Download - MAKALAH ANALISIS PILKADA

Transcript
Page 1: MAKALAH ANALISIS PILKADA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, wilayah kesatuan Republik Indonesia dibagi atas

daerah provinsi dan daerah provinsi  dibagi lagi atas daerah kabupaten dan

kota, yang masing-masing sebagai daerah otonomi. Sebagai daerah otonomi,

daerah provinsi, kabupaten/kota memiliki pemerintahan daerah yang

melaksanakan, fungsi-fungsi pemerintahan daerah, yakni Pemerintahan

Daerah dan DPRD.  Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintahan Daerah baik

didaerah provinsi, maupun kabupaten/kota yang merupakan lembaga eksekutif

di daerah, sedangkan DPRD, merupakan lembaga legislatif di daerah baik di

provinsi, maupun kabupaten/kota. Kedua-duanya dinyatakan sebagai unsur

penyelenggaraan  pemerintahan di  daerah (Pasal 40 UU No. 32/2004) .

Sejalan dengan semangat desentralisasi, sejak tahun 2005 Pemilu

Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung (Pemilukada/Pilkada). Semangat

dilaksanakannya pilkada adalah koreksi terhadap system demokrasi tidak

langsung (perwakilan) di era sebelumnya, dimana kepala daerah dan wakil

kepala daerah dipilih oleh DPRD, menjadi demokrasi  yang berakar langsung

pada pilihan rakyat (pemilih). Melalui pilkada, masyarakat sebagai pemilih

berhak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak

hati nuraninya, tanpa perantara, dalam memilih kepala daerah.

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah diterapkan

prinsip demokrasi. Sesuai dengan pasal 18 ayat 4 UUD 1945, kepala daerah

dipilih secara demokratis. Dalam UU No. 32 Tahun 2004 Tentang

Pemerintahan Daerah, diatur mengenai pemilihan kepala daerah dan wakil

kepala daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat, yang diajukan oleh

partai politik atau gabungan parpol. Sedangkan didalam perubahan UU No. 32

Tahun 2004, yakni UU No.12 Tahun 2008, Pasal 59 ayat 1b, calon kepala

daerah dapat juga diajukan dari calon perseorangan yang didukung oleh

sejumlah orang. Secara ideal tujuan dari dilakukannya pilkada adalah untuk

1

Page 2: MAKALAH ANALISIS PILKADA

mempercepat konsolidasi demokrasi di Republik ini. Selain itu juga untuk

mempercepat terjadinya good governance karena rakyat bisa terlibat langsung

dalam proses pembuatan kebijakan. Hal ini merupakan salah satu bukti dari

telah berjalannya program desentralisasi.  Daerah telah memiliki otonomi

untuk mengatur dirinya sendiri , bahkan otonomi ini telah sampai pada taraf

otonomi individu.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis membuat rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Apa saja kelebihan pelakasanaan pemilihan umum kepala daerah

(Pemilukada) secara langsung di Indonesia ?

2. Apa saja kelemahan pelakasanaan pemilihan umum kepala daerah

(Pemilukada) secara langsung di Indonesia ?

3. Bagaimana masa depan pelakasanaan pemilihan umum kepala daerah

(Pemilukada) secara langsung di Indonesia ?

2

Page 3: MAKALAH ANALISIS PILKADA

BAB II

PEMBAHASAN

A. Analisis Kelebihan Pemilukada

Banyak permasalahan baik dari implikasi politik maupun dampak

sosial ekonomi baik yang menguntungkan maupun tidak. Ada beberapa

keunggulan pilkada dengan model pemilihan secara langsung

Pertama, pilkada secara langsung memungkinkan proses yang lebih

Partisipasi. Partisipasi jelas akan membuka akses dan kontrol masyarakat yang

lebih kuat sebagai aktor yang telibat dalam pilkada dalam arti partisipasi

secara langsung merupakan prakondisi untuk mewujudkan kedaulatan

ditangan rakyat dalam konteks politik dan pemerintahan. 

Kedua, proses pilkada secara langsung memberikan ruang dan pilihan

yang terbuka bagi masyarakat untuk menentukan calon pemimpin yang

memiliki kapasitas, dan komitmen yang kuat serta legitimate dimata

masyarakat sehingga pemimpin yang baru tersebut dapat membuahkan

keputusan-keputusan yang lebih baik dengan dukungan dan kepercayaan dari

masyarakat luas dan juga diharapkan akan terjadinya rasa tanggung jawab

secara timbal balik. Sang kepala daerah lebih merasa mendapatkan dukungan

dari masyarakat, sehingga kebijakan-kebijakan tentu saja lebih berpihak pada

kepentingan dan kesejahteraan rakyat. pada saat yang sama, rakyat juga akan

lebih mendukung kebijakan-kebijakan kepala daerah sebab mereka telah

berperan secara langsung dalam pengangkatan kepala daerah. 

Ketiga, mendekatkan elit politik dengan konstituen atau masyarakat.

Diharapkan dengan pemilihan seperti ini mayarakat akan lebih mengenal

pemimpin mereka di daerah sehingga akan memudahkan proses komunikasi

politik di daerah

Keempat, lebih terdesenralisasi. Berbeda dengan pemilihan kepala

daerah sebelumnya, pemilihan kepala daerah dilakukan pemerintah pusat

dengan cara menunjuk atau menetapkan aktor politik untuk menempati jabatan

politik di daerah.7

3

Page 4: MAKALAH ANALISIS PILKADA

Kelebihan diadakannya pilkada langsung adalah kepala daerah terpilih

akan memiliki mandat dan legitimasi yang samngat kuat, kepala daerah

terpilih tidak perlu terikat pada konsesi partai-partai atau faksi-faksi politik

yang telah mencalonkannya, sistem pilkada langsung lebih akuntabel karena

adanya akuntabilitas politik, Check and balances antara lembaga legislatif dan

eksekutif dapat lebih berjalan seimbang, kriteria calon kepala daerah dapat

dinilai secara langsung oleh rakyat yang akan memberikan suaranya, pilkada

langsung sebagai wadah pendidikan politik rakyat, kancah pelatihan dan

pengembangan demokrasi, pilkada langsung sebagai persiapan untuk karir

politik lanjutan, membangun stabilitas poilitik dan mencegah separatisme,

kesetaraan politik dan mencegah konsentrasi di pusat.

Beberapa kelebihan dalam penyelenggaraan pilkada langsung antara

lain sebagai berikut :

a. Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat karena

pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR, DPD, bahkan kepala desa

selama ini telah dilakukan secara langsung.

b. Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945.

Seperti telah diamanatkan Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945, Gubernur, Bupati

dan Wali Kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah

provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Hal ini telah

diatur dalam UU No 32 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan,

Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala

Daerah.

c. Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi (politik) bagi

rakyat. Ia menjadi media pembelajaran praktik berdemokrasi bagi rakyat

yang diharapkan dapat membentuk kesadaran kolektif segenap unsur

bangsa tentang pentingnya memilih pemimpin yang benar sesuai

nuraninya.

d. Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah.

