8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 1/24
TUGAS
LIBERALISME
(Disusun sebagai Tugas pada Mata Kuliah Pemikiran Politik barat )
Dosen : Bpk Ma‘mun Murad Albarbasy
Oleh:
Tomy Satria Wardhana
NPM : 2011130007
Ade Putra
NPM 2011130028
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2012
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 2/24
KATA PENGANTAR
Assalamu‘alaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah, serta karunianya Kita berdua
dapat menyelesaikan makalah dengan tema ( Liberalisme).Makalah ini Kami susun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pemikiran Politik Barat. Dengan segenap kerendahan
hati tidak lupa Kami mengucapkan terima kasih banyak kepada dosen mata kuliah Pemikiran
Politik barat.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempuran, maka dari itu, Kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna kesempurnaan makalah dan
pembelajaran bagi Kami dan Teman-temans semua.
Demikian atas perhatianya saya dan rekan saya ucapkan terima kasih, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, Amiin.
Penulis
Tomy Satria Wardhana
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 3/24
ABSTRAK
Liberal berasal dari kata ―liberty‖, yang berarti kebebasan. dalam arti kemerdekaan
pribadi, hak untuk mendapatkan perlindungan, dan kebebasan dalam menentukan sikap.
Liberalisme adalah suatu aliran pemikiran yang mengharapkan kemajuan dalam berbagai bidang
atas dasar kebebasan individu yang dapat mengembangkan bakat dan kemampuannya sebebas
mungkin. Istilah ini baru digunakan pada abad ke-19 dan berasal dari kaum pemberontak
Spanyol yang menamakan dirinya ―liberalisme‖, kendatipun liberalism sebetulnya telah
berkembang pada masa sebelumnya.
Liberalisme telah dimulai sejak era Renaissance, yang memperjuangkan kebebasan manusia dari
dominasi gereja atau agama, politik dan ekonomi. Kebebasan dalam bidang politik melahirkan
konsep tentang negara yang demokratis. Dalam bidang ekonomi, liberalisme menentang campur
tangan pemerintah yang terlalu banyak dalam usaha, sebisa mungkin peranan swasta
diutamakan.1
Berdasarkan pada keyakinan bahwa semua sumber kemajuan terletak dalam
perkembangan pribadi manusia yang bebas. Aliran ini memperjuangkan kedaulatan rakyat dan
kebebasan individu terhadap berbagai bentuk kekuasaan mutlak. Langkah pertama
perjuangannya telah dilakukan oleh gerakan reformasi. Dalam abad ke-17 dan 18 timbul
perlawanan terhadap absolutisme dan perjuangan menuju kebebasan jiwa dan bernegara. Tokoh
liberalisme antara lain John Locke, Voltaire, Montequieu, J.J. Rousseau. Sementara itu tokoh-
tokoh liberalisme dalam bidang ekonomi adalah Adam Smith, David Ricardo, dan Robert
Malthus.
Beberapa tokoh yang bisa dianggap sebagai penganut dan yang mengembangkan paham
liberalisme, yaitu:
(a) John Locke. Menurut pendapatnya, negara terbentuk dari perjanjiann sosial antara individu
dengan yang hidup bebas dengan penguasa.
(b) Montesquieu. Dalam bukunya spirit the law, terdapat pemisahan kekuasaan dalam
pemerintahan yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Tujuannya agar terdapat pengawasan
antar lembaga agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.
1 http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=42:liberalisme-dari-
ideologi-menjadi-teologi-&catid=2:hamid-fahmy-zarkasyi (Diakses pada pukul 12:00 AM 20
September 2012)
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 4/24
Pemerintahan Inggris telah menerapkan paham liberalisme, yaitu dalam Magna Chartatahun
1215, tentang penjaminan hak individu oleh hukum. Dalam peristiwa Revolusi Prancis tahun
1789, berhasil menjatuhkan monarki absolut dan digantikan dengan mendirikan negara liberal
berdasarkan Konstitusi.
Liberalisme memperjuangkan berbagai kebebasan yang hendaknya dijamin dalam undang-
undang dasar, di antaranya kebebasan agama, kebebasan pers, kebebasan berkumpul dan
menyatakan pendapat. Kebebasan yang diperjuangkan itu hanya terjamin dalam negara hukum
yang mengindahkan Trias Politika.
Bentuk negara yang diidamkan adalah demokrasi parlemen dengan persamaan hak bagi seluruh
rakyat di depan hukum dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia. Cita-cita liberalisme
telah mencetuskan Revolusi Industri di Inggris (1688), Revolusi Amerika (1776), dan Revolusi
Prancis (1789).
Liberalisme tumbuh dari korterks masyarakat Eropa pada abad pertengahan, ketika itu
masyarakat ditandai dengan dua karakteristik berikut, Anggota masyarakat terikat satu sama lain
dalam suatau system dominasi kompleks dan kukuh, dan pola hubungan dalam sistem ini bersifat
statis dan sukar berubah.
Kaum Aristokrat saja yang diperkenankan memiliki tanah, Golongan feudal ini pula yang
menguasai proses-proses ekonomi dan politik, Sedangkan para petani berkedudukan sebagai
penggarap tanah yang dimiliki oleh pelindungnya (bangsawan). Mereka harus membayar pajak
dan menymbangkan pajak bagi si pelindung.Di beberapa tempat di Eropa, para petani malahan
tidak diperkenankan pindah ke tempat yang lain yang dikehendaki tanpa persetujuan si
pelindung. Akibatnya, mereka tidak lebih sebagai milik pribadi sang pelindung.Industri dikelola
dalam bentuk gerakan-gerakan yang mengatur secara ketat bagaimana suatu barang diproduksi,
berapa jumlah dan distribusinya, Kegiatan itu dimonopoli oleh kaum aristokrat. Maksudnya,
pemilikan tanah oleh kaum bangsawan, hak istimewa gereja, Peranan politik raja dan kamu
bangsawan, dan kekuasaan gerakan-gerakan dalam ekonomi merupakan bentuk-bentuk dominasi
yang melembaga atas individu.
Dalam konteks perkembangan masyarakat itu muncul industri dan perdagangan dalam
usaha besar, setelah ditemukan beberapa tekologi baru. Untuk mengelola industri dan
perdagangan dalam skala besar-besaran ini, jelas dibutuhkan buruh yang bebas dan dalam
jumlah yang banyak, ruang gerak yang leluasa,, mobilitas yang tinggi dan kebebasan berkreasi.
