Jingga Selalu Untuk SenjaKumpulan Kisah Perjalanan Jingga-q
Menu
SKIP TO CONTENT
BERANDA
ABOUT
Makalah berpikir kritisPOSTED ON 12 DESEMBER 2012 BY DIANMUTIARACH
0
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial
untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek
kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam
pendidikan sejak 1942. Penelitian dan berbagai pendapat tentang hal itu,
telah menjadi topik pembicaraan dalam sepuluh tahun terakhir ini (Patrick,
2000:1). Definisi berpikir kritis banyak dikemukakan para ahli.
Kember (1997) menyatakan bahwa kurangnya pemahaman pengajar
tentang berpikir kritis menyebabkan adanya kecenderungan untuk tidak
mengajarkan atau melakukan penilaian ketrampilan berpikir pada siswa.
Seringkali pengajaran berpikir kritis diartikan sebagai problem solving,
meskipun kemampuan memecahkan masalah merupakan sebagian dari
kemampuan berpikir kritis (Pithers RT, Soden R., 2000).
Review yang dilakukan dari 56 literatur tentang strategi pengajaran
ketrampilan berpikir pada berbagai bidang studi pada siswa sekolah dasar
dan menengah menyimpulkan bahwa beberapa strategi pengajaran seperti
strategi pengajaran kelas dengan diskusi yang menggunakan pendekatan
pengulangan, pengayaan terhadap materi, memberikan pertanyaan yang
memerlukan jawaban pada tingkat berpikir yang lebih tinggi, memberikan
waktu siswa berpikir sebelum memberikan jawaban dilaporkan membantu
siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir. Dari sejumlah strategi
tersebut, yang paling baik adalah mengkombinasikan berbagai strategi.
Faktor yang menentukan keberhasilan program pengajaran ketrampilan
berpikir adalah pelatihan untuk para pengajar. Pelatihan saja tidak akan
berpengaruh terhadap peningkatan ketrampilan berpikir jika penerapannya
tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan, tidak disertai dukungan
administrasi yang memadai, serta program yang dijalankan tidak sesuai
dengan populasi siswa (Cotton K., 1991).
Strategi pengajaran berpikir kritis pada program sarjana kedokteran yang
dilakukan di Melaka Manipal Medical College India adalah dengan
memberikan penilaian menggunakan pertanyaan yang memerlukan
ketrampilan berpikir pada level yang lebih tinggi dan belajar ilmu dasar
menggunakan kasus klinik untuk mata kuliah yang sudah terintegrasi
menggunakan blok yang berbasis pada sistem organ. Setelah kuliah
pendahuluan, mahasiswa diberikan kasus klinik serta sejumlah pertanyaan
yang harus dijawab beserta alasan sebagai penugasan. Jawaban didiskusikan
pada pertemuan berikutnya untuk meluruskan a danya kesalahan konsep
dan memperjelas materi yang belum dipahami oleh mahasiswa. Hasilnya
menunjukkan bahwa mahasiswa pada program tersebut menunjukkan
prestasi yang lebih baik dalam mengerjakan soal-soal hapalan maupun soal
yang menuntut jawaban yang memerlukan telaah yang lebih dalam.
Mahasiswa juga termotivasi untuk belajar (Abraham RR., et al., 2004)
1.2 Rumusan masalah
1. Apakah definisi dari berfikir kritis?
2. Bagaimana komponen, indikator, dan pengukuran dari berfikir kritis?
3. Apa saja model berpikir kritis dalam keperawatan?
4. Bagaimana analisa berpikir kritis?
5. Apa saja hak dan kewajiban perawat?
6. Apa saja hak dan wewenang dokter?
7. Apakah definisi tekanan darah?
8. Bagaimana kolaborasi antara perawat dan dokter?
9. Apa contoh kasus yang menerapkan berpikir kritis?
10. Bagaimana pembahasan mengenai kasus tersebut?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Dasar 1
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui definisi dari berfikir kritis
2. Mengetahui komponen,indikator,dan pengukuran dari berfikir kritis
3. Mengetahui model berpikir kritis dalam keperawatan
4. Mengetahui analisa berpikir kritis
5. Mengetahui hak dan kewajiban perawat
6. Mengetahui hak dan wewenang dokter
7. Mengetahui definisi tekanan darah
8. Mengetahui kolaborasi antara perawat dan dokter
9. Mengetahui contoh kasus yang menerapkan berpikir kritis
10. Mengetahui pembahasan mengenai kasus tersebut
1.4 Manfaat
Dapat mengetahui dan memberikan contoh berpikir kritis dalam
keperawatan.
Bab II
Isi
2.1 Konsep Teori
2.1.1 Konsep Berpikir Kritis
Definisi berpikir kritis cukup bervariasi, beberapa ahli seperti Paul, Bandman,
Stander mempunyai rumusan berpikir kritis masing–masing. Menurut Paul
(2005) berpikir kritis adalah suatu seni berpikir yang berdampak pada
intelektualitas seseorang, sehingga bagi orang yang mempunyai
kemampuan berpikir kritis yang baik, akan mempunyai kemampuan
intelektualitas yang lebih dibandingkan dengan orang yang mempunyai
kemampuan berpikir yang rendah. Menurut Bandman (1988), berpikir kritis
adalah pengujian secara rasional terhadap ide–ide, kesimpulan, pendapat,
prinsip, pemikiran, masalah, kepercayaan dan tindakan. Stander (1992)
berpendapat bahwa berpikir kritis adalah suatu proses pengujian yang
menitikberatkan pendapat tentang kejadian atau fakta yang mutakhir dan
menginterpretasikannya serta mengevaluasi pendapat-pendapat tersebut
untuk mendapatkan suatu kesimpulan tentang adanya perspektif atau
pandangan baru. Paul (2005) mengemukakan bahwa berpikir kritis
merupakan dasar untuk mempelajari setiap disiplin ilmu. Suatu disiplin ilmu
merupakan suatu kesatuan sistem yang tidak terpisah sehingga untuk
mempelajarinya membutuhkan suatu ketrampilan berpikir tertentu.
Menurut para ahli (Pery dan Potter,2005), berpikir kritis adalah suatu proses
dimana seseorang atau individu dituntut untuk menginterfensikan atau
mengefaluasi informasi untuk membuat sebuah penilain atau keputusan
berdasarkan kemampuan,menerapkan ilmu pengetahuan dan pengalaman.
Menurut Bandman (1988), berpikir kritis adalah pengujian secara rasional
terhadap ide-ide, kesimpulan, pendapat, prinsip, pemikiran,masalah,
kepercayaan, dan tindakan. Menutut Strader (1992), berpikir kritis adalah
suatu proses pengujian yang menitikberatkan pendapat atau fakta yang
mutahir dan menginterfensikan serta mengefaluasikan pendapat-pendapat
tersebut untuk mendapatkan suatu kesimpulan tentang adanya perspektif
pandangan baru.
Menurut Ennis (1996) berpikir kritis adalah suatu proses, sedangkan
tujuannya adalah membuat keputusan yang masuk akal tentang apa yang
diyakini atau dilakukan. Berpikir kritis adalah berpikir pada tingkat yang lebih
tinggi, karena pada saat mengambil keputusan atau menarik kesimpulan
merupakan control aktif yaitu reasonable, reflective, responsible, dan skillful
thinking.
