Download - Makalah Kelompok 7 Fix

Transcript

Prakiraan Biologi

dan

AnalisisBAB I

Dampak

Lingkungan

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Lingkungan mempunyai arti penting bagi manusia. Dengan lingkungan fisik manusia dapat menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan materilnya, dengan lingkungan biologi manusia dapat memenuhi kebutuhan jasmaninya, dan dengan lingkungan sosialnya manusia dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya. Bagi manusia, lingkungan dipandang sebagai tempat beradanya manusia dalam melakukan segala aktivitas kesehariannya, olehnya lingkungan tempat beradanya manusia menentukan seperti apa bentukan manusia yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan harapan atas terciptanya manusia, semakin baik lingkungan tempat beradanya manusia, maka semakin besar kemungkinan manusia yang ada di dalamnya untuk berperilaku baik, kondisi serupa dapat terjadi pada ilustrasi sebaliknya. Sehingga lingkungan memiliki arti yang sangat penting atas eksistensi manusia sebagai makhluk yang memiliki multi potensi. Ilmu lingkungan adalah suatu studi yang sistematis mengenai lingkungan hidup dan kedudukan manusia yang pantas di dalamnya. Perbedaan utama ilmu lingkungan dan ekologi adalah dengan adanya misi untuk mencari pengetahuan yang arif, tepat (valid), baru, dan menyeluruh tentang alam sekitar, dan dampak perlakuan manusia terhadap alam. Misi tersebut adalah untuk menimbulkan kesadaran, penghargaan, tanggung jawab, dan keberpihakan terhadap manusia dan lingkungan hidup secara menyeluruh. Timbulnya kesadaran lingkungan sudah dimulai sejak lama, contohnya Plato pada 4 abad Sebelum Masehi telah mengamati kerusakan alam akibat perilaku manusia. Pada zaman modern, terbitnya buku Silent Spring tahun 1962 mulai menggugah kesadaran umat manusia. Di Indonesia tulisan tentang masalah lingkungan hidup mulai muncul pada 1960-an. Sejak itu Indonesia terus aktif mengikuti pertemuan puncak yang membicarakan tentang lingkungan hidup secara global, yaitu Konferensi Stockholm pada 1972; Earth Summit di Rio de Janiero tahun 1992; dan WSSD di

Kelompok

7 Kimia C dan BS 2006

1

Johannesburg, tahun 2002. Ilmu lingkungan meliputi hubungan interaksi yang sangat kompleks sehingga untuk memudahkan mempelajarinya dilakukan berbagai pendekatan, antara lain: homeostasis, energi, kapasitas, simbiosis, sistem, dan model. Permasalahan lingkungan hidup terdiri dari permasalahan lingkungan global dan sektoral. Contoh permasalahan lingkungan global adalah: pertumbuhan penduduk, penggunaan sumber daya alam yang tidak merata; perubahan cuaca global karena berbagai kasus pencemaran dan gaya hidup yang berlebihan; serta penurunan keanekaragaman hayati akibat perilaku manusia, yang kecepatannya meningkat luar biasa akhir-akhir ini. Contoh permasalahan lingkungan sektoral dibahas masalah lingkungan yang terjadi di Indonesia akibat adanya pembangunan suatu proyek. Masalah tersebut terjadi pada berbagai ekosistem, seperti yang terjadi di kawasan pertanian, hutan, pesisir, laut, dan perkotaan. Oleh karena itu, sebelum melakukan suatu proyek pembangunan perlu dilakukan terlebih dahulu prakiraan dan analisis dampak lingkungan terutama yang menyangkut aspek lingkungan biologi. 1.2 Pokok Permasalahan 1. Apakah yang dimaksud dengan lingkungan biologi? 2. Apakah yang dimaksud dengan prakiraan dampak lingkungan? 3. Bagaimana prakiraan dan analisis dampak lingkungan biologi? 1.3 Tujuan Penulisan Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (KI 554). Tetapi hal ini bukan semata-mata untuk memenuhi tugas mata kuliah saja, melainkan untuk memberikan wawasan tambahan mengenai pentingnya dilakukan proses prakiraan dan analisis dampak lingkungan biologi sehingga maminimalisir dampak negatif yang diakibatkan karena adanya proyek pembangunan.

Prakiraan Biologi

dan

AnalisisBAB II

Dampak

Lingkungan

PEMBAHASAN 2.1 Lingkungan 2.1.1 Pengertian Lingkungan Lingkungan alam merupakan suatu kesatuan areal tertentu dengan segala sesuatu yang berada dalam dan sistem hubungan satu sama lainnya. Segala sesuatu yang berada dalam suatu lingkungan dapat dibagi menjadi dua, yaitu sumber daya alam dan sistem hubungan antara sumber daya alam tersebut. Lingkungan alam dapat dibagi lagi menjadi: a. Lingkungan fisik dan kimia yang terdiri dari: Tanah Air Iklim Udara Ekologi, meliputi ekosistem; spesies dan populasi; habitat dan komunitas. Flora, meliputi peta zona biogeoklimatik dan komunitas tumbuhan (komposisi, struktur dan manfaat). Fauna, meliputi penyebaran; migrasi dan habitat satwa. c. Lingkungan manusia yang meliputi bentuk sosial, ekonomi, budaya dan kesehatan yang terdiri dari: Sosial ekonomi Demografi Sosial budaya

b. Lingkungan biologi yang terdiri dari:

