Download - makalah gizi kesling

Transcript

PENGERTIAN Ilmu gizi (Nutrion Science) adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang makanan dalam hubungannya dengen kesehatan optimal. Kata gizi berasal dari bahasa arab ghidza, yang berarti makanan. Di satu sisi ilmu gizi berkaitan dengan makanan dan disisi lain dengan tubuh manusia. Zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang dierlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan atau unsureunsur/ikatan kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh tubuh, yang berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh. Pangan adalah istilah umum untuk semua bahan yang dapat dijadikan makanan.Bahan makanan adalah makana dalam keadaan mentah. Dalam bahasa inggris hanya digunakan satu kata untuk menyatakan kata makanan, pangan, dan bahan makanan, yaitu food. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik, dan lebih. Secara klasik kata gizi hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk menyediakan energy, membangun, dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur prosesproses kehidupan dalam tubuh. Tetapi, sekarang kata gizi mempunyai pengertian lebih luas, disamping untuk kesehatan, gizi dikaitkan dengan potensi ekonomi sesseorang, karena gizi berkaitan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas kerja. Oleh karena itu, di Indonesia yang sekarang sef=dang membangun , factor gizi disamping faktoefaktor lain dianggap penting untuk memacu pembangunan, khususnya yang berkaitan dengan perkembangan sumber daya manusia berkualitas.

RUANG LINGKUP GIZI Bila dikaji pengertian ilmu gizi lebih mendalam, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkupnya cukup luas. Perhatian ilmu gizi dimulai dari cara produksi pangan (agronomi dan peternakan); perubahan-perubahan yang terjadi pada tahap pascapanen dari mulai penyediaan pangan, distribusi dan pengolahan pangan; konsumsi makanan; dan cara-cara pemanfaatan

makan oleh tubuh dalam keadaan sehat atau pun sakit. Oleh karena itu, ilmu gizi sangat erat kaitannya dengan ilmu-ilmu lingkungan, agronomi, peternakan, ilmu pangan, mikrobiologi, biokimia, faal, biologi ,olekular kedokteran. Karena konsumsi makanan dipengaruhi oleh kebiasaan makan, perilaku makan, dan keadaan ekonomi maka ilmu gizi juga berkaitan dengan ilmu-ilmu sosial seperti antropologi, sosiologi, psikologi dan ekonomi.

KEBUTUHAN GIZI BERKAITAN DENGAN PROSES TUBUH Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu. Zat gizi esensial adalah zat gizi yang harus didatangkan dari makanan. Bila dikelompokkan ada tiga fungsi zat gizidalam tubuh. 1. Memberi energy Zat-zat gizi yang dapat memberikan energy adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energy yang diperlukan tubuh untuk melakukan kegiatan/aktivitas. Ketiga zat gizi termasuk ikatan organic yang mengandung karbon yang dapat dibakar. Ketiga zat gizi terdapat dalam jumlah paling banyak dalam bahan pangan. Dalam fungsi sebagai zat pemberi energy, ketiga zat gizi tersebut dinamakan zat pembakar. 2. Pertumbuhan dan pemeliharaan zat tubuh Protein, mineral dan air adalah bagia dari jaringan tubuh. Oleh karena itu, diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara, dan mengganti sel-sel yang rusak. Dalam fungsi ini ketiga zat gizi tersebut dinamakan zat pembangun. 3. Mengatur proses tubuh Protein, mineral,air, dan vitamin diperlukan untuk mengatur proses tubuh. Protein mengatur keseimbangan air didalam sel, bertindak sebagai buffer dalam uoaya memelihara netralitas tubuh dan membentuk antiobodi sebagai penangkal organism yang bersifat infektif dan bahan-bahan asing yang dapat masuk ke dalam tubuh. Meniral dan vitamin diperlukan sebagai pengatur dalam proses-proses oksidasi, fungsi normal saraf dan otot serta banyak proses lain yang terjadi dalam tubuh termasuk proses menua. Air diperlukan untuk

melarutakan bahan-bahan didalam tubuh, seperti didalam darah, cairan pencernaan, jaringan, dan mengatur suhu tubuh.\, peredaran darah, pembuangan sisa-sisa/ekskresi dan lain-lain proses tubuh. Dalam fungsi proses mengatur proses tubuh ini, protein, mineral, air, dan vitamin dinamakan zat pengatur.

