AKUNTANSI SYARIAH DALAM PERSPEKTIF, METODOLOGI, TEORI, DAN PRAKTIK
NAMA KELOMPOK :
ANNISA RATNA RIMADHANI (A1C013008)
DIAN PUTRI NIKITA (A1C013024)
HESTU NUGROHO (A1C013038)
NURUL HIDAYATI (A1C01300)
SEBA MUNA ALIA (A1C013136)
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS MATARAM
2014
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “Akuntansi Syariah dalam Perspektif,
Metodologi, Teori, dan Praktik”.
Penulis ucapkan terimakasih kepada pihak – pihak terkait yang membantu pengerjaan
makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan
kearah kesempurnaan.
Akhir kata, penulis ucapkan terimakasih.
Mataram, 10 Oktober 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER ............................................................................................................
KATA PENGANTAR ..........................................................................................................
DAFTAR ISI .........................................................................................................................
BAB.I PENDAHULUAN......................................................................................................
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................................
BAB II. PEMBAHASAN......................................................................................................
2.1 Akuntansi Syariah dalam Perspektif Islam dan Konvensional..................................
2.2 Akuntansi Syariah dalam Metodologi.......................................................................
2.3 Akuntansi Syariah dalam Teori.................................................................................
2.4Akuntansi Syariah dalam Praktik................................................................................
BAB III. PENUTUP .............................................................................................................
3.1 Kesimpulan ...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada beberapa perusahaan dan lembaga keuangan, pembukuan dalam akuntansi merupakan
salah satu faktor penting dalam menjalankan kegiatannya. Dari segi metodologi, teori, maupun
penerapan yang digunakan pun tidak jauh berbeda dengan metodologi pada perusahaan
akuntansi yang menerapkan akuntansi konvensional. Dewasa ini, beberapa perusahaan dan
lembaga keuangan di Indonesia sudah mulai menerapkan sistem berbasis syariah. Di Indonesia
sendiri sudah mulai menerapkan akuntansi berbasis syariah. Untuk itu penulis akan menjelaskan
ssecara rinci tentang akuntansi syariah dalam makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud akuntansi syariah dalam perspektif Islam dan konvensional?
2. Apakah yang dimaksud akuntansi syariah dalam metodologi Islam?
3. Apakah yang dimaksud akuntansi syariah dalam teori Islam?
4. Bagaimanakah penerapan akuntansi syariah dalam praktiknya?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana akuntansi syariah dalam perspektif Islam dan
konvensional.
2. Untuk mengetahui bagaimana akuntansi syariah dalam metodologi Islam.
3. Untuk mengetahui bagaimana akuntansi syariah dalam teori Islam.
4. Untuk mengetahui bagaimana penerapan akuntansi syariah dalam praktiknya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Akuntansi Syariah dalam Perspektif Islam dan Konvensional
Dikatakan oleh Hendriksen & Van Breda (1992) bahwa tujuan utama dari teori akuntansi
ini adalah memberikan satu set prinsip yang diturunkan secara logis untuk dijadikan sebagai
referensi dalam menilai dan mengembangkan praktik akuntansi.
Tabel prinsip filosofis dan konsep dasar teori akuntansi syariah
No Prinsip Filosofis Konsep Dasar1
2
3
4
Humanis
Emansipatoris
Transendental
Teleologikal
Instrumental Socio-economic Critical Justice All-inclusive Rational-intuitive Ethical Holistic Welfare
Konsep dasar socio-economic mengindikasikan bahwa teori Akuntansi Syariah tidak
membatasi wacana yang dimilikinya pada transaksi-transaksi ekonomi saya, tetapi juga
mencakup “transaksi-transaksi sosial”. “Transaksi sosial” di sini meliputi “transaksi” yang
menyangkut aspek sosial, mental dan spiritual dari sumberdaya yang dimiliki oleh entitas bisnis
(Cf. Mathews 1993).
Dari derivasi prinsip filosofis emansipatoris, kita mendapatkan konsep dasar critical dan
justice. Konsep dasar critical memberikan dasar pemikiran bahwa konstruksi teori Akuntansi
syariah tidak bersifat dogmatis dan eksklusif. Sikap kritis mengindikasikan bahwa kita dapat
menilai secara rasional kelemahan dan kekuatan akuntansi yang lebih baik dari penilai kritis ini
dapat dibangun teori akuntansi yang lebih baik dari sebelumnya. Sebagai contoh misalnya, kita
dapat melihat bahwa teori akuntansi modern memiliki kelehaman pada aspek penekanan
ekonomi (materi) yang sangat tinggi, sehingga menimbulkan efek pada tersingkirnya (atau
tertindasnya) aspek-aspek non-materi (non-ekonomi). Aspek yang tersingkir atau tertindas ini,
dengan menggunakan konsep dasar critical, diangkat atau dibebaskan memposisikan aspek
materi (lihat Triyuwono 2000b). Jadi kalau kita lihat, posisi aspek materi dan non-materi pada
teori akuntansi modern didudukkan pada posisi yang tidak adil. Oleh karena itu, dengan konsep
dasar justice, aspek-aspek penting dalam akuntansi akan didudukkan secara adil.
Kemudian berikutnya adalah prinsip filosofis transendental. Dari prinsip ini kita akan
mendapatkan konsepd asar all-inclusive dan rational-intuitive. Konsep dasar all-inclusive
memberikan dasar pemikiran bahwa konstruksi teori Akuntansi Syariah bersifat terbuka. Artinya,
tidak menutup kemungkinan teori Akuntansi Syariah akan mengadopsi konsep-konsep dari
akuntansi modern, sepanjang konsep tersebut selaras dengan nilai-nilai Islam. Secara implisit,
konsep ini mengarahkan kita pada pemikiran bahwa substansi lebih penting daripada bentuk.