Proses berpikir ini dilakukan sepanjang waktu sejalan dengan keterlibatan
kita dalam pengalaman baru dan menerapkan pengetahuan yang kita miliki,
kita menjadi lebih mampu untuk membentuk asumsi, ide-ide dan membuat
kesimpulan yang valid, semua proses tersebut tidak terlepas dari sebuah
proses berpikir dan belajar.
Definisi para ahli tentang berpikir kritis sangat beragam namun secara
umum berpikir kritis merupakan suatu proses berpikir kognitif dengan
menggabungkan kemampuan intelektual dan kemampuan berpikir untuk
mempelajari berbagai disiplin ilmu dalam kehidupan, sehingga bentuk
ketrampilan berpikir yang dibutuhkan pun akan berbeda untuk masing–
masing disiplin ilmu.
Berpikir berpikir kritis merupakan konsep dasar yang terdiri dari konsep
berpikir yang berhubungan dengan proses belajar dan krisis itu sendiri
sebagai sudut pandang selain itu juga membahas tentang komponen
berpikir kritis dalam keperawatan yang didalamnya dipelajari krakteristik,
sikap dan standar berpikir kritis, analisis, pertanyaan kritis, pengambilan
keputusan dan kreatifitas dalam berpikir kritis.
Untuk lebih mengoptimalkan dalam proses berpikir kritis setidaknya paham
atau tahu dari komponen berpikir kritis itu sendiri, dan komponen berpikir
kritis meliputi pengetahuan dasar, pengalaman, kompetensi, sikap dalam
berpikir kritis, standar/ krakteristik berpikir kritis.
Keterampilan kongnitif yang digunakan dalam berpikir kualitas tinggi
memerlukan disiplin intelektual, evaluasi diri, berpikir ulang, oposisi,
tantangan dan dukungan.
Berpikir kritis adalah proses perkembangan kompleks, yang berdasarkan
pada pikiran rasional dan cermat menjadi pemikir kritis adalah denominatur
umum untuk pengetahuan yang menjadi contoh dalam pemikiran yang
disiplin dan mandiri.
A. Komponen berpikir kritis
Komponen berpikir kritis terdiri atas standar yang harus ada dalam berpikir
kritis dan elemennya. Menurut Bassham (2002) komponen berpikir kritis
mencakup aspek kejelasan, ketepatan, ketelitian, relevansi, konsistensi,
kebenaran logika, kelengkapan dan kewajaran. sedangkan menurut Paul dan
Elder (2002) selain aspek–aspek yang telah dikemukakan oleh Bassham
perlu ditambahkan dengan aspek keluasan kemaknaan dan kedalaman dari
berpikir kritis.
Pendapat mengenai komponen berpikir kritis juga sangat bervariasi. Para
ahli membuat konsensus tentang komponen inti berpikir kritis seperti
interpretasi, analisi, evaluasi, inference, explanation dan self regulation
(APPA, 1990).
Definisi dari masing–masing komponen tersebut adalah :
1) interpretasi, kemampuan untuk mengerti dan menyatakan arti atau
maksud suatu pengalaman yang bervariasi luas, situasi, data, peristiwa,
keputusan, konvesi, kepercayaan, aturan, prosedur atau kriteria.
2) Analysis, kemampuan untuk mengidentifikasi maksud dan kesimpulan
yang benar di dalam hubungan antara pernyataan, pertanyaan, konsep,
deskripsi atau bentuk pernyataaan yang diharapkan untuk manyatakan
kepercayaan, keputusan, pengalaman, alasan, informasi atau pendapat.
3) evaluasi, kemampuan untuk menilai kredibilitas pernyataan atau
penyajian lain dengan menilai atau menggambarkan persepsi seseorang,
pengalaman, situasi, keputusan, kepercayaan dan menilai kekuatan logika
dari hubungan inferensial yang diharapkan atau hubungan inferensial yang
aktual diantara pernyataan, deskripsi, pertanyaan atau bentuk–bentuk
representasi yang lain.
4) inference, kemampuan untuk mengidentifikasi dan memilih unsur-unsur
yang diperlukan untuk membentuk kesimpulan yang beralasan atau untuk
membentuk hipotesis dengan memperhatikan informasi yang relevan.
5) explanation, kemampuan untuk menyatakan hasil proses reasoning
seseorang, kemampuan untuk membenarkan bahwa suatu alasan berdasar
bukti, konsep, metodologi, suatu kriteria tertentu dan pertimbangan yang
masuk akal, dan kemampuan untuk mempresentasikan alasan seseorang
berupa argumentasi yang meyakinkan.
6) Self- regulation, kesadaran seseorang untuk memonitor proses kognisi
dirinya, elemen–elemen yang digunakan dalam proses berpikir dan hasil
yang dikembangkan, khususnya dengan mengaplikasikan ketrampilan dalam
menganalisis dan mengevaluasi kemampuan diri dalam mengambil
kesimpulan dengan bentuk pertanyaan, konfirmasi, validasi atau koreksi
terhadap alasan dan hasil berpikir (APPA, 1990).
B. Pengukuran berpikir kritis
Pengukuran berpikir kritis yang baik adalah pengukuran yang mampu
mengukur komponen–komponen berpikir kritis yang akan diukur,
penggabungan metode merupakan cara terbaik untuk mendapatkan
gambaran kemampuan berpikir kritis yang cukup valid dari seseorang
individu, selain itu validitas dan realibilitas alat ukur tersebut juga harus
diperhatikan ketika memilih alat ukur yang mencakup content validity,
concurrent validity, reliabilitas dan fairness.
Secara umum pengukuran berpikir kritis ada 4 cara : pertama dengan cara
observasi kinerja seseorang selama suatu kegiatan. Observasi dilakukan
dengan mengacu pada komponen berpikir kritis yang akan diukur, kemudian
observer menyimpulkan bagaimana tingkat berpikir kritis individu yang
diobservasi tersebut. Cara kedua dengan mengukur outcome dari
komponen- komponen berpikir kritis yang telah diberikan. Ketiga dengan
mengajukan pertanyaan dan menerima penjelasan seseorang mengenai
prosedur dan keputusan yang mereka ambil terkait dengan komponen
berpikir kritis yang akan diukur. Keempat dengan cara membandingkan
outcome suatu komponen berpikir kritis dengan cara berpikir kritis lainnya.
Tidak ada petunjuk baku mengenai masing–masing cara, yang terpenting
adalah menentukan apakah cara pengukuran yang kita pilih mampu
menggali komponen berpikir kritis yang akan kita nilai. Cara terbaik adalah
dengan menggunakan penggabungan berbagai metode sehingga gambaran
kemampuan berpikir kritis individu cukup valid (APA, 1990).
Alat ukur berpikir kritis cukup banyak, salah satunya Watson Glaster Critical
Thinking Aprasial (WGCTA). WGCTA oleh Watson Glaster adalah sebuah
contoh alat yang menggunakan metode mengukur outcome berpikir kritis
dari komponen atau stimulus yang diberikan. Elemen berpikir kritis yang
dinilai dalam alat ukur ini adalah inference, pengenalan asumsi, deduksi,
interpretasi, dan evaluasi pendapat. WGCTA form S merupakan format
terbaru yang terdiri atas 40 soal multiple choice, dengan pilihan item antara
2 sampai 5. Responden disediakan 5 skenario dan mereka diminta memilih
kemungkinan penyelesaian dari data–data yang ada. Skor penilaian dalam
tiap skenario ini antara 0 sampai 40 yang merupakan penjumlahan dari
semua skor 40 soal multiple choice. Format WGCTA disusun dengan
pendekatan deduktif, dalam penyusunan instrument tersebut juga telah diuji
validitas dan reliabilitasnya (Gadzella, 1994).
