Download - Latar Belakang

Transcript
Page 1: Latar Belakang

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Saat ini sekitar 115 juta penduduk di negara berkembang dan miskin punya

masalah kegemukan. Secara global tahun 2015 akan terdapat 2,3 milyar penduduk

gemuk dan 700 juta mengalami kegemukan (Soekirman, 2007). Banyaknya asupan

energi dari konsumsi makanan yang dicerna melebihi energi yang digunakan untuk

metabolisme dan beraktivitas sehari-hari, maka kelebihan energi ini akan disimpan

dalam bentuk lemak pada jaringan adiposa (Rosenbaum, 1997).

Terdapat 4 periode kritis dalam masa tumbuh kembang anak dalam

kaitannya dengan terjadinya obesitas, yaitu: masa prenatal, terutama trimester 3

kehamilan, masa bayi, masa adiposity rebound pada usia 6-7 tahun dan masa

adolescence (Dietz, 1993). Pada bayi dan anak yang obesitas, sekitar 26,5% akan

tetap obesitas untuk 2 dekade berikutnya dan 80% remaja yang obesitas akan menjadi

dewasa yang obesitas (Sunver, 1994). 50% remaja yang obesitas sudah mengalami

obesitas sejak bayi (Taitz, 1991). Sepertiga dari anak obesitas tumbuh menjadi

obesitas di saat dewasa dan risiko obesitas ini diperkirakan sangat tinggi dengan OR

2,0-6,7 (Fukuda, 2001).

Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu

penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan oleh

1

Page 2: Latar Belakang

karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktivitas,

gaya hidup, sosial ekonomi, dan nutrisional. Yaitu perilaku makan dan pemberian

makanan padat terlalu dini pada bayi (Heird, 2002).

Air Susu Ibu (ASI) adalah minuman alamiah utama untuk semua bayi cukup

bulan yang diperuntukan selama usia bulan-bulan pertama kehidupan bayi (Nelson,

2000). Air susu ibu (ASI) secara unik memang dikondisikan untuk memenuhi

kebutuhan bayi manusia. Air susu ibu mengandung nutrisi dengan kemampuan

biologis tinggi untuk memenuhi kebutuhan bayi yang sedang tumbuh dengan cepat

(IDAI, 2009).

Beberapa penelitian tentang efek protektif ASI terhadap kegemukan

(overweight) memperlihatkan hasil yang bervariasi. Kajian terhadap 61 penelitian

(mencakup 298.900 subyek) tentang hubungan menyusui/pemberian ASI dengan

kejadian kegemukan atau obesitas pada anak usia 0-17 tahun. Hasil kajian mereka

mendapatkan bahwa pemberian ASI berhubungan dengan penurunan kejadian

obesitas di kemudian hari. Perilaku ibu yang lebih lebih responsif terhadap tanda

lapar atau kenyang bayi juga berpengaruh terhadap efek tersebut (IDAI, 2009)

ASI memberikan efek protektif terhadap risiko obesitas pada anak usia 5-6

tahun. Angka kejadian kegemukan menurun sejalan dengan lamanya pemberian ASI.

Makin lama ASI diberikan makin kecil kemungkinan terjadi obesitas. Angka kejadian

kegemukan pada anak usia 5-6 tahun yang mendapat ASI eksklusif selama 2 bulan

sebesar 3,8%, sedangkan sebesar 1,7% pada mereka yang mendapat ASI selama 6-12

bulan, dan 0,8% selama 12 bulan (Kries et al, 1999).

2

Page 3: Latar Belakang

Sebagai makanan terbaik bayi, ternyata ASI belum dimanfaatkan

sepenuhnya oleh masyarakat, bahkan terdapat kecenderungan terjadinya pergeseran

penggunaan susu formula pada sebagian kelompok masyarakat (Briawan, 2004).

Sayangnya hanya 39% dari semua bayi di dunia yang mendapat ASI eksklusif (WHO,

2002). Data series Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan

ibu-ibu yang memberikan ASI eksklusif hanya 52,0% (tahun 1997) dan 55,1% (tahun

2003) (BPS, 2003).

Terdapat kebiasaan di masyarakat, bayi yang baru lahir sudah diberikan

makanan lain seperti susu formula (susu botol), madu, atau lainnya. Demikian pula di

tempat-tempat pelayanan kesehatan (Rumah Sakit atau Klinik Bersalin) yang

memberikan susu formula kepada bayi baru lahir. Data SDKI menyebutkan bayi usia

kurang 3 hari sudah diberikan makanan dalam bentuk cair (45,3%) dan padat

(17,6%). Padahal WHO merekomendasikan pemberian makanan pendamping ASI

(MP-ASI) tersebut boleh diberikan setelah bayi berusia 6 bulan (WHO, 2001).

Ketidaktahuan ibu tentang pentingnya ASI, cara menyusui dengan benar,

serta pemasaran yang dilancarkan secara agresif oleh para produsen susu formula

merupakan faktor penghambat terbentuknya kesadaran orang tua dalam memberikan

ASI eksklusif (UNICEF, 2006).

Bayi yang diberi minum ASI harus bekerja keras mengisap puting susu

sehingga akan segera berhenti mengisap jika telah merasa kenyang. Sebaliknya, bayi

peminum susu formula secara pasif menanti tetesan susu dari botol sehingga tidak

3

Page 4: Latar Belakang

akan berhenti meneguk susu kecuali botolnya telah kosong. Hal ini dapat

menyebabkan kegemukan (obesitas) (Susilowati, 2008).

Dalam Al-Quran surat Al- Baqarah ayat 233, Allah Ta’ala menjelaskan

tentang hak menyusu bagi seorang anak dan kewajiban seorang ibu untuk

menyusuinya serta kewajiban bagi seorang ayah untuk mencukupi kebutuhan mereka

baik mereka dalam kondisi belum bercerai atau telah bercerai.

Allah Ta’ala berfirman:

أ�ن اد� ر�� أ لم�ن� ل�ي�ن ك�ام ل�ي�ن و� ح� و�ال�د�ه�ن�

أ� ع�ن� ض ي�ر� الد�ات� ال�و� و�ن� ت�ه� و� و�كس� ن� ه� ق� رز� ل�ه� ل�ود و� ال�م� و�ع�ل�ى اع�ة� ض� الر� ي�تم�

ا ل�ده� بو� الد�ة� و� آر� ت�ض� ال� ا ع�ه� و�س� إال� ن�ف�س/ ت�ك�ل�ف� ال� وف ع�ر� بال�م�اد�ا ر�� أ إن� ف� ذ�لك� ث�ل� م ال�و�ارث و�ع�ل�ى ل�ده بو� ل�ود��ل�ه� و� م� و�ال�

إن� و� ا م� ع�ل�ي�ه ن�اح� ج� ال� ف� Bاو�ر ت�ش� و� ا م� ن�ه� Dم Bاض ت�ر� ع�ن Fاال فص�ت�م ل�م� س� ذ�ا إ ع�ل�ي�ك�م� ن�اح� ج� ال� ف� و�ال�د�ك�م�

أ� ع�وا ض ت�ر� ت�س� نأ� د�ت�م� ر�

� أا بم� الله� ن�

أ� اع�ل�م�وا و� الله� وا ات�ق� و� وف ع�ر� بال�م� آء�ات�ي�ت�م م�ير�� } ب�ص ل�ون� {233ت�ع�م�

"Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi

yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan

pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf. Seseorang tidak dibebani

melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita

kesengsaraan karena anaknya dan juga seorang ayah karena anaknya, dan warispun

berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)

dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya.

