Download - Lapsus Hie Cendols

Transcript
Page 1: Lapsus Hie Cendols

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1 Identitas Pasien

Nama : By. Ny. N

Umur : 0 hari

Tanggal Lahir : 29 Januari 2015

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Banjangan 11/1 Sambirejo Bringin Ambarawa

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Pekerjaan : Di bawah umur

Tanggal masuk RSUD : 29 Januari 2015

Tanggal periksa : 29 Januari 2015

No.RM : 073469

Kelompok pasien : Jamkesda

I.2 Anamnesis (Subyektif)

Keluhan utama : Pasien partus spontan di Ruang bougenvil dengan

kondisi terlilit tali pusat dan tidak menangis.

Riwayat Penyakit Sekarang

Bayi lahir di Ruang Bougenvil pada tanggal 29 Januari 2015 pada pukul

12.35 lahir dari ibu G3P2A0 hamil 39 minggu dengan persalinan spontan. dengan

keadaan tidak menangis. Kemudian dilakukan resusitasi pada bayi dan akhirnya

bayi menangis. Setelah itu gerakan pasien pasif, warna kulit kebiruan, terdapat

caput suksedaneum, dengan berat lahir 2600 gram, PB 45 cm, LK 30 cm, LL 10

cm, LD 30 cm, APGAR SCORE 4-5-6 dengan asfiksia berat. Pasien sudah

diberikan vitamin K dan obat tetes mata Gentamisin saat lahir.

1

Page 2: Lapsus Hie Cendols

Pada tanggal 30 Januari 2015 didapatkan pasien akralnya dingin dan kaki

tampak kebiruan, pasien mengalami kejang sebentar 1x dan tidak menangis.

Kejang berlangsung kurang dari 5 menit. Saat kejang, posisi tangan pasien fleksi,

bibir mencucu dan denyut nadi meningkat.

Riwayat Penyakit Dahulu (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Di keluarga tidak memiliki riwayat kejang sebelumnya.

Riwayat Kehamilan dan Persalinan

1. Riwayat ANC

o Kontrol rutin setiap obat habis.

a. 0 – 28 minggu : 1 bulan sekali

b. 28 – 36 minggu : 2 minggu sekali

o Tidak ada riwayat minum obat-obatan tertentu

o Ibu mengaku belum pernah melakukan USG sebelumnya

o Pasien mengaku sudah pernah disuntik TT sebanyak 1x selama

kehamilan, yaitu saat kehamilan 16 minggu.

o Nutrisi yang dimakan selama hamil : sayur, tahu, tempe, terong,

telur. Pasien jarang memakan buah-buahan.

o BB sebelum hamil : 56 kg.

BB saat hamil : 67 kg

o Riwayat hiperemesis : (+) saat usia kandungan 3 bulan pertama

o Riwayat anemia saat hamil : (+) saat usia kandungan 7 bulan, yaitu

Hb 10gr/dL

o Riwayat sakit, demam, hipertensi, DM saat kehamilan : disangkal.

o Riwayat minum jamu, pijat : disangkal

o Riwayat minum kopi : (+) saat usia 7 bulan

o Riwayat alergi obat, makanan, dingin, dan debu : Disangkal

2

Page 3: Lapsus Hie Cendols

2. Riwayat NC

o Ibu G3P2A0

Hamil I : hamil aterm, lahir spontan, di bantu bidan, BBL :

3000 gr. Saat ini usia 22 tahun, laki-laki. Imunisasi : lengkap.

Hamil II : hamil aterm, lahir spontan, di bantu bidan, BBL :

3100 gr. Saat ini usia 15 tahun, laki-laki. Imunisasi : lengkap.

Hamil sekarang : anak ini

Riwayat Habits

Keluarga memelihara ayam dan entog, kandang berada di dekat rumah.

Bapak pasien merokok (+)

Lingkungan rumah : tidak cukup bersih

Penggunaan air : menggunakan air sumur.

Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien anak ketiga dari 3 bersaudara. Ayah bekerja sebagai seorang

proyek, dan ibu bekerja sebagai pedagang, namun saat usia kandungan 8

bulan, ibu lalu berhenti berkerja.

I.3 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dilakukan pada hari ke-I rawat inap di bangsal Seruni

(tanggal 29 September 2015 pukul 12.40 WIB).

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : tidak aktif, tangisan melengking, sianosis (+) perifer,

kemudian pada tanggal 30 Januari 2015 pada pukul 18.20 pasien mengalami

kejang.

Kesadaran : Letargi

Tanda vital :

o Nadi : 140 x/menit,

3

Page 4: Lapsus Hie Cendols

o RR : 52 x/menit

o Suhu tubuh : 36,9 °C

o Saturasi : 97% 30 Januari 2015 (88%)

Data Antropometri

Berat badan : 2600 gram

Panjang badan : 45 cm

Lingkar Kepala : 30 cm

Kesan = status gizi normal

Status Interna

• Kulit : lanugo (-), kemerahan (+), pucat (-), sianosis (+) perifer,

turgor kulit (+), neonatal ikterik (-)

• Kepala : Mesocephal, UUB tampak melebar, Caput Succadeneum

(+), Cephal Hematom (-)

• Mata : pupil bulat isokor, reflek cahaya +/+. CA(-/-), SI (-/-),

• Hidung : simetris, nafpas cuping hidng (-), deformitas (-), secret (-)

• Telinga : pinna keras dan berbentuk, rekoil dengan segera, secret

(-/-)

• Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), labioschisis (-),

palatoschicic (-)

• Leher : pembesaran limfonodi (-), leher pendek (-)

Cor

• Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

• Palpasi : ictus cordis teraba V linea midclav sinistra, kuat angkat

(-)

• Auskultasi : bunyi jantung I-II,reguler, suara tambahan (-), bisisng (-)

Pulmo

• Inspeksi : gerak simetris (statis dan dinamis), retraksi suprasternal

(-) subcotal (-)

• Palpasi : fremitus taktil dextra=sinistra

4

Page 5: Lapsus Hie Cendols

• Perkusi : sonor seluruh lapang paru

• Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, rhonchi +/+, wheezing –

Abdomen

• Inspeksi : datar, tali pusat basah, menonjol –

• Auskultasi : bising usus (+) dbn

• Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen

• Palpasi : supel, hepar dan lien tak teraba

Punggung : spina bifida -, meningokel –

Genitalia : anus +, labia mayora menutupi labia minora

Ekstremitas

Superior Inferior

Deformitas -/- -/-

Akral dingin +/+ +/+

Sianosis -/- +/+

Ikterik -/- -/-

CRT <2” / <2” <2” / <2”

Tonus Hipotoni Hipotoni

Kedua lengan dan tungkai dalam posisi fleksi, Garis lipatan telapak kaki

jelas pada 2/3 anterior

Refleks primitive

Reflek

Rooting -

Sucking + lemah

Morro -

Plantar grasping +

Palmar grasping +

Tonick neck -

babinsky +

5

Page 6: Lapsus Hie Cendols

New Ballarad Score

a. Neuromuscular

Postur : 4

Arm window : 3

Arm recoil : 3

Poplitea angel : 3

Scarf sign : 3

Heal to ear : 3

Total : 18

b. Maturasi Fisik

Kulit : 4

Lanugo : 3

Plantar surface : 3

Dada : 3

Mata dan telinga : 3

Genitalia : 4

Total : 20

TOTAL BALLARRD : 38 38 minggu

Kurva LUBCHENCO

6

Page 7: Lapsus Hie Cendols

BBL 2600 gr dengan usia kehamilan 39 minggu.

Kesan : Berat badan lahir sama dengan usia kehamilan

I.4 Assesment

• Obs. Kejang e.c HIE

• Neonatus aterm

• Neonatal infeksi

• Asfiksia sedang

1.5 Planning

a. Farmakologi

o Inf. D10% 80 cc/kgBB/24 jam 250 cc/24 jam

o O2 1 lpm

o Kebutuhan cairan : 80 cc/kgBB/hari, dst

o Inj. Cefotaxim 100 mg/kgBB/hr 2 x 125 mg

o Inj. Gentamycin 6 mg/kgBB 2 x 8 mg

o Inj. Phenobarbital :

Inj. I : 20 mg/kgBB 60 mg, pelan

Bila masih kejang, dilanjutkan 10 mg/kgBB setelah 30

menit, bisa diulang 2x. 30 mg, bisa diulang 2x setelah 30

menit.

