Download - Makalah antikanker

Transcript

Studi Hubungan Kuantitatif Struktur-Aktivitas pada Indenoisoquinoline

Topoisomerase I Inhibitor sebagai Agen Antikanker di Sel Karsinoma

Manusia Jalur Renal SN12C

Tugas Mata Kuliah Kimia Medisinal Oragnik 2

Disusun Oleh

Kelompok 3

Andika Dewi R. 102210101032

Lesti Eko P. 102210101033

Siti Laily F. 102210101034

Zulaikha Rachmi I. 102210101036

Renysasi Maria U. 102210101037

Rini Oktaviana 102210101038

Arief Kurniawan 102210101040

Nindya P. 102210101041

David Irawan 102210101042

Jessica Dwi P. 102210101045

Lukmanto 102210101046

Galuh R. 102210101047

Egi Garcinia Z. 102210101048

Annisa R. 102210101050

Irwin Ulil H. 102210101051

Fannia Inayati 102210101053

Kun Rasyida 102210101054

Hidayatul U. 102210101055

Triodora H. 102210101056

Dewi Gayatri W. 102210101057

Rizqy Kiromin B. 102210101058

Imandyah N. 102210101060

BAGIAN KIMIA

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER

2013

BAB I

PENDAHULUAN

Kanker ginjal merupakan satu dari 10 kanker yang paling sering terjadi di masyarakat

Barat. Secara global, sekitar 270.000 kasus kanker ginjal setiap tahun dan 116.000 orang

meninggal akibat penyakit tersebut. Renal cell carcinoma (RCC) menyumbang sekitar 90%

dari semua kanker ginjal dan kejadian terus menimgkat.RCC lokal dapat disembuhkan dengan

operasi, tetapi sepertiga dari pasien yang didiagnosis dengan metastasis RCC sulit untuk

diobati, umumnya tahan terhadap radioterapi konvensional, kemoterapi dan terapi endokrin.

Kelangsungan hidup rata-rata untuk pasien dengan metastasis RCC adalah 10-12 bulan.

Meskipun sebagian kecil pasien dengan penyakit metastasis mendapat manfaat dari sitokin

imunoterapi, kebutuhan masih besar untuk mengembangkan agen untuk karsinoma yang

lebih efektif.

Topoisomerase tipe I (Top1) adalah anggota dari keluarga enzim topoisomerase yang

mengatasi masalah topologi terkait dengan DNA supercoiling selama berbagai proses seluler

penting . Top 1 penting untuk transkripsi, replikasi dan rekombinasi DNA, serta remodeling

kromatin, sehingga dapat menjadi target obat terapi antikanker yang menarik. Camptothecin,

diisolasi dan diidentifikasi pada tahun 1966 sebagai inhibitor Top 1 pertama. Turunan

Camptothecin, irinotecan dan topotecan disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA)

memvalidasi Top1 sebagai target terapi untuk pengembangan obat antikanker. Top 1

memberikan efek antikanker yang menjanjikan dalam pengobatan karsinoma sel ginjal.

Misalnya, konsentrasi klinis yang relevan dari topotecan yang menginduksi apoptosis dalam

barisan sel RCC bekerja lebih efektif daripada 5-FU. Selain itu, terapi kombinasi

menggunakan topotecan dan survivin-spesifik siRNA bisa menunjukkan efek sinergis dan

memberikan pendekatan yang menarik untuk pengobatan lanjutan Kanker ginjal. Dalam

praktek klinis, penggunaan kombinasi baru dari irinotecan, cisplatin dan mitomycin (IPM

kemoterapi) menghasilkan keringanan gejala pada mayoritas pasien dengan kanker ginjal

yang menyebabkan kegagalan imunoterapi sitokin. Namun, derivatif camptothecin bukan

merupakan molekul obat yang ideal. Terdapat masalah farmakokinetik, instabilitas karena

pembukaan cincin lakton dan reversibilitas yang cepat dari kompleks pembelahan setelah

penghapusan obat . Hal ini menunjukkan kebutuhan pengembangan noncamptothecin Top1

inhibitor sebagai agen antikanker. Baru-baru ini, sejumlah analog dari indenoisoquinolines

telah dilaporkan sebagai agen antikanker baru. Penghambat indenoisoquinoline Top1

diperiksa untuk aktivitas antiproliferatif terhadap berbagai sel kanker. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa noncamptothecin Top1 inhibitor bisa berpotensi untuk agen pengobatan

berbagai kanker, termasuk kanker ginjal. Di antara berbagai derivat, dua indenoisoquinolines

dipilih saat ini untuk pengembangan klinis adalah NCI: NSC 725.776 dan NSC 724.998.