Konsep dasar rational-intuitive mengindikasikan bahwa secara epistemologi, konstruksi
teori Akuntansi Syariah memadukan kekuatan rasional dan intuisi manusia. Konsep ini tentunya
sangat berbeda dengan konsep teori-tori modern. Teori-teori modern (termasuk akuntansi)
mendudukkan rasio pada posisi sentral dan sebaliknya menyingkirkan intuisi dalam proses
konstruksi teori. Intuisi, bagi proponen teori modern, berada di luar domain ilmu pengetahuan
yang rasional. Oleh karena itu, intuisi manusia tidak dapat dilibatkan dalam konstruksi ilmu
pengetahuan. Namun dalam kenyataannya, intuisi manusia memiliki kekuatan yang sangat besar
dalam melakukan perubahan-perubahan signifikan dalam masyarakat. Intuisi inilah sebetulnya
merupakan instrumen ajaib yang dapat melahirkan inovasi-inovasi yang tidak pernah terpikirkan
sebelumnya. Jadi bukan suatu hal yang aneh, bila dalam konstruksi teori Akuntansi Syariah,
intuisi merupakan instrumen yang sangat penting yang kemudian disinergikan dengan instrumen
rasional manusia.
Selanjutnya dari pinsip filosofis teleologikal kita mendapatkan konsep dasar ethnical dan
holistic. Ethical merupakan konsep dasar yang dihasilkan dari konsekuensi logis keinginan
kembali ke Tuhan dalam keadaan tenang dan suci. Untuk kembali ke Tuhan dengan jiwa yang
tenang dan suci, maka seseorang harus mengikuti hukum-hukum-Nya (Sunnatullah) yang
mengatur baik-buruk, benar-salah, adil-zholim. Singkatnya, teori Akuntansi Syariah dibangun
berdasarkan nilai-nilai etika Islam. Konsekuensi dari penggunaan nilai-nilai etika Islam dalam
konstruksi Akuntansi Syariah adalah diakuinya bahwa kesejahteraan yang menjadi salah satu
aspek Akuntansi Syariah tidak terbatas pada kesejahteraan materi saja, tetapi juga kesejahteraan
non-materi. Jadi yang dimaksud dengan kesejahteraan di sini adalah kesejahteraan yang utuh
(holistic welfare). Ini tentu sangat berbeda dengan teori akuntansi modern. Teori akuntansi
modern hanya berorientasi pada kesejahteraan materi.
Konsep dasar yang telah dijelaskan di atas ini akan menjadi referensi bagi kita yang akan
mengonstruksi teori akuntansi modern. Konsep dasar ini akan menghasilkan bentuk teori
akuntansi yang berbeda dengan teori akuntansi modern. Dan pada gilirannya, akan menghasilkan
bentuk praktik akuntansi yang berbeda dengan akuntansi modern saat ini.
2.2 Akuntansi Syariah dalam Metodologi
Metodologi yang biasa digunakan untuk perumusan suatu teori akuntansi, pada dasarnya
adalah metodologi deskriptif. Dengan kata lain menurut pandangan ini, teori akuntansi
merupakan suatu usaha coba-coba untuk membenarkan apa yang tersusun melalui praktik
akuntansi. Suatu teori seperti ini dinamakan Akuntansi Deskriptif atau suatu Teori Akuntansi
Deskriptif. Pendekatan teori akuntansi deskriptif telah dikecam oleh para pendukung metodologi
normatif yang melahirkan teori akuntansi normatif. Teori akuntansi normatif berusaha
membenarkan apa yang seharusnya benar, daripada membenarkan apa yang benar.
Perbedaan antara dua orientasi tersebut, yakni : Kesatu, disebut Akuntansi Operasionil.
Akuntansi Operaisonal diarahkan pada penyajian informasi yang berguna bagi keputusan
manajemen dan investor, khususnya keputusan yang menyangkut alokasi sumberdaya. Kedua,
disebut Akuntansi Hak Pemilikan, diarahkan pada penyesuaian hak milik para pemegang saham
dan pihak lain yang berpekentingan baik yang berada di dalam ataupun di luar suatu organisasi
agar dapat mencapai suatu keadilan dalam bagian hasial atau keuntungan operasi.
Diantara teori akuntansi yang termasuk dalam kelompok pendekatan normative ada
beberapa studi yang dilakukan di antaranya dilakukan oleh Moonitz, Sprouse dan Moonitz, The
American Accounting Association’s A Statement of Basic Accounting Theory, teori karya
Edwards dan Bell, serta The Study by Chambers. Suatu review yang baik mengenai metodologi
deskriptif dan normative serta teori-teori yang dihasilkan, ditemukan oleh Mc Donald dan The
AAA’s Statement on Accounting Theory and Theory Acceptancen. Sekalipun tidak ada suatu
teor akuntansi yang komprehensip, namun ada berbagai teori akuntansi dalam kategori cukup
baik. Hal ini diakibatkan karena pemakaian pendekatan yang berbeda. Beberapa pendekatan
tradisionil ini telah dapat diterima lebih tinggi dibanding pendekatan baru.
Beberapa pendekatan tradisionil adalah:
1. Non-teoritis, praktis atau pragmatis (tak formil)
2. Teoritis
3. Deduktif
4. Induktif
5. Etis
6. Sosiologis
7. Ekonomis
8. Memilih-milih dari berbagai sumber
Pendekatan Non-Teoritis
Pendekatan non-teoritis adalah suatu pendekatan pragmatis (atau praktis) atau suatu
pendekatan otoriter. Pendekatan pragmatis adalah pembentukan suatu teori yang berciri khas
sesuai dengan praktik senyatanya, dan pembentukan teori tersebut mempunyai kegunaan ditinjau
dari segi cara penyelesaiannya yang praktis sebagaimana yang diusulkan. Pendekatan otoriter
adalah perumusan suatu teori akuntansi, yang umumnya digunakan oleh organisasi professional,
dengan menerbitkan pernyataan sebagai peraturan praktik akuntansi.
