I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki produk hasil pertanian yang sangat berpotensi untuk
meningkatkan hasil devisa negara. Pada saat musim panen, produksi hasil
pertanian berlimbah sehingga beberapa hasil pertanian harga jualnya rendah. Saat
ini produksi yang melimpah belum dimanfaatkan (Antarlina 2005). Produk hasil
pertanian yang memiliki umur simpan yang pendek sehingga perlu upaya untuk
meningkatkan umur simpan dan nilai tambah (Sofyan, 2004). Peningkatan
kualitas dan diversifikasi produk maka tidak mustahil dapat memasuki pasar
internasional melalui peningkatan teknologi proses pengolahan.
Deep frying dan vacuum frying merupakan teknologi proses pengolahan
pangan dengan menggunakan media minyak panas. Akan tetapi pada deep frying
menggunakan suhu tinggi, sedangkan pada vacuum frying menggunakan suhu
yang lebih rendah karena proses pembuatannya membutuhkan alat khusus dengan
menurunkan tekanannya, sehingga proses penggorengannya dapat berlangsung
pada suhu rendah.
Deep frying dapat digunakan untuk menggoreng semua bahan makanan,
seperti kentang, salak, apel, papaya, wortel, dan lain sebagainya. Deep frying
merupakan sistem penggorengan dengan menggunakan titik asap yang lebih
tinggi karena suhu pemanasan yang lebih tinggi, biasanya mencapai 200-205oC
dan bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak (Ketaren, 1986).
Kentang dan Salak merupakan produk pangan yang dapat diolah menjadi
produk baru, seperti keripik, tepung, kentang goreng dan lain-lain. Produk olahan
ini yang dapat meningkatkan nilai jual dan umur simpan lebih lama.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum teknologi proses pengolahan adalah sebagai
berikut:
1. Mempelajari proses deep frying dan vacuum frying.
2. Mengetahui pengaruh ketebalan bahan (kentang) dan lama perendaman dan
larutan kapur terhadap kadar air, tekstur, warna dan sifat sensoris keripik
kentang menggunakan teknik deep frying dan vacuum frying.
3. Membandingkan kualitas produk dengan menggunakan deep frying dan
vacuum frying.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kentang (Solanum tuberosum L.)
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang luar biasa melimpah,
termasuk kedalamnya potensi umbi-umbian, contohnya adalah kentang . Produksi
kentang yang cukup melimpah dan tidak termanfaatkan terutama saat musim
panen, membuat harga jual turun dan membuat jenis pangan ini mengalami
kebusukan dikarenakan masa simpan yang pendek bagi produk segar, hal ini
membuat petani mengalami kerugian.
Diversifikasi produk olahan segar menjadi produk keripik merupakan
salah satu cara untuk memperpanjang umur simpan, produk yang dihasilkan lezat
dan bergizi sehingga dapat meningkatkan harga jualnya, dibanding dalam bentuk
segarnya.
Snack alternatif yang yang sehat dan cukup bergizi ini, diminati dipasar
ekspor karena tidak menggunakan bahan kimia dalam proses pembuatannya,
selain itu kualitas, rasa dan aromanya hampir sama dengan umbi yang segar,
sehingga hal ini dapat mengundang daya tarik orang untuk mencoba menikmati
produk keripik kentang.
Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman semusim
yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae,
Kelas Dicotyledonae, Ordo Tubiflorae, Famili Solanaceae, Genus Solanum, dan
Spesies Solanum tuberosum L. Tanaman kentang berasal dari Amerika Selatan
(Peru, Chili, Bolivia, dan Argentina) serta beberapa daerah Amerika Tengah. Di
Eropa daratan tanaman itu diperkirakan pertama kali diintroduksi dari Peru dan
Colombia melalui Spanyol. Pada tahun 1570 dan di Inggris pada tahun 1590.
Penyebaran kentang ke Asia (India, Cina, dan Jepang), sebagian ke Afrika, dan
kepulauan Hindia Barat dilakukan oleh orang-orang Inggris pada akhir abad ke-17
dan di daerah-daerah tersebut kentang ditanam secara luas pada pertengahan abad
ke-18.
Menurut Permadi (1989), saat masuknya tanaman kentang di Indonesia
tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada tahun 1794 tanaman kentang ditemukan
telah ditanam di sekitar Cisarua (Kabupaten Bandung) dan pada tahun 1811
tanaman kentang telah tersebar luas di Indonesia, terutama di daerah-daerah
pegunungan di Aceh, Tanah Karo, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan,
Minahasa, Bali, dan Flores. Di Jawa daerah-daerah pertanaman kentang berpusat
24 di Pangalengan, Lembang, dan Pacet (Jawa Barat), Wonosobo dan
Tawangmangu (Jawa Tengah), serta Batu dan Tengger (Jawa Timur). Spesifikasi
mutu kentang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Spesifikasi mutu kentang (Solanum Tuberosum L.)
No Jenis UjiPersyaratan
Mutu I Mutu II
1Keseragaman warna dan
bentukSeragam Seragam
2 Keseragaman ukuran Seragam Seragam
3 Kerataan permukaan kentang Rata Tidak diper-syaratkan
4 Kadar kotoran (bobot/bobot) % Maks 2,5 Maks 2,5
5 Kentang cacat (bobot/bobot) % Maks 5 Maks 10
6 Ketuaan kentang Tua Cukup tua
Sumber : Sosrosoedirdjo, 1983 dalam Rukmana, 1997
Nilai gizi kentang sebagai makanan tunggal tergolong rendah proteinnya
dibandingkan dengan beras. Tetapi sebagai makanan pelengkap atau selingan,
kentang merupakan sumber yang baik untuk memenuhi gizi. Kentang dapat diolah
menjadi makanan ringan seperti keripik atau kue. Adapun kandungan gizi kentang
dapat dilihat pada Tabel 2. Kentang sebagai bahan baku utama pembuatan keripik
melewati berbagai tahapan pengolahan (proses produksi) hingga menjadi produk
keripik Berikut ini adalah uraian proses produksi:
1. Pengupasan
Pengupasan adalah tahap paling awal dalam proses pembuatan
keripik. Tujuan dari pengupasan ini adalah untuk membuang kulit kentang dan
memisahkan umbi dari kulitnya. Proses ini dilakukan secara manual
(menggunakan pisau).
2. Perajangan
Proses perajangan adalah proses pemotongan kentang yang telah
dikupas dengan mesin perajang. Tujuan dari perajangan ini adalah untuk
memotong kentang dengan bentuk dan ketebalan yang sama. Kentang yang
telah dirajang selanjutnya dibawa ke bagian pencucian.
3. Pencucian
Kegiatan ini bertujuan untuk membersihkan kentang yang telah
dirajang. Kentang direndam ke dalam sebuah bak yang berisi air kemudian
ditiriskan, yaitu proses pengeringan kentang yang telah selesai dicuci sebelum
tahap penggorengan.
4. Penggorengan
Penggorengan dilakukan di dalam wadah yang terbuat dari logam
(berbentuk segi empat) dan berisi minyak goreng panas. Setiap kali
penggorengan, dimasukkan sekitar 2 keranjang kentang. Proses ini bertujuan
untuk mematangkan kentang menjadi keripik. Setelah menjadi keripik hasil
tersebut ditiriskan untuk mengurangi minyak dan menurunkan suhu
(Anonim, 2010).
Tabel 2. Kandungan gizi dalam tiap 100 gr kentang
No Kandungan gizi Kentang pahit Kentang kuning (manis)123456789101112
Kalori (kal)Protein (g)Lemak (g)Karbohidrat (g)Kalsium (mg)Fosfor (mg)Zat besi (mg)Vitamin A (SI)Vitamin B1 (mg)Vitamin C (mg)Air (g)Bagian yang dapat dimakan (%)
146,001,200,3034,7033,0040,000,700,000,0630,0062,5075,00
157,000,800,3037,9033,0040,000,70385,000,0630,0060,0075,00
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981) dalam Rukmana (1997)
Makanan ringan atau snack telah berkembang dengan pesat, baik jenisnya,
citarasa maupun kemasannya. Kini semakin banyak jenis makanan ringan yang
muncul di pasaran dengan berbagai bahan baku. Salah satu jenis makanan ringan
yang cukup berhasil di pasaran adalah keripik.
Kentang mempunyai peran dalam siklus perekonomian nasional terutama
di Negara-negara Asia Tenggara dan Amerika Latin. Kentang diolah menjadi
berbagai produk untuk lebih meningkatkan daya gunanya. Beberapa contoh
pengolahan kentang akan menghasilkan produk seperti pati, ketela, tepung
tapioca, keripik kentang, bahan tambahan dalam pembuatan kertas, tekstil, MSG,
dan lain-lain (Dianingrum, 2004).
Keripik kentang sebagai salah satu makanan ringan dibuat dari kentang
segar. Sebelum diproses kentang terlebih dahulu dicuci untuk menghilangkam
asam hidrosianida yang bersifat racun. Kentang diiris tipis dengan ketebalan
tertentu dan dikeringkan sampai kadar air yang sangat rendah. Walaupun sudah
awet namun selama pemasaran dan penyimpanan, keripik kentang masih
mengalami perubahan sifat terutama kehilangan kerenyahan akibat betambahnya
kadar air. Perubahan sifat ini akan mengakibatkan turunnya mutu dari keripik
kentang tersebut (Dianingrum, Fara, 2004).
Proses yang umum dilakukan dalam pengolahan pangan dapat
dikelompokkan menjadi operasi mekanis, fisis, kimia dan mikrobiologis. Di
dalam suatu pengolahan pangan bisa terjadi satu atau lebih jenis operasi. Operasi
yang banyak dilakukan di dalam pengolahan dan persiapan bahan makanan adalah
penggorengan. Penggorengan diartikan sebagai pemasakan bahan makanan
dengan panas sehingga dihasilkan produk yang kering, masak dan siap dimakan.
Penggorengan umumnya dilakukan dengan media pembawa panas berupa minyak
atau lemak (Setyarso, 2004).
2.2 Salak (Salacca edulis Reinw.)
Salak merupakan komoditas yang mempunyai nilai komersial di
Indonesia. Salak adalah sejenis palma dengan buah yang biasa dimakan. Ia
dikenal juga sebagai sala (Min., Mak., Bug., dan Thai). Dalam bahasa Inggris
disebut salak atau snake fruit, sementara nama ilmiahnya adalah Salacca zalacca.
Buah ini disebut snake fruit karena kulitnya mirip dengan sisik ular.
Salak terutama ditanam untuk dimanfaatkan buahnya, yang populer
sebagai buah meja. Selain dimakan segar, salak juga biasa dibuat manisan, asinan,
dikalengkan, atau dikemas sebagai keripik salak. Salak yang muda digunakan
untuk bahan rujak. Umbut salak pun dapat dimakan.
Helai-helai anak daun dan kulit tangkai daunnya dapat digunakan sebagai
bahan anyaman, meski tentunya sesudah duri-durinya dihilangkan lebih dahulu.
Karena duri-durinya hampir tak tertembus, rumpun salak kerap ditanam sebagai
pagar. Demikian pula, potongan-potongan tangkai daunnya yang telah mengering
pun kerap digunakan untuk mempersenjatai pagar, atau untuk melindungi pohon
yang tengah berbuah dari pencuri. Untuk pengobatan seperti untuk menghentikan
diare, jadi bila kebanyakan makan salak akan menyebabkan kesulitan membuang
air besar dalam kadar menengah. kadang kulit salak juga di gunakan dalam
traditional china medicine/jamu sebagai bahan obat.
