Download - Latar Belakang

Transcript

Latar Belakang Pusat Kesehatan Masyarakat atau puskesmas yang dikembangkan sejak tahun 1968 oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia agar masyarakat di pelosok tanah air dapat mengakses pelayanan kesehatan dasar. Sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota, puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan upaya kesehatan dasar perorangan dan masyarakat Namun sayangnya, untuk pelayanan perorangan, setelah hampir empat dekade, puskesmas belum menjadi pilihan utama masyarakat untuk memperole h pelayanan kesehatan (1). Kondisi puskesmas di Kabupaten Simalungun tidak jauh berbeda dengan kondisi puskesmas lain di seluruh Indonesia. Apalagi sejak adanya Undang -undang No. 32 Tahun 2004, yang memberikan kewenangan otonomi pada daerah. Pemerintah Daerah Kabupaten Simalungun menyikapinya dengan mengeluarkan Peraturan Daerah No.13 tahun 2004 tentang pembebasan tarif puskesmas untuk semua jenis pelayanan dan berlaku untuk seluruh pengunjung puskesmas itu (2). Sejak diberlakukan tarif tidak ada peningkata n kunjungan ke puskesmas, dan pemanfaatan puskesmas oleh penduduk masih dibawah 30%, karena rendahnya mutu pelayanan puskesmas. Beberapa pandangan yang berkembang di masyarakat Simalungun yaitu buruknya citra pelayanan di puskesmas, fasilitas gedung maupun peralatan medis dan medis kurang memadai, dan budaya pegawai puskesmas yang tidak disiplin, Untuk peningkatan mutu pelayanan di puskesmas sebenarnya sudah mengikuti pelatihan mutu seperti Jaminan Mutu, Total Quality Management (TQM), dan Good Governance, tetapi belum diterapkan di puskesmas masing -masing (3) . Di propinsi Sumatera Utara pembebasan tarif puskesmas ini hanya Kabupaten Simalungun dan Kota Medan yang menerapkan pembebasan tarif. Bila dibandingkan kunjungan puskesmas di Kabupaten Simalungun dan kabupaten tetangga yaitu Kabupaten Asahan yang menerapkan tarif restribusi terlihat ada perbedaan seperti tabel dibawah ini:Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id 5 Hartati, Tjahjono Kuntjoro; WPS no.4 Oktober 2007 1st draft

Tabel 1. Data Kunjungan Rawat Jalan Puskesmas Tahun 2006 No. Kabupaten Simalungun Kunjungan No. Kabupaten Asahan Kunjungan1. Silimakuta 8.380 1. BP. Mandoge 11.792 2. Raya 8.525 2. Aek Songsongan 8.625 3. Tanah Jawa 12.770 3. Pulau Rakyat 11.790 4. Hutabayu raja 10.008 4. Aek Loba 9.477 5. Panei 7.123 5. Sei Sepayang 11.012 6. Sidamanik 9.334 6. Sei Apung 6.511 7. Dolok Pardamean 6.314 7. Simpang Empat 6.743 8. Dolok Paribuan 4.321 8. Air Batu 5.273 9. Bandar 7.632 9. Hessa Air Genting 6.941 10. Pematang Bandar 13.532 10. Tinggi Raja 11.591

11. Raya Kahean 5.863 11. Meranti 10.800 12 Siantar 13.596 12 Rawang Pasar IV 6.597 13. Jorlang Hataran 6.157 13. B. Serbangan 9.745 14. Girsang 5.964 14. Tanjung Tiram 8.331 15. Purba 10.952 15. Sei Balai 7.673 16. Silau Kahean 8.774 16. Lab. Ruku 6.548 17. Bosar Maligas 9.072 17. Lima Puluh 11.645 18. Ujung Padang 9.145 18. Kedai Sianam 7.573 19. Dolok Silau 6.216 19. Pem. Panjang 7.430 20. Dolok Batu Nanggar 3.440 20. Indra Pura 7.104 21. Tapian Dolok 3.855 21. Pagu Rawan 6.989 22. Haranggaol 2.664 22. Sidodadi 6.332 23. Pematang Sidamanik 1.758 23. Gambir Baru 9.237 24. Hatonduan 2.261 24. Mutiara 14.786 25. Panambean Pane 7.185 26. Gunung Malela 8.674 27. Gunung Maligas 8.339 28. Jawa Maraja Bah Jambi 6.321 29 Bandar Huluan 6.409 30. Bandar Masilam 8.020 Sumber: Subdin Yankes Dinas Kesehatan Simalungun dan Asahan