Facione pada tahun 1990 menyusun instrument California Critical Thinking
Skill Test (CCTST), alat ukur ini menggunakan pendekatan berpikir induktif
dan deduktif sehingga lebih lengkap dibandingkan dengan WGCTA. CCTST
telah diuji validitas dan realibilitasnya. Instrumen ini disusun atas 34
pertanyaan pilihan ganda yang mengukur 5 elemen berpikir kritis yaitu
thinking analisis, evaluasi, inference, deduktif dan induktif reasoning.
Gambaran berpikir kritis seseorang diperoleh dari total skor untuk 34 soal
yang tersedia dan tingkat kemampuan seseorang untuk masing–masing
elemen diperoleh dari skor untuk masing-masing elemen tersebut (Facione,
2000).
Alat ukur yang lain adalah Hamilton Critical Thinking Score Rubric (HCTSR)
yang lebih fleksibel untuk mengukur berpikir kritis dalam berbagai kegiatan
belajar seperti penulisan esai, presentasi dan kegiatan pembelajaran di
klinik. Elemen yang diukur dalam instrument ini adalah interpretasi, analisis,
evaluasi, inference, penjelasan dan self regulation. Hasil buah pikiran
seseorang yang dituangkan dalam tulisan, presentasi atau kegiatan belajar
yang lain, dinilai dengan menggunakan 4 skala yang mengukur 6 elemen inti
critical thinking. Proses penilaian dilakukan 2 orang atau lebih untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
1.Berpikir kritis perlu bagi perawat
1. Penerapan profesionalisme.
2. Pengetahuan tehnis dan keterampilan tehnis dalam memberikan
askep. Seorang pemikir yang baik tentu juga seorang perawat
yang baik.Diperlukan perawat, karena:
a) perawat setiap hari mengambil keputusan
b) perawat menggunakan keterampilan berfikir :
1. menggunakan pengetahuan dari berbagai subjek dan lingkungannya
2. menangani perubahan yang berasal dari stressor lingkungan
3. penting membuat keputusan.
2.Argumentasi dalam keperawatan
Sehari-hari perawat dihadapkan pada situasi harus berargumentasi untuk
menenukan, menjelaskan kebenaran, mengklarifikasi isu, memberikan
penjelasan,mempertahankan terhadap suatu tuntutan/tuduhan. Argumentasi
Badman and Badman (1988) terkait dg .konsep berfikir dalam keperawatan :
1. Berhubungan dengan situasi perdebatan.
2. Debat tentang suatu isu
3. Upaya untuk mempengaruhi individu/kelompok
4. Penjelasan yang rasional
3.Pengambilan keputusan dalam keperawatan
Sehari-hari perawat harus mengambil keputusan yang tepat.
4.Penerapan Proses Keperawatan
Perawat berfikir kritis pada setiap langkah proses keperawatan.Pengkajian :
1. mengumpulkan data dan validasi
2. Perawat melakukan observasi berfikir kritis dalam pengumpulan data.
3. Mengelola dan menggunakan ilmu-ilmu lain yang terkait.
4. Perumusan diagnosa keperawatan : Tahap pengambilan keputusan
yang paling kritis.
5. Menentukan masalah dan argumen secara rasional
6. Lebih terlatih, lebih tajam dalam masalahc. Perencanaan
keperawatan : pembuatan keputusan.Critical thinking à Investigasi
terhadap tujuan gunamengeksplorasi situasi, phenomena, pertanyaan,
ataumasalah untuk menuju pada hipotesa atau keputusan
secaraterintegrasi.Critical thinking : Pengujian yang rasional terhadap
ide-ide, pengaruh, asumsi, prinsip-prinsip, argumen, kesimpulan-
kesimpulan, isu-isu, pernyataan, keyakinan dan aktifitas (Bandman
and Bandman, 1988). Pengujian berdasarkan alasan ilmiah,
pengembilan keputusandan kreatifitas
C. Elemen berpikir kritis
Berbagai elemen yang digunakan dalam penelitian dan komponen,
pemecahan masalah, keperawatan serta kriteria yang digunakan dengan
komponen keterampilan dan sikap berpikir kritis.
Elemen berpikir kritis antara lain:
1. Menentukan tujuan
2. Menyususn pertanyaan atau membuat kerangka masalah
3. Menujukan bukti
4. Menganalisis konsep
5. Asumsi
D. Indikator Berpikir Kritis
Adapun indicator dan sub-indikator menurut kesepakatan secara
internasional dari para pakar mengenai berpikir kritis (Anderson, 2003)
adalah :
a. Interpretasi (interpretation)
1) Pengkategorian
2) Mengkodekan/membuat makna kalimat
3) Pengklasifikasian makna
b. Analisis (analysis)
1) Menguji dan memeriksa ide-ide
2) Mengidentifikasi argument
3) Menganalisis argumen
c. Evaluasi (evaluation)
1) Mengevaluasi dan memepertimbangkan klain/pernyataan
2) Mengevaluasi dan mempertimbangkan argumen
d. Penarikan kesimpulan (inference)
1) Menyangsikan fakta atau data
2) Membuat berbagai alternative konjektur
3) Menjelaskan kesimpulan
e. Penjelasan (explanation)
1) Menuliskan hasil
2) Mempertimbangkan prosedur
3) Menghadirkan argument
f. Kemandirian (self-regulation)
1) Melakukan pengujian secara mandiri
2) Melakukan koreksi secara mandiri
Sedangkan indicator berpikir kritis yang berkaitan pembelajaran di dalam
kelas menurut Ennis (Innabi, 2003) adalah :
Indikator umum :
a. Kemampuan (abilities)
1) Fokus pada suatu isu spesifik
2) Menyimpan tujuan umum dalam pikiran
3) Menanyakan pertanyaan-pertanyaan klarifikasi
4) Menanyakan pertanyaan-pertanyaan penjelas
5) Memperhatikan pendapat siswa, salah maupun benar kemudian
mendiskusikannya
6) Mengkoneksikan pengetahuan sebelumnya dengan pengetahuan yang
baru
7) Secara tepat menggunakan pernyataan atau symbol
8) Menyediakan informasi dalam suatu cara yang sistematis
9) Kekonsistenan dalam pernyataan-pernyataan
b. Pengaturan (dispositions)
1) Menekankan kebutuhan untuk mengidentifikasi tujuan dan apa yang
seharusnya dikerjakan sebelum menjawab
2) Menekankan kebutuhan untuk mengidentifikasi informasi yang diberikan
sebelum menjawab
3) Mendorong siswa untuk mencari informasi yang diperlukan
4) Mendorong siswa untuk menguji solusi uang diperoleh
5) Memberi kesempatan kepada siswa untuk merepresentasikan informasi
dengan menggunakan table, grafik, dan lain-lain.
