Mata Kuliah Ekologi dan Lingkungan
Program Studi Hospitality & Tourism
Jenjang Studi Strata Satu (S1)
Semester Genap
Makalah Ekologi dan Lingkungan
PENDEKATAN EKOSISTEM, LANSEKAP PERKOTAAN DAN
KEPARIWISATAAN DI DALAM PENGEMBANGAN WADUK JATILUHUR
PURWAKARTA JAWA BARAT
Disusun oleh :
Adine Putri Amanda (1453010019)
Maria Lydia Da Silva (1453010011)
Deasy Yuliati (1453010017)
Brenda Maria (1453010027)
Stefany Tantia (1453010007)
Guido Brian Bagas (1453010015)
Venco Hartanto (1453010031)
Dosen Pembimbing :
Nelza Yesaya Hehamahua, ST, MM
S1 PARIWISATA
SEKOLAH TINGGI PARIWISATA TRISAKTI
JAKARTA
2016
1
PERSEMBAHAN
Penulis mempersembahkan makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok
mata kuliah ekologi dan lingkungan program stud Hospitaliti & Pariwisata jenjang
studi StrataSatu (S1) semester genap Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti. Selain
untuk memenuhi tugas, makalah ini dipersembahkan kepada orang tua yang selalu
mendukung semua penulis dalam pembuatan makalah ini, serta sejumlah teman-
teman yang selalu memberikan dorongan dan dukungan dalam penulisan makalah
ini.
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah tentang “PENDEKATAN EKOSISTEM, LANSEKAP
PERKOTAAN DAN KEPARIWISATAAN DI DALAM PENGEMBANGAN
WADUK JATILUHUR PURWAKARTA JAWA BARAT” ini dapat tersusun
hingga selesai. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita. Makalah ini dibuat oleh penulis
untuk memenuhi tugas matakuliah Ekologi dan Lingkungan.
Selain itu kami ingin mengucapkan terimakasih kepada orang-orang yang
mendukung kami dalam mengerjakan makalah ini.
1. Nelza Yesaya Hehamahua, ST, MM, selaku dosen pembimbing
2. Orang tua yang tidak henti-hentinya mengingatkan untuk segera
menyelesaikan tugas wajib ini sekaligus memberi motivasi.
3. Pembaca yang telah meluangkan waktu untuk membaca makalah ini.
4. Pihak-pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kamibuat di masa
yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.
Jakarta, 3Mei 2016
Penyusun
3
ABSTRAK
Danau atau waduk merupakan komponen yang sangat penting dalam keseimbangan system tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya. Dari sudut ekologi misalnya, waduk dan danau merupakan ekosistem yang terdiri dari unsur air, kehidupan akuatik dan daratan yang dipengaruhi tinggi rendahnya muka air. Pengertian waduk secara umum adalah tempat pada permukaan tanah yang digunakan untuk menampung air saat terjadi kelebihan air / musim penghujan sehingga air itu dapat dimanfaatkan pada musim kering.
Lansekap atau bentang darat merujuk pada susunan daerah tanah dan representasi visualnya, khususnya seperti yang digambarkan dalam lukisan. Dalam hal fisik, istilah lanskap menyatakan penafsiran visual atas susunan tanah, karena ini adalah cara utama di mana lanskap dirasakan.
Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan
pariwisata dan bersifat multi dimensi serta multi disiplin yang muncul sebagai
wujud kebutuhan setiap orang dan Negara serta interaksi antara wisatawan dan
masyarakat setempat, sesame wisatawan, pemerintah daerah, dan pengusaha.
Di Indonesia mempunyai banyak sekali waduk, seperti Waduk Palayangan
di Banten, Waduk Blimbing di Jawa Tengah, dan lain sebagainya. Namun kali ini
kami akan membahas salah satu waduk terbesar di Indonesia yaitu Waduk
Jatiluhur. Waduk Jatiluhur terletak di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten
Purwakarta, Provinsi Jawa Barat (±9 km dari pusat Kota Purwakarta).
Makalah kelompok kami akan membahas tentang Waduk Jatiluhur,
dimana pembahasannya mengenai “PENDEKATAN EKOSISTEM, LANSEKAP
PERKOTAAN DAN KEPARIWISATAAN DI DALAM PENGEMBANGAN
WADUK JATILUHUR PURWAKARTA JAWA BARAT”.
Dalam makalah ini, para penulis melakukan analisis mengenai Waduk
Jati Luhur mulai dari ekosistem, lansekap dan pengembangan waduk dalam
kepariwisataan. Data yang didapatkan berupa data kualitatif yang didapatkan
dari kepustakaan dan internet.
4
DAFTAR ISI
PERSEMBAHAN ......................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................... ii
ABSTRAK ......................................................... iii
DAFTAR ISI ......................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................ vi
DAFTAR TABEL ......................................................... vii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian .................................................... 5
1.4 Manfaat penelitian ........................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Umum .......................................................... 6
2.1.1Pengertian Ekologi ............................................... 6
2.1.1.1 Sejarah Ekologi …...……………….. 7
2.1.2 Pengertian Lingkungan ..………………….. 11
2.1.3 Daya Dukung Lingkungan …………………………. 11
2.1.3.1 Faktor-faktor .....................................14
2.2 Teori Khusus ............................................... 15
2.2.1 Ekosistem ……………………………... 15
2.2.2 Lansekap Kota ……………………………... 21
2.2.2.1 Perencanaan Lansekap ……………... 23
2.2.2.2 Perencanaan Penataan Lansekap ............. 24
2.2.3 Ruang Terbuka Hijau ............……………... 25
2.2.3.1 Penyangga Kota ............……………... 27
2.2.4. Pariwisata ............................................... 32
5
2.2.4.1 Jenis-Jenis Wisata ....................... 33
2.2.5 Obyek Wisata .............................................. 34
2.2.6 Produk Pariwisata .............................................. 38
2.2.7 Pariwisata Minat Khusus .................................. 39
2.2.8 Wisata Air .............................................. 44
2.2.9 Pengertian Wisatawan ................................... 45
2.2.10 Ekowisata .............................................. 47
2.2.11 Pariwisata Berkelanjutan ................................... 48
BAB III. PEMBAHASAN
3.1 Purwakarta ................................. 53
3.2 Waduk Jatiluhur ................................... 70
3.2.1 Ekosistem Waduk Jatiluhur ……………………... 76
3.2.2 Waduk Sebagai Tempat Wisata …………………….. 81
3.2.3 Pengelola Danau dan Waduk ................................... 84
3.2.4 Pemasaran Wisata di Waduk Jatiluhur ........................ 85
3.2.5 Analisis Penilaian Potensi Aspek Biofisik .................. 87
3.2.6 Analisis Nilai Ekologis ................................... 95
3.2.7 Konsep Dasar Perencanaan Lansekap ......................... 99
3.2.8 Konsep Aktivitas Wisata dan Pengembangannya ...... 104
3.2.9 SWOT Di Waduk Jati Luhur ................................... 105
3.2.10 Kontribusi Obyek Wisata Waduk Jati Luhur terhadap PAD
108
BAB IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan ........................................................... 110
4.2 Saran ........................................................... 110
DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 112
6
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Wisata sejarah dan budaya ................................... 40
Gambar 1.2 Wisata alam dan ekowisata ................................... 40
Gambar 1.3 Wisata kuliner dan belanja ................................... 40
Gambar 1.4 Wisata Meeting, Incentive, Convention, Exhibition (MICE).... 41
Gambar 1.5 Wisata olah raga dan rekreasi ................................... 41
Gambar 1.6 Wisata pesiar (cruise) ................................... 41
Gambar 1.7 Wisata spa ................................... 42
Gambar 1.8 Principles of Ecotourism ................................... 48
Gambar 1.9 Informasi Kota Purwakarta ................................... 54
Gambar 2.0 Masjid Agung Purwakarta ................................... 57
Gambar 2.1 Pendopo Kabupaten Purwakarta ................................... 57
Gambar 2.2 Tebing bagian barat Gunung Parang ................................... 63
Gambar 2.3 Struktur organisasi Unit Kepariwisataan ....................... 69
Gambar 2.4 Denah Waduk Jatiluhur ................................... 70
Gambar 2.5 Denah Bendungan Utama ................................... 72
Gambar 2.6 Penampang Melintang ................................... 72
Gambar 2.7 Penampang Melintang Melalui Menara ....................... 73
Gambar 2.8 Denah Atas dan Penampang Menara ....................... 73
Gambar 2.9 Foto Waduk ................................... 74
Gambar 3.0 Denah Bendungan Pelana dan Pelimpah Ubrug ........... 75
Gambar 3.1 Foto Bendungan Pelana dan Pelimpah Ubrug ........... 75
Gambar 3.2 Foto peralatan ................................... 76
7
Gambar 3.3 Peta Waduk Jatiluhur ................................... 83
Gambar 3.4 Cara vegetasi mengontrol radiasi matahari.............................. 90
Gambar 3.5 Cara vegetasi mengontrol radiasi matahari............................... 90
Gambar 3.3 Peta Waduk Jatiluhur ................................... 83
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Kabupaten Purwakarta ................................... 59
Tabel 1.2 Atraksi Wisata ................................... 86
Tabel 1.3 SWOT Waduk Jatiluhur ................................... 107
8
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kabupaten Purwakarta merupakan salah satu wilayah dengan
potensi alam berupa perbukitan dan objek wisata yang cukup terkenal yaitu
Waduk Ir. H. Djuanda dimana kawasan sebelah Timur waduk telah
dikembangkan menjadi Kawasan Wisata Waduk Jatiluhur. Waduk Jatiluhur
memiliki sumberdaya lanskap dan potensi wisata dengan keragaman objek
dan atraksi wisata, topografi yang bervariasi, vegetasi, dan akses yang mudah.
Menurut Gold (1980) sumberdaya untuk kegiatan wisata adalah
tempat tujuan bagi orang yang melakukan wisata yang merupakan suatu
kesatuan ruang tertentu dan dapat menarik keinginan untuk berwisata.
Keberadaan sumberdaya lanskap yang memiliki keunikan dan keragaman
objek dan atraksi di dalamnya menjadi komponen utama bagi wisatawan
dalam menentukan daerah tujuan wisata dikarenakan berkembangnya trend
wisata di Indonesia telah mengakibatkan semakin bertambah dan
berkembangnya lokasi-lokasi wisata.
Sebuah kawasan wisata, khususnya Waduk Jatiluhur tidak terlepas dari
dampak-dampak akibat dari pembangunan kawasan termasuk komponen
wisata yang ada di dalamnya. Adapun dampak yang menyertai pembangunan
kawasan wisata tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu dampak ekonomi, budaya,
dan ekologi. Apabila ditinjau dari sisi ekonomi, Waduk Jati Luhur
memberikan pemasukan pendapatan bagi Kabupaten Purwakarta dan
memperluas lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Keberadaan
kawasan wisata dapat melestarikan kebudayaan setempat dengan menyajikan
suatu bentuk atraksi yang bersifat tradisional. Namun, pembangunan kawasan
wisata dapat pula menimbulkan perubahan pada ekosistem seperti penurunan
kualitas air, tanah, udara, bahkan biota yang hidup di dalamnya. Hal ini
9
dikarenakan penggunaan terhadap sumberdaya fisik dan alam yang melebihi
daya dukung di tempat tujuan wisata yang sedang berkembang.
Saat ini Waduk Jati Luhur telah digunakan sebagai kawasan wisata
dengan kegiatan wisata air di Waduk Ir. H. Djuanda. Banyaknya jumlah
wisatawan yang berkunjung ke areal wisata tipe ini bila tidak disertai dengan
perencanaan fisik lanskap yang baik serta pengelolaan yang tepat dapat
mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari
volume tangkapan air waduk yang meningkat diakibatkan oleh degradasi
lingkungan di daerah hulu, sedimentasi yang masuk kedalam waduk, dan
kegiatan wisata yang melebihi daya dukung di area sempadan waduk
sehingga mengakibatkan tanah menjadi rusak. Kondisi fisik sumberdaya
lahan di sempadan waduk yang menurun diperlukan tindakan yang dapat
mendukung upaya konservasi terhadap tanahnya yang selanjutnya dapat
menjaga kelestarian kawasanwisata.
Agar kelestarian alam kawasan wisata dapat terjaga dan berkelanjutan
serta dampak negatif dapat diminimalisasi, maka diperlukan perencanaan
penataan lanskap dan penyusunan program wisata. Knudson (1980)
menjelaskan bahwa program wisata, khususnya wisata alam dibuat untuk
menciptakan lingkungan fisik luar atau bentang alam yang dapat mendukung
tindakan dan aktivitas rekreasi manusia yang menunjang keinginan, kepuasan
dan kenyamanannya, dimana proses perencanaan dimulai dari pemahaman
sifat dan karakter serta kebijakan manusianya dalam menggunakan tapak
untuk kawasan wisata. Perencanaan lanskap yang baik akan menghasilkan
pengembangan kawasan disertai dengan program yang dapat menjadikan
kawasan wisata yang berkelanjutan. Hal itulah yang mendasari dilakukan
penelitian mengenai perencanaan penataan lanskap kawasan wisata dan
program wisataini
Dengan diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004, UU No. 33 Tahun
2004 yang memberikan kewenangan lebih luas pada Pemerintah Daerah
untuk mengelola wilayahnya, membawa implikasi semakin besarnya
tanggung jawab dan tuntutan untuk menggali dan mengembangkan seluruh
10
potensi sumber daya yang dimiliki daerah dalam rangka menopang perjalanan
pembangunan di daerah. Dengan adanya UU tersebut pemerintah memiliki
keleluasaan untuk mengembangkan obyek wisata.
Waduk Jatiluhur (Ir. H. Djuanda) merupakan waduk yang dibangun di
daerah aliran sungai (DAS) Citarum dengan tujuan utama sebagai
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan penyediaan air minum. Waduk
yang terletak di Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat, memiliki luas
8.300 Ha dengan kapasitas waduk mencapai kurang lebih 3 milyar m3 dan
duga muka air maksimum mencapai 107 meter di atas permukaan
laut. Waduk ini juga berfungsi sebagai lahan untuk perikanan tangkap dan
budidaya ikan. Pola penangkapan ikan di Waduk Jatiluhur adalah dengan
menggunakan jaring insang, jala, anco dan pancing dengan hasil tangkapan
rata-rata sebesar 118.875 kg per tahun atau sebesar 1.359,439 ton per tahun.
Pola budidaya ikan di waduk ini dilakukan dengan menggunakan sistem
Keramba Jaring Apung (KJA) berukuran 7x7 meter. Jenis ikan yang
dibudidayakan adalah jenis ikan mas, nila dan patin. Produksi ikan dari
kegiatan budidaya dari tahun 2004-2007 mengalami kenaikan yang signifikan
yaitu dari 7.048,36 ton menjadi 33.314 ton (Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Purwakarta, 2004-2007).
Pengelolaan perikanan sumberdaya perairan Waduk Jatiluhur sampai
saat ini masih berorientasi kepada peningkatan produksi dan mengabaikan
kondisi lingkungan perairan. Peningkatan jumlah unit KJA yang kurang
terkendali telah menimbulkan berbagai masalah yang berdampak negatif, baik
secara ekonomi maupun terhadap lingkungan perairan terhadap perikanan
tangkap perairan waduk. Limbah organik yang tidak terurai dengan sempurna
akibat ketidakefisienan pakan yang diberikan berdampak menumpuknya
limbah tersebut di dasar perairan. Hal ini juga memicu serta memacu
terjadinya eutrofikasi yang menyebabkan blooming alga diikuti dengan
munculnya gas-gas yang dapat membunuh organisme lain. Data Riset
PANELKANAS dari BBRSEKP mengindikasikan adanya kecenderungan
penurunan pendapatan, skala usaha dan kesejahteraan nelayan tangkap di
11
perairan tersebut. Hasil-hasil yang menyangkut kondisi biofisik perairan
waduk Jatiluhur juga menunjukkan adanya penurunan kualitas lingkungan
dan penurunan stok ikan di waduk Jatiluhur.Untuk itu diperlukan upaya
keberlanjutan perikanan sebagai upaya untuk melindungi sumberdaya
perikanan dari kepunahan serta tetap memberikan keuntungan ekonomi bagi
komunitas perikanan.Pemeliharaan dan pengembangan waduk perlu
dilakukan terus menerus dalam upaya menjaga dan merawat waduk beserta
elemen dan fasilitas di dalamnya.Kegiatan ini tentunya perlu memperhatikan
pengelolaan lansekap kota juga.
Kawasan sebelah Timur waduk telah dikembangkan menjadi Kawasan
Wisata Waduk Tirta Jatiluhur. WadukJatiluhur memiliki sumberdaya lanskap
dan potensi wisata dengan keragaman objek dan atraksi wisata, topografi
yang bervariasi, vegetasi, dan akses yang mudah. Saat ini Waduk Jati Luhur
telah digunakan sebagai kawasan wisata dengan kegiatan wisata air di Waduk
Ir. H. Djuanda.Banyaknya jumlah wisatawan yang berkunjung ke areal wisata
tipe ini bila tidak disertai dengan perencanaan fisik lanskap yang baik serta
pengelolaan yang tepat dapat mengakibatkan menurunnya kualitas
lingkungan. Hal ini dapat dilihat dari volume tangkapan air waduk yang
meningkat diakibatkan oleh degradasi lingkungan di daerah hulu, sedimentasi
yang masuk ke dalam waduk, dan kegiatan wisata yang melebihi daya
dukung di area sempadan waduk sehingga mengakibatkan tanah menjadi
rusak. Kondisi fisik sumberdaya lahan di sempadan waduk yang menurun
diperlukan tindakan yang dapat mendukung upaya konservasi terhadap
tanahnya yang selanjutnya dapat menjaga kelestarian kawasan wisata. Agar
kelestarian alam kawasan wisata dapat terjaga dan berkelanjutan serta
dampak negatif dapat diminimalisasi, maka diperlukan perencanaan penataan
lanskap dan penyusunan program wisata.
Berdasarkan pembahasaan yang telah dilakukan maka kami
menganggap perlu untuk mengoptimalkan potensi wisata waduk Jatiluhur
dengan melakukan observasi dan penelitian lebih mendalam di dalam
makalah ini.
12
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana keadaan ekosistem di Waduk Jatiluhur?
2. Bagaimana pengaruh waduk Jati Luhur terhadap lensekap kota
Purwakarta?
3. Bagaimana ekosistem, lansekap Waduk Jatiluhur terhadap pengembangan
wisata waduk di Purwakarta?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bagaimana keadaan ekosistem di Waduk Jatiluhur.
2. Mengetahui bagaimana lensekap kota Purwakarta.
3. Mengetahui bagaimana ekosistem, lansekap Waduk Jatiluhur terhadap
pengembangan wisata waduk di Purwakarta.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta dalam pengembangan wisata di
Kabupaten Purwakarta, khususnya bagi pengelola Waduk Jati Luhur maupun
kawasan wisata lainnya. Selain itu, rencana lanskap yang dihasilkan
diharapkan dapat mengkonservasi area di sekitar waduk Jati Luhur. Dan
dapat mengetahui apa saja ekosistem yang terdapat di waduk Jati Luhur dan
bagaimana pengembangan wisata waduk di Purwakarta.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Umum
2.1.1. Pengertian Ekologi
Ekologiistilah Ekologi diperkenalkan oleh Ernest Haeckel
(1869), berasal daribahasa Yunani, yaitu:
Oikos = Tempat Tinggal (rumah)
Logos = Ilmu, telaah
Ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik
antara mahluk hidup dengan sesamanya dan dengan lingkungnya.Di dalam
hukum alam terdapat irama kehidupan yang disebut Ekosistem Di dalam
tata alam terdapat keterbatasan, apalagi setelah dimanfaatkan manusia.
Keterbatasan alam ini dinamakan Daya dukung lingkungan.
Ekologi menurut para ahli:
Odum (1993) menyatakan bahwa ekologi adalah suatu studi tentang
struktur dan fungsi ekosistem atau alam dan manusia sebagai
bagiannya.
Miller dalam Darsono (1995:16) = Ekologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan timbal balik antara organisme dan tetangga
mereka dan lingkungan.
Soemarwoto dalam Darsono (1995:16) = Ekologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan timbal balik antara hidup dan lingkungan.
Resosoedarmo dkk, (1985:1) = Ekologi adalah ilmu yang mempelajari
hubungan timbal balik antara hidup dan lingkungan.
Kendeigh = ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara
organisme yang satu dengan organisme lain serta lingkungannya.
Hubungan timbal balik antara organisme atau yang dikenal dalam
pengetahuan ekologi sebagai interaksi antara organisme dengan
lingkungannya, sesungguhnya merupakan suatu hubungan yang sangat
14
erat dan kompleks, sehingga ekologi dikatakan sebagai biologi
lingkungan.
Irwan = ilmu pengetahuan mengenai hubungan antara organisme
dengan lingkungannya. Dapat juga didefinisikan bahwa ekologi
merupakan ilmu yang mempelajari pengaruh faktor lingkungan
terhadap makhluk hidup.
2.1.1.1 Sejarah Ekologi
Sejarah perkembangan ekologi dimulai sejak ditemukan catatan
Hipocratus, Aristoteles dan filosof lainnya.Isinya mengenai rujukan
tentang masalah – masalah ekologi, walaupun pada saat itu belum diberi
nama EKOLOGI.
Para ahli ekologi mempelajari hal berikut:
Perpindahan energi dan materi dari makhluk hidup makhluk hidup lain
dan lingkungan menjadi faktor yang menyebabkan hal itu.
Perubahan populasi atau spesies pada waktu yang berbeda dari faktor-
faktor yang menyebabkannya.
Terjadi antar spesies hubungan (interaksi antar spesies) makhluk hidup
dan hubungan antara kehidupan dan lingkungan.
Lingkungan ekologi terdiri dari:
1. Tingkatan Organisasi Makhluk Hidup.
Makhluk hidup (organisme) memiliki tingkat organisasi dari
tingkat yangpaling sederhana sampai ke tingkat organisasi yang paling
kompleks. Tingkatanorganisasi tersebut terlihat sebagai deretan biologi
yang disebut spectrum
2. Ekosistem.
Suatu konsep sentral dalam ekologi adalah ekosistem (sistem
ekologi yangterbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk
hidup denganlingkungannya. Oleh karena itu ekosistem adalah tatanan
15
kesatuan secarautuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan
yang saling mempengaruhi.
Berdasarkan pengertian di atas, suatu sistem terdiri dari
komponenkomponenyang bekerja secara teratur sebagai suatu
kesatuan. Ekosistemterbentuk oleh komponen hidup (biotik) dan tak
hidup (abiotik) yang berinteraksimembentuk suatu kesatuan yang
teratur.Keteraturan itu terjadi karena adanya arus materi dan energi,
yang terkendalioleh arus informasi antara komponen dalam ekosistem.
Masing-masingkomponen mempunyai fungsi (relung). Selama masing-
masing komponen tetapmelakukan fungsinya dan bekerjasama dengan
baik, keteraturan ekosistem
tetap terjaga
3. Biosfer adalah tingkat organisasi biologi terbesar yang mencakup
semua kehidupann dibumi dan adanya interaksi antara lingkungan fisik
secara keseluruhan
Teori ekologi berbeda dengan teori yang lain. Teori ekologi
menempatkan tekanan yang kuat pada landasan perkembangan biologis.
Teori ini mengajukan suatu pandangan bahwalingkungan sangat kuat
mempengaruhi perkembangan. Teori ekologi (ecological theory)ialah
pandangan sosio kultural tentang perkembangan yang terdiri dari lima
sistemlingkungan mulai dari masukan interaksi langsung dengan agen-
agen sosial (social agent)yang berkembang baik hingga masukkan
kebudayaan yang berbasis luas. Kelima sistemdalam teori ekologi
bronfenbrenner ialah mikrosistem, mesosistem, ekosistem,
makrosistem,dan kronosistem.
Mikrosistem (micrisystem) dalam teori ekologi Bronfebrenner
ialah setting dalam mana individu hidup. Mikrosistem adalah yang paling
dekat dengan pribadi anak yaitu meliputikeluarga, guru, individu, teman-
teman sebaya, sekolah, lingkungan dan sebagainya yangsehari-hari
ditemui anak. Dalam mikrositem inilah interaksi yang paling langsung
16
denganagen-agen sosial berlangsung, misalnya; dengan orang tua, teman
sebaya dan guru. Individutidak dipandang sebagai penerima pengalaman
yang pasif dalam setting ini, tetapi sebagaiseseorang yang menolong
membangun setting. Bronfrenbrenner menunjukkan bahwakebanyakan
penelitian tentang dampak-dampak sosiokultural berfokus pada
mikrosistem.
Mesosistem adalah interaksi antar faktor-faktor dalam sistem
mikro meliputi hubungan antara beberapa mikrosistem atau beberapa
konteks misal hubungan orangtua-guru, orangtua-teman,antar teman, gru-
teman, dapat juga hubungan antara pengalaman sekolah dengan
pengalamankeluarga, pengalaman sekolah dengan pengalaman keagamaan
dan pengalaman keluargadengan pengalaman teman sebaya. Misalnya
anak-anak yang orang tuanya menolak merekadapat mengalami kesulitan
mengembangkan hubungan positif dengan guru. Paradevelopmentalis
semakin yakin pentingnya mengamati perilaku dalam setting majemuk
untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tentang perkembangan
individu.