Salak pondoh adalah fenomenal. Mulai dikembangkan pada kira-kira
tahun 1980an, salak yang manis dan garing ini segera menjadi buah primadona
yang penting di wilayah DIY. Tahun 1999, produksi buah ini di Yogyakarta
meningkat 100% dalam lima tahun, mencapai 28.666 ton. Kepopuleran salak
pondoh di lidah konsumen Indonesia tak lepas dari aroma dan rasanya, yang
manis segar tanpa rasa sepat, meski pada buah yang belum cukup masak
sekalipun.
Gambaran produksi itu jelas memperlihatkan lonjakan pesat dari tahun-
tahun sebelumnya. Perkiraan produksi salak di seluruh Jawa sampai tahun 1980an
hanya berkisar antara 7.000 – 50.000 ton, dengan wilayah Jawa Barat
menyumbang kurang lebih setengah dari jumlah itu. Salak pondoh sendiri ada
bermacam-macam lagi variannya. Beberapa yang terkenal di antaranya adalah
pondoh super, pondoh hitam, pondoh gading, pondoh nglumut yang berukuran
besar, dan lain-lain. Di wilayah DIY, sentra penghasil salak pondoh ini adalah
kawasan lereng Gunung Merapi yang termasuk wilayah Kecamatan Turi,
Kabupaten Sleman. Salak pondoh nglumut atau kerap pula disebut salak nglumut,
namanya diambil dari nama desa penghasil varietas salak unggul ini yaitu Desa
Nglumut yang juga berada di hamparan Merapi dan termasuk ke dalam wilayah
Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Kini perkebunan
salak pondoh telah meluas ke mana-mana, seperti ke wilayah Wonosobo,
Banjarnegara, Banyumas, Kuningan dan lain-lain.
Salak (Salacca edualis Reinw) merupakan salah satu jenis buah tropis
indigenous. Indonesia yang mempunyai potensi tinggi dikembangkan sebagai
komoditas unggulan untuk ekspor. Salak pondoh adalah satu diantara jenis salak
yang sudah menjadi buah unggulan nasional. Buah salak sangat cepat mengalami
kerusakan terutama bila tertunda pemanfaatannya, karena setelah dipanen buah
salak masih terus melangsungkan aktivitas fisiologis seperti respirasi dan
transpirasi. Dengan aktivitas fisiologis tersebut, secara berangsur mutu buah akan
menurun, kulit buah kering dan daging buah mulai layu, gejala infeksi patogen
mulai terlihat, hingga akhirnya buah akan menjadi busuk. Diperlukan teknologi
penanganan segar buah salak untuk meningkatkan daya simpannya hingga mampu
melampaui waktu transportasi ekspor buah menggunakan kapal laut (untuk ekspor
ke Malaysia dan Singapura).
Kombinasi penggunaan perlakuan anti mikroba alami dan sistem
pengemasan atmosfir termodifikasi buah salak pada suhu dan metode
penumpukan kemasan yang tepat selama transportasi dan penyimpanan,
diharapkan mampu mempertahankan mutu fisiko-kimia buah dan memperpanjang
masa kesegarannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan anti
mikroba alami dan atau uap panas dapat menjadi alternatif untuk menanggulangi
kerusakan mikrobiologi pada buah salak selama penyimpanan. Penggunaan anti
mikroba alami menghasilkan penghambatan terhadap infeksi cendawan yang lebih
baik dan mampu mempertahankan kesegaran buah salak sampai 21 hari dengan
kerusakan sebesar 8,3%, sedangkan kerusakan buah salak tanpa perlakuan
(kontrol) sudah mencapai lebih dari 80%.
Ketuaan buah mempengaruhi ketahanan segar buah salak dalam
penyimpanan. Untuk konsumsi pasar lokal, petani memanen buah salak pada
ketuaan 80% atau lebih (umur buah 6 bulan atau lebih), sedangkan untuk
keperluan ekspor tingkat ketuaan panen buah salak berkisar antara 60-70% (umur
buah 5 bulan atau kurang dari 6 bulan, yang dihitung sejak proses pembuahan).
Gambar 1. Gejala kerusakan buah salak pada penyimpanan : gejala busuk basah (A), gejala busuk kering (B), dan gejala ’chilling injury’ pada daging buah (C).
2.3 Vacuum frying
Salah satu usaha untuk memperpanjang masa simpan sayuran atau buah
adalah dengan metode pengeringan atau pemasakan untuk mendapatkan produk
sayuran atau buah kering siap santap. Pengeringan merupakan suatu proses
penghilangan atau pengeluaran sebagian air dari bahan pangan dengan cara
menguapkan air dan menggunakan energi panas, sampai batas mikroba tidak
dapat hidup (Winarno, 1997). Keuntungan dari pengeringan adalah bahan pangan
dapat menjadi lebih awet, volume bahan menjadi lebih kecil dan ringan serta
mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan penyimpanan, sehingga
pada akhirnya dapat memperkecil biaya produksi terutama apabila dilakukan
dalam jumlah besar.
Penggorengan vakum adalah salah satu teknologi pengeringan yang dapat
diterapkan pada sayur-sayuran dan buah-buahan. Untuk tetap dapat
mempertahankan gizinya, banyak jenis buah-buahan dan sayuran yang dapat
diproses dengan penggorengan vakum, seperti buncis muda, brokoli, kembang
kol, wortel, nenas, mangga, apel, dan sebagainya. Beberapa negara di Asia
(Jepang, Thailand, Taiwan) telah menggunakan teknologi penggorengan vakum
ini untuk memproduksi snack bergizi dan menyehatkan dari sayur-sayuran
(Widaningrum, 2008).
Penggorengan vakum merupakan cara pengolahan yang tepat untuk
menghasilkan kripik buah-buahan dengan mutu tinggi. Dengan teknologi ini
buah-buahan yang melimpah dan terbuang pada saat musim buah, dapat
dimanfaatkan sehingga tetap memiliki harga jual tinggi. Cara menggoreng dengan
menggunakan penggoreng vakum (hampa udara), akan menghasilkan kripik
dengan warna dan aroma buah asli serta rasa lebih renyah. Kerenyahan tersebut
diperoleh karena proses penurunan kadar air dalam buah terjadi secara berangsur-
angsur.
Untuk menghasilkan produk dengan kualitas yang bagus dalam artian
warna, aroma, nilai nutrisi dan rasa buah-sayur tidak berubah dan renyah maka
pengaturan suhu yang digunakaan tidak boleh melebihi 85 oC dan tekanan vakum
antara 65 – 76 cmHg. Proses penggorengannya dapat berlangsung pada suhu
rendah, disamping kedap udara sehingga tidak bersinggungan dengan udara yang
dapat menimbulkan pencoklatan pada produk yang dihasilkan karena proses
oksidasi (Anonim, 2007). Gambar vacuum fryer ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Vacuum fryer
Keterangan gambar :
1. Pompa Vakum Water jet, berfungsi untuk menghisap udara di dalam ruang
penggoreng sehingga tekanan menjadi rendah, serta untuk menghisap uap air
bahan.
2. Tabung Penggoreng, berfungsi untuk mengkondisikan bahan sesuai tekanan
yang diinginkan. Di dalam tabung dilengkapi keranjang buah setengah
lingkaran.
3. Kondensor, berfungsi untuk mengembunkan uap air yang dikeluarkan selama
penggorengan. Kondensor ini menggunakan air sebagai pendingin.
4. Unit Pemanas, menggunakan kompor gas LPG.
5. Unit Pengendali Operasi (Boks Kontrol), berfungsi untuk mengaktifkan alat
vakum dan unit pemanas.
6. Bagian Pengaduk Penggorengan, berfungsi untuk mengaduk buah yang berada
dalam tabung penggorengan. Bagian ini perlu sil yang kuat untuk menjaga
kevakuman tabung.
7. Mesin pengering (spinner), berfungsi untuk meniriskan keripik.
Sejauh ini beberapa jenis buah yang sudah umum dibuat keripik dengan
menggunakan penggorengan vakum adalah pisang, apel, kentang, kentang,
pepaya, melon, mangga, nanas, dan sebagainya. Untuk produk buah dan sayuran
lainnya masih perlu dilakukan penelitian. Keuntungan penggorengan vakum
dibandingkan dengan penggorengan konvensional adalah warna buah atau sayur
relatif tidak berubah, lebih renyah, tampil lebih menarik dan rasa lebih enak.
Produk inilah yang disukai konsumen (Widaningrum, 2008).
Gambar 3. Skema susunan sistem peralatan penggorengan vakum
Keterangan : 1. Tabung/tangki penggorengan 6. Drum air
2. Kotak panel kontrol 7. Tabung gas elpiji
3. Kondensor 8. Pompa air
4. Penampung kondensat 9. Keranjang bahan
5. Pompa vakum
(Siregar, Halomoan P, Dadang D. Hidayat dan Sudirman, 2004).
Spesifikasi mesin penggoreng vakum (vacuum frying):
Merk : Reksa
Type : RK-07 VF
Ruang penggoreng : 0,185 M3
System penggoreng : Diskontinyu
Bahan : Plat stainless steel
Kapasitas : 7,5 kg bahan masuk
Sistem pemanas : Elemen heater 3000 W
Wadah bahan : Plat stainless steel berlubang
Volume minyak : 105 L
Penerangan : lampu 50 Watt/12 Volt
Pengadukan : manual
Sensor suhu : Thermocontrol
Sistem vakum
Pompa : 1000 Watt/220 Volt
Jumlah injector : 15 buah
Sistem sirkulasi : kontinyu
Sistem pendinginan
Dimensi bak : 600 x 1200 x 1800 mm
Pendinginan : kondensor dengan air sebagai medium pendingin
Pengatusan minyak (Spiner)
Dimensi centrifuge : 500 x 600 x 600 mm
Motor : 0,25 PK
Putaran : 400 rpm
Cara kerja mesin penggorengan vakum:
1. Mengatur control suhu sesuai dengan suhu penggorengan yang digunakan
2. Menekan tombol power untuk menghidupkan mesin penggoreng vakum
3. Memasukkan sampel yang telah dikupas ke dalam keranjang yang ada pada
ruang penggorengan dan menutup rapat ruang penggoreng
4. Setelah mencapai suhu yang dikehendaki, pompa vakum mulai dihidupkan
5. Pada tekanan 70-76 cmHg, mulai dilakukan penggorengan dengan
menggerakkan tuas keranjang sehingga bahan terendam minyak goring
6. Setelah mencapai waktu yang dikehendaki keranjang yang ada dalam ruang
penggoreng diangkat dengan menggerakkan tuas. Tutup ruang penggoreng
dibuka dan bahan diambil selanjutnya dimasukkan dalam centrifuge untuk
meniriskan minyak
2.4 Deep frying
Deep frying merupakan sistem penggorengan dengan menggunakan titik
asap yang lebih tinggi karena suhu pemanasan yang lebih tinggi, biasanya
mencapai 200-205oC dan bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak.
Lemak atau minyak yang digunakan dengan sistem menggoreng deep frying
adalah yang tidak berbentuk emulsi dan mempunyai titik asap (smooking point) di
atas suhu penggorengan, sehingga asap tidak terbentuk selama proses
penggorengan. Jika pada proses penggorengan terbentuk asap atau smook, maka
ini berarti lemak tersebut mengalami dekomposisi sehingga mengakibatkan bau
dan rasa tidak enak pada bahan yang digoreng. Suhu menggoreng optimum adalah
161-190oC.