Keduanya memberikan aktivitas antiproliferatif dalam konsentrasi submicromolar dalam

kultur sel kanker manusia.

Teknik hubungan kuantitatif struktur-aktivitas Tiga-dimensi (3D-HKSA/QSAR)

termasuk comparative molecular field analysis (CoMFA) dan comparative similarity indices

analysis (CoMSIA) merupakan metode desain obat berbasis ligan yang digunakan untuk

mengkorelasikan diskripsi sifat fisikokimia dari serangkaian senyawa terkait untuk diketahui

aktivitas molekul atau molekul nilai properti. Teknik-teknik komputasi memasukkan

informasi 3D untuk ligan dan telah terbukti sangat membantu dalam desain inhibitor baru dan

lebih kuat. Penerapan metodologi QSAR ke derifat indenoisoquinoline belum dilaporkan.

Model HKSA memberikan hasil yang memuaskan pada 48 indenoisoquinoline inhibitor

topoisomerase I untuk aktivitas anti karsinoma sel ginjal dan menjadi dasar yang kokoh untuk

masa depan terhadap desain agen yang lebih aktif.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kanker merupakan kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel – sel yang tumbuh

secara terus – menerus, tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan

tidak berfungsi fisiologis. Kanker terjadi karena timbul dan berkembang biaknya jaringan

sekitarnya (infiltratif) sambil merusaknya (dekstrutif), dapat menyebar kebagian lain tubuh,

dan umumnya fatal jika dibiarkan.

Pertumbuhan sel – sel kanker akan menyebabkan jaringan menjadi besar dan disebut

sebagai tumor. Tumor merupakan istilah yang dipakai untuk semua bentuk pembengkakan

atau benjolan dalam tubuh. Sel – sel kanker yang tumbuh cepat dan menyebar melalui

pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Penjalarannya kejaringan lain disebut sebagai

metastasis. Kanker mempunyai karakteristik yang berbeda – beda. Ada yang tumbuh secara

cepat, ada yang tumbuh tidak terlalu cepat.

CoMSIA (Comparative Molecular Similarity Indices Analysis) merupakan salah satu

deskriptor 3D-QSAR yang lebih baru. CoMSIA dikembangkan di BASF Ludwigshafen,

Jerman oleh Klebe dkk. Tehnik ini paling sering digunakan untuk menemukan parameter-

parameter umum yang penting dalam pengikatannya dengan reseptor biologis yang relevan.

Dalam CoMSIA, baik parameter sterik maupun elektronik, ikatan donor hidrogen, ikatan

akseptor hidrogen dan parameter hidrofobik perlu dipertimbangkan.

CoMFA (Comparative Molecular Field Analysis) atau perbandingan medan molekuler

merupakan metode 3D-QSAR. Analisis 3D-QSAR dikembangkan sebagai antisipasi

permasalahan yg terdapat pada metode LFER Hansch, yaitu senyawa-senyawa enantiomer

yang memiliki kuantitas sifat fisika kimia sama, namun aktifitasnya berbeda. Efek stereokimia

memegang peranan penting disini. Melalui CoMFA dapat dilakukan perhitungan atau analisis

terhadap parameter-parameter 3D-QSAR yang meliputi : panjang ikatan, pasangan ikatan, dan

energi eksitasi. CoMFA menggunakan tehnik hubungan kuantitatif antara aktifitas biologis

dari sekelompok senyawa deret homolog dengan sifat tiga dimensinya yang berkaitan dengan

sifat elektronik dan sterik. Struktur eletronik dari suatu molekul dapat memberi gambaran dari

sifat molekul tersebut, mengingat elektron-elektron pada atom dalam suatu molekul

berpengaruh terhadap interaksi antara obat dengan reseptor. Dalam metode CoMFA, efek

sterik, elektrostatik, luas permukaan, hidrofobisitas dan ikatan hidrogen dari molekul

dihubungkan pada deskripsi molekuler spesifik. Selain berkaitan dengan nilai sterik dan

elektronik, CoMFA juga dilengkapi dengan nilai ClogP yaitu parameter hidrofobik dari ligan.