4

Page 5: Latar Belakang

Dan jika kamu ingin  anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu

apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada

Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perumusan masalah penelitian

yaitu:

Adakah pengaruh pemberian susu formula dengan obesitas pada anak.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum:

Mengetahui adakah pengaruh pemberian susu formula dengan obesits pada

anak.

2. tujuan Khusus:

i) Menentukan apakah pengaruh pemberian susu formula dengan obesitas

pada anak.

ii) Menentukan apakah frekuensi pemberian susu formula mempengaruhi

terjadinya obesitas pada anak.

D. MANFAAT PENELITIAN:

1. Teoritis: sebagai informasi mengenai pengaruh pemberian susu formula dengan

obesitas.

5

Page 6: Latar Belakang

2. Praktis:

a) Memberikan informasi kepada mahasiswa jurusan kedokteran dan kesehatan

mengenai pengaruh susu formula.

b) Memberikan pengetahuan kepada orang tua pada umumnya mengenai

pertumbuhan pada anak yang mengkonsumsi susu formula.

E. KEASLIAN PENELITIAN:

Judul Peneliti Hasil

Dietary Energy Intake at the Age of 4 Months Predicts Postnatal Weight Gain and Childhood Body Mass Index

Ken K.Ong,PhD (2006)

Diantara formula atau campuran makanan bayi, asupan energi makanan pada usia 4 bulan diprediksikan penambahan berat badan dan resiko obesitas.

Effect of Infant Feeding on the Risk of Obesity Across the Life Course: A Quantitative Review of Published Evidence

Christopher G. Owen, PhD (2005)

Menyusui secara dini dapat mencegah terjadinya obesitas di kemudian hari, penelaahan lebih lanjut mengenai factor perancu perlu dilakukan.

Early determinants of childhood overweight and adiposity in a birth cohort study: role of breast-feeding

KE Bergmann (2003)

Maternal BMI lebih dari 27, pemberian bottle-feeding (susu formula), merokok selama kehamilan, dan status ekomomi rendah menjadi faktor resiko obesitas dan adipositas pada usia 6 tahun. Pemberian susu formula terlalu dini memajukan kenaikan obesitas, prediksi obesitas di kemudian hari.

6

Page 7: Latar Belakang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI

1. OBESITAS

a. Definisi:

Obesitas merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya

penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh

yang normal. Tetapi masih banyak pendapat di masyarakat yang mengira

bahwa anak yang gemuk adalah sehat (Soetjiningsih, 1995). Obesitas ditandai

dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan di dalam jaringan

subkutan dan alat-alat tubuh sehingga berat badan berlebihan jika

dibandingkan usia atau tinggi anak sebayanya (Chatab, 1996).

Obesitas adalah gambaran individu dengan berat badan menurut

tinggi lebih besar 120 % dari standar. Obesitas pada anak dapat terjadi karena

ketidakseimbangan antara energi yang dikonsumsi dengan energi yang

dikeluarkan (Khomsan, 2004). Obesitas atau kegemukan merupakan suatu

keadaan yang terjadi apabila kuantitas fraksi jaringan lemak tubuh

dibandingkan berat badan total lebih besar daripada normal atau peningkatan

jumlah energi yang ditimbun sebagai lemak akibat proses adaptasi yang salah

(Subarja, 2004).

7

Page 8: Latar Belakang

Untuk diagnosis obesitas harus ditemukan gejala klinis obesitas dan

disokong dengan pemeriksaan antropometri yang jauh diatas normal.

Pemeriksaan antropometri yang sering digunakan adalah berat badan terhadap

tinggi badan, berat badan terhadap umur dan tebalnya lipatan kulit

(Soetjiningsih, 1995).

Kriteria yang digunakan untuk menentukan obesitas adalah sebagai

berikut (Neuman, 1983):

Overnutrisi Obesitas1 BB thd. TB (Pre

Pubertas)110-119% Std.90-95 persentil

> 120% Std.> 95 persentil

2 BB thd. umur 110-119% Std.90-95 persentil

> / = 120% Std.> 95 persentil

> 2 SD diatas mean

Umur Obesitas3 Lipatan kulit

(Trisep/Subscapula)0-36 bulan > 2 SD

> 90 persentil4 Lipatan kulit (tanner

1962)0-18 tahun > 2 SD

> 95 persentil

b. Klasifikasi:

Menurut gejala klinisnya obesitas dibagi menjadi obesitas sederhana

dan obesitas khusus. Obesitas sederhana bila gejala kegemukan tanpa disertai

kelainan hormonal/mental/fisik. Sedangkan obesits khusus dibedakan menurut

kelainan endokrin(hormonal), kelainan somatodismorfk, dan kelainan

hipotalamus (Soetjiningsih, 1995).

c. Penyebab

8

Page 9: Latar Belakang

Penyebab obesitas berdasarkan hukum fisika dasar: Energi yang

dibutuhkan= energi yang digunakan +/- energi yang disimpan. Artinya

penggunaan energi tersebut adalah untuk metabolisme basal, SDA (Specific

Dynamic Action) yaitu peristiwa makan dan mencerna makanan,

pertumbuhan, aktifitas fisik, dan sebagian kecil terbuang melalui feses. Jadi

obesitas dapat terjadi bila terdapat kelebihan energi yang menetap, atau akibat

pemakaian energi yang berkurang secara menetap, atau kombinasi keduanya

(Soetjingsih, 1995).

Obesitas timbul oleh karena pemberian makanan yang selalu

melampaui kebutuhannya (positive energy balance). Akan tetapi tidak

semuanya sesederhana ini, kadang-kadang penyebabnya sangat kompleks

(Chatab, 1996). Beberapa penyebab obesitas menurut Soetjiningsih (1995)

antara lain:

(1). Masukan energi yang melebihi dari kebutuhan tubuh.

(a) Pada bayi : obesitas pada bayi umur satu tahun pertama, sebagian

berhubungan dengan berat badan lahirnya dan cara pemberian makanannya.

Tetapi sebagian obesitas pada usia 6-12 bulan masih sulit dijelaskan

penyebabnya.

