Download - Makalah PBL Blok 12

Transcript

Gejala, Penyebab, dan Penatalaksanaan Demam TifoidNevy Olianovi (102013101)Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510Telephone: (021) 5694-2061, fax: (021) [email protected]

AbstrakDemam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air, dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. Beberapa faktor penyebab demam tifoid masih terus menjadi masalah kesehatan penting di negara berkembang meliputi pula keterlambatan penegakan diagnosis. Penegakan diagnosis demam tifoid saat ini dilakukan secara klinis dan melalui pemeriksaan laboratorium. Diagnosis demam tifoid secara klinis seringkali tidak tepat karena tidak ditemukannya gejala klinis spesifik atau didapatkan gejala yang sama pada beberapa penyakit lain, terutama pada minggu pertama sakit. Hal ini menunjukkan perlunya pemeriksaan penunjang laboratorium untuk konfirmasi penegakan diagnosis demam tifoid.Kata kunci: demam tifoid, pemeriksaan, gejala, diagnosisAbstractTyphoid fever is a systemic infectious disease caused by Salmonella typhi are still widely found in abundance in many developing countries are mainly located in the tropics and subtropics. This disease is also an important public healt problem because of its spread is closely related to urbanization, population density, environmental health, water resources, and poor sanitation and hygiene standards of food processing industry is still low. Some of factors that cause typhoid fever continues to be an important health problem in developing countries including also delay diagnosis. Diagnosis of typhoid fever is currently done clinically and by laboratory. Clinical diagnosis of typhoid fever is often not appropriate as there was no specific clinical symptoms or obtained the same symptoms in several other diseases, especially in the first week of illness. This case demonstrates the need for laboratory investigations to confirm the diagnosis of typhoid fever.Keywords: typhoid fever, examination, symptoms, diagnosis

PendahuluanDemam merupakan suatu gejala dari beberapa penyakit. Namun tidak semua penyakit menimbulkan demam. Demam biasanya disertai menggigil pada beberapa penyakit dan kondisi tertentu. Dengan gejala demam saja, kita tidak bisa menentukan secara langsung seseorang menderita penyakit tertentu, namun harus ada gejala penunjang lain atau dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan penunjang.Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui apakah seseorang dengan gejala demam yang terus menerus dan lebih tinggi menjelang sore hari, disertai pusing, nyeri perut, mual, dan muntah, menderita penyakit demam tifoid ataukah ada penyakit lain yang menyebabkan gejala seperti di atas serta penyebab penyakit, dan cara penangannya.AnamnesisDokter sebagai petugas medis, dalam mengobati pasiennya wajib mengetahui apa yang dikeluhkan oleh pasien hingga pasien datang kepada dokter. Untuk mengetahui apa yang dikeluhkan pasien serta data-data pendukung yang diperlukan dari pasien, maka dokter melakukan anamnesis. Anamnesis lebih baik dilakukan dalam suasana nyaman dan santai. Anamnesis dapat dilakukan secara auto-anamnesis atau allo-anamnesis. Pada auto-anamnesis, dokter dapat langsung bertanya kepada pasien. Sedangkan allo-anamnesis, dokter bertanya pada keluarga terdekat ataupun orang terdekat yang mengetahui kondisi pasien.1,2Anamnesis sendiri terdiri dari beberapa pertanyaan yang dapat mengarahkan kita untuk dapat mendiagnosa penyakit apa yang diderita oleh pasien. Pertanyaan tersebut meliputi identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga, dan riwayat pribadi (meliputi keadaan sosial ekonomi, budaya, kebiasaan, obat-obatan, lingkungan).1,2Pada kasus skenario 3, hasil anamnesa adalah sebagai berikut: Keluhan utama: Keluhan demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam dirasakan sepanjang hari dan lebih tinggi menjelang sore hari. Keluhan tambahan: Demam disertai pusing, nyeri perut, mual, dan muntah. Belum BAB sejak 4 hari yang lalu.Selanjutnya, dokter mulai mengarahkan pertanyaan-pertanyaan. Beberapa pertanyaan yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk pasien tersebut, ialah:1. Sejak kapan muncul demam?2. Bagaimana intensitas demamnya?3. Demamnya saat kapan saja? Sepanjang hari dan lebih tinggi menjelang sore hari?4. Adakah perdarahan seperti mimisan?5. Adakah keluhan lain yang dirasakan?6. Apakah sebelumnya ada kegiatan berpergian ke suatu tempat?7. Apakah sebelumnya ada makan sembarangan?8. Bagaimana sanitasi lingkungan di sekitar tempat tinggal? Apakah bersih atau tidak?9. Riwayat penyakit dahulu?10. Riwayat penyakit keluarga?11. Riwayat pribadi?Pemeriksaan FisikPada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada kasus skenario 3, didapati bahwa kesadaran pasien adalah compos mentis, yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dan dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.3Kemudian selain tingkat kesadaran, pemeriksaan fisik menunjukkan suhu tubuh 37,80C, nadi 90x per menit, tingkat respirasi (respiratory rate) 18x per menit, tekanan darah 120/80 mmHg, dan pada pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan di ulu hati dan ditemukan adanya lidah tifoid.Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang yang dilakukan pada skenario 3 adalah pemeriksaan laboratorium dengan hasil Hb = 14 g/dl, Ht = 42%, leukosit = 4000/l, dan trombosit = 200.000/l. Pemeriksaan lainnya adalah Widal dengan titer S. typhi O = 1/320, S. typhi H = 1/320, dan S. paratyphi AO = 1/80.Pemeriksaan penunjang di atas menunjukan pemeriksaan yang dilakukan untuk diagnosis demam tifoid. Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu:1. Pemeriksaan darah periferPada pemeriksaan darah perifer biasa ditemukan leukopenia, walaupun dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukosistosis. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder. Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofiliawalaupun limfopenia. Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat.3,4,52. Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kumanDiagnosis demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S.typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.3,4,5Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa faktor, yaitu:3,4,5 jumlah darah yang diambil perbandingan volume darah dari media empedu waktu pengambilan darahVolume 10-15 mL dianjurkan untuk dewasa, sedangkan pada anak kecil dibutuhkan 2-4 mL. Sedangkan volume sumsum tulang yang dibutuhkan untuk kultur hanya sekitar 0.5-1 mL. Bakteri dalam sumsum tulang ini juga lebih sedikit dipengaruhi oleh antibiotika daripada bakteri dalam darah.3,4,53. Uji serologisUji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S.typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 mL yang diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan. Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi:a. Uji WidalUji Widal dilakukan untuk mendeteksi antibodi terhadap kuman S. typhi. Pada uji Widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S. typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji Widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid, yaitu aglutinin O (dari tubuh kuman), aglutinin H (flagela kuman) dan aglutinin Vi (simpai kuman).3,4,5Dari ketiga aglutinin tersebut, hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya, semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.3,4,5Pembentukan aglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara tepat dan mencapai puncak pada minggu keempat, dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul aglutinin O, kemudian diikuti dengan aglutinin H. Pada orang yang telah sembuh aglutinin O masih ditemukan setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan. Oleh karena itu uji Widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.3,4,5Titer aglutinin O akan naik lebih dulu dan lebih cepat hilang daripada aglutinin H atau Vi, karena pembentukannya T independent sehingga dapat merangsang limposit B untuk mengekskresikan antibodi tanpa melalui limposit T. Titer aglutinin O ini lebih bermanfaat dalam diagnosa dibandingkan titer aglutinin H. Bila bereaksi dengan antigen spesifik akan terbentuk endapan seperti pasir. Titer aglutinin O 1/160 dinyatakan positif demam typhoid dengan catatan 8 bulan terakhir tidak mendapat vaksinasi atau sembuh dari demam typhoid dan untuk yang tidak pernah terkena 1/80 merupakan positif.3,4,5Titer aglutinin ini lebih lambat naik karena dalam pembentukan memerlukan rangsangan limfosit T. Titer aglutinin 1/80 keatas mempunyai nilai diagnostik yang baik dalam menentukan demam typhoid. Kenaikan titer aglutinin empat kali dalam jangka 5-7 hari berguna untuk menentukan demam typhoid. Bila bereaksi dengan antigen spesifik akan terbentuk endapan seperti kapas atau awan.3,4,5Pemeriksaan serologik Widal (titer Aglutinin OD) sangat membantu dalam diagnosis walaupun 1/3 penderita memperlihatkan titer yang tidak bermakna atau tidak meningkat. Uji Widal bermanfaat bila dilakukan pemeriksaan serial tiap minggu dengan kenaikan titer sebanyak 4 kali. Beberapa laporan yang ada tiap daerah mempunyai nilai standar Widal tersendiri, tergantung endemisitas daerah tersebut. Misalnya: Surabaya titer OD > 1/160, Yogyakarta titer OD > 1/160, Manado titer OD > 1/80, Jakarta titer OD > 1/80, Ujung Pandang titer OD 1/320.3,4,5Ada beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal, yaitu:3,4,5a. Pengobatan dini dengan antibiotikb. Gangguan pembentukan antibodic. Pemberian kortikosteroidd. Waktu pengambilan darahe. Daerah endemik atau non endemikf. Riwayat vaksinasig. Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer aglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasih. Faktor teknik pemeriksaan laboratorium, akibat aglutinasi silang, dan strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen. Saat ini belum adakesamaan pendapat mengenai titer aglutinin yang bermakna diagnostik.b. Uji TUBEXUji TUBEX merupakan uji semikuantitatif kolometrik yang cepat dan mudah untuk dikerjakan. Uji ini mendeteksi antibody anti S. typhi O9 pada serum pasien, dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti-O9 yang terkonjungasi pada partikel latex yang berwarna dengan lipopolisakarida S. typhi yang terkonjungasi pada partikel magnetik latex. Hasil positif uji TUBEX ini menunjukkan terdapat infeksi Salmonellae serogroup D walau tidak secara spesifik menunjuk pada S. typhi. Infeksi oleh S. paratyphi akan memberikan hasil negatif.3,4,5Secara imunologi antigen O9 bersifat imunodominan sehingga dapat merangsang respon imun secara independen terhadap timus dan merangsang mitosis sel B tanpan bantuan dari sel T. Karena sifat-sifat