AKIBAT GANGGUAN GIZI TERHADAP FUNGSU TUBUH Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah yang berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksik atau membahayakan. Baik pada status gizi kurang, maupun status gizi lebih terjadi gangguan gizi. Gangguan gizi disebabkan oleh factor primer dan sekunder. Factor primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau kualitas yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, lingkungan yang tidak bersih dan sebagainya. Factor sekunder meliputi semua factor yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makana dikonsumsi. Misalnya faktor-faktor yang menyebabkan terganggunya pencernaan seperti gigi-geligi yang tidak baik, kelainan struktur saluran cerna dan kekurangan enzim. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorbs zat gizi adalah adanya parasit, penggunaan laksan/obat pencuci perut, dan sebagainya. Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme dan utilisasi zat-zat gizi adalah penyakit hati, diabetes mellitus, kanker, penggunaan obat-obat tertentu, miniman beralkohol, dan sebagainya. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekskresi sehingga menyebabkan banyak kehilangan zat-zat gizi adalah banyak kencing(poliyuria), banyak keringat dan penggunaan obat-obat. Dibeberapa bagian dunia terjadi masalah gizi kurang atau masalah gizi lebih secra epidemis. Negara-negara berkembang seperti sebagian besar Asia, Afrika, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan pada umumnya mempunyai masalah gizi kurang. Sebaliknya, Negaranegara maju, seperti Eropa Barat dan Amerika Serikat pad umumnya mengalami masalah gizi lebih.

Akibat gizi kurang pada proses tubuh Akibat gizi kurang terhadap proses tubuh bergantung pada zat-zat gizi apa yang kurang. Kekurangan gizi secara umum(makanan kurang dalam kuantitas dan kualitas) menyebabkan gangguan pada proses-proses: 1. Pertumbuhan Anak-anak tumbuh menurut potensialnya. Protein digunaka sebagai zat pembakar, sehingga otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah rontok. Anak-anak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi rendah lebih rentan dari pada anak-anak dari sosial ekonomi menengah ke atas. 2. Produksi tenaga Kekurangan energy barasal dari makanan, menyebabkan seseorang kekurangan tenaga untuk bergerak bekerja, dan melakukan aktivitas. Orang menjadi malas, merasa lemah, dan produktivitas kerja menurun. 3. Pertahanan tubuh Daya tahan terhadap tekanan atau stress menurun. System imunitas dan antibody berkurang, sehingga orang mudah terserang infeksi seperti pilek, batuk dan diare. Pada anak-anak hal ini dapat membawa kematian 4. Struktur dan fungsi otak Kurang gizi pada manusia muda dapat berpengaruh pada perkembangan mental, dengan demikian juga memoengaruhi kemampuan berfikir. Otak mencapai bentuk maksimal pada usia 2 tahun. Kekurangan gizi dapat berakibat terganggunya fungsi otak secra permanen. 5. Perilaku Baik anak-anak maupun orang dewasa yang kekurangan gizi menunjukkan perilaku tidak tenang. Mereka mudah tersinggung, cengeng, dan apatis. Akibat gizi lebih pada proses tubuh Gizi lebih menyebabkan kegemukan atau obesitas. Kelebihan energi yang dikonsumsi disimpan dalam jaringan dalam bentuk lemak. Kegemukan merupakan salah satu resiko dalam terjadinya berbagai penyakit degenerative, seperti hipertensi atau tekanan darah tinggi, penyakit-penyakit diabetes, jantung koroner, hati dan kantung empedu.

Dengan demikian tampak bahwa gizi yang baik merupakan modal bagi pengembangan sumber daya manusia. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualtias, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Kekurangan gizi dapat merusak bangsa.

ANGKA KECUKUPAN GIZI YANG DIANJURKAN Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang dibutuhkan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Kekurangan atau kelebihan dalam jangka waktu lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energy dan zat-zat gizi bergantung pada berbagai faktor, seperti umur, gender, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik. Oleh karena itu, perlu disusun angka kecukupan gizi yang dianjurkan yang sesuai untuk rata-rata- penduduk yang tinggal didaerah tertentu. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan digunakan sebagai standar guna mencapai status gizi optimal bagi penduduk. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan di Indonesia pertama kali ditetapkan pada tahun 1968 melalui Widya Karya Pangan dan Gizi yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). AKG ini kemudian ditinjau kembali pada tahun 1978, dan sejak itu secara berkala tiap lima tahun sekali.