2.1.2 Lingkungan Biologi Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup

Kelompok

7 Kimia C dan BS 2006

3

maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya. Definisi ekologi seperti di atas, pertama kali disampaikan oleh Ernest Haeckel (zoologiwan Jerman, 1834-1914). Ekologi adalah cabang ilmu biologi yang banyak memanfaatkan informasi dari berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti: kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk pembahasannya. Ekologi berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya. Pengamatan ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip yang terkandung dalam hubungan timbal balik tersebut. Dalam studi ekologi digunakan metoda pendekatan secara rnenyeluruh pada komponen-kornponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi, komunitas, dan ekosistem. a. Spesies Spesies merupakan sekelompok individu yang menunjukkan beberapa karakteristik penting yang berbeda dari kelompok-kelompok lain, baik secara morfologi, fisiologi maupun biokimia. Tipe-tipe spesies diantaranya: Spesies Monotipik: spesies yang tidak punya sub spesies atau hanya terapat satu sub spesies saja. Spesies Allopatrik: spesies yang punya 2 sub spesies atau lebih yang terdapat pada suatu daerah. Spesies Sibling (kriptik): spesies yang secara morfologi sama, tetapi pada genetik, fisiologi, ekologi, reproduksi, dan tingkah lakun sangat berbeda. Berbagai tempat di permukaan bumi memiliki kondisi lingkungan yang berbeda-beda, yang membentuk habitat dan relung ekologis yang berbeda-beda pula. Spesies yang terbentuk melalui proses spesiasi dapat menempati habitat dan relung ekologis yang berbeda-beda tersebut karena kemampuan intrinsiknya, seperti batas toleransi, kemampuan adaptasi terhadap berbagai faktor seleksi alam, dan dimungkinkan karena adanya variasi genetis. Proses spesiasi yang umum

Prakiraan Biologi

dan

Analisis

Dampak

Lingkungan

terjadi adalah spesiasi allopatrik, parapatrik, sympatrik, dan polyploidy. Sedangkan spesiasi akibat campur tangan manusia dapat terjadi dalam proses domestikasi. Proses spesiasi juga tak terlepas dari evolusi dan perkembangan faktor habitat dan relung ekologis melalui segregasi relung ekologis. b. Populasi Populasi adalah sekelompok individu spesies yang sama yang menempati suatu ruang, dan secara kolektif mempunyai sifat yang khas sebagai suatu kelompok. Sifat kolektif tersebut antara lain adalah kepadatan populasi, natalitas, mortalitas, dan distribusi umur. Populasi pada umumnya ada dalam keseimbangan yang dinamis, yang dipengaruhi oleh interaksi berbagai faktor. Faktor keseimbangan yang mendorong perkembangan populasi antara lain laju reproduksi, penyebaran, mekanisme pertahanan diri, dan kemampuan bertahan pada kondisi sulit. Faktor pendorong tersebut berinteraksi pula dengan faktor penghambat yang antara lain adalah keterbatasan sumber, habitat yang kurang cocok, kondisi cuaca, persaingan, predator, parasit, dan penyakit. Adapun pola interaksi spesies antarpopulasi dapat berbentuk interaksi netral, interaksi negatif, maupun interaksi positif. Berbagai bentuk interaksi tersebut masih belum semuanya ditemukan oleh manusia, sedangkan gangguan yang terjadi terhadap interaksi tersebut akan berpengaruh kepada ekosistem secara keseluruhannya. Ukuran populasi berubah sepanjang waktu. Perubahan ukuran dalam populasi ini disebut dinamika populasi. Perubahan ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus perubahan jumlah dibagi waktu. Hasilnya adalah kecepatan perubahan dalam populasi. Akan tetapi, perlu diingat bahwa penyebab kecepatan rata-rata dinamika populasi ada berbagai hal. Dari alam mungkin disebabkan oleh bencana alam, kebakaran, serangan penyakit, sedangkan dari manusia misalnya karena tebang pilih. Namun, pada dasarnya populasi mempunyai karakteristik yang khas untuk kelompoknya yang tidak dimiliki oleh masing-masing individu anggotanya. Karakteristik ini antara lain: kepadatan (densitas), laju kelahiran (natalitas), laju kematian (mortalitas), potensi biotik, penyebaran umur, dan bentuk pertumbuhan. Natalitas dan mortalitas merupakan penentu utama

Kelompok

7 Kimia C dan BS 2006

5

pertumbuhan populasi. Dinamika populasi dapat juga disebabkan imigrasi dan emigrasi. Hal ini khusus untuk organisme yang dapat bergerak, misalnyahewan dan manusia. Imigrasi adalah perpindahan satu atau lebih organisme ke daerah lain atau peristiwa didatanginya suatu daerah oleh satu atau lebih organisme; di daerah yang didatangi sudah terdapat kelompok dari jenisnya. Imigrasi ini akan meningkatkan populasi. Sedangkan emigrasi adalah peristiwa ditinggalkannya suatu daerah oleh satu atau lebih organisme, sehingga populasi akan menurun. Secara garis besar, imigrasi dan natalitas akan meningkatkan jumlah populasi, sedangkan mortalitas dan emigrasi akan menurunkan jumlah populasi. c. Komunitas Komunitas biotik berperan sangat penting dalam keseimbangan ekosistem. Komunitas adalah beberapa populasi yang hidup pada suatu habitat fisik tertentu, yang merupakan suatu unit organisasi dengan karakteristik tertentu sebagai tambahan dari komponen karakteristik populasi penyusunnya, dan berfungsi sebagai suatu unit melalui berbagai transformasi metabolik. Ukuran dan komposisi spesies pada komunitas adalah berbeda-beda, namun dapat dikelompokkan sesuai dengan tingkatan tropiknya, yaitu produsen, konsumen, dan dekomposer. Karakter umum dari suatu komunitas biasanya ditentukan oleh spesies yang dominan pada komunitas tersebut. Keanekaragaman spesies merupakan faktor penting dari suatu komunitas selain dominansi. Keanekaragaman komunitas ditentukan pula oleh pola komunitas yang merupakan pola penyebaran atau stratifikasi dari spesies yang hidup pada komunitas tersebut. d. Ekosistem Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, batasan dari ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. Secara struktural ekosistem terdiri dari komponen biotik dan abiotik.