Eksosistem dalam teori Bronfenbrenner dilibatkan ketika
pengalaman-pengalaman dalamsetting sosial lain – dimana individu tidak
memiliki peran yang aktif – mempengaruhi apayang individu alami dalam
konteks yang dekat. Atau sederhananya menurut eksosistemmelibatkan
pengalaman individu yang tak memiliki peran aktif di dalamnya.
Misalnya, pengalaman kerja dapat mempengaruhi hubungan seorang
perempuan dengan suami dananaknya. Seorang ibu dapat menerima
promosi yang menuntutnya melakukan lebih banyak perjalanan yang
dapat meningkatkan konflik perkawinan dan perubahan pola interaksi
orangtua-anak. Maka diketahui bahwa eksosistem tidak langsung
menyentuh pribadi anak akantetapi masih besar pengaruhnya seperti
koran, televisi, dokter, keluarga besar, dll.
Makrosistem meliputi kebudayaan dimana individu hidup. Kita
ketahui bahwa kebudayaanmengacu pada pola prilaku, keyakinan, dan
17
semua produk lain dari sekelompok manusiayang diteruskan dari generasi
ke generasi. Kita ketahui pula bahwa studi lintas budaya – perbandingan
antara satu kebudayaan dengan satu atau lebih kebudayaan lain –
memberiinformasi tentang generalitas perkembangan. Makrosistem terdiri
dari ideologi negara, pemerintah, tradisi, agama, hukum, adat istiadat,
budaya, dll.
Kronosistem meliputi pemolaan peristiwa-peristiwa sepanjang
rangkaian kehidupan dankeadaan sosiohistoris. Misal, dalam mempelajari
dampak perceraian terhadap anak-anak, para peneliti menemukan bahwa
dampak negatif sering memuncak pada tahun pertama setelah percaraian.
Atau dengan mempertimbangkan keadaan sosiohistoris, dewasa ini,
kaum perempuan tampaknya sangat didorong untuk meniti karier
dibanding pada 20 atau 30 tahun lalu.
Teori ekologi ini mempelajari interelasi antar manusia dan
lingkungannya. Ada 4 (empat) struktur dasar dalam konsep tersebut, yaitu
sistem mikro, meso, exo dan makro (Bronfenbrenner dalam Berns, 1997).
Sistem mikro adalah keluarga dan hubungan antaraanggota keluarga.
Apabila anak menjadi lebih besar dan bersekolah maka ia berada
dalamsistem meso. Sistem exo adalah setting di mana anak tidak
berpartisipasi aktif tetapi terkena pengaruh berbagai sistem seperti
pekerjaan orang tua, teman dan tempat kerja orang tua serta berbagai
lingkungan masyarakat lain. Sistem makro berbicara tentang budaya, gaya
hidupdan masyarakat tempat anak berada. Semua sistem tersebut saling
pengaruhmempengaruhidan berdampak terhadap berbagai perubahan
dalam perkembangan anak. Oleh karena itu,seluruh komponen sistem
berpengaruh terhadap pengasuhan (nurturing) dan pendidikan anak secara
holistik (Berns, R.M, 1997, 4 ed).
18
2.1.2. Pengertian Lingkungan
Berdasarkan UU no. 23 Tahun 1997, Lingkungan Hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda,daya, keadaan dan makhluk hidup
termaksud manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Unsur – unsur lingkungan hidup terbagi atas :
• Unsur Biotik (Hayati) : Manusia, Tumbuhan, Hewan.
• Unsur Abiotik (non-hayati / fisik) : Tanah, Air, Udara, Sinar matahari,
dll.
• Unsur Sosial dan Budaya : adat istiadat, sistem nilai, norma.
2.1.3. Daya Dukung Lingkungan
Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan
hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain.
Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan cara
mengetahui kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung
kegiatan manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan
hidup. Besarnya kapasitas tersebut di suatu tempat dipengaruhi oleh
keadaan dan karakteristik sumber daya yang ada di hamparan ruang yang
bersangkutan. Kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya akan menjadi
faktor pembatas dalam penentuan pemanfaatan ruang yang sesuai.Daya
dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu
kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah
(assimilative capacity). Dalam pedoman ini, telaahan daya dukung
lingkungan hidup terbatas pada kapasitas penyediaan sumber daya alam,
terutama berkaitan dengan kemampuan lahan serta ketersediaan dan
kebutuhan akan lahan dan air dalam suatu ruang/wilayah. Oleh karena
kapasitas sumber daya alam tergantung pada kemampuan, ketersediaan,
dan kebutuhan akan lahan dan air, penentuan daya dukung lingkungan
hidup dalam pedoman ini dilakukan berdasarkan 3 (tiga) pendekatan,
yaitu:
19
a) Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang.
b) Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan.
c) Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air.
Agar pemanfaatan ruang di suatu wilayah sesuai dengan kapasitas
lingkungan hidup dan sumber daya, alokasi pemanfaatan ruang harus
mengindahkan kemampuan lahan. Perbandingan antara ketersediaan dan
kebutuhan akan lahan dan air di suatu wilayah menentukan keadaan
surplus atau defisit dari lahan dan air untuk mendukung kegiatan
pemanfaatan ruang. Hasil penentuan daya dukung lingkungan hidup
dijadikan acuan dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah. Mengingat
daya dukung lingkungan hidup tidak dapat dibatasi berdasarkan batas
wilayah administratif, penerapan rencana tata ruang harus memperhatikan
aspek keterkaitan ekologis, efektivitas dan efisiensi pemanfaatan ruang,
serta dalam pengelolaannya memperhatikan kerja sama antar daerah.
Status daya dukung lahan diperoleh dari pembandingan antara
ketersediaan lahan (SL) dan kebutuhan lahan (DL).Penentuan daya
dukung lahan dilakukan dengan membandingkan ketersediaan dan
kebutuhan lahan.
i. Bila SL > DL , daya dukung lahan dinyatakan surplus.
ii. Bila SL < DL, daya dukung lahan dinyatakan defisit atau terlampaui.
Di dalam Ketentuan Umum UU RI no 23 tahun 1997 Pasal 1 Ayat 6
tentang PengelolaanLingkungan Hidup, disebutkan bahwa daya dukung
lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain. Konsep tentang daya
dukung sebenarnya berasal dari pengelolaan hewan ternak dan satwa liar.
Daya dukung itu menunjukkan kemampuan lingkungan untuk mendukung
kehidupan hewan yang dinyatakan dalam jumlah ekorpersatuan luas lahan.
Menurut Soerjani et al. (1987), pengertian daya dukung lingkungan
adalah batas teratas dari pertumbuhan suatu populasi saat jumlah
populasi tidak dapat didukung lagi oleh sarana, sumber daya dan
lingkungan yang ada. Menurut Khana dalam KLH (2010) daya dukung
20
lingkungan dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk
mendapatkan hasil atau produk di suatu daerah dari sumber daya alam
yang terbatas dengan mempertahankan jumlah dan kualitas
sumberdayanya.
Menurut UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lingkungan Hidup adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta
makhluk hidup lain.
Carrying Capacity/CC (kapasitas daya tampung)merupakan
kemampuan optimum lingkungan untukmemberikan kehidupan yang baik
dan memenuhi syaratkehidupan terhadap penduduk yang mendiami
lingkungantersebut. Apabila kemampuan optimum telah
terpenuhi,sedangkan populasi cenderung meningkat maka akanterjadi
persaingan dalam memperebutkan sumberdaya(SD). Untuk mengurangi
disparitas pemenuhan kebutuhan masing-masing individu akan
sumberdaya (SD) makadiperlukan sebuah teknologi yang dapat
membantumemperbesar kapasitas sumberdaya (SD). Adanya
konsepCarrying Capacity (CC) berdasarkan sebuah pemikiranbahwa
lingkungan mempunyai batas kapasitas maksimumguna mendukung
pertumbuhan populasi penduduk yangberbanding lurus dengan azas
manfaatnya.
Rata-rata kepadatan suatu populasi atau ukuran populasi dari suatu
kelompok manusia dibawah angka yang diperkirakan akan meningkat, dan
diatas angka yang diperkirakan untuk menurun disebabkan oleh
kekurangan sumber daya. Kapasitas pembawa akan berbeda untuk tiap
kelompok manusia dalam sebuah lingkungan tempat tinggal, disebabkan
oleh jenis makanan, tempat tinggal, dan kondisi sosial dari masing-masing
lingkungan tempat tinggal tersebut.
Pemeliharaan dan pengembangan lingkunganhidup harus dilakukan
21
dengan cara yang rasional antaralain sebagai berikut :
1. Memanfaatkan sumberdaya alam yang dapatdiperbaharui dengan
hati-hati dan efisien,misalnya : air,tanah dan udara.
2. Menggunakan bahan pengganti, misalnya hasilmetalurgi (campuran).
3. Mengembangkan metode penambangan danpemprosesan yang lebih
efisien serta dapat didaurulang.
4. Melaksanakan etika lingkungan dengan menjagakelestarian alam.
2.1.3.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Dukung Lingkungan
Daya dukung berkelanjutan ditentukan oleh banyakfaktor, baik
faktor biofisik maupun sosial-budaya-ekonomi.Kedua kelompok faktor ini
saling mempengaruhi. Faktorbiofisik penting yang menentukan daya
dukung berkelanjutan ialah proses ekologi yang merupakansistem
pendukung kehidupan dan keanekaragaman jenisyang merupakan
sumberdaya gen.
Faktor sosial budaya juga mempunyai peranan yangsangat penting,
bahkan menentukan dalam daya dukungberkelanjutan. Sebab akhirnya
manusialah yangmenentukan apakah pembangunan akan berjalan terusatau
terhenti.
Kemelaratan pada salah satu pihakmerupakan hambatan untuk
pembangunan. Tetapi padalain pihak kemelaratan juga merupakan cambuk
untukperjuangan memperbaiki nasib diri sendiri. Sebaliknyakekayaan
pada salah satu pihak mengandung kekuatanuntuk pembangunan.
Faktor-faktor yang dapat menentukan daya dukunglingkungan dalam
kondisi baik atau tidak antara lain, adalahketersedian bahan baku dan energi,
akumulasi limbah dariaktivitas produksi (termasuk manajemen limbahnya)
dantentu interaksi antar makhluk hidup yang ada di dalamlingkungan.
Dengan kata lain daya dukung harus mampumencakup daya dukung
lingkungan fisik, biologi danpersepsi atau psikologis.
22
2.2. Teori Khusus
2.2.1. Ekosistem
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk dikarenakan
hubungan timbal balik yang tidak dapat terpisahkan antara makhluk hidup
dengan lingkungannya. Ekosistem dapat juga dikatakan sebagai suatu
tatanan kesatuan secara utuh serta menyeluruh antara unsur lingkungan
hidup yang saling memengaruhi. Ekosistem merupakan penggabungan
dari unit biosistem yang melibatkan hubungan interaksi timbal balik antara
organisme serta lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju struktur
biotik tertentu sehingga terjadi siklus materi antara organisme dan
anorganisme. Matahari adalah sumber dari semua energi yang ada dalam
ekosistem.
Dalam suatu ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang
secara bersama-sama dengan lingkungan fisik. Organisme tersebut akan
beradaptasi dengan lingkungan fisik dan sebaliknya organisme juga dapat
memengaruhi lingkungan fisik yang digunakan untuk keperluan hidup.
Kehadiran suatu spesies dalam suatu ekosistem ditentukan oleh tingkat
ketersediaan sumber daya dan kondisi faktor kimiawi serta fisis yang harus
berada pada kisaran yang masih dapat ditoleransi oleh spesies itu sendiri,
itulah yang disebut hukum toleransi.
Berikut komponen pembentuk ekosistem:
1. Abiotik
Abiotik atau komponen tak hidup merupakan komponen fisik dan
kimia yang medium atau substrat sebagai tempat berlangsungnya
kehidupan atau lingkungan tempat hidup. Sebagian besar dari
komponen abiotik memiliki beragam variasi dalam ruang dan waktu.
Komponen abiotik berupa bahan organik, senyawa anorganik, serta
faktor yang memengaruhi distribusi organisme, contohnya air, udara,
suhu, sinar matahari.
23
2. Biotik
Biotik adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu
organisme. Komponen biotik merupakan suatu komponen yang
menyusun ekosistem selain komponen abiotik. Berdasarkan peran dan
fungsinya, makhluk hidup sendiri dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Heterotrof
Organisme Heterotrof adalah semua organisme yang tidak dapat
membuat makanannya sendiri, akan tetapi memanfaat kan bahan-
bahan organik dari organisme lainnya sebagai bahan makanannya.
Contohnya: manusia, hewan.
b. Autotrof
Organisme Autotrof adalah semua organisme yang mampu
membuat makanannya sendiri, yaitu melalui proses fotosintesis.
Contohnya: tumbuhan.
Secara umum ekosistem terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Ekosistem alami
Ekosistem alami adalah ekosistem yang terbentuk secara alami
tanpa adanya campur tangan manusia.
Ekosistem alami dibedakan menjadi 2, yaitu :
Ekosistem darat
Berada dalam area yang sangat luas yang disebut dengan bioma.
Tipe-tipe bioma diantaranya yaitu, hutan hujan tropis, padang
rumput, hutan gugur, savanna, gurun, tundra, taiga.
Ekosistem perairan
Ekosistem ini komponen abiotiknya sebagian besar air &
komponen biotiknya dapat dibagi dalam beberapa kelompok,
antara lain plankton, nekton, neuston, bentos, perifiton.
Ekosistem perairan dibedakan menjadi 2, yaitu :
i. Ekosistem air tawar
Ekosistem air tawar di bagi 2 yaitu :
1. Ekosistem air tawar lentik (tenang) seperti rawa dan danau
24
2. Ekosistem air tawar lotik (mengalir) seperti air terjun dan
sungai
ii. Ekosistem air laut
Ekosistem air laut di bagi 5 yaitu :
1. Ekosistem laut dalam
2. Ekosistem terumbu karang (Bunaken)
3. Ekositem estuari (hutan mangrove, padang lamun)
4. Ekosistem pantai pasir (Bali, Lombok, Papua)
5. Ekosistem pantai batu (Sumatra, Nusa tenggara, Bali, dan
Maluku)
b. Ekosistem buatan
Ekosistem buatan adalah ekosistem yang merupakan hasil
karya manusia yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya (untuk pendidikan, rekreasi atau sumber energi).
Contoh: sawah, waduk, perkebunan, dll.
Siklus Hidrologi
Siklus hidrologi adalah sirkulasi air tanpa henti dari atmosfer ke
bumi dan kembali lagi ke atmosfer melalui proses kondensasi, presipitasi,
evaporasi, dan transpirasi. Siklus hidrologi dapat juga berarti lebih
sederhana yaitu peredaran air dari laut ke atmosfer melalui penguapan,
kemudian akan jatuh pada permukaan bumi dalam bentuk hujan, yang
mengalir didalam tanah dan diatas permukaan tanah sebagai sungai yang
menuju ke laut. Panasnya air laut didukung oleh sinar matahari karna
matahari merupakan kunci sukses dari siklus hidrologi sehingga mampu
berjalan secara terus menerus kemudian dalam terjadinya air berevoporasi,
lalu akan jatuh ke bumi sebagai prespitasi dengan bentuk salju, gerimis
atau atau kabut, hujan, hujan es dan salju, dan hujan batu.
25
3 siklus hidrologi:
Evaporasi (Transpirasi) - Air di laut, sungai, daratan, tanaman. sbb.
kemudian akan kembali menguap ke atmosfer menjadi awan lalu
menjadi bintik-bintik air yang akan jatuh dalam bentuk es, hujan,
salju.
Infiltrasi (Perkolasi ke dalam Tanah) - Air bergerak melalui celah-
celah dan pori-pori serta batuan yang ada dibawah tanah yang
dapat bergerak secara vertikal dan horzontal dibawah permukaan
tanah hingga ke sistem air permukaan.
Air Permukaan - Air yang bergerak diatas permukaan tanah yang
dapat kita lihat pada daerah urban.
Macam-Macam Siklus Hidrologi
Proses terjadinya siklus hidrologi dibedakan menjadi 3 jenis atau macam
siklus hidrologi seperti yang ada dibawah ini :
Siklus Pendek : Menguapnya air laut menjadi uap gas karna panas
dari matahari lalu terjadi kondensasi membentuk awan yang pada
akhirnya jatuh ke permukaan laut.
Siklus Sedang : Menguapnya air laut menjadi uap gas karna panas
dari matahari lalu terjadi evaporasi yang terbawa angin lalu
membentuk awan yang pada akhirnya jatuh ke permukaan daratan
dan kembali ke lautan.
Siklus Panjang : Menguapnya air laut menjadi uap gas karna panas
dari matahari lalu uap air mengalami sublimasi membentuk awan
yang mengandung kristal es dan pada akhirnya jatuh dalam bentuk
salju kemudian akan membentuk gletser yang mencair membentuk
aliran sungai dan kembali kelaut.
26
Botani
Botani adalah ilmu tumbuh-tumbuhan, termasuk juga jamur dan alga
dengan mikologi dan fikologi berada di dalam cabang ilmu botani. Dengan
demikian, dalam botani dipelajari semua disiplin ilmu biologi, seperti
genetika, pertumbuhan, reproduksi, metabolisme, perkembangan, interaksi
dengan komponen biotik dan komponen abiotik, serta evolusi yang
berhubungan dengan tumbuhan. Istilah botani berasal dari Bahasa Yunani
Kuno, βοτάνη (botane), yang berarti rerumputan atau padang
penggembalaan. Saat ini botani mempelajari sekitar 400000 spesies
organisme hidup di mana 260 ribu di antaranya adalah tumbuhan
berpembuluh dan 248 ribu di antaranya adalah angiosperma.2 Orang yang
menekuni bidang botani disebut sebagai botanis atau ahli botani.
Seperti bentuk-bentuk kehidupan lain dalam biologi, tumbuhan hidup
dapat dipelajari dari perspektif yang berbeda, dari tingkat molekul,
genetika dan biokimia melalui organel, sel, jaringan, organ, individu,
populasi tumbuhan, dan komunitas tumbuhan. Pada setiap tingkat ini
seorang ahli botani mungkin bergerak di bidang yang terkait dengan
klasifikasi (taksonomi), struktur (anatomi dan morfologi), atau fungsi
(fisiologi) dari kehidupan tumbuh-tumbuhan.
Botani juga tidak hanya mempelajari kelompok dari Kerajaan
Tumbuhan saja tetapi juga mempelajari jamur (mikologi), bakteri
(bakteriologi), lumut kerak (likenologi), alga (fikologi).
Penelitian tumbuhan sangat penting karena tumbuhan adalah bagian
mendasar dari kehidupan di Bumi, yang menghasilkan oksigen, makanan,
serat, bahan bakar, dan obat-obatan yang memungkinkan manusia dan
bentuk kehidupan lainnya ada. Melalui fotosintesis, tumbuhan menyerap
karbon dioksida, sebuah gas rumah kaca yang dalam jumlah besar dapat
mempengaruhi iklim global. Selain itu, tumbuhan dapat mencegah erosi
tanah dan berpengaruh dalam siklus air. Sebuah pemahaman yang baik
tentang tumbuhan sangat penting bagi masa depan masyarakat manusia
karena memungkinkan kita untuk:
27
• Memproduksi makanan untuk memberi makan populasi yang
berkembang
• Memahami proses-proses kehidupan yang mendasar
• Memproduksi obat-obatan dan bahan untuk mengobati penyakit-
penyakit
• Memahami perubahan lingkungan dengan lebih jelas
Biokimia tumbuhan
Biokimia tumbuhan adalah sebuah studi mengenai proses kimia
yang yang digunakan pada tumbuhan. Beberapa proses ini terjadi melalui
metabolisme primer seperti siklus Calvin dan crassulacean acid
metabolism. Lainnya membuat material khusus seperti selulosa dan lignin
yang membangun struktur. Metabolisme sekunder menghasilkan produk
seperti resin dan minyak atsiri.
Tumbuhan dan kelompok lainnya yang juga merupakan eukaryot
fotosintetik (yaitu alga) memiliki organel yang unik yang disebut dengan
kloroplas. Organel ini diperkirakan berasal dari cyanobacteria yang
membentuk hubungan endosimbiotik dengan leluhur tumbuhan dan alga.
Kloropas dan cyanobacteria sama-sama mengandung pigmen biru-hijau
(klorofil a), Klorofil jenis lain (klorofil b) juga terdapat pada alga hijau
dan alga biru-hijau yang juga menyerap cahaya pada spektrum tertentu
(biasanya spektrum biru-ungu dan jingga-merah) dan memantulkan cahaya
hijau yang menjadi warna daun di mata manusia. Energi cahaya yang
diserap digunakan untuk membuat senyawa karbon dari karbon dioksida
dan air. Gliseraldehida 3-fosfat merupakan senyawa yang dihasilkan oleh
fotosintesis yang kemudian disintesis menjadi glukosa dan senyawa
organik lainnya. Sebagian glukosa diubah menjadi pati yang disimpan di
kloroplas.Pati adalah bentuk yang umum dijadikan sebagai cadangan
makanan pada sebagian besar tumbuhan dan alga. Tumbuhan dari famili
Asteraceae menggunakan bentuk fruktosa inulin, sebagian mengubahnya
menjadi sukrosa.Sebagian besar asam lemak yang terkandung di dalam
28
tubuh hewan juga berasal dari tumbuhan. Metabolisme tumbuhan juga
mampu memproduksi asam lemak dan sebagian besar asam amino. Asam
lemak bagi tumbuhan digunakan untuk membangun membran sel dan
kutin yang menjadi penyusun utama kutikel tumbuhan yang melindungi
tumbuhan dari kekeringan.Obat dan bahan
Fitokimia merupakan cabang yang penting dalam ilmu botani yang
mempelajari senyawa biokimia pada tumbuhan dan
pemanfaatannya.Beberapa dari senyawa ini memiliki manfaat bagi
manusia, dan beberapa bersifat racun bagi hewan dan manusia. Banyak
obat-obatan medis dan rekreasi, seperti tetrahydrocannabinol, kafein, dan
nikotin datang langsung dari kerajaan tumbuhan. Lainnya adalah senyawa
kimia turunan sederhana dari produk alami botani, seperti aspirin yang
berasal dari senyawa penghilang rasa sakit asam salisilat yang awalnya
berasal dari kulit pohon dedalu. Mungkin ada banyak obat baru untuk
penyakit yang disediakan oleh tumbuhan, menunggu untuk ditemukan.
Stimulan populer seperti kopi, cokelat, tembakau, dan teh juga berasal dari
tumbuhan.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendevinisikan “cagar”,
sebagai daerah perlindungan untuk melarikan tumbuh-tumbuhan, binatang,
dan sebagainya. Pencagaran adalah perlindungan terhadap tumbuhan,
binatang, dan sebagainya yang diperkirakan akan punah. Sehingga, hewan
dan tumbuhan yang hampir punah perlu diberi pencagaran. Sedangkan
budaya menurut KBBI merupakan hasil akal budi manusia. Dengan
demikian cagar budaya adalah benda hasil akal budi manusia yang perlu
diberikan pencagaran, karena jika tidak dilindungi dikhawatirkan akan
mengalami kerusakan dan kepunahan.
2.2.2. Lansekap Kota
Lansekap adalah bentang alam yang memiliki karakteristik tertentu
yang beberapa unsurnya dapat digolongkan menjadi unsur utama atau
unsur mayor dan unsur penunjang atau unsur minor. Unsur mayor adalah
29
unsur yang relatif sulit untuk diubah, sedangkan unsur minor adalah unsur
yang relatif mudah untuk diubah. Lansekap atau wajah bumi apabila
dipandang dari setiap tempat ternyata mempunyai karakter-karakter
lansekap tertentu yang terbentuk secara alami. Karakter ini terbentuk
karena adanya kesan harmoni dan kesatuan dari elemen yang ada di alam,
seperti bentukan lahan, formasi batuan, vegetasi, dan fauna. Karakter
lansekap yang unik pada suatu kawasan wisata alam dapat menjadi unsur
pendukung dalam pengembangan kawasan wisata alam (Simonds, 1983).
Keragaman lansekap dapat dibentuk oleh perbedaan dua
komunitas. Daerah ekoton adalah suatu zona peralihan atau pertemuan
antara dua komunitas yang berbeda dan menunjukkan sifat yang khas.
Daerah transisi antara komunitas rumput dan hutan atau daerah peralihan
antara dua komunitas besar seperti komunitas akuatik dan komunitas
terestrial merupakan contoh ekoton. Jadi, ekoton merupakan pagar
komunitas (batas komunitas) yang biasanya berubah secara perlahan-
lahan. Komunitas dapat berubah secara tiba-tiba sebagai akibat lingkungan
yang tiba-tiba terputus atau karena interaksi tanaman, terutama kompetisi.
Komunitas ekoton umumnya mempunyai banyak organisme dari dua
komunitas yang saling bertautan dengan memperlihatkan ciri-ciri yang
khas dan batas yang jelas antara ekoton dan tetangganya. Maka, ekoton
memiliki spesies yang lebih banyak dan kepadatan populasi yang lebih
besar daripada komunitas disampingnya. Kecenderungan meningkatnya
variasi dan kepadatan pada komunitas peralihan dikenal sebagai efek
pinggir tepi (edge effect). Organisme yang paling banyak atau paling lama
dalam zone peralihan disebut jenis pinggir (edge species). Daerah ekoton
ini perlu dipertahankan dan dilestarikan keberadaannya karena sedikit
gangguan pada daerah ini dapat mematikan beberapa jenis biota
didalamnya.