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 5/24
Kebutuhan-kebutuhan baru itu terbentur oada aturan-aturan yang diberlakukan secara
melembaga oleh golongan feudal. Yang membantu golongan ekonomi baru terlepas dari
kerusakan itu ialah munculnya paham Liberal.Liberalisme tidak diciptakan oleh golongan
intelektual yang digerakan oleh keresahan ilmiah ( rasa ingin tahu dan keinginnan untuk mencari
pengetahuan yang baru) dan artistik umum pada zaman itu.2
John Locke dan Hobbes; konsep State of Nature yang berbeda (di buku ramlan subakti)
Kedua tokoh ini berangkat dari sebuah konsep sama. Yakni sebuah konsep yang dinamakan
konsep negara alamiah" atau yang lebih dikenal dengan konsep State of Nature. Namun dalam
perkembangannya, kedua pemikir ini memiliki pemikiran yang sama sekali bertolak belakang
satu sama lainnya. Jika ditinjau dari awal, konsepsi State of Nature yang mereka pahami itu
sesungguhnya berbeda. Hobbes (1588 – 1679) berpandangan bahwa dalam ‗‘State of Nature‘‘,
individu itu pada dasarnya jelek (egois) – sesuai dengan fitrahnya. Namun, manusia ingin hidup
damai. Oleh karena itu mereka membentuk suatu masyarakat baru – suatu masyarakat politik
yang terkumpul untuk membuat perjanjian demi melindungi hak-haknya dari individu lain
dimana perjanjian ini memerlukan pihak ketiga (penguasa). Sedangkan John Locke (1632 –
1704) berpendapat bahwa individu pada State of Nature adalah baik, namun karena adanya
kesenjangan akibat harta atau kekayaan, maka khawatir jika hak individu akan diambil oleh
orang lain sehingga mereka membuat perjanjian yang diserahkan oleh penguasa sebagai pihak
penengah namun harus ada syarat bagi penguasa sehingga tidak seperti ‗membeli kucing dalam
karung. Sehingga, mereka memiliki bentuk akhir dari sebuah penguasa/ pihak ketiga (Negara),
dimana Hobbes berpendapat akan timbul Negara Monarkhi Absolute sedangkan Locke,
Monarkhi Konstitusional. Bertolak dari kesemua hal tersebut, kedua pemikir ini sama-sama
menyumbangkan pemikiran mereka dalam konsepsi individualisme. Inti dari terbentuknya
Negara, menurut Hobbes adalah demi kepentingan umum (masing-masing individu) meskipun
baik atau tidaknya Negara itu kedepannya tergantung pemimpin negara. Sedangkan Locke
berpendapat, keberadaan Negara itu akan dibatasi oleh individu sehingga kekuasaan Negara
menjadi terbatas – hanya sebagai ―penjaga malam‖ atau hanya bertindak sebagai penetralisasi
konflik.3
2 Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Grasindo. Jakarta. 2010. Hlm 43-45.
3 Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Grasindo. Jakarta. 1999. Hlm 34
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 6/24
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Liberalisme pada awalnya muncul saat dunia barat memasuki enlighment ages atau abad
pencerahan ( sekitar abad ke 16 sampai abad awal 19). Pada saat itu mulai muncul Industri dan
perdagangan dalam skala besar yang berbasis teknologi baru. Untuk mengelola kedua hal
tersebut munculah kebutuhan-kebutuhan baru sepert buruh yang bebas dalam jumlah banyak,
ruang gerak yang leluasa, mobilitas yang tinggi, dan kebebasan berkreasi.
Namun kebutuhan-kebutuhan ini terbentur oleh peraturan-peraturan yang dibuat oleh
pemerintahan yang feodal , Maka golongan intelektual yang mengutamakan rasionalitas
memunculkan paham liberal. Golongan intelektual itu merasakan keresahan ilmiah (rasa ingin
tau dan keinginan untuk mencari pengetahuan yang baru) dan artistik umum pada zaman itu.
Selain hal-hal diatas. Liberalisme juga dilatarbelakangi oleh terjadinya Reformasi Gereja yang
memuncak pada 31 Oktober 1517. Reformasi Gereja ini membawa dampak pada munculnya
paham sekularisme yang akan berujung pada revolusi dalam segala bidang.Termasuk di
dalamnya adalah bidang politik. Selain oleh revormasi gereja, paham liberalism juga di
latarbelakangi oleh terjadinya revolusi industri dan Glorious Revolution di Inggris.
Permasalahan liberalisme klasik membawa pandangan-pandangan baru kepada masyarakat itu
sendiri. Liberalisme seolah telah member jawaban pada permasalahan yang ada pada masyarakat
pada masa itu, yaitu dibutuhkannya pengakuan atas individu dan kebebasan bagi individu
tersebut.4
4 Surbakti Ramlan. Memahami ilmu Politik.Grasindo , Jakarta 1999. Hlm 34
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 7/24
Permasalahan
Liberalisme klasik membawa pandangan-pandangan baru kepada masyarakat tentang
bagaimana melihat nilai individu dalam masyarakat serta nilai masyarakat itu sendiri.
Liberalisme seolah telah memberi jawaban pada permasalahan yang ada pada masyarakat pada
masa itu, yaitu dibutuhkannya pengakuan atas individu dan kebebasan bagi individu tersebut.
Peristiwa- peristiwa yang berkaitan dengan hubungan internasional yang selama ini
terjadi di dunia tentu memunculkan pemahaman- pemahaman yang berbeda- beda sehingga teori
yang akhirnya ada juga sangat bervariasi. Salah satu teori yang ada dalam hubungan
internasional adalah liberalisme. Liberalisme memandang manusia secara positif. Kaum
liberalisme beranggapan bahwa manusia cenderung memiliki keinginan untuk mengadakan
kerjasama dalam penyelesaian masalah dan selalu percaya pada kemajuan individu dan
kelompok. Liberalis mengklaim bahwa manusia memiliki akal pikiran, dan ketika mereka
memakainya pada masalah- masalah internasional, kerjasama yang lebih besar adalah hasil akhir.
Sehingga liberalisme memiliki suatu prinsip yang sangat fundamental yaitu Kompleksitas dn
interdependensi. Salah satu contoh kasus yang berkaitan dengan asumsi dasar yang dimiliki oleh
liberalisme adalah proses modernisasi. Proses modernisasi bagaimanapun mengakibatkan
peningkatan teknologi dan menemukan cara yang lebih efisien dalam memproduksi barang-
barang- barang. Proses modernisasi didorong oleh revolusi intelektual kaum liberal yang
memiliki keyakinan besar terhadap perkembangan akal pikiran dan rasionalitas manusia. . Inilah
yang menjadi dasar optimism kaum liberal terhadap kemajuan. Kaum liberal umumnya
memandang manusia secara positif. Kaum liberal menyatakan bahwa manusia memiliki sifat
untuk selalu mengutamakan menyelesaikan masalah dengan akal pikiran dan strategi untuk
menyelesaikan masalah tanpa menimbulkan masalah baru dan akhirnya mendapatkan
kerugian..Mereka memiliki keyakinan besar terhadap akal pikiran manusia dan mereka yakin
bahwa rasionalitas dapat diimplementasikan di dalam penyelesaian masalah-masalah
internasional. Mereka sependapat dengan kaum realis yang menyatakan bahwa manusia sebagai
individu yang mementingkan diri sendiri dan bersaing terhadap suatu hal. Jika realis percaya
bahwa untuk memperjuangkan kepentingan itu harus dengan jalan konflik, mana disini kaum
liberal percaya bahwa pemenuhan kepentingan bisa dilakukan dengan jalan damai. Jika kita
telaah lagi tentang pandangan realis yang beranggapan bahwa tidak ada cara yang efektif untuk
menyelesaikan masalah yang ada selain melaui perang dan negara sebagai aktor utamanya, maka
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 8/24
menurut liberalisme hal ini bukanlah suatu penyelesaian masalah. Ketika suatu negara
menyelesaikan masalah dengan ―menghalalkan‖ segala cara demi keperntingannya sendiri, maka
yang ada justru pengorbanan dan penghamburan biaya yang besar- besaran terjadi. Seperti
karakteristik manusia pada umumnya bhawa tidak ada manusia yang dapat hidup sendiri. Semua
manusia tentu saling membutuhkan satu sama lain karena tidak ada manusia yang dapat
memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri. Begitu pula dengan negara- negara yang ada di dunia
ini. Menurut liberalis, tidaklah mungkin suatu negara kemudian melakukan apapun yang
dseiranya dapat mereka lakukan dengan powernya demi mencapai national interest. Apa yang
sesungguhnya negara perlukan adalah kerjasama dari berbagai pihak dan penggunaan strategi
yang matang demi kebaikan bersama Artinya bahwa cara-cara kooperatif dan kolaboratif adalah
bentuk pemenuhan kepentingan pribadi tersebut. Hal tersebut berimplikasi pada hubungan
internasional, dimana kaum liberalis berasumsi bahwa hubungan internasional berada pada titik
kooperatif.