Keberhasilan otonomi daerah salah satunya juga ditentukan oleh

pemimpin lokal. Semakin baik pemimpin lokal yang dihasilkan dalam

pilkada langsung 2005, maka komitmen pemimpin lokal dalam

4

Page 5: MAKALAH ANALISIS PILKADA

mewujudkan tujuan otonomi daerah, antara lain untuk meningkatkan

kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan

aspirasi masyarakat agar dapat diwujudkan.

e. Pilkada langsung merupakan sarana penting bagi proses kaderisasi

kepemimpinan nasional. Disadari atau tidak, stock kepemimpinan nasional

amat terbatas. Dari jumlah penduduk Indonesia yang lebih dari 200 juta,

jumlah pemimpin nasional yang kita miliki hanya beberapa. Mereka

sebagian besar para pemimpin partai politik besar yang memenangi

Pemilu 2004. Karena itu, harapan akan lahirnya pemimpin nasional justru

dari pilkada langsung ini.

B. Analisis Kelemahan Pemilukada

Menurut Leo Agustino ada sebelas (11) permasalahan pemilukada di

Indonesia, yaitu :

a. Daftar Pemilih tidak akurat

Permasalahan daftar pemilih yang tidak akurat dalam Pilkada,

sering dijadikan oleh  para pasangan calon yang kalah untuk melakukan

gugatan. Berdasar Pasal 47 UU No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara

Pemilu menyebutkan bahwa PPS mempunyai tugas dan wewenang antara

lain mengangkat petugas pemutakhiran data pemilih dan membantu KPU,

KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK melakukan pemutakhiran data

pemilih, daftar pemilih sementara, daftar pemilih hasil perbaikan, dan

daftar pemilih tetap. Melalui pengaturan ini jika dalam pemutakhiran data

pemilih, melibatkan RT/RW sebagai petugas pemutakhiran, maka

permasalahan data pemilih yang tidak akurat akan dapat diminimalisir,

karena RT/RW adalah lembaga yang paling mengetahui penduduknya.

b. Persyaratan Calon tidak lengkap

Proses pencalonan yang bermasalah Permasalahan dalam

pencalonan yang selama ini terjadi disebabkan oleh 2 (dua) hal yaitu

konflik internal partai politik/gabungan partai politik dan  keberpihakan

para anggota KPUD dalam menentukan pasangan calon yang akan

mengikuti Pilkada. Secara yuridis pengaturan mengenai pencalonan

5

Page 6: MAKALAH ANALISIS PILKADA

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah diatur dalam pasal 59 sampai

dengan pasal 64 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Dari beberapa

pasal tersebut memberikan kewenangan yang sangat besar kepada KPUD

dalam menerima pendaftaran, meneliti keabsahan persyaratan pencalonan

dan menetapkan pasangan calon, yang walaupun ada ruang bagi partai

politik atau pasangan calon untuk memperbaiki kekurangan dalam

persyaratan adminitrasi, namun dalam praktek beberapa kali terjadi pada

saat penetapan pasangan calon yang dirugikan. Pasal   59  ayat  (5)   huruf

a   Undang-Undang   Nomor  32  Tahun   2004 menyatakan  bahwa  partai

politik atau gabungan partai  politik    pada saat mendaftarkan pasangan

calon, wajib   menyerahkan   surat pencalonan   yang ditandatangani oleh  

pimpinan partai politik atau pimpinan partai politik yang bergabung.

Dalam tahapan ini kadang terjadi permasalahan di internal partai politik,

ketika calon yang diajukan oleh pimpinan partai politik setempat berbeda

dengan calon yang direkomendasikan  oleh  DPP  partai  politik.   Dalam 

permasalahan  ini  karena pimpinan partai politik setempat tidak

melaksanakan rekomendasi DPP partai politik, kemudian diberhentikan

sebagai pimpinan partai politik di wilayahnya dan menunjuk pelaksana

tugas pimpinan partai politik sesuai wilayahnya yang kemudian juga

meneruskan rekomendasi calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala  Daerah

namun ditolak KPUD dengan alasan partai politik tersebut melalui

pimpinan wilayahnya yang lama telah mengajukan pasangan calon. Pasal

61 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan   bahwa

penetapan dan pengumuman   pasangan calon oleh KPUD bersifat final

dan mengikat. Dalam hal KPUD tidak netral, ketentuan ini kadang

disalahgunakan untuk   menggugurkan   pasangan   calon   tertentu  

tanpa   dapat   melakukan pembelaan, karena tidak ada ruang bagi

pasangan calon yang dirugikan untuk melakukan pengujian atas tindakan

KPUD yang tidak netral melalui pengadilan. Untuk mengatasi kekurangan

ini, ke depan perlu pasangan calon perlu diberi ruang untuk mengajukan

keberatan ke pengadilan, jika dalam proses pencalonan dirugikan KPUD.

6

Page 7: MAKALAH ANALISIS PILKADA

c. Pencalonan Pasangan dari parpol

Permasalahan internal parpol dalam menentukan pasangan calon

membuat Pilkada terhambat. Hal itu disebabkan, adanya kepengurusan

ganda, proses seleksi tidak transparan, adanya intervensi pengurus

pusat/provinsi, tidak menetapkan pasangan seperti kasus di Sampang,

Jatim.

d. Penyelenggara atau KPUD tidak netral

Faktor yang mempengaruhi ketidaknetralan KPUD berdasarkan

faktor kedekatan dan kekerabatan degan salah satu pasangan. Selain itu,

tidak adanya pengadilan yang mengkoreksi keputusan KPUD sehingga

sangat dominan kekeuasaan penyelenggara pemilikada.

e. Panwas pilkada dibentuk terlambat

Terlambatnya panitia pengawas (Panwas) oleh DPRD, sehinggat

tidak dapat mengawasi tahapan pemilukada secara keseluruhan. Berbagai

penyimpangan pada persiapan sering tidak dilanjuti, karena Panwas

dibentuk menjelang masa kampanye.

f. Money politik

Sepertinya money politik ini selalu saja menyertai dalam setiap

pelaksanaan pilkada.Dengan memanfaatkan masalah ekonomi masyarakat

yang cenderung masih rendah, maka dengan mudah mereka dapat

diperalat dengan mudah. Contoh yang nyata saja yaitu di lingkungan desa

Karangwetan, Tegaltirto, Berbah, Sleman, juga terjadi hal tersebut.