Bila masih kejang, dilanjutkan phenitoin 60 mg.

o Apyalis 1 x 0,5 cc

o As. Valproat 2 x 25 mg.

b. Non-Farmakologi

• Jaga kehangatan : pertahankan suhu tubuh 36,5-37,5 C

• Isap lendir

• Sonde

7

Page 8: Lapsus Hie Cendols

• ASI ekslusif

• Motivasi keluarga

c. Planning

o Darah lengkap

o Gol. Darah

o GDS

o Elektrolit

o USG kepala

o Konsul mata

I.6 Pemeriksaan Penunjang

Hasil laboratorium :

Tanggal 31-01-2015

PEMERIKSAAN HASIL NILAI

RUJUKAN

SATUAN

HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hemoglobin 17,7 14.5 – 22.5 g/dL

Leukosit 16,2 10 – 30 Ribu

Eritrosit 4,89 4.0 – 5.4 Juta

Hematokrit 49,5 44 – 58 %

Trombosit 323 150 – 400 Ribu

MCV 109.7 100 – 120 Mikro m3

MCH 34.9 34 – 38 pg

MCHC 31.8 32 – 36 g/dL

RDW 13.9 10 – 16 %

MPV 7.5 7 – 11 Mikro m3

Limfosit 3.2 2.0 – 11.0 10*3/mikroL

Monosit 1.2 0.4 – 3.1 10*3/mikroL

Granulosit 9,6 H 2 – 4 10*3/mikroL

Limfosit % 10.9 L 25 – 40 %

8

Page 9: Lapsus Hie Cendols

Monosit % 3.9 2 – 8 %

Granulosit % 85.2 H 50 – 80 %

PCT 0.231 0.2 – 0.5 %

PDW 11.7 10 – 18 %

Golongan Darah O

GDS 50 H 30 – 80 mg/dL

Hasil Elektrolit :

Tanggal : 08 September 2014

• Natrium : 135,7 (136 – 146) mmol/L

• Kalium : 5.03 (3.5 – 5.1) mmol/L

• Chlorida : 103.3 (98 – 106) mmol/L

Kesan :

- Pulmo corakan meningkat

- Bercak perihiler kanan

- Bentuk dan letak jantung normal

9

Page 10: Lapsus Hie Cendols

- Gambaran Neonatal Pneumonia

I.7 FOLLOW UP

Hari /

Tanggal

S O A P

29 Januari

2015

Perawatan

hari ke-1

Bayi baru

lahir dengan

lilitan tali

pusat dan

tidak

menangis

Gerakan

tidak aktif

Minum (-)

BAK (-),

BAB (-)

KU : Lemah

N : 120 x/mnt

RR : 52 x/mnt

S : 36,9 0C

SpO2 : 97 %

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas :

dbn

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

Konsul dr. Endang, Sp.A: Inf. D10% 250

cc/24 jam O2 1 lt/mnt Inj. Cefotaxim

2 x 125 mg Inj.

Gentamicin 2 x 8 mg

30 Januari

2015

Perawatan

hari ke-2

Kejang (+)

dengan

durasi 5

menit

Tidak

menangis

Minum (-)

BAK (+) 1x,

BAB (-)

KU : Lemah.

tertidur

N : 116 x/mnt

RR : 40 x/mnt

S : 36,7 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas :

kejang (+),

jarang.

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

O2 5 lt/mnt

Inf. D10% 280

cc/24 jam

Inj. Phenitoin

60 mg, pelan,

dibagi 2 x 30

mg

Inj. Cefotaxim

2 x 125 mg

Inj.

Gentamycin 2 x

8 mg

Cek GDS,

elektrolit, darah

rutin, golongan

darah.

31 Januari Kejang (-) KU : Tertidur, Obs. Ekstra RL 30

10

Page 11: Lapsus Hie Cendols

2015

Perawatan

hari ke-3

sedikit dan

jarang

Menangis

Gerakan

tidak aktif

Minum (-)

BAK (+) 1x,

BAB (-)

lemah

N : 131 x/mnt

RR : 72 x/mnt

S : 37,6 0C

SpO2 : 98 %

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas :

phlebitis (+)

Kejang

e.c HIE

Neonatal

infeksi

Riwayat

asfiksia

sedang

cc/1 jam

Inf. D10% 270

cc/24 jam

Inj. Phenitoin

2 x 30 mg

Inj. Cefotaxim

2 x 125 mg

Inj.

Gentamycin 2

x 8 mg

Cek elektrolit

1 Februari

2015

Perawatan

hari ke-4

Kejang (-)

Menangis

melengking

Gerakan

tidak aktif

BAK (+) 2x,

BAB (-)

Minum (-)

KU : Tertidur,

Lemah

N : 118 x/mnt

RR : 36 x/mnt

S : 36,8 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

Terapi lanjut

2 Februari

2015

Perawatan

hari ke-5

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

100 cc

BAK (+) 2x,

BAB (+) 1x

KU : Tertidur,

Lemah

N : 124 x/mnt

RR : 60 x/mnt

S : 37,8 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

Terapi lanjut

3 Februari

2015

Perawatan

Kejang (-)

Tangisan

melengking

KU : Tertidur,

Lemah

N : 120 x/mnt

Obs.

Kejang

e.c HIE

Terapi lanjut

Inj. Phenitoin 1

x 30 mg i.v

11

Page 12: Lapsus Hie Cendols

hari ke-6 Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

240 cc

BAK (+) 4x,

BAB (+) 2x

RR : 41 x/mnt

S : 36 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

4 Februari

2015

Perawatan

hari ke-7

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

265 cc

BAK (+) 6x,

BAB (-)

KU : Tenang

N : 128 x/mnt

RR : 32 x/mnt

S : 37 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

Terapi lanjut

5 Februari

2015

Perawatan

hari ke-8

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

240 cc

BAK (+) 4x,

BAB (+) 3x

KU : Tenang

N : 112 x/mnt

RR : 32 x/mnt

S : 36,1 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

Diet sonde 8 x

30 cc

Apyalis 1 x 0,5

cc

Konsul mata

6 Februari

2015

Perawatan

hari ke-9

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

290 cc

BAK (+) 7x,

KU : kurang

aktif

N : 92 x/mnt

RR : 32 x/mnt

S : 36,3 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

Diet 8 x 40 cc

(sonde)

Terapi lanjut

USG kepala

12

Page 13: Lapsus Hie Cendols

BAB (+) 5x Ekstremitas: dbn

7 Februari

2015

Perawatan

hari ke-10

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

240 cc

BAK (+) 5x,

BAB (+) 3x

Mata : tak

tampak papil

edema

Tak tampak

perdarahan

retina

KU : kurang

aktif

N : 84 x/mnt

RR : 32 x/mnt

S : 36,5 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

Diet 12 x 40 cc

Terapi lanjut

8 Februari

2014

Perawatan

hari ke-11

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

230 cc

BAK (+) 6x,

BAB (+) 5x

KU : kurang

aktif

N : 104 x/mnt

RR : 40 x/mnt

S : 36 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

sedang

Terapi lanjut

9 Februari

2015

Perawatan

hari ke-12

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

240 cc

KU : kurang

aktif

N : 100 x/mnt

RR : 32 x/mnt

S : 36,6 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Asfiksia

Diet 12 x 30 cc

Terapi lanjut

Konsul ke mata

13

Page 14: Lapsus Hie Cendols

BAK (+) 3x,

BAB (+) 1x

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

sedang

10 Februari

2015

Perawatan

hari ke-13

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

265 cc

BAK (+) 6x,

BAB (+) 5x

KU : kurang

aktif

N : 96 x/mnt

RR : 36 x/mnt

S : 36,5 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

Obs.