Pemakian kegunaan atau faedah sebagai suatu kriteria pemilihan prinsip akuntansi
menghubungkan pembentukan teori akuntansi pada praktik akuntansi, yang dapat menjelaskan
kekuranggairahan yang disebabkan oleh pendekatan pragmatis. Kita boleh juga memikirkan
pendekatan pragmatis sambil memasukan suatu teori rekening. Pendekatan ini, yang bertumpu
pada suatu rasionalisasi tata buku berpasangan, dimuat dalam Fra Luca Paciolo’s Summa de
Aritmetica Gemoetical Proportioni et Proportinalita, diterbitkan di Venice pada tahun 1494.
Walaupun the Summa merupakan suatu review buku teknologi matematis yang berlaku waktu
itu, namun memasukkan 36 bab pendek mengenai tata buku, yang disebut De Computis et
Scripturis (of Reckonings and Writing).
Teori pendekatan rekening merasionalkan pemilihan teknik akuntansi atas dasar
persamaan akuntansi, yakni persamaan neraca dan persamaan keuntungan akuntansi. Persamaan
neraca biasanya dinyatakan sebagai:
Aktiva = Utang + Modal Pemilik
Persamaan keuntungan akuntansi biasanya dinyatakan sebagai:
KEUNTUNGAN AKUNTANSI = PENGHASILAN - BIAYA
Dua persamaan menurut teori pendekatan rekening ini mengarahkan pada pengembangan
dua posisi yakni satu posisi yang berorientasi pada neraca dan satu posisi yang berorientasi pada
keuntungan. Bagaimanapun juga, teori pendekatan rekening seperti pendekatan pragmatis dan
otoriter.
Pendekatan Deduktif
Pendekatan deduktif adalah pendekatan yang digunakan dalam membentuk teori yang
dimulai dari dalil-dalil dasar dan tindakan-tindakan dasar untuk mendapatkan kesimpulan logis
tentang pokok persoalan yang sedang dipertimbangkan.
Pendekatan ini berjalan dari umum (dalil dasar tentang lingkungan akuntansi) kekhusus
(pertama ke prinsip akuntansi, dan kedua pada teknik akuntansi). Apabila pada saat ini kita
beranggapan, bahwa dalil dasar tentang lingkungan akuntansi terdiri dari tujuan dan pernyataan,
maka langkah yang digunakan bagi pendekatan deduktif akan meliputi sebagai berikut:
1. Menetapkan “tujuan” laporan keuangan
2. Memilih “aksioma” akuntansi
3. Memperoleh “prinsip” akutnansi
4. Mengembangkan “teknik” akuntansi.
Oleh karena itu, menurut teori akuntansi yang diperoleh secara deduktif, teknik ini
berkaitan dengan prinsip dan aksioma serta tujuan menurut suatu cara yang sedemikian rupa
sehingga apabila prinsip dan oksioma serta tujuannya benar, maka tekniknya pun harus menjadi
benar. Struktur teoritis akuntansi ditetapkan menurut rangkaian tujuan, aksioma, prinsip, teknik
yang bertumpu pada suatu perumusan tepat terhadap suatu teori yang dihasilkan. Menurut
Popper, pengujian teori deduktif dapat dilaksanakan sepanjang empat hal: Pertama ada
perbandingan logis diantara kesimpulan itu sendiri, sehingga konsistensi intern sistem teruji.
Kedua, ada pemeriksaan bentuk logis teori dengan maksud menentukan apakah teori tersebut
berkarakter sebagai suatu teori empiris ataukah teori ilmiah, dan ataukah merupakan suatu teori
yang bersifat mengulang-ulang saja tanpa memberi penjelasan tambahan. Ketiga, ada
perbandingan dengan teori lain, terutama dengan maksud menentukan apakah teori akan
membuat suatu kemajuan ilmu pengetahuan yang berarti akan mempertahankan dan meneruskan
berbagai pengujian kita, dan akhirnya, ada pengujian teori melalui penerapan empiris beberapa
kesimpulan yang dapat diperolehnya darinya.
Langkah terakhir diperlukan untuk menentukan bagaimana teori memenuhi tuntutan
praktik.
Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif terhadap pembentukan suatu teori dimulai dari pengamatan dan
pengukuran dan menuju kearah kesimpulan yang digeneralisir. Apabila diterapkan pada
akuntansi, maka pendekatan induktif dimulai dari pengamatan informasi keuangan perusahaan,
dan hasilnya untuk disimpulkan, atas dasar hubungan kejadian, kesimpulan dan prinsip
akuntansi. Penjelasan-penjelasan deduktif dikatakan berjalan dari khusus kearah umum.
Pendekatan induktif pada suatu teori melibatkan empat tahap:
1. Pengamatan, dan pencatatan seluruh pengamatan
2. Analisis dan pengklasifikasian pengamatan tersebut untuk mencari hubungan yang
berulangkali yakni hubungan yang sama dan serupa
3. Pengambilan generalisasi dan prinsip akuntansi induktif dari pengamatan tersebut yang
menggambarkan hubungan yang berulang kali terjadi
4. Pengujian generalisasi
Tidak seperti halnya dengan masalah pengambilan secara deduksi, kebenaran atau
kepalsuan dalil tidak tergantung pada dalil lain tetapi harus dibuktikan secara empiris. Demikian
pula, dapat dikatakan bahwa dalil akuntansi hasil penarikan kesimpulan secara induktif
menunjukkan teknik akuntansi khusus yang memiliki probabilitas hampir tinggi.
