Download - LP Stigmatima

Transcript

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN ASTIGMATISMA

Oleh

Rima Dewi Asmarini, S.KepNIM 102311101015

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS (P3N)PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER2014

LAPORAN PENDAHULUANASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN ASTIGMATISMAOleh: Rima Dewi Asmarini, S.Kep/NIM 102311101015

1. Anatomi dan Fisiologi Mata

Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima

rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, lalu dengan perantaraan

serabut-serabut nervus optikus, mengalihkan rangsangan ini ke pusat

penglihatan pada otak, untuk ditafsirkan. Adapun anatomi organ

penglihatan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu:

a. Adeneksa mata

Merupakan jaringan pendukung mata yang terdiri dari:

1) Kelopak mata, berfungsi melindungi mata dan berkedip serta untuk

melicinkan dan membasahi mata.

2) Konjungtiva, adalah membran tipis yang melapisi dan melindungi

bola mata bagian luar. Permukaan dalam kelopak mata disebut

konjungtiva palpebra, merupakan lapisan mukosa. Bagian yang

membelok dan kemudian melekat pada bola mata disebut

konjungtiva bulbi. Pada konjungtiva ini banyak sekali kelenjar-

kelenjar limfe dan pembuluh darah.

3) Sistem saluran air mata (Lakrimal) yang menghasilkan cairan air

mata, dimana terletak pada pinggir luar dari alis mata.

4) Rongga orbita merupakan rongga tempat bola mata yang

dilindungi oleh tulang-tulang yang kokoh.

5) Otot-otot bola mata masing-masing bola mata mempunyai 6

(enam) buah otot yang berfungsi menggerakkan kedua bola mata

secara terkoordinasi pada saat melirik. Otot-otot tersebut antara

lain: Muskulus levator palpebralis superior inferior, Muskulus

orbikularis okuli otot lingkar mata, Muskulus rektus okuli inferior

(otot disekitar mata),Muskulus rektus okuli medial (otot disekitar

mata), Muskulus obliques okuli inferior, dan Muskulus obliques

okuli superior. (Perdami, 2005).

b. Bola mata

1) Kornea

Kornea merupakan selaput yang tembus cahaya, melalui kornea

kita dapat melihat membran pupil dan iris. Penampang kornea

lebih tebal dari sklera, terdiri dari 5 lapisan epitel kornea, 2 lamina

elastika anterior (bowmen, 3 substansi propia, 4 lamina elastika

posterior, dan 5 endotelium. Kornea tidak mengandung pembuluh

darah peralihan, antara kornea ke sklera disebut selero corneal

junction. Kornea juga merupakan jalan masuk cahaya pada mata

dengan menempatkannya pada retina.

2) Sklera

Sklera merupakan selaput jaringan ikat yang kuat dan berada pada

lapisan terluar mata yang berwarna putih. Sebagian besar sklera

dibangun oleh jaringan fibrosa yang elastis. Bagian depan sklera

tertutup oleh kantong konjungtiva.

3) Koroid

Koroid adalah lapisan yang dibangun oleh jaringan ikat yang

memiliki banyak pembuluh darah dan sejumlah sel pigmen.

Letaknya disebelah dalam sklera. Dibagian depan mata, lapisan

koroid memisahkan diri dari sklera membentuk iris yang tengahnya

berlubang.

4) Iris (Pupil)

Iris merupakan diafragma yang terletak diantara kornea dan mata.

Pada iris terdapat dua perangkat otot polos yang tersusun sirkuler

dan radial. Ketika mata berakomodasi untuk melihat benda yang

dekat atau cahaya yang terang otot sirkuler berakomodasi sehingga

pupil mengecil, begitu pula sebaiknya.

5) Lensa

Lensa berada tepat dibelakang iris dan tergantung pada ligamen

suspensori. Bentuk lensa dapat berubah-ubah, diatur oleh otot

siliaris ruang yang terletak diantara lensa mata dan retina disebut

ruang viretus, berisi cairan yang lebih kental(humor viterus), yang

bersama dengan humor akueus berperandalam memelihara bentuk

bola mata.