Yaitu salah satu dari kader bakal calon membagi bagikan uang kapada

masyarakat dengan syarat harus memilih bakal calon tertentu. Tapi

memang dengan uang dapat membeli segalanya. Dengan masih rendahnya

tingkat pendidikan seseorang maka dengan mudah orang itu dapat

diperalat dan diatur dengan mudah hanya karena uang. Jadi sangat rasional

sekali jika untuk menjadi calon kepala daerah harus mempunyai uang yang

banyak. Karena untuk biayaini, biaya itu.

g. Dana kampaye

Sumber dana pasangan sering tidak transparan. Hasil audit dana

kampanye baik perorangan atau perusahan sering tidak diumumkan ke

7

Page 8: MAKALAH ANALISIS PILKADA

publik. Hal itu menimbulkan kecurigaan publik, bahwa dana kampanye

pasangan berasal dari dana korupsi atau sumbangan yang dikemudian hari

pasangan tersebut, maka pemberi sumbangan akan menadpat imbalan

berupa jabatan atau proyek-proyek pemerintah.

h. Mencuri start kampaye

Tindakan ini paling sering terjadi. Padahal sudah sangat jelas

aturan-aturan yang berlaku dalam pemilu tersebut. Berbagai cara

dilakukan seperti pemasangan baliho, spanduk, selebaran. Sering juga

untuk bakal calon yang merupakan kepala daerah saat itu melakukan

kunjungan keberbagai daerah. Kunjungan ini intensitasnya sangat tinggi

ketika mendekati pemilu. Ini sangat berlawanan yaitu ketika sedang

memimpin dulu. Selain itu media TV lokal sering digunakan sebagi media

kampanye. Bakal calon menyampaikan visi misinya dalam acara tersebut

padahal jadwal pelaksanaan kampanye belum dimulai.

i. PNS tidak netral

Dalam berbagai kampanye masih ditemukan PNS yang memihak

pasangan tertentu, terutam incumbent (petahana). Dilain pihak calon

incumbent memanfaatkan staf Pemda untuk kepentingan kampanyenya,

bila tidak menuruti akan diturunkan jabatanya atau bahkan diberhentikan.

j. Pelanggaran kampanye

Pelanggaran kampanye dapat berbagai macam bentuk, salah satu

yang menjadi sorotan yaitu kampanye hitam seperti yang menimpa Jokowi

Pada pemilukada Jakarta 2012. Kampanye negatif ini dapat timbul karena

kurangnya sosialisasi bakal calon kepada masyarakat. Hal ini dikarenakan

sebagian masyarakat masih kurang terhadap pentingnya informasi. Jadi

mereka hanya “manut” dengan orang yang di sekitar mereka yang menjadi

panutannya. Kampanye negatif ini dapat mengarah pada munculnya fitnah

yang dapat merusak integritas daerah tersebut

Pengaturan mengenai kampanye secara yuridis diatur dalam pasal

75 sampai dengan pasal 85 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yaitu

meliputi pengaturan mengenai teknis kampanye, waktu pelaksanaan,

pelaksana kampanye, jadwal kampanye, bentuk dan media kampanye, dan

8

Page 9: MAKALAH ANALISIS PILKADA

larangan-larangan selama pelaksanaan kampanye. Kandidat dan tim

kampanyenya cenderung mencari celah pelanggaran yang menguntungkan

dirinya.

Pasal 75 ayat (2) berbunyi dimaksud pada ayat (1) dilakukan

selama 14 (empat belas) hari dan berakhir 3 (tiga) hari sebelum hari

pemungutan suara", dengan terbatasnya waktu untuk kampanye maka

sering terjadi curi start kampanye dan kampanye diluar waktu yang telah

ditetapkan. Kampanye yang diharapkan dapat mendorong dan memperkuat

pengenalan pemilih terhadap calon kepala daerah agar pemilih

mendapatkan informasi yang lengkap tentang semua calon, menjadi tidak

tercapai. Untuk itu ke depan perlu pengaturan masa kampanye yang cukup

dan peningkatan kualitas kampanye agar dapat mendidik pemilih untuk

menilai para calon dari segi program.

k. Intervensi DPRD

Pada umumnya terjadi apabila DPRD tidak setuju akan pasangan

terpilih dengan berbagai alasan. DPRD tidak mengirim berkas pemilihan

kepada Gubernur dan Mendagri, hal itu menghambat pelantikan pasamgan

terpilih. Hal itu pernah terjadi di Gorontalo dan Aceh. Peran DPRD dalam

Pilkada juga dapat memicu konflik. Pilkada memang sepenuhnya

dilaksanakan oleh KPU Daerah, tetapi pertanggungjawabannya harus

disampaikan kepada DPRD, seperti yang tertulis pada pasal 66 ayat 3

poin, bahwa tugas dan wewenang DPRD dalam penyelenggaraan

pemilihan  kepala daerah dan  wakil  kepala daerah adalahmeminta

pertanggungjawaban pelaksanaan tugas KPUD. Dalam hal ini, kerja

KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah) berpotensi diintervensi oleh

partai politik yang mempunyai kekuatan di DPRD. Sebab, sejalan dengan

kewenangan yang besar dalam proses-proses politik lokal, partai politik

berpotensi mengintervensi fungsi KPUD, jika kerja KPUD dianggap tidak

menguntungkannya.

9

Page 10: MAKALAH ANALISIS PILKADA

Selain kesebelas kelemahan pemilukada secara langsung di

Indonesia, masih terbadapat banyak kelemahan, antar lain :

Manipulasi perhitungan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan

suara dapat terjadi di setiap tingkatan, yaitu di KPPS, PPK, KPU

Kabupaten, dan KPU Provinsi. Permasalahan penghitungan suara dan

rekapitulasi hasil penghitungan suara akan manipulasi, disebabkan

oleh banyaknya TPS yang tersebar dalam wilayah yang luas. Dengan

banyaknya TPS yang tersebar luas membuat para pasangan calon sulit

mengontrolnya karena memerlukan saksi yang banyak dan biaya besar.

Di lain pihak para penyelenggara Pilkada di beberapa daerah tidak

netral, berhubung sistem seleksi anggota KPUD tidak belum memadai.

Hal itu, memunculkan konflik pasca pilkada. Munculnya konflik pasca

pilkada dapat terjadi akibat kecurangan-kecurangan pada saat seperti,

kempanye, manipulasi data berupa penggelembungan suara dan rasa

tidak puas akibat calon idaman kalah.

Dalam pelaksanaan pilkada di lapangan banyak sekali ditemukan

penyelewengan penyelewengan. Kecurangan ini dilakukan oleh para

bakal calon seperti : Intimidasi. Sebagai contoh yaitu pegawai

pemerintah melakukan intimidasi terhadap warga agar mencoblos

salah satu calon. Hal ini sangat menyeleweng dari aturan pelaksanaan

pemilu.