Produk penggorengan mempunyai warna, aroma, serta rasa yang khas
sehingga disukai oleh setiap orang. Produk penggorengan mengandung minyak
dan akrilamida yang merugikan kesehatan. Waktu penggorengan adalah salah satu
faktor yang sangat mempengaruhi kandungan minyak, kandungan akrilamida
dalam produk dan tingkat konsumsi energi.
Waktu penggorengan tergantung pada proses pindah panas dari minyak
goreng ke produk. Pindah panas dari minyak ke produk tergantung pada suhu
minyak di sekitar produk. Suhu minyak disekitar produk dipengaruhi oleh desain
penggoreng yaitu tinggi minyak dalam penggoreng dan desain elemen pemanas.
Penempatan sebagian elemen pemanas di bagian atas penggoreng akan
mempengaruhi pergerakan minyak dalam penggoreng (Tandilittin, 2008).
Proses pemasakan berlangsung oleh penetrasi panas dari minyak yang
masuk ke dalam bahan pangan. Proses pemasakan ini dapat mengubah atau tidak
merubah karakter bahan pangan, tergantung dari bahan pangan yang diperoleh.
Hasil gorengan yang berukuran tipis seperti kripik merupakan pengecualian.
Permukaan lapisan luar (outer zone surface) akan berwarna coklat keemasan
akibat penggorengan atau yang disebabkan oleh reaksi browning. Tingkat
intensitas warna browning (pencoklatan) ini tergantung dari lama dan suhu
menggoreng dan juga komposisi kimia pada permukaan luar dari bahan pangan.
Jika bahan segar digoreng, makan bagian luar kulit akan mengkerut akibat proses
dehidrasi bagian luar bahan pangan pada waktu menggoreng. Pembentukannya
terjadi akibat panas dari lemak panas sehingga menguapkan air yang terdapat pada
bagian luar bahan pangan. Selama proses menggoreng dengan sistem deep frying
berlangsung, sebagian minyak masuk ke bagian kerak dan bagian luar sehingga
outer zone dan mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi air
(Ketaren, 1986).
Minyak yang diserap untuk mengempukkan bahan makanan, sesuai dengan
jumlah air yang menguap pada saat menggoreng. Lapisan permukaan merupakan
hasil reaksi Maillard (browning non enzimatic) yang terdiri dari polimer yang
larut, dan tidak larut dalam air serta berwarna coklat kekuningan. Biasanya
senyawa polimer ini terbentuk bila makanan jenis gula dan asam amino, protein
dan atau senyawa yang mengandung nitrogen digoreng secara bersamaan. Pada
beberapa makanan seperti kentang dan kulit ayam memiliki natural coating,
sehingga tidak membutuhkan breading dan battering dahulu sebelum dilakukan
penggorengan (Sartika, 2009). Gambar deep fryer ditunjukkan pada gambar 4.
Gambar 4. Deep fryer
2.5 Air Dalam Bahan Pangan
Air dalam bahan pangan memiliki peranan yang sangat penting karena air
merupakan sumber nutrient seperti bahan makanan lainnya dan keberadaan air
sanagt penting untuk keberlangsungan proses biokimiawi organism hidup. Air
yang terdapat dalam bahan pangan sangat berperan penting yaitu berfungsi untuk
membentuk tekstur bahan pangan, cita rasa dan kesegaran bahan pangan. Air
dalam bahan pangan terdapat dalam :
a. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan interglanular dan pori-pori
yang terdapat pada larutan
b. Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorpsi) pada permukaan
koloid makromolekular seperti protein, pectin pati dan sellulosa, selain itu juga
terdispersi diantara koloid tersebut dan merupakan pelarut zat-zat yang ada
dal;am sel. Air merupakan pelarut zat-zat yang ada dalam sel. Air yang ada
dalam bentuk ini masih mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan pada
proses pembekuan. Ikatan antara air dengan koloid tersebut merupakan ikatan
hydrogen.
c. Air dalan keadaan terikat kuat, yaitu air yang membentuk hidrat, ikatan bersifat
ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan.
Fungsi air dalam bahan pangan adalah sebagai :
a. Air dapat mempengaruhi penampakan tekstur serta cita rasa makanan
b. Air dalam bahan makanan menentukan kesegaran dan daya bahan makanan
c. Kerusakan bahan makanan dapat ditentukan oleh kandungan air yang ada
dalam bahan makanan, seperti pembusukan bahan pangan oleh mikroba.
d. Air dalam bahan makanan menentukan komposisi yang dapat menentukan
kualitas bahan makanan tersebut.
Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan
adalah perubahan kadar air dalam produk. Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan
kadar air, yang umumnya digambarkan sebagai kurva isotermis, serat
pertumbuhan bakteri, jamur dan mikroba lainnya. Makin tinggi aw pada umumnya
makin banyak bakteri yang dapat tumbuh, sementara jamur tidak menyukai aw
yang tinggi (Christian 1980 dalam Herawati 2008). Mikroorganisme menghendaki
aw minimum agar dapat tumbuh dengan baik, yaitu untuk bakteri 0,90, khamir
0,80-0,90 dan kapang 0,60-0,70 (Winarno, 1992 ).
Prabhakar dan Amia (1978) dalam Herawati (2008) menyatakan bahwa
pada aw yang tinggi, oksidasi lemak berlangsung lebih cepat dibanding pada aw
rendah. Kandungan air dalam bahan pangan selain mempengaruhi perubahan
kimia juga ikut menentukan kandungan mikroba pada pangan, begitu pula dengan
penghilangan (pengeringan) dan pembekuan air (deMan, 1997). Penghilangan
kandungan air dari dalam bahan pangan merupakan salah satu prinsip dasar
pengawetan bahan pangan dengan cara pengeringan yang dapat dilakukan secara
sederhana melalui penjemuran sinar matahari atau menggunakan alat bantu seperti
vacuum frying atau dengan sistem penggorengan deep frying, yang pada intinya
adalah penghilangan kadar air untuk proses pengawetan sehingga menghambat
pertumbuhan mikroba pembusuk dan memperpanjang umur simpang bahan
pangan tersebut.
Kadar air merupakan persentase kandungan air dalam suatu bahan, dapat
dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) dan berat kering (dry basis). Kadar
air dalam berat basah batas maksimum teoritis adalah < 100% sedang kadar air
berat kering batas maksimumnya > 100%. Kadar air setimbang adalah kadar air
bahan pada kondisi tekanan uap bahan sama dengan tekanan uap air pada
lingkungannya pada suhu dan kelembaban konstan.
Analogi dengan hokum pendinginan Newton dengan analisa pengering.
Dengan asumsi bahwa laju kehilangan lengas dari bijian yang dikelilingi udara
pengering sebanding dengan perbedaan antara kadar air bijian dan kadar air
setimbang, maka dapat dinyatakan:
dM/dt = K (M-Me)
dengan menggunakan kondisi awal dan kondisi batas Mo untuk t = 0 dan Mt
untuk t > 0 maka persamaannya menjadi:
M t−Me
M o−Me = e−k xt
nilai (Mt - Me)/(Mo – Me) disebut nisbah lengas atau moisture ratio (MR) dimana
Mt adalah kadar air bahan pada penggorengan selama t menit, Mo adalah kadar
air awal bahan, Me adalah kadar air setimbang Kx adalah konstanta laju
penurunan kadar air bahan dan t adalah waktu penggorengan (menit).
Kadar air setimbang adalah kadar air bahan pada kondisi tekanan uap
bahan sama dengan tekanan uap air pada lingkungannya pada suhu dan
kelembaban konstan. Pada kasus ini kadar air setimbang (Me) = 0, maka:
lnM t
M o
=−K x t
2.6 Penggorengan Bahan Pangan
Penggorengan merupakan salah satu metode preparasi bahan pangan yang
penting. Penggorengan adalah proses pemberian panas terhadap suatu bahan
dengan media pengantar berupa minyak. Penggorengan merupakan operasi yang
digunakan untuk mengubah mutu bahan pangan agar layak dikonsumsi. Selain itu
penggorengan mempunyai efek pengawetan yang disebabkan oleh terjadinya
perusakan mikrobia dan enzim karena pengaruh pemanasan serta penurunan
aktivitas air (aw) pada bahan.
Penggorengan dengan system gangsa dilakukan dengan menggunakan pan
yang berbentuk datar atau sedikit cekung dan hanya sedikit minyak goreng yang
dibutuhkan, sehingga tidak sampai merendam bahan pangan yang digoreng. Suhu
pemanasan yang dipakai system deep frying (Ketaren, 1986).
Penetrasi panas dari minyak goring ke dalam bahan pangan menyebabkan
bahan pangan menjad masak. Selama penggorengan akan terjadi penguapan air
dalam bahan panga, pembentukan kerak serta dekomposisi minyak akibat
berserap dan mengisi ruang komposisi ruang kosong dalam bahan pangan yang
berisi air (Weiss, 1970).
Selama penggorengan air yang ada dalam bahan akan diuapkan. Uap yang
keluar dari bahan naik ke permukaan minyak dan tampak mendidih. Jika suhu
internal lebih dari 100oC penguapan menjadi intensif dan mampu mengeringkan
bahan. Setelah bahan menjadi kering kenaikan suhu pada permukaan bahan akan
menyebabkan warna coklat dan efek renyah sampai batas tertentu tergantung pada
lama penggorengan.
Jaringan dinding sel dalam kentang mentah tetap merupakan structural
pada produk akhir. Disolusi lamella tengah yang terjadi selama proses
penggorengan akan menyebabkan kenaikan angka keretakan dan terjdai rongga
yang dapat terjadi juga di bawah permukaan untuk kemudian membentuk suatu
pembengkakan vesikuler atau terjadi pelepuhan dan menyebabkan bahan menjadi
renyah.
Heid (1967) menyatakan bahwa perubahan spesifik yang terjadi selama
penggorengan adalah:
1. Evaporasi air
2. Kenaikan suhu produk pada tingkat yang diinginkan
3. Kenaikan suhu permukaan untuk mendapatkan warna kuning keemasan dan
efek yang dihasilkan
4. Perubahan dimensional produk yang dihasilkan.
Pindah panas adalah perpindahan energy kalor dari suatu zat ke zat yang
lain untuk mencapai dan mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu
proses berlangsung. Pada saat proses berlangsung terjadi dua jenis kondisi yaitu,
(1) mencapai kedaan yang dibutuhkan untuk pengerjaan pada suhu tertentu
dengan jalan pemasukan dan pengeluaran kalor, (2) mempertahankan keadaan
yang dibutuhkan untuk operasi proses, misalnya pada pengerjaan eksoterm dan
endoterm. Kalor atau panas mengalir dengan sendirinya dari suhu yang tinggi ke
suhu yang rendah. Secara umum pindah panas dapat terjadi secara konduksi,
konveksi dan radiasi. Pindah panas secara konveksi ialah pergerakan energy kalor
dari zat yang mempunyai suhu yang tinggi menuju ke zat yang suhunya rendah
pada medium zat cair. Konduksi ialah perpindahan energy kalor yang sering
terjadi pada benda padat sebagai media penghantar panas yang baik misalnya
terjadi pada logam yang dipanaskan,; Radiasi adalah perpindahan energy kalor
atau panas melalui gelombang dari suatu zat ke zat lainnya.
2.7 Minyak
Lemak dan minyak adalah salah satu kelompok yang termasuk pada
golongan lipid , yaitu senyawa organik yang terdapat di alam serta tidak larut
dalam air, tetapi larut dalam pelarut organik non-polar,misalnya dietil eter
(C2H5OC2H5), Kloroform (CHCl3), benzena dan hidrokarbon lainnya, lemak dan
minyak dapat larut dalam pelarut yang disebutkan di atas karena lemak dan
minyak mempunyai polaritas yang sama dengan pelarut tersebut.