Dalam analisis CoMFA, ligan ditempatkan dalam struktur 3D kemudian parameter sterik dan

elektrostatik dari berbagai grid points dihitung. Biasanya bagian matriks dianalisis dengan

metode PLS (Partial Least Squares).

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Analisis CoMFA

Senyawa 20, salah satu molekul yang paling aktif, terpilih sebagai template dan

isoquinoline sebagai struktur umum untuk keselarasan (Gambar 1). Model CoMFA

memberikan cross-validasi nilai q2

0,602 dengan 5 komponen, nilai r2 0.925 dan nilai F-test

66,709. Daerah fokus menghasilkan model CoMFA yang baik ditunjukkan dengan

peningkatan yang signifikan yaitu 0,602-0,659 untuk validitas internal, 0,632-0,680 untuk

kelompok lintas-validasi, 0,790-0,826 untuk Uji aktivitas prediksi set, dan 0,925-0,949 untuk

non-validasi r2( Tabel 1). Gambar 2 menunjukkan Bidang CoMFA untuk molekul 20 sebelum

dan sesudah daerah fokus. Nilai aktivitas diprediksi untuk test set berada dalam rentang yang

baik dengan nilai-nilai eksperimental (Gambar 3) dan r2

pred nilai 0,826 lanjut menegaskan

realibility dan akurasi model. Kontribusi medan elektrostatik dan sterik dengan model akhir

adalah 58,7% dan 41,3%.

Gambar 1. Keselarasan molekular derivat indenoisoquinololine

Tabel 1. Kesimpulan statistika model terbaik dari CoMFA dan CoMSIA

Gambar 2. Daerah fokus. Perhitungan daerah CoMFA ditampilkan untuk senyawa 20 sebelum

(bawah) dan setelah (atas). Bidang sterik (Kiri): bidang hijau menunjukkan bulk sterik yang disukai,

bidang kuning mengindikasikan bulk sterik yang tidak disukai. Bidang Electrostatic (Kanan): bidang

Biru mengindikasikan kelompok elektropositif yang disukai, bidang merah menunjukkan kelompok

elektronegatif yang disukai

Gambar 3. Grafik eksperimental versus prediksi pGI50 training set dan test set menggunakan

model CoMFA

3.2 Analisis CoMSIA

Dua belas model CoMSIA dihasilkan dengan mengkombinasi 2, 3, 4 dan 5 deskriptor

seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Dari keduabelas model tersebut, model 5 adalah

model yang memiliki sterik, elektrostatik dan ikatan H yang paling akurat, q2 0.523 and an r2

0.902. Nilai Group cross q2 0.524, bootstrapped 0.906 ± 0.023 and test set r2 0.704

menunjukkan bahwa model 5 adalah model terbaik. Selain itu, model 5 memiliki nilai

prediksi yang konsisten dengan data eksperimen (Gambar 3).