Dalam Perspektif Liberalisme, aktor negara dipandang tidak terlalu dominan. Paham ini
menyatakan bahwa negara justru menjadi instrument yang menjamin hak-hak kebebasan
individu. Jadi dapat dipahami bahwa Liberalisme lebih menekankan pada aspek individu. Negara
sebagai sebuah institusi yang sah dan memiliki kedaulatan, diharapkan mampu melindungi
individu, maupun kelompok-kelompok di dalamnya dalam melakukan interaksi internasional.
Bahkan menurut paham liberal institusional, terdapat beberapa peranan yang tidak dapat
dijalankan suatu negara, dan hanya dapat dijalankan oleh lembaga-lembaga internasional, rezim
maupun MNC‘S. Ditambah lagi dengan munculnya globalisasi yang menuntut sebuah negara
berperan lebih terhadap isu-isu yang sangat luas. Sehingga mau tidak mau, negara harus
―membagi‖ peranannya dalam bentuk lain, seperti misalnya kerjasama. Jadi, negara bukanlah
merupakan satu- satunya aktor hubungan internasional menurut liberalis. Menurut mereka,
hubungan internasional dapat berjalan dengan baik dan lancar jika ada keikutsertaan dari aktor-
aktor non-negara yang bekerja secara sinergis dengan negara- negara. Peran negara menurut
kaum liberal adalah membentuk dan menjalankan aturan hukum yang menghormati hak warga
negara untuk hidup, bebas, dan sejahtera. Sehingga tercipta hukum internasional yang dicetuskan
Jeremy Bentham. Hukum internasional ini dipercaya dapat mengatur hubungan antar aktor- aktor
dunia internasional, sehingga aktor- aktor tersebut dapat menghargai satu sama lain dan
terciptanya perdamaian abadi.
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 9/24
Perbedaan tentang sistem internasional pada realist yang dikemukakan oleh Waltz dan Kegley
adalah Waltz melihat bahwa anarki terletak pada level internasional, sehingga anarki tersebut
menjadi penyebab timbulnya perang, sedangkan Kegley berpendapat bahwa perang tidak terletak
pada level internasional, karena menurutnya perang dapat dihilangkan atau dihindarkan dengan
membangun international society (Weber, 2001). Selain itu, kaum liberal menganggap sistem
anarki dunia yang dicetuskan kaum realis tidaklah permanen. Kaum liberal juga percaya bahwa
sistem pemerintahan dunia dapat menjaga stabilitas dunia karena negara- negara liberal lebih
memilih untuk bekerjasama. Namun, kaum realis bersikap secara kritis terhadap pandangan
kaum liberal. Menurut realis, jika liberalis ingin mematahkan konsep realisme selama ini, maka
liberalis harus mengembangkan konsep security community yang dimilikinya untuk menegaskan
bahwa damai lebih penting daripada absennya perang (absence of war) (Jackson & Sorensen,
1999). Sementara itu, liberalisme dan realisme juga memiliki kesamaan pandangan, yaitu sama-
sama menganggap bahwa negara tetap memiliki kedaulatan dan tetap tidak ada kekuasaaan yang
lebih tinggi diatasnya..5
5 Jackson, Robert & Sørensen, 1999. Introduction to International Relations, Oxford, Chap 4, pp.
107-138.
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 10/24
BAB II
PEMBAHASAN
Liberalisme adalah paham yang menempatkan kebebasan individu pada level tertinggi
diatas segalanya. Agenda utama liberalisme adalah pembentukan kepentingan bersama dari
setiap individu dan dapat dikatakan bahwa fokus utama dari paham liberal terletak pada manusia
secara individual. Liberalis memfokuskan agenda utamanya pada perdamaian, demokrasi, dan
Human Rights. Liberalisme pada intinya berkonsentrasi pada kebahagiaan dari setiap manusia,
sedangkan tugas negara adalah memastikan kebebasan dari penduduknya serta memungkinkan
mereka untuk hidup dan mengejar harapan tanpa gangguan dari pihak lain ( Jackson & Sorensen,
1999). Menurut kaum liberalisme, konflik dan perang bukanlah satu- satunya solusi untuk
memecahkan masalah, ketika orang- orang bisa memberikan dan mempersuasi pihak lain dengan
alasannya, mereka dapat saling bekerjasama untuk sama- sama mendapatkan keuntungan. Bukan
hanya dengan negara, tapi juga dengan seluruh aktor non- negara dalam hubungan internasional
(Smith, 1992 : 204). Negara saling berperang dan beronflik karena adanya miskomunikasi atau
kesalahan kalkulasi, info yang tak lengkap, dan spekulasi sehingga dibutuhkan adanya
komunikasi yang terkoodinir dan keterbukaan melalui sebuah institusi. Liberalis percaya bahwa
komunitas internasional, dalam bentuk formal maupun informal antarnegara, bisa menjadi
sebuah alternatif bagi pemerintahan dunia dan anarki internasional (Weber, 2001: 38).
Kestabilan internasional dapat diciptakan dengan menegakkan human right, free trade, tidak
adanya kekuasaan yang melebihi kekuasaan negara, dan pentingnya aktor- aktor non- state.
Kaum liberalis juga percaya bahwa cara yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah adalah
dengan menyelenggarakan kerjasama yang berdasarkan keuntungan bersama akan berhasil.
Mengapa hal ini dapat terjadi? Hal ini dikarenakan liberalisme beranggapan bahwa proses
modernisasi yang terjadi di dunia akan meningkatkan ruang lingkup dan keperluan atau
permintaan untuk menyelenggarakan kerjasama (Zacher and Matthew, 1995 : 119). Terdapat
beberapa dimensi dalam liberalisme, antara lain : sociological liberalism, interdependence
liberalism, institutional liberalism, dan republican liberalism. Dari beberapa dimensi tersebut,
perdamaian dan kestabilan dunia juga dijelaskan dengan beragam pebdapat, namun tetap
mengarah kepada kecendrungan untuk mengadakan kerjasama antarnegara dan aktor- aktor
negara lainnya. Seperti misalnya pendapat dalam dimensi sociological liberalism bahwa
Hubungan Internasional bukanlah studi yang hanya mempelajari tentang hunbungan antara
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 11/24
pemerintahan nasional saja, tapi juga hubungan antara individu, kelompok, dan masyarakat.