Prakiraan Biologi

dan

Analisis

Dampak

Lingkungan

Komponen biotik ekosistem meliputi: sumber daya tumbuhan, sumber daya hewan, jasad renik, dan sumber daya manusia. Sedangkan komponen abiotik ekosistem adalah komponen tak hidup yang meliputi komponen fisik dan kimia. Komponen fisik utama yang mempengaruhi ekosistem adalah sebagai berikut : Suhu Suhu berpengaruh terhadap ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup. Ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu. Sinar matahari Sinar matahari mempengaruhi ekosistem secara global karena matahari menentukan suhu. Sinar matahari juga merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintesis. Air Air berpengaruh terhadap ekosistem karena air dibutuhkan untuk kelangsungan hidup organisme. Bagi tumbuhan, air diperlukan dalam pertumbuhan, perkecambahan, dan penyebaran biji; bagi hewan dan manusia, air diperlukan sebagai air minum dan sarana hidup lain, misalnya transportasi bagi manusia, dan tempat hidup bagi ikan. Bagi unsur abiotik lain, misalnya tanah dan batuan, air diperlukan sebagai pelarut dan pelapuk. Tanah Tanah merupakan tempat hidup bagi organisme. Jenis tanah yang berbeda menyebabkan organisme yang hidup didalamnya juga berbeda. Tanah juga menyediakan unsur-unsur penting bagi pertumbuhan organisme, terutama tumbuhan. Ketinggian Ketinggian tempat menentukan jenis organisme yang hidup di tempat tersebut, karena ketinggian yang berbeda akan menghasilkan kondisi fisik dan kimia yang berbeda. Angin

Kelompok

7 Kimia C dan BS 2006

7

Angin selain berperan dalam menentukan kelembapan juga berperan dalam penyebaran biji tumbuhan tertentu. Garis lintang Garis lintang yang berbeda menunjukkan kondisi lingkungan yang berbeda pula. Garis lintang secara tak langsung menyebabkan perbedaan distribusi organisme di permukaan bumi. Ada organisme yang mampu hidup pada garis lintang tertentu saja. Masing-masing komponen yang menjadi bagian dari ekosistem tersebut saling berinteraksi dan saling mempengaruhi dengan erat. Adapun faktor lingkungan pembatas berperan besar dalam menentukan komposisi organisme dalam suatu ekosistem. Dalam konsep faktor pembatas dikemukakan bahwa setiap organisme memiliki kisaran toleransi terhadap setiap faktor lingkungan abiotik. Untuk memahami bagaimana ekosistem berfungsi maka hal mendasar yang perlu dipahami adalah terdapatnya aliran energi ke dalam ekosistem dan terjadinya daur materi di dalam ekosistem. Kedua hal tersebut dapat diamati pada proses produksi dan dekomposisi, rantai dan jaring makanan, adanya tingkatan tropik di dalam ekosistem, serta terjadinya daur biogeokimia yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan. Energi ialah segala sesuatu yang dapat melakukan pekerjaan. Sumber energi dapat dikelompokkan menjadi: sumber energi tak terbarui (non renewable) yaitu sumber energi fosil dan nuklir, sumber energi terbarui (renewable) yaitu sumber energi bukan fosil, misalnya tenaga air dan tenaga angin. Rantai makanan merupakan perpindahan energi makanan dari sumber daya tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jalur makan-memakan. Rantai makanan dibagi atas dua tipe dasar, yaitu: rantai makanan rerumputan (grazing food chain), dan rantai makanan sisa (detritus food chain). Berdasarkan fungsinya, suatu ekosistem terdiri atas dua komponen, yaitu : Komponen autotrofik, yaitu organisme yang mampu menyediakan atau mensintesis makanannya sendiri berupa bahan organik dan bahan-bahan

Prakiraan Biologi

dan

Analisis

Dampak

Lingkungan

anorganik dengan bantuan energi matahari atau klorofil. Oleh karena itu semua organisme yang mengandung klorofil disebut organisme autotrofik. Komponen heterotrofik, yaitu organisme yang mampu memanfaatkan bahanbahan organik sebagai bahan makanannya. Bahan makanan itu disintesis dan disediakan oleh organisme lain. Tipe ekosistem di antaranya adalah: 1) Ekosistem lahan basah, yang di antaranya meliputi tipe-tipe ekosistem sebagai berikut: Hutan bakau Hutan rawa payau Hutan rawa air tawar Hutan rawa bergambu Danau/situ Tambak udang/bandeng Tambak garam Sawah Kolam budidaya ikan air tawar

2) Ekosistem lahan kering, yang di antaranya meliputi tipe-tipe ekosistem sebagai berikut: Hutan tropika basah (berstatus konversi) Kebun/talun Perkebunan karet/kelapa sawit Tegalan/pertanian lahan kering Tanaman pekarangan

e. Habitat Morrison (2002) mendefinisikan habitat sebagai sumberdaya dan kondisi yang ada di suatu kawasan yang berdampak ditempati oleh suatu spesies. Habitat terdiri lebih dari sekedar vegatasi atau struktur vegetasi; merupakan jumlah kebutuhan sumberdaya khusus suatu spesies. Dimanapun suatu organisme diberi