Beratnya persyaratan pengajuan calon. Dalam UU No. 32 tahun 2004

Pasal 59 ayat 2 disebutkan bahwa hanya partai politik yang

memperoleh suara 15% kursi DPRD atau 15% dari akumulasi suara

sah yang diperoleh dalam pemilu legislatif yang berhak mengajukan

calon. Pandangan diatas sangat relefan dengan kejadian yang terjadi di

beberapa  daerah termasuk daerah Bali. Dimana beberapa daerah yang

ada di Bali, sekitar 80% dimenangkan oleh PDIP sehingga daerah-

daerah tersebut sulit mendapatkan dua pasang calon.[9]

Sistem dua putaran yang dianut ternyata dijadikan sarana dibeberapa

daerah untuk mengajukan anggaran pilkada secara berlebihan. Di

Surabaya misalnya, KPUD mengajukan anggaran dua putaran, dan

10

Page 11: MAKALAH ANALISIS PILKADA

disetujui oleh DPRD kotaSurabaya sekitar 36 milyar, dari dana ini, 23

milyar diantaranya dianggarkan untuk putaran pertama dan selebihnya

dianggarkan untuk putaran kedua. Padahal, disurabaya tidak mungkin

terjadi putaran kedua sebab calon yang ada tidak lebih dari empat

pasang.

Cara pemilihan kepala daerah dengan menempatkan figur sebagai

pertimbangan utama dalam menentukan pilihan kepala daerah.

konsekuensi dari cara pemilihan semacam akan meningkatkan

ketegangan hubungan antar pendukung pasangan calon sebab

penerimaan dan penolakan terhadap pasangan calon dalam konteks

kultur Indonesia lebih banyak disebabkan oleh hubungan yang bersifat

emosional ketimbang rasional.

Besarnya daerah pemilihan, yaitu seluruh wilayah propinsi untuk

pemilihan gubernur dan seluruh wilayah kabupaten untuk pemilihan

bupati, menyebabkan proses pelaksanaan kampanye sulit dikendalikan.

Ketidaksiapan pemilih untuk menerima kekalahan calon yang

diunggulkan. Dibeberapa daerah yang telah melakukan pemilihan

kepala daerah secara langsung, kejadian seperti ini sering terjadi

sehingga menimbulkan konflik antar pendukung pasangan calon.

C. Analisis Masa Depan Pemilukada di Indonesia

Berkaitan dengan masa depan pelaksanaan Pemiluda di Indonesia,

penulis cenderung untuk menghapuskan Pemilukada secara langsung. Alasan

itu didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain :

a. Masih banyak permasalahan-permasalahan selama pemilukada di

Indonesia yang perlu dikaji secara mendalam, seperti masalah:

Money politic dan cost politic

Independensi Pawaslu Daerah

Lambatnya pengiriman logistik

Independensi media masa

Pendataan pemilih

Pendaftaran dan penetapan pasangan calon

11

Page 12: MAKALAH ANALISIS PILKADA

Penghitungan suara dan penetapan hasil akhir

Konflik pilkada

b. Demokrasi yang dianut Indonesia lebih mengutamakan musyawarah untuk

mufakat. Subtansi pemilu adalah adanya pergantian kepemimpinan/ rotasi

kekuasaan secara rutin dan berkala, untuk mencegah kekuasaan yang

absolut. Pemilu secara langsung merupakan demokrasi yang prosedural.

Indonesia selama ini hanya merapkan demokrasi secara prosedural,

seharusnya penerapakan demokrasi lebih mengutamakan subtansinya.

Maka dari itu dalam memilih kepala daerah tidak harus/mutlak secara

langsung. Dalam Konstitusi tidak disebutkan dengan cara apa memilih

Kepala Daerah, yang terpenting dilakuakan secara demokratis. UUD 1945,

hanya mengamanatkan untuk memilih kepala daerah secara demokratis.

“Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala

pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara

demokratis.”

Menimbang permasalahan Pemilukada lebih banyak kelemaha dari

pada kelebihannya. Pemilukada merupkan tuntutan saat reformasi akibat

trauma rakyat terhadap rezim sebelummnya. Namun saat ini pemilukda

yang sudah berjalan hampir 1 dekade tidak membuahkan hasil yang

maksimal. Banyak terjadi pelanggaran pada tahapan pemilu, biaya terlalu

besar dan kulitas pemimpin yang dihasilkan buruk seperti terlibat kasus

korupsi, dll.

Pilkada yang selama ini berlangsung dinilai terlalu mahal, dan

mempunyai dampak sosial yang amat luas. Pilkada langsung dianggap

sebagai pemicu lahirnya politik transaksional,  sehingga turut andil

melahirkan perilaku koruptif. Hal itu dikarenakan, setiap kandidat yang

akan berlaga mengeluarkan biaya yang besar

Biaya ini muncul mulai dari pencalonan, kampanye hingga pada

perhitungan suara seperti untuk membiayai saksi.  Untuk memperbaiki

kondisi ini, sejumlah kalangan mengusulkan agar Pilkada diusulkan

serentak. Langkah ini diharapkan dapat menekan biaya politik yang sudah

12

Page 13: MAKALAH ANALISIS PILKADA

dinilai demikian tinggi. Mobilisasi suara antar daerah  yang diduga kerap

mewarnai Pilkada juga dapat  ditekan.

Usulan yang paling ekstrim, adalah menghapus Pilkada langsung.

Usulan ini terlontar karena Pilkada acapkali menimbulkan konflik antar

pendukung. Tidak hanya itu, Pilkada langsung  selam ini hanya dianggap

hanya berorientasi uang. Belum lagi, masalah ‘mahar’ untuk mendapatkan

dukungan dari partai politik.

D. Masa depan Pemilukada di Indonesia

Sistem negara demokrasi di Indonesia adalah pilihan rasional atas

hipotesa fakta empiris dan sosiologis terkait struktur dan tatanan masyarakat

Indonesia saat ini. Ia tumbuh di atas metamorfosa pemikiran yang membidani

sebuah sistem politik untuk meletakkan masyarakat sebagai episentrum

partisipatoris akan quo vadis nasib bangsanya. Walaupun demokrasi bukanlah

merupakan sistem politik dan pemerintahan yang sempurna, namun saat ini

barangkali kita sepakat bahwa pilihan demokrasi adalah pilihan terbaik  dari

sistem lainnya. Sebut saja misalnya monarki, aristokrasi, otokrasi, plutokrasi,

gerontokrasi,dll.

Walaupun demikian, sistem demokrasi yang dipilih negara untuk

mengorganisasikan tatanan kehidupan bermayarakat, berbangsa dan bernegara

bukanlah sebuah sistem  sempurna dan tanpa cacat. Oleh karenanya, sebuah

sistem politik yang mengonstruksi sebuah negara,  juga perlu menimbang

berbagai Implikasi serius yang timbul terkait ekses subyektif maupun obyektif

dari penerapan sistem demokrasi. Baik penerapannya melalui sistem

perwakilan (melalui mekanisme pemilihan wakil rakyat DPR/DPRD), maupun

langsung (melalui mekanisme pemilu presiden dan pilkada).