Pada bidang pengolahan pangan lemak dan minyak merupakan media
penghantar panas yang baik, seperti minyak goreng dan margarine. Bahan-bahan
dan senyawa kimia akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya
dengan zat terlarut . Tetapi polaritas bahan dapat berubah karena adanya proses
kimiawi. Misalnya asam lemak dalam larutan KOH berada dalam keadaan
terionisasi dan menjadi lebih polar dari aslinya sehingga mudah larut serta dapat
diekstraksi dengan air. Ekstraksi asam lemak yang terionisasi ini dapat dinetralkan
kembali dengan menambahkan asam sulfat encer (10 N) sehingga kembali
menjadi tidak terionisasi dan kembali mudah diekstraksi dengan pelarut non-
polar. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau triasgliserol, yang
berarti “triester dari gliserol” . Jadi lemak dan minyak juga merupakan senyawaan
ester. Hasil hidrolisis lemak dan minyak adalah asam karboksilat dan gliserol .
Asam karboksilat ini juga disebut asam lemak yang mempunyai rantai
hidrokarbon yang panjang dan tidak bercabang.
Minyak goreng
Minyak goreng selain berfungsi sebagai penghantar panas juga berfungsi
sebagai penambah cita rasa dan kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng
ditentukan oleh titik asapnya yaitu suhu pemanasan minyak sampai ternbentuk
akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada
tenggorokan. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng tersebut.
Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebas.
Mentega
Mentega merupakan emulsi air dalam minayk dengan kira-kira 18% air
terdispersi didalam 80% lemak dengan sejumlah kecil protein yang bertindak
sebagai zat pengemulsi (emulsifier)
Kegunaan Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak merupakan senyawaan organik yang penting bagi
kehidupan makhluk hidup. Adapun kegunaanya ialah :
1. Memberikan rasa gurih dan aroma yang spesifik
2. Sebagai salah satu penyusun dinding sel dan penyusun bahan-bahan biomolekul
3. Sumber energi yang efektif dibandingkan dengan protein dan
karbohidrat,karena lemak dan minyak jika dioksidasi secara sempurna akan
menghasilkan 9 kalori/liter gram lemak atau minyak. Sedangkan protein dan
karbohidrat hanya menghasilkan 4 kalori tiap 1 gram protein atau karbohidrat.
4. Karena titik didih minyak yang tinggi, maka minyak biasanya digunakan untuk
menggoreng makanan di mana bahan yang digoreng akan kehilangan sebagian
besar air yang dikandungnya atau menjadi kering.
5. Memberikan konsistensi empuk,halus dan berlapis-lapis dalam pembuatan roti.
6. Memberikan tektur yang lembut dan lunakl dalam pembuatan es krim.
7. Minyak nabati adalah bahan utama pembuatan margarine
8. Lemak hewani adalah bahan utama pembuatan susu dan mentega
9. Mencegah timbulnya penyumbatan pembuluh darah yaitu pada asam lemak
esensial.
Sifat lemak dan minyak berdasarkan sifat fisik dan kimiawi, adalah sebagai
berikut:
1. Bau amis (fish flavor) yang disebabkan oleh terbentuknya trimetil-amin dari
lecitin
2. Bobot jenis dari lemak dan minyak biasanya ditentukan pada temperatur
kamar
3. Indeks bias dari lemak dan minyak dipakai pada pengenalan unsur kimia dan
untuk pengujian kemurnian minyak.
4. Minyak/lemak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (coastor oil, sedikit
larut dalam alkohol dan larut sempurna dalam dietil eter, karbon disulfida dan
pelarut halogen.
5. Titik didih asam lemak semakin meningkat dengan bertambahnya panjang
rantai karbon
6. Rasa pada lemak dan minyak selain terdapat secara alami, juga terjadi karena
asam-asam yang berantai sangat pendek sebaggai hasil penguraian pada
kerusakan minyak atau lemak.
7. Titik kekeruhan ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran lemak atau
minyak dengan pelarut lemak.
8. Titik lunak dari lemak/minyak ditetapkan untuk mengidentifikasikan
minyak/lemak
9. Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari
minyak / lemak
10. Slipping point digunakan untuk pengenalan minyak atau lemak alam serta
pengaruh kehadiran komponen-komponennya
2.8 Penggaraman dan penambahan kapur
Penggaraman merupakan salah satu cara pengawetan yang sudah lama
dilakukan orang. Garam dapat bertindak sebagi pengawet karena garam akan
menarik air dari bahan sehingga mikroorganisme pembusuk tidak dapat
berkembang biak karena menurunnya aktivitas air (aw). Selain itu proses
penggaraman dapat menghindari reaksi pencoklatan. Pada proses penggaram
digunakan serbuk garam kira-kira 10% dari berat bahan dan larutan garam
berkonsentrasi 10%. Bahan dan serbuk garam disusun dalam wadah khusus
seperti stoples secara berlapis-lapis.
Buah setelah dikupas akan berubah warna menjadi coklat atau kehitaman.
Hal ini disebabkan oleh reaksi kimia dari asam pada buah dengan udara yang
dikenal dengan reaksi pencoklatan (browning enzimatis). Untuk menghindari hal
tersebut, buah yang sudah dikupas sesegera mungkin direndam dengan air garam
yang dapat melindungi buah dari reaksinya dengan udara. Reaksi pencoklatan
lebih lanjut dari buah yang sudah direndam dalam larutan gula biasanya dilakukan
proses sulfuring. Proses ini bertujuan untuk mempertahankan warna dan cita rasa,
asam askorbat (vitamin C) dan vitamin A. Selain itu sebagai bahan pengawet
kimia untuk menurunkan atau menghindari kerusakan oleh jasad renik sehingga
dapat mempertahankan mutu manisan selama penyimpanan. Perendaman dalam
larutan garam bertujuan untuk membentuk daging buah yang kompak karena
garam dapat menarik air dari bahan sehingga kadar air berkurang dalam bahan.
Perendaman dalam larutan kapur beberapa saat dilakukan untuk membuat
bahan pangan seperti buah tetap renyah. Hal ini disebabkan oleh kalsium yang
masuk ke dalam jaringan buah.
2.9 Uji Sensoris
Sensoris merupakan pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan
kesukaan dan kemauan untuk mempergunakan suatu produk.
Dalam penilaian bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu
produk adalah sifat indrawinya. Penilaian indrawi ini ada enam tahap yaitu
pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat
bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali
sifat indrawi produk tersebut. Indra yang digunakan dalam menilai sifat indrawi
suatu produk adalah :
- Penglihatan yang berhubungan dengan warna kilap, viskositas, ukuran dan
bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter serta
bentuk bahan.
- Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur dan konsistensi. Struktur
merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan sensasi tekanan
yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan dengan jari, dan konsistensi
merupakan tebal, tipis dan halus.
- Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator
terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang menandakan
produk tersebut telah mengalami kerusakan.
- Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa , maka rasa manis dapat dengan
mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan pinggir lidah, rasa
asam pada pinggir lidah dan rasa pahit pada bagian belakang lidah.
- Penentu bahan makanan pada umumnya sangat ditentukan oleh beberapa
faktor antara lain : warna , rasa, tekstur, viskositas dan nilai gizi (Anonim,
2008).
Di industri pangan, pengujian sifat sensoris dapat dilakukan untuk tujuan
pengembangan dan pengujian mutu produk. Sifat sensoris bahan dan produk
pangan merupakan hal pertama yang harus diperhatikan konsumen, sebelum
mereka menilai lebih jauh misalnya pada aspek nilai gizinya (Anonim, 2003).
Dalam garis besarnya, analisa sensorik/ inderawi dapat dilakukan dengan
pengujian inderawi ataupun dengan pengujian sensoris, dimana masing-masing
dilakukan oleh penguji inderawi dan penguji sensoris. Karakteristik pengujian
inderawi antara lain :
- Penguji melakukan penginderaan dengan perasaan.
- Metode pengujian yang dipergunakan pasti.
- Pada umumnya penguji telah melalui seleksi dan latihan sebelum pengujian.
- Subyektivitas penguji relatif kecil karena penguji bekerja seperti sebuah alat
penganalisa.
- Pengujian dilakukan dalam bilik-bilik pengujian dewan hasil pengujian akan
dianalisa dengan metode statistik.
Sedangkan karakteristik pengujian sensoris antara lain :
- Penguji cenderung melakukan penilaian berdasarkan kesukaan.
- Penguji tanpa latihan sebelum pengujian.
- Penguji umumnya tidak melakukan penginderaan berdasarkan kemampuan
dalam uji inderawi.
- Pengujian dilakukan di tempat terbuka sehingga diskusi (saling
mempengaruhi) agar penguji selama penginderaan mungkin terjadi (Kartika,
1988).
Beberapa senyawa sintetis tidak dapat menimbulkan aroma tetapi dapat
menimbulkan rasa enak (flavor potentior, intensifier, enhancer). Flavor potentior
adalah bahan-bahan yang dapat meningkatkan rasa enak atau dapat menenkan rasa
yang kurang enak dari suatu bahan makanan. Bahan itu sendiri tidak atau sedikit
mempunyai cita rasa sebagai contoh penambahan senyawa L-asam glutamat pada
daging atau masakan akan menimbulkan cita rasa yang lain dari cita rasaa asam
amino tersebut. Hidrolisis protein menghasilkan hidrolisat protein yaitu senyawa-
senyawa yang lebih sederhana seperti proteosa, pepton dan campuran asam
amino. Hidrolisat protein ini yang menyedapkan rasa dalam mulut (Rahayu,
1988).
Rasa memegang peranan sangat penting dalam cita rasa pangan. Rasa
merupakan atribut sensori yang tidak dapat dilepaskan dari keseluruhan cita rasa
produk pangan. Kenikmatan cita rasa suatu produk pangan tidak mungkin
diperoleh tanpa rasa di dalamnya. Pada rasa asin, ion sodium (Na+) yang
menyentuh ujung apikal dari sel pengecap melalui saluran ion pada mikrofili akan
menimbulkan rangsangan rasa asin. Sensasi asam dipengaruhi oleh konsentrasi
ion (H+) dalam larutan. Namun stimulus senyawa pada saraf pencecap lebih
bergantung pada asam tertitrasi daripada pHnya. Itu sebabnya, tidak semua
produk dengan pH rendah mempunyai rasa asam. Sensasi manis dapat dihasilkan
oleh berbagai golongan senyawa baik dari kelompok gula, asam amino-peptida-
protein, amida siklis, turunan benzene bahkan kloroform. Rasa pahit umumnya
diasosiasikan dengan kelompok fenolik dan alkaloid. Selain itu peptida dengan
berat molekul lebih kecil 6000 atau asam amino hidrofobik dapat juga
memberikan rasa pahit. Senyawa pemberi rasa pahit yang sangat intens adalah
quinozolate dengan ambang batas 0,00025 mmol/ kg air (Wijaya, 2009).
III. METODE PRAKTIKUM
3.1 Bahan Praktikum
Bahan praktikum yang digunakan dibagi menjadi bahan baku yang terdiri
dari kentang dan salak yang diperoleh pasar Tradisional di Yogyakarta. Bahan
lain yang digunakan dalam praktikum ini adalah minyak goreng, air mineral.
3.2 Alat Praktikum
Alat yang digunakan pada praktikum ini meliputi Neraca Analitis (G
1500-DO Ohaus Scale Type HR 300 Florham Park, USA), seperangkat Vacuum
frying, seperangkat Deep frying, seperangkat universal testing machine merk
Zwick/Z0.5, baskom, pisau, oven, Lovibond Tintometer model F, Infra Red
Moisture Tester..