Indikator-indikator yang berkaitan dengan isi (konten) :
a. Konsep (concept)
1) Mengidentifikasi karakteristik konsep
2) Membandingkan konsep dengan konsep lain
3) Mengidentifikasi contoh konsep dengan jastifikasi yang diberikan
4) Mengidentifikasi kontra contoh konsep yang diberikan
b. Generalisasi (generalization)
1) Menentukan konsep-konsep yang termuat dalam generalisasi dan
keterkaitannya
2) Menentukan kondisi-kondisi dalam menerapkan generalisasi
3) Menetukan rumusan-rumusan yang berbeda dari generalisasi (situasi
khusus)
4) Menyediakan bukti pendukung untuk generalisasi
c. Algoritma dan keterampilan (algoritms and skills)
1) Mengklarifikasi dasar konseptual dari keterampilan
2) Membandingkan performan siswa dengan performan yang patut dicontoh
d. Pemecahan masalah (problem solving)
1) Merancang bentuk umum untuk tujuan penyelesaian
2) Menentukan informasi yang diberikan
3) Menentukan relevansi dan tidak relevansinya suatu informasi
4) Memilih dan menjastifikasi suautu strategi untuk memecahkan masalah
5) Menentukan dan mendeduksi sub-tujuan yang mengarah pada tujuan
6) Menyarankan metode alternative untuk memecahkan masalah
7) Menentukan keserupaan dan perbedaan suatu masalah yang diberikan
dan masalah lain.
E. Model Berpikir Kritis Dalam Keperawatan
Dalam penerapan pembelajaran pemikiran kritis di pendidikan keperawatan,
dapat digunakan tiga model, yaitu: feeling, vision model, dan examine model
yaitu sebagai berikut:
1. Feling Model
Model ini menerapkan pada rasa, kesan, dan data atau fakta yang
ditemukan. Pemikir kritis mencoba mengedepankan perasaan dalam
melakukan pengamatan, kepekaan dalam melakukan aktifitas keperawatan
dan perhatian. Misalnya terhadap aktifitas dalam pemeriksaan tanda vital,
perawat merasakan gejala, petunjuk dan perhatian kepada pernyataan serta
pikiran klien.
2. Vision model
Model ini dingunakan untuk membangkitkan pola pikir, mengorganisasi dan
menerjemahkan perasaan untuk merumuskan hipotesis, analisis, dugaan
dan ide tentang permasalahan perawatan kesehatan klien, beberapa kritis
ini digunakan untuk mencari prinsip-prinsip pengertian dan peran sebagai
pedoman yang tepat untuk merespon ekspresi.
3. Exsamine model
Model ini dungunakan untuk merefleksi ide, pengertian dan visi. Perawat
menguji ide dengan bantuan kriteria yang relevan. Model ini digunakan
untuk mencari peran yang tepat untuk analisis, mencari, meguji, melihat
konfirmasi, kolaborasi, menjelaskan dan menentukan sesuatu yang berkaitan
dengan ide.
Model berfikir kritis dalam keperawatan menurut para ahli:
a.Costa and colleagues (1985)
Menurut costa and colleagues klasifikasi berpikir dikenal sebagai ‘the six Rs”
yaitu:
1. Remembering ( mengingat)
2. Repeating (mengulang)
3. Reasoning (memberi alasan)
4. Reorganizing (reorganisasi)
5. Relating (berhubungan)
6. Reflecting (merenungkan)
b.Lima model berpikir kritis
1. Total recall
2. Habits ( kebiasaan)
3. Inquiry ( penyelidikan / menanyakan keterangan )
4. New ideas and creativity
5. Knowing how you think (mengetahui apa yang kamu pikirkan)
Ada empat alasan berpikir kritis yaitu: deduktif, induktif, aktifitas
informal, aktivitas tiap hari, dan praktek. Untuk menjelaskan lebih mendalam
tentang defenisi tersebut, alasan berpikir kritis adalah untuk mengenalisis
penggunaan bahasa, perumusan masalah, penjelasan, dan ketegasan
asumsi, kuatnya bukti-bukti,menilai kesimpulan, membedakan antara baik
dan buruknya argumen serta mencari kebenaran fakta dan nilai dari hasil
yang diyakini benar serta tindakan yang dilakukan.
F.Analisa berpikir kritis
1. Analisis kritis merupakan suatu cara untuk mencoba memahami
kenyataan kejadian atau peristiwa dan pernyataan yang ada dibalik
makna yang jelas atau makana langsung. Analisis kritis
mempersaratkan sikap untuk berani menentang apa yang dikatakan
atau dikemukaan oleh pihak-pihak yang berkuasa
2. Analisis kritis merupakan suatu kapesitas potensi yang dimiliki oleh
semua orang demikian analisis kritis tetap akan tumpul dan tidak
berkembang apabila tidak di asa atau dipraktekan
3. Analisis kritis merupakan upaya peribadi atau upaya kolektif
4. Analisis kritis menentukan kemungkinan sesuatu kesempatan yang
lebih baik ke arah langka untuk memperbaiki kenyataan atau situasi
yang telah dianalisis.
5. Peran terpenting untuk melaksanakan analisis kritis bukanlah
serangkaian langkah atau pertanyaan yang berangkat dari ketidak
tahuan menuju kepencerahan.
6. Analisis kritis juga mencoba memahami riwayat pernyataan situasi
atau masalah yang perlu dipahami. Analisis kritis mengkaji situasi atau
peristiwa yang tengah dalam proses perubahan.
2.1.2 Hak dan Kewajiban Perawat
Hak Perawat
1. Perawat berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam
melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2. Perawat berhak untuk mengembangkan diri melalui kemampuan
spesialisasi sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
3. Perawat berhak untuk menolak keinginan klien yang bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan serta setandar dan kode etik
profesi.
4. Perawat berhak mendapatkan informasi lengkap dari klien atau
keluarganya tentang keluhan kesehatan dan ketidakpuasan terhadap
pelayanan yang diberikan.
5. Perawat berhak untuk mendapatkan ilmu pengetahuannya
berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
bidang keperawatan /kesehatan secara terus menerus.
6. Perawat berhak untuk diperlakukan secara adil dan jujur baik oleh
institusi pelayanan maupun oleh klien.
7. Perawat berhak mendapatkan jaminan perlindungan terhadap resiko
kerja yang dapat menimbulkan bahayaa baik secara fisik maupun stres
emosional.
8. Perawat berhak diikutsertakan dalam penyusunan dan penetapan
kebijaksanaan pelayanan kesehatan.
9. Perawat berhak atas privasi dan berhak menuntut apabila nama
baiknya dicemarkan oleh klien dan / keluarganya serta tenaga
kesehatan lainnya.
10. Perawat berhak untuk menolak dipindahkan ke tempat tugas
lain, baik melalui anjuran maupun pengumuman tertulis karena
diperlukan, untuk melakukan tindakan yang bertentangan dengan
standar profesi atau kode etik leperawatan atau aturan perundang-
undangan lainnya.
11. Perawat berhak untuk mendapatkan penghargaan dan imbalan
yang layak atas jasa profesi yang diberikannya atas dasar perjanjian
atau ketentuan yang berlaku di institusi pelayanan yang bersangkutan.
12. Perawat berhak untuk memperoleh kesempatan untuk
mengembangkan karier sesuai dengan bidang profesinya.
Hak Perawat menurut Claire Fagin (1975)
1. Hak untuk memperoleh martabat dalam rangka mengekspresikan dan
meningkatkan dirinya melalui penggunaan kemampuan khususnya dan
latar belakang pendidikannya.