6) Retina

Retina merupakan lapisan bagian dalam yang sangat halus dan

sangat sensitif terhadap cahaya. Pada retina terdapat

reseptor(fotoreseptor). Fotoreseptor berhubungan dengan badan

sel-sel saraf yang serabutnya membentuk urat saraf optik yang

memanjang sampai ke otot. Bagian lapisan retina yang dilewati

berkas urat saraf yang menuju ke otot tidak memiliki reseptor dan

tidak peka terhadap sinar. Apabila sinar mencapai bagian ini kita

tidak dapat mengenali cahaya. Oleh karena itu, daerah ini disebut

bintik buta. Pada bagian retina, terdapat sel batang berjumlah

sekitar 125 juta buah dalam setiap mata. Sel batang sangat peka

terhadap intensitas cahaya rendah, tetapi tidak mampu

membedakan warna. Oleh karena itu kita mampu melihat dimalam

hari tetapi yang terlihat hanya warna hitam dan putih saja.

Bayangan yang dihasilkan dari sel ini tidak tajam. Sel kerucut

jumlahnya sekitar 5 juta pada setiap mata. Sel kerucut sangat peka

terhadap intensitas cahaya tinggi sehingga berperan untuk

penglihatan siang hari dan untuk membedakan warna.

7) Vitreous Humor (Humor Bening)

Badan bening ini terletak dibelakang lensa. Bentuknya berupa zat

transparan seperti jeli (agar-agar) yang jernih. Zat ini mengisi pada

mata dan membuat bola mata membulat.

8) Aqueous Humor (Humor Berair)

Aquaeous humor atau cairan berair terdapat dibalik kornea.

Strukturnya sama dengan cairan sel, mengandung nutrisi bagi

kornea dan dapat melakukan difusi gas dengan udara luar melalui

kornea.

Gelombang cahaya dari benda yang diamati memasuki mata melalui lensa

mata dan kemudian jatuh ke retina kemudian disalurkan sampai mencapai

otak melalui saaf optikus, sehingga mata secara terus menerus

menyesuaikan untuk melihat suatu benda (Suyatno, 1995). Iris bekeja

sebagai diafragma, mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk ke

dalam pupil. Pada keadaan gelap pupil membesar dan pada suasana terang

pupil akan mengecil. Mekanisme tersebut berjalan secara otomatis, jadi di

luar kesadaran kita. Pada saat yang sama ajakan saraf yang lainnya masuk

lebih jauh ke dalam otak dan mencapai korteks sehingga memasuki saraf

kesadaran. Sistem yang terdiri dari mata dan alur saraf yang mempunyai

peranan penting dalam melihat di subut alat visual. Mata mengendalikan

lebih dari 90 % dari kegiatan sehari-hari. Dalam hampir semua jabatan

visual ini memainkan peranan yang menentukan. Organ visual ikut

bertanggung jawab atas timbulnya gejala kelelahan umum.

2. Definisi Astigmatisma

Astigmatisma adalah sebuah gejala penyimpangan dalam pembentukkan

bayangan pada lensa, hal ini disebabkan oleh cacat lensa yang tidak dapat

memberikan gambaran/bayangan garis vertikal dengan horizotal secara

bersamaan, cacat mata ini dering di sebut juga mata silinder. Astigmatisme

adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau lensa

pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak

difokuskan pada satu titik.

Pada astigmatisma, mata menghasilkan suatu bayangan dengan titik atau

garis fokus multiple, dimana berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik

dengan tajam pada retina akan tetapi pada 2 garis titik api yang saling

tegak lurus yang terjadi akibat kelainan kelengkungan di kornea.

(American Academy of Opthlmology, Section 5, 2009-2010).

