Download - Long Case Tetanus

Transcript

Long Case

SEORANG ANAK DENGAN TETANUS

DAN STATUS GIZI BAIK

Diajukan untuk

Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat

Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Di RSUD dr. H. Soewondo Kendal

Disusun oleh:

Tuti Aulia Ulil Latif

01.206.5314

Pembimbing:

dr. Rivai Koesen, Sp. A

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2013

HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Tuti Aulia Ulil Latif

NIM : 01.206.5314

Fakultas : Kedokteran Umum

Judul : Laporan Kasus Panjang Seorang Anak Dengan Tetanus dan Status Gizi

Baik

Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Pembimbing : dr. Rivai Koesen, Sp. A

Kendal, 12 September 2013

Pembimbing Penulis

dr. Rivai Koesen, Sp. A Tuti Aulia Ulil Latif

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : An. FF

Umur : 6 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Wonorejo RT 1/RW 7, Kaliwungu, Kendal

Agama : Islam

No. CM : 426337

Bangsal : Dahlia

Tanggal Masuk RS : 20 Agustus 2013

IDENTITAS ORANG TUA

Nama Ayah : Tn. A Nama Ibu : Ny. S

Umur : 46 tahun Umur : 45 tahun

Pekerjaan : Buruh Pekerjaan : Buruh

B. DATA DASAR

1. Anamnesis (Alloanamnesis)

Alloanamnesis dengan Ayah dan Ibu penderita tanggal 20 Agustus 2013 pukul 14.00

WIB di bangsal Dahlia.

Keluhan Utama :

a. Riwayat Penyakit Sekarang : Kaku seluruh badan

Pasien dibawa ke RS dengan keluhan seluruh badan kaku, sulit membuka

mulut, wajah, punggung dan perut kaku dan datar semenjak 3 jam yang lalu.

Demam (+), batuk (-), pilek (-), mual (-), muntah (-), sesak (-), kejang (-), nafsu

makan dan minum menurun, BAK (+), BAB (-).

2 hari SMRS pasien mengeluh gigi nya terasa nyeri sehingga pasien sulit

makan dan minum. Pasien juga mengeluh demam, demam dirasakan terus

menerus.

± 15 hari SMRS pasien mengeluh terdapat 2 bisul di kepala sebelah kiri.

Namun, bisul tersebut hanya dibiarkan tidak diberi pengobatan sehingga salah

satu bisul pecah dan keluar nanah serta darah.

b. Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat kejang : disangkal

- Riwayat trauma kepala : disangkal

- Riwayat luka tusuk : disangkal

- Pasien belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga penderita yang mengalami seperti ini.

d. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah anak keempat dari empat bersaudara. Pasien tinggal bersama ayah,

ibu, dan tiga orang saudaranya. Ayah dan ibu penderita bekerja sebagai buruh pabrik.

Biaya pengobatan menggunakan Jamkesmas. Kesan : Sosial ekonomi kurang

e. Riwayat pemeliharaan prenatal

1. Pemeriksaan kehamilan : teratur, 1x/bulan selama kehamilan di bidan sampai

bulan 6. bulan 7-8-9 melakukan pemeriksaan 2x sebulan dibidan.

2. Pendarahan dan penyakit kehamilan : disangkal.

3. Obat diminum selama kehamilan :vitamin dan tablet besi

4. Riwayat suntik tetanus kehamilan

Kesan: pemeliharaan prenatal baik

f. Riwayat kelahiran

Persalinan : Lahir spontan di Rumah Sakit ditolong dokter Kandungan

Usia dalam kandungan : 9 bulan

Berat badan lahir : 2600 gram

Panjang badan : -

g. Riwayat Imunisasi

Imunisasi dilakukan sebanyak 3 kali yaitu 2 kali saat pasien baru lahir, dan 1 kali

saat usia 1 bulan. Setelah itu tidak dilakukan imunisasi yang lain. Kesan : Imunisasi