Tabel 1

Mo

del

Descriptors LOO cross

q2/SEP

Group cross

q2/SEP

Bootstrap

r2

Bootstrapped

SEE

Non-validated

r2/SEE

1 S and E 0.474/0.970 0.490/0.955 0.865 ± 0.043 0.479 ± 0.262 0.857/0.507

2 D and A 0.410/1.056 0.360/1.100 0.797 ± 0.066 0.599 ± 0.339 0.750/0.687

3 S, E and H 0.520/0.929 0.523/0.923 0.788 ± 0.044 0.593 ± 0.198 0.767/0.637

4 S, E and D 0.482/0.976 0.477/0.983 0.862 ± 0.034 0.496 ± 0.234 0.826/0.565

5 S, E and A 0.523/0.923 0.524/0.922 0.906 ± 0.023 0.373 ± 0.163 0.902/0.436

6 E, D and H 0.500/0.945 0.468/0.975 0.834 ± 0.055 0.528 ± 0.301 0.833/0.574

7 E, A and H 0.511/0.923 0.500/0.933 0.757 ± 0.048 0.622 ± 0.296 0.765/0.639

8 S, E, D, A 0.519/0.927 0.535/0.938 0.922 ± 0.019 0.379 ± 0.169 0.827/0.556

9 S, E, D, H 0.503/0.942 0.560/0.886 0.834 ± 0.047 0.530 ± 0.274 0.816/0.574

10 S, E, A, H 0.521/0.925 0.533/0.892 0.785 ± 0.062 0.596 ± 0.321 0.808/0.585

11 S, D, A, H 0.453/0.996 0.484/0.987 0.870 ± 0.021 0.476 ± 0.174 0.833/0.562

12 S, E, D, A, H 0.502/0.956 0.519/0.940 0.879 ± 0.051 0.437 ± 0.251 0.899/0.445

Gambar 3. Grafik eksperimental versus PG150 yang diprediksi dari training set dan test set

model 5menggunakan CoMSIA

3.3 Kontour map CoMFA

Hasil dari model 3D-QSAR CoMFA ditampilkan dalam CoMFA Countour Maps

koefisien seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Interaksi sterik dilambangkan dengan

countour warna hijau dan kuning. Kedua countour hijau dan kuning yang besar terletak

didekat ujung dari rantai samping, menghubungkan ke atom nitrogen dari cincin isoquinoline

sebagai senyawa target, hal ini menunjukkan bahwa parameter sterik tidak memiliki peran

penting. Ini mungkin menjadi alasan mengapa senyawa 20 dan 28 dengan rantai yang hampir

sama menunjukkan aktivitas yang tertinggi dan terendah. Dua countour hijau besar dan dua

countour merah kecil di sekitar posisi 3-dari cincin isoquinoline menunjukkan bahwa

substituen besar dan elektron-penarik di daerah ini dapat meningkatkan aktivitas. Ini mungkin

alasan mengapa senyawa 39 dengan substitusi gugus nitro menunjukkan potensi 24,5 kali

lebih banyak daripada senyawa induknya 40. Sebuah contour merah kecil yang terletak di

dekat gugus karbonil pada posisi 11 di senyawa 20 menunjukkan bahwa elektron-penarik

kelompok lebih disukai di daerah ini. Inilah sebabnya mengapa senyawa 43-47, karbonil di

posisi 11 digantikan oleh elektron. Sebuah countour merah kecil dekat metoksil yang

tersubstitusi pada posisi-9 dari 20 senyawa dapat diartikan bahwa dengan faktor elektron-

penarik digunakan untuk meningkatkan aktivitas, dan itulah sebabnya senyawa 20 dengan

kelompok metoksil pada posisi-9 hampir 7000 kali lebih kuat dari senyawa induknya 24, juga

senyawa 36 dan 9 jauh lebih kuat daripada 35 yang sesuai dan 33, masing-masing. Sebuah

countour kuning besar di sekitar posisi-1 menandakan bahwa atom hidrogen tidak harus

diganti.

20 28

Gambar 4. Countour CoMFA dari komponen dengan aktivitas paling tinggi (20) dan

komponen dengan aktivitas paling rendah (28)

3.4 Kontor map CoMSIA

Model countour ComMSIA terbaik yang paling aktif ditunjukkan pada Gambar 5. Plot

countour sterik dan elektrostatik (Gambar 5a, b) berkorelasi baik dengan countour CoMFA

Maps. aseptor ikatan hidrogen ditunjukkan pada Gambar 5c. Aseptor ikatan hidrogen disukai

oleh countour magenta , tetapi tidak menguntungkan bagi countour cyan. Magenta Satu

polyhedron besar terlihat di posisi 3-dari cincin isoquinoline senyawa 20, menunjukkan

bahwa aseptor ikatan hidrogen seperti nitro, metoksil penting untuk aktivitas senyawa. Besar

cyan polyhedra sekitar 2,4-posisi cincin isoquinoline dan sekitar akhir rantai samping

berdekatan dengan atom nitrogen dari cincin isoquinoline dapat diartikan sebagai disfavoring

ikatan hidrogen.

