LAPORAN PRAKTIKUM
PENGENDALIAN LIMBAH INDUSTRI
ACARA 1
UJI FISIK
TAHUN AJARAN 2013/2014
Disusun oleh
Nama : Nita Angela
NIM : 11/318843/TP/10089
Hari/tgl : Senin/7 April 2014
Kel : B3
Ass : Fandinata Amrizal
LABORATORIUM REKA INDUSTRI DAN
PENGENDALIAN PRODUK SAMPING
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Judul
Uji Fisik
B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat mengetahui metode, prinsip pengukuruan kekeruhan
dengan spektofotometer
2. Menentukan kekeruhan sampel limbah cair
3. Mahasiswa dapat mengetahui definisi, prinsip, serta kegunaan pengukuran
conductivity, TDS, dan salinitas pada limbah cair
4. Menetukan nilai conductivity, TDS, dan salinitas pada sampel limbah cair
5. Mahasiswa dapat mengetahi merode, proses dan kegunaan analisis
pengukuran pH dan suhu
6. Menetukan pH pada sample limbah cair
7. Mahasiswa dapat mengetahui metode pengukuran warna dan bau
8. Menentukan warna dan bau pada sampel limbah cair
9. Mahasiswa dapat mengetahui metode dan manfaat analisis oksigen terlarut
10. Menentukan nilai oksigen terlarut pada sampel limbah cair
C. Manfaat
Mahasiswa dapat mengasah skill untuk menguji fisik suatu limbah cari
sehingga dapat diterapkan dalam perusahaan tempat dia bekerja kelak.
BAB II
DASAR TEORI
Parameter fisik dan kimia limbah cair yang dapat diuji adalah
oksigen terlarut, suhu, daya hantar listrik, pH, klorida, dan turbiditas
(Water Quality Parameter, 1979). Untuk mengawasi limbah industri, pada
pengambilan contoh, perlu disertai dengan pengukuran beberapa
parameter yaitu oksigen terlarut ( DO ), pH, suhu, konduktivitas, salinitas,
bila perlu menggunakan reagen kit untuk menganalisis kandungan CN,
NH4, sulfide, chrom, nikel, besi dan lain-lain (Hamid dan Bambang,
2007).
Kekeruhan pada perairan yang tergenang, lebih banyak disebabkan
oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-partikel halus .
Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem
osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat organism akuatik, serta
dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Tingginya nilai
kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi
efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air. Kekeruhan
menunjukkan sifat optis air yang menyebabkan pembiasan cahaya ke
dalam air. Kekeruhan membatasi pencahayaan ke dalam air. Sekalipun ada
pengaruh padatan terlarut atau partikel yang melayang dalam air namun
penyerapan cahaya ini dipengaruhi juga bentuk dan ukurannya. Kekeruhan
ini terjadi karena adanya bahan yang terapung dan terurainya zat tertentu
seperti bahan organik, jasad renik, lumpur tanah liat dan benda lain yang
melayang ataupun terapung dan sangat halus sekali. Nilai kekeruhan air
dikonversikan ke dalam ukuran SiO2 dalam satuan mg/1. Semakin keruh
air semakin tinggi daya hantar listrik dan semakin banyak pula padatannya
(anonim, 2014).
Warna perairan biasanya dikelompokkan mejadi dua, yaitu warna
sesungguhnya (true color) dan warna tampak (apparent color). Warna
sesungguhnya adalah warna yang hanya disebabkan oleh bahan-bahan
kimia terlarut. Pada penentuan warna sesungguhnya, bahan-bahan
tersuspensi yang dapat menyebabkan kekeruhan dipisahkan terlebih
dahulu. Warna tampak adalah warna yang tidak hanya disebabkan oleh
bahan terlarut, tetapi juga oleh bahan tersuspensi. Warna perairan
ditimbulkan oleh adanya bahan organic dan bahan anorganik; karena
keberadaan plankton, humus, dan ion-ion logam (misalnya besi dan
mangan), serta bahan-bahan lain. Adanya oksida air berwarna kecoklatan
atau kehitaman. Kadar besi sebanyak 0,3 mg/liter dan kadar mangan
sebanyak 0,005 mg/liter sudah cukup dapat menimbulkan warna pada
perairan (Effendi, 2003; Peavy et al., 1985). Kalsium karbonat yang
berasal dari daerah berkapur menimbulkan warna kehijauan pada perairan.
