A. Dasar Pendidikan
I. Pengertian Dasar Pendidikan
Pendidikan adalah gejala semesta/fenomena universal dan
berlangsung sepanjang hayat manusia, dimanapun manusia berada. Setiap
ada kehidupan manusia, disana pasti ada pendidikan (Driyarkara, 1980:
32). Pendidikan merupakan suatu bentuk usaha yang disengaja demi
pengembangan manusia dan masyarakat sehingga berdasarkan pada
landasan-landasan pemikiran tertentu. Oleh karena itu, upaya
memanusiakan manusia melalui pendidikan didasarkan pada pandangan
hidup atau filsafat hidup, bahkan latar belakang sosio-kultural tiap
masyarakat serta pemikiran-pemikiran psikologis tertentu. .
II. Aliran-aliran Pendidikan
a) Nativisme (Schoupenhauer)
Perkembangan anak sepenuhnya ditentukan oleh pembawaan/ bakat
yang dibawa sejak lahir.
b) Empirisme (John Locke)
Perkembangan anak sepenuhnya ditentukan oleh lingkungan/
pendidikan.
c) Konvergensi (William Stern)
Perkembangan anak ditentukan pembawaan/ bakat dan lingkungan.
d) Naturalisme (Rousseau)
Manusia pada dasarnya baik, tapi menjadi tidak baik karena pengaruh
dari masyarakat. Jika ingin baik, harus dikembalikan ke alam.
III. Landasan Pendidikan
Berikut ini adalah landasan-landasan yang menjadi dasar pendidikan :
a) Landasan Filosofis
Landasan filosofis berkaitan dengan kajian mengenai makna
terdalam atau hakikat pendidikan tentang mengapa pendidikan dapat
dilakukan dan atau diberikan oleh dan kepada manusia, apa yang 1
seharusnya menjadi tujuan pendidikan. Menurut George R. Knight
(1982), aliran filsafat dibedakan menjadi dua bagian besar yaitu
tradisional dan modern.
Mazab-mazab seperti ensensialisme, behaviorisme,
perenialisme, progresivisme, rekonstrukisme dan humanism
merupakan mazab-mazab teori pendidikan berdasarkan aliran-aliran
filsafat tertentu yang pada langkah selanjutnya memmpengaruhi
pandangan mengenai konsep dan praktik pendidikan. Di Indonesia
sendiri dikembangkan teori pendidikan nasional Indonesia atau teori
pendidikan nasional Pancasila yang dasar atau landasannya adalah
filsafat Pancasila (Notonagoro, 1972)
1. Essensialisme
Essensialisme menerapkan filsafat idealisme dan realisme
secara elektis. Aliran ini mengutamakan ide-ide yang terpilih,
yang pokok-pokok, yang hakiki/essensial yaitu liberal arts.
Liberal arts meliputi bahasa, gramatika, kesusasteraan, filsafat,
ilmu alam, matematika, sejarah dan seni.
2. Perenialisme
Perenialisme hampir identik dengan esensialisme, namun
lebih menekankan pada keabadian atau ketetapan atau kehikmatan
(perenial = konstan) yaitu hal-hal yang ada sepanjang masa
(Imam Barnadib, 1988: 34). Hal yang abadi : Pengetahuan yang
benar, keindahan, dan cinta kebaikan.
Prinsip pendidikan pereniallisme
(1) Manusia adalah bianatang yang rasional.
(2) Alam adalah universal, jadi pendidikannya harus sama.
(3) Pengetahuan itu Universal, berdasar mata pelajaran yang
pasti dapat ditangkap oleh semua orang.
(4) Mata pelajaran menjadi pusat/ sentral.
2
(5) Karya besar masa lalu adalah repository pengetahuan dan
kebijaksanaan yang telah teruji
(6) Pengalaman pendidikan adalah mempersiapkan hidup, bukan
situasi nyata dalam kehidupan
3. Progresivisme
Progresivisme adalah mazab pendidikan yang
menginginkan kemajuan.
Prinsip Pendidikan Progresivisme
(1) Proses pendidikan ditemukan dari asal dan maksud/
tujuan yang ada pada siswa, termasuk minat siswa.
(2) Siswa itu aktif, bukan pasif.
(3) Peran guru sebagai penasehat, pemberi petunjuk, dan
mengikuti keinginan siswa.
(4) Sekolah merupakan mikrokosmos dari masyarakat.
(5) Aktivitas kelas berpusat pada problem solving.
(6) Suasana kelas demokratis dan kooperatif.
4. Rekonstrukionisme
Rekonstrukionisme berasal dari kata reconstruct yang
berarti menyusun kembali. Menurut konteks filsafat pendidikan
aliran ini adalah menyusun kembali susunan lama dan
membangun tata susunan hidup kehidupan yang bercorak modern.
5. Behaviorisme
Behaviorisme atau aliran perilaku (juga disebut perspektif
belajar) adalah filosofis dalam psikologi yang berdasar pada
proposisi bahwa semua yang dilakukan organisme, termasuk
tindakan, pikiran atau perasaan dapat dan harus dianggap sebagai
perilaku. Aliran ini berpendapat bahwa perilaku demikian dapat
digambarkan secara ilmiah tanpa melihat peristiwa fisiologis
internal atau konstrak hipotesis seperti pikiran.
3
6. Humanisme
Bersumber dari progresivisme dan eksistensialisme dengan
tokohnya yaitu Carl Rogers, Abraham Maslow, dan Arthur
Combs. John Holts adalah tokoh humanisme yang menginginkan
agar siswa menjadi humanis yang pusatnya adalah kekuatan
menciptakan lingkungan belajar di mana siswa maupun guru
diliputi dengan rasa percaya dalam suasana yang nyaman dan
hangat.