Pengertian dan batas penggunaan Angka kecukupan gizi yang dianjurkan (AKG) atau Recommended Dietary Allowances (RDA) adalah taraf konsumsi zat-zat gizi esensial, yang berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hamper semua orang sehat. Angka kecukupan gizi berbeda dengan angka kebutuhan gizi (dietary requirements). Angka kebutuhan gizi adalah banyaknya zat-zat gizi minimal yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan status gizi adekuat. AKG yang dianjurkan didasarkan pada patokan berat badan masing-masing kelompok umur, ,gender , aktivitas fisik, dan kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui. Dalam penggunaannya, bila kelompok penduduk yang dihadapai mempunyai rata-rata berat

badan yang berbeda dengan patokan yang digunakan, maka perlu dilakukan penyesuaian. Bila berat badan kelompok penduduk tersebut dinilai terlalu kurus, AKG dihitung berdasarkan berat badan idealnya. AKG yang dianjurkan tidak digunakan untuk perorangan. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan digunakan untuk maksud-maksud sebagai berikut: 1. Merencanakan dan menyediakan suplai pangan untuk penduduk atau kelompok penduduk. Untuk ini perlu diketahui pola pangan dan distribusi penduduk. Karena AKG yang dianjurkan adalah angka kecukupan pada tingkat faali, maka dalam merancang produksi pangan perlu diperhitungkan kehilangan pangan yang terjadi pada tiap tahap perlakuan pascapanen. 2. Menginterpretasikan data konsumsi makanan perorangan maupun kelompok. Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa dalam penetapan AKG digunaka Patoka berat badan tertentu, misalnya pria dewasa 62 kg dan perempuan dewasa 55 kg. bila hasil survey menunjukkan bahwa rata-rata beratbadan menyimpang dari patokan berat badan yang digunakan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap angka kecukupan. Demikian pula penyesuaian angka kecukupan perlu dilakukan bila nilai asam amino dan nilai kecernaan hidangan berbeda dengan nilai yang digunakan dalam penetapan AKG yang dianjurkan. Penyesuaian perlu juga dilakukan dalam hal kecukupan energy dan vitamin yang berkaitan dengan penggunaan energy kelompok sebenarnya. 3. Perencanaan pemberian makanan di institusi, seperti rumah sakit, sekolah, industry/perkantoran, asrama, panti asuhan, panti jompo, dan lembaga

pemasyarakatan. Juga dalam hal ini perlu diperhatikan berat badan rata-rata, aktivitas yang dilakukan dan untuk rumah sakit kecukupan gizi untuk penyembuhan. Institusi yang tidak menyediakan makanan lengkap sehari perlu memperhatikan proporsi AKG yang perlu dipenuhi melalui penyediaan makanan. 4. Menetapkan standar bantuan pangan, misalnya untuk keadaan darurat: membantu para transmigran dan penduduk yang ditimpa bencana alam serta member makanan tambahan untuk balita, anak sekolah, dan ibu hamil. Pertimbangan yang dikemukakan pada butir 2 perlu diperhatikan. 5. Menilai kecukupan persediaan pangan nasional. Perhatikan pertimbangan pada butir 1 6. Merencanakan program penyuluhan gizi 7. Mengembangkan produk pangan baru di industry

8. Menetapkan pedoman untuk keperluan labeling gizi pangan. Biasanya dicantumkan proposi AKG yang dapat dipenuhi oleh satu porsi pangan tersebut.

Cara menentukan kebutuhan faali Sedapat mungkin, AKG ditetapkan dengan terlebih dahulu menetapkan kebutuhan dan rata-rata tubuh terhadap zat gizi yang sudah diserap/diabsorbsi. Nilai ini kemudian disesuaikan dengan faktor kehilangan karena penyerapan tidak sempurna dan untuk menampung variasi kebutuhan antarindividu dan ketersediaan faali zat gizi antar sumber bahan pangan. Dengan demikian, dalam AKG sudah dimasukkan faktor keamanan untuk tiap zat gizi, yang berkaitan dengan pengetahuan tentang zat gizi bersangkutan, ketersediaan faalinya, dan variasi antar penduduk. Kebutuhan untuk bayi dan anak merupakan kebutuhan zat gizi yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang memuaskan; sedangkan untuk orang dewasa mrupakan jumlah yang dibutuhkan untuk memelihara berat badan normal dan mencegah deplesi zat gizi dari tubuh yang diperkirakan melalui penellitian keseimbangan, serta pemeliharaan konsentrasi normal zat gizi didalam darah dan jaringan tubuh. Untuk zat-zat gizi tertentu, kebutuhan mungkin pula didasarkan pada atas jumlah yang diperlukan baik untuk mencegah timbulnya tanda-tanda difisiensi khusus, yaitu jumlah yang mungkin sangat berbeda dengan kebutuhan guna mempertahankan simpanan tubuh. Dengan demikian, penetapan kebutuhan untuk setiap zat gizi berbeda sesuai dengan kriteria yang dipilih. Langkah pertama dalam menyusun kecukupan gizi adalah menetapkan kebutuhan faali rata-rata penduduk yang sehat dan mewakili tiap golongan imur dan gender menurut criteria yang telah ditetapkan. Untuk itu, perlu diketahui perbedaan-perbadaan dalam tiap golongan yang memungkinkan perkiraan jumlah yang perlu ditambahkan pada kebutuhan rata-rata untuk memenuhi kebutuhan sesungguhnya semua orang sehat. Eksperimen demikian pada manusia sangat mahal dan memerlukan waktu lama serta sering tidak bisa dilakukan karena alas an etis. Oleh sebab itu, perkiraan kebutuhan dan variasinya sering dilakukan atas dasar informasi yang terbatas. Bila kebutuhan penduduk mengikuti distribusi normal, penambahan dua stanar baku (SB) terhadap kebutuhan rata-rata akan memenuhi kebutuhan sebagian besar (97,5%) populasi. Dengan kemungkinan ada pengecualian tentang kebutuhan protein, hanya sedikit