3. Klasifikasi Astigmatisma

Astigmatisma dibagi menjadi dua macam yaitu sebagai berikut (Ilyas,

2009):

a. Astigmatisma reguler, yaitu astigmat yang memperlihatkan kekuatan 

pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari

satu meridian meridian berikutnya. Berdasarkan axis dan sudut yang

dibentuk antara dua principal meridian, regular astigmatisma dapat

dibagi dalam 3 bentuk, yaitu:

1) Horizontal-vertikal astigmatism

Astigmatisma ini merupakan dua meridian yang membentuk sudut

satu sama lain secara horizontal (180o±20o) atau vertical (90o±20o)

astigmatisma ini terbagi atas 2 jenis :

a) With-in-the-rule astigmatism. Dimana meridian vertical

mempunyai kurvatura yang lebih kuat (melengkung) dari

meridian horizontal. Disebut with the rule karena mempunyai

kesamaan dengan kondisi normal mata mempunyai kurvatura

vertical lebih besar oleh karena penekanan oleh kelopak mata.

Astigmatisma ini dapat dikoreksi –axis 1800 atau +axis 900

b) Against-the rule astigmatism. Suatu kondisi dimana meridian

horizontal mempunyai kurvatura yang lebih kuat (melengkung)

dari meridian vertical. Astigmatisma jenis ini dapat dikoreksi

dengan +axis 180 0 atau -axis 90 0

2) Oblique astigmatism

Merupakan suatu astigmatisma regular dimana kedua principle

meridian tidak pada meridian horizontal atau vertical. Principal

meridian terletak lebih dari 20o dari meridian vertical atau

horizontal

3) Biobligue astigmatism

Suatu kondisi dimana kedua principle meridian tidak membentuk

sudut satu sama lain

b. Astigmatisma ireguler, yaitu astigmatisma yang terjadi tidak

mempunyai dua meridian yang  saling tegak lurus. Astigmatisma

ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian yang

sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Astigmatisma

ireguler terjadi akibat infeksi kornea,trauma dan distrofi atau akibat

selaput bening. Suatu keadaan refraksi dimana setiap meridian

mempunyai perbedaan refraksi yang tidak teratur bahkan kadang-

kadang mempunyai perbedaan pada meridian yang sama. Principle

meridian tidak tegak lurus satu dengan lainnya. Biasanya astigmatisma

irregular ini dikoreksi dengan lensa kontak kaku.

4. Etiologi

Penyebab umum astigmatisma adalah kelainan bentuk kornea. Lensa

kristalina juga dapat berperan untuk timbulnya astigmatisma (Vaughan,

2009). Astigmatisma paling sering disebabkan oleh terlalu besarnya

lengkung kornea pada salah satu bidangnya (Guyton et al, 1997).

Astigmatisma pasca operasi katarak dapat terjadi bila jahitan terlalu erat

(James et al,2003) (James B,2006) (Fitriani, 2002).

Astigmatisma terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan

kornea.Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau

sferis yang di dalam perkembangannya terjadi keadaan apa yang disebut

astigmatism with the rule (astigmat lazim) yang berarti kelengkungan

kornea pada bidang vertikal bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya

lebih pendek dibanding jari-jari kelengkungan kornea di bidang horizontal.

Astigmatisme juga sering disebabkan oleh adanya selaput bening yang

tidak teratur dan lengkung kornea yang terlalu besar pada salah satu

bidangnya. Permukaan lensa yang berbentuk bulat telur pada sisi

datangnya cahaya, merupakan contoh dari lensa astigmatis.

5. Patofisiologi

Pada mata normal, permukaan kornea yang melengkung teratur akan

memfokuskan sinar pada satu titik. Pada astigmatisma, pembiasan sinar

tidak difokuskan pada satu titik. Sinar pada astigmatisma dibiaskan tidak

sama pada semua arah sehingga pada retina tidak didapatkan satu titik

fokus pembiasan. Sebagian sinar dapat terfokus pada bagian depan retina

sedang sebagian sinar lain difokuskan di belakang retina (American

Academy of Opthalmology Section 5, 2009-2010).

