Laporan Praktikum Penyakit Parasitik
FASCIOLA GIGANTICA
OlehFIKRI AFRIZAL
NIM 1102101010049
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWANUNIVERSITAS SYIAH KUALADARUSSALAM, BANDA ACEH
2013
FASCIOLA GIGANTICA
a. Morfologi
Cacing hati Fasciola gigantica panjangnya bisa mencapai 7 cm dengan lebar 1,5 cm.
Cacing ini menimbulkan kerugian yang sangat besar pada dunia peternakan melalui
penurunan berat badan, penurunan produksi susu, kulit dan bulu, pengafkiran hati hingga
dapat menyebabkan kematian. Parasit ini menyerang sapi, kerbau, domba, kambing, kuda,
babi dan kelinci.
Cacing ini memiliki dua batil isap (sucker) yang berkembang baik yaitu batil isap mulut
(oral sucker) dan batil isap perut (ventral sucker). Dibelakang batil isap mulut terdapat
pharynx yang memiliki otot, diikuti oleh oeshophagus. Ususnya bercabang membentuk garpu
dekat batil isap mulut dan membentang hingga bagian belakang tubuh dekat ekor. Diantara
percabangan usus dan batil isap perut terdapat celah kelamin dengan kantung cirrus. Dibagian
belakang dari batil isap perut terdapat lingkaran uterus dan sel telur, testis terletak dibelakang
uterus.
Morfologi Fasciola gigantica
Fasciola gigantica memiliki kemiripan dengan Fasciola hepatica dalam morfologi,
siklus hidup dan patogenitas. Karena itu, untuk membedakan kedua spesies ini seringkali
sulit. Namun demikian dialam bebas, kedua cacing hati ini membutuhkan induk semang
antara yang berbeda untuk menyelesaikan siklus hidupnya. Perbedaan morfologis dapat
dilihat melalui ukuran panjangnya. Lekukan pada kepala Fasciola gigantica relative lebih
pendek dibandingkan Fasciola hepatica, sedangkan bahu pada Fasciola hepatica tidak
selebar bentuk bahu Fasciola gigantica. Selain itu, masa prepaten pada Fasciola gigantica
lebih panjang daripada Fasciola hepatica.
Di Indonesia hanya terdapat satu jenis Fasciola yaitu Fasciola gigantica.
Penyebarannya meliputi semua kepulauan Indonesia dengan tingkat infeksi yang bervariasi.
b. Siklus Hidup
Siklus hidup dari Fasciola spp. bersifat heterxone. Mamalia merupakan induk semang
definitive dari parasite ini, dengan induk semang perantaranya adalah siput air tawar. Saat
parasite berada didalam tubuh induk semang definitive, terjadi perkembang biakan yang
bersifat seksual, sedangkan didalam tubuh siput (induk semang perantara) perkembang biakan
terjadi secara aseksual. Baik Fascila gigantica maupun Fasciola hepatica memiliki siput dari
spesies yang berbeda sebagai induk semang antaranya.
Telur berukuran lebih kurang 100 x 160 µm yang keluar bersama feses induk semang
definitive akan berkembang biak bla berada didalam kondisi yang menunjang. Kondisi
tersebut berupa kelembaban yang cukup, ketersediaan atau akses terhadap air tawar, serta
temperature kamar. Pada saat embrio dalam telur sudah siap untuk menetas, ia akan
membutuhkan sinar yang akan mengiduksi proses keluarnya embrio (mirasidium) dari
operculum telur. Mirasidium akan berenang didalam air sampai ia menemukan induk semang
antara yang sesuai.
Pada Fasciola hepatica, induk semang antaranya adalah antara lain Lymnaea
truncatula, L. occulata, dan L. turicula, L. peregra, L. tomentosa serta L. columella.
Sedangkan pada Fasciola gigantica, yang berfungsi sebagai induk semang antaranya adalah
antara lain siput jenis L. natalensis, L. auricularia dan L. rubignosa. Untuk Indonesia L.
rubignosa merupakan induk semang antara yang paling sering ditemukan.
Lymnaea rubiginosa gampang ditemukan pada sawah, terutama pada saat padi berumur
dua bulan. Selain itu, siput jenis ini berkembang dengan baik pada wilayah yang memiliki
system irigasi yang baik, sehingga menjamin keberadaan air secara permanen.
Apabila mirasidium tidak menemukan induk semang antara yang tepat dalam waktu 24
jam, maka ia akan mati. Segera setelah larva ini menemukan siput, ia akan menembus tubuh
siput, menetap didalamnya dan segera berubah menjad sporosista. Sporosista kemudian akan
berkembang menjadi redia, yang juga akan berkembang menjadi redia anak (daughter redia).
Didalam redia akan berkembang serkaria, yang nantinya setelah matang akan meninggalkan
tubuh siput dan berenang di air. Apabila serkaria menemukan tempat yang datar, ia akan
menempel dan membuang ekornya, menyelimuti tubuhnya dengan kitin dan berubah menjadi
metaserkaria. Ini adalah tahapan larva yang bersifat infektif dan siap untuk menginfeksi induk
semang.
Siklus Hidup Fasciola gigantica
Infeksi pada induk semang terjadi secara oral-alimenter melalui tertelannya pakan yang
mengandung metaserkaria. Ketika tertelan, metaserkaria akan mengalamu ekskistasi di dalam
usus halus. Proses ini menyebabkan larva yang tebungkus oleh lapisan pelindungnya bias
keluar untuk berkembang menjadi cacing dewasa.