dasar tidak lengkap

h. Riwayat Gizi

ASI : Diberikan sejak lahir sampai usia 1,5 tahun

Susu formula : Diberikan susu formula sejak usia 5 bulan

MP ASI : Makanan pendamping ASI diberikan sejak usia 6 bulan

Nasi tim : Diberikan nasi tim saring sejak usia 8 bulan

Nasi : Diberikan nasi sejak usia 1 tahun – sekarang

Kesan : MP ASI diberikan sesuai usia

ASI Ekslusif diberikan 5 bulan

Nasi diberikan usia 1 tahun – sekarang

Status Gizi menurut Z-score

Berat Badan : 16 kg

Tinggi badan : 116 cm

Usia : 6 tahun 

WAZ (BB/U) = 16 – 19,5 = - 1.59 ( Gizi baik)

2,2

HAZ (TB/U) = 116 – 114,6 = 0,28 (Normal)

4,2

WHZ (BB/TB) = 16 – 20,3 = - 2.3 (Kurus)

1,8

Kesan : Status gizi baik, perawakan kurus

i. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan anak

Pertumbuhan :

Berat badan lahir 2600 gram, panjang badan lahir ibu mengaku lupa, berat badan

sekarang 16 kg, panjang badan 160 cm

Perkembangan :

Usia 2 bulan : Tersenyum

Usia 3 bulan : Memiringkan badan

Usia 4 bulan : Tengkurap, memperhatikan mainan dan merespon suara

Usia 6 bulan : Duduk dengan dibantu

Usia 7 bulan : Duduk tanpa di bantu, merangkak

Usia 11 bulan : Berjalan

Usia 18-24 bulan : Menyusun 2 kata, belajar makan sendiri,

memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lain

Usia 3 tahun : Dapat mengutarakan keinginan, coret-coret

Usia 4 tahun : Menulis beberapa huruf, mengenal warna,

bermain dengan teman seusianya, sedikit pemalu

Kesan : Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan anak dalam batas normal

sesuai usia

2. Pemeriksaan Fisik

Tanggal 20 Agustus 2013 pukul 14.00 WIB (di bangsal Dahlia)

Status Present

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 6 tahun

Berat badan : 16 kg

Panjang badan : 160 cm

Tanda vital : HR = 120 x/menit

RR = 40 x/menit

T = 38,5 oC

KU/Kesadaran : Kaku seluruh badan

Kepala : Mesosephal, bentuk dan ukuran normal

Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Mata : Conjungtiva palpebra anemis (-/-),sklera ikterik (-/-), kornea jernih,

pupil bulat, isokor, refleks pupil (+/+), reflek kornea (+/+), refle

bulu mata (+/+)

Mulut : Bibir kering (-), sianosis (-), karies dentis (+) gigi molar II kanan

bawah, trismus (+)

Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-), kaku kuduk (+)

Telinga : Bentuk normal, simetris, discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-/-),

nyeri tarik (-/-), tidak bengkak

Hidung : Simetris, nafas cuping (-),sekret (-/-), epistaksis(-/-), hiperemis (-/-)

Jantung

Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak

Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga IV, linea medioclavikula sinistra, tidak

kuat angkat, tidak melebar

Perkusi : Redup

Batas atas : ICS II linea parasternal kiri

Pinggang : ICS III linea parasternal kiri

Batas kiri bawah : ICS IV linea midclavicularis kiri

Batas kanan : ICS IV linea sternalis kanan

Auskultasi : Suara jantung I dan II normal, Suara tambahan (-)

Paru-paru

Inspeksi : Simetris, dalam keadaan statis dan dinamis, tidak ada retraksi

Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri sama

Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi : Suara dasar vesikuler

Suara tambahan : Wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Peristaltik normal

Palpasi : Teraba seperti papan, nyeri tekan (-), turgor cukup, hepar tidak teraba

(dalam batas normal), lien tidak teraba (dalam batas normal),

epistotonus (+)

Perkusi : Timpani

Genital : tidak ada kelainan

Ekstremitas

Superior Inferior

Sianosis -/- -/-

Akral dingin -/- -/-

Capillary refill < 2″ < 2″

Gerakan Terbatas Terbatas

Turgor Cukup Cukup

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah rutin ( 20 Agustus 2013 )

