Download - Makalah Pencernaan Bismillah Fix

Transcript

MAKALAH PENCERNAAN 1ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN ESOFAGUSKANKER ESOFAGUS

Dosen Pembimbing :Ni Ketut Alit Armini, S.Kp., M.Kes

Kelompok 4 (A-1)Nia Husninda Hawari131411131007Rofita Wahyu Andriani131411131028Alfi Dwi Putri131411131043Vony Nurul Khasanah131411131061Senja Putrisia Fajar E131411131082Ridha Cahya Prakhasita131411131100Thaliah Jihan Nabilah131411133014Prasetiya Wahyuni131411133032

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERSFAKULTAS KEPERAWATANUNIVERSITAS AIRLANGGASURABAYA2015KATA PENGANTARPuji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan pertolongan-Nya kami dapat menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Gangguan Esofagus: Kanker Esofagus. Tanpa pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.Makalah ini disusun agar para pembaca dapat mengetahui hubungan farmakologi dengan keperawatan dan menambah ilmu pengetahuan farmakologi. Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari dalam diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan pertolongan-Nya, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Pencernaan I dan teman-teman yang telah membantu penyusun sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada para pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu, kritik yang dapat membangun dari para pembaca sangat diharapkan penyusun. Terima kasih.

Surabaya, September 2015

Penyusun

DAFTAR ISIHalaman JuduliKata PengantariiDaftar IsiiiiBAB 1 PENDAHULUAN11.1 Latar Belakang11.2 Rumusan Masalah21.3 Tujuan Penulisan31.4 Manfaat Penulisan3BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA42.1 Anatomi dan Fisiologi Esofagus42.2 Etiologi82.3 Klasifikasi Kanker Esofagus92.4 Manifestasi Klinis102.5 Patofisiologi10BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN UMUM133.1 Pengkajian13BAB 4 STUDY KASUS174.1 Study kasus174.2 Pengkajian 174.3 Analisa Data.184.4 Diagnosis Keperawatan..194.5 Rencana Keperawatan..204.6 Evaluasi.51BAB 5 PENUTUP.525.1 Kesimpulan.52DAFTAR PUSTAKA5352

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKanker merupakan penyebab utama mortalitas di dunia, di perkirakan sekitar 7,9 juta (13%) dari seluruh penyebab mortalitas, (WHO, 2007) Kanker esophagus adalah salah satu diantara 20 kanker tersering dan kanker ke-6 yang menyebabkan kematian. Kanker ini merupakan keganasan ke-3 pada gastrointestinal setelah kanker gasterkolorektal dan kanker hepatoseluler.Kanker esophagus menunjukkan gambaran epidemiologi yang unik berbeda dengan keganasan lain. Kanker esophagus memiliki variasi angka kejadian secara geografis berkisar dari 3 per 100.000 penduduk di Negara Barat sampai 140 kejadian per 100.000 penduduk asia tengah.Kanker esofagus adalah suatu keganasan yang terjadi pada esofagus. Kanker esofagus pertama kali dideskripsikan pada abad ke-19 dan pada tahun 1913 reseksi pertamasukses dilakukan oleh Frank Torek. Pada tahun 1930-an. Oshawa di jepang dan Marshall di Amerika Serikat berhasil melakukan pembedahan pertama dengan metode transtoraks esofagotomi dengan rekonstruksi (Fishicella, 2009).Kanker esophagus adalah salah satu tumor dengan tingkat keganasan tinggi, prognosisnya buruk, walaupun sudah dilakukan diagnosis dini dan penatalaksanaan. Kanker esophagus juga merupakan salah satu kanker dengan tingkat kesembuhan terendah, dengan 5 year survival rata-rata 10%, survival rates ini terburuk setelah kanker hepatobilier dan kanker pankreas. Iritasi kronis dipertimbangkan beresiko tinggi menyebabkan kanker esofagus. Di amerika serikat, kanker esofagus telah dihubungkan dengan salah cerna alkohol dan penggunaan tembakau. Di negara lain kanker esofagus telah dihubungkan dengan penggunaan pipa opium, konsumsi minuman panas berlebihan, dan defisiensi nutrisi khususnya kurang buah dan sayuran. Buah dan sayur dianggap dapat meningkatkan perbaikan jaringan yang teratasi. Prognosis klien dengan kanker esofagus adalah buruk, dengan angka bertahan hidup dalam 5 tahun hanya sekitar 9%. Harapan yang tidak menguntungkan ini dihubungkan dengan keadaan alamiah dari penyakit ini, karena penyakit dapat tumbuh dengan cepat, bermetastasis dengan sangat cepat dan merupakan penyakit tahap lanjut saat di diagnosisKemajuan dari ilmu medis dalam intervensi kanker esofagus melalui intervensi kemoterapi, radioterapi, dan pembedahan memberikan dampak pada asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan kanker esofagus. Semakin lamanya prediksi usia bertahan hidup, adanya intervensi medis memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien dan memberikan implikasi pada perawat untuk memberikan intervensi yang sesuai dengan kondisi individu agar permasalahannya dapat diturunkan atau dihilangkan.

1.2 Rumusan Masalah1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari esofagus?2. Bagaimana Proses menelan makanan hingga ke lambung?3. Apa saja etiologi dari kanker esofagus dan faktor resiko dari kanker esofagus?4. Apa saja klasifikasi dari kanker esofagus?5. Bagaimana Patofisiologi dari kanker esofagus?6. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kanker esofagus?

1.3 Tujuan Penulisan1. Untuk dapat lebih memahami mengenai anatomi dan fisiologi dari kanker esofagus2. Untuk dapat memahami proses menelan makanan hingga ke lambung3. Untuk dapat mengetahui penyebab (etiologi) serta faktor resiko dari penyakit kanker esofagus4. Untuk dapat memahami patofisiologi dari kanker esofagus5. Untuk dapat mengaplikasikan asuhan keperawatan bagi klien dengan kanker esofagus

1.4 Manfaat PenulisanMakalah ini dapat menjadi bahan refrensi dalam memberikan asuhan keperawatan bagi klien dengan kanker esofagus. Tentunya akan sangat memudahkan perawat dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan bagi klien dengan kanker esofagus.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi EsofagusEsofagus merupakan suatu organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25 cm dan berdiameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung. Esofagus terletak di posterior jantung dan trakea, di anterior vertebra, dan menembus hiatus diafragma tepat di anterior aorta. Esofagus terutama berfungsi menghantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung.

(Gambar 1. Struktur Makroskopik Esofagus)

Pada kedua ujung esofagus terdapat otot sfingter. Otot krikofaringeus membentuk sfingter esofagus bagian atas dan terdiri atas serabut-serabut otot rangka. Bagian esofagus ini secara normal berada dalam keadaan tonik atau kontraksi kecuali pada waktu menelan. Sfingter esofagus bagian bawah, walaupun secara anatomis tidak nyata, bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar terhadap refluks isi lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal sfingter ini menutup, kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu bertahak atau muntah.Dinding esofagus seperti juga bagian lain saluran gastrointestinal, terdiri atas empat lapisan: mukosa, submukosa, muskularis dan serosa (lapisan luar). Lapisan mukosa bagian dalam terbentuk dari epitel gepeng berlapis yang berlanjut ke faring di ujung atas; epitel lapisan ini mengalami perubahan mendadak pada perbatasan esofagus dengan lambung (garis Z) dan menjadi epitel toraks selapis. Mukosa esofagus dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat asam. Lapisan submukosa mengandung sel-sel sekretori yang memproduksi mukus. Mukus mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia. Lapisan otot lapisan luar tersusun longitudinal dan lapisan dalam tersusun sirkular. Otot yang terdapat di 5 % bagian atas esofagus adalah otot rangka, sedangkan otot di separuh bagian bawah adalah otot polos. Bagian diantaranya terdiri dari campuran otot rangka dan otot polos. Berbeda dengan bagian saluran cerna lainnya, tunika serosa (lapisan luar) esofagus tidak memiliki lapisan saluran serosa ataupun selaput peritoneum, melainkan lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang menghubungkan esofagus dengan struktur-struktur yang berdekatan. Tidak adanya serosa menyebabkan semakin cepatnya penyebaran sel-sel tumor (pada kasus kanker esofagus) dan meningkatnya kemungkinan kebocoran setelah operasi. Persarafan utama esofagus dipasok oleh serabut-serabut simpatis dan parasimpatis dari sistem saraf otonom. Serabut parasimpatis dibawa oleh nervus vagus, yang dianggap sebagai saraf motorik esofagus. Fungsi serabut simpatis masih kurang diketahui.Selain persarafan ekstrinsik tersebut, terdapat jala-jala serabut saraf intramural intrinsik di antara lapisan otot sirkular dan longitudinal (pleksus Auerbach atau mienterikus), dan tampaknya berperan dalam pengaturan peristaltic esofagus normal. Jala-jala saraf intrinsik kedua (pleksus Meissner) terdapat di sub-mukosa saluran gastrointestinal, tetapi agak tersebar dalam esofagus.Fungsi sistem saraf enterik tidak bergantung pada saraf-saraf ekstrinsik. Stimulasi sistem simpatis dan parasimpatis dapat mengaktifkan atau menghambat fungsi gastrointestinal. Ujung saraf bebas dan perivaskular juga ditemukan dalam submukosa esofagus dan ganglia mienterikus. Ujung saraf ini dianggap berperan sebagai mekanoreseptor, termosmo, dan kemoreseptor dalam esophagus. Mekanoreseptor menerima rangsangan mekanis seperti sentuhan, dan kemoreseptor menerima rangsangan kimia dalam esofagus. Reseptor termo-osmo dapat dipengaruhi oleh suhu tubuh, bau, dan perubahan tekanan osmotic.Distribusi darah ke esofagus mengikuti pola segmental. Bagian atas disuplai oleh cabang-cabang arteria tiroidea inferior dan subklavia. Bagian tengah disuplai oleh cabang-cabang segmental aorta dan arteria bronkiales, sedangkan bagian subdiafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan frenika inferior.Aliran darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena esofagus daerah leher mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan di bawah diafragma vena esofagus masuk ke dalam vena gastrika sinistra. Hubungan antara vena porta dan vena sistemik memungkinkan pintas dari hati pada kasus hipertensi porta. Aliran kolateral melalui vena esofagus menyebabkan terbentuknya varises esofagus (vena varikosa esofagus). Vena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan perdarahan yang bersifat fatal. Komplikasi ini sering terjadi pada penderita sirosis hati.