3.3 Jalannya Praktikum
Praktikum terbagi atas dua tahap yaitu:
1. Praktikum pendahuluan
Praktikum pendahuluan ini, yaitu: pemilihan kentang yang akan digunakan
dalam praktikum.
2. Praktikum inti
Praktikum ini terbagi menjadi beberapa tahapan antara lain:
a. Pembelahan/pemisahan daging kentang dan salak dari kulit dan biji.
b. Analisis Mutu
Analisa dilakukan terhadap produk keripik kentang yang diolah dengan
menggunakan metode vacuum frying dan deep frying. Parameter yang dianalisa
meliputi kadar air dengan infra red moisture tester, analisa tekstur dengan
Zwick/Z0.5, analisa warna dengan Lovibond Tintometer, uji sensoris berdasarkan
tingkat kesukaan.
potong verticalpotong horizontalbelah samping
3.4 Pengumpulan Data
Kentang dan salak yang matang diambil daging buahnya dipisahkan dari
kulit dan bijinya. Daging buah dipotong dengan ukuran ketebalan dan model
irisan. Kentang dan salak yang telah dipotong dan diberi perlakuan perendaman
kapur Tohor dan garam digoreng dengan menggunakan vacuum frying dan deep
frying.
Tabel 3. Perlakuan praktikum deep dan vacuum frying untuk komoditi kentang
Kelompok
Ketebalan (mm) untuk vacuum dan
deep frying
Lama perendaman (larutan kapur Tohor 10%) dalam
menit + lar garam 1%Analisa
1 1 40
Kadar airTeksturWarna
(Untuk semua kelompok)Sensoris
(kelompok 4 saja)
2 2 403 3 40
4 1, 2, 3 20, 30, 40
5 1 206 2 & 3 207 1 308 2 309 3 30
Gambar 5. Model pemotongan salak
Tabel 4. Perlakuan praktikum deep dan vacuum frying untuk komoditi salak
Keripik buah
Analisa fisik dan kimia
Pengupasan kulit, pencucian, pemotongan sesuai perlakuan
Perendam dalam air kapur (10%) dan garam (1%)
penirisan
penggoreng dalam deep fryer, suhu minyak (155oC)
penirisan dan pendinginan
Kentang/Salakngkon
Kelompok Perlakuan Lama perendaman (larutan kapur Tohor 10%) dalam
menit + lar garam 1%
Analisa
1 Vertikal Deep: 20 menit
Kadar airTeksturWarna
(Untuk semua kelompok)Sensoris
(kelompok 4 saja)
Vakum: 20 menit2 Vertikal Deep: 30 menit
Vakum: 30 menit3 Vertikal Deep: 40 menit
Vakum: 40 menit9 Horizontal Deep: 20 menit
Vakum: 20 menit5 Horizontal Deep: 30 menit
Vakum: 30 menit6 Horizontal Deep: 40 menit
Vakum: 40 menit7 Belah
sampingDeep: 20, 40 menitVakum: 20 menit
8 Belah samping
Deep: 30 menitVakum: 30, 40 menit
Gambar 5. Proses pengolahan keripik kentang/salak dengan metode deep frying
Kentang/Salak
Keripik buah
Analisa fisik dan kimia
penirisan
penggoreng dalam vacuum fryer, suhu minyak (75oC)
penirisan dan pendinginan
Gambar 6. Proses pengolahan keripik kentang/salak dengan metode vacuum frying
3.5 Rancangan Praktikum
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan percobaan acak
lengkap (RAL) dengan 2 faktor perlakuan.
Faktor pertama (A) adalah irisan
A1 = 1 mm
A2 = 2 mm
A3 = 3 mm
Aa = vertical
Ab = horizontal
Ac = belah samping
Faktor kedua (B) adalah lama perendaman
B0 = 20 menit
B1 = 30 menit
B2 = 40 menit
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
Pengupasan kulit, pencucian, pemotongan kentang/salak sesuai dengan perlakuan
Perendam dalam air kapur (10%) dan garam(1%)
III.6 Tempat Praktikum
Praktikum ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 sampai dengan
Desember 2010 di laboratorium KBP dan laboratorium Rekayasa Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1Kadar Air
Untuk menentukan kadar air bahan dilakukan dengan metode gravimetric.
Dalam hal ini kadar air ditentukan tiap rentang waktu tertentu. Kadar air yang
digunakan adalah kadar air basis basah (wet basah/wb) dengan rumus:
Ka (wb )=berat awal−berat ak h irberat awal
x100 %
Berdasarkan penghitungan kadar air basis basah didapatkan nilai rata-rata
kadar air kadar kentang pada Tabel 7.
Tabel 7. Kadar air rata-rata keripik kentang
Penggorengan Ketebalan irisan (mm) Lama perendaman (menit) Kadar air (%wb)
Vacuum
1 20 17,8799d1 30 15,5260c1 40 16,6351c2 20 9,3186a2 30 9,0821a2 40 9,3934a3 20 18,4957e3 30 13,5402b3 40 12,9984b
Deep
1 20 20,1048g1 30 20,0322g1 40 19,6501fg2 20 18,7439e2 30 19,7652fg2 40 19,9836g3 20 19,2931f3 30 22,5277h3 40 22,3119h
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada α 5%
Berdasarkan hasil pengujian kadar air keripik kentang diperoleh bahwa
parameter kadar air memberikan hasil yang berbeda nyata pada keripik kentang
dengan perlakuan ketebalan irisan dan lama perendaman. Akan tetapi, perlakuan
deep frying dengan lama perendaman 30 menit dan 40 menit dengan masing-
masing ketebalan irisan 3 mm tidak berbeda nyata. Perlakuan dengan kode 493
dengan 794 dapat dilihat perbedaan yang sangat nyata. Hal ini disebabkan karena
luas permukaan atau tingkat ketabalan irisan kentang 493 adalah 1 mm,
sedangkan 794 memiliki tingkat ketebalan irisan 3 mm.
Berdasarkan hasil pengamatan kadar air selama proses penggorengan salak
dengan metode vacuum frying dan deep frying diperoleh Tabel 8. Secara umum,
bentuk irisan memberikan perbedaan kandungan kadar air pada keripik salak.
Tabel 8. Kadar air rata-rata keripik salak
Penggorengan Bentuk irisan Lama perendaman (menit) Kadar air (% wb)
Vacuum
vertikal 20 20,1048jvertikal 30 19,9877jvertikal 40 18,7833i
horisontal 20 18,4876hhorisontal 30 17,8799ghorisontal 40 16,8880f
belah samping 20 9,0133dbelah samping 30 7,9631bbelah samping 40 7,5303a
Deep
vertikal 20 27,1695pvertikal 30 26,9575overtikal 40 26,6122n
horisontal 20 26,0127mhorisontal 30 25,8726lhorisontal 40 25,4764k
belah samping 20 9,2096ebelah samping 30 9,0821debelah samping 40 8,6030c
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada α 5%
Tabel 7 dan Tabel 8 menyatakan bahwa selama proses penggorengan
kentang dan salak terjadi perubahan kadar air. Hal ini terjadi karena kandungan air
bahan menguap. Semakin lama penggorengan jumlah air yang diuapkan semakin
banyak, sehingga kadar air semakin kecil. Pada penggorengan kentang kadar air
menurun dengan stabil. Selain itu, luas permukaan atau ketebalan bahan yang
digoreng mempengaruhi tingkat kecepatan air yang menguap.
Kandungan air dalam bahan pangan selain mempengaruhi perubahan
kimia juga ikut menentukan kandungan mikroba pada pangan, begitu pula dengan
penghilangan (pengeringan) dan pembekuan air (deMan, 1997). Penghilangan
kandungan air dari dalam bahan pangan merupakan salah satu prinsip dasar
pengawetan bahan pangan dengan cara pengeringan yang dapat dilakukan secara
sederhana melalui penjemuran sinar matahari atau menggunakan alat bantu seperti
vacuum frying atau dengan sistem penggorengan deep frying, yang pada intinya
adalah penghilangan kadar air untuk proses pengawetan sehingga menghambat
pertumbuhan mikroba pembusuk dan memperpanjang umur simpang bahan
pangan tersebut.
IV.2Tekstur
Pembuatan keripik salak dan keripik kentang dilakukan dengan beberapa
perlakuan dan kondisi. Pada pembuatan keripik salak, perlakuan yang divariasikan
adalah meliputi cara pemotongan (vertikal, horisontal dan belah samping) dan
lama perendaman salak dengan menggunakan larutan kapur (20, 30 dan 40 menit).
Sedangkan pada pembuatan keripik kentrang, perlakuan yang divariasikan adalah
meliputi ketebalan pengirisan (1, 2 dan 3 mm) dan lana perendaman kentang
menggunakan larutan kapur (20, 30 dan 40 menit).
Pembuatan keripik salak dan kentang diawali dengan perendaman salak
dan kentang pada larutan kapur pada lama waktu perendaman yang berbeda, yaitu
20, 30 dan 40 menit. Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruhnya terhadap
tekstur keripik salak dan kentang (Tabel 9 dan Tabel 10). Berdasartkan hasil yang
didapatkan (Tabel 9), terlihat bahwa semakin lama perendaman salak pada larutan
kapur akan meningkatkan gaya tekan terhadap salak yang telah direndam. Hal
tersebut terjadi pula pada salak yang telah menjadi keripik baik melalui proses
vacuum frying maupun deep frying dimana gaya tekan pada keripik salak menjadi
lebih besar seiring lama perendaman salak pada larutan kapur (berkisar antara
(4,90 sampai 63,30 N untuk vacuum frying dan 0,46 sampai 17,51 N untuk deep
frying). Semakin besarnya gaya tekan yang diberikan pada salak setelah direndam
maupun pada keripik salak menandakan bahwa semakin lama perendaman maka
tekstur keripik makin keras.
Tabel 9. Data pengukuran dengan menggunakan UTM keripik kentang
Ketebalan(mm)
Lama perendaman
(menit)
I II
Sebelum vacuum frying
Setelah vacuum frying
Sebelum deep frying
Setelah deep frying
Tinggi (mm)
Gaya (N)
Tinggi (mm)
Gaya (N)
Tinggi (mm)
Gaya (N)
Tinggi (mm)
Gaya (N)
120 4,24 2,49 7,54 1,63 4,24 2,49 7,48 2,9630 13,23 2,89 9,08 2,23 13,23 2,89 11,96 3,9440 13,09 19,08 23,76 6,97 13,09 19,08 17,41 4,99
220 5,78 192,08 8,60 10,71 5,78 192,08 9,36 4,6930 5,88 194.75 9,26 13,15 5,88 194.75 10,84 9,4740 5,94 218,81 15,47 14,65 5,94 218,81 17,72 20,98
320 6,27 123,10 11,42 18,08 6,27 123,10 13,56 12,2430 6,81 277,42 15,85 13,54 6,81 277,42 14,89 14,2540 6,92 267,33 16,99 27,32 6,92 267,33 16,38 23,07
Pemotongan Lama perendaman
(menit)
I IISebelum vacuum
fryingSetelah vacuum
fryingSebelum deep
fryingSetelah deep
fryingTinggi (mm)
Gaya (N)
Tinggi (mm)
Gaya (N)
Tinggi (mm)
Gaya (N)
Tinggi (mm)
Gaya (N)
Vertikal203040
4,2410,7711,92
19,0834,8769,22
8,429,4814,86
22,5827,6334,98
4,2410,7711,92
19,0834,8769,22
7,0411,9311,43
0,957,4917,51
Horizontal203040
13,3716,2418,92
93,92112,08180,60
9,8010,8213,73
4,9040,4263,30
13,3716,2418,92
93,92112,08180,60
12,7010,369,98
16,729,800,46
Belah samping
203040
12,6712,9514,37
57,7374,29107,00
6,3812,8719,7
17,1718,2829,00
12,6714,3714,37
57,73107,00107,00
9,1516,6819,88
7,798,5315,02
Tabel 10. Data pengukuran dengan menggunakan UTM keripik salak
Hasil yang sama juga terjadi pada keripik kentang (Tabel 10) dimana
gaya tekan pada keripik kentang berkisar antara 1,63 sampai 27,32 N untuk
vacuum frying dan 2,96 dan 23,07 N untuk deep frying. Penanganan dengan
pemberian larutan kapur dapat mempertahankan rasa dan tekstur. Tekstur buah
menjadi lebih keras, sehingga terjadinya transpirasi maupun respirasi dapat
ditekan (Soritua, 2010).