Hasil N

Leukosit 30.000 /uL 4.000 – 11.000 /Ul

Hemoglobin 11,3 g/dL 11 – 16 g/dL

Eritrosit 4,07 x 106 /uL 3,5 – 5,5 x 106 /uL

Hematokrit 33 % 37 – 54 %

Natrium 141,3 mmol/L 135 – 148 mmol/L

Kalium 5,24 mmol/L 3,5 – 5,3mmol/L

Calcium 1,45 mmol/L 1,13 – 1,31 mmol/L

Widal O 1/160

Widal H 1/160

Widal PA 1/320

C. Resume Riwayat penyakit sekarang

Pasien dibawa ke RS dengan keluhan seluruh badan kaku, sulit membuka mulut, wajah,

punggung dan perut kaku dan datar semenjak 3 jam yang lalu. Demam (+), nafsu makan dan

minum menurun, BAK (+), BAB (-).

2 hari SMRS pasien mengeluh gigi nya terasa nyeri sehingga pasien sulit makan dan

minum. Pasien juga mengeluh demam, demam dirasakan terus menerus.

± 15 hari SMRS pasien mengeluh terdapat 2 bisul di kepala sebelah kiri. Namun, bisul

tersebut hanya dibiarkan tidak diberi pengobatan sehingga salah satu bisul pecah dan keluar

nanah serta darah.

Riwayat penyakit dahulu : Pasien belum pernah sakit seperti ini

Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama

Riwayat Sosial Ekonomi : Kesan sosial ekonomi kurang

Riwayat pemeliharaan prenatal : Kesan pemeliharaan prenatal baik

Riwayat kelahiran : Lahir spontan di RS ditolong dokter kandungan

Riwayat Imunisasi : Imunisasi dasar kurang lengkap

Riwayat Gizi

ASI : Diberikan sejak lahir sampai usia 1,5 tahun.

Status Gizi menurut Z-score

Kesan : Status gizi baik dengan perawakan kurus

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan anak

Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan sesuai umur

Pemeriksaan Fisik

Tanggal 20 Agustus 2013 pukul 14.00 WIB (di bangsal Dahlia )

KU/Kesadaran : Kaku seluruh tubuh / Composmentis

Mata : pupil bulat, isokor, refleks pupil (+/+), reflek kornea (+/+), reflek

bulu mata (+/+)

Telinga : Bentuk normal, simetris, discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-/-),

nyeri tarik (-/-), tidak bengkak

Hidung : simetris, nafas cuping ( - ), lendir +/+

Mulut : bibir kering ( - ), sianosis ( - ), karies (+), trismus (+)

Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-), kaku kuduk (+)

Jantung : Dalam batas normal

Paru-paru : Dalam batas normal

Abdomen : Dalam batas normal

Genital : Tidak ada kelainan

Ekstremitas : Gerakan terbatas

D. DIAGNOSA BANDING

- Tetanus

- Sepsis

- Meningitis

- Status gizi baik

E. DIAGNOSA SEMENTARA

Tetanus dengan sepsis dan status gizi baik

F. RENCANA PEMECAHAN MASALAH

TETANUS

Ip Dx:

- Pemeriksaan darah lengkap

Ip Tx:

I. O2 2 L/menit

II. Infus RL 18 tpm

III. - Inj. Cefotaxime 3 x 500 mg

- Inj. Dexametason 3 x 5 mg

- Inj. Ranitidin 2 x ½ amp

IV. Pamol supp 160 mg

V. Diit oral

VI. Tetagam 4 amp (i.m)

1 lengan kanan

1 lengan kiri

1 kaki kanan

1 kaki kiri

Ip Mx:

- Monitor KU dan tanda vital

- Monitor perjalanan penyakit

Ip Ex:

- Tirah Baring

- Edukasi agar menjaga asupan makanan

- Edukasi agar menjaga hygienis lingkungan oral

- Menjaga stamina tubuh

- Edukasi agar memberi perawatan yang benar apabila mengalami luka

G. PERJALANAN PENYAKIT

Hari ke-1 Perawatan Hari ke-2 Perawatan

Tgl: 20-08-2013 21-8- 2013

Kel: Kaku seluruh badan (+)