(b) Gangguan emosional : biasanya pada anak yang lebih besar, dimana

baginya makanan merupakan pengganti untuk mencapai kepuasan dalam

memperoleh kasih sayang.

9

Page 10: Latar Belakang

(c) Gaya hidup masa kini : kecenderungan anak-anak sekarang yang suka

makanan fast food.

(2) Penggunan kalori yang kurang, obesitas terjadi apabila terdapat

peningkaan pemasukan energi atau penurunan akivitas jasmani (Chatab,

1996). Pada anak-anak, berkurangnya aktivitas fisik karena notn TV, dll.

Terlebih nonton sambil tidak berhenti makan (Soetjiningsih, 1995).

(3) Hormonal, obesitas yang disebabkan oleh oleh kelainan endokrin seperti

hipotiroid, sindrom Cushing, sindrom Prader-Willi dan lain-lain sangat jarang

(Chatab, 1996). Penyebab yang jarang lain adalah kelenjar pituitari dan

hipotalamus yang abnormal, sehingga terjadi hiperfagia (nafsu makan yang

berlebihan) karena gangguan pusat kenyang di otak (Soetjiningsih, 1995).

d. Patogenesis:

Terjadinya obesitas dapat dibagi menjadi tiga:

(1) Reguatory obesity, gangguan terletak pada pusat yang mengatur masukan

makanan (Chatab, 1996).

(2) Metabolic obesity, yaitu terdapat kelainan pada metaboisme lemak dan

karbohidrat (Chatab, 1996)

(3) Jumlah sel lemak, yaitu jumlah sel lemak normal tetapi terjadi hipertrofi

atau jumlah sel lemak meningkat dan juga terjadi hipertrofi (Soetjiningsih,

1995).

e. Diagnosis:

10

Page 11: Latar Belakang

Untuk diagnosis obesitas harus ditentukan gejala klinis obesitas dan

disokong dengan pemeriksaan antropometri yang jauh diatas normal.

Pemeriksaan antropometri yang sering digunakan adalah berat badan terhadap

tinggi badan, berat badan terhadap umur dan tebalnya lipatan kulit.

Diagnosis ditegakkan berdasaran anamnesis, pemeriksaan fisis dan

pemeriksaan penunjang berupa antropometri, laboratorium, radiologis, dan

psikologis. Angka di atas 120% dari perbandingan berat badan pasien

terhadap baku berat badan untuk tinggi badan yang sesuai mungkin

merupakan batas untuk membuat diagnosis obesitas karena angka yang belum

pasti (Chatab, 1996).

Untuk mengetahui atau menentukan apakah seorang anak obesitas atau

tidak dapat dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain:

(1) Berdasarkan Berat Badan dan Tinggi Badan:

(a) Berat Badan Ideal (BBI)

BBI dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Standar BroccaBBI = (TB – 100) – (10 % (TB – 100))

TB = tinggi badan dalam satuan cm Sumber : (Simamora et all, 1996) Hasil perhitungan BBI yang didapat kemudian diklasifikasikan

sebagai berikut:

Derajat Obesitas Berdasarkan BBIKlasifikasi BB menurut TB Kategori

11

Page 12: Latar Belakang

120 – 140 % dari BBI141 – 200% dari BBI

>200% dari BBI

Obesitas ringanObesitas sedangObesitas berat

Sumber: (Moore, 1997).

(b) Indeks Massa Tubuh (IMT)

BB IMT = ____

TB2

IMT= Indeks Masa Tubuh

BB = berat badan dalam kilogram (kg)

TB = tinggi badan dalam meter (m)

Batasan nilai IMT ini umumnya diambil pada orang dewasa, pada anak

batas nilai IMT bervariasi. IMT lebih cocok bila digunakan pada orang

dewasa yang berusia 18 tahun keatas (Simamora et all, 1996)

(2) Berdasarkan Tebal Lipatan Kulit (TLK)

Pada anak TLK triseps yang diukur didaerah otot triseps pada

pertengahan antara prosesus olekranon dan sendi akromion klavikular,

korelasinya terhadap total lemak tubuh lebih baik dibanding dengan IMT,

sehingga menunjukkan bahwa TLK triseps mungkin adalah suatu

pengukuran yang lebih shahih untuk pengukuran lemak tubuh. Di samping

itu TLK triseps mengukur lemak tubuh secara langsung karena tidak

dipengaruhi oleh ukuran kerangka tubuh, berat badan maupun tinggi

badan. Pengukuran TLK dilakukan dengan cara menjepit jaringan

12

Page 13: Latar Belakang

subkutan antara jempol dan telunjuk dengan jarak antara 6-8 cm,

goyangkan pelan-pelan dan hati-hati untuk menyingkirkan otot

dibawahnya dan tekan secukupnya sehingga memungkinkan kaliper

lipatan kulit yang kita gunakan dapat menekan jaringan lemak yang dituju.

Prosedur ini tidak boleh menimbulkan rasa sakit atau tidak nyaman bagi

subjek, sebaiknya yang digunakan adalah nilai rata-rata 3 – 5 kali

pengukuran (Subardja, 2004).

Tabel 3 Baku untuk TLK Triseps dan Subskapula

Kriteria TLK Triseps TLK Subskapula

NormalObesitas ringanObesitas berat

< 65 – 85 persentil> 85 – 95 persentil

> 95 persentil

< 75 persentil75 – 90 persentil

> 90 persentilSumber: (Subardja, 2004).

2. AIR SUSU IBU (ASI)

Air Susu Ibu (ASI) adalah minuman alamiah utama untuk semua bayi

cukup bulan yang diperuntukan selama usia bulan-bulan pertama kehidupan bayi

(Nelson, 2000). Air susu ibu (ASI) secara unik memang dikondisikan untuk

memenuhi kebutuhan bayi manusia. Air susu ibu mengandung nutrisi dengan

kemampuan biologis tinggi untuk memenuhi kebutuhan bayi yang sedang tumbuh

dengan cepat (IDAI, 2009).

Makanan yang paing sesuai untuk bayi ialah ASI. Bagi pencinta alam dan

hal-hal yang alamiah, alasan tersebut saja sudah cukup untuk menyimpulkan

bahwa ASI adalah makanan yang terbaik bagi bayi. Lebih-lebih dalan Al Quran

13

Page 14: Latar Belakang

Surat Al-Baqarah ayat 223 juga secara eksplisit dianjurkan adar para ibu memberi

ASI sampai berusia 2 tahun (Sastroasmoro, 2007).

Manfaat ASI menurut Sastroasmoro (2007) antara lain:

1. ASI mengandung semua yang diperlukan bayi.

2. Zat gizi dalam ASI mudah dicerna bayi.

3. Produksi ASI sesuai dengan kebutuhan bayi.

4. ASI mengandung pelbagai zat anti.

5. ASI adalah steril.

6. ASI adalah segar dan, dan tidak pernah basi.

7. ASI mempererat hubungan batin ibu-bayi.

8. ASI dapat menunjang keluarga berencana.

Seperti halnya nutrisi pada umumnya, ASI mengandung komponen

makro dan mikro nutrien. Yang termasuk makronutrien adalah karbohidrat,

protein, dan lemak. Sedangkan mikronutrien adalah adalah vitamin dan mineral.