bukti yang menunjukkan bahwa kebutuhan zat-zat gizi berdistribusi normal. Oleh karena itu, tiap zat gizi diperlakukan tersendiri guna memperhitungkan perubahandidalam suatu populasi. Kecukupan untuk energy ditetapkan dengn cara berbeda daripada kecukupan zat-zat lain. AKG untuk energy mencerminkan rata-rata kebutuhan tiap kelompok penduduk. Kebutuhan energy berbeda menurut perorengan. Tambahan angka kecukupan untuk memenuhi variasi ini kurang tepat, karena untuk jangka waktu lama kelebihan ini akan menimbulkan obesitas pada seseorang yang mempunyai kebutuhan rata-rata. Jika kecukupan untuk protein dan zat-zat gizi lain dinyatakan sebagai taraf suapan terjamin (safe level of intake), yaitu rata-rata kebutuhan +2,5 standar baku (SB) yang memenuhi atau melebihi kebutuhan hamper semua individu(97,5%) dalam kelompok bersangkutan. Perkiraan demikian, memperhitungkan perbedaan kebutuhan individu didalam kelompok. Bila semua orang mengkonsumsi protein atau zat-zat gizi lain pada nilai yang sama atau sedikit lebih besar dari konsumsi yang dianggap aman, sedikit kemungkinan bahwa seseorang mengkonsumsi jumlah yang tidak cukup. Jumlah yang sedikit lebih banyak ini tidak akan menimbulkan akibat merugikan. Perbedaan antara kedua cara penetapan AKG untuk energy dan zat-zat gizi lain dapat dilihat pada Gambar 1

Energi Kebutuhan rata-rata

%penduduk

-2,5 SB

Rata-rata

+2,5 SB

Zat-zat gizi

%penduduk Taraf suapan terjamin

-2,5 SB

Rata-rata

+2,5 SB

Gambar 1. Perbandingan rata-rata kebutuhan energy dan taraf suapan terjamin untuk zat-zat gizi lain.Sumber: FAO/WHO/UNU, energy and protein Requirement, 1985, hlm. 15 dan National Academy Press, Recommended Dietary Allowances, 1989,hlm 12. (dengan modifikasi)

Penetapan angka kecukupan gizi yang dianjurkan AKG adalah jumlah zat-zat gizi yang hendaknya dikonsumsi tiap hari untuk jangka waktu tertentu sebagai bagian dari diet normal rata-rata orang sehat. Oleh sebab itu, perlu dipertimbangkan setiap faktor yang berpengaruh terhadap absorbsi zat-zat gizi atau efisiensi penggunaannya didalam tubuh. Untuk sebagian zat gizi, sebagian dari kebutuhan mungkin dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi suatu zat yang didalam tubuh kemudian dapat diubah menjadi zat gizi esensial. Misalnya, karotenoid tertentu merupakan prekursor vitamin

A;karena sebagian atau seluruh kecukupan akan vitamin A dapat dipenuhi oleh karotenoid yang berasal dari makanan, maka efisiensi perubahan precursor ini menjadi vitamin A perlu dipertimbangkan. AKG untuk protein merupakan jumlah kebutuhan berbeda akan berbagai asam amino yang terdapat dalam proporsi berbeda didalam berbagai jenis protein makanan. Pada kebanyakan at gizi, pencernaan dan atau absorbsinya tidak komplit, sehingga AKG yang dianjurkan harus sudah memperhitungkan bagian zat gizi yang tidak diabsorbsi ini. Misalnya absorbsi zat besi hem dan nonhem berbeda, yaitu dipengaruhi oleh bahan-bahan lain dalam makana yang perlu dipertimbangkan dalam menetapkan AKG untuk zat besi. Sampai sejauh mana AKG seharusnya melebihi kebutuhan faali berbeda antar berbagai zat gizi.