Metode pembuatan keripik salak maupuk kentang dengan menggunakan
metode vacuum frying dan deep frying ternyata juga menghasilkan tekstur yang
berbeda. Keripik salak maupun kentang hasil vacuum frying memiliki tekstur
yang lebih keras dibandingkan dengan menggunakan metode deep frying. Hal
tersebut terjadi karena pada proses vacuum frying selain menggoreng dengan
minyak, terjadi suatu proses penyedotan uap air dengan pompa sehingga produk
keripik yang dihasilkan lebih kering dengan tekstur yang lebih keras (Anonim,
2008).
Perbedaan arah pemotongan salak pada pembuatan keripik salak pun
menghasilkan efek tekstur keripik salak yang berbeda (Tabel 9). Pada keripik
salak hasil vacuum frying, tingkat tekstur yang paling keras (dengan rerata gaya
tekan yang paling tinggi sebesar 36,20 N) terjadi pada keripik salak yang dipotong
secara horisontal. Sedangkan tekstur yang paling keras pada keripik salak hasil
deep frying adalah pada arah pemotongan secara belah samping dengan rerata
gaya tekan sebesar 10,45 N.
Pada keripik kentang yang dihasilkan dengan perbedaan ketebalan
kentang menghasilkan tekstur yang berbeda. Berdasarkan hasil yang didapat,
terlihat bahwa keripik kentang dengan metode vacuum frying maupun deep frying
yang memiliki tekstur paling keras adalah pada keripik kentang dengan ketebalan
pemotongan 3 mm (rerata gaya tekan 19,65 N untuk vacuum frying dan 16,52 N
untuk deep frying). Proses pengirisan harus menghasilkan potongan yang bersih
dan rata. Potongan yang bersih menyerap minyak lebih sedikit saat digoreng dan
hasil gorengan tidak terlihat oily (berminyak) (Adicahyadi, 2008). Hasil yang ada
menunjukkan dengan metode vacuum frying dimana penyerapan minyaknya lebih
sedikit dibandingkan deep frying menghasilkan tekstur keripik yang lebih keras
dan tidak terlalu berminyak.
Secara keseluruhan, pemotongan keripik salak horisontal dengan lama
perendaman pada larutan kapur selama 40 menit untuk metode vacuum frying dan
pemotongan keripik salak vertikal dengan lama perendaman pada larutan kapur
selama 40 menit untuk metode deep frying memiliki tekstur yang lebih keras
dibandingkan perlakuan lainnya. Sefdangkan pada keripik kentang, tekstur yang
paling keras diantara perlakuan yang ada ialah keripik dengan ketebalan
pemotongan 3 mm direndam pada larutan kapur selama 40 menit untuk metode
vacuum frying maupun deep frying.
Pembuatan kerpik kentang dengan metode vacuum frying dan deep frying
menghasilkan produk keripik kentang yang berbeda dilihat dari segi teksturnya
secara sensoris. Parameter yang diuji berupa tekstur dengan bantuan 15 panelis
untuk menilai teksur dari keripik kentang yang dihasilkan. Berdasarkan hasil
analisis statistiknya, terlihat bahwa tekstur dari keripik kentang yang diolah secara
vacuum frying berbeda dengan keripik kentang yang diolah dengan deep frying.
Faktor yang mempengaruhi perbedaan tekstur tersebut dikarenakan suhu
penggorengan pada kedua metode tersebut berbeda. Selain itu, perlakuan vakum
(kedap udara) akan lebih membuat keripik kentang menjadi lebih keras karena
kadar airnya lebih banyak dikurangi dibandingkan dengan keripik kentang dengan
deep frying.
Perbedaan ketebalan irisan kentang pada pembuatan keripik kentang
mempengaruhi tingkat kesukaan pada keripik kentang yang dihasilkan. Hal
tersebut terlihat dengan hasil analisis statistik yang memperlihatkan ketebalan
keripik 1 mm berbeda secara signifikan terhadap keripik kentang yang memiliki
ketebalan 2 dan 3 mm. Semakin banyak perbedaan ketebalan irisan keripik
kentang akan mempengaruhi produk keripik kentang yang dihasilkan.
Lama perendaman pada keripik kentang yang menggunakan larutan kapur
tidak memiliki pengaruh yang berbeda nyata secara signifikan terhadap tekstur
produk keripik kentang yang dihasilkan secara statistik dari tingkat kesukaan
panelis. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbedaan lama waktu perendaman
keripik dengan larutan kapur tidak akan mempengaruhi tingkat kesukaan sensoris
terhadap tekstur keripik kentang yang dihasilkan.
Secara keseluruhan uji sensoris pada keripik salak yang dihasilkan dengan
metode vacuum maupun deep frying menghasilkan tingkat kesukaan yang berbeda
pada tekstur keripik salak. Hal ini dapat disebabkan dengan adanya perbedaan
suhu penggorengan dan ada tidaknya perlakuan vakum pada proses pengolahan
keripik salak.
Perbedaan cara pemotongan atau irisan pada keripik salak secara sensoris
tidak berpengaruh signifikan terhadap tekstur keripik salak yang dihasilkan. Hal
tersebut terlihat pada hasil uji statistik dimana hasil uji sensoris yang dihasilkan
hampir sama antara pemotongan vertikal, horisontal maupun belah samping.
Perbedaan lama perendaman keripik salak secara vacuum maupun deep
frying terlihat berpengaruh terhadap tekstur keripik salak secara statistik.
Perbedaan signifikan terjadi antara lama perendaman 40 menit dengan dua
perlakuan lainnya yaitu 20 dan 30 menit. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
lama perendaman bahan keripik salak di dalam larutan kapur, maka akan
mempengaruhi tingkat kesukaan terhadap tekstur keripik salak yang dihasilkan.
IV.3 Warna
Warna merupakan faktor penting dalam proses penerimaan makanan,
karena warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam
makanan, seperti pencoklatan dan pengkaramelan. Warna merupakan nama umum
untuk semua pengindraan yang berasal dari aktivitas retina mata, jika cahaya
mencapai retina, mekanisme saraf mata menanggapi, salah satunya memberi
sinyal warna, menurut definisi tersebut warna tidak dapat dipelajari tanpa sistem
pengindraan manusia (deMan, 1997). Pada umumnya perubahan warna yang
terjadi yang disebabkan oleh adanya pemanasan suhu (baik pada vacuum ataupun
deep frying), pada proses pemanasan produk menjadi kecoklatan, hal tersebut
disebut sebagai pencoklatan nonenzim.
Pencoklatan nonenzim (reaksi maillard) sangat penting pada
pemanufakturan makanan, hasilnya mungkin dikehendaki ataupun tidak. Untuk
produk yang reaksi pencoklatan menguntungkan, ciri warna yang terbentuk
biasanya menyenangkan. Reaksi pencoklatan dapat didefinisikan sebagai urutan
peristiwa yang dimulai dengan reaksi gugus amino pada asam amino, peptide atau
protein dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula, urutan diakhiri dengan
pembentukan polimer nitrogen berwarna coklat atau melanoidin (Ellis, 1959
dalam deMan 1997). Menurut Boskou dan Elmadfa (1999) reaksi utama pada
maillard (non-enzymic browing) adalah reaksi gula dengan asam amino bebas.
Produk yang terbentuk seperti produk amadori yang disebut sebagai
premelanoidin, yang merupakan polimerisasi pada saat penggorengan menjadi
makromolekular melanoid yang kecoklatan. Kecoklatan ini makin bertambah
seiring meningkatnya suhu diatas 1500C.
Faktor yang mempengaruhi reaksi pencoklatan yaitu suhu, pH, kandungan
air, oksigen, logam, fosfat, sulfur dioksida, dan inhibitor lainnya. Adanya
peningkatan suhu juga mengakibatkan peningkatan laju pencoklatan secara cepat.