ASI hampir 90%nya terdiri dari air. Volume dan komposisi nurien ASI berbeda

untuk setiap ibu bergantung dari kebutuhan bayi. Perbedaan volume dan

komposisi di atas juga terlihat pada masa menyusui (kolostrum, ASI transisi, ASI

matang dan ASI pada saat penyapihan) (Hedarto, Pringgadini, 2008).

Faktor faktor yang mempengaruhi penggunan ASI menurut Suryaatmaja

(1997) antara lain:

1. Perubahan sosial budaya

- Ibu-ibu bekerja atau kesibukan sosial lainnya.

14

Page 15: Latar Belakang

- Meniru teman, tetangga atau orang terkemuka yang memberikan susu

botol.

- Merasa ketinggalan zaman jika menyusui bayinya.

2. Faktor psikologis

- Takut kehilangan daya tarik sebagai seorang wanita.

- Tekanan batin.

3. Faktor fisik ibu

- Ibu sakit, misalnya mastitis, panas, dan sebagainya.

4. Faktor kurangnya petugas kesehatan, sehingga masyarakat kurang mendapat

penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI.

5. Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI.

6. Penerangan yang salah justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang

menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng.

3. SUSU FORMULA

Adalah susu yang berasal dari susu sapi atau susu kedelai yang diubah

komposisinya sedemikian rupa sehingga mendekati (tidak akan pernah sama

dengan) komposisi ASI. Susu ini diberikan bila ibu tidak dapat menyusui karena

berbagai alasan seperti ibu yang menderita sakit berat, ibu mendapatkan

pengobatan yang dapat mempengaruhi kualitas ASI, dan ibu yang tidak dapat atau

tidak mungkin memberikan ASI oleh karena bekerja atau bepergian lama

(Sastroasmoro, 2007).

15

Page 16: Latar Belakang

Walaupun ASI dipandang lebih unggul dibandingkan susu formula untuk

bayi normal, banyak bayi mendapat susu formula sejak lahir. Pola perubahan

sosial dan budaya dapat mendorong pemberian susu formula. Karena ibu bekerja

diluar rumah, banyak ibu yang enggan menyusui bayinya. Yang lain percaya

bahwa menyusui akan membatasi aktivitasnya atau mereka takut gagal pada

menyusui. Beberapa orang menganggap pertambahan berat dan kehilangan tonus

payudara sebagian tidak menarik dan beberapa orang menganggap ASI secara

sosial tidak dapat diterima. Apapun alasannya, kepopuleran susu buatan sekarang

tidak mungkin dicapai tanpa perbaikan sebelumnya dalam hal keamanan dan

kualitas susu pengganti (Nelson, 2000).

Formula susu sapi murni lazim dan dievaporasi memberikan sekitar 3-4 g

protein/kg/24 jam (masukan protein tinggi sebagian besar melebihi kebutuhan

dasar), sedangkan ASI dan banyak preparat susu komersial menyerupai komposisi

penyediaan ASI 1,5-2,5 g/kg/24 jam (masukan protein rendah memasok tingkat

kelebihan lebih kecil) (Nelson, 2000).

Komposisi susu formula menggunakan acuan ASI sebagai gold standard.

Pada awalnya modifikasi pada susu formula tersebut hanya pada makronutrien

dan mineral saja, tetapi pada saat ini telah ditambahkan LCPUFAs (AA dan

DHA), nukleotida, taurin dan sebagai komponen kekebalan seperti laktoferin,

laktobasilus bifidus (probiotik) dan prebiotik seperti FOS (fructo-

oligosaccharide). Perbandingan whey protein : kasein adalah 60:40 mendekati

komposisi ASI bertujuan agar protein di dalam susu formula mudah dicerna.

16

Page 17: Latar Belakang

Demikian pula dengan skor asam amino di dalam susu formula juga mengacu

pada komposisi ASI. Sedangkan penambahan zat besi pada susu formula,

bertujuan untuk mencegah anemia defisiensi besi pasa anak yang tidak minum

ASI atau hanya minum ASI sebagian, sebab zat besi penting untuk pertumbuhan

dan perkembangan kognitif anak (Soetjiningsih, Suandi, 2002).

Susu yang digunakan untuk membuat susu formula menurut Nelson

(2000) antara lain,

1. Susu mentah, susu ini tidak dianjurkan untuk bayi, karena membentuk

dadih besar dalam lambung, lambat dalam pencernaan serta mudah

terkontaminasi organisme patogen.

2. Susu pasteurisasi, pasteurisasi akan menghancurkan bakteri patogen dan

mengubah kasein lenjadi lebi kecil, dadih dalam lambung menjadi kurang

kasar. Susu pasteurisasi harus dipanaskan bila digunakan untuk minuman

bayi.

3. Susu homogenisasi, selama proses homgenisasi tetesan kecil lemak dipecah

menjadi partikel kecil dan tetap menyebar. Manfaatnya adalah dadih yang

dihasilkan dalam lambung lebih kecil dan kurang kasar.

4. Susu evaporasi, pada susu ini dadih kasein yang dihasilkan dalam lambung

lebih lunak dan lebih kecil daripada susu murni yang dipanaskan.

Homogenisasi lemak juga turut mengecikan pembentukan dadih. Protein

whey atau laktoglobulin tampak kurang alergenik daripada protein

formula susu murni.

17

Page 18: Latar Belakang

5. Preparat susu, susu ini secara nutrisi cukup untuk bayi normal. Harganya

lebih mahal dari susu evaporasi-susu formula.

6. Susu kental, adalah 45% gula ditambahkan pada susu kental manis.

Sehingga kadar karbohidrat sekitar 60% dalam betuk evaporasi kental

sebelum pengenceran. Walaupun dapat dengan mudah dicerna, susu ini

tidak berguna pada minuman bayi untuk periode yang sangat pendek

ketika diperlukan diet tinggi kalori.

7. Susu murni kering, adalah susu dengan kadar lemak yang disesuaikan

sampai 3,5%, dan susu segera dievaporasi menjadi bentuk tepung dengan

sprey, pendinginan, atau pengeringan berputar. Pencairan kembali susu

kering mempunyai manfaat paling banyak dari susu evaprasi tetapi tidak

tetap baik bila terkena udara.

8. Susu skim kering, terdiri susu skim tidak berlemak (kadar lemak 0,5%) dan

susu setengah skim (kadar lemak 1,5%). Tersedia untuk bayi dengan

intoleransi lemak atau untuk anak yang mengkonsumsi diet dengan kadar

lemak rendah. Susu ini jangan digunakan pada 2 tahun pertama. Kadar

protein dan mineralnya yang tinggi yang sebanding kalori dapat

menyebabkan dehidrasi berat. Banyak dari produk ini tidak mengandung

tambahan vitamin D.