tersebut, respon terhadap anti-gen O9 dapat dilakukan lebih dini, yaitu pada hari ke 4-5 untuk infeksi primer dan hari ke 2-3 untuk infeksi sekunder. Perlu diketahui bahwa uji Tubex hanya dapat mendeteksi IgM dan tidak dapat mendeteksi IgG sehingga tidak dapat dipergunakan sebagai modalitas untuk mendeteksi infeksi lampau.3,4,5Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan 3 macam komponen meliputi tabung berbentuk V yang juga berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas, reagen A yang mengandung partikel magnetik yang diselubungi antigen S. typhi O9, reagen B yang diselubungi dengan antibodi monoklonal spesifik untuk antigen O9. Untuk melakukan prosedur pemeriksaan ini, satu tetes serum dicampurkan ke dalam tabung dengan satu tetes reagen A. Setelah itu dua tetes reagen B ditambahkan ke dalam tabung. Hal tersebut dilakukan pada kelima tabung lainnya. Tabung-tabung tersebut kemudian diletakkan pada rak tabung yang mengandung magnet dan diputar selama 2 menit dengan kecepatan 250 rpm. Intepretasi hasil dilakukan berdasarkan larutan campuran yang bervariasi dari kemerahan hingga kebiruan. Berdasarkan warna tersebut ditentukan skor dimana kurang dari 2 maka intepretasinya adalah negatif. Jika skor sama dengan 3 maka intepretasinya adalah borderline dimana harus dilakukan pengujian lagi untuk memastikan hasilnya. Kemudian jika skor menunjukkan lebih dari 4 maka intepretasinya adalah positif, yang jika menunjukkan angka lebih dari 6, maka infeksi tifoid sudah sangat kuat.3,4,5Konsep pemeriksaan ini dapat diterangkan sebagai berikut. Jika serum tidak mengandung antibodi terhadap O9, reagen B bereaksi dengan reagen A. Ketika diletakkan pada daerah mengandung medan magnet, komponen magnet yang dikandung reagen A akan tertarik pada magnet rak dan memberikan warna biru pada larutan. Sebaliknya, bila serum mengandung antibodi terhadap O9, antIbodi pasien akan berikatan dengan reagen A dan menyebabkan reagen B tidak tertarik pada magnet rak dan memberikan warna biru pada larutan.3,4,5c. Uji TyphidotUji typhidot dapat dilakukan untuk mendeteksi infeksi tifoid pada pasien, untuk mendeteksi antibodi IgM dan IgG yang terdapat pada protein membran luar Salmonella typhi. Hasil positif pada uji typhidot didapatkan 2-3 hari setelah infeksi dan dapat mengidentifikasi secara spesifik antibodi IgM dan IgG terhadap antigen S. typhi seberat 50 kD, yang terdapat pada strip nitroselulosa.3,4,5Pada kasus reinfeksi, respon imun sekunder (IgG) teraktivasi secara berlebihan sehingga IgM sulit terdeteksi. IgG dapat bertahan sampai 2 tahun hingga pendeteksian IgG saja tidak dapat digunakan untuk membedakan antara infeksi akut dengan kasus reinfeksi atau konvalesen pada kasus infeksi primer. Untuk mengatasi masalah tersebut, uji ini kemudian dimodifikasi dengan menginaktivasi total IgG pada sampel serum. Uji ini, yang dikenal dengan nama uji Typhidot-Mmenunjukkan bahwa uji ini bahkan lebih sensitif dan lebih cepat.3,4,5d. Uji IgM DipstickUji ini secara khusus mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap S. typhi pada spesimen serum atau whole blood. Uji ini menggunakan strip yang mengandung antigen lipopolisakarida (LPS) S. Typhoid dan anti IgM (sebagai kontrol), reagen deteksi yang mengandung antibodi anti IgM yang dilekati dengan lateks pewarna, cairan membasahi strip sebelum diinkubasi dengan reagen dan serum pasien, tabung uji. Komponen perlengkapan ini stabil untuk disimpan selama 2 tahun pada suhu 4-25C di tempat kering tanpa paparan sinar matahari. Pemeriksaan dimulai dengan inkubasi strip pada larutan campuran reagen deteksi dan serum, selama tiga jam pada suhu kamar. Setelah inkubasi, strip dibilas dengan air mengalir dan dikeringkan. Secara semi kuantitatif, diberikan penilaian terhadap garis uji dengan membandingkannya dengan reference strip. Garis kontrol harus terwarnadengan baik.3,4,5e. Kultur DarahKultur darah merupakan salah satu dari sekian banyak tes yang dilakukan untuk mengetahui adanya Salmonella typhi. Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut:6,7a. Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif.b. Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5cc darah). Bila darah yang dibiakkan sedikit maka hasil negatif. Darah yang diambil sebaiknya secara bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu untuk pertumbuhan kuman. c. Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di masa lampau menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi (aglutinin) dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif.d. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakinmeningkat.f. ELISA (Enzyme-linked Immunosorbent Assay)ELISA Salmonella typhi/paratyphi lgG dan lgM merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Tifoid/Paratifoid dinyatakan bila lgM positif menandakan infeksi akut dan jika lgG positif menandakan pernahkontak/pernah terinfeksi/reinfeksi/daerah endemik.3,4,5g. Kultur EmpeduUji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan Demam Tifoid/Paratifoid. Interpretasi hasil: jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan Demam Tifoid/Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit (kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu pertama sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudahmendapat vaksinasi.3,4,54. Pemeriksaan kuman secara molekulerMetode lain