2.1.1 Proses Menelan

Menelan merupakan suatu aksi fisiologis kompleks ketika makanan atau cairan berjalan dari mulut ke lambung. Menelan merupakan rangkaian gerakan otot yang sangat terkoordinasi, dimulai dari pergerakan voluntar lidah dan diselesaikan dengan serangkaian refleks dalam faring dan esofagus. Bagian aferen refleks ini merupakan serabut-serabut yang terdapat dalam saraf V,IX, dan X. Pusat menelan atau deglutisi terdapat pada medula oblongata. Di bawah koordinasi pusat ini, impuls-impuls berjalan ke luar dalam rangkaian waktu yang sempurna melalui saraf kranial V,X, dan XII menuju ke otot-otot lidah, faring, laring, dan esofagus.Walaupun menelan merupakan suatu proses yang kontinu, tetapi terjadi dalam tiga fase oral, faringeal, dan esofageal. Pada fase oral, makanan yang telah dikunyah oleh mulut disebut bolus didorong ke belakang mengenai dinding posterior faring oleh gerakan voluntar lidah. Akibat yang timbul dari peristiwa ini adalah rangsangan gerakan refleks menelan.Pada fase faringeal, palatum mole dan uvula bergerak secara refleks menutup rongga hidung. Pada saat yang sama, laring terangkat dan menutup glotis, mencegah makanan memasuki trakea. Kontraksi otot konstriktor faringeus mendorong bolus melewati epiglotis menuju ke faring bagian bawah dan memasuki esofagus. Gerakan retroversi epiglotis di atas orifisium laring akan melindungi saluran pernapasan, tetapi terutama untuk menutup glotis sehingga mencegah makanan memasuki trakea. Pernapasan secara serentak dihambat untuk mengurangi kemungkinan aspirasi. Sebenarnya, hampir tidak mungkin secara voluntar menarik napas dan menelan dalam waktu yang sama.Fase esofageal mulai saat otot krikofaringues relaksasi sejenak dan memungkinkan bolus memasuki esofagus. Setelah relaksasi yang singkat ini, gelombang peristaltik primer yang dimulai dari faring dihantarkan ke otot krikofaringeus, menyebabkan otot ini berkontraksi. Gelombang peristaltik terus berjalan sepanjang esofagus, mendorong bolus menuju sfingter esofagus bagian distal. Adanya bolus merelaksasikan otot sfingter distal ini sejenak sehingga memungkinkan bolus masuk ke dalam lambung. Gelombang peristaltik primer bergerak dengan kecepatan 2 sampai 4 cm/detik, sehingga makanan yang tertelan mencapai lambung dalam waktu 5 sampai 15 detik. Mulai setinggi arkus aorta, timbul gelombang peristaltik sekunder bila gelombang primer gagal mengosongkan esofagus. Timbulnya gelombang ini dipacu oleh peregangan esofagus oleh sisa partikel-partikel makanan. Gelombang peristaltik primer penting untuk jalannya makanan dan cairan melalui bagian atas esofagus, tetapi kurang penting pada esofagus bagian bawah. Posisi berdiri tegak dan gaya gravitasi adalah faktor-faktor penting yang mempermudah transpor dalam esofagus bagian bawah, tetapi adanya gerakan peristaltik memungkinkan seseorang untuk minum air sambil berdiri terbalik dengan kepala di bawah atau ketika berada di luar angkasa dengan gravitasi nol.Sewaktu menelan terjadi perubahan tekanan dalam esofagus yang mencerminkan fungsi motoriknya. Dalam keadaan istirahat, tekanan dalam esofagus sedikit berada di bawah tekanan atmosfer, tekanan ini mencerminkan tekanan intratorak. Daerah sfingter esofagus bagian atas dan bawah merupakan daerah bertekanan tinggi. Daerah tekanan ini berfungsi untuk mencegah aspirasi dan refluks isi lambung. Tekanan menurun bila masing-masing sfingter relaksasi sewaktu menelan dan kemudian meningkat bila gelombang peristaltik melewatinya.Ada bukti-bukti yang menyatakan bahwa rangkaian gerakan kompleks yang menyebabkan terjadinya proses menelan mungkin terganggu bila ada sejumlah proses patologis. Proses ini dapat mengganggu transpor makanan maupun mencegah refluks lambung.

2.2 EtiologiPenyebab pasti kanker esofagus tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor yang dapat menjadi prediposisi yang diperkirakan berperan dalam patogenesis kanker. Predisposisi penyebab kanker esofagus biasanya berhubungan dengan terpajannya mukosa esofagus dari agen berbahaya atau stimulus toksik, yang kemudian menghasilkan terbentuknya displasia yang bisa menjadi karsinoma.

Faktor Resiko Terjadinya Kanker Esofagus1.) Umur > 60 tahun2.) Lebih banyak pada pria daripada pada wanita3.) Penggunaan tembakau, kebiasaan merokok4.) Konsumsi alkohol5.) Barretts esofagus6.) Iritasi kronis dapat meningkatkan risiko kanker7.) Riwayat medis (Kanker)8.) Pasien yang mengalami kanker kepala dan leher risikonya meningkat mengalami kanker esofagusBeberapa faktor juga dapat memberikan kontribusi terbentuknya karsinoma sel skuamosa, seperti berikut ini.1. Defisiensi Vitamin dan mineral. Menurut beberapa studi, kekurangan riboflavin padabentuknya kanker esofagus ras china yang memberikan kontribusi besar terbentuknya kanker esofagus (Doyie C,2006)2. Pada faktor merokok sigaret dan penggunaan alkohol secara kronik merupakan faktor penting yang berhubungan dengan meningkatnya risiko kanker esofagus (Edomondso, 2008)3. Infeksi Papilomavirus pada manusia dan Helicobacter pylory disepakati menjadi faktor yang memberi kontribusi peningkatan risiko kanker esofagus (Fisichella,2009)Penyakit refluks gastroesofageal menjadi faktor predisposisi utama terjadinya adenokarsinoma pada esofagus. Faktor iritasi dan bahan refluks asam dan garam empedu didapatkan menjadi penyebab. Sekitar 10-15% pasien yang dilakukan pemeriksaan endoskopik mengalami displasia yang menuju ke kondisi adenokarsinoma. Pasien dengan iritasi refluks gastroesofageal sering berhubungan dengan penyakit Barret esofagus yang berisiko menjadi keganasan (Thornton, 2009).

2.3 Klasifikasi Kanker EsofagusAda 2 jenis Kanker Esofagus. Yaitu:1. Karsinoma sel skuamosa, yaitu jenis kanker esofagus yang terjadi pada hulu dan tengah esofagus. Biasanya disebabkan oleh kebiasaan merokok dan konsumsi minuman beralkohol. Merupakan kasus paling banyak penderita kanker esofagus2. Adenokarsinoma, yaitu kanker terjadi pada bagian bawah esofagus. Biasanya terjadi pada orang yang menderita obesitas dan perokok berat.Tipe karsinoma esofagus yang paling umum adalah tipe karsinoma sel skuamosa sebanyak 60%, jenis ini timbul dari permukaan epitel dan ditemukan plaing sering pada esofagus tengah dan bawah. Sedangkan tipe adenokarsinoma sebanyak 35%, jenis ini paling sering terjadi pada sepertiga bawah esofagus dan mungkin timbul dari fundus lambung.