Beberapa penulis akuntansi bersandar kepada pengamatan praktik akuntansi dalam
mengusulkan suatu kerangka teori akutnasi. Tujuan yang mendasari sebagian besar para pemikir
ini adalah merasionalisasikan praktik akuntansi untuk menarik kesimpulan secara teoritis serta
abstrak. Pembelaan terbaik terhadap pendekatan induktif diberikan oleh usaha Ijiri yang
menggeneralisir tujuan yang implisit dalam praktik akuntansi yang berlaku dan mempertahankan
pemakaian harga pokok histories. Ijiri menyatakan: Bentuk pemikiran induktif untuk mencapai
tujuan yang implisit dalam perilaku suatu sistem yang ada tidak bermaksud untuk
mempertahankan status quo. Tujuan penggunaannya adalah untuk menyoroti di mana perubahan-
perubahan itu sangat diperlukan dan dimana perubahan itu dimungkinkan terjadi. Perubahan
memberi kesan sebagai suatu kesempatan lebih baik untuk dilaksanakan secara sungguh-
sungguh. Pengandaian tujuan kedalam model-model normatif atau tujuan yang dilanjutkan dalam
pembahasan kebijaksanaan semata-mata sering kali dinyatakan atas dasar keyakinan dan
preferensi seseorang, daripada berdasarkan penyelidikan induktif terhadap sistem yang ada. Ini
kemungkinan dapat menjadi alasan yang lebih penting mengapa demikan banyak model normatif
atau usul kebijaksanaan normatif tidak dilaksanakan dalam praktik. Perumusan dalil sering kali
dilakukan dengan pemikiran induktif, dalil umum dirumuskan melalui suatu proses induktif,
sementara prinsip dan teknik diperoleh melalui suatu proses deduktif. Itu menegaskan bahwa
logika induktif dapat mensyaratkan pemikiran atau logika induktif.
Pendekatan Etis
Inti dasar pendekatan etis adalah terdiri atas konsep-konsep keadilan, kejujuran, dan
kebenaran serta kewajaran. Para akuntan menganggap konsep tersebut mempunyai arti yang
sama. Sebaliknya, hanya merasakan bahwa justive dan fairness sebagai norma etis, dan
memandang truth sebagai suatu pernyataan nilai. Konsep “fairness” (kewajaran). Kewajaran
sebagai suatu norma dasar yang dipergunakan untuk penilaian norma lain, karena merupakan
satu-satunya yang menunjukkan “pertimbangan etis”.
Spavek satu langkah lebih maju dalam rangka menegaskan keunggulan konsep
kewajaran: Suatu pembahasan tentang aktiva, utang, penghasilan, dan biaya belumlah saatnya
dan tidak gunanya sebelum menentukan prinsip dasar yang akan menghasilkan suatu penyajian
data yang wajar dalam bentuk akuntansi keuangan dan laporan keuangan. Kewajaran akuntansi
dan laporan ini harus ada dan untuk masyarakat, dan masyarakat tersebut mewakili berbagai
golongan masyarakat kita.
Apapun pengertian yang dikandungnya, kewajaran telah menjadi salah satu dari tujuan
dasar akuntansi. The Committeee on Auditing Procedures menunjuk kriteria “kewajaran
penyajian” sebagai (1) kesesuaiannya dengan prinsip akuntansi yang diterima umum, (2)
keterungkapan, (3) konsisten, (4) dapat dipertimbangkan. Dalam sebuah laporan pemeriksaan
tanpa kualifikasi, auditor tidak hanya menyatakan bahwa telah sesuai dengan prinsip akuntansi
yang diterima umum dan norma pemeriksaan yang telah diterima umum akan tetapi juga
menyatakan suatu pendapat dengan kata “menyajikan secara wajar”. Kewajaran merupakan
suatu tujuan yang diperlukan sekali dalam pembentukan suatu teori akuntansi apabila apa pun
yang dipaksakan pada dasarnya dapat dibuktikan secara logis atau secara empiris dan apabila
dioperasionalkan melalui suatu definisi yang memadai dan melalui pengenalan sifat-sifatnya.
Pendekatan Sosiologis
Pendekatan sosiologis perumusan suatu teori akuntansi menekankan pengaruh sosial
terhadap teknik akuntansi. Pendekatan ini merupakan suatu pendekata etis yang memusatkan
pada suatu konsep kewajaran yang lebih luas, yakni kesejahteraan sosial. Menurut pendekatan
sosiologis suatu prinsip atau teknik akuntansi tertentu akan dinilai akseptasinya atas dasar
pengaruh pelaporannya terhadap seluruh golongan masyarakat.
Penerapan pendekatan sosiologis yang tepat terhadap pembentukan teori akuntansi
kemungkinan sulit diketemukan. Oleh karena adanya kesulitan-kesulitan dan penentuan
informasi yang diperlukan rakyat tersebut yang membuat pertimbangan kesejahteraan.
Pendekatan sosiologis dalam perumusan teori akuntansi telah membantu evolusi suatu cabang
akuntansi baru, yang disebut Akuntansi Sosioekonomi. Tujuan utama sosioekonomi adalah
mendorong badan usaha berfungsi dalam suatu sistem pasar bebas untuk
mempertangggungjawabkan aktivitas produksinya sendiri terhadap lingkungan sosial melalui
pengukuran, internalisasi dan pengungkapan dalam laporan keuangan.
Pendekatan Ekonomi
Pendekatan ekonomi terhadap suatu teori akuntansi menitikberatkan pengendalian
perilaku indikator makro ekonomi yang diakibatkan oleh pemakaian berbagai teknik akuntansi.
Sementara pendekatan etis memfokuskan pada suatu konsep “kewajaran” dan pendekatan
sosiologis memfokuskan pada suatu konsep “kesejahteraan sosial”, pendekatan ekonomi
memfokuskan pada suatu konsep “kesejahteraan ekonomi umum”. Kriteria umum yang
digunakan oleh pendekatan makro ekonomi adalah (1) kebijaksanaan dan teknik akuntansi harus
mencerminkan “realitas ekonomi”, dan (2) pemilihan teknik akuntansi harus tergantung kepada
“konsekuensi ekonomi”. “Realitas ekonomi” dan “konsekuensi ekonomi” merupakan istilah
yang telah sekali untuk digunakan di dalam menunjukkan keuntungan pendekatan makro
ekonomi.
Pemerintah memperjuangkan pemakaian metode penanggulangan atas dasar alasan
bahwa metode tersebut memperlemah pengaruh insenti suatu alat kebijaksanaan fiskal. Oleh
karena itu, dalam rangka penentuan norma akuntansi, pertimbangan-pertumbangan yang
dinyatakan oleh pendekatan ekonomi lebih bersifat ekonomis daripada operasional.