untuk identifikasi bakteri S.typhi yang akurat adalah mendeteksi DNA (asam nukleat) gen flagellin bakteri S.typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR) melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S.typhi.3,4,5Kendala yang sering dihadapi pada penggunaan metode PCR ini meliputi risiko kontaminasi yang menyebabkan hasil positif palsu yang terjadi bila prosedur teknis tidak dilakukan secara cermat, adanya bahan-bahan dalam spesimen yang bisa menghambat proses PCR (hemoglobin dan heparin dalam spesimen darah serta bilirubin dan garam empedu dalam spesimen feses), biaya yang cukup tinggi dan teknis yang relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA dari spesimen klinis masih belum memberikan hasil yang memuaskan sehingga saat ini penggunaannya masih terbatas dalam laboratorium penelitian.3,4,5Diagnosis KerjaDiagnosis kerja merupakan diagnosis utama tentang penyakit yang diderita pasien setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan terhadap pasien. Pada penegakan diagnosis, penderita demam tifoid pada umumnya demam meningkat lalu menetap berangsur-berangsur. Demam terus menerus dan biasanya tinggi pada sore hari. Kesadaran pasien biasanya sadar sepenuhnya tetapi biasanya terlihat mengantuk. Lalu disertai dengan pusing, nyeri perut, mual, dan muntah. Dimungkinkan terjadi pembesaran limfa dan hati sehingga menyebabkan nyeri tekan di regio epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan anemia karena pendarahan usus dan leukopenia akibat sitotoksik dengan demam yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi. Jika dilakukan tes widal maka hasil test jika hasilnya 1/200 maka orang tersebut menderita demam tifoid.8Pada kasus diatas dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut mengalami demam tifoid karena panas sepanjang hari dan lebih tinggi menjelang sore hari. Pada tes titer widal ditemukan bahwa hasilnya lebih dari 1/200 pada S.typhi O dan S.typhi H.Diagnosis BandingDiagnosis banding merupakan suatu diagnosis pembanding dengan gejala yang serupa terhadap penyakit utama, yang didapatkan ketika melakukan anamnesis.9Oleh karena itu, perlu adanya pemerikasaan fisik dan laboratorium untuk menegakkan diagnosis utama. Dari gejala-gejala yang dialami pasien, ada beberapa penyakit yang menjadi diagnosis pembanding, yaitu:1. Demam berdarah dengueDemam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue. Virus ini mempunyai empat serotype yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, dan keempat serotype ini mempunyai gejala yang berbeda-beda jika menyerang manusia. Demam berdarah dengue ditularkan dari 1 manusia ke manusia lainnya dengan perantaraan/gigitan nyamuk. Nyamuk yang paling sering menimbulkan demam berdarah yaitu nyamuk Aedes aegypti betina. Masa inkubasi DBD dimulai dari gigitan nyamuk sampai timbul gejala berlangsung selama 2 minggu. Darah penderita sudah mengandung virus 1-2 hari sebelum terserang demam. Biasanya demam timbulnya tiba-tiba, tinggi, terus menerus berlangsung 5-7 hari, sakit kepala, menggigil, dan disertai kemerahan pada wajah. Suhu tubuh biasanya mencapai 39C-40C dan bersifat bifasik. Terdapat ruam kulit atau bercak-bercak merah pada wajah, leher, dan dada, tampak bintik-bintik merah ketika diperiksa dengan uji torniquet, terjadi pembesaran hati (hepatomegali), tekanan darah menurun sehingga menyebabkan syok, terjadi penurunan trombosit di bawah 100.000/mm3 dan terjadi peningkatan hematokrit diatas 20%, pada tingkat lanjut terjadi mimisan dari hidung dan gusi, terjadinya melena (buang air dengana kotoran berupa lendir yang bercampur darah), tampak bintik-bintik merah sebagai bentuk dari pecahnya pembuluh darah dan demam yang dirasakan menyebabkan pegal dan sakit pada sendi.10Pada skenario, demam yang terus menerus sesuai dengan gejala penyakit DBD, karena pada DBD, demam akan terus menerus selama 5-7 hari, namun rasa menggigil, dan keemerahan pada wajah yang dialami oleh penderita DBD, berbeda dengan skenario. Selain itu, pada penderita DBD ditemukan ruam kulit atau bercak-bercak merah pada wajah, leher, dan dada, tampak bintik-bintik merah ketika diperiksa dengan uji torniquet.2. MalariaMalaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit plasmodium, dan ditularkan lewat tusukan nyamuk Anopheles. Penyakit malaria diawali dengan gejala yang tidak spefisik diantaranya lesu, sakit kepala, anoreksia, nousea, dan vomitus, bahkan terjadi demam yang tidak teratur, kemudian diikuti gejala demam yang khas, splenomegali, dan anemi yang dikenal dengan trias malaria. Gejala utama malaria yaitu demam. Jenis demam pada malaria menurut ulangan demamnya ada 2 jenis utama yaitu tertiana dan kurtana. Demam paroksismal tertiana yaitu demam yang berulang setiap 48 jam atau setiap hari ketiga, sedangkan demam paroksimal kuartaba yaitu demam yang berulang setiap 72 jam atau setiap hari keempat. Serangan demam malaria terjadi selama 2-12 jam. Dengan 3 stadium yaitu stadium mengigil, acme, dan sudoris. Dua atau tiga hari kemudian terulang kembali serangan demam dengan stadium-stadium yang sama.11Pada malaria gejala demamnya berbeda dengan gejala demam pada skenario. Pada skenario, gejala demam berlangsung terus menerus secara bertahap (demam enteric) dalam waktu lebih dari 5 hari sedangkan pada malaria demam hilang timbul. Oleh karena itu, pasien pada skenario tidak menderita malaria.