Dari tabel diatas terlihat bahwa kunjungan pasien di puskesmas yang membebaskan tarif lebih rendah dari puskesmas dengan pembebasan tarif. Puskesmas di Kabupaten Simalungun rata-rata 7180/tahun/puskesmas atau 23 pasien per hari per puskesmas. Sedangkan puskesmas di Kabupaten Asahan ratarata 8.772/tahun/puskesmas atau 30 pasien per hari per puskesmas. Sarana dan tenaga yang tersedia di Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Asahan cukup memadai untuk lebih jelas terlihat dari tabel berikut ini:Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id 6 Hartati, Tjahjono Kuntjoro; WPS no.4 Oktober 2007 1st draft

Tabel 2. Sarana dan Tenaga Kesehatan Kabupaten No. Jenis sarana dan prasarana Kabupaten Simalungun Kabupaten AsahanI. Sarana RSU Daerah 2 unit 1 unit RS Swasta 2 unit 5 unit Puskesmas 30 unit 24 unit Puskesmas pembantu 167 unit 172 unit Puskesmas keliling 22 unit 24 unit BP Swasta 6 unit 76 unit II. Tenaga Dokter spesialis 2 orang 24 orang Dokter umum 124 orang 98 orang Dokter gigi 29 orang 20 orang Apoteker 4 orang 2 orang Tenaga keperawatan 634 orang 588 orang Sumber: Profil Dinas Kesehatan Simalungun dan Asahan.

Sebelum diberlakukannya pembebasan tarif, puskesmas mempunyai pendapatan dari tarif sebesar Rp. 4.500 per pasien. Pendapatan ini setiap bulan 50% disetor ke kas daerah dan

sisanya bisa dipergunakan langsung untuk melengkapi kebutuhan puskesmas(4). Kondisi sekarang dengan pembebasan tarif tidak ada penggantian langsung dari pemerintah daerah, berbeda keadaannya dengan puskesmas di Kota Medan yang juga menerapkan pembebasan tarif tetapi mendapatkan langsung biaya pengganti dari APBD . Tinggi rendahnya sistem pembiaya an pelayanan kesehatan berdampak kepada mutu pelayanan itu sendiri, apalagi alokasi dana untuk program penunjang kesehatan tidak memadai, apabila hal ini terjadi puskesmas makin lama akan ditinggalkan oleh pengguna jasanya, dan hanya akan dipergunakan saja oleh masyarakat miskin yang tidak mempunyai pilihan lain (5). Untuk melihat apakah perbedaan kunjungan ini menunjukkan perbedaan mutu pelayanan maka dilakukan penelitian bagaimana pengaruh pembebasan tarif terhadap mutu pelayanan di Puskesmas Kabupaten Si malungun dengan membandingkan dengan di Kabupaten Asahan. Metode Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimental dengan rancangan postest only with control group design (post test dengan kelompok kontrol). Penelitian ini untuk mengetahui mutu pelayanan di puskesmas yang menerapkan kebijakan pembebasan tarif retribusi pelayanan di puskesmas. Hasil observasi yang dilakukan dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak menerapkan kebijakan tersebut (6). Unit analisisDistant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id 7 Hartati, Tjahjono Kuntjoro; WPS no.4 Oktober 2007 1st draft

