Download - laporan praktikum

Transcript
Page 1: laporan praktikum

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki produk hasil pertanian yang sangat berpotensi untuk

meningkatkan hasil devisa negara. Pada saat musim panen, produksi hasil

pertanian berlimbah sehingga beberapa hasil pertanian harga jualnya rendah. Saat

ini produksi yang melimpah belum dimanfaatkan (Antarlina 2005). Produk hasil

pertanian yang memiliki umur simpan yang pendek sehingga perlu upaya untuk

meningkatkan umur simpan dan nilai tambah (Sofyan, 2004). Peningkatan

kualitas dan diversifikasi produk maka tidak mustahil dapat memasuki pasar

internasional melalui peningkatan teknologi proses pengolahan.

Deep frying dan vacuum frying merupakan teknologi proses pengolahan

pangan dengan menggunakan media minyak panas. Akan tetapi pada deep frying

menggunakan suhu tinggi, sedangkan pada vacuum frying menggunakan suhu

yang lebih rendah karena proses pembuatannya membutuhkan alat khusus dengan

menurunkan tekanannya, sehingga proses penggorengannya dapat berlangsung

pada suhu rendah.

Deep frying dapat digunakan untuk menggoreng semua bahan makanan,

seperti kentang, salak, apel, papaya, wortel, dan lain sebagainya. Deep frying

merupakan sistem penggorengan dengan menggunakan titik asap yang lebih

tinggi karena suhu pemanasan yang lebih tinggi, biasanya mencapai 200-205oC

dan bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak (Ketaren, 1986).

Kentang dan Salak merupakan produk pangan yang dapat diolah menjadi

produk baru, seperti keripik, tepung, kentang goreng dan lain-lain. Produk olahan

ini yang dapat meningkatkan nilai jual dan umur simpan lebih lama.

1.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum teknologi proses pengolahan adalah sebagai

berikut:

Page 2: laporan praktikum

1. Mempelajari proses deep frying dan vacuum frying.

2. Mengetahui pengaruh ketebalan bahan (kentang) dan lama perendaman dan

larutan kapur terhadap kadar air, tekstur, warna dan sifat sensoris keripik

kentang menggunakan teknik deep frying dan vacuum frying.

3. Membandingkan kualitas produk dengan menggunakan deep frying dan

vacuum frying.

Page 3: laporan praktikum

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kentang (Solanum tuberosum L.)

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa melimpah,

termasuk kedalamnya potensi umbi-umbian, contohnya adalah kentang . Produksi

kentang yang cukup melimpah dan tidak termanfaatkan terutama saat musim

panen, membuat harga jual turun dan membuat jenis pangan ini mengalami

kebusukan dikarenakan masa simpan yang pendek bagi produk segar, hal ini

membuat petani mengalami kerugian.

Diversifikasi produk olahan segar menjadi produk keripik merupakan

salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan, produk yang dihasilkan lezat

dan bergizi sehingga dapat meningkatkan harga jualnya, dibanding dalam bentuk

segarnya.

Snack alternatif yang yang sehat dan cukup bergizi ini, diminati dipasar

ekspor karena tidak menggunakan bahan kimia dalam proses pembuatannya,

selain itu kualitas, rasa dan aromanya hampir sama dengan umbi yang segar,

sehingga hal ini dapat mengundang daya tarik orang untuk mencoba menikmati

produk keripik kentang.

Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman semusim

yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae,

Kelas Dicotyledonae, Ordo Tubiflorae, Famili Solanaceae, Genus Solanum, dan

Spesies Solanum tuberosum L. Tanaman kentang berasal dari Amerika Selatan

(Peru, Chili, Bolivia, dan Argentina) serta beberapa daerah Amerika Tengah. Di

Eropa daratan tanaman itu diperkirakan pertama kali diintroduksi dari Peru dan

Colombia melalui Spanyol. Pada tahun 1570 dan di Inggris pada tahun 1590.

Penyebaran kentang ke Asia (India, Cina, dan Jepang), sebagian ke Afrika, dan

kepulauan Hindia Barat dilakukan oleh orang-orang Inggris pada akhir abad ke-17

dan di daerah-daerah tersebut kentang ditanam secara luas pada pertengahan abad

ke-18.

Page 4: laporan praktikum

Menurut Permadi (1989), saat masuknya tanaman kentang di Indonesia

tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada tahun 1794 tanaman kentang ditemukan

telah ditanam di sekitar Cisarua (Kabupaten Bandung) dan pada tahun 1811

tanaman kentang telah tersebar luas di Indonesia, terutama di daerah-daerah

pegunungan di Aceh, Tanah Karo, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan,

Minahasa, Bali, dan Flores. Di Jawa daerah-daerah pertanaman kentang berpusat

24 di Pangalengan, Lembang, dan Pacet (Jawa Barat), Wonosobo dan

Tawangmangu (Jawa Tengah), serta Batu dan Tengger (Jawa Timur). Spesifikasi

mutu kentang dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Spesifikasi mutu kentang (Solanum Tuberosum L.)

No Jenis UjiPersyaratan

Mutu I Mutu II

1Keseragaman warna dan

bentukSeragam Seragam

2 Keseragaman ukuran Seragam Seragam

3 Kerataan permukaan kentang Rata Tidak diper-syaratkan

4 Kadar kotoran (bobot/bobot) % Maks 2,5 Maks 2,5

5 Kentang cacat (bobot/bobot) % Maks 5 Maks 10

6 Ketuaan kentang Tua Cukup tua

Sumber : Sosrosoedirdjo, 1983 dalam Rukmana, 1997

Nilai gizi kentang sebagai makanan tunggal tergolong rendah proteinnya

dibandingkan dengan beras. Tetapi sebagai makanan pelengkap atau selingan,

kentang merupakan sumber yang baik untuk memenuhi gizi. Kentang dapat diolah

menjadi makanan ringan seperti keripik atau kue. Adapun kandungan gizi kentang

dapat dilihat pada Tabel 2. Kentang sebagai bahan baku utama pembuatan keripik

melewati berbagai tahapan pengolahan (proses produksi) hingga menjadi produk

keripik Berikut ini adalah uraian proses produksi:

1. Pengupasan

Pengupasan adalah tahap paling awal dalam proses pembuatan

keripik. Tujuan dari pengupasan ini adalah untuk membuang kulit kentang dan

Page 5: laporan praktikum

memisahkan umbi dari kulitnya. Proses ini dilakukan secara manual

(menggunakan pisau).

2. Perajangan

Proses perajangan adalah proses pemotongan kentang yang telah

dikupas dengan mesin perajang. Tujuan dari perajangan ini adalah untuk

memotong kentang dengan bentuk dan ketebalan yang sama. Kentang yang

telah dirajang selanjutnya dibawa ke bagian pencucian.

3. Pencucian

Kegiatan ini bertujuan untuk membersihkan kentang yang telah

dirajang. Kentang direndam ke dalam sebuah bak yang berisi air kemudian

ditiriskan, yaitu proses pengeringan kentang yang telah selesai dicuci sebelum

tahap penggorengan.

4. Penggorengan

Penggorengan dilakukan di dalam wadah yang terbuat dari logam

(berbentuk segi empat) dan berisi minyak goreng panas. Setiap kali

penggorengan, dimasukkan sekitar 2 keranjang kentang. Proses ini bertujuan

untuk mematangkan kentang menjadi keripik. Setelah menjadi keripik hasil

tersebut ditiriskan untuk mengurangi minyak dan menurunkan suhu

(Anonim, 2010).

Tabel 2. Kandungan gizi dalam tiap 100 gr kentang

No Kandungan gizi Kentang pahit Kentang kuning (manis)123456789101112

Kalori (kal)Protein (g)Lemak (g)Karbohidrat (g)Kalsium (mg)Fosfor (mg)Zat besi (mg)Vitamin A (SI)Vitamin B1 (mg)Vitamin C (mg)Air (g)Bagian yang dapat dimakan (%)

146,001,200,3034,7033,0040,000,700,000,0630,0062,5075,00

157,000,800,3037,9033,0040,000,70385,000,0630,0060,0075,00

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Rukmana (1997)

Page 6: laporan praktikum

Makanan ringan atau snack telah berkembang dengan pesat, baik jenisnya,

citarasa maupun kemasannya. Kini semakin banyak jenis makanan ringan yang

muncul di pasaran dengan berbagai bahan baku. Salah satu jenis makanan ringan

yang cukup berhasil di pasaran adalah keripik.

Kentang mempunyai peran dalam siklus perekonomian nasional terutama

di Negara-negara Asia Tenggara dan Amerika Latin. Kentang diolah menjadi

berbagai produk untuk lebih meningkatkan daya gunanya. Beberapa contoh

pengolahan kentang akan menghasilkan produk seperti pati, ketela, tepung

tapioca, keripik kentang, bahan tambahan dalam pembuatan kertas, tekstil, MSG,

dan lain-lain (Dianingrum, 2004).

Keripik kentang sebagai salah satu makanan ringan dibuat dari kentang

segar. Sebelum diproses kentang terlebih dahulu dicuci untuk menghilangkam

asam hidrosianida yang bersifat racun. Kentang diiris tipis dengan ketebalan

tertentu dan dikeringkan sampai kadar air yang sangat rendah. Walaupun sudah

awet namun selama pemasaran dan penyimpanan, keripik kentang masih

mengalami perubahan sifat terutama kehilangan kerenyahan akibat betambahnya

kadar air. Perubahan sifat ini akan mengakibatkan turunnya mutu dari keripik

kentang tersebut (Dianingrum, Fara, 2004).

Proses yang umum dilakukan dalam pengolahan pangan dapat

dikelompokkan menjadi operasi mekanis, fisis, kimia dan mikrobiologis. Di

dalam suatu pengolahan pangan bisa terjadi satu atau lebih jenis operasi. Operasi

yang banyak dilakukan di dalam pengolahan dan persiapan bahan makanan adalah

penggorengan. Penggorengan diartikan sebagai pemasakan bahan makanan

dengan panas sehingga dihasilkan produk yang kering, masak dan siap dimakan.

Penggorengan umumnya dilakukan dengan media pembawa panas berupa minyak

atau lemak (Setyarso, 2004).

2.2 Salak (Salacca edulis Reinw.)

Salak merupakan komoditas yang mempunyai nilai komersial di

Indonesia. Salak adalah sejenis palma dengan buah yang biasa dimakan. Ia

Page 7: laporan praktikum

dikenal juga sebagai sala (Min., Mak., Bug., dan Thai). Dalam bahasa Inggris

disebut salak atau snake fruit, sementara nama ilmiahnya adalah Salacca zalacca.

Buah ini disebut snake fruit karena kulitnya mirip dengan sisik ular.

Salak terutama ditanam untuk dimanfaatkan buahnya, yang populer

sebagai buah meja. Selain dimakan segar, salak juga biasa dibuat manisan, asinan,

dikalengkan, atau dikemas sebagai keripik salak. Salak yang muda digunakan

untuk bahan rujak. Umbut salak pun dapat dimakan.

Helai-helai anak daun dan kulit tangkai daunnya dapat digunakan sebagai

bahan anyaman, meski tentunya sesudah duri-durinya dihilangkan lebih dahulu.

Karena duri-durinya hampir tak tertembus, rumpun salak kerap ditanam sebagai

pagar. Demikian pula, potongan-potongan tangkai daunnya yang telah mengering

pun kerap digunakan untuk mempersenjatai pagar, atau untuk melindungi pohon

yang tengah berbuah dari pencuri. Untuk pengobatan seperti untuk menghentikan

diare, jadi bila kebanyakan makan salak akan menyebabkan kesulitan membuang

air besar dalam kadar menengah. kadang kulit salak juga di gunakan dalam

traditional china medicine/jamu sebagai bahan obat.