Bahan-bahan organic, misalnya tannin, lignin, dan asam humus yang
berasal dari dekomposisi tumbuhan yang telah mati menimbulkan warna
kecoklat an. Warna yang dapat diamati secara visual (langsung) ataupun
diukur berdasarkan skala platinum kobalt ( dinyatakan dengan satuan
PtCo), dengan memandingkan warna air sampel dan warna standar. Air
yang memiliki nilai kekeruhan rendah biasanya memiliki nilai warna
tampak dan warna sesungguhnya yang sama dengan standar (Effendi,
2003; APHA, 1976; Davis dan Cornwell, 1991). Intensitas warna
cenderung meningkat dengan meningkatnya nilai pH (Effendi, 2003;
Sawyer dan McCarty, 1978). Perairan alami tidak berwarna. Air dengan
nilai warna lebih kecil dari 10 PtCo biasanya tidak memperlihatkan warna
yang jelas. Air yang berasal dari rawa-rawa yang biasanya berwarna
kuning kecoklatan hingga kehitaman memiliki nilai warna sekitar 200-300
PtCo karena adanya asam humus (Effendi, 2003; McNeely et al, 1979).
Warna dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam air dan
mengakibatkan terganggunya proses fotosintesis. Untuk kepentingan
keindahan, warna air sebaiknya tidak melebihi 15 PtCo. Sumber air untuk
kepentingan air minum sebaiknya memiliki nilai warna antara 5-50 PtCo.
Perbedaan warna pada kolom air menunjukkan indikasi bahwa semakin
dalam perairan, semakin tinggi nilai warna karena terlarutnya bahan
organic yang terakumulasi di dasar perairan. Warna perairan pada
umumnya disebabkan oleh partikel koloid bermuatan negative , sehingga
penghilangan warna di perairan dapat dilakukan dengan penambahan
koagulan yang bermuatan positif, misalnya aluminium dan besi (Effendi,
2003; Sawyer dan McCarty, 1978). Warna perairan juga dapat disebabkan
oleh peledakan (blooming) fitoplankton (algae). Fenomena peledakan
salah satu jenis algae inilah yang menyebabkan perairan memiliki warna
yang sangat berbeda dengan perairan di sekitarnya. Kondisi seperti ini di
perairan laut dikenal dengan istilah red tide. Di perairan laut, jenis algae
yang mengalami peledakan pertumbuhan biasanya berasal dari filum
Dinoflagellata, sedangkan di perairan tawar biasanya berasal dari filum
Cyanophyta.
Konduktivitas (Daya Hantar Listrik/DHL) adalah gambaran numerik dari
kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Oleh karena itu, semakin banyak
garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL.
Reaktivitas, bilangan valensi, dan konsentrasi ion-ion terlarut sangat berpengaruh
terhadap nilai-nilai DHL. Asam, basa, dan garam merupakan penghantar listrik
(konduktor) yang baik, sedangkan bahan organik, misalnya sukrosa dan benzena
yang tidak dapt mengalami disosiasi, merupakan penghantar listrik yang jelek
(Effendi, 2003; APHA, 1976; Mackereth et al., 1989). Konduktifitas dinyatakan
dalam satuan µmhos/cm atau µSiemens/cm. Kedua satuan tersebut setara
(Mackereth et al., 1989). Air suling (aquades) memiliki nilai DHL sekitar 1
µmhos/cm , sedangkan perairan alami sekitar 20-1500 µmhos/cm (Boyd, 1988).