Humanisme memusatkan pada aktualisasi diri dengan
format institusi kelas terbuka yang terdesentralisasi dengan tidak
adanya jadwal pelajaran yang kaku.
b) Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis adalah hal-hal yang berkaitan dengan
perwujudan tata tertib sosial, perubahan sosial, interaksi sosial,
komunikasi, dan sosialisasi, memrupakan indikator bahwa pendidikan
menggunakan landasan sosiologis.
c) Landasan Kultural
Kebudayaan merupakan hasil cipta rasa dan karya manusia. Di
Indonesia telah ditegaskan bahwa pendidikan nasional berakar pada
kebudayaan bangsa Indonesia. Kebudayaan dan pendidikan memiliki
timbal balik dan saling mempengaruhi. Kebudayaan dapat
dikembangkan dan diwariskan melalui pendidikan, sebaliknya,
bentuk, ciri-ciri pelaksanaan pendidikan ditentukan oleh kebudayaan..
d) Landasan Historis
Kehidupan manusia mempunyai sejarah yang panjang sehingga
manusia tidak mampu melacak titik awal kapan mulainya kehidupan
ini. Sejak manusia hidup, sejak itu pula pendidikan ada, dari yang
paling sederhana sampai pendidikan yang sangat kompleks seperti
sekarang ini.
4
e) Landasan Psikologis
Landasan psikologis melandasi kegiatan pendidikan melibatkan
aspek kejiwaan manusia. Oleh karena itu, landasan psikologis
merupakan salah satu landasan pendidiakn yang penting. Pada
umumnya pendidikan berkaitan dengan pemahaman dan penghayatan
akan perkembangan manusia, khususnya dalam proses belajar
mengajar.
f) Landasan Ilmiah, Teknologi dan Seni
Landasan Ilmiah, teknologi dan seni merupakan salah satu
materi pengajaran sebagai bagian dan pendidikan. Perkembangan
IPTEKS akan segera diakomodasi oleh pendidikan, di sisi lain
pendidikan sangat dipengaruhi oleh perkembangan IPTEKS, sehingga
tersedia berbagai informasi yang cepat dan tepat untuk selanjutnya
dijadikan program, alat dan cara kerja teknologi pendidikan.
g) Landasan Politik
Landasan politik, politik sebagai cita-cita yang harus
diperjuangkan melalui pendidikan, dimaksudkan agar tujuan dan atau
cita-cita suatu bangsa dapat tercapai.
h) Landasan Ekonomi
Landasan ekonomi, pendidikan dapat dipandang sebagai human
investment, karena dengan pendidikan maka manusia terdidik ini
dapat menjadi modal bagi pembangunan. Manusia terdidik yang
kemudian berfungsi sebagai tenaga kerja dan memiliki kemampuan
teknologis, dapat membantu pertumbuhan ekonomi, yaitu naiknya
GNP atau pendapatan nasional.
Di sisi lain, untuk memperoleh pendidikan diperlukan adanya
biaya. Biaya ini perlu dihitung untuk memperoleh sampai mana
5
tingkat pendidikan yang akan di dapat dan seberapa banyak
keuntungan yang akan didapat.
i) Landasan Yuridis
Landasan yuridis ada agar pelaksanaan pendidikan tidak
melenceng dari keinginan masyarakat, maka perlu diatur dalam
regulasi yang berlaku di masyarakat/bangsa tersebut. Landasan yuridis
pendidikan Indonesia adalah UU Nomor 20 tahun 2003 yang
berdasarkan pada UUD 1945.
.
6
B. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang hendak dicapai oleh
kegiatan pendidikan. Pendidikan harus dimulai dengan tujuan, sehingga
diasumsikan sebagai nilai. Tanpa sadar tujuan, maka dalam praktek
pendidikan tidak ada artinya (Moore, T.W.,1974: 86). Jadi, dapat
disimpulkan bahwa tujuan pendidikan berkaitan erat dengan
pelaksanaanya.
Menurut M.J. Langeveld ada enam tujuan pendidikan yaitu (1)
tujuan umum, (2) tujuan khusus, (3) tujuan tak lengkap (4) tujuan
intermediet (5) tujuan sementara (6) tujuan insidental.
1. Tujuan umum merupakan tujuan paling akhir dan merupakan
keseluruhan/kebulatan tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan.
Menurut Notonagoro (1973: 14), secara filosofis tujuan akhir
pendidikan adalah tercapainya kebahagiaan sempurna. Kebahagiaan
sempurna menurut Notonagoro, adalah suatu keadaan yang
menimbulkan kepuasan sepuas-puasnya hingga tidak menimbulkan
keinginan lagi dan hidup kekal/abadi.
2. Tujuan khusus merupakan pengkhususan dari tujuan umum yang
didasarkan atas berbagai hal seperti usia, jenis kelamin, intelegensi,
bakat, minat, lingkungan sosial budaya, tahap-tahap perkembangan,
tuntutan persyaratan pekerjaan dan sebagainya.
3. Tujuan tak lengkap merupakan tujuan yang hanya menyangkut
sebagian aspek kehidupan manusia. Misalnya aspek psikologis,
biologis, sosiologis saja. Salah satu aspek psikologis misalnya hanya
mengembangkan emosi atau pikiran saja.
4. Tujuan semntara adalah tujuan yang hanya dimaksudkan untuk
sementara saja, ketika tujuan semntara telah dicapai maka akan
ditinggalkan dan diganti dengan tujuan yang lain.
7
5. Tujuan intermediet yaitu tujuan perantara bagi tujuan lainnya yang
sifatnya pokok. Misalnya anak dibiasakan untuk menabung agar tidak
mempergunakan uangnya untuk berfoya-foya sesuka hatinya
6. Tujuan insidental yaitu tujuan yang dicapai pada saat-saat tertentu,
seketika, spontan. Tujuan insidental muncul apabila terjadi peristiwa
yang membutuhkan penanganan khusus agar peristiwa tersebut dapat
ditangani dengan terstruktur dan diawali tujuan yang jelas.