adalah puskesmas yang membebaskan tarif (Kabupaten Simalungun) dan menerapkan tarif (Kabupaten Asahan) dengan subjek penelitian pasien yang berkunjung dan petugas petugas puskesmas. Jumlah sampel pasien 408 orang ( 12 diantaranya di wawancara mendalam) dan kepala puskesmas 6 orang. Lokasi penelitian di 6 puskesmas di kedua kabupaten yang dilakukan secara stratified random samplin g, puskesmas yang terpilih di puskesmas yang membebaskan tarif yaitu Puskesmas Siantar (kunjungan tinggi), Gunung Malela (kunjungan sedang) dan Dolok Batu Nanggar (kunjungan rendah). Sedangkan puskesmas yang menerapkan tarif (Kabupaten Asahan) terpilih yai tu Puskesmas Mutiara (kunjungan tinggi), Aek Loba (kunjungan sedang) dan Sidodadi (kunjungan rendah). Besar sampel pasien dengan rumus Lameshow adalah 100 orang di Puskesmas Siantar, 110 orang di Puskesmas Mutiara, 60 orang di Puskesmas Gunung Malela, 68 orang di Puskesmas Aek Loba, 27 orang di Puskesmas Dolok Batu Nanggar dan 43 orang di Puskesmas Sidodadi. Penelitian dilakukan selama 2 bulan. Alat penelitian yang digunakan untuk mengukur harapan dan kenyataan pasien adalah kuesioner servqual yang terdiri dari pertanyaan tertutup, sedangkan untuk data kualitatif dengan panduan wawancara mendalam, observasi di lapangan, dokumen anggaran/keuangan dan sistem manajemen mutu ISO 9001;2000. Variabel penelitian meliputi variabel bebas yaitu

pembebasan tarif, sedangkan variabel terikat adalah persepsi tentang mutu pelayanan dengan dimensi berwujud ( tangibles), keandalan (realibility), daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance) dan empati (empathy). Pengolahan data dilakukan secara kuantitatif dan kualit atif, untuk data kuantitatif dengan analisis deskriptif dan uji statistik beda mean (uji t -independen), sedangkan kualitatif didiskripsikan dalam bentuk narasi dan dilakukan dengan metode triangulasi data untuk memperkuat data kuantitati. (7) . Hasil Karakteristik pasien yang jadi responden dalam penelitian yang dilakukan di Puskesmas Kabupaten Simalungun dan Asahan ini terlihat hampir sama, yaitu yang terbanyak berjenis kelamin perempuan, dalam usia produktif (18 -30 tahun). Untuk tingkat pendidikan, dan pe kerjaan di puskesmas kedua kabupaten hampir sama yang memanfaatkan puskesmas sebagian besar berpendidikan SLTA dengan jenis pekerjaan ibu rumah tangga dan swasta pasien yang memanfaatkan puskesmas sebagian besar adalah dengan tingkat penghasilan menengah k ebawah. Hal ini mirip dengan penelitian yang dilakukan di Cyprus (8),Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id 8 Hartati, Tjahjono Kuntjoro; WPS no.4 Oktober 2007 1st draft

menyatakan bahwa masyarakat dengan penghasilan m enengah kebawah lebih banyak memanfaatkan fasilitas kesehatan yang disediakan pemerintah secara gratis daripada pelayanan swasta yang mempunyai tarif lebih tinggi. Untuk melihat tingkat kesanggupan membayar tarif puskesmas sebagian besar berkisar Rp. 4.050,--Rp. 5.000,- baik di puskesmas yang membebaskan tarif (Kabupaten Simalungun) dan menerapkan tarif (Kabupaten Asahan). Sedangkan responden yang menginginkan gratis hanya sedikit baik itu di daerah yang membebaskan tarif maupun daerah yang menerapkan tarif. Dari hasil pengamatan selama penelitian di puskesmas yang membebaskan tarif (Kabupaten Simalungun) dan menerapkan tarif (Kabupaten Asahan) jumlah petugas yang melayani di loket pendaftaran, BP umum, kamar obat pada saat penelitian menunjukkan jumlah dan jenis tenaga kesehatan hampir sama baik itu di puskesmas yang membebaskan tarif (Kabupaten Simalungun) maupun yang menerapkan tarif (Kabupaten Asahan). Dari hasil pengamatan selama penelitian pada 6 puskesmas di kedua kabupaten terlihat bahwa jenis pelayanan yang diberikan di masing -masing puskesmas dan juga beban kerja petugas hampir sama antara puskesmas yang membebaskan tarif (Kabupaten Simalungun) dan menerapkan tarif (Kabupaten Asahan). Jumlah tenaga kesehatan yang tersedia di kedua kabupaten suda h cukup memadai, dimana sudah hampir memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Depkes R.I. (9). Pada penelitian ini harapan pasien pasien terhadap mutu pelayanan puskesmas yang membebaskan tarif (Kabupaten Simalungun) dan menerapkan tarif (Kabupaten Asahan ). Dari hasil pengolahan data independen sample t -test menunjukkan

