LAPORAN PRAKTIKUM
“PEMBUATAN SHAMPO MOBIL / MOTOR”
OLEH
KELOMPOK 6
KELAS A
ANDI MULYA ADHA (1107111940)
JHON FERY MARIHOT (1107114137)
NUR KHAIRIATI (1107114208)
SASTRA SILVESTER (1107114148)
TEDDY PRATAMA (1107114357)
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2012
ABSTRAK
Seiring pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor, kebutuhan akan pembersih
atau shampo untuk mencuci kendaraan juga meningkat. Shampo mengangkat
noda dan kotoran yang terdapat pada body motor atau mobil. Salah satu komposisi
shampo yang terpenting adalah surfaktan. Surfaktan adalah surface active agent
yang memiliki gugus hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat
mempersatukan campuran yang terdiri dari air dan minyak. Untuk menambah
nilai jual ditambahkan bahan pewarna dan pewangi. Pada percobaan ini digunakan
surfaktan LABSNa sebanyak 50 gram, SLS 15 gram, NaOH 35% sebanyak 10
gram. Shampo yang dihasilkan berwarna hijau, berbusa banyak tetapi encer
karena perbandingan LABS dan SLS tidak sesuai. Densitas shampo yang
dihasilkan adalah 0,937 gr/ml. Hasil uji aplikasi , shampo melewati batas antara
minyak dan air selama 3 detik.
Kata kunci : Densitas, LABS, SLS, Surface active agent
ABSTRACT
Following the growth of vehicle quantity , demand for cleaner or shampoo to
wash it also getting higher. Shampoo removing the stain and impurity that
contaminate the body of the vehicle. One of important composition in the
shampoo is surfactant . Surfactant is surface active agent that has hydrophilic and
lyophobic as a result , it can sheaf oil and water. To increase the cos of the
shampoo , we add dye and fragrance. In this experiment we use LABSNa as
surfactant 50 grams, SLS 15 grams, NaOH 35 % 10 grams. The result is green
shampoo , much foams but watery because comparison between the LABS and
SLS in not appropriate. The density is 0,937 gr/ml. Application test shows that the
shampoo need 3 seconds to pass boundary between oil and water.
Keyword : Density, LABS, SLS, Surface active agent.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini jika kita perhatikan di sekitar kita banyak sekali masyarakat
yang mempunyai sepeda motor ataupun mobil. Ini adalah peluang bisnis sebab
bagaimanapun juga mobil ataupun sepeda motor perlu dibersihkan dari kotoran-
kotoran yang melekat. Jika kita perhatikan juga banyak terutama di kota-kota
besar tempat-tempat pencucian sepeda motor umumnya dan pencucian mobil
khususnya. Mereka sudah tahu pembersih yang tepat untuk sepeda motor ataupun
mobil adalah shampo. Bagi mereka yang tidak tahu bila menggunakan pembersih
selain shampo, akan dapat merusak cat sepeda motor maupun cat mobil.
Untuk membersihkan/mencuci mobil atau sepeda motor tidak boleh
memakai sabun sembarangan apa lagi menggunakan sabun colek atau deterjen,
hal ini akan dapat merusak cat mobil atau sepeda motor. Karena didalam
pembuatan sabun colek atau deterjen terdapat soda api (NaOH) maupun bahan-
bahan yang mengandung natrium (Na). Hal ini bisa kita rasakan sewaktu kita
menggegam deterjen akan terasa panas ditangan. Ini membuktikan adanya reaksi
bahan-bahan yang unsur Na dengan air (H2O) akan membentuk NaOH (tangan
kita ada unsur airnya) sehingga tangan kita akan terasa panas. Bahan kimia ini
yang dapat merusak cat motor atau mobil anda, cat akan terkikis menjadi pudar
dan akhirnya menghilang, hal ini sering kita jumpai pada sepeda motor. Untuk itu
sebaiknya gunakan shampoo mobil saja.
1.2 Tujuan Praktikum
a. Mempelajari cara pembuatan shampoo motor / mobil.
b. Menentukan karakteristik shampoo motor atau mobil dan bagaimana
kinerjanya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Surfaktan
2.1.1 Pengertian Surfaktan
Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus
hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang
terdiri dari air dan minyak. Surfaktan adalah bahan aktif permukaan. Aktifitas
surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan
memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang
suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat
bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan
surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-
air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan
rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam
dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan
rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung
gugus hidroksil (Jatmika, 1998).
2.1.2 Sifat - Sifat Surfaktan
A. Sifat – sifat umum surfaktan
Sifat – sifat umum surfaktan adalah :
1. Sebagai larutan koloid
Mc. Bain telah membuktikan bahwa larutan zat aktif permukaan larutan
koloid. Molekul-molekulnya terdiri dari gugus yang hidrofil (suka air) dan gugus
yang hidrofob (tak suka air). Pada konsentrasi tinggi partikel koloid ini akan
saling menggumpal, gumpalan ini disebut misel atau agregat baik berbentuk
sferik/ ‟S‟ (daya hantar listriknya tinggi) atau lamelar/ ‟L‟ (daya hantar listriknya
kecil disebut juga koloid netral) dan ada dalam kesetimbangan bolak – balik
dengan sekitarnya (pelarut atau dispersi larutan). Kesetimbangan ini akan
mencapai konsentrasi kritik misel menurut aturan Jones dan Burry.
2. Adsorpsi
Apabila larutan mempunyai tegangan permukaan lebih kecil daripada
pelarut murni, zat terlarut akan terkonsentrasi pada permukaan dan terjadi
adsorpsi positif. Sebaliknya adsorpsi negatif menunjukkan bahwa molekul-
molekul zat terlarut lebih banyak terdapat dalam rongga larutan daripada
dipermukaan.Hubungan antara derajat penyerapan dan penurunan tegangan
permukaan dinyatakan dalam persamaan Gibbs.
3. Kelarutan dan daya melarutkan
Murray dan Hartly dalam pernyataanya menunjukkan bahwa partikel-
partikel tunggal relatif tidak larut, sedangkan misel mempunyai kelarutan
tinggi.Makin panjang rantai hidrokarbonnya, makin tinggi temperatur kritik
larutan.
B. Sifat – Sifat Khusus Surfaktan
Sifat – sifat khusus surfaktan adalah :
1. Pembasahan
Perubahan dalam tegangan permukaan yang menyertai proses pembasahan
dinyatakan oleh Hukum Dupre.
2. Daya Busa
Busa ialah dispersi gas dalam cairan dan zat aktif permukaan memperkecil
tegangan antarmuka, sehingga busa akan stabil, jadi surfaktant mempunyai
daya busa.
3. Daya Emulsi
Emulsi adalah suspensi partikel cairan dalam fasa cairan yang lain, yang
tidak saling melarutkan. Sama hanya dengan pembasahan, maka surfaktant
akan menurunkan tegangan antarmuka, sehingga terjadi emulsi yang stabil.
2.1.3 Klasifikasi Surfaktan
Sifat dari pada zat aktif permukaan bergantung pada macamnya gugus
hidrofil, yang dapat dibagi sebagai berikut :
A. Surfaktan anionik
Surfaktan anionik merupakan surfaktan dengan bagian aktif pada
permukaannya mengandung muatan negatif. Contoh dari jenis surfaktan
anionik adalah Linier Alkyl Benzene Sulfonat (LAS), Alkohol Sulfat (AS),
Alkohol Eter Sulfat (AES), Alpha Olefin Sulfonat (AOS).
B. Surfaktan kationik
Surfaktan ini merupakan surfaktan dengan bagian aktif pada
permukaannya mengandung muatan positif.Surfaktan ini terionisasi dalam
air serta bagian aktif pada permukaannya adalah bagian kationnya.Contoh
jenis surfaktan ini adalah ammonium kuarterner.
C. Surfaktan nonionik
Surfaktan yang tidak terionisasi di dalam air adalah surfaktan
nonionik yaitu surfaktan dengan bagian aktif permukaanya tidak
mengandung muatan apapun, contohnya: alkohol etoksilat, polioksietilen
(R-OCH2CH).
D. Surfaktan ampoterik
Surfaktan ini dapat bersifat sebagai non ionik, kationik, dan
anionik di dalam larutan, jadi surfaktan ini mengandung muatan negatip
maupun muatan positip pada bagian aktif pada permukaannya. Contohnya:
Sulfobetain (RN+(CH3)2CH2CH2SO
3- (Zulfikar, 2011).