Kejang

e.c HIE

N. aterm

Neonatal

infeksi

Riwayat

Asfiksia

sedang

Terapi lanjut

Jawaban konsul

retina tidak bisa

dievaluasi

karena pupil

tidak bisa

melebar

11 Februari

2015

Perawatan

hari ke-14

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

350 cc

BAK (+) 6x,

BAB (+) 1x

KU : kurang

aktif

N : 100 x/mnt

RR : 36 x/mnt

S : 36,2 0C

K/L : dbn

Thoraks : dbn

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

HIE

Ventriku

lomegali

N. aterm

Neonatal

infeksi

Riwayat

Asfiksia

sedang

12 Februari

2015

Perawatan

hari ke-15

Kejang (-)

Tangisan

melengking

Gerakan

tidak aktif

Minum (+)

285 cc

BAK (+) 4x,

BAB (+) 2x

KU : kurang

aktif

N : 108 x/mnt

RR : 32 x/mnt

S : 36,3 0C

K/L : dbn

Thoraks :

C : terdengar

bising jantung

pada linea

midclavicularis

sinistra pada

HIE

Ventriku

lomegali

N. aterm

Neonatal

infeksi

Riwayat

Asfiksia

sedang

Curiga

PJB

VSD

Diet 12 x 30 cc

BLPL

14

Page 15: Lapsus Hie Cendols

intercostals (ICS

4-5),punctum

maksimum di

linea

parasternalis

sinistra ICS 4-5,

thrill (-)

kemungkinan

terdapat septal

defect di

ventrikel

Thorax :

SDV +/+ ,

whezzing -/-,

rhonki -/-

Abdomen : dbn

Ekstremitas: dbn

BAB II

15

Page 16: Lapsus Hie Cendols

TINJAUAN PUSTAKA

I.1 HYPOXIC ISCHEMIC ENCEPHALOPHATY (HIE)

I.1.1 Pendahuluan

Hipoxic ischemic encephalopathy (HIE) adalah suatu sindrom yang

ditandai dengan adanya kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena

adanya cedera pada otak yang akut yang disebabkan karena asfiksia. Walaupun

telah banyak dicapai kemajuan teknologi di bidang teknologi monitoring dan

patofisiologi perinatal asfiksia pada janin dan neonatus, HIE masih merupakan

penyebab mortalitas dan morbiditas jangka panjang. HIE terutama di picu oleh

keadaan hipoksik otak, iskemik oleh karena hipoksik sistemik dan penurunan

aliran darah ke otak.1

Di Amerika Serikat, asfiksia perinatal terjadi 1,0-1,5% bayi lahir hidup.

Insiden semakin menurun dengan bertambahnya umur kehamilan dan berat lahir.

Insiden HIE di AS terjadi 2-9 per 1000 bayi aterm yang lahir hidup. Angka

kejadian di negara berkembang per 1000 kelahiran aterm lahir hidup masing-

masing Malaysia 18, Kuwait 18, India 59, Nigeria 265. Di RS Soetomo Surabaya

12,25% dari 3405 bayi yang dirawat tahun 2004 menderita asfiksia. Angka

kematian tinggi sekitar 50%, angka kecacatan berhubungan dengan beratnya

penyakit.2

Diagnosis HIE dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Tidak

ada satupun test yang spesifik untuk menyingkirkan atau menegakkan diagnosis

HIE. Semua pemeriksaan ditujukan untuk mengetahui beratnya cedera otak yang

terjadi dan memonitor fungsi dari organ sistemik lainnya.1

Di samping mengatasi kejang, pengobatan suportif dengan resusitasi dan

penanganan organ lainnya yang mengalami kelainan sangat diperlukan. Hipoksia

iskemik perinatal merupakan penyebab penting brain injury pada neonatus dan

disertai dengan sekuele neurologis yang lama seperti disfungsi kognitif,

16

Page 17: Lapsus Hie Cendols

keterlambatan perkembangan, kejang, gangguan sensorik maupun motorik.

Presentasi kasus ini bertujuan untuk melaporkan kasus Hipoksik Iskemik

Ensefalopati, mengingat diagnosis dan penatalaksanaannya.3

I.1.2 Definisi

Hypoxic ischemic encephalopathy (HIE) adalah suatu sindrom yang

ditandai dengan adanya kelainan klinis dan laboratorium yang timbul karena

adanya cedera pada otak yang akut yang disebabkan karena asfiksia. Definisi HIE

menurut The Neonatology Clinical Care Unit (NCCU) adalah berkurangnya

suplai oksigen ke otak dan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga

menyebabkan supresi aktivitas listrik dan depresi kortikal.1

Hipoksia merupakan istilah yang menggambarkan turunnya konsentrasi

oksigen dalam darah arteri, sedangkan iskemia menggambarkan penurunan aliran

darah ke sel atau organ yang menyebabkan insufisiensi fungsi pemeliharaan organ

tersebut.2 Ensefalopati adalah istilah klinis dimana bayi mengalami gangguan

tingkat kesadaran pada waktu dilakukan pemeriksaan.1

I.1.3 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, asfiksia perinatal terjadi 1,0-1,5% bayi lahir hidup.

Insiden semakin menurun dengan bertambahnya umur kehamilan dan berat lahir.

Insiden HIE di AS terjadi 2-9 per 1000 bayi aterm yang lahir hidup. Angka

kejadian di negara berkembang per 1000 kelahiran aterm lahir hidup masing-

masing di Negara Malaysia 18, Kuwait 18, India 59, Nigeria 265. Di RS Soetomo

Surabaya 12,25% dari 3405 bayi yang dirawat tahun 2004 menderita asfiksia.4

Hypoxic ischemic encephalopathy (HIE) merupakan penyebab penting

kerusakan permanen sel pada susunan saraf pusat (SSP), yang berdampak pada

kematian atau kecacatan berupa palsi serebral atau retardasi mental. Angka

kejadian HIE di dunia berkisar 0,3-1,8%. Data di Australia (1995), angka

kematian antepartum berkisar 3,5/1000 kelahiran hidup, sedangkan angka

kematian intrapartum berkisar 1/1000 kelahiran hidup, dan angka kejadian

kematian masa neonatal berkisar 3,2/1000 kelahiran hidup. Apgar Score 1-3 pada

17

Page 18: Lapsus Hie Cendols

menit pertama terjadi pada 2,8% bayi lahir hidup dan AS 5 pada menit ke 5 pada

0,3% bayi lahir hidup. Lima belas hingga 20% bayi dengan HIE meninggal pada

masa neonatal, 25-30% yang bertahan hidup mempunyai kelainan

neurodevelopmental permanent.5

I.1.4 Etiologi

Asfiksia perinatal adalah akibat berbagai kejadian selama periode perinatal

yang menyebabkan penurunan bermakna aliran oksigen, menyebabkan asidosis

dan kegagalan fungsi minimal 2 organ (paru, jantung, hati, otak, ginjal dan

hematologi) yang konsisten.3

American Academy of Pediatrics (AAP) dan American College of

Obstetricians and Gynaecologist (ACOG), membuat definisi asfiksia perinatal

sebagai berikut: (1) Adanya asidosis metabolik atau mixed academia (Ph<7) pada

darah umbilikal atau analisis gas darah arteri, (2) Adanya persisten nilai apgar 0-3

selama >5 menit, (3) Manifestasi neurologis segera pada waktu perinatal dengan

gejala kejang, hipotonia, koma, HIE, dan (4) Adanya gangguan fungsi multiorgan

segera pada waktu perinatal. Sedangkan menurut WHO, asfiksia perinatal adalah

kegagalan bernafas saat lahir. Menurut The National Neonatal Perinatal Database

(NNDP), dikatakan asfiksia sedang bila bernafas lambat atau apgar score 4-6 pada

1 menit pertama dan asfiksia berat bila bayi lahir tidak bernafas atau apgar score

0-3 pada 1 menit pertama. Asfiksia perinatal merupakan penyebab utama kejang.

Kejang biasanya terjadi pada 24 jam pertama pada sebagian besar kasus dan

berprogresi menjadi status epileptikus.6

Berbagai macam penyebab yang dapat menyebabkan asfiksia perinatal

yaitu:6

a. Gangguan oksigenasi pada ibu hamil

b. Penurunan aliran darah ibu ke plasenta atau dari plasenta ke fetus

c. Gangguan pertukaran gas yang melalui plasenta atau fetus.

d. Peningkatan kebutuhan fetal oksigen.

Faktor risiko yang dapat menyebabkan asfiksia perinatal yaitu faktor

maternal, plasenta & tali pusat dan fetus/neonatus:7

18

Page 19: Lapsus Hie Cendols

- Kelainan maternal: hipertensi, penyakit vaskuler, diabetes, drug abuse,

penyakit jantung, paru dan susunan saraf pusat, hipotensi, infeksi, ruptur

uteri, tetani uteri dan panggul sempit.