Perairan laut memiliki nilai DHL yang sangat tinggi karena banyak mengandung
garam terlarut. Limbah industri memiliki nilai DHL mencapai 10.000 µmhos/cm
(APHA, 1976). Nilai DHL berhubungan erat dengan nilai padatan terlarut total
(TDS). Hali ini ditunjukkan dalam persamaan (Effendi, 2003; tebbut, 1992) :
K=DHL ( S/m )
TDS (mg / liter )
Keterangan : K = konstanta untuk jenis air tertentu.
Nilai TDS dapat diperkirakan dengan mengalikan nilai DHL dengan bilangan
0,55 – 0,75 (Effendi, 2003; Canadian Water Quality Guidelines, 1987). Nilai TDS
biasanya lebih kecil daripada DHL. Pada penentuan nilai TDS, bahan-bahan yang
mudah menguap (volatile) tidak terukur karena melibatkan proses pemanasan.
Padatan terlarut total (Total Dissolved Solid atau TDS) adalah bahan-
bahan terlarut (diameter < 10−6 mm ) dan koloid (diameter 10−6 mm - 10−3 mm)
yang berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain, yang tidak
tersaringpada kertas saring berdiameter 0,45 µm (Effendi, 2003; Rao, 1992). TDS
biasanya disebabkan oleh bahan anorganik yang berupa ion-ion yang biasa
ditemukan di perairan. Nilai TDS yang tinggi mengakibatkan tingginya nilai
salinitas dan daya hantar listrik. Hubungan antara TDS dan salinitas ditunjukkan
dalam tabel berikut (Effendi, 2003; Mc Neely et al., 1979) :
Nilai TDS mg/liter Tingkat Salinitas
0 – 1.000
1.001 – 3.000
3.001 – 10.000
10.001 – 100.000
> 100.000
Air tawar
Agak asin/payau (slightly saline)
Keasinan sedang/payau
Asin (saline)
Sangat asin (brine)
Nilai TDS perairan sangat dipengaruhi oleh pelapukan batuan, limpasan dari
tanah, dan pengaruh antropogrnik (berupa limbah domestik dan industri). Rasio
antara padatan terlarut dan kedalaman rata-rat perairan merupakan salah satu cara
untuk menilai produktivitas perairan. Perbandingan antara TDS dan kedalaman
rata-rata ini dikenal sebagai Morphoedaphic Index (MEI).
Pada limbah industri, salinitas perlu diukur. Salinitas adalah konsentrasi
total ion yang terdapat di perairan (Effendi, 2003; Boyd, 1988). Salinitas
mengambarkan padatan total di dalam air, setelah semua karbonat dikonversi
menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh klorida, dan semua
bahan organik telah dioksidasi. Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau
promil ( 0
00 ). Terminologi yang mirip dengan salinitas adalah klorinitas, yang
hanya mencakup klrida, bromida, dan iodida, dan memiliki nilai yang lebih kecil
daripada salinitas. Hubungan antara salinitas dan klorinitas dinyatakan dengan
persamaan (Effendi, 2003; APHA, 1976) :
Salinitas ( 0
00 ) = 0,03 + 1,805 klorinitas (
000
)
Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5 0
00 , perairan payau antara
0,5 0
00 – 30
000
, dan perairan laut 30 0
00 – 40
000
. Pada perairan hipersaline,
nilai salinitas dapat mencapai kisaran 40 0
00 – 80
000
. Pada perairan pesisir, nilai
salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai.
Bau timbul karena adanya kegiatan mikroorganik yang
menguraikan zat organik menghasilkan gas tertentu. Di samping itu bau
juga timbul karena terjadinya reaksi kimia yang menimbulkan gas. Kuat
tidaknya bau yang dihasilkan limbah tergantung pada jenis dan banyak gas
yang ditimbulkan. Bau disebabkan karena adanya campuran dari nitrogen,
fospor, protein, sulfur, amoniak, hidrogen sulfida, carbon disulfida dan zat
organik lain. Kecuali bau yang disebabkan bahan beracun, jarang merusak
kecepatan manusia tapi mengganggu ketenangan bekerja (anonim, 2014).