Kelompok

7 Kimia C dan BS 2006

9

sumberdaya yang berdampak pada kemampuan untuk bertahan hidup, itulah yang disebut dengan habitat. Habitat tidak sama dengan tipe habitat. Tipe habitat merupakan sebuah istilah yang dikemukakan oleh Doubenmire (1968:27-32) yang hanya berkenaan dengan tipe asosiasi vegetasi dalam suatu kawasan atau potensi vegetasi yang mencapai suatu tingkat klimaks. Istilah tipe habitat tidak bisa digunakan ketika mendiskusikan hubungan antara satwa liar dan habitatnya. Ketika kita ingin menunjukkan vegetasi yang digunakan oleh satwa liar, kita dapat mengatakan asosiasi vegetasi atau tipe vegetasi didalamnya. Penggunaan habitat merupakan cara satwa menggunakan suatu kumpulan komponen fisik dan biologi (sumber daya) dalam suatu habitat. Hutto (1985:458) menyatakan bahwa penggunaan habitat merupakan sebuah proses yang secara hierarkhi melibatkan suatu rangkaian perilaku alami dan belajar suatu satwa dalam membuat keputusan habitat seperti apa yang akan digunakan dalam skala lingkungan yang berbeda. 2.2 Prakiraan Dampak Lingkungan Prakiraan dampak dapat didefinisikan sebagai ativitas untuk menduga dampak yang akan terjadi di masa yang akan datang akibat suatu aktivitas manusia (proyek pembangunan). Dampak yang diduga tersebut merupakan perbedaan nilai lingkungan atau nilai suatu sumber daya di masa yang akan datang antara lingkungan tanpa proyek dan lingkungan dengan proyek. Dampak proyek pembangunan terhadap komponen lingkungan terdiri dari: a. Dampak fisik-kimia yang terdiri dari: Kebisingan Kualitas udara Kuantitas air Iklim Tanah

b. Dampak biologi yang terdiri dari:

Prakiraan Biologi

dan

Analisis

Dampak

Lingkungan

Perubahan ekosistem Penyebaran ekosistem Spesies yang terancam punah Pola pertumbuhan penduduk Pola perpindahan penduduk Pola perkembangan penduduk Penyerapan tenaga kerja Perkembangan struktur ekonomi Peningkatan pendapatan masyarakat Pembukaan lapangan kerja Kesehatan masyarakat Perubahan kelembagaan masyarakat Tradisi masyarakat Nilai masyarakat

c. Dampak sosial-ekonomi yang terdiri dari:

2.3 Prakiraan dan Analisis Dampak Lingkungan Biologi Langkah-langkah untuk menganalisis dampak lingkungan biologi: Tentukan jenis dan jumlah populasi atau komunitas flora dan fauna di sekitar proyek. Identifikasi spesies yang jarang dan dilindungi serta kalau ada jelaskan sifat khas dari spesies tersebut. Tentukan jenis dan kualitas suksesi alami dari komunitas biologi yang ada (produktivitas, aliran masa dan energi, jumlah dan jenis populasi/spesies). Prakirakan dampak proyek terhadap lingkungan biologi sekitarnya. Prakirakan dampak terhadap: kehilangan langsung suatu spesies, masuknya spesies dan predator baru, dan kesetimbangan ekologi setempat. Dampak proyek pembangunan terhadap komponen lingkungan biologi terdiri dari:

Kelompok

7 Kimia C dan BS 2006

11

a. Perubahan Ekosistem Adanya perubahan-perubahan pada populasi mendorong perubahan pada komunitas. Perubahan-perubahan yang terjadi menyebabkan ekosistem berubah. Perubahan ekosistem akan berakhir setelah terjadi keseimbangan ekosistem. Keadaan ini merupakan klimaks dari ekosistem. Apabila pada kondisi seimbang datang gangguan dariluar, kesimbangan ini dapat berubah, dan perubahan yang terjadi akan selalu mendorong terbentuknya keseimbangan baru. Rangkaian perubahan mulai dari ekosistem tanaman perintis sampai mencapai ekosistem klimaks disebut suksesi. Perubahan lingkungan sebagian besar disebabkan oleh aktivitas manusia, diantaranya : Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat Kemajuan IPTEK yang mendorong industrialisasi Urbanisasi Perubahan ekosistem ini meliputi perubahan ekosistem air, udara, dan tanah. Akibat dari terjadinya perubahan ekosistem, diantaranya : Bumi menjadi panas Surutnya oksigen di atmosfer karena pencemaran mengancam kehidupan mikroskopik samudra tempat tinggal plankton, sumber utama oksigen di bumi. Samudra terus menerus diisi oleh raksa yang dibuang ke laut oleh tangkitangki dari kota-kota di seluruh dunia. Lapisan atmosfer tidak lagi melapisi manusia dari bahaya sinar ultra violet disebabkan karena adanya kebocoran pada lapisan ozon. Beberapa hal yang dapat menimbulkan berbagai perubahan ekosistem, antara lain disebabkan oleh: Sampah buangan domestik Sampah industri organik Sampah industri anorganik Sampah radioaktif