perbedaan signifikan dimana p < 0.05 .walaupun perbedaannya tipis tapi cukup bermakna. Hal ini sejalan hasil penelitian yang menyatakan, harapan pasien terhadap mutu pelayanan berbedabeda dari kelompok (group) pelanggan terhadap penyedia pelayanan yang berbeda berdasarkan perbedaan demografi pelanggan dan tempat pelayanan (10) . Harapan pasien terhadap mutu pelayanan pada empat (4) variabel dimensi mutu reliability, responsiveness, assuranc e dan emphaty lebih tinggi pada puskesmas yang membebaskan tarif (Kabupaten Simalungun) daripada puskesmas yang menerapkan tarif (Kabupaten Asahan). Sedangkan harapan pasien terhadap mutu pelayanan pada dimensi mutu t angibles di puskesmas yang membebaskan tarif (Kabupaten Simalungun) dengan menerapkan tarif tidak ada perbedaan signifikan. Hal ini sesuai dengan laporan, yang meneliti di Korea Selatan tentang pengaruh frekuensi kunjungan ke fasilitas kesehatan, menunjukkan bahwa harapanDistant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id 9 Hartati, Tjahjono Kuntjoro; WPS no.4 Oktober 2007 1st draft

pasien lama terhadap mutu pelayanan fokus pada dimensi realibility, responsiveness, assurance dan empathy daripada dimensi tangibles. Sedangkan pasien baru lebih fokus padan dimensi tangibles (penampilan fisik) dari penyedia layanan (11). Harapan pasien terhadap mutu pelayanan dalam dimensi realibility, responsiveness, assurance dan empathy lebih tinggi pada puskesmas yang membebaskan tar if (Kabupaten Simalungun) daripada di puskesmas yang menerapkan tarif (Kabupaten Asahan). Hal ini sesuai dengan yang diteliti di RSUD Bengkulu menyatakan bahwa harapan pasien Askes (gratis) lebih tinggi daripada harapan pasien umum (membayar). Hal ini disebabkan pada pasien Askes (gratis) karena tingginya ekspektasi tidak disertai simetrisnya informasi yang dimiliki pasien Askes (12) . Dalam konsep pemasaran jasa bahwa harga yang terlalu murah bahkan gratis membuat kesan jasa tersebut tidak bermutu atau mutunya rendah. Jadi kondisi puskesmas yang membebaskan tarif seharusnya harapan pasien tidak terlalu tinggi (13) . Akan tetapi hal ini muncul karena pengalaman pasien di Kabupaten Simalungun yang berdekatan dengan Kota Medan yang membebaskan tarif puskesmas tetapi dengan fasilitas dan pelayanan yang lebih baik bila dibandingkan dengan pelayanan puskesmas di Kabupaten Simalungun. Hal ini sesuai dengan pendapat teori yang menyatakan bahwa harapan dibentuk oleh pengalaman masa lalu, pembicaraan dari mulut ke mulut dan dari iklan perusahaan jasa, setelah menerima jasa tersebut pelanggan membandingkan jasa yang dialami dengan jasa yang diharapkan (14). Hal ini didukung oleh teori ekpektasi, bahwa tinggi dan rendahnya harapan pelanggan dapat terjadi karena bermaca m-macam pengaruh antara lain faktor : (1) Perorangan misalnya kebutuhan, nilai, valensi, kapabilitas, pengalaman, informasi, perhatian, atribut, ketertarikan, emosi, motivasi dan konsekuensi dari hasil