Salak pondoh adalah fenomenal. Mulai dikembangkan pada kira-kira

tahun 1980an, salak yang manis dan garing ini segera menjadi buah primadona

yang penting di wilayah DIY. Tahun 1999, produksi buah ini di Yogyakarta

meningkat 100% dalam lima tahun, mencapai 28.666 ton. Kepopuleran salak

pondoh di lidah konsumen Indonesia tak lepas dari aroma dan rasanya, yang

manis segar tanpa rasa sepat, meski pada buah yang belum cukup masak

sekalipun.

Gambaran produksi itu jelas memperlihatkan lonjakan pesat dari tahun-

tahun sebelumnya. Perkiraan produksi salak di seluruh Jawa sampai tahun 1980an

hanya berkisar antara 7.000 – 50.000 ton, dengan wilayah Jawa Barat

menyumbang kurang lebih setengah dari jumlah itu. Salak pondoh sendiri ada

bermacam-macam lagi variannya. Beberapa yang terkenal di antaranya adalah

pondoh super, pondoh hitam, pondoh gading, pondoh nglumut yang berukuran

besar, dan lain-lain. Di wilayah DIY, sentra penghasil salak pondoh ini adalah

kawasan lereng Gunung Merapi yang termasuk wilayah Kecamatan Turi,

Page 8: laporan praktikum

Kabupaten Sleman. Salak pondoh nglumut atau kerap pula disebut salak nglumut,

namanya diambil dari nama desa penghasil varietas salak unggul ini yaitu Desa

Nglumut yang juga berada di hamparan Merapi dan termasuk ke dalam wilayah

Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Kini perkebunan

salak pondoh telah meluas ke mana-mana, seperti ke wilayah Wonosobo,

Banjarnegara, Banyumas, Kuningan dan lain-lain.

Salak (Salacca edualis Reinw) merupakan salah satu jenis buah tropis

indigenous. Indonesia yang mempunyai potensi tinggi dikembangkan sebagai

komoditas unggulan untuk ekspor. Salak pondoh adalah satu diantara jenis salak

yang sudah menjadi buah unggulan nasional. Buah salak sangat cepat mengalami

kerusakan terutama bila tertunda pemanfaatannya, karena setelah dipanen buah

salak masih terus melangsungkan aktivitas fisiologis seperti respirasi dan

transpirasi. Dengan aktivitas fisiologis tersebut, secara berangsur mutu buah akan

menurun, kulit buah kering dan daging buah mulai layu, gejala infeksi patogen

mulai terlihat, hingga akhirnya buah akan menjadi busuk. Diperlukan teknologi

penanganan segar buah salak untuk meningkatkan daya simpannya hingga mampu

melampaui waktu transportasi ekspor buah menggunakan kapal laut (untuk ekspor

ke Malaysia dan Singapura).

Kombinasi penggunaan perlakuan anti mikroba alami dan sistem

pengemasan atmosfir termodifikasi buah salak pada suhu dan metode

penumpukan kemasan yang tepat selama transportasi dan penyimpanan,

diharapkan mampu mempertahankan mutu fisiko-kimia buah dan memperpanjang

masa kesegarannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan anti

mikroba alami dan atau uap panas dapat menjadi alternatif untuk menanggulangi

kerusakan mikrobiologi pada buah salak selama penyimpanan. Penggunaan anti

mikroba alami menghasilkan penghambatan terhadap infeksi cendawan yang lebih

baik dan mampu mempertahankan kesegaran buah salak sampai 21 hari dengan

kerusakan sebesar 8,3%, sedangkan kerusakan buah salak tanpa perlakuan

(kontrol) sudah mencapai lebih dari 80%.

Ketuaan buah mempengaruhi ketahanan segar buah salak dalam

penyimpanan. Untuk konsumsi pasar lokal, petani memanen buah salak pada

Page 9: laporan praktikum

ketuaan 80% atau lebih (umur buah 6 bulan atau lebih), sedangkan untuk

keperluan ekspor tingkat ketuaan panen buah salak berkisar antara 60-70% (umur

buah 5 bulan atau kurang dari 6 bulan, yang dihitung sejak proses pembuahan).

Gambar 1. Gejala kerusakan buah salak pada penyimpanan : gejala busuk basah (A), gejala busuk kering (B), dan gejala ’chilling injury’ pada daging buah (C).

2.3 Vacuum frying

Salah satu usaha untuk memperpanjang masa simpan sayuran atau buah

adalah dengan metode pengeringan atau pemasakan untuk mendapatkan produk

sayuran atau buah kering siap santap. Pengeringan merupakan suatu proses

penghilangan atau pengeluaran sebagian air dari bahan pangan dengan cara

menguapkan air dan menggunakan energi panas, sampai batas mikroba tidak

dapat hidup (Winarno, 1997). Keuntungan dari pengeringan adalah bahan pangan

dapat menjadi lebih awet, volume bahan menjadi lebih kecil dan ringan serta

mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan penyimpanan, sehingga

pada akhirnya dapat memperkecil biaya produksi terutama apabila dilakukan

dalam jumlah besar.

Penggorengan vakum adalah salah satu teknologi pengeringan yang dapat

diterapkan pada sayur-sayuran dan buah-buahan. Untuk tetap dapat

mempertahankan gizinya, banyak jenis buah-buahan dan sayuran yang dapat

diproses dengan penggorengan vakum, seperti buncis muda, brokoli, kembang

kol, wortel, nenas, mangga, apel, dan sebagainya. Beberapa negara di Asia

(Jepang, Thailand, Taiwan) telah menggunakan teknologi penggorengan vakum

ini untuk memproduksi snack bergizi dan menyehatkan dari sayur-sayuran

(Widaningrum, 2008).

Page 10: laporan praktikum

Penggorengan vakum merupakan cara pengolahan yang tepat untuk

menghasilkan kripik buah-buahan dengan mutu tinggi. Dengan teknologi ini

buah-buahan yang melimpah dan terbuang pada saat musim buah, dapat

dimanfaatkan sehingga tetap memiliki harga jual tinggi. Cara menggoreng dengan

menggunakan penggoreng vakum (hampa udara), akan menghasilkan kripik

dengan warna dan aroma buah asli serta rasa lebih renyah. Kerenyahan tersebut

diperoleh karena proses penurunan kadar air dalam buah terjadi secara berangsur-

angsur.

Untuk menghasilkan produk dengan kualitas yang bagus dalam artian

warna, aroma, nilai nutrisi dan rasa buah-sayur tidak berubah dan renyah maka

pengaturan suhu yang digunakaan tidak boleh melebihi 85 oC dan tekanan vakum

antara 65 – 76 cmHg. Proses penggorengannya dapat berlangsung pada suhu

rendah, disamping kedap udara sehingga tidak bersinggungan dengan udara yang

dapat menimbulkan pencoklatan pada produk yang dihasilkan karena proses

oksidasi (Anonim, 2007). Gambar vacuum fryer ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Vacuum fryer

Keterangan gambar :

1. Pompa Vakum Water jet, berfungsi untuk menghisap udara di dalam ruang

penggoreng sehingga tekanan menjadi rendah, serta untuk menghisap uap air

bahan.

2. Tabung Penggoreng, berfungsi untuk mengkondisikan bahan sesuai tekanan

yang diinginkan. Di dalam tabung dilengkapi keranjang buah setengah

lingkaran.

3. Kondensor, berfungsi untuk mengembunkan uap air yang dikeluarkan selama

penggorengan. Kondensor ini menggunakan air sebagai pendingin.

Page 11: laporan praktikum

4. Unit Pemanas, menggunakan kompor gas LPG.

5. Unit Pengendali Operasi (Boks Kontrol), berfungsi untuk mengaktifkan alat

vakum dan unit pemanas.

6. Bagian Pengaduk Penggorengan, berfungsi untuk mengaduk buah yang berada

dalam tabung penggorengan. Bagian ini perlu sil yang kuat untuk menjaga

kevakuman tabung.

7. Mesin pengering (spinner), berfungsi untuk meniriskan keripik.

Sejauh ini beberapa jenis buah yang sudah umum dibuat keripik dengan

menggunakan penggorengan vakum adalah pisang, apel, kentang, kentang,

pepaya, melon, mangga, nanas, dan sebagainya. Untuk produk buah dan sayuran

lainnya masih perlu dilakukan penelitian. Keuntungan penggorengan vakum

dibandingkan dengan penggorengan konvensional adalah warna buah atau sayur

relatif tidak berubah, lebih renyah, tampil lebih menarik dan rasa lebih enak.

Produk inilah yang disukai konsumen (Widaningrum, 2008).

Gambar 3. Skema susunan sistem peralatan penggorengan vakum

Keterangan : 1. Tabung/tangki penggorengan 6. Drum air

2. Kotak panel kontrol 7. Tabung gas elpiji

3. Kondensor 8. Pompa air

4. Penampung kondensat 9. Keranjang bahan

5. Pompa vakum

(Siregar, Halomoan P, Dadang D. Hidayat dan Sudirman, 2004).

Page 12: laporan praktikum

Spesifikasi mesin penggoreng vakum (vacuum frying):

Merk : Reksa

Type : RK-07 VF

Ruang penggoreng : 0,185 M3

System penggoreng : Diskontinyu

Bahan : Plat stainless steel

Kapasitas : 7,5 kg bahan masuk

Sistem pemanas : Elemen heater 3000 W

Wadah bahan : Plat stainless steel berlubang

Volume minyak : 105 L

Penerangan : lampu 50 Watt/12 Volt

Pengadukan : manual

Sensor suhu : Thermocontrol

Sistem vakum

Pompa : 1000 Watt/220 Volt

Jumlah injector : 15 buah

Sistem sirkulasi : kontinyu

Sistem pendinginan

Dimensi bak : 600 x 1200 x 1800 mm

Pendinginan : kondensor dengan air sebagai medium pendingin

Pengatusan minyak (Spiner)

Dimensi centrifuge : 500 x 600 x 600 mm

Motor : 0,25 PK

Putaran : 400 rpm

Cara kerja mesin penggorengan vakum:

1. Mengatur control suhu sesuai dengan suhu penggorengan yang digunakan

2. Menekan tombol power untuk menghidupkan mesin penggoreng vakum

3. Memasukkan sampel yang telah dikupas ke dalam keranjang yang ada pada

ruang penggorengan dan menutup rapat ruang penggoreng

4. Setelah mencapai suhu yang dikehendaki, pompa vakum mulai dihidupkan

Page 13: laporan praktikum

5. Pada tekanan 70-76 cmHg, mulai dilakukan penggorengan dengan

menggerakkan tuas keranjang sehingga bahan terendam minyak goring

6. Setelah mencapai waktu yang dikehendaki keranjang yang ada dalam ruang

penggoreng diangkat dengan menggerakkan tuas. Tutup ruang penggoreng

dibuka dan bahan diambil selanjutnya dimasukkan dalam centrifuge untuk

meniriskan minyak

2.4 Deep frying

Deep frying merupakan sistem penggorengan dengan menggunakan titik

asap yang lebih tinggi karena suhu pemanasan yang lebih tinggi, biasanya

mencapai 200-205oC dan bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak.

Lemak atau minyak yang digunakan dengan sistem menggoreng deep frying

adalah yang tidak berbentuk emulsi dan mempunyai titik asap (smooking point) di

atas suhu penggorengan, sehingga asap tidak terbentuk selama proses

penggorengan. Jika pada proses penggorengan terbentuk asap atau smook, maka

ini berarti lemak tersebut mengalami dekomposisi sehingga mengakibatkan bau

dan rasa tidak enak pada bahan yang digoreng. Suhu menggoreng optimum adalah

161-190oC.

Produk penggorengan mempunyai warna, aroma, serta rasa yang khas

sehingga disukai oleh setiap orang. Produk penggorengan mengandung minyak

dan akrilamida yang merugikan kesehatan. Waktu penggorengan adalah salah satu

faktor yang sangat mempengaruhi kandungan minyak, kandungan akrilamida

dalam produk dan tingkat konsumsi energi.

Waktu penggorengan tergantung pada proses pindah panas dari minyak

goreng ke produk. Pindah panas dari minyak ke produk tergantung pada suhu

minyak di sekitar produk. Suhu minyak disekitar produk dipengaruhi oleh desain

penggoreng yaitu tinggi minyak dalam penggoreng dan desain elemen pemanas.

