BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pergerakan non-kooperasi merupakan sikap radikal ini yang ditandai dengan
taktiknon-kooprasi dari pihak partai politik. Artinya dalam memperjuangkan cita-
citanya mereka tidak mau bekerjasama dengan pemerintah Belanda. Semua hal untuk
mempercepat cita-cita yang diusahakan sendiri, antara lain memperkokoh persatuan
nasional, memajukan pendidikan, meningkatkan kegiatan-kegiatan sosial untuk
mensejahterakan rakyat. Mereka juga tidak mau memasuki dewan perwakilan rakyat
yang dibentuk pemerintah kolonial baik daerah maupun pusat. Disini kami mencoba
membahas beberapa partai politik non-kooprasi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah Pergerakan Komunis?
2. Bagaimana sejarah Partai Nasional Indonesia?
3. Bagaimana sejarah Gerakan Wanita?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mendiskribsikan sejarah pergerakan komunis
2. Untuk mendiskribsikan Partai Nasional Indonesia
3. Untuk mendiskribsikan Gerakan Wanita
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pergerakan Komunis
1. Gerakan Awal PKI
Partai ini didirikan atas inisiatif tokoh sosialis Belanda, Henk Sneevliet pada
1914, dengan nama Indische Sociaal-Democratische Vereeniging (ISDV) (atau
Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda). Keanggotaan awal ISDV pada
dasarnya terdiri atas 85 anggota dari dua partai sosialis Belanda, yaitu SDAP
(Partai Buruh Sosial Demokratis) dan SDP (Partai Sosial Demokratis), yang aktif
di Hindia Belanda. Pada Oktober 101 SM ISDV mulai aktif dalam penerbitan
dalam bahasa Belanda, "Het Vrije Woord" (Kata yang Merdeka). Editornya adalah
Adolf Baars.
Pada saat pembentukannya, ISDV tidak menuntut kemerdekaan Indonesia.
Pada saat itu, ISDV mempunyai sekitar 100 orang anggota, dan dari semuanya itu
hanya tiga orang yang merupakan warga pribumi Indonesia. Namun demikian,
partai ini dengan cepat berkembang menjadi radikal dan anti kapitalis. Di bawah
pimpinan Sneevliet partai ini merasa tidak puas dengan kepemimpinan SDAP di
Belanda, dan yang menjauhkan diri dari ISDV. Pada 1917, kelompok reformis
dari ISDV memisahkan diri dan membentuk partainya sendiri, yaitu Partai
Demokrat Sosial Hindia. Pada 1917 ISDV mengeluarkan penerbitannya sendiri
dalam bahasa Melayu, "Soeara Merdeka".
Di bawah kepemimpinan Sneevliet, ISDV yakin bahwa Revolusi Oktober
seperti yang terjadi di Rusia harus diikuti Indonesia. Kelompok ini berhasil
mendapatkan pengikut di antara tentara-tentara dan pelaut Belanda yang
ditempatkan di Hindia Belanda. Dibentuklah "Pengawal Merah" dan dalam waktu
tiga bulan jumlah mereka telah mencapai 3.000 orang. Pada akhir 1917, para
tentara dan pelaut itu memberontak di Surabaya, sebuah pangkalan angkatan laut
utama di Indonesia saat itu, dan membentuk sebuah dewan soviet. Para penguasa
kolonial menindas dewan-dewan soviet di Surabaya dan ISDV. Para pemimpin
ISDV dikirim kembali ke Belanda, termasuk Sneevliet. Para pemimpin
pemberontakan di kalangan militer Belanda dijatuhi hukuman penjara hingga 40
tahun. ISDV terus melakukan kegiatannya, meskipun dengan cara bergerak di
bawah tanah. Organisasi ini kemudian menerbitkan sebuah terbitan yang lain,
Soeara Ra’jat. Setelah sejumlah kader Belanda dikeluarkan dengan paksa,
ditambah dengan pekerjaan di kalangan Sarekat Islam, keanggotaan organisasi ini
pun mulai berubah dari mayoritas warga Belanda menjadi mayoritas orang
Indonesia.
2. Pembentukan Partai Komunis
Pada awalnya PKI adalah gerakan yang berasimilasi ke dalam Sarekat Islam.