2.4 Manifestasi KlinisGejala awal kanker esofagus tidak terlalu jelas, lebih dari separuh pasien dengan metastasis sistemik pada saat diagnosis, setelah 5 tahun operasi tingkat kelangsungan hidup hanya 25% sampai 40%. Oleh karena itu, memahami gejala kanker esofagus, berdampak pada pendeteksian dan pengobatan dini untuk meningkatkan harapan hidup.1. Sulit menelan (terdapat benjolan pada tenggorokan dan terasa nyeri saat menelan)2. Hilang berat badan secara tiba-tiba3. Nyeri pada dada terasa panas, perih dan sakit seperti tertarik4. Ulsertiva esofagus tahap lanjut5. Disfagia, awalnya dengan makanan padat dan akhirnya dengan cairan6. Nyeri atau begah substernal, regurgitasi makanan yang tak tecerna dengan bau nafas dan akhirnya cegukan

2.5 PatofisiologiSecara fisiologis jaringan esofagus distratafikasi oleh epitel nonkreatin skuamosa. Karsinoma sel skuamosa yang meningkat dari epitel terjadi akibat stimulus iritasi kronik agen iritan. Alkohol, tembakau, dan beberapa komponen nitrogen diidentifikasi sebagai karsinogenik iritan (Fisichella, 2009).Pengggunaan alkohol dan tembakau secara prinsip menjadi risiko faktor utama terbentuknya karsinoma sel skuamosa. American Cancer Society mencatat bahwa kombinasi yang lama antara minum alkohol dan tembakau akan meningkatkan pembentukan substansi faktor risiko yang lebih tinggi. Nitrosamina dan komponen lain nitrosil di dalam acar (asinan), daging bakar, atau makanan ikan yang diasinkan memberikan kontribusi pembentukan karsinoma sel skuamosa pada esofagus (Thornton, 2009).Pendapat lain menyebutkan adanya hubungan antara peningkatan kejadian karsinoma sel skuamosa pada esofagus dengan konsumsi kronik air hangat (Smeltzer, 2002), konsumsi sirih, asebestos, polusi udara dan diet tinggi bumbu rempah. Akan tetapi, pendapat lain diet tinggi dapat lain menyebutkan hal sebaliknya dimana konsumsi diet tinggi buah dan sayur-sayuran justru menjadi faktor protektif untuk terjadinya karsinoma sel skuamosa (Fisichella,2009).Beberapa kondisi medis yang dipercaya meningkatkan karsinoma sel skuamosa, seperti alkasia, striktur, tumor kepala dan leher, penyakit Plummer Vinson Syndrome, serta terpajan dari radiasi. Karsinoma sel skuamosa meningkat pada alkasia setelah periode 20 tahun kemudian. Hal ini dipercaya akibat iritasi yang lama dari material lambung. Pada pasien striktur, akibat kondisi kontak dengan cairan alkali akan meningkatkan sekitar 3% karsinoma sel skuamosa setelah 20 40 tahun. Tumor kepala dan leher dihubungkan dengan karsinoma sel skuamosa yang disebabkan oleh faktor penggunaan alkohol dan tembakau. Penyakit Plummer-Vinson syndrome akan mengalami disfagia, anemia dan defisiensi besi dan web esofagus. Kondisi ini akan meningkatkan insiden kejadian karsinoma sel skuamosa postkrikoid (Enziger, 2003).Adenokarsinoma esofagus sering terjadi pada bagian tengah dan bagian bawah esofagus. Peningkatan abnormal mukosa esofageal sering dihubungkan dengan refluks gastroesofageal kronik. Metaplasia pada statifikasi normal epitellium skuamosa bagian distal akan terjadi dan menghasilkan epitellium glandular yang berisi sel-sel goblet yang disebut epitel Barret. Perubahan genetik pada epitellium meningkatkan kondisi displasia dan secara progresif membentuk adenokarsinoma pada esofagus (Papinent, 2009).Penyakit refluks gastroesofageal merupakan faktor penting terbentuknya epiutel barret. Pada pasien dengan penyakit refluks gastroesofageal, sekitar 10% menghadirkan epitel barret dan pada pasien dengan adanya epitel barret, sekitar 1% akan terbentuk adenokarsinoma esofagus. Oleh karena itu diperlukan untuk dilakukan bipsi endoskopik untuk menurunkan risiko keganasan pada esofagus (Fisichella,2009).Adanya kanker esofagus bisa menghasilkan metastasis ke jaringan sekitar akibat invasi jaringan dan efek kompresi oleh tumor. Selain itu, komplikasi dapat timbul karena terapi terhadap tumor sering terjadi ke struktur disekitar mediastinum. Invasi ke aorta mengakibatkan pendarahan masif; invasi ke perikardium terjadi tamponade jantung atau sindrom vena kava superior: invasi ke serabut saraf menyebabkan suara serak atau disfagia: invasi ke saluran nafas mengakibatkan fistula trakeoesofageal, yang merupakan komplikasi serius dan progresif mempercepat kematian. Sering terjadi obstruksi esofagus dan komplikasi yang paling sering terjadi adalah pneumonia aspirasi yang pada gilirannya akan menyebabkan abses paru dan emfisema. Selain itu, juga dapat terjadi gagal nafas yang disebabkan oleh obstruksi mekanik atau pendarahan. Pendarahan yang terjadi pada tumornya sendiri dapat menyebabkan anemia defisiensi besi sampai pendarahan akut masif. Pasien masih sering tampak malnutrisi, lemah, emasiasi, dan gangguan sistem imun yang kemudian akan menyulitkan terapi (Wang, 2008). Adanya kanker esofagus baik karsinoma sel skuamosa atau adenokarsinoma esofagus memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien.

BAB 3ASUHAN KEPERAWATAN UMUM3.1 PengkajianPada pengkajian akan di dapatkan sesuai stadium kanker esophagus. Keluhan disfagia terdapat pada hampir semua pasien yang mengalami kanker esofagus. Pada keluhan disfagia berat, apabila didapatkan pasien tidak bisa meneguk air minum, maka memberikan indikasi pembesaran tumor telah menyumbat lumen esofagus.Pada pengkajian riwayat penyakit, penting untuk diketahui adanya penyakit yang pernah di derita seperti refluks gastroesofageal, akalasia, striktur esofagus, dan tumor pada kepala atau leher. Pengkajian kebiasaan yang mendukung peningkatan resiko juga di lakukan, seperti penggunaan alcohol dan tembakau kronis, konsumsi makanan yang diasinkan, daging bakar atau ikan asin. Selain itu, perawat juga mengkaji apakah selama ada riwayat penyakit tersebut juga disertai adanya penurunan berat badan. Pengkajian psikososial biasanya didapatkan adanya kecemasan berat setelah mendapat pemberitahuan tentang kondisi kanker esofagus. Pengkajian pengetahuan pasien tentang program pengobatan kanker meliputi radiasi, kemoterapi, dan pembedahan reseksi esofagus sehingga dapat memberikan manifestasi untuk merencanakan tindakan yang sesuai dengan kondisi individu.Walaupun pada pemeriksaan fisik tidak banyak membantu untuk menegakkan diagnostik, tetapi pada pemeriksaan gastrointestinal akan didapatkan adanya anoreksia, muntah dan muntah darah (dengan material seperti tumpukan kopi). Pada pemeriksaan feses didapatkan feses berwarna gelap yang menandakan adanya perdarahan pada saluran gastrointestinal atas.Pada pemeriksaan fisik lainnya didapatkan adanya penurunan berat badan dan pasien terlihat kurus. Apabila invasi metastasis sudah mengenai trakeoesofageal, pada pasien akan didapatkan adanya perubahan suara bicara yang menandakan telah terjadi invasi ke nervus laringeus rekurens atau aspirasi kronik. Batuk kronik dapat terjadi karena aspirasi kronik atau fistula trakeoesofageal yang pada gilirannya juga mengakibatkan batuk-batuk saat menelan. Komplikasi pulmonal lainnya yang sering terjadi adalah pneumonia. Perdarahan pada tumor mengakibatkan anemia defisiensi besi atau hematemesis dan melena. Pada pasien juga didapatkan adanya nyeri pada retrosternal yang tidak berkurang dengan melakukan istirahat. Pada beberapa kasus juga didapatkan adanya gangguan pernafasan akibat aspirasi makanan yang belum dicerna atau invasi trakeobronkial oleh tumor.

3.1.1 Pemeriksaan DiagnostikPada pengkajian diagnostik untuk kanker esofagus yang diperlukan adalah pemeriksaan radiografi, endoskopi biopsy, sitologi dan laboratorium klinik.1. Pemeriksaan Radiolografia. Dengan bubur barium akan terdapat gambaran yang khas pada sebagian besar kasus dimana akan terlihat tumor dengan permukaan yang erosif dan kasar pada bagian esofagus yang terkena. Bila terdapat penyempitan pada bagian distal oleh penyebaran tumor ini dari daerah kardia lambung, hal ini harus dapat dibedakan dengan akalasia.b. CT scan untuk melihat derajat pembesaran tumor pada rongga toraks dan diperlukan untuk mengetahui apakah terdapat metastasis pada hati.2. Endoskopi dna BiopsiPemeriksaan endoskopi dan biopsy sangat penting untuk mendiagnosis karsinoma esofagus, terutama untuk membedakan antara karsinoma epidermal dan adeno karsinoma. Pada pemeriksaan tersebut diperlukan beberapa biopsy karena terjadi penyebaran ke sub mukosa dan adanya kecenderungan tertutupnya karsinoma epidermal oleh sel epitel skuamosa yang normal.3. SitologiPemeriksaan sitologik dilakukan dengan cara bilasan pada daerah tumor tersebut. Sel sel tumor juga diperoleh pada ujung esofagoskop ketika alat ini keluar setelah pemeriksaan endoskopik.4. Pemeriksaan Tes Faal Hati dan UltrasonografiDiperlukan untuk mengetahui apakah ada metastasis pada hati.