Sehingga saling keterkaitan ini akan menghasilkan suatu jaringan transnasional yang akan
menjaga kestabilan dan perdamaian dunia dalam suasana yang kooperatif dan kondusif. Lalu
interdependence liberalism bahwa dalam suatu sistem internasional pasti ada ketergantungan
karena tidak mungkin semua negara dapat memenuhi kebutuhannya masing- masing. Sehingga
ketergantungan inilah yang akan memicu terjadinya kerjasama yang akhirnya akan mengurangi
kecendrungan konflik dan kekerasan antarnegara. Lalu dalam dimensi institutional liberalism,
mereka berpendapat bahwa suatu institusi internasional seperti rezim dapat menjaga kestabilan
perdamaian dunia. Karena melalui rezim pula, kerjasama dapat terpromosikan untuk
diselenggarakan. Bahkan institusi internasional memiliki pengaruh yang lebih kuat dibandingkan
kekuatan suatu negara yang dianggap paling kuat sekalipun. Kemudian menurut republican
liberalism, perdamaian dan kestabilan dunia dapat tercipta jika adanya demokrasi. Argumen
tersebut bukannya mengarah pada anggapan bahwa demokrasi tidak pernah mengakibatkan
perang, tapi mereka berpendapat bahwa demokrasi tidak pernah saling perang. Demokrasi
menurut Immanuel Kant justru akan memberikan resolusi untuk menyelesaikan masalah tanpa
perang dan pemecahan masalah tanpa melalui kekerasan serta perang tentu saja jauh lebih baik
secara moral dan demokrasi lah jawaban dari semua masalah tersebut. Perdamaian antara
demokrasi makin diperkokoh melalui kerjasama ekonomi dan ketergantungan antar pihak dalam
hubungan internasional. Liberalis menekankan bahwa perdamaian juga memiliki tingkatan
tersendiri. Pertama adalah ―warm peace‖ yaitu ketika adanya suasana yang kondusif dalam
komunitas demokrasi liberal. Kedua adalah ―cold peace‖ yaitu perdamaian yang tidak
sepenuhnya damai, misal : Keadaan antara Amerika Serikat dan Uni Sovyet saat perang dingin
(Jackson & Sorensen, 1999). Jadi, dapat disimpulkan bahwa liberalisme mengutamakan
kebaikan bersama melalui cara yang kooperatif dalam menyelesaikan masalah. Liberalis juga
menekankan bahwa negara bukanlah satu- satunya aktor dalam hubungan internasional.
Hubungan internasional digambarkan sebagai jarring- jaring yang sangat luas dan rumit. Semua
pihak yang saling berkaitan dapat saling berkaitan dan memperkokoh satu sama lain melalui
kerjasama dan menghindari konflik yang ada. Karena menurut liberalis, konflik hanya akan
makin mengusutkan benang, bukan meluruskan.6
6 Mises,Ludwig & Spadaro, Louis. 1985. Liberalism. Cobden Press and The Foundation of Economic Education, Inc.
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 12/24
Secara politis liberalisme adalah ideologi politik yang berpusat pada individu, dianggap
sebagai memiliki hak dalam pemerintahan, termasuk persamaan hak dihormati, hak berekspresi
dan bertindak serta bebas dari ikatan-ikatan agama dan ideologi (Simon Blackburn, Oxford
Dictionary of Philosophy). Dalam konteks sosial liberalisme diartikan sebagai adalah suatu etika
sosial yang membela kebebasan (liberty) dan persamaan (equality) secara umum (Coady, C. A. J.
Distributive Justice). Menurut Alonzo L. Hamby, PhD, Profesor Sejarah di Universitas Ohio,
liberalisme adalah paham ekonomi dan politik yang menekankan pada kebebasan (freedom),
persamaan (equality), dan kesempatan (opportunity) (Brinkley, Alan. Liberalism and Its
Discontents). Sejarahnya paham liberalisme ini berasal dari Yunani kuno, salah satu elemen
terpenting peradaban Barat. Namun, perkembangan awalnya terjadi sekitar tahun 1215, ketika
Raja John di Inggris mengeluarkan Magna Charta, dokumen yang mencatat beberapa hak yang
diberikan raja kepada bangsawan bawahan. Charta ini secara otomatis telah membatasi
kekuasaan Raja John sendiri dan dianggap sebagai bentuk liberalisme awal (early
liberalism).Perkembangan liberalisme selanjutnya ditandai oleh revolusi tak berdarah yang
terjadi pada tahun 1688 yang kemudian dikenal dengan sebutan The Glorious Revolution of
1688. Revolusi ini berhasil menurunkan Raja James II dari England dan Ireland (James VII) dari
Scotland) serta mengangkat William II dan Mary II sebagai raja. Setahun setelah revolusi ini,
parlemen Inggris menyetujui sebuah undang-undang hak rakyat (Bill of Right) yang memuat
penghapusan beberapa kekuasaan raja dan jaminan terhadap hak-hak dasar dan kebebasan
masyarakat Inggris. Pada saat bersamaan, seorang filosof Inggris, John Locke, mengajarkan
bahwa setiap orang terlahir dengan hak-hak dasar (natural right) yang tidak boleh dirampas. Hak-
hak dasar itu meliputi hak untuk hidup, hak untuk memiliki sesuatu, kebebasan membuat opini,
beragama, dan berbicara. Di dalam bukunya, Two Treatises of Government (1690), John Locke
menyatakan, pemerintah memiliki tugas utama untuk menjamin hak-hak dasar tersebut, dan jika
ia tidak menjaga hak-hak dasar itu, rakyat memiliki hak untuk melakukan revolusi. Singkatnya
pada abad ke 20 setelah berakhirnya perang dunia pertama pada tahun 1918, beberapa negara
Eropa menerapkan prinsip pemerintahan demokrasi. Hak kaum perempuan untuk menyampaikan
pendapat dan aspirasi di dalam pemerintahan diberikan. Menjelang tahun 1930-an, liberalisme
mulai berkembang tidak hanya meliputi kebebasan berpolitik saja, tetapi juga mencakup
kebebasan-kebebasan di bidang lainnya; misalnya ekonomi, sosial, dan lain sebagainya. Tahun
1941, Presiden Franklin D. Roosevelt mendeklarasikan empat kebebasan, yakni kebebasan untuk
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 13/24
berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech), kebebasan beragama (freedom of
religion), kebebasan dari kemelaratan (freedom from want), dan kebebasan dari ketakutan
(freedom from fear). Pada tahun 1948, PBB mengeluarkan Universal Declaration of Human
Rights yang menetapkan sejumlah hak ekonomi dan sosial, di samping hak politik. Jika ditilik
dari perkembangannya liberalisme secara umum memiliki dua aliran utama yang saling bersaing
dalam menggunakan sebutan liberal. Yang pertama adalah liberal klasik atau early liberalism
yang kemudian menjadi liberal ekonomi yang menekankan pada kebebasan dalam usaha
individu, dalam hak memiliki kekayaan, dalam kebijakan ekonomi dan kebebasan melakukan
kontrak serta menentang sistim welfare state. Yang kedua adalah liberal sosial. Aliran ini
menekankan peran negara yang lebih besar untuk membela hak-hak individu (dalam pengertian
yang luas), seringkali dalam bentuk hukum anti-diskriminasi.