Keadaan yang semakin parah dimana ada perselisihan antara para anggotanya,
terutama di Semarang dan Yogyakarta membuat Sarekat Islam melaksanakan disiplin
partai. Yakni melarang anggotanya mendapat gelar ganda di kancah perjuangan
pergerakan indonesia. Keputusan tersebut tentu saja membuat para anggota yang
beraliran komunis kesal dan keluar dari partai dan membentuk partai baru yang
disebut ISDV. Pada Kongres ISDV di Semarang (Mei 1920), nama organisasi ini
diubah menjadi Perserikatan Komunis di Hindia. Semaoen diangkat sebagai ketua
partai.
PKH adalah partai komunis pertama di Asia yang menjadi bagian dari
Komunis Internasional. Henk Sneevliet mewakili partai ini pada kongresnya kedua
Komunis Internasional pada 1920. Pada 1924 nama partai ini sekali lagi diubah, kali
ini adalah menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI)
3. Pemberontakan 1926
Pada November 1926 PKI memimpin pemberontakan melawan pemerintahan
kolonial di Jawa Barat dan Sumatera Barat. PKI mengumumkan terbentuknya
sebuah republik. Pemberontakan ini dihancurkan dengan brutal oleh penguasa
kolonial. Ribuan orang dibunuh dan sekitar 13.000 orang ditahan. Sejumlah 1.308
orang, umumnya kader-kader partai, dikirim ke Boven Digul, sebuah kamp
tahanan di Papua. Beberapa orang meninggal di dalam tahanan. Banyak aktivis
politik non-komunis yang juga menjadi sasaran pemerintahan kolonial, dengan
alasan menindas pemberontakan kaum komunis. Pada 1927 PKI dinyatakan
terlarang oleh pemerintahan Belanda. Karena itu, PKI kemudian bergerak di
bawah tanah.
Rencana pemberontakan itu sendiri sudah dirancang sejak lama. Yakni di
dalam perundingan rahasia aktivis PKI di Prambanan. Rencana itu ditolak tegas
oleh Tan Malaka, salah satu tokoh utama PKI yang mempunyai banyak massa
terutama di Sumatra. Penolakan tersebut membuat Tan Malaka di cap sebagai
pengikut Leon Trotsky yang juga sebagai tokoh sentral perjuangan Revolusi
Rusia. Walau begitu, beberapa aksi PKI justru terjadi setelah pemberontakan di
Jawa terjadi. Semisal Pemberontakan Silungkang di Sumatra. Pada masa awal
pelarangan ini, PKI berusaha untuk tidak menonjolkan diri, terutama karena
banyak dari pemimpinnya yang dipenjarakan. Pada 1935 pemimpin PKI Moeso
kembali dari pembuangan di Moskwa, Uni Soviet, untuk menata kembali PKI
dalam gerakannya di bawh tanah. Namun Moeso hanya tinggal sebentar di
Indonesia. Kini PKI bergerak dalam berbagai front, seperti misalnya Gerindo dan
serikat-serikat buruh. Di Belanda, PKI mulai bergerak di antara mahasiswa-
mahasiswa Indonesia di kalangan organisasi nasionalis, Perhimpoenan Indonesia ,
yang tak lama kemudian berada di dalam kontrol PKI.
B. Partai Nasional Indonesia
1. Lahirnya Partai Nasional Indonesia
Pada bulan November 1925, tahun terakhirnya Ir. Soekarno menyelesaikan
studinya, membantu mendirikan Algemeene Studieclub “ kelompok belajar umum” di
kalangan mahasiswa. Kelompok belajar-nya Soekarno nyata bersifat politik, dengan
kemerdekaan Indonesia sebagai tujuannya. Pada tanggal 4 Juli 1927 berdirilah di kota
Bandung atas usaha Dr. Cipto Mangoenkoesoemo, Ir. Soekarno, Mr. Iskaq
Cokroadisoerjo, Mr. Sartono, Mr. Boediarto, Mr. Soenarjo, Dr. Samsi, Ir. Anwari dan
lainnya, “Perserikatan Nasional Indonesia” atau PNI. Menarik perhatian bahwa peresmian
berdirinya PNI berlangsung pada tanggal 4 Juli 1927. Tanggal kelahiran PNI jelas bukan
suatu kebetulan. Almarhum Adam Malik dalam bukunya Adam Malik Mengabdi RI
pernah menjelaskan bahwa pilihan tanggal 4 Juli ada kaitannya dengan hari kemerdekaan
Amerika Serikat.