- Kelainan plasenta dan tali pusat: infark dan fibrosis plasenta, solusio

plasenta, prolaps atau kompresi tali pusat, kelainan pembuluh darah

umbilikus, insufisiensi plasenta, plasentitis, tali pusat yang sangat panjang.

- Kelainan fetus atau neonatus: anemia, perdarahan, hidrops, infeksi,

pertumbuhan janin terhambat (intrauterine growth retardation), serotinus.

- Faktor intrapartum: distosia, inersia uteri, induksi oksitosin, sectio

caesaria (anestesi umum, efek obat anestesi terhadap janin, berkurangnya

aliran darah umbilikal), kala II yang memanjang.

I.1.5 Patofisiologi4,6,8

Fetus dan neonatus lebih tahan terhadap asfiksia dibandingkan dengan

dewasa. Hal ini dibuktikan bahwa pada saat terjadi hipoksik iskemik, fetus

berusaha mempertahankan hidupnya dengan mengalihkan darah (redistribusi) dari

paru-paru, gastrointestinal, hepar, ginjal, limpa, tulang, otot dan kulit, menuju ke

otak, jantung dan adrenal (diving reflex). Pada fetal distress, peristaltik usus

meningkat, spinter ani terbuka, mekonium akan keluar bercampur dengan air

ketuban, skuama, lanugo, akan masuk ke trakea dan paru-paru, sehingga tubuhnya

berwarna hijau dan atau kekuningan. Kombinasi antara hipoksia fetal yang kronis

dengan cedera hipoksik iskemik akut setelah lahir akan mengakibatkan kelainan

neuropatologi yang sesuai dengan umur kehamilannya.

Pada hipoksia yang ringan, timbul detak jantung yang menurun,

meningkatkan tekanan darah yang ringan untuk memelihara perfusi pada otak,

meningkatkan tekanan vena sentral, dan curah jantung. Bila asfiksianya berlanjut

dengan hipoksia yang berat dan asidosis, timbul detak jantung yang menurun, dan

menurunnya tekanan darah sebagai akibat gagalnya fosforilasi oksidasi dan

menurunnya cadangan energi. Selama asfiksia timbul produksi metabolik anaerob

yaitu asam laktat. Selama perfusinya jelek, maka asam laktat tertimbun dalam

jaringan lokal. Hipoksia akan mengganggu metabolisme oksidatif serebral

sehingga asam laktat meningkat dan pH menurun. Jaringan otak yang mengalami

19

Page 20: Lapsus Hie Cendols

hipoksia akan meningkatkan penggunaan glukosa. Cadangan glukosa menjadi

berkurang, cadangan energi berkurang, timbunan asam laktat meningkat. Selama

hipoksia berkepanjangan, curah jantung menurun, aliran darah otak menurun dan

adanya kombinasi proses hipoksik-iskemik menyebabkan kegagalan sekunder dari

oksidasi fosforilasi dan produksi ATP menurun. Karena kekurangan energi, maka

ion pump terganggu sehingga timbul penimbunan Na+, Cl-, H2O, Ca2+ intraseluler,

K+, glutamat dan aspartat ekstraseluler.

Berkurangnya pasokan glukosa ke otak akan memicu terjadinya influx

Ca2+ ke dalam sel dan ekspresi glutamat yang meningkat. Hal ini didukung oleh

hilangnya keseimbangan potensial membran dan terbukanya saluran ion yang

voltage-dependent (VDCC = Voltage Dependent Calsium Channels).

Metabolisme glukosa beralih ke proses yang anaerobik. ATP terkuras dan

terjadinya asidosis laktat. Glutamat memicu reseptor N-Methyl-D-Aspartate

(NMDA) dengan efek membuka reseptor tersebut untuk Ca2+ masuk. Ion kalsium

yang masuk di dalam neuron mengaktifkan enzim-enzim seperti protease, lipase,

endonuklease dan berakibat pada fosfolipid sebagai konstituen sel membran.

Terjadi mobilisasi asam arakhidonat yang diproses oleh lipoksigenase dan siklo-

oksigenase dalam sitosol menjadi leukotriens, prostaglandin dan tromboksan.

Proses ini disertai pelepasan radikal oksigen bebas yang berakibat terjadinya

peroksidasi membran sel yang kemudian pecah dan isi sel mengalir keluar.

Neuron mengalami kematian akibat nekrosis. Proses peroksidasi diperberat

dengan terbentuknya nitric oxide (NO) sebagai akibat enzim NO Syntase

diaktifkan oleh kadar ion Ca2+ intraseluler yang meningkat tajam. NO dengan

radikal oksigen bebas membentuk leukosit polimorfonuklear dan timbulnya

intercellular adhesion molecules (ICAM), leukosit beragregasi di dinding kapiler

dan efek menyumbat ini berakibat no-reflow phenomena yang menyebabkan

secondary ischemia. Proses reperfusi yang terjadi spontan maupun karena upaya

teurapetik membuat pembentukan radikal oksigen bebas reactive oxygen species

(ROS) meningkat karena pengaliran kembali darah ke jaringan dimana taraf

ekstraksi oksigen sudah meningkat tajam. Kedua hal ini menyebabkan

meningkatnya kerusakan jaringan yang dikenal sebagai reperfusion injury.

20

Page 21: Lapsus Hie Cendols

Gambar 1. Mekanisme Hipoksik Iskemik Ensefalopati

I.1.6 Manifestasi Klinis

Pada asfiksia perinatal dapat timbul gangguan fungsi pada beberapa organ

yaitu otak, jantung, paru, ginjal, hepar, saluran cerna dan sumsum tulang. 21

Page 22: Lapsus Hie Cendols

Didapatkan satu atau lebih organ yang mengalami kelainan pada 82% kasus

asfiksia perinatal. Susunan saraf pusat merupakan organ yang paling sering

terkena (72%), ginjal 42%, jantung 29%, gastrointestinal 29%, paru-paru 26%. 1

Pucat, sianosis, apnea, bradikardia dan tidak adanya respon terhadap

stimulasi juga merupakan tanda-tanda HIE. Edema serebral dapat berkembang

dalam 24 jam kemudian dan menyebabkan depresi batang otak. Selama fase

tersebut, sering timbul kejang yang dapat memberat dan bersifat refrakter dengan

pemberian dosis standar obat anti konvulsan. HIE merupakan penyebab tersering

kejang pada bayi baru lahir (60-65%), biasanya terjadi dalam 24 jam pertama dan

sering dimulai 12 jam pertama. Dapat terjadi pada bayi cukup bulan maupun bayi

kurang bulan dengan asfiksia. Bentuk kejang bersifat subtle atau multifokal klinik

serta fokal klonik. Walaupun kejang sering merupakan akibat HIE, kejang pada

bayi juga dapat disebabkan oleh hipokalsemia dan hipoglikemia.2

Ensefalopati klinis puncaknya timbul pada hari ke 3-4 setelah lahir dan

sekuele neurologis yang timbul secara langsung berhubungan dengan keparahan

ensefalopati. Ensefalopati atau kejang tanpa adanya kelainan kongenital atau

sindrom, biasanya berhubungan dengan kejadian prenatal atau perinatal.3

Manifestasi klinis pada organ lainnya tersebut adalah:1,2

a. Ginjal Oliguria-anuria, hematuria, proteinuria. Bisa timbul gagal ginjal

akut dan acute tubular necrosis.

b. Sistem kardiovaskuler Hipotensi, nekrosis, iskemik miokardial, syok,

disfungsi ventrikel.

c. Paru Edema paru, perdarahan paru, respiratory distress syndrome,

meconeal aspiration syndrome.

d. Sistem saluran cerna Fungsional intestinal obstruction, ileus paralitik,

ulkus, perforasi, necrotizing enterocolitis.

e. Metabolik Asidosis, hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia.

f. Hepar Gangguan fungsi hati, pembekuan darah, metabolism bilirubin,

dan albumin.

g. Hematologi Perdarahan, DIC (disseminated intravascular coagulation)

22

Page 23: Lapsus Hie Cendols

h. Kematian Otak Berdasarkan kriteria AAP.