Cara mamanuhi AKG Karena masih kurangnya pengetahuan, AKG belum dapat ditetapkan untuk semua zat gizi yang sudah diketahui. Akan tetapi AKG untuk zat-zat gizi yang sudah ditetapkan dapat dijadikan pedoman, sehingga menu bervariasi yang memenuhi AKG untuk zat-zat gizi tersebut diharapkan cukup pula dalam zat-zat gizi lainnya. Oleh sebab itu, dianjurkan agar menu sehari-hari terdiri atas bahan pangan bervariasi yang diperoleh dari berbagai golongan bahan pangan (bukan dari suplementasi atau fortifikasi), dan supaya diperhitungkan pula kemungkinan kehilangan zat-zat gizi selama pengolahan makanan. Di Indonesia pola menu seimbang tergambar dalam menu 4 sehat 5 sempurna dan Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Dalam menyusun menu, selain AKG perlu diperhatikan juga aspek akseptabilitas makanan yang disajikan, karena selain sebagai sumber zat-zat gizi, makanan juga mempunyai nilai sosial dan emosional. Dasar perhitungan AKG di Indonesia Dasar perhitungan AKG tahun 2004 dilakukan dengan cara: 1. Menetapkan berat badan patokan untuk berbagai penduduk. Data yang diperoleh dari hasil pengumbulan data berat baadan rata-rata orang sehat menurut kelompok umur dan gender di Indonesia oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Departemen Kesehatan. Sifatnya masih terbatas pada beberapa kelompok dengan keadaan gizi optimal dan aktivitas sedang. Tabel 1. Menunjukkan berat badan patokan untuk Indonesia dibandingkan dengan angka WHO(1983), FAO(2002), Singapura (2000), dan Filipina (2002). 2. Menggunakan rujukan WH/FAO(2002), institute of Medicine-food and Nutrition Board(IOM-FNB) Amerika Serikat 1999-2002, dan International Life Science Institute of South East Asia (ILSI-SEA), 2002. AKG untuk energy dan protein disesuaikan dengan ukuran berat dan tinggi rata-rata penduduk sehat Indonesia. AKG yang ditetapkan pada Widya Karya Pangan dan Gizi Nasional (WNPG) tahun 2004 meliputi zat-zat sebagai berikut: energy (kkal), protein(g), vitamin A (RE), vitamin D(mcg), vitamin E (mg), vitamin K(mcg), tiamin (mg), riboflavin (mg), niasin (mg), asam folat (mcg) piridoksin (mg), vitamin B12 (mcg), vitamin C (mg), kalsium (mg), fosfor (mg), magnesium (mg), besi (mg), iodium (mcg), seng (mg), selenium (mcg), mangan (mg), dan flour (mg) WNPG 2004 juga menganjurkan kebutuhan serat makanan (diftary fiber)

sebanyak 10-14 gram/1000 kkal atau 19-30 g/orang/hari, dengan rasio serat makanan tidak larut air dan serat larut air sebesar 3:1. AKG disusun berdasarkan kelompok umur, gender,serta status hamil dan menyusui. AKG disusun untuk 19 golongan manusia berdasarkan umur, dan diatas 9 tahun juga berdasarkan gender, serta untuk ibu hamil dan menyusui. Daftar AKG secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 1. AKG bagi orang dewasa didasarkan pada rata-rata kebutuhan protein orang dewasa(yang berbeda menurut umur dan gender) dikalikan dengan berat badan, ditambah faktor keamanan (safe level) sebesar 24% dan dikoreksi dengan faktor mutu sebesar1,2. Tabel 1. Berat badan patokan di Indonesia, WHO, FAO, Singapura dan Filipina (dalam kg) Golongan Umur Indonesia WHO(1983) FAO (2002) Singapura (2000) 0-6 bulan 7-11 bulan 1-3 tahun 4-6 tahun 7-9 tahun 6,0 8,5 12,0 18,0 24,0 5,5 8,2 12,0 19,2 25 6,0 9,0 12,0 17,0 28 7,0 9,0 14,0 19,0 Filipina (2002) 6,0 9,0 13,0 19,0

Pria 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 30-49 tahun 50-64 tahun 65 tahun 35,0 48,0 55,0 60,0 62,0 62,0 62,0 36,5 39,2 64,0 75,0 75,0 75,0 75,0 35,0 48,0 64,0 65,0 65,0 65,0 65,0 38,0 52,0 64,0 64,0 64,0 64,0 64,0 34,0 50,0 58,0 59,0 59,0 59,0 59,0

Wanita 10-12 tahun 13-15 tahun 16-18 tahun 19-29 tahun 38,0 49,0 50,0 52,0 40,0 51,0 54,0 62,0 37,0 48,0 55,0 55,0 40,0 50,0 54,0 54,0 35,0 49,0 50,0 51,0