Demam (+)

Gigi nyeri (+)

BAB/BAK (+/+)

Kaku seluruh badan (+)

Kejang (+)

Demam (+)

Gigi nyeri (+)

BAB/BAK (+/+)

KU: Lemah, CM Lemah, CM

TTV

- N

- RR

- T

120 x/mnt

40 x/mnt

38,5oC

125 x/mnt

40 x/mnt

37,7 oC

pp Lekosit : 30/uL

Hb :11,3 mg/dL

Ht : 33 %

Trombosit : 418 rb

Widal O : 1/160

Widal H : 1/160

Widal PA : 1/320

Natrium : 141,3 mmol/L

Kalium : 5,24 mmol/L

Calsium 1,45 mmol/L

Ass Tetanus dengan sepsis Tetanus dengan sepsis

Tx I. O2 2 L/menit I. O2 2 L/menit

II. Infus RL 18 tpm

III. Inj. Cefotaxime 3 x 500 mg

Inj. Dexametason 3 x 5 mg

Inj. Ranitidin 2 x ½ amp

IV. Pamol supp 160 mg

V. Diit oral

VI. Tetagam 4 amp (i.m)

1 lengan kanan

1 lengan kiri

1 kaki kanan

1 kaki kiri

II. Infus RL 18 tpm

III. Inj. Cefotaxime 3 x 500 mg

Inj. Dexametason 3 x 5 mg

Inj. Ranitidin 2 x ½ amp

I. Oral :

Diazepam 2 x 10 mg

V. Pamol supp 160 mg

VI. Diit oral

VII. Tetagam 4 amp (i.m)

1 lengan kanan

1 lengan kiri

1 kaki kanan

1 kaki

VIII. Metronidazol 50 cc 15 tpm tiap

6-8 jam

H. PROGNOSA

Qua ad vitam : dubia ad bonam

Qua ad sanam : dubia ad bonam

Qua ad fungsionam : dubia ad bonam

BAB II

PEMBAHASAN

Pendahuluan

Tetanus merupakan penyakit yang sering ditemukan, dimana masih terjadi di masyarakat

terutama masyarakat kelas menengah ke bawah. Di RSU Dr. Soetomo sebagian besar pasien

tetanus berusia > 3 tahun dan < 1 minggu (1).

Angka kejadian tetanus tinggi di negara-negara berkembang, terutama disebabkan kontaminasi tali pusat,

infeksi telinga kronik, luka tusuk pada anak usia sekolah, sirkumsisi pada laki-laki, kehamilan dengan abortus.

Penyakit ini dapat dicegah dengan imunisasi, akan tetapi angka kejadiannya masih tetap tinggi dengan angka

kematian yang tinggi pula (2). Di negara maju, kasus tetanus jarang ditemui. Karena penyakit ini

terkait erat dengan masalah sanitasi dan kebersihan selama proses kelahiran. Kasus tetanus

memang banyak dijumpai di sejumlah negara tropis dan negara yang masih memiliki kondisi

kesehatan rendah (4).

Batasan

Tetanus adalah suatu penyakit toksemik akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani,

dengan tanda utama kekakuan otot (spasme),  tanpa disertai gangguan kesadaran (3). Gejala ini

bukan disebabkan oleh kuman clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang

dihasilkan kuman (1).

Etiologi

Clostridium tetani termasuk kuman yang hidup tanpa oksigen (anaerob), dan membentuk

spora. Spora ini mampu bertahan hidup terhadap lingkungan panas, antiseptic, dan jaringan

tubuh, sampai berbulan-bulan. Kuman yang berbentuk batang ini sering terdapat dalam kotoran

hewan dan manusia, dan bisa menyebar lewat debu atau tanah yang kotor, dan mengenai luka (5).

Clostridium tetani merupakan kuman gram positif, menghasilkan eksotoksin yang neurotoksik,

dapat larut dan O2 labil (6).

Epidemiologi

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering dapat bertebaran di mana-mana.

Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui :

1. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar.

2. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik.