Tabel 1. Pembagian Gejala Klinis HIE pada Bayi Aterm (Kriteria Sarnat &

Sarnat)8

Tanda KlinisS

tadiu

m 1

Stadium 2

(Sedang)

Stadium

3

(Berat)Tingkat kesadaran Hyperalert/irritable

Letargi Stupor, koma

Tonus otot Normal Hipotonik Flacid

Postur Normal Flexi Decerebrate

Reflek tendon/klonus

Hiperaktif Hiperaktif Tidak ada

Mioklonus Tampak Tampak Tidak tampak

Reflek moro Kuat Lemah Tidak ada

Pupil Midriasis Miosis

Tidak sama, reflek

cahaya lemah

Kejang Tidak ada Sering Deserebrasi

EEG Normal

Voltase rendah sampai

bangkitan kejang

Burst suppression

ke isoelektrik

Lamanya <24 jam 24 jam sampai 14 hari

Beberapa hari – mingguHasil Baik Bervariasi Meninggal atau cacat berat

Terdapat empat besar kelainan neuropatologi:8

1. Selective neuronal necrosis

Biasanya terjadi sebagai tanda deep sulcal pattern

2. Status marmoratus

Setelah neuronal loss, terjadi perkembangan gliosis dan hipermielinisasi di

basal ganglia.

3. Parasagital cerebral injury

23

Page 24: Lapsus Hie Cendols

Watershed infarcts berhubungan dengan iskemik di area overlapping

supply, lateral dari arteri serebral media dan medial dari arteri serebral

anterior dan posterior.

4. Focal and multifocal ischaemic brain necrosis. Infark berhubungan

dengan iskemik dengan area nekrosis dan luas dalam distribusi pembuluh

darah besar.

I.1.7 Diagnosis

Diagnosis HIE memerlukan bukti apa yang menyebabkan iskemik dan

hipoksia pada saat sebelum, selama dan setelah lahir. Data yang teliti tentang

riwayat, pemeriksaan neurologis, laboratorium penting untuk menentukan

hipoksik iskemik sebagai penyebab ensefalopati. Semua aspek riwayat maternal

harus digali, mencakup kehamilan, persalinan, kelahiran dan masa postnatal.

Analisis patologi plasenta juga diperlukan tapi tidak sering dilakukan.9

Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khusus untuk menyingkirkan

atau menegakkan diagnosis HIE. Pemeriksaan penunjang dikerjakan untuk

memonitor fungsi maupun kelainan organ sistemik dan cedera otak.9

a. Pemeriksaan antara lain darah lengkap, gula darah, urin, serum elektrolit,

BUN dan serum kreatinin, faal pembekuan darah, faal hati, analisis gas

darah,

b. Foto thorak

c. Punksi lumbal dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan adanya

perdarahan intrakranial atau untuk menyingkirkan adanya meningitis.

d. Pemeriksaan EEG dapat membantu untuk menentukan pengobatan dan

prognosis penderita.

e. Ultrasonografi kepala. Pemeriksaan USG kepala sangat membantu pada

bayi yang prematur. Dianjurkan pada bayi yang umur kehamilannya <30

minggu, minimal 1 kali, diulang pada umur 7-14 hari dan diperiksa

24

Page 25: Lapsus Hie Cendols

kembali pada umur kronologisnya 36-40 minggu. Cara ini dapat

mengidentifikasi perdarahan intraventrikular dan nekrosis basal ganglia

dan thalamus.

f. CT Scan kepala. Pada bayi yang aterm yang mengalami cedera hipoksik

iskemik biasanya dilakukan pemeriksan CT Scan kepala pada usia 2-5

hari, dimana pada waktu tersebut timbul edema serebri yang maksimal.

Proses perdarahan akut dan kalsifikasi intrakranial akan lebih baik

divisualisasi dengan pemeriksan CT Scan dibandingkan dengan

pemeriksaan MRI. Pada bayi prematur yang mengalami hipoksik iskemik

injury, pemeriksaan dengan CT Scan kepala kurang memberikan hasil

yang memuaskan karena pada bayi prematur struktur jaringan otaknya

masih imatur dan lebih banyak mengandung cairan.

g. Near-infra red spectroscopy (NIRS). Untuk memonitor oxyhemoglobin

serebral dan oksigenasi vena serebral.

h. Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS). Berkurangnya rasio N-

acetylaspartat (NAA) terhadap kolin dan berkurangnya rasio laktat-NAA

merupakan bukti terjadinya iskemik.

Meningkatnya rasio laktat-kolin di ganglia basal dan thalamus merupakan

prediksi outcome neurologi yang jelek. Meningkatnya inorganic

phosphorus (31P). terjadi pada 24-72 jam, normal dalam beberapa hari

kemudian.

I.1.8 Penatalaksanaan

Bayi baru lahir dengan HIE juga mengalami gangguan sistem pernafasan,

kardiovaskular, hepar, fungsi ginjal, sehingga penanggulannya memerlukan

pendekatan multisystem.1,3,7

A. Upaya yang optimal adalah pencegahan. Tujuan utama yaitu

mengidentifikasi dan mencegah fetus dan neonatus yang mempunyai

risiko mengalami asfiksia sejak dalam kandungan hingga

persalinannya.

25

Page 26: Lapsus Hie Cendols

B. Resusitasi. Segera lakukan resusitasi bayi yang mengalami apnea dan

atau hypoxic ischemic encephalopathy. Tujuan resusitasi adalah untuk

memperbaiki fungsi pernafasan dan jantung bayi yang tidak bernafas.

1. Ventilasi yang adekuat. Usahakan memberikan ventilasi sehingga

PCO2 dalam kadar yang fisiologis. Hiperkarbia akan menyebabkan

asidosis serebral dan vasodilatasi pembuluh darah serebral.

2. Oksigenasi yang adekuat. Hipoksia akan menyebabkan pressure-

passive circulation dan neuronal injury.

3. Perfusi yang adekuat.

4. Koreksi asidosis metabolik. Tujuan utama untuk memelihara

keseimbangan asam basa dalam jaringan tetap normal.

5. Pertahankan kadar glukosa dalam darah antara 75 sampai 100

mg/dl untuk menyediakan bahan yang adekuat bagi metabolisme

otak.

6. Kadar kalsium harus dipertahankan dalam kadar yang normal.

Hipokalsemia adalah suatu kelainan elektrolit yang sering dijumpai

pada sindrom post asfiksia neonatal dengan gejala kejang.

Diberikan Ca glukonas 10% 200 mg/kgBB intravena atau 2

ml/kgBB diencerkan dalam aquades sama banyak diberikan secara

intravena dalam waktu 5 menit.

7. Mencegah timbulnya edema serebri. Tujuan utama untuk mecegah

timbulnya edema serebri dengan cara mencegah overload dari

cairan. Restriksi cairan dengan pemberian 60 ml/kgBB per hari.

8. Atasi kejang. Bila ada kejang maka Phenobarbital adalah obat

pilihan.

Penanggulangan kejang dengan Phenobarbital terutama dengan dosis

tinggi memberikan beberapa keuntungan :10

Menurunkan kecepatan metabolisme otak

Memperbaiki perfusi darah ke dalam jaringan yang terkena

kerusakan

Mencegah dan mengurangi edema otak

26

Page 27: Lapsus Hie Cendols

Dosis 20 mg/kg diberikan iv dalam 10-15 menit. Jika kejang hilang

diberikan dosis rumatan 3-4 mg/kgBB/hari dengan selisih waktu 12 jam kemudian

secara intravena/oral. Bila penderita masih kejang boleh diberikan Phenobarbital

dengan dosis 5 mg/kg setiap 5 menit sampai kejang berhenti atau sampai dosis 40

mg/kg sudah tercapai. Tetapi kenyataannya pada neonatus yang mengalami

asfiksia dan telah mendapatkan Phenobarbital 20 mg/kg akan menyebabkan

ngantuk dan sulit menganalisa neurologisnya. Oleh karena itu bila neonatus yang

mengalami asfiksia dan kejang yang telah diberikan Phenobarbital dengan dosis

20 mg/kg tidak memberikan respon, maka diberikan Fenitoin dengan dosis 20

mg/kg intravena dalam waktu 30 menit atau 1 mg/kgBB/menit, dilanjutkan

dengan dosis rumatan 5-10 mg/kg/hari diberikan setiap 12 jam.10

Gambar 2. Penatalaksanaan kejang pada neonatus

C. Pengobatan potensial untuk mencegah kematian saraf secara lambat.

Beberapa cara yang bisa dilakukan:

1. Mencegah pembentukan radikal bebas yang berlebihan dengan

memberikan allupurinol, vitamin E.

