal Communication System menyebutkan alasan
mengapa pesan Non-verbal sangat penting. Pertama, faktor-faktor nonverbal sangat menemukan
makna dalam komunikasi interpersonal. Ketika kita mengobrol atau berkomunikasi tatap muka,
kita banyak menyampaikan gagasan dan pikiran kita lewat pesan-pesan non-verbal. Pada
gilirannya orang lain pun lebih banyak “membaca” pikiran lewat petunjuk-petunjuk non-verbal.
Menurut Birdwhistell, “barangkali tidak lebih dari 30% sampai 35%, makna sosial percakapan
atau interaksi dilakukan dengan kata-kata, “sisanya dilakukan dengan pesan nonverbal.
Mehrabian, penulis The Silent Message, bahkan memperkirakan 93% dampak pesan diakibatkan
oleh pesan non-verbal. Dalam konteks ini juga kita dapat memahami mengapa kalimat-kalimat
yang tidak lengkap dalam percakapan masih dapat diberi arti. Anda maklum apa yang dimksud
rekan anda ketika ia melukiskan kecantikan seorang wanita dengan kalimat yang tidak selesai,
“Pokoknya…”, ketika anda melihat gerka kepala, tubuh, dan tangannya.
Kedua, perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan non-verbal ketimbang
pesan verbal. Ketika anda menulis surat untuk pacar anda, dan ingin mengungkapkan gelira
kerinduan anda anda akan tertegun, dan tidak menemukan kata-kata yang tepat untuk
menyatakan sesuatu yang sebenarnya begitu mudah diungkpkan bila dengan pesan non-verbal.
Ketiga, pesan non-verbal menyampikan makna dan maksud yang relatif bebas dari
penipuan, distorsi, dan kerancuan. Pedan non-verbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara
sadar. Misalnya seorang wanita yang selalu mengatakan “tidak” dengan verbal, tetapi pria jarang
tertipu, merek tahu ketika wanita mengatakan tidak, seluruh anggota tubuhnya mengatakan “Ya”.
Dalam situasi komunikasi yang disebut double binding ketika pesan non-verbal bertentangan
dengan pesan verbal, orang bersandar pada pesan non-verbal.
Keempat,pesan non-verbal berfungsi sebagai metakomunikatif yang sangat diperlukan
untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi metakomunikatif artinya
memberikan informasi tambahan yang memperjelas maksud dan makna pesan.
Kelima, pesan non-verbal merupakan cara komunikasi yang lebih efisien dibandingkan
dengan pesan verbal. Dalam paparan verbal selalu terdapat re-dundansi (lebih banyak lambang
yang diperlukan). Repetisi, ambiguity (kata-kata yang berrti ganda), dan abstraksi. Diperlukam
lebih banyak waktu untuk mengungkapkan pikran kita secra verbal daripada secara non-verbal.
15
Keenam, pesan nonverbal merupakan saran sugesti yang tepat. Da situasi komunikasi yang
menuntut kita untuk mengungkpkan gagasan atau emosi secra tidak langsung. Sugesti di sini
dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implisit (secara tersirat).
( Djalaluddin Rakhmat, 2012: 284-285)
c. Klasifikasi Pesan Non-verbal
Menurut Ray L. Birdwhilstel, 65 % dari komunikasi tatap muka adalah nonverbal,
sementara menurut Albert Mehrabian, 93% dari semua makna sosial dalam komunikasi tatap
muka diperoleh dari isyarat-isyarat nonverbal. Seperti bahasa verbal, bahasa nonverbal suatu
kelompok orang juga tidak kalah rumitnya.
Kita dapat mengklasifikasikan pesan-pesan nonverbal ini dengan berbagai cara. Jurgen
Ruesch mengklasifikasikan isyarat nonverbal menjadi tiga bagian yaitu :
1. Bahasa tanda (sign language)
2. Bahasa tindakan (action language)
3. Bahasa objek (object language)
Sedangkan Samover dan dan Portere membagi pesan-pesan nonverbal menjadi dua
kategori besar yakni :
1. Perilaku yang terdiri dari penampilan dan pakaian, gerakan, dan postur tubuh,
ekspresi wajah, kontak mata, sentuhan, pribahasa.
2. Ruang, waktu, dan diam. (Yasir, 2009: 98)
16
III. PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari uraian di atas, kelompok kami mengambil kesimpulan, bahwa komunikasi verbal
dan komunikasi non-verbal merupakan komunikasi yang saling melengkapi satu dengan yang
lainnya. Ketika komunikasi verbal terbatas untuk kita gunakan, contoh dalam keterbatasn bahasa,
komunikasi non-verbal akan membantu kita untuk berkomunikasi dengan isyarat-isyarat tertentu.
Jika dikaitkan dengan Psikologi Komunkasi, tentu pesan verbal maupun non-verbal akan sangat
mempengaruhi perilaku komunikator maupun komunikan. Dengan komunikasi non-verbal, kita
dapat mengetahui pesan tersirat yang disampaikan mitra komunikasi kita dengan membaca gerak
tubuh, maupun ekspresi wajah, intonasi suara dan lain sebagainya, yang sering dikaji dalam
psikologi komunikasi.
b. Saran
penulisan makalah ini masih mempunyai kekurangan oleh karena itu saya selaku penulis
senantiasa untuk menantukan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Seperti kata
pepatah “ tak ada gading yang tak retak”. Penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan baik
dalam penulisan ataupun penyampaian.
17
Daftar Pustaka
Yasir. 2009. Pengantar Ilmu Komunikasi. Pekanbaru: Pusat Pengembangan dan Pendidikan UR.
Fiske, John. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Rajawali Pers.
Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Psikologi Komuniksi. Bandung: Rosda.
Mulyana, deddy. 2005. Ilmu komunikasi : Suatu Pengantar, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Purwanto, Jdoko. 2003. Komunikasi Bisnis. Jakarta : Erlangga
Hardjana, Agus M. 2007. Komunikasi Intrapersonal dan Interpersonal. Yogyakarta : Kanisius
Indah Kusumastuti, Yatri. 2009. "Chapter 2: Komunikasi dalam Organisasi". Komunikasi
Bisnis (ed. edisi ke-1). IPB Press.
Effendy, Onong. 1994. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Cangara, Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta; Raja Grafindo Persada
M. Hardjana, Agus. 2003. Komunikasi Intra Personal dan Interpersonal. Yogyakarta; Kanisius
18
19