30
Lansekap atau bentang darat merujuk pada susunan daerah tanah
dan representasi visualnya, khususnya seperti yang digambarkan dalam
lukisan. Dalam hal fisik, istilah lanskap menyatakan penafsiran visual atas
susunan tanah, karena ini adalah cara utama di mana lansekap dirasakan.
Lansekap terdiri atas beberapa kategori unsur utama:
Bentuk tanah
Vegetasi
Unsur struktural buatan manusia
Kedalaman dan luas pandangan
Bentuk lain Lansekap :
Badan air
Bentuk kehidupan lain, seperti fauna
Keberadaan manusia
Representasi artistik buatan manusia
Arah pencahayaan
Bentuk tanah didasarkan pada sekumpulan unsur yang termasuk
ketinggian, kecuraman, orientasi, stratifikasi, pajanan cadas, dan jenis
tanah. Menurut namanya, bentuk tanah termasuk gundukan, bukit, tebing,
lembah, dll. Praktek mendesain lansekap untuk kepuasan visual dan
aspek fungsional lainnya adalah arsitektur lansekap, yang ahlinya disebut
arsitek lansekap. Bila istilah lansekap merujuk pada lukisan diam, cuaca
dan keadaan udara juga unsur penting.
2.2.2.1 Perencanaan Lansekap
Perencanaan lansekap adalah mengumpulkan dan menginterpretasikan
data, memproyeksikannya ke masa depan, mengidentifikasi masalah dan
memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah
tersebut (Knudson,1980). Gold (1980) menyatakan bahwa proses
31
perencanaan terdiri atas tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis,
dan perencanaan. Sebagai suatu alat yang sistematis, yang digunakan
untuk menentukan saat awal suatu keadaan dan cara terbaik untuk
pencapaian keadaan tersebut, perencanaan lansekap dapat dilakukan
melalui beberapa pendekatan, antara lain:
1. Pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif
aktivitas rekreasi dan wisata berdasarkan pertimbangan kondisi dan
situasi sumberdaya.
2. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas
berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk
memberikan kemungkinan yang dapat disediakan pada masa yang
akandatang.
3. Pendekatan ekonomi, yaitu penentuan tipe, jumlah dan lokasi
kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi.
4. Pendekatan perilaku, yaitu penentuan kemungkinan aktivitas
berdasarkan pertimbangan perilakumanusia.
2.2.2.2 Perencanaan Penataan Lansekap Kawasan Wisata
Menurut Booth dan Hiss (2004), lansekap yang mengelilingi suatu
kawasan merupakan lingkungan yang paling penting. Lansekap ini
menyediakan berbagai kebutuhan, estetika, dan kegunaan fungsi psikologi
bagi yang pengunjung, pengelola, dan orang-orang yang melintasinya.
Tim Penyusun (1980) menjelaskan bahwa kawasan wisata dicirikan
dengan adanya bangunan hotel, restoran, convention hall, arena rekreasi
keluarga, arena bermain anak-anak, kolam renang, maupun fasilitas
lainnya yang bersifat perkerasan. Merencanakan penataan lansekap untuk
kawasan wisata adalah upaya untuk menata dan mengembangkan suatu
areal dan jalur pergerakan pendukung kegiatan wisata sehingga kerusakan
lingkungan akibat pembangunannya dapat diminimumkan, tetapi pada
saat yang bersamaan kepuasan wisatawan dapat terwujudkan. Hal ini
terutama untuk menjaga keindahan alami dan keunikan yang dimiliki oleh
32
lansekap atau bentang alam tersebut serta melindungi kelestarian
ekosistemnya, terutama apabila direncanakan pada areal dengan ekosistem
yang peka, langka atau unik (Nurisjah & Pramukanto, 2009).
Perencanaan lansekap kawasan wisata, terutama wisata alam adalah
merencanakan suatu bentuk penyesuaian program rekreasi dengan suatu
lanskap untuk menjaga kelestariannya. Program wisata alam dibuat untuk
menciptakan lingkungan fisik luar atau bentang alam yang dapat
mendukung tindakan dan aktivitas rekreasi manusia yang menunjang
keinginan, kepuasan dan kenyamanannya, dimana proses perencanaan
dimulai dari pemahaman sifat dan karakter serta kebijakan manusianya
dalam menggunakan tapak untuk kawasan wisata (Knudson, 1980).
Adapun pendekatan perencanaan kawasan wisata di sekitar penggunaan
area river-basin adalah dengan menghindari dan mengatasi masalah-
masalah yang berhubungan dengan air seperti rapid runoff, erosi,
pengendapan air, banjir, kekeringan, dan pencemaran, serta memastikan
bahwa kemungkinan-kemungkinan pengembangan area preservasi,
konservasi, restorasi, dan lainnya dapat dilakukan. Seluruh area daratan
yang berorientasi air harus direncanakan dalam suatu cara untuk
mendapatkan keuntungan maksimum dari keistimewaan air dengan tetap
mempertahankan integritas atau keutuhannya (Simonds, 1983).
2.2.3. Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau atau disingkat RTH merupakan suatu bentuk
pemanfaatan lahan pada satu kawasan yang diperuntukan untuk
penghijauan tanaman.Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 40% dari luas
wilayah, selain sebagai sarana lingkungan juga dapat berfungsi untuk
perlindungan habitat tertentu atau budidaya pertanian dan juga untuk
meningkatkan kualitas atmosfer serta menunjang kelestarian air dan
tanah.Klasifikasi bentuk RTH umumnya antara lain RTH
Konservasi/Lindung dan RTH Binaan.
33
Pembagian Ruang Terbuka Hijau terbagi atas 3 yaitu :
1. Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan
• ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan
RTH privat;
• proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal
30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10%
terdiri dari ruang terbuka hijau privat;
• apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang
bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan
atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus
tetap dipertahankan keberadaannya.
• Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin
keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem
hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem
ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih
yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan
nilai estetika kota.
2. Penyediaan RTH Berdasarkan Jumlah Penduduk
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk,
dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani
dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku.
• 250 jiwa : Taman RT, di tengah lingkungan RT
• 2500 jiwa : Taman RW, di pusat kegiatan RW
• 30.000 jiwa : Taman Kelurahan, dikelompokan dengan sekolah/
pusat kelurahan
• 120.000 jiwa : Taman kecamatan, dikelompokan dengan sekolah/
pusat kecamatan
• 480.000 jiwa : Taman Kota di Pusat Kota, Hutan Kota (di
dalam/kawasan pinggiran), dan Pemakaman (tersebar).
34
3. Penyediaan RTH Berdasarkan Kebutuhan Fungsi Tertentu
Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau
pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian
sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi
perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu.
RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api,
jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan
setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH
pengamanan sumber air baku/mata air.
2.2.3.1Penyangga Kota
Daerah penyangga adalah wilayah yang berada di luar kawasan
suaka alam baik sebagai kawasan hutan lain, tanah negara bebas maupun
tanah yang dibebani hak, yang diperlukan maupun menjaga ketentuan
kawasan suaka alam. Daerah penyangga berperan sangat penting bagi
kelestarian suaka alam dan kawasan pelestarian alam sebagai buffer dalam
mengurangi tekanan penduduk terhadap kawasan pada daerah atau desa
sekitar kawasan yang berinteraksi tinggi dengan memadukan kepentngan
konservasi dan perekonomian masyarakat sekitarnya. Fungsi daerah
penyangga ini dapat diwujudkan secara optimal dengan pengelolaan
pemanfaatan jasa ligkungan, nilai ekonomi dan konservasi lahan
masyarakat, melalui rehabilitasi lahan kritis dalam sistem hutan
kemasyarakatan, hutan rakyat atau agroforestry. Model pengembangan dan
pengelolaannya didasarkan pada aspek ekologi, ekonomi dan sosial
budaya masyarakat sekitar kawasan dalam bentuk pembagian daerah
penyangga ke dalam zonasi. Zonasi tersebut terbagi tiga, yaitu jalur hijau,
jalur intreraksi dan jalur kawasan budidaya. Komposisi jenis tumbuhan
yang dikembangkan di masing-masing jalur disesuaikan dengan jarak dari
batasan kawasan, zonasi dan luas lahan agar tidak berdampak pada
35
kawasan. Pengembangan tanaman pangan, sayuran, buah-buahan, obat-
obatan dan perkayuan dalam sistem agroforesty mempunyai nilai ekonomi
dan ekologi secara tarpadu untuk melestarikan sumber genetika tanaman
dan satwa liar serta konservasi lahan dan air .
Syarat-syarat sebagai penyangga kota :
1. Kesesuaian dengan iklim
Strategi utama untuk bangunan:
Menghalangi radiasi sinar matahari langsung dengan louvers dan
sun shading (pembayang sinar matahari)
Isolasi radiasi panas dengan ruang udara (pada atap dan pemakaian
bahan-bahan bersel dan berpori atau berongga)
Jarak bangunan dengan bangunan lain jauh untuk memperlancar
aliran udara
Kenyamanan Thermis dicapai dengan aliran udara yang mengenai
tubuh manusia.
Menghentikan/isolasi radiasi dengan reflektor kurang sesuai karena
akan menambah panas lingkungan dan mengurangi penerapan
kelembaban dan penguapan.
Bahan-bahan yang dipakai sebaiknya mempunyai BJ kecil
(ringan), time lag rendah, kapasitas panas kecil, dimensi kecil,
berat sendiri kecil, dapat mengikuti kadar kelembaban udara sekitar
dan konduktivitas panas rendah.
2. Efisiensi sumberdaya
Pola Perencanaan Eko-Arsitektur selalu memnfaatkan alam sebagai
berikut :
Dinding, atap sebuah gedung sesuai dengan tugasnya, harus
melidungi sinar panas, angin dan hujan.
Intensitas energi baik yang terkandung dalam bahan bangunan
yang digunakan saat pembangunan harus seminal mungkin.
36
Bangunan sedapat mungkin diarahkan menurut orientasi Timur-
Barat dengan bagian Utara-Selatan menerima cahaya alam tanpa
kesilauan
Dinding suatu bangunan harus dapat memberi perlindungan
terhadap panas. Daya serap panas dan tebalnya dinding sesuai
dengan kebutuhan iklim/ suhu ruang di dalamnya. Bangunan
yang memperhatikan penyegaran udara secara alami bisa
menghemat banyak energi.
3. Efisiensi energy
a. Alat panel surya
Seluas 1200m2 bidang miring pada bagian atas gedung federal
edith green-wendell wyatt merupakan panel surya 180kW yang
mampu menyediakan sekitar 5%dari kebutuhan energi bangunan.
Panel surya disini merupakan modul photovoltaicyang
menggunakan sel-sel surya untuk mengkonversi sinar matahari
menjadi listrik.Dalam mengubah cahaya matahari menjadi energi
listrik sendiri, panel suryamemiliki tiga proses konversi. Pertama
ketika foton dari sinar matahari mengenai sel-sel photovoltaic,
sebagian akan diserap dan energinya akan ditransfer
kepadasemikonduktor. Lalu elektron-elektron yang terkena foton
tersebut akan terlepas dariatom kemudian mengalir menciptakan
arus listrik. Dan yang terakhir, penghubunglogam pada bagian atas
dan bawah sel surya akan menyalurkan keluar arus listriksearah
untuk digunakan sesuai kebutuhan.
b. Elevator penghasil energi
Alat transportasi vertical berupa elevator biasanya membutuhkan
pasokan energi besar dalam pengoperasiannya. Namun pada
gedung ini, elevator yangdigunakan menerapkan teknologi baru
yang membuat mesin elevator mampumenghasilkan energi ketika
bergerak turun.Sebenarnya inovasi ini bukan benar-benar hal baru,
hanya pengaplikasian salah satu komponen elevator yang di
37
‘akali’. Pada sistem mesin penggerak elevator terdapat fitur
bernama regenerative converter, dimana motor lift dapat
menyeraptenaga ketika pergerakan lift dalam keadaan yang
menguntungkan, atau turun. Motorlift akan menyerap energi
kinetik yang ditimbulkan oleh gesekan mesin ketikaelevator
bergerak turun dan mengubahnya menjadi listrik. Kelebihan listrik
tersebutkemudian dapat digunakan untuk kebutuhan listrik
bangunan
c. Sistem shading
Suhu suatu ruang tinggi dengan angka yang cukup signifikan atas
dampak dari panas matahari diluar. Hal tersebut membuat tinggi
pula energi yang dikeluarkan pada sistem penghawaan buatan. Tim
arsitek SERA, yang merenovasi kantor federal inimerencanakan
sistem shading dengan vegetasi hidup pada dinding luar bangunan.
Haltersebut dimaksudkan agar tercipta iklim mikro yang lebih
sejuk didalam ruangan.
Namun pada enam bulan sebelum dimulainya konstruksi, terjadi
keputusan perubahan rancangan. Vegetasi dirasa terlalu lama untuk
bisa efektif menjadi penghalang panas. Butuh waktu hingga tiga
tahun untuk mengembangkan shading penuh. Tim proyek
kemudian mengusulkan desain inovatif pengganti vegetasi,
yaitususunan tabung alumunium, yang kemudian menyelubungi
bangunan menutupiseluruh sisi barat, selatan dan timur.Tidak
cukup mengolah secondary skin, pada bagian dalam
‘cangkang’alumunium pun, bukaan dipertimbangkan matang
dengan perhitungan pantulan panasdan cahaya matahari. Shading
strategi bangunan tampak pada skema sistem berikut.
d. Pencahayaan hemat energi
Sebanyak hingga 40% dari energi untuk pencahayaan buatan pada
gedungfederal edith green-wendell wyatt ini, bisa direduksi dengan
38
pengaplikasian system lampu optik beserta sensor cahaya yang
secara otomatis menyesuaikan penerangandengan intensitas cahaya
ruang. Misalnya pada siang hari ketika sensor cahayamenangkap
terang, kekuatan cahaya lampu hanya menggunakan daya 10ohm.
Danketika malam hari dan sensor photocell menangkap cahaya
minim, sistem membuatlampu menggunakan dayanya hingga
ratusan ohm.Dengan begitu lampu tidak terus mengeluarkan daya
yang sama pada siangdan malam hari. Hal ini meningkatkan
efisiensi penggunaan penerangan buatandengan sangat baik jika
didukung dengan rancangan bangunan yang
memperhatikanorientasi ruang terkait arah datangnya sinar
matahari. Sesuai teori dasar desain hematenergi, yaitu pemanfaatan
optimal energi alami.
e. Air conversing
Konservasi udara sendiri dimaksudkan guna mengurangi
pencemaran udarayang semakin parah dan untuk mencapai target
penggunaan energi yang lebih rendah,agar masih bisa dinikmati
pada masa depan. Tim arsitek merasa harus mengubahmotor dari
gedung federal edith green-wendell wyatt untuk terlaksananaya
konservasi.Sistem pengkondisian udara yang digunakan tidak lagi
katup udara variable(VAV)melainkan beralih ke radiant heating
and cooling. Sistem radian ini menggunakan100% udara luar yang
tentu lebih efisien juga sehat bagi pengguna bangunan.
f. Water harvesting
Penggunaan air yang berhasil mengalami penurunan hingga 60%
terealisasimelalui penggunaan perlengkapan aliran rendah dan
penggunaan kembali air hujan.Dengan sistem penampungan air
pada panel surya, penangkapan air hujan gedung inimampu
menyentuh angka 160.000 galon, yang dialirkan dan disimpan
dalam ruang bawah tanah pada lokasi bekas lapangan tembak. Air
39
hujan tersebut kemudiandigunakan kembali untuk kebutuhan
bangunan seperti toilet, urinal, menara pendingin, dan irigasi.
2.2.4. Pariwisata
Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara
waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan
maksud bukan berusaha (bussines) atau mencari nafkah di tempat yang di
kunjungi, tetapi semata - mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna
bertamasya dan berekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka
ragam (Yoeti, 2008). Berikut ini ada beberapa pengertian pariwisata
menurut para ahli :
• Menurut Peraturan Pemerintah tentang rencana induk pembangunan
kepariwisataan tahun 2010-2025, Kepariwisataan adalah keseluruhan
kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta
multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan
negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat,
sesama wisatawan, pemerintah daerah, dan pengusaha.
• James J. Spillane (1982)
Pariwisata adalah kegiatan melakukan perjalanan dengan tujuan
mendapatkan kenikmatan, mencari kepuasan, mengetahui sesuatu,
memperbaiki kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat,
menunaikan tugas, berziarah dan lain-lain.
• Koen Meyers (2009)
Pariwisata adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan oleh semntara
waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan
bukan untuk menetap atau mencari nafkah melainkan hanya untuk
memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang atau libur
serta tujuan-tujuan lainnya.
40
2.2.4.1 Jenis-Jenis Wisata
Jenis-jenis pariwisata adalah sebagai berikut :
1. Wisata Budaya
Yaitu perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk
memperluas pandangan hidup seseorang dengan jalan mengadakan
kunjungan atau peninjauan ketempat lain atau ke luar negeri,
mempelajari keadaan rakyat, kebiasaan adat istiadat mereka, cara
hidup mereka, budaya dan seni mereka.
2. Wisata Maritim atau Bahari
Jenis wisata ini banyak dikaitkan dengan kegiatan olah raga di air,
lebih–lebih di danau, pantai, teluk, atau laut seperti memancing,
berlayar, menyelam sambil melakukan pemotretan, dll.
3. Wisata Cagar Alam (Taman Konservasi)
Untuk jenis wisata ini biasanya banyak diselenggarakan oleh agen atau
biro perjalanan yang mengkhususkan usaha–usaha dengan jalan
mengatur wisata ke tempat atau daerah cagar alam, taman lindung,
hutan daerah pegunungan dan sebagainya yang kelestariannya
dilindungi oleh undang–undang.
4. Wisata Konvensi
Yang dekat dengan wisata jenis politik adalah apa yang dinamakan
wisata konvensi. Berbagai negara pada dewasa ini membangun wisata
konvensi ini dengan menyediakan fasilitas bangunan dengan ruangan–
ruangan tempat bersidang bagi para peserta suatu konfrensi,
musyawarah, konvensi atau pertemuan lainnya baik yang bersifat
nasional maupun internasional.
5. Wisata Pertanian (Agrowisata)
Sebagai halnya wisata industri, wisata pertanian ini adalah
pengorganisasian perjalanan yang dilakukan ke proyek–proyek
pertanian, perkebunan, ladang pembibitan dan sebagainya dimana
wisatawan rombongan dapat mengadakan kunjungan dan peninjauan
untuk tujuan studi maupun melihat–lihat keliling sambil menikmati
41
segarnya tanaman beraneka warna dan suburnya pembibitan berbagai
jenis sayur–mayur dan palawija di sekitar perkebunan yang dikunjungi.
6. Wisata Buru
Jenis ini banyak dilakukan di negeri–negeri yang memang memiliki
daerah atau hutan tempat berburu yang dibenarkan oleh pemerintah
dan digalakan oleh berbagai agen atau biro perjalanan.
7. Wisata Ziarah
Jenis wisata ini sedikit banyak dikaitkan dengan agama, sejarah, adat
istiadat dan kepercayaan umat atau kelompok dalam masyarakat.
Wisata ziarah banyak dilakukan oleh perorangan atau rombongan ke
tempat–tempat suci, ke makam–makam orang besar atau pemimpin
yang diagungkan, ke bukit atau gunung yang dianggap keramat, tempat
pemakaman tokoh atau pemimpin sebagai manusia ajaib penuh
legenda.
Selain itu ada pula tujuan dari diadakannya pariwisata, yaitu :
o Kepariwisataan bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
o Meningkatkan kesajhteraan rakyat
o Menghapus kemiskinan
o Mengatasi pengangguran
o Melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya
o Memajukan kebudayaan
2.2.5 Obyek Wisata
Obyek wisata adalah perwujudan dari ciptaan manusia, tata hidup,
seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan alam yang
mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan.
Menurut Marpaung (2002 : 78), “Obyek dan daya tarik wisata
adalah suatu bentuk atau aktivitas dan fasilitas yang berhubungan, yang
42
dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu
daerah atau tempat tertentu”.
Chafid Fandeli, mengemukakan pengertian obyek wisata dan obyek wisata
alam, (1995 : 58) sebagai berikut :
“Obyek wisata adalah perwujudan daripada ciptaan manusia, tata hidup,
seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan alam yang
mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan”.
“Obyek wisata alam adalah obyek wisata yang daya tariknya bersumber
pada keindahan alam dan tata lingkungannya.”
Berdasarkan UU No. 9 Bab IV tentang jenis dan obyek wisata dibedakan
menjadi :
1. Obyek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang
berwujud keadaan alam serta flora dan fauna.
2. Obyek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud
museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya,
wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata pertualangan, taman
rekreasi dan tempat hiburan.
Agar suatu daerah bisa dijadikan tempat tujuan wisata maka diperlukan
beberapa syarat agar daerah tersebut dapat membuat wisatawan merasa
nyaman dan tidak kecewa. Maka Yoeti (1996 : 177-178), mengemukakan
syarat suatu daerah dapat dikembangkan menjadi suatu daerah tujuan
wisata sebagai berikut :
1. “Something to see”. Artinya, tempat tersebut harus memiliki obyek
wisata dan atraksi wisata yang berbeda dengan apa yang dimiliki oleh
daerah lain. Dengan perkataan lain, daerah itu harus mempunyai daya
tarik yang khusus, disamping itu pula harus pula mempunyai atraksi
wisata yang dapat dijadikan sebagai “entertainments” bila orang
datang kesana.
2. “Something to do”. Artinya, ditempat tersebut setiap banyak yang
dilihat dan disaksikan, harus pula disediakan fasilitas rekreasi atau
43
“amusement” yang dapat membuat mereka betah tinggal lebih lama
ditempat itu.
3. “Something to buy”. Artinya, ditempat tersebut harus disediakan
tempat untuk berbelanja atau “shopping”, terutama barang – barang
souvenir dan kerajinan rakyat sebagai oleh – oleh untuk dibawa
pulang ke tempat asal masing – masing. Fasilitas untuk berbelanja ini
tidak hanya untuk menyediakan barang – barang yang dapat dibeli,
tetapi harus ada pula tersedia sarana – sarana pembantu untuk lebih
memperlancar seperti : money changer, bank, kantor pos dan lain –
lain.
Obyek dan daya tarik wisata yang merupakan karunia alam, keajaiban
ilahi, dan merupakan hasil budaya hasil daya cipta manusia yang ada
dimana – mana. Setiap sudut tanah air kita memiliki kekhasan budaya
hasil daya cipta manusianya sendiri – sendiri, termansyur dengan istilah
“Bhinneka Tunggal Ika”.
Sehingga obyek daya tarik wisata dapat diartikan sebagai tempat atau
keadaan alam yang berasal dari perwujudan ciptaan manusia, tata hidup,
seni budaya serta sejarah bangsa yang bersyarat bisa dilihat, dilakukan
dan dibeli agar suatu daerah dapat dikembangkan menjadi suatu daerah
tujuan wisata, dengan begitu wisatawan yang berkunjung merasa nyaman
dan tidak kecewa.
Motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat tujuan adalah untuk
memenuhi atau memuaskan beberapa kebutuhan dan permintaan. Menurut
James J. Spillane, SJ (1994 : 6) biasanya wisatawan tertarik pada suatu
lokasi karena ciri khas tertentu yang antara lain adalah keindahan alam,
iklim dan cuaca, kebudayaan, sejarah, ethnicity (sifat kesukuan), dan
accesibility (kemampuan atau kemudahan berjalan ke tempat tertentu).
Menurut Cooper dkk (1995: 81) dalam Wirayanto (2011) mengemukakan
bahwa terdapat 4 (empat) komponen yang harus dimiliki oleh sebuah objek
wisata, yaitu:
44
1. Atraksi (Attraction), seperti alam yang menarik, kebudayaan daerah yang
menawan dan seni pertunjukan.
2. Aksesibitas (accessibilities) seperti transportasi lokal dan adanya terminal.
3. Amenitas atau fasilitas (amenities) seperti tersedianya akomodasi, rumah
makan, dan agen perjalanan.
4. Ancillary services yaitu organisasi kepariwisataan yang dibutuhkan untuk
pelayanan wisata seperti destination marketing management organization,
conventional and visitor bureau.
Undang-undang No. 10 Tahun 2009 menguraikan objek dan daya tarik
wisata sebagai segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Objek dan daya tarik
wisata yang dimaksud adalah:
1. Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,
keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya,
dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan
wisatawan.
2. Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut Distinasi Pariwisata
adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah
administratif yang didalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum,
fasilitas pariwisata, asesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan
melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
Pasal 4 UU no.10 Tahun 2009 juga menguraikan beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pembangunan kepariwisataan bertujuan untuk :
a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi
b. Meningkatkan kesejahteraan rakyat
c. Menghapus kemiskinan
d. Mengatasi penganguran
e. Melestarikan alam, lingkungan, dan sumberdaya
f. Memajukan kebudayaan
g. Mengangkat citra bangsa
h. Memupuk rasa cinta tanah air
i. Memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa
45
j. Mempererat persahabatan antar bangsa.
2.2.6 Produk Pariwisata
Produk industri pariwisata meliputi keseluhuran pelayanan yang
diperoleh, dirasakan atau dinikmati wisatawan (Yoeti, 1985). Aspek yang
terkait dengan sumber daya wisata (tourism resources), yaitu segala
sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik
tujuan wisata. Komponen atau produk wisata terdiri dari :
a. Attraction
Atraksi ataupun daya tarik merupakan potensi yang menjadi
pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata.Sebuah
atraksi minimal memiliki syarat: something to see, something to do,
dan something to buy. Dalam kedudukannya yang sangat menentukan
itu, atraksi wisata harus dirancang dan dikelola secara profesional
sehingga dapat memberikan kepuasan kepada wisatawan.
b. Accommodation
Akomodasi merupakan sarana penginapan yang dibutuhkan
wisatawan selama melakukan kunjungan wisatanya. Keberadaan
akomodasi seperti hotel, wisma, dan losmen, sangat penting.