Selain kedua tren liberalisme diatas yang menekankan pada hak-hak ekonomi dan politik
dan sosial terdapat liberalisme dalam bidang pemikiran termasuk pemikiran keagamaan. Liberal
dalam konteks kebebasan intelektual berarti independen secara intelektual, berfikiran luas, terus
terang, dan terbuka. Kebebasan intelektual adalah aspek yang paling mendasar dari liberalisme
sosial dan politik atau dapat pula disebut sisi lain dari liberalisme sosial dan politik. Kelahiran
dan perkembangannya di Barat terjadi pada akhir abad ke 18, namun akar-akarnya dapat dilacak
seabad sebelumnya (abad ke 17). Di saat itu dunia Barat terobsesi untuk membebaskan diri
mereka dalam bidang intelektual, keagamaan, politik dan ekonomi dari tatanan moral,
supernatural dan bahkan Tuhan.Pada saat terjadi Revolusi Perancis tahun (1789) kebebasan
mutlak dalam pemikiran, agama, etika, kepecayaan, berbicara, pers dan politik sudah
dicanangkan. Prinsip-prinsip Revolusi Perancis itu bahkan dianggap sebagai Magna Charta
liberalisme. Konsekuensinya adalah penghapusan Hak-hak Tuhan dan segala otoritas yang
diperoleh dari Tuhan; penyingkiran agama dari kehidupan publik dan menjadinya bersifat
individual. Selain itu agama Kristen dan Gereja harus dihindarkan agar tidak menjadi lembaga
hukum ataupun sosial. Ciri liberalisme pemikiran dan keagamaan yang paling menonjol adalah
pengingkaran terhadap semua otoritas yang sesungguhnya, sebab otoritas dalam pandangan
liberal menunjukkan adanya kekuatan diluar dan diatas manusia yang mengikatnya secara moral.
Ini sejalan dengan doktrin nihilisme yang merupakan ciri khas pandangan hidup Barat
postmodern yang telah disebutkan diatas.
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 14/24
Kronologi Liberalisasi dalam Teologi
Di Barat yang mula-mula muncul adalah liberalisme intelektual yang mencoba untuk bebas dari
agama dan dari Tuhan, namun dari situ lahir dan tumbuh liberalisme pemikiran keagamaan yang
disebut juga theological liberalism. Perkembangan liberalisme pemikiran kaagamaan ini dapat
diklasifikasikan menjadi tiga fase perkembangan:
a. Fase pertama dari abad ke 17 yang dimotori oleh filosof Perancis Rene Descartes yang
mempromosikan doktrin rasionalisme atau Enlightenment yang berakhir pada
pertengahan abad ke 18. Doktrin utamanya adalah a) percaya pada akal manusia b)
keutamaan individu c) imanensi Tuhan dan d) meliorisme (percaya bahwa manusia itu
berkembang dan dapat dikembangkan).
b. Fase kedua bermula pada akhir abad ke 18 dengan doktrin Romantisisme yang
menekankan pada individualisme, artinya individu dapat menjadi sumber nilai.
Kesadaran-diri (self-consciousness) itu dalam pengertian religious dapat menjadi
Kesadaran-Tuhan (god-consciousness). Tokohnya adalah Jean-Jacques, Immanuel Kant,
dan Friedrich Schleiermacher dsb.
c. Fase terakhir bermula pada pertengahan abad ke 19 hingga abad ke 20 ditandai dengan
semangat modernisme dan postmodernisme yang menekankan pada ide tentang
perkembangan (notion of progress). Agama kemudian diletakkan sebagai sesuatu yang
berkembang progressif dan disesuaikan dengan ilmu pengetahuan modern serta di
harapkan dapat merespon isu-isu yang diangkat oleh kultur modern. Itulah sebabnya
maka kajian mengenai doktrin-doktrin Kristen kemudian berubah bentuk menjadi kajian
psikologis pengalaman keagamaan (psychological study of religious experience), kajian
sosiologis lembaga-lembaga dan tradisi keagamaan (sociological study of religious
institution), kajian filosofis tentang pengetahuan dan nilai-nilai keagamaan (philosophical
inquiry into religious knowledge and values).7
7 http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=42:liberalisme-dari-
ideologi-menjadi-teologi-&catid=2:hamid-fahmy-zarkasyi
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 15/24
TOKOH LIBERALISME
Tokoh-tokoh liberalisme selain Adam Smith diantaranya adalah John Locke,
Montesquieu, Thomas Jefferson, John Stuart Mill, Lord Acton, T. H. Green, John Dewey dan
pemikir kontemporernya seperti Isaiah Berlin dan John Rawls. Pandangan mereka terhadap
liberalisme sering dikmaksudkan bahwa kepercayaannya akan kebebasan individu maupun
institusi adalah nilai tertinggi dalam politiknya. Maka kemudian, terjadi pembabakan
leberaliisme ke dalam dua bagian, yaitu kebebasan individu dan kebebasan institusi serta praktik
politik. Keduanya dilakukan dengan tujuan untuk mendukung kebebasan-kebebasan individu itu
sendiri. Sehingga untuk membela nilai tersebut, harus dilakukan upaya perlindungan terhadap
tiga hal yang pada saat ini lebih dikenal dengan tiga hak dasar (kehidupan, kebebasan, dan hak
milik).
Adam Smith seorang tokoh yang paling dikenal dalam liberalisme dan dijuluki bapak
ekonomi. Menurut pandangannya, individu itu harus dibebaskan dalam melakukan kegiatan
aktifitasnya, baik ekonomi maupun politik. Hal ini diperkuat dengan sebuah ―kata sakti‖ yang
sangat terkenal di dalam pemikiran liberalisme, yaitu Liasez-faire atau biarkan saja segala
sesuatunya terjadi, bahkan dalam hal ini, posisi negara sangat minimal (minimal state) dan harus
membiarkan kebebasan individu tersebut. Lebih bekembang lagi, dalam kegiatan ekonomi,
individu menempati posisinya yang istimewa menurut Adam Smith. Setiap individu dianggap
memiliki self interestmasing-masing. Keuntungan pribadi tersebut yang diperoleh ketika aktifitas
ekonomi dilakukan tanpa peran dominan dari Negara bisa diperoleh oleh siapa pun. Hal ini
bukan berarti bahwa individu-individu yang lain (yang berhasil dalam kegiatan ekonominya)
merasa kasihan dengan individu yang lain sehingga biasa sama-sama merasakan dan
mendapatkan keuntungan. Tapi aktivitas ekonomi yang terjadi melalui mekanisme pasar telah
menciptakan sebuah keteraturan ―ajaib‖ tanpa ada yang menggerakannya sama sekali dan terjadi
begitu saja. Inilah yang disebut dengan konsepinvicible hand (mekanisme dan keteraturan pasar
tersebut terjadi karena adanya permintaan dan penawaran). Seorang sosiolog, bernama Herbert
Spencer membenarkan dan mendukung pandangan Adam Smith tentang individu dalam aktivitas
ekonomi dan benegara. Dia memperkenalkan sebuah konsep yang disebut dengan negative
liberty — hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh negara terhadap individu — sebagai lawan dari
positive liberty yang menganggap bahwa negara perlu berperan aktif dalam mengatur
individunya. Contoh negative liberty yang dikemukakan Spencer misalnya peraturan dalam
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 16/24
berlalu lintas yang mewajibkan para pengguna kendaraan bermototr roda dua untuk
menggunakan helm. Hal tersebut diberlakukan bukanlah untuk mengekang dan megatur
individu, namun semata-mata dalam rangka untuk melindungi hak hidup individu.