Pemilihan Umum secara langsung dalam pilkada, sejatinya merupakan

salah satu wujud demokrasi yang saat ini tengah diterapkan di Indonesia.

Perwujudan demokrasi tersebut, pada hakekatnya merupakan upaya 

memberdayakan peran dan partisipasi masyakarat terkait pengejewantahan

hak-hak politik dan sosialnya, yang dijamin secara konstitusional. Medium

demokrasi dan demokratisasi melalui mekanisme politik partisipasi inilah

13

Page 14: MAKALAH ANALISIS PILKADA

yang diharapkan akan mampu memberikan multiplier effect. Bukan saja

terkait pada semakin besarnya tingkat pendewasaan berfikir masyarakat akan

hak dan kewajiban politik-konstitusionalnya, namun juga diharapkan melalui

mekanisme dan sistem pemilihan langsung (baik pilpres maupun pilkada).

Posisi tawar masyarakat terkait kepentingannya menentukan masa depan yang

lebih baik semestinya menjadi keniscayaan.

Terkait hasil dan berbagai problem dalam pelaksanaan pilkada itulah,

saat ini diperlukan kembali upaya menakar ekses penerapan sistem pemilihan

langsung (Pilkada). Saat ini berbagai bentuk wacana untuk mengevaluasi

kembali penerapan pilkada sangat penting untuk memberikan referensi bagi

pengambil kebijakan negeri ini untuk menimbang kembali implementasi

pilkada secara konstruktif dan proporsional, tanpa mencederai substansi peran

partisipasi politik masyarakat. Analisis ini menjadi catatan penting mengingat

pelaksanaan pilkada selama ini. Secara empiris, akhirnya menyadarkan kita

akan perlunya kembali menelaah arah dan cita-cita politik masyarakat terkait

bagaimana meletakkan proses, pelaksanaan dan hasil pilkada dalam konstruksi

pembangunan kesejahteraan masyarakat.

E. Implikasi Dinamika Pelaksanan Pemilukada di Indonesia

Berdasarkan perspektif pemberitaan media massa tentang pelaksanaan

pilkada di Indonesia, terdapat beberapa keyword yang sangat penting sebagai

ranah kajian bagi pengambil kebijakan negeri ini untuk menempatkan

kembali quo vadis pilkada dalam konteks yang lebih produktif bagi

kemaslahatan masyarakat. Keyword penting tersebut adalah sebagai berikut :

Pertama, Pilkada di daerah masih merupakan pilihan rasional yang

masih diinginkan masyarakat untuk menentukan pemimpinnya di daerah.

Fakta opini masyarakat ini menjadi catatan penting pemerintah. Mengingat,

masyarakat kita secara sosiologis memandang bahwa pemilihan langsung

untuk menunjuk seorang pemimpin yang berasal dari putra daerah  merupakan

kebanggaan, Selain itu, juga masih menganggap bahwa mekanisme pemikiran

dan kepentingan masyarakat akan nilai keterwakilan aspirasinya masih lebih

besar terakomodir dengan baik. Ketimbang, asumsi bahwa pemimpin tersebut

14

Page 15: MAKALAH ANALISIS PILKADA

merupakan titipan yang berasal dari pusat kekuasaan seperti yang terjadi di

masa orde baru dulu. Persepsi publik inilah yang kerap dijadikan oleh

pemerintah untuk melegitimasi pencitraan politiknya kepada dunia

internasional, bahwa Indonesia adalah negara demokrasi yang sangat produktif

melahirkan struktur kehidupan bermasyarakat yang memiliki nilai-nilai

demokratisasi dengan baik.

Persepsi publik masyarakat ini seharusnya perlu dikritisi agar

masyarakat memahami dan cenderung lebih penting mendudukkan kembali

nilai-nilai objektifitas untuk mendefinisikan kembali secara personal maupun

kepemimpinan seorang kepala daerah. Sebab faktanya, pemimpin yang berasal

dari putra daerah tidak serta merta berkoefisien korelatif secara langsung

dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Perspektif kepemimpinan ini dikaitkan dengan struktur kekuasaan

pemerintah daerah, yang di peroleh oleh seorang  kepala daerah dengan

ongkos politik yang tidak murah. Biaya pilkada yang sangat mahal inilah yang

justru menyebabkan sistem demokrasi langsung di daerah berkembang secara

tidak proporsional dan obyektif. Terminologi yang tepat mendefinisikan

maksud pernyataan ini adalah bahwa proses pilkada yang mahal itu telah

menyebabkan terjadinya kapitalisasi pilkada dengan kultur kekuasaan yang

ekonomistik, yang menempatkan kekuasaan politik kepala daerah hanya

sebagai investasi an sich dan melihat potensi daerah

sebagai opportunity ekonomi bagi kepentingan pribadinya.

Implikasi politik terjadinya kapitalisasi pilkada inilah yang

menyebabkan demokratisasi-partisipasi masyarakat menjadi ter-negasi oleh

paradigma tersebut. Artinya masyarakat hanya diletakkan sebagai obyek

politik massa ,yang dimanfaatkan calon kepala daerah hanya ketika proses

pilkada itu berlangsung. Masyarakat kemudian menjadi mahfum dengan

terminologi kapitalisasi pilkada ini, karena proses pilkada sarat dengan politik

uang.

Masyarakat memang sejatinya mendapat “berkah” sesaat dari proses

pelaksanaan pilkada. Setelah pelaksanaan pilkada usai, maka kepala daerah

terpilih, akan sibuk dengan upaya merekapitalisasi kembali asset yang telah

15

Page 16: MAKALAH ANALISIS PILKADA

dikeluarkan selama proses “investasi” pemilihan itu berlangsung. Fakta ini

bisa dilihat dengan data 10 tahun terakhir terkait tingkat korupsi kepala daerah

yang sangat tinggi. Termasuk data yang dilansir oleh lembaga-lembaga survei

bahwa saat ini saja 60 persen lebih, kepala daerah dipimpin oleh seorang

pemimpin berstatus tersangka.

Karena terjadinya pola kapitalisasi pilkada inilah, maka yang terjadi

adalah siapa yang mempunyai modal besar, dialah yang akan menjadi

pemimpin. Karena kapitalisasi pilkada ini pulalah kemudian berimbas bagi

ketidakrelaan calon yang kalah dalam pilkada. Ketidakrelaan kekalahan ini

kemudian dimanifestasikan dalam upaya mempolitisasi hasil pilkada baik

secara formal-konstitusional (melalui gugatan ke MK), maupun mempolitisasi

massa untuk tidak menerima calon pemimpin yang menang. Sehingga,

berimplikasi kepada timbulnya resistensi politik bagi kepemimpinan kepala

daerah terpilih. Lebih parah lagi,  semakin diproduksinya eskalasi konflik

politik dan  konflik sosial dalam berbagai spektrum kepentingan, oleh calon

yang tidak berjiwa besar menerima kekalahan. Dalam konteks yang demikian,

maka kita kerap menyaksikan bahwa konflik politik dan sosial di daerah tidak

pernah kunjung usai dan terus terpelihara dengan baik walaupun pelaksanaan

pilkada jauh telah usai.