2. Hipotermi. Dengan cara selective head cooling atau mild systemic

hypothermia atau selective head cooling dan mild systemic

hypothermia dapat mencegah kerusakan otak. Shankaran dkk

27

Page 28: Lapsus Hie Cendols

melaporkan adanya perbaikan hasil neurologis dan berkurangnya

kematian pada bayi baru lahir dengan asfiksia perinatal yang

diterapi dengan hipotermi. Terapi cooling pada neonatus dengan

HIE sedang sampai berat bersifat aman dan menurunkan kematian

serta disabilitas pada umur 18-22 bulan.

Systemic cooling bisa dilakukan berupa cooling blanket

atau cooling cap, selama 3 hari dimulai tidak boleh lebih dari 6 jam

setelah lahir. Ini efektif untuk mengurangi morbiditas neurologis

pada 2 tahun, efektif pada HIE stadium I dan II tapi tidak bisa

dipakai untuk HIE stasium III.

Terapi hipotermi dapat mencegah kerusakan otak dengan

cara mengurangi proses metabolisme dan energi yang hilang,

mengurangi pelepasan glutamat, mengurangi ion kalsium yang

masuk ke dalam sel serta menghambat produksi radikal bebas dan

sintesis NO.

Terdapat bukti dari 3 publikasi dengan penelitian

randomized clinical trial bahwa hipotermi merupakan

neuroprotektif pada bayi aterm dengan HIE, pada usia kurang dari

6 jam. Tapi belum ada data apakah hipotermi jangka lama aman

dan memberi harapan hidup yang bagus.

3. Pemberian Phenobarbital sebelum kejang dosis 40 mg/kg iv dalam

waktu 1 jam.

4. Ca2+ channel blockers

5. Magnesium sulfat

D. Pengobatan suportif untuk organ-organ lainnya yang mengalami

kelainan. Pada asfiksia perinatal pada umumnya terjadi kelainan dari

berbagai organ. Pengobatan HIE perinatal secara holistik menyeluruh

dan utuh, karena kelainan satu organ akan mempengaruhi organ

lainnya.

Oleh karena asfiksia, terjadi vasokonstriksi pembuluh darah

mesentrium sehingga terjadi iskemia intestinal. Oleh karena adanya

28

Page 29: Lapsus Hie Cendols

hubungan antara iskemia dan insiden NEC, maka feeding harus segera

diberikan paling lambat 2-3 hari (sesuai dengan perbaikan mukosa

usus).

I.1.9 Diagnosis Banding4,6

Perlu dipikirkan penyakit atau keadaan lain yang manifestasi klinisnya

berupa ensefalopati neonatal, yaitu;

1. Pengaruh sedasi, pemberian anesthesia dan analgesia lainnya pada ibu

waktu persalinan

2. Infeksi virus, sepsis atau meningitis

3. Kelainan kongenital susunan saraf pusat, jantung dan paru

4. Penyakit neuromuskular

5. Trauma persalinan

6. Kelainan metabolisme bawaan

7. Tumor Otak

Gambar 3. Berbagai Penyebab Kejang Pada Neonatus

I.1.10 Prognosis13

29

Page 30: Lapsus Hie Cendols

Penderita yang mengalami HIE prognosisnya bervariasi, ada yang sembuh

total, cacat atau meninggal dunia. Pada stadium ringan pada umumnya sembuh

total dan pada stadium sedang 80% normal, sisanya timbul kelainan bila gejalanya

tetap ada lebih dari 5-7 hari. Insiden dan komplikasi jangka panjang tergantung

dari keparahan HIE. Sebanyak 80% bayi HIE yang hidup mendapat komplikasi

serius, 10-20% dengan disabilitas berat dan 10% sehat.5 Prognosis juga tergantung

dari adanya komplikasi metabolik dan kardiopulmonal (hipoksia, hipoglikemia,

syok), keparahan ensefalopati dan usia kehamilan (buruk jika prematur).

Berdasarkan NCCU Guidelines, prognosis HIE sebagai berikut:

a. Ringan (stadium 1) : Semua hidup normal

b. Sedang (stadium 2) : 5% meninggal, 20% dengan sekuele

neurologi

c. Berat (stadium 3): 75% meninggal, 90-100% dengan

sekuele neurologi.

Ada beberapa faktor atau keadaan yang dapat dipakai untuk menilai

prognosis. Prognosisnya jelek apabila:

1. Asfiksia berat yang berkepanjangan (apgar score = 3 pada umur 20

menit)

2. HIE stadium berat menurut Sarnat dan Sarnat, 50% meninggal dunia

dan sisanya dengan gejala berat.

3. Kejang yang sulit diatasi muncul sebelum 12 jam yang disertai dengan

kelainan multi organ.

4. Adanya kelainan neurologi yang persisten pada 1-2 minggu saat

dipulangkan, 50% akan timbul epilepsi.

5. Adanya oliguria persisten (produksi urin <1 ml/kgBB per jam selama

36 jam pertama).

6. Mikrosefali pada 3 bulan pertama setelah lahir. Menurunnya rasio

lingkaran kepala yang didapatkan waktu lahir dibandingkan dengan

usia 4 bulan dibagi rerata lingkaran kepala pada usianya x 100% >

30

Page 31: Lapsus Hie Cendols

3,1%, merupakan cara untuk memprediksi timbulnya mikrosefali

sebelum usia 18 bulan.

7. Adanya kelainan EEG yang sedang sampai berat. Adanya EEG yang

normal atau ringan yang terjadi pada hari pertama setelah lahir

merupakan tanda outcome yang normal.

8. Adanya kelainan CT Scan yang berupa perdarahan hebat,

periventrikular leukomalasia atau nekrosis.

9. Kelainan MRI yang timbul pada 24-72 jam pertama setelah lahir.

Pemeriksaan MRI yang normal pada 24-72 jam setelah lahir hampir

selalu menghasilkan prediksi outcome yang baik walaupun pada

neonatus yang mengalami asfiksia berat.

Secara umum dilaporkan angka kematian sebesar 25%. Paling banyak

kematian terjadi pada minggu pertama kehidupan yang berhubungan dengan

multiple oragn failure. Beberapa bayi dengan kelainan neurologik berat

meninggal karena aspirasi pneumonia atau penyakit sistemik lainnya.

1.11 Follow Up3,5

Tujuan follow up adalah untuk mendeteksi gangguan dan segera

melakukan intervensi pada bayi yang membutuhkan. Parameter pertumbuhan

mencakup ukuran lingkar kepala. Selain itu perlu dilakukan pemantuan oleh Ahli

Tumbuh Kembang Anak, ahli neurologi anak dan ahli mata. Tes pendengaran

harus segera dilakukan sebelum bayi pulang dan kembali diulang terutama pada

bayi yang berisiko (mendapat antibiotika, hipertensi pulmonal). Bayi dengan HIE

ringan biasanya menunjukkan prognosis yang bagus sehingga tidak diperlukan

follow up khusus.

I.1.12 Kesimpulan6

Bayi baru lahir dengan HIE mengalami gangguan sistem pernafasan,

kardiovaskular, hepar, fungsi ginjal, sehingga penanggulangannya memerlukan

31

Page 32: Lapsus Hie Cendols

pendekatan multisistem. Pengobatan HIE perinatal secara holistic, menyeluruh

dan utuh, karena kelainan satu organ akan mempengaruhi organ lainnya.

Hipoksia iskemik perinatal merupakan penyebab penting brain injury pada

neonatus dan disertai dengan sekuele neurologis yang lama seperti disfungsi

kognitif, keterlambatan perkembangan, kejang, gangguan sensorik maupun

motorik sehingga dalam follow up perlu dilakukan pemantauan oleh Ahli Tumbuh

Kembang Anak, ahli neurologi anak dan ahli mata.