3. OMP, caries gigi.

4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.

5. Penjahitan luka robek yang tidak steril (1).

Patogenesis

Spora kuman tetanus yang ada di lingkungan dapat berubah menjadi bentuk vegetatif bila

ada dalam lingkungan anaerob, dengan tekanan oksigen jaringan yang rendah. Kuman ini dapat

membentuk metalo-exotosin tetanus, yang terpenting untuk manusia adalah tetanospasmin.

Gejala klinis timbul sebagai dampak eksotoksin pada sinaps ganglion spinal dan neuromuscular

junction serta syaraf otonom. Toksin dari tempat luka menyebar ke motor endplate dan setelah

masuk lewat ganglioside dijalarkan secara intraaxonal kedalam sel saraf tepi, kemudian ke kornu

anterior sumsum tulang belakang, akhirnya menyebar ke SSP. Manifestasi klinis terutama

disebabkan oleh pengaruh eksotoksin terhadap susunan saraf tepi dan pusat. Pengaruh tersebut

berupa gangguan terhadap inhibisi presinaptik sehingga mencegah keluarnya neurotransmiter

inhibisi yaitu GABA dan glisin, sehingga terjadi eksitasi terus-menerus dan spasme. Kekakuan

dimulai pada tempat masuk kuman atau pada otot masseter (trismus), pada saat toxin masuk ke

sungsum belakang terjadi kekakuan yang makin berat, pada extremitas, otot-otot bergaris pada

dada, perut dan mulia timbul kejang. Bilamana toksin mencapai korteks cerebri, penderita akan

mulai mengalami kejang umum yang spontan. Tetanospasmin pada sistem saraf otonom juga

berpengaruh, sehingga terjadi gangguan pada pernafasan, metabolisme, hemodinamika,

hormonal, saluran cerna, saluran kemih, dan neuromuskular. Spame larynx, hipertensi, gangguan

irama jantung, hiperpirexi, hyperhydrosis merupakan penyulit akibat gangguan saraf otonom,

yang dulu jarang dilaporkan karena penderita sudah meninggal sebelum gejala timbul. Dengan

penggunaan diazepam dosis tinggi dan pernafasan mekanik, kejang dapat diatasi namun

gangguan saraf otonom harus dikenali dan dikelola dengan teliti (3).

Gejala Klinis

Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, namun dapat singkat 1-2 hari dan kadang lebih satu

bulan; makin pendek masa inkubasi makin buruk prognosis. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman

Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat, dengan interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit;

makin jauh tempat invasi, masa inkubasi makin panjang (2).

Tetanus tak segera dapat terdeteksi karena masa inkubasi penyakit ini berlangsung hingga

21 hari setelah masuknya kuman tetanus ke dalam tubuh. Pada masa inkubasi inilah baru timbul

gejala awalnya. Gejala penyakit tetanus bisa dibagi dalam tiga tahap, yaitu :

-Tahap awal

Rasa nyeri punggung dan perasaan tidak nyaman di seluruh tubuh merupakan gejala awal

penyakit ini. Satu hari kemudian baru terjadi kekakuan otot. Beberapa penderita juga mengalami

kesulitan menelan. Gangguan terus dialami penderita selama infeksi tetanus masih berlangsung.

-Tahap kedua

Gejala awal berlanjut dengan kejang yang disertai nyeri otot pengunyah (Trismus). Gejala

tahap kedua ini disertai sedikit rasa kaku di rahang, yang meningkat sampai gigi mengatup

dengan ketat, dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali. Kekakuan ini bisa menjalar ke otot-otot

wajah, sehingga wajah penderita akan terlihat menyeringai (Risus Sardonisus), karena tarikan

dari otot-otot di sudut mulut.

Selain itu, otot-otot perut pun menjadi kaku tanpa disertai rasa nyeri. Kekakuan tersebut

akan semakin meningkat hingga kepala penderita akan tertarik ke belakang. (Ophistotonus).

Keadaan ini dapat terjadi 48 jam setelah mengalami luka.