Laju pencoklatan meningkat 2 sampai 3 kali untuk setiap kenaikan suhu 100, jika
kandungan gula pada makanan tinggi maka laju dapat lebih tinggi lagi
(deMan, 1997). Suhu mempengaruhi juga susunan pigmen yang terbentuk. Pada
suhu yang lebih tinggi, kandungan karbon pigmen meningkat dan lebih banyak
pigmen yang terbentuk per mol karbon dioksida yang dibebaskan. Intensitas
warna pigmen meningkat dengan meningkatnya suhu. Pengaruh pH terhadap
reaksi pencoklatan sangat bergantung pada kandungan air. Jika produk banyak
mengandung air, sebagian besar pencoklatan terjadi karena pengkaramelan, tetapi
pada keadaan kandungan air rendah dan pH lebih besar dari 6, reaksi maillard
mendominasi (deMan, 1997). Pencoklatan yang disebabkan oleh reaksi maillard
juga menyebabkan terjadinya pigmen coklat atau melanoidin yang dapat
mengakibatkan terbentuknya banyak senyawa baurasa dan senyawa bau. Uji
warna pada produk kentang dan salak diuji menggunakan uji warna lovibond dan
uji sensoris. Dibawah ini merupakan hasil tabel uji warna lovibond, sebagai
berikut :
Tabel 11. Hasil uji analisa warna (Lovibond)
BahanKetebalan
(mm)Bentuk irisan
Lama perendaman larutan kapur tohor 10%, larutan garam
1% (menit)
Sebelum perendaman larutan kapur
tohor 10%
Sesudah perendaman larutan kapur tohor 10%,
larutan garam 1%
Vakum Frying
Deep frying
Vacum Frying
Deep frying
Kentang 1 − 40 40kuning 9.0; biru 1.1
merah 1.0; kuning 12.2; biru 1.0
merah 1.0; kuning 11.0; biru 2.0
merah 1.0; kuning 2.0; biru 2.0
Salak − vertikal 20 20kuning 11.0; biru 1.0
merah 1.0; biru 1.0
merah 2.0; kuning 14.0; biru 3.0
merah 1.0; kuning 11.0; biru 1.0
Kentang 2 − 40 40kuning 3.3; merah 1.0
kuning 3.3; merah 2.3
merah 0.7; kuning 2.0
merah 1.0; kuning 1.1
Salak − vertikal 30 30kuning 2.0; merah 1.6
kuning 1.3' merah 1.0
merah 1.8; kuning 6.0
merah 1.8; luning 2.2
Kentang 3 − 40 40kuning 4.4; merah 1.0
merah 1.0; biru 1.0; kuning 12.8
kuning 4.0; biru 1.0; merah 2.3
biru 0.2; kuning 10.0; merah 2.0
Salak − vertikal 40 40merah 1.0; kuning 1.0; biru 0.2
merah 1.0; kuning 1.8
biru 0.3; kuning 2.0; merah 1.0
biru 0.3; kuning 5.2; merah 2.2
Kentang 1 − 20 20kuning 8.8; merah 1.4
kuning 6.0; merah 1.0
biru 1.1; kuning 23.2; merah 2.3
biru 1.3; kuning 13.4; merah 4.1
Salak − 30 30kuning 2.0; merah 1.0
kuning 1.6; merah 1.0
biru 0.1; kuning 4.4; merah 2.5
biru 0.1; merah 2.1; kuning 10.0
Kentang 2 − 20 20kuning 7.8; merah 1.4
kuning 5.9; merah 1.0
merah 2.0; kuning 3.4
merah 2.0; kuning 3.2
Kentang 3 − 20 20kuning 10.0; biru 1.0
merah 2.0; biru 1.3
merah 2.0; kuning 4.4
merah 2.0; kuning 3.3
Salak −horizontal
40 40merah 1.2; kuning 1.0
merah 1.4; kuning 1.7
merah 2.4; kuning 1.5
merah 2.0; kuning 2.4
Kentang 1 − 30 30kuning 2.3; merah 1.4
kuning 1.5; merah 1.0
biru 0.3; kuning 4.3; merah 2.3
biru 0.3; merah 2.3; kuning 9.8
Salak −belah samping
20 20kuning 7.2; merah 1.3
kuning 4.9; merah 0.8
merah 2.3; kuning 3.4
merah 2.3; kuning 2.4
Salak −belah samping
− 40 −kuning 5.3; merah 1.3
−
merah 2.1; kuning 2.3
Kentang 2 − 30 30kuning 1.8; merah 1.4
kuning 2.3; merah 0.3
biru 0.5; kuning 4.8; merah 2.3
kuning 10.03; merah 2.3
Salak −belah samping
30 30kuning 3.2, merah 1.3
merah 1.1; kuning 11.1
merah 2.4; kuning 20.3
merah 2.2; kuning 72.2
Salak −belah samping
40 −merah 1.3; kuning 1.7
merah 2.1; kuning 82.2
merah 4.1; kuning 72.2
−
Kentang 3 30 30kuning 2.2, merah 1.1
kuning 2.0; merah 1.1
merah 2.5; kuning 18.8
merah 2.4; kuning 71.2
Salak −belah samping
30 30merah 0.2; kuning3.9
merah 1.3; kuning 10.2
merah 1.4; kuning 2.3
kuning 9.3; merah 1.2
Salak −belah samping
40 −merah 1.4; kuning 1.9
merah 1.8; kuning 23.8
merah 3.2; kuning 20.2
−
Hasil uji warna Lovibond menggambarkan bahwa warna yellowness
(kuning) dan blueness (biru) menyatakan warna semakin kecoklatan, akibat dari
proses pemanasan suhu tinggi yang dominan disebabkan oleh reaksi maillard
(pencoklatan non enzim).
Adanya perbedaan perlakuan pada kentang memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap perubahan warna, hal ini dinyatakan dengan huruf yang
berbeda dibelakang angka menandakan adanya pengaruh atau perbedaan yang
nyata antar perlakuan terhadap kategori warna, sedangkan huruf yang sama
menyatakan tidak adanya pengaruh atau perbedaan antar perlakuan. Adanya
faktor perbedaan perlakuan berupa sistem pemasakan yang berbeda (vacuum dan
deep frying), perendaman dengan larutan kapur tohor, tipe pemotongan yang
berbeda, semua faktor tersebut pada beberapa antar sampel memberikan pengaruh
yang signifikan. Hal ini disebabkan secara dominan oleh faktor sistem pemasakan
(vacuum dan deep frying) yang berbeda, karena vacum menggunakan suhu yang
rendah (dibawah 1000C) dalam proses pemasakannya menghasilkan warna
kecoklatan yang tidak terlalu coklat, sedangkan sistem pemasakan dengan deep
frying menghasilkan warna produk yang lebih coklat karena pada proses nya
menggunakan suhu yang lebih tinggi (diatas 1600C). Hal tersebut sangat
mempengaruhi perubahan warna pada kentang.
Perbedaan ketebalan irisan pada kentang mempengaruhi warna, hal ini
disebabkan karena ketebalan mempengaruhi kecepatan dalam pemasakan.
Pemasakan yang lebih lama menghasilkan warna yang lebih coklat, apalagi
menggunkan pemanasan dengan suhu tinggi (deep frying). Faktor perendaman
tidak berpengaruh terhadap perubahan warna pada produk kentang. Sama seperti
pada produk kentang pengaruh perbedaan warna antar perlakuan disebabkan
secara dominan karena pemanasan, dimana terjadinya proses maillard
(pencoklatan non enzimatik). Bentuk irisan tidak berpengaruh terhadap
perubahan warna pada produk salak. Perbedaan lamanya perendaman dengan
larutan kapur tohor terhadap salak mempengaruhi terhadap perbedaan warna antar
produk.
IV.4 Keseluruhan
Parameter yang diamati dalam praktikum ini meliputi warna, aroma,
tekstur, rasa dan keseluruhan dari keripik yang dihasilkan. Pengujian sensoris
dilakukan dengan metode uji kesukaan secara scoring menggunakan 16 panelis
tidak terlatih. Nilai skor untuk tiap-tiap parameter antara 1-5, semakin besar nilai
skor sensoris berarti semakin tinggi pula nilai kesukaan panelis terhadap keripik
yang diamati. Hasil dari pengujian sifat sensoris keripik kentang dapat dilihat
pada Tabel 12 dan keripik salak pada Tabel 13.
Berdasarkan Tabel 12 diketahui bahwa parameter aroma memberikan hasil
yang berbeda nyata pada keripik kentang dengan perlakuan ketebalan irisan dan
lama perendaman. Keripik kentang dengan perlakuan ketebalan pengirisan 2 mm
dan lama perendaman dalam larutan kapur tohor 10% selama 30 menit yang
digoreng secara vacuum frying merupakan produk yang paling disukai oleh
panelis.
Tabel 12 Uji sensoris keripik kentang
PenggorenganKetebalan
Irisan (mm)
Lama Perendaman
(menit)
Parameter
Warna Aroma Tekstur Rasa Keseluruhan
Vacuum
1 20 3,69fgh 2,87cd 3,38efg 3,06fgh 3,19de
1 30 3,81gh 3,13cd 3,19defg 2,81efg 2,88bcd
1 40 3,00cdef 2,94cd 3,06def 2,62defg 2,81bcd
2 20 4,06h 3,25d 3,69fg 3,63h 3,81f
2 30 3,44efgh 3,31d 3,00def 2,88fg 3,19de
2 40 2,87cde 2,81cd 2,94de 2,69defg 2,75bcd
3 20 3,38defgh 3,25d 3,81g 3,56h 3,69ef
3 30 3,19cdefg 3,06cd 3,44efg 3,19gh 3,31def
3 40 2,50bc 2,44bc 2,94de 2,56defg 2,44bc
Deep
1 20 3,31defg 3,06cd 3,06def 2,81efg 3,06cde
1 30 3,81gh 3,00cd 3,38efg 2,44cdef 2,88bcd
1 40 3,87gh 3,06cd 3,44efg 2,75defg 3,06cde
2 20 2,69bcd 2,63bcd 2,13bc 2,19cde 2,50bc
2 30 2,06ab 2,06ab 1,62ab 1,88bc 1,75a
2 40 3,00cdef 2,75bcd 2,50cd 2,13cd 2,38b
3 20 1,50a 1,75a 1,50ab 1,44a 1,50a
3 30 1,63a 1,69a 1,44a 1,44a 1,44a
3 40 1,69a 1,38a 1,19a 1,25a 1,44a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada α 5%
Keripik kentang perlakuan tersebut secara umum tidak berbeda nyata
dengan keripik kentang perlakuan lainnnya untuk parameter aroma pada taraf α
5% atau tingkat kepercayaan 95%. Akan tetapi berbeda nyata dengan keripik
kentang dengan perlakuan ketebalan pengirisan 3 mm dan lama perendaman
dalam larutan kapur tohor 10% selama 20 menit, 30 menit dan 40 menit yang
digoreng secara deep frying. Selain itu juga berbeda nyata dengan keripik kentang
dengan perlakuan ketebalan pengirisan 2 mm dan lama perendaman dalam larutan
kapur tohor 10% selama 30 menit yang digoreng secara deep frying dan ketebalan
pengirisan 3 mm dan lama perendaman dalam larutan kapur tohor 10% selama 40
menit yang digoreng secara vacuum frying.
Berdasarkan analisis SPSS, aroma keripik kentang dengan perlakuan
penggorengan dan ketebalan irisan memberikan pengaruh beda nyata sedangkan
lama perendaman memberikan pengaruh beda nyata pada keripik kentang yang
dihasilkan. Aroma keripik kentang dengan penggorengan secara vacuum frying
lebih disukai dibanding deep frying. Semakin tipis pengirisan juga memberikan
pengaruh lebih disukai oleh panelis.
Parameter rasa memberikan hasil yang berbeda nyata pada keripik kentang
dengan perlakuan ketebalan irisan dan lama perendaman. Keripik kentang dengan
perlakuan ketebalan pengirisan 2 mm dan lama perendaman dalam larutan kapur
tohor 10% selama 20 menit yang digoreng secara vacuum frying merupakan
produk yang paling disukai oleh panelis. Keripik kentang perlakuan tersebut
secara umum berbeda nyata dengan keripik kentang perlakuan lainnnya untuk
parameter rasa pada taraf α 5% atau tingkat kepercayaan 95%. Akan tetapi tidak
berbeda nyata dengan keripik kentang dengan perlakuan ketebalan pengirisan 3
mm dan lama perendaman dalam larutan kapur tohor 10% selama 20 menit dan 30
menit yang digoreng secara vacuum frying. Selain itu juga tidak berbeda nyata
dengan keripik kentang dengan perlakuan ketebalan pengirisan 1 mm dan lama
perendaman dalam larutan kapur tohor 10% selama 20 menit yang digoreng
secara vacuum frying.
Berdasarkan analisis SPSS, rasa keripik kentang dengan perlakuan
penggorengan, ketebalan irisan dan lama perendaman memberikan pengaruh beda
nyata pada keripik kentang yang dihasilkan. Rasa keripik kentang dengan
penggorengan secara vacuum frying lebih disukai dibanding deep frying. Semakin
tebal pengirisan dan semakin lama perendaman menyebabkan penurunan tingkat
kesukaan panelis terhadap rasa keripik kentang yang dihasilkan.
Secara keseluruhan keripik kentang dengan perlakuan ketebalan pengirisan
2 mm dan lama perendaman dalam larutan kapur tohor 10% selama 20 menit yang
digoreng secara vacuum frying merupakan produk yang paling disukai oleh
panelis. Secara umum berbeda nyata dengan keripik kentang perlakuan lainnnya.
Akan tetapi tidak berbeda nyata dengan keripik kentang dengan perlakuan
ketebalan pengirisan 3 mm dan lama perendaman dalam larutan kapur tohor 10%
selama 20 menit dan 30 menit yang digoreng secara vacuum frying. Perlakuan
penggorengan, ketebalan irisan dan lama perendaman memberikan pengaruh beda
nyata pada keripik kentang yang dihasilkan. Keripik kentang dengan vacuum
frying secara keseluruhan lebih disukai oleh panelis dibanding deep frying. Akan
tetapi dilihat dari segi biaya, vacuum frying lebih mahal dibanding deep frying
sehingga perlu dipertimbangkan jenis penggorengan yang akan digunakan.