Temperatur air limbah mempengaruhi badan penerima bila
terdapat perbedaan suhu yang cukup besar. Temperatur air limbah akan
mempengaruhi kecepatan reaksi kimia serta tata kehidupan dalam air.
Perubahan suhu memperlihatkan aktivitas kimiawi biologis pada benda
padat dan gas dalam air. Pembusukan terjadi pada suhu yang tinggi dan
tingkatan oksidasi zat organik jauh lebih besar pada suhu yang tinggi
(anonim, 2014).
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. pH didefinisikan
sebagai kologaritma aktivitasion hydrogen (H+¿¿) yang terlarut. Koefisien
aktivitas ion hydrogen tidak dapt diukur secara eksperimetal, sehingga nilainya
didasarkan pada perhitungan teoritis. Skala pH bukanlah skala absolute. Ia
bersifat relative terhadap sekumpulan larutan standar yang pH-nya ditentukan
berdasarkan persetujuan internasional. Air murni bersifat netral, dengan pH-nya
pada suhu 25 derajat celcius ditetapkan sebagai 7,0. Larutan dengan pH kurang
daripada tujuh disebut bersifat asam, dan larutan dengan pH lebih daripada tujuh
dikatakan bersifat basa atau alkali. Pengukuran pH sangatlah penting dalam
bidang yang terkait dengan kehidupan atau industri pengolahan kimia seperti
kimia, biologi, kedokteran, pertanian, ilmu pangan, rekayasa (keteknikan), dan
oseanografi ( Wagiman dan Desy, 2014).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Analisa pengukuran kekeruhan
1. Alat :
- Spektrofotometer
- Tissue
- Gelas Bekker
- Gelas ukur
2. Bahan :
- Aquadest
- Sampel limbah cair (limbah tahu)
Analisis pengukuran daya hantasr listrik,TDS,dan salinitas dengan
conductivitymeter
1. Alat :
- Conductivitymeter
- Larutan standar
- Aquadest
- Tissue
2. Bahan :
- Aquadest
- Sampel limbah cair (limbah tahu)
Analisis pengukuran pH dan suhu
1. Alat :
- Termometer
- pH meter
- Gelas bekker
- Tissue
2. Bahan :
- Aquadest
- Sampel limbah cair (limbah tahu)
- Larutan Buffer 7,4,10
Analisis pengukuran warna dan bau
1. Alat
- Kertas putih
- Gelas bekker
2. Bahan
- Sampel limbah cair (limbah tahu)
Analisis pengukuran oksigen terlarut (disolved oxygen)
1. Alat :
- Hand Held dissolved oxygen meter
2. Bahan :
- Sampel limbah cair ( limbah tahu)
- Aquadest
B. Prosedur Praktikum
Analisa pengukuran kekeruhan (spekrofotometer)
a. Blanko
Prosedur Hasil
1. Disiapkan sampel blanko berupa
aquadest
2. Tombol ON ditekan
3. Hach Program ditekan
4. Dipilih suspended solid
5. Dipilih zero
b. Sampel
Prosedur Hasil
1. Tutup spektro dibuka dan botol
blanko diganti dengan botol sampel
2. Read ditekan untuk membaca hasil
kekeruhan
3. Jika sampel terlalu keruh makan
akan muncul overage
4. Sampel diencerkan dan diukur
kembali
5. Botol blanko dimasukkan kembali
dan cara “a” diulangi namun dikena
tombol OFF
Analisis pengukuran daya hantar listrik,TDS, dan salinitas dengan
conductivitymeter
Prosedur Hasil
1. Alat conductivitymeter dihidupkan
2. Untuk mengukur TDS, ditekan
tombol TDS, lalu nilainya dicatat
3. Untuk mengukur salinitas, ditekan
tombol SAL, lalu nilainya dicatat
4. Untuk mengukur Conductivity,
ditekan tombol COND, lalu nilainya
dicatat
5. Alat dimatikan
Analisis Pengukuran pH dan suhu
a. Menghidupkan, kalibrasi, dan menggunakan pH meter
Prosedur Hasil
1. pH meter dihidupkan dan dibiarkan
beberapa menit sebelum digunakan
2. Dipilih tombol pada posisi “pH
manual temp”