9. Susu asam dan fermentasi, susu ini dibuat dengan menambahkan asam pada

formula susu sapi yang direbus sebelumnya dan didinginkan, atau susu ini

difermentasikan dengan menambahkan organisme penghasil asam laktat.

18

Page 19: Latar Belakang

Susu ini kurang memerlukan asam hidroklorida untuk pencernaan

lambung. Kasein diubah sehingga lebih kecil, bentuk dadih lebih lunak

dalam lambung. Susu ini sekarang jarang digunakan pada minuman bayi

karena susu ini agaknya menyebabkan asidosis.

Perlu diperhatikan bahwa pada anak yang berumur diatas satu tahun, yang

sudah dapat makan menu keluarga dan pertumbuhannya baik, maka pada anak

tersebut pemberian susu formula hanya sebagai pelengkap saja. Demikian pula

dengan jenis susu yang diberikan tidak menjadi masalah (Soetjiningsih, Suandi,

2002).

4. HUBUNGAN OBESITAS, ASI, dan SUSU FORMULA

Terdapat kebiasaan di masyarakat, bayi yang baru lahir sudah diberikan

makanan lain seperti susu formula (susu botol), madu, atau lainnya. Demikian

pula di tempat-tempat pelayanan kesehatan (Rumah Sakit atau Klinik Bersalin)

yang memberikan susu formula kepada bayi baru lahir. Data SDKI menyebutkan

bayi usia kurang 3 hari sudah diberikan makanan dalam bentuk cair (45,3%) dan

padat (17,6%). Padahal WHO merekomendasikan pemberian makanan

pendamping ASI (MP-ASI) tersebut boleh diberikan setelah bayi berusia 6 bulan

(WHO, 2001).

Beberapa penelitian tentang efek protektif ASI terhadap kegemukan

(overweight) memperlihatkan hasil yang bervariasi. Kajian terhadap 61 penelitian

(mencakup 298.900 subyek) tentang hubungan menyusui dengan kejadian

19

Page 20: Latar Belakang

kegemukan atau obesitas pada usia 0-17 tahun memperlihatkan penurunan

kejadian obesitas pada anak yang mendapatkan ASI saat bayi. Perilaku ibu yang

lebih responsif terhadap anda lapar atau kenyang yang dierlihatkan oleh bayi juga

berpengaruh terhadap efek tersebut (Tridjaja, Marzuki, 2008).

Pada ASI terdapat hormon leptin yang tungsinya mengatur nafsu

makan/asupan makanan dan metabolisme energi. Pada kegemukan ditemukan

kekurangan leptin atau resistensi terhadap kerja leptin. Selain leptin, ASI juga

mengandung adiponektin yang berfungsi mencegah terjadinya penebalan

pembuluh darah (aterosklerosis) dan radang. Diperkirakan kedua hormon ini akan

dapat mengurangi resiko anak dari penyakit kardiovaskular di kemudian hari.

Seperti diketahui, obesitas pada usia dini dapat merupakan faktor risiko kelainan

kardiovaskular (hipertensi, penyakit jantung koroner) pada usia dewasa (Tridjaja,

Marzuki, 2008).

Jika menyusui sangat protektif terhadap kelebihan berat badan pada

anak usia dini, penjelasannya mungkin terdapat dalam sifat ASI yang mencegah

obesitas daripada kenyataan bahwa menyusui lebih berpotensi memindahkan

energi daripada susu formula. Selain itu, protein yang lebih tinggi pada susu

formula dibandingkan dengan ASI dapat menyebabkan respons metabolik insulin

meningkat dan faktor pertumbuhan insulin growth factor 1 disekresi pada bayi

dengan susu formula yang menyebabkan kenaikan berat badan yang berlebihan

(Hediger et all, 2001).

20

Page 21: Latar Belakang

Studi yang dilakukan oleh Heinig et al (1993) mengemukakan bahwa

protein intake pada susu formula lebih tinggi 66-70% daripada bayi dengan ASI

pada 6 bulan pertama. Ada perbedaan dalam energi dan protein intake yang

signifikan pada bulan ke 3, 6, dan 9. Pertambahan berat dan masa tubuh pada bayi

dengan breast feeding lebih rendah daripada bayi dengan formula feeding dari

bulan ke 3 sampai bulan ke 9.

Penelitian yang dilakukan Bergmann et al ( 2002), membandingkan bayi

yang mendapatkan ASI dengan bayi yang mendapatkan susu formula sejak lahir

atau mendapatkan ASI kurang dari 3 bulan. Didapatkan hasil dalam tiga bulan,

bayi yang mendapatkan susu formula memiliki BMI yang secara signifikan lebih

tinggi dan lipat kulit yang lebih tebal dari bayi yang mendapatkan ASI. Pada usia

6 bulan, dibandingkan dengan bayi yang mendapatkan ASI, proporsi secara

konsisten lebih tinggi bayi yang mendapatkan susu formula melebihi persentil 90

dan 97dari BMI. Dari usia 4-5 dan 6 tahun, pada bayi dengan susu formula

prevalensi obesitas hampir dua kali lipat dan tiga kali lipat pada masing-masing.

21

Page 22: Latar Belakang

B. KERANGKA KONSEP

C. HIPOTESIS

Pemberian susu formula saat usia bayi berpengaruh terhadap terjadinya obesitas.

PEMBERIAN SUSU FORMULA

OBESITAS PADA ANAK

FAKTOR GENETIK (HEREDITER)

22

Page 23: Latar Belakang

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan rancangan

case control study. Penelitian obeservasional karena dalam penelitian ini hanya

melaksanakan pengamatan tanpa melakukan intervensi pada objek penelitian.

Penelitian analitik karena dalam penelitian ini dilakukan pengujian hipotesis untuk

mengetahui hubungan antar variabel. Sedangkan teknik pengambilan sampel adalah

consecutive sampling, artinya bahwa semua subyek yang ada dan memenui kriteria

dimasukkan ke dalam obyek penelitian sampai jumlah subyek terpenuhi.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di play group atau kelompok bermain yang ada di

Yogyakarta.

C. Waktu penelitian:

Penelitian ini dilaksanakan pada bukan Mei – Desember 2010.

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi target

Populasi target penelitian ini adalah anak pra-sekolah dengan rentang usia 3-6

tahun yang ada di wilayah Yogyakarta.

2. Populasi Terjangkau

23

Page 24: Latar Belakang

Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah anak pra-sekolah dengan

rentang usia 3-6 tahun yang berada di play group di wilayah Yogyakarta.