Disamping itu, kualitas pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa
akomodasi sangat mempengaruhi kepuasan wisatawan.
c. Activity
Aktivitas wisata adalah suatu kegiatan yang bisa dilakukan oleh
wisatawan selama mengunjungi sebuah destinasi wisata.
d. Amenities
Amenities adalah semua fasilitas pelengkap yang mampu melayani
kebutuhan wisatawan selama melakukan perjalanannya, seperti:
restaurant, rumah makan, tourist information centre (TIC), mini
market, media komunikasi, fasilitas kesehatan, sarana ibadah, bank,
dan ATM.
e. Accesibility
46
Aktivitas pariwisata sangat tergantung pada transportasi dan
komunikasi. Unsur yang terpenting dalam aksebilitas adalah
transportasi, baik itu menyangkut sarana maupun prasarana seperti
jalan, jembatan, terminal, stasiun, dan bandara.
2.2.7 Pariwisata Minat Khusus
Wisata minat khusus atau special interest/thematic tourism adalah
sebuah konsep yang mulai dikembangkan di Indonesia berawal dari
gagasan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Marie Elka Pangestu.
Wisata minat khusus sendiri diartikan sebagai sarana wisata yang lebih
fokus kepada ide untuk mendapatkan pengalaman yang unik dan tidak bisa
didapatkan di tempat lain.
Dunia pariwisata saat ini memang sedang menghadapi tren
perubahan paradigma dari massive tourism (wisata massal) menjadi
special interest tourism (wisata minat khusus). Pariwisata minat khusus ini
berkaitan dengan adventure atau petualangan. Para wisatawan memerlukan
tenaga dan bahkan akan menghadapi beberapa tantangan. Bentuk wisata
ini misalnya trekking, hiking, rafting, pendakian di gunung, ataupun
diving.
47
Interest Tourism (wisata minat
khusus)
Massive Tourism (wisata massal)
Di Indonesia sendiri wisata minat khusus dikembangkan melalui
tujuh sektor yaitu:
Gambar 1.1 Wisata sejarah dan budaya
Gambar 1.2 Wisata alam dan ekowisata
Gambar 1.3 Wisata kuliner dan belanja
48
Gambar 1.4 Wisata Meeting, Incentive, Convention, Exhibition
(MICE)
Gambar 1.5 Wisata olah raga dan rekreasi
Gambar 1.6 Wisata pesiar (cruise)
49
Gambar 1.7 Wisata spa
Secara umum objek kegiatan ekowisata tidak jauh berbeda dari
kegiatan wisata alam biasa, namun memiliki nilai-nilai moral dan
tanggung jawab yang tinggi terhadap objek wisatanya.
Wisata pemandangan:
- Objek-objek alam (pantai, air terjun, terumbu karang)
- Flora (hutan, tumbuhan langka, tumbuhan obat-obatan)
- Fauna (hewan langka dan endemik)
- Perkebunan (teh, kopi)
Wisata petualangan:
- Kegiatan alam bebas (lintas alam, berselancar)
- Ekstrem (mendaki gunung, paralayang)
- Berburu
Wisata kebudayaan dan sejarah:
- Suku terasing
- Kerajinan tangan (batik, ukiran)
- Peninggalan bersejarah (candi, batu bertulis, benteng kolonial)
Wisata penelitian:
- Pendataan spesies (serangga, mamalia dan seterusnya)
- Pendataan kerusakan alam (lahan gundul, pencemaran tanah)
- Konservasi (reboisasi, lokalisasi pencemaran)
Wisata sosial, konservasi dan pendidikan:
- Pembangunan fasilitas umum di dekat objek ekowisata (pembuatan
sarana komunikasi, kesehatan)
- Reboisasi lahan-lahan gundul dan pengembang biakan hewan
50
langka
- Pendidikan dan pengembangan sumber daya masyarakat di dekat
objek ekowisata (pendidikan bahasa asing, sikap)
Indikator keberhasilan pembangunan pariwisata yang
berkelanjutan tidak semata diukur dari segi perspektif ekonomi yang
dilegitimasi dengan lamanya kunjungan wisatawan (length of stay) serta
eksploitasi lingkungan alam, namun perlu dilandasi oleh visi kelestarian
sumber daya alam, lingkungan dan penghargaan pada nilai sosial, budaya
dan kemasyarakatan.
Pergeseran orientasi dalam industri pariwisata
Terdapatnya perubahan pola wisata yang menekankan pada aspek
penghayatan dan penghargaan terhadap lingkungan, kelestarian alam dan
budaya (environmentally & cultural sensitive).
Dampak Positif Pariwisata terhadap Lingkungan :
• Tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk menciptakan lingkungan
yang bersih.
• Tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk menjaga keindahan
lingkungan sehingga menarik minat wisatawan untuk melakukan
perjalanan wisata ke daerah wisata di sekitar wilayah masyarakat.
• Tumbuhnya niat untuk melestarikan lingkungan dari masyarakat.
• Meningkatkan fasilitas umum untuk kebutuhan wisatawan.
Dampak Negatif Pariwisata terhadap Lingkungan :
51
Mass Ecotourism
Alternative Tourism
• Adanya pencemaran lingkungan oleh limbah-limbah dari hotel.
• Perburuan satwa secara liar
• Penebangan hutan secara liar
• Terbangunnya fasilitas-fasilitas hotel yang tidak sesuai dengan daya
dukung lingkungan
2.2.8 Wisata Air
Pengembangan wisata alam adalah memanfaatkan potensi
ekonomis sumber daya alam yang ada di dalam kawasan wisata alam
untuk kepariwisataan, tanpa meninggalkan prinsip pelestarian sumber daya
alam tersebut. Pada dasarnya, pengembangan kepariwisataan di suatu
tempat dimaksudkan untuk dapat meningkatkan keuntungan ekonomi.
Namun didalam pengembangan ini harus diupayakan juga agar tidak
menyebabkan terjadinya perubahan sosial dan kerusakan lingkungan.
Mempertahankan kualitas lingkungan pada kepariwisataan
1. In situ
Obyek dan daya tarik wisata alam yang masih alami hanya dapat
dinikmati oleh wisatawan ditempatnya. Proses alam, kekayaan,
keunikan dan prilaku flora dan fauna serta gejala geologisnya hanya
dapat dinikmati sepenuhnya ditempat kejadiannya. Kepuasan dan
pengalaman untuk menikmati, melihat dan merasakan alam di
lokasinya mempunyai nilai dan tingkat kepuasan yang sempurna.
2. Total experinces
Kepuasan wisatawan diperoleh dari evaluasi seluruh perjalanan, di
lokasi obyek dan kembali ke tempat semula merupakan total
pengalaman yang harus dinikmati dan dihargai seluruhnya tanpa
mengecewakan. Sehingga
2.2.9 Pengertian Wisatawan
52
Definisi wisatawan menurut Norval (Yoeti, 1995) adalah setiap
orang yang datang dari suatu Negara yang alasannya bukan untuk menetap
atau bekerja di situ secara teratur, dan yang di Negara dimana ia tinggal
untuk sementara itu membalanjakan uang yang didapatkannya di lain
tempat. Sedangkan menurut Soekadijo (2000), wisatawan adalah
pengunjung di Negara yang dikunjunginya setidak-tidaknya tinggal 24 jam
dan yang datang berdasarkan motivasi:
1. Mengisi waktu senggang atau untuk bersenang-senang, berlibur,
untuk alasan kesehatan, studi, keluarga, dan sebagainya.
2. Melakukan perjalanan untuk keperluan bisnis.
3. Melakukan perjalanan untuk mengunjungi pertemuan-pertemuan
atau sebagai utusan (ilmiah, administrative, diplomatik,
keagamaan, olahraga dan sebagainya).
4. Dalam rangka pelayaran pesiar, jika kalau ia tinggal kurang dari 24
jam.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia no 9 tentang
kepariwisataan, Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 1 dan 2 dirumuskan:
a. Wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan
tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara
untuk menikmati objek dan daya tarik wisata.
b. Wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.
Berdasarkan sifat perjalanan, lokasi di mana perjalanan dilakukan
wisatawan dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Karyono, 1997).
a. Foreign Tourist (Wisatawan asing)
Orang asing yang melakukan perjalanan wisata, yang datang
memasuki suatu negara lain yang bukan merupakan Negara di
mana ia biasanya tinggal. Wisatawan asing disebut juga
wisatawan mancanegara atau disingkat wisman.
b. Domestic Foreign Tourist
53
Orang asing yang berdiam atau bertempat tinggal di suatu
negara karena tugas, dan melakukan perjalanan wisata di
wilayah negara di mana ia tinggal.Misalnya, staf kedutaan
Belanda yang mendapat cuti tahunan, tetapi ia tidak pulang ke
Belanda, tetapi melakukan perjalanan wisata di Indonesia
(tempat ia bertugas).
c. Domestic Tourist (Wisatawan Nusantara)
Seorang warga negara suatu negara yang melakukan perjalanan
wisata dalam batas wilayah negaranya sendiri tanpa melewati
perbatasan negaranya. Misalnya warga negara Indonesia yang
melakukan perjalanan ke Bali atau ke Danau Toba.
d. Indigenous Foreign Tourist
Warga negara suatu negara tertentu, yang karena tugasnya atau
jabatannya berada di luar negeri, pulang ke negara asalnya dan
melakukan perjalanan wisata di wilayah negaranya sendiri.
Misalnya, warga negara Perancis yang bertugas sebagai
konsultan di perusahaan asing di Indonesia, ketika liburan ia
kembali ke Perancis dan melakukan perjalanan wisata di sana.
Jenis wisatawan ini merupakan kebalikan dari Domestic
Foreign Tourist.
e. Transit Tourist
Wisatawan yang sedang melakukan perjalanan ke suatu Negara
tertentu yang terpaksa singgah pada suatu pelabuhan /airport/
stasiun bukan atas kemauannya sendiri.
f. Business Tourist
Orang yang melakukan perjalanan untuk tujuan bisnis bukan
wisata tetapi perjalanan wisata akan dilakukannya setelah
tujuannya yang utama selesai. Jadi perjalanan wisata
merupakan tujuan sekunder, setelah tujuan primer yaitu bisnis
selesai dilakukan.
54
2.2.10 Ekowisata
Ekowisata atau ecotourism merupakan salah satu kegiatan
pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengutamakan aspek
konservasi alam, aspek pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat
lokal serta aspek pembelajaran dan pendidikan.Australian Department of
Tourism (Black, 1999) mendefinisikan Ekowisata adalah wisata berbasis
pada alam dengan mengikutkan aspek pendidikan dan interpretasi terhadap
lingkungan alami dan budaya masyarakat dengan pengelolaan kelestarian
ekologis. Definisi ini memberi penegasan bahwa aspek yang terkait tidak
hanya bisnis seperti halnya bentuk pariwisata lainnya, tetapi lebih dekat
dengan pariwisata minat khusus, alternative tourism atau special interest
tourism dengan obyek dan daya tarik wisata alam.
Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi. Oleh
karenanya, ekowisata disebut sebagai bentuk perjalanan wisata yang
bertanggung jawab.
Menurut Honey (1999) ekowisata yang sejati memiliki 7 karakteristik :
1. Perjalanan ke destinasi alami
2. Meminimalkan dampak
3. Membangun kesadaran lingkungan
4. Memberikan keuntungan keuangan secara langsung bagi pemeliharaan
5. Memberikan keuntungan keuangan dan pemberdayaan masyarakat
lokal
6. Menghormati masyarakat lokal
7. Mendukung hak asasi manusia dan gerakan demokrasi
55
Gambar 1.8 Principles of Ecotourism
2.2.11 Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable Tourism)
Sejak dilakukan langkah-langkah untuk pengembangan pariwisata
di Indonesia, maka kegiatan - kegiatan terencana dan terprogram yang
dilakukan oleh pemerintah pada hakeketnya memang bertujuan untuk
‘berkelanjutan’ khususnya di bidang pariwisata misalnya, apa yang
dimaksud dengan pembagunan pariwisata berkelanjutan pada intinya
berkelanjutan dengan usaha menjamin agar sumber daya alam, sosial dan
budaya yang dimanfaatkan untuk pembagunan pariwisata agar dilestarikan
untuk generasi mendatang (Ardika, 2003).
Pariwisata berkelanjutan menurut konsep Muller (1997) adalah
pariwisata yang dikelola mengacu pada pertumbuhan kualitatif,
maksudnya adalah meningkatkan kesejahteraan, perekonomian dan
kesehatan masyarakat. Peningkatan kulitas hidup dapat dicapai dengan
meminimalkan dampak negatif sumber daya alam yang tidak dapat
diperbarui. Lima hal yang harus diperhatikan dalam pariwisata
berkelanjutan menurut konsep Muller (1997) yaitu:
1. Pertumbuhan ekonomi yang sehat,
2. Kesejahteraan masyarakat lokal
3. Tidak merubah struktur alam, dan melindungi sumber daya alam
56
4. Kebudayaan masyarakat yang tumbuh secara sehat
5. Memaksimalkan kepuasan wisatawan dengan memberikan
pelayanan yang baik karena wisatawan pada umumnya mempunyai
kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan.
Di dalam pariwisata berkelanjutan, terdapat tiga komponen dasar
yang saling berkaitan satu sama lain dalam pengembangan dan
pelaksanaan wisata di suatu daerah. Ketiga komponen tersebut adalah;
pemerintah, swasata/pengusaha, dan masyarakat, atau yang lebih dikenal
dengan istilah tiga pilar pariwisata. Apabila ketiga komponen ini mampu
bersinergi dengan baik, maka pengembangan wisata di suatu daerah akan
berhasil. Kebersamaan ketiga unsur ini dalam pengembangan industri
pariwisata memiliki posisi yang sangat menentukan karena keterkaitannya
secara langsung terlibat dalam berbagai aktifitas kepariwisataa. Mengingat
lahirnya sebuah kebijakan pemerintah kemudian diiringi dengan ikhtiar
dalam melakukan pelayanan yang professional dari pihak swasta, serta
hadirnya dukungan berupa partisipasi yang kreatif dari masyarakat, maka
dengan sendirinya akan terakselerasi sebuah kemajuan sektor pariwisata.
Pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism
development) adalah pembangunan pariwisata yang menekankan pada
prinsip pembangunan berkelanjutan. WTO (1999:42), menekankan ada
tiga hal penting dalam pembangunan pariwisata berkelanjutan yaitu:
1. Quality
Sustainable tourism provides a quality experience for visitor, while
improving the quality of the host community and protecting the quality
of environment.
2. Continuity
Sustainable tourism ensures the continuity of the natural resources
upon which it based and the continuity of the cultural of the host
community with satisfying experience for visitors.
57
3. Balance
Sustainable tourism balances the need of the tourism industry,
supporters of environment, and the local community.
Konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan berbasis
masyarakat dikemukakan oleh Natori (2001) menekankan yakni:
1. Terpeliharanya mutu dan berkelanjutan sumber daya alam dan budaya
2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal
3. Terwujudnya keseimbangan antara sumber daya alam dan budaya
4. Kesejahteraan masyarakat lokal serta kepuasan wisatawan.
Berdasarkan pengertian tersebut konsep pengembangan pariwisata
di kawasan waduk jati luhur harus memperhatikan aspek lingkungan,
sosial dan aspek ekonomi agar sumber daya alam, sosial dan budaya yang
ada dapat dimanfaatkan untuk generasi mendatang.
Teori siklus hidup destinasi pariwisata dikemukakan oleh Butler
pada tahun 1980 yang lebih dikenal dengan destination area lifecycle.
Siklus hidup area wisata mengacu pada pendapat Buttler dalam Pitana
(2005) terbagi atas tujuh fase yaitu:
i. Tahapan exploration yang berkaitan dengan discovery yaitu suatu
tempat sebagai potensi wisata baru ditemukan baik oleh wisatawan,
pelaku pariwisata, maupun pemerintah, biasanya jumlah pengunjung
sedikit, wisatawan tertarik pada daerah yang belum tercemar dan sepi,
lokasinya sulit dicapai namun diminati oleh sejumlah kecil wisatawan
yang justru menjadi minat karena belum ramai dikunjungi.
ii. Kedua, involvement phase (keterlibatan). Pada fase ini, peningkatan
jumlah kunjungan wisatawan mengakibatkan sebagian masyarakat
lokal mulai menyediakan berbagai fasilitas yang memang khusus
diperuntukkan bagi wisatawan. Kontak antara wisatawan dengan
masyarakat lokal masih tinggi dan masyarakat mulai mengubah pola-
pola sosial yang ada untuk merespon perubahan ekonomi yang terjadi.
58
Di sinilah mulai suatu daerah menjadi suatu destinasi wisata yang
ditandai oleh mulai adanya promosi.
iii. Ketiga, development phase (pembangunan). Pada fase ini, investasi
dari luar mulai masuk serta mulai munculnya pasar wisata secara
sistematis. Daerah semakin terbuka secara fisik, advertensi (promosi)
semakin intensif, fasilitas lokal sudah tersisih atau digantikan oleh
fasilitas yang benar-benar touristic dengan standar internasional, dan
atraksi buatan sudah mulai dikembangkan untuk menambahkan atraksi
yang asli alami. Berbagai barang dan jasa impor menjadi keharusan
termasuk tenaga kerja asing untuk mendukung perkembangan
pariwisata yang pesat.
iv. Keempat, consolidation phase (konsolidasi). Pada fase ini, peristiwa
sudah dominan dalam strukrur ekonomi daerah dan dominasi ekonomi
ini dipegang oleh jaringan internasional atau major chains and
franchise. Jumlah kunjungan wisatawan masih naik tetapi pada tingkat
yang lebih rendah. Pemasaran semakin gencar dan diperluas untuk
mengisi berbagai fasilitas yang sudah dibangun. Fasilitas lama sudah
mulai ditinggalkan.
v. Kelima, stagnation phase (stagnasi). Pada fase ini, kapasitas berbagai
faktor sudah terlampaui di atas daya dukung sehingga menimbulekan
masalah ekonomi, sosial, dan lingkungan. Kalangan industri sudah
mulai bekerja berat untuk memenuhi kapasitas dari fasilitas yang
dimiliki khususnya dengan mengharapkan repeater guests atau wisata
konvensi/bisnis. Selain itu, atraksi buatan sudah mendominasi straksi
asli alami (baik budaya maupun alam), citra awal sudah mulai
meluntur, dan destinasi sudah tidak lagi popular.
vi. Keenam, decline phase (penurunan). Pada fase ini, wisatawan sudah
beralih ke destinasi wisata baru atau pesang dan yang tinggal hanya
‘sia-sia’, khususnya 22 wisatawan yang hanya berakhir pekan. Banyak
fasilitas pariwisata sudah berlatih atau dialihkan fungsinya untuk
kegiatan non-pariwisata, sehingga destinasi semakin tidak menarik
59
bagi wisatawan. Partisipasi lokal mungkin meningkat lagi terkait
dengan harga yang merosot turun dengan melemahnya pasar. Destinasi
bisa berkembang menjadi destinasi kelas rendah (a tourism slum) atau
sama sekali secara total kehilangan diri sebagai destinasi wisata.
vii. Ketujuh, rejuvenation phase (peremajaan). Pada fase ini, perubahan
secara dramatis bisa terjadi (sebagai hasil dari berbagai usaha dari
berbagai pihak) menuju perbaikan atau peremajaan. Peremajaan ini
bisa terjadi karena adanya inovasi dalam pengembangan produk baru
dan menggali atau memanfaatkan sumber daya alam dan budaya yang
sebelumnya belum dimanfaatkan.
60
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Purwakarta
Lambang Kabupaten PurwakartaMoto: Wibawa Karta Raharja
Peta lokasi Kabupaten PurwakartaKoordinat: 107o30'-107o40'BT dan 6o25'-
6o45'LS
Provinsi Jawa Barat
Dasar hukum
UU RI Nomor 4 Tahun 1968
Ibu kota Purwakarta
Pemerintahan
- Bupati H. Dedi Mulyadi, S.H.
61
- DAU Rp. 722.162.721.000.-(2013)[1]
Luas 971,72 km2
Populasi
- Total 845.509 jiwa (2009)[2]
- Kepadatan
870,12 jiwa/km2
Demografi
- Kode area telepon
0264
Pembagian administratif
- Kecamatan
17
- Kelurahan
192
Simbol khas daerah
- Situs web
http://www.purwakartakab.go.id
Gambar 1.9 Informasi Kota Purwakarta
Kabupaten Purwakarta, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa
Barat, Indonesia. Ibu kota Kabupaten Purwakarta terletak di Purwakarta dan
berjarak ±80 km sebelah timur Jakarta. Masa pendirian Republik Indonesia,
Purwakarta dikenal sebagai tempat kelahiran beberapa negarawan dan pemimpin
besar asal Jawa Barat. Di antaranya adalah Pahlawan Nasional Kusumah
Atmaja (Ketua pertama Mahkamah Agung Republik Indonesia) dan Ipik
Gandamana(Bupati pertama Kabupaten Bogor, Gubernur Jawa Baratdan Menteri
Dalam Negeri).Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Karawangdi
bagian Utaradan sebagian wilayah Barat, Kabupaten Subangdi bagian Timur dan
sebagian wilayah bagian Utara, Kabupaten Bandung Baratdi bagian Selatan,
dan Kabupaten Cianjur di bagian Barat Daya. Kabupaten Purwakarta berada pada
62
titik-temu tiga koridor utama lalu-lintas yang sangat strategis, yaitu Purwakarta-
Jakarta, Purwakarta-Bandung dan Purwakarta-Cirebon.
Luas wilayah Kabupaten Purwakarta adalah 971,72 km² atau sekira 2,81%
dari luas wilayah Provinsi Jawa Barat berpenduduk 845.509 jiwa (Proyeksi
jumlah penduduk tahun 2009dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar
2,28% per-tahun. Jumlah penduduk laki-laki adalah 420.380 jiwa, sedangkan
jumlah penduduk perempuan adalah 425.129 jiwa.Kabupaten Purwakarta
memiliki motto Wibawa KartaRaharja. "Wibawa" berarti berwibawa atau
penuh kehormatan, "Karta" berarti ramai atau hidup, dan "Raharja' berarti keadaan
sejahtera atau makmur. Sehingga “Wibawa Karta Raharja” dapat diartikan sebagai
daerah yang terhormat/berwibawa, ramai/hidup, serta makmur atau sejahtera.
Kabupaten Karawang dengan ibukota Purwakarta berjalan sampai dengan
tahun 1949. Pada tanggal 29 Januari 1949 dengan Surat Keputusan Wali Negeri
Pasundan Nomor 12, Kabupaten Karawang dipecah dua yakni Karawang Bagian
Timur menjadi Kabupaten Purwakarta dengan ibu kota di Subang dan Karawang
Bagian Barat menjadi Kabupaten Karawang. Berdasarkan Undang-undang nomor
14 tahun 1950, tentang pembentukan daerah kabupaten dalam lingkungan
Provinsi Jawa Barat, selanjutnya diatur penetapan Kabupaten Purwakarta, dengan
ibu kota Purwakarta, yang meliputi Kewedanaan Subang, Sagalaherang,
Pamanukan, Ciasem dan Purwakarta.
Kondisi iklim di Kabupaten Purwakarta termasuk pada zona
iklim tropisdengan rata-rata curah hujan3.093 mm/tahun dan terbagi ke dalam 2
wilayah zona hujan, yaitu: zona dengan suhu berkisar antara 22o-28oC dan zona
dengan suhu berkisar 17o-26oC.
Sebelum penjajahan Belanda
63
Keberadaan Purwakarta tidak terlepas dari sejarah perjuangan melawan
pasukan VOC. Sekitar awal abad ke-17 Sultan Mataram mengirimkan pasukan
tentara yang dipimpin oleh Bupati Surabaya ke Jawa Barat. Salah satu tujuannya
adalah untuk menundukkan Sultan Banten. Tetapi dalam perjalanannya bentrok
dengan pasukan VOC sehingga terpaksa mengundurkan diri.
Setelah itu dikirimkan kembali ekspedisi kedua dari Pasukan Mataram di
bawah pimpinan Dipati Ukur serta mengalami nasib yang sama pula. Untuk
menghambat perluasan wilayah kekuasaan kompeni (VOC), Sultan Mataram
mengutus Penembahan Galuh (Ciamis) bernama R.A.A. Wirasuta yang bergelar
Adipati Panatayuda atau Adipati Kertabumi III untuk menduduki Rangkas
Sumedang (Sebelah Timur Citarum). Selain itu juga mendirikan benteng
pertahanan di Tanjungpura, Adiarsa, Parakansapi dan Kuta Tandingan. Setelah
mendirikan benteng tersebut Adipati Kertabumi III kemudian kembali ke Galuh
dan wafat. Nama Rangkas Sumedang itu sendiri berubah menjadi Karawang
karena kondisi daerahnya berawa-rawa (Sunda : "Karawaan").
Sultan Agung Mataram kemudian mengangkat putera Adipati Kertabumi
III, yakni Adipati Kertabumi IV menjadi Dalem (bupati) di Karawang pada tahun
1656. Adipati Kertabumi IV ini juga dikenal sebagai Raden Adipati
Singaperbangsa atau Eyang Manggung, dengan ibu kota di Udug-udug.