30-49 tahun 50-64 tahun 65 tahun

55,0 55,0 55,0

62,0 62,0 62,0

55,0 55,0 55,0

54,0 54,0 54,0

51,0 51,0 51,0

Sumber: Abas Basuni dan Idrus Jusat dalam Prosiding Angka Kecukupan Gizi dan Acuan Label Gizi,LIPI 2004

MASALAH GIZI DI INDONESIA Pada saat ini, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda, yaitu masalah gizi kurang dan masalah gizi lebih. Masalah gizi kurang pada umumnya disebabkan oleh kemiskinan; kurangnya persediaan pangan; kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasi); kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, menu seimbang dan kesehatan; adanya daerah miskin gizi (iodium). Sebaliknya masalah gizi lebih disebabkan kemajuan ekonomi pada lapisan masyarakat tertentu disertai dengan kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang, dan kesehatan.

MASALAH GIZI KURANG Keberhasilan pemerintah dalam peningkatan produksi pangan dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJP I) disertai dengan perbaikan distribusi pangan,perbaikan ekonomi, dan peningkatan daya beli masyarakat telah banyak memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Namun, empat masalah gizi kurang dikenal sejak Pelita I, hingga sekarang masih ada walaupun dalam taraf jauh berkurang. Kurang Energi Protein (KEP) Kurang Energi Protein (KEP) disebabkan oleh kekurangan makan sumber energy secara umum dan kekurangan sumber protein. Pada anak-anak,KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit terutama penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya tingkat kecerdasan. Pada orang dewasa,KEP menurunkan produktivitas kerja dan derajat kesehatan sehingga menyebabkan rentan terhadap penyakit. KEP diklasifikasikan dalam gizi buruk,gizi kurang, gizi baik. KEP berat pada orang dewasa yang disebabkan oleh kelaparan, pada saat ini sudah tidak terdapat lagi. KEP berat pada orang dewasa dikenal sebagai honger oedeem. KEP pada saat ini terutama terdapat pada anak balita. Hasil analisis dataantropometri yang dikumpulkan melalui Susenas di seluruh provinsi pada tahun 1989 sampai dengan tahun 2003 dapat dilihat

pada Tabel 2. Analisis data yang dilakukan oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan dengan menggunakan indeks Simpangan Baku (SB) terhadap ratarata yang dikenal dengan istilah Z.score. Tabel 2. Status Gizi Balita Indonesia (dalam%) Tahun Gizi buruk (65 tahun (usia tua), yaitu sebesar 57,9%, berikutnya pada usia 10-14 tahun (remja) dan usia 55-64 tahun (setengah tua), yaitu masing-masing sebesar 57,7 dan 51,5%. Prevalensi AGB tinggi terdapat baik pada laki-laki dan perempuan. Prevalensi AGB untuk ibu hamil 1989 70,0 1992 55,5 63,5 1995 40,5 47,5 57,5 48,9 48,9 51,5 57,9 50,9 45,1 2001 48,1 40,1 -

Sumber: - Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes, 1999

tahun 1995 turun bila dibandingkan dengan angka tahu 1992, yaitu dari 63,5% menjadi 50,9%. Penyebab masalah AGB adalah kurangnya daya beli masyarakat untuk mengkonsumsi makanan bersumber zat besi, terutama dengan ketersediaan biologic tinggi (asal hewan), dan pada perempuan ditambah dengan kehilangan darah melallui haid atau pada persalinan. AGB menyebabkan penurunan kemampuan fisik atau produktivitas kerja, penurunan kemampuan berfikir dan penurunan antibody sehingga mudah terserang infeksi. Penanggulangannya dilakukan melalui pemberian tablet atau sirup besi kepada kelompok sasaran. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) Kekurangan iodium terutama terjadi didaerah pegunungan, dimana tanah kurang mengandung iodium. Daerah GAKI merentang sepanjang bukit barisan di Sumatra,daerah pegunungan di Jawa, Bali, NTB,NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya. Di daerah Tersebut GAKI terdapat secara endemic. Pada pemetaan GAKI pada anak sekolah yang dilakukan secara periodik sejak tahun 1989 melalui Survei Nasional GAKI oleh Departemen Kesehatan, tampak kecenderungan penurunan rata-rata prevalensi gondok total / Total Goitre Rate(TGR). Bila pada tahun 1989 rata-rata angka TGR adalah sebesar 37,2%, pada tahun1992 turun menjadi 27,7%, pada tahun 1995 turun menjadi 18,0%, pada tahun 1998 turun menjadi 9,8% dan pada tahun 2001 meningkat manjadi 11,1%. Angka gondok nyata/ Visible Goitre Rate(VGR) pada tahun 1989 tercatat sebesar 9,3% dan pada tahun 1992 turun menjadi 6,8% (Tabel 1). Prevalensi GAKI berat (TGR 30%) pada survei tahun 1998 tercatat di NTT dan Maluku, GAKI sedang (TGR 20,0%-29,9%)(TGR 0,5%) sehingga secara nasional KVA saat ini tidak merupakan masalah lagi. Tingkat yang lebih parah, xerosis kornea (X2), ulkus kornea(X3A), keramotamalasia (X3B) dan parut kornea (XS), sejak tahun 1992 sudah tidak ditemukan lagi. Tabel 5. Prevalensi xeroftalmina tahun 1978 dan 1992 (dalam %) No Klasifikasi Tahun 1978 1 2 X1B = Bercak Birot X2/X3 = Xerosis kornea/ keratomalasia 1,3 27,7 1992 0,35 0