Kedua, pilkada merupakan manifestasi reformasi birokrasi yang

merubah mindset pengelolaan negara yang tadinya bersifat sentralistik

menjadi desentralistik.

Sebagai salah satu buah semangat reformasi adalah merubah tatanan

struktur pengelolaan birokrasi negara yang tadinya sentralistik menjadi

desentralistik. Hal ini merupakan antitesa dari semangat merubah tatanan dari

orde baru menjadi sistem baru yang dikenal pasca reformasi sekarang ini.

Namun demikian, setelah 10 tahun lebih reformasi bergulir, semangat

desentralisasi ini cenderung dimanfaatkan oleh pemimpin daerah untuk

“bebas” mengeksploitasi daerah sesuai dengan selera kekuasaannya.

Radikalisasi pengelolaan pemerintahan daerah inilah yang menyebabkan

konstitusi negara yang diatur dan dijalankan oleh pemerintah pusat terabaikan.

16

Page 17: MAKALAH ANALISIS PILKADA

Yang terlihat, justru munculnya  raja-raja kecil yang sangat “otonom”

menguasai daerah.

Akibatnya, program-program nasional yang dicanangkan oleh

pemerintah pusat menjadi terhambat. Fakta terjadinya distorsi ini terlihat

ketika presiden, sebagaimana dilansir  berbagai media massa, menyatakan

salah satu gagalnya program-program berskala nasional, karena ulah arogansi

sepihak pimpinan daerah.  Misalnya , masalah kebijakan ekonomi dan

investasi, justru sebagian besar dihambat pimpinan pemerintah daerah sekelas 

walikota dan bupati. Terhambatnya program-program tersebut, bukan cuma

terkait dengan arogansi pemimpin daerah, tapi juga disebabkan karena

banyaknya regulasi dalam bentuk perda dan kebijakan pemerintah daerah yang

tidak inheren atau justru bertentangan dengan kebijakan dan regulasi

pemerintah pusat. ini menunjukkan absurditas hiraki pemerintahan. Kebijakan

pemerintah pusat menjadi gembos ketika masuk pada tataran pelaksanaan

teknis di daerah.

Pemerintah memang kerap melakukan evaluasi terkait persoalan ini.

Namun faktanya, hingga saat ini, problem mendasar masalah regulasi dan

kebijakan pemimpin daerah yang menghambat kebijakan program nasional

pemerintah pusat, masih kerap terjadi. Salah satu sebab mendasar yang

menjadi argumentasi pemerintah daerah adalah  menyangkut persoalan

intervensi pemerintah pusat, yang dianggap melanggar sendi-sendi atau

semangat otonomi daerah. Kesalah-kaprahan memaknai otonomi daerah inilah

yang menyebabkan pemerintah pusat sampai saat ini mengalami dispute dan

seolah tidak memiliki kekuasaan “memaksa”. Padahal, pemerintah pusat

secara formal dan konstitusional punya kewenangan untuk meluruskan

kesalahpahaman pengelolaan daerah, karena terlalu sempit menafsirkan

konsep kepala daerah dipilih langsung oleh rakyatnya di daerah. Sehingga,

pucuk pimpinan pemerintah daerah “merasa” mempunyai kewenangan mutlak

untuk melakukan kebijakan apapun.

Ketiga, Pemilukada telah meletakan sistem demokrasi di Indonesia

baru sebatas demokrasi “theatrical“. Yakni demokrasi yang diusung  melalui

jalan pemilihan umum, hanya sebatas kosmetika wajah suatu bangsa yang

17

Page 18: MAKALAH ANALISIS PILKADA

seolah-olah menjalankan nilai demokrasi dalam pemilihan umum. Yaitu,

langsung, umum, bebas, jujur dan adil.  Namun, dalam prakteknya hal tersebut

sangat jauh dari nilai-nilai yang sesungguhnya. Walaupun kita sibuk

menjustifikasi bahwa demokrasi memerlukan proses. Tapi, faktanya proses

tersebut  tetap haruslah bersinergi dengan faktor-faktor lain, yang mendasari

terbentuknya proses demokratisasi tersebut secara konstruktif.

Faktor-faktor tersebut antara lain dipengaruhi oleh wibawanya

Pemerintah Pusat (Presiden dan DPR) dan KPU/ KPUD dalam membuat

aturan yang tegas terkait rule of the game pemilukada. Hal tersebut penting,

mengingat selama ini regulasi yang tegas hanya terkait pada proses dan

mekanisme pemilhan. Namun sangat tidak berbanding lurus dengan ketegasan

membangun law enforcement bagi setiap bentuk pelanggaran etika dan

pelanggaran konstitusional aturan pemilukada. Sehingga inilah yang

dikatakan, demokrasi kita masih bersifat theatrical, bukan demokrasi

substantif yang benar-benar mengusung nilai-nilai demokratisasi dan hak-

hak civil society dengan baik.

Terkait dengan masalah civil society ini, maka faktor yang mendorong

berkembangnya proses demokrasi sangat dipengaruhi juga oleh, bagaimana

peran parpol dalam mencetak kader pemimpin di daerah. Sebab selama ini

proses pengkaderan dan lahirnya pemimpin melalui jalan mekanisme politik

praktis, khususnya di daerah masih sangat lemah. Kondisi ini yang

menyebabkan hampir sebagian besar pemimpin daerah lahir dari seorang

pengusaha dan/ atau mereka yang hanya memliki modal kuat. Sementara,

parpol berfungsi hanya sebagai stempel yang menjadi kendaraan sekaligus

supir yang ditumpangi oleh calon kepala Daerah. Kondisi obyektif inilah yang

menyebabkan hasil pemilukada secara langsung tidak serta merta

menghasilkan pemimpin yang berkualitas, kompeten dan memiliki integritas

serta peduli dengan rakyatnya.

Seperti yang telah diulas sebelumnya, karena persoalan melihat

perspektif pemilukada sebagai sebuah peluang ekonomis inilah maka yang

terjadi  praktek korupsi di daerah dan suburnya persoalan money politics tak

pernah kunjung usai dan sulit diberantas. Sinergitas dan kolaborasi efektif

18

Page 19: MAKALAH ANALISIS PILKADA

antara parpol dan calon kepala daerah dalam konteks melihat begitu besarnya

biaya pemilukada adalah dikarenakan antara calon kepala daerah dengan

parpol sama-sama memiliki persepsi dan mindset yang sama, yakni

memahami pilkada sebatas sebagai sebuah komoditas dan industri yang

profitabilitasnya memadai untuk tujuan-tujuan jangka pendek maupun jangka

panjang kekuasaan-bukan kesejahteraan sosial masyarakat.

