PERCOBAAN X
SISTEM KOLOID
I. Tujuan Percobaan
Mengentahui pembuatan koloid dengan berbagai cara.
II. Dasar Teori
Sistem koloid merupakan suatu bentuk campuran (sistem dispersi) dua
atau lebih zat yang bersifat homogen namun memiliki ukuran partikel
terdispersi yang cukup besar (1 - 100 nm), sehingga terkena efek Tyndall.
Bersifat homogen berarti partikel terdispersi tidak terpengaruh
oleh gaya gravitasi atau gaya lain yang dikenakan kepadanya, sehingga tidak
terjadi pengendapan. Sifat homogen ini juga dimiliki oleh larutan, namun
tidak dimiliki oleh campuran biasa (suspensi).
Koloid mudah dijumpai di mana-mana: susu, agar-agar, tinta, sampo,
serta awan merupakan contoh-contoh koloid yang dapat dijumpai sehari-
hari. Sitoplasma dalam sel juga merupakan sistem koloid. Kimia
koloid menjadi kajian tersendiri dalam kimia industri karena kepentingannya.
A. Macam-macam koloid
Koloid memiliki bentuk bermacam-macam, tergantung dari fasa zat
pendispersi dan zat terdispersinya. Beberapa jenis koloid:
Aerosol yang memiliki zat pendispersi berupa gas. Aerosol yang memiliki
zat terdispersi cair disebut aerosol cair (contoh: kabut dan awan)
sedangkan yang memiliki zat terdispersi padat disebut aerosol padat
(contoh: asap dan debu dalam udara).
Sol Sistem koloid dari partikel padat yang terdispersi dalam zat cair.
(Contoh: Air sungai, sol sabun, sol detergen dan tinta).
Emulsi Sistem koloid dari zat cair yang terdispersi dalam zat cair lain,
namun kedua zat cair itu tidak saling melarutkan. (Contoh: santan, susu,
mayonaise, dan minyak ikan).
Buih Sistem Koloid dari gas yang terdispersi dalam zat cair. (Contoh:
pada pengolahan bijih logam, alat pemadam kebakaran, kosmetik dan
lainnya).
Gel sistem koloid kaku atau setengah padat dan setengah cair. (Contoh:
agar-agar, Lem).
B. Sifat – sifat Koloid
Efek Tyndall
Efek Tyndall ialah gejala penghamburan berkas sinar (cahaya) oleh
partikel-partikel koloid. Hal ini disebabkan karena ukuran molekul koloid
yang cukup besar. Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-
1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat itu disebut efek
tyndall.
Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar.
Pada saat larutan sejati disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak
akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid, cahaya akan
dihamburkan. Hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai
partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar
tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil
sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.
Gerak Brown
Gerak Brown ialah gerakan partikel-partikel koloid yang senantiasa
bergerak lurus tapi tidak menentu (gerak acak/tidak beraturan). Jika kita
amati koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa
partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan
zigzag ini dinamakan gerak Brown. Partikel-partikel suatu zat senantiasa
bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan
gas( dinamakan gerak brown), sedangkan pada zat padat
hanya beroszillasi di tempat ( tidak termasuk gerak brown ). Untuk koloid
dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel
akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri.
Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran
partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak
seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan
perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak
Brown.
Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown
yang terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel koloid,
semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa
gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam
campuran heterogen zat cair dengan zat padat (suspensi). Gerak Brown
juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka
semakin besar energi kinetik yang dimiliki partikel-partikel medium
pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase
terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah
suhu sistem koloid, maka gerak Brown semakin lambat.
Adsorpsi
Adsorpsi ialah peristiwa penyerapan partikel atau ion atau senyawa
lain pada permukaan partikel koloid yang disebabkan oleh luasnya
permukaan partikel. (Catatan : Adsorpsi harus dibedakan dengan absorpsi
yang artinya penyerapan yang terjadi di dalam suatu partikel). Contoh : (i)
Koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena permukaannya menyerap ion
H+. (ii) Koloid As2S3 bermuatan negatif karena permukaannya menyerap
ion S2.
Muatan koloid
Dikenal dua macam koloid, yaitu koloid bermuatan positif dan koloid
bermuatan negatif.
Koagulasi koloid
Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid dan membentuk
endapan. Dengan terjadinya koagulasi, berarti zat terdispersi tidak lagi
membentuk koloid. Koagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan,
pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan
elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
Koloid pelindung
Koloid pelindung ialah koloid yang mempunyai sifat dapat melindungi
koloid lain dari proses koagulasi.
Dialisis
Dialisis ialah pemisahan koloid dari ion-ion pengganggu dengan cara
ini disebut proses dialisis. Yaitu dengan mengalirkan cairan yang
tercampur dengan koloid melalui membran semi permeable yang
berfungsi sebagai penyaring. Membran semi permeable ini dapat dilewati
cairan tetapi tidak dapat dilewati koloid, sehingga koloid dan cairan akan
berpisah.
Elektroforesis
Elektroferesis ialah peristiwa pemisahan partikel koloid yang
bermuatan dengan menggunakan arus listrik.