Tujuan umum adalah tujuan akhir atau tertinggi yang berlaku di
semua lembaga dan kegiatan pendidikan. Indonesia telah menetapkan
tujuan pendidikan dalam Undang-undang Pendidikan yaitu pasal 3 UU No.
20 tahun 2003 yang berbunyi ‘untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga Negara yang demokratis serrta bertanggung jawab’
Tujuan institusional adalah tujuan yang menjadi tugas suatu
lembaga pendidikan untuk mencapainya. Setiap jenjang meliputi SD,
SMP, dan SMA hingga perguruan tinggi memiliki tujuannya sendiri-
sendiri.
Tujuan kurikuler yaitu tujuan yang hendak dicapai oleh mata
pelajaran tertentu, misalnya IPA, IPS dan Matematika memiliki tujuan
kurikuler tertentu.
Tujuan instruksional adalah tujuan yang ingin dicapai ketika guru
mengajar suatu pokok bahasan tertentu. Tujuan instruksional ada dua
macam yaitu Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional
Khusus (TIK). Tujuan instruksional dapat diambil dari Garis-garis Besar
Haluan Program Pengajaran GBPP rumusannya masih umum,
cangkupannya masih luas, belum spesifik tidak operasional dan belum
dapat diukur tingkat pencapaiannya. Tujuan instruksional khusus adalah
tujuan pengajaran yang ingin dicapai ketika guru mengajar, tetapi
8
rumusannya sudah khusus, cakupannya sempit, operasional dan dapat
diukur.
C. Peserta Didik
I. Pengertian Peserta Didik
Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pendidikan. Menurut
Sutari Imam Barnadib (1995) peserta didik sangat tergantung dan
membutuhkan bantuan dari orang lain yang memiliki kewibawaan dan
kedewasaan. Sebagai anak, peserta didik masih dalam kondisi lemah,
kurang berdaya dan serba kekurangan dibandingkan orang dewasa.
Namun dalam dirinya terdapat potensi bakat-bakat dan disposisi luar
biasa yang memungkingkan tumbuh dan berkembang melalui
pendidikan.
II. Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik
Charlotte Buhler mengemukakan perkembangan yang terjadi
pada peserta didik yaitu :
a. Masa permulaan.
b. Masa penanjakan sampai kira-kira berumur 25 tahun.
c. Masa puncak masa hidup, yaitu pada umur 25 sampai 50 tahun.
a. Masa penurunan dan menarik diri dari kehidupan masyarakat.
b. Masa akhir kehidupan
III. Teori Perkembangan Fisik Peserta Didik
Menurut Gasell dan Ames (1940) serta Illingsworth (1983) yang
dikutip oleh Slamet Suyanto (2005), perkembangan motorik peserta
didik digambarkan dalam delapan pola umum sebagai berikut :
9
a. Continuity, perkembangan dimulai dari sederhana menuju ke
kompleks.
b. Uniform sequence, yakni tahapan sama untuk semua individu.
c. Maturity, yakni perkembangan yang ada dipengaruhi perkembangan
sel saraf.
d. From general to specific process, yakni suatu perkembangan yang
dimulai dari gerak yang bersifat umum ke yang khusus.
e. Dari gerak refleks bawaan kearah terkoordinasi, yakni suatu
perkembangan yang dimiliki perserta dimulai dari refleks bawaan
hingga gerakan terkoordinasi.
f. Chepalo-caudal direct, yakni suatu perkembangan ditandai dengan
bagian yang mendekati bagian kepala berkembang lebih cepat
daripada bagian yang mendekati ekor.
g. Proximal-distal, yakni suatu perkembangan ditandai dengan bagian
yang mendekati sumbu tubuh yang berkembang lebih jauh.
IV. Teori Perkembangan Biologis Peserta Didik
Teori perkembangan biologis peserta didik dikemukakan oleh
Sigmund Freud (Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto dan Dwi Siswoyo,
1995) yaitu :
a. Masa Oral (0,0 – 1,0 tahun)
Mulut merupakan daerah pokok aktivitas dinamik
b. Masa Anal (1,0 – 3,0 tahun)
Dorongan dan tahanan berpusat pada fungsi pembuangan
kotoran
c. Masa Felis (3,0 – 5,0 tahun)
10
Dorongan dan tahanan berpusat pada fungsi pembuangan
kotoran
d. Masa Laten (5,0 – 13,0 tahun)
Impuls-impuls atau dorongandorongan cenderung terdesak dan
mengendap ke alam bawah sadar
e. Masa Pubertas (13,0 – 20,0 tahun)
Impuls-impuls mulai menonjol dan muncul kembali. Apabila
bisa dipindahkan dan disublimasikan oleh daas ich dengan
baik, maka bisa sampai pada masa kematangan
f. Masa Genital (>20 tahun)
Individu sudah mencapai fase ini telah menjadi manusia
dewasa siap terjun dalam masyarakat luas.
V. Teori Perkembangan Mental Peserta Didik
Lev Vygotsky, siswa membentuk pengetahuan, yaitu apa yang
diketahui siswa bukanlah hasil kopi dari apa yang mereka temukan di
dalam lingkungan, tetapi sebagai hasil pikiran dan kegiatan siswa sendiri
melalui bahasa.
VI. Tipologi Kepribadian Peserta Didik
Menurut Henry Alexander Murray (1994)
Autonomy Keinginan melakukan sesuatu secara sendiri
Affiliation Senang bersama dengan anak lain, memiliki sahabat
Succurance Selalu manja, minta tolong, minta bantuan
Nurturrance Pemurah , rendah hati, senang menolong
Agression Agresif, mudah tersinggung dan marah
Dominance Ingin menguasai/ mengatur, tampil menonjol
Achievement Semangat kerja tinggi, berprestasi, tidak mau dibantu
11
VII. Kecerdasan Ganda Peserta Didik
Kecerdasan ganda peserta didik merupakan kapasitas yang dimiliki
seseorang untuk menyelesaikan masalah-masalah dan membuat cara
penyelesaiannya dalam konteks yang beragam. (Howard Gardner, 1993).