Sejarah mencatat proklamasi kemerdekaan Amerika berlangsung pada tanggal 4
Juli 1776 di Philadelpia. Dengan memilih 4 Juli sebagai hari berdirinya PNI, para
pemimpin PNI berharap semangat, siasat dan keberhasilan revolusi kemerdekaan
Amerika akan mengilhami semangat, siasat dan keberhasilan perjuangan bangsa
Indonesia di bawah pimpinan PNI. Bung Karno berharap bangsa Indonesia dapat bersatu
padu, karena hanya dengan cara begitu mereka dapat menang menghadapi penjajah.
Untuk itu paham atau ideologi yang berbeda perlu dipersatukan lewat persamaan-
persamaan yang ada. Demikianlah Bung Karno pada tahun 1926 mengajak pendukung
ideologi Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme untuk dapat dan mau bersatu.
Perbedaan- perbedaan yang ada mestinya dikesampingkan.
Asas dan tujuan partai ini sangat jelas yaitu perjuangannya yang bersifat
antikolonialisme nonkooperasi, dan organisasi massa. Maka dalam hubungan itu
membangkitkan kesadaran nasional adalah salah satu tugas PNI, yaitu mengsinyafkan
rakyat akan besarnya penderitaan dalam menghadapi eksploitasi ekonomi, sosial, dan
politiknya yang dijalankan oleh penguasa kolonial. Kemudian asas PNI adalah (1)
selfhelp, yaitu prinsip menolong diri sendiri (2) non-mendiacancy atau antipati terhadap
pemerintah serta non-kooperasi yaitu tidak mau bekerja sama dengan pemerintah dan (3)
marhaensime, yaitu ideologi kerakuatan yang mencita-citakan terbentuknya masyarakat
sejahtera secara merata. Sedangkan watak PNI adalah merah putih dan kepala banteng
sebagai lambangnya, kesemuanya melambangkan berani, suci dan percaya kepada diri
sendiri.
Program PNI dalam tiga lapangan yaitu politik, ekonomi, dan sosial.
Dalam politik bertujuan :
1. memperkuat perasaan kebangsaan dan persatuan Indonesia
2. menyebarkan pengetahuan tentang sejarah nasional
3. mempererat hubungan antar bangsa-bangsa di Asia dan
4. menuntut kemerdekaan pers dan kemerdekaan berserikat.
Dalam bidang ekonomi bertujuan :
1. berusaha mencapai perekonomian nasional
2. menyongkong perdagangan dan perindustrian nasional
3. mendirikan fons nasional dan keperesi-koperasi.
Sedangkan tujuan dalam bidang sosial yaitu
1. memajukan pengajaran nasional
2. memperbaiki kedudukan wanita
3. memajukan serikat buruh dan tani
4. memperbaiki kesehatan rakyat dan
5. mengajurkan monogami
Asas dan tujuan partai ini sangat jelas yaitu perjuangannya yang bersifat
antikolonialisme nonkooperasi, dan organisasi massa. Maka dalam hubungan itu
membangkitkan kesadaran nasional adalah salah satu tugas PNI, yaitu mengsinyafkan
rakyat akan besarnya penderitaan dalam menghadapi eksploitasi ekonomi, sosial, dan
politiknya yang dijalankan oleh penguasa kolonial.
Di dalam keterangan azasnya diterangkan bahwa susunan masyarakat Indonesia,
baik dalam aspek politik, ekonomi dan sosial sudah dirusak oleh kapitalisme-
imperialisme, dirusak oleh penjajahan. Maka jalan satu-satunya adalah untuk
memperbaiki susunan masyarakat yang sudah rusak itu ialah dengan mencapai terlebih
dahulu kemerdekaan politik yang berarti berakhirnya pengaruh perusak kapitalisme
imperialisme yang berbuntut penjajahan. Dengan demikian seluruh tenaga nasional akan
dikerahkan untuk mencapai kemerdekaan politik, untuk melaksanakan cita-cita Indonesia
Merdeka.
