MAKALAH
KONSELING POPULASI KHUSUS
DI
PANTI SOSIAL REHABILITASI WANITA
Oleh:
KELOMPOK III
DESMA YUNITA 10 103 041
ERMA RANI 10 103 050
FRISCA ARDILA 10 103 058
LAILATUL HUSNA 10 103 066
MUHAMMAD NUR 10 103 074
Dosen Pembimbing:
IRMAN, S. Ag., M. Pd
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN
TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
BATUSANGKAR
2013
KONSELING DI PANTI REHABILITASI WANITA
A. Pendahuluan
Panti rehabilitasi wanita merupakan salah satu tempat
penampungan bagi wanita-wanita dari berbagai latar belakang kehidupan.
Di panti rehabilitasi ini wanita disiapkan untuk menjadi individu yang
dapat bersosialisasi dan berguna bagi masyarakat banyak. Tempat
rehabilitasi ini dipenuhi oleh wanita-wanita korban kekerasan, wanita
hamil luar nikah, korban pemerkosaan dan termasuk juga wanita-wanita
yang tuna susila. Apalagi di zaman sekarang banyak tindak kejahatan yang
merugikan kaum wanita. Bahkan banyak wanita yang mengalami kekerasa
dan penderitssn memilih jalan pintas untuk mengakhiri kehidupannya.
Panti rehabilitasi wanita ini diharapkan dapat memperbaiki kondisi
pisik dan psikis wanita yang mengalami konflik dalam hidupnya.
Keberadaan panti-panti yang sudah disediakan pemerintah (salah satunya
di Sumatra Barat) diharapkan dapat menciptakan calon-calon wanita yang
siap mengarungi peliknya kondisi hidup saat ini. Untuk lebih jelasnya
dalam pembahasan makalah ini akan di bahas mengenai panti rehabilitasi
diantaranya adalah keberadaan panti rehabilitasi wanita di masyarakat,
pola pembinaan dan bimbingan yang dilakukan di panti rehabilitasi
wanita, masalah-masalah yang dialami oleh wanita tuna susila, model-
model konseling yang dapat diterapkan untuk wanita tuna susila.
B. Konseling di Panti Rehabilitas Wanita
1. Keberadaan Panti Rehabilitasi Wanita di Masyarakat
Rehabilitasi ditinjau dari makna kata yang berasal dari bahasa
Iggris yaitu Rehabilitation yang artinya mengembalikan seperti
semula, mengembalikan yang dimaksud adalah mengembalikan
kemampuan yang pernah dimiliki karena suatu hal (musibah) ia harus
kehilangan kemampuan, kemampuan inilah yang dikembalikan seperti
semula yaitu seperti kondisi sebelum terjadi musibah yang dialaminya.
Ada pula yang memaknai rehabilitas terbentuk dri dua kata yaitu ’’re’’
dan ’’habilitasi’’. Re maknanya kembali, habilitasi maknanya
kemampuan. Jika pemakaian kata ini yang digunakan maka ada dua
konsep pengertian yaitu: Rehabilitasi, dan Habilitasi. Rehabilitasi
artinya mengembalikan kemampuan yang hilang sedangkan Habilitasi
artinya memberikan kemampuan terhadap individu yang belum pernah
dimilikinya sejak lahir.
Rehabilitasi merupakan suatu rangkaian yang bertujuan untuk
melakukan aksi pencegahan, peningkatan, penyembuhan dan
memberikan serta memulihkan kemampuan bagi individu yang
membutuhkan layanan khusus. Hal tersebut didasarkan atas masalah
yang dialami oleh masing-masing inividu, layanan diberikan secara
terpadu dan berkesinambungan.
Pelayanan Rehabilitasi Sosial adalah pelayanan yang ditujukan
untuk membantu warga negara yang mengalami permasalahan sosial
sehingga tidak mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar di
masyarakat. Pelayanan rehabilitasi sosial diberikan dalam bentuk
motivasi dan diagnosis psikososial, perawatan dan pengasuhan,
pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan, bimbingan
spiritual, bimbingan fisik, bimbingan sosial dan konseling psikososial,
pelayanan aksesibilitas bantuan dan asistensi sosial, bimbingan
resosialisasi, bimbingan lanjut, serta rujukan.
Dalam rangka penanggulangan kasus-kasus WTS ini
diperlukan lembaga rehabilitasi. Dimana lembaga ini mampu
mencegah, meningkatkan, menyembuhkan, dan memulihkan
kemampuan bagi individu yang membutuhkan layanan khusus, yang
didasarkan atas masalah yang dialami oleh masing-masing individu
yang diberikan secara terpadu dan berkesinambungan. Oleh karena itu
diperlukan suatu wadah yang dapat mencegah tindakan tersebut dan
mendukung gerakan prolife (peduli akan hidup)
Panti ini dibuat berdasarkan kebutuhan akan suatu wadah
pelayanan yang bersifat sosial, guna menampung para wanita korban
pelecehan seksual, kekerasan dalam rumah tangga dan pecandu
narkoba dan alkohol. Wanita dalam kondisi seperti ini merasa tertolak
oleh keluaraga dan masyarakat sekitarnya dan membutuhkan tempat
perlindungan dan bernaung.