Menurut Gardner, kecerdasan bersifat jamak yang meliputi kecerdasan
matematik, lingual, musikal, visual, kinestetik, interpersonal,
intrapersonal, dan natural.
VIII. Peserta Didik Berbakat
Ciri peserta didik berbakat menurut Munandar (1992) :
1. Indikator intelektual belajar
Mencakup kemudahan menangkap pelajaran, mengingat kembali,
memiliki perbendaharaan kata yang luas, penalaran tajam, daya
konsentrasi baik, senang membaca, selalu sibuk, dan sebagainya.
2. Indikator kreativitas
Memiliki rasa keiingintahuan besar, mengajukan pertanyaan yang
berbobot, memberikan banyak gagasan dan usul, tidak mudah
terpengaruh, dapat bekerja sendiri, menyenangi hal baru, dan
sebagainya.
3. Indikator motivasi
Tekun dalam menghadapi tugas, ulet dalam menghadapi kesulitan,
dapat memotivasi diri sendiri, selalu berusaha berprestasi, berminat
terhadap berbagai masalah orang dewasa, rajin belajar, penuh
semangat, serta senang mencari dan menyelesaikan soal.
12
D. Pendidik
I. Pengertian pendidik
Menurut Sutari Iman Barnadib (1994), pendidik merupakan setiap
orang yang sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai tingkat
kemanusiaan yang lebih tinggi.
Menurut Umar Tirtarahardja dan La Sulo (1994), pendidik adalah
orang yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan
sasaran peserta didik.
Menurut Langveld, pendidik adalah orang yang dengan sengaja
membantu orang lain untuk mencapai kedewasaan.
II. Kompetensi sebagai Persyaratan Pendidik
Syarat pendidik menurut Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto dan
Dwi Siswoyo (1995) adalah (1) mempunyai perasaan terpanggil sebagai
tugas suci, (2) mencintai dan mengasih-sayangi peserta didik, (3)
mempunyai rasa tanggung jawab yang didasari penuh akan tugasnya.
Sedangkan menurut Noeng Muhadjir (1997) bahwa persyaratan seorang
pendidik adalah (1) memiliki pengetahuan lebih, (2) mengimplisitkan nilai
dalam pengetahuan itu dan (3) bersedia menularkan pengetahuan beserta
nilainya kepada orang lain.
Sedangkan untuk konteks Indonesia, dewasa ini telah dirumuskan
syarat kompetensi guru menurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen meliputi :
a. Kompetensi pedagogik
Kompetensi pedagogik mencakup selain pemahaman dan
pengembangan potensi peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran serta sistem evaluasi pembelajaran juga harus
menguasai ‘ilmu pendidikan’.
13
b. Kompetensi pribadi
Kemampuan yang dimiliki pendidik berupa kepribadian yang
mantap, berakhlak mulia, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi
peserta didik. Kompetensi ini mencangkup kemantapan pribadi,
akhlak mulia, keteladanan dan kewibawaan.
c. Kompetensi profesional
Kemampuan yang harus dimiliki pendidik berupa penguasaan
materi pembelajaran secara luas dan mendalam.
d. Kompetensi sosial
Kemampuan yang harus dimiliki pendidik agar mampu
berkomunikasi secara efektif dengan peserta didik, sesama guru,
orangtua/wali dan masyarakat sekitar.
III. Kedudukan Pendidik
Kedudukan guru bisa dibuktikan secara obyektif dengan adanya
program sertifikasi guru, yang selanjutnya bagi yang memenuhi kriteria
untuk lulus diberikan sertifikat pendidik dan kedudukan guru sebagai
pendidik dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat pendidik.
IV. Hakikat Tugas dan Tanggung Jawab Guru
Menurut Raka Joni (Conny R.Semiawan dan Soedijarto, 1991),
hakikat tugas guru pada umumnya berhubungan dengan pengembangan
sumber daya manusia yang pada akhirnya akan paling menentukan
kelestarian dan kejayaan kehidupan bangsa. Dengan tanggung jawab
moral, guru dituntut untuk dapat mengejawentahkan nilai-nilai yang
dijunjung tinggi oleh masyarakat, bangsa dan negara dalam diri pribadi,
karena nilai-nilai itu harus senantiasa terpadu dengan diri orang yang
menanamkan pada nilai agar usaha itu berhasil.
14
V. Profesionalisme Guru dan Prinsip-prinsipnya
Edgar H. Schein dan Diana W. Kommers (Sunaryo Kartadinata dan
Nyoman Dantes, 1997) mengartikan bahwa profesi merupakan ‘the
profession are set of occupation that have developed a very special set of
norms deriving from their special role in society’ yang artinya bahwa
profesi adalah seperangkat keterampilan yang dikembangkan secara
khusus melalui seperangkat norma yang dianggap cocok untuk tugas-tugas
khusus di masyarakat.
Dalam hal profesionalisme guru memiliki prinsip-prinsip
profesionalisme yaitu guru merupakan profesi yang berdasarkan bakat,
minat, panggilan jiwa dan idealisme, menuntut komitmen tinggi terhadap
peningkatan mutu pendidikan, iman takwa dan akhlak mulia, adanya
kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan yang relevan,
memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugasnya di sekolah dan
menuntut tanggung jawab tinggi atas tugas profesinya demi kemajuan
bangsa.