2. Hak untuk memperoleh pengakuaan sehubungan dengan
kontribusinya melalui ketetapan yang diberikan lingkungan untuk
praktik yang dijalankan, serta imbalan ekonomi sehubungan dengan
profesinya.
3. Hak untuk mendapatkan lingkungan kerja dengan stres fisik dan
emosional,serta resiko kerja yang seminimal mungkin.
4. Hak untuk melakukan praktik profesi dalam batas- batas hukum yang
berlaku
5. Hak untuk menetapkan standar yang bermutu dalam perawatan yang
dilakukan.
6. Hak untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan yang
berpengaruh terhadap keperawatan.
7. Hak untuk berpartisipasi dalam organisasi sosial dan politik yang
mewakili perawat dalam meningkatkan asuhan kesehatan.
Kewajiban Perawat
1. Perawat wajib mematuhi semua peraturan institusi yang bersangkutan.
2. Perawat wajib memberikan pelayanan atau asuhan keperawatan
sesuai dengan standar profesi dan batas kegunaannya.
3. Perawat wajib menghormati hak klien.
4. Perawat wajib merujuk klien kepada perawat atau tenaga kesehatan
lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik bila
yang bersangkutan tidak dapat mengatasinya.
5. Perawat wajib memberikan kesempatan kepada klien untuk
berhubungan dengan keluarganya, sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan atau standar profesi yang ada.
6. Perawat wajib memberikan kesempatan kepada klien untuk
menjalankan ibadahnya sesuai dengan agama atau kepercayaan
masing- masing selama tidak mengganggu klien yang lainnya.
7. Perawat wajib berkolaborasi dengan tenaga medis atau tenaga
kesehatan terkait lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan
dan keperawatan kepada klien.
1. Perawat wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan
keperawatan yang diberikan kepada pasien/klien dan atau
keluarganya sesuai dengan batas kemampuannya.
2. Perawat wajin meningkatkan mutu pelayanan keperawatannya
sesuai denga standar profesi keperawatan demi kepuasan
pasien/klien.
3. Perawat wajib membuat dokumentasi asuhan keperawatan secara
akurat dan berkesinambungan.
4. Perawat wajib mengikuti perkembangan IPTEK keperawatan atau
kesehatan secara terus menerus.
5. Perawat wajib melakukan pelayanan darurat sebagai tugas
kemanusiaan sesuai dengan batas kewenangannya.
6. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang klien , kecuali jika diminta keterangan oleh pihak yang
berwenang.
7. Perawat wajib memenuhi hal-hal yang telah disepakati atau
perjanjian yang telah dibuat sebelumnya terhadap institusi tempat
bekerja.
2.1.3 Hak dan Wewenang Dokter
Ditinjau dari sudut pandang sosiologi hukum, maka dokter yang melakukan
hubungan medis atau transaksi terapeutik terhadap pasien, masing-masing
mempunyai kedudukan dan peranan. Kedudukan merupakan wadah hak-hak
dan kewajiban-kewajiban, sedangkan peranan tidak lain merupakan
pelaksanaan hak-hak dan kewajiban-kewajiban masing-masing pihak
tersebut. Dengan demikian secara sederhana dapat dikatakan bahwa, hak
merupakan kewenangan dokter dan pasien untuk berbuat atau tidak
berbuat, sedangkan kewajiban tidak lain merupakan beban atau tugas yang
harus dilaksanakan, sehingga hak dan kewajiban merupakan pasangan, oleh
karena di mana ada hak, disitulah ada kewajiban dan begitu sebaliknya.
Berkaitan dengan hal di atas, Alexandra Indriyanti Dewimengemukakan
beberapa hak dan kewajiban dokter dalam pelayanan kesehatan. Adapun
hak-hak dokter yang dimaksud berupa :
a) Hak untuk melakukan praktik kedokteran setelah memperoleh surat
izin dokter dan surat izin praktik;
b) Hak untuk memperoleh informasi yang benar dan lengkap dari
pasiennya tentang penyakitnya;
c) Hak untuk bekerja sesuai dengan standar profesinya;
d) Hak untuk menolak melakukan tindakan medik yang bertentangan
dengan etika, hukum, agama dan hati nuraninya;
e) Hak untuk mengakhiri hubungan dengan pasiennya, jika menurut
penilaiannya kerja sama dengan pasiennya tidak ada gunanya lagi kecuali
dalam keadaan darurat;
f) Hak atas privasi dokter dalam kehidupan pribadinya;
g) Hak untuk memperoleh ketenteraman bekerja dengan jaminan yang
layak di dalam memberikan kenyamanan dan suasana kerja yang baik;
h) Hak untuk mengeluarkan surat-surat keterangan dokter;
i) Hak untuk menerima imbalan jasa;
j) Hak untuk menjadi anggota perhimpunan profesi
k) Hak untuk membela diri.
Hak-hak dokter yang dapat dinikmati dalam penyelenggaraan pelayanan
kesehatan sebagaimana diuraikan di atas, diatur lebih tegas dalam
ketentuan Pasal 50 Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran yang menyatakan antara lain sebagai berikut :
“Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai hak :
a) Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b) Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar
prosedur operasional;
c) Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau
keluarganya; dan
d) Menerima imbalan jasa”.
Dari hak-hak dokter sebagaimana ditentukan dalam Pasal 50 di atas,
nampak bahwa dokter berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari
tindakan medis yang telah dilakukan, sepanjang apa yang telah dilakukan
dokter atau dokter gigi sesuai standar profesi dan standar prosedur
operasional. Dengan kata lain, bilamana dokter atau dokter gigi telah
melakukan tindakan medis sesuai standar profesi dan standar prosedur
operasional tidak dapat dituntut secara hukum di persidangan lembaga
peradilan.
Di samping hak-hak tersebut di atas, dokter sebagai pengemban profesi
dalam pelayanan kesehatan, dibebani pula dengan kewajiban-kewajiban
sebagaimana dikemukakan oleh Alexandra Indriyanti Dewiantara lain
sebagai berikut :
a) Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan sumpah kedokteran;
b) Setiap dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut
ukuran tertinggi;
c) Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, dokter tidak boleh
dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi;
d) Setiap dokter wajib melindungi makhluk insani;
e) Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus
mengutamakan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek
pelayanan kesehatan yang menyeluruh, serta berusaha menjadi pendidik
dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya;
f) Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan menggunakan segala
ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita;
g) Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang seorang penderita, bahkan setelah penderita meninggal dunia;
h) Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai tugas
kemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya;
i) Setiap dokter tidak diperbolehkan mengambil alih penderita dari
teman sejawatnya tanpa persetujuannya.
2.1.4 Tekanan Darah
1. a. Pengertian Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri.
Tekanan puncakterjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan
sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung
beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan
sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar
dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya
120/80 (Smeltzer & Bare, 2001).
Menurut Hayens (2003), tekanan darah timbul ketika bersikulasi di dalam
pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting
dalam proses ini dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai
tekanan untuk menggerakkan darah, dan pembuluh darah yang memiliki
dinding yang elastis dan ketahanan yang kuat. Sementara itu Palmer (2007)
menyatakan bahwa tekanan darah diukur dalam satuan milimeter air raksa
(mmHg).