Gambar 2.1 Struktur Surfaktan
ANIONIK
KATIONIK
AMFOTER
NON IONIK
2.1.4 Contoh - contoh Surfaktan
A. Alkil Benzena Sulfonat (ABS).
Proses pembuatan ABS ini adalah dengan mereaksikan Alkil benzena
dengan Belerang trioksida, asam Sulfat pekat atau Oleum. Reaksi ini
menghasilkan Alkil Benzena Sulfonat. Jika dipakai Dodekil benzena maka
persamaan reaksinya adalah
C6H5C12H25 + SO3 C6H4C12H25SO3H
(Dodekil Benzena Sulfonat)
Reaksi selanjutnya adalah netralisasi dengan NaOH sehingga dihasilkan
Natrium Dodekil Benzena Sulfonat.
B. Linear Alkil Benzene Sulfonat (LAS).
Proses pembuatan (LAS) adalah dengan mereaksikan Lauril Alkohol
dengan asam Sulfat pekat menghasilkan asam Lauril Sulfat dengan reaksi:
C12H25OH + H2SO4 C12H25OSO3H + H2O
C12H25OSO3H + NaOH
Gambar 2.2 Struktur C12H25OH
Molekul LAS berisi cincin aromatik tersulfonasi pada posisi para dan
melekat pada rantai alkil linier di setiap posisi kecuali karbon
terminal.Rantai karbon alkil biasanya memiliki atom karbon 10 sampai 14
dan linearitas dari rantai alkil berkisar 87-98%. Sementara LAS komersial
terdiri dari lebih dari 20 individu komponen, rasio dari berbagai
homolognya dan isomer, yang mewakili panjang rantai alkil yang berbeda
dan posisi cincin aromatik di sepanjang rantai alkil linier, relatif konstan
dalam produk saat ini diproduksi, dengan tertimbang jumlah karbon rata-
rata rantai alkil berdasarkan volume produksi per daerah antara 11,7-11,8.
LAS didukung sebagai kategori karena konsistensi dekat campuran,
penggunaan komersial mereka, nasib, dan kesehatan dan dampak
lingkungan (Hayyan,2008).
C. SLS ( Sodium Lauryl Sulfonat )
Natrium lauril sulfat (SLS), natrium laurilsulfate atau sodium
dodecyl sulfat (SDS atau NaDS) (C12H25SO4Na) adalah anioniksurfaktan
yang digunakan dalam membersihkan dan produk kebersihan. SLS adalah
surfaktan sangat efektif dan digunakan dalam setiap tugas yang
membutuhkan penghapusan noda berminyak.
SLS terkadang dijadikan sebagai penunjang busa, pertimbangan
banyak busa adalah pertimbangan salah kaprah tapi selalu dianut oleh
banyak konsumen. Banyaknya busa tidak berkaitan secara signifikan
dengan daya bersih deterjen, kecuali deterjen yang digunakan untuk proses
pencucian dengan air yang jumlahnya sedikit (misalnya pada pencucian
karpet). Untuk kebanyakan kegunaan di rumah tangga, misalnya pencucian
dengan jumlah air yang berlimpah, busa tidak memiliki peran yang
penting. Dalam pencucian dalam jumlah air yang sedikit, busa sangat
penting karena dalam pencucian dengan sedikit air, busa akan berperan
untuk tetap "memegang" partikel yang telah dilepas dari kain yang dicuci,
dengan demikian mencegah mengendapnya kembali kotoran tersebut.
O
||
CH3 – (CH2)10 – CH2 – O – S – O-NA
+
||
O
Gambar 2.4 Struktur SLS
Asam Lauril Sulfat yang terjadi dinetralisasikan dengan larutan
NaOH sehingga dihasilkan Natrium Lauril Sulfat.SLS diketahui
menyebabkan iritasi pada kulit,memperlambat proses penyembuhan dan
penyebab katarak pada mata orang dewasa (Hayyan, 2008).
Karakteristik SLS
Sifat hidroskofis SLS hanya terjadi dibawah suhu 50 0C, sedangkan pada
suhu diatas 500C SLS berbentuk padat.Densitas SLS hasil pemasakan lebih besar
dari densitas SLS komersial, hal ini kemungkinan disebabkan perbedaan
kemurnian kedua SLS tersebut. Densitas SLS hasil pemasakan yaitu 1,41 g/cm3
(lebih besar dari densitas air), akan tetapi pada pengujian sifat kelarutan di dalam
air (aquades), SLS hasil pemasakan larut sempurna di dalam air (tidak ada
endapan). Dari beberapa pengujian karakteristik SLS tersebut dapat disimpulkan
bahwa SLS hasil pemasakan relatif memiliki sifat yang sama dengan SLS
komersial.Sifat-sifat umum SLS adalah sebagai berikut :
1. Merupakan surfaktan anionic sebesar 68%-73%
2. Memiliki pH sebesar 7.0-9.0
3. Mengandung sodium sulfat sebesar 1 %
4. Mengandung sodium klorida sebesar 0.1 %
5. Mengandung dioksan sebesar 30 ppm
6. Merupakan pasta berwarna kuning transparan
7. Dibuat dari fatty alcohol
8. Biasanya digunakan sebagai surfaktan pada pembersih dalam bahan
alkohol.
Kandungan SLS sebagai Foam Booster
SLS terkadang dijadikan sebagai penunjang busa, pertimbangan banyak
busa adalah pertimbangan salah kaprah tapi selalu dianut oleh banyak konsumen.
Banyaknya busa tidak berkaitan secara signifikan dengan daya bersih deterjen,
kecuali deterjen yang digunakan untuk proses pencucian dengan air yang
jumlahnya sedikit (misalnya pada pencucian karpet). Untuk kebanyakan kegunaan
di rumah tangga, misalnya pencucian dengan jumlah air yang berlimpah, busa
tidak memiliki peran yang penting.Dalam pencucian dalam jumlah air yang
sedikit, busa sangat penting karena dalam pencucian dengan sedikit air, busa akan
berperan untuk tetap "memegang" partikel yang telah dilepas dari kain yang
dicuci, dengan demikian mencegah mengendapnya kembali kotoran tersebut.
Asam Lauril Sulfat yang terjadi dinetralisasikan dengan larutan NaOH
sehingga dihasilkan Natrium Lauril Sulfat.SLS diketahui menyebabkan iritasi
pada kulit,memperlambat proses penyembuhan dan penyebab katarak pada mata
orang dewasa. Senyawa SLS, SLES atau LAS mudah bereaksi dengan senyawa
golongan ammonium kuartener tersebut, seperti DEA untuk membentuk
nitrosamin. Golongan ammonium kuartener dapat membentuk senyawa
nitrosamin. Senyawa nitrosamin diketahui bersifat karsinogenik, dapat
menyebabkan kanker. Pada deterjen anionik, ditambahkan surfaktan seperti
sodium lauryl sulfate (SLS),sodium laureth sulfate (SLES) atau linear alkyl
benzene sulfonate (LAS), yang merupakan golongan ammonium kuartener.
Senyawa SLES (sodium lauryl ether sulfonate) adalah senyawa dibuat dari
bahan lauryl ether (C12) dan oleum . Jika bahan lauryl ( C12) ini digunakan pada
shampoo, bahan ini menghasilkan busa sekaligus meningkatkan stabilitas busa,
meningkatkan kekuatan pencucian, dan memiliki kekentalan yang stabil.
Penggunaan oleum pada pembuatan shampoo ini hanya dimaksudkan untuk
membantu proses pada pembuatan sodium lauryl ether sulfonate yaitu pada proses
sulfonasi.
a. Sorbitan monooleat
Sorbitan monooleat merupakan jenis senyawa ester dan memiliki rumus
kimia C24H44O6. Pada temperatur ruang, sorbitan monooleat berupa cairan dengan
warna kuning terang. Dalam dunia perdagangan, sorbitan monooleat dikenal
puladengan nama Polysorbates 80, Span 80 atau Tween 80. Sorbitan monooleat
adalah surfaktan nonionik dan pengemulsi yang merupakan turunan dari
polietoksilat sorbitan dan asam oleat, dan sering digunakan pada makanan. Gugus
hidrofilik dalam senyawa ini adalah polieter yang dikenal juga sebagai gugus
polioxietilen yang merupakan polimer dari etilen oksida. Dalam istilah polisorbat,
angka yang ditunjukkan pada polisorbat menunjukkan gugus lipofilik, dalam hal
ini adalah asam oleat.