Prakiraan Biologi

dan

Analisis

Dampak

Lingkungan

Sampah khusus pestisida Sisa detergen Sisa minyak bumi Buangan air gletser yang panas Berbagai sampah padat Pembebasan berbagai gas

b. Penyebaran Ekosistem dan Spesies yang Terancam Punah Dengan adanya pembangunan yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan, maka kerusakan lingkungan akan mengakibatkan terganggunya ekosistem. Ekosistem yang rusak mengakibatkan penyebaran makhluk hidup di suatu ekosistem menjadi terganggu. Penyebaran makhluk hidup yang tidak merata akan menyebabkan suatu spesies tertentu terancam punah. 2.4 Kedudukan Manusia dalam Lingkungan Hidup dan Dinamika Populasi Manusia sebagai makhluk hidup membutuhkan lingkungan abiotik dan lingkungan biotik, selain kebutuhan pokok primer dan sekunder manusia yaitu makan, minum dan tempat tinggal, manusia juga membutuhkan sosialisasi. Manusia mempunyai kelebihan dari makhluk hidup yang lain yaitu dalam perkara (noosfir/akal). Sehingga dalam pemanfaatan sumber daya alam, manusia dapat mengelolanya secara lebih efisien dan efektif dibandingkan makhluk hidup yang lain. Dengan adanya saling ketergantungan di antara manusia di dalam memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam, maka terjadi kehidupan berkelompok sesuai dengan pembagian kerja dan aktivitas kerja sama kesatuan hidup manusia yang ditandai dengan hidup yang berkelompok menimbulkan keterikatan manusia pada norma-norma, aturan-aturan dan adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinu, sehingga membentuk masyarakat. Populasi manusia merupakan salah satu komponen dari ekosistem. Dengan adanya pertumbuhan penduduk akan berpengaruh pada daya dukung

Kelompok

7 Kimia C dan BS 2006

13

lingkungan. Daya dukung lingkungan merupakan kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan yang ada di dalamnya. Sehubungan dengan daya dukung lingkungan, maka dunia tidak akan dapat menanggung jumlah manusia tanpa batas. Apabila daya dukung lingkungan terlampaui maka kehidupan manusia dapat mengalami berbagai kesulitan. Seiring dengan pertumbuhan populasi manusia, manusia merupakan makhluk hidup dengan berstrategi K, yaitu strategi yang memperhatikan batas daya dukung lingkungan. Kalau populasinya sudah mendekati batas daya dukung, maka akan terjadi perubahan laju kehidupan karena pengaruh kehidupan lingkungan yang menahan laju pertumbuhan sehingga pertumbuhan yang berhimpit dengan batas daya dukung (K). 2.5 Pembangunan Konvensional dan Permasalahan Lingkungan Hidup Teori pembangunan telah berkembang dari teori pembangunan berimbang, teori pembangunan pemenuhan kebutuhan pokok, teori pemerataan selanjutnya teori pembangunan dengan kualitas hidup sebagai cikal bakal teori pembangunan yang berkelanjutan. Pada pelaksanaan teori awal pembangunan menimbulkan masalah pada lingkungan hingga seolah terjadi dikotomi antara pembangunan di satu pihak dan lingkungan di pihak lainnya. Permasalahan yang timbul karena pelaksanaan pembangunan sangat spesifik di masing-masing sektor pembangunan. Demikian pula pengelolaan lingkungan dari masing-masing permasalahan pembangunan juga berbeda. Konsep Pembangunan yang Berkelanjutan Pembangunan yang berkelanjutan merupakan pengembangan dari konsep pembangunan yang sebelumnya. Pembangunan yang berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan untuk memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Prinsip-prinsip kehidupan yang berkelanjutan: 1. Menghormati dan memelihara komunitas kehidupan. 2. Memperbaiki kualitas hidup manusia. 3. Melestarikan daya hidup dan keragaman bumi.

Prakiraan Biologi

dan

Analisis

Dampak

Lingkungan

4. Menghindari sumber daya yang tidak terbarukan. 5. Berusaha tidak melampaui kapasitas yang tidak terbarukan. 6. Mengubah sikap dan gaya hidup orang per orang. 7. Mendukung kreativitas masyarakat untuk memelihara lingkungan sendiri. 8. Menyediakan kerangka kerja nasional untuk melakukan upaya pembangunan pelestarian. 9. Menciptakan kerja sama global. Konferensi pembangunan yang berkelanjutan yang diawali 5 Juni 1972 di Stockholm yang berhasil membentuk organisasi PBB di bidang lingkungan yang diberi nama UNEP (United Nations Environment Programme). Setelah itu setiap 10 tahun diadakan konferensi berturut-turut KTT tahun 1982 di Nairobi dengan hasil WCED (World Commission on Environment and Development), KTT tahun 1992 di Rio de Janeiro dan terakhir KTT tahun 2002 di Johannesburg. Pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia diaplikasikan dengan dibentuknya kementerian lingkungan hidup dari tahun 1972 hingga sekarang. Di samping itu, disertai kebijakan berbagai aspek di bidang lingkungan hidup sebagai konsekuensi ratifikasi konvensi PBB di bidang lingkungan.

Kelompok

7 Kimia C dan BS 2006

15

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan terdiri dari komponen-komponen lingkungan dan setiap komponen lingkungan dibagi lagi menjadi parameter lingkungan. Parameter lingkungan sangat membantu dalam menganalisis suatu kegiatan pembangunan terhadap lingkungannya, yaitu antara lain untuk mengetahui dampak penting yang ditimbulkan terhadap lingkungan. Dampak adalah suatu pengaruh perubahan pada lingkungan hidup yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas atau kegiatan pembangunan. Dampak pembangunan terhadap lingkungan ialah perbedaan antara kondisi lingkungan yang diprakirakan akan ada tanpa adanya pembangunan dan yang diprakirakan akan ada dengan adanya pembangunan tersebut. Dampak ini dapat bersifat positif maupun negatif. Sebagai upaya untuk menekan dampak negatif terhadap lingkungan, pemerintah melalui UU No 23 tahun 1997 dan Peraturan Pemerintah No 27 tahun 1999 menetapkan bahwa sebelum suatu unit usaha dijalankan, terlebih dahulu dilakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). AMDAL diharapkan dapat mengurangi dampak negatif suatu unit usaha atau industri. 3.2 Saran Mengingat pentingnya Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, maka dalam pelaksanaan pembangunan diperlukan prakiraan dampak lingkungan. Proses prakiraan dampak merupakan tahap awal dalam analisis dampak lingkungan. Tahapan ini merupakan tahapan analisis yang penting dan sangat

Prakiraan Biologi

dan

Analisis

Dampak

Lingkungan

menentukan tahap-tahap analisis berikutnya. Bila tahap prakiraan dapat dilakukan dengan baik maka proses analisis berikutnya akan lebih mudah.