Pada tahap ini, gejala lain yang sering timbul yaitu penderita menjadi lambat dan sulit

bergerak, termasuk bernafas dan menelan makanan. Penderita mengalami tekanan di daerah

dada, suara berubah karena berbicara melalui mulut atau gigi yang terkatub erat, dan gerakan

dari langit-langit mulut menjadi terbatas.

-Tahap ketiga

Daya rangsang dari sel-sel saraf otot semakin meningkat, maka terjadilah kejang refleks.

Biasanya hal ini terjasi beberapa jam setelah adanya kekakuan otot. Kejang otot ini bisa terjadi

spontan tanpa rangsangan dari luar, bisa pula karena adanya rangsangan dari luar. Misalnya

cahaya, sentuhan, bunyi-bunyian dan sebagainya. Pada awalnya, kejang ini hanya berlangsung

singkat, tapi semakin lama akan berlangsung lebih lama dan dengan frekuensi yang lebih sering.

Selain dapat menyebabkan radang otot jantung (mycarditis), tetanus dapat menyebabkan

sulit buang air kecil dan sembelit. Pelukaan lidah, bahkan patah tulang belakang dapat terjadi

akibat adanya kejang otot hebat. Pernafasan pun juga dapat terhenti karena kejang otot ini,

sehingga beresiko kematian. Hal ini disebabkan karena sumbatan saluran nafas, akibat kolapsnya

saluran nafas, sehingga refleks batuk tidak memadai, dan penderita tidak dapat menelan (5).

Secara klinis, tetanus dibedakan atas :

1) Tetanus lokal

Ditandai dengan rasa nyeri dan spasmus otot di bagian proksimal luka; gejala ini dapat terjadi selama

beberapa minggu dan menghilang tanpa gejala sisa. Bentuk ini dapat berkembang menjadi bentuk umum; kasus fatal

kira-kira 1%.

2) Tetanus umum

Merupakan bentuk tetanus yang paling banyak dijumpai, dapat timbul mendadak, trismus merupakan gejala

awal yang paling sering dijumpai. Spasmus otot maseter dapat terjadi bersamaan dengan kekakuan otot leher dan

kesukaran menelan, biasanya disertai kegelisahan dan iritabilitas. Trismus yang menetap menyebabkan ekspresi

wajah yang karakteristik berupa risus sardonicus. Kontraksi otot meluas, pada otot-otot perut menyebabkan perut

papan dan kontraksi otot punggung yang menetap menyebabkan opistotonus; dapat timbul kejang tetani bermacam

grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bawah. Selama periode ini penderita berada dalam

kesadaran penuh.

3) Tetanus sefalik

Jenis ini jarang dijumpai; masa inkubasi 1-2 hari, biasanya setelah luka di kepala, wajah atau otitis media;

banyak kasus berkembang menjadi tipe umum. Tetanus tipe ini mempunyai prognosis buruk (2).

Komplikasi

1. Laserasi otot

2. Fraktur

3. Eksitasi syaraf simpatis

4. Infeksi sekunder oleh kuman lain

5. Dehidrasi

6. Aspirasi (6).

Langkah Diagnostik

Anamnesis

·        Riwayat mendapat trauma (terutama luka tusuk), pemotongan dan perawatan tali pusat yang

tidak steril, riwayat menderita otitis media supurativa kronik (OMSK), atau gangren gigi.

·        Riwayat anak tidak diimunisasi/ tidak lengkap imunisasi tetanus/ BUMIL/ WUS.

Pemeriksaan fisik

·        Adanya kekakuan lokal atau trismus.

·        Adanya kaku kuduk, risus sardonicus, opisthotonus, perut papan.

·        Kekakuan extremitas yang khas : flexi tangan, extensi kaki dan adanya penyulit (3).