Pada masa pemerintahan R. Anom Wirasuta putera Panembahan
Singaperbangsa yang bergelar R.A.A. Panatayuda I antara Tahun 1679 dan 1721
ibu kota Karawang dari Udug-udug pindah ke Karawang, dengan daerah
kekuasaan meliputi wilayah antara Cihoe (Cibarusah) dan Cipunagara.
Pemerintahan Kabupaten Karawang berakhir sekitar tahun 1811-1816
sebagai akibat dari peralihan penguasaan Hindia-Belanda dari Pemerintahan
Belanda kepada Pemerintahan Inggris.
64
Gambar 2.0 Masjid Agung Purwakarta pada tahun 1920-1935 (dibangun
atas perintah Raden Tumenggaung Aria Sastradipura I, bupati ke-12,
menjabat tahun 1854-1863)
Antara tahun 1819-1826 Pemerintahan Belanda melepaskan diri dari
Pemerintahan Inggris yang ditandai dengan upaya pengembalian kewenangan dari
para Bupati kepada Gubernur Jendral Van Der Capellen. Dengan demikian
Kabupaten Karawang dihidupkan kembali sekitar tahun 1820, meliputi wilayah
tanah yang terletak di sebelah Timur sungai Citarum/Cibeet dan sebelah Barat
sungai Cipunagara.Dalam hal ini kecuali Onder Distrik Gandasoli, sekarang
Kecamatan Plered pada waktu itu termasuk Kabupaten Bandung. Sebagai Bupati I
Kabupaten Karawang yang dihidupkan kembali diangkat R.A.A. Surianata
dari Bogordengan gelar Dalem Santri yang kemudian memilih ibukota kabupaten
di Wanayasa.
Gambar 2.1 Pendopo Kabupaten Purwakarta Tahun 2009
65
Pembagian administratif
Pada tahun 1968, berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1968 tentang
Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang SK Wali Negeri
Pasundan diubah dan ditetapkan Pembentukan Kabupaten Purwakarta dengan
Wilayah Kewedanaan Purwakarta di tambah dengan masing-masing dua desa dari
Kabupaten Karawang dan Cianjur sehingga pada tahun 1968 Kabuapten
Purwakarta hanya memiliki 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Purwakarta, Plered,
Wanayasa dan Campaka dengan jumlah desa sebanyak 70 desa. Untuk selanjutnya
dilaksanakan penataan wilayah desa, kelurahan, pembentukan kemantren dan
peningkatan status kemantren menjadi kecamatan yang mandiri. Maka saat itu
Kabupaten Purwakarta memiliki wilayah: 183 desa, 9 kelurahan, 8 kamantren dan
11 kecamatan.
Berdasarkan perkembangan Kabupaten Purwakarta, pada tahun 1989 telah
dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 821.26-672 tanggal
29 Agustus 1989 tentang lahirnya lembaga baru yang bernama Wilayah Kerja
Pembantu Bupati Purwakarta Wilayah Purwakarta yang meliputi Wilayah
Kecamatan Purwakarta, Kecamatan Jatiluhur, Kecamatan Campaka, Perwakilan
Kecamatan Cibungur yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta berada
di Purwakarta. Sedangkan wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Plered
meliputi wilayah Kecamatan Plered, Kecamatan Darangdan, Kecamatan
Tegalwaru, Kecamatan Maniis, Kecamatan Sukatani yang pusat kedudukan
Pembantu Bupati Purwakarta berada di Plered. Wilayah kerja Pembantu Bupati
Wilayah Wanayasa yang meliputi Kecamatan Wanayasti Kewedanaan Subang,
Sagalaherang, Pamanukan, Ciasem dan Purwakarta. Pada tahun 1968,
berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1968[3] tentang Pembentukan Kabupaten
Purwakarta dan Kabupaten Subang yang telah diresmikan pada tangga 31 Januari
1990 oleh Wakil Gubernur Jawa Barat. Setelah diberlakukannya UU No. 22 tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah, serta dimulainya pelaksanaan Otonomi
Daerah di Kabupaten Purwakarta tepatnya pada tanggal 1 Januari 2001. Serta
66
melalui Peraturan Daerah No. 22 tahun 2001, telah terjadi restrukturisasi
organisasi pemerintahan di Kabupaten Purwakarta.
No Kecamatan Jumlah Kel/Desa Luas Wilayah Jumlah Penduduk
1Babakan
Cikao9 42,40 km² 41.838 jiwa
2 Bojong 14 68,69 km² 46.916 jiwa
3 Bungursari 10 54,66 km² 43.349 jiwa
4 Campaka 10 43,60 km² 39.214 jiwa
5 Cibatu 10 56,50 km² 27.711 jiwa
6 Darangdan 15 67,39 km² 61.499 jiwa
7 Jatiluhur 10 60,11 km² 61.744 jiwa
8 Kiara Pedes 10 52,16 km² 26.799 jiwa
9 Maniis 8 71,64 km² 30.981 jiwa
10 Pasawahan 12 36,96 km² 41.002 jiwa
11 Plered 16 31,48 km² 73.114 jiwa
12 Pondok Salam 11 44,08 km² 28.497 jiwa
13 Purwakarta 10 24,83 km² 169.252 jiwa
14 Sukasari 5 92,01 km² 15.306 jiwa
15 Sukatani 14 95,43 km² 65.570 jiwa
16 Tegalwaru 13 73,23 km² 47.296 jiwa
17 Wanayasa 15 56,55 km² 40.465 jiwa
Tabel 1.1 Data Kabupaten Purwakarta
Geologi dan Geohidrologi :
Kondisi geologi daerah Purwakarta terdiri dari batuan sedimen klastik,
berupa batu gamping (kapur), batu lempung, batu pasir dan batuan vulkanik
67
seperti tuf, breksi vulkanik, batuan beku terobosan, batu lempung napalan,
konglomerat dan napal. Untuk jenis batuan beku terobosan meliputi andesit,
diorite, vetrofir, basal dan gabro. Batuan ini umumnya bertebaran di bagian barat
daya wilayah Kabupaten Purwakarta. Jenis Batuan napal atau batu pasir kuarsam
merupakan batuan yang tertua di wilayah Kabupaten Purwakarta yang sebarannya
terdapat di tepi Bendungan Jatiluhur (Bendungan Ir. H Djuanda).
Sedangkan batu lempung yang usianya lebih muda (miosen) tersebar di
sekitar wilayah barat laut dan bagian timur Kabupaten Purwakarta berikut
endapan bekas gunung api tua yang berasal dari gunung Burangrang dan Gunung
Sunda, yaitu berupa tuf, lava andesit basalitis, breksi vulkanik dan lahar. Pada
bagian permukaan batuan itu terdapat endapan hasil erupsi gunung api muda yang
meliputi batu pasir, lahar, lapili, breksi lava basal, aglomerat tufan, pasir tufa,
lapili dan laca scoria.
Berdasarkan kondisi dan jenis batuan di atas, maka di wilayah Kabupaten
Purwakarta terdapat kandungan geologi berupa batu kali batu andesit, batu
gamping (kapur), tanah lempung, pasir, pasir kuarsa, pasir batu (sirtu), tras, fosfat,
barit dan batu gips. Sebagian besar jenis tanah adalah tanah latosol dan sebagian
kecil adalah tanah aluvial, andosol, grumosol, litosol, podsolik dan regosol.
Berdasarkan potensi yang dipaparkan di atas telah mendorong munculnya
kegiatan pertambangan di Kabupaten Purwakarta.
Daerah Aliran Sungai
Purwakarta berada pada cekungan Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum
dengan kemiringan 0-40% dan DAS Cilamaya. Hal itu sangat berpengaruh pada
hidrologi dan sistem drainase daerah Purwakarta. Pada cekungan itu dibangun
Bendungan Ir. H. Djuanda di Jatiluhur (7.757 ha.) dan Cirata (1.182 ha.), yang
berfungsi sebagai irigasi, pembangkit tenaga listrik, juga sebagai sumber air
minum DKI Jakarta. Luas kedua bendungan tersebut setara dengan 9,19% luas
68
wilayah Kabupaten Purwakarta. Pembanguan bendungan tersebut dimungkinkan
oleh keberadaan sejumlah sungai.
Berdasarkan Basis Data Lingkungan Hidup, sungai-sungai di Kabupaten
Purwakarta adalah (1) Sungai Cilamaya yang merupakan Induk Sungai (orde 1 di
DAS) dengan panjang 62 Km, lebar rata-rata 30 m, dan debit air 366 m3/detik.
Sungai Cilamaya ini mempunyai orde 2 di DAS yaitu antara lain: Sungai Ciracas,
Sungai Cijambe, Sungai Cisaat, Sungai Cibongas, Sungai Cilandak, dll. (2)
Sungai Cikao, yang merupakan Induk Sungai (orde 1 DAS) dengan panjang
sungai 45 Km, lebar 40 m. Sungai Cikao terdiri dari beberap[a sungai orde 2
DAS, yaitu antara lain: Sungai Cigintung, Sungai Cigadung, Sungai Cikembang,
Sungai Cicadas, Sungai Cigajah, Sungai Cisitu, Sungai Cibingbin, Sungai
Cigorogoy, Sungai Ciledug, Sungai Citajur, Sungai Cigalugur, Sungai Cinangka,
dll. (3) Sungai Cilangkap, yang merupakan Induk Sungai (orde 1 DAS) dengan
panjang 16 Km, lebar 4 m. Sungai ini mempunyai orde 2 di DAS yaitu Sungai
Cioray dan Sungai Cijalu. (4) Sungai Ciampel yang merupakan Induk Sungai
(orde 1 DAS) dengan panjang 14 Km dan lebar sungai 4 m. Sungai Ciampel ini
mempunayi orde 2 di DAS, yaitu Sungai Cikapuk, Sungai Sumurbeunying,
Sungai Cilabuh, Sungai Ciwaru dan Sungai Cikantong.
Sosial-Budaya di Purwakarta :
Seperti pada umumnya masyarakat yang berdomisili di bagian tengah
Jawa Barat, pola kehidupan masyarakat Kabupaten Purwakarta didominasi oleh
kultur budaya Sunda. Sejalan dengan perkembangan zaman yang ditandai oleh
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, masyarakat Purwakarta
banyak dipengaruhi oleh budaya asing.Namun demikian, budaya masyarakat pada
dasarnya tetap bernuansa budaya Sunda dan nilai-nilai agama, terutama agama
Islam. Mayoritas penduduk Kabupaten Purwakarta adalah pemeluk Agama Islam
(muslim) dan sisanya adalah non-muslim. Dengan kata lain, penduduk Purwakarta
adalah masyarakat beragama.
69
Obyek wisata
Waduk Jatiluhur, dengan luas 8.300 ha terletak ±9 km dari kota Purwakarta
menawarkan sarana rekreasi dan olahraga air yang lengkap dan menarik
seperti :dayung, selancar angin, ski air, power boating, perahu layar, dan kapal
pesiar. Fasilitas yang tersedia adalah hotel dan bungalow, bar dan restoran,
lapangantenis, kolam renang dengan water slide, gedung pertemuan dan
playground. Bagi wisatawan remaja, tersedia pondok remaja serta lahan yang
cukup luas untuk kegiatan outbond dan perkemahan yang letaknya
diperbukitan diteduhi pepohonan. Di perairan Waduk Jatiluhur ini juga
terdapat budi daya ikan keramba jaring apung yang menjadi daya tarik
tersendiri. Di waktu siang atau malam kita dapat memancing sambil
menikmati ikan bakar. Khusus untuk educational tourism, yang ingin
mengetahui seluk beluk waduk ini, Perum Jasa Tirta II menyediakan tenaga
ahli.
Waduk Cirata, dengan luas 62 km2 berada pada ketinggian 223 m DPL
dikelilingi oleh perbukitan. Jika melakukan perjalanan dari kota Purwakarta
melalui Plered, akan tiba di Cirata dalam waktu ±40 menit dengan jarak
sejauh 15 km. Dalam perjalanan akan melewati pusat
perdagangan peuyeum Bendul dan Sentra Industri Keramik Plered disamping
menikmati keindahan alam di sepanjang jalan Plered-Cirata.
Situ Wanayasa adalah danau alam yang berada pada ketinggian 600 m DPL
dengan luas 7 ha, terletak ±23 km dari kota Purwakarta dengan udara yang
sejuk berlatar belakang Gunung Burangrang.
Sumber Air Panas Ciracas. Terletak ±8 km dari Situ Wanayasa berlokasi di
kaki bukit dikelilingi oleh pepohonan dan hamparan sawah dengan udara yang
sejuk. Terdapat sekitar 12 titik sumber mata air panas.
Air terjun Curug Cipurut dapat ditempuh dengan berjalan kaki sepanjang ±
3 km ke arah Selatan kota Wanayasa, merupakan tempat yang nyaman untuk
rekreasi baik hiking maupun camping ground. Berada pada ketinggian 750 m
DPL.
70
Badega Gunung Parang adalah objek wisata alam yang menyediakan sarana
untuk rock climbing. Terletak 28 km dari kota Purwakarta berada pada
ketinggian 983 m DPL.
Gambar 2.2 Tebing bagian barat Gunung Parang, Purwakarta
Gua Jepang berlokasi ±28 Km dari kota Purwakarta, memiliki ketinggian
sekitar 700 m DPL, dikelilingi perkebunanteh,pohon
pinus, cengkeh,manggis dan termasuk dalam kawasan puncak Gunung
Burangrang. Gua Jepang merupakan gua buatan yang dibangun oleh Jepang
(Romusha) sekira tahun 1943 untuk digunakan sebagai tempat
persembunyian.
Desa Wisata Bojong terletak di Desa Pasanggrahan Kecamatan Bojong
±35 km dari Kota Purwakarta, berada pada ketinggian ±650 m DPL
dikelilingi pepohonan, bukit, hamparan sawah, pemandangan alam Gunung
Burangrang dan areal perkebunan rakyat.
Wisata Via Ferrata Wisata panjat tebing dengan menaiki tangga besi yang
dilengkapi alat pengaman khusus bernama lanyard double system, dengan
adanya teknik mendaki seperti Via Ferrata ini memungkinkan semua orang
dapat memanjat Tebing parang tanpa mempunyai kemampuan khusus, Berada
di Tebing Parang, Desa Pasanggrahan, Dusun Cirangkong.
71
Situ Buleud, adalah danau seluas 4 ha berbentuk bulat yang terletak di tengah
kota Purwakarta. Situ buleud merupakan landmark Purwakarta. Konon Situ
Buleud tempo dulu merupakan tempat "pangguyangan"
(mandi/berendam) badak, kemudian pada masa pemerintahan kolonial
Belanda dijadikan sebagai tempat peristirahatan. Nantinya Situ Buleud akan
dibangun museum bawah tanah dan taman air mancur siliwangi seperti di
singapura.
Desa Wisata Sajuta Batu, terletak di Desa Pasanggrahan Kecamatan
Tegalwaru, salah satu tujuan wisata alam di Purwakarta, dengan suasana khas
pedesaan Purwakarta. terdapat berbagai jenis objek wisata tersedia, antaralain,
wisata rekreasi dengan jelajah desa dan kampung dengan suguhan panorama
alam yang masih asli, wisata mancing, wisata ziarah dan trekking, panjat
tebing di Gunung Parang (Gunung batu andesit terbesar di Indonesia) dan
menelusuri cerita rakyat Jonggrang Kalapitung di Gunung Bongkok,
menelusuri Goa Bolong Gunung Parang serta terdapat sarana bumi
perkemahan dan area off road di area Gunung Salasih.
Wisata budaya
Gedung Negara, dibangun tahun 1854 pada masa kolonial Belanda dengan
gaya arsitektur Eropa. Kini Gedung Negara menjadi Kantor Bupati
Purwakarta.
Gedung Karesidenan, seusia dengan Gedung Negara dibangun pada zaman
pemerintahan kolonial Belanda. Kini menjadi Kantor Badan Koordinasi
Wilayah IV terletak di Jalan KK. Singawinata.
Mesjid Agung, terletak di samping Gedung Negara dibangun pada tahun
1826 pada masa kolonial Belanda. Mesjid ini mulai dipugar pada tahun 1993
dengan tetap mempertahankan bentuk asli dan nilai sejarahnya, kemudian
diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat pada tahun 1995.
Sentra Industri Keramik Plered, terletak di Desa Anjun ±13 km dari kota
Purwakarta. Industri ini diperkirakan sudah ada sejak tahun 1904
menghasilkan keramik berkualitas diekspor ke manca negara antara
72
lain Jepang, Belanda, Thailand, dan Singapura. Jenis keramik yang dihasilkan
antara lain gerabah,terakota dan porselen.
Industri Kain Songket, diproduksi oleh PT. Sinar sejak tahun 1956 untuk
di ekspor ke Brunei dan konsumsi dalam negeri.
Kesenian Buncis dan Domyak merupakan kesenian khas Purwakarta
disamping wayang golek, celempungan, tari-tarian, degung, ketuk
tilu, jaipongan, tungbrung, reog, calung dan kesenian-kesenian daerah lainnya.
Wisata Ziarah
Makam RA. Suriawinata. Seorang pendiri kota Purwakarta yang meninggal
tahun 1827, dia merupakan Bupati Karawang ke-9 dimakamkan di tengah Situ
Wanayasa.
Makam Baing Yusuf adalah makam Syech Baing Yusuf yang meninggal
pada tahun 1856 terletak di belakang Mesjid Agung Purwakarta. Dia adalah
merupakan seorang ulama besar pada zamannya bermukim di Kaum
(Paimbaran Mesjid Agung) Purwakarta dan mendirikan pondok pesantren.
Makam Mama Sempur adalah makam Syekh Tubagus Ahmad Bakri as-
Sampuri Makam keramat Sempur adalah Makam Mama Sempur, Dia adalah
seorang tokoh agama Islam yang disegani dan terkemuka, sehingga sekarang
banyak pengunjung berziarah ke makam tersebut. Letaknya di Sempur-Plered,
14 km dari kota Purwakarta.
Wisata Buatan
Taman Sri Baduga Air mancur Taman Sri Baduga yang menjadi Ikon Baru
Purwakarta ini digadang-gadang sama persis dengan Air Mancur Wing Of
Time yang berda di Singapura. Tak hanya itu Air mancur Taman Sri Baduga
yang di klaim sebagai Air Mancur terbesar di Indonesia ini pada di bagian
utara hingga selatan juga disambungkan oleh sejumlah air mancur. Sementara
tepat ditengah danau, terdapat 4 patung harimau dan 1 patung Sri Baduga
Maharaja .
73
Makanan
Sate Maranggi
Yang membedakan dengan sate lainnya adalah bumbu kecapnya yang diolah
hingga memiliki cita rasa unik-asam, manis, pedas. Disamping sate maranggi,
banyak juga terdapat rumah-rumah makan khas Sunda yang menyajikan ikan
bakar, pepes, ayam goreng, ayam bakar (bakakak), lengkap
dengan sambaldadakan.
Soto Sadang
Soto ini dinamakan Soto Sadang, karena memang lokasi awalnya terletak di
Sadang, Purwakarta. Tepatnya di persimpangan jalan raya menuju Jakarta
dengan rel kereta api. Tapi semenjak dibangunnya jalan layang, rumah makan
ini pindah ke arah kota Purwakarta, yaitu di Jalan Veteran.
Oleh-oleh
Simping
Makanan ini bentuknya berupa lembaran pipih, bundar tipis, biasanya
berwarna putih, dan rasanya gurih. Terbuat dari tepung beras yang diberi
beberapa bumbu.
Peuyeum bendul
Gula aren Cikeris
Manisan pala
Teh hijau
Colenak
Opak
Browyeum (Brownies Peuyeum)
Oleh-oleh ini adalah hasil inovasi dari peuyeum bendul yang di padukan dengan
brownies, sehingga menghasilkan citarasa yang khas,dan dapat diperoleh di
Perum Bukit Panorama Indah, belakang Polres.
74
Pahlawan dan Negarawan
Kusumah Atmaja (lahir di Purwakarta, 1898, wafat tahun 1592), Ketua
pertama Mahkamah Agung Republik Indonesia (1945-1952)
Ipik Gandamana (lahir di Purwakarta, 1906), Gubernur Jawa Barat periode
(1956-1959), Menteri Dalam Negeri (1959-1964)
Ahmad Tirtosudiro (lahir di Plered, Purwakarta, 1922, wafat, tahun 2011),
Ketua Dewan Pertimbangan Agung RI (1999-2003)
Ade Komarudin (lahir di Purwakarta, 1965), Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
RI
Ahmadi Noor Supit, (lahir di Purwakarta, 1957) Ketua Badan
Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat RI (2014-2019)
Danny Setiawan (lahir di Purwakarta, 1945), Gubernur Jawa Barat 2003-2008
Nanan Soekarna (lahir di Purwakarta, 1955), Wakil Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia (2011-2013)
Seniman
Upit Sarimanah (lahir di Purwakarta, 1926, wafat tahun 1992), pesinden
Abas Alibasyah Natapriyana (lahir di Purwakarta, 1928), pelukis dan pendidik
Heri Hendrayana Harris atau Gol A Gong (lahir di Purwakarta, 1963), penulis
dan aktivis gerakan literasi
Ferry Curtis (lahir di Purwakarta, 1990), musisi dan aktivis gerakan literasi
Ringgo Agus Rahman (lahir di Purwakarta, 1982). aktor dan comedian
Atlet
Eka Ramdani, (lahir di Purwakarta, 1984), pesepakbola
Johan Herman Bernhard Kuneman, (1886-1945), pesepakbola Belanda
Salim Alaydrus, (lahir di Purwakarta, 1977), pesepakbola
Shahar Ginanjar, (lahir di Purwakarta, 1990), pesepakbola
75
Organisasi dan Kelembagaan
Unit Kepariwisataan Waduk Jati Luhur dipimpin oleh Kepala Unit
Kepariwisataan, yang terdiri dari tiga seksi utama, yaitu Seksi Umum dan
Keuangan, Seksi Hotel dan Pemasaran, dan Seksi Rekreasi (Gambar 32). Seksi
Umum membawahi Urusan Umum dan Kepegawaian, Urusan Anggaran, Urusan
Gudang dan Inventaris, Urusan Akuntansi, Bendahara, dan Urusan Pemeliharaan.
Seksi Hotel dan Pemasaran membawahi Urusan Tata Boga, Urusan Tata Graha,
dan Urusan Promosi dan Penjualan. Seksi Rekreasi membawahi Urusan Tiket dan
Pemandu, dan Urusan Jatiluhur Water World dan Penataan Area. Adapun dalam
menjalankan pengelolaan kawasan wisata, Waduk Jati Luhur menggunakan sistem
kontrak seperti pemeliharaan taman (CV Tunas Mekar), hotel dan bungalow
(Koperasi), pemeliharaan lingkungan (PP Info), dan jasa parkir (JatiMandiri).
Secara umum, kepemilikan lahan kawasan dipegang oleh Perum Jasa Tirta
II, yang di dalamnya terdapat unit-unit usaha meliputi Unit Usaha Pelistrikan,
Unit Usaha Air baku, dan Unit Usaha Kepariwisataan. Adapun dalam pengelolaan
area dan fasilitas, Waduk Jati Luhur menyewakan lahan kepada masyarakat yang
ingin membangun pondok-pondok ikan bakar, pelelangan ikan, ataupun
pemukiman, sehingga area tersebut bukan merupakan wewenang Waduk Jati
Luhur untuk dikelola. Dalam mengkoordinasikan seksi-seksi kepariwisataan perlu
dilakukan pembenahan dan pengembangan koordasi sampai dengan tugas-tugas
terkecil untuk memberikan pelayanan yang representatif bagiwisatawan.
76
Gambar 2.3 Struktur organisasi Unit Kepariwisataan
77
3.2 Waduk Jatiluhur
Gambar 2.4 Denah Waduk Jatiluhur
Tabel 1.1 Penjelasan denah Waduk Jatiluhur
Waduk Jatiluhur, dengan luas 8.300 ha terletak ±9 km dari kota
Purwakarta menawarkan sarana rekreasi dan olahraga air yang lengkap dan
menarik seperti : dayung, selancar angin, ski air, power boating, perahu layar,
dan kapal pesiar. Fasilitas yang tersedia adalah hotel dan bungalow, bar
78
dan restoran, lapangan tenis, kolam renangdengan water slide, gedung pertemuan
dan playground. Bagi wisatawan remaja tersedia pondok remaja serta lahan yang
cukup luas untuk kegiatan outbond danperkemahanyang letaknya diperbukitan
diteduhi pepohonan. Di perairan WadukJatiluhur ini juga terdapat budi daya ikan
keramba jaring apungyang menjadi daya tarik tersendiri. Di waktu siang atau
malam kita dapat memancing sambil menikmati ikan bakar. Khusus
untuk educational tourism, yang ingin mengetahui seluk beluk waduk ini,Perum
Jasa Tirta IImenyediakan tenaga ahli.
Sejarah & Latar Belakang
• Peletakan batu pertama pembangunan oleh Presiden Soekarno.
• Mulai dibangun tahun 1957 dan selesai tahun 1967, berdasarkan pada
tulisan Prof. Dr. Ir. W.J Blommestein (1948), kemudian dikaji ulang oleh
Ir. Van Schravendijk dan Ir. Abdoelah Angudi.
• Perencanaan dan Pengawasan oleh Coyne et Bellier, Perancis, Pelaksanaan
oleh Compagnie Francaise d’Enterprise, Paris – Perancis.