VI. Organisasi Profesi dan Kode Etik Guru
Organisasi profesi guru mewadahi para guru sebagai individu
profesional untuk menggabungkan diri dalam wadah. Beberapa organisasi
seperti PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia), SGI (Sertifikat Guru
Indonesia), dan PGII (Persatuan Guru Independen Indonesia). Organisasi
profesi diarahkan bisa berfungsi sebagai protektor dalam memberikan
perlindungan serta dinamisator dan motivator dalam rangka rangka
pengembangan diri bagi anggotanya.
Sedangkan kode etik guru professional yang telah dirumuskan
tersebut berbunyi (Sunaryo Kartadinata dan Nyoman Dantes, 1997) :
g. Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk
manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
15
h. Guru memiliki kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum
sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
i. Guru mengadakan komunikasi terutama dalam memperoleh
informasi tentang anak didik.
j. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara
hubungan dengan orangtua murid sebaik-baiknya bagi kepentingan
anak didik.
k. Guru memelihara baik dengan anggota masyarakat di sekitar
sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan
pendidikan.
l. Guru secara sendiri-sendiri dan/atau bersama-sama berusaha
mengembangkan dan meningkatkan mutu profesionalnya.
m. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesama guru
baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam keseluruhan.
n. Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan
mutu organisasi guru profesional sebagai sarana pengabdiannya.
o. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan
pemerintah dalam bidang pendidikan.
16
E. Bahan/Materi Pendidikan
Pendidikan diterapkan supaya anak menjadi dewasa oleh karena itu
ditetapkan isi/materi pendidikan yang relevan. Isi pendidikan adalah segala
sesuatu yang diberikan kepada peserta didik untuk keperluan pertumbuhan. Isi
pendidikan dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Pengetahuan (kemampuan kognitif)
2. Nilai (kemampuan afektif)
3. Keterampilan (kemampuan psikomotor). (Wina Sanjaya, 2008:83)
Nilai yang dimaksud dalam alinea diatas adalah nilai-nilai
kemanusiaan berupa pengalaman dan penghayatan manusia mengenai hal-hal
yang berharga bagi manusia. Parameter keberhasilan suatu pendidikan adalah
internalisasi nilai dalam beberapa tahap yakni kognitif, afektif, konatif dan
praktek. Setelah pelajar mengerti semua yang telah diajarkan, mereka dituntut
untuk menghargai apa yang dipelajari, kemudian muncul komitmen untuk
melaksanakannya secara konsisten.
Mengintegrasikan nilai bukan lah hal yang mudah. Hal tersebut
melibatkan hati nurani. Nilai dikembangkan lewat refleksi dan ekspresi bebas,
tetapi bermartabat. Proses pembelajaran bukan hanya berhenti di otak akan
tetapi harus dipraktekkan di kehidupan nyata.
Pengetahuan menurut Poedjawijatna adalah hasil dari tahu. Abbas
Hamami, salah seorang dosen filsafat Universitas Gadjah Mada, pengetahuan
adalah hubungan-hubungan subyek-obyek yang disadari. Oleh karena itu
pengetahuan sebetulnya meliputi segala aspek kehidupan manusia termasuk di
dalamnya nilai dan keterampilan. Hanya dalam isi pendidikan yang kita
bicarakan ini lebih mengacu pada pengetahuan yang berasal dan pengalaman
indra dan pengetahuan yang berasal dari pengalaman rasio/budi.
Keterampilan didapat melalui sebuah latiha, kebiasaan yang dilakukan
secara berulang-ulang sehingga keterampilan tersebut semakin terasah.
17
Misalnya keterampilan pemain sepakbola akan semakin sempurna
kemampuannya jika dia mengadakan latihan secara berulang-ulang dengan
sepenuh hati.
Selama melaksanakan pendidikan, guru hendaknya
mempertimbangkan hal-hal berikut :
1. Isi/materi harus sesuai dan menunjang ketercapaian tujuan.
2. Urgensi materi, yaitu materi harus penting untuk diketahui oleh peserta
didik.
3. Nilai praktis, atau kegunaanya.
4. Materi tersebut merupakan materi wajib sesuai dengan tuntutan
kurikulum.
5. Materi yang sudag diperoleh sumbernya, perlu diupayakan untuk
diberikan kepada peserta didik. (Sutan Zani Arbi, 1993:28).
18
F. Metode Pendidikan
Metode adalah cara yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan dibutuhkan metode yang tepat.
Metode pendidikan adalah cara-cara yang dipakai oleh seseorang atau
kelompok orang untuk membimbing anak/peserta didik sesuai dengan
perkembangannya kea arah tujuan yang hendak dicapai.
Metode pendidikan berkaitan dengan bentuk pendidikan. Dalam hal
ini kita mengenal adanya bentuk-bentuk pendidikan sebagai berikut :
a. Pendidikan otoriter
Bentuk pendidikan otoriter, pendidik ditempatkan pada pihak yang
berkuasa dan utama/primer, sedangkan peserta didik menempatkan
pihak yang sekunder.
b. Pendidikan liberal
Bentuk pendidikan liberal menekankan hak individu dan kebebasan,
dalam pendidikannya anak dijadikan subyek yang memegang peranan
penting.
c. Pendidikan demokratis
Bentuk demokratis merupakan bentuk pendidikan dimana pendidik
dan peserta didik mempunyai kedudukan yang seimbang, maka
metode pendidikannya mengarah pada metode diskusi, tanya jawab,
pemberian tugas, atau problem solving.
Dalam memilih metode yang tepat dalam proses pendidikan perlu
diperhatikan hal-hal berikut ini :
a. Tujuan pendidikan negara. Setiap negara memiliki tujuan pendidikan
yang berbeda dan merupakan kekhasan dari setiap Negara. Bagi
Indonesia sendiri tujuan pendidikan tak lepas dari Undang-undang
Republik Indoenesia No. 20 Tahun 2003 pasal 4 yang berbumyi ‘..
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.’