pelayanan yang dirasakan, (2) Sosial misalnya sosiodem ografi, norma sosial, tekanan kelompok, kegiatan yang dibutuhkan, ketidakadilan (15). Harapan pelanggan merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk, dan seorang pelanggan akan mengharapkan bahwa ia seharusnya juga dilayani dengan baik sebagaimana pelayanan diberikan pada pelanggan yang lain. Selain itu pelayanan yang benar akan menentukan harapannya pada suatu jasa. Pelanggan akan mengeluh tidak puas apabila harap annya tidak terpenuhi. MakinDistant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id 10 Hartati, Tjahjono Kuntjoro; WPS no.4 Oktober 2007 1st draft

tinggi harapan seorang pelanggan maka semakin besar kemungkinan ia tidak puas terhadap j asa yang dikonsumsinya (16). Kenyataan pelayanan yang dialami pasien di puskesmas Kabupaten Simalungun (yang membebaskan tarif) dengan puskesmas di Asahan (yang menerapkan tarif) menunjukkan ada perbedaan signifikan, yaitu dari tiga (3) dimensi mutu tangible, responsiveness dan empathy lebih tinggi di puskesmas Kabupaten Asahan (yang menerapkan tarif) dibandingkan dengan di Kabupaten Simalungun. Dari dimensi mutu tangibles (bukti fisik) memang menunjukkan bahwa puskesmas di Kabupaten Asahan dari penampilan fisik gedung dan sarana pendukung lainnya termasuk peralatan medis dan obat -obatan lebih baik kondisinya bila dibandingkan dengan di Kabupaten Simalungun. Begitu juga dengan penampilan petugas lebih rapi pakaian seragamnya dan ada tanda pengenal di puskesm as Kabupaten Asahan. Ini terjadi karena di puskesmas Kabupaten Asahan ada pemasukan dana retribusi yang bisa dipergunakan langsung untuk kebutuhan yang mendesak. Hal ini memang sesuai penelitian di India, bahwa memang ada perbedaan dimensi mutu pelayanan tangibles seperti gedung, peralatan medis dan non medis, termasuk obat lebih bagus pada pelayanan kesehatan swasta (swasta) dibandingkan dengan fasilitas pemerintah (gratis) (17) . Dimensi mutu tangible penting untuk organisasi jasa karena suatu pelayanan jasa tidak bisa dilihat secara nyata maka pelanggan akan menggunakan alat inderanya untuk menilai suatu kualitas pelayanan (18). Hal ini juga didukung dari penelitian di Kabupaten Tapanuli Tengah berpendapat bahwa kesenangan dan kenyamanan di sekitar pelayan an kesehatan terutama di unit pelayanan kesehatan swasta memiliki pengaruh yang baik terhadap kepuasan pasien (19). Dari dimensi mutu responsiveness puskesmas di Kabupaten Asahan lebih tinggi bila dibndingkan dengan di Kabupaten Simalungun. Hal ini disebab kan karena petugas sudah mendapatkan pelatihan Good Governance dan mereka sudah mempunyai motto bahwa kepuasan pasien dan kepentingan pasien adalah hal yang utama. Dengan kata lain mereka juga sudah menerapkan sistem manajemen mutu. Dan dapat ditambahkan b ahwa 2 orang kepala puskesmas di