C. Koloid Sol
Seperti yang telah dijelaskan, sol merupakan jenis koloid dimana fase
terdispersinya merupakan zat padat. Berdasarkan medium pendispersinya, sol
dapat dibagi menjadi:
1. Sol Padat
Sol padat merupakan sol di dalam medium pendispersi padat. Contohnya
adalah paduan logam, gelas berwarna, dan intan hitam.
2. Sol Cair (Sol)
Sol cair merupakan sol di dalam medium pendispersi cair. Contohnya
adalah cat, tinta, tepung dalam air, tanah liat, dll.
3. Sol Gas (Aerosol Padat)
Sol gas merupakan sol di dalam medium pendispersi padat. Contohnya
adalah debu di udara, asap pembakaran, dll.
Penetralan partikel koloid dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu:
1. Menggunakan prinsip elektroforesis.
Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel koloid yang
bermuatan ke elektrode dengan muatan berlawanan. Ketika partikel ini
mencapai elektrode, maka sistem koloid akan kehilangan muatannya dan
bersifat netral.
2. Penambahan koloid lain dengan muatan berlawanan.
Ketika koloid bermuatan positif dicampur dengan koloid bermuatan
negatif, maka muatan tersebut akan saling menghilang dan bersifat netral.
3. Penambahan elektrolit
Jika suatu elektrolit ditambahkan pada sistem koloid, maka partikel koloid
yang bermuatan negatif akan mengasorpsi ion positif (kation) dari
elektrolit. Begitu juga sebaliknya, partikel positif akan mengasorpsi ion
negatif (anion) dari elektrolit. Dari adsorpsi diatas, maka terjadi proses
koagulasi.
4. Pendidihan
Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan jumlah tumbukan antara
partikel-partikel sol dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Hal
ini melepaskan elektrolit yang teradsorpsi pada permukaan koloid.
Akibatnya partikel tidak bermuatan.
D. Koloid Emulsi
Seperti yang telah dijelaskan, emulsi merupakan jenis koloid dimana
fase terdispersinya merupakan zat cair. Kemudian, berdasarkan medium
pendispersinya, emulsi dapat dibagi menjadi:
1. Emulsi Gas (Aerosol Cair) Emulsi gas merupakan emulsi di dalam medium pendispersi gas.
Aerosol cair seperti hairspray dan baygon, dapat membentuk sistem koloid
dengan bantuan bahan pendorong seperti CFC. Selain itu juga mempunyai
sifat seperti sol liofob yaitu efek Tyndall, gerak Brown.
2. Emulsi Cair
Emulsi cair merupakan emulsi di dalam medium pendispersi
cair. Emulsi cair melibatkan campuran dua zat cair yang tidak dapat saling
melarutkan jika dicampurkan yaitu zat cair polar dan zat cair non-polar.
Biasanya salah satu zat cair ini adalah air dan zat lainnya seperti minyak.
Sifat emulsi cair yang penting ialah:
- Demulsifikasi
Kestabilan emulsi cair dapat rusak akibat pemanasan, pendinginan,
proses sentrifugasi, penambahan elektrolit, dan perusakan zat
pengelmusi.
- Pengenceran
Emulsi dapat diencerkan dengan penambahan sejumlah medium
pendispersinya.
3. Emulsi Padat atau Gel
Gel merupakan emulsi didalam medium pendispersi zat padat. Gel
dapat dianggap terbentuk akibat penggumpalan sebagian sol cair. Pada
penggumpalan ini, partikel-partikel sol akan bergabung membentuk suatu
rantai panjang. Rantai ini kemudian akan saling bertaut sehingga terbentuk
suatu struktur padatan di mana medium pendispersi cair terperangkap
dalam lubung-lubang struktur tersebut.
Berdasarkan sifat keelastisitasnya, gel dapat dibagi menjadi:
- Gel elastic
Gel yang bersifat elastis, yaitu dapat berubah bentuk jika diberi gaya
dan kembali ke bentuk awal jika gaya ditiadakan. Contoh adalah sabun
dan gelatis.
- Gel non-elastic
Gel yang bersifat tidak elastis, artinya tidak berubah jika diberi gaya.
Contoh adalah gel silika.
E. Koloid Buih
Buih merupakan koloid dimana fase terdispersinya merupakan gas.
Kemudian, berdasarkan medium pendispersinya, buih dapat dibagi menjadi:
1. Buih Cair (Buih)
Buih cair adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium
pendispersi zat cair. Biasanya fase terdispersi gas berupa udara atau
CO2.Kestabilan buih diperoleh karena adanya zat pembuih (surfaktan). Zat
ini teradsorpsi ke daerah antar fase dan mengikat gelembung-gelembung
gas sehingga diperoleh kestabilan. Contohnya adalah buih yang dihasilkan
alat pemadam kebakaran dan kocokan putih telur.
Sifat-sifat buih cair ialah:
Struktur buih cair berubah dengan waktu karena drainase (pemisahan
medium pendispersi) akibat kerapatan fas dan zat cair yang jauh berbeda,
rusaknya film antara dua gelembung gas, dan ukuran gelembung gas
menjadi lebih besar akibat difusi. Struktur buih cair dapat berubah jika
diberi gaya dari luar.