2. Perkembangan PNI
PNI lahir sebagai tanda kesadaran kesadaran rakyat Indonesia dan sebagai
kelanjutan pergerakan kebangsaan Indonesia yang sudah dirintis oleh organisasi sosial
politik sebelumnya. PNI didirikan dan dipimpin oleh kaum muda yang terpelajar dan
telah mendapatkan pendidikan politik melalui kursus-kursus politik maupun buku-buku
pergerakan. Dalam kongres di Surabaya tanggal 27-30 Mei 1928, diputuskan untuk
mengganti perkataan ”perserikatan” menjadi perkataan ”partai”. Perkumpulan selanjutnya
akan disebut ”Partai Nasional Indonesia” atau dikenal sebagai PNI. Pergantian nama ini
berarti meningkatnya PNI menjadi suatu organisasi yang lebih tersusun, menjadi suatu
partai politik yang harus mempunyai program politik, ekonomi, dan sosial yang tertentu
dan berhati-hati dalam penerimaan anggota.
Popularitas PNI berkembang pesat karena pengaruh Soekarno dengan pidato-
pidatonya yang sangat menarik perhatian rakyat. Kewibawaan dan gaya bahasa sebagai
alat bagaimana pidato-pidato Soekarno sangat ditunggu-tunggu disetiap pertemuan rapat
PNI. Pada akhir tahun 1928 sudah ada 2787 orang anggotanya, sampai Mei 1929
anggotanya telah mencapai 3860 orang (sebagian besar di Bandung, Batavia, dan
Surabaya); pada akhir tahun 1929, jumlah anggota partai ini mencapai 10.000 orang.
Soekarno menekadkan untuk mengejar Indonesia Merdeka di bawah panji-panji Merah
Putih Kepala Banteng (Merah-keberanian, Putih-kebersihan hati, Kepala Banteng-percaya
kepada kekuatan dan tenaga sendiri). Usaha propaganda dilakukan dengan membentuk
serikat sekerja supir ”Persatuan Motoris Indonesia”, Serikat Anak Kapal Indonesia”,
Persatuan Jongos Indonesia”.
Bagi PNI, untuk memperoleh pergerakan rakyat yang sadar, maka perkumpulan
perlu mempunyai azas yang terang dan jelas, perlu mempunyai suatu teori nasionalisme
yang radikal yang dapat menimbulkan kemauan yang satu, yaitu kemauan nasional. Bila
kemauan nasional ini cukup tersebar dan masuk mendalam di hati sanubari rakyat, maka
kemauan nasional ini menjadi suatu perbuatan, yaitu perbuatan nasional (nationale geest-
nationale wil-nationale daad). Dan di dalam anggaran dasar PNI dicantumkan maksud
dan tujuannya secara tegas, yaitu Indonesia Merdeka. Ini berarti PNI mengambil jalan
non-kooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda. Masa-masa awal sangat dipengaruhi
oleh ideologi PNI dan mentalitas PNI dalam membentuk mesin birokrasi dan
mengerahkan massa. Maka, disinilah arti penting PNI-Birokrasi menjadi eksis dalam
percaturan politik yang terjadi Indonesia.
Melihat aktifitas politik PNI yang semakin meningkat, pemerintah Hindia
Belanda memberi peringatan kepada pimpinan PNI pada tanggal 15 Mei 1928 di sidang
pembukaan “Volksraad” yang diucapkan oleh Gubernur Jenderal de Graeff untuk
menahan diri. Meski ada peringatan dari pemerintah Hindia Belanda, PNI tetap terus
melakukan kegiatan politiknya, salah satunya adalah dengan menyelenggarakan kongres
yang pertama. Pada kongres yang diadakan di Surabaya, tanggal 27-30 Mei 1928, PNI
memutuskan merubah namanya menjadi “Partai Nasional Indonesia”. Perubahan nama ini
berarti meningkatnya PNI menjadi suatu organisasi yang lebih tersusun rapi, menjadi
suatu partai politik yang harus mempunyai program politik, ekonomi dan sosial yang
lebih baik dan berhati-hati dalam penerimaan anggota. Sebagai anggota hanya dapat
diterima orang-orang yang sadar dan aktif.