a b

C

Gambar 5. CoMSIA bidang. Bidang CoMSIA dari model 5 ditampilkan dengan aktif

Senyawa 20; (a) bidang sterik: hijau menunjukkan massal sterik disukai, kuning menunjukkan

massal disfavored, (b) bidang elektrostatik: biru mengindikasikan kelompok elektropositif

disukai, red bidang mengindikasikan kelompok elektronegatif disukai, (c) H-bond bidang

akseptor: magenta enunjukkan akseptor disukai, cyan disfavored.

3.5 Desain Inhibitor Baru

Berdasarkan hubungan struktur-aktivitas model 3D-QSAR saat ini, serangkaian

inhibitor baru dirancang dan untuk diprediksi( tabel 3). Dengan molekul 20 yang paling aktif

yang digunakan sebagai senyawa induk, beberapa ikatan hidrogen seperti amino, hidroksil

dan tiol ditunjukkan pada posisi 3 'atau 4' heterosiklik yang ditambahkan ke rantai samping

laktam, dan elektron-penarik, seperti nitro dan cyan, ditunjukkan pada posisi 3.(pGI50> 8,5)

mempunyai aktivitas penghambatan sangat besar dibandingkan dengan senyawa 20 (pGI50 =

8,145). Secara khusus, senyawa 20-7 menunjukkan aktivitas terkuat dari pGI50 (9,029).

Senyawa lainnya juga menunjukkan aktivitas inhibitor yang baik seperti senyawa 20.

Tabel 3. Kesimpulan model CoMSIA menggunakan kombinasi deskriptor 5

3.6 Bagian eksperimental

3.6.1 Data Set

Empat puluh delapan senyawa diteliti dalam penelitian ini diambil dari hasil yang

dipublikasikan oleh Morrell A. dkk. Struktur molekul dan data biologis yang diperoleh

Morrell A. et al. ditunjukkan dalam Tabel 4,5. Untuk lebih mudah, nilai inhibitor

sitotoksisitas GI50 topoisomerase telah dikonversi dalam garis ginjal sel karsinoma SN12C

untuk nilai – nilai negatif logaritma (pGI50), yang memiliki rentang dari 4,0 unit log 4,00-

8,00, menunjukkan data yang luas dan sama untuk ditetapkan dalam studi 3D-QSAR (lihat

Tabel 5). Tujuh senyawa yang dipilih secara acak sebagai test set, berdasarkan keragaman

struktural dan aktif dengan 41 senyawa sisa sebagai training set.

Tabel 4. Derivat molekul Indenoisoquinoline

Tabel 5. Aktivitas inhibitor dan nilai prediksi derivat indoquinoline

3.6.2 Penyelarasan molekul

Dibandingkan dengan jenis atom probe,perkiraan pergeseran ukuran dan orientasi

keseluruhan senyawa yang sama, keselarasan yang baik adalah unsur yang paling penting bagi

analisis CoMFA dan CoMSIA, dan aturan keselarasan secara langsung akan menentukan

kualitas dan kemampuan prediksi dari Model keselarasan ini sering dilakukan sesuai dengan

beberapa aturan, seperti substruktur yang saling melengkapi, farmakofor dan docking akan

diperoleh konformasi aktif dengan energi minimal menggunakan metode Powell dan standar

kekuatan medan Tripos. Di sini, cincin isoquinoline dengan structural yang keras terpilih

sebagai substruktur umum untuk melengkapi dan menyeimbangkan semua molekul dan

senyawa 20 yang paling aktif digunakan sebagai template keselarasan. Kelengkapan dari

semua senyawa ditunjukkan pada Gambar 1. Hal ini dapat dilihat bahwa semua senyawa

diteliti memiliki konformasi aktif yang sama.