Jatuhnya fokus sinar dapat dibagi menjadi 5 (Ilyas dkk, 2002), yaitu :

a) Astigmaticus miopicus compositus, dimana 2 titik jatuh didepan retina

b) Astigmaticus hipermetropicus compositus, dimana 2 titik jatuh di

belakang retina

c) Astigmaticus miopicus simplex, dimana 2 titik masing-masing jatuh di

depan retina dan satunya tepat pada retina

d) Astigmaticus hipermetropicus simplex, dimana 2 titik masing-masing

jatuh di belakang retina dan satunya tepat pada retina

e) Astigmaticus mixtus, dimana 2 titik masing-masing jatuh didepan

retina dan belakang retina

Mata seseorang secara alami berbentuk bulat. Dalam keadaan normal,

ketika cahaya memasuki mata, itu dibiaskan merata, menciptakan

pandangan yang jelas objek. Astigmatisma terjadi akibat kelainan

kelengkungan permukaan kornea .Bayi yang baru lahir biasanya

mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di dalam perkembangannya

terjadi keadaan apa yang disebut astigmatisme with the rule (astigmat

lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang vertikal bertambah

atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-jari

kelengkungan kornea di bidang horizontal. Mata seseorang dengan

Silindris berbentuk lebih mirip sepak bola atau bagian belakang sendok.

Untuk orang ini, ketika cahaya memasuki mata itu dibiaskan lebih dalam

satu arah daripada yang lain, sehingga hanya bagian dari obyek yang akan

fokus pada satu waktu. Objek pada jarak pun dapat muncul buram dan

bergelombang.

Pada kelainan mata astigmatisma, bola mata berbentuk ellips atau lonjong,

seperti bola rugby, sehingga sinar yang masuk ke dalam mata tidak akan

bertemu di satu titik retina. Sinar akan dibiaskan tersebar di retina. Hal ini

akan menyebabkan pandangan menjadi kabur, tidak jelas, berbayang, baik

pada saat untuk melihat jarak jauh maupun dekat.

6. Tanda dan gejala

Pada nilai koreksi astigmatisma kecil, hanya terasa pandangan kabur. Tapi

terkadang pada astigmatisma yang tidak dikoreksi, menyebabkan sakit

kepala atau kelelahan mata, dan mengaburkan pandangan ke segala arah.

Pada anak-anak, keadaan ini sebagian besar tidak diketahui, oleh karena

mereka tidak menyadari dan tidak mau mengeluh tentang kaburnya

pandangan mereka (Waluyo, 2007).

a. Gangguan penglihatan/ketajaman penglihatan

b. Keteganga pada mata

c. Kelelahan pada mata

d. Pandangan berbayang serta kabur

e. Mata berair

f. Fotofobia

7. Komplikasi

Komplikasi dari adanya astigmatisma ini dapat menimbulkan Myopia

(Rabun jauh) maupun Hypermetropia (Rabun dekat). Myopia disebabkan

oleh  lensa mata terlalu cembung atau bola mata terlalu panjang sehingga

bayangan benda jatuh di depan retina. Myopia dapat  ditolong dengan

lensa cekung(divergen/negatif). Hypermetropia disebkan oleh karena lensa

mata tidak dapat mencembung atau bola mata terlalu pendek sehingga

bayangan benda jatuh di belakang retina. Hypermetropia dapat  ditolong

dengan lensa cembung(konvergen/positif).

8. Penatalaksanaan

Astigmatisme dapat dikoreksi dengan memberikan lensa silinder. sering

kali dikombinasi dengan lensa sferis. Karena tak mampu beradaptasi

terhadap distorsi penglihatan yang disebabkan oleh kelainan astigmatisma

yang tidak terkoreksi. Seseorang dapat mengalami kombinasi kelainan

astrigmatisma dengan rabun jauh (myopia) atau rabun dekat

(hypermetropia).

9. Pemeriksaan

Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka dengan

mempergunakan keratometer, maka derajat astigmatisma dapat diketahui

(Istiantoro S, Johan AH, 2004).