• Diresmikan 26 Agustus 1967 oleh Presiden Soeharto.
Manfaat Waduk Jatiluhur :
• Penyediaan air untuk irigasi seluas 242.000 ha.
• Menyediakan air baku DKI.
• Pembangkitan listrik kapasitas 187,5 MW.
• Pengendalian banjir di Karawang dan sekitarnya.
• Perikanan darat.
• Pengembangan pariwisata dan olahraga air
79
Lokasi Waduk Jatiluhur
Berjarak ±100 km tenggara Jakarta dan ±60 km barat laut Bandung.
Data Teknis
1. Bendungan Utama
a) Rockfill with inclined clay core.
b) Tinggi 105 m, panjang 1.220 m, elevasi puncak +114,5 m,
volume urugan 9,1 jt m3.
Gambar 2.5 Denah Bendungan Utama
Gambar 2.6 Penampang Melintang
80
Gambar 2.7 Penampang Melintang Melalui Menara
2. Menara Pelimpah Utama
Gambar 2.8 Denah Atas dan Penampang Menara
a) Tinggi 110 m, dia. 90 m dan elevasi puncak +114,5 m.
b) Tipe morning glory, elevasi mercu +107,0 m, panjang pelimpah 151,5 m,
jendela 14 buah.
c) Kapasitas maks 3.000 m3/s di TMA +111,6 m.
d) Memiliki 2 buah pintu/katup ‘hollowjet’ berkapasitas 270 m3/s untuk
suplesi irigasi.
81
3. Waduk
Volume tampungan 2,44 milyar m3 pada TMA + 107 m dengan
luas genangan 8.300 ha. Daerah tangkapan keseluruhan seluas 4.500
km2, sedangkan luas daerah tangkapan yang langsung ke Waduk Ir. H.
Djuanda 380 km2 (8%).
Gambar 2.9 Foto Waduk
4. Bendungan Pelana
Berjumlah 4 buah dengan tipe Homogenous Earth fill dengan
penutup menggunakan batu andesit dan di beberapa tempat
menggunakan chimney Drain. Elevasi puncak bendungan pelana
+114,5 m.
a) Pasirgombong Barat (panjang 1.950 m, tinggi maks 19,0 m).
b) Pasirgombong Timur (400 m, 15,0 m).
c) Ciganea (330 m, 12,5 m).
d) Ubrug (550 m, 17,0 m), dilengkapi dengan pelimpah bantu.
82
5. Pelimpah Bantu Ubrug.
Lantai pelimpah +102 m, pintu 4 buah, lebar 12,4 m, Kapasitas
pelimpah 2.000 m3/s.
Gambar 3.0 Denah Bendungan Pelana dan Pelimpah Ubrug
Gambar 3.1 Foto Bendungan Pelana dan Pelimpah Ubrug
Instrumen keselamatan bendungan
Dalam rangka keselamatan Bendungan Ir. H. Djuanda, telah dipasang
instrumen yang berfungsi untuk memantau:
1. Pergerakan
Pergerakan eksternal menggunakan peralatan topografi. Pergerakan
83
internal menggunakan inclinometer. Pemantauan dilakukan secara
bulanan.
2. Tekanan Air Pori
Pemantauan tekanan air pori menggunakan piezometer dilakukan
secara tengah bulanan.
3. Rembesan/Bocoran
Pemantauan rembesan/bocoran menggunakan alat ukur V-Notch,
gelas ukur dan stopwatch, dilakukan secara harian.
4. Getaran
Pemantauan getaran ini secara khusus dimaksudkan untuk
mengukur getaran akibat gempa. Alat yang digunakan adalah
Accelerograph berjumlah 2 buah, dipuncak dan di bawah bendungan.
5. Klimatologi dan Hidrologi
Pencatatan data klimatologi dan hidrologi dilakukan secara khusus
untuk operasi waduk, namun data tersebut berguna juga untuk
mendapatkan korelasi dengan data instrumen lain terkait dengan
keselamatan bendungan. Peralatan yang dimiliki : AWLR, ARR, dan
Evaporasi
Gambar 3.2 Foto peralatan
84
3.2.1. Ekosistem Waduk Jatiluhur
Waduk Jatiluhur merupakan ekosistem air tawar yang terdapat di
Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, tepatnya terletak 9 km dari
pusat Kota Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Kondisi perairan di Waduk
Jatiluhur dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor. Faktor tersebut yang
mempengaruhi diantaranya yaitu:
1. Parameter Fisika
Parameter Fisika Waduk Jatiluhur meliputi, temperatur, tingkat
kecerahan, kedalaman, kekeruhan, dan zat padat terlarut (TDS).
Suhu rata-rata perairan di Waduk Jatiluhur berkisar antara 29-30˚C
dengan tingkat kecerahan berkisar antara 125-175 cm. Kedalaman
waduk ini adalah 37 m dengan kedalaman maksimum 95 m.
Tingkat kekeruhanya berkisar antara 0,3-11 NTU. Nilai TDS rata-
rata Waduk Jatiluhur pada musim hujan maupun kemarau
cenderung stabil yaitu berkisar antara 87.9mg/L – 116,9mg/L.
Dengan kondisi demikian maka dapat dinyatakan bahwa kondisi
perairan Waduk Jatiluhur masih baik digunakan untuk kepentingan
sumber air minum dan perikanan.
2. Parameter Kimia
a. Oksigen Terlarut (DO)
Nilai rata-rata DO di Waduk Jatiluhur yaitu 5,2mg/L
dengan kisaran antara 0,7mg/L – 11,2mg/L. Namun pada
musim dingin rata-rata DO menjadi lebih tinggi karena
input fotosintesis yang lebih besar, sedangkan pada musim
kemarau mengalami sedikit penurunan dari musim hujan.
b. BOD dan COD
Nilai rata-rata BOD Waduk Jatiluhur berkisar antara 0,1-
5,79 mg/L. Hal ini masih tergolong dalam kondisi yang
baik dan sesuai dengan standar baku mutu yang dijinkan.
Sedangkan kandungan COD berkisar antara 6,9-172 mg/L.
85
c. Derajat keasaman (pH)
Rata-rata pH Waduk Jatiluhur adalah tujuh dengan kisaran
4-12. Pada musim hujan nilai pH rata-ratanya adalah 7,25
dengan kisaran 4,3-12. Sedangkan pada musim kemarau
rata-ratanya yaitu 6,75 dengan kisaran 4-9,1. Secara umum
nilai rata-rata pH Waduk Jatiluhur masih layak sebagai
baku air minum.
d. Kandungan Orthofosfat
Kandungan orthofosfat dalam suatu perairan juga
menggambarkan potensi kesuburan perairan, pada
konsentrasi 0,051-0,100mg/L, perairan termasuk kedalam
kesuburan yang baik. Berdasarkan penelitian
nilai orthofosfat Waduk Jatiluhur yaitu 0,051-0,081 mg/L,
sehingga dapat dikategorikan kedalam tingkat kesuburan
yang baik, atau dapat dikatakan perairanya subur.
e. Nitrit ( NO2 )
Nilai rata-rata kandungan nitrit di Waduk Jatiluhur 0.11
mg/L dengan kisaran 0 mg/L – 0,91 mg/L. Pada musim
hujan rata-rata berkisar antara 0,09 mg/L, sedangkan pada
musim kemarau 0,13 mg/L. Apabila dilihat dari kandungan
nitritnya maka perairan Waduk Jatiluhur sudah tidak layak
lagi untuk perikanan.
f. Nitrat ( NO3 )
Nitrat adalah salah satu unsur hara penting bagi organisme
produsen primer di perairan. Jika organisme produsen
sedang aktif melakukan fotosintesis maka kandungan DO
akan meningkat. Akibatnya organisme penyusun produsen
primer di perairan akan memerlukan nitrat dalam jumlah
yang banyak pula sehingga kandungan nitrat yang terukur
86
di air menjadi lebih rendah. Rata-rata kandungan nitrat di
Waduk Jatiluhur 0,345mg/L. Pada musim hujan kandungan
nitrat 0,33mgL, sedangkan pada musim kemarau 0,36mg/L
( Soetrisno,2003 ).
Keanekaragaman hayati di perairan Waduk Jatiluhur meliputi ikan
dan biota lainnya yang terdapat di dalamnya seperti plankton. Jenis-jenis
ikan yang terdapat pada Waduk Jatiluhur diantaranya yaitu Ikan
Nila ( Oreochromis niloticus ), Ikan Mas ( Cyprinus carpio ), Ikan Tawes (
Puntius javanicus ), Ikan Patin (Pangasionodon hypopthalmus ), Ikan
Bandeng ( Chanos chanos ), Ikan Betutu (Oxeyleotris marmorata ), Ikan
Kongo ( Tilapia butikoferi ), Ikan Gabus ( Channa striata), dan Ikan Sepat
jawa ( Trichogaster trichopterus ). Jenis ikan yang dominan adalah Ikan
Nila ( Oreochromis niloticus ), Ikan Mas ( Cyprinus carpio ), Ikan Patin
(Pangasionodon hypopthalmus ), Ikan Bandeng ( Chanos chanos ) dan
Ikan Gabus (Channa striata ). Sedangkan jenis ikan yang biasa
dibudidayakan dengan sistem KJA di Waduk Jatiluhur yaitu, Ikan Mas
( Cyprinus carpio ), Ikan Nila ( Oreochromis niloticus), dan Ikan
Bandeng ( Chanos chanos ). Selain sistem budidaya dengan sistem KJA,
kegiatan perikanan di Waduk Jatiluhur, yaitu perikanan tangkap berskala
kecil dengan menggunakan gill net, jala lempar dan pancing
Salah satu komponen biotik yang penting di perairan selain ikan
yaitu plankton. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Waduk
Jatiluhur paling sedikit dihuni oleh 32 jenis fitoplankton yang terdiri dari
Chlorophyceae, Dynophyceae, Xanthophyceae, Bacillariophyceae,
Cryptophyceae, dan Euglenophyceae. Dari keenam kelas tersebut jumlah
fitoplankton yang paling sedikit yaitu Xanthophyceae, Cryptophyceae,
Euglenophyceae. Kelimpahan fitoplankton di Waduk Jatiluhur berkisar
antara 27.779-43.439 ind/ml, hal ini sebanding dengan waduk-waduk pada
sungai yang sama yakni Waduk Cirata dan Saguling. Komunitas
fitoplankton tersebut berdasarkan kelasnya didominasi oleh
87
Bacillariophyceae (58,3-80,4%), sedangkan berdasarkan genusnya
didominasi oleh Synedra dan Mycrocystis (22,4-33,8%). Selain
fitoplankton juga terdapat zooplankton yang terdapat pada Waduk
Jatiluhur, diantaranya yaitu protozoa dan rotifera. Disamping itu juga
terdapat insekta dan crustacean
Permasalahan yang timbul pada Waduk Jatiluhur akibat
pengelolaan ekosistem waduk yang belum dilaksanakan dengan terpadu
dintaranya adalah pencemaran nutrien yang menyebabkan yutrifikasi.
Pencemaran nutrien tersebut telah memicu pertumbuhan fitoplankton
secara berlebihan sehingga terjadi blooming fitoplankton yang
mengganggu kegiatan wisata air dan mengancam keberlanjutan fungsi
waduk untuk tempat budidaya perikanan. Nutrien utamanya nitrogen (N)
dan fosfor (P) yang terdapat pada Waduk Jatiluhur adalah hasil
dekomposisi limbah organik dari kegiatan di sekitar waduk. Limbah
organik tersebut masuk ke dalam perairan waduk dalam berbagai bentuk
seperti partikel suspensi, koloid dan larutan. Sebagian partikel tersebut
akan mengendap dan sebagian lagi akan masuk ke badan air. Limbah
organik tersebut jika dibiarkan terus menerus, waduk ini pun akan menjadi
eutrofik dan umurnya menjadi pendek, akibat proses sedimentasi bahan
organik di dasar (Ilosangi,2001).
Populasi keramba jaring apung (KJA) yang terus meningkat di
kawasan Waduk Jatiluhur juga merupakan permasalahan yang harus
segera ditangani. Jika kondisi demikian dibiarkan berlangsung terus
menerus maka mutu air waduk jatiluhur akan semakin buruk. Disamping
itu juga menyebabkan korosi pada pintu pelimpas yang seluruhnya terbuat
dari besi dan kematian masal ikan budidaya keramba jaring apung karena
adanya pembalikan massa air. Untuk mencegah kejadian serupa terulang
kembali, seharusnya unit KJA yang beroperasi dikurangi setiap tahunnya
karena semakin lama beroperasi dengan jumlah yang semakin banyak,
maka akumulasi bahan organik di dasar perairan akan semakin banyak
88
3.2.2. Waduk Sebagai Tempat Wisata
Sektor pariwisata yang penulis angkat disini adalah bendungan /
waduk yang merupakan pariwisata alam buatan yang bermanfaat bagi
warga sekitar antara lain: sebagai pemutar generator Pusat Listrik Tenaga
Air (PLTA), yang mana berfungsi sebagai penerangan listrik daerah
sekitar, sebagai pengendalian banjir, bahwa waduk adalah konstruksi yang
dibangun untuk menahan laju air dari beberapa sungai atau tempat
tertampungnya air dari berbagai sungai yang berada didaerah sekitar,
selain itu juga air yang telah dimanfaatkan PLTA dibuang sebagai sarana
irigasi atau dialirkan sebagai sarana pengairan untuk pertanian daerah
sekitar waduk, selain itu kepariwisataan telah menjadi salah satu penghasil
devisa negara kedua setelah migas, maka dari itu pengelolaan terhadap
sektor pariwisata harus di laksanakan secara optimal. Pengembangan
industri pariwisata untuk menyokong pembangunan ekonomi menjadi
bagian dari sebuah gejala ekonomi bisnis yang memerlukan rencana yang
matang dan baik bila ingin sukses. Pengembangan pariwisata tidak bisa
optimal apabila tidak didukung dengan segala aspek, pendukung yang
mempengaruhi seperti pihak pengelola Jasa Tirta (perusahaan). Yaitu
kualitas, kinerja, pendidikan dan profesionalisme kerja staf atau karyawan
pada perusahaan atau pengelola sumber daya manusia yaitu orang-orang
yang meperhatikan dan bisa memanfaatkan dengan baik sesuatu yang ada
tanpa adanya perusakan, pencemaran dan lain-lain dengan upaya
kelestarian atau penggalian sumber daya alam yang baik, dan apabila tidak
ada hubungan timbal balik atau kerjasama yang baik antar sektor, maka
tidak mungkin pengembangan sektor ekonomi (dari pariwisata) bisa
optimal.
Pengelola perusahaan (Pariwisata Waduk Jatiluhur) tersebut
dikelola oleh Perum Jasa Tirta, dimana Perum Jasa Tirta berwenang untuk
mengelola dan mengembangkan industri pariwisata Waduk Jatiluhur.
Perum Jasa Tirta di Selorejo dibagi atas dua divisi, yang pertama adalah
89
divisi pemeliharaan yang bertugas sebagai pengatur air dan Bendungan,
yang ke dua divisi pariwisata (PATA), yang berfungsi sebagai pengatur
fasilitas pariwisata. Perum Jasa Tirta di Selorejo tersebut berada dibawah
naungan Perum Jasa Tirta pusat yang berada di Kota Malang. didalam
mengelola,
Perum Jasa Tirta mempunyai tujuan untuk menjadikan Obyek
Wisata Waduk sebagai salah satu obyek unggulan di Purwokerto, hal ini
dikarenakan tempat wisata tersebut memiliki ciri khas tersendiri, selain
tempatnya yang luas, udara yang masih sejuk, dan fasilitas yang lengkap,
maka Wisata Waduk mampu bersaing dengan wisata-wisata lain di
Indonesia. Adapun perencanaan pengembangan pada sektor pariwisata
pasti mengalami kendala-kendala atau hambatan-hambatan yang cukup
memberikan tantangan tersendiri dalam penerapannya, hambatan tersebut
muncul atau dikarenakan adanya permasalahan dalam proses
pengembangan itu sendiri. Permasalahan utama adalah kelemahan-
kelemahan yang ada, baik dari intern maupun ekstern, yang dimaksud
dengan kelemahan intern yaitu kelemahan yang timbul dari dalam
perusahaan itu sendiri yang berupa masalah kurangnya dana untuk
pengembangan fasilitas wisata dan masalah kwalitas sumber daya manusia
(SDM) staf kariyawan yang kurang mampu untuk menguasai bidang
pariwisata. Sedangkan kelemahan ekstern adalah kelemahan yang datang
dari luar masalah perusahaan yaitu adanya masyarakat setempat yang
kurang mendukung, dalam hal keikutsertaannya untuk memelihara sangat
kurang. Wujut kesejahteraan masyarakat setelah adanya Obyek Wisata.
Waduk adalah di mana adanya upaya dari pihak Perusahaan Umum
Jasa Tirta dalam meningkatkan wisatawan dengan begitu penghasilan
masyarakat dari meningkatnya jumlah pengunjung juga meningkat.
Adanya pertunjukan hiburan seperti orkes dan kesenian kuda lumping
pada saat hari-hari besar dan hari libur juga membuat Obyek Wisata
Waduk Jatiuhur dipadati pengunjung, ini juga sebagai pemicu adanya
peningkatan penghasilan masyarakat, padatnya wisatawan pada hari besar
90
seperti pada hari raya Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru, masyarakat Desa
Pandansari membuka lahan untuk tempat parkir motor, karena tempat
parkir yang disediakan oleh Perum Jasa Tirta pada saat itu tidak memadai.
Untuk mengembangkan bidang ekonomi khususnya pada sektor pariwisata
harus menggunakan rencana yang fleksibel, efisien, efektif dan kreatif,
pengembangan pariwisata tidak terbatas dengan hanya membuat tempat
dan pemanfaatan lingkungan, tetapi pengembangan harus mempunyai misi
dan visi bagaimana suatu tempat itu menjadi obyek wisata yang tidak
hanya indah dan menarik akan tetapi mempunyai ciri khas tersendiri.
Pengembangan dan pemecahan masalah haruslah ditangani secara baik,
pada saat ini maupun pada masa yang akan datang agar prospek dunia
pariwisata dapat dikatakan sangat baik. Melihat sangat pentingnya peranan
obyek wisata untuk menyokong bidang ekonomi
Gambar 3.3 Peta Waduk Jatiluhur
3.2.3. Pengelola Danau dan Waduk
Sesuai dengan UU. No. 7 Tahun 2004 tentang SumberDaya Air,
yang terdiri 3 komponen yaitu konservasi, pemanfaatan dan pengendalian
daya rusak air. Waduk embung, situ dan danau yang merupakan sumber
91
daya air telah banyak banyak mengalami penurunan fungsi dan
kerusakan ekosistem. Hal ini disebabkan oleh karena pengelolan
waduk/danau yang banyak mengalami kendala. Dalam UU-Sumber Daya
Air telah dimanatkan untuk melakukan pengelolaan waduk dengan
melakukan konservasi, pemanfaatan, pengendalian daya rusak air. Selain
itu masih ada peraturan No. 1 Tahun 1997, tentangLingkungan Hidup;
PP.No Tahun 2001, tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran AirPP. No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan
Lindung; Kep. Pres No.123/2001, tentang koordinasi Pengelolaan
Sumber Air pada tingkat Propinsi, Wilayah Sungai, Kabupaten dan
Beserta Keputusan Menteri yang terkait denganpengelolaan sumber daya
air. Walaupun sudah banyak undang–undang atau peraturan yang
diundangkan tentang pengelolaan sumber daya air dan yang terkait
dengan pengelolaan sumber daya air akan tetapi pada kenyataannya
konservasi sumber daya air, pengendalian daya rusak air terhadap sumber
daya air pada danau dan waduk, situ, embung dan sungai masih jauh dari
harapan malahan semakin rusak baik kuantitas maupun kualitas airnya.
PERUM Jasa Tirta II adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang ditugasi untuk menyelenggarakan pemanfaatan umum atas air dan
sumber-sumber air yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat
hidup orang banyak, serta melaksanakan tugas-tugas tertentu yang
diberikan Pemerintah dalam pengelolaan daerah aliran sungai.
Wilayah Kerja Perum Jasa Tirta II mencakup 74 sungai dan anak-
anak sungainya yang menjadi satu kesatuan hidrologis di Jawa Barat
bagian Utara. Daerah kerja Perum Jasa Tirta II berada di Wilayah Sungai
Citarum dan sebagian Wilayah Sungai Ciliwung – Cisadane meliputi
daerah seluas + 12.000 km2.
Wilayah pelayanan Perum Jasa Tirta II pada 2 (dua) Provinsi,
yaitu : Provinsi Jawa Barat danDKI Jakarta yang mencakup sebagianKota
Jakarta Timur Kotamadya Bekasi, Kabupaten Bekasi,Kabupaten
Karawang,Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, sebagianKabupaten
92
Indramayu, sebagianKabupaten Sumedang, Kota Bandung danKabupaten
Bandung, Kota Cimahi sebagian Kabupaten Cianjurdan
sebagianKabupaten Bogor.
Beberapa faktor yang menyebabkan kendala dalam melakukan
pengelolaan sumber daya air, antara lain:
• Banyaknya instansi yang terkait dalam melakukan pengelolaan Daerah
Aliran Sungai Wadukinstansi lebih mementingkan sektornya dari pada
konservasinya.
• Banyaknya instansi yang terkait dalam pemanfaatan air danau atau
waduk sehingga menimbulkan konflik kepentingan.
• Perbedaan batas ekologis dan administratif, sehingga ada keengganan
pemerintah tempat berlokasinya danau/waduk untuk melakukan upaya
konservasi yang optimal.
• Masih lemahnya kapasitas kemampuan instansi pengelola dalam
melakukan konservasi.
• Kurangnya pemahaman dan kesadaran, pengetahuan dan kemampuan
untuk melakukan konservasi bagi penduduk yang ada di sekitar DAS
ataupun penduduk yang bermukim di sekitar danau/waduk.
3.2.4. Pemasaran Wisata di Waduk Jatiluhur
Pemasaran wisata yang dilakukan oleh pengelola objek wisata
Waduk Jatiluhur lebih ditonjolkan sebagai objek wisata untuk keluarga.
Karena di sekitar waduk jatiluhur terdapat sejumlah tempat untuk
menghabiskan waktu bersama kerluarga. Contohnya seperti beberapa resto
dan cafe yang terdapat disekitar Waduk Jatiluhur. Selain itu terdapat pula
convention hall yang dapat digunakan oleh instansi atau beberapa lembaga
untuk melakukan kegiatan seminar maupun kegiatan lainnya. Kelebihan
convention yang terdapat di waduk Jatiluhur adalah pemandangan alam
seperti beberapa bukit yang terdapat disekitar waduk Jatiluhur. Selain
pemandangan yang indah, disekitar convention hall juga masih memiliki
alam yang asri dan jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Untuk anak-anak
93
terdapat taman bermain dan outbond, sangat cocok dikunjungi oleh
keluarga untuk menghabiskan waktu akhir minggu bersama.
Atraksi wisata
Fungsi Aktivitas Fasilitas
Konservasi Menanam pohon dan
memberishkan Waduk
Jatiluhur
Setiap Agustus diadakan
acara besar untuk
masyarakat sekitar waduk
untuk menanam pohon
dan membersihkan
Waduk Jatiluhur
Rekreasi Rekreasi alam Outbond Jatiluhur
Wisata Alam Gunung
Lembu
Sangga Buana Jungle
Park
Rekreasi budaya Sanggar Seni Putra Purna
Yudha
Situ Cibayat
Penelitian Meneliti jenis-jenis
tumbuhan dan hewan
yang terdapat di Waduk
Jatiluhur dan sekitar
Waduk Jatiluhur
Gunung Sulah
Curug Lalay
Badega Gunung Parang
Tabel 1.2 Atraksi Wisata
3.2.5. Analisis Penilaian Potensi Aspek Biofisik
Lokasi Tapak
Waduk Jati Luhur adalah kawasan wisata yang terletak di sebelah
Barat Kabupaten Purwakarta, dimana terletak di Kecamatan Jatiluhur,
94
Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Lokasinya cukup strategis
terletak di antara DKI Jakarta dan Kota Bandung dimana kedua kota
tersebut termasuk daerah tujuan wisata yang potensial. Kawasan ini
memiliki jarak 125 km dari Jakarta dan 67 km dari Bandung yang dapat
diakses melalui Jalan Tol Cipularang. Hal tersebut memudahkan
transportasi bagi calon pengunjung dan distribusi barang dan jasa
penunjang kegiatan pariwisata ke pusat industri pariwisata di Jakarta,
Bandung, serta daerah tujuan wisata potensial lainnya.
Aksesibilitas dan Sirkulasi
Akses menuju Waduk Jati Luhur cukup mudah karena berbatasan
dengan Jalan Raya Jatiluhur dan Jalan Raya Purwakarta-Bandung. Selain
itu, kawasan ini dapat ditempuh melalui tol Cipularang dan tol Cikampek-
Jakarta. Hal ini menjadikan Waduk Jati Luhur cukup strategis bagi
pengunjung dari arah Jakarta atau Bandung untuk berwisata dan
beristirahat sejenak dari rutinitas di kota asal yang begitu padat, arus
keluar masuk transportasi barang dan jasa pariwisata, serta para karyawan
yang berasal dari Jatiluhur dan daerah yang terlewati Jalan Tol Cipularang.
Untuk mencapai Waduk Jati Luhur, transportasi yang ada berupa ojek dan
angkutan perkotaan. Transportasi yang diperbolehkan masuk kawasan
adalah sepeda, ojek, sepeda motor, dan mobilpribadi.