Penempatan sebagian elemen pemanas di bagian atas penggoreng akan

mempengaruhi pergerakan minyak dalam penggoreng (Tandilittin, 2008).

Page 14: laporan praktikum

Proses pemasakan berlangsung oleh penetrasi panas dari minyak yang

masuk ke dalam bahan pangan. Proses pemasakan ini dapat mengubah atau tidak

merubah karakter bahan pangan, tergantung dari bahan pangan yang diperoleh.

Hasil gorengan yang berukuran tipis seperti kripik merupakan pengecualian.

Permukaan lapisan luar (outer zone surface) akan berwarna coklat keemasan

akibat penggorengan atau yang disebabkan oleh reaksi browning. Tingkat

intensitas warna browning (pencoklatan) ini tergantung dari lama dan suhu

menggoreng dan juga komposisi kimia pada permukaan luar dari bahan pangan.

Jika bahan segar digoreng, makan bagian luar kulit akan mengkerut akibat proses

dehidrasi bagian luar bahan pangan pada waktu menggoreng. Pembentukannya

terjadi akibat panas dari lemak panas sehingga menguapkan air yang terdapat pada

bagian luar bahan pangan. Selama proses menggoreng dengan sistem deep frying

berlangsung, sebagian minyak masuk ke bagian kerak dan bagian luar sehingga

outer zone dan mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi air

(Ketaren, 1986).

Minyak yang diserap untuk mengempukkan bahan makanan, sesuai dengan

jumlah air yang menguap pada saat menggoreng. Lapisan permukaan merupakan

hasil reaksi Maillard (browning non enzimatic) yang terdiri dari polimer yang

larut, dan tidak larut dalam air serta berwarna coklat kekuningan. Biasanya

senyawa polimer ini terbentuk bila makanan jenis gula dan asam amino, protein

dan atau senyawa yang mengandung nitrogen digoreng secara bersamaan. Pada

beberapa makanan seperti kentang dan kulit ayam memiliki natural coating,

sehingga tidak membutuhkan breading dan battering dahulu sebelum dilakukan

penggorengan (Sartika, 2009). Gambar deep fryer ditunjukkan pada gambar 4.

Gambar 4. Deep fryer

Page 15: laporan praktikum

2.5 Air Dalam Bahan Pangan

Air dalam bahan pangan memiliki peranan yang sangat penting karena air

merupakan sumber nutrient seperti bahan makanan lainnya dan keberadaan air

sanagt penting untuk keberlangsungan proses biokimiawi organism hidup. Air

yang terdapat dalam bahan pangan sangat berperan penting yaitu berfungsi untuk

membentuk tekstur bahan pangan, cita rasa dan kesegaran bahan pangan. Air

dalam bahan pangan terdapat dalam :

a. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan interglanular dan pori-pori

yang terdapat pada larutan

b. Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorpsi) pada permukaan

koloid makromolekular seperti protein, pectin pati dan sellulosa, selain itu juga

terdispersi diantara koloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada

dal;am sel. Air merupakan pelarut zat-zat yang ada dalam sel. Air yang ada

dalam bentuk ini masih mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan pada

proses pembekuan. Ikatan antara air dengan koloid tersebut merupakan ikatan

hydrogen.

c. Air dalan keadaan terikat kuat, yaitu air yang membentuk hidrat, ikatan bersifat

ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan.

Fungsi air dalam bahan pangan adalah sebagai :

a. Air dapat mempengaruhi penampakan tekstur serta cita rasa makanan

b. Air dalam bahan makanan menentukan kesegaran dan daya bahan makanan

c. Kerusakan bahan makanan dapat ditentukan oleh kandungan air yang ada

dalam bahan makanan, seperti pembusukan bahan pangan oleh mikroba.

d. Air dalam bahan makanan menentukan komposisi yang dapat menentukan

kualitas bahan makanan tersebut.

Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan

adalah perubahan kadar air dalam produk. Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan

kadar air, yang umumnya digambarkan sebagai kurva isotermis, serat

pertumbuhan bakteri, jamur dan mikroba lainnya. Makin tinggi aw pada umumnya

makin banyak bakteri yang dapat tumbuh, sementara jamur tidak menyukai aw

Page 16: laporan praktikum

yang tinggi (Christian 1980 dalam Herawati 2008). Mikroorganisme menghendaki

aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, yaitu untuk bakteri 0,90, khamir

0,80-0,90 dan kapang 0,60-0,70 (Winarno, 1992 ).

Prabhakar dan Amia (1978) dalam Herawati (2008) menyatakan bahwa

pada aw yang tinggi, oksidasi lemak berlangsung lebih cepat dibanding pada aw

rendah. Kandungan air dalam bahan pangan selain mempengaruhi perubahan

kimia juga ikut menentukan kandungan mikroba pada pangan, begitu pula dengan

penghilangan (pengeringan) dan pembekuan air (deMan, 1997). Penghilangan

kandungan air dari dalam bahan pangan merupakan salah satu prinsip dasar

pengawetan bahan pangan dengan cara pengeringan yang dapat dilakukan secara

sederhana melalui penjemuran sinar matahari atau menggunakan alat bantu seperti

vacuum frying atau dengan sistem penggorengan deep frying, yang pada intinya

adalah penghilangan kadar air untuk proses pengawetan sehingga menghambat

pertumbuhan mikroba pembusuk dan memperpanjang umur simpang bahan

pangan tersebut.

Kadar air merupakan persentase kandungan air dalam suatu bahan, dapat

dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) dan berat kering (dry basis). Kadar

air dalam berat basah batas maksimum teoritis adalah < 100% sedang kadar air

berat kering batas maksimumnya > 100%. Kadar air setimbang adalah kadar air

bahan pada kondisi tekanan uap bahan sama dengan tekanan uap air pada

lingkungannya pada suhu dan kelembaban konstan.

Analogi dengan hokum pendinginan Newton dengan analisa pengering.

Dengan asumsi bahwa laju kehilangan lengas dari bijian yang dikelilingi udara

pengering sebanding dengan perbedaan antara kadar air bijian dan kadar air

setimbang, maka dapat dinyatakan:

dM/dt = K (M-Me)

dengan menggunakan kondisi awal dan kondisi batas Mo untuk t = 0 dan Mt

untuk t > 0 maka persamaannya menjadi:

M t−Me

M o−Me = e−k xt

Page 17: laporan praktikum

nilai (Mt - Me)/(Mo – Me) disebut nisbah lengas atau moisture ratio (MR) dimana

Mt adalah kadar air bahan pada penggorengan selama t menit, Mo adalah kadar

air awal bahan, Me adalah kadar air setimbang Kx adalah konstanta laju

penurunan kadar air bahan dan t adalah waktu penggorengan (menit).

Kadar air setimbang adalah kadar air bahan pada kondisi tekanan uap

bahan sama dengan tekanan uap air pada lingkungannya pada suhu dan

kelembaban konstan. Pada kasus ini kadar air setimbang (Me) = 0, maka:

lnM t

M o

=−K x t

2.6 Penggorengan Bahan Pangan

Penggorengan merupakan salah satu metode preparasi bahan pangan yang

penting. Penggorengan adalah proses pemberian panas terhadap suatu bahan

dengan media pengantar berupa minyak. Penggorengan merupakan operasi yang

digunakan untuk mengubah mutu bahan pangan agar layak dikonsumsi. Selain itu

penggorengan mempunyai efek pengawetan yang disebabkan oleh terjadinya

perusakan mikrobia dan enzim karena pengaruh pemanasan serta penurunan

aktivitas air (aw) pada bahan.

Penggorengan dengan system gangsa dilakukan dengan menggunakan pan

yang berbentuk datar atau sedikit cekung dan hanya sedikit minyak goreng yang

dibutuhkan, sehingga tidak sampai merendam bahan pangan yang digoreng. Suhu

pemanasan yang dipakai system deep frying (Ketaren, 1986).

Penetrasi panas dari minyak goring ke dalam bahan pangan menyebabkan

bahan pangan menjad masak. Selama penggorengan akan terjadi penguapan air

dalam bahan panga, pembentukan kerak serta dekomposisi minyak akibat

berserap dan mengisi ruang komposisi ruang kosong dalam bahan pangan yang

berisi air (Weiss, 1970).

Selama penggorengan air yang ada dalam bahan akan diuapkan. Uap yang

keluar dari bahan naik ke permukaan minyak dan tampak mendidih. Jika suhu

internal lebih dari 100oC penguapan menjadi intensif dan mampu mengeringkan

Page 18: laporan praktikum

bahan. Setelah bahan menjadi kering kenaikan suhu pada permukaan bahan akan

menyebabkan warna coklat dan efek renyah sampai batas tertentu tergantung pada

lama penggorengan.

Jaringan dinding sel dalam kentang mentah tetap merupakan structural

pada produk akhir. Disolusi lamella tengah yang terjadi selama proses

penggorengan akan menyebabkan kenaikan angka keretakan dan terjdai rongga

yang dapat terjadi juga di bawah permukaan untuk kemudian membentuk suatu

pembengkakan vesikuler atau terjadi pelepuhan dan menyebabkan bahan menjadi

renyah.

Heid (1967) menyatakan bahwa perubahan spesifik yang terjadi selama

penggorengan adalah:

1. Evaporasi air

2. Kenaikan suhu produk pada tingkat yang diinginkan

3. Kenaikan suhu permukaan untuk mendapatkan warna kuning keemasan dan

efek yang dihasilkan

4. Perubahan dimensional produk yang dihasilkan.

Pindah panas adalah perpindahan energy kalor dari suatu zat ke zat yang

lain untuk mencapai dan mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu

proses berlangsung. Pada saat proses berlangsung terjadi dua jenis kondisi yaitu,

(1) mencapai kedaan yang dibutuhkan untuk pengerjaan pada suhu tertentu

dengan jalan pemasukan dan pengeluaran kalor, (2) mempertahankan keadaan

yang dibutuhkan untuk operasi proses, misalnya pada pengerjaan eksoterm dan

endoterm. Kalor atau panas mengalir dengan sendirinya dari suhu yang tinggi ke

suhu yang rendah. Secara umum pindah panas dapat terjadi secara konduksi,

konveksi dan radiasi. Pindah panas secara konveksi ialah pergerakan energy kalor

dari zat yang mempunyai suhu yang tinggi menuju ke zat yang suhunya rendah

pada medium zat cair. Konduksi ialah perpindahan energy kalor yang sering

terjadi pada benda padat sebagai media penghantar panas yang baik misalnya

terjadi pada logam yang dipanaskan,; Radiasi adalah perpindahan energy kalor

atau panas melalui gelombang dari suatu zat ke zat lainnya.

Page 19: laporan praktikum

2.7 Minyak

Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada

golongan lipid , yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut

dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar,misalnya dietil eter

(C2H5OC2H5), Kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan

minyak dapat larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan

minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut.

Pada bidang pengolahan pangan lemak dan minyak merupakan media

penghantar panas yang baik, seperti minyak goreng dan margarine. Bahan-bahan

dan senyawa kimia akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya

dengan zat terlarut . Tetapi polaritas bahan dapat berubah karena adanya proses

kimiawi. Misalnya asam lemak dalam larutan KOH berada dalam keadaan

terionisasi dan menjadi lebih polar dari aslinya sehingga mudah larut serta dapat

diekstraksi dengan air. Ekstraksi asam lemak yang terionisasi ini dapat dinetralkan

kembali dengan menambahkan asam sulfat encer (10 N) sehingga kembali

menjadi tidak terionisasi dan kembali mudah diekstraksi dengan pelarut non-

polar. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau triasgliserol, yang

berarti “triester dari gliserol” . Jadi lemak dan minyak juga merupakan senyawaan

ester. Hasil hidrolisis lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol .

Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai

hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang.