Berpijak pada urgensi dan kegunaan penelitian ini, maka upaya rasional, penentuan
kebenaran hakekat dan eksistensi akuntansi tersebut perlu diteliti dengan metode penelitian yang
tepat. Ketepatan metode penelitian tersebut akan tercermin pada tahap-tahap penelitian yang
dilalui.
Buku ini ditulis untuk menemukan rasionalitas dan kebenaran hakikat, pengetahuan dan
praktik akuntansi, maka kajian teori kritis akan digunakan, yang penerapannya dilakukan melalui
dua tahapan, yaitu: tahap deskriptif dan tahap evaluatif / kritik. Kedua tahap kajian ini masing-
masing menggunakan metode yang berbeda, sesuai dengan esensi permasalahan penelitian ini.
a) Tahap deskriptif
Tahap deskriptif adalah tahap penyajian data yang didasarkan pada perubahan-perubahan
yang terjadi dalam masyarakat. Tahap deskriptif adalah tahap untuk mengetahui hakikat sesuatu.
Untuk itu, kajian selanjutnya akan dikombinasikan dengan kerangka dasar filsafat ilmu. Ontologi
menyangkut tentang hakikat apa yang dikaji atau science of being qua being”. Epistimologi
adalah berkaitan dengan bagaimana cara ilmu pengetahuan melakukan pengkajian dan menyusun
tubuh pengetahuannya atau studi filsafat yang membahas ruang lingkup dan batas-batas
pengetauan. Metodologi digunakan untuk menguji metode-metode yang digunakan atau yang
akan digunakan untuk menghasilkan pengetahuan yang valid. Sementara aksiologi adalah tiang
penyangga filsafat ilmu yang berkaitan dengan kegunaan ilmu yang telah tersusun itu
dipergunakan atau theory of value.
Berdasarkan tiga sisi tersebut selanjutnya dapat dilakukan analisis terhadap esensi ilmu
pengetahuan. Akuntansi akan memberikan informasi yang sangat dibutuhkan manajemen dalam
melaksanakan fungsi-fungsinya, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan. Fungsi-fungsi tersebut merupakan fenomena yang akan menjadi kajian keilmuan
terutama yang berkaitan dengan hakikat dari sudut pandang syari’ah Islam.
b) Tahap evaluatif
Metode yang digunakan pada tahap evaluatif adalah metode analitik kritis-rasional.
Metode ini diterapkan mengingat pada tahap ini dilakukan upaya membandingkan konsep
akuntansi Barat dengan konsep Akuntansi Syariah. Seperti halnya dalam upaya mengkaji atau
membangun teori sosial, termasuk teori akuntansi, maka proses berfikir analisis: kritis dan
rasional sangat dituntut. Dalam penelitian akuntansi pendekatan kritis (critical studies)
merupakan salah satu pendekatan yang disarankan untuk diterapkan. Banyak istilah yang
disarankan, sebagaimana diungkapkan oleh Lodh, bahwa: “There are many labels for ‘critical
accounting’ or ‘critical studies in accounting research”. Sebagai contoh, Macintosh
menggunakan istilah critical accounting movement, Cooper & Hopper menggunakan istilah
critical accounting walaupun sebelumnya mereka menggunakan istilah critical studies.
Sementara Neimark and Tinker memakai istilah critical accounting literature. Kemudian
Laughlin menggunakan istilah critical theory yang digunakan untuk memaknai istilah critical
sosial theory khususnya teori kritis yang berasal dari German.
Istilah-istilah yang disampaikan di atas, mengandung perbedaan terminology jika akan
diterapkan pada kajian teori akuntansi dan penelitian akuntansi. Melalui pendekatan critical
theory kita akan melihat suatu teori itu bukan saja terletak pada upaya menempatkan ideologi
sebagai ‘bentuk pemikiran’ akan tetapi juga akan mencoba mengkaji tentang bagaimana kondisi
sosial, seperti sistem akuntansi yang dikembangkan oleh kaum kapitals, terpenuhinya kepuasan
kebutuhan hidup, dan kebebasan diri dari kondisi sosial masyarakat yang rentan.
c) Metode pengumpulan data
Sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, maka data yang
digunakan adalah berupa pernyataan-pernyataan ahli yang relevan. Dengan demikian teknik
pengambilan sampel data adalah dengan purposive sampling/data, yang selanjutnya didukung
dengan teknik analisis is (content analysis). Teknik ini menurut Bogdan dan Biklen (1982) yang
dikutip Syafi’ie dimaksudkan untuk pengambilan sampel internal (internal sampling). Internal
sampling yaitu keputusan yang diambil begitu peneliti memiliki suatu pikiran umum tentang
jumlah dokumen serta macamnya yang akan dikaji, dengan siapa akan berbicara dan kapan akan
melakukan observasi.
Penggalian data primer mula-mula dilakukan dengan mengumpulkan ayat-ayat yang
berkaitan dengan istilah perhitungan (hisab), keseimbangan, pertanggungjawaban, kemudian
membuat outline dalam rangka menentukan ayat-ayat yang secara langsung berkaitan dengan
ayat-ayat yang tidak secara langsung mengungkap tentang hisab, yang dalam penggaliannya
menggunakan teknik dokumentasi murni. Sedangkan untuk mengumpulkan data sekunder
dilakukan dengan mencari pokok-pokok pikiran yang ditulis oleh pemikir atau ilmuwan yang
telah ditulis dalam rangka menemukan esensi tentang konsep akuntansi. Dalam penelitian
kualitatif, pada tahap analisis setidak-tidaknya ada tiga komponen pokok yang harus disadari
oleh peneliti, yaitu : data reduction, data display dan conclusion drawing (Miles & Huberman,
1984: Sutopo, 1988). Tiga komponen tersebut saling berhubungan dengan dan saling
mendukung. Sehubungan dengan permasalahan akuntansi maka Gaffikin menyarankan empat
tahapan yang harus dilalui oleh peneliti dalam menerapkan metodologi analisis. Keempat
tahapan tersebut adalah: logical, environmental, ideological, dan linguistic. Masing-masing
tahapan tersebut saling berkaitan erat satu dengan yang lain. Oleh karena itu, keberhasilan
konstruksi teori ini akan menemukan kecocokan kriteria pada semua bidang.