Kedua tokoh yang telah disebutkan diatas itulah yang kemudian dikenal teori-teorinya sebagai
liberalisme klasik yang menjadikan individu sebagai perhatian utama pembahasannya, dan
mengecilkan peran negara karena dianggap peraturan yang akan dibuatnya nanti — terhadap
individu — hanya akan mengakibatkan perubahan yang besar dan tidak menguntungkan lagi bagi
individu. Meskipun dalam liberalisme klasik ini individu sangat diutamakan dan menjadi pusat
kajiannya, Adam Smith dan Herbert Spencer juga membicarakan bagaimana posisi negara yang
seharusnya di dalam sistem liberalisme. Smith mengatakan bahwa negara memiliki fungsi atau
peran diantaranya adalah melindungi warga negaranya dari intervensi atau agresi kelompok atau
pun bangsa asing, dan merawat institusi publik (bendungan, jalan, maupun jembatan).
Sedangkan menurutnagtive libertynya Spencer, fungsi dan tugas negara diantaranya tidak boleh
mengurusi masalah agama, negara juga tidak boleh mengatur mekanisme pasar, tidak boleh
mendukung kolonialisasi, dan ngara tidak boleh membantu orang miskin.
Pasca liberalisme klasik, pada tahun 1930an, terjadi peristiwa besar yang melanda sistem
ideologi liberalisme dengan kapitalisme sebagai paham yang dianut di bidang ekonomi. Di
negara-negara besar dan yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis tersebut mengalami depresi
besar atau disebut krisis Malaise. Kegiatan eonomi runtuh dan fondasi ekononomi yang
berlandaskan pada kebebasan individu yang telah dibangun sekian lama tersebut tidak mampu
menanggulangi pengangguran, kemiskinan, dan kompetisi yang lemah di dalam pasar. Di sinilah
kegagalan laissez-faire dalam memberikan keuntungan pada setiap individu, rupanya sistem
yang ada tidak mampu melakukan pembinaan pada kehancuran ekonomi masyarakat, ekonomi
dalam keadaan genting, dan solusi harus segera dicari. Paham liberalisme ternyata bertentangan
dengan nilai-nilai kemanusiaan dan hak asasi manusia pada krisis ekonomi 1930an, setidaknya
meliputi liberalisme dalam ekonomi (kapitalisme) dengan memahami proses panjang
pertumbuhan, dan kritikan yang dialami oleh liberalisme sampai akhirnya terjadi koreksi besar
pascakrisis kejadian tersebut. Liberalisme telah mengabaikan peran negaranya sendiri, pasar
mengalami kebingungan pada saat pertumbuhan penduduk sulit dikendalikan dan pengangguran
menunjukan tren yang terus meningkat. Seorang pemikir yang yang juga mendukung paham
tersebtu seperti John Locke pun mengalami kontradiksi saat ia berbicara tentang tujuan
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 17/24
dibentuknya negara dan kenapa manusia hidup bermasyarakat untuk tunduk pada suatu peraturan
yang disepakati dan dengan rela sebelumnya menyerahkan seagaian kedaulatan yang dimiliki.
Sampi di sini Locke dibenturkan bahwa negara ternyata harus tetap punya peran dan tidak bisa
lagi menganggapnya sebagai ―penjaga malam‖.
Dari penjelasan sebelumnya dapat diasumsikan sekarang bahwa meskipun pasar sampai saat ini
merupakan salah satu elemen yang penting dalam pembangunan ekonomi, namun tidak boleh
mengabaikan posisi negara. Sebab yang terjadi nanti adalah semakin banyaknya tercipta
pengangguran dan kemiskinan sebabagi akibat proses pembiaran kepada individu yang kalah
dalam bersaing dalam kerimbaan sebuah pasar. Disinilah posisi pasar yang sudah tidak rerlevan
lagi sebagi aktor tunggal kegiatan ekonomi, bahwa ternyata pada kenyataannya pasar tidak bisa
sepenuhnya self regulated (mengatur dirinya sendiri dan mengakomodasi setiap individu, bahkan
yang tidak memiliki modal). Akhirnya, di tengah fase kegentingan ekonomi tersebut munculah
seorang yang bernama John M. Keynes. Seorang tokoh ekonomi yang juga masih terpengaruh
oleh marxisme, namun sesungguhnya adalah pendukung tetap liberalisme itu sendiri. Dia
menawarkan perlunya welfare state dalam pengelolaan sebuah negara yang baik, yaitu negara
kesejahteraan yang dapat menjamin keadilan sosial dan peran negara lebih diatifkan lagi dalam
rangka mengontrol jalannya kegiatan ekonomi yang dapat menguntungkan individu. Dia juga
menilai bahwa persoalan ekonomi yang terjadi pada saat itu disebabkan oleh sistem pasar yang
tidak mampu melakukan efisiensi, hal ini dikarenakan tidak adanya otoritas yang mengatur
jalannya pasar dan sistem ekonomi tersebut.
Menurut Keynes faktor lain ketidakefisiensian pasar adalah tidak terjadinya keadilan
sosial, dan terakhir disebabkan oleh keadaan bebas itu sendiri yang menghinggapi setiap
individu. Maka menurut asumsi Keynes, negara sebenarnya dibolehkan untuk melakkan ikut
campur dalam rangka menunjang kebaikan individu. Setidaknya untuk menanggulangi kerugian
yang dialami oleh individu dalam aktivitas ekonominya, negara perlu melakukan kontrol
terhadap kredit dan kurs mata uang (perlu adanya insitusi terpusat). Skala investasi juga perlu
ditentukan oleh negara, dan selanjutnya, negara perlu ikut terlibat mengotrol pertumbuhan
jumlah penduduk. Fase ekonomi pascamalaise tersebut dengan tokoh terkenalnya yang bernama
John M. Keynes inilah yang kemudian dikenal dengan liberalisme baru.
Rupanya kritik terhadap liberalisme belum berhenti sampai dengan munculnya konsep
negara kesejahteraan. Marxisme yang memiliki cita-cita agar tidak terjadinya kelas sosial di
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 18/24
dalam masyarakat, sedikit juga dalam hal ekonomi terpengaruh oleh pandangan-pandangan
Smith dan David Ricardo. Pemikirnya, Karl Marx terang-terangan menentang sistem liberalisasi.
Hubungan antar base dan superstruktur yang sering dimaknai dengan cara produksi yang
dilakukan oleh masyarakat, terjadi pada lapisan bawah (base) akan menentukan bagian di
atasnya seperti masalah politik, budaya, dan ideologi (superstruktur). Hubungan struktural
seperti inilah yang menurut karl Marx hanya akan menciptakan terjadinya proses akumulasi
modal oleh kelas-kelas berkuasa dalam ekonomi, dan dampaknya para buruh atau kelas pekerja
akan semakin teralienasi dari hasil-hasil produksinya sendiri. Maka keadaan seperti ini pula —
yang terjadi di dalam masyarakat — perlu dirubah secara mendasar dan hanya melalui revolusilah
perubahan tersebut dapat tercipta, guna merubah keadaan hubungan anatarabase dan
superstruktur tersebut, yang pada akhirnya pada akhirnya tidak ada lagi pembagaian kelas dalam
masyarakat. Individu, pasar, dan negara akan selalu bergelut sampai saat ini dan nanti.