Keratometer adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur jari-

jari kelengkungan kornea anterior. Perubahan astigmatisma kornea

dapat diketahui dengan mengukur jari jari kelengkungan kornea

anterior, meridian vertical dan horizontal, sebelum dan sesudah

operasi. Evaluasi rutin kurvatura kornea preoperasi dan postoperasi

membantu ahli bedah untuk mengevaluasi pengaruh tehnik incisi dan

penjahitan terhadap astigmatisma. Dengan mengetahui ini seorang ahli

bedah dapat meminimalkan astigmatisma yang timbul karena

pembedahan. Perlu diketahui juga bahwa astigmatisma yang didapat pada

hasil keratometer lebih besar daripada koreksi kacamata silinder yang

dibutuhkan (Istiantoro S, Johan AH, 2004).

Cara obyektif semua kelainan refraksi, termasuk astigmatisma dapat

ditentukan dengan skiaskopi, retinoskopi garis (streak retinoscopy), dan

refraktometri (Langston, Deborah pavan, 1996).

PATHWAYS

Kelainan refraksi pada permukaan kornea mataMata berbentuk elips/lonjong

Sinar yang masuk tidak bertemu di satu titik retina

Pandangan menjadi kabur/tidak jelas/berbayang

AnsietasMerupakan stresor

psikologis

Kurang pengetahuan tentang penyakitnya

Perubahan status kesehatan

Resiko trauma

Penurunan penglihatan

Menghalangi proses penglihatan

Keterbatasan Penglihatan

Infeksi mikroorganisme

Proses peradangan

Kurang perawatan

Resti infeksi

Pengeluaran mediator kimia

Merangsang ujung2 saraf sekitar

Nyeri

Gangguan keseimbangan tubuh

ADL terganggu

Keterbatasan aktifitas tubuh

Perubahan bentuk tubuh

Gangguan persepsi sensori : visual

Gangguan citra : tubuh

Ketidakmampuan memfokuskan bayangan

Self care deficit

Astigmatisme Reguler Astigmatisme Inreguler

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Data yang perlu dikaji

Riwayat oftalmik

Sebelum melakukan pengkajian fisik mata, perawat harus mendapatkan

riwayat oftalmik, medis, dan terapi pasien, dimana semuanya dapat saja

berperan dalam kondisi oftalmik sekarang. Informasi yang harus diperoleh

meliputi informasi mengenai penurunan tajam penglihatan dan upaya

keamanan dan tergantung pada alasan melakukan pemeriksaan oftalmik.

Riwayat keadaan oftalmik sangat penting saat mengumpulkan data dasar.

Kita harus menyelidiki setiap riwayat kelainan mata, seperti pandangan

kabur, objek tidak begitu jelas,  pandangan berbayang, baik pada saat

untuk melihat jarak jauh maupun dekat.

Ringkasan riwayat oftalmik bagi setiap pasien harus meliputi pertanyaan

berikut

Kapan sakit mata mulai dirasakan

Apakah gangguan penglihatan ini mempengaruhi ketajaman penglihatan.

Bagaimana gangguan penglihatan terjadi ( perlahan/tiba-tiba ).

Apakah pasien merasakan ada perubahan dalam matanya ( kemerahan,

bengkak, berair ).

Apakah perubahan yang terjadi sama pada kedua matanya .

Apakah pasien sedang berobat tertentu ( sebutkan ) dan sudah berapa lama

menggunakannya.

Apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit serupa .

Apakah pasien menderita : Hipertensi, DM

Aapkah ada kerusakan melihat waktu senja.

Riwayat psikososial

Daerah pengkajian penting lainnya meliputi psikologis, demografis, dan

keprihatinan lingkungan rumah.