2.3 Akuntansi Syariah dalam Teori
Pada saat kita mngkaji ilmu atau teori akuntansi syari’ah tidak dapat ditinggalkan
kerangka teori akuntansi konvensional. Sehubungan dengan hal tersebut, secara konvensional
ada banyak teori yang berkaitan dengan pembahasan kekayaan pemilik.
1. Teori pemilikan (Proprietary Theory)
Teori ini menyatakan bahwa akuntansi terjadi karena bentukan dari persamaan dasar
sebagai berikut:
ASETS - LIABILITIES = MODAL
Artinya modal adalah sama dengan harta dikurangi utang. Dalam hal ini, pemilik adalah
pusat perhatian. Aktiva dianggap dimiliki oleh pemilik dan kewajiban / utang adalah kewajiban
pemilik. Tanpa memandang mengenai perlakuan utang, pemilikan dipandang sebagai nilai bersih
kesatuan usaha kepada pemilik. Pada saat perusahaan didirikan, nilai tersebut akan sama dengan
investasi pemilik. Selama hidup perusahaan, akan terus sama dengan investasi awal dan
tambahan investasi serta akumulasi laba bersih di atas jumlah yang diambil oleh pemilik. Inilah
yang kemudian disebut dengan konsep kekayaan. Teori ini berpendapat bahwa pendapatan
adalah kenaikan atas hak pemilik, sedangkan biaya adalah penurunan. Dengan demikian laba
bersih akan secara langsung menjadi hak pemilik dan mencerminkan kenaikan kekayaan pemilik
dan karena laba adalah kenaikan kekayaan, maka segera pula ditambahkan kepada modal
pemilik.
Pajak perseroan diperlukan secara dengan agen dari pemegang saham yang menganggap
bahwa perseroan adalah agen dari pemegang saham dalam pembayaran pajak yang nyata-nyata
pajak penghasilan dari pemegang saham. Konsep laba komprehensip ini didasarkan pada
proprierty theory karena laba bersih berisi semua unsur yang mempengaruhi pemilikan selama
satuan periode terkecuali pembagian dividen dan tansaksi modal. Teori ini lebih menekankan
pada hakikat perubahan terhadap pemilikan dan klasifikasinya dalam neraca. Teori ini
merupakan teori akuntansi yang paling kunoi, dan banyak konsep akuntansi yang dikembangkan
dari teori ini.
2. Teori kekayaan (Entity Theory)
Teori ini menganggap bahwa perusahaan memiliki eksistensi yang terpisah. Pemisahan
ini terjadi pada kepentingan pemiliki dan pemegang ekuitas yang lain. Pendiri dan pemilik
perusahaan tidak perlu diidentifikasikan dengan eksistensi perusahaab. Teori ini didasarkan pada
persamaan:
ASETS = EQUITIES
Ekuitas pada dasarnya adalah utang ditambah dengan hak pemegang saham. Elemen yang
ada pada sisi kanan kadang-kadang disebut sebagai kewajiban, tetapi sebenarnya merupakan
pemilikan dengan hak yang berbeda terhadap perusahaan. Apa bedanya utang dan hak pemegang
saham. Perbedaan utama antara utang dan hak pemegang saham berkait dengan penilaian atas
hak kreditor yang dapat ditentukan secara terpisah bila perusahaan bubar, sedangkan hak para
pemegang saham diukur dengan penilaian aktiva mula-mula yang ditanamkan ditambah dengan
laba yang diinvestasikan kembali dan revaluasi yang terjadi sesudahnya. Namun demikian hak
untuk menerima pembayaran dividen dan bagian dari aktiva bersih pada saat likuidasi adalah hak
sebagai pemegang hak pemilikan dan bukan sebagai pemilik atas aktiva tertentu. Teori ini
memandang utang adalah kewajiban khusus dari perusahaan dan aktiva mencerminkan hak
perusahaan untuk menerima barang, jasa atau manfaat yang lain.
3. Fund Theory
Berbeda dengan teori proprietry, teori fund melepaskan hubungan personal yang dianut
oleh teori proprietory dan personalisasi perusahaan sebagai kesatuan ekonomi yang dibuat sah
pada entity theory. Fund theory menggantinya dengan kesatuan kegiatan yang orientasi kegiatan
sebagai landasan akuntansi.
AKTIVA = PEMBATASAN AKTIVA
Aktiva mencerminkan prospek jasa bagi unit operasional. Utang merupakan pembatasan
terhadap aktiva khusus ataupun aktiva secara umum. Modal yang ditanamkan merupakan
pembatasan yang legal ataupun financial terhadap penggunaan aktiva, sehingga modal yang
ditanamkan harus dijaga keberadaannya, bila tidak terdapat likuidasi sebagian ataupun secara
keseluruhan. Dengan demikian, dalam teori ini semua ekuitas mencerminkan pembatasan yang
dilakukan secara legal, kontrak, manajerial, dan finansial. Konsep ini bermanfaat sekali bagi
perusahaan yang tidak mencari laba. Seperti lembaga pemerintah, universitas, rumah sakit,
lembaga sosial.
Ada suatu perubahan luar biasa dalam kancah bidan ilmu akuntansi untuk
beberapa decade belakangan ini. Sebelum tahun 1970-an ada anggapan tentang akuntansi sebagai
ilmu pengetahuan dan praktik yang bebas dari nilai (value free) sudah mulai digoyang
keberadaannya.
Pada era informasi dan globalisasi dalam bidang akuntansi ada upaya harmonisasi
praktik-praktik akuntansi. Praktik akuntansi di setiap negara dianggap menyulitkan dalam
menafsirkan laporan keuangan, atau praktik akuntansi yang ebragam itu tidak dapat
diperbandingkan (uncomparable). Kasus ini mengundang reaksi banyak kalangan, sehingga
muncullah pandangan-pandangan yang bersifat pro dan kontra. Mereka yang berpandangan
kontra mengecam bahwa tindakan untuk melakukan harmonisasi merupakan tindakan pelecehan
terhadap nilai-nilai lokal. Mereka justru melihat bahwa sebetulnya lingkungan (non value-free).