Diagnosis Banding

1. Infeksi : meningoensefalitis, polio, rabies, lesi orofaring, peritonitis.

2. Gangguan metabolik : tetani, keracunan strichnin, reaksi fenotiasin.

3. Penyakit SSP : status epileptikus, perdarahan atau tumor.

4. Gangguan psikiatri : histeria (6).

Web of Caution (Hubungan Sebab Akibat)

Terpapar kuman Clostridium tetani

Tonus otot Menempel pada Cerebral Mengenai Saraf SimpatisGangliosides

Menjadi kaku Kekakuan dan kejang khas -Keringat berlebihanpada tetanus -Hipertermi

-Hipotermi-Aritmia-Takikardi

Hipoksia berat

¯ O2 di otak

Kesadaran ¯

-Ggn. Eliminasi -Ketidakefektifan jalan -PK. Hipoksemia-Ggn. Nutrisi (< dr. kebut) jalan nafas -Ggn. Perfusi Jaringan

-Gangguan Komunikasi -Ggn. Pertukaran Gas Verbal -Kurangnya pengetahuan

Ortu

-Dx,Prognosa, Perawatan

(Sumber: Asuhan Keperawatan dengan Tetanus.)

Tatalaksana

Terapi dasar tetanus :

Antibiotik diberikan selama 10 hari, 2 minggu bila ada komplikasi

·        Penisillin prokain 50.000 IU/kg BB/kali i.m, tiap 12 jam, atau

·        Metronidazol loading dose 15 mg/kg BB/jam, selanjutnya 7,5 mg/kg BB tiap 6 jam

Catatan : Bila ada sepsis/pneumonia dapat ditambahkan antibiotika yang sesuai.

Imunisasi aktif-pasif

Eksotoksin

Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Ganglion Sumsum Tulang Belakang Otak Saraf Otonom

Hilangnya keseimbangan tonus otot

Kekakuan otot

Sistem Sistem Pernafasan

·        Anti tetanus serum (ATS) 5.000-10.000 IU, diberikan intramuskular. Untuk neonatus bisa

diberikan iv; apabila tersedia dapat diberikan Human tetanus immunoglobulin (HTIG)

3000-6000 IU i.m.

·        Dilakukan imunisasi DT/TT/DTP pada sisi yang lain, pada saat bersamaan.

Anti konvulsi

Pada dasarnya kejang diatasi dengan diazepam, dosis disesuaikan dengan respon klinik (titrasi) :

·        Bila datang dengan kejang diberi diazepam :

-       neonatus bolus 5 mg iv

-       anak bolus 10 mg iv

·        Dosis rumatan maximal :

-       anak 240 mg/hari

-       neonatus 120 mg/hari

·        Bila dengan dosis 240 mg/hari masih kejang (tetanus sangat berat), harus dilanjutkan dengan

bantuan ventilasi mekanik, dosis diazepam dapat ditingkatkan sampai 480 mg/hari, dengan

atau tanpa kurarisasi.

·        Diazepam sebaiknya diberikan dengan syringe pump, jangan dicampur dalam botol cairan

infus. Bilamana tidak ada syringe pump, diberikan bolus tiap 2 jam (12 x/hari)

·        Dapat dipertimbangkan penggunaan anti konvulsan lain, seperti magnesium sulfat, bilamana

ada gangguan saraf otonom.

Perawatan luka atau port d’entree yang dicurigai, dilakukan sekaligus dengan pembuangan

jaringan yang diduga mengandung kuman dan spora (debridemant), sebaiknya dilakukan setelah

diberi antitoksin dan anti-konvulsi.

Terapi suportif

·        Bebaskan jalan nafas

·        Hindarkan aspirasi dengan menghisap lendir perlahan-lahan & memindah-mindahkan posisi

pasien)

·        Pemberian oksigen

·        Perawatan dengan stimulasi minimal

·        Pemberian cairan dan nutrisi adekuat, bila perlu dapat dipasang sonde nasogastrik, asal tidak

memperkuat kejang

·        Bantuan nafas pada tetanus berat atau tetanus neonatorum

·        Pemantauan/monitoring kejang dan tanda penyulit

Tetanus ringan dan sedang

Diberikan pengobatan tetanus dasar

Tetanus sedang

·        Terapi dasar tetanus

·        Perhatian khusus pada keadaan jalan nafas (akibat kejang dan aspirasi)

·        Pemberian cairan parenteral, bila perlu nutrisi secara parenteral.