DAFTAR PUSTAKA Agus, Rauda Udaya. (2008). Sosiologi Lingkungan [online]. Tersedia: http://www.unidayan.ac.id/blog/rauda_jpmi/post/20081107090037610/title /materi%20mata%20kuliah%20sosiologi%20lingkungan.htm. [17 November 2009] Ibrahim, Slamet. (2009). Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup. Bandung: Sekolah Farmasi ITB. Poerta. (2009). Ekologi Adalah Ilmu Pengetahuan [online]. Tersedia:

http://73filebook.blogspot.com/2009/07/ekologi-adalah-ilmupengetahuan.html. [17 November 2009]. Poerta. (2009). Perkembangan Ekosistem [online]. Tersedia:

http://73filebook.blogspot.com/2009/07/perkembangan-ekosistem.html. [17 November 2009]. Poerta. (2009). Prinsip-prinsip Ekologi [online]. Tersedia:

http://73filebook.blogspot.com/2009/07/perkembangan-ekosistem.html. [17 November 2009]. Soemarwoto, Otto. (2007). Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Soeratmo, Gunawan. (2004). Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sofa, Pakde. (2008). Ilmu Lingkungan [online]. Tersedia:

http://massofa.wordpress.com/2008/02/03/ilmu-lingkungan/

Kelompok

7 Kimia C dan BS 2006

17

[17 November 2009] Woinarski, Lisa. (2002). Pulau Serangan: Dampak Pembangunan pada Lingkungan dan Masyarakat. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. LAMPIRAN

Pulau Serangan: Dampak Pembangunan pada Lingkungan dan Masyarakat1. Pendahuluan Secara geografis, Pulau Serangan terletak di Kecamatan Denpasar Selatan, Kotamadya Denpasar, Propinsi Bali. Luasnya Pulau Serangan asli merupakan 111,9 ha. Desa Serangan terdiri dari enam banjar dan satu kampung. Jumlah jiwa di Pulau Serangan mencapai 3253 orang. 85% penduduk bekerja sebagai nelayan. Sejak tahun 70-an ada industri pariwisata di Pulau Serangan, namun pada awal tahun 90-an, kelompok investor mau membangun resort, namanya Bali Turtle Island Development (BTID). Pembebasan tanah masyarakat dilaksanakan, BTID melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, dan pengerukan dan penimbunan mulai untuk menambah luasan lahan Serangan hampir 4 kali lipat. Namun, dengan adanya proyek BTID menimbulkan permasalahan bagi lingkungan dan masyarakat Pulau Serangan. Permasalahan utama merupakan kehilangan mata pencaharian untuk masyarakat akibat kerusakan lingkungan dan penimbunan yang dilakukan BTID. Akhirnya, proyek BTID terpaksa berhenti karena kesulitan dana akibat krisis moneter pada tahun 1998 dan sampai sekarang tidak ada investor baru, supaya lahan BTID kosong. 2. Dampak Lingkungan Walaupun BTID melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang disetujui oleh Gubernur Bali pada tahun 1995, kerusakan lingkungan masih muncul akibat proyek BTID. Perubahan arus laut terjadi sekitar Pulau Serangan, diakibatkan pengerukan dan penimbunan proyek, yang menyebabkan abrasi

Prakiraan Biologi

dan

Analisis

Dampak

Lingkungan

pantai di beberapa lokasi dan penumpukan lumpur dan sampah di sebelah barat Pulau Serangan. Selain itu, proyek BTID berdampak pada ekosistem penting seperti hutan bakau, terumbu karang, dan padang rumput laut, yang semuanya hilang atau sedang dalam keadaan buruk akibat proyek BTID. a. Perubahan Arus Laut Pengerukan dan penimbunan Pulau Serangan sudah menyebabkan perubahan arus laut sekitarnya. Walaupun pengembangan Pulau Serangan disebut aman terhadap pengaruh arus dan gelombang karena telah diuji melalui Modelling Test oleh konsultan Australia, kegiatan pengerukan dan penimbunan BTID belum dipantau untuk mengecek kalau sesuai Amdal. Kalau hasil aman Modelling Test itu memang benar, maka BTID sudah melanggar Amdal, karena sekitar Pulau Serangan sudah terjadi abrasi pantai. Menurut pakar lingkungan Made Mangku, di sebelah selatan pulau, arus dari laut lepas masuk Teluk Benoa, dan dipercepatkan dan diperkuatkan karena kegiatan reklamasi menyempitkan jarak antara Tanjung Benoa dan Pulau Serangan. Akibatnya, arus ini menyebabkan abrasi di sebelah Tanjung Benoa, yang merupakan sebelah yang lebih lemah karena sebelah Serangan diperkuatkan oleh reklamasi, dan dengan mengurangkan pantai dari 100m sampai 50m, sudah mengancam 3 tempat ibadah. Di sebelah utara, arus laut masuk daerah di sebelah utara pulau, hanya sedikit bisa beredar (karena jalan penghubung menghambatkan peredaran air), maka arus itu keluar lagi melewati Pantai Mertasari, akibatnya terjadi abrasi di pantai itu. Pasir dari Pantai Mertasari mengisi lubang dari pengerukan dan hilang. Menurut Dr. Merta dari Unud, abrasi yang terjadi di sejumlah pantai saat ini meningkat sampai 10 kali dibandingkan beberapa tahun silam. Selain abrasi, akibat pemotongan arus laut ada penumpukan lumpur dan sampah di daerah hutan bakau di sebelah barat Pulau Serangan. Dulu, pada waktu air pasang, air laut di belakang Pulau Serangan bisa keluar lagi karena ada sirkulasi air laut. Sekarang, walaupun ada alur untuk air laut di bawah jembatan, alur itu hanya sempit dan