19
b. Kemampuan pendidik. Metode pendidikan juga hendak disesuaikan
dengan kemampuan guru/pendidik.
c. Isi atau materi juga menentukan metode pendidikan yang akan
digunakan. Metode yang tepat diperlukan agar peserta didik dapat
memahami materi dan kinerja peserta didik dapat maksimal. Misalnya
pada bidang ketrampilan dan pengetahuan, disamping pemberian
contoh, juga diskusi, pemecahan masalah, tanya jawab dan
sebagainya. Humaniora dan kewarganegaraan yang condong pada
kawasan afektif lebih banyak pada pemberian contoh dan problem
solving, disamping metode lain yang relevan.
Berkaitan dengan metode pendidikan diatas. Di Indonesia sejak tahun
1922 berdiri pendidikan Taman Siswa yang berpusat di Yogyakarta. Perguruan
Taman Siswa dikenal dengan Trilogi Kepemimpinan Guru sebagai pamong
yakni :
1. Ing ngarsa sung tuladha, semboyan ini berarti berada di depan dan
memberi contoh. Guru lebih dominan untuk memberi contoh
disamping guru juga bersikap otoriter terhadap siwanya. Sisi negatif
dari metode ini adalah siswa menjadi minder dan takut karena seakan
ditekan oleh pendidik.
2. Ing madya mangun karsa, semboyan ini berarti kita berada di tengah-
tengah bersama peserta didik. Pendidik merangsang peserta didik agar
belajar sendiri sehingga cenderung tertuju bagi peserta didik yang
masih muda dan mulai belajar mandiri. Pendidik hanya membantu jika
peserta didik mengalami kesulitan dan pendidik cenderung sebagai
subyek pendidikan. Kelemahan dari sistem ini adalah peserta didik
menjadi sombong bahkan bersifat manja terhadap pendidik.
3. Tut wuri handayani, semboyan ini digunakan dalam pelaksanaan
pendidikan di Indonesia mempunyai maksud bahwa pendidik
mengikuti anak didik dari belakang namun sambil memberi daya atau
kekuatan, agar mereka tak menyimpang dari tujuan. Metode ini cocok
jika dikaitkan sebagai model pendidikan demokratis sebab peserta
didik ditempatkan sebagai subyek sekaligus obyek.
20
G. Alat Pendidikan
Alat pendidikan merupakan faktor pendidikan yang sengaja dibuat
dan digunakan demi tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan.
Alat pendidikan ditinjau dari wujudnya:
1. Sofware
Sofware ini mencakup nasihat, teladan, larangan, perintah,
pujian, teguran, ancaman, dan hukuman. Hal ini biasanya
digunakan untuk mengatur peserta didik agar mematuhi pendidik.
2. Alat peraga
Alat peraga adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata
dan telinga dengan tujuan membantu guru agar proses belajar
mengajar siswa lebih efektif dan efisien. Alat peraga sangat
berperan penting dalam pelajaran agar yang disampaikan guru
lebih mudah dipahami oleh siswa. Alat peraga sering disebut juga
audio visual.
Alat pendidikan menurut metodenya:
1. Metode Abstrak
Metode Abstrak ini bersumber pada kewibawaan, tujuan terdekat,
bentuk peraturan, dan tujuan akhir. Metode ini berbentuk perintah,
larangan, izin, dll. Namun bentuk-bentuk tersebut mengandalkan
pasivitet yang besar dari anak didik itu sendiri.
Metode ini juga membagi alat menurut lapangan nilai:
a) Jasmani
b) Estetis
c) Susila
d) Agama dll.
2. Metode Tipologis:
Metode ini menurut Langeveld dibagi dengan lima gejala khas:
- Perlindungan (pembentukkan kebiasaan yang aktiv)
- Permufakatan
- Persamaan arah
- Rasa bersatu
21
- Alat-alat yang berkaitan dengan anak didik tersebut.
Menurut Abu Ahmadi, alat pendidikan dibedakan dalam beberapa kategori:
1. Alat pendidikan Positif-Negatif:
Bersifat mengatur tindakan, agar berbuat baik maupun agar
tidak berbuat buruk.
2. Alat pendidikan Preventif-Korektif:
Alat pendidikan ini ama seperti positif-negatif, namun alat
pendidikan ini bersifat mengatur tindakan. Preventif untuk
mengatur yang tidak baik, sedangkan korektif untuk memperbaiki
kesalahan yang dilakukan, semacam hukuman.
3. Alat pendidikan Menyenangkan-Tidak Menyenangkan:
Berbeda dengan sebelumnya, alat ini berguna untuk rohani
agar menyenangkan berupa hadiah dan agar merasa tidak senang
berupa hukuman atau celaan.
Contoh alat pendidikan, terutama alat peraga:
1. Gambar
Gambar adalah suatu bentuk alat peraga yang nampaknya
sering digunakan, karena gambar adalah alat yang paling mudah
dipahami siswa maupun mahasiswa serta anak dari berbagai umur,
diperoleh dalam keadaan siap pakai, dan tidak menyita waktu
persiapan.
2. Peta
Peta bisa menolong seseorang untuk mempelajari bentuk
dan letak.
3. Papan tulis.
Peranan papan tulis tidak kalah pentingnya sebagai sarana
mengajar. Papan tulis dapat diterima dimana-mana sebagai alat
peraga yang efektif.
4. Alat lainnya masih banyak seperti OHP, Diagram, dll.
22
Kelebihan dan Kekurangan Alat pendidikan/alat peraga:
Kelebihan:
1. Menumbuhkan minat belajar siswa karena pelajaran menjadi lebih
menarik.
2. Memperjelas makna bahan pelajaran sehingga siswa lebih mudah
memahaminya.
3. Metode mengajar akan lebih bervariasi sehingga peserta didik tidak
akan mudah bosan
4. Membuat lebih aktif melakukan kegiatan belajar seperti :mengamati,
melakukan dan mendemonstrasikan dan sebagainya.