Dari segi medis panti ini memiliki beberapa fungsi: kuratif,
rehabilitatif, promotif dan preventif.
a. Kuratif
Fungsi ini memberikan layanan sebagai penyembuhan dari
gangguan yang dialami oleh individu yang membutuhkan layanan
khusus, dalam bidang koordinasi, gerak motorik, komunikasi,
psikososial, pendidikan
b. Rehabilitatif
Memberikan layanan yang berfungsi sebagai pemulihan
atau memberi kemampuan pada individu yang mengalami
gangguan koordinasi, gerak motorik, komunikasi, psikososial,
pendidikan
c. Promotif
Memberikan layanan yang berfungsi sebagai upaya
peningkatan kemampuan yang sudah dimiliki dengan harapan
individu yang membutuhkan layanan khusus mengalami
peningkatan menuju kondisi normal secara optimal
d. Prefentif
Memberikan layanan pencegahan dari kondisi kecacatan,
agar tidak terjadi kondisi yang lebih parah atau lebih berat. Dengan
adanya fungsi pencegahan terhadap gangguan melalui layanan
rehabilitasi diharapkan individu yang membutuhkan layana khusus
dapat terhindar dari kecacatan yang lebih berat.
2. Pola Pembinaan dan Bimbingan yang Dilakukan
Konseling rehabilitasi adalah sebuah profesi yang menerapkan
proses konseling untuk membantu individu penyandang cacat dalam
beradaptasi dengan lingkungan, dan membantu lingkungan dalam
mengakomodasi kebutuhan individu tersebut agar dapat mencapai
tujuan personal, vokasional, dan kehidupan yang mandiri, dan mampu
berpartisipasi penuh dalam segala aspek kehidupan masyarakat.
Prinsip dasar profesi konseling rehabilitasi adalah membantu
individu penyandang kecacatan fisik, mental, kognitif dan/atau sensori
agar menjadi atau tetap menjadi warga masyarakat yang mandiri dan
produktif dalam lingkungan masyarakat pilihannya sendiri. Konselor
membantu penyandang cacat merespon secara konstruktif terhadap
berbagai tantangan masyarakat, merencanakan karir, dan mendapatkan
atau mempertahankan pekerjaan yang memberi kepuasan
Rehabilitasi sosial adalah usaha memulihkan kembali rasa
harga diri, kecintaan kerja, dan kesadaran serta tanggung jawab
terhadap masa depan sendiri, keluarga maupun masyarakat dalam
lingkungan sosial serta memulihkan kembali kemauan dan
kemampuan dapat melaksanakan fungsi sosial secara wajar. Untuk
mencapai tujuan seperti yang diinginkan dalam rehabilitasi sosial
tersebut diperlukan langkah-langkah seperti tertuang dalam Petunjuk
Teknis Penanganan Masalah Sosial Tuna Susila melalui PSKW, yaitu:
a. Melalui subtahapan pendekatan awal yang mencakup orientasi,
identifikasi, motivasi dan seleksi
b. Subtahapan penerimaan, yang mencakup kegiatan regrestrasi,
pengungkapan dan penelaahan masalah, dan penempatan klien
dalam program pelayanan rehabilitasi
c. Subtahanan bimbingan fisik, mental, sosial, dan keterampilan
1) Bimbingan pisik mempunyai dampak positif mampu
membentuk kondisi pisik dan mental seseorang menjadi sehat.
Menurut Engkos kokasih, bimbingan pisik dapat memacu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani, mental, emosional
dan sosial, memacu aktivitas peredaran darah, perencanaan,
pernafasan, menambah nilai disiplin, kerja sama, sportibilitas,
tenggang rasa, keterampilan, meningkatkan kesehatan dan
kesegaran jasmani rohani. Memperhatikan dampak positif
bimbingan pisik tersebut, dapat menjadikan sarana bagi
seseorang mencapai kemandirian pisik dan mental.
2) Bimbingan mental merupakan sarana untuk membentuk sikap
kemandirian mental seseorang. Mental adalah semua unsur
jiwa termasuk pikiran, emosi, sikap, perasaan secara
keseluruhan akan menentukan corak tingkah laku dalam
menghadapi masalah hidupnya. Bimbingan mental merupakan
sarana pemenuhan kebutuhan mental seseorang agar mereka
semakin mampu mandiri secara mental. Orang yang sehat
mentalnya adalah orang yang terpenuhi kebutuhan mentalnya,
sehingga mampu mandiri dengan merasakan kebahagiaan
hidup, mampu merasakan dirinya berguna, berharga dan
mampu menyesuaikan dengan lingkungan.