Sebagai bahan kimia surfaktan, kegunaan sorbitan monooleat yang paling
utama adalah sebagai emulsifier water in oil, karena sorbitan monooleat
memilikinilai HLB 4,3 (Myers, 2006). Selain itu, sorbitan monooleat juga
digunakan sebagai bahan tambahan untuk makanan. Sorbitan monooleat ini
bersifat tidak larut dalam air dan larut dalam minyak, dan juga stabil pada suhu
tinggi serta tidak beracun (Stockburger, 1981).
Beberapa sifat sorbitan monooleat dapat dilihat sebagai berikut :
- Densitas : 1,06-1,09 g/mL
- Titik didih : >100oC
- Viskositas : 1810 cP pada 25oC (Brown, 1939)
- Titik nyala : 148,89oC (www.sciencelab.com, 2010)
- Tidak larut dalam air (Stockburger,1981)
- Larut dalam etanol
- Larut dalam minyak jagung
- Larut dalam methanol
- Digunakan sebagai emulsifier dalam makanan, terutama es krim.
- Bersifat sedikit irritant
- Tidak bersifat karsinogenik
- Berat molekul : 428,61 g/mol
- Rumus molekul : C24H44O6
- Mudah terbakar pada suhu tinggi
- Hasil pembakaran berupa CO2, CO
- Specific gravity : 1
- Dalam suhu ruang, sorbitan monooleat berbentuk cairan berwarna kuning
terang.
- Merupakan emulsifier water in oil.
b. Metil Ester Sulfonat (MES)
Metil ester termasuk ke dalam golongan ester. Ester dibuat dengan
mereaksikan asam karboksilat dan alkohol. Cox dan Weerasoriya (2001)
melaporkan bahwa sebagian besar metil ester diproduksi dari oleokimia. Metil
ester dapat diproduksi melalui esterifikasi asam lemak dengan metanol. Reaksi
transesterifikasi dapat dilihat pada Gambar 3. Metil ester juga dapat diperoleh
melalui reaksi esterifikasi antara asam lemak dengan alkohol, seperti pada reaksi
yang terlihat pada Gambar 4 berikut (Hart, 1990).
c. DEA (Dietanolamina)
Dietanolamina, sering disingkat sebagai DEA, merupakan senyawa
organik dengan rumus HN (CH2CH2OH)2. Ini adalah cairan berwarna
polifungsional, menjadi sekunder amina dan diol . Seperti amina organik lainnya,
Dietanolamina bertindak sebagai basa lemah . Mencerminkan karakter hidrofilik
kelompok alkohol, DEA larut dalam air, dan bahkan higroskopis .Amida dibuat
dari DEA sering juga hidrofilik.
DEA digunakan sebagai surfaktan dan inhibitor korosi .Hal ini digunakan
untuk menghilangkan hidrogen sulfida dan karbon dioksida dari gas alam.Dalam
kilang minyak, DEA dalam larutan air yang biasa digunakan untuk
menghilangkan hidrogen sulfida dari gas berbagai proses. Hal ini memiliki
keuntungan lebih dari amina serupa etanolamin dalam konsentrasi yang lebih
tinggi dapat digunakan untuk potensi korosi yang sama. Hal ini memungkinkan
kilang-kilang minyak untuk menggosok sulfida hidrogen pada tingkat amina
beredar lebih rendah dengan penggunaan energi secara keseluruhan kurang.DEA
adalah kimia serbaguna menengah, turunan utama termasuk ethyleneimine dan
etilendiamin .Dehidrasi DEA dengan asam sulfat memberikan morpholine.
Gambar 2.5 Reaksi Transesterifikasi antara Trigliserida dan Metanol
Amida yang berasal dari DEA dan asam lemak, yang dikenal sebagai
diethanolamides , yang amphiphilic . Diethanolamides adalah bahan umum di
kosmetik dan shampoo ditambahkan ke memberikan tekstur yang lembut dan
tindakan berbusa. turunan yang relevan dari DEA termasuk Dietanolamina
lauramide dan Dietanolamina cocamide (Zuhrina, 2010)
d. Sodium Lauryl Ether Sulfonate
Senyawa SLES (sodium lauryl ether sulfonate) adalah senyawa dibuat dari
bahan lauryl ether (C12) dan oleum . Jika bahan lauryl ( C12) ini digunakan pada
shampo, bahan ini menghasilkan busa sekaligus meningkatkan stabilitas busa,
meningkatkan kekuatan pencucian, dan memiliki kekentalan yang stabil.
Penggunaan oleum pada pembuatan shampo ini hanya dimaksudkan untuk
membantu proses pada pembuatan sodium lauryl ether sulfonate yaitu pada proses
sulfonasi.
SLES Merupakan surfaktan anionik sebesar 68%-73%, memiliki nilai pH
sebesar 7,0 - 9,0, mengandung sodium sulfat sebesar 1% (maksimum),
mengandung sodium klorida sebesar 0,1% (maksimum), mengandung dioksan
sebesar 30 ppm (maksimum), merupakan pasta berwarna kuning transparan,
dibuat dari fatty alcohol. Biasanya digunakan sebagai surfaktan pada pembersih
dalam bahan kosmetik.
e. Alkanolamida
Amida adalah turunan asam karboksilat yang paling tidak reaktif, karena
itu golongan senyawa ini banyak terdapat di alam. Amida yang terpenting adalah
protein. Amida dapat bereaksi dengan asam dan reaksi ini tidak membentuk
garam karena amida merupakan basa yang sangat lemah. Selain itu senyawa
amida merupakan nukleofilik yang lemah dan bereaksi sangat lambat dengan alkil
halida. Amida asam lemak pada industri oleokimia dapat dibuat dengan
mereaksikan amina dengan trigliserida, asam lemak atau metil ester asam lemak.
Senyawa amina yang digunakan dalam reaksi amidasi sangat bervariasi seperti
etanolamina dan dietanolamina, yang dibuat dengan mereaksikan amonia dengan
etilen oksida. Alkanolamina seperti etanolamina, jika direaksikan dengan asam
lemak akan membentuk suatu alkanolamida dan melepaskan air. Alkanolamida
merupakan kelompok surfaktan nonionik yang berkembang dengan pesat.
Beberapa contoh surfaktan alkanolamida ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Struktur Surfaktan Alkanolamida
Surfaktan alkanolamida tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi
daripada molekul. Keberadaan gugus metil amida didalam alkanolamida
bermanfaat untuk meningkatkan kelarutan surfaktan (Burczyk, dkk. 2001).
Disamping itu alkanolamida dapat digunakan pada rentang pH yang luas,
biodegradabel, lembut dan bersifat noniritasi, baik untuk kulit maupun mata.
Surfaktan ini juga menghasilkan reduksi tegangan permukaan yang besar,
toksisitas yang rendah dan pembusaan yang bagus serta stabil. Surfaktan
alkanolamida juga sangat kompatibel dengan ketiga jenis surfaktan lainnya yaitu
surfaktan anionik, kationik dan amfoterik.
Sebagaimana surfaktan nonionik lainnya, alkanolamida menunjukkan
performa yang baik seperti kelarutan yang tinggi, stabil terhadap berbagai enzim
dan media yang alkali. Karena sifat-sifatnya tersebut maka surfaktan ini dapat
digunakan sebagai bahan pangan, obat-obatan, kosmetika dan aplikasi industri
serta dapat digunakan pada rentang penggunaan surfaktan anionik. Produk-produk
yang menggunakan surfaktan alkanolamida diantaranya shampo non iritasi, sabun
mandi cair, produk perawatan rambut, losion, cream, produk pembersih serta
produk kosmetika, produk farmasi, biokimia dan biomedical (Zuhrina, 2010)
f. N-metil glukamida
N-metil glukamida diperoleh dari reaksi antara asam lemak, metil ester
asam lemak atau trigliserida dengan N-metil glukamina. N-metil glukamida
banyak digunakan sebagai produk farmasi dan biokimia lainnya. N-metil-
glukamida termasuk pada kelompok alkyl-glukamida surfaktan dimana kelompok
surfaktan ini diproduksi dalam jumlah besar sebagai bahan pembersih, contohnya
adalah N dodekanoil-N-metil glukamida (Zuhrina, 2010).