Gelombang arus neoliberalisme yang mulai bertiup di dekade tahun 1980an yang dimotori oleh
Margareth Thatcher dan Presiden Amerika Serikat Ronald Reagan telah menjadi wacana yang
saat ini sedang hangat berlangsung. Kekhawatiran timbul dimana-mana, tidak terkecuali di
Indonesia, sebab salah satu paham yang diusungnya adalah ingin mengembalikan leberalisme
ekonomi seperti dahulu, yang kalsik dan menjadikan individu sebagai fokus utamanya dengan
meminimalkan peran negara (menolak konsepwelfare state dari Keynes). Bagi negara kita yang
sedang masa reformasi ini, jelas-jelas tidak hanya mencuatkan kekhawatiran akan para kaum
pemiliki modal yang kemudian sepak terjangnya kembali lebih dominan ketimbang pasa birokrat
di jajaran pemerintahan (menguasai aset negara dan sebagian besar modal ekonomi), namu juga
mencederai konstitusi negara. Dalam UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1 dikatakan jelas bahwa fakir
miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, dan di Ayat ke-2 ditambahkan jika negara
itu mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat
yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan. Dari dua pasal tersebut
dengan jelas dapat dilihat bahwa seharusnya sistem ekonomi dan pemerintahan negara adalah
sitem yang dapat menjamin kesejahteraan dan keadilan masyarakatnya, bukan membiarkan
individu dan masyarakat tersebut masuk dalam hukum rimba ekonomi yang sangat bersifat homo
homini lupus.8
8 Surbakti, Ramlan. 2007. Memahami ilmu politik (cet. ke-6). Jakarta: Grasindo
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 19/24
Kritik Kami terhadap Liberalisme
Kita dapat mengambil pelajaran dari perjalanan liberalisme itu sendiri pada saat menemui
ajalnya di pertengahan tahun 1930an sebelum diselamatkan kembali oleh sistem ekonomi
welfare state dari Keynes. Keterjamiann individu tetap jadi yang diperioritaskan, namun
paradigmanya saat ini harus berubah, bahwa mereka (individu) bukanlah sosok yang resisten
terhadap perubahan, dan pasar sebagai arena yang katanya dapat dikontrol oleh tangan yang
tidak terlihat, rupanya tidak benar-benar dapat mengatur dirinya sendiri. Dari sini dapat
disimpulkan bahwa liberalisme dan kapitaslisme walaupun sebagai pemenang dalam pertarungan
ideologi saat ini seperti yang dikatakn oleh Francis Fukyama, tetaplah memiliki kelemahan dan
kekurangan. Ada sisi-sisi yang ternayata perlu mendapatkan perhatian dari negara dan tidak bisa
dilakukan oleh pikah swasta dan individu (pasar). Maka jawaban terhadap hak-hak individu yang
selama ini terabaikan di dalam sistem liberalisme adalah tetap pula menjadikan negara bagian
dari kegiatan dan kehidupan ekonomi. Negara tidak lagi diposisikan bernegasi dengan pasar,
negara juga arus ada di pasar dan mengontrol jalannya aktifitas transaksi, meski individulah yang
menjalankannya. Dengan regulasi dan proteksi yan dlakukan maka akan jelas kenapa manusia
berhimpun bersama memberikan kedaulatannya kepada sebagian orang guna diatur dan dapat
hidup secara teratur.
Demokrasi yang mengagungkan liberalisasi politik yang dihembuskan oleh negara-
negara maju ke berbagai belahan dunia, terutama ke negara-negara berkembang atau non
demokrasi, bermimpi akan melahirkan kesejahteraan bersama (collective wellfare), melahirkan
tatanan politik yang demokratis bagi kesejahteraan dan kemajuan suatu bangsa sebagaimana
yang terjadi di negara-negara maju. Namun kenyataanya yang terjadi jusru pemeliharaan
kemiskinan, pengangguran, kerusakan lingkungan, konflik-perpecahan, sosial-politik, dan
bahkan melahirkan semangat dan kesadaran politik separatisme di berbagai negara (misalnya;
Indonesia). Selain itu Sosialisme memandang bahwa kompetisi bebas seperti yang dibayangkan
oleh kaum liberal memang tidak terjadi, hal ini disebabkan karena ketidak adilan basis material
dan struktur, yang akhirnya pasti menghasilkan yang kalah dan yang menang, bahkan sebelum
berkompetisi yang menang sudah bisa ditebak karena mereka yang memegang kekuasaan.
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 20/24
Jadi menurut saya ciri-ciri ideologi liberal ialah sebagai berikut :
Pertama,demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik dalam.
Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan
berbicara, kebebasan beragama, dan kebebasan pers.
Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas.Keputusan yang
dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat bisa belajar membuat keputusan untuk dirinya
sendiri.
Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena
itu, pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat
dicegah.pendek kata kekuasaan dicurigai sebagai cenderung disalahgunakan, dan oleh karena itu
sejauh mungkin dibatasi.
Kelima, suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian terbesar
individu berbahagia. Kalau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagian sebagian
besar individu belum tentu maksimal.
Dengan demikian, kebaikan suatu masyarakat atau rezim diukur dari beberapa tinggi
indiviu berhasil mengembangkan kemampuan-kemampuan dan bakat-bakatnya. Paham ini
dianut Inggris dan koloni-koloninya, termasuk Amerika serikat.
Dapat disimpulkan dari pandangan itu bahwa locke membenarkan tirani mayoritas walaupun
tindakan mayoritas mungkin saja melanggar hak-hak individu kalangan minoritas.
Pada dasarnya manusia adalah makluk yang bebas tidak mau diikat, adapun pilihan untuk
mengikatkan diri karena dorongan nilai dan kebutuhan untuk dipenuhi, pilihan tersebut didasari
oleh pilihan yang rasional atas dasar pertimbangan yang matang/sudah difikirkan sebelumnya
bukan atas paksaan. Sehingga manuisa memiliki kebebasan untuk memilih apa yang terbaik
untuknya agar mencapai kebahagiaan yang optimal.
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 21/24
Manusia bebas memilih alternatif yang menurutnya baik bagi dirinya sehingga manusia
ketika telah menentukan pilihannya maka setiap pilihan itu menuntut adanya sebuah identitas
bersama dan akhirnya membentuk komunitas, setiap pilihan tersebut pasti ada dampak positif
dan negatifnya pada kelompok masyarakat lain selama dampak negatif tersebut tidak
mengganggu kepentingan umum/kelompok masyarakat yang lain tidak jadi maslah; yang
dibutuhkan adalah sebuah kesadaran toleransi antar kelompok/komunitas satu dengan yang lain
sebab aktifitas setiap komunitas pasti ada dampak positif dan negatifnya. Contoh: menjadi
pelacur di doli adalah sebuah pilihan yang terbaik sehingga dampak negatif dari komunitas doli
harus ditoleransi oleh kelompok masyarakat diluarnya selama aktifitas tersebut tidak
mengganggu kepentingan umum begitu juga sebaliknya kelompok yang ada tidak mengganggu
komunitas yang ada di doli.
Kesimpulannya, bahwa setiap manusia bebas memilih hal yang terbaik didalam hidupnya
terlepas pilihan itu menurut masyarakat baik atau tidak yang terpenting pilihan tersebut atas
dasar pertimbangan yang rasional sebab tanpa pertimbangan yang rasional maka pilihan tersebut
tidak berdasarkan kesadaran tetapi paksaan sehingga pilihan tersebut tidak akan membawa
kebahagiaan yang optimal menurut individu tersebut. Selama pilihan tersebut tidak mengganggu
kepentingan umum kelompok lain didalam masyarakat dan saling menghargai antar kelompok
dimasyarakat hal tersebut tidak menjadi masalah.