Minyak goreng

Minyak goreng selain berfungsi sebagai penghantar panas juga berfungsi

sebagai penambah cita rasa dan kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng

ditentukan oleh titik asapnya yaitu suhu pemanasan minyak sampai ternbentuk

akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada

tenggorokan. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng tersebut.

Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas.

Page 20: laporan praktikum

Mentega

Mentega merupakan emulsi air dalam minayk dengan kira-kira 18% air

terdispersi didalam 80% lemak dengan sejumlah kecil protein yang bertindak

sebagai zat pengemulsi (emulsifier)

Kegunaan Lemak dan Minyak

Lemak dan minyak merupakan senyawaan organik yang penting bagi

kehidupan makhluk hidup. Adapun kegunaanya ialah :

1. Memberikan rasa gurih dan aroma yang spesifik

2. Sebagai salah satu penyusun dinding sel dan penyusun bahan-bahan biomolekul

3. Sumber energi yang efektif dibandingkan dengan protein dan

karbohidrat,karena lemak dan minyak jika dioksidasi secara sempurna akan

menghasilkan 9 kalori/liter gram lemak atau minyak. Sedangkan protein dan

karbohidrat hanya menghasilkan 4 kalori tiap 1 gram protein atau karbohidrat.

4. Karena titik didih minyak yang tinggi, maka minyak biasanya digunakan untuk

menggoreng makanan di mana bahan yang digoreng akan kehilangan sebagian

besar air yang dikandungnya atau menjadi kering.

5. Memberikan konsistensi empuk,halus dan berlapis-lapis dalam pembuatan roti.

6. Memberikan tektur yang lembut dan lunakl dalam pembuatan es krim.

7. Minyak nabati adalah bahan utama pembuatan margarine

8. Lemak hewani adalah bahan utama pembuatan susu dan mentega

9. Mencegah timbulnya penyumbatan pembuluh darah yaitu pada asam lemak

esensial.

Sifat lemak dan minyak berdasarkan sifat fisik dan kimiawi, adalah sebagai

berikut:

1. Bau amis (fish flavor) yang disebabkan oleh terbentuknya trimetil-amin dari

lecitin

2. Bobot jenis dari lemak dan minyak biasanya ditentukan pada temperatur

kamar

3. Indeks bias dari lemak dan minyak dipakai pada pengenalan unsur kimia dan

untuk pengujian kemurnian minyak.

Page 21: laporan praktikum

4. Minyak/lemak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (coastor oil, sedikit

larut dalam alkohol dan larut sempurna dalam dietil eter, karbon disulfida dan

pelarut halogen.

5. Titik didih asam lemak semakin meningkat dengan bertambahnya panjang

rantai karbon

6. Rasa pada lemak dan minyak selain terdapat secara alami, juga terjadi karena

asam-asam yang berantai sangat pendek sebaggai hasil penguraian pada

kerusakan minyak atau lemak.

7. Titik kekeruhan ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran lemak atau

minyak dengan pelarut lemak.

8. Titik lunak dari lemak/minyak ditetapkan untuk mengidentifikasikan

minyak/lemak

9. Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari

minyak / lemak

10. Slipping point digunakan untuk pengenalan minyak atau lemak alam serta

pengaruh kehadiran komponen-komponennya

2.8 Penggaraman dan penambahan kapur

Penggaraman merupakan salah satu cara pengawetan yang sudah lama

dilakukan orang. Garam dapat bertindak sebagi pengawet karena garam akan

menarik air dari bahan sehingga mikroorganisme pembusuk tidak dapat

berkembang biak karena menurunnya aktivitas air (aw). Selain itu proses

penggaraman dapat menghindari reaksi pencoklatan. Pada proses penggaram

digunakan serbuk garam kira-kira 10% dari berat bahan dan larutan garam

berkonsentrasi 10%. Bahan dan serbuk garam disusun dalam wadah khusus

seperti stoples secara berlapis-lapis.

Buah setelah dikupas akan berubah warna menjadi coklat atau kehitaman.

Hal ini disebabkan oleh reaksi kimia dari asam pada buah dengan udara yang

dikenal dengan reaksi pencoklatan (browning enzimatis). Untuk menghindari hal

tersebut, buah yang sudah dikupas sesegera mungkin direndam dengan air garam

Page 22: laporan praktikum

yang dapat melindungi buah dari reaksinya dengan udara. Reaksi pencoklatan

lebih lanjut dari buah yang sudah direndam dalam larutan gula biasanya dilakukan

proses sulfuring. Proses ini bertujuan untuk mempertahankan warna dan cita rasa,

asam askorbat (vitamin C) dan vitamin A. Selain itu sebagai bahan pengawet

kimia untuk menurunkan atau menghindari kerusakan oleh jasad renik sehingga

dapat mempertahankan mutu manisan selama penyimpanan. Perendaman dalam

larutan garam bertujuan untuk membentuk daging buah yang kompak karena

garam dapat menarik air dari bahan sehingga kadar air berkurang dalam bahan.

Perendaman dalam larutan kapur beberapa saat dilakukan untuk membuat

bahan pangan seperti buah tetap renyah. Hal ini disebabkan oleh kalsium yang

masuk ke dalam jaringan buah.

2.9 Uji Sensoris

Sensoris merupakan pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan

kesukaan dan kemauan untuk mempergunakan suatu produk.

Dalam penilaian bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu

produk adalah sifat indrawinya. Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu

pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat

bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali

sifat indrawi produk tersebut. Indra yang digunakan dalam menilai sifat indrawi

suatu produk adalah :

- Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan

bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta

bentuk bahan.

- Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur

merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan

yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi

merupakan tebal, tipis dan halus.

Page 23: laporan praktikum

- Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator

terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang menandakan

produk tersebut telah mengalami kerusakan.

- Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa , maka rasa manis dapat dengan

mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah, rasa

asam pada pinggir lidah dan rasa pahit pada bagian belakang lidah.

- Penentu bahan makanan pada umumnya sangat ditentukan oleh beberapa

faktor antara lain : warna , rasa, tekstur, viskositas dan nilai gizi (Anonim,

2008).

Di industri pangan, pengujian sifat sensoris dapat dilakukan untuk tujuan

pengembangan dan pengujian mutu produk. Sifat sensoris bahan dan produk

pangan merupakan hal pertama yang harus diperhatikan konsumen, sebelum

mereka menilai lebih jauh misalnya pada aspek nilai gizinya (Anonim, 2003).

Dalam garis besarnya, analisa sensorik/ inderawi dapat dilakukan dengan

pengujian inderawi ataupun dengan pengujian sensoris, dimana masing-masing

dilakukan oleh penguji inderawi dan penguji sensoris. Karakteristik pengujian

inderawi antara lain :

- Penguji melakukan penginderaan dengan perasaan.

- Metode pengujian yang dipergunakan pasti.

- Pada umumnya penguji telah melalui seleksi dan latihan sebelum pengujian.

- Subyektivitas penguji relatif kecil karena penguji bekerja seperti sebuah alat

penganalisa.

- Pengujian dilakukan dalam bilik-bilik pengujian dewan hasil pengujian akan

dianalisa dengan metode statistik.

Sedangkan karakteristik pengujian sensoris antara lain :

- Penguji cenderung melakukan penilaian berdasarkan kesukaan.

- Penguji tanpa latihan sebelum pengujian.

- Penguji umumnya tidak melakukan penginderaan berdasarkan kemampuan

dalam uji inderawi.

Page 24: laporan praktikum

- Pengujian dilakukan di tempat terbuka sehingga diskusi (saling

mempengaruhi) agar penguji selama penginderaan mungkin terjadi (Kartika,

1988).

Beberapa senyawa sintetis tidak dapat menimbulkan aroma tetapi dapat

menimbulkan rasa enak (flavor potentior, intensifier, enhancer). Flavor potentior

adalah bahan-bahan yang dapat meningkatkan rasa enak atau dapat menenkan rasa

yang kurang enak dari suatu bahan makanan. Bahan itu sendiri tidak atau sedikit

mempunyai cita rasa sebagai contoh penambahan senyawa L-asam glutamat pada

daging atau masakan akan menimbulkan cita rasa yang lain dari cita rasaa asam

amino tersebut. Hidrolisis protein menghasilkan hidrolisat protein yaitu senyawa-

senyawa yang lebih sederhana seperti proteosa, pepton dan campuran asam

amino. Hidrolisat protein ini yang menyedapkan rasa dalam mulut (Rahayu,

1988).

Rasa memegang peranan sangat penting dalam cita rasa pangan. Rasa

merupakan atribut sensori yang tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan cita rasa

produk pangan. Kenikmatan cita rasa suatu produk pangan tidak mungkin

diperoleh tanpa rasa di dalamnya. Pada rasa asin, ion sodium (Na+) yang

menyentuh ujung apikal dari sel pengecap melalui saluran ion pada mikrofili akan

menimbulkan rangsangan rasa asin. Sensasi asam dipengaruhi oleh konsentrasi

ion (H+) dalam larutan. Namun stimulus senyawa pada saraf pencecap lebih

bergantung pada asam tertitrasi daripada pHnya. Itu sebabnya, tidak semua

produk dengan pH rendah mempunyai rasa asam. Sensasi manis dapat dihasilkan

oleh berbagai golongan senyawa baik dari kelompok gula, asam amino-peptida-

protein, amida siklis, turunan benzene bahkan kloroform. Rasa pahit umumnya

diasosiasikan dengan kelompok fenolik dan alkaloid. Selain itu peptida dengan

berat molekul lebih kecil 6000 atau asam amino hidrofobik dapat juga

memberikan rasa pahit. Senyawa pemberi rasa pahit yang sangat intens adalah

quinozolate dengan ambang batas 0,00025 mmol/ kg air (Wijaya, 2009).

Page 25: laporan praktikum

III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Bahan Praktikum

Bahan praktikum yang digunakan dibagi menjadi bahan baku yang terdiri

dari kentang dan salak yang diperoleh pasar Tradisional di Yogyakarta. Bahan

lain yang digunakan dalam praktikum ini adalah minyak goreng, air mineral.

3.2 Alat Praktikum

Alat yang digunakan pada praktikum ini meliputi Neraca Analitis (G

1500-DO Ohaus Scale Type HR 300 Florham Park, USA), seperangkat Vacuum

frying, seperangkat Deep frying, seperangkat universal testing machine merk

Zwick/Z0.5, baskom, pisau, oven, Lovibond Tintometer model F, Infra Red

Moisture Tester..

3.3 Jalannya Praktikum

Praktikum terbagi atas dua tahap yaitu:

1. Praktikum pendahuluan

Praktikum pendahuluan ini, yaitu: pemilihan kentang yang akan digunakan

dalam praktikum.

2. Praktikum inti

Praktikum ini terbagi menjadi beberapa tahapan antara lain:

a. Pembelahan/pemisahan daging kentang dan salak dari kulit dan biji.

b. Analisis Mutu

Analisa dilakukan terhadap produk keripik kentang yang diolah dengan

menggunakan metode vacuum frying dan deep frying. Parameter yang dianalisa

meliputi kadar air dengan infra red moisture tester, analisa tekstur dengan

Zwick/Z0.5, analisa warna dengan Lovibond Tintometer, uji sensoris berdasarkan

tingkat kesukaan.

Page 26: laporan praktikum

potong verticalpotong horizontalbelah samping

3.4 Pengumpulan Data

Kentang dan salak yang matang diambil daging buahnya dipisahkan dari

kulit dan bijinya. Daging buah dipotong dengan ukuran ketebalan dan model

irisan. Kentang dan salak yang telah dipotong dan diberi perlakuan perendaman

kapur Tohor dan garam digoreng dengan menggunakan vacuum frying dan deep

frying.