Di kongres kedua yang diadakan di Jakarta tanggal 18-20 Mei 1929, ketua PNI
Bung Karno memberikan pidato yang berapi-api di depan peserta kongres. Bung Karno
memantapkan kebulatan hati anggota PNI untuk mengejar Indonesia Merdeka dibawah
panji-panji “Merah-Putih-Kepala Banteng”. Merah berarti keberanian, putih kebersihan
hati sedangkan kepala banteng berarti percaya pada kekuatan dan tenaga sendiri. Media
Propaganda PNI Pemerintah Hindia Belanda yang semakin hari bertambah cemas melihat
pengaruh yang diperoleh PNI dimana-mana, mulai menunjukkan tangan besi.
Program-program tersebut lalu disosialisasikan ileh Ir. Soekarno, sehingga dalam
waktu singkat PNI telah meluas dengan cepatnya. Melihat perkembangan PNI yang
begitu pesat, maka Gubernur Jendral dalm pidato pembukaan Volksraad tanggal 15 Mei
1928 memandang perlu memberikan peringatan kepada pemimpin-pemimpin PNI supaya
menahan diri dalam ucapanya, propogandanya dan lain-lain. Ternyata peringata itu tidak
dihiraukan oleh pemimpin-pemimpin PNI, sehingga pmerintah Hindia Belanda
memandang perlu memberikan peringatan kedua dalam bulan Juli 1929. Pada akhir tahun
1929 tersiar kabar yang bersifat provokasi, yang mendesas-desuskan bahwa PNI akan
mengadakan pemberontakan pada awal tahun1930. Berdasarkan berita propovaksi itu,
maka pada tanggal 24 Desember 1929 pemerintah Hindia Belanda menggadakan
penggeledahan dan menangkap empat pemimpin PNI yaitu Ir. Soekarno, Maskun, Gatot
Mangkuprojo, dan Supriadinata. Keempat pempin PNI itu lalu dihadapkan kemuka
pengadilan di Bandung. Karena adaya pasal-pasal karet yang bisa menjerat pembicaraan
dalam rapat maupun tulisan-tulisan di surat kabar, maka pengadilan negeri Bandung
merasa berhak menghukum keempat orang ini.
3. Perpecahan di Tubuh PNI
Sesudah Bung Karno ditahan, dan dijatuhi hukuman selama 4 tahun
kepemimpinan PNI diambil alih oleh Mr. Sartono. Setelah melalui kongres pada bulan
April 1931 di Jakarta, Pengurus Besar PNI mengeluarkan maklumat tentang pembubaran
PNI dengan alasan untuk menjaga anggota-anggota PNI lainnya agar tidak mendapatkan
kesulitan karena dituduh sebagai anggota partai terlarang. Pengurus besar PNI atas
anjuran Mr. Sartono, berkenaan dengan keputusan pengadilan negeri Bandung tersebut,
mengusulkan pembubaran PNI dan sebagai gantinya mereka mendirikan Partai Indonesia
(Partindo). Partai ini bertujuan Indonesia Merdeka dan berdiri atas dasar nasionalisme dan
“self-help” atau yang lazimnya dikenal sebagai sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi.
Ketika Bung Karno keluar dari penjara Sukamiskin pada pertengahan 1932, ia mendapati
PNI (lama) telah terpecah menjadi dua yaitu PNI (Baru) dan Partindo. Namun akhirnya
Bung Karno memilih Partindo sebagai basis perjuangannya. Partindo hampir sam persisi
dengan PNI yang telah dibubarkan berjuang secara langsung menuju sasarannya secara
konfrontasi yaitu langsung menuju tercapainya Indonesia merdeka, namun sifat radikal
dikendorkan. Jika PNI lama berkepala banteng, maka Partindo berlambang benteng utuh,
serta merupakan partai masal.
PNI baru didirikan oleh para pemimpin yang menentang pembubaran PNI lama
sehingga ingin tetap mempertahankan nama PNI. Oleh karena itu untuk membedakan PNI
lama dan PNI baru dibentuk sebauah nama PNI baru, tujuan PNI baru partai lebih
mementingkannkader-kader demokrat sejati. Karena ia terbatas pada lingkungan yang
lebih kecil, khususnya golongan intelektual. Terjaminya kebebasan-kebebasan demokrasi
dan perbaikan ekonomi lebih mengutamkan untuntuk menjamin tersusunya kekuatan
menghadapi kekuatan Belanda. Ir. Soekarno yang mendpat pengurungan hukuman 1
tahun, maka setelah keluar dari penjara akhirnya masuk ke Partindo. Karena Ir. Soekarno
setelah itu masih sama tetap saja berporopoganda dengan cara yang sama saja seperti
sebelum dihukum, Ir Soekarno akhirnya ditangkap lagi pada tanggal 30 Juli 1930. Dalam
perkembanganya pemerintah Belanda membiarkan begitu saja gerakan Partindo dan PNI
Baru, karena sudah dilumpuhkan dengan melarang kedua partai itu untuk berapat.