3. Elektrode dibilas dengan aquadest
beberapa kali lalu dikeringkan tissue
4. pH meter distandarisasi dengan
mencelupkan electrode ke gelas
beker yang buffer pH 7, kemudian
dibilas dengan aquadest
5. Bila diperkirakan sampel bersifat
asam,pH distandarkan menggunakan
buffer pH 4. Caranya seperti langkah
3
6. Bila diperkirakan sampel bersifat
basa pH distandarkan dengan
menggunakan buffer pH 9. Caranya
seperti langkah 3
7. Elektrode pH meter dicelupkan ke
dalam gelas bekker yang telah berisi
sampel
8. Dicatat hasil yang keluar
b. Menghidupkan, mengkalibrasi , dan menggunakan thermometer
Prosedur Hasil
1. Termometer dihidupkan dan
dibiarkan beberapa menit sebelum
digunakan
2. Elektrode thermometer dimasukan
pada posisinya
3. Elektrode termometer dicelupkan ke
dalam gelas bekker yang telah berisi
sampel
4. Hasil yang keluar dicatat
Analisis pengukuran warna dan baru (indera)
Prosedur Hasil
1. Sampel limbah dimasukkan ke
dalam gelas bekker
2. Gelas bekker berisi sampel limbah
diletakkan di atas kertas putih
3. Warna dan bau sampel diamati
menggunakan panca indra
Analisis pengukuran oksigen terlarut ( dissolved oxygen )
a. Pengukuran presentase (%) kejenuhan
Prosedur Hasil
1. Elektroda dicelupkan ke dalam air
kemudian dibaca nilai yang tertera
pada LCD setelah nilai yang terbaca
stabil
2. Ketika menggukana elektroda
standar OE-270AA dan stirrer secara
bersamaan, kedua alat tersebut
dihidupkan secara bersamaan. Setiap
menekan tombol pada stirrer,
stirrer akan menjadi ON atau OFF.
Ketika terdapat status STIR pada
layar LCD, maka stirrer dalam
keadaan ON
3. Jika kita menekan tombol DATA
IN, maka data akan langsung
tersimpan dan dapat langsung
dicetak melalui printer
4. Jika kita menekan tombol AUTO
HOLD, maka data akan berhenti
secara otomatis pada nilai tertentu
setelah pembacaannya stabil
5. Ketika pengukuran telah selesai,
electrode dibilas hingga bersih
dengan aquadest dan digosok
dengan ahti-hati menggunakan
b. Selesai pengukuran alat dimatikan
Prosedur Hasil
1. Ditekan tombl POWER sampai
conductivitymeter OFF ( alat akan
mati setelah beberapa saat data yang
ditampilkan disimpan pada memory
DATA flashing)
2. Elektroda dibilas dengan
menggunakan aquadest atau air
keran. Jika conductivitymeter tidak
digunakan dalam jangka waktu 2
bulan atau lebih, keluarkan
membrane elektroda, keluarkan
“inside solution”. membrane
dibersihkan , dan kemudian
dikeringkan dengan oven
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Agustira, Riyanda, dkk. 2013. Kajian Karakteristik Kimia Air, Fisika Air Dan Debit Sungai Pada Kawasan Das Padang Akibat Pembuangan Limbah Tapioka. Dalam jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337- 6597 Hal : 615 – 625.
Anonim. 2014. Karakteristik Fisika Limbah Cair. Dalam http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-industri/limbah-industri/karakteristik-fisika-limbah-cair/ diakses pada 4 April 2014 pukul 20.16 WIB.
Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Yogyakarta : Kanisius.
Hamid, Hamrat, dan Bambang Pramudyanto. 2007. Pengawasan Industri dalam Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Jakarta : Granit.
Wagiman dan Desy Setioningrum. 2014. Modul Praktikum Pengendalian Limbah Industri. Yogyakarta : Teknologi Industri Pertanian UGM.
Water Quality Parameters. 1979. Baltimore, Md. USA.
Top Related