Kelompok

7 Kimia C dan BS 2006

19

kebanyakan air tidak bisa keluar, maka sampah dan lumpur yang dibawanya ditempatkan di hutan bakau dan di pelabuhan.

b. Kehilangan Ekosistem Penting Habitat yang mendukung kehidupan manusia dilindungi oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Feasibility Study menduga bahwa pengerukan dan penimbunan di beberapa tempat di Pulau Serangan, seperti padang rumput laut, terumbu karang, hutan bakau, dan dataran pasang surut, mungkin melanggar undang-undang ini, yang tujuannya melindungi sistem yang mendukung kehidupan dan kesejahteraan manusia selain keanekaragaman biologis. Namun, kegiatan tersebut terjadi, dengan dampak parah pada lingkungan Pulau Serangan. Pengerukan yang dilakukan BTID menimbulkan kerusakan pada flora dan fauna laut. Akibat reklamasi, terumbu karang di perairan Pulau Serangan terancam mati. Ekosistem terumbu karang sangat penting, sebagai lahan hidup ikan dan fauna laut lain, dan pemecah ombak yang melindungi pantai dari abrasi. Walaupun pengerukan BTID direncanakan dilakukan pada tempat tertentu sesuai studi pakar Amdal, yang terjadi adalah pengerukan yang sedekat pulau mungkin, yang lebih mudah dilakukan. Akibatnya, terjadi sedimentasi dan meningkatnya kekeruhan air, yang menimbulkan tekanan pada seluruh sistem karang. Lumpur atau silt dari usaha pengerukan menutupi karang, yang akibatnya mati. Sekarang pentutupan karang hidup di perairan Serangan berkisar antara 38.08% (sedang) hingga 63% (baik) di kedalaman 3m, sementara di kedalaman 10 m, penutupan karang hidup berkisar antara 0.7% (buruk) hingga 65.8% (baik). Penutupan karang mati di kedalaman 3 m berkisar antara 15.94% hingga 45.16%, dan pada kedalaman 10 m berkisar antara 0.3% hingga 42.9%. Perairan di Pulau Serangan dinilai masih mampu memberikan kapasitas cukup bagi pertumbuhan terumbu karang dengan

Prakiraan Biologi

dan

Analisis

Dampak

Lingkungan

baik. Namun, di beberapa lokasi tingkat kekeruhan perairan yang tinggi akibat sedimentasi sangat mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang. Terumbu karang di Pulau Serangan juga dirusak karena penambangan karang. Hal ini juga merupakan dampak BTID secara tidak langsung, karena penambang karang itu melaporkan bahwa mereka terpaksa mengambil batu karang karena mata pencahariannya dulu, yaitu ikan hias dan ikan konsumpsi, sudah hilang akibat reklamasi. Penelitian di Bali sudah menunjukkan bahwa penambangan karang menyebabkan kerusakan terumbu karang yang sangat serius, dengan menurunkan persentage penutupan karang hidup, dan juga mengingkatkan jumlah karang mati atau rusak. Penambang karang di Serangan melaporkan bahwa mereka hanya mengambil karang mati, namun, karang mati nanti bisa dihuni organisme karang dan menjadi karang hidup sekali lagi, maka pengambilannya merusak. Selain terumbu karang, hutan bakau merupakan ekosistem yang penting sekali, sebagai tempat fauna laut untuk mencari makanan dan berlindung, sebagai pelindung dari bahaya abrasi, dan sebagai saringan untuk lumpur dari sungai. Di Pulau Serangan, kehilangan habitat hutan bakau dinilai tidak bermasalah, asalkan penanaman kembali terjadi. Namun, melihat sejarah hutan bakau di daerah Serangan, penanaman kembali sering tidak terjadi. Misalnya, dulu di daerah Serangan (dari Sanur sampai Nusa Dua) ada mangrove seluas 1373,5 ha. Sekarang ada 708,33 ha, dengan kerusakan yang sudah mencapai lebih dari 600 ha. Yang diambil BTID 80,14 ha, dengan perjanjian akan menanam kembali bakau itu, akan tetapi memang belum terjadi. BTID juga menjanji akan melakukan rebiosasi, atau kompensasi hilangnya hutan bakau setengah di Karangasem dan setengah di Jembrana, tetapi ini juga belum terjadi. Rebiosasi tidak ada untungan karena kehilangan fungsi hutan bakau, yang ada di daerah asalnya. Penurunan ikan karang yang dilaporkan penduduk Serangan justru sebagian disebabkan oleh kehilangan ekosistem ini di Pulau Serangan.