Tentunya perkumpulan yang dilarang untuk berapat dengan sendirinya tidak bisa terus.
Karena itu pada akhir tahun 1934, Partindo dan PNI Baru bubar.
C. Gerakan Wanita
Berbeda dengan gerakan PKI, PI maupun PNI yang langsung non-kooperasi,
maka pergerakan wanita tidak langsung berhadapan dengan pemerintah kolonial
tetapi dimulai dari gerakan sosial yaitu perjuangan untuk menaikkan derajat wanita
dalam masyarakat. Perintis pergerakan wanita di Indonesia adalah R.A. Kartini, putri
bupati Jepara, yang kemudian diperistri Jayodinigrat (bupati Rembang) dan dimadu
pula. Berdasarkan pengamatanya, nasib buruk kaum wanita karena kurangnya
pendidikan, sehingga banyak wanita tergantung pria. Oleh karena itu mengangkat
derajat wanita hanya bisa dicapai lewat pendidikan.
Raden Adjeng Kartini adalah seorang putri Raden Mas Sosroningrat, bupati
Jepara. Kartini lahir dari keluarga ningrat Jawa. Kartini adalah anak ke-5 dari 11
bersaudara kandung dan tiri. Dari kesemua saudara sekandung, Kartini adalah anak
perempuan tertua. Beliau adalah keturunan keluarga yang cerdas. Sampai usia 12
tahun, Kartini diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School). Di sini
antara lain Kartini belajar bahasa Belanda. Tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus
tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit. Karena Kartini bisa berbahasa Belanda,
maka di rumah ia mulai belajar sendiri dan timbul keinginannya untuk memajukan
perempuan pribumi, dimana kondisi sosial saat itu perempuan pribumi berada pada
status sosial yang rendah. Kartini melihat perjuangan wanita agar memperoleh
kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih
luas. Oleh orangtuanya, Kartini disuruh menikah dengan bupati Rembang, Raden
Adipati Joyodiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada
tanggal 12 November 1903. Suaminya mengerti keinginan Kartini dan Kartini diberi
kebebasan dan didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang
kompleks kantor kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan
sebagai Gedung Pramuka.
Gerakan kebangsaan Indonesia tidak hanya dibidang politik melainkan juga
sosial dan wanita. Salah seorang tokoh wanita yang menyuarakan pentingnya
emansipasi antara pria dan wanita adalah RA. Kartini. Cita-cita tersebut juga sering
disebut gerakan emansipasi yang bertujuan untuk mencapai persamaan derajat antara
laki-laki dan perempuan, terutama menyangkut urusan keluarga dan perkawinan.
Wanita mempunyai hak yang sama dengan pria, sehingga bukan sekedar (koki), tetapi
juag bisa mencari nafkah. Disamping itu dalm hal berkelurga, wanita juga berhak
menentukan pilihan (jodoh) bukan kawin paksa. Demikian juga wanita tidak senang
dimadu sehingga memperjuangkan perkawinan monogami. Pergerakan ini kemudian
dianggap sebagai pelopor terutama menyangkut dalam tulisan-tulisannya menuntut
agar wanita Indonesia diberi pendidikan karena mereka memikul tugas sebagai
seorang ibu yang bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya. Cita-cita Kartini
itu terungkap dari surat-surat yang dikirim kepada teman-temanya di Negeri Belanda.
“Habis Gelap Terbitlah Terang” adalah buku yang merupakan kumpulan surat-surat
Kartini tentang berbagai buah pikirannya. Buku ini ditulis oleh Abendadon pada
1899. Isinya antara lain tentang posisi wanita dalam keluarga, adat istiadat, dan
keterbelakangan wanita, Karena senang membaca dan bergaul dengan berbagai
kalangan Kartini memiliki pandangan yang positif tentang betapa pentingnya
memajukan kaumnya dan menolak konvervatisme adalah sangat penting. Demikian
juga adat yang mengharuskan wanita hanya tinggal di dalam rumah harus dirombak.