2. Diagnosa keperawatan

a. Gangguan presepsi sensori berhubungan dengan

b. Risiko trauma berhubungan dengan penglihatan menurun

c. Self care defisit berhubungan dengan penurunan kemampuan

fungsi penglihatan

Rencana Asuhan Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

Gangguan persepsi sensori (visual) berhubungan dengan

NOC : Anxiety Control (1402)Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 60 menit pasien akan dapat mengatasi masalah sensorisnya

NIC : Peningkatan komunikasi : defisit penglihatan Intervensi: 1. Catat reaksi pasien

terhadap rusaknya penglihatan (misal, depresi, menarik diri, dan menolak kenyataan)

2. Menerima reaksi  pasien terhadap rusaknya penglihatan

3. Andalkan  penglihatan pasien yang tersisa sebagaimana mestinya

4. Sediakan kaca  pembesar atau kacamata prisma sewajarnya untuk membaca

5. Sediakan bahan  bacaan Braille, sebagaimana perlunya

6. Bacakan surat, koran, dan informasi lainnya

Risiko trauma berhubungn dengan penglihatan menurun

NOC :a. Knowledge : Personal

Safetyb. Safety Behavior : Fall

Preventionc. Safety Behavior : Fall

occuranced. Safety Behavior :

Physical Injury

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 60 menit klien tidak mengalami trauma dengan kriteria hasil: pasien terbebas dari trauma fisik

Manajemen lingkungan 1. Sediakan lingkungan yang

aman bagi pasien 2. Identifiksi kebutuhan

keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien

3. hindari lingkungan yang berbahaya

4. pasang siderail tempat tidur 5. sediakan tempat tidur yang

nyaman dan bersih6. tempatkan saklar lampu di

tempat yang mudah

dijangkau pasien 7. batasi pengunjung 8. berikan penerangan yang

cukup 9. Anjurkan keluarga

menemani pasien 10. Kontrol lingkungan dari

kebisingan 11. Pindahkan barang-barang

yang dapat membahayakan12. Berikan penjelasan pada

pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit

Self care deficit berhubungan dengan penurunan kemampuan fungsi peglihatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 60menitpasien dapat melakukan kebersihan diri dengan indikator pasien dapat : a. Mencuci tanganb. Membersihkan area

perineac. Membersihkan telinga d. Menjaga oral hygienee. Menjaga kebersihan

hidung

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 60 menit pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri dengan indikator pasien dapat :

a. makan b. berpakaianc. toileting d. mandi e. hygiene f. oral hygieneg. Ambulasi : berjalan

Self-care assistance: adl (mandi, makan, berpakaian, toileting) Intervensi: 1. monitor kemampuan klien

untuk perawatan diri yang mandiri

2. monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting dan makan

3. sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk melakukan self-carae

4. dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki

5. dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukanya

6. ajarkan klien/keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukanya

7. berikan aktivitas rutin

sehari-hari sesuai dengan kemampuannya

8. Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari

DAFTAR PUSTAKA

Perdami. 2005. Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan

Kebutaan (PGPK) Untuk Mencapai Vision 2020. Jakarta: DEPKES RI

American Academy Of Ophthalmology. Fundamentals and Principles of

Ophthalmology. Basic and Clinical Science Course. Section 2. 2009-2010:

97- 99

Ilyas Sidarta. 2009. Kedaruratan Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Cetakan

ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.hal 81-83.

Khurana, 2009. Diseases of the Conjunctiva. In:, Khurana KA, editors.

Comprehensive Ophthalmology 4th ed. New Delhi: New Age.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3.

Jakarta: EGC

Carpenito, L.J., 1995. Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.

Doenges, M.E., Moorhouse, M.F., Geisserler, A.C., 2000. Rencana Asuhan

Keperawatan, EGC, Jakarta.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Komite Medik RS Sardjito, 2000. Standar Pelayanan Medis, Medika FK UGM,

Yogyakarta.

Marlyn E. Doenges, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second

Edition. New Jersey: Upper Saddle River

McCloskey, J.C., Bilechek, G.M., 1996, Nursing Interventions Classification.

Mosby-Year Book, St.Louis.

Patrick Davay, 2002, At A Glance Medicine, Jakarta, EMS

Price, Sylvia A, Lorraine. Patofiiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.

Edisi : 6, volume :2. 2005. Jakarta : EGC. 1311-22.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.

Jakarta: Prima Medika

Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi :2. Jakarta : EGC. 2008. 795-800