Keempat, Alasan kompatibilitas bahwa pemilihan langsung presiden

juga harus dilakukan pula terhadap gubernur,  bupati dan walikota harus

segera dievaluasi. Alasan kompabilitas sebagai implementasi UU No.32

Tahun 2004, sebenarnya dimaksudkan agar arah  pembangunan politik dan

ekonomi bersinergi serta terintegrasi dari pusat sampai ke daerah. Namun pada

kenyataannya, kesamaan proses inilah yang  menjadi akar penyebab hirarki

kepemimpinan dalam pemerintahan menjadi tersekat-sekat dan tidak sejalan.

Sehingga, antara pemimpin pemerintahan di daerah  dan  pusat seolah

masing-masing berdiri sendiri. Implikasinya, baik pemerintah maupun pejabat

di daerah bekerja secara parsial-tidak kontekstual sesuai dengan arah dan visi

negara. Dengan kondisi seperti ini, sebenarnya sama saja bangsa ini

menerapkan pseudo demokrasi. Hanya menjadikan pemimpin sekedar simbol

kosong, yang tidak memiliki peran strategis dalam memberdayakan rakyatnya.

Dengan kata lain, kondisi ini menyebabkan ada atau tidaknya pemimpin,

pembangunan dan kesejahteraan masyarakat di daerah khususnya, ditentukan

sendiri oleh kesanggupan dan nasib individu masyarakatnya. Padahal negara

berperan melindungi segenap masyarakat dan memajukan kesejahteraan

masyarakat.

Empat kata kunci tentang implikasi dinamika pelaksanaan pilkada  ini,

seyogyanya mendorong pengambil kebijakan negeri ini untuk menemukan

formasi ideal dan proporsional terkait masa depan bangsa. Khususnya,

menyangkut masalah proses suksesi kepemimpinan melalui pemilukada.

Sehingga dapat menimbang dan menakar secara obyektif, antara konsep

sistem pelaksanaan demokrasi di daerah dengan ekses yang timbul selama

penerapan pemilukada secara langsung di daerah.  Proses ini seharusnya

menjadikan bangsa besar  ini lebih peka terhadap berbagai akar persoalan baik

19

Page 20: MAKALAH ANALISIS PILKADA

secara ideologis, sosiologis maupun filosofis yang kerap menjadi preseden

yang tak pernah selesai, atau minimal tereliminasi kualitas dan kuantitatsnya.

Seperti besarnya biaya politik pemilukada dan money politics selama

proses pemilukada, yang berimbas pada terjadinya korupsi pemimpin di

daerah sebagai bentuk pengganti ongkos investasi menjadi pemimpin.  Selain

itu, terjadinya resistensi pemimpin daerah kepada pemerintah pusat, yang

menyebabkan eksistensi pemerintah pusat justru tidak legitimate di mata

pemerintah daerah terkait dengan banyaknya program, kebijakan dan

kebijakan berskala nasional yang tidak/ enggan dilaksanakan oleh pemerintah

daerah. Bahkan, tak jarang di tentang oleh pemerintah di daerah. Kemudian,

lestarinya konflik horizontal antar masyarakat akar rumput karena kerap

dipicu oleh pemanfaatan politik massa oleh calon pemimpin dan pemimpin

yang berkuasa didaerah. Baik selama proses pemilukada maupun sepanjang

pemimpin tersebut memimpin daerah, yang konstelasi masalahnya kerap

dipicu oleh calon pemimpin daerah yang kalah dalam kompetisi pemilihan.

Pada akhirnya, setidaknya perlu evaluasi secara tepat, proporsional dan

obyektif. Sangat logis, bilamana mewacanakan kembali sistem pemilihan

langsung  hanya cukup sampai dengan presiden dan gubernur saja. Dengan

cara dan mekanisme yang tetap menjunjung tinggi peran dan partisipasi

masyarakat, tanpa mencederai hak dan kepentingan civil society masyarakat

terhadap negara.

20

Page 21: MAKALAH ANALISIS PILKADA

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkaan pembahasan permasalahan pada BAB II :

PEMBAHASAN, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Analisis Kelebihan Pemilukada

Pertama, pilkada secara langsung memungkinkan proses yang lebih

Partisipasi. Kedua, proses pilkada secara langsung memberikan ruang dan

pilihan yang terbuka bagi masyarakat untuk menentukan calon pemimpin

yang memiliki kapasitas, dan komitmen yang kuat serta legitimate dimata

masyarakat. Ketiga, mendekatkan elit politik dengan konstituen atau

masyarakat. Keempat, lebih terdesenralisasi.

Beberapa kelebihan dalam penyelenggaraan pilkada langsung antara

lain sebagai berikut :

a. Pilkada langsung merupakan jawaban atas tuntutan aspirasi rakyat.

b. Pilkada langsung merupakan perwujudan konstitusi dan UUD 1945.

c. Pilkada langsung sebagai sarana pembelajaran demokrasi bagirakyat.

d. Pilkada langsung sebagai sarana untuk memperkuat otonomi daerah.

e. Pilkada langsung sarana bagi proses kaderisasi kepemimpinan

nasional.

2. Analisis Kelemahan Pemilukada

Menurut Leo Agustino ada sebelas (11) permasalahan pemilukada

di Indonesia, yaitu :

1) Daftar Pemilih tidak akurat

2) Persyaratan Calon tidak lengkap

3) Pencalonan Pasangan dari parpol

4) Penyelenggara atau KPUD tidak netral

5) Panwas pilkada dibentuk terlambat

6) Money politik

7) Dana kampaye

8) Mencuri start kampaye

21

Page 22: MAKALAH ANALISIS PILKADA

9) PNS tidak netral

10) Pelanggaran kampanye

11) Intervensi DPRD

Selain itu, masih terdapat banyak kelemahan pemilukada secara

langsug di Indonesia baik yang dilakukan secar tidak disengaja ataupu

terorganisir.

3. Analisis Masa Depan Pemilukada di Indonesia

Berkaitan dengan masa depan pelaksanaan Pemiluda di Indonesia,

penulis cenderung untuk menghapuskan Pemilukada secara langsung.