Bahkan ada yang mengatakan akuntansi adalah “anak” yang lahir budaya setempat (lokal).
Pandangan kedua, memang secara eksplisit menolak pandangan pertama yang bersifat
fungsionalis dan positivistic, kalau ditelusuri ke belakang akar pemikiranya berasal dari August
Comte.
Berpijak dari kasus di atas, usaha untuk mencari bentuk akuntansi yang berwajah
humanis, emansipatori, transendental, dan teologikal merupakan upaya yang niscaya. Akuntansi
syariah, menurut Iwan Triyuwono dan Gaffikin dikatakan, merupakan salah satu upaya
mendokontyksi akuntansi modern ke dalam bentuk yang humanis dan sarat nilai. Tujuan
diciptakannya akuntansi syariah adalah terciptanya peradaban bisnis dengan wawasan humanis,
emansipatoris, transendental, dan teologikal. Dengan cara demikian, realitas alternatif
diharapkan akan dapat membangkitkan kesadaran diri secara penuh akan kepatuhan dan
ketundukan seseorang kepada kuasa Allah. Berkaitan dengan persoalan perubahan teori
ekuntansi, maka akuntansi akan berubah ke paradigma baru yang sejauh ini belum jelas lagi.
Dalam konteks demikian, Takatera dalam pengantarnya menyajikan dua strategi pengkajian
hakikat akuntansi sebagai berikut:
1. Jika studi akuntansi deskriptif berkembang dalam suasana terisolasi dari strategi
intelektual untuk mengubah akuntansi sekarang, hal ini akan membenarkan akuntansi
yang dulu dan sekarang bukan menginterpretasikannya. Sebaliknya jika studi akuntansi
normatif dikembangkan dalam suasana terisolir tanpa memperdulikan masyarakat dan
masalah organisasi di mana akuntansi dipraktikkan, maka hal ini akan berakibat
kegagalan percobaan sebab tidak akan berakibat kegagalan percobaan sebab tidak akan
diterima oleh masyarakat kendatipun jika ini dapat menjelaskan ‘akuntansi untuk apa
yang tidak boleh’. Kemudian adalah penting menggabungkan studi akuntansi deskriptif
dengan studi akuntansi normatif untuk memberikan pemahaman baru tentang apa
akuntansi dulu, apa akuntansi sekarang dan menciptakan apa akuntansi di masa yang
akan datang.
2. Jika akuntansi yang dimaksud adalah akuntansi “what should be” sebagai kelanjutan dari
akuntansi “what it is”, dengan jalan yang tidak akan pernah berhenti, kita tidak akan
dapat membentuk akuntnasi “what it is” walaupun kita dapat menawarkan interpretasi
baru, terhadap apa akuntansi “what it was” dan apa akuntansi sekarang (what it is).
Strategi untuk membuat isu sekarang jelas harus berhadap dengan crita akuntansi yang
akan datang, yaitu menciptakan akuntansi “what should be”. Sebagai ganti dari “what it
is” di bidang yang kita hentikan keberadaannya.
2.4 Akuntansi Syariah dalam Praktik
Kemunculan dan perkembangan lembaga keuangan Islam di Indonesia yang
sangat fenomenal, telah memicu lahirnya diskusi-diskusi serius lebih lanjut, mulai dari produk
atau jasa yang ditawarkan, pola manajemen lembaga, sampai kepada pola akuntasinya.
Menariknya akuntansi untuk dibahas, tentu karena adanya beberapa alasan. Pertama: akuntansi
selama ini dikenal sebagai alat komunikasi, atau sering diistilahkan sebagai bahasa bisnis.
Kedua: akuntansi sering diperdebatkan apakah ia netral atau tidak. Ketiga, akuntansi sangat
dipengaruhi oleh lingkungan (politik, ekonomi, budaya) di mana ia dikembangkan; dan
Keempat, akuntansi mempunyai peran sangat penting, karena apa yang dihasilkannya, bisa
menjadi sumber atau dasar legitimasi sebuah keputusan penting dan menentukan.
Pada tatanan teknis operasional, akuntansi syariah adalah instrumen yang digunakan
untuk menyediakan informasi akuntansi yang berguna bagi pihak-pihak yang berkepentingan
dalam pengambilan keputusan ekonomi. Selain dari pada itu, kita mendapatkan hal pokok lain
dalam ibadah Islam. Menurut Qadharwi ditegaskan: …..bagian ibadah Islam yang pokok itu,
adalah satu ibadah khusus yang istimewa, yang pada kenyataannya merupakan bagian dari
sistem keuangan dan ekonomi dalam pandangan Islam otulah ibadah zakat. Dalam bagian dosa
besar yang diharamkan dengan pengharaman yang sangat kuat, kita menemukan dosa besar
agama, yang tergolong ‘tulang belikat” sistem ekonomi bagi sebagian besar umat manusia, baik
dahulu maupun sekarang. Itulah riba di mana Rasulullah SAW telah melaknati para pemakannya,
pemberinya, penulisnya, dan kedua saksinya.
Dengan demikian jelas, bahwa upaya kita menemukan format teori maupun praktif
ekonomi (manajemen dan akuntansi Islam) harus dilandaskan pada Islam sebagai sesuatu yang
integral. Sebagai turunan dari uraian di atas, barangkali uraian tentang keputusan ekonomi yang
dihasilkan oleh akuntansi syariah adalah bercirikan sebagai berikut:
1. Menggunakan nilai etika sebagai dasar bangunan akuntansi
2. Memberikan arah pada, atau menstimulasi timbulnya, perilaku etis
3. Bersikap adil terhadap semua pihak,
4. Menyeimbangkan sifat egoistic dengan altruistik, dan
5. Mempunyai kepedulian terhadap lingkungan
Berdasarkan landasan dan ciri-ciri tersebut di atas, maka diharapkan akuntansi syariah
akan mempunyai bentuk yang lebih sempurna bila dibandingkan dengan akuntansi konvensional.