Sintesis N-metil glukamida menggunakan bahan baku N-metil glukamina
dari golongan gula amina. Senyawa-senyawa gula amina memegang peran
penting dalam pembentukan dan perbaikan tulang rawan. Mekanisme kerja
senyawa-senyawa gula amina adalah dengan menghambat sintetis
glikosaminoglikan dan mencegah destruksi tulang rawan. Gula amina dapat
merangsang sel-sel tulang rawan untuk pembentukan proteoglikan dan kolagen
yang merupakan protein esensial untuk memperbaiki fungsi persendian. Gula
amina dapat diperoleh dari reaksi glukosa, laktosa atau gula lainnya dengan
amonia atau alkil amina. N-metil glukamina merupakan salah satu senyawa gula
amina yang penting. N-metil glukamina diperoleh dari reaksi glukosa dengan
monometil amina. Sifat-sifat N-metil glukamina adalah sebagai berikut (E Merck,
2008) :
Rumus Molekul : C7H17NO5
Rumus Kimia : CH3NHCH2(CHOH)4CH2OH
Berat Molekul : 195,22 gr/mol
Densitas : 1,090 gr/cm3
Titik Lebur : 128 - 131oC (1 atm)
Titik Didih : 210oC (1 atm)
Kelarutan : H2O, alkohol dan eter
2.1.5 Toksisitas Surfaktan
Surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit kasar, hilangnya
kelembaban alami yamg ada pada permukan kulit dan meningkatkan
permeabilitas permukaan luar. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa kulit
manusia hanya mampu memiliki toleransi kontak dengan bahan kimia dengan
kandungan 1 % LAS dan AOS dengan akibat iritasi „sedang‟ pada kulit.
Surfaktan kationik bersifat toksik jika tertelan dibandingkan dengan
surfaktan anionik dan non-ionik. Sisa bahan surfaktan yang terdapat dalam
deterjen dapat membentuk chlorbenzene pada proses klorinisasi pengolahan air
minum PDAM. Umumnya surfaktan berinteraksi dengan membran dan
enzim.Pengaruh ini dapat berdampak pada tumbuhan, dengan penyerapan
surfaktan dan imobilisasi pada dinding sel sehingga terjadi perubahan struktur
ultra seluler.Toksisitas timbul dari penghambatan enzim atau transmisi selektif
ion–ion melalui membran.
Pengaruh lain yaitu penghambatan pertumbuhan dalam tumbuhan, ikan, dan
budding dalam hidra, kerusakan Lepomis gibbosus, kerusakan organ sensoris luar
yang peka sehingga dapat mengganggu pemilihan makanan, mempengaruhi
sinergis zat – zat dan surfaktan subletal menyebabkan pengambilan zat lipofilik
yang lebih cepat dan memperkuat toksisitas zat ini. Toksisitas memperlihatkan
suatu korelasi dengan tegangan permukaan menurut jumlah atom karbon dalam
homolog jenis surfaktan.
Toksisitas surfaktan ABS bertambah dengan kelinearan gugus alkil,
disebabkan oleh penerobosan gugus alkil linier yang lebih dalam.Interaksi
surfaktan – protein juga bertambah bila ekor hidrofobik bertambah dan
menyebabkan bertambahnya toksisitas. Sesuai dengan waktu ketahanan surfaktan
yang cukup singkat dalam daerah perairan, maka tidak diakumulasikan sampai
batas manapun juga tidak terjadi biomagnifikasi dalam rantai makanan. Air yang
mengandung surfaktan (2 –4 ppm), tidak dapat dideteksi perubahan apapun dalam
struktur komunitas.
2.1.6 Builder
Surfaktan dalam deterjen berguna untuk mempengaruhi sudut kontak sistem
pencucian, sedangkan builder memiliki fungsi untuk membantu efisiensi
surfaktan dalam proses pembersihan kotoran. Salah satu kemampuan builder yang
penting dan banyak digunakan adalah untuk menyingkirkan ion penyebab
kesadahan dari cairan pencuci dan mencegah ion tersebut berinteraksi dengan
surfaktan. Hal ini dilakukan karena interaksi tersebut akan menyebabkan
penurunan efektivitas pencucian. Secara umum, builder memberikan alkalinitas
ke cairan pencuci sehingga berfungsi juga sebagai alkali. Selain itu, builder juga
memberikan efek anti-redeposisi. Builder (pembentuk) berfungsi meningkatkan
efisiensi pencuci dari surfaktan dengan cara menon-aktifkan mineral penyebab
kesadahan air (Prayetno, 2008).
a. Fosfat : Sodium Tri Poly Phosphate (STPP)
b. Asetat : Nitril Tri Acetate (NTA), Ethylene Diamine Tetra Acetate
c. Silikat : Zeolit
d. Sitrat : Asam Sitrat
Beberapa contoh builder yang banyak digunakan antara lain:
a. Zeolit (Na2Ox.Al2O3y.SiO2z.pH2O). Zeolit berfungsi sebagai builder penukar
ion. Zeolit yang banyak digunakan adalah zeolit tipe A. Ion natrium akan
dilepaskan oleh kristal zeolit dan digantikan dengan ion kalsium dari air sadah.
Hal ini akan menyebabkan penurunan kesadahan dari air pencuci.
b. Clay. Seperti kaolin, montmorilonit, dan bentonit juga dapat digunakan sebagai
builder. Natrium bentonit, misalnya dapat melunakkan air akibat
kemampuannya menyerap ion kalsium. Namun, clay dipertimbangkan sebagai
bahan yang memiliki efektivitas pelunakkan air yang lebih rendah
dibandingkan zeolit tipe A. Penggunaan clay sebagai builder juga memiliki
nilai tambah lain. Clay montmorilonit, misalnya, dapat berfungsi sebagai
komponen pelembut. Komponen ini akan diserap dan difilter ke dalam pakaian
selama proses pencucian dan pembilasan.
c. Nitrilotriacetic acid. Senyawa N(CH2COOH)3 atau biasa disebut NTA ini,
merupakan salah satu builder yang kuat. Senyawa ini merupakan tipe builder
organik. Namun, penggunaaannya memiliki efek samping pada kesehatan dan
lingkungan. Asam Nitrilotriacetic (NTA), C6H9NO6, adalah asam karboksilat
polyamino dan digunakan sebagai agen pengkelat yang membentuk senyawa
koordinasi dengan ion logam (kelat) seperti Ca 2 +,
Cu 2 +
atau Fe 3 +.
Penggunaan NTA yang mirip dengan EDTA . Namun, berbeda dengan EDTA,
NTA mudah biodegradable dan hampir sepenuhnya dihapus selama
pengolahan air limbah
d. Garam netral. Natrium sulfat dan natrium klorida merupakan garam-garam
netral yang dapat digunakan sebagai builder. Selain itu, senyawa-senyawa ini
juga dipertimbangkan sebagai filler yang dapat mengatur berat jenis deterjen.
Natrium sulfat juga dapat menurunkan Critical Micelle Concentration (CMC)
dari surfaktan organik sehingga konsentrasi pencucian efektif dapat tercapai.
e. Asam Sitrat. Merupakan asam organik lemah, densitas 1665 kg/m3, pada
temperatur kamar asam sitrat berbentuk serbuk kristal berwarna putih.
f. Natrium Perborate Na2B2O4 (H2O2) 26H2O atau Na2B2O4 (H2O2) 2H2O .
