Download - laporan skizofrenia

Transcript

TINJAUAN PUSTAKA

I.1DEFINISISkizofrenia berasal dari bahasa Yunani, schizeinyang berarti terpisahatau pecah, dan phren yang artinya jiwa. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum, simptom skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif, simptom negative, dan gangguan dalam hubungan interpersonal.Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi , serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.I.2EPIDEMIOLOGISekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu waktu dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen penduduk atau sekitar dua sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini. Bahkan sekitar sepertiga dari sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap skizofrenia. Perkiraan angka ini disampaikan Dr LS Chandra, SpKJ dari Sanatorium Dharmawangsa Jakarta Selatan.Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia 16 sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung menyebardi antara anggota keluarga sedarah.I.3ETIOLOGI1.Model Diatesis-stresMerupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor lingkungan. Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatessis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia.Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau psikologis (missal kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti penyalahgunaan obat, stress psikososial , dan trauma.Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat menerangkan mengapa orang tersebut dapat menjadi skizofren. Semakin besar kerentanan seseorang maka stressor kecilpun dapat menyebabkan menjadi skizofren. Semakin kecil kerentanan maka butuh stressor yang besar untuk membuatnya menjadi penderita skizofren. Sehingga secara teoritis seseorang tanpa diathese tidak akan berkembang menjadi skizofren, walau sebesar apapun stressornya.2.Faktor NeurobiologiPenelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu ddengan munculnya simptom skizofrenia.Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat seseorang menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi pada satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain. Dua hal yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu dimana kerusakan neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan stressor lingkungan dan sosial.Hipotesa DopaminMenurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas neurotransmitterdopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine, turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa :a.Ada korelasi antara efektivitas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine D2.b.Obat yang meningkatkan aktivitasdopaminergik- seperti amphetamine-dapat menimbulkan gejala psikotik pada siapapun.3.Faktor GenetikaPenelitian tentang genetik telah membuktikan faktor genetik/keturunan merupakan salah satu penyumbang bagi jatuhnya seseorang menjadi skizofren. Resiko seseorang menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat anggota keluarga lainnya yang juga menderita skizofren, apalagi jika hubungan keluarga dekat. Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan keberadaan pengaruh genetik melebihi pengaruh lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan kembar satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami skizofrenia.Tabel 1.Prevalensi skizofrenia pada populasi tertentu dalam Saddock&Saddock (2003)PopulasiPrevalensiPopulasi umum1%Saudara kandung pasien skizofren8%Anak dengan salah satu orangtua skizofren12%Kembar dua telur dari pasien skizofren12%Anak dengan kedua orangtua skizofren40%Kembar satu telur dari pasien skizofren47 %