3.1.2 Pengkajian Penatalaksanaan MedisPenatalaksanaan medis disesuaikan dengan penentuan stadium (stangging) dan pengelompokan stadium tumor. Penatalaksanaan yang lazim dilakukan adalah intervensi nonoperasi dan intervensi operasi.1. Intervensi Nonoperasia. RadiasiKarsinoma esofagus bersifat rediosensitif. Pada kebanyakan pasien, radiasi eksternal memberikan efek penyusutan tumor. Komplikasi akibat radiasi sering berupa striktura, fisula dan pendarahan, selain itu terkadang juga dijumpai komplikasi kardiopulmonal (Enzinger, 2003).b. Kemoterapi Kemoterapi dapat diberikan sebagai pelengkap terapi operasi dan terapi radiasi. Biasanya digunakan kemoterapi kombinasi Sisplatin bersama Paclitaxel dan 5-fluorouracil dimana memberikan respons sempurna pada 37% pasien (Le Prise, 1994).c. Terapi LaserPemberian intervensi terapi laser dapat membantu menurunkan secara sementara kondisi disfangia pada 70% pasien kanker esofagus, penatalaksanaan secara multiple yang dibagi pada beberapa sesi dapat meningkatkan kepatenan lumen esofagus (Wang, 2008).d. Photodynamic TherapyPDT dilakukan pada pasien dengan keganasan jaringan diplastik. Fotosintesis mentransfer energi ke substrat kimia pada jaringan abnormal. Beberapa studi PDT atau terapi laser dengan kombinasi penghambat asam jangka panjang menghasilkan terapi endoskopik yang efektif pada displasia mukosa Barret dan mengeliminasi mukosa Barret (Fisichella, 2009).2. Intervensi BedahEsofagotomi dilakukan melalui insisi abdominal dan servikal melewati hiatus esofagus/THE (transhiatal esophagectomy) atau dengan cara insisi abdominal dan toraks kanan/TTE (transthoracic esophagectomy). Pada Transthoracic Esophagectomy rongga dada tidak dibuka. Ahli bedah melakukan maneuver vtranshiatal dengan mengangkat esofagus secara manual dari rongga thoraks. Pada Transthoracic Esophagectomy bagian tengah dan baawah esofagus diangkat melalui rongga thoraks yang dibuka. Pembukaan abdomen dilakukan agar dapat memobilisasi lambung untuk memudahkan reseksi.

BAB 4STUDI KASUS

4.1 Studi KasusTn.A berumur 50 tahun mengeluh nyeri saat menelan makanan, sering tersedak ketika makan, tulang dada terasa sakit seperti tertarik saat menelan, berat badan Tn.A menurun drastis akibat kesulitan menelan makanan. Bau nafas Tn.A beraroma busuk. Tn.A mengaku saat anamnesa bahwa ia mengonsumsi alkohol dan merokok. 4.2 Pengkajian1) Identitas pasienNama: Tn.AJenis Kelamin: Laki-lakiUsia: 50 tahunAlamat: Surabaya2) Keluhan UtamaTn.A mengeluh nyeri saat menelan makanan3) Riwayat Penyakit SekarangTn.A sering tersedak saat makan, dada terasa sakit seperti tertarik saat menelan, berat badan Tn.A menurun secara drastis serta bau nafas Tn.A beraroma busuk.4) Riwayat Penyakit DahuluTn.A tidak mengalami penyakit ini sebelumnya5) Riwayat Penyakit keluargaTidak ada data6) Riwayat Gaya HidupTn,A sering mengonsumsi alkohol dan merokok7) Pemeriksaan FisikB1 (Breathing): Normal 16x per menitB2 (Blood): Normal TD 120 85B3 (Brain): CemasB4 (Bladder): NormalB5 (Bowel): Nyeri saat menelan, BB menurunB6 (Bone): Kelemahan

4.3 Analisa DataNo.Data FokusPathwayEtiologiProblem

1. Data Subjektif:Tn.A berusia 50 tahun mengeluh nyeri saat menelan makananData Objektif:Tn.A mengalami penurunan berat badan secara drastis

Terdapat benjolan pada tenggorokan

Nyeri saat menelan

Disfagia

Intake makanan tidak adekuat

Tn.A mengeluh nyeri saat menelan makananKurangnya Intake makanan yang adekuat

2.Data Subjektif: Tulang dada terasa sakit seperti tertarik saat menelanData Objektif:Tn.A mengaku bahwa ia merokok dan sering mengonsumsi alkoholPredisposisi stimulus kronik agen iritan alkohol dan tembakau

Kontak dengan agen karsinogenik iritan

Perubahan Genetik pada epitellium displasia epitel barret

Karsinoma sel skuamosa esofagus

Kanker esofagus

Kecemasan terhadap prognosis penyakitTn.A mengaku bahwa ia merokok dan sering mengonsumsi alkoholKecemasan terhadap prognosis penyakit

4.4 Diagnosis Keperawatan1. Pemenuhan informasi b.d. adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana pembedahan esofagus, dan rencana perawatan rumah. 2. Risiko injuri b.d. pascaprosedur bedah reseksi esofagus.3. Aktual/risiko ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d. kemampuan batuk menurun, nyeri pascaoperasi.4. Aktual/risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kurangnya intake makanan yang adekuat.5. Nyeri b.d. iritasi mukosa esofagus, respon pembedahan.6. Risiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entree luka pascabedah.7. Kecemasan b.d. prognosis penyakit, misinterpretasi informasi, rencana pembedahan.4.5 Rencana KeperawatanDx: Pemenuhan informasi b.d. adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana pembedahan esofagus, dan rencana perawatan rumah

Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam informasi kesehatan terpenuhi.Kriteria evaluasi: Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan. Pasien termotivasi untuk melaksanakan penjelasan yang telah diberikan.

IntervensiRasional

Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang prosedur diagnostik, intervensi kemoterapi, radiasi, pembedahan esofagus, dan rencana perawatan rumah.Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi pasien. Perawat menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kondisi individu pasien. Dengan mengetahui tingkat pengetahuan tersebut perawat dapat lebih terarah dalam memberikan pendidikan yang sesuai dengan pengetahuan pasien secara efisien dan efektif.

Cari sumber yang meningkatkan penerimaan informasi.Keluarga terdekat dengan pasien perlu dilibatkan dalam pemenuhan informasi untuk menurunkan risiko misinterpretasi terhadap informasi yang diberikan.

Jelaskan dan lakukan intervensi prosedur diagnostik radiografi dengan barium. Pemeriksaan radiografi dengan barium tidak menyebabkan rasa sakit. Perawat mempersiapkan informed consent setelah pasien mendapatkan penjelasan. Persiapan dan penjelasan yang rasional sesuai tingkat individu akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas diagnostik.

Jelaskan dan lakukan intervensi pada pasien yang akan dilakukan pemeriksaan diagnostik dan terapi secara endoskopik.Pasien sangat penting untuk mengetahui bahwa pemeriksaan endoskopi dan biopsi sangat penting untuk mendiagnosis karsinoma esofagus, terutama untuk membedakan antara karsinoma epidermal dan adenokarsinoma. Pengetahuan ini dapat memberikan pengetahuan pasien dan akan meningkatkan tingkat kooperatif dari pasien.

Jelaskan tentang terapi dengan kemoterapi.Pasien perlu mengetahui bahwa kemoterapi diberikan sebagai pelengkap terapi operasi dan terapi radiasi

Dx: Pemenuhan informasi b.d. adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana pembedahan esofagus, dan rencana perawatan rumah

IntervensiRasional

Jelaskan tentang terapi radiasi.Pengetahuan tentang karsinoma esofagus bersifat radiosensitif dan pada kebanyakan pasien, radiasi eksternal memberikan efek penyusutan tumor sehingga akan menambah semangat pada pasien untuk melakukan terapi.

Jelaskan dan lakukan pemenuhan atau persiapan pembedahan, meliputi:1. Diskusikan jadwal pembedahan.

2. Diskusikan lamanya pembedahan.

3. Lakukan pendidikan kesehatan preoperatif.

4. Programkan instruksi yang didasarkan pada kebutuhan individu direncanakan dan diimplementasikan pada waktu yang tepat.

Pasien dan keluarga harus diberitahu waktu dimulainya pembedahan. Apabila rumah sakit mempunyai jadwal kamar operasi yang padat, lebih baik pasien dan keluarga diberitahukan tentang banyaknya jadwal operasi yang telah ditetapkan sebelum pasien.Kurang bijaksana bila memberitahukan pasien dan keluarganya tentang lamanya waktu operasi yang akan dijalan. Penundaan yang tidak diantisipasi dapat terjadi karena berbagai alasan. Apabila pasien tidak kembali pada waktu yang diharapkan, keluarga akan menjadi sangat cemas. Anggota keluarga harus menunggu dalam ruang tunggu bedah untuk mendapat berita yang terbaru dari staf.Manfaat dari instruksi preoperatif telah dikenal sejak lama. Setiap pasien diajarkan sebagai seorang individu, dengan mempertimbangkan segala keunikan ansietas, kebutuhan, dan harapan-harapannya.

Jika sesi penyuluhan dilakukan beberapa hari sebelum pembedahan, pasien mungkin tidak ingat tentang apa yang telah dikatakan. Jika instruksi diberikan terlalu dekat dengan waktu pembedahan, pasien mungkin tidak dapat berkonsentrasi atau belajar karena ansietas atau efek dari medikasi praanestesi.

Beritahu persiapan pembedahan, meliputi:1. Persiapan intestinal.

Pembersihan dengan enema atau laksatif mungkin dilakukan pada malam sebelum operasi dan mungkin diulang jika tidak efektif. Pembersihan ini bertujuan mencegah defekasi selama anestesi atau untuk mencegah trauma yang tidak diinginkan pada intestinal selama pembedahan abdomen.