Untuk menghubungkan linearitas antara 3D-QSAR dengan nilai aktivitas biologis,

maka dilakukan analisis PLS. Validasi metode dilakukan dengan menggunakan leave-one-out

(LOO) dan leave-group-out yang bertujuan untuk menentukan nilai r2 (q

2) dan memprediksi

standard error terendah (SEP) untuk menghindari over-fiiting model. Sebuah komponen yang

lebih tinggi diterima dan digunakan hanya ketika perbedaan antara dua komponen q2 lebih

besar dari 5%. Non-cross-validasi kemudian dilakukan untuk membentuk model 3D-QSAR

akhir dengan nilai koefisien korelasi konvensional (r2), kesalahan standar estimasi (SEE), dan

rasio F antara variasi prediksi dan aktivitas hasil observasi. q2 telah menjadi indikator yang

baik dari akurasi prediksi yang sebenarnya. Secara umum, nilai q2 dapat dipisahkan menjadi

tiga kategori, yakni q2 > 0,6 berarti model cukup baik, q

2 = 0,4 – 0,6 berarti model

dipertanyakan, dan q2 < 0,4 model buruk. q

2 dihitung sebagai berikut:

𝑞2 = 1 − 𝑌𝑜𝑏𝑠 − 𝑌𝑝𝑟𝑒

2

𝑌𝑜𝑏𝑠 − 𝑌𝑚𝑒𝑎𝑛 2

dimana, Yobs = aktivitas eksperimental, Ypre = aktivitas hasil prediksi, Ymean = aktivitas

mean.

Untuk menilai kekuatan model hasil turunan, dilakukan analisis bootstrap yang

digunakan untuk menghitung interval kepercayaan untuk r2 dan SEE. Berikut ini persamaan

untuk SEE :

𝑆𝐸𝐸 = 𝑃𝑅𝐸𝑆𝑆

𝑛 − 𝑐 − 1

dimana n berarti jumlah senyawa, c berarti jumlah komponen, dan PRESS (kuadrat jumlah

hasil prediksi) berarti 𝑌𝑜𝑏𝑠 − 𝑌𝑝𝑟𝑒 2.

q2 adalah kriteria yang cukup berguna tetapi tidak untuk validasi model, sehingga set tes

eksternal (r2

pred) dianggap memiliki kemampuan untuk prediktif. Berikut ini persamaan nilai

prediktif r2

pred :

𝑟𝑝𝑟𝑒𝑑2 = 1 − 𝑃𝑅𝐸𝑆𝑆 𝑆𝐷

dimana, SD berarti jumlah kuadrat perbedaan antara mengukur aktivitas dari tes set dan rata –

rata mengukur aktivitas dari training set.

Studi CoMFA

Tiga-dimensi grid jarak yang ditetapkan sebesar 2 Å di arah x, y, dan z dan secara

otomatis dihasilkan menjadi kisi kubik 3D yang diperpanjang setidaknya 4 Å melampaui

volume van der waals dari semua molekul selaras dalam segala arah. Potensial Lennard –

Jones dan potensial Coulomb digunakan untuk menghitung energi sterik dan elektrostatik dari

setiap molekul menggunakan gaya Tripos, dan hibridisasi sp3 atom karbon dengan muatan +1

diambil sebagai atom probe untuk menentukan besarnya nilai.

Analisis regresi dilakukan dengan menggunakan metode Partial Least Squares (PLS).

Semua energi yang melebihi nilai cutoff 30 kkal/mol digantikan dengan 30 kkal/mol untuk

pengurangan dominasi energi sterik dan elektrostatik yang besar. Penyaringan kolom

ditetapkan untuk 2,0 kkal/mol dan titik – titik kisi yang energinya bervariasi di bawah ambang

batas ini secara otomatis dihilangkan, akibatnya rasio signal-to-noise ditingkatkan. Model

akhir ini dikembangkan dengan jumlah komponen yang optimal untuk menghasilkan non-

cross-divalidasi nilai r2. Meskipun tidak dapat menggambarkan semua kekuatan yang

mengikat, CoMFA merupakan alat yang berguna untuk analisis QSAR di tingkat 3D.