Pola sirkulasi lalu lintas di Waduk Jati LuhuR cukup teratur dengan
jaringan jalan yang berbentuk gabungan antara pola grid dan linear.
Terdapat jalan arteri dan jalan kolektor di dalam kawasan. Jalan arteri
berfungsi untuk menghubungkan objek- objek area rekreasi dan hotel.
Berdasarkan pengamatan di lapang, jalur hijau di Waduk Jati Luhur
belum memiliki manfaat fungsional untuk mengatasi masalah kenyamanan
manusia. Tidak adanya trotoar di sepanjang jalur hijau ini menyebabkan
berkurangnya kenyamanan dan keamanan bagi sirkulasi pejalan kaki di
WADUK JATI LUHUR. Maka, pembangunan trotoar beserta vegetasi di
sepanjang tepi jalan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keamanan
95
dan kenyamanan pejalan kaki dan pengguna jalan lainnya sebagai
pembatas antara trotoar dengan jalan raya dalam kawasan. Selain itu, perlu
dibangun jalur sepeda, agar pengguna sepeda yang biasa melakukan
aktivitas di pagi hari dapat merasa nyaman dan aman dari kendaraan
bermotor yang melaju dengan kecepatan tinggi.
Topografi dan Drainase
Waduk Jati Luhur memiliki topografi yang bervariasi. Daerah yang
tertinggi terletak di sebelah Timur Tapak. Daerah terendah berada di
sebelah Barat berdekatan dengan Waduk Ir. H. Djuanda. Daerah relatif
datar berada di sebelah Utara sehingga digunakan untuk pembangunan
konstruksi dan perluasannya. Perbedaan topografi yang terdapat di
beberapa tempat tetap dipertahankan untuk memberikan nilai kualitas
visual lanskap yang menarik dari adanya variasi ketinggian.
Sistem drainase yang digunakan adalah drainase terbuka. Limpasan
dari ruang terbuka masuk ke sistem drainase terbuka, dialirkan ke waduk,
dan masuk ke Sungai Citarum. Sedangkan, limbah domestik dari hotel dan
bungalow masuk dialirkan ke Sungai Citarum. Untuk mengurangi bau
yang tidak sedap akibat pembuangan limbah dan air buangan di saluran
drainase, maka ditanam vegetasi penyerap bau. Kondisi umum saluran
drainase masih baik, tidak terdapat penumpukkan sampah di dalamnya.
Hal ini dikarenakan jumlah pengunjung menurun pada bulan April hingga
Mei, sehingga pengunjung tidak terlalu banyak mengeluarkan banyak
limbah domestik dan air buangan. Namun, perlu diperhatikan dalam
pengembangan ke depan ketika jumlah pengunjung semakin banyak dan
jumlah struktur bangunan semakin meluas.
96
Iklim
Menurut Laurie (1896), iklim merupakan hasil dari sejumlah faktor
tidak tetap (variabel) yang berhubungan timbal balik, meliputi suhu, uap
air, angin, radiasi matahari, dan curah hujan. Penyesuaian terahadap
kondisi iklim lebih baik daripada menentangnya dalam merencanakan
lanskap, dengan memanfaatkan aspek-aspek yang menguntungkan dan
mengendalikan aspek-aspek yang merugikan.
Suhu Udara
Berdasarkan pengamatan Subdivisi Bendungan Perum Jasa Tirta II,
suhu rata-rata di Waduk Jati Luhur adalah 26.4oC. Menurut Robinette
(1983), kisaran suhu udara luar yang nyaman bagi manusia adalah 21-27
oC, sehingga secara umum suhu di Waduk Jati Luhur masih tergolong
nyaman bagi manusia. Berkaitan dengan tingkat kenyamanan manusia
(Thermal Humidity Index), yang dilihat dari hubungan antara suhu dan
kelembaban rata-rata kawasan, dengan THI berkisar 26-28 menunjukkan
kawasan tersebut berada dalam kondisi yang nyaman bagi wisatawan.
Namun, berdasarkan pengamatan langsung di tapak, suhu rata-rata di siang
hari dapat mencapai 33oC.
Suhu yang tinggi ini disebabkan oleh faktor peralihan angin pada
musim pancaroba. Di Indonesia angin Monsun Australia (Juni-Juli-
Agustus) yang kering membawa udara dingin dari arah Selatan yang
sedang musim dingin, sehingga cenderung saat kemarau relatif lebih sejuk.
Demikian juga saat angin Monsun Asia (Desember-Januari-Februari) yang
basah membawa udara dingin dari arah Utara yang sedang musim dingin,
sehingga musim hujan juga relatif dingin. Saat musim peralihan (Maret-
Mei dan September -November) angin cenderung lemah (kecuali angin
lokal saat terjadi puting beliung) dan bersifat lokal, sehingga tidak ada
efek pendinginan. Radiasi panas (inframerah) dari permukaan yang
terpanasi relatif tidak tersebar, sehingga efek urban heat island semakin
97
terasa pada musim peralihan ini. Selain itu, belum memadainya Ruang
Terbuka Hijau (RTH) dan penataan lanskap yang baik ini menimbulkan
ketidaknyamanan. Menurut Robinette (1983) pada dasarnya vegetasi dapat
mengontrol pengaruh sinar matahari dengan cara:
1. Menyaring radiasi matahari
2. Perbedaan suhu setiap saat tergantung radiasi panas yang diterimanya
pada permukaan yang berbeda
3. Menahan radiasi matahari secara keseluruhan
4. Memantulkan radiasi matahari. Dampak keteduhan dari keberadaan
vegetasi ini akan berpengaruh terhadap manusia sehingga timbul efek
kenyamanan
Gambar 3.4 dan Gambar 3.5 Cara vegetasi mengontrol radiasi matahari
98
Menurut Carpenter, et al (1975), keadaan permukaan tanah sangat
ditentukan oleh seberapa banyak radiasi matahari yang diserap dan seberapa
banyak juga yang dipantulkan. Hal ini menentukan suhu permukaan tanah
dan udara di sekelilingnya. Ruang terbuka memberikan pantulan radiasi
yang berbeda, seperti tajuk pohon, penutup tanah, semak, bahkan
permukaan yang dilapisi aspal dan hard material lainnya akan lebih
mengurangi pantulan dan menambah penyerapan.
Widyastama dalam Budiman (2010) mengemukakan, tanaman yang
baik sebagai penyerap gas CO2 dan penghasil oksigen adalah : damar
(Agathis alba), daun kupu-kupu (Bauhinia purpurca), lamtoro gung
(Leucaena leucocephala), akasia (Acacia auriculiformis) dan beringin
(Ficus benjamina). Tanaman tersebut tergolong tanaman peneduh dalam
kawasan wisata dan memberikan iklim mikro yang baik bagi kawasan.
Robinette (1983) lebih jauh menjelaskan, jumlah pantulan radiasi surya
terhadap RTH sangat dipengaruhi oleh: panjang gelombang, jenis tanaman,
umur tanaman, posisi jatuhnya sinar surya, keadaan cuaca dan posisi
lintang. Suhu udara pada daerah mempunyai RTH lebih nyaman dari pada
daerah tidak ditumbuhi oleh tanaman.
Kelembaban Udara
Menurut Laurie (1984), kelembaban udara yang ideal bagi
kenyamanan manusia agar dapat melakukan aktivitasnya dengan baik adalah
berkisar 40-75 %. Kelembaban udara di GTJ berdasarkan data dari
Subdivisi Bendungan Perum Jasa Tirta II Tahun 2005-2009 adalah tidak
ideal yaitu sebesar 89.5 %. Namun, berdasarkan pengamatan di lapang,
kelembaban udara di sekitar GTJ sebesar 62.3 % dan tergolong cukup ideal.
Kelembaban udara di GTJ cukup ideal karena di sepanjang jalan dalam
kawasan terdapat jalur hijau dan koridor vegetasi sehingga aliran udara yang
lembab tidak terhambat (mengalirkan dan mengurangi kelembaban udara
yang tinggi). Cara vegetasi mengontrol kelembaban udara terdapat dalam.
99
Curah hujan di Waduk Jati Luhur berdasarkan data dari Subdivisi
Bendungan Perum Jasa Tirta II Tahun 2014 adalah sebesar 20.2 mm/hari.
Curah hujan yang tidak terlalu besar ini kurang dapat dimanfaatkan untuk
menjahga kesediaan air tanah. Oleh karena itu, pengelola air tanah tidak
menggunakan air tanah sebagai sumber air bakunya, melainkan
menggunakan air dari Sungai Citarum yang diproses melalui beberapa tahap
penjernihan di WTP. Curah hujan yang tidak terlalu besar tidak akan
menyebabkan banjir atau erosi yang hebat di kawasan. Namun, pada daerah
dengan kemiringan tinggi dan rawan longsor perlu diperhatikan dan
diupayakan dengan melakukan penanaman vegetasi dan penutup tanah pada
daerah lereng atau yang memiliki perbedaan kontur tinggi untuk
mengurangi pengikisan tanah oleh air hujan
Kecepatan Angin
Kecepatan angin yang melewati Waduk Jati Luhur, berdasarkan
pengamatan Subdivisi Bendungan Perum Jasa Tirta II Tahun 2014 berkisar
4.5 km/jam pada siang hari, tergolong pada kecepatan angin yang sedang.
Kecepatan angin relatif stabil dan cukup menciptakan kenyamanan bagi
manusia. Namun, keberadaan pabrik tekstil, PT. INDORAMA yang terletak
di sebelah Selatan kawasan wisata ini berpotensi mengalirkan polusi
udaranya masuk ke dalam kawasan wisata. Meskipun letaknya agak jauh
dari kawasan, perlu diperhatikan dalam pengembangan ke depan dilakukan
penanaman vegetasi pereduksi polutan di area yang berbatasan langsung
dengan pabrik tersebut. Vegetasi penyerap polutan akan menyebabkan
polutan dalam udara yang terbawa angin akan terserap oleh permukaan daun
atau batang atau tanaman sehingga udara yang melewatinya menjadi bersih.
Selain itu, penanaman vegetasi pereduksi pereduksi polutan juga hendaknya
ditanam di daerah perbatasan GTJ dengan lingkungan sekitar agar dampak
polutan dari kendaraan bermotor yang terbawa udara dapat direduksi.
Menurut Robinette (1983) vegetasi dapat mengontrol angin dengan cara: (1)
obstruction atau mematahkan aliran angin, (2) filtrasi atau menyerap serta
100
melemahkan kecepatan angin, (3) membelokkan arah angin, dan (4)
mengarahkan angin dengan membentuk koridor (Gambar 39). Vegetasi
yang berfungsi sebagai penyerap polutan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
bersifat evergreen, mempunyai tajuk yang rimbun dan rapat, kerapatan
stomata yang tinggi, dan mempunyai trikoma (Agustini,1994).
Zona Potensial Pengembangan Kawasan Wisata
Tahap ini merupakan tahap sintesis, lanjutan dari tahap analisis,
dimana peta komposit hasil analisis potensi sumberdaya lanskap, dan tata
guna lahan diintegrasikan dengan menggunakan metode Sistem Informasi
Geografis (SIG). Setelah peta-peta tematik tersebut digabungkan dengan
cara tumpang susun (overlay), hasilnya berupa zona potensial kawasan
untuk pengembangan wisata. Proses sintesis.
Proses tumpang susun (overlay) peta-peta komposit potensi
sumberdaya lanskap dan potensi pengembangan lahan dengan peubah, yaitu
topografi, tanah, vegetasi, penutupan lahan, dan tata guna lahan
menghasilkan tiga zona potensial untuk pengembangan wisata, yaitu:
T : Zona berpotensi tinggi, sangat sesuai untuk pengembangan
wisata.Seluruh aspek bernilai sangat sesuai atau paling tidak terdapat
beberapa peubah yang termasuk dalam klasifikasi cukup sesuai, dan
terdapat minimal satu peubah yang termasuk kategori kurang sesuai. Lahan
sesuai untuk digunakan sebagai daerah piknik, tempat berkemah, jalan
setapak bersyarat dan konstruksi. Sebagai ruang aktivitas wisata, lahan
dapat dijadikan sebagai area aktivitas aktif (berjalan, berpetualang, dsb.)
dan pasif (rekreasi, photo hunting, viewing, dsb). Adapun untuk fungsi
penggunaan ruang, perlu dilakukan pembatasan jumlah pengunjung karena
kondisi topografi yang beragam mulai dari 3-45% dan vegetasi alami yang
perlu dijaga kelestariannya sebagai sumberdaya utama. Untuk fasilitas
wisata dapat disediakan shelter dan menarapandang.
101
S : Zona berpotensi sedang, cukup potensial untuk pengembangan wisata.
Meskipun didominasi oleh peubah yang termasuk dalam kategori cukup
sesuai, terdapat beberapa peubah yang merupakan kombinasi peubah sangat
sesuai dan kurang sesuai. Lahan sesuai untuk digunakan sebagai area
pertanian, perkebunan, dan konstruksi bersyarat. Adapun untuk fungsi
konstruksi, perlu dilakukan pemadatan tanah karena kondisi tanah liat
berpasir dengan permeabilitas yang buruk. Sebagai ruang aktivitas wisata,
lahan dapat dijadikan sebagai area aktivitas aktif (beragam aktivitas
pertanian, belanja di pelelangan ikan, outbond) dan pasif (rekreasi,
pengamatan bendungan, viewing, photo hunting, penelitian, memancing
dsb). Adapun fungsi penggunaan ruang dibedakan menjadi dua, yaitu semi
intensif dan intensif. Area sempadan waduk dan sungai merupakan ruang
wisata semi intensif karena terkait upaya konservasi area sempadan dimana
tingkat penggunaan perlu dibatasi. Sedangkan untuk ruang wisata intensif
berjarak sekitar 200 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Untuk
fasilitas utama disediakan dermaga danshelter.
R : Zona berpotensi rendah, tidak potensial untuk pengembangan wisata.
Hampir seluruh peubah termasuk dalam kategori kurang sesuai dan
sebagian kecil yang merupakan kombinasi peubah sangat sesuai dan kurang
sesuai. Lahan digunakan sebagai area konservasi dan konstruksi bersyarat.
Adapun untuk fungsi konstruksi, perlu pemadatan tanah karena kondisi
tanah liat dengan permeabilitas yang buruk serta rekayasa retaining wall
(lereng>15%). Ruang ini diarahkan pada ruang aktivitas sosial terkait
dengan pelayanan wisatawan dimana ruang ini dapat dijadikan sebagai area
aktivitas aktif dan pasif (rekreasi, bungalow, hotel, viewing, photo hunting,
dsb). Untuk fasilitas disediakan bungalow, vantage point, dan fasilitas
publiklainnya.
Tujuan klasifikasi zona potensial untuk pengembangan wisata, yaitu
untuk menentukan pusat pengembangan kawasan wisata yang disesuaikan
dengan karakter lanskapnya. Dari hasil klasifikasi yang diperlihatkan
102
Gambar 43, menunjukkan bahwa sebagian besar zona kesesuaian lahan
kawasan wisata merupakan zona berpotensi sedang seluas 206.89 ha
(36.24%), diikuti dengan zona berpotensi rendah seluas 187.9 ha (32.92%),
dan zona berpotensi tinggi seluas 176.06 ha (30.84%). Selanjutnya,
berdasarkan kesesuaian lahan yang telah dianalisis, zonasi dikembangkan ke
dalam pembagian ruang yang berbentuk rencana blok sesuai dengan konsep
wisata alam.
3.2.6. Analisis Nilai Ekologis
Manfaat ekologis dan distribusi penutupan lahan Kawasan
Eksisting GTJ pada Tahun 2007 (Google Earth Plus Tahun 2007) dapat
diketahui dan dianalisis. Berdasarkan data kemiringan lahan dan tanah,
kawasan dibagi ke dalam tiga poligon. Poligon 1 memiliki kemiringan
lahan 28.13% dengan hydrologic soil group B, sedangkan poligon 2 dan 3
memiliki kemiringan lahan yang sama sebesar 23.6% dengan hydrologic
soil group masing-masing A dan C. Dari data spasial dan data atribut yang
dianalisis dengan metode GIS menggunakan ArcView 3.2 dengan ekstensi
CITYgreen 5.4 didapat hasil sebagaiberikut:
A. StatistikTapak
• Area analisis : Grama Tirta Jatiluhur2
• Skenario : kondisitertentu
Area : 0.64 mil2 = 409.85 acre =165.86ha Distribusi Penutupan
Lahan:
Tanaman pangan atau pertanian : 0 % (0ha)
Lahan kedap air : 16 % (26.54ha)
Ruang terbuka atau padang rumput : 0% (0ha)
Semak : 0 % (0ha)
Kanopi pohon : 50 % (82.93ha)
Lahan perkotaan : 84 % (139.32ha)
Badan air : 0 % (0ha)
103
B. Manfaat Ekologi
1. Polusi udara yang dapat diserap:
• Ozone : 2.908,88 kg atau senilai $19,679 setara dengan Rp177.111.000,-
• Sulfur Dioxide : 808,85 kg atau senilai $1,340 setara dengan Rp 12.060.000,-
• Nitrogen Dioxide : 1.808,02 kg atau senilai $12,238 setara dengan Rp110.142.000,-
• Particulate Matter : 2211,71 kg atau senilai $9,990 setara dengan Rp89.910.000,-
• Carbon Monoxide : 276,24 kg atau senilai $265 setara dengan Rp2.385.000,-
• Total : 8.012,7 kg atau senilai $43,511 setara dengan Rp391.599.000,-
2. Kapasitas karbon dan penyerapannya
• Distribusi umur pohon : hampirmerata
• Kapasitas penyimpanan karbon : 10.980ton
• Penyerapan karbon : 31ton/tahun
3. Kontrol aliran permukaan
• Rata-rata 2 tahun, curah hujan per 24 jam : 0.8inchi
• Koefisien runoff : 82,3 (RTH) dan 92,00 (tidak
adaRTH)
• Aliran permukaan : 0,083 in (RTH) dan 0,27 in (tidak
adaRTH)
• Volume penyimpanan yang dibutuhkan untuk mitigasi
perubahan aliran puncak 276.189,32(cu.ft)
Asumsi biaya : $ 2.00 per cu.ft
Total $ 552,378.64
4. Efek dari penggunaan AC perumahan : tidak tersedia
104
C. Rangkuman ManfaatEkonomi
• Penghematan dari penyerapan polusi udara tahunan : $
43,511 setara dengan Rp391.599.000,-
• Penghematan energi tahunan : $0
• Penghematan dari aliran permukaan tahunan : $ 48,159
setara dengan Rp433.431.000,-
• Total penghematan tahunan : $ 91,670 setara dengan
Rp825.030.000,-
(1 $ = Rp9.000,-)
Selain itu, manfaat ekologis dan penutupan lahan Kawasan
Perencanaan GTJ pada Tahun 2007 (Google Earth Plus Tahun 2007) dapat
diketahui dan dianalisis. Berdasarkan data kemiringan lahan dan tanah,
kawasan dibagi ke dalam tiga poligon. Poligon 1 memiliki kemiringan lahan
22.9% dengan hydrologic soil group B, sedangkan poligon 2 dan 3 memiliki
kemiringan lahan yang sama sebesar 20% dengan hydrologic soil group
masing-masing A dan C. Dari data spasial dan data atribut yang dianalisis
dengan metode GIS menggunakan ArcView 3.2 dengan ekstensi CITYgreen
5.4 didapat hasil sebagai berikut:
A. StatistikTapak
• Area analisis : Grama Tirta Jatiluhur1
• Skenario : kondisi tertentu
• Area : 2.20 mil2 = 1,410.56 acre =570.85ha Distribusi Penutupan
Lahan
• Tanaman pangan atau pertanian : 0 % (0ha)
• Lahan kedap air : 7 % (39.95ha)
• Ruang terbuka atau padang rumput : 0% (0ha)
• Semak : 0 % (0ha)
105
• Kanopi pohon : 57 % (325.38ha)
• Lahan perkotaan : 53 % (530.90ha)
• Badan air : 0 % (0ha)
B. Manfaat Ekologi
1. Polusi udara yang dapat diserap:
• Ozone : 11.500,82 kg atau senilai $77,804 setara dengan
Rp700.236.000,-
• Sulfur Dioxide : 3.194,65 kg atau senilai $5,296 setara
dengan Rp 47.664.000,-
• Nitrogen Dioxide :7.148,61 kg atau senilai $48,384
setara dengan Rp435.456.000,-
• Particulate Matter : 8.744,34 kg atau senilai $39,498
setara dengan Rp355.482.000,-
• Carbon Monoxide : 1.091,8 kg atau senilai $1,046
setara dengan Rp 9.414.000,-
• Total : 31.680,22 kg atau senilai $172,029 setara
dengan Rp1.548.261.000,-
2. Kapasitas karbon danpenyerapannya
• Distribusi umur pohon : hampirmerata
• Kapasitas penyimpanan = karbon : 43.410ton
• Penyerapan karbon : 123ton/tahun
3. Kontrol aliranpermukaan
• Rata-rata 2 tahun, curah hujan per 24 jam : 0.8inchi
• Koefisien runoff : 80,3 (RTH) dan 92,00 (tidak
106
adaRTH)
• Aliran permukaan : 0,06 in (RTH) dan 0,26 in (tidak
adaRTH)
• Volume penyimpanan yang dibutuhkan untuk
mitigasi perubahan aliran puncak 878,012.11(cu.ft)
Asumsi biaya : $ 2.00 per cu.ft
Total $ 2,030,024.22
4. Efek dari penggunaan AC perumahan : tidaktersedia
C. Rangkuman ManfaatEkonomi Penghematan dari penyerapan polusi udara tahunan : $172,029
setara dengan Rp1.548.261.000,- Penghematan energi tahunan : $0 Penghematan dari aliran permukaan tahunan : $ 176,987 setara
dengan Rp1.592.883.000,- Total penghematan tahunan : $ 349,016 setara dengan
Rp3.141.144.000,-
(1 $ = Rp9.000,-)
3.2.7. Konsep Dasar Perencanaan Lanskap
Penataan lanskap sebuah kawasan wisata menjadi kawasan wisata
alam diperlukan konsep sebagai dasar perencanaan. Konsep perencanaan
yang dikembangkan pada Kawasan Wisata Waduk Jati Luhur ini adalah
kawasan wisata alam yang terintegrasi dengan wisata penunjangnya di
Timur Waduk Ir. H. Djuanda yang berkelanjutan. Penerapan konsep pada
lanskap berupa model rencana pengembangan yang disesuaikan dengan
karakter lanskap dan potensi wisata di kawasan tersebut. Dari hasil analisis
penilaian potensi sumberdaya dan sumberdaya wisata, didapatkan zona
potensi tinggi, sedang, dan rendah dimana dua zona di antaranya
merupakan pusat pengembangan ruang wisata alam dengan model rencana
pengembangan berikut ini.
107
Zona Wisata Utama (Wisata Alami)
Adapun kawasan yang termasuk zona potensi tinggi ditetapkan
sebagai zona wisata utama dimana terdapat atraksi wisata yang memiliki
nilai tinggi. Ruang ini berada pada kawasan lanskap dengan vegetasi
dominan hutan atau lanskap karakter alami, sehingga pengembangan
menjadi kawasan wisata alami. Ruang wisata ini tergolong wisata semi
intensif dikarenakan terdapat lereng yang relatif bervariasi mulai dari
sedang hingga curam 8-45% sehingga perlu pembatasan terhadap aktivitas
wisata dan struktur bangunan yang bersyarat.
Zona Wisata Penunjang (Wisata SemiAlami)
Kawasan yang termasuk zona potensi sedang ditetapkan sebagai
zona wisata penunjang yang berada pada kawasan lanskap dengan
kombinasi karakter alami dan buatan (man made), sehingga
pengembangan menjadi wisata semi alami. Ruang ini merupakan ruang
yang mampu mengakomodasikan pengunjung ketika daya tampung
pengunjung di zona wisata utama telah penuh. Ruang wisata ini tergolong
wisata intensif dan semi intensif, namun tetap ada pembatasan aktivitas,
terutama di sempadan waduk Ir. H. Djuanda dan Sungai Citarum.
Aktivitas yang diizinkan adalah aktivitas yang tidak merusak alam.
Zona Pendukung Wisata
Kawasan yang termasuk zona potensi rendah ditetapkan sebagai
zona pendukung wisata. Ruang ini terletak pada area yang memiliki nilai
sumberdaya wisata yang rendah dan memerlukan perlakuan untuk fungsi
konstruksi dengan pemadatan tanah karena permeabilitas yang kurang
baik. Selain itu, untuk lereng yang lebih dari 15% diperlukan rekayasa
dengan retaining wall dan lereng yang lebih dari 40% diarahkan untuk
fungsi konservasi. Fasilitas pendukung wisata pada ruang ini, yaitu
information centre, hotel, bungalow, atm centre, kolam renang, restoran,
taman bermain, kios souvenir, dan fasilitaslainnya.
108
Konsep Ruang Fungsional
Konsep ruang dibuat dengan tujuan untuk menata dan
mengalokasikan fungsi-fungsi yang akan dikembangkan pada tapak, yaitu
sebagai kawasan wisata alam. Pembagian ruang dibagi menjadi enam
ruang utama, yaitu (1) ruang penerimaan, (2) ruang pelayanan dan
penunjang wisata, (3) ruang wisata inti, dimana ruang ini terbagi menjadi
satu sub ruang, yaitu ruang wisata dengan tingkat tantangan tinggi, (4)
ruang wisata penunjang, dimana ruang ini terbagi menjadi dua sub ruang,
yaitu ruang wisata dengan tingkat tantangan sedang dan rendah, (5) ruang
penyangga, dan (6) ruang konservasi.