Kartini meminta agar rakyat Indonesia diberi pendidikan karena pendidikan
merupakan salah satu pokok bagi masyarakat Indonesia. Pendidikan yang diperoleh
itu selain untuk mengasah intelegensi juga menurut kartini adalah kombinasi antara
kebudayaan Barat dan Timur. Setelah sebagian wanita Indonesia mendapatkan
pendidikan barat serta bergaul dengan tokoh-tokoh emansipasi barat, munculah
perkumpulan atau organisasi wanita. Perkumpulan terseubut salah satunya
diantaranya adalah Putri Mardika (1912) yang bertujuan memajukan pengajaran
terhadap anak-anak perempuan dengan memberikan penerangan dan bantuan dana.
Demikian pula dengan sekolah Koetamaan istri yang didirikan oleh Raden Dewi
Sartika di Bandung pada tahun 1904. Sekolah kartini juga didirikan di Jakarta pada
tahun 1913, di Madiun pada 1914, di Malang dan Cirebon pada 1916, Pekalongan
pada 1917, Indramayu, Surabaya dan Rembang 1918.
Selanjutnya pada 1920 mulai muncul perkumpulan wanita yang bergerak di bidang
sosial dan kemasyarakatan. Di Minahasa berdiri De Gorintalocsche
Mohammedaansche Vrouwen Vereeinging. Di Yogyakarta lahir perkumpulan wanita
Utomo yang mulai memasukan perempuan ke dalam kegiatan dasar pekerjaan.
Corak kebangasaan sudah mulai masuk dan besar pengaruhnya dalam pergerakan
wanita setelah 1920, sehingga dirasakan perlu ada hubungannya dan dipengaruhi oleh
propaganda PNI mendorong dilangsungkannya Kongres Perempuan Indonesia di
Yogyakarta pada 1928. Kongres tersebut dihadiri oleeh oleh berbagai wakil organisasi
wanita, diantaranya Ny. Sukamto (Wanita Utomo), Nyi Hajar Dewantara (Taman
Siswa Bagian Wanita) dan Nona Suyatin (Pemuda Indonesia bagian Keputrian).
Dalam kongres itu pada umunya disepakati untuk memajukan wanita Indonesia serta
mengadakan gabungan yang berhaluan kooperatif. Hasil kongres yang terpenting
adalah dibentuknya federasi perkumpulan wanita, bernama Perikatan Perempuan
Indonesia (PPI) .
Dalam Kongres pada 28-31 Desember 1929 di Jakarta nama perikatan
Perempuan Indonesia diubah menjadi perserikatan Perhimpunan Indonesia (PPPI)
Kongres Perempuan Indonesia II diadakan atas inisiatif PPII di Jakarta pada tanggal
20-24 Juli 1935. Kongres yang dipimpin oleh Ny. Sri Mangunsarkoro itu
membicarakan masalah tentang masalah perburuan perempuan, pemberantasan buta
huruf, dan perkawinan. Dalam kongres tersebut, pergerakan wanita Indonesia
mendapat perhatian dari Komite Perempuan Sedunia yang berkedudukan di Paris.
Kongres Perempuan III berlangsung pada tanggal 23 – 28 Juli 1938 dibidang
dipimpin oleh Ny. Emma Puradireja. Kongres tersebut menyetujui suatu rencana
undang-undang perkawinan modern yang disusun oleh Ny. Mr. Maria Ulfah Santoso.
Kongres juga membicarakan masalah politik, antara lain hak pilih dan dipilih bagi
kaum wanita untuk Badan Perkawinan. Selain ini, kongres memutuskan pada 22
Desember menjadi hari Ibu, dengan menyatakan bahwa peringatan hari Ibu tiap bulan
diharapkan akan menambah kesadaran kaum wanita akan diwajibkan sebagai hari Ibu
Bangsa.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
PNI adalah entitas yang dinamis karena pertentangan berbagai unsur di dalamnya. PNI
adalah Jawasentris dan sekuler, tetapi mencakup unsur non-Jawa dan Islam. Kelompok
birokrat priayi, lapisan sosial atas berpendidikan Barat, dan Berbeda dengan agama yang
disatukan oleh konsep “umat” atau komunisme yang mewadahi perjuangan kelas proletar,
nasionalisme memiliki kontradiksi karena penyatuan rakyat dilakukan bukan atas nama
mereka, tetapi atas nama bangsa dan negara dengan sebuah identitas primordial. Lalu partai
nasionalis sering mencari figur karismatis untuk menyatukan pengikutnya. Pendukungnya
yang memiliki beragam identitas primordial dan kelas sosial menemukan wadah kulturalnya,
yakni budaya feodal yang masih berakar kuat. Sehingga kita dapat melihat bagaimana
Soekarno menjadi jantung dari pergerakan PNI.