Sampel yang mengikuti penelitian ini adalah sampel yang memenuhi

kriteria inklusi dan ekslusi di bawah ini:

Kriteria inklusi dalam penelitian ini antara lain :

a) Anak yang berusia 3-6 tahun.

b) Memiliki kriteria obesitas, yaitu IMT lebih dari atau sama dengan

95 yang berdasarkan baku CDC (2000).

c) Orangtua atau pengasuh bersedia menjadi responden

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini antara lain :

a) Orangtua tidak bersedia anaknya ikut menjadi sampel dalam

penelitian ini.

b) Orangtua atau pengasuh tidak mengisi kuesioner yang

diberikan..

3. Sampel

Besar sampel untuk menentuan pengaruh pemberian susu formula terhadap

kejadian obesitas pada anak usia 3-6 tahun adalah menggunakan case control

study dengan rumus:

N1 = N2 = (Zα √2PQ + Zβ √P1Q1 + P2Q2) 2 (P1 – P2)2

24

Page 25: Latar Belakang

E. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel:

a. Variabel bebas : pemberian susu formula.

b. Variabel terikat : obesitas pada anak.

c. Variabel perancu : Faktor genetik.

2. Definisi Operasional:

a. Obesitas pada anak:

Obesitas pada anak adalah obesitas yang dialami anak dengan kriteria

Indeks Massa Tubuh (IMT) diatas persentil ke-95 pada grafik tumbuh

kembang anak sesuai jenis kelaminnya. IMT didapat dengan menggunakan

rumus berat badan (dalam kilogram) dibagi kuadrat dari tinggi badan (dalam

meter) (IMT= BB/TB2). Penentuan obesitas pada penelitian ini

menggunakan standar baku dari WHO. Adapun kriteria anak yang akan

dijadikan subyek penelitian adalah:

(1). Kelompok kasus

obesitas: berada di persentil >/= 95

(2). Kelompok kontrol

tidak obesitas : berada diantara persentil ke-5 sampai ke-85.

b. Anak

25

Page 26: Latar Belakang

Pada penelitian ini menggunakan subyek anak pada rentang usia 3-6 tahun

dihitung dari tanggal, bulan dan tahun kelahiran atau anak dalam masa pra

sekolah.

c. ASI eksklusif

Adalah pemberian ASI secara ekslusif, artinya bayi hanya diberikan ASI

saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, teh, air

putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, biskuit,

bubur nasi dan tim.

Pada penelitian ini dikategorikan sebagai berikut:

(1). Konsumsi ASI eksklusif kurang dari 6 bulan.

(2). Konsumsi ASI eksklusif sampai 6 bulan.

d. Susu Formula

Adalah makanan pendamping ASI yang diberikan apabila produksi ASI

tidak mencukupi atau karena berbagai hal sehingga ibu tidak dapat

menyusui bayinya.

Pada penelitian ini dibagi menurut kapan bayi pertama kali mendapatkan

susu formula, yaitu:

(1). Asupan susu formula pada usia kurang dari 6 bulan.

(2). Asupan susu formula pada usia setelah 6 bulan.

e. Pengukuran Antropometri

Pengukuran antropometri anak dengan pengukuran IMT yaitu berat badan

dan tinggi badan.

26

Page 27: Latar Belakang

(1). Berat badan : Berat badan diukur dengan timbangan yang

disediakan. Pada waktu menimbang anak tidak mengenakan alas

kaki.

(2).Tinggi badan : Tinggi badan anak diukur dengan alak ukur tinggi

badan yang telah ditentukan. Pada waktu mengukur tinggi badan,

anak tanpa alas kali dan berdiri tegak.

F. Instrumen Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan

1. Timbangan berat badan merk Camry.

2. Stadiometer.

3. Alat tulis.

4. Kuesioner.

G. Jalannya Penelitian

1. Tahap Persiapan

a. Mempersiapkan instrumen penelitian, mulai dari kuesioner, timbangan,

dan stadiometer.

b. Melakukan observasi ke tempat-tempat pengambilan sampel penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Melakukan penelitian sesuai jadwal dan tempat sesuai waktu yang

ditentukan.

b. Meminta kesediaan orang tua atau pengasuh responden agar bersedia

mengisi kuesioner yang telah disediakan.

27

Page 28: Latar Belakang

c. Melakukan pengukuran antropometrik pada anak meliputi berat badan dan

tinggi badan.

d. Menganalisis data yang sudah terkumpul dengan uji yang sesuai.

3. Tahap Penyusunan Laporan

a. Menyusun hasil analisis data kedalam pembahasan hasil.

b. Membuat kesimpulan dan saran dari hasil yang didapatkan.

H. Analisis data

Penelitian ini diolah menggunakan software SPSS 13 for windows dan

catmaker version 1.1. pengolahan data melalui proses input data, tabulasi data,

dengan uji statistik Chi-square. Hasil yang diinginkan dari olah data ini adalah Odd

Ratio (OR) dn Confidence Interval (CI).

I. Etika penelitian.

Bahwa penelitian ini memproteksi hak-hak responden, semua penelitian ini

akan disertai surat persetujuan (inform consent). Penelitian ini dievaluasi oleh komisi

etik FKIK UMY.

28

Page 29: Latar Belakang

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Karakteristik Subyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di beberapa playgroups dan taman kanak-kanak yang

ada di Yogyakarta. Subyek penelitian ini adalah anak-anak yang berusia 3-6 tahun

pada saat pengumpulan data. Jumlah subyek yang terkumpul adalah 88 anak.

Sebanyak 88 anak tersebut ada 44 anak dengan status obesitas dan 44 anak dengan

status tidak obesitas. Untuk karakteristik subyek dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian tentang Hubungan Konsumsi Susu formula dengan Terjadinya Obesitas pada Anak Usia Pra-Sekolah KARAKTERISTIK OBESITAS TIDAK OBESITAS nJenis Kelamin Laki-laki 25 22 47 Perempuan 19 22 41Usia subyek mulai mendapatkan susu formula < 4 bulan 23 20 43 4 - 6 bulan 8 5 13 > 6 bulan 13 19 32

Pada tabel 1 dapat diketahui bahwa subyek penelitian ini memiliki

perbandingan tidak jauh berbeda antara jumlah laki-laki dan perempuan, sedangkan

usia subyek mulai mendapatkan susu formula paling banyak pada usia sebelum empat

bulan.