Kekurangan:
1. Mengajar dengan memakai alat peraga lebih banyak menuntut guru.
2. Banyak waktu yang diperlukan untuk persiapan.
3. Perlu kesediaan berkorban secara materiil.
Alat pendidikan harus sesuai dengan tujuan pendidikan tertentu.
Misal mendidik anak untuk makan dengan baik/sopan, maka alat
pendidikan yang sesuai adalah dengan memberi contoh.
Pendidik harus memahami peranan alat tersebut dan cakap
menggunakannya. Pendidik harus harus mengetahui karakteristik peserta
didiknya, harus disesuaikan dengan situasi, kondisi, ruang dan waktu.
Peserta didik mampu menerima penggunaan alat pendidikan dan tidak
menimbulkan akibat sampinagan yang merugikan peserta didik.
Penggunaan alat pendidikan yang berupa tindakan pendidik antara
lain :
1. Teladan
2. Pujian/hadiah
3. Perintah
4. Larangan
5. Teguran
6. Ancaman
7. Hukuman.
23
H. Lingkungan Pendidikan
I. Pengertian Lingkungan Pendidikan
Lingkungan pendidikan merupakan lingkungan tempat
berlangsungnya proses pendidikan yang merupakan bagian dari
lingkungan sosial.
1. Lingkungan Fisik (keadaan iklim, alam)
2. Lingkungan Budaya (bahasa, seni, ekonomi, politik, keagamaan, dll)
3. Lingkungan Sosial/Masyarakat (keluarga, kelompok bermain,
organisasi)
II. Klasifikasi Lingkungan Pendidikan
Lingkungan pendidikan meliputi :
1. Lingkungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan
utama karena manusia pertama kalinya memperoleh pendidikan di
lingkungan ini sebelum mengenal lingkungan yang lain. Selain itu manusia
mengalami proses pendidikan sejak lahir bahkan sejak dalam kandungan.
Pendidikan keluarga dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Pendidikan prenatal (pendidikan dalam kandungan)
b. Pendidikan postnatal (pendidikan setelah lahir)
Dasar tanggung jawab keluarga terhadap pendidikan meliputi:
a) Motivasi cinta kasih yang menjiwai hubungan orangtua dengan
anaknya.
b) Motivasi kewajiban moral orangtua terhadap anak.
c) Tanggung jawab sosial sebagai bagian dari keluarga.
24
2. Lingkungan sekolah
Karena perkembangan peradaban manusia, orang tidak mampu lagi
untuk mendidik anaknya. Pada masyarakat yang semakin kompleks, anak
perlu persiapan khusus untuk mencapai masa dewasa. Persiapan ini perlu
waktu, tempat dan proses yang khusus. Dengan demikian orang perlu
lembaga tertentu untuk menggantikan sebagian fungsinya sebagai pendidik.
Lembaga ini disebut sekolah. Dasar tanggung jawab sekolah akan
pendidikan meliputi :
a) Tanggung jawab formal kelembagaan
b) Tanggung jawab keilmuan
c) Tanggung jawab fungsional
3. Lingkungan masyarakat
Ada 5 pranata sosial (social institutions) yang terdapat di dalam
lingkungan sosial yaitu:
a) Pranata pendidikan, bertugas dalam upaya sosialisasi.
b) Pranata ekonomi, bertugas mengatur upaya pemenuhan
kemakmuran.
c) Pranata politik, bertugas menciptakan integritas dan stabilitas
masyarakat.
d) Pranata teknologi, bertugas menciptakan teknik untuk
mempermudah manusia.
e) Pranata moral dan etika, bertugas mengurusi nilai dan penyikapan
dalam pergaulan masyarakat.
25
Ki Hajar Dewantara mengelompokkan lingkungan belajar berdasarkan
kelembagaannya, lingkungan pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Lingkungan Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan
utama sebab didalam keluargalah kepribadian anak terbentuk. Keluarga
memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan kepribadian anak.
Pengaruh semakin berkurang jika anwak semakin dewasa. Keluarga inilah
yang dikenal oleh anak sebagai kesatuan hidup bersama yang dikenal oleh
anak
2. Lingkungan Perguruan’Sekolah
Perguruan/sekolah atau balai wiyata adalah lingkungan
pendidikan yang mengembangkan dan meneruskan pendidikan anak
menjadi warganegara yang cerdas, terampil dan berkepribadian mulia.
Sekolah merupakan lembaga sosial formal yang didirikan negara, yayasan
atau swasta untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
3. Lingkungan Organisasi Pemuda
Pusat pendidikan yang ketiga adalah organisasi pemuda.
Organisasi pemuda bisa bersifat informal maupun bersifat formal yang
diusahakan oleh pemerintah maupun diusahakan oleh yayasan tertentu.
Lingkungan ini diharapkan mampu membina pemuda/pemudi melalui
pendidikan sendiri, memadukan perkembangan kecerdasan dan perilaku
sosial.
26
I. Masalah Pendidikan
1. Kurikulum
Kurikulum kita yang dalam jangka waktu singkat selalu
berubah-ubah tanpa ada hasil yang maksimal dan masih tetap saja.
Kegagalan dalam kurikulum kita juga disebabkan oleh kurangnya
pelatihan skill, kurangnya sosialisasi dan pembinaan terhadap
kurikulum baru. Elemen dasar ini lah yang menentukan keberhasilan
pendidikan yang kita tempuh.
2. Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam
membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Dengan
pendapatan yang rendah, terang saja banyak guru terpaksa melakukan
pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain,
memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus,
pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya. Dengan
adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen
(PNS) agak lumayan. Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta
dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan
pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf
ideal. Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403
PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan
kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen.