1. b. Pengukuran Tekanan Darah
Untuk mengukur tekanan darah maka perlu dilakukan pengukuran tekanan
darah secara rutin. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara
langsung atau tidak langsung. Pada metode langsung, kateter arteri
dimasukkan ke dalam arteri. Walaupun hasilnya sangat tepat, akan tetapi
metode pengukuran ini sangat berbahaya dan dapat menimbulkan masalah
kesehatan lain (Smeltzer & Bare, 2001). Menurut Nursecerdas (2009),
bahaya yang dapat ditimbulkan saat pemasangan kateter arteri yaitu nyeri
inflamasi pada lokasi penusukkan, bekuan darah karena tertekuknya kateter,
perdarahan: ekimosis bila jarum lepas dan tromboplebitis. Sedangkan
pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan
sphygmomanometer dan stetoskop. Sphgmomanometer tersusun atas
manset yang dapat dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang
berhubungan dengan ringga dalam manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian
rupa sehingga tekanan yang terbaca pada manometer seseuai dengan
tekanan dalam milimeter air raksa yang dihantarkan oleh arteri brakialis
(Smeltzer & Bare, 2001). Adapun cara pengukuran tekanan darah dimulai
dengan membalutkan manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas
dan dikembangkan dengan pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan
sampai denyut radial atau brakial menghilang. Hilangnya denyutan
menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah dilampaui dan arteri
brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30
mmHg diatas titik hilangnya denyutan radial. Kemudian manset dikempiskan
perlahan, dan dilakukan pembacaan secara auskultasi maupun palpasi.
Dengan palpasi kita hanya dapat mengukur tekanan sistolik. Sedangkan
dengan auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik dengan
lebih akurat (Smeltzer & Bare, 2001).
Untuk mengauskultasi tekanan darah, ujung stetoskop yang berbentuk
corong atau diafragma diletakkan pada arteri brakialis, tepat di bawah
lipatan siku (rongga antekubital), yang merupakan titik dimana arteri
brakialis muncul diantara kedua kaput otot biseps. Manset dikempiskan
dengan kecepatan 2 sampai 3 mmHg per detik, sementara kita
mendengarkan awitan bunyi berdetak, yang menunjukkan tekanan darah
sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai Bunyi Korotkoff yang terjadi
bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar dari arteri
brakialis sampai tekanan dalam manset turun di bawah tekanan diastolik
dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang (Smeltzer & Bare, 2001).
Adapun prosedur pengukuran tekanan darah dapat dilihat pada lampiran 4.
1. c. Hipertensi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten
dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas
90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2001). Wiryowidagdo (2002) mengatakan
bahwa hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah seseorang
berada pada tingkatan di atas normal. Jadi tekanan di atas dapat diartikan
sebagai peningkatan secara abnormal dan terus menerus pada tekanan
darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor yang tidak berjalan
sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara
normal (Hayens, 2003).
Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu hipertensi
esensial (primer) dan hipertensi skunder. Hipertensi esensial (primer)
merupakan tipe yang hampir sering terjadi 95 persen dari kasus terjadinya
hipertensi. Hipertensi esensial (primer) dikaitkan dengan kombinasi faktor
gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Sedangkan
hipertensi sekunder berkisar 5 persen dari kasus hipertensi. Hipertensi
sekunder disebabkan oleh kondisi medis lain (misalnya penyakit jantung)
atau reaksi terhadap obat-obatan tertentu (Palmer, 2007).
Bahaya Hipertensi
Hipertensi apabila tidak disembuhkan maka dalam jangka panjang dapat
menimbulkan kerusakan arteri di dalam tubuh sampai organ-organ yang
mendapatkan suplai darah darinya seperti jantung, otak dan ginjal (Hayens,
2003). Penyakit yang sering timbul akibat hipertensi adalah stroke,
aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal (Ina,
2008).
Pada organ jantung, hipertensi adalah faktor resiko pendukung terbesar di
seluruh dunia terhadap kejadian penyakit pembuluh darah jantung (Ezzati et
al., 2003 dalam Kaplan, 2006). Infokes (2007) mengatakan bahwa hipertensi
adalah salah satu penyebab kematian nomor satu, secara global. Komplikasi
pembuluh darah yang disebabkan hipertensi dapat menyebabkan penyakit
jantung koroner, imfark (penyumbatan pembuluh darah yang menyebabkan
kerusakan jaringan) jantung, stroke, gagal ginjal dan angka kematian yang
tinggi. Dari pemaparan di atas, terlihat bahwa hipertensi berdampak negatif
pada organ-organ tubuh bahkan dapat mengakibatkan kematian.
1. d. Hipotensi
Tekanan darah rendah atau hipotensi terjadi bila tekanan darah lebih rendah
dari biasanya, yang berarti jantung, otak dan bagian tubuh lain tidak
mendapatkan cukup darah.
Biasanya, seseorang disebut menderita hipotensi bila tekanan darahnya di
bawah 90/60 mmHg . Namun hal itu tidak berlaku bagi setiap orang. Ada
orang yang tekanan darah normalnya selalu rendah dan tidak merasakan
gangguan. Sementara, ada orang yang bertekanan darah di atas angka
tersebut dan mengalami masalah hipotensi. Faktor yang paling penting
adalah adanya perubahan tekanan darah dari kondisi normal. Tekanan darah
normal manusia berada pada kisaran 90/60 sampai 130/80 mm Hg, namun
penurunan yang signifikan, bahkan hanya 20 mm Hg, dapat menyebabkan
masalah bagi sebagian orang.
Jenis-Jenis Hipotensi
Ada tiga jenis utama hipotensi:
Hipotensi ortostatik. Hipotensi ortostatik disebabkan oleh
perubahan tiba-tiba posisi tubuh, biasanya ketika beralih dari
berbaring ke berdiri, dan biasanya hanya berlangsung beberapa detik
atau menit. Hipotensi jenis ini juga dapat terjadi setelah makan dan
sering diderita oleh orang tua, orang dengan tekanan darah tinggi dan
orang dengan penyakit Parkinson.
Hipotensi Dimediasi Neural (NMH dalam singkatan bahasa Inggris).
NMH paling sering mempengaruhi orang dewasa muda dan anak-anak
dan terjadi ketika seseorang telah berdiri untuk waktu yang lama.
Hipotensi akut akibat kehilangan darah tiba-tiba (syok)
Gejala Hipotensi
Gejala tekanan darah rendah antara lain:
Penglihatan kabur
Kebingungan
Pingsan
Pusing
Kantuk
Lemas
Penyebab hipotensi
Penyebab hipotensi bervariasi antara lain karena:
Dehidrasi.
Efek samping obat seperti alkohol, anxiolytic, beberapa antidepresan,
diuretik, obat-obatan untuk tekanan darah tinggi dan penyakit jantung
koroner, analgesik.
Masalah jantung seperti perubahan irama jantung (aritmia), serangan
jantung, gagal jantung.
Kejutan emosional, misalnya syok yang disebabkan oleh infeksi yang
parah, stroke, anafilaksis (reaksi alergi yang mengancam nyawa dan
trauma hebat.
Perdarahan, dll. Anda sangat disarankan berkonsultasi dengan dokter
atau spesialis jika sering pingsan atau hipotensi mengganggu kualitas
hidup Anda.