Alasan itu didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain : Pertama,

masih banyak permasalahan-permasalahan selama pemilukada di

Indonesia yang perlu dikaji secara mendalam, seperti masalah: Money

politic dan cost politic; Independensi Pawaslu Daerah; Lambatnya

pengiriman logistik; Independensi media masa; Pendataan pemilih;

Pendaftaran dan penetapan pasangan calon; Penghitungan suara dan

penetapan hasil akhir; Konflik pilkada

Kedua, Demokrasi yang dianut Indonesia lebih mengutamakan

musyawarah untuk mufakat. Subtansi pemilu adalah adanya pergantian

kepemimpinan/ rotasi kekuasaan secara rutin dan berkala, untuk mencegah

kekuasaan yang absolut. Pemilu secara langsung merupakan demokrasi

yang prosedural. Indonesia selama ini hanya merapkan demokrasi secara

prosedural, seharusnya penerapakan demokrasi lebih mengutamakan

subtansinya.

Pilkada yang selama ini berlangsung terlalu mahal, dan

mempunyai dampak sosial yang amat luas. Pilkada langsung dianggap

sebagai pemicu lahirnya politik transaksional,  sehingga turut andil

melahirkan perilaku koruptif. Hal itu dikarenakan, setiap kandidat yang

akan berlaga mengeluarkan biaya yang besar. Biaya ini muncul mulai dari

pencalonan, kampanye hingga pada perhitungan suara seperti untuk

membiayai saksi.  Untuk memperbaiki kondisi ini, sejumlah kalangan

mengusulkan agar Pilkada diusulkan serentak. Langkah ini diharapkan

dapat menekan biaya politik yang sudah dinilai demikian tinggi.

22

Page 23: MAKALAH ANALISIS PILKADA

Mobilisasi suara antar daerah  yang diduga kerap mewarnai Pilkada juga

dapat  ditekan. Usulan yang paling ekstrim, adalah menghapus Pilkada

langsung. Usulan ini terlontar karena Pilkada acapkali menimbulkan

konflik antar pendukung. Tidak hanya itu, Pilkada langsung  selam ini

hanya dianggap hanya berorientasi uang. Belum lagi, masalah ‘mahar’

untuk mendapatkan dukungan dari partai politik.

B. Saran

Penulis dapat memberikan saran, terkait Pemilukada yaitu dihapus.

Mekanisme lebih lajut dapat dibahas Pemerintah yaitu Presiden dan DPR-RI

tentang bagaimana pengangkatan kepala daerah, dipilih DPRD atau diangkat

Presiden. Pertama, Pemilukada dihapus secara keseluruhan dan mekanisime

pemilihan diserahkan ke DPRD, dengan memperbaiki rekruitmen politik dan

sistem kepartaian terlebih dahalu. Agar kader partai yang memiliki kapasitas

dan kapabilitas berhak menduduki jabatan kepala daerah. Selain itu untuk

mencegah kongkalikong, haruslah dibuat mekanisme yang tidak biasa main

dibelakang anatara DPRD dan calon pasangan. Kedua, pengangakatan kepala

daerah oleh Presiden harus memunuhi kriteria-kriteria/ persyaratan yang

ditetapkan oleh peraturan perundang-undanagan, agar Presiden tidak

sewenang-wenang mengangkat dan memnerhentikan kepala daerah.

Pada akhirnya, setidaknya perlu evaluasi secara tepat, proporsional dan

obyektif. Sangat logis, bilamana mewacanakan kembali sistem pemilihan

langsung  hanya cukup sampai dengan presiden. Dengan cara dan mekanisme

yang tetap menjunjung tinggi peran dan partisipasi masyarakat, tanpa

mencederai hak dan kepentingan civil society masyarakat terhadap negara.

23

Page 24: MAKALAH ANALISIS PILKADA

DAFTAR PUSTAKA

Agustino, Leo. 2009. Pilkada dan Dinamika Politik Lokal. Yogyakata: Pustaka Pelajar.Author. (2010, 19 Desember). Makalah Otonomi Daerah. Diperoleh 2 Januari 2013, dari http://miellahsmartflower.blogspot.com.Author. (2011, 7 Februari). Analisa Proses Pelaksanaan Pemerintahan Daerah. Diperoleh 2 Januari 2013, dari http://liarkanpikir.wordpress.com.Author. Kelebihan dan kekurangan pilkada secara langsung. Diperoleh 2 Januari 2013, dari http://www.yousaytoo.com/kelebihan-dan-kekurangan-pilkada-secara-langsung/2745411.Firmanto, Taufik. (2011, 9 Desember). Kedaulatan Rakyat Dalam Pemilihan Umum di Indonesia. Diperoleh 2 Januari 2013, dari http://politik.kompasiana.com/2011/12/09/kedaulatan-rakyat-dalam-pemilihan-umum-di-indonesia. Iqbal, M. (2012, 10 Juli). Dulu Pilkada, Lalu Pemilukada, Kini Pilgub. Diperoleh 3 Januari 2013, dari http://news.detik.com/read/2012/07/10/093845/1961693/10/dulu-pilkada-lalu-pemilukada-kini-pilgub.Kamo, Jhon.  (2011, 16 April). Kontestasi Elit Lokal Dalam Pilkada. Diperoleh 2 Januari 2013, dari http://idadagiyakanews.multiply.com/journal/item/54/KONTESTASI-ELIT-LOKAL-DALAM PILKADA.Mahardika, Ariyanto. (2012, 18 September).  Pilkada langsung: Serentak atau Dihapus. Diperoleh 3 Januari 2013, dari http://www.soloposfm.com/2012/09/pilkada-langsung-serentak-atau-dihapus/.Prasojo E., Maksum, Irfan Ridwan., dan Kurniawan, Teguh. 2006. Desentralisasi &   Pemerintahah Daerah: Antara Model Demokrasi Lokal & Efisiensi Struktural. Jakarta: FISIP UI.

Sofyan, Syafran. 2012. Permasalahan dan Solusi Pemilukada.  Diperoleh 2 Januari 2013, dari http://www.lemhannas.go.id/portal/in/daftar-artikel/1634-permasalahan-dan-solusi-pemilukada.html.

24

Page 25: MAKALAH ANALISIS PILKADA

MAKALAHTENTANG PILKADA SERENTAK DAN

ANALISIS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Dasar-dasar ilmu politik

Disusun oleh :

Ai Suryani N.PM

PROGRAM STUDI ……………………..

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS GALUH CIAMIS

2015

xxv

Page 26: MAKALAH ANALISIS PILKADA

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah

dengan mengambil pembahasan “Analisis Kelebihan Dan Kelemahan Pemilukada

Serta Masa Depan Pemilukada Di Indonesia”

Dalam pembentukan makalah ini tentu banyak hambatan-hambatan yang

penulis temukan, akan tetapi atas bantuan dan dukungan semua pihak makalah ini

dapat terselesaikan, oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu dalam penulisan makalah ini sehingga penulis dapat

menyelesaikannya dengan baik.

Penulis menyadari bahawa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,

hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan penulis. Oleh karena itu, kritik

dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

Banjar, Desember 2015

Penulis

ii