Dx: Pemenuhan informasi b.d. adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana pembedahan esofagus, dan rencana perawatan rumah

IntervensiRasional

1. Persiapan kulit

2. Pembersihan area operasi

3. Pencukuran area operasiTujuan dari persiapan kulit preoperatif adalah untuk mengurangi sumber bakteri tanpa mencederai kulit. Bila ada waktu, seperti pada bedah elektif , pasien dapat diinstruksikan untuk menggunakan sabun yang mengandung deterjen-germisida untuk membersihkan area kulit selama beberapa hari sebelum pembedahan untuk mengurangi jumlah organisme kulit. Persiapan ini dapat dilakukan di rumah. Sebelum pembedahan pasien harus mandi air hangat dan merelakskan serta menggunakan sabun iodine. Meskipun hal ini lebih disukai dilakukan pada hari pembedahan, waktu yang dijadwalkan untuk pembedahan dapat mengharuskan bahwa hal tersebut dilakukan pada malam sebelumnya.Tujuan menjadwalkan mandi pembersihan sedekat mungkin dengan waktu pembedahan adalah unuk menurangi resiko kontaminasi kulit terhadap luka bedah. Mencuci rambut sehari sebelum pembedahan sangat disarankan kecuali kondisi pasien tidak memungkinkan hal tersebut.Amat disarankan agar kulit di dan sekitar opeasi tidak dicukur. Selama mencukur, kulit mungkin mengalami cedera oleh silet dan menjadi pintu masuk bakteri . jaringan yang cedera ini dapat bertindak sebagai substrat untuk pertumbuhan bakteri. Selain itu, makin jauh interval antara bercukur dan operasi, makin tinggi angka infeksi luka pascaoperasi. Kulit yang dibersihkan dengan baik, tetapi tidak dicukur sering, jarang menyulitkan dibanding dengan kulit yang dicukur (Mackenzie, 2004)Pencukuran area operasi dilakukan apabila protokol lembaga atau ahli bedah mengharuskan kulit untuk dicukur, pasien diberitahukan tentang prosedur mencukur, dibaringkan dalam posisi yang nyaman, dan tidak memajan bagian yang tidak perlu (Smeltzer, 2002).

Beritahu persiapan pembedahan, meliputi: Persiapan istirahat dan tidur.

Istirahat merupakan hal yang penting untuk penyembuhan normal. Kecemasan tentang pembedahan dapat dengan mudah mengganggu kemampuan untuk istirahat atau tidur. Kondisi penyakit yang membutuhkan tindakan pembedahan mungkin akan menimbulkan rasa nyeri yang hebat sehingga mengganggu istirahat.Perawat harus memberi lingkungan yang tenang dan nyaman untuk pasien. Dokter sering memberi obat hipnotik-sedatif atau antiansietas pada malam hari sebelum pembedahan. Obat-obatan hipnotik-sedatif (misal fluurazepam [Dalmane]) menyebabkan dan mempercepat pasien tidur. Obat-obatan antiansietas (misal alprazolam [Xanax], diazepam [Valium]) bekerja pada korteks serebral dan sistem limbik untuk menghilangkan ansietas (Smeltzer, 2002)

Dx: Pemenuhan informasi b.d adanya evaluasi diagnostik, intervensi kemoterapi, radioterapi, rencana pembedahan esofagus, dan rencana perawatan rumah

IntervensiRasional

Persiapan rambut dan kosmetikUntuk menghindari cedera, perawat meminta pasien melepas jepit rambutnya sebelum masuk ke ruangan operasi. Rambut palsu juga harus dilepas. Rambut panjang dapat dikepang agar tetap pada tempatnya. Pasien akan mn perawatemakai tutup kepala sebelum memasuki ruang operasi.Selama dan setelah proses pembedahan, ahli anastesi dan perawat mengkaji kulit dan membran mukosa untuk menentukan kadar oksigenasi dan sirkulasi pasien. Oleh karena itu, seluruh riasan muka harus dihilangkan untuk memperlihatkan warna kulit dan kuku yang normal.

Pemeriksaan alat bantu (protese) dan perhiasan.Pasien harus melepas semua prostese, termasuk gigi palsu lengkap atau sebagian, kaki palsu, mata palsu, bulu mata palsu, dan kacamata juga harus dilepas. Apabila pasien memiliki brace (alat penopang) atau bidai, perawat meminta dokter untuk menentukan apakah alat-alat tersebut harus dilepas atau tidak.Pada banyak lembaga, perawat harus mendokumentasikan daftar seluruh alat prostese atau barang-barang pribadi termasuk perhiasan dan menyimpannya sesuai dengan kebijakan lembaga. Perawat juga boleh memberikan prostese dan perhiasan pada anggota keluarga.

Persiapan administrasi dan informed consent.Pasien sudah menyelesaikan administrasi dan mengetahui secara finansial biaya pembedahan. Pasien sudah mendapat penjelasan dan menandatangani informed consent.

Ajarkan aktivitas apada post operasi meliputi: Latihan napas diafragmaSalah satu tujuan dari asuhan keperawatan preoperatif adalah untuk mengajarkan pasien cara untuk meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Hal ini dicapai dengan lambat. Pasien diletakkan dalam posisi duduk untuk memberikan ekspansi paru yang maksimum. (J.M.Matassarin Black,1997)Pernapasan diafragmatik mengacu pada pendataran kubah diafragma selama inspirasi dengan mengakibatkan pembesaran abdomen bagian atas sejalan dengan desakan udara masuk. Selama ekspirasi, otot-otot abdomen berkontraksi.

Ajarkan aktivitas pada postoperasi, meliputi :Latihan tungkaiTujuan peningkatan pergerakan tubuh secara hati-hati pada pasca operasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi, untuk mencegah statis vena, dan untuk menunjang fungsi pernapasan yang optimal.Pasien ditunjukkan bagaimana cara untuk barbalik dari satu sisi ke sisi lainnya dan cara untuk mengambil posisi lateral. Posisi ini akan digunakan pada pasca operasi (bahkan sebelum pasien sadar) dan dipertahankan setiap dua jam.Latihan ekstremitas meliputi ekstensi dan fleksi lutut, serta sendi panggul (sama dengan mengendarai sepeda selama posisi berbaring miring). Telapak kaki diputar seperti membuat lingkaran sebesar mungkin menggunakan ibu jari kaki. Siku dan bahu juga dilatih ROM. Pada awalnya pasien akan dibantu dan diingatkan untuk melakukan latihan ini, tetapi selanjutnya dianjurkan untuk melakukan latihan secara mandiri. Tonus otot dipertahankan sehingga ambulasi akan lebih mudah dilakukan (Smeltzer, 2002).Perawat diingatkan untuk tetap menggunakan mekanik tubuh yang tepat dan menginstruksikan pasien untuk melakukan hal yang sama. Ketika pasien dibaringkan dalam posisi apa saja, tubuhnya dipertahankan dalam kelurusan yang sesuai.

Beritahu pasien dan keluarga kapan pasien sudah bisa dikunjungi.Pasien akan mendapat manfaat bila mengetahui kapan keluarganya dan temannya bisa berkunjung setelah pembedahan.

Beri informasi tentang manajemen nyeri keperawatan.Manajemen nyeri dilakukan untuk peningkatan kontrol nyeri pada pasien.

Beritahu pasien dan keluarga dengan hati-hati dan pada fase awal pascaoperasi pasien akan mendapat perawatan intensif, serta akan terdapat banyak selang yang ada di tubuh pasien.Perawat menjelaskan dengan hati-hati agar tidak terjadi keputusan untuk membatalkan intervensi bedah. Perawat memberikan penekanan bahwa dengan dirawat diruang intensif dan kegunaan beberapa selang merupakan intervensi untuk mempercepat kesembuhan pasien.hal ini selain meningkatkan kooperatif pasien juga akan membuat pasien tidak terkejut setelah sadar pasca anastesi dengan berbagai selang yang ada pada tubuhnya pasca esofagektomi.

Berikan informasi pada pasien yang akan menjalani perawatan rumah, meliputi:1. Anjurkan pada pasien dan keluarga untuk beberapa menit melihat kondisi insisi bedah baik adanya kondisi infeksi-inflamasi atau adanya komplikasi lain dan segera lapor dengan dokter tentang kondisi abnormal yang didapatkan2. Hindari merokok

3. Anjurkan untuk membersihkan badan, tetapi tidak disarankan melakukan mandi rendam atau shower.

4. Hindari aktivitas berat pasca operasi

5. Hindari minum kopi, teh, coklat, minuman kola, minuman beralkohol, dan makanan yang sulit untuk dicerna.6. Anjurkan makan secara rutin 6-8 kali sehari

7. Anjurkan untuk minum pada setiap akan menelan makanan

8. Hindari makan 3 jam sebelum tidur

9. Anjurkan timbang berat badan sendiri

10. Anjurkan untuk semampunya melakukan managemen nyeri nonfarmakologik pada saat nyeri muncul

Upaya ini dapat menurunkan risiko yang lebih berbahaya.Pasien yang sebelum pembedahan telah terbiasa merokok, apabila telah pulang ke rumah akan mengurangi kebiasaan ini. Penjelasan bahwa dari asap rokok akan memperlambat proses penyembuhan mungkin akan dapat diterima oleh pasien. Merokok berperan dalam memperburuk kondisi penyakit kanker esofagus melalui tiga cara, meliputi hal-hal berikut :1. Menghirup asap akan meningkatkan kadar monoksida (CO) darah. Hemoglobin, komponen darah yang menyangkut oksigen, lebih mudah terikat kepada karbon monoksida daripada oksigen. Jadi oksigen yang disuplai ke jaringan esofagus untuk proses penyembuhan menjadi sangat berkurang.2. Asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan katekolamin yang menyebabkan konstriksi arter. Keadaan ini menyebabkan aliran darah dan oksigenasi jaringan menjadi terganggu.3. Merokok meningkatkan adhesi trombosit,mengakibatkan kemungkinann peningkatan pembentukan trombus yang akan memperpanjang proses penyembuhan akibat penurunan suplai darah pada area lokal.

Seka badan pasca operasi esofagektomi dapat mengeliminasi kotoran dan jaringan debris pada kulit. Mandi rendam dan shower pada fase awal di rumah akan mengganggu kondisi luka pasca operasi.