29

Page 30: Latar Belakang

2. Hubungan Obesitas Dengan Konsumsi Susu Formulaa. Hubungan Obesitas usia sebelum 6 bulan dan usia setelah 6 bulan mendapatkan susu formulaTabel 2 . Hubungan obesitas dengan usia mendapatkan susu formula

STATUS GIZI    

KARAKTERISTIKOBESITAS =

44

TIDAK OBESITAS =

44 OR95% CI for

OR  n % n %    

Konsumsi susu formula< 6 bulan 31 70,45 25 56,89 1,8 1,56-2,07> 6 bulan 13  29,55 19 43,18    

Tabel 2 menunjukkan anak yang mengkonsumsi susu formula sebelum usia 6

bulan memiliki risiko terjadinya obesitas obesitas bila dibandingkan anak yang

mengkonsumsi susu formula setelah usia 6 bulan. Hasil OR menunjukkan bahwa

anak yang mengkonsumsi susu formula lebih dini memiliki resiko 1,8 kali untuk

mengalami obesitas dibanding anak yang mengkonsumsi susu formula lebih dari usia

6 bulan. Hasil ini bermakna yang dilihat dari nilai CI-nya.

b. Hubungan terjadinya obesitas antara usia < 4 bulan dan > 4 bulanTabel 3 . Hubungan obesitas dengan usia mendapatkan susu formulaKARAKTERISTIK STATUS GIZI    

OBESITAS = 44

TIDAK OBESITAS =

44 OR95% CI for

OR  n % n %    

Konsumsi susu formula< 4 bulan 23 52,3 20 45,5 1,3 1,18-1,45> 4 bulan 21 47,7 24 54,5    

30

Page 31: Latar Belakang

Tabel 3 menunjukkan anak yang mengkonsumsi susu formula sebelum usia 4

bulan memiliki resiko terjadinya obesitas dibanding anak yang mengkonsumsi susu

formula setelah usia 4 bulan. Hasil OR menunjukkan bahwa anak yang

mengkonsumsi susu formula sebelum usia 4 bulan memiliki resiko 1,3 kali untuk

mengalami obesitas dibanding anak yang mengkonsumsi susu formula setelah bulan.

Hasil ini bermakna yang dilihat dari nilai CI-nya.

c. Hubungan terjadinya obesitas antara usia 4-6 bulan dengan > 6 bulan

Tabel 4 . Hubungan obesitas dengan usia mendapatkan susu formulaSTATUS GIZI    

KARAKTERISTIKOBESITAS

= 21

TIDAK OBESITAS =

24 OR95% CI for

OR  n % n %    

Konsumsi susu formula4 – 6 bulan 8 38,10 5 20,83 2,3 1,82-2,86 > 6 bulan 13  61,90   19 79,17    

Tabel 4 menunjukkan anak yang mengkonsumsi susu formula usia antara 4 - 6

memiliki resiko yang lebih bila dibanding anak yang mengkonsumsi susu formula

setelah usia 6 bulan. Hasil OR menunjukkan bahwa anak yang mengkonsumsi susu

formula pada usia 4 - 6 bulan memiliki resiko 2,3 kali untuk mengalami obesitas

dibanding anak yang mengkonsumsi susu formula mulai 6 bulan. Hasil ini bermakna

yang dilihat dari nilai CI-nya.

31

Page 32: Latar Belakang

d. Hubungan terjadinya obesitas antara usia < 4 bulan dan > 6 bulan

Tabel 4 . Hubungan obesitas dengan usia mendapatkan susu formulaSTATUS GIZI    

KARAKTERISTIKOBESITAS =

36

TIDAK OBESITAS

= 39 OR95% CI for

OR  n % n %    

Konsumsi susu formula< 4 bulan 23 63,89 20 51,28 1,7 1,44-1,92> 6 bulan 13  36,11 19  48,72    

Tabel 4 menunjukkan anak yang mengkonsumsi susu formula usia sebelum 4

bulan memiliki resiko terjadinya obesitas dibanding anak yang mengkonsumsi susu

formula setelah usia 6 bulan. Hasil OR menunjukkan bahwa anak yang

mengkonsumsi susu formula pada usia sebelum 4 bulan memiliki resiko 1,7 kali

untuk mengalami obesitas dibanding anak yang mengkonsumsi susu formula mulai 6

bulan. Hasil ini bermakna yang dilihat dari nilai CI-nya.

B. PEMBAHASAN:

Tabel hasil penelitian di atas menunjukkan perbandingan kejadian obesitas

antara kelompok anak yang mengkonsumsi susu formula dengan rentang usia kurang

dari 4 bulan, 4-6 bulan, dan lebih dari 6 bulan, didapatkan hasil yang signifikan jika

mengkonsumsi susu formula pada usia dini akan meningkatkan resiko terjadinya

obesitas. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh KE Bergmann, et al.,

32

Page 33: Latar Belakang

(2003) dengan metode cohort study, didapatkan hasil salah satu faktor penyebab

obesitas pada anak adalah terlalu dini mendapatkan bottle-feeding (susu formula).

Penelitian yang dilakukan oleh Ong, et al., (2006) setiap peningkatan energi

intake sebesar 420kj per hari saat usia 4 bulan diasosiasikan dengan risiko untuk

menjadi overweight atau obesitas (BMI > 85 persentil) saat usia 3 tahun (OR:1.46;

95% CI:1.20-1.78) dan saat usia 5 tahun (OR:1.25; 95% CI:1.00-1.55). hal ini

sejalan dengan hipotesis protein awal: yaitu intake protein yang besar dari susu

formula yang melebihi kebutuhan metabolik, mungkin menyebabkan peningkatan

beredarnya konsentrasi insulin-releasing amino acids yang mana akan menstimulasi

sekresi insulin dan insulin-like growth factor 1 (IGF1). Sehingga akan meningkatkan

berat badan selama dua tahun pertama kehidupan dan meningkatkan aktivitas

adipogenik.

Penelitian yang dilakukan Koletzko et al. ,(2009). Anak yang mendapatkan

ASI menunjukkan penurunan risiko terjadinya overweight dan obesitas dibandingkan

anak yang tidak pernah mendaatkan ASI. Untuk overweight sebesar (OR:0.79; 95%

CI:0.68-0.93) dan untuk obesitas sebesar (OR:0.75; 95% CI:0.57-0.98). Hal ini

dikaitkan dengan kandungan hormon leptin dalan ASI. Hormon leptin adalah hormon

yang mengatur nafsu makan atau asupan makanan dan metabolisme energi. Pada

kegemukan ditemukan ditemukan kekurangan leptin atau resistensi terhadap kerja

leptin. Peran leptin dalam ASI adalah pada asupan makanan. Hal ini dapat

menerangkan mengapa berat badan bayi yang mendapatkan ASI lebih ringan

dibanding bayi yang mendapat susu formula.

33

Page 34: Latar Belakang

Pada umumnya susu formula bayi dibuat dari susu sapi yang diubah

komposisinya hingga dapat dipakai sebagai pengganti ASI. Alasan dipakainya susu

sapi sebagai bahan dasar mungkin karena banyaknya susu yang dapat dihasilkan oleh

peternak sapi perah dan harganya relatif murah. Namun susu sapi diciptakan untuk

memenuhi kebutuhan pertumbuhan anak sapi yang relatif lebih cepat. Sedangkan bayi

manusia memerlukan waktu lebih lambat untuk tumbuh. Seperti halnya susu sapi baik

untuk anak sapi, maka ASI sangat baik bagi bayi manusia.(Pujiadi, 1996).