3) Bimbingan sosial diarahkan agar seseorang mampu mandiri
secara sosial, mampu melaksanakan interaksi sosial dalam
masyarakat secara normative. Dengan bimbingan sosial,
seseorang diharapkan mampu menerima ransangan orang lain,
mampu memberikan respon orang lain dan mampu terlihat
dalam proses belajar dengan orang lain.
4) Bimbingan keterampilan kerja diarahkan agar seseorang
mandiri secara ekonomi.
Proses pelayanan sosial bagi WTS dalam panti tidak berenti
pada kegiatan rehabilitasi sosial saja, tetapi masih dilanjutkan melalui
langkah-langkah berikut:
a. Subjek pelaksana Rehabilitasi, unsur utama dalam proses
rehabilitasi sosial dilaksanakan oleh pejabat pemerintah yang
terdiri dari para petugas administrasi dan operasional serta
petugas fungsional dan bekerja sama dengan berbagai pihak atas
dasar saling menguntungkan.
b. Objek rehabilitasi sosial adalah klien WTS yang perlu dipulihkan
kembali harga diri, kepercayaan diri, tanggung jawab sosial agar
mereka mau dan mampu melaksanakan fungsi sosial secara
normatif.
c. Metode pelaksanaan rehabilitasi sosial mencakup penyuluhan
sosial, motivasi, bimbingan perorangan dan kelompok, praktik
kerja serta Tanya jawab. Metode tersebut digunakan sesuai
dengan tahapan-tahapan proses rehabilitasi sosial.
Secara umum tahap rehabilitasi wanita tuna susila meliputi :
a. Tahap persiapan, materi pada tahap ini yaitu penanaman
pengertian pemberian bimbingan dan sosial.
b. Tahap pengendalian kesadaran, pada tahap ini menanamkan
secara terus-menerus pendidikan agama, budi pekerti,
pendidikan mental, sikap, dan tingkah laku.
c. Tahap penambahan pengetahuan yag meliputi kecakapan yang
berguna (untuk melacur dengan motif ekonomi)
d. Tahap penyaluran dan pengarahan untuk dikembalikan kepada
lingkungan semula (keluarga atau orang tua atau
kemansyarakatan bekerja atau kawin)
e. Tahap pengawasan setelah mereka disalurkan kedalam
lingkungan pergaulan sosial yang lebih luas
f. Tahap evaluasi hasil rehabilitasi, untuk mengetahui ketepatan
dari proses di dalam rehabilitasi.
Usaha Rehabilitasi dalam pola penanggulangan pelacuran ini
mempunyai tugas:
a. Mengembalikan keadaan dan kedudukan orang yang terlibat dalam
pelacuran tersebut sebagai individu yang baik dan berpribadi.
b. Mengembalikan daya fungsi mereka baik sebagai individu maupun
sebagai anggota keluarga dan warga masyarakat.
c. Mengembalikan mereka kepada situasi dan keadaan di mana
mereka dapat berfikir sehat, bermental kuat, bersikap dan
bertingkah laku sesuai dengan norma-norma yang berlaku di
masyarakat dan dapat berswasembada.
d. Membantu mereka untuk kembali dan mencintai kepada jalan
hidup yang benar.
3. Masalah-maslah yang Dialami oleh Wanita Tuna Susila
Masalah-masalah yang dialami oleh tuna susila ini dapat
berupa persoalan psikologis yang bersumber akibat dari gaya hidup
yang modern atau wujud dari westernisasi dan juga terjadinya broken
home. Seorang perempuan pastinya ingin tampil dengan keindahan
tubuh dan barang-barang yang dikenalkannya dan akibat meniru gaya
barat yang mau menjual harga diri demi kepuasan dunia tampa
memikirkan dampak dari perbuatannya tersebut.
Kehidupan keluarga yang kurang baik dapat menjadikan
seorang remaja untuk melakukan hal-hal yang kurang baik di luar
rumah dan itu dimanfaatkan oleh seseorang yang tidak bertanggung
jawab dengan mengajaknya bekerja sebagai WTS demi mengharapkan
material belaka
Menurut Jalaludin dalam tesisnya yang berjudul Proses
Rehabilitasi Wanita Tuna Susila, 2005. Faktor-Faktor yang Diduga
Penyebab Wanita Tuna Susila antara lain:
a. Faktor Sosial Ekonomi. Faktor sosial ekonomi di luar individu
atau kelompok masyarakat yang cenderung mendorong individu
atau anggota masyarakat untuk menjadi WTS. Misalnya karena
kemiskinan, ketidak mampuan individu atau lingkungan
menanggulangi kemelaratan yang terus menerus, ketandusan
daerah serta aspek sosial ekonomi lainnya yang mengakibatkan
terjerumus menjadi WTS.