Aktivitas berat diperbolehkan 12 minggu setelah pembedahan untuk aktivitas ringan, pekerjaan rutin ringan, dan berhubungan seksual dapat dilakukan apabila pasien bisa dan dilakukan secara berhati-hati. Mengendarai sepeda motor atau mobil dianjurkan 3 minggu setelah menjalani perawatan rumah (Mackenzie,2004).

Komponen ini dapat memperlama pengosongan lambung, memperberat peristaltik, dan meningkatkan iritasi pada gastrointestinal.

Pada fase awal pascaesofagektomi pasien dianjurkan makan dengan konsistensi lunak dan dilakukan secara rutin 6-8 kali sehari.

Konsistensi yang lunak pada makanan akan mempermudah pencernaan oleh gastrointestinal.

Intervensi untuk mencegah terjadinya refluks.Monitor terhadap keberhasilan intake nutrisi. Apabila terjadi penambahan berat badan yang signifikan lebih dari 4,5 kg dalam dua minggu, lakukan konsultasi dengan dokter yang merawat.

Beberapa nyeri farmakologik biasanya memberikan reaksi negatif pada gastrointestinal.

Berikan motivasi dan dukungan moralIntervensi untuk meningkatkan keinginan pasien dalam pelaksanaan prosedur pengembalian fungsi pascabedah esofagektomi.

Dx: Risiko injuri b.d Pascaprosedur reseksi esofagusTujuan: Dalam waktu 2x24 jam pascaintervensi reseksi esofagus, pasien tidak mengalami injuri.Kriteria Evaluasi: TTV dalam batas normal Kondisi kepatenan selang dada optimal Tidak terjadi infeksi pada insisi

IntervensiRasional

Lakukan perawatan di ruang intensifUntuk menurunkan risiko injuri dan agar memudahkan intervensi pasien selama 48 jam dirawat di runag intensif.

Kaji faktor-faktor yang meningkatkan risiko injuri Pada saat pascaoperasi, pada pasien akan terdapat banyak drain pada tubuh pasien. Keterampilan keperawatn kritis diperlukan agar pengkajian vital dapat sistematis dilakukan.

Kaji status neurologis dan laporkan apabila terdapat perubahan status neurologisPengkajian status neurologis dilakukan pada setiap pergantian sif jaga. Setiap adanya perubahan status neurologis merupakan salah satu tanda terjadi komplikasi bedah. Penurunan responsivitas, perubahan pupil, gangguan atau kelemahan yang bersifat satu sisi (unilateral), ketidakmampuan dalam kontrol nyeri atau perubahan neurologis lainnya perlu dilaporkan pada tim medis untuk mendapatkan intervensi selanjutnya.

Pertahankan status hemodinamik yang optimal.1. Lakukan hidrasi awal pascaoperasiPasien akan mendapatkan cairan intervena sebagai pemeliharaan status hemodinamik.

Jenis cairan yang digunakan kombinasi dari NaCl 0,9% dan RL dengan jumlah 100 200 ml/jam dan dilakukan pada 12 16 jam pertama setelah pembedahan (Mackenzie, 2004). Cairan ini akan membantu memelihara keadekuatan sirkulasi dari volume darah sebagai proteksi pada organ vital dan mencegah kondisi hipovolemia pascabedah (Sideranko, 1993).

2. Pantau kondisi status cairan sebelum memberikan cairan kristaloid atau komponen darahPada periode immediate pascaoperasi pemberian cairan kristaloid atau komponen darah dilakukan setelah pasien tidak mengalami kelebihan cairan. Hal ini perlu diperhatikan perawat karena pada intervensi esofagotomi juga dibersihkan jaringan limfatik mediastinum. Hilangnya limfatik pada mediastinum memberikan predisiposisi terjadinya edema pulmonal karena berkurangnya drainase limfatik pada system respirasi (Gregoire, 1998). Kondisi malnutrisi dan kurang protein juga akan menambah berat kondisi edema pulmonal.

3. Pantau pengeluaran urine rutin

4. Evaluasi secara hati-hati dan dokumentasikan intake dan output cairanPasien pascaprosedur esofagektomi akan mengalami transudasi cairan ke interstisial. Perawat memantau produksi urine dalam kisaran 30 ml/jam sebagai batas dalam pemberian rehidrasi optimal (Gregoire, 1998).

Perawat mendokumentasikan jumlah urine dan jam pada saat pencatatan. Perawat memeriksa kepatenan jalan urine pada tempatnya.

Monitor kondisi selang nasogatrikSecara umum pasien pascaesofagektomi akan terpasang selang nasogatrik. Perawat berusaha untuk tidak mengubah posisi, mengangkat, memanipulasi, atau mengirigrasi selang kecuali memamng diperlukan untuk terapi. Hal ini untuk menurunkan risiko kerusakan anastomosis.Perawat selalu memonitor pengeluaran dari selang dan menjaga kepatenan selang.

Lakukan pencegahan thrombosis vena profundaRespons trombosis vena profunda secara patofisiologi dimulai dengan adanya inflamasi ringan sampai berat di vena yang terjadi dalam kaitannya dengan pembekuan darah. Komplikasi dapat terjadi dari sejumlah penyebab, termasuk cedera pada vena yang disebabkan oleh strap yang terlalu ketat atau penahan tungkai pada waktu operasi, tekanan dari gulungan selimut di bawah lutut, hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan atau dehidrasi, atau yang lebih umum lagi adalah melambatnya aliran darah dalam ekstermitas akibat metabolisme melambat dan depresi sirkulasi setelah pembedahan. Kemungkinan juga beberapa faktor ini berinteraksi untuk menghasilkan trombosis. Tungkai kiri lebih sering terkena dibandingkan yang kanan.

Lakukan intervensi menurunkan injuri pada system pernapasan, meliputi :a. Monitor adanya komplikasi pasca-esofagektomi pada system pernapasan

Risiko komplikasi pada sistem pernapasan merupakan kondisi yang paling sering terjadi pada pasien pascabedah esofagektomi. Ketidakmampuan dalam melakukan pembersihan jalan napas merupakan kondisi yang paling sering menyebabkan atelectasis, pneumonia, dan ARDS (Makenzi, 2004).

b. Monitor kondisi selang dada dan area sekitar insisi selangPengeluaran material pascaesofagektomi normalnya tidak lebih dari 100 200 ml/jam pada hari pertama (Orringer, 2001). Perawat memeriksa kepatenan selang dada, menilai kondisi luka dari adanya nyeri local, dan melalui respons peradangan lokal. Perawat melakukan palpasi untuk mendeteksi adanya emfisema subkutis yang merupakan salah satu komplikasi dan sering terjadi pada pasien pascaesofagektomi.

c. Monitor adanya tanda dan gejala ARDSKondisi ARDS merupakan salah satu komplikasi pascaesofagektomi transhiatal yang berhubungan dengan akibat hilangnya kelenjar limfatik dari mediastinum dan transudasi cairan ke interstisial. Meskipun mekanisme ARDS pada esofagektomi transhiatal belum dimengerti, tetapi respons dari inflamasi sistemik dipercaya menjadi peran penting tentang kondisi ini (Makenzi, 2004). Oleh karena kondisi ARDS tidak bias diprediksi, maka pada fase awal pascaesofagektomi transhital perawat menjaga kondisi pemberian terapi oksigen secara optimal.

Monitor adanya komplikasi kebocoran anastomosis esophageal pascabedah dan lakukan intervensi untuk mencegah atau menurunkan kondisi tersebutKondisi kebocoran merupakan salah satu komplikasi ynag tersering pada pascaoperasi esofagostomi. Tanda dan gejala yang lazim didapatkan, meliputi : hipertemi 38.60, nyeri inflamasi, takipnu dan takikardia secara tiba-tiba, hipoksemia, emfisema subkutan (Rentz, 2003), pengeluaran cairan dari luka bedah leher, akumulasi cairan pada sekitar luka, dan perubahan warna pada selang drainase. Apabila didapatkan adanya tanda dan gejala ini secepatnya dilaporkan ke tim medis untuk intervensi selanjutnya.Intervensi untuk mencegah komplikasi ini adalah sebagai berikut :1. Tidak memberikan makanan terlalu awal2. Jaga secara ketat bahwa tidak ada intake oral untuk sementara3. Lakukan manajemen nyeri

Bantu menyangga sekitar luka pasien pada saat latihan batuk efektif atau ajarkan menggunakan bantal apabila pasien akan batukMenurunkan tarikan pada kulit akibat peningkatan dari intraabdomen sekunder dari batuk akan menurunkan stimulus nyeri sehingga pasien mendapat dukungan serta kepercayaan diri untuk melakukan pernapasan diafragma karena pada kondisi klinik sebagian besar pasien pascaoperasi takut untuk melakukan latihan pernapasan difragma batuk efektif.

Dx: Resiko injuri berhubungan dengan reseksi esophagus

IntervensiRasional

Kolaborasi untuk pemberian antibiotic pascaoperasiAntibiotik menurunkan risiko infeksi yang akan menimbulkan reaksi inflamasi local dan dapat memperlama proses penyembuhan pascafunduplikasi lambung

Dx: Aktual/risiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan kemampuan batuk menurun, nyeri pascaoperasi

IntervensiRasional

Kaji dan monitor jalan napasDeteksi awal untuk interpretasi intervensi selanjutnya. Salah satu cara untuk mengetahui apakah pasien bernapas atau tidak adalah dengan menempatkan telapak tangan di atas hidung dan mulut pasien untuk merasakan hembusan napas. Gerakan toraks dan diafragma tidak selalu menandakan pasien bernapas.