Diabetes tingkat lanjut
Pengobatan
Hipotensi pada orang sehat yang tidak menimbulkan masalah biasanya
tidak memerlukan perawatan.
Jika Anda memiliki tanda-tanda atau gejala tekanan darah rendah,
Anda mungkin memerlukan pengobatan, yang tergantung pada
penyebabnya.
Jika hipotensi ortostatik disebabkan oleh obat-obatan, dokter Anda
dapat mengubah dosis atau memberikan obat yang berbeda. Jangan
berhenti minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter.
Pengobatan lain untuk hipotensi ortostatik termasuk penambahan
cairan untuk mengobati dehidrasi atau memakai selang elastis untuk
meningkatkan tekanan darah di bagian bawah tubuh.
Mereka yang menderita hipotensi jenis NMH harus menghindari
pemicu, seperti berdiri untuk waktu yang lama. Pengobatan lain
melibatkan banyak minum cairan dan meningkatkan jumlah garam
dalam makanan. (Pengobatan ini harus atas rekomendasi dokter
karena terlalu banyak garam juga dapat berbahaya bagi kesehatan).
Hipotensi akut yang disebabkan oleh syok adalah kedaruratan medis.
Anda mungkin akan diberi transfusi darah intravena, obat-obatan
untuk meningkatkan tekanan darah dan kekuatan jantung, serta obat
lainnya seperti antibiotik.
2.1.5 Kolaborasi Antara Perawat dan Dokter
TREND DAN ISSUE YANG TERJADI
Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang telah
cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien.Perspektif
yang berbeda dalam memendang pasien,dalam prakteknya menyebabkan
munculnya hambatan-hambatan teknik dalam melakukan proses kolaborasi.
Kendalap sikologi keilmuan dan individual, factor sosial, serta budaya
menempatkan kedua profesi ini memunculkan kebutuhan akan upaya
kolaborsi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat
kepentingan pasien.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak aspek positif yang dapat
timbul jika hubungan kolaborasi dokter-perawat berlangsung baik. American
Nurses Credentialing Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14 Rumah
Sakit melaporkan bahwa hubungan dokter-perawat bukan hanya mungkin
dilakukan, tetapi juga berlangsung pada hasil yang dialami pasien ( Kramer
dan Schamalenberg, 2003). Terdapat hubungan kolerasi positif antara
kualitas huungan dokter perawat dengan kualitas hasil yang didapatkan
pasien.
Hambatan kolaborasi dokter dan perawat sering dijumpai pada tingkat
profesional dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi
sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian profesional dalam
aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi
dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim dan kondisi
sosial masih mendkung dominasi dokter. Inti sesungghnya dari konflik
perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap profesional mereka
terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya.
Dari hasil observasi penulis di Rumah Sakit nampaknya perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan belum dapat melaksanakan fungsi
kolaborasi khususnya dengan dokter. Perawat bekerja memberikan
pelayanan kepada pasien berdasarkan instruksi medis yang juga
didokumentasikan secara baik, sementara dokumentasi asuhan keperawatan
meliputi proses keperawatan tidak ada. Disamping itu hasil wawancara
penulis dengan beberapa perawat Rumah Sakit Pemerintah dan swasta,
mereka menyatakan bahwa banyak kendala yang dihadapi dalam
melaksanakan kolaborasi, diantaranya pandangan dokter yang selalu
menganggap bahwa perawat merupakan tenaga vokasional, perawat
sebagai asistennya, serta kebijakan Rumah Sakit yang kurang mendukung.
Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan proporsional
dikhawatirkan dapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien
dan masyarakat yang membutuhkan jasa pelayang kesehatan, serta
menghambat upaya pengembangan dari keperawatan sebagai profesi.
PEMAHAMAN KOLABORASI
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang berdasar jika
hanya dipandang dari hasilnya saja. Pembahasan bagaimana proses
kolaborasi itu terjadi justru menjadi point penting yang harus
disikapi.bagaimana masing-masing profesi memandang arti kolaborasi harus
dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi yang
sama.
Seorang dokter saat menghadapi pasien pada umumnya berfikir, “ Apa
diagnosa pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya “ pola pemikiran
seperti ini sudah terbentuk sejak awal
proses pendidikannya.Sudah dijelaskan secara tepat bagaimana
pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi kurikulum kedokteran terus
berkembang.Mereka juga diperkenalkan dengan lingkungan klinis dibina
dalam masalah etika,pencatatan riwayat medis,pemeriksaan fisik serta
hubungan dokter dan pasien.Mahasiswa kedokteran pra-klinis sering terlibat
langsung dalam aspek psikososial perawatan pasien melalui kegiatan
tertentu seperti gabungan bimbingan-pasien.Selama periode tersebut
hampir tidak ada kontak formal dengan para perawat,pekerja sosial atau
profesional kesehatan lain.Sebagai praktisi memang mereka berbagi
linkungan kerja dengan para perawat tetapi mereka tidak dididik untuk
menanggapinya sebagai rekanan/sejawat/kolega.
Dilain pihak seorang perawat akan berfikir,apa masalah pasien ini?
Bagaimana pasien menanganinya? ,bantuan apa yang dibutuhkannya? dan
apa yang dapat diberikan kepada pasien Perawat dididik untuk mampu
menilai status kesehatan pasien, merencanakan interfensi, melaksanakan
rencana, mgevaluasi hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan. Para
pendidik menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah yang dijadikan
dasar argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu
yang membantu individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang
mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.
Sejak awal perawat didik mengenal perannya dan berinteraksi dengan
pasien. Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian
perawatan dalam praktek rumah sakit dan praktek pelayanan kesehatan
masyarakat. Para pelajar bekerja di unit perawatan pasien bersama staf
perawatan untuk belajar merawat,menjalankan prosedur dan
menginternalisasi peran.
Kolaborasi merupakan proses komplek yang membutuhkan shering
pengetahuan yang direncanakan yang disengaja,dan menjadi tanggung
jawab bersama untuk merawat pasien. Kadangkala itu terjadi dalam
hubungan yang lama antara tenaga profesional.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat
klinik bekerja dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan dalam
lingkup praktek profesional keperawatan, dengan pengawasan dan supervisi
sebagai pemberi petunjuk pengembangan kerjasama atau mekanisme yang
ditentukan oleh perturan suatu negara dimana pelayanan diberikan. Perawat
dan dokter merencanakan dan mempraktekkan sebagai kolega, bekerja
saling ketergantungan dalam batas-batas lingkup praktek dengan berbagi
nilai-nilai dan pengetahuan serta respek terhadap orang lain yang
berkonstribusi terhadap perawatan individu, keluarga dan masyarakat.
2.2 Kasus
AKAN MENGAMBIL TINDAKAN NAMUN TERHALANG OTORITAS
Seorang perawat berada dalam situasi ketika pasien mengalami hipotensi
dan dia ingin menolong pasien. Tetapi, dia tidak bisa melakukan itu tanpa
perintah dokter. Karena itu adalah kewenangan dokter. Sementara dokter
tidak ada di tempat.
2.3 Pembahasan
1. Rumusan Masalah
Apakah perawat harus mengambil tindakan untuk menolong pasien
menormalkan tekanan darahnya atau tidak?
1. Argumen
Hipotensi merupakan penyakit tekanan darah rendah yang biasanya ditandai
dengan kondisi pasien yang melemah, kepala pusing dan pembuluh darah
pasien biasanya mengendur.