b. Faktor Sosial Psikologis. Faktor ini terdapat pada diri manusia itu
sendiri, maupun akibat frustasi dari luar yang secara kejiwaan
cenderung mendorong seseorang untuk menjadi WTS. Misalnya
adanya kelainan kejiwaan, broken home atau gejala frustasi lainnya
serta kurangnya pengetahuan tentang agama (keimanan).
c. Faktor Sosial Budaya. Diakibatkan oleh lingkungan sosial budaya
yang cenderung individual, sehingga tidak peduli kepada seseorang
yang berprofesi sebagai WTS.
d. Faktor Sosial yang Cepat. Perubahan sosial yang tidak diikuti
dengan norma dan pendidikan yang ketat, maka akan melahirkan
kelonggaran sosial. Dengan longgarnya masalah norma sosial di
masyarakat maka akan mudah melahirkan WTS-WTS yang baru.
e. Faktor Longgarnya Kontrol Sosial. Dunia WTS adalah dunia yang
kompleks dan untuk mengatasinya adalah kontrol sosial dan
lembaga perkawinan atau pernikahan. Lembaga pernikahan itupun
terkadang dilecehkan dikarenakan dianggap sebagai belenggu oleh
sebagian masyarakat modern.
4. Model-model Konseling yang dapat Diterapkan untuk Wanita
Tuna Susila.
Berbagai layanan konseling dapat digunakan dalam membantu
wanita tuna susila ini. Pelayanan yang dilakukan pun dilaksanakan
menggunakan berbagai pendekatan atau model konselilng. Beberapa
bentuk model konseling yang dapat digunakan adalah:
a. Pendekatan behavioristik. Setiap segi kehidupan ini adlah proses
belajar.
b. Pendekatan logo terapy. Setiap aspek kehidupan seseorang akan
berusaha menjadi bermakna terhadap dirinya sendiri dan
lingkungannya
c. Pendekatan Cognitif behavioral terapy. Setiap manusia berperilaku
diatur oleh kerja otaknya yang nantinya akan tergambar dalam
perilakunya.
d. Rasional emotif terapi. Merasionalkan kembali pemikiran klien
terhadap penilaian dan pandangannya terhadap diri dan lingkungan
sosialnya.
C. Penutup
Dalam rangka penanggulangan kasus-kasus WTS ini diperlukan
lembaga rehabilitasi. Dimana lembaga ini mampu mencegah,
meningkatkan, menyembuhkan, dan memulihkan kemampuan bagi
individu yang membutuhkan layanan khusus, yang didasarkan atas
masalah yang dialami oleh masing-masing individu yang diberikan secara
terpadu dan berkesinambungan. Oleh karena itu diperlukan suatu wadah
yang dapat mencegah tindakan tersebut dan mendukung gerakan prolife
(peduli akan hidup)
Masalah-masalah yang dialami oleh tuna susila ini dapat berupa
persoalan psikologis yang bersumber akibat dari gaya hidup yang modern
atau wujud dari westernisasi dan juga terjadinya broken home. Seorang
perempuan pastinya ingin tampil dengan keindahan tubuh dan barang-
barang yang dikenalkannya dan akibat meniru gaya barat yang mau
menjual harga diri demi kepuasan dunia tampa memikirkan dampak dari
perbuatannya tersebut.
Berbagai layanan konseling dapat digunakan dalam membantu
wanita tuna susila ini. Pelayanan yang dilakukan pun dilaksanakan
menggunakan berbagai pendekatan atau model konseli
DAFTAR PUSTAKA
Taufik, Model-Model Konseling, (Padang, UNP, 2009)
Widiya muliawati, 09/04/2012, tersedia: http://widiyamuliawati.
Wordpress.com/ 2011/09/11/permasalahan-kesehatan-wanita-dalam-
dimensi-sosial-yang-berhubungan -dengan-pekerja-seks-komersial/
Parker, M.R.; Szimanski, E.M.; & Patterson, J.B. (Eds.) (2004). Rehabilitation
Counseling: Basics and Beyond. Fourth Edition. Texas: Pro.ed Inc.
International Publisher,
tersedia:http:// www.tarsidi.com/ ModelKonselingRehabilitasi.doc UN Enable.
(2006).
World Programme of Action Concerning Disabled Persons. United Nations:
Department of Economic and Social Affairs, Division for Social
Policy and Development. (Online):
http://www.un.org/esa/socdev/enable/diswpa04.htm Virginia Commonwealth
University Department of Rehabilitation Counseling (2005).
Top Related