Namun, sejak 2007 pemerintahan telah mencanangkan program
sertifikasi guru yang akhirnya cukup mampu meningkatkan
kesejahteran guru. Guru yang telah bersertifikat mendapat tunjangan
lebih sehingga gajinya menjadi dua kali lipat.
3. Rendahnya Prestasi Siswa
27
Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik,
kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun
menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika
dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah.
Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003
(2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara
dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara
dalam hal prestasi sains. Apabila dibanding dengan negara-negara
tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya. Dalam skala
internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi
IEA (Internasional Association for the Evaluation of Educational
Achievement) di Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan
membaca siswa kelas IV SD berada pada peringkat terendah. Rata-
rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0
(Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).
4. Kontoversi diselenggaraknnya UN
Perdebatan mengenai Ujian Nasional (UN) sebenarnya sudah
terjadi saat kebijakan tersebut mulai digulirkan pada tahun ajaran
2002/2003. Setidaknya ada empat penyimpangan dengan
digulirkannya UN. Pertama, aspek pedagogis. Dalam ilmu
kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni
pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap
(afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan,
yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai
penentu kelulusan. Kedua, aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 telah dilanggar,
misalnya pasal 35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional
pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan
penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan
berkala. UN hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan
28
standar pendidikan yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah.
Pasal 58 ayat 1 menyatakan, evaluasi hasil belajar peserta didik
dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan
perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.
Kenyataannya, selain merampas hak guru melakukan penilaian, UN
mengabaikan unsur penilaian yang berupa proses. Selain itu, pada
pasal 59 ayat 1 dinyatakan, pemerintah dan pemerintah daerah
melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan jalur, jenjang, dan
jenis pendidikan. Tapi dalam UN pemerintah hanya melakukan
evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang sebenarnya merupakan
tugas pendidik. Ketiga, aspek sosial dan psikologis. Dalam
mekanisme UN yang diselenggarakannya, pemerintah telah mematok
standar nilai kelulusan 3,01 pada tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada
tahun 2003/2004 dan 4,25 pada tahun 2004/2005. Ini menimbulkan
kecemasan psikologis bagi peserta didik dan orang tua siswa. Siswa
dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan di-UN-kan di
sekolah ataupun di rumah. Keempat, aspek ekonomi. Secara
ekonomis, pelaksanaan UN memboroskan biaya. Tahun 2005, dana
yang dikeluarkan dari APBN mencapai Rp 260 miliar, belum
ditambah dana dari APBD dan masyarakat. Pada 2005 memang
disebutkan pendanaan UN berasal dari pemerintah, tapi tidak jelas
sumbernya, sehingga sangat memungkinkan masyarakat kembali akan
dibebani biaya. Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk
menangkal penyimpangan finansial dana UN. Sistem pengelolaan
selama ini masih sangat tertutup dan tidak jelas
pertanggungjawabannya. Kondisi ini memungkinkan terjadinya
penyimpangan (korupsi) dana UN.
5. Rendahnya Kualitas Sarana Fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan
perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan
penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap.
Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi 29
tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang
tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak
memiliki laboratorium dan sebagainya.
6. Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan
Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada
tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan
Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun
2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia
SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian
APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni
Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa).
Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas.
Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan
menghambat pengembangan sumber daya manusia secara
keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi
pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah
ketidakmerataan tersebut.
30
J. Pendidikan Sepanjang Hayat
I. Pengertian Pendidikan Sepanjang Hayat
Arti lugas pendidikan sepanjang hayat adalah bahwa
pendidikan tidak berhenti hingga individu menjadi dewasa, tetapi tetap
berlanjut sepanjang hidupnya.
Urgensi pendidikan sepanjang hayat terus menerus
menyesuaikan diri supaya dapat hidup secara wajar dalam lingkungan
masyarakat yang selalu berubah. Di sisi lain, pendidikan sepanjang
hayat adalah peluang luas bagi seseorang untuk terus belajar agar dapat
meraih keadaan kehidupan yang lebih baik.
Hal yang menyebabkan keadaan lebih baik :
a) Majunya IPTEK.
b) Produk teknologi yang perlu dipelajari karena terkait dengan
alat kerjanya.
c) Perubahan sosial yang berdampak pada majunya ilmu dan
teknologi.
II. Wadah Pelaksanaan Pendidikan Sepanjang Hayat
Pendidikan sepanjang hayat berwadahkan semua lembaga
pendidikan, sumber-sumber informasi, sesuai dengan kepentingan
perseorangan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu,
lembaga pendidikan sepanjang hayat adalah lembaga yang sekama ini
kita kenal, yaitu :
a) Pendidikan Prasekolah
b) Pendidikan Luar Sekolah
c) Sumber informasi, baik berupa terbitan buku, majalah, atau
media massa baik cetak maupun sajian internet.
III. Ragam Pendidikan Sepanjang Hayat
a) Pendidikan untuk mempertahankan pemenuhan kebutuhan
b) Pendidikan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan bidang
kerjannya
31
c) Pendidikan untuk pengembangan atau peningkatan diri
d) Pendidikan untuk kebutuhan mental dan reaksional.
Daftar Pustaka
Siswoyo, Dwi. 2013. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Strategi Pembelajaran. Bandung:
Kencana Prenada Media Group.
http://blog.uin-malang.ac.id/fityanku/landasan-filosofis-pendidikan/
http://mynamemirza.wordpress.com/2012/06/09/dasar-fungsi-tujuan-dan-asas-
pendidikan/
http://nofridayetti.blogspot.com/2012/11/makalah-pengantar-pendidikan.html
http://ndandaherjunot.blogspot.com/2012/02/bab-vi-isi-metode-alat-dan-
lingkungan.html
http://kmplnmakalah.blogspot.com/2013/01/makalah-lingkungan-pendidikan.html
http://van88.wordpress.com/makalah-permasalahan-pendidikan-di-indonesia/
32
Top Related