Natrium perborate rilis nascent oksigen pada temperatur tinggi, dan bertindak
sebagai pemutih hidrogen peroksida, dan telah digunakan dalam pencucian
sebagai pemutih selama bertahun-tahun. Kerugian utama itu adalah bahwa
tindakan pemutihan hanya terjadi pada suhu yang tinggi. Untuk melepaskan itu
pemutihan tindakan pada suhu yang lebih rendah, penggerak harus
ditambahkan. Tipikal adalah N1N1 diamene tetra-metilena asetil, dan tetra
asetil uril glikol (TAGU). Dalam bagian-bagian tertentu dari dunia perborate
dibatasi karena garam boron itu mempengaruhi pertanian saat efluen
disemprotkan ke tanah penggembalaan.
g. Natrium percarbonate 2Na2CO3 3H2O2. Ini bekerja dalam larutan seperti jika
Anda telah karbonat natrium dan hidrogen peroksida ditambahkan secara
terpisah. Menguntungkan adalah bahwa percarbonate melepaskan oksigen pada
suhu yang lebih rendah, dan efektif sebagai pemutih cucian.
h. Soda abu (natrium karbonat) Na2CO3. Soda abu menyediakan alkalinitas
tinggi, hanya natrium hidroksida yang lebih tinggi pada aw/v dasar. Hal ini
melembutkan air dengan pengendapan karbonat kalsium dan magnesium,
asalkan pH larutan lebih besar dari pH9, dan bahwa pH ini dijaga. Sintetis soda
abu (kimia diproduksi) adalah kualitas unggul soda abu ditambang alami. Dua
nilai yang umum digunakan, soda abu terang, dan soda abu padat. Soda abu
cahaya khususnya, dapat menyerap sejumlah besar bahan cair ke permukaan
itu dan masih tetap kering untuk disentuh, dan menjaga sifat bebas itu
mengalir. Hal ini juga digunakan sebagai bahan penetral untuk penyerapan
DDBSA (surfaktan anionik).
i. Silikat. Penambahan silikat untuk deterjen sintetik telah terbukti sangat
bermanfaat. Natrium silikat dibuat (melalui persamaan kimia berikut) dalam
tanur listrik. Na2CO3 + SiO2 = Na2SiO3 + CO2. Ada juga proses basah, dimana
silika dari pasir kehabisan di bawah tekanan dengan soda kaustik
terkonsentrasi. SiO2 + SiO2 = Na2SiO3 + CO2. Hal ini menghasilkan silikat
kristal, yang berisi air kristalisasi. Silikat melunakkan air dengan pembentukan
endapan yang dapat dengan mudah dibilas pergi. Mereka cenderung tidak
untuk deposit pada serat kain yang sedang dicuci, karena mereka memiliki
besar menangguhkan dan anti-kembali-deposisi kualitas. Mereka digunakan
dalam piring-cuci bubuk, untuk membasahi mereka dan sifat pengemulsi.
Semua silikat memiliki tindakan penyangga yang sangat baik terhadap
senyawa asam. Hal ini penting, karena sebagian besar tanah dalam proses
pencucian bersifat asam. Silikat dapat menghambat korosi dari stainless steel
dan aluminium dengan deterjen sintetis dan fosfat kompleks. Natrium silikat
metasilicate adalah bubuk yang umum digunakan, dan dapat anhidrat atau
terhidrasi. Rumus khas adalah Na2SiO3. Kelompok lain, silikat koloid, tersedia
dalam cairan terkonsentrasi, dan dikenal sebagai "gelas air". Mereka memiliki
berbagai rasio Na2O: SiO2, dari 1:1.6 ke 1:3.75. Semakin tinggi proporsi yang
hadir silika, bahan kurang larut menjadi, dan semakin rendah pH.
j. Pirofosfat Tetrasodium adalah alkalinitas, lebih basa mengurangi pada urutan.
Mereka menghasilkan kompleks logam dengan ion logam. Ini dapat ditulis
secara ionik sebagai Na2 (MgP2O7). Ini, ion magnesium dalam hal ini tidak
aktif, atau diasingkan. Produk tidak terbentuk endapan dari solusi. Pirofosfat
tetrasodium yang terbaik untuk ion magnesium, dan natrium
hexametaphosphate yang terbaik untuk ion kalsium. Sodium Tripolyphosphate
terletak di antara keduanya. Semua fosfat kompleks meningkatkan detergensi
jenis deterjen sabun. Jika sepotong kain telah tertanam di dalamnya sejumlah
kalsium dalam bentuk sabun kalsium larut, molekul fosfat kembali melarutkan
kalsium, natrium rilis yang kembali menggabungkan dengan molekul sabun,
dan dengan demikian melahirkan sabun bisa digunakan. Hal ini dicapai dengan
natrium menggabungkan dengan anion asam lemak dari molekul sabun.
2.2 Aditif
Aditif adalah bahan suplemen/tambahan untuk membuat produk lebih
menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna, dan lainnya, tidak
berhubungan langsung dengan daya cuci detergent. Bahan aditif ditambahkan
lebih untuk maksud komersialisasi produk. Contoh: Enzim, Boraks, Sodium
klorida, Carboxy Methyl Cellulose (CMC). Aditif organik dalam deterjen juga
dapat ditambahkan untuk meningkatkan daya cuci. Peningkatan daya cuci yang
dimaksud dapat meliputi beberapa hal, yaitu:
1. Menurunkan pengendapan kembali kotoran
2. Meningkatkan efek whiteness dan brightness
3. Meningkatkan kemudahan terlepasnya kotoran
4. Menurunkan atau menigkatkan pembusaan seperti yang diinginkan
5. Menaikkan tingkat kelarutan deterjen (Jika deterjen semakin larut, maka
fungsi pencucian juga meningkat)
6. Menaikkan daya dorong terhadap logam-logam
7. Menurunkan injury (misalnya iritasi pada kulit manusia, barang atau kain,
dan mesin (Shofinita, 2009).
Beberapa aditif organik yang dapat digunakan dalam deterjen adalah:
1. Na-CMC
Natrium Carboxyl Methyl Cellulose sebagai aditif berfungsi sebagai agen
anti-redeposisi yang paling umum digunakan pada kain katun. Namun,
senyawa ini tidak berfungsi baik pada serat sintetis.
2. Blueing Agent
Blueing agent memiliki fungsi untuk memberi kesan biru pada kain putih
sehingga kain akan terlihat semakin putih. Selain itu, blueing agent juga
dapat memberi kesan warna yang lembut.
3. Fluorescent
Fluorescent merupakan agen pemutih yang pertama kali dikombinasikan
dengan deterjen pada tahun 1940. Agen ini akan menyerap radiasi
ultraviolet dan mengemisi sebagian energi radiasi tersebut sebagai sinar-
sinar biru yang tampak. Konsentrasi aditif harus diperhatikan dalam
penggunaannya karena jika konsentrasi aditif yang digunakan salah,
fluoroecent tidak akan memberikan efek absorbsi sinar ultraviolet.
4. Proteolytic enzyme
Proteolytic enzyme banyak digunakan pada formula deterjen. Tujuan
penggunaannya adalah untuk mendegradasi bercak-bercak pada substrat
yang dapat didegradasi oleh enzim. Penggunaan aditif ini membutuhkan
waktu lebih lama daripada aditif lainnya karena merupakan bioteknologi.
Enzim-enzim yang dapat digunakan sebagai aditif antara lain enzim
amilase, trigliserida, dan lipase.
5. Bleaching agent
Bleaching agent anorganik yang banyak digunakan dalam formula
deterjen adalah natrium perborat. Pada temperatur pencucian yang tinggi,
sekitar 70-80 derajat Celcius, senyawa ini akan memucatkan (efek
bleaching) bercak-bercak seperti bercak wine dan buah-buahan secara
efektif. Namun, untuk memenuhi syarat lingkungan, sebelum dibuang, air
sisa cucian harus didinginkan hingga temperatur di bawah 50 derajat
Celsius. Bleaching agent organik yang juga dapat digunakan adalah TAED
(Tetra Acetyl Ethylene Diamine). Senyawa ini efektif digunakan pada
temperatur pencucian 50-60 derajat Celcius.
6. Foam Regulator
Foam regulator seperti amin oksida, alkanolamida, dan betain terdapat
dalam produk deterjen jika jumlah busa yang banyak diinginkan sehingga
aditif ini umumnya ditemui pada cairan pencuci tangan dan sampo.
7. Organic sequestering
Aditif ini berfungsi untuk memisahkan ion logam dari bath deterjen.
Beberapa aditif yang berfungsi sebagai organic sequestering adalah EDTA
dan nitrilotriacetic acid.
8. Natrium Klorida
Natrium klorida, dikenal juga sebagai garam, garam dapur, garam meja,
atau garam karang merupakan senyawa ionik dengan rumus NaCl .
Natrium klorida adalah garam yang paling bertanggung jawab atas
salinitas dari laut dan dari cairan ekstraselular dari multisel banyak
organisme. Sebagai bahan utama dalam garam yang dapat dimakan ini ,
biasanya digunakan sebagai bumbu dan makanan pengawet .Garam saat
ini diproduksi secara massal oleh penguapan dari air laut atau air asin dari
sumber lainnya, seperti sumur air garam dan danau garam, dan
pertambangan garam batu, disebut garam karang.
9. Boraks
Orang suku etnis Jawa lebih mengenal boraks, larutan garam konsentrat
tinggi, dengan istilah bleng. Untuk keperluan mencuci dengan mesin cuci,
tambahkan setengah cangkir boraks ke dalam cucian untuk mendapatkan
hasil yang bersih dan cemerlang. Sebelum mencuci, tambahkan satu
sendok makan boraks ke dalam rendaman cucian dan biarkan selama 30
menit sebelum mulai dicuci. Boraks juga bisa digunakan untuk
membersihkan peralatan masak dan toilet.
