Penularan Penyakit TBC Paru
Roykedona Lisa Triksi
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta
Pendahuluan
Salah satu penyakit di Indonesia yang masih menjadi ketakutan terbesar bagi
masyarakat adalah Tuberkulosis (TBC).Penyakit TBC merupakan masalah yang besar bagi
negara berkembang termasuk Indonesia,karena diperkirakan 95% penderita TBC berada di
negara berkembang dan 75% dari penderita TBC tersebut adalah kelompok usia produktif
( 15-50 tahun).1 TBC rata-rata banyak menyerang organ paru,walaupun ada organ lain yang
juga bisa terkena TBC.Beberapa organ yang bisa terserang TBC diantaranya adalah
tulang,kelenjar getah bening,kulit,selaput otak dan sebagainya.
Kurangnya pengetahuan masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanganan TBC
membuat penyakit ini masih susah diberantas.Maka dalam penjelasan dibawah ini,penulis
akan mencoba menjelaskan pengertian TBC,bagaimana cara melakukan pencegahan terhadap
TBC dan hubungan kondisi lingkungan dengan penyebaran TBC.Penulis ingin pembaca dapat
mengerti mengenai penyakit TBC.TBC yang dibahas dalam makalah ini adalah TBC yang
menyerang organ paru.Pembahasan dilakukan berdasarkan suatu contoh kasus.
Konsep Sehat-Sakit
Menurut UU Kes. No. 23 Th. 1992, sehat merupakan suatu keadaan sejahtera dari
badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Sedangkan sakit merupakan penyimpangan dari suatu keadaan optimal. Gordon &
Le Richt menyatakan adanya hubungan antara pejamu (host), bibit penyakit (agent), dan
lingkungan dalam konsep sehat-sakit. Ketiga faktor tersebut mempengaruhi timbulnya suatu
penyakit.
Alamat korespondensi: Roykedona Lisa Triksi (102011207)Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 Email : [email protected]
1
Bibit Penyakit
Bibit penyakit adalah suatu substansi tertentu yang keberadaannya atau
ketidakberadaannya diikuti kontak efektif pada manusia dapat menimbulkan penyakit atau
atau memengaruhi perjalanan suatu penyakit.2 Bibit penyakit dapat berupa unsure hidup
(biotis) maupun unsure mati (abiotis). Bibit penyakit pun memiliki empat sifat yaitu,
patogenitas, virulensi, antigenitas, dan infektifitas. Dalam contoh kasus, penyebab penyakit
TBC paru adalah karena keberadaan suatu kuman.
Tuberculosis Paru
TBC paru merupakan penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman
Mycobacterium tuberculosis.3 Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus, yaitu
tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu, disebut pula sebagai Basil Tahan Asam
(BTA).4 Kuman ini tidak tahan dengan pancaran sinar matahari langsung, sehingga kuman ini
banyak hidup di tempat yang lembab dan kurang sinar matahari. Kuman ini dapat memasuki
fase dormant, yaitu keadaan tertidur selama beberapa tahun di dalam tubuh kita. Kuman ini
menular lewat udara saat penderita batuk, bersin, meludah ataupun berbicara, penularan ini
disebut sebagai droplet infection. Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara
pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
ke dalam saluran pernapasan.4 Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya
kuman TB yang dikeluarkan dari parunya melalui proses batuk.5
Pejamu
Pejamu (host) adalah semua faktor yang terdapat pada manusia yang dapat
memengaruhi timbulnya suatu perjalanan penyakit.2 Dalam contoh kasus, faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya prevalensi TBC yang tinggi adalah:
1. Status imunitas
Status imunitas seseorang dipengaruhi apakah ia pernah diberikan vaksinasi atau tidak.
Dalam kasus TBC, vaksin yang diberikan adalah Bacillus Calmette-Guerin (BCG).
Vaksin ini berisi basil TBC yang telah dilemahkan. Vaksin BCG biasa diberikan satu
kali pada waktu bayi (0-12 bulan) di lengan atas. Vaksin BCG dapat memakan waktu
6-12 minggu untuk menghasilkan efek kekebalannya. Vaksinasi BCG memberikan
proteksi yang bervariasi antara 50%-80% terhadap tuberculosis. Faktor lain yang
2
mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi sakit tuberculosis atau tidak
misalnya, daya tahan tubuh yang rendah, gizi yang buruk, dan sedang menderita
penyakit lainnya (HIV, diabetes mellitus).5
2. Umur
Dalam contoh kasus, prevalensi TBC tinggi terjadi pada penduduk yang berusia 15-40
tahun. Hal ini terjadi karena cakupan imunisasi yang rendah, hanya sekitar 60%,
sehingga kuman masuk ke dalam tubuh pada waktu kecil dan kemudian aktif ketika
penderita berada dalam produktif. Selain itu, prevalensi pada umur diatas terjadi
karena daya tahan vaksin hanya berkisar 10-20 tahun, jadi ketika penderita berumur 20
tahun keatas, TBC dapat menyerang orang tersebut.
3. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup masyarakat desa Sukamiskin bisa terlihat dari tidak tuntasnya
pengobatan penderita dikarenakan mereka merasa sudah sembuh. Dapat diartikan
bahwa masyarakat memiliki kebiasaan hidup yang buruk dikarenakan mereka tidak
mau menuruti perintah dokter untuk menaati pengobatan. Pengobatan penderita TBC
dilakukan dengan mengonsumsi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) selama minimal enam
bulan.5 Bila tidak dilakukan selama rentang waktu yang ditentukan, kuman TBC dapat
kembali menyerang penderita, walaupun penderita saat itu sudah merasa sembuh.
Selain taat pada perintah dokter, kebiasaan hidup tidak sehat atau jorok juga
memengaruhi. Seperti meludah sembarangan, bersin atau batuk didepan orang lain.
Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia yang memengaruhi
kehidupan dan perkembangan manusia. Lingkungan terbagi atas tiga macam yaitu,
lingkungan fisik, lingkungan biologi, dan lingkungan non-fisik.2 Dalam contoh kasus,
lingkungan yang mempengaruhi adalah:
1. Lingkungan fisik
Lingkungan fisik adalah lingkungan yang berada di sekitar manusia yang meliputi
kondisi udara, cuaca, musim, kondisi geografi, dan geologinya yang dapat
memengaruhi kerentanan fisik.2
Dalam kasus diberitahu bahwa lingkungan masyarakat disana lingkungan
pemukimannya padat dan kondisi rumah tidak sehat. Pemukiman padat
memungkinkan kondisi rumah yang tidak memiliki ventilasi ataupun jendela yang
3
cukup. Jika tidak memiliki jendela dan ventilasi, maka sinar matahari tidak masuk.
Telah kita ketahui bahwa kuman TBC bisa mati jika terkena sinar matahari langsung,
maka jika keadaannya gelap dan lembab, kuman TBC bisa terus hidup.
2. Lingkungan non-fisik
Lingkungan non-fisik adalah lingkungan sebagai akibat dari interaksi manusia yang
meliputi sosial-budaya, pendidikan, norma, dan adat istiadat.2
Dalam kasus, rata-rata pendidikan warga adalah tidak tamat Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Dengan tingkat pendidikan yang rendah, maka pengetahuan akan
penyakit TBC pun menjadi kurang. Penderita yang berobat tidak tuntas karena merasa
sudah sembuh juga merupakan akibat pengetahuan yang rendah. Jika pengetahuan
masyarakat tentang TBC mencukupi, maka penderita akan tetap melanjutkan
pengobatan selama minimal enam bulan tanpa berhenti karena merasa sudah sembuh.
Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan melalui promosi kesehatan (Healt Promotion) dan juga
dengan tindakan preventif (Specific Protection). Promosi kesehatan dilakukan dengan
memberikan penyuluhan mengenai cara-cara penularan, pencegahan, pengobatan, ciri-ciri
penderita dan membangun lingkungan sehat. Misalnya penderita harus mengenakan masker
agar tidak mengeluarkan droplet secara sembarang, membangun rumah yang memiliki cukup
ventilasi dan jendela agar sinar matahari dapat masuk. Sedangkan tindakan preventif
dilakukan dengan memberikan imunisasi pada bayi dalam usia dua bulan sehingga vaksin
dapat bekerja dengan efektif.
Kesimpulan
Melalui pembahasan diatas, diketahui bahwa pemberian vaksin BCG penting untuk
mencegah terjadinya TBC paru. Selain pemberian vaksinasi, pola hidup sehat, serta
membangun lingkungan yang sehat pun dapat mencegah terjadinya TBC paru. Pengobatan
TBC pun harus dilakukan dengan tepat, pengobatan dituntaskan selama waktu yang
ditentukan dengan tidak absen seharipun. Jadi terjadinya TBC paru karena adanya interaksi
antara pejamu, bibit penyakit, dan juga lingkungan.
4
DAFTAR PUSTAKA
1. Laban YY. TBC. Yogyakarta: Kanisius; 2008.
2. Rajab W. Penyebab penyakit. Dalam: Ester M, penyunting. Buku ajar epidemiologi.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 2008; 31-5.
3. Djodjodibroto RD. Tuberkulosis paru. Dalam: Perdan TIM, Susanto D, penyunting.
Respirologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
4. Suryo J. Tuberkulosis. Dalam: Ariesta, penyunting. Sistem pernapasan. Yogyakarta:
Penerbit B First; 2010.
5. Cahyono JBSB, Lusi RA, Verawati, Sitorus R, Utami RCB, Dameria K. Vaksinasi
wajib. Dalam: Prabawa H, Penta VP, penyunting. Vaksinasi. Yogyakarta: Kanisius;
2010; 49-51.
5
Top Related