Upaya yang optimal adalah pencegahan yang bertujuan untuk

mengidentifikasi dan mencegah fetus dan neonatus yang mempunyai risiko

mengalami asfiksia sejak dalam kandungan hingga persalinannya.

II.2 INFEKSI NEONATUS

II.2.1 Definisi

Infeksi yang terjadi pada bayi baru lahir ada dua yaitu: early infection

(infeksi dini) dan late infection (infeksi lambat). Disebut infeksi dini karena

infeksi diperoleh dari si ibu saat masih dalam kandungan sementara infeksi lambat

adalah infeksi yang diperoleh dari lingkungan luar, bisa lewat udara atau tertular

dari orang lain.

II.2.2 Etiologi dan Patogenesis

Infeksi pada bayi baru lahir sering ditemukan pada BBLR. Infeksi lebih

sering ditemukan pada bayi yang lahir dirumah sakit dibandingkan dengan bayi

yang lahir diluar rumah sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan atau imunitas

transplasenta terhadap kuman yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir, bayi

terpapar dengan kuman yang juga berasal dari orang lain dan terhadap kuman dari

orang lain.

Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc membaginya

dalam 3 golongan, yaitu :

32

Page 33: Lapsus Hie Cendols

1. Infeksi Antenatal

Kuman mencapai janin melalui sirkulasi ibu ke plasenta. Di sini

kuman itu melalui batas plasenta dan menyebabkan intervilositis.

Selanjutnya infeksi melalui sirkulasi umbilikus dan masuk ke janin.

Kuman yang dapat menyerang janin melalui jalan ini ialah :

- Virus, yaitu rubella, polyomyelitis, covsackie, variola, vaccinia,

cytomegalic inclusion ;

- Spirokaeta, yaitu treponema palidum ;

- Bakteri jarang sekali dapat melalui plasenta kecuali E. Coli dan

listeria monocytogenes. Tuberkulosis kongenital dapat terjadi

melalui infeksi plasenta. Fokus pada plasenta pecah ke cairan

amnion dan akibatnya janin mendapat tuberkulosis melalui inhalasi

cairan amnion tersebut.

2. Infeksi Intranatal

Infeksi melalui jalan ini lebih sering terjadi daripada cara yang

lain. Mikroorganisme dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga

amnion setelah ketuban pecah. Ketubah pecah lama ( jarak waktu antara

pecahnya ketuban dan lahirnya bayi lebih dari 12 jam ), mempunyai

peranan penting terhadap timbulnya plasentisitas dan amnionitik. Infeksi

dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh misalnya pada partus lama

dan seringkali dilakukan manipulasi vagina. Infeksi janin terjadi dengan

inhalasi likuor yang septik sehingga terjadi pneumonia kongenital selain

itu infeksi dapat menyebabkan septisemia. Infeksi intranatal dapat juga

melalui kontak langsung dengan kuman yang berasal dari vagina misalnya

blenorea dan ”oral trush”.

3. Infeksi Pascanatal

Infeksi ini terjadi setelah bayi lahir lengkap. Sebagian besar infeksi

yang berakibat fatal terjadi sesudah lahir sebagai akibat kontaminasi pada

saat penggunaan alat atau akibat perawatan yang tidak steril atau sebagai

akibat infeksi silang. Infeksi pasacanatal ini sebetulnya sebagian besar

dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitas sekali karena 33

Page 34: Lapsus Hie Cendols

mortalitas infeksi pascanatal ini sangat tinggi. Seringkali bayi mendapat

infeksi dengan kuman yang sudah tahan terhadap semua antibiotika

sehingga pengobatannya sulit.

Infeksi pada nonatus cepat sekali menjalar menjadi infeksi umum,

sehingga gejala infeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian diagnosis

dini dapat ditegakkan kalau kita cukup wasdpada terhadap kelainan tingkah laku

neonatus yang seringkali merupakan tanda permulaan infeksi umum. Neonatus

terutama BBLR yang dapat hidup selama 72 jam pertama dan bayi tersebut tidak

menderita penyakit atau kelaianan kongenital tertentu, namun tiba – tiba tingkah

lakunya berubah, hendaknya harus selalu diingat bahwa kelainan tersebut

mungkin sekali disebabkan oleh infeksi. Beberapa gejala yang dapat disebabkan

diantaranya ialah malas, minum, gelisah atau mungkin tampak letargis. Frekuensi

pernapasan meningkat, berat badan tiba – tiba turun, pergerakan kurang, muntah

dan diare. Selain itu dapat terjadi edema, sklerna, purpura atau perdarahan,

ikterus, hepatosplehomegali dan kejang. Suhu tubuh dapat meninggi, normal atau

dapat pula kurang dari normal. Pada bayi BBLR seringkali terdapat hipotermia

dan sklerma. Umumnya dapat dikatakan bila bayi itu ” Not Doing Well ”

kemungkinan besar ia menderita infeksi.

II.2.3 Manifestasi Klinis

Infeksi pada neonatus dapat dibagi menurut berat ringannya dalam dua

golongan besar, yaitu berat dan infeksi ringan.

1. Infeksi berat ( major in fections ) : sepsis neonatal, meningitis, pneumonia,

diare epidemik, plelonefritis, osteitis akut, tetanus neonaturum.

2. Infeksi ringan ( minor infection ) : infeksi pada kulit, oftalmia neonaturum,

infeksi umbilikus ( omfalitis ), moniliasis.

Menegakkan kemungkinan infeksi pada bayi baru lahir sangat penting,

terutama pada bayi BBLR, karena infeksi dapat menyebar dengan cepat dan

menimbulkan angka kematian yang tinggi. Disamping itu, gejala klinis infeksi

pada bayi tidak khas. Adapun gejala yang perlu mendapat perhatian yaitu :

34

Page 35: Lapsus Hie Cendols

- Malas minum

- Bayi tertidur

- Tampak gelisah

- Pernapasan cepat

- Berat badan turun drastis

- Terjadi muntah dan diare

- Panas badan bervariasi yaitu dapat meningkat, menurun atau dalam batas

normal

- Pergerakan aktivitas bayi makin menurun

- Pada pemeriksaan mungkin dijumpai : bayi berwarna kuning, pembesaran

hepar, purpura (bercak darah dibawah kulit) dan kejang-kejang

- Terjadi edema

- Sklerema

35

Page 36: Lapsus Hie Cendols

BAB III

ANALISA KASUS

Bayi lahir di Ruang Bougenvil pada tanggal 29 Januari 2015 pada pukul

12.35 lahir dari ibu G3P2A0 hamil 39 minggu dengan persalinan spontan. dengan

keadaan tidak menangis. Kemudian dilakukan resusitasi pada bayi dan akhirnya

bayi menangis. Setelah itu gerakan pasien pasif, warna kulit kebiruan, terdapat

caput suksedaneum, dengan berat lahir 2600 gram, PB 45 cm, LK 30 cm, LL 10

cm, LD 30 cm, APGAR SCORE 4-5-6 dengan asfiksia berat. Pasien sudah

diberikan vitamin K dan obat tetes mata Gentamisin saat lahir.

Pada tanggal 30 Januari 2015 didapatkan pasien akralnya dingin dan kaki

tampak kebiruan, pasien mengalami kejang sebentar 1x dan tidak menangis.

Kejang berlangsung kurang dari 5 menit. Saat kejang, posisi tangan pasien fleksi,

bibir mencucu dan denyut nadi meningkat.

Dari anamnesis kita dapatkan pasien mengalami kesulitan pada saat

kelahiran yaitu terdapat lilitan tali pusat sehingga pasien tidak langsung menangis

saat lahir. Dari hal tersebut kita bisa menganalisa bahwa pada pasien ini pada awal

mula masa kehidupannya sudah mengalami asfiksia berat yang mengakibatkan

berkurangnya perfusi oksigen ke organ da jaringan sehingga bermanifestasi klinis

pucat dan kebiruan saat bayi baru lahir. Hal ini tentu akan berbeda pada bayi yang

lahir tanpa penyulit dan perlu penanganan khusus untuk bayi-bayi yang

mengalami hipoksia. Kemudian sehari setelah lahir pasien mengalami kejang

yang bisa diakibatkan oleh berbagai faktor seperti hiperglikemia, hiperkalsemia,

proses infeksi maupun karena oksigenasi yang kurang baik yang mengakibatkan

penurunan perfusi jaringan ke otak yang mengakibatkan terjadinya kejang.