Beri oksigen 3 liter/menitPemberian oksigen dilakukan pada fase awal pascaoperasi. Pemenuhan oksigen dapat membantu meningkatkan PaO2 di cairan otak yang akan memengaruhi pengaturan pernapasan.

Bersihkan sekresi pada jalan napas dan lakukan suctioning apabila kemampuan mengevakuasi secret tidak efektifKesulitan pernapasan dapat terjadi akibat sekresi lender yang berlebihan. Membalikkan pasien dari satu sisi ke sisi lainnya memungkinkan cairan yang terkumpul untuk keluar dari sisi mulut. Jika gigi pasien mengatup, mulut dapat dibuka secara manual dengan spatel lidah yang dibungkus kasa, tetapi hati-hati.Mukus yang menyumbat faring atau trakea diisap dengan ujung pengisap faringeal atau kateter nasal yang dimasukkan ke dalam nasofaring atau orofaring.

Instruksikan pasien untuk pernapasan dalam dan melakukan batuk efektifPada pasien pascaoperasi dengan tingkat toleransi yang baik, maka pernapasan diafragma dapat meningkatkan ekspansi paru. Untuk memperbesar ekspansi dada dan pertukaran gas, beragam tindakan adalah sebagai berikut. Sebagai contoh, meminta pasien untuk menguap atau dengan melakukan inspirasi maksimal.Batuk juga didorong untuk melonggarkan sumbatan mukus. Bantu pasien mengatasi ketakutannya bahwa ekskresi dari batuk dapat menyebabkan insisi bedah akan terbuka dengan cara menahan atau menyokong area sekitar jahitan pada saat pasien melakukan latihan napas diafragmatik dan batuk efektif atau dengan penyangga bantal (S.F Smith dan D.J Duell, 1992)

Lakukan fisioterapi dada, meliputi:

1. Tetapkan lokasi dari setiap segmen paru-paru

2. Jaga posisi pasien jangan sampai jatuh, gunakan pagar pengaman yang ada pada sisi tempat tidur

Tujuan dari fisioterapi dada adalah memfasilitasi pembersihan jalan napas dari sekresi yang tidak dapat dilakukan dengan batuk efektif, meningkatkan pertukaran udara yang adekuat, menurunkan frekuensi pernapasan, dan meningkatkan ventilasi dan pertukaran udara.Perawat melakukan auskultasi agar dapat menentukan area paru dengan bunyi napas ronkhi sebagai dasar untuk menentukan pengaturan posisi.

Sebelum melakukan intervensi perawat mengkaji tingkat kemampuan dan kooperatif pasien. Apabila tingkat toleransi dari pasien tidak optimal, perawat menjaga dan mencegah trauma sekunder dari intervensi seperti memasang pagar pengaman.

1. Lakukan diskusi dengan pasien tentang teknik penatalaksanaan dan demonstrasikan langkah demi langkah prosedur yang akan dilaksanakan.

2. Lakukan vibrasi dan perkusiApabila kemampuan toleransi pasien baik, maka penjelasan dan kooperatif pasien akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas tindakan.

Pemberian perkusi dan vibrasi sesuai area penumpukan sekret akan memobilisasi sekret dari jalan napas kecil ke jalan napas besar sehingga akan mudah dibatukkan.

Lakukan nebulizerNebulizer digunakan dengan cara menghirup larutan obat yang telah diubah menjadi bentk kabut. Pengiriman obat melalui nebulizer ke jalan napas sangat cepat sehingga aksinya lebih cepat dalam mengencerkan sekresi sekret pada jalan napas. Dengan kombinasi antara nebulizer dan fisioterapi dada akan meningkatkan evakuasi sekret dari jalan napas. Medikasi nebulizer kontraindikasi pada keadaan di mana suara napas tidak ada atau berkurang kecuali jika medikasi nebulizer diberikan melalui tuba endotrakeal tube yang menggunakan tekanan positif.

Evaluasi dan monitor keberhasilan intervensi pembersihan jalan napasApabila tingkat toleransi pasien tidak optimal, maka lakukan kolaborasi dengan tim medis untuk segera dilakukan terapi endoskopik atau pemasangan tamponade balon.

Dx: Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya intakemakanan yang adekuatTujuan: Setelah 3 x 24 jam pada pasien nonoperasi dan setelah 7 x 24 jam pascabedah, intakenutrisi dapat optimal dilaksanakan.Kriteria evaluasi: Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat Terjadi penurunan gejala refluks esofagus, meliputi: odinofagia berkurang, pirosisberkurang, RR dalam batas normal 12-20 x/menit Berat badan pada hari ke-7 pascabedah meningkat 0,5 kg.

IntervensiRasional

Intervensi nonoperasi:1. Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan mengunyah makanan dengan saksama

2. Evaluasi adanya alergi makanan dan kontraindikasi makanan

3. Sajikan makanan dengan cara yang menarik

4. Fasilitasi pasien memperoleh diet biasa yang disukai pasien (sesuai indikasi)

5. Pantau intake dan output, anjurkan untuk timbang berat badan secara periodic (sekali seminggu)

6. Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan, serta sebelum dan sesudah intervensi/pemeriksaan peroralMakanan dapat lewat dengan mudah ke lambung

Beberapa pasien mungkin mengalami alergi terhadap beberapa komponen makanan tertentu dan beberapa penyakit lain, seperti diabetes mellitus, hipertensi, gout, dan lainnya sehingga memberikan manifestasi terhadap persiapan komposisi makanan yang akan diberikan

Membantu merangsang nafsu makan

Memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki intake nutrisi

Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan

Menurunkan rasa tidak enak karena sisa makanan juga bau obat yang dapat merangsang pusat muntah,

Intervensi pascabedah:1. Kaji kondisi dan toleransi gastrointestinal pasca esofagektomi

2. Lakukan perawatan mulut

3. Masukkan 10-20 ml cairan sodium klorida setiap sif jaga melalui selang nasogastric

4. Berikan nutrisi cair melalui selang nasogastric pada hari kedua atau ketiga pascabedah atau pesanan dari medis

5. Kolaborasi untuk pemeriksaan fluroskopi menelan setelah hari ketujuhSetelah esofagektomi pasien tidak boleh mendapat asupan apapun dari mulut dalam waktu 7 x 24 jam untuk menghindari kebocoran pada anastomosis atau formasi fistula. Pasien akan memakai selang nasogastrik yang terpasang pada alat pengisap berkelanjutan dengan tekanan rendah (low-level continuous or intermittent suction). Obat-obatan oral akan dihancurkan dan dimasukkan melalu selang nasogastric dan tidak boleh ditelan.

Intervensi ini untuk menurunkan risiko infeksi oral

Pembersihan ini selain untuk menjaga kepatenan selang nasogastric juga untuk meningkatkan penyembuhan pada area pasca-esofagektomi

Pemberian nutrisi cair dilakukan untuk memenuhi intake nutrisi melalui gastrointestinal. Penentuan hari harus dikolaborasikan dengan tim medis yang merawat pasien karena tim medis mengetahui bagaimana kondisi jaringan pada saat dilakukan intervensi esofagektomi

Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mendeteksi kemampuan jaringan pascabedah

Dx: Risiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kurangnya intake makanan yang adekuat

Bila kebocoran tidak terjadi, maka mulai berikan nutrisi oral.

Kolaborasi dengan ahli gizi jenis nutrisi yang akan digunakan pasien.

Hindari makan 3 jam sebelum tidur.Pada fase awal pemberian nutrisi oral pasien dianjurkan untuk makan 6-8 bolus kecil makanan setiap hari karena bolus besar makanan tidak bisa di toleransi gastrointestinal. Pasien juga dihindari dari komponen makanan yang terlalu hangat atau terlalu dingin (Mackenzie, 2004

Ahli gizi harus terlibat dalam penentuan komposisi dan jenis makanan yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan individu.

Intervensi untuk mencegah terjadinya refluks.

Dx: Nyeri b.d. iritasi mukosa esophagus, respons pembedahan

Tujuan : dalam waktu 7 x 24 jam pascabedah, nyeri berkurang atau teradaptasi.Criteria evaluasi : Secara subjektif pernyataan nyeri berkurang atau teradaptasi. Skala nyeri 0-1 (0-4). TTV dalam batas normal, wajah pasien rifleks.

IntervensiRasional

Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri non farmakologi dan noninvasif.Pendekatan dengan menggunakan reaksi dan nonfarmakologi lainnya gtelah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.

Lakukan managemen nyeri keperawatan, meliputi: Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST

Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul.

Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam pada saat nyeri muncul.

Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri.

Managemen nyeri meliputi kunci dari penatalaksanaan pasien pascaoperasi. Keadekuatan control nyeri pascaoperasi esofagektomi merupakan unsure yang paling penting dalam menurunkan mortalitas dan morbiditas (Makenzi,2004). Tsui (1997) melaporkan dengan keadekuatan control nyeri akan menurunkan resiko gangguan kardiovaskular, mempercepat hari rawat, dan menurunkan tingkat kematian pasca-escofagetomi transtorakal. Penelitian ini memberikan arti penting pada perawat yang melakukan managemen nyeri keperawatan agar kondisi nyeri yang dilaporkan pasien tidak disepelekan dan harus dilakukan intervensi sesuai dengan tingkat toleransi individu.

Pendekatan PQRST dapat secara komprehensif menggali kondisi nyeri pasien. Apabila pasien mengalami skala nyeri 3 (0-4), hal ini merupakan peringatan yang perlu perawat waspadai karena memberikan manifestasi klikik yang bervariasi dari komplikasi pascaoperasi esofagektomi.

Istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolism basal.

Meningkatkan intake oksigen sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari iskemia intestinal.

Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulun internal.

Dx: Nyeri b.d. iritai mukosa esophagus, respons pembedahan

IntervensiRasional

Rawat pasien diruang intensif.

Lakukan managemen sentuhan.Untuk mengontrol nyeri, pasien harus dirawat di ruang intensif. Lingkungan tentang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi oksigen ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan. Istirahat akan menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer.

Managemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri.

Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik.

Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian: Analgesic via intravena.

Analgesic diberikan untuk membantu menghemat stimulus nyeri ke pusat persepsi nyeri di korteks serebri sehingga nyeri dapat berkurang.

Dx: Risiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entre dari luka pembedahan

Tujuan: Dalam waktu 12 x 24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada integritas jaringan lunak.Kriteria evaluasi: Jahitan dilepas pada hari ke-12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan peradangan pada area luka pembedahan, leukosit dalam batas normal, TTV dalam batas normal

IntervensiRasional

Kaji jenis pembedahan, hari pembedahan, dan apakah adanya order khusus dari tim dokter bedah dalam melakukan perawatan luka.Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan.

Buat kondisi balutan dalam keadaan bersih dan keringKondisi bersih dan kering akan menghindari kontaminasi komensal dan akan menyebabkan respons inflamasi local dan akan memperlama penyembuhan luka

Lakukan perawatan luka:1. Lakukan perawatan luka steril pada hari kedua pascaoperasi dan diulangi setiap 2 hari sekali pada luka abdomen atau toraks.

2. Lakukan perawatan luka pada leher 2- 3 kali sehari atau sesuai pesanan medis

3. Lakukan perawatan luka pada sekitar drain.

Perawatan luka sebaiknya tidak setiap hari untuk menurunkan kontak tindakan dengan luka yang dalam kondisi steril sehingga mencegah kontaminasi kuman ke luka bedah.

Insisi pada keher yang basah akan dilakukan perawatan luka kering 2-3 kali sehari dengan tujuan untuk mendeteksi kebocoran dari anastomosis pascaesofagektomi.

Semua drain pascaoperasi esofagektomi merupakan material yang menjadi jalan masuk kuman. Perawat melakukan perawatan luka setiap hari atau disesuaikan dengan kondisi pembalut drain. Apabila kotor maka harus diganti.

Dx: Risiko tinggi infeksi b.d. adanya port de entre dari luka pembedahan

IntervensiRasional

1. Bersihkan luka dan drainase dengan cairan antiseptic jenis iodine providum dengan cara swabbing dari arah dalam ke luar

2. Bersihkan bekas sisa iodine providum dengan alcohol 70% atau normal salin dengan cara swabbing dari arah dalam ke luar

3. Tutup luka dengan kasa steril dan tutup dengan plester adhesive yang menyekuruh menutupi kasa.Pembersihan debris (sisa fagositosis, jaringan mati) dan kuman sekitar luka dengan mengoptimalkan kelebihan dari iodine providum sebagai antiseptic dan dengan arah dari dalam keluar dapat mencegah kontaminasi kuman ke jaringan luka.

Antiseptic iodine providum mempunyai kelemahan dalam menurunkan proses epitalisasi jaringan sehingga memperlambat pertumbuhan luka, maka harus dibersihkan dengan alcohol atau normal salin.

Penutupan secara menyeluruh dapat menghindari kontaminasi dari benda atau udara yang bersentuhan dengan luka bedah.

Angkat drainase pascabedah sesuai pesanan medis Pelepasan sesuai indikasi bertujuan untuk menurunkan risiko infeksi

Kolaborasi penggunaan antibiotic Antibiotic injeksi diberikan selama tiga hari pascaoperasi yang kemudian dilanjutkan antibiotic oral sampai jahitan dilepas. Peran perawat mengkaji adanya reaksi dan riwayat alergi antibiotic, serta memberikan antibiotic sesuai pesanan dokter.

Dx: Kecemasan b.d. prognosis penyakit. Misintepretasi informasi

Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam pasien secara subjektif melaporkan rasa cemas berkurang.Kriteria: Pasien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat. Pasien dapat mendemostrasikan keterampilan pemecahan masalah dan perubahan koping yang digunakan sesuai situasi yang dihadapi. Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan/ketakutan di bawah standar; pasien dapat rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.

IntervensiRasional

Monitpr respons fisik, seperti kelemahan, perubahan tanda vital, dan gerakan yang berulang-ulang. Catat kesesuaian respons verbal dan nonverbal selama komunikasi Digunakan dalam mengevaluasi derajat/tingkat kesadaran/ konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi verbal.

Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya.Memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi, kejelasan dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang berlebihan

Dx: Kecemasan b.d. prognosis penyakit, misinterpretasi informasi

IntervensiRasional

Beri dukungan praoperasi.Hubungan emosional yang baik antara perawat dan pasien akan memengaruhi penerimaan pasien dengan operasi. Aktif mendengar semua kekhawatiran dan keprihatinan pasien adalah bagian penting dari evaluasi praoperatif. Keterbukaan mengenai tindakan operasi yang akan dilakukan, pilihan anestesi, dan perubahan atau kejadian pascaoperatif yang diharapkan akan menghilangkan banyak ketakutan tak berdasarkan terhadap anestesi. Bagi sebagian besar pasien, operasi adalah suatu peristiwa hidup yang bermakna. Kemampuan perawat dan dokter untuk memandang pasien dan keluarganya sebagai manusia yang layak untuk didengarkan dan dimintai pendapat, ikuyt menentukan hasil pembedahan. Egbert dkk. (1963, dikutip Gruendemann, 2006) memperlihatkan bahwa kecemasan pasien yang dikunjungi dan dimintai pendapat sebelum dioperasi akan berkurang saat tiba di kamar operasi dibandingkan mereka yang hanya sekedar diberi pramedikasi dengan fenobarbital. Kelompok yang mendapat pramedikasi melaporkan rasa mengantuk, tetapi tetap meras cemas.

Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat Memberikan waktu untuk mengekspresikan perasaan, serta menghilangkan cemas dan perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih pasien melayani aktivasi dan pengalihan (missal membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi

Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan ansietasnya.Pasien yang divonis mengalami kanker esophagus mempunyai tingkat penerimaan yang bervariasi. Dengan pendekatan yang baik sesuai dengan toleransi individu , maka ungkapan yang dikemukakan pasien dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan.

Kolaborasi: berikan anticemas sesuai indikasi contohnya diazepam.Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.

Catat reaksi dari pasien/keluarga. Berikan kesempatan untuk mendiskusikan perasaannya/konsentrasinya, dan harapan masa depan.Anggota keluarga dengan responsnya pada apa yang terjadi dan kecemasannya dapat disampaikan kepada pasien.

4.6 EvaluasiEvaluasi yang diharapkan setelah dilakukan intervensi keperawatan adalah sebagai berikut.1. Terpenuhinya informasi pemeriksaan diagnostik, intervensi kemoterapi, radiasi, dan prabedah.2. Tidak mengalami injuri dan komplikasi pascabedah.3. Pasien tidak mengalami penurunan berat badan.4. Terjadi penurunan respons nyeri.5. Tidak terjadi infeksi pascabedah.6. Kecemasan pasien berkurang.

BAB 5PENUTUP

5.1 KesimpulanKanker esofagus adalah suatu keganasan yang terjadi pada esofagus. Kanker esofagus pertama kali dideskripsikan pada abad ke-19 dan pada tahun 1913 reseksi pertama sukses dilakukan oleh Frank Torek. Pada tahun 1930-an. Oshawa di jepang dan Marshall di Amerika Serikat berhasil melakukan pembedahan pertama dengan metode transtoraks esofagotomi dengan rekonstruksi (Fishicella, 2009).Kanker esophagus adalah salah satu tumor dengan tingkat keganasan tinggi, prognosisnya buruk, walaupun sudah dilakukan diagnosis dini dan penatalaksanaan. Kanker esophagus juga merupakan salah satu kanker dengan tingkat kesembuhan terendah, dengan 5 year survival rata-rata 10%, survival rates ini terburuk setelah kanker hepatobilier dan kanker pankreas. Penyebab pasti dari kanker esofagus memang belum dapat diketahui dengan pasti namun tetapi ada beberapa faktor yang dapat menjadi prediposisi yang diperkirakan berperan dalam patogenesis kanker. Predisposisi penyebab kanker esofagus biasanya berhubungan dengan terpajannya mukosa esofagus dari agen berbahaya atau stimulus toksik, yang kemudian menghasilkan terbentuknya displasia yang bisa menjadi karsinoma.Pengggunaan alkohol dan tembakau secara prinsip menjadi risiko faktor utama terbentuknya karsinoma sel skuamosa. American Cancer Society mencatat bahwa kombinasi yang lama antara minum alkohol dan tembakau akan meningkatkan . pembentukan substansi faktor risiko yang lebih tinggi.Cara dalam mencegah terjadinya kanker esofagus adalah dengan menghindari mengonsumsi alkohol maupun merokok karena kombinasi keduanya dapat menjadi pencetus terbentuknya karsinoma sel skuamosa. Dan mengonsumsi lebih banyak buah dan sayuran serta menjaga berat badan agar tetap ideal.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 1. Jakarta: EGC.Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC.Dian.2013.Askep Karsinoma Esofagus. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31624/4/Chapter%20H.pdf).Diakses pada tanggal 16 September 2015.Fisichella, Plero M.2009. Esophageal Cancer Medicine Speclalties Oncology Carcinomas Of the Gastrointestinal.Mutaqqin,Arif Dkk.2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.Price,S.A., 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi:6, Jakarta: EGC.