10. Parfum (Jeruk Lemon)
Wanginya yang segar sangat cocok menjadi pengharum sintetis yang biasa
digunakan saat mencuci pakaian. Teteskan satu sendok air perasan jeruk
lemon ini pada bilasan terakhir cucian sebelum dijemur. Untuk
memutihkan pakaian, tuangkan setengah cangkir air perasa jeruk lemon
pada rendaman pertama. Selain untuk cucian, air perasan jeruk lemon ini
juga bisa digunakan untuk membersihkan dan mengharumkan perabotan
rumah tangga lainnya, seperti kulkas, toilet, mesin cuci piring, dan
microwave (Shofinita, 2009).
2.3 Shampo Mobil atau Motor
Shampo motor atau mobil adalah suatu detergen yang sekarang sudah
banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan yang penting dalam pembuatan
shampo ini adalah surfaktan, yaitu LABS (Linear Alkyl Benzene Sulfonat) atau
kadang disebut juga Linear Alkyl Benzene (LAS) dan surfaktan penunjang yaitu
SLS (Sodium Lauryl Sulfonat). Teknologi pembuatan produk shampo motor atau
mobil ini termasuk salah satu teknologi tepat guna dalam pembuatannya. Karena
dalam proses pembuatannya tidak memerlukan alat yang canggih dan proses yang
rumit.
2.4 Filler
Filler (pengisi) adalah bahan tambahan detergent yang tidak mempunyai
kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Contoh bahan
yang digunakan ialah Sodium sulfate (Borax) dan Anti-Foaming Agents, yang
memberikan gerak bebas pada deterjen dalam bentuk padat bereaksi secara bebas
di air serta Anti-Foaming Agents berfungsi sebagai pereduksi jumlah busa.
Sodium Silicate juga digunakan sebagai bahan penghambat korosi pada mesin
cuci. Umumnya bahan Pengisi terkandung didalam deterjen sebanyak 5-45%.
Bahan ini ebrfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku, dan
pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak dan memperbesar volume.
Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku semata-mata ditinjau
dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi digunakan sodium
sulfat. Bahan lain yang sering digunakan yaitu, tetra sodium pyrophosphate dan
sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah
larut dalam air. Contoh dari filler yaitu:
1. Produk pewangi
Bahan-bahan kimia yang menimbulkan aroma yang harum pada
buah-buahan mengandung senyawa kimia organic yang dinamakan ester
(alkyl alkanoat), Amil salisilat (wangi melati ), amilisinameldehida
(herbal), sitronerol (aroma jeruk), galaksolida (musk), dan organoklor
(DDT, aldrin, dieldrin, kepon, intreks).
2. Bentonit
Mineral bentonit memiliki diameter kurang dari 2 μm yang terdiri dari
berbagai macam mineral phyllosilicate yang mengandung silica, aluminium
oksida dan hidrosida yang dapat mengikat air. Bentonit memiliki struktur 3 layer
yang terdiri dari 2 layer silika tetrahedron dan satu layer sentral octahedral.
3. Natrium Sulfat
Merupakan garam natrium dari asam sulfat. Secara kimiawi sifatnya
sangat stabil, tidak reaktif terhadap senyawa pengoksidasi atau pereduksi
pada suhu normal.
4. Natrium Nitrat
Natrium nitrat ialah tipe garam (NaNO3) yang telah lama digunakan
sebagai komposisi bahan peledak dan dalam bahan bakar padat roket, juga pada
kaca dan pelapis tembikar, dan telah ditambang secara luas untuk tujuan itu.
Senyawa ini juga disebut caliche, saltpeter, dan soda niter. Selain itu natriun
sulfat jga digunakan sebagai bahan pengisi atau filler pada deterjen yang berfungsi
sebagai penambah volume dari deterjen. Sifat fisik dan kimia Natrium nitrat
antara lain :
Rumus kimia : NaNO3
Bentuk : Bubuk putih atau kristal tak berwarna
Bobot senyawa : 85 sma
Titik lebur : 508 K (307oC)
Titik didih : 653 K (380oC)
Densitas : 2,3. 103 kg/m
3
Kelarutan : 92 gram dalam 100 mol air
5. Boraks
Untuk keperluan mencuci dengan mesin cuci, tambahkan setengah
cangkir boraks ke dalam cucian untuk mendapatkan hasil yang bersih dan
cemerlang. Sebelum mencuci, tambahkan satu sendok makan boraks ke
dalam rendaman cucian dan biarkan selama 30 menit sebelum mulai
dicuci. Boraks juga bisa digunakan untuk membersihkan peralatan masak
dan toilet (Prayetno, 2008)
2.5 Anti Redeposisi
Kandungan lain dalam detergen adalah anti redeposisi. Redeposisi
dimaksudkan untuk mengikat kotoran yang sudah lepas dari pakaian agar tidak
kembali menempel. Efek anti-redeposisi ini diberikan oleh builder (pembentuk).
Bahan-bahan yang termasuk antiredeposisi :
1). Sodium Carboxy Methyl Cellulose (SCMC)
Cara kerja SCMC adalah menyerap kotoran dengan membuat pembatas
ion yang mencegah redeposisi. Kotoran terbungkus ion negatif atau kation
demikian pula lapisan pakaian bermuatan negatif. Akibat dua kutub yang
sama, maka terjadi saling tolak, sehingga kotoran akan larut dalam air saat
pembilasan atau pengeringan. Builder memiliki efek anti redeposisi karena
kemampuannya mengikat kotoran.
2). Natrium percarbonate (2Na2CO3 x 3H2O2)
Ini bekerja dalam larutan seperti jika Anda telah karbonat natrium dan
hidrogen peroksida ditambahkan secara terpisah. Menguntungkan adalah
bahwa percarbonate melepaskan oksigen pada suhu yang lebih rendah, dan
efektif sebagai pemutih cucian.
3). Natrium Carboxyl Methyl Cellulose (Na-CMC)
Sebagai aditif berfungsi sebagai agen anti-redeposisi yang paling umum
digunakan pada kain katun. Namun, senyawa ini tidak berfungsi baik pada
serat sintetis.
4). Alkanol
Adalah alkali builder yang dikembangkan untuk meningkatkan daya cuci /
washing ability dalam proses laundry dengan menggunakan mesin. Alkanol
memiliki anti redeposisi yang dapat menghindari penempelan kotoran yang
sudah terlepas dari bahan.
Sifat-sifat umum :
a. Komposisi : Alkali builder
b. Bentuk fisik : Powder putih
c. pH ( 1 % soln ) : 12
d. Kelarutan : Mudah larut dalam air
Keistimewaan :
a. Meningkatkan washing ability
b. Memiliki anti redeposisi sehingga kotoran lebih mudah turun dan tidak
menempel kembali pada bahan
c. Tidak menyebabkan karat / merusak kain
2.6 Mekanisme Pengangkatan Noda
Kebanyakan kotoran pada pakaian melekat sebagai lapisan tipis minyak.
Jika lapisan minyak ini dapat di singkirkan, berarti partikel kotoran itu dapat
dicuci. Molekul sabun terdiri dari rantai hidrokarbon yang panjang. Rantai karbon
bersifat lipofilik (tidak suka air) dan hidrofilik ( suka air ). Bila sabun di kocok
dengan air akan membentuk dispersi koloid, bukannya larutan sejati. Larutan
sabun mengandung agregat molekul sabun yang disebut dengan misel. Rantai
karbon nonpolar atau lipofilik atau tidak suka air mengarah kebagian pusat misel,
dan pada bagian yang polar mengarah pada permukaan misel.
Dalam kerjanya untuk menyingkirkan kotoran, molekul sabun mengelilingi
dan mengemulsi butiran minyak atau lemak. “ Ekor “ lipofilik dari molekul sabun
melarutkan minyak. Ujung hidrofilik dan butiran minyak menjulur ke arah air.
Dengan cara ini butiran minyak terstabilkan dalam larutan air sebab muatan
permukaan yang negatif dari butiran minyak mencegah penggabungan
(koalesensi). Sifat menonjol lain dari sabun ialah tegangan permukaan yang
sangat rendah yang menjadikan larutan sabun lebih memiliki daya pembasahan
dibandingkan air saja. Akibatnya sabun termasuk golongan zat yang disebut
surfaktan. Gabungan dari daya pengemulsi dan kerja permukaan dari larutan
sabun memungkinkan untuk melepas kotorandari permukaan yang sedang
dibersihkan dan mengemulsikannya sehingga kotoran itu tercuci bersama air.