PNI langsung kehilangan pamornya ketika Soekarno ditangkap . Pada era 1950-an, PNI
melakukan propaganda dengan menyebut Soekarno sebagai pemimpin PNI, padahal itu
terjadi pada era 1920-an. Kedekatan PNI dengan soekarno membuat PNI mendapatkan
dukungan yang besar dari rakyat Indonesia . PNI berhasil memenangkan pemilu pertama dan
juga mendapatkan posisi strategis dipemerintahan. Itu semua tidak lepas dari nama besar
soekarno sebagai pendiri PNI. Sehingga PNI dapat di Identikan dengan Seokarno.
Berbeda dengan gerakan PKI, PI maupun PNI yang langsung non-kooperasi, maka
pergerakan wanita tidak langsung berhadapan dengan pemerintah kolonial tetapi dimulai dari
gerakan sosial yaitu perjuangan untuk menaikkan derajat wanita dalam masyarakat. Perintis
pergerakan wanita di Indonesia adalah R.A. Kartini, putri bupati Jepara, yang kemudian
diperistri Jayodinigrat (bupati Rembang) dan dimadu pula. Berdasarkan pengamatanya, nasib
buruk kaum wanita karena kurangnya pendidikan, sehingga banyak wanita tergantung pria.
Oleh karena itu mengangkat derajat wanita hanya bisa dicapai lewat pendidikan.
Gerakan kebangsaan Indonesia tidak hanya dibidang politik melainkan juga sosial dan
wanita. Salah seorang tokoh wanita yang menyuarakan pentingnya emansipasi antara pria dan
wanita adalah RA. Kartini. Cita-cita tersebut juga sering disebut gerakan emansipasi yang
bertujuan untuk mencapai persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan, terutama
menyangkut urusan keluarga dan perkawinan. Wanita mempunyai hak yang sama dengan
pria, sehingga bukan sekedar (koki), tetapi juag bisa mencari nafkah. Disamping itu dalm hal
berkelurga, wanita juga berhak menentukan pilihan (jodoh) bukan kawin paksa. Demikian
juga wanita tidak senang dimadu sehingga memperjuangkan perkawinan monogami.
Pergerakan ini kemudian dianggap sebagai pelopor terutama menyangkut dalam tulisan-
tulisannya menuntut agar wanita Indonesia diberi pendidikan karena mereka memikul tugas
sebagai seorang ibu yang bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya. Cita-cita Kartini
itu terungkap dari surat-surat yang dikirim kepada teman-temanya di Negeri Belanda. “Habis
Gelap Terbitlah Terang” adalah buku yang merupakan kumpulan surat-surat Kartini tentang
berbagai buah pikirannya. Buku ini ditulis oleh Abendadon pada 1899. Isinya antara lain
tentang posisi wanita dalam keluarga, adat istiadat, dan keterbelakangan wanita, Karena
senang membaca dan bergaul dengan berbagai kalangan Kartini memiliki pandangan yang
positif tentang betapa pentingnya memajukan kaumnya dan menolak konvervatisme adalah
sangat penting. Demikian juga adat yang mengharuskan wanita hanya tinggal di dalam
rumah harus dirombak. Kartini meminta agar rakyat Indonesia diberi pendidikan karena
pendidikan merupakan salah satu pokok bagi masyarakat Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Kartodirjdo, Sartono. 1993. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Jilid II Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama
Lubis, L.M. 1987. Sejarah Pergerakan dan Kemerdekaan Indonesia. Jakarta : Dian Rakyat
Ricklefts, M.C. Sejarah Indonesia Modern. Gadjah Mada University Press:Yogyakarta 1991
Top Related