Kelompok

7 Kimia C dan BS 2006

21

c. Kehilangan Penyu Walaupun Pulau Serangan dikenal sebagai Pulau Penyu, sekarang, menurut penduduk, jarang penyu mendatang. Kadang-kadang ada, tapi tidak seperti yang dulu, dan mereka tidak bisa bertelur karena pantainya sudah direklamasi, ujar Bapak Sugita, Assisten Ketua Kelompok Nelayan Mina Cipta Karya. Dulu, pada tahun 70-an, banyak penyu bertelur di pasir kuning di sebelah timur dan selatan Pulau Serangan. Menurut penduduk, setiap malam ada 10-15 ekor yang bertelur. Namun, walaupun habitat penyu di Pulau Serangan sama sekali hilang akibat reklamasi pantai, bahkan sebelum proyek BTID mulai jumlah penyu di perairan Bali sudah menurun karena penangkapan (untuk konsumpsi atau perjualan) dan kegangguan habitatnya. Di Pulau Serangan, kondisi yang disukai penyu untuk bertelur sudah berubah. Misalnya, pada tahun 70-an hanya ada 200-an KK di Serangan dan belum ada listrik, maka penyu mendatang karena pulau itu masih alami dan tidak diganggu orang. Walaupun begitu, juga ada beberapa kondisi alam yang mendukung penyu-penyu bertelur yang hilang akibat reklamasi proyek BTID, antara lain, arus laut dan pantai yang landai. Sejak tahun 70-an, ada Taman Penyu di Serangan, sebagai objek wisata penyu supaya pariwisata dapat mudah melihat binatang laut ini. Dulu, taman penyu itu terletak di ponjok yang sekarang tanah yang dimiliki BTID, dan pariwisata datang dari Bali Beach Hotel di Sanur. Sekarang, Bendesa Adat Serangan, Bapak Wayan Raga, mengelola PT. Cipta Taman Penyu. Ada 125 ekor penyu hijau di kolam, yang paling tua kira-kira 40 tahun. Juga ada fasilitas penetasan telur dibawa dari Sukabumi di Jawa Barat, ditetaskan dan tukiknya dilepaskan ke laut setiap tahun. Walaupun begitu, pihak WWF Bali mengatakan bahwa taman penyu di Serangan itu merupakan quasi conservation. Penyu yang ada tidak dibesarkan di sana melainkan ditangkap dari Sulawesi, Maluku dan tempat-tempat lain. Selain itu, keadaan di kolam kurang cocok untuk

Prakiraan Biologi

dan

Analisis

Dampak

Lingkungan

penyu itu ruangnya tidak cukup dan mutu air kurang baik. Sebetulnya itu pembantaian terselubung, karena penyu dijual untuk dimakan. Namun, ada potensi untuk menciptakan taman penyu yang berkualitas dengan bantuan pakar biologis, hanya modal diperlu. Kesepakatan antara masyarakat dan BTID termasuk pembangunan Turtle Exhibition yang dikelola masyarakat, akan tetapi BTID belum memenuhi janjian ini. 3. Dampak Sosial Budaya Proyek BTID berdampak pada kain sosial. Penduduk Serangan mengalami pelanggaran Hak Asasi Manusia tanahnya dibebaskan oleh pihak militer dengan cara intimidasi, dan dengan ganti rugi yang tidak wajar. Di samping itu, kesucian lahan dan pura Pulau Serangan, termasuk Pura Sakenan, dinilai diganggu oleh proyek BTID. Kain sosial Serangan berubah secara drastis dengan kehilangan budaya nelayan Serangan, yang diperparahkan karena budaya baru susah dicari untuk penduduk ini yang pada umumnya kurang berpendidikan. Juga, proyek juga menyebabkan konflik dalam masyarakat Serangan, yang dulu relatif tentram, dengan demikian merusak persatuan masyarakat Serangan. 4. Dampak Ekonomi Walaupun BTID menjanjikan ekonomi masyarakat Serangan akan meningkat akibat proyek, yang terjadi adalah penurunan ekonomi Serangan. Selain 150 warga Serangan yang nanti di-PHK, kebanyakan penduduk tidak dapat pekerjaan dalam proyek BTID, dan mata pencahariannya sebagai nelayan hilang karena penimbunan di dataran pasang surut dan kerusakan lingkungan lain, maka mereka sedang mengalami kesusahan dalam aspek ekonomi kehidupannya. Menurut salah satu penduduk Serangan, kerugian masyarakat sudah mencapai Rp8.829.250.000 per tahun. Akibatnya, beberapa penduduk Serangan sudah mencari sumber nafkah lain, misalnya, penduduk yang terpaksa menambang untuk menghidupi keluarganya karena ikan sudah hilang.

Kelompok

7 Kimia C dan BS 2006

23

5. Solusi Untuk Masa Depan Sekarang proyek BTID berhenti karena kekurangan dana, sementara kerusakan lingkungan dan kesusahan penduduk dalam hidupnya berlangsung. Solusi untuk permasalahan yang muncul akibat BTID harus ditemui, dan beberapa diajukan dalam bab ini. 6. Penutup Sampai sekarang, proyek BTID menimbulkan lebih banyak permasalahan daripada pemanfaatan untuk masyarakat Serangan. Ada kerusakan lingkungan, yang menyebabkan kehilangan mata pencaharian untuk 85% penduduk yang merupakan nelayan pesisir. Ada pelanggaran HAM, kain sosial telah berubah, dan penduduk Serangan mengalami kerugian besar. Permasalahan ini berlangsung, walaupun proyek BTID berhenti. Beberapa solusi telah diajukan, namun pada dasarnya BTID yang harus bertanggungjawab, dan masyarakat harus diperankan dulu.