Pemeriksaan dilakukan pada hari ke-I rawat inap di bangsal Seruni

(tanggal 29 September 2015 pukul 12.40 WIB).

36

Page 37: Lapsus Hie Cendols

Pemeriksaan Umum

Keadaan umum : tidak aktif, tangisan melengking, sianosis (+) perifer,

kemudian pada tanggal 30 Januari 2015 pada pukul 18.20 pasien mengalami

kejang.

Kesadaran : Letargi

Tanda vital :

o Nadi : 140 x/menit,

o RR : 52 x/menit

o Suhu tubuh : 36,9 °C

o Saturasi : 97% 30 Januari 2015 (88%)

Data Antropometri

Berat badan : 2600 gram

Panjang badan : 45 cm

Lingkar Kepala : 30 cm

Kesan = status gizi normal

Status Interna

• Kulit : lanugo (-), kemerahan (+), pucat (-), sianosis (+) perifer,

turgor kulit (+), neonatal ikterik (-)

• Kepala : Mesocephal, UUB tampak melebar, Caput Succadeneum

(+), Cephal Hematom (-)

• Mata : pupil bulat isokor, reflek cahaya +/+. CA(-/-), SI (-/-),

• Hidung : simetris, nafpas cuping hidng (-), deformitas (-), secret (-)

• Telinga : pinna keras dan berbentuk, rekoil dengan segera, secret

(-/-)

• Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), labioschisis (-),

palatoschicic (-)

• Leher : pembesaran limfonodi (-), leher pendek (-)

Cor

37

Page 38: Lapsus Hie Cendols

• Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

• Palpasi : ictus cordis teraba V linea midclav sinistra, kuat angkat

(-)

• Auskultasi : bunyi jantung I-II,reguler, suara tambahan (-), bisisng (-)

Pulmo

• Inspeksi : gerak simetris (statis dan dinamis), retraksi suprasternal

(-) subcotal (-)

• Palpasi : fremitus taktil dextra=sinistra

• Perkusi : sonor seluruh lapang paru

• Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, rhonchi +/+, wheezing –

Abdomen

• Inspeksi : datar, tali pusat basah, menonjol –

• Auskultasi : bising usus (+) dbn

• Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen

• Palpasi : supel, hepar dan lien tak teraba

Punggung : spina bifida -, meningokel –

Genitalia : anus +, labia mayora menutupi labia minora

Ekstremitas

Superior Inferior

Deformitas -/- -/-

Akral dingin +/+ +/+

Sianosis -/- +/+

Ikterik -/- -/-

CRT <2” / <2” <2” / <2”

Tonus Hipotoni Hipotoni

Kedua lengan dan tungkai dalam posisi fleksi, Garis lipatan telapak kaki

jelas pada 2/3 anterior

Refleks primitive

Reflek

38

Page 39: Lapsus Hie Cendols

Rooting -

Sucking + lemah

Morro -

Plantar grasping +

Palmar grasping +

Tonick neck -

babinsky +

New Ballarad Score

c. Neuromuscular

Postur : 4

Arm window : 3

Arm recoil : 3

Poplitea angel : 3

Scarf sign : 3

Heal to ear : 3

Total : 18

d. Maturasi Fisik

Kulit : 4

Lanugo : 3

Plantar surface : 3

Dada : 3

Mata dan telinga : 3

Genitalia : 4

Total : 20

TOTAL BALLARRD : 38 38 minggu

39

Page 40: Lapsus Hie Cendols

Kurva LUBCHENCO

BBL 2600 gr dengan usia kehamilan 39 minggu.

Kesan : Berat badan lahir sama dengan usia kehamilan

I.4 Assesment

• Obs. Kejang e.c HIE

• Neonatus aterm

• Neonatal infeksi

• Asfiksia sedang

1.5 Planning

d. Farmakologi

o Inf. D10% 80 cc/kgBB/24 jam 250 cc/24 jam

o O2 1 lpm

o Kebutuhan cairan : 80 cc/kgBB/hari, dst

o Inj. Cefotaxim 100 mg/kgBB/hr 2 x 125 mg

o Inj. Gentamycin 6 mg/kgBB 2 x 8 mg

40

Page 41: Lapsus Hie Cendols

o Inj. Phenobarbital :

Inj. I : 20 mg/kgBB 60 mg, pelan

Bila masih kejang, dilanjutkan 10 mg/kgBB setelah 30

menit, bisa diulang 2x. 30 mg, bisa diulang 2x setelah 30

menit.

Bila masih kejang, dilanjutkan phenitoin 60 mg.

o Apyalis 1 x 0,5 cc

o As. Valproat 2 x 25 mg.

e. Non-Farmakologi

• Jaga kehangatan : pertahankan suhu tubuh 36,5-37,5 C

• Isap lendir

• Sonde

• ASI ekslusif

• Motivasi keluarga

f. Planning

o Darah lengkap

o Gol. Darah

o GDS

o Elektrolit

o USG kepala

o Konsul mata

I.6 Pemeriksaan Penunjang

Hasil laboratorium :

Tanggal 31-01-2015

PEMERIKSAAN HASIL NILAI

RUJUKAN

SATUAN

HEMATOLOGI

Darah Rutin

Hemoglobin 17,7 14.5 – 22.5 g/dL

41

Page 42: Lapsus Hie Cendols

Leukosit 16,2 10 – 30 Ribu

Eritrosit 4,89 4.0 – 5.4 Juta

Hematokrit 49,5 44 – 58 %

Trombosit 323 150 – 400 Ribu

MCV 109.7 100 – 120 Mikro m3

MCH 34.9 34 – 38 pg

MCHC 31.8 32 – 36 g/dL

RDW 13.9 10 – 16 %

MPV 7.5 7 – 11 Mikro m3

Limfosit 3.2 2.0 – 11.0 10*3/mikroL

Monosit 1.2 0.4 – 3.1 10*3/mikroL

Granulosit 9,6 H 2 – 4 10*3/mikroL

Limfosit % 10.9 L 25 – 40 %

Monosit % 3.9 2 – 8 %

Granulosit % 85.2 H 50 – 80 %

PCT 0.231 0.2 – 0.5 %

PDW 11.7 10 – 18 %

Golongan Darah O

GDS 50 H 30 – 80 mg/dL

42

Page 43: Lapsus Hie Cendols

DAFTAR PUSTAKA

1. Utomo, Martono Tri, et all. 2006. Ensefalopati Hipoksik Iskiemik Perinatal.

FK UNAIR Dr. Sutomo : Surabaya.

http://old.pediatrik.com/pkb/061022022401-qf2m135.pdf

2. http://downloads.ziddu.com/downloadfile/18872698/

Hipoxicischemicencephalopathy.docx.html

3. Kohnle, Diana. 2014. Hypoxic Ischemic Encephalopathy. NYU Langone

Medical Center. http://www.med.nyu.edu/content?ChunkIID=230598

4. Khairiyah, Rahmatul. 2014. Hypoxic Ischaemic Encephalophaty (HIE) dan

Caput Succadeneum. FK Universitau Riau RSUD Arifin Achmad : Riau.

https://www.scribd.com/doc/204031932/case-HIE

5. Zanelli, Santina A. 2014. Hypoxic Ischemic Encephalopathy. Medscape.

http://emedicine.medscape.com/article/973501-overview

6. Suryanagara, Mahesa. 2012. Hypoxic Ischemic Encephalopathy (HIE).

http://www.slideshare.net/MahesaSuryanagara/hie-referat

7. Angriawan, Metha. 2011. Hypoxic Ischemis Encephalopathy in the Newborn.

https://www.scribd.com/doc/59497824/Hypoxic-Ischemic-Encephalopathy-

in-the-Newborn

8. Rahmawati, Tiara. 2013. Patofisiologi Hipoksia Iskemik Ensefalopati pada

Neonatus. FK Trisakti : Jakarta.

https://www.scribd.com/doc/208678127/Patofisiologi-HIE

9. http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/18/jhptump-a-mayanginda-896-2-babii.pdf

10. Alex, Irma. 2013. Ensefalopati Hipoksik Iskemik.

https://www.scribd.com/doc/148481860/Pendahuluan-Refrat-Neo

43

Page 44: Lapsus Hie Cendols

44