Tabel 3. Perlakuan praktikum deep dan vacuum frying untuk komoditi kentang

Kelompok

Ketebalan (mm) untuk vacuum dan

deep frying

Lama perendaman (larutan kapur Tohor 10%) dalam

menit + lar garam 1%Analisa

1 1 40

Kadar airTeksturWarna

(Untuk semua kelompok)Sensoris

(kelompok 4 saja)

2 2 403 3 40

4 1, 2, 3 20, 30, 40

5 1 206 2 & 3 207 1 308 2 309 3 30

Gambar 5. Model pemotongan salak

Tabel 4. Perlakuan praktikum deep dan vacuum frying untuk komoditi salak

Page 27: laporan praktikum

Keripik buah

Analisa fisik dan kimia

Pengupasan kulit, pencucian, pemotongan sesuai perlakuan

Perendam dalam air kapur (10%) dan garam (1%)

penirisan

penggoreng dalam deep fryer, suhu minyak (155oC)

penirisan dan pendinginan

Kentang/Salakngkon

Kelompok Perlakuan Lama perendaman (larutan kapur Tohor 10%) dalam

menit + lar garam 1%

Analisa

1 Vertikal Deep: 20 menit

Kadar airTeksturWarna

(Untuk semua kelompok)Sensoris

(kelompok 4 saja)

Vakum: 20 menit2 Vertikal Deep: 30 menit

Vakum: 30 menit3 Vertikal Deep: 40 menit

Vakum: 40 menit9 Horizontal Deep: 20 menit

Vakum: 20 menit5 Horizontal Deep: 30 menit

Vakum: 30 menit6 Horizontal Deep: 40 menit

Vakum: 40 menit7 Belah

sampingDeep: 20, 40 menitVakum: 20 menit

8 Belah samping

Deep: 30 menitVakum: 30, 40 menit

Gambar 5. Proses pengolahan keripik kentang/salak dengan metode deep frying

Kentang/Salak

Page 28: laporan praktikum

Keripik buah

Analisa fisik dan kimia

penirisan

penggoreng dalam vacuum fryer, suhu minyak (75oC)

penirisan dan pendinginan

Gambar 6. Proses pengolahan keripik kentang/salak dengan metode vacuum frying

3.5 Rancangan Praktikum

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan percobaan acak

lengkap (RAL) dengan 2 faktor perlakuan.

Faktor pertama (A) adalah irisan

A1 = 1 mm

A2 = 2 mm

A3 = 3 mm

Aa = vertical

Ab = horizontal

Ac = belah samping

Faktor kedua (B) adalah lama perendaman

B0 = 20 menit

B1 = 30 menit

B2 = 40 menit

Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali.

Pengupasan kulit, pencucian, pemotongan kentang/salak sesuai dengan perlakuan

Perendam dalam air kapur (10%) dan garam(1%)

Page 29: laporan praktikum

III.6 Tempat Praktikum

Praktikum ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan

Desember 2010 di laboratorium KBP dan laboratorium Rekayasa Fakultas

Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Page 30: laporan praktikum

IV.1Kadar Air

Untuk menentukan kadar air bahan dilakukan dengan metode gravimetric.

Dalam hal ini kadar air ditentukan tiap rentang waktu tertentu. Kadar air yang

digunakan adalah kadar air basis basah (wet basah/wb) dengan rumus:

Ka (wb )=berat awal−berat ak h irberat awal

x100 %

Berdasarkan penghitungan kadar air basis basah didapatkan nilai rata-rata

kadar air kadar kentang pada Tabel 7.

Tabel 7. Kadar air rata-rata keripik kentang

Penggorengan Ketebalan irisan (mm) Lama perendaman (menit) Kadar air (%wb)

Vacuum

1 20 17,8799d1 30 15,5260c1 40 16,6351c2 20 9,3186a2 30 9,0821a2 40 9,3934a3 20 18,4957e3 30 13,5402b3 40 12,9984b

Deep

1 20 20,1048g1 30 20,0322g1 40 19,6501fg2 20 18,7439e2 30 19,7652fg2 40 19,9836g3 20 19,2931f3 30 22,5277h3 40 22,3119h

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada α 5%

Berdasarkan hasil pengujian kadar air keripik kentang diperoleh bahwa

parameter kadar air memberikan hasil yang berbeda nyata pada keripik kentang

dengan perlakuan ketebalan irisan dan lama perendaman. Akan tetapi, perlakuan

deep frying dengan lama perendaman 30 menit dan 40 menit dengan masing-

Page 31: laporan praktikum

masing ketebalan irisan 3 mm tidak berbeda nyata. Perlakuan dengan kode 493

dengan 794 dapat dilihat perbedaan yang sangat nyata. Hal ini disebabkan karena

luas permukaan atau tingkat ketabalan irisan kentang 493 adalah 1 mm,

sedangkan 794 memiliki tingkat ketebalan irisan 3 mm.

Berdasarkan hasil pengamatan kadar air selama proses penggorengan salak

dengan metode vacuum frying dan deep frying diperoleh Tabel 8. Secara umum,

bentuk irisan memberikan perbedaan kandungan kadar air pada keripik salak.

Tabel 8. Kadar air rata-rata keripik salak

Penggorengan Bentuk irisan Lama perendaman (menit) Kadar air (% wb)

Vacuum

vertikal 20 20,1048jvertikal 30 19,9877jvertikal 40 18,7833i

horisontal 20 18,4876hhorisontal 30 17,8799ghorisontal 40 16,8880f

belah samping 20 9,0133dbelah samping 30 7,9631bbelah samping 40 7,5303a

Deep

vertikal 20 27,1695pvertikal 30 26,9575overtikal 40 26,6122n

horisontal 20 26,0127mhorisontal 30 25,8726lhorisontal 40 25,4764k

belah samping 20 9,2096ebelah samping 30 9,0821debelah samping 40 8,6030c

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada α 5%

Tabel 7 dan Tabel 8 menyatakan bahwa selama proses penggorengan

kentang dan salak terjadi perubahan kadar air. Hal ini terjadi karena kandungan air

bahan menguap. Semakin lama penggorengan jumlah air yang diuapkan semakin

banyak, sehingga kadar air semakin kecil. Pada penggorengan kentang kadar air

menurun dengan stabil. Selain itu, luas permukaan atau ketebalan bahan yang

digoreng mempengaruhi tingkat kecepatan air yang menguap.

Kandungan air dalam bahan pangan selain mempengaruhi perubahan

kimia juga ikut menentukan kandungan mikroba pada pangan, begitu pula dengan

Page 32: laporan praktikum

penghilangan (pengeringan) dan pembekuan air (deMan, 1997). Penghilangan

kandungan air dari dalam bahan pangan merupakan salah satu prinsip dasar

pengawetan bahan pangan dengan cara pengeringan yang dapat dilakukan secara

sederhana melalui penjemuran sinar matahari atau menggunakan alat bantu seperti

vacuum frying atau dengan sistem penggorengan deep frying, yang pada intinya

adalah penghilangan kadar air untuk proses pengawetan sehingga menghambat

pertumbuhan mikroba pembusuk dan memperpanjang umur simpang bahan

pangan tersebut.

IV.2Tekstur

Pembuatan keripik salak dan keripik kentang dilakukan dengan beberapa

perlakuan dan kondisi. Pada pembuatan keripik salak, perlakuan yang divariasikan

adalah meliputi cara pemotongan (vertikal, horisontal dan belah samping) dan

lama perendaman salak dengan menggunakan larutan kapur (20, 30 dan 40 menit).

Sedangkan pada pembuatan keripik kentrang, perlakuan yang divariasikan adalah

meliputi ketebalan pengirisan (1, 2 dan 3 mm) dan lana perendaman kentang

menggunakan larutan kapur (20, 30 dan 40 menit).

Pembuatan keripik salak dan kentang diawali dengan perendaman salak

dan kentang pada larutan kapur pada lama waktu perendaman yang berbeda, yaitu

20, 30 dan 40 menit. Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruhnya terhadap

tekstur keripik salak dan kentang (Tabel 9 dan Tabel 10). Berdasartkan hasil yang

didapatkan (Tabel 9), terlihat bahwa semakin lama perendaman salak pada larutan

kapur akan meningkatkan gaya tekan terhadap salak yang telah direndam. Hal

tersebut terjadi pula pada salak yang telah menjadi keripik baik melalui proses

vacuum frying maupun deep frying dimana gaya tekan pada keripik salak menjadi

lebih besar seiring lama perendaman salak pada larutan kapur (berkisar antara

(4,90 sampai 63,30 N untuk vacuum frying dan 0,46 sampai 17,51 N untuk deep

frying). Semakin besarnya gaya tekan yang diberikan pada salak setelah direndam

maupun pada keripik salak menandakan bahwa semakin lama perendaman maka

tekstur keripik makin keras.

Page 33: laporan praktikum

Tabel 9. Data pengukuran dengan menggunakan UTM keripik kentang

Ketebalan(mm)

Lama perendaman

(menit)

I II

Sebelum vacuum frying

Setelah vacuum frying

Sebelum deep frying

Setelah deep frying

Tinggi (mm)

Gaya (N)

Tinggi (mm)

Gaya (N)

Tinggi (mm)

Gaya (N)

Tinggi (mm)

Gaya (N)

120 4,24 2,49 7,54 1,63 4,24 2,49 7,48 2,9630 13,23 2,89 9,08 2,23 13,23 2,89 11,96 3,9440 13,09 19,08 23,76 6,97 13,09 19,08 17,41 4,99

220 5,78 192,08 8,60 10,71 5,78 192,08 9,36 4,6930 5,88 194.75 9,26 13,15 5,88 194.75 10,84 9,4740 5,94 218,81 15,47 14,65 5,94 218,81 17,72 20,98

320 6,27 123,10 11,42 18,08 6,27 123,10 13,56 12,2430 6,81 277,42 15,85 13,54 6,81 277,42 14,89 14,2540 6,92 267,33 16,99 27,32 6,92 267,33 16,38 23,07

Pemotongan Lama perendaman

(menit)

I IISebelum vacuum

fryingSetelah vacuum

fryingSebelum deep

fryingSetelah deep

fryingTinggi (mm)

Gaya (N)

Tinggi (mm)

Gaya (N)

Tinggi (mm)

Gaya (N)

Tinggi (mm)

Gaya (N)

Vertikal203040

4,2410,7711,92

19,0834,8769,22

8,429,4814,86

22,5827,6334,98

4,2410,7711,92

19,0834,8769,22

7,0411,9311,43

0,957,4917,51

Horizontal203040

13,3716,2418,92

93,92112,08180,60

9,8010,8213,73

4,9040,4263,30

13,3716,2418,92

93,92112,08180,60

12,7010,369,98

16,729,800,46

Belah samping

203040

12,6712,9514,37

57,7374,29107,00

6,3812,8719,7

17,1718,2829,00

12,6714,3714,37

57,73107,00107,00

9,1516,6819,88

7,798,5315,02

Tabel 10. Data pengukuran dengan menggunakan UTM keripik salak

Hasil yang sama juga terjadi pada keripik kentang (Tabel 10) dimana

gaya tekan pada keripik kentang berkisar antara 1,63 sampai 27,32 N untuk

vacuum frying dan 2,96 dan 23,07 N untuk deep frying. Penanganan dengan

pemberian larutan kapur dapat mempertahankan rasa dan tekstur. Tekstur buah

Page 34: laporan praktikum

menjadi lebih keras, sehingga terjadinya transpirasi maupun respirasi dapat

ditekan (Soritua, 2010).

Metode pembuatan keripik salak maupuk kentang dengan menggunakan

metode vacuum frying dan deep frying ternyata juga menghasilkan tekstur yang

berbeda. Keripik salak maupun kentang hasil vacuum frying memiliki tekstur

yang lebih keras dibandingkan dengan menggunakan metode deep frying. Hal

tersebut terjadi karena pada proses vacuum frying selain menggoreng dengan

minyak, terjadi suatu proses penyedotan uap air dengan pompa sehingga produk

keripik yang dihasilkan lebih kering dengan tekstur yang lebih keras (Anonim,

2008).