4.Faktor Psikososial4.1Teori Tentang Individu Pasiena.Teori PsikoanalitikFreud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi perkembangan, yang muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika neurosis merupakan konflik antara id dan ego, maka psikosis merupakan konflik antara ego dan dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego defect) memberikan kontribusi terhadap munculnya simptom skizofrenia. Disintegrasi ego yang terjadi pada pasien skizofrenia merepresentasikan waktu dimana ego belum atau masih baru terbentuk.Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta kerusakan ego-yang mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang buruk-turut memperparah symptom skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang skizofrenia adalah dekateksis obyek dan regresi sebagai respon terhadap frustasi dan konflik dengan orang lain.Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia disebabkan oleh kesulitan interpersonal yangyang etrjadi sebelumnya, terutama yang berhubungan dengan apa yang disebutnya pengasuhan ibu yang salah, yaitu cemas berlebihan.Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia, kerusakan ego mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam hubungan timbal balik ibu dan anak.Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi masing-masing pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat mungkin mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia dalamnya telah hancur. Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari ketidakmampuan pasien untuk menghadapi realitas yang obyektif dan mungkin juga merepresentasikan ketakutan atau harapan terdalam yang dimilikinya.b.Teori PsikodinamikBerbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan psikodinamik setelahnya lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai stimulus. Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan dalam setiap fase perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengakibatkan stress dalam hubungan interpersonal.Menurut pendekatan psikodinamik,simptom positifdiasosiasikan dengan onset akut sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya dengan adanya konflik.Simptom negatifberkaitan erat dengan faktor biologis, dan karakteristiknya adalah absennya perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan gangguandalam hubungan interpersonalmungkin timbul akibat konflik intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego yang mendasar.Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik dibangun berdasarkan pemikiran bahwa symptom-simptom psikotik memiliki makna dalam skizofrenia. Misalnya waham kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah harga dirinya terluka. Selain itu, menurut pendekatan ini, hubungan dengan manusia dianggap merupakan hal yang menakutkan bagi pengidap skizofrenia.c.Teori BelajarMenurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-kanak ia belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir yang tidak rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang sebenarnya juga memiliki masalah emosional.4.2Teori Tentang KeluargaBeberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami nonpsikiatrik-berasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang patologis, yang secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia. Antara lain:Double BindKonsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan keadaan keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari orangtua berkaitn dengan perilaku, sikap maupun perasaannya. Akibatnya anak menjadi bingung menentukan mana pesan yang benar, sehingga kemudian ia menarik diri kedalam keadaan psikotik untuk melarikan diri dari rasa konfliknya itu.Schims and Skewed FamiliesMenurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan yang jelas antara orangtua, salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan anak yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluargaskewed, terjadi hubungan yang tidak seimbang antara anak dengan salah satu orangtua yang melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua orangtua, dan menghasilkan dominasi dari salah satu orang tua.Pseudomutual and Pseudohostile FamiliesDijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppressekspresi emosi dengan menggunakan komunikasi verbal yangpseudomutualataupseudohostilesecara konsisten. Pada keluarga tersebut terdapat pola komunikasi yang unik, yang mungkin tidak sesuai dan menimbulkan masalah jika anak berhubungan dengan orang lain di luar rumah.Ekspresi EmosiOrang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan sangat ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian menunjukkan keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang dikatakan maupun maksud perkataan) meningkatkan tingkatrelapsepada pasien skizofrenia.4.3Teori SosialBeberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung, namun penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu timbulnya onset dan keparahan penyakit.I.4 GEJALA KLINISSimptom-simptom skizofrenia, antara lain:Gangguan isi pikiran, delusi: kepercayaan yang salah macamnya: Delusi referensi: kepercayaan bahwa tingkah laku orang lain atau obyek tertentu atau kejadian tertentu diacukan kepada dirinya. Delusi persekusi : kepercayaan bahwa ada orang atau orang-orang akan mencelakan dirinya, keluarganya atau kelompoknya. Delusi grandeur : merasa dirinya penting. Delusi kemiskinan : merasa tidak mempunyai hal yang berharga. Delusi menyalahkan diri. Delusi control : merasa dirinya dikontrol oleh orang lain. Delusi nihilisme : merasa dirinya, orang lain mupun dunia tidak ada. Delusi ketidak setiaan : kepercayaan yang salah bahwa orang yang dicintai tidak setia. Delusi lain bahwa pikiran dapat disiarkan, diubah atau ditarik dari pikiran oleh orang atau kekuatan luar. Delusi somatic : kepercayaan yang keliru mengenai kerja badan, percaya otaknya dimakan semut.1. Gangguan gaya berfikir, berbahasa dan komunikasi : Proses kognitif tidak teratur dan tidak fungsional, sehingga tidak ada hubungan dan tidak logis. Pengekspresian ide, piker dan bahasa begitu terganggu hingga tidak dapat dimengerti. Gangguan kognitif :Inkoherensi : bicara ngawurTidak ada asosiasiNeologisme : membuat kata-kata baru atau pengrusakan kata-kata yang ada.Bloking : tidak dapat melanjutkan pembicaraan (beberapa detik beberapa menit)Isi pembicaran yang sangat kurang.Apa yang dikatakan atau yang ditulis tidak berarti.Kadang mereka seperti bisu sampai berhari-hari2. Gangguan persepsi : halusinasi. Halusinasi : persepsi palsu yang mencakup kelima pancaindera. Bagi orangnya nampak nyata, terjadi secara spontan.3. Gangguan afek. (afek : keadaan emosi) Keadaan emosi yang berlawanan dengan rangsangnya.4. Gangguan psikomotor Tingkah laku aneh Menunjukkan gangguan katatonik berupa :Stupor katatonik : keadaan tidak respponsif terhadap rangsang luar.Kekakuan katatonik : sikap badan yang kaku dan menolak usaha untuk dipindahkan.Excitement yang katatonik : gerakan badan yang tidak ada tujuannya dan diulang-ulang.5. Gangguan hubungan Interpersonal Karena tingkah lakunya, orang tidak berinteraksi denagn penderita ia tidak mampu berinteraksi dengan cara yang umum hidup dalam dunia fantasi dan delusi.6. Gangguan perasaan diri: Bingung mengenai siapa dirinya, percaya bahwa dirinya dikontrol orang atau kekuatan luar.7. Gangguan motivasi Tidak ada motivasi karena kurang dorongan atau perhatian atau karena kebingungan adanya pilihan-pilihan yang mungkin. Jika gangguan mitivasi dibarengi pikiran lacau dan obsesif maka orang ini tidak akan dapat digerakkan.Fase-fase schizophrenia, adalah:1. Fase prodromal : periode sebelum periode aktif : Individu menunjukkan gangguan- gangguan berfungsi social dan interpersonal yang progresif. Perubahan yang terjadi dapat berisi : penarikan sosial, ketidak mampuan bekerja secara produktif, eksentrik, pakaian yang tidak rapi, emosi myang tidak sesuai, perkembangan pikiran dan bicara yang aneh, kepercayaan yang tidak biasa, pengalaman persepsi yang aneh, hilangnya inisiatif dan energi.2. Fase aktif : paling sedikit satu bulan. Individu mengalami simtom psikotik : hakusinasi dan delusi, bicara yang tidak teratur, demikian pula tingkah lakunya, tanda-tanda penarikan diri.3. Fase residual : simtom seperti pada fase sebelumnya ada, tetapi tidak parah dan tidak mengganggu.Sakit jiwa berat (psikologis atau gila) adalah suatu gangguan jiwa. Pasien kehilangan daya nilai realistik atau reality test terganggu. Bukti nyata reality test terganggu adalah adanya waham, halusinasi dan pola perilaku yang kacau, tidak masuk akal dan tak bermanfaat disertai tilikan yang buruk.I.5DIAGNOSIS

Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :(a)-Thought echo : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kulitasnya berbeda; atau-Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asingdari luar masuk kedalam pikirannya (insertion)atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar (withdrawal); dan-Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;(b)-delusion of control : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dati luar; atau-delusion of influence: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar; atau-delusion of passivity: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar;(tentang dirinya: secara jelas merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan khusus);-delusional perception: pengalaman inderawi yang tak wajar,yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;(c)Halusinasi auditorik :-Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku pasien, atau-Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara), atau-Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.(d)Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :(e)Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham yang mengambang mauupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupundisertai ole hide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus;(f)Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisispan (interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;(g)Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;(h)Gejala-gejala negative seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan social dan menurunnya kinerja social; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika; Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal). Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.

I.6KLASIFIKASI skizofrenia paranoid skizofrenia hebefrenik skizofrenia katatonik skizofrenia tak terinci (undifferentiated) depresi paska-skizofrenia depresi residual skizofrenia simpleks skizofrenia lainnya skizofrenia YTT

1. Skizofrenia paranoid Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia Sebagai tambahan :Halusinasi dan atau waham harus menonjol : Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberiperintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau Passivity (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.2. Skizofrenia hebefrenik Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia Usia remaja atau dewasa muda (15-25 thn) Kepribadian premorbid (pemalu dan senang menyendiri) Dilakukan pengamatan selama 2 atau3 bulan untuk memastikan gambaran khas yaitu Tidak bertanggung jawab,afek dangkal,sering cekikikan ataumerasa puas diri,tertawa menyeringai,mengibuli secara bersenda gurau,inkoheren Ganguan afektif tidak sering terjadi dan biasanya bersifat kekanak kanakan3. Skizofrenia katatonik Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :(a)stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):(b)Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)(c)Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);(d)Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang berlawanan);(e)Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya menggerakkan dirinya);(f)Fleksibilitas cerea / waxy flexibility (mempertahankan anggota gerak dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan(g)Gejala-gejala lain seperti command automatism (kepatuhan secara otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat. Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.4. Skizofrenia tak terinci (undifferentiated)Seringkali. Pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu: Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau katatonik. Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.