2.7 Viskositas
Viskositas adalah gesekan internal fluida. Gaya viskos melawangerakan
sebagian fluida relatif terhadap yang lain. Garam juga di butuhkan dalam
pembuatan bahan pencuci tangan yaitu berfungsi sebagai pembentuk inti pada
proses pemadatan. Garam yang ditambahkan biasanya NaCl. Dengan
menambahkan NaCl maka akan membuat deterjen cair menjadi lebih kental.
Dengan penambahan garam maka akan menjadikan deterjen lebih mudah dalam
penggunaannya, karena tidak mudah tumpah di tangan, juga akan mempengaruhi
daya cuci deterjen untuk mengangkat kotoran dan lemak. Penggunaan pengental
yang berlebih juga akan membuat kualitas deterjen menurun, karena terlalu kental
akan memperlambat reaksi penyabunan pada kotoran, sehinngga terpecahnya
emulsi pada larutan sehingga fasenya tidak homogen dan apabila terlalu encer
maka akan membutuhkan waktu yang lebih lama.
Faktor yang mempengaruhi viskositas :
a. Besar dan Bentuk Molekul
Molekul-molekul yang mudah berasosiasi mempunyai viskositas yang
besar, seperti air dan etanol. Zat ini membentuk asosiasi molekul dengan
ikatan hidrogen. Makin besar berat molekul, makin besar pula viskositas.
b. Suhu
Pada kebanyakan cairan viskositasnya turun dengan naiknya suhu.
Menurut teori ”lubang” terdapat kekosongan dalam cairan dan molekul
bergerak secara kontinyu ke dalam kekosongan ini, sehingga kekosongan
akan bergerak keliling. Proses ini menyebabkan aliran, tetapi memerlukan
energi karena ada energi pengaktifan yang harus mempunyai suatu molekul
agar dapat bergerak ke dalam kekosongan. Energi pengaktifan lebih
mungkin terdapat pada suhu yang lebih tinggi dan dengan demikian cairan
lebih mudah mengalir.
c. Tekanan
Viskositas cairan naik dengan bertambahnya tekanan. Hal ini
disebabkan jumlah lubang berkurang, sehingga bagi molekul lebih sukar
untuk bergerak keliling satu terhadap yang lain.
d. Konsentrasi
Untuk suatu larutan viskositasnya bergantung pada konsentrasi atau
kepekatan larutan.Umumnya larutan yang konsentrasinya tinggi,
viskositasnya juga tinggi, sebaliknya larutan yang viskositasnya rendah,
konsentrasinya juga rendah (Fessenden, 1997)
2.8 Densitas
Massa jenis adalah pengukuran massa setiap satuan volume benda, semakin
tinggi massa jenis suatu benda, maka semakin besar pula massa setiap volumenya.
Massa jenis rata-rata setiap benda merupakan total massa dibagi dengan total
volumenya. Sebuah benda yang memiliki massa jenis lebih tinggi (misalnya besi)
akan memiliki volume yang lebih rendah daripada benda bermassa sama yang
memiliki massa jenis lebih rendah (misalnya air).Massa jenis berfungsi untuk
menentukan zat. Setiap zat memiliki massa jenis yang berbeda. Rumus untuk
menentukan massa jenis adalah
ρ =
Satuan SI : kg/m3
Nilai massa jenis suatu zat adalah tetap, tidak tergantung pada massa
maupun volume zat, tetapi tergantung pada jenis zatnya, oleh karenanya zat yang
sejenis selalu mempunyai masssa jenis yang sama.Massa jenis zat dapat dihitung
dengan membandingkan massa zat (benda) dengan volumenya. Massa jenis
merupakan salah satu ciri untuk mengetahui kerapatan zat. Pada volume yang
sama, semakin rapat zatnya, semakin besar massanya. Sebaliknya makin
renggang, makin kecil massa suatu benda. Contoh : kubus yang terbuat dari besi
akan lebih besar massanya dibandingkan dengan kubus yang terbuat dari kayu,
jika volumenya sama. Pada massa yang sama, semakin rapat zatnya, semakin
kecil volumenya. Sebaliknya, semakin renggang kerapatannya semakin besar
volumenya. Contoh: volume air lebih besar dibanding volume besi, jika massa
kedua benda tersebut sama (Fessenden, 1997).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat-Alat
a. Wadah plastik
b. Pengaduk kayu atau plastik
c. Gelas ukur
d. Timbangan
e. Pipet tetes
f. Cawan petri
g. Gelas piala
3.2 Bahan-bahan
a. LABS (linear alkil benzene sulfonat)
b. SLS (sodium linear sulfonat)
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1. Pembuatan larutan NaOH 35%
a. 10 gram NaOH Kristal ditimbang ke dalam cawan petri
b. Aquades 12.85 ml dimasukkan ke dalam gelas ukur
c. 10 gram NaOH dimasukkan ke dalam wadah, lalu air dimasukkan
sedikit demi sedikit
d. NaOH diaduk hingga larut
3.3.2. Pembuatan LABSNa
a. LABS 50 gram ditimbang ke dalam gelas piala
b. NaOH ditimbang dari larutan NaOH sebanyak 20 gram
c. Aquades disiapkan sebanyak 130 ml dalam gelas ukur
d. Aquades dimasukkan ke dalam wadah yang berisi larutan NaOH
e. LABS dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam wadah yang berisi
larutan NaOH dan aquades sambil diaduk hingga homogen
3.3.3. Pembuatan larutan SLS
a. SLS sebanyak 15 gram ditimbang ke dalam cawan petri
b. Lalu dimasukkan 75 ml aquades ke dalam gelas piala
c. SLS dan aquades dicampur dan diaduk hingga homogeny
d. Parfum dan pewarna dicampurkan ke dalam larutan SLS
3.3.4. Pembuatan shampo
a. Larutan LABSNa diambil sebanyak 210 gram
b. Lalu larutan LABSNa dan larutan SLS dicampurkan
c. Larutan diaduk hingga homogen, kemudian disaring
d. Kemudian dimasukkan ke dalam botol
3.3.5. Uji Viskositas
a. Shampo dimasukkan kedalam buret sebanyak 10 ml
b. Lalu kran pada buret tersebut dibuka
c. Dan dihitung waktu yg dibutuhkan shampo keluar dari buret
d. Dilakukan prosedur yang sama pada KIT
3.3.6. Uji Densitas
a. Gelas ukur yang kosong ditimbang
b. Lalu 10 ml shampo dimasukkan ke dalam gelas ukur tersebut
c. Berat gelas ukur dan shampo ditimbang
d. Berat jenis shampo dihitung dengan cara : berat gelas ukur dan shampo
yang telah ditimbang lalu dikurangi dengan berat gelas ukur kosong
lalu dibagi dengan volume shampo
3.3.7. Tes Aplikasi
a. Aquades sebanyak 10 ml dimasukkan kedalam gelas ukur
b. Lalu minyak 5 ml dimasukkan ke dalam gelas ukur
c. Kemudian dimasukkan 5 tetes shampo ke dalam gelas ukur, lalu
dihitung waktu yang dibutuhkan tetesan shampo tersebut melewati
perbatasan minyak dan aquades
d. Dilakukan prosedur yang sama pada KIT
3.4 Rangkaian Alat-alat
NaOH
yang telah
ditentukan
AkuadesLarutan NaOH
Akuades Larutan LABS
Larutan LABSNa
AkuadesSLS ParfumPewarna
Larutan SLS +
Pewarna + Parfum
Aduk hingga
Campuran Homogen
Sampho Mobil
Proses Pembuatan Shampo
Aduk hingga
Campuran Homogen
Aduk hingga
Campuran Homogen
Aduk hingga
Campuran Homogen
LABS
yang telah
ditentukan
Aduk hingga
Campuran Homogen
Gambar 3.1 Proses Pembuatan Shampo
1. Uji Viskositas
Ambil 2 Buah Botol Belah Kedua botol
dengan Pisau/Cutter
Ambil Tutup Botol dan
Lubangi dibagian Tengah
Tutup Botol
Tutup botol yang
telah dilubangi
Kedua botol di balik dan
tuangkan sampho
kedalam botol
Sampho Hasil
Percobaan
Sampho yang
ada diPasaran
Lihat Hasilnya dan
Bandingkan
Hitunglah dengan
Stopwatch
2. Uji Densitas
Sampho MobilTimbang Pignometer
Pignometer
Timbangan
Masukkan Sampho ke dalam
Pignometer Timbang lagi Pignometer
yang telah berisi Sampho
Hitung Massa Sampho :
Massa Pignometer Total -
Massa Pignometer kosong
3. Uji Aplikasi
Sampho MobilAmbil 2 Buah Piring Kotor
Teteskan Sampho
pada Piring
Cuci Piring dengan sampho
dan bandingkan
Sampho Hasil
Percobaan
Sampho yang
ada diPasaran
Lihat Sampho
Mana yang lebih
Bersih
Gambar 3.2 Pengujian mutu shampo
Pengujian Mutu Shampo
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Perhitungan.