Kabupaten Asahan masih muda dan mempunyai semangat, pengabdian dan komitmen yang tinggi untuk menerapkan sistem manajemen mutu yang berorientasi kepada kepentingan pasien. Hal ini sesuai bahwa dalam penerapan sistem manajem en mutu peran aktif manajemen puncak harus benar -benar dirasakan sampai tingkat bawah (20). Begitu juga dari penelitia di Helsinki bahwa kecepatan pelayanan merupakan penentu tingkatDistant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id 11 Hartati, Tjahjono Kuntjoro; WPS no.4 Oktober 2007 1st draft

kepuasan pasien terutama pasien di bagian emergensi atau unit gawat darurat (21). Begitu juga dilaporkan dari penelitian i di Campbell, bahwa kecepatan pelayanan di unit pelayanan pemerintah yang gratis lebih lambat responnya bila dibandingkan pelayanan di unit swasta yang membayar (22). Dari dimensi mutu empati ( empathy) terlihat bahwa hal ini lebih tinggi di puskesmas Kabupaten Asahan bila dibandingkan dengan di Kabupaten Simalungun. Berarti di puskesmas Kabupaten Asahan petugas mempunyai kepedulian yang tinggi , memberikan perhatian yang dalam kepada pasien. Sesuai dengan penelitian di Kanada, menyatakan bahwa petugas yang memberikan perhatian yang dalam kepada pasie n, membuat kunjungan pasien berulang (23). Mirip dengan penelitian di Cyprus bahwa dimensi mutu empathy lebih tinggi pada unit pelayanan swasta bila dibandingkan dengan unit pelayanan milik pemerintah yang gratis (8). Sedangkan dari 2 (dua) dimensi mutu realibilty dan assurance terlihat tidak ada perbedaan signifikan kenyataan pelayanan yang dirasakan pasien antara dua kabupaten. Berarti puskesmas di Kabupaten Simalungun (yang membebaskan tarif) dan Asahan (yang menerapkan tarif) mempunyai kemampuan yang sama dalam hal memberikan keandalan dan jaminan kepada pasien. Berdasarkan hasil penghitungan gap antara harapan dan persepsi dapat diurutkan tingkatan mutu puskesmas dari urutan terbaik ke urutan yang jelek yaitu Puskesmas Mutiara (menerapkan tarif), Sidodadi (menerapkan tarif), Dolok Batu Nanggar (membebaskan tarif), Aek Loba (menerapkan tarif), Siantar (membebaskan tarif) dan Gunung Malela (membebaskan tarif). Untuk melihat tingkat kepuasan terhadap mutu pelayanan dapat dilihat dari gap antara harapan dan ke nyataan di puskesmas yang membebaskan tarif (Kabupaten Simalungun) dan menerapkan tarif (Kabupaten Asahan). Perbedaan gap dapat di lihat pada tabel berikut :Tabel 3. Total Perbedaan Gap Pasien di Puskesmas Variabel Puskesmas Mean Gap PTangible Pembebasan Tarif - 2.64 Penerapan Tarif - 0.74 - 1.90 0.000* Reliability Pembebasan Tarif - 2.67 Penerapan Tarif - 0.48 - 2.19 0.000* Responsiveness Pembebasan Tarif - 2.43 Penerapan Tarif - 0.54 - 1.49 0.000*

Assurance Pembebasan Tarif - 1.91 Penerapan Tarif - 0.50 -1.41 0.000* Emphaty Pembebasan Tarif - 1.82 Penerapan Tarif - 0.52 -1.30 0.000*Distant Learning Resouce Center Magister KMPK UGM http://lrc-kmpk.ugm.ac.id 12 Hartati, Tjahjono Kuntjoro; WPS no.4 Oktober 2007 1st draft

Tabel 3 menunjukkan bahwa total perbedaan harapan dan kenyataan yang dialami pasien di puskesmas yang membebaskan tarif (Kabupaten Simalungun) dan yang menerapkan tarif (Kabupaten Asahan) berdasarkan masing -masing variabel ada perbedaan signifikan. Untuk melihat gambaran gap dari masingm asing variabel dapat dilihat pada Gambar 3.-12 -10 -8 -6 -4 -2 0 Gratis Bayar tangibles reability responsivenes Assurance Emphaty total

Gambar 1. Skor Gap untuk Lima Dimensi Kepuasan pada Pasien Gratis

Dari pengolahan data menunjukkan perbedaan signifikan dimana p