5. Depresi paska skizofreniaDiagnosis harus ditegakkan hanya kalau :a. Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya); danc. Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.6. Skizofrenia residualUntuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :a. Gejala negative dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;b. Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;c. Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom negative dari skizofrenia;d. Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.7. Skizofrenia simpleks Gejala negatiftanpa didahului riwayat halusinasi,waham Perubahan prilaku (kehilangan minat,tidak berbuat sesuatu,tanpa tujuan hidup dan penarikan diri) Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan tipe skizofrenia lainya I.7 PENATALAKSAANTerapi Somatik (Medikamentosa)---Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untukmngobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).Antipsikotik Konvensional---Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain : Haloperidol Thiorizadine Thiothixene Fluphenazine Trifluoperazine Chlorpromazine Perphenazine Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional,banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic. Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycoticNewer Atypcal AntipsycoticObat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain : Risperidone Quetiapine olanzopinePara ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien dengan Skizofrenia.

I.8 PROGNOSIS Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa lebih dari periode 5 sampai 10 tahun setelah perawatan psikiatrik pertama kali di rumah sakit karena skiofrenia, hanya kira-kira 10-20 % pasien dapat digambarkan memliki hasil yang baik.Lebih dari 50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil yang buruk, dengan perawatan di rumah sakit yang berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood berat, dan usaha bunuh diri. Walaupun angka-angka yang kurang bagus tersebut, skizofrenia memang tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang buruk, dan sejumlah faktor telah dihubungkan dengan prognosis yang baik.Rentang angka pemulihan yang dilaporkan didialam literatur adalah dari 10-60% dan perkiraan yang beralasan adalah bahwa 20-30% dari semua pasien skizofrenia mampu untuk menjalani kehidupan yang agak normal. Kira-kira 20-30% dari pasien terus mengalami gejala yang sedang,dan 40-60% dari pasien terus terganggu scara bermakna oleh gangguannya selama seluruh hidupnya.Secara umum prognosis skizofrenia tergantung pada:1.Usia pertama kali timbul ( onset): makin muda makin buruk.2.Mula timbulnya akut atau kronik: bila akut lebih baik.3.Tipe skizofrenia: episode skizofrenia akut dan katatonik lebih baik.4.Cepat, tepat serta teraturnya pengobatan yang didapat.5.Ada atau tidaknya faktor pencetusnya: jika ada lebih baik.6.Ada atau tidaknya faktor keturunan: jika ada lebih jelek.7.Kepribadian prepsikotik: jika skizoid, skizotim atau introvred lebih jelek.8.Keadaan sosial ekonomi: bila rendah lebih jelek.Prognosis BaikPrognosis Buruk

Onset lambatFaktor pencetus yangjelasOnset akutRiwayat sosial, seksual dan pekerjaanpremorbid yang baikGejala gangguan mood (terutama gangguan depresif)MenikahRiwayat keluarga gangguan moodSistem pendukung yang baikGejala positifOnset mudaTidak ada factor pencetusOnset tidak jelasRiwayat social dan pekerjaan premorbid yang burukPrilaku menarik diri atau autisticTidak menikah, bercerai atau janda/ dudaSistem pendukung yang burukGejala negatifTanda dan gejala neurologistRiwayat trauma perinatalTidak ada remisi dalam 3 tahunBanyak relapsRiwayat penyerangan

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF

Gangguan skizoafektif memiliki ciri baik skiofrenia dan gangguan afektif (sekarang disebut gangguan mood). Kriteria diagnosis untuk gangguan skizoafektif telah berubah dengan berjalannya waktu, sebagian besar karena perubahan dalam kriteria diagnostic untuk skizofenia dan gangguan mood. Terlepas dari sifat diagnosis yang dapat berubah, diagnosis ini tetap merupakan diagnosis yang terbaik bagi pasien yang sindrom klinisnya akan terdistorsi jika hanya dianggap skizofrenia atau hanya suatu gangguan mood.