3

XS = parut kornea

18,0

0

Sumber: Kodyat, B.A dkk. Dalam risalah Wudya Karya Nasional Pangan dan Gizi V, 1994, hlm, 453.

Hasil Susenas tahun 1992 menunjukkan bahwa masalah KVA berupa bercak Bitot (X1B) masih terdapat di tiga provinsi, yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku. Khusus Sulawesi Selatan survey ulang yang dilakukan 4 bulan kemudian menunjukkan penurunan prevalensi bercak Bitot (X1B) hingga 0%. Hal ini terjadi sebagai akibat intervensi yang dilakukan berupa pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi didaerah kantong-kantong rawan xaroftalmia. Atas keberhasilan penanggulangan masalah KVA ini, pada tahun 1995 Indonesia mendapat penghargaan dari yayasan Helen Keller Internasional. Kemungkinan munculnya kembali masalah KVA sebagai masalah kesehatan masyarakat tetap perlu diwaspadai, karena pada tahap subklinik KVA masih merupakan masalah, sebanyak 50% anak balita masih menunjukkan kadar serum vitamin A yang rendah , yaitu < 20 / dl

KVA dapat menyebabkan kebutaan, mengurangi daya tahan tubuh sehingga mudah terserang infeksi, yang sering menyebabkan kematian pada anak-anak. Penyebab masalah KVA adalah kemiskinan dan kurangnya pengetahuan tentang gizi.

PENANGGULANGAN MASALAH GIZI KURANG Penanggulangan masalah gizi kurang perlu dilakukan secara terpadu antar departemen dan kelompok profesi, melalui upaya-upaya peningkatan pengadaan pangan,

penganekaragaman produksi dan konsumsi pangan, peningkatan status sosial ekonomi, pendidikan, dan kesehatan masyarakat, serta peningkatan teknologi hasil pertanian dan teknologi pangan. Semua upaya ini bertujuan untuk memperoleh perbaikan pola konsumsi pangan mesyarakat yang beraneka ragam dan seimbang dalam mutu gizi. Upaya penanggulangan masalah gizi kurang yang dilakukan secara terpadu antara lain: 1. Upaya pemenuhan persediaan pangan nasional terutama melalui peningkatan produksi beraneka ragam pangan. 2. Peningkatan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) yang diarahkan pada pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga

3. Peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan system rujukan dimulai dari tingkat Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), hingga Puskesmas dan Rumah Sakit 4. Peningkatan upayakeamanan pangan dan gizi melalui system Kewaspadaan Pangan Gizi (SKPG) 5. Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi di bidang pangan dan gizi masyarakat. 6. Peningkatan teknologi pangan untuk mengembangkan berbagai produk pangan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat luas 7. Intervensi langsung kepada sasaran melalui pemberian makanan tambahan (PMT), distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi, tablet dan sirop besi serta kapsul minyak beriodium 8. Peningkatan kesehatan lingkungan 9. Upaya fortifikasi bahan pangan dengan vitamin A, iodium, dan zat besi 10. Upaya pengawasan makanan dan minuman 11. Upaya penelitian dan pengembangan pangan dan gizi Malalui Intruksi Presiden No.8 tahun 1999 telah dicanangkan Gerakan Nasional Penanggulangan Masalah Pangan dan Gizi, yang diarahkan pada: 1. Pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumah tangga 2. Pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan cakupan, kualitas pencegahan dan penanggulangan masalah pangan dan ggizi di masyarakat 3. Pemantapan kerjasama lintas sector dalam pemantauan dan penggulangan masalah gizi melalui SKPG 4. Peningkatan cakupan dan mutu pelayanan kesehatan