Perbedaan arah pemotongan salak pada pembuatan keripik salak pun

menghasilkan efek tekstur keripik salak yang berbeda (Tabel 9). Pada keripik

salak hasil vacuum frying, tingkat tekstur yang paling keras (dengan rerata gaya

tekan yang paling tinggi sebesar 36,20 N) terjadi pada keripik salak yang dipotong

secara horisontal. Sedangkan tekstur yang paling keras pada keripik salak hasil

deep frying adalah pada arah pemotongan secara belah samping dengan rerata

gaya tekan sebesar 10,45 N.

Pada keripik kentang yang dihasilkan dengan perbedaan ketebalan

kentang menghasilkan tekstur yang berbeda. Berdasarkan hasil yang didapat,

terlihat bahwa keripik kentang dengan metode vacuum frying maupun deep frying

yang memiliki tekstur paling keras adalah pada keripik kentang dengan ketebalan

pemotongan 3 mm (rerata gaya tekan 19,65 N untuk vacuum frying dan 16,52 N

untuk deep frying). Proses pengirisan harus menghasilkan potongan yang bersih

dan rata. Potongan yang bersih menyerap minyak lebih sedikit saat digoreng dan

hasil gorengan tidak terlihat oily (berminyak) (Adicahyadi, 2008). Hasil yang ada

menunjukkan dengan metode vacuum frying dimana penyerapan minyaknya lebih

sedikit dibandingkan deep frying menghasilkan tekstur keripik yang lebih keras

dan tidak terlalu berminyak.

Secara keseluruhan, pemotongan keripik salak horisontal dengan lama

perendaman pada larutan kapur selama 40 menit untuk metode vacuum frying dan

pemotongan keripik salak vertikal dengan lama perendaman pada larutan kapur

Page 35: laporan praktikum

selama 40 menit untuk metode deep frying memiliki tekstur yang lebih keras

dibandingkan perlakuan lainnya. Sefdangkan pada keripik kentang, tekstur yang

paling keras diantara perlakuan yang ada ialah keripik dengan ketebalan

pemotongan 3 mm direndam pada larutan kapur selama 40 menit untuk metode

vacuum frying maupun deep frying.

Pembuatan kerpik kentang dengan metode vacuum frying dan deep frying

menghasilkan produk keripik kentang yang berbeda dilihat dari segi teksturnya

secara sensoris. Parameter yang diuji berupa tekstur dengan bantuan 15 panelis

untuk menilai teksur dari keripik kentang yang dihasilkan. Berdasarkan hasil

analisis statistiknya, terlihat bahwa tekstur dari keripik kentang yang diolah secara

vacuum frying berbeda dengan keripik kentang yang diolah dengan deep frying.

Faktor yang mempengaruhi perbedaan tekstur tersebut dikarenakan suhu

penggorengan pada kedua metode tersebut berbeda. Selain itu, perlakuan vakum

(kedap udara) akan lebih membuat keripik kentang menjadi lebih keras karena

kadar airnya lebih banyak dikurangi dibandingkan dengan keripik kentang dengan

deep frying.

Perbedaan ketebalan irisan kentang pada pembuatan keripik kentang

mempengaruhi tingkat kesukaan pada keripik kentang yang dihasilkan. Hal

tersebut terlihat dengan hasil analisis statistik yang memperlihatkan ketebalan

keripik 1 mm berbeda secara signifikan terhadap keripik kentang yang memiliki

ketebalan 2 dan 3 mm. Semakin banyak perbedaan ketebalan irisan keripik

kentang akan mempengaruhi produk keripik kentang yang dihasilkan.

Lama perendaman pada keripik kentang yang menggunakan larutan kapur

tidak memiliki pengaruh yang berbeda nyata secara signifikan terhadap tekstur

produk keripik kentang yang dihasilkan secara statistik dari tingkat kesukaan

panelis. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbedaan lama waktu perendaman

keripik dengan larutan kapur tidak akan mempengaruhi tingkat kesukaan sensoris

terhadap tekstur keripik kentang yang dihasilkan.

Secara keseluruhan uji sensoris pada keripik salak yang dihasilkan dengan

metode vacuum maupun deep frying menghasilkan tingkat kesukaan yang berbeda

pada tekstur keripik salak. Hal ini dapat disebabkan dengan adanya perbedaan

Page 36: laporan praktikum

suhu penggorengan dan ada tidaknya perlakuan vakum pada proses pengolahan

keripik salak.

Perbedaan cara pemotongan atau irisan pada keripik salak secara sensoris

tidak berpengaruh signifikan terhadap tekstur keripik salak yang dihasilkan. Hal

tersebut terlihat pada hasil uji statistik dimana hasil uji sensoris yang dihasilkan

hampir sama antara pemotongan vertikal, horisontal maupun belah samping.

Perbedaan lama perendaman keripik salak secara vacuum maupun deep

frying terlihat berpengaruh terhadap tekstur keripik salak secara statistik.

Perbedaan signifikan terjadi antara lama perendaman 40 menit dengan dua

perlakuan lainnya yaitu 20 dan 30 menit. Hal ini menunjukkan bahwa semakin

lama perendaman bahan keripik salak di dalam larutan kapur, maka akan

mempengaruhi tingkat kesukaan terhadap tekstur keripik salak yang dihasilkan.

IV.3 Warna

Warna merupakan faktor penting dalam proses penerimaan makanan,

karena warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam

makanan, seperti pencoklatan dan pengkaramelan. Warna merupakan nama umum

untuk semua pengindraan yang berasal dari aktivitas retina mata, jika cahaya

mencapai retina, mekanisme saraf mata menanggapi, salah satunya memberi

sinyal warna, menurut definisi tersebut warna tidak dapat dipelajari tanpa sistem

pengindraan manusia (deMan, 1997). Pada umumnya perubahan warna yang

terjadi yang disebabkan oleh adanya pemanasan suhu (baik pada vacuum ataupun

deep frying), pada proses pemanasan produk menjadi kecoklatan, hal tersebut

disebut sebagai pencoklatan nonenzim.

Pencoklatan nonenzim (reaksi maillard) sangat penting pada

pemanufakturan makanan, hasilnya mungkin dikehendaki ataupun tidak. Untuk

produk yang reaksi pencoklatan menguntungkan, ciri warna yang terbentuk

biasanya menyenangkan. Reaksi pencoklatan dapat didefinisikan sebagai urutan

peristiwa yang dimulai dengan reaksi gugus amino pada asam amino, peptide atau

protein dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula, urutan diakhiri dengan

pembentukan polimer nitrogen berwarna coklat atau melanoidin (Ellis, 1959

Page 37: laporan praktikum

dalam deMan 1997). Menurut Boskou dan Elmadfa (1999) reaksi utama pada

maillard (non-enzymic browing) adalah reaksi gula dengan asam amino bebas.

Produk yang terbentuk seperti produk amadori yang disebut sebagai

premelanoidin, yang merupakan polimerisasi pada saat penggorengan menjadi

makromolekular melanoid yang kecoklatan. Kecoklatan ini makin bertambah

seiring meningkatnya suhu diatas 1500C.

Faktor yang mempengaruhi reaksi pencoklatan yaitu suhu, pH, kandungan

air, oksigen, logam, fosfat, sulfur dioksida, dan inhibitor lainnya. Adanya

peningkatan suhu juga mengakibatkan peningkatan laju pencoklatan secara cepat.

Laju pencoklatan meningkat 2 sampai 3 kali untuk setiap kenaikan suhu 100, jika

kandungan gula pada makanan tinggi maka laju dapat lebih tinggi lagi

(deMan, 1997). Suhu mempengaruhi juga susunan pigmen yang terbentuk. Pada

suhu yang lebih tinggi, kandungan karbon pigmen meningkat dan lebih banyak

pigmen yang terbentuk per mol karbon dioksida yang dibebaskan. Intensitas

warna pigmen meningkat dengan meningkatnya suhu. Pengaruh pH terhadap

reaksi pencoklatan sangat bergantung pada kandungan air. Jika produk banyak

mengandung air, sebagian besar pencoklatan terjadi karena pengkaramelan, tetapi

pada keadaan kandungan air rendah dan pH lebih besar dari 6, reaksi maillard

mendominasi (deMan, 1997). Pencoklatan yang disebabkan oleh reaksi maillard

juga menyebabkan terjadinya pigmen coklat atau melanoidin yang dapat

mengakibatkan terbentuknya banyak senyawa baurasa dan senyawa bau. Uji

warna pada produk kentang dan salak diuji menggunakan uji warna lovibond dan

uji sensoris. Dibawah ini merupakan hasil tabel uji warna lovibond, sebagai

berikut :

Tabel 11. Hasil uji analisa warna (Lovibond)

BahanKetebalan

(mm)Bentuk irisan

Lama perendaman larutan kapur tohor 10%, larutan garam

1% (menit)

Sebelum perendaman larutan kapur

tohor 10%

Sesudah perendaman larutan kapur tohor 10%,

larutan garam 1%

Vakum Frying

Deep frying

Page 38: laporan praktikum

     Vacum Frying

Deep frying

       

Kentang 1 − 40 40kuning 9.0; biru 1.1

merah 1.0; kuning 12.2; biru 1.0

merah 1.0; kuning 11.0; biru 2.0

merah 1.0; kuning 2.0; biru 2.0

Salak − vertikal 20 20kuning 11.0; biru 1.0

merah 1.0; biru 1.0

merah 2.0; kuning 14.0; biru 3.0

merah 1.0; kuning 11.0; biru 1.0

Kentang 2 − 40 40kuning 3.3; merah 1.0

kuning 3.3; merah 2.3

merah 0.7; kuning 2.0

merah 1.0; kuning 1.1

Salak − vertikal 30 30kuning 2.0; merah 1.6

kuning 1.3' merah 1.0

merah 1.8; kuning 6.0

merah 1.8; luning 2.2

Kentang 3 − 40 40kuning 4.4; merah 1.0

merah 1.0; biru 1.0; kuning 12.8

kuning 4.0; biru 1.0; merah 2.3

biru 0.2; kuning 10.0; merah 2.0

Salak − vertikal 40 40merah 1.0; kuning 1.0; biru 0.2

merah 1.0; kuning 1.8

biru 0.3; kuning 2.0; merah 1.0

biru 0.3; kuning 5.2; merah 2.2

Kentang 1 − 20 20kuning 8.8; merah 1.4

kuning 6.0; merah 1.0

biru 1.1; kuning 23.2; merah 2.3

biru 1.3; kuning 13.4; merah 4.1

Page 39: laporan praktikum

Salak − 30 30kuning 2.0; merah 1.0

kuning 1.6; merah 1.0

biru 0.1; kuning 4.4; merah 2.5

biru 0.1; merah 2.1; kuning 10.0

Kentang 2 − 20 20kuning 7.8; merah 1.4

kuning 5.9; merah 1.0

merah 2.0; kuning 3.4

merah 2.0; kuning 3.2

Kentang 3 − 20 20kuning 10.0; biru 1.0

merah 2.0; biru 1.3

merah 2.0; kuning 4.4

merah 2.0; kuning 3.3

Salak −horizontal

40 40merah 1.2; kuning 1.0

merah 1.4; kuning 1.7

merah 2.4; kuning 1.5

merah 2.0; kuning 2.4

Kentang 1 − 30 30kuning 2.3; merah 1.4

kuning 1.5; merah 1.0

biru 0.3; kuning 4.3; merah 2.3

biru 0.3; merah 2.3; kuning 9.8

Salak −belah samping

20 20kuning 7.2; merah 1.3

kuning 4.9; merah 0.8

merah 2.3; kuning 3.4

merah 2.3; kuning 2.4

Salak −belah samping

− 40 −kuning 5.3; merah 1.3

merah 2.1; kuning 2.3

Kentang 2 − 30 30kuning 1.8; merah 1.4

kuning 2.3; merah 0.3

biru 0.5; kuning 4.8; merah 2.3

kuning 10.03; merah 2.3

Salak −belah samping

30 30kuning 3.2, merah 1.3

merah 1.1; kuning 11.1

merah 2.4; kuning 20.3

merah 2.2; kuning 72.2

Page 40: laporan praktikum

Salak −belah samping

40 −merah 1.3; kuning 1.7

merah 2.1; kuning 82.2

merah 4.1; kuning 72.2

Kentang 3   30 30kuning 2.2, merah 1.1

kuning 2.0; merah 1.1

merah 2.5; kuning 18.8

merah 2.4; kuning 71.2

Salak −belah samping

30 30merah 0.2; kuning3.9

merah 1.3; kuning 10.2

merah 1.4; kuning 2.3

kuning 9.3; merah 1.2

Salak −belah samping

40 −merah 1.4; kuning 1.9

merah 1.8; kuning 23.8

merah 3.2; kuning 20.2

Hasil uji warna Lovibond menggambarkan bahwa warna yellowness

(kuning) dan blueness (biru) menyatakan warna semakin kecoklatan, akibat dari

proses pemanasan suhu tinggi yang dominan disebabkan oleh reaksi maillard

(pencoklatan non enzim).