SEJARAHDi tahun 1913 George H. Kirby dan pada tahun 1921 August Hoch keduanya menggambarkan pasien dengan ciri campuran skizofrenia dan gangguan afektif (mood). Karena pasiennya tidak mengalami perjalanan demensia prekoks yang memburuk, Kirby dan Hoch mengklasifikasikan mereka di dalam kelompok psikosis manic-depresif Emil Kraepelin.Di tahun 1933 Jacob Kasanin memperkenalkan istilah gangguan skizoafektif untuk suatu gangguan dengan gejala skizofrenik dan gejala gangguan mood yang bermakna. Pasien dengan gangguan ini juga ditandai oleh onset gejala yang tiba-tiba, seringkali pada masa remajanya. Pasien cenderung memiliki tingkat fungsi premorbid yang baik, dan seringkali suatu stressor yang spesifik mendahului onset gejala. Riwayat keluarga pasien sering kali terdapat suatu gangguan mood. Kasanin percaya bahwa pasien memiliki suatu jenis skizofrenia. Dari 1933 sampai kira-kira tahun 1970, pasien yang gejalanya mirip dengan gejala pasien-pasien Kasanin secara bervariasi diklarifikasi menderita gangguan skizoafektif, skizofrenia atipikal, skizofrenia dalam remisi, dan psikosis sikloid istilah-istilah yang menekankan suatu hubungan dengan skizofrenia.EPIDEMIOLOGIPrevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1 persen, kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, angka tersebut adalah angka perkiraan, karena di dalam praktik klinis diagnosis gangguan skizoafektif sering kali digunakan jika klinisi tidak yakin akan diagnosis.Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih rendah pada laki-laki dibandingkan para wanita; khususnya wanita yang menikah; usia onset untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada skizofrenia. Laki-laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku antisosial dan memiliki pendataran atau ketidaksesuaian afek yang nyata.

ETIOLOGISulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu banyak dari waktu ke waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan skizoafektif mungkin mirip dengan etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teori etiologi mengenai gangguan skizoafektif juga mencakup kausa genetik dan lingkungan.Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat model konseptual telah diajukan. (1) Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatu tipe gangguan mood. (2) Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama-sama dari skizofrenia dan gangguan mood. (3) Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang berbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu gangguan mood. (4) Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan pertama. Sebagian besar penelitian telah menganggap pasien dengan gangguan skizoafektif sebagai suatu kelompok heterogen.

Penggabungan DataPasien dengan gangguan skizoafektif adalah suatu kelompok yang heterogen: beberapa menderita skizofrenia dengan gejala afektif yang menonjol, yang lainnya menderita suatu gangguan mood dengan gejala skizofrenik yang menonjol, dan suatu kelompok ketiga yang memiliki sindrom klinis yang berbeda.

GAMBARAN KLINISTanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah termasuk semua tanda dan gejala skizofrenia, episode manik, dan gangguan depresif. Gejala skizofrenik dan gangguan mood dapat ditemukan bersama-sama atau dalam cara yang bergantian. Perjalanan penyakit dapat bervariasi dari satu eksaserbasi dan remisi sampai satu perjalanan jangka panjang yang memburuk.Banyak peneliti dan klinisi telah berspekulasi tentang ciri psikotik yang tidak sesuai dengan mood (mood-incongruent); isi psikotik (yaitu, halusinasi atau waham) adalah tidak konsisten dengan mood yang lebih kuat. Pada umumnya, adanya ciri psikotik yang tidak sesuai dengan mood pada suatu gangguan mood kemungkinan merupakan indikator dari prognosis yang buruk. Hubungan tersebut kemungkinan berlaku untuk gangguan skizoafektif, walaupun data-datanya adalah terbatas.

DIAGNOSISKarena konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik skizofrenia maupun gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik untuk gangguan skizoafektif mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalam kriteria diagnostik untuk kedua kondisi lain.Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1) adalah bahwa pasien telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat atau episode manik yang bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik untuk fase aktif dari skizofrenia. Di samping itu, pasien harus memiliki waham atau halusinasi selama sekurangnya dua minggu tanpa adanya gejala gangguan mood yang menonjol. Gejala gangguan mood juga harus diteukan untuk sebagian besar periode psikotik aktif dan residual. Pada intinya, kriteria dituliskan untuk membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan mood dengan ciri psikotik sebagai suatu gangguan skizoafektif.

Tabel 1. Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif (DSM-IV)Kriteria Diagnostik Untuk Gangguan Skizoafektif

A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu. Terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode campuran dengan gejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia.Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: mood terdepresi.B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selama sekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala mood yang menonjol.C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode mood ditemukan untuk sebagian bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari penyakit.D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

Sebutkan tipe:Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atau suatu manik suatu episode campuran dan episode depresif berat)Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.

Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Ed. 4. Hak cipta American Psychiatric Association. Washington. 1994.

DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien menderita gangguan skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif, tipe depresif. Seorang pasien diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang ada adalah dari tipe manik atau suatu episode campuran dan episode depresif berat. Selain itu, pasien diklasifikasikan menderita tipe depresif.Pada PPDGJ-III, gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisah karena cukup sering dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisi-kondisi lain dengan gejala-gejala afektif saling bertumpang tindih dengan atau membentuk sebagian penyakit skizofrenik yang sudah ada, atau di mana gejala-gejala itu berada bersama-sama atau secara bergantian dengan gangguan-gangguan waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang sesuai dalam F20-F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana perasaan (mood) pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis gangguan skizoafektif.

Tabel 2. Pedoman Diagnostik Gangguan Skizoafektif berdasarkan PPDGJ-III Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya skizofrenia dan gangguan skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol pada saat yang bersamaan (simultaneously), atau dalam beberapa hari yang satu sesudah yang lain, dalam satu episode penyakit yang sama, dan bilamana, sebagai konsekuensi dari ini, episode penyakit tidak memenuhi kriteria baik skizofrenia maupun episode manik atau depresif. Tidak dapat digunakan untuk pasien yang menampilkan gejala skizofrenia dan gangguan afektif tetapi dalam episode penyaki yang berbeda. Bila seorang pasien skizofrenik menunjukkan gejala depresif setelah mengalami suatu episode psikotik, diberi kode diagnosis F20.4 (Depresi Pasca-skizofrenia)Beberapa pasien dapat mengalami episode skizoafektif berulang, baik berjenis manik (F25.0) maupun depresif (F25.1) atau campuran dari keduanya (F25.2). Pasien lain mengalami satu atau dua episode manik atau depresif (F30-F33)

DIAGNOSIS BANDINGSemua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood perlu dipertimbangkan di dalam diagnosis banding gangguan skizoafektif. Pasien yang diobati dengan steroid, penyalahguna amfetamin dan phencyclidine (PCP), dan beberapa pasien dengan epilepsi lobus temporalis secara khusus kemungkinan datang dengan gejala skizofrenik dan gangguan mood yang bersama-sama.Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua kemungkinan yang biasanya dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan mood. Di dalam praktik klinis, psikosis pada saat datang mungkin mengganggu deteksi gejala gangguan mood pada masa tersebut atau masa lalu. Dengan demikian, klinisi boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis yang paling akut telah terkendali.

PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSISSebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang jauh lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif, memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan gangguan bipolar, dan memiliki prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah didukung oleh beberapa penelitian yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun setelah episode yang ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu sendiri. Hasil penelitian tersebut ditunjukkan di Tabel 2 dan Tabel 3.Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe bipolar, mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan gangguan bipolar I dan bahwa pasien dengan t premorbid yang buruk; onset yang perlahan-lahan; tidak ada faktor pencetus; menonjolnya gejala pskotik, khususnya gejala defisit atau gejala negatif; onset yang awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik. Adanya atau tidak adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak meramalkan perjalanan penyakit.Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan dengan jenis kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan bahwa perilaku bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita dengan gangguan skizoafektif daripada laki-laki dengan gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri di antara pasien dengan gangguan skizoafektif diperkirakan sekurangnya 10 persen.

TERAPIModalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di rumah sakit, medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yang mendasari farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif adalah bahwa protokol antidepresan dan antimanik diikuti jika semuanya diindikasikan dan bahwa antipsikotik digunakan hanya jika diperlukan untuk pengendalian jangka pendek. Jika protokol thymoleptic tidak efektif di dalam mengendalikan gejala atas dasar berkelanjutan, medikasi antipsikotik dapat diindikasikan. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolar, harus mendapatkan percobaan lithium, carbamazepine (Tegretol), valproate (Depakene), atau suatu kombinasi obat-obat tersebut jika satu obat saja tidak efektif. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif, harus diberikan percobaan antidepresan dan terapi elektrokonvulsif (ECT) sebelum mereka diputuskan tidak responsif terhadap terapi antidepresan.

DAFTAR PUSTAKA

Kaplan & Sadock: Skizofrenia dalam Sinopsis Psikiatri Jilid 1, edisi 7, Penerbit Bina Rupa Aksara, Jakarta, 1997Maslim. R: Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi 3,Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI, Jakarta, 2002Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa: Ringkasan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta: PT.Nuh Jaya, 2003Maslim R. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik : PT Nuh Jaya, 1999