Dari metaserkaria yang telah mengalami ekskistasi tersebut cacing muda akan keluar,
menembus dinding duodenum dalam waktu 24 jam, serta bermigrasi menuju hati. Proses ini
menyebabkan kerusakan pada dinding usus dan jaringan hati. Setelah 9-11 mingu, cacing
akan berada didalam saluran empedu.
c. Patogenesa
Cacing hati ini hidup dalam kantung empedu dan dalam saluran empedu yang besar
dalam hati. Cacing yang masih muda terdapat dalam saluran darah dalam jaringan hati dan
menyebabkan kerusakan. Cacing menjadi dewasa setelah kira-kira 14-16 minggu dan dapat
hidup 4-10 tahun lamanya.
Pada ruminansia kecil, fasiolodid biasanya tejadi dengan infestasi cacing yang banyak,
seringkali diatas seratus ekor cacing. Perlukaan utamanya terjadi di parenkim hati. Kapsula
hati terlihat keruh dan terlihat parutan pada parenkim hati. Dinding saluran empedu, kantung
empedu serta saluran pancreas mengalami penebalan, namun tidak mengalami mineralisasi.
Pada sapi, perlukaan umumnya terjadi secara billier. Dinding saluran empedu
mengalami penebalan hingga mencapai 2 cm dan sering terjadi mineralisasi. Penebalan
saluran ini biasanya terjadi dibawah kapsula hati, berwarna kuning kecoklatan dan hanya
sebagian kecil dari lumen yang kelihatan. Bagian lumen lainnya penuh berisi cairan yang
mengalami nekrosis, dan kadang-kadang terdapat cacing Fasciola. Pada sebagian kasus
terlihat juga perbesaran hati dengan fibrosa, serta sirosis hati. Infestasi Fascila spp. dapat
menimbulkan infeksi sekunder oleh bakteri, yang menyebabkan timbulnya abses hati. Sel-sel
hati yang rusak pada kasus akut akan membebaskan GLDH (glutamatdehydrogenase) dan
SDH (sorbit-dehydrogenase). Sedangkan pada kasus kronis enzim GGT
(gammaglutamyltransferase) akan terlihat didalam darah.
d. Gejala Klinis
Pada umumnya gelaja klinis tidak spesifik, tergantung pada tingkat infeksi. Hasil
pengamatan pada sapi yang terinfeksi Fasciola gigantica secara alami menunjukkan adanya
obstipasi yang diselingi dengan diare, oedem pada intermandibular, anemi dan lesu. Hewan
akan menunjukkan gejala kekurusan, lesu dan lemah.
Pada kasus akut pada domba, hewan akan mengalami kematian secara tiba-tiba,
pendarahan pada lubang hidung dan anus, mirip dengan pendarahan pada kasus anthrax. Pada
kasus kronis, akan terdapat penumpukan cairan dibawah mandibular yang lebih dikenal
dengan istilah “bottle jaw”.
e. Diagnosa
Adanya gejala klinis berupa anemi dan hypoalbumin, diikuti dengan tingginya kadar
SDH, GLDH dan GGT dalam darah merupakan indikasi kuat untuk melakukan diagnose
lanjutan terhadap Fasciolosis. Pada kasus kronis, diagnose dapat dilakukan dengan uji
sedimentasi terhadap fesesna. Telur Fascia gigantica berbentuk bulat telur, berukuran antara
160 x 80 µm.
f. Pengontrolan/Pemberantasan
Control Fasciolosis dapat dilakukan dengan melakukan kombinasi pengontrolan siput
dan pengobatan pada induk semang definitive.
g. Pengobatan
Perkembangan obat-obat untuk Fasciolosis cukup pesat. Beberapa obat memiliki efek
dan spesifikasi yang berbeda-beda. Oxyclozanide sangat efektif untuk membunuh fasciola
tahap dewasa, dengan dosis 15-20 mg/kg bb pada kambing dan domba. Serta 10-15 mb/kg bb
pada sapi dan kerbau. Rafoxanide juga efektif terhadap cacing Fasciola tahap dewasa.
Juvenile dan anak dosisnya pada sapi dan domba adalah 7,5 mg/kg bb.
Nitroxynit diberikan secara subkutan dengan dosis 10 mg/kg bb. Pemakaian tersebut
menimbulkan keefektifan obat hingga 100% pada cacing tahap dewasa. Sebagian
Anthelmintic dari keluarga Bezimidazole dan Ozfendazole juga efektif terhadap Fasciolosis.
Selain itu, obat ini juga efektif pada cacing muda, bahkan pada cacing yang berumur satu hari.
Daftar obat-obatan untuk Fasciolosis pada sapi dan domba
Preparat Merek DagangDosis (Mg/Kg BB)
Sapi/DombaAplikasi
Albendazole Valbazen 10/7,5 p.o
Bromphenophos
Clorsulon
Acedist
Curatrem
12/16,6
7/7,5
p.o
p.o
Clorsulon+Ivermectin Clorsulon F 2,0 + 0,2 s.c
Closentel Flukiver 5/10
5/5
p.o
parenteral
Netobimin Hapadex 20/20 p.o
Nitroxinyl Dovenix 10/10 s.c
Oxyclozanid Diplin 10/17 p.o
Oxyclozanid+Levamisol Diplin Kombi 10 + 7,5 p.o
Rafoxanid Ranide 7,5/7,5 p.o
Triclabendazole Fasinex 12/10 p.o
DAFTAR PUSTAKA
Levine, Norman. D. 1994. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. UGM Press : Yogyakarta.
Staf Pengajar Parasitologi. 2008. Buku Ajar Parasitologi Veteriner & Penyakit Parasitik.
FKH Unsyiah : Banda Aceh.
Top Related