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 22/24
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kata-kata liberal diambil dari bahasa Latin liber artinya bebas dan bukan budak atau
suatu keadaan dimana seseorang itu bebas dari kepemilikan orang lain. Makna bebas kemudian
menjadi sebuah sikap kelas masyarakat terpelajar di Barat yang membuka pintu kebebasan
berfikir (The old Liberalism). Dari makna kebebasan berfikir inilah kata liberal berkembang
sehingga mempunyai berbagai makna. Secara politis liberalisme adalah ideologi politik yang
berpusat pada individu, dianggap sebagai memiliki hak dalam pemerintahan, termasuk
persamaan hak dihormati, hak berekspresi dan bertindak serta bebas dari ikatan-ikatan agama
dan ideologi (Simon Blackburn, Oxford Dictionary of Philosophy). Dalam konteks sosial
liberalisme diartikan sebagai adalah suatu etika sosial yang membela kebebasan (liberty) dan
persamaan (equality) secara umum (Coady, C. A. J. Distributive Justice). Menurut Alonzo L.
Hamby, PhD, Profesor Sejarah di Universitas Ohio, liberalisme adalah paham ekonomi dan
politik yang menekankan pada kebebasan (freedom), persamaan (equality), dan kesempatan
(opportunity) (Brinkley, Alan. Liberalism and Its Discontents).
Sejarahnya paham liberalisme ini berasal dari Yunani kuno, salah satu elemen terpenting
peradaban Barat. Namun, perkembangan awalnya terjadi sekitar tahun 1215, ketika Raja John di
Inggris mengeluarkan Magna Charta, dokumen yang mencatat beberapa hak yang diberikan raja
kepada bangsawan bawahan. Charta ini secara otomatis telah membatasi kekuasaan Raja John
sendiri dan dianggap sebagai bentuk liberalisme awal (early liberalism).
Perkembangan liberalisme selanjutnya ditandai oleh revolusi tak berdarah yang terjadi
pada tahun 1688 yang kemudian dikenal dengan sebutan The Glorious Revolution of 1688.
Revolusi ini berhasil menurunkan Raja James II dari England dan Ireland (James VII) dari
Scotland) serta mengangkat William II dan Mary II sebagai raja. Setahun setelah revolusi ini,
parlemen Inggris menyetujui sebuah undang-undang hak rakyat (Bill of Right) yang memuat
penghapusan beberapa kekuasaan raja dan jaminan terhadap hak-hak dasar dan kebebasan
masyarakat Inggris. Pada saat bersamaan, seorang filosof Inggris, John Locke, mengajarkan
bahwa setiap orang terlahir dengan hak-hak dasar (natural right) yang tidak boleh dirampas. Hak-
hak dasar itu meliputi hak untuk hidup, hak untuk memiliki sesuatu, kebebasan membuat opini,
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 23/24
beragama, dan berbicara. Di dalam bukunya, Two Treatises of Government (1690), John Locke
menyatakan, pemerintah memiliki tugas utama untuk menjamin hak-hak dasar tersebut, dan jika
ia tidak menjaga hak-hak dasar itu, rakyat memiliki hak untuk melakukan revolusi.
Kelemahan liberalisme terletak pada konsepnya yang ternyata diinterpretasikan secaraberbeda
oleh individu yang berbeda dalam kelompok yang memiliki kekuatan yang berbedapula. Hal ini
akhirnya menyebabkan ketidakadilan dan kemerosotan moral karena tidak adakekuatan negara
untuk mencegah ketidakadilan. Liberalisme menjadi tidak humanis, dari yangawalnya bertujuan
untuk membawa kemajuan bagi masyarakat, tapi ternyata kemajuan ituberlangsung secara tidak
seimbang dan ini menyebabkan kemerosotan moral dan eksploitasikelas bawah oleh kelas yang
berkuasa.
Individu dianggap perlu untuk mengembangkan potensi semaksimal mungkin
sehinggapaham individualisme dianggap sebagai hal yang terpenting karena akan menjamin
kemerdekaanindividu untuk melakukan pengembangan potensi dalam rangka menghadapi proses
seleksi. Tapiternyata proses seleksi berlangsung tidak seimbang karena tidak setiap individu
memiliki aksesuntuk dapat mengembangkan potensinya semaksimal mungkin. Akses ini masih
hanya dinilikioleh sebagian kecil golongan yang berkuasa dalam masyarakat. Proses seleksi ini
pada akhirnyaberubah menjadi ketidakadilan saat negara tidak memiliki kekuatan apapun untuk
mengintervensi jika terjadi hal-hal yang merugikan salah satu atau beberapa pihak yang ikutserta
dalam proses seleksi tersebut. Ketidakadilan ini akhirnya menjadi sumber masalah
dalammasyarakat yang ditimbulkan oleh kelemahan konsep liberalisme klasik.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa liberalisme mengutamakan kebaikan bersama melalui cara
yang kooperatif dalam menyelesaikan masalah. Liberalis juga menekankan bahwa negara
bukanlah satu- satunya aktor dalam hubungan internasional. Hubungan internasional
digambarkan sebagai jarring- jaring yang sangat luas dan rumit. Semua pihak yang saling
berkaitan dapat saling berkaitan dan memperkokoh satu sama lain melalui kerjasama dan
menghindari konflik yang ada. Karena menurut liberalis, konflik hanya akan makin mengusutkan
benang, bukan meluruskan.
8/10/2019 LiberaisMe Tomysatriaw
http://slidepdf.com/reader/full/liberaisme-tomysatriaw 24/24
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Grasindo. Jakarta. 1999
Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Grasindo. Jakarta. 2010
Ebenstein, William dan Edwin Fogelman. Isme-isme Dewasa Ini. Swada. Jakarta.
1963.Ebenstein, William. Great Political Thinkers (Third Edition). USA. 1960
Jackson, Robert & Sørensen, 1999. Introduction to International Relations, Oxford, Chap 4, pp.107-138.
Mises,Ludwig & Spadaro, Louis. 1985. Liberalism. Cobden Press and The Foundation of
Economic Education, Inc.
Honer, Stanley M. dan Thomas C. Hunt, 2003, Metode dalam Mencari Pengetahuan:
Rasionalisme, Empirisme dan Metode Keilmuan, dalam Jujun S. Suriasumantri (penyunting),
Ilmu dalam Perspektif: SebuahKumpulan Karangan tentang Hakekat Ilmu, Yayasan obor
Indonesia,Jakarta
Internet
http://zetira_kania-fisip11.web.unair.ac.id/artikel_detail-43173-
Teori%20Hubungan%20Internasional-Liberalisme%20(Group).html (diakses pada pukul
12:21 AM 20 Oktober 2012)
http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=42:liberalisme-
dari-ideologi-menjadi-teologi-&catid=2:hamid-fahmy-zarkasyi (Diakses pada pukul
12:00 AM 20 Oktober 2012)
http://insistnet.com/index.php?option=com_content&view=article&id=42:liberalisme-
dari-ideologi-menjadi-teologi-&catid=2:hamid-fahmy-zarkasyi (Diakses pada pukul
12:49 AM 23 Oktober 2012)
http://sitemaker.umich.edu/daphna.oyserman/files/sorensen_oyserman_2009_individualism_1_.pdf
http://www.laissezfaire.com/
http://yamaco.wordpress.com/2008/11/26/enam-tokoh-pemikiran-politik-klasik/