Anak yang mendapatkan susu formula sejak usia dini berarti telah kehilangan

kesempatan untuk mendapatkan ASI secara eksklusif. Padahal menurut berbagai

penelitian, asupan ASI eksklusif akan memberikan perlindungan terhadap terjadinya

obesitas di kemudian hari. Menurut penelitian yang dilakukan Kries, et al (1999)

tentang efek protektif ASI terhadap resiko obesitas pada anak usia 5-6 tahun. Angka

kejadian obesitas menurun sejalan dengan lamanya pemberian ASI. Makin lama ASI

diberikan makin kecil kemungkinan terjadi obesitas. Angka kejadian obesitas pada

anak usia 5-6 tahun yang mendapat ASI eksklusif selama 2 bulan sebesar 3,8%,

sedangkan sebesar 1,7% pada mereka yang mendapatkan ASI selama 6-12 bulan, dan

0,8% selama 12 bulan.

Menurut Margaret Cameron dan Hofander alasan untuk tidak menyusui atau

menghentikan menyusui lebih awal adalah di antaranya karena promosi susu botol

(PASI) yang berulang-ulang dengan menggambarkan bayi atau anak yang tersenyum,

gemuk, dan sehat karena meminum susu merek tertentu. Selain itu ada pula ibu-ibu

yang percaya bahwa bayi berusia 2 - 4 bulan membutuhkan makanan untuk membuat

34

Page 35: Latar Belakang

mereka diam, tidur, dan membantu pertumbuhan mereka (MOH dan Manoff

International Inc, 1986).

Kejadian obesitas pada anak usia pra-sekolah tidak hanya berkaitan dengan

konsumsi susu formula saja, tetapi dipengaruhi juga oleh faktor lain seperti BMI ibu

lebih dari 27, ibu merokok selama kehamilan, dan status sosial yang rendah adalah

faktor risiko untuk kelebihan berat badan dan kelebihan jaringan lemak pada anak

usia pra-sekolah (Bergmann et al).

35

Page 36: Latar Belakang

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan uji statistik yang telah dilakukan dalam

penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa mengkonsumsi susu formula sebelum

usia 6 bulan ada hubungan kejadian obesitas pada anak usia pra sekolah. Anak yang

lebih dini mengkonsumsi susu formula memiliki resiko mengalami obesitas lebih

besar daripada anak yang mengkonsumsi susu formula lebih akhir.

B. SARAN

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah jumlah sampel dan

melakukan penelitian terhadap faktor resiko lain penyebab terjadinya obesitas

pada anak usia pra-sekolah.

2. Perlunya dilakukan edukasi kepada orang tua akan pentingnya bagaimana cara

memberikan nutrisi yang benar pada anak-anak. Sehingga tidak terjadi

kelebihan berat badan dan obesitas pada anak-anak.

36

Page 37: Latar Belakang

DAFTAR PUSTAKA

Alexy U, Kersting M, Sichert-Hellert W, Manz F, Schoch G. Macronutrient intake of 3- to 36-month-old German infants and children: results of the DONALD Study. Dortmund Nutritional and Anthropometric Longitudinally Designed Study. Ann Nutr Metab 1999.

Arenz S, Ruckerl R, Koletzko B, von Kries R.(2000) Breastfeeding and childhood obesity: a systematic review. Int J Obes Relat Metab Disorder.

Bergmann, K.E., Bergmann,R.L., Kries, R.V., Bohm, O,.Richter, R., Dudenhausen, J.W., et al.(2002). Early determinants of childhood overweight and adiposity in abirth cohort study: role of breast-feeding. International Journal of Obesity, 162-172.

Dewey, K.G. (1993). Energy and protein intakes of breast-fed and formula-fed infants during the first year of life and their association with growth velocity: the DARLING Study. Am J Clinl Nutr. 152-61.

Dietz, W.,H. (1993). Childhood Obesity. Dalam Textbook of Pediatric Nutrition, IInd ed, Suskind, R.,M., Suskind, L.,L. (Eds). New York : Raven Press.

Fukuda, S., Takeshita, T., Morimoto, K. (1999). Obesity and Lifestyle. Journal of the Japan medical Association, 121.

Heinig, M.J., Nommsen, L.A., Peerson, J.M., Lonnerdal, B., Dewey, K.G. (1993). Energy and protein intakes of breast-fed and formula-fed infants during the first year of life and their association with growth velocity: the DARLING Study. Am J Clinl Nutr. 152-61.

Heird, W.C. (2002). Parental Feeding Behavior and Children’s Fat Mass. Am J Clin Nutr,;  75 :  451-452.

Nelson. (1996) Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta: EGC.

Koletzko, B., Von Kries,R., Monasterolo,R.c., Subías, J.E., Scaglioni, S., Giovannini,M., et, al., (2009). Can infant feeding choices modulate later obesity risk?. Am J Clin Nutr. 1502S-1508.

37

Page 38: Latar Belakang

Munasiz. Z, Nia. K.(2009). Air Susu Ibu Dan Kekebalan Tubuh. Dalam: Bedah ASI. Editor: Badrul Heigar, Rulina Suradi, Aryono Hendarto, I Gusti Ayu Pratiwi. Jakarta: EGC.

Metcalfe NB, Monaghan P.Compensation for a bad start: grow now, pay later? Trends Ecol Evol 2001;16:254–60.

Ong, K.K., Emmett, P.M., Noble, S., Ness, A., Dunger, D.B., et al. (2005). Dietary Energy Intake at The Age of 4 Months Predicts Postnatal Weight Gain and Childhood Body Mass Index. Journal of The American Academy of Pediatrics, 117: 503-508.

Owen, C.G., Martin, R.M., Whincup, P.H., Smith, G.D., Cook, D.G. (2005). Effect of Infant Feeding on the Risk of Obesity Across the Life Course: A Quantitative Review of Published Evidence. Pediatrics. 1367-1377.

Pudjiadi, S. (2005). Ilmu Gizi Klinis Anak. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Rosenbaum, M., Leibel, R.L., Hirsch, J. (1997). Obesity. N Engl J Med. 337:396-407

Sastroasmoro Sudigdo. (2007). Membina Tumbuh-Kembang Bayi dan Balita. Jakarta: IDAI.

Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Soetjiningsih. 1997. ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: EGC.

Suratmaja, S. (1997). Aspek Gizi Air Susu Ibu. Dalam : ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan. Editor: Soetjiningsih. Jakarta: EGC.

Taitz, L.S. (1991). Obesity, Dalam Textbook Of Pediatric Nutrition, IIIrd ed, McLaren, D.S., Burman, D., Belton, N.R., Williams A.F. (Eds). London : Churchill Livingstone ; 485-509.

WHO. Obesity : Preventing and Managing The Global Epidemic, WHO Technical Report Series (2000); 894, Geneva.

38