Sebab melalui ciri-ciri tersebut tercermin sesuatu yang sarat akan tanggung jawaban, nilai-nilai
sosial dan jelas. Sebab disadari bahwa pada tatanan yang lebih teknis, yaitu dalam bentuk
laporan keuangan, akuntansi syariah masih mencari bentuk. Di dalam tesis ini, bentuk konkrit
akuntansi syariah secara utuh belum dapat ditampilkan, sebab untuk sampai pada tataran praktik
dan bentuk laporan keuangan yang utuh memerlukan dukungan teori yang lengkap dan kuat.
Memang harus diakui, tidak banyak pemikir yang memiliki kepedulian mengembangkan
akuntansi berdasarkan nilai-nilai Islam. Beberapa pemikir yang dapat dicontohkan disini
misalnya: Gambling dan Karim (1991); Baydoun dan Willet (1994). Menurut penilaian
Gambling dan Karim, bahwa pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk membangun
akuntansi (kebanyakan) adalah dengan pendekatan.
Persamaan dan perbedaan lembaga keuangan syari’ah dan konvensional
Meskipun lembaga keuangan syariah dan lembaga keuangan konvensional memiliki
banyak perbedaan, namun tidak menutup kemungkinan tentang persamaannya. Persamaan
lembaga keuangan syari’ah dengan konvensional meliputi: (1) teknis penerimaan uang; (2)
mekanisme transfer; (3) teknologi computer yang digunakan; (4) syarat-syarat umum
memperoleh pembiayaan seperti KT, NPWP, proposal dan lain sebagainya.
Perbedaan lembaga keuangan syariah dengan konvensional meliputi: pertama, aspek akad
(transaksi) dan legalitas; Setiap lembaga keuangan syariah keuangan dalam lembaga keuangan
syariah, baik dalamhal barang, praktisi transaksi, maupun ketentuan lainnya harus memenuhi
ketentauan lembaga keuangan syariah, seperti rukun dan syaratnya. Kedua, bisnis dan usaha
yang dibiayai; terdapat saringan kehalalan, kemanfaatan dan kemaslahatan. Untuk menentukan
kehahalan, kemafaatan dan kemaslahatan dapat diidentifikasi melalui pertanyaan-pertanyaan
sebagai berikut:
a. Apakah objek pembiayaan halal atau haram?
b. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat?
c. Apakah proyek berkaitan dengan pebuatan mesum / asusila?
d. Apakah protek berkaitan dengan perjudian?
e. Apakah usaha itu berkaitan dengan industri senjata illegal atau berorientasi pada pengembangan
senjata pembunuh massal?
f. Apakah proyek dapat merugikan syi’ar Islam, baik secara langsung atau tidak langsung?
Pertanyaan-pertanyaan di atas tidak bersifat absolute. Artinya pertanyaan-pertanyaan
tersebut bisa saja bertambah seiring dengan perkembangan jaman yang ada. Hal lain yang harus
ditunjukkan oleh LKS adalah lingkungan kerja (corporate culture) yang berbeda dengan LKK.
Lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah dalam hal etika, misalnya: (a) amanah (dapat
dipercaya); (b) shiddiq (benar); (c) fathonah (cerdas dan professional); (d) tabligh (mampu
melaksanakan tugas secara team-work di mana informasi merata di seluruh fungsional
organisasi.
Lingkungan kerja dan corporate culture adalah cara berpakaian dan bertingkah laku,
misalnya rapa, sopan dan menutup aurat, lemah lembut, akhlaq yang baik menghadapi nasabah,
membudayakan senyum (bagian dari shadaqah), struktur organisasi, keharusan adanya Dewan
Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas mengawasi operasional Lembaga Keuangan Syariah dan
produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. Untuk memperjelas perbedaan LKS
dan LLK dibicarakan pada pembahasan selanjutnya. Dari uraian diatas tampak bahwa lembaga
keuangan syariah memiliki karakter yang berbeda dengan lembaga keuangan konvensional pada
umumnya, meskipun ada kesamaan dalam hal-hal tertentu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tidak menutup kemungkinan teori akuntansi syari’ah akan mengadopsi konsep-konsep
dari akuntansi modern sepanjang konsep tersebut selaras dengan nilai-nilai Islam. Secara
Implisit, konsep ini mengarahkan kita kepada pemikiran bahwa substansi lebih penting daripada
bentuk. Akuntansi Syari’ah adalah diakuinya bahwa kesejahteraan yang menjadi salah satu
aspek. Akuntansi Syari’ah tidak terbatas pada kesejahteraan materi saja, tetapi juga kesejahteraan
non-materi. Jadi, yang dimaksud dengan kesejahteraan disini adalah kesejahteraan yang utuh
(holistic welfare). Ini tentu sangat berbeda dengan teori akuntansi modern. Teori akuntansi
modern hanya berorientasi pada kesejahteraan materi.
Dari segi metodologi, akuntansi memiliki dua metodologi yang biasa digunakan untuk
perumusan suatu teori akuntansi, yaitu Teori Akuntansi Deskriptif dan Teori Akuntansi
Normatif.
Ada banyak teori yang berkaitan dengan akuntansi syari’ah yaitu teori kepemilikan, teori
kekayaan , dan fund theory.
Dalam prakteknya, kemunculan dan perkembangan lembaga keuangan Islam di Indonesia
yang sangat fenomenal memncing diskusi lebih lanjut mulai dari produk atau jasa yang
ditawarkan, pola manajemen lembaga, sampai kepada pola akuntansinya.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Muhammad, M.Ag.,Pengantar Akuntansi Syari’ah. Salemba Empat, Jakarta, 2002.
_________________, Pengantar Akuntansi Syari’ah Edisi 2, Salemba Empat, Jakarta, 2004.
Triyuwono Iwan, Perspektif, Metolodologi dan Teori Akuntansi Syari’ah, Raja Granfindo Persada, Jakarta, 2006.
http://alkspoliban.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=71:akuntansi-syariah-
vs-akuntansi-konvensional&catid=46:artikel&Itemid=116
Top Related