Adanya perbedaan perlakuan pada kentang memberikan pengaruh yang

signifikan terhadap perubahan warna, hal ini dinyatakan dengan huruf yang

berbeda dibelakang angka menandakan adanya pengaruh atau perbedaan yang

nyata antar perlakuan terhadap kategori warna, sedangkan huruf yang sama

menyatakan tidak adanya pengaruh atau perbedaan antar perlakuan. Adanya

faktor perbedaan perlakuan berupa sistem pemasakan yang berbeda (vacuum dan

deep frying), perendaman dengan larutan kapur tohor, tipe pemotongan yang

berbeda, semua faktor tersebut pada beberapa antar sampel memberikan pengaruh

yang signifikan. Hal ini disebabkan secara dominan oleh faktor sistem pemasakan

(vacuum dan deep frying) yang berbeda, karena vacum menggunakan suhu yang

rendah (dibawah 1000C) dalam proses pemasakannya menghasilkan warna

kecoklatan yang tidak terlalu coklat, sedangkan sistem pemasakan dengan deep

frying menghasilkan warna produk yang lebih coklat karena pada proses nya

Page 41: laporan praktikum

menggunakan suhu yang lebih tinggi (diatas 1600C). Hal tersebut sangat

mempengaruhi perubahan warna pada kentang.

Perbedaan ketebalan irisan pada kentang mempengaruhi warna, hal ini

disebabkan karena ketebalan mempengaruhi kecepatan dalam pemasakan.

Pemasakan yang lebih lama menghasilkan warna yang lebih coklat, apalagi

menggunkan pemanasan dengan suhu tinggi (deep frying). Faktor perendaman

tidak berpengaruh terhadap perubahan warna pada produk kentang. Sama seperti

pada produk kentang pengaruh perbedaan warna antar perlakuan disebabkan

secara dominan karena pemanasan, dimana terjadinya proses maillard

(pencoklatan non enzimatik). Bentuk irisan tidak berpengaruh terhadap

perubahan warna pada produk salak. Perbedaan lamanya perendaman dengan

larutan kapur tohor terhadap salak mempengaruhi terhadap perbedaan warna antar

produk.

IV.4 Keseluruhan

Parameter yang diamati dalam praktikum ini meliputi warna, aroma,

tekstur, rasa dan keseluruhan dari keripik yang dihasilkan. Pengujian sensoris

dilakukan dengan metode uji kesukaan secara scoring menggunakan 16 panelis

tidak terlatih. Nilai skor untuk tiap-tiap parameter antara 1-5, semakin besar nilai

skor sensoris berarti semakin tinggi pula nilai kesukaan panelis terhadap keripik

yang diamati. Hasil dari pengujian sifat sensoris keripik kentang dapat dilihat

pada Tabel 12 dan keripik salak pada Tabel 13.

Berdasarkan Tabel 12 diketahui bahwa parameter aroma memberikan hasil

yang berbeda nyata pada keripik kentang dengan perlakuan ketebalan irisan dan

lama perendaman. Keripik kentang dengan perlakuan ketebalan pengirisan 2 mm

dan lama perendaman dalam larutan kapur tohor 10% selama 30 menit yang

digoreng secara vacuum frying merupakan produk yang paling disukai oleh

panelis.

Tabel 12 Uji sensoris keripik kentang

PenggorenganKetebalan

Irisan (mm)

Lama Perendaman

(menit)

Parameter

Warna Aroma Tekstur Rasa Keseluruhan

Page 42: laporan praktikum

Vacuum

1 20 3,69fgh 2,87cd 3,38efg 3,06fgh 3,19de

1 30 3,81gh 3,13cd 3,19defg 2,81efg 2,88bcd

1 40 3,00cdef 2,94cd 3,06def 2,62defg 2,81bcd

2 20 4,06h 3,25d 3,69fg 3,63h 3,81f

2 30 3,44efgh 3,31d 3,00def 2,88fg 3,19de

2 40 2,87cde 2,81cd 2,94de 2,69defg 2,75bcd

3 20 3,38defgh 3,25d 3,81g 3,56h 3,69ef

3 30 3,19cdefg 3,06cd 3,44efg 3,19gh 3,31def

3 40 2,50bc 2,44bc 2,94de 2,56defg 2,44bc

Deep

1 20 3,31defg 3,06cd 3,06def 2,81efg 3,06cde

1 30 3,81gh 3,00cd 3,38efg 2,44cdef 2,88bcd

1 40 3,87gh 3,06cd 3,44efg 2,75defg 3,06cde

2 20 2,69bcd 2,63bcd 2,13bc 2,19cde 2,50bc

2 30 2,06ab 2,06ab 1,62ab 1,88bc 1,75a

2 40 3,00cdef 2,75bcd 2,50cd 2,13cd 2,38b

3 20 1,50a 1,75a 1,50ab 1,44a 1,50a

3 30 1,63a 1,69a 1,44a 1,44a 1,44a

3 40 1,69a 1,38a 1,19a 1,25a 1,44a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada α 5%

Keripik kentang perlakuan tersebut secara umum tidak berbeda nyata

dengan keripik kentang perlakuan lainnnya untuk parameter aroma pada taraf α

5% atau tingkat kepercayaan 95%. Akan tetapi berbeda nyata dengan keripik

kentang dengan perlakuan ketebalan pengirisan 3 mm dan lama perendaman

dalam larutan kapur tohor 10% selama 20 menit, 30 menit dan 40 menit yang

digoreng secara deep frying. Selain itu juga berbeda nyata dengan keripik kentang

dengan perlakuan ketebalan pengirisan 2 mm dan lama perendaman dalam larutan

kapur tohor 10% selama 30 menit yang digoreng secara deep frying dan ketebalan

pengirisan 3 mm dan lama perendaman dalam larutan kapur tohor 10% selama 40

menit yang digoreng secara vacuum frying.

Berdasarkan analisis SPSS, aroma keripik kentang dengan perlakuan

penggorengan dan ketebalan irisan memberikan pengaruh beda nyata sedangkan

lama perendaman memberikan pengaruh beda nyata pada keripik kentang yang

dihasilkan. Aroma keripik kentang dengan penggorengan secara vacuum frying

lebih disukai dibanding deep frying. Semakin tipis pengirisan juga memberikan

pengaruh lebih disukai oleh panelis.

Page 43: laporan praktikum

Parameter rasa memberikan hasil yang berbeda nyata pada keripik kentang

dengan perlakuan ketebalan irisan dan lama perendaman. Keripik kentang dengan

perlakuan ketebalan pengirisan 2 mm dan lama perendaman dalam larutan kapur

tohor 10% selama 20 menit yang digoreng secara vacuum frying merupakan

produk yang paling disukai oleh panelis. Keripik kentang perlakuan tersebut

secara umum berbeda nyata dengan keripik kentang perlakuan lainnnya untuk

parameter rasa pada taraf α 5% atau tingkat kepercayaan 95%. Akan tetapi tidak

berbeda nyata dengan keripik kentang dengan perlakuan ketebalan pengirisan 3

mm dan lama perendaman dalam larutan kapur tohor 10% selama 20 menit dan 30

menit yang digoreng secara vacuum frying. Selain itu juga tidak berbeda nyata

dengan keripik kentang dengan perlakuan ketebalan pengirisan 1 mm dan lama

perendaman dalam larutan kapur tohor 10% selama 20 menit yang digoreng

secara vacuum frying.

Berdasarkan analisis SPSS, rasa keripik kentang dengan perlakuan

penggorengan, ketebalan irisan dan lama perendaman memberikan pengaruh beda

nyata pada keripik kentang yang dihasilkan. Rasa keripik kentang dengan

penggorengan secara vacuum frying lebih disukai dibanding deep frying. Semakin

tebal pengirisan dan semakin lama perendaman menyebabkan penurunan tingkat

kesukaan panelis terhadap rasa keripik kentang yang dihasilkan.

Secara keseluruhan keripik kentang dengan perlakuan ketebalan pengirisan

2 mm dan lama perendaman dalam larutan kapur tohor 10% selama 20 menit yang

digoreng secara vacuum frying merupakan produk yang paling disukai oleh

panelis. Secara umum berbeda nyata dengan keripik kentang perlakuan lainnnya.

Akan tetapi tidak berbeda nyata dengan keripik kentang dengan perlakuan

ketebalan pengirisan 3 mm dan lama perendaman dalam larutan kapur tohor 10%

selama 20 menit dan 30 menit yang digoreng secara vacuum frying. Perlakuan

penggorengan, ketebalan irisan dan lama perendaman memberikan pengaruh beda

nyata pada keripik kentang yang dihasilkan. Keripik kentang dengan vacuum

frying secara keseluruhan lebih disukai oleh panelis dibanding deep frying. Akan

tetapi dilihat dari segi biaya, vacuum frying lebih mahal dibanding deep frying

sehingga perlu dipertimbangkan jenis penggorengan yang akan digunakan.

Page 44: laporan praktikum

Tabel 13 Uji sensoris keripik salak

Penggorengan Bentuk Irisan Lama

Perendaman (menit)

ParameterWarn

aArom

aTekstur Rasa Keseluruhan

Vacuum

vertikal 20 1,87ab 2,38abcde 1,69a 2,13abc 1,94a

vertikal 30 2,94d 3,19fg 2,63b 3,31ef 3,13bc

vertikal 40 3,62ef 3,44g 3,13b 3,31ef 3,37cd

horisontal 20 2,56cd 2,88cdefg 2,50b 2,88de 2,75b

horisontal 30 2,06bc 2,63bcdef 1,75a 2,63cde 2,00a

horisontal 40 3,13de 3,06efg 2,50b 3,06de 3,00bc

belah samping 20 3,00d 2,94defg 2,50b 3,13de 2,94bc

belah samping30 2,88d 2,6

3bcdef 2,50b 2,94de 2,62b

belah samping 40 3,75f 3,56g 3,69c 3,81f 3,81d

Deep

vertikal 20 1,87ab 2,56bcdef 1,44a 2,13abc 1,88a

vertikal 30 1,75ab 2,19abc 1,44a 1,75ab 1,56a

vertikal 40 1,75ab 1,81a 1,62a 1,81ab 1,62a

horisontal 20 1,88ab 2,13ab 1,50a 1,88abc 1,88a

horisontal 30 1,69ab 2,31abcd 1,69a 2,06abc 1,81a

horisontal 40 1,88ab 2,13ab 1,81a 2,38bcd 2,06a

belah samping 20 1,50ab 2,06ab 1,38a 1,69ab 1,50a

belah samping 30 1.38a 2,19abc 1,25a 1,50a 1,56a

belah samping 40 1,94ab 2,06ab 1,44a 2,06abc 1,87a

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada α 5%

Penggorengan secara vacuum lebih baik untuk menghasilkan produk

dengan bahan yang mengandung kadar gula tinggi. Hal ini disebabkan suhu

penggorengan vacuum yang rendah sehingga produk dengan kadar gula tinggi

yang digoreng tidak mengalami browning atau reaksi maillard sehingga

mempunyai kenampakan fisik yang lebih baik dibanding deep frying.

Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa parameter aroma memberikan hasil

yang berbeda nyata pada keripik salak dengan perlakuan bentuk irisan dan lama

perendaman. Keripik salak dengan irisan belah samping dan lama perendaman

dalam larutan kapur tohor 10% selama 40 menit yang digoreng secara vacuum

frying merupakan produk yang paling disukai oleh panelis.

Page 45: laporan praktikum

Aroma keripik salak dengan perlakuan penggorengan memberikan

pengaruh beda nyata sedangkan bentuk irisan dan lama perendaman tidak

memberikan pengaruh beda nyata pada keripik salak yang dihasilkan. Aroma

keripik salak dengan penggorengan secara vacuum frying lebih disukai dibanding

deep frying.

Parameter rasa memberikan hasil yang berbeda nyata pada keripik salak

dengan perlakuan bentuk irisan dan lama perendaman. Keripik salak dengan

perlakuan bentuk pengirisan belah samping dan lama perendaman dalam larutan

kapur tohor 10% selama 40 menit yang digoreng secara vacuum frying merupakan

produk yang paling disukai oleh panelis. Keripik salak perlakuan tersebut secara

umum berbeda nyata dengan keripik salak perlakuan lainnnya untuk parameter

rasa pada taraf α 5% atau tingkat kepercayaan 95%. Akan tetapi tidak berbeda

nyata dengan keripik salak dengan perlakuan bentuk pengirisan vertikal dan lama

perendaman dalam larutan kapur tohor 10% selama 30 menit dan 40 menit yang

digoreng secara vacuum frying.

Rasa keripik salak dengan perlakuan penggorengan dan lama perendaman

memberikan pengaruh beda nyata sedangkan bentuk irisan tidak memberikan

pengaruh beda nyata pada keripik salak yang dihasilkan. Rasa keripik salak

dengan penggorengan secara vacuum frying lebih disukai dibanding deep frying.

Semakin lama perendaman, rasa keripik salak semakin disukai panelis.

Secara keseluruhan keripik salak dengan perlakuan bentuk pengirisan

belah samping dan lama perendaman dalam larutan kapur tohor 10% selama 40

menit yang digoreng secara vacuum frying merupakan produk yang paling disukai

oleh panelis. Secara umum berbeda nyata dengan keripik kentang perlakuan

lainnnya. Akan tetapi tidak berbeda nyata dengan keripik salak dengan perlakuan

bentuk pengirisan vertikal dan lama perendaman dalam larutan kapur tohor 10%

selama 40 menit yang digoreng secara vacuum frying.

Perlakuan penggorengan dan lama perendaman memberikan pengaruh

beda nyata sedangkan bentuk irisan pada keripik salak yang dihasilkan. Keripik

salak dengan vacuum frying secara keseluruhan lebih disukai oleh panelis

dibanding deep frying. Hal ini dikarenakan salak mempunyai kandungan gula

Page 46: laporan praktikum

yang tinggi. Penggorengan vacuum lebih baik untuk menghasilkan produk dengan

bahan yang mengandung kadar gula tinggi. Hal ini disebabkan suhu

penggorengan vacuum yang rendah sehingga produk dengan kadar gula tinggi

yang digoreng tidak mengalami browning atau reaksi maillard sehingga

mempunyai kenampakan fisik yang lebih baik dibanding deep frying.

V. KESIMPULAN

V.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Keripik salak dan keripik kentang lebih disukai dengan metode vacuum frying

dibandingkan dengan deep frying.

Page 47: laporan praktikum

2. Ketebalan bahan dan lama perendaman mempengaruhi karakteristik keripik

kentang dan keripik salak

3. Metode penggorengan vacuum frying lebih baik untuk menghasilkan produk

dengan bahan yang mengandung kadar gula tinggi.

4. Lama perendaman dapat mempengaruhi rasa keripik yang disukai panelis.

5. Panelis lebih menyukai keripik yang digoreng dengan metode vacuum frying.

V.2 Saran

Pemilihan proses penggorengan (metode penggorengan) juga harus

diperhatikan produk pangan yang sesuai untuk digoreng dengan metode

penggorengan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Adicahyadi, Lisa. 2008. Renyahnya Bisnis Keripik Kentang. http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=55806. 10 Desember 2010.

Anonim. 2003. Industri Pangan Butuh Uji Sensoris. http://www.pelita.or.id/baca.php?id=35545. (Diakses tanggal 14 Desember 2010).

Page 48: laporan praktikum

Anonim. 2008. Sifat-sifat Sensoris. http://tekhnologi-hasil-pertanian.blogspot.com/ 2008/ 08/ sifat - sifat - sensoris_8614.html. (Diakses tanggal 17 Mei 2009).

Anonim. 2008. Menggoreng Buah dan Sayur Menggunakan Mesin Vacuum frying. http://keripikbuah.com/menggoreng-buah-dan-sayur-dengan-mesin-vacuum-frying.htm. 3 November 2010.

Anonim. 2010. Kandungan air dalam bahan pangan. http://www.rajman.co.cc/2010/07/kandungan-air-dalam-bahan-pangan.html, akses tanggal 31 Agustus 2010.

Anonim. 2010. http://www.suaramerdeka.com/harian/0401/13/dar21.htm, akses tanggal 31 Agustus 2010

Anonim. 2010. Penggorengan Vakum Untuk Pembuatan Kripik Buah-buahan. http://www.pustaka-deptan.go.id/agritek/dkij0122.pdf. (Diakses pada tanggal 1 September 2010).

De Mand, John M. 1997. Kimia Makanan. Penerbit ITB, Bandung.

Dimitrios Boskou dan Ibrahim Elmadfa, 1997, Frying of Food, Technomic Publishing CO.INC, Lancaster-Basel.

Herawati, Heny. 2008. Penentuan Umur Simpan Pada Produk Pangan. Jurnal Litbang Pertanian.

Kartika, Bambang, Pudji Astuti dan Wahyu Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Ketaren, S. Minyak dan Lemak Pangan, 1986, UI Press.

Rahayu, Kapti. 1988. Penyedap. dalam Bahan Tambahan Makanan (Food Additives). Trenggono, dkk. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.

Sartika, R.A.D., Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (Deep frying) terhadap pembentukan asam lemak trans. Makara, sains, vol. 13, no. 1, April 2009 : 23 – 28. CV Yasaguna. Jakarta.

Setiyo, Yohanes. 2003. Aplikasi Sistem Kontrol Suhu dan Pola Aliran Udara pada Alat Pengering Tipe Kotak. [email protected]. (Diakses pada tanggal 31 Agustus 2010).

Setyarso, Nur Asidik. 2004. Skripsi. Perpindahan Panas dan Massa pada Kentang Berbentuk Silinder Selama Penggorengan Tekanan Hampa. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada.

Siregar, Halomoan P, Dadang D. Hidayat dan Sudirman. 2004. Evaluasi Unit Proses “Vacum Frying” Skala Industri Kecil Menengah. http://203.190.188.132/download//e-book/makalah/Vakum%20frying.pdf. (Diakses pada tanggal 30 Agustus 2010).

Page 49: laporan praktikum

Soritua, Parulian. 2010. Pembuatan Keripik Kentang. http://kamiitp08.blogspot.com/2010/10/pembuatan-keripik-kentang.html. 3 November 2010.

Tandilittin, H. Desain dan Uji Penggoreng Open Deep frying dengan perubahan posisi elemen pemanas. Tesis IPB. 2008.

Tobias, Pedro, Ricardo del Rosario, Manuel Palomar, Romeo Obordo, Marianto R. Villanueva, Amelia Gerpacio, Federico G. Villamayor, E. Magboo, Dely P. Gapasin dan Madeline B. Quiamco. 1983. The Philippines Recommends for Cassavaa. Philippine Council for Agriculture and Resources Research and Development. Los Banos. Laguna.

Widaningrum, N. Setyawan dan D.A. Setyabudi. 2008. Pengaruh Cara Pembumbuan dan Suhu Penggorengan Vakum Terhadap Sifat Kimia dan Sensori Keripik Buncis (Phaseolus radiatus) Muda. http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/media/ publikasi /jurnal/j.Pascapanen.2008_2_6.pdf. (Diakses pada tanggal 30 Agustus 2010).

Wijaya, C. Hanny. 2009. The Science of Taste . Sensasi Rasa. Food Review. Vol.IV, No.10, Oktober 2009, hal. 10. PT Media Pangan Indonesia. Bogor.

Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Page 50: laporan praktikum

LAMPIRAN

Lampiran 1. Pengujian Sensoris dengan Metode Scale Hedonic Test

(Larmond, 1977)

1. Sampel keripik, kemudian ditempatkan di dalam cawan porselin. Masing-

masing cawan diberi label secara acak dan ditata secara acak juga.

2. Panelis dipersilahkan mencicipi sampel satu per satu dengan diselingi

berkumur air hangat dan memakan roti tawar pada tiap sampel untuk

menghindari adanya bias.

Page 51: laporan praktikum

3. Panelis menuliskan penilaian masing-masing sampel pada boring yang

disediakan. Penilaian meliputi warna, bau atau flavor, tekstur, rasa dan

keseluruhan.

Pengujian Sensoris

Nama : ………………….. Tanggal : …………….. 2010

Jenis kelamin : ………………….. Tanda Tangan : ……………..

Umur : ………………….. Sampel : Keripik

Dihadapan saudara disajikan suatu produk makanan, yaitu keripik yang

terbuat dari kentang dan salak. Saudara diminta untuk memberikan penilaian

terhadap masing-masing parameter dengan memberikan nilai pada kolom sesuai

dengan penilaian saudara:

Page 52: laporan praktikum

Tahap 1. Penilaian produk keripik dengan menggunakan skala penilaian:

1 = sangat tidak suka 4 = agak suka

2 = tidak suka 5 = sangat suka

3 = suka

Parameter KentangWarnaBau/flavorTeksturRasaKeseluruhan

Parameter SalakWarnaBau/flavorTeksturRasaKeseluruhan

Atas partisipasi Anda kami ucapkan banyak terima kasih

Lampiran 2. Analisa tekstur dengan Zwick/ Z 0.5

1. Siapkan sampel sesuaikan dengan perlakuan

2. Aktifkan Program Universal Testing Machine

3. Power mesin dalam posisi ON

4. Panel mesin dalam posisi ON

5. Tunggu sampai proses download selesai

Page 53: laporan praktikum

6. Sesuaikan Test Standar (Compression, Tensile Strength, Penetration)

7. Setiap melakukan pengujian perhatikan parameter, sesuaikan dengan

pengujian yang akan dilakukan

8. Isi data sampel sesuai dengan specimen

9. Lakukan pengujian, tunggu sampai proses pengujian selesai

10. Sesuaikan grafik dengan data yang ada

11. Tulis kode sampel

12. Cetak hasil pengujian

Lampiran 3. Analisa kadar air metode Gravimetri (AOAC, 1984).

1. Ditimbang sampel yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 gram dalam botol

timbang yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC dan diketahui

beratnya (berat konstan).

2. Dikeringkan pada suhu 100-105oC selama 3-5 jam, didinginkan dalam

desikator lalu timbang. Dipanaskan lagi dalam oven selama 30 menit,

Page 54: laporan praktikum

kemudian dinginkan dan ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai tercapai

berat konstan.

3. Pengurangan berat ini merupakan banyaknya air dalam sampel yang dihitung

dengan rumus:

Kadar air (%)=a−ba

×100 %

Keterangan:

a = berat sampel mula-mula (gram)

b = berat sampel setelah dikeringkan (gram)

Lampiran 4. Analisa warna dengan Lovibond Tintometer model F.

Cara Kerja:

1. Masukkan bahan ke dalam cuvet

2. Diletakkan dalam chamber lid (alat tintometer) dan kemudian ditutup

3. Hidupkan alat atau tekan power

4. Diamati warna sampel dengan eyepiece dan mengatur warna sampai sama

menggunakan parameter warna (panel)

5. Dilihat angka panel

Page 55: laporan praktikum