Salah satu metode 3D-QSAR optimasi dikenal sebagai daerah fokus, yang dapat

meningkatkan atau mengurangi kontribusi dari titik kisi dalam analisis lebih lanjut dari

CoMFA atau CoMSIA. Umumnya, dengan fokus wilayah dapat memaksimalkan nilai q2

dengan memutar komponen utama diekstrak, dan memberikan model baru dengan

peningkatan daya prediksi (q2), resolusi ditingkatkan, spasi grid ketat, dan stabilitas yang

lebih besar pada jumlah yang lebih tinggi dari komponen.

Studi CoMSIA

Program CoMSIA (Comparative Molecular Similarity Indices) dikenal sebagai salah

satu deskriptor 3D HKSA terbaru. Pada CoMSIA, baik sterik dan fitur elektrostatika, donor

hydrogend obligasi, akseptor ikatan hidrogen dan bidang hidrogen dapat ditentukan. metode

3D memberikan konfirmasi dari molekul (Suh, 2001).

CoMSIA merupakan ekstensi dari CoMFA pada asumsi yang sama bahwa perubahan

dalam afinitas mengikat ligan yang terkait dengan perubahan sifat molekul diwakili oleh

beberapa bidang. Selain bidang sterik dan elektrostatik, tiga bidang yang berbeda lainnya

(hidrofobik, donor ikatan hidrogen, dan ikatan hidrogen akseptor) dapat ditentukan dengan

menggunakan CoMSIA. Selain itu, fungsi Gaussian diperkenalkan untuk menentukan jarak

antara atom probe dan molekul atom, dan indeks kesamaan dalam dan di luar permukaan

molekul yang berbeda dapat dihitung pada semua titik grid di CoMSIA. Persamaan yang

digunakan untuk menghitung indeks kesamaan adalah sebagai berikut:

Di mana A merupakan indeks persamaan pada jaringan q, W adalah atom probe dengan

radius 1 Å bermuatan +1, sifat hidrofobik +1, donor ikatan hidrogen +1, dan aseptor ikatan

hidrogen +1. K adalah nilai dari sifat fisikokimia dari atom i. r iq ik adalah jarak antara atom

probe pada point q dan atom I pada molekul tes. α adalah Faktor pengurang dari nilai optimal

yang normalnya bernilai antara 0.2 dan0.4 dengan nilai kegagalan 0.3 .

BAB IV

KESIMPULAN

Kesimpulan dari jurnal yang kami bahas adalah dengan menggunakan model

prediksi CoMFA dan CoMSIA dapat memberikan hasil yang dapat memberikan arahan

modifikasi lebih lanjut dalam mendapatkan bentuk molekul obat yang lebih baik. Dengan

menggunakan dua prediksi tersebut didapatkan hasil statistika q2 dan r

2 yang cukup baik dan

menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara struktur molekul dengan aktivitas

biologisnya. Dibandingkan dengan CoMSIA, CoMFA memeberikan model statistika yang

lebih baik. Model CoMFA mememiliki validitas internal yang tinggi ( q2> 0,5 ) dan

kemampuan prediksi yang tinggi (r2

>0,7). Hasil penelitian dengan 3D- QSAR menunjukkan

beberapahal yang sangat penting, dimana modifikasi akseptor strerik, elektrostatik, dan ikatan

hidrogen secara signifikan mempengaruhi aktivitas biologis suatu senyawa. Dengan demikian

hasil QSAR dari penelitian pada jurnal ini adalah memeberikan wawasan mengenai rancangan

inhibitor baru yang diharapkan dapat menjadi agen antikanker yang lebih efektif dalam

pengobatan karsinoma sel ginjal.

DAFTAR PUSTAKA

Zhi, Yi., Jin Yang, Shengchao Tian, Fang Yuan, Yang Lu, Yi Zhang, Pinghua Sun, Bo Song,

and Zhiwen Chen. 2012. Quantitative Structure-Activity Relationship Studie on

Indenoisoquinoline Topoisomerase I Inhibitos as Anticancer Agents in Human Renal

Cell Carcinoma Cell Line SN12C. International Journal of Molecular Sciences, 13 :

6009-6025.