4.1.1 Hasil
a. Berat NaOH : 24,845 gram
b. Berat LABS : 50,22 gram
c. Berat SLS : 15,01 gram
d. Berat LABSNa : 82,537 gram
e. Waktu uji viskositas : 1 menit 36 detik
f. Waktu uji tes aplikasi : 3 detik
4.1.2 Perhitungan
Perhitungan terlampir pada lampiran b.
4.2 Pembahasan
Pada pembuatan NaOH 35% Kristal NaOH berwarna putih. Setelah
dilarutkan dengan aquadest sebanyak 12,85 ml larutan berubah warna menjadi
putih keruh.
Untuk pembuatan LABSNa, LABS berwarna coklat tua setelah ditambah
dengan larutan NaOH dan aquadest larutan berwarna krem dan terdapat
suspensi-suspensi atau endapan.
Pada pembuatan SLS, SLS itu sendiri berbentuk kristal putih dan setelah
dicampur dengan aquadest larutan berubah warna menjadi putih keruh dan
ditambah pewarna dan pewangi.
Hasil saringan LABSNa didapatlah larutan berwarna kuning pekat. Untuk
pembuatan shampo LABSNa dicampur dengan SLS didapatlah shampoo
berwarna hijau dan berbusa banyak, tapi encer. Hal itu disebabkan karena
perbandingan SLS dan LABSNa yang tidak sesuai.
Untuk uji viskositas didapatlah waktu yang dibutuhkan shampoo untuk
keluar dari buret selama 1 menit 36 detik sedangkan KIT selam 4 menit 21
detik. Viskositas yang didapat untuk shampo sebesar 0.104 sedangkan KIT
0.038. berarti viskositas KIT lebih kental dibanding shampoo, karena semakin
kecil viskositas larutan makin kental. Faktor yang mempengaruhi viskositas :
a. Besar dan Bentuk Molekul
Molekul-molekul yang mudah berasosiasi mempunyai viskositas yang
besar, seperti air dan etanol. Zat ini membentuk asosiasi molekul dengan
ikatan hidrogen. Makin besar berat molekul, makin besar pula viskositas.
b. Suhu
Pada kebanyakan cairan viskositasnya turun dengan naiknya suhu.
Menurut teori ”lubang” terdapat kekosongan dalam cairan dan molekul
bergerak secara kontinyu ke dalam kekosongan ini, sehingga kekosongan
akan bergerak keliling. Proses ini menyebabkan aliran, tetapi memerlukan
energi karena ada energi pengaktifan yang harus mempunyai suatu molekul
agar dapat bergerak ke dalam kekosongan. Energi pengaktifan lebih
mungkin terdapat pada suhu yang lebih tinggi dan dengan demikian cairan
lebih mudah mengalir.
c. Tekanan
Viskositas cairan naik dengan bertambahnya tekanan. Hal ini
disebabkan jumlah lubang berkurang, sehingga bagi molekul lebih sukar
untuk bergerak keliling satu terhadap yang lain.
d. Konsentrasi
Untuk suatu larutan viskositasnya bergantung pada konsentrasi atau
kepekatan larutan.Umumnya larutan yang konsentrasinya tinggi,
viskositasnya juga tinggi, sebaliknya larutan yang viskositasnya rendah,
konsentrasinya juga rendah (Fessenden, 1997).
Pada uji densitas dari shampo didapatlah densitasnya sebesar 0,9372
gr/ml dan densitas dari KIT 0,9157 gr/ml. berarti densitas shampo lebih
besar dibanding KIT. Lalu untuk tes aplikasi, waktu yang dibutuhkan
shampoo melewati perbatasan minyak selama 3 detik sedangkan KIT selama
6 detik.
Shampo yang dihasilkan memiliki tingkat viskositas dan berat jenis yang
lebih berbeda itu dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu : perbandingan komposisi
masing-masing bahan yang dimasukkan pada pembuatan shampo, kondisi operasi,
perbedaan bahan baku. Karena sesuai dengan pengertiannya viskositas bergantung
pada konsentrasi bahan-bahan pembuatan shampo. Sedangkan densitas (berat
jenis) bergantung pada perbandingan massa dengan volume. Jadi apabila
komposisi bahan yang dimasukkan berbeda perbandingannya maka akan
mempengaruhi kualitas dari shampo yang dihasilkan (jejaring kimia, 2010).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Dari percobaan ini dapat disimpulkan bahwa:
2. Shampo percobaan yang kami buat memiliki viskositas yang lebih kecil
daripada shampo pasaran.
3. Massa jenis shampo percobaan yaitu 0,9372 gram/mL sedangkan shampo
pasaran 0,999 gram/mL.
4. Shampo percobaan dan shampo pasaran memiliki keefektifan yang sama
untuk membersihkan noda.
5. Kelebihan dari shampo percobaan adalah lebih banyak menghasilkan busa.
6. Kelemahan dari shampo percobaan adlah shampo yang dihasilkan encer.
5.2 Saran
Sebaiknya praktikan harus lebih berhati-hati dalam mengaduk SLS dan
LABSNa karena larutan tersebut tidak boleh sampai berbusa sebab kalau duluan
berbusa, shampoo yang didapat sedikit. Kemudian untuk takaran perbandingan
antara LABS dengan SLS harus sesuai agar shampoo yang didapat tidak encer.
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, 1997. Kimia Organik, Edisi ke 3, Erlangga : Jakarta.
Hayyan, Ibnu, 2008, Surfaktan, http://ibnuhayyan.wordpress.
com/2008/09/10/surfaktan/,8 Oktober 2012.
Kusuma,Ersanghono, 2003, Sintesis Organik. UNNES, Semarang.
Merck Chemical, 2010, Material Safety Data Sheet, Jerman.
Prayetno, 2008, Emulsi, Lotion, Shampo, Clensing Cream, http://dprayetno.
wordpress.com/emulsi-shampo-lotion-clensing-cream/,8 Oktober 2012.
Shofinita, Dian, 2009, Zat Aditif pada Deterjen. http://majarimagazine.com/
2009/06/builder-dan-aditif-dalam-deterjen, 8 Oktober 2012.
Zuhrina, Masyithah, 2010, Optimasi Sintesis Surfaktan Alkanolamida Dari Asam
Laurat Dengan Dietanolamina Dan N-Metil Glukamina Secara
Enzimatik, 8 Oktober 2012.
Zulfikar, 2011.Injeksi Surfaktan, http://zulfikariseorengineer. blogspot.com/
2011/04 injeksi-surfactant.html, 8 Oktober 2012.
LAMPIRAN A
Gambar 1. Persiapan alat
Gambar 2.Penimbangan NaOH, SLS, LABS
Gambar 3.Pelarutan NaOH
Gambar 4.Pelarutan SLS
Gambar 5.Pembentukan LABSNa
Gambar 6. Penyaringan LABSNa
Gambar 7. Shampo, uji viskositas, dan tes aplikasi
LAMPIRAN B
Perhitungan
a. Penentuan Volume air yang dibutuhkan untuk membuat NaOH 35%
40 X
35 11,25
35 X = 450
X = 12,85 ml.
b. Perhitungan Densitas Shampo
p(rho) : massa (gr)
volume (ml)
p(rho) : 1.667 gr
10 ml
p(rho) : 0.937 gr/ml
c. Perhitungan Densitas KIT
p(rho) : massa (gr)
volume (ml)
p(rho) : 9.157gr
10 ml
p(rho) : 0.9157 gr/ml
d. Viskositas = Volume/waktu
= 10 ml/ 96 detik
= 0.104 ml/s