Tetanus berat/sangat berat

·        Terapi dasar seperti di atas

·        Perawatan dilakukan di ICU, diperlukan intubasi atau tracheostomi

·        Balans cairan dimonitor secara ketat.

·        Apabila spasme sangat hebat (tetanus  berat), perlu ventilasi mekanik dengan pankuronium

bromida 0,02 mg/kg bb intravena, diikuti 0,05 mg/kg bb/kali, diberikan tiap 2-3 jam.

·        Apabila terjadi aktifitas simpatis yang berlebihan, berikan b-blocker seperti propanolol/a dan

b- blocker labetalol (3).

Pencegahan

1. Perawatan luka harus dicegah timbulnya jaringan anaerob pada pasien termasuk adanya

jaringan mati dan nanah.

2. Pemberian ATS profilaksis.

3. Imunisasi aktif.

4. Khusus untuk mencegah tetanus neonatorum perlu diperhatikan kebersihan pada waktu

persalinan terutama alas tempat tidur, alat pemotong tali pusat, dan cara perawatan tali pusat.

5. Pendidikan atau penjelasan kepada orang tua mengenai kebersihan individu dan lingkungan

serta cara pemeriksaan dan perawatan di RS dan perlunya pemeriksaan lanjutan (1).

I. Imunisasi aktif

   a.  Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali sejak usia 2 bulan dengan interval 4-6 minggu,

ulangan pada umur 18 bulan dan 5 tahun (lihat Bab Jadwal Imunisasi).

   b.  Eliminasi tetanus neonatorum dilakukan dengan imunisasi TT pada ibu hamil, wanita usia

subur, minimal 5 x suntikan toksoid. (untuk mencapai tingkat TT  lifelong-card).

II. Pencegahan pada luka

Luka dibersihkan, jaringan nekrotik dan benda asing dibuang

Luka ringan dan bersih

-       Imunisasi lengkap : tidak perlu ATS atau tetanus imunoglobulin

-       Imunisasi tidak lengkap : imunisasi aktif DPT/DT.

·        Luka sedang/berat dan kotor

-       Imunisasi (-)/tidak jelas : ATS 3000-5000 U, atau  tetanus imunoglobulin 250-500

U. Toksoid tetanus pada sisi lain.

-       Imunisasi (+), lamanya sudah > 5 tahun : ulangan toksoid, ATS 3000-5000 U,

tetanus imunoglobulin 250-500 U (3).

Monitoring

I.  Sekuele

Spasme berkurang setelah 2-3 minggu, namun kekakuan dapat terus berlangsung lebih

lama.

Kekakuan dapat tetap berlangsung sampai 6-8 minggu pada kasus yang berat.

Gangguan otonom biasanya dimulai beberapa hari setelah kejang dan berlangsung selama

1-2 minggu.

II. Tumbuh Kembang

Infeksi tetanus pada anak merupakan infeksi yang akut sehingga relatif tidak

mengganggu tumbuh kembang anak.

Sedangkan pada tetanus neonatorum, dapat terjadi gangguan tumbuh kembang oleh

karena hipoksia yang berat (3).

DAFTAR PUSTAKA

1. Ningsih, S., and Witarti, N., 2007. Asuhan Keperawatan Dengan Tetanus. Available from :

www.pediatrik.com/perawat_pediatrik/061031-joiq163.doc. Accested : Oct 16, 2007.

2. Lubis, U. N., 2004. Tetanus Lokal pada Anak. Available from :

www.kalbe.co.id/files/cdk/files/15. Accested : Oct 16, 2007.

3. Ismoedijanto, and Darmowandowo, W., 2006. Tetanus. Available from : www.pediatrik.com.

Accested : Oct 16, 2007.

4. Silalahi, L., 2004. Tetanus. Available from : www.tempointeraktif.com. Accested : Oct 16,

2007.

5. Tami, 2005. Tetanus, Infeksi yang Mematikan. Available from :

www.jilbab.or.id/content/view/456/36/. Accested : Oct 16, 2007.

6. Suraatmaja, S., and Soetjiningsih, 2000. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan

Anak RSUP Sanglah. Fakultas Kedokteran Udayana. Denpasar.