Perawat harus melakukan tindakan dasar atau melakukan pertolongan
pertama pada pasien agar kondisi pasien tidak menjadi lebih parah. Jika
tidak segera ditolong bisa menyebabkan kondisi yang lebih parah dan bisa
berakibat fatal. Kemudian setelah itu perawat sesegera mungkin
menghubungi dokter agar mendapatkan perintah untuk melakukan proses
penanganan pasien selanjutnya.
1. Deduksi
Pada pasien yang menderita hipotensi, sebaiknya perawat melakukan
memberikan pertolongan dasar yaitu, pemeriksaan fisik pasien (suhu,
tekanan darah, umur, dan denyut nadi), pasien diberi minum air, pasien
ditidurkan dengan posisi kepala lebih rendah misalnya dengan tidak diberi
bantal agar suplai oksigen ke otak lebih lancar, dan setelah melakukan
pertolongan dasar kepada pasien perawat segera menghubungi (menelepon)
dokter.
1. Induksi
Pertolongan dasar seperti pemeriksaan fisik pasien (suhu, tekanan darah,
dan denyut nadi), pasien diberi minum air, dan pasien ditidurkan dengan
posisi kepala lebih rendah misalnya dengan tidak diberi bantal agar suplai
oksigen ke otak lebih lancar, harus dilakukan oleh perawat jika menghadapi
pasien dengan keadaan hipotensi serta tak lupa segera menghubungi
(menelepon) dokter jika dokter tidak ada di tempat setelah melakukan
pertolongan dasar.
1. Evaluasi
– Melakukan pertolongan dasar tanpa menelepon dokter
Positif :
Kondisi pasien akan lebih cepat membaik dan hipotensi yang diderita
pasien tidak akan bertambah parah
Kelancaran suplai oksigen pada otak pasien dapat teratasi dengan
cepat dan tepat
Tidak akan membahayakan jiwa pasien
Negatif :
Pasien tidak tertangani dengan sempurna karena penanganan yang
dilakukan masih sangat dasar (setengah-setengah)
– Melakukan pertolongan dasar kemudian segera menelepon dokter
Positif :
Dokter dapat langsung memberikan perintah untuk menginjeksi pada
pasien
Waktu dan tenaga yang dibutuhkan lebih efisien, karena penanganan
yang dilakukan tidak harus menunggu kedatangan dokter melainkan
melalui perintah dokter lewat telepon
Pasien dapat langsung diinjeksi atau diberi obat atau ditolong atau
ditangani tanpa harus menunggu kedatangan dokter
Mempercepat memulihkan kondisi pasien
Negatif :
Jika kasus tersebut terjadi pada daerah terpencil yang alat komunikasi
masih minim atau sulit, maka penanganan pasien dapat tertunda
Harus mengeluarkan biaya untuk menghubungi dokter
– Menelepon Dokter untuk mendapat perintah penanganan pasien
Positif :
Dokter dapat memberikan perintah untuk menangani pasien meski itu
melalui telepon
Negatif :
Waktu dan tindakan kurang efisien karena tindakan dasar belum
dilakukan perawat pada pasien tersebut
Harus mengeluarkan biaya untuk menghubungi dokter
– Menunggu kedatangan dokter
Positif :
Penanganan pasien dapat lebih intensif dan akurat
Ketika dokter datang, dapat langsung dilakukan injeksi obat-obatan
untuk mengatasi hipotensi yang dialami pasien
Negatif :
Bila dokter berada dalam jarak yang jauh dan tidak segera datang,
maka kondisi pasien dapat menjadi lebih parah karena tidak segera
ditangani
Membahayakan jiwa pasien karena dapat berakibat fatal (pasien tidak
tertolong) jika masih menunggu dokter
– Melakukan injeksi secara langsung tanpa menunggu dokter
Positif :
Pasien tertangani dengan baik
Suplai injeksi obat-obatan dapat membantu mengurangi hipotensi
yang terjadi pada pasien
Negatif :
Perawat dapat disalahkan atau ditegor karena melakukan injeksi tanpa
menunggu dokter
Perawat tidak menghargai wewenang dokter
Perawat melanggar undang-undang
1. Keputusan
Perawat harus melakukan pertolongan dasar pada pasien, yaitu dengan
pemeriksaan fisik pasien (suhu, tekanan darah, dan denyut nadi), lalu
pasien diberi air minum, dan pasien ditidurkan dengan posisi kepala lebih
rendah misalnya dengan tidak diberi bantal agar suplai oksigen ke otak lebih
lancar. Kemudian, setelah melakukan pertolongan dasar kepada pasien
perawat segera menghubungi (menelepon) dokter yang bersangkutan
sehingga perawat tersebut dapat segera menerima perintah dari dokter
untuk melakukan injeksi obat-obatan atau penanganan yang lain.
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan yang sangat esensial
untuk kehidupan, pekerjaan, dan berfungsi efektif dalam semua aspek
kehidupan lainnya. Berpikir kritis telah lama menjadi tujuan pokok dalam
pendidikan sejak 1942. Keterampilan kongnitif yang digunakan dalam
berpikir kualitas tinggi memerlukan disiplin intelektual, evaluasi diri, berpikir
ulang, oposisi, tantangan dan dukungan.
Sebagai perawat atau tenaga kesehatan, kita dituntut untuk selalu berpikir
kritis untuk menangani pasien. Dalam hal ini, kritis yang dimaksud harus
tetap berada dalam jalur yang ada sesuai dengan tugas dan peran perawat.
Selain itu, tugas dan peran perawat juga harus diseimbangkan dengan
tenaga medis lain, misalnya dengan tugas dan wewenang dokter.
Seorang perawat tidak memiliki wewenang menginjeksikan obat-obatan
kepada pasien tanpa melalui perintah dokter. Bila hal ini terjadi, perawat
tersebut dapat dituntut pidana karena melanggar undang-undang. Di zaman
yang serba canggih ini, perintah penanganan atau penginjeksian pasien
tidak harus dilakukan dokter ketika bertatap muka saja. Tetapi, dapat
melalui telepon. Hal ini dapat meningkatkan efisiensi terhadap waktu dan
tenaga yang dibutuhkan.
3.2 Saran
Saran penulis, sebagai tenaga kesehatan, perawat sedapat mungkin harus
selalu berpikir kritis dalam penanganan pasien tentunya tetap beracuan
pada tugas dan peran perawat itu sendiri.
Tentang iklan-iklan iniSHARE THIS:
Facebook 1
Terkait
ASUHAN KEPERAWATANMAKALAH KASUS ABORSIMitos Diabetes
Berikan Balasan
NAVIGASI POS
← MAKALAH KASUS ABORSI
CONTOH SURAT PERMOHONAN →
cari
Cari
Pos-pos Terakhir SAINS LORO COMMUNITY DALAM BALUTAN KREM KEKI
sekarang dan selamanya
untuk senjaq yg sangat berbeda
untuk matahariku
Makalah Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja
Arsip
Desember 2012
November 2012
Oktober 2012
September 2012
Meta
Mendaftar
Masuk log
RSS Entri
RSS Komentar
WordPress.com
BLOG DI WORDPRESS.COM. THE LOVEBIRDS THEME.Ikuti
Ikuti “Jingga Selalu Untuk Senja”
Top Related