2. Buih Padat
Buih padat adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan
medium pendispersi zat padat. Kestabilan buih padat diperoleh dari zat
pembuih (surfaktan). Beberapa buih padat yang kita kenal adalah roti,
styrofoam, batu apung,dll.
Sebagai catatan, tidak terdapat buih gas, dimana medium pendispersi
dan fase terdispersi sama-sama berupa gas. Hal itu karena campuran dari
keduanya tergolong sebagai larutan.
F. Koloid Liofil dan Koloid Liofob
Koloid ini terjadi pada sol yaitu fase terdispersinya padatan dan
medium pendispersinya cairan.
Koloid Liofil:
Sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya besar terhadap medium
pendispersinya.
Contoh: sol kanji, agar-agar, lem, cat
Koloid Liofob:
Sistem koloid yang affinitas fase terdispersinya kecil terhadap medium
pendispersinya.
Contoh: sol belerang, sol emas.
III. Alat dan Bahan
Alat :
- Gelas Kimia
- Pemanas
- Tabung reaksi
- Kaki 3
- Pengaduk
- Spatula / Sendok
- Senter
Bahan :
- FeCl3 larutan
- NaCl larutan
- BaCl3 larutan
- Agar - agar
- Minyak tanah
- Air dan sabun
IV. Prosedur Kerja
a. Pembuatan sol dengan kondensasi
- Panaskan 25 ml air dalam gelas kimia sampai mendidih.
- Tambahkan 12 tetes larutan FeCl3 jenuh sambil dipanaskan sampai
larutan berwarna coklat merah, setelah itu tuang ditabung reaksi sama
rata.
- Secara bersamaan masukkan 5 tetes NaCl pada tabung 1.
- Masukkan BaCl2 pada tabung 2
b. Pembuatan sol dengan cara disperse
- Ambil 1 sendok agar-agar dan larutkan dalam air sampai 13
tabung
reaksi.
- Panaskan dan dinginkan sampai menjadi jel.
- Kemudian disenter dan amati yang terjadi.
c. Pembuatan emulsi
- Campurkan 1 ml minyak tanah dan 5 ml air dalam tabung reaksi.
- Guncangkan tabung dengan keras, diamkan beberapa menit dan amati.
- Tambahkan sabun / deterjen dan amati kembali.
V. Hasil Pengamatan
Dari ketiga percobaan sistem koloid yang kami lakukan kami mendapatkan
hasil sebagai berikut :
Percobaan pertama
NaCl didapat dari percampuran antara 2 sendok garam dapur dan air 10 ml
yang menghasilkan larutan NaCl. Setelah FeCl3 ditambahkan ke air yang
dididihkan, dan dituang pada 2 buah tabung reaksi dengan ukuran yang
sama. Pada tabung 1 secara bersamaan dimasukkan 5 tetes NaCl, dan
tabung 2 secara bersamaan diteteskan NaCl. Hasil pengamatan kami
bahwa untuk kedua larutan tersebut tidak menghasilkan reaksi apapun.
Percobaan kedua
Ketika air dan agar-agar dicampur menjadi satu dan dipanaskan sampai
mendidih lalu didinginkan sampai membentuk gel ( adanya kristal-
kristal ). Untuk perbandingan maka air aquades dimasukkan dalam tabung
reaksi yang berbeda, kemudian agar-agar yang sudah dingin dan air
aquades dimasukkan kedalam ruangan yang gelap. Saat disenter,
tembusan cahaya akan terhamburkan ketika mengenai agar-agar, dan
sedangkan pada aquades cahaya akan langsung diteruskan tanpa adanya
hmburan.
Percobaan ketiga
Pada saat 1 ml minyak tanah dan 5 ml air dicampurkan lalu kemudian
digoncang dengan keras, setelah diamati yang terjadi adalah minyak dan
air tidak menyatu. Tetapi pada saat dicampurkan lagi 1 sendok deterjen,
maka yang terjadi minyak dan air bercampur menjadi satu.
VI. Pembahasan
Percobaan pertama
Percobaan kedua
Air adlah senyawa polar, minyak senyawa nonpolar, pada prinsipnya
senyawa polar-nonpolar tidak bisa bercampur, sabun mempunyai 2 sisi,
bagian kepala merupakan gugus yang polar (karboksilat) dan bagian ekor
yg panjang merupakan rantai alkana yg nonpolar, jadi si sabun ini
bertindak sbg makelar air dan minyak, sabun2 akan mengelilingi si
minyak ditengahnya, yg ekor nonpolar ke minyak, jadilah terbntuk
makhluk baru yg seolah2 polar (bagian kepala di luar) shg dpat
berinteraksi sma si air. Bisa dikatakan sabun sebagai emulgator (pengikat
antara air dengan minyak).
Percobaan ketiga
VII. Kesimpulan dan Saran
1. Sifat kolid yang tidak tembus cahaya yaitu dapat dilihat dari penyinaran
kedua campuran air dan agar-agar dengan lampu senter.
Top Related