Tabel 1. Diagnosis banding demamSumber: www.ichrc.org/61-anak-dengan-demam3. ChikungunyaChikungunya adalah penyakit sejenis demam yang disebabkan alphavirus yang disebarkan oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes aegypti. Gejala utama terkena penyakit chikungunya adalah tiba-tiba tubuh terasa demam diikuti dengan linu di persendian. Bahkan karena salah satu gejala yang khas adalah timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang. Ada yang menyebutnya sebagai demam tulang atau flu tulang. Gejala-gejalanya memang mirip dengan infeksi virus dengue dengan sedikit perbedaan pada hal-hal tertentu.Virus ini dipindahkan dari satu penderita ke penderita lain melalui nyamuk, antara lain Aedes aegypti. Virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini akan berkembang biak di dalam tubuh manusia. Virus menyerang semua lapisan usia, baik anak-anak maupun dewasa di daerah endemis. Secara mendadak penderita akan mengalami demam tinggi selama lima hari, sehingga dikenal pula istilah demam lima hari. Pada anak kecil dimulai dengan demam mendadak, kulit kemerahan. Ruam-ruam merah itu muncul setelah 3-5 hari. Mata biasanya merah disertai tanda-tanda seperti flu.Sering dijumpai anak kejang demam. Pada anak yang lebih besar, demam biasanya diikuti rasa sakit pada otot dan sendi, serta terjadi pembesaran kelenjar getah bening. Pada orang dewasa, gejala nyeri sendi dan otot sangat dominan dan sampai menimbulkan kelumpuhan sementara karena rasa sakit bila berjalan. Kadang-kadang timbul rasa mual sampai muntah. Pada umumnya demam pada anak hanya berlangsung selama tiga hari dengan tanpa atau sedikit sekali dijumpai perdarahan maupun syok. Bedanya dengan demam berdarah dengue, pada chikungunya tidak terdapat perdarahanhebat, renjatan (shock) maupun kematian.34. LeptospirosisLeptospirosis adalah suatu penyakit zoonis yang disebabkan leptospira. Manusia dapat terinfeksi melalui kontak dengan leptospira secara insidental. Masa inkubasi 2-26 hari, biasanya 7-13 hari dan rata-rata 10 hari. Gejala klinisnya sering demam, menggigil, mual, muntah, nyeri abdomen terkadang diare. Keluhan pasien biasanya demam yang muncul mendadak, sakit kepala, nyeri otot, mata merah, dan mual atau muntah. Pada pemeriksaan laboratorium leukositosis normal dan kadang turun sedikit. Leptospirosis memiliki 2 fase, yaitu fase leptospiraemia dan fase imun.3Pada leptospirosis gejala demamnya hampir sama dengan gejala demam pada skenario. Pada skenario, gejala demam berlangsung terus-menerus secara bertahap (demam enteric) dalam waktu lebih dari 5 hari yang membedakan adalah diare pada leptospirosis. Sedangkan pada demam tifoir menyebabkan tidak BAB. Selain itu padaleptospirosis menyebabkan mata merah.5. Infeksi Saluran Kemih (ISK)Infeksi saluran kemih merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering ditemukan. Infeksi saluran kemih tergantung pada beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, dan lain-lain. Salah satu gejala umum dari infeksi saluran kemih adalah sensasi terbakar ketika buang air kecil. Akibatnya tidak nyaman, wanita bahkan menghindari aktivitas buang air kecil yang akhirnya justru berujung pada infeksi kandung kemih. Merasa lelah, letih, dan lesu tanpa sebab juga termasuk gejala dari infeksi saluran kemih. Kelelahan terkadang disertai dengan nyeri otot dan gemetar. Warna urin juga berbeda dengan warna normal dan juga terkadang didapati darah pada urin. Demam adalah respon alami dari sitem imun untuk mencegah infeksi yang menyerang tubuh. Jadi ketika terkena infeksi saluran kemih, terkadang juga mnederita demam yang disertai dengan menggigil dan keringat dingin.3Pada infeksi saluran kemih, demam bukanlah gejala utama melainkan lebih kepada buang air kecil yang terus menerus dan juga warna urin yang keluar. Demam pada infeksi saluran kemih hanyalah respon imun terhadap infeksi tersebut sedangkan pada skenario demam merupakan gejala yang khusus. Dapat disimpulkan bahwakeluhan pasien pada skenario bukan karena infeksi saluran kemih.6. PankreatitisSeseorang yang tiba-tiba mengalami nyeri epigastrium dan muntah-muntah sesudah minum alkohol yang berlebihan. Keluhan yang mencolok adalah rasa nyeri yang timbul tiba-tiba, kebanyakn intens kemudian terus menerus dan makin lama makin bertambah. Kebanyakan rasa nyeri terletak di epigastrium, kadang-kadang agak ke kiri atau agak ke kanan. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke punggung, kadang-kadang nyeri menyebar diperut dan menjalar ke abdomen bagian bawah. Selain rasa nyeri sebagian kasus didapatkan gejala mual dan muntah serta demam. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan perut bagian atas.3Pada pankreatitis demam tidak terlalu ditekankan adalah rasa nyeri pada regio epigastrium. Demam hanya terkadang, berbeda dengan skenario dimana pasien demamberkepanjangan.7. InfluenzaInfluenza merupakan penyakit yang memiliki gejala demam sama seperti demam tifoid, namun pada influenza disertai gejala lain seperti pilek dan batuk.78. CampakPada campak tampak jelas adanya konjungtivitis, yang tidak dapat ditemukanpada demam tifoid.7EtiologiDemam tifoid disebabkan oleh Salmonella thypi. Infeksi berasal dari penderita atau seseorang yang secara klinik tampak sehat tetapi yang mengandung kuman yang keluar bersama fesesnya atau bersama kemih (carrier). Kuman-kuman ini mengkontaminasi makanan, minuman, dan tangan. Lalat merupakan penyebar kuman typhus yang penting, karena dari tempat kotor ia dapat mengotori makanan. Infeksi selalu terjadi pada saluran pencernaan. Porte dentree ialah jaringan limfoid usus halus. Dari usus, kuman-kuman menuju ke kelenjar getah bening mesenterium, disini mereka berpoliferasi lalu menuju ke ductus thoracicus dan masuk ke dalam peredaran darah. Banyak kuman musnah,endotoksinnya keluar dan menyebabkan gejala-gejala penyakit.12Gejala KlinisMasa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian.12Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu, demam, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan meningkat. Sifat demam adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hari.12Dalam minggu kedua gejala menjadi lebih jelas berupa demam, brakikardia relatif (peningkatan suhu 1C tidak diikuti denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi, dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, psikosis. Roseolae jarang ditemukan di Indonesia.12Berikut merupakan gejala klinis demam tifoid secara singkat:13 Demam lebih dari seminggu. Siang hari biasanya terlihat segar namun menjelang malamnya demam tinggi. (39 sampai 40C) Lidah kotor. Bagian tengah berwarna putih dan pinggirnya merah. Biasanya anak akan merasa lidahnya pahit. Mual berat sampai muntah. Bakteri Salmonella typhi berkembang biak di hati dan limpa. Akibatnya terjadi pembengkakan dan akhirnya menekan lambung sehingga terjadi rasa mual. Dikarenakan mual yang berlebihan, akhirnya makanan tak bisa masuk secara sempurna dan biasanya keluar lagi lewat mulut. Diare atau bisa terjadi konstipasi. Sifat bakteri yang menyerang saluran cerna menyebabkan gangguan penyerapan cairan yang akhirnya terjadi diare, namun dalam beberapa kasus justru terjadi konstipasi (sulit buang air besar). Lemas, pusing, dan sakit perut. Demam yang tinggi menimbulkan rasa lemas, pusing. Terjadinya pembengkakan hati dan limpa menimbulkan rasa sakit di perut. Pingsan, tak sadarkan diri. Penderita umumnya lebih merasakan nyaman dengan berbaring tanpa banyak pergerakan, namun dengan kondisi yang parah seringkali terjadi gangguan kesadaran. Pada kasus tertentu muncul penyebaran vlek merah muda ("rose spots") Pada sekitar 10% penderita timbul sekelompok bintik-bintik kecil berwarna merah muda di dada dan perut pada minggu kedua dan berlangsung selama 2-5 hari.PatofisiologiPenularan terjadi melalui saluran cerna dengan tertelannya Salmonella, kemudian bakteri berkolonisasi dan menembus epitel dan menginfeksi folikel limfoid di usus halus (Peyeri Patches). Patogenesitas bergantung pada faktor jumlah kuman, keasaman lambung dan virulensi dengan menyebarnya kuman melalui duktus torasikus ke sirkulasi sistemik. Infeksi sistemik dapat melibatkan berbagai organ, termasuk hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, paru, susunan saraf pusat, dan berbagai organ lain.3Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propia kuman berkembang biak dan di fagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plak Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.3Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten kedalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi.3Di dalam plak peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan (S. typhi intramakrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.3Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan gangguan organ lainnya.3S.typhi masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan air yang tercemar. Sebagai kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plak peyeri di ileum terminalis yang hipertrofi. Bila terjadi komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal, kuman menembus lamina propria, masuk ke aliran limfe mencapai kelenjar limfe mesenterial, dan masuk ke sirkulasi darah melalui duktus torasikus. S.typhi bersarang di plak peyeri, limfa, hati, dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial. Endotoksin S.typhi berperan dalam proses inflamasi lokal pada jaringan tempat kuman tersebut berkembang biak. S.typhi dan endotoksinya merangsang sinesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang, sehingga terjadi demam.3Faktor virulensi merupakan kemampuan bakteri menyebabkan penyakit (mekanisme patogenesis), terdidi dari banyak faktor. Adhesin yang merupakan protein yang menentukan perlekatan ke sel mukosa, sebagai tahap penting dalam kolonisasi. Kapsul terdiri dari polisakarida yang menghambat fagositosis (tidak dapat dicerna oleh sel fagosit). Toksik terdiri dari endotoksin (yang merupakan komponen integral dinding sel bakteri gram negatif) dan eksotosin (yang disekresi oleh bakteri dan mungkin bertanggung jawab atas manifestasi utama infeksi yaitu enterotoksin, neurotoksin).3EpidemiologiDemam tifoid dan paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini jarang ditemukan secara epidemik, lebih bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang terjadi lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah.14Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun dan insidens tertinggi pada daerah endemik terjadi pada anak-anak. Terdapat dua sumber penularan S.typhi, yaitu pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering, karier. Di daerah endemik, transmisi terjadi melalui air yang tercemar S.typhi, sedangkan makanan yang tercemar oleh karier merupakan sumber penularan tersering di daerah nonendemik.14PenatalaksanaanSampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:1. Istirahat dan perawatanDengan tirah baring dan perawatan bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya ditempat seperti makan, minum, buang air kecil, dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perklengkapan pakaian yang di pakai.142. Diet dan terapi penunjang (simtomatik dan suportif)Pertama pasien diet bubur saring, kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Syarat makanan:14 Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein. Tidak mengandung banyak serat. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas. Makanan lunak diberikan selama istirahat.Juga diperlukan pemberian vitamin dan mineral yang cukup untuk mendukung keadaan umum pasien.143. Pemberian antimikrobaDengan pemberian obat-obatan antimikroba bertujuan untuk menghentikan dan mencegah penyebaran kuman. Obat-obat anti mikroba yang sering digunakan untuk mengobati demam tifoid adalah:3 Kloramfenikol merupakan obat pilihan utama pada pasien demam tifoid. Dosis untuk orang dewasa adalah 4 kali 500 mg perhari oral atau intravena, sampai 7 hari bebas demam. Penyuntikan kloramfenikol suksinat intramuskuler tidak dianjurkan karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri. Dengan kloramfenikol, demam pada demam tifoid dapat turun rata-rata 5 hari. Tiamfenikol. Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologis seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang daripada kloramfenikol. Dengan penggunaan tiamfenikol demam pada demam tifoid dapat turun rata-rata 5-6 hari. Kotrimoksazol (Kombinasi Trimetoprim dan Sulfametoksazol). Efektivitas kotrimoksazol kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa, 2 kali 2 tablet sehari, diberikan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol). Dengan kotrimoksazol, demam rata-rata turun setelah 5-6 hari. Ampisilin dan Amoksilin. Dalam hal kemampuan menurunkan demam, efektivitas ampisilin dan amoksilin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunannnya adalah pasien demam tifoid dengan leukopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kgBB sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam. Sefalosporin generasi ketiga. Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sefalosporin generasi ketiga antara lain sefoperazon, seftriakson, dan sefotaksim efektif untuk demam tifoid. Dosis yang dianjurkan adalah antara 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama setengah jam per infuse sekali sehari, diberikan selama 3 sampai 5 hari. Fluorokinolon. Terdiri atas norfloksasin, siproflosaksin, oflosaksin, peflosaksin, dan fleroksasin. Azitromisin. Penelitian menunjukkan bahwa penggunaan azitromisin mengurangi kemungkinan kegagalan klinis, durasi rawat inap, dan mengurangi angka relaps. Azitromisin mampu menghasilkan konsentrasi dalam jaringan yang tinggi walaupun konsentrasi dalam darah cenderung rendah. Antibiotika akan terkonsentrasi dalam sel sehingga ideal untuk digunakan dalam pengobatan infeksi S.typhi yang merupakan kuman intraselular. Keuntungan lain adalah azitromisin tersedia dalam bentuk sediaan oral maupun suntikan intravena.Pada wanita hamil, tidak dianjurkan pemberian kloramfenikol, terutama pada trimester pertama karena dikhawatirkan dapat terjadi partus prematus, kematian fetus intrauterine, dan grey syndrome pada neonates. Tiamfenikol juga tidak dianjurkan karena kemungkinan efek teratogenik yang belum dapat disingkirkan, terutama pada trimester pertama. Demikian juga obat golongan fluorokuinon dan kotrimoksazol tidak boleh diberikan pada wanita hamil. Obat yang dianjurkan adalah ampisilin, amoksilin, dan seftriakson.3KomplikasiKomplikasi yang sering dijumpai pada penderita penyakit demam tifoid adalah perdarahan usus karena perforasi, kolesistitis, dan hepatitis dan ensefalopati.131. Komplikasi Intestinal Perdarahan intestinalPada plak peyeri yang terinfeksi dapat menimbulkan luka pada usus. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan. Selanjutnya bila luka menembus dinding usus maka perforasi dapat terjadi. Selain karena faktor luka, perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah atau gabungan kedua faktor.13 Perforasi ususBiasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Tanda-tanda perforasi lainnya adalah bising usus yang melemah, nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok.13 Ileus paralitik2. Komplikasi Eksta-Intestinal Komplikasi Kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer, miokarditis, thrombosis, dan thromboflebitis.13 Komplikasi Hematologi: trombositopenia, hipofibrino-genemia, peningkatan prothrombin time, peningkatan partia thrombopastin time, peningkatan fibrin degradation products sampai koagulasi intravaskuler diseminata dapat ditemukan pada kebanyakan pasien demam tifoid. Trombositopenia saja sering dijumpai, hal ini mungkin terjadi karena menurunnya produksi trombosit di sumsum tulang selama proses infeksi atau menigkatnya destruksi trombosit di sistem retikuloendotelial.13 Komplikasi paru: pneumonia, empiema, pleuritis Komplikasi Hepar dan Kandung Empedu: hepatitis dan kolelitiasis Komplikasi Ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis, dan perinefritis Komplikasi Tulang: spondilitis dan arthritis Komplikasi NeuropsikiatrikManifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau tanpa kejang, semi-koma, atau koma, parkinson rigidity/transient parkinsonism, sindrom otak akut, mioklonus generalisata, meningismus, skizofrenia, sitotoksikmania akut, hipomania, ensefalomielitis, menigitis, polineuritis perifer, sindrom Guillain Barre, dan psikosis.13PrognosisUmumnya prognosis tifus abdominalis pada anak, asal penderita cepat berobat, mortalitas pada penderita yang dirawat ialah 6%.3Prognosis menjadi kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang sangat berat, seperti:31. Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinyu.2. Kesadaran menurun sekali yaitu sopor, komas atau delirium3. Terdapat komplikasi yang berat, misalnya dehidrasi dan asidosis, peritonitis, bronkopneumonia dan lain-lain.4. Keadaan gizi penderita yang buruk (malnutrisi energi protein).Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi Salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan. Angka kematian pada anak-anak 2.6%, dan pada orang dewasa 7.4%, rata-rata 5.7%.3PencegahanPencegahan penyakit demam Tifoid bisa dilakukan dengan cara:151. Usaha terhadap lingkungan hidup Perbaikan higiene dan sanitasi lingkungan serta penyuluhan kesehatan Penyediaan air minum dan makanan yang memenuhi syarat Pembuangan kotoran manusia yang higienis Pemberantasan lalat Pengawasan terhadap rumah makan dan penjual makanan2. Usaha terhadap manusia Imunisasi vaksin oral dan vaksin suntikan Menemukan dan mengawasi karier tifoid Pendidikan kesehatan terhadap masyarakatSaat ini pencegahan terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan dengan vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa (tifoid-paratifoid). Untuk anak usia 2 tahun yang masih rentan, bisa juga divaksinasi.15Vaksin tifus per-oral (ditelan) memberikan perlindungan sebesar 70%. Vaksin ini hanya diberikan kepada orang-orang yang telah terpapar oleh bakteri Salmonella typhi dan orang-orang yang memiliki resiko tinggi (termasuk petugas laboratorium dan para pelancong).15Ada tiga macam vaksin tifoid, yaitu:15 Vaksin sel bakteri Salmonella typhi utuh, tetapi tidak lagi digunakan karena toksisitasnya tinggi Ty21a: vaksin bakteri hidup yang dilemahkan dan diberikan secara oral. ViCPS (Virulence polysaccharide antigen) yang berasal dari kapsul bakteri tersebut yang diawetkan dalam phenol dan diberikan melalui injeksi intramuskular atau subkutan dalam.Keadaan karier kronis dapat dibedakan dari infeksi dini melalui respon serologis terhadap Vipolysaccharide, karena umumnya karier mempunyai titer antibodi yang sangat tinggi terhadap antigen tersebut.15KesimpulanDemam tifoid merupakan penyakit yang disebabkan kuman Salmonella typhi dan ditularkan melalui lalat yang terdapat pada makanan dan minuman yang kemudian terkontaminasi dengan kuman Salmonella typhi. Gejala yang khas dari demam tifoid adalah demam yang terus menerus dan lebih tinggi menjelang sore hari. Gejala-gejala klinis penyakit demam tifoid terliha pada pasien pada skenario yang menderita demam yang terus menerus dan lebih tinggi menjelang sore hari, disertai pusing, nyeri perut, mual, dan muntah. Dengan demikian pasien pada skenario menderita demam tifoid.Daftar Pustaka1. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga. 2005. h. 5.2. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan tata laksana demam tifoid. Dalam pediatrics update. Jakarta; Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2003. h. 37-463. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 3. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009. h. 1008, 2797-806, 2807-11.4. Kresno SB. Imunologi: diagnosis dan prosedur laboratorium. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2001. h. 405-36.5. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran 2. Edisi 22. Jakarta: Salemba Medika; 2005. h. 276-309.6. Gunawan SG, Nafrialdi RS, Elysabeth. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: departemen farmakologi dan terapeutik FKUI. 2009.7. Widodo D. Demam tifoid. Dalam buku ajar ilmu kesehatan anak infeksi dan penyakit tropis. Jakarta; Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI: 2002. h. 367-375.8. Staf Pengajar FK UI. Buku ajar patologi. Jakarta: FK UI. 2011. h. 67-68.9. Asdie AH. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Edisi ke-13. Jakarta: EGC; 2012. h. 977-8910. Bherman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak. Edisi ke-15. Jakarta: EGC; 2000. h. 970-4, 1115-30.11. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi kedokteran. Jakarta: EGC; 2009. h. 209-27.12. Setyawan S. Penyakit infeksi dalam: patologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. h. 67-8.13. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Demam tifoid. Jakarta; FKUI. 2000. h. 422-5, 428-9.14. Noer, S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I. Edisi ke-3. Jakarta; FKUI. 2004. h. 407-9, 417, 435-6.15. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W, Soegijanto S. Demam tifoid. Dalam ilmu penyakit anak: diagnosa dan penatalaksanaan. Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika. 2002. h. 23.

PBL Blok 12 Universitas Kristen Krida Wacana1PBL Blok 12 Universitas Kristen Krida Wacana22PBL Blok 12 Universitas Kristen Krida Wacana21