Ruang Penerimaan
Ruang penerimaan ini merupakan pintu masuk utama bagi para
wisatawan untuk memasuki Kawasan Wisata Waduk Jati Luhur.
Pemilihan pintu masuk ke dalam kawasan wisata berdasarkan potensi
kawasan sebagai kawasan wisata alam yang ditunjang oleh aksesibilitas
yang mudah dan fasilitas berupa gerbang utama, pos jaga, signage, dan
fasilitas lainnya.
Ruang Pelayanan dan PenunjangWisata
Ruang pelayanan merupakan ruang pengenalan sebelum memasuki
ruang inti. Ruang ini direncanakan agar para wisatawan mendapatkan
informasi sekilas mengenai Waduk Jati Luhur. Wisatawan dapat memilih
paket wisata touring circuit atau longer stay. Untuk mendukung konsep
ini direncanakan fasilitas berupa information centre, hotel, convention
centre, restoran, kios, souvenir shop, kolam renang, atm centre, fitness
centre, travel agency, money changer, laundry, mess karyawan, pemadam
kebakaran, pos, klinik, children playground, dan fasilitas lainnya.
Ruang Wisata Inti
Ruang inti merupakan ruang yang mengakomodasi aktivitas wisata
alam. Berdasarkan potensi sumberdaya lanskap, khususnya kemiringan
109
lahan dan vegetasi, terdapat sub ruang inti berdasarkan intensitas dan
tingkat tantangannya, yaitu ruang wisata dengan tingkat tantangan yang
tinggi. Ruang wisata dengan tingkat tantangan tinggi (wisata alam)
merupakan ruang yang dikembangkan sebagai ruang wisata semi
intensif. Di ruang ini, wisatawan dapat melakukan hiking, tracking,
camping, dan rekreasi pasif seperti photo hunting, dan birdwatching.
Ruang WisataPenunjang
Ruang ini merupakan ruang yang dapat mengkomodasikan
wisatawan apabila daya dukung di ruang wisata inti telah penuh. Terdapat
sub ruang berdasarkan intensitas dan tingkat tantangannya, yaitu ruang
wisata dengan tingkat tantangan yang sedang dan rendah. Ruang wisata
dengan tingkat tantangan sedang (wisata air) terdapat di area sempadan
waduk (sekitar 70 m dari garis waduk) dan waduk yang dikembangkan
sebagai wisata intensif dan semi intensif. Ruang wisata ini terdiri dari
objek dan atraksi wisata, yaitu dermaga apung, dermaga kampung air,
JWW, dan kolam pemancingan. Di ruang ini wisatawan dapat melakukan
aktivitas ski air, berkano, polo air, water sliding, dan outbond. Wisata semi
intensifnya digolongkan sebagai wisata teknologi, yaitu mengunjungi
bendungan utama dan bangunan-bangunan operasional, dan museum
teknologi.
Ruang wisata dengan tingkat tantangan rendah (agrowisata)
merupakan ruang budidaya ikan dengan jaring terapung dimana wisatawan
dapat berkeliling area tersebut dengan perahu, belajar mengenai budidaya
ikan, dan mengemas ikan untuk didistribusikan di pelelangan ikan. Selain
itu wisatawan dapat turun ke sawah dan kebun milik penduduk sekitar,
serta ke pembibitan tanaman hias (nursery) dimana wisatawan dapat
mempraktikkan sendiri mengolah tanah, menanam benih, dan melakukan
pengamatan terhadap tanaman yang terdapat di kebun, ladang, maupun
rumah kaca.
110
Ruang Penyangga
Ruang penyangga merupakan ruang yang berfungsi menyangga
ruang-ruang wisata di dalam Kawasan Wisata Waduk Jati Luhur dari
gangguan yang berasal dari luar kawasan maupun aktivitas berlebih dari
pengunjung. Ruang ini ditujukan untuk menjaga keberlanjutan wisata dan
melindungi keseimbangan ekosistem di dalamnya. Aktivitas yang dapat
dilakukan seperti duduk-duduk, memancing, berfoto, dan belanja ikan di
pasar pelelangan ikan.
Ruang Konservasi
Ruang konservasi merupakan ruang yang berfungsi melindungi
kawasan wisata dari kerusakan. Ruang ini memiliki sumberdaya lanskap
yang cukup rentan dengan kemiringan lahan 25-45% dan keberadaan
vegetasi yang perlu dipertahankan untuk menjaga kestabilan tanah dan
cadangan air tanah. Pada ruang ini aktivitas yang dapat dilakukan seperti
berjalan, melakukan pengamatan, dan aktivitas lainnya yang bersifat
konservasi.
Konsep Tata Hijau
Konsep tata hijau yang akan dikembangkan adalah penataan
vegetasi sebagai sumberdaya lanskap yang disesuaikan dengan fungsi
ruang dan jenis atraksi wisata yang dikembangkan. Konsep tata hijau ini
dibagi menjadi empat zona yaitu (1) zona inti, sebagai pusat aktivitas
wisata, (2) zona pengembangan, dimana terdapat fasilitas-fasilitas wisata,
(3) zona penyangga, sebagai inviolate belt, (4) zona konservasi, sebagai
pelindung kawasan dari kerusakan dimana sebagian besar terdiri atas
tegakan pohon alami. Konsep vegetasi yang direncanakan di zona inti
adalah zona tanaman kayu, zona tanaman perkebunan, dan zona tanaman
pangan. Dalam zona pengembangan konsep vegetasi diarahkan pada
fungsi arsitektural dan artistik, sedangkan dalam zona konservasi
dan penyangga konsep vegetasi diarahkan pada fungsi ekologis yang
111
dapat merekayasa iklim serta mengontrol erosi tanah danair.
Konsep Sirkulasi
Konsep sirkulasi di kawasan wisata terbagi menjadi tiga, yaitu jalur
sirkulasi primer, sekunder, dan tersier. Jalur sirkulasi primer di kawasan
wisata ini yaitu berupa jalan aspal yang biasa dilalui kendaraan roda dua,
kendaraan roda empat, mobil wara-wiri, dan pejalan kaki yang berfungsi
menghubungkan ruang-ruang utama. Selanjutya, jalur sirkulasi sekunder
yang berfungsi menghubungkan kelompok-kelompok atraksi wisata dalam
satu ruang wisata utama atau wisata penunjang berupa jalan yang dapat
diakses oleh pejalan kaki, kendaraan roda dua, dan kendaraan roda empat.
Jalur sirkulasi tersier berupa jalur pedestrian yang menghubungkan antara
fasilitas satu dengan fasilitas lainnya dalam masing-masing kelompok
atraksi tersebut.
3.2.8. Konsep Aktivitas Wisata dan Pengembangannya
Konsep aktivitas wisata yang akan dikembangkan adalah
pengembangan aktivitas wisata yang melestarikan nilai alam sesuai
dengan sumberdaya lanskap yang terdapat di Kawasan Wisata Waduk Jati
Luhur (vegetasi hutan, air, persawahan, ladang). Diharapkan sumberdaya
yang terdapat di kawasan tetap terjaga dan wisata yang terdapat di
dalamnya dapat berkelanjutan. Pemilihan bentuk wisata direncanakan
beragam, mulai dari bentuk wisata dengan tingkat tantangan tinggi (wisata
alam), wisata dengan tingkat tantangan sedang (wisata air), dan wisata
dengan tingkat tantangan rendah (agrowisata). Bentuk wisata ini
diklasifikasikan ke dalam paket- paket wisata, yaitu paket wisata
perorangan dan berkelompok, sehingga dapat dipilih touring circuit sesuai
dengan rute perjalanan yang diinginkan ataupun longer stay dengan
pelayanan yang ingin didapatkan sebelum atau sesudah melakukan
aktivitas wisata. Hal ini didasarkan pada segmentasi pasar wisata dengan
pendekatan identitas, persepsi, preferensi wisatawan melalui kuesioner,
112
yang dipengaruhi oleh tiga indikator yaitu geografis (asal wisatawan),
sosio- profesional (umur, jenis kelamin, jumlah pendapatan, dan
pekerjaan) dan motivasi wisata (menikmati alam, pendidikan)
Fasilitas yang direncanakan sesuai dengan kondisi lingkungan dan
budaya lokal. Penataan tata letak fasilitas yang mendukung kegiatan
wisata alam, wisata air, wisata teknologi, dan agrowisata, terutama dalam
menginterpretasikan nilai- nilai alam dan teknologi yang terdapat pada
kawasan wisata ini. Adapun fasilitas dibagi menjadi dua yaitu fasilitas
utama dan fasilitas pelengkap. Fasilitas utama adalah fasilitas yang
diperuntukkan bagi pariwisata alam, sedangkan fasilitas pelengkap adalah
fasilitas umum, sign system, maupun site furniture.
Daya Dukung Kawasan
Daya dukung merupakan kemampuan kawasan untuk menerima
sejumlah pengunjung dengan intensitas penggunaan maksimal terhadap
sumber daya yang berlangsung terus-menerus tanpa merusak lingkungan.
Daya dukung tersebut sangat menentukan keberlanjutan kawasan wisata.
Dengan adanya daya dukung kawasan wisata alam tersebut dapat
dilakukan pengendalian terhadap jumlah wisatawan yang berkunjung.
Daya dukung dapat dihitung dengan cara membagi luas area suatu kawasan
dengan standar kebutuhan ruang per orang.
3.2.9. SWOT di Waduk Jatiluhur
Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara
sistematis untuk merumuskan suatu strategi perusahaan, menurut Freddy
Rangkuti 2006 : 19. SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal
strengths (kekuatan) dan Weaknesses (kelemahan) serta lingkungan
eksternal opportunities (peluang) dan Threats (ancaman) yang dihadapi di
dunia bisnis. Analisis didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan
113
kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan
dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats).
Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan
pengembangan, misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan. Dengan
demikian perencanaan strategis (strategic planner) harus menganalisis
faktorfaktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Dalam penyusunan strategi
pengembangan Obyek Wisata Waduk Jati Luhur peneliti melakukan
analisis SWOT dengan terlebih dahulu mengidentifikasi faktor kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman.
114
STRENGTH WEAKNESS
• Investasi PLTA
• Sumber air minum, dan bahan baku air untuk industri
• Adanya penanaman pohon untuk menjaga lingkungan tetap hijau
• Adanya penyaringan limbah pabrik sehingga limbah yang nantinya bersatu dengan air sungai bukanlah limbah jahat perusak ekosistem.
• Air waduk sangat rentan terhadap perubahan iklim dan pengaruh perubahan kualitas air hulu sungai
• Bau tak sedap yang ditimbulkan oleh kotoran/pakan ikan di waduk
• Kurangnya interaksi sosial/budaya dengan masyarakat sekitar
OPPORTUNITIES THREATS
• Waduk Jatiluhur sebagai sumber utama penggerak PLTA, bahan baku air minum, dan bahan baku untuk industri di wilayah Purwakarta dan DKI Jakarta
• Konsep pengerukan lumpur di danau agar waduk dapat bertahan lebih dari 80 tahun
• Sudah adanya program rencana pengembangan wisata di Waduk Jatiluhur oleh pemerintah setempat untuk dijadikan kawasan wisata yang eksklusif, penuh dengan sarana wisata yang memadai.
• Sulitnya mengawasi kesesuaian jumlah KJA (Keramba Jaring Apung) terhadap ijin yang dikeluarkan.
• Monopoli keramba
• Limbah organik yang tidak terurai dengan sempurna akibat ketidakefisienan pakan yang diberikan berdampak menumpuknya limbah tersebut di dasar perairan
Tabel 1.3 SWOT Waduk Jatiluhur
Strategi Pengembangan Obyek Wisata Waduk Jati Luhur
Perumusan strategi pengembangan Obyek Wisata Waduk Jati Luhur
menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah analisis yang
115
mengkombinasikan antara kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman.
Berdasarkan kekuatan, kelemahan, kekuatan dan ancaman yang dimiliki oleh
Obyek Wisata Waduk Jati Luhur maka diperoleh strategi yang bisa dilakukan
oleh pemerintah :
1. Meningkatkan promosi obyekwisata
Pemasaran atau promosi dan inovasi kegiatan-kegiatan pariwista
penting untuk dilakukan karena hal tersebut dapat menarik minat
wisatawan untuk berkunjung. Dalam promosi dan inovasi pariwisata
harus didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang
menarik dalam obyek wisata, sehingga mampu mempengaruhi
pengunjung untukdatang.
2. Meningkatkan sarana dan prasarana serta infrastruktur yang
menunjang seperti membangun wahana permainan air, outbond,
gardu pandang, kereta wisata dan fasilitas-fasilitas penunjang lainnya
sehingga menarik dan member kenyamanan bagi pengunjung.
Disamping itu perbaikan jalan yang rusak dan pelebaran jalan
tentunya dapat memudahkan akses bagi pengunjung Obyek Wisata
Waduk Jati Luhur.
3. Memanfaatkan potensi yang ada yang dimiliki Obyek Wisata Waduk
Jati Luhur, mengingat bertambahnya obyek wisata lain dan
bertambahnya persaingan-persaingan antar obyek wisata maka
Obyek Wisata Waduk Jati Luhur memerlukan inovasi baru untuk
berkembang yang lebih baik dan menjalin kerjasama dengan
pihakswasta.
3.2.10. Kontribusi Obyek Wisata Waduk Jati Luhur terhadap PAD
Dalam mengembangkan obyek wisata diperlukan modal
kepariwisataan yang mengandung potensi untuk dikembangkan menjadi
atraksi wisata. Modal kepariwisataan terdiri atas faktor-faktor
pendorong dan faktor penghambat yang dapat dijadikan acuan dalam
mengembangkan Obyek Wisata Waduk Jati Luhur. Dengan mengetahui
116
identifikasi faktor-faktor pendorong dan faktor penghambat
perngembangan Obyek Wisata Waduk Jati Luhur, pemerintah dapat
melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan jumlah pendapatan
Obyek Wisata Waduk Jati Luhur. Dengan meningkatnya jumlah
pendapatan Obyek Wisata Waduk Jati Luhur, maka secara tidak
langsung akan menambah jumlah PAD Kabupaten Purwokerto
Dinas Pariwisata sebagai pengelola obyek wisata yang berusaha
melayani masyarakat melalui masyarakat melalui sarana rekreasi telah
memperoleh pendapatan atas penyelenggaraan jasa pariwisata yang
telah diberikan. Dengan demikian, yang dimaksud pendapatan Obyek
Wisata Waduk Jati Luhur adalah jumlah pendapatan yang diperoleh
dari hasil penjualan karcis kepada para wisatawan.
117
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Waduk Jatiluhur merupakan ekosistem air tawar yang terdapat di
Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, tepatnya terletak 9 km dari pusat
Kota Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Kondisi perairan di Waduk Jatiluhur
dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor.
Berdasarkan aspek fisik-biofisik, potensi objek dan atraksi wisata, serta
sosial, maka Waduk Jati Luhur cukup berpotensi untuk pengembangan wisata
dimana besar objek dan atraksi wisata memiliki nilai potensi yang tinggi. Zona
potensi tinggi memiliki luas 176.06 ha (30.84 %), zona potensi sedang 206.89 ha
(36.24 %), dan zona potensi rendah 187.9 ha (32.92%). Nilai ekologis pada
kawasan eksisting yaitu dengan total penghematan tahunan sebesar Rp
825.030.000,-, sedangkan pada kawasan perencanaan sebesar 3.141.144.000,-.
Konsep wisata yang dikembangkan yaitu wisata alam yang didasarkan
pada potensi sumberdaya lansekap serta objek dan atraksi wisata yang potensial
untuk menjaga kelestarian sumberdaya lansekap dan keberlanjutan kawasan
wisata.
4.2 Saran
Beberapa saran yang dapat diajukan berdasarkan hasil penelitian ini adalah :
1. Perencanaan penataan lansekap yang telah dilakukan ini lebih kepada
pendekatan sumberdaya lansekap. Selanjutnya penelitian dapat dilakukan
dengan pendekatan sosial pada masyarakat sekitar agar masyarakat dapat
lebih berperan serta dalam mewujudkan wisata yang berkelanjutan.
2. Strategi utama dalam perencanaan lansekap yang digunakan adalah
maksimalisasi alokasi ruang terbuka hijau di sekitar objek wisata seperti
118
penanaman jalur hijau, koridor, dan taman. Strategi ini dapat diterapkan oleh
pemerintah daerah untuk menambah ruang terbuka hijau yang berfungsi
sebagai area rekreasi/wisata serta membuat tempat tersebut menjadi sejuk.
3. Adanya transportasi yang memadai sehingga para wisatawan dapat dengan
mudah menuju tempatnya karena letaknya yang cukup dibilang lumayan jauh.
119
DAFTAR PUSTAKA
Agustini M. 1994. Identifikasi Ciri Arsitektur dan Kerapatan Dua Puluh Lima
Jenis Pohon Suku Leguminoceae untuk Elemen Lanskap Tepi Jalan.
[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
American Forests. 2002. CITYgreen 5.0 :User Manual. Washington DC :
American Forest.
Barus, Wiradisastra US. 1997. Sistem Informasi Geografis Sarana Manajemen
Sumberdaya. Bogor: Lab. Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Ilmu
Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bengen DG. 2005. Menuju Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Daerah
Aliran Sungai (DAS). Di dalam: Setyawan WB et al., editor. Interaksi
Daratan dan Lautan, Pengaruhnya terhadap Sumber Daya dan
Lingkungan.
Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Booth NK dan Hiss JE. 2005. Residential Landscape Architecture. New Jersey:
Pearson Education, Inc.
Budiman A. 2010. Analisis Manfaat Ruang Terbuka Hijau untuk Meningkatkan
Kualitas Ekosistem Kota Bogor dengan Menggunakan Metode GIS sebagai
Kawasan Ekowisata. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Bruun M. 1995. Landscape as Resource for Leisure by Explotion or by
Exclusion? Proceedings the 33rd IFLA World Congress; Bangkok, 21-24
Oktober 1995. Bangkok:IFLA.
Carpenter et al. 1975. Plant in The Landscape. New York: McGraw-Hill
Publishing Company.
Chiara JD, Koppelman LE. 1989. Standar Perencanaan Tapak. Erlangga:
Jakarta. Damanik J, Weber HF. 2006. Perencanaan Ekowisata dari Teori ke
Aplikasi.
Yogyakarta: ANDI.
120
Departemen Dalam Negeri. 1990. RTH Kota (Inmendagri No. 14 Tahun 1958
Makalah Seminar Pembinaan dan Aktualisasi RTH di Wilayah Perkotaaan.
Jakarta: Pekan Seni Flora, Fauna, dan Lingkungan
Fandeli, C. dan Muhammad. 2009. Prinsip-prinsipDasarMengkonservasiLanskap.
Yogyakarta :GadjahMada University Press
https://putratani.wordpress.com/tag/wisata/
http://pengertian-definisi.blogspot.co.id/2011/09/daerah-penyangga.html
http://www.penataanruang.com/ruang-terbuka-hijau.html
Odum P. Eugene, 1979. Fudamentals of Ecology. Dr. Samuel J. Mc. Naughton
and Larry L. Wolf. Pub. Georgia.
Ryanto, dkk, 1985. EkologiDasar I. BadanKerjasamaPerguruanTinggiNegeri
Indonesia BagianTimur. Ujung Pandang.
Soerianegara, I danIndrawan, A. 1988. EkologiHutan Indonesia. Laboratorium
Ekologi. FakultasKehutanan. InstitutPertanian Bogor, Bogor.
Kusmana & Istomo, 1995. Ekologi Hutan:FakultasKehutanan. InstitutPertanian
Bogor, Bogor.
Indriyanto, 2006. EkologiHutan. PT. BumiAksara. Jakarta.
Arief, A. 1994, HutanHakekatdanPengaruhnyaTerhadapLingkungan.
YayasanObor Indonesia Jakarta.
https://jatiluhurdam.wordpress.com/
https://id.wikipedia.org/wiki/Jasa_Tirta_II
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/196406031989031-
DEDE_ROHMAT/Paper_Seminar-Air__di_DAS_Citarum.pdf
Holden A. 2000. Environment and Tourism. London: Routledge.
Laurie M. Pengantar kepada Arsitektur Pertamanan. Bandung: Intermatra
Inskeep E. 1991. Tourism Planning: An Integrated and Sustainable
Development
Approach. VNR Tourism and Recreation Series. New York: Van Nostrad
Reinhold.
121
Knudson DM. 1980. Outdoor Recreation. New York: Mac Millan Publ. Co. Inc
Marpaung H. 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung: Alfabeta.
122
Lampiran
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIANOMOR 37 TAHUN 2010TENTANG BENDUNGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,Menimbang :a. bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada saat musim penghujan agar
dapat dimanfaatkan guna pemenuhan kebutuhan air dan daya air pada waktu diperlukan, serta mengendalikan daya rusak air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 34, dan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, perlu membentuk waduk yang dapat menampung air;
b. bahwa waduk selain berfungsi menampung air dapat pula untuk menampung limbah tambang (tailing) atau menampung lumpur dalam rangka menjaga keamanan serta keselamatan lingkungan hidup;
c. bahwa untuk membentuk waduk yang dapat menampung air, limbah tambang (tailing), atau lumpur, perlu membangun bendungan;
d. bahwa untuk membangun bendungan yang secara teknis dapat berfungsi sesuai dengan tujuan pembangunan sekaligus dapat menjamin keamanan bendungan, perlu pengaturan mengenai bendungan;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Bendungan;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
MEMUTUSKAN: Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BENDUNGAN.BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Bendungan adalah bangunan yang berupa urukan tanah, urukan batu, beton,
dan/atau pasangan batu yang dibangun selain untuk menahan dan menampung air, dapat pula dibangun untuk menahan dan menampung limbah tambang (tailing), atau menampung lumpur sehingga terbentuk waduk.
2. Waduk adalah wadah buatan yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan.
123
3. Bangunan pelengkap adalah bangunan berikut komponen dan fasilitasnya yang secara fungsional menjadi satu kesatuan dengan bendungan.
4. Kegagalan bendungan adalah keruntuhan sebagian atau seluruh bendungan atau bangunan pelengkapnya dan/atau kerusakan yang mengakibatkan tidak berfungsinya bendungan.
5. Pengamanan bendungan adalah kegiatan yang secara sistematis dilakukan untuk mencegah atau menghindari kemungkinan terjadinya kegagalan bendungan.
6. Pemilik bendungan adalah Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau badan usaha, yang bertanggung jawab atas pembangunan bendungan dan pengelolaan bendungan beserta waduknya.
7. Pembangun bendungan adalah instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Pemilik bendungan, badan usaha yang ditunjuk oleh Pemilik bendungan, atau Pemilik bendungan untuk menyelenggarakan pembangunan bendungan.
8. Pengelola bendungan adalah instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Pemilik bendungan, badan usaha yang ditunjuk oleh Pemilik bendungan, atau Pemilik bendungan untuk menyelenggarakan pengelolaan bendungan beserta waduknya.
9. Unit pengelola bendungan adalah unit yang merupakan bagian dari Pengelola bendungan yang ditetapkan oleh Pemilik bendungan untuk melaksanakan pengelolaan bendungan beserta waduknya.
10. Instansi teknis keamanan bendungan adalah instansi yang bertugas membantu Menteri dalam penanganan keamanan bendungan.
11. Unit pelaksana teknis bidang keamanan bendungan adalah unit yang dibentuk untuk memberikan dukungan teknis kepada instansi teknis keamanan bendungan.
12. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
13. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sumber daya air.
14. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung peri kehidupan manusia dan makhluk hidup lain.
15. Dokumen pengelolaan lingkungan hidup adalah dokumen yang berisi upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang terdiri atas dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau dokumen upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup.
Pasal 2(1) Pengaturan bendungan dimaksudkan agar penyelenggaraan pembangunan
bendungan dan pengelolaan bendungan beserta waduknya dilaksanakan secara tertib dengan memperhatikan daya dukung lingkungan hidup,
124
kelayakan teknis, kelayakan ekonomis, kelayakan lingkungan, dan keamanan bendungan.
(2) Pembangunan bendungan dan pengelolaan bendungan beserta waduknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk meningkatkan kemanfaatan fungsi sumber daya air, pengawetan air, pengendalian daya rusak air, dan fungsi pengamanan tampungan limbah tambang (tailing) atau tampungan lumpur.
Pasal 3(1) Ruang lingkup peraturan pemerintah ini meliputi pengaturan pembangunan
bendungan dan pengelolaan bendungan beserta waduknya. (2) Pembangunan bendungan dan pengelolaan bendungan beserta waduknya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. bendungan dengan tinggi 15 (lima belas) meter atau lebih diukur dari dasar
fondasi terdalam; b. bendungan dengan tinggi 10 (sepuluh) meter sampai dengan 15 (lima belas)
meter diukur dari dasar fondasi terdalam dengan ketentuan: 1. panjang puncak bendungan paling sedikit 500 (lima ratus) meter; 2. daya tampung waduk paling sedikit 500.000 (lima ratus ribu) meter
kubik; atau 3. debit banjir maksimal yang diperhitungkan paling sedikit 1.000 (seribu) meter kubik per detik;
c. bendungan yang mempunyai kesulitan khusus pada fondasi atau bendungan
yang didesain menggunakan teknologi baru dan/atau bendungan yang
mempunyai kelas bahaya tinggi.
125