MASALAH GIZI LEBIH Masalah gizi lebih baru muncul dipermukaan pada tahun-tahun terakhir PJP I, yaitu pada awal 1990-an. Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu, terutama di perkotaan menyebabkan perubahan dalam gaya hidup, terutama dalam pola makan. Pola makan tradisional yang tadinya tinggi karbohidrat, tinggi serat kasar,dan rendah lemak berubah ke pola makan baru yang rendah karbohidrat, rendah serat kasar dan tinggi lamak sehingga menggeser mutu makanan kearah tidak seimbang. Perubahan pada pola makan ini dipercepat oleh makin kuatnya arus budaya makanan asing yang disebabkan oleh kemajuan

teknologi informasi dan globalisasi ekonomi. Disamping itu perbaikan ekonomi menyebabkan berkurangnya aktifitas fisik masyarakat tertentu. Perubahan pola makan dan aktifitas fisik ini berakibat semakin benyaknya penduduk golongan tertentu yang mengalami masalah gizi lebih berupa kegemukan dan obesitas. Makanan berleihan dikaitkan pula dengan tekanan hidup atau stress. Data antropometri anak balita (BB/U) yang dikumpulkan melalui Susenas dan dianalisis oleh Direktorat Bina Gizi Masyarakat (BGM) Depkes dengan menggunakan criteria +2,0 SB sebagai ambang batas gizi lebih/kegemukan, menunjukkan bahwa dalam 10 tahun yaitu dari tahun 1989 hingga 1999 prevalensi gizi lebih pada balita meningkat dari 0,77% hingga 4,48%. Hasil pemantauan oleh Direktorat BGM Depkes [ada tahun 1996/1997 terhadap 10.949 orang dewasa terdiri dari 3.661 laki-laki (34,9%) dan 6.833 perempuan (65,1%) berumur 19-65 tahun yang dipilih secara acak di 14 kota menunjukkan bahwa prevalensi kegemukan pada laki-laki adalah 12,8% dan pada perempuan 20,0% dengan ratarata 17,5%. Prevalensi obesitas pada laki-laki adalah sebesar 2,5% dan pada perempuan 5,9% dengan rata-rata 4,7%. Kriteria kegemukan adalah Indeks Masa Tubuh (IMT) 25,1-30,0 sedangkan obesitas IMT > 30,0. Data ini menunjukkan bahwa prevalensi kegemukan dan obesitas pada usia 19-65 tahun lebih besar pada perempuan daripada laki-laki. Dampak masalah gizi lebih pada orang dewasa tampak dengan semakin meningkatnya penyakit degenerative, seperti jantung koroner, diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit hati. Data BPS tahun1992 dan 1995 menujukkan loncatan besar penyebab kematian. Bila tahun 1972, penyakit jantung dan pembuluh darah menduduki urutan ke 11 sebagai penyebab kematian dengan morbiditas 1,1 per penduduk, pada tahun 1992 dan 1995 penyakit ini telah menduduki urutan pertama dalam penyebab kematian, yaitu masing-masing sebesar 15,5% dan 18,9%. Penyakit ini menonjol pada orang dewasa dan lanjut usia di daerah perkotaan di daera Sulawesi, Jawa, dan Bali. Selain itu penyakit endoktrin dan metabolisme terutama diabetes mellitus dan neoplasma (tumor dan kanker) menonjol di perkotaan, khususnya diantara penduduk berpendidikan tinggi.

PENANGGULANGAN MASALAH GIZI LEBIH Masalah gizi lebih disebabkan oleh kebanyakan masukan energy dibandingkan dengan keluaran energy. Penanggulangannya adalah dengan menyeimbangkan masukan dan

keluaran energy melalui pengurangan makana dan penambahan latihan fisik atau olahraga serta menghindari tekanan hidup atau stress. Penyeimbangan masukan energy dulakukan dengan membatasi konsumsi karbohidrat dan lemak serta menghindari konsumsi alcohol. Untuk itu diperlukan upaya penyuluhan ke masyarakat luas. Di samping itu, diperlukan peningkatan teknologi pengolahan makanan tradisional Indonesia siap santap, sehingga makanan tradisional yang lebih sehat ini disajikan dengan cara-cara dan kemasan yang dapat menyaingi penyajian dan kemasan makanan barat.

DAFTAR PUSTAKA Almatsier, Sunita.2009.PRINSIP DASAR ILMU GIZI. Jakarta: PT.GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA

Mulia,Ricki.M. 2005. Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta: Graha Ilmu

Khomsan, Ali. 2003. PANGAN DAN GIZI UNTUK KESEHATAN. Jakarta: PT.RAJA GRAFINDO PERSADA