Tabel 13 Uji sensoris keripik salak
Penggorengan Bentuk Irisan Lama
Perendaman (menit)
ParameterWarn
aArom
aTekstur Rasa Keseluruhan
Vacuum
vertikal 20 1,87ab 2,38abcde 1,69a 2,13abc 1,94a
vertikal 30 2,94d 3,19fg 2,63b 3,31ef 3,13bc
vertikal 40 3,62ef 3,44g 3,13b 3,31ef 3,37cd
horisontal 20 2,56cd 2,88cdefg 2,50b 2,88de 2,75b
horisontal 30 2,06bc 2,63bcdef 1,75a 2,63cde 2,00a
horisontal 40 3,13de 3,06efg 2,50b 3,06de 3,00bc
belah samping 20 3,00d 2,94defg 2,50b 3,13de 2,94bc
belah samping30 2,88d 2,6
3bcdef 2,50b 2,94de 2,62b
belah samping 40 3,75f 3,56g 3,69c 3,81f 3,81d
Deep
vertikal 20 1,87ab 2,56bcdef 1,44a 2,13abc 1,88a
vertikal 30 1,75ab 2,19abc 1,44a 1,75ab 1,56a
vertikal 40 1,75ab 1,81a 1,62a 1,81ab 1,62a
horisontal 20 1,88ab 2,13ab 1,50a 1,88abc 1,88a
horisontal 30 1,69ab 2,31abcd 1,69a 2,06abc 1,81a
horisontal 40 1,88ab 2,13ab 1,81a 2,38bcd 2,06a
belah samping 20 1,50ab 2,06ab 1,38a 1,69ab 1,50a
belah samping 30 1.38a 2,19abc 1,25a 1,50a 1,56a
belah samping 40 1,94ab 2,06ab 1,44a 2,06abc 1,87a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada α 5%
Penggorengan secara vacuum lebih baik untuk menghasilkan produk
dengan bahan yang mengandung kadar gula tinggi. Hal ini disebabkan suhu
penggorengan vacuum yang rendah sehingga produk dengan kadar gula tinggi
yang digoreng tidak mengalami browning atau reaksi maillard sehingga
mempunyai kenampakan fisik yang lebih baik dibanding deep frying.
Berdasarkan Tabel 13 diketahui bahwa parameter aroma memberikan hasil
yang berbeda nyata pada keripik salak dengan perlakuan bentuk irisan dan lama
perendaman. Keripik salak dengan irisan belah samping dan lama perendaman
dalam larutan kapur tohor 10% selama 40 menit yang digoreng secara vacuum
frying merupakan produk yang paling disukai oleh panelis.
Aroma keripik salak dengan perlakuan penggorengan memberikan
pengaruh beda nyata sedangkan bentuk irisan dan lama perendaman tidak
memberikan pengaruh beda nyata pada keripik salak yang dihasilkan. Aroma
keripik salak dengan penggorengan secara vacuum frying lebih disukai dibanding
deep frying.
Parameter rasa memberikan hasil yang berbeda nyata pada keripik salak
dengan perlakuan bentuk irisan dan lama perendaman. Keripik salak dengan
perlakuan bentuk pengirisan belah samping dan lama perendaman dalam larutan
kapur tohor 10% selama 40 menit yang digoreng secara vacuum frying merupakan
produk yang paling disukai oleh panelis. Keripik salak perlakuan tersebut secara
umum berbeda nyata dengan keripik salak perlakuan lainnnya untuk parameter
rasa pada taraf α 5% atau tingkat kepercayaan 95%. Akan tetapi tidak berbeda
nyata dengan keripik salak dengan perlakuan bentuk pengirisan vertikal dan lama
perendaman dalam larutan kapur tohor 10% selama 30 menit dan 40 menit yang
digoreng secara vacuum frying.
Rasa keripik salak dengan perlakuan penggorengan dan lama perendaman
memberikan pengaruh beda nyata sedangkan bentuk irisan tidak memberikan
pengaruh beda nyata pada keripik salak yang dihasilkan. Rasa keripik salak
dengan penggorengan secara vacuum frying lebih disukai dibanding deep frying.
Semakin lama perendaman, rasa keripik salak semakin disukai panelis.
Secara keseluruhan keripik salak dengan perlakuan bentuk pengirisan
belah samping dan lama perendaman dalam larutan kapur tohor 10% selama 40
menit yang digoreng secara vacuum frying merupakan produk yang paling disukai
oleh panelis. Secara umum berbeda nyata dengan keripik kentang perlakuan
lainnnya. Akan tetapi tidak berbeda nyata dengan keripik salak dengan perlakuan
bentuk pengirisan vertikal dan lama perendaman dalam larutan kapur tohor 10%
selama 40 menit yang digoreng secara vacuum frying.
Perlakuan penggorengan dan lama perendaman memberikan pengaruh
beda nyata sedangkan bentuk irisan pada keripik salak yang dihasilkan. Keripik
salak dengan vacuum frying secara keseluruhan lebih disukai oleh panelis
dibanding deep frying. Hal ini dikarenakan salak mempunyai kandungan gula
yang tinggi. Penggorengan vacuum lebih baik untuk menghasilkan produk dengan
bahan yang mengandung kadar gula tinggi. Hal ini disebabkan suhu
penggorengan vacuum yang rendah sehingga produk dengan kadar gula tinggi
yang digoreng tidak mengalami browning atau reaksi maillard sehingga
mempunyai kenampakan fisik yang lebih baik dibanding deep frying.
V. KESIMPULAN
V.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Keripik salak dan keripik kentang lebih disukai dengan metode vacuum frying
dibandingkan dengan deep frying.
2. Ketebalan bahan dan lama perendaman mempengaruhi karakteristik keripik
kentang dan keripik salak
3. Metode penggorengan vacuum frying lebih baik untuk menghasilkan produk
dengan bahan yang mengandung kadar gula tinggi.
4. Lama perendaman dapat mempengaruhi rasa keripik yang disukai panelis.
5. Panelis lebih menyukai keripik yang digoreng dengan metode vacuum frying.
V.2 Saran
Pemilihan proses penggorengan (metode penggorengan) juga harus
diperhatikan produk pangan yang sesuai untuk digoreng dengan metode
penggorengan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Adicahyadi, Lisa. 2008. Renyahnya Bisnis Keripik Kentang. http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=55806. 10 Desember 2010.
Anonim. 2003. Industri Pangan Butuh Uji Sensoris. http://www.pelita.or.id/baca.php?id=35545. (Diakses tanggal 14 Desember 2010).
Anonim. 2008. Sifat-sifat Sensoris. http://tekhnologi-hasil-pertanian.blogspot.com/ 2008/ 08/ sifat - sifat - sensoris_8614.html. (Diakses tanggal 17 Mei 2009).
Anonim. 2008. Menggoreng Buah dan Sayur Menggunakan Mesin Vacuum frying. http://keripikbuah.com/menggoreng-buah-dan-sayur-dengan-mesin-vacuum-frying.htm. 3 November 2010.
Anonim. 2010. Kandungan air dalam bahan pangan. http://www.rajman.co.cc/2010/07/kandungan-air-dalam-bahan-pangan.html, akses tanggal 31 Agustus 2010.
Anonim. 2010. http://www.suaramerdeka.com/harian/0401/13/dar21.htm, akses tanggal 31 Agustus 2010
Anonim. 2010. Penggorengan Vakum Untuk Pembuatan Kripik Buah-buahan. http://www.pustaka-deptan.go.id/agritek/dkij0122.pdf. (Diakses pada tanggal 1 September 2010).
De Mand, John M. 1997. Kimia Makanan. Penerbit ITB, Bandung.
Dimitrios Boskou dan Ibrahim Elmadfa, 1997, Frying of Food, Technomic Publishing CO.INC, Lancaster-Basel.
Herawati, Heny. 2008. Penentuan Umur Simpan Pada Produk Pangan. Jurnal Litbang Pertanian.
Kartika, Bambang, Pudji Astuti dan Wahyu Supartono. 1988. Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Ketaren, S. Minyak dan Lemak Pangan, 1986, UI Press.
Rahayu, Kapti. 1988. Penyedap. dalam Bahan Tambahan Makanan (Food Additives). Trenggono, dkk. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Sartika, R.A.D., Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (Deep frying) terhadap pembentukan asam lemak trans. Makara, sains, vol. 13, no. 1, April 2009 : 23 – 28. CV Yasaguna. Jakarta.
Setiyo, Yohanes. 2003. Aplikasi Sistem Kontrol Suhu dan Pola Aliran Udara pada Alat Pengering Tipe Kotak. www.y[email protected]. (Diakses pada tanggal 31 Agustus 2010).
Setyarso, Nur Asidik. 2004. Skripsi. Perpindahan Panas dan Massa pada Kentang Berbentuk Silinder Selama Penggorengan Tekanan Hampa. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada.
Siregar, Halomoan P, Dadang D. Hidayat dan Sudirman. 2004. Evaluasi Unit Proses “Vacum Frying” Skala Industri Kecil Menengah. http://203.190.188.132/download//e-book/makalah/Vakum%20frying.pdf. (Diakses pada tanggal 30 Agustus 2010).
Soritua, Parulian. 2010. Pembuatan Keripik Kentang. http://kamiitp08.blogspot.com/2010/10/pembuatan-keripik-kentang.html. 3 November 2010.
Tandilittin, H. Desain dan Uji Penggoreng Open Deep frying dengan perubahan posisi elemen pemanas. Tesis IPB. 2008.
Tobias, Pedro, Ricardo del Rosario, Manuel Palomar, Romeo Obordo, Marianto R. Villanueva, Amelia Gerpacio, Federico G. Villamayor, E. Magboo, Dely P. Gapasin dan Madeline B. Quiamco. 1983. The Philippines Recommends for Cassavaa. Philippine Council for Agriculture and Resources Research and Development. Los Banos. Laguna.
Widaningrum, N. Setyawan dan D.A. Setyabudi. 2008. Pengaruh Cara Pembumbuan dan Suhu Penggorengan Vakum Terhadap Sifat Kimia dan Sensori Keripik Buncis (Phaseolus radiatus) Muda. http://pascapanen.litbang.deptan.go.id/media/ publikasi /jurnal/j.Pascapanen.2008_2_6.pdf. (Diakses pada tanggal 30 Agustus 2010).
Wijaya, C. Hanny. 2009. The Science of Taste . Sensasi Rasa. Food Review. Vol.IV, No.10, Oktober 2009, hal. 10. PT Media Pangan Indonesia. Bogor.
Winarno, FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Pengujian Sensoris dengan Metode Scale Hedonic Test
(Larmond, 1977)
1. Sampel keripik, kemudian ditempatkan di dalam cawan porselin. Masing-
masing cawan diberi label secara acak dan ditata secara acak juga.
2. Panelis dipersilahkan mencicipi sampel satu per satu dengan diselingi
berkumur air hangat dan memakan roti tawar pada tiap sampel untuk
menghindari adanya bias.
3. Panelis menuliskan penilaian masing-masing sampel pada boring yang
disediakan. Penilaian meliputi warna, bau atau flavor, tekstur, rasa dan
keseluruhan.
Pengujian Sensoris
Nama : ………………….. Tanggal : …………….. 2010
Jenis kelamin : ………………….. Tanda Tangan : ……………..
Umur : ………………….. Sampel : Keripik
Dihadapan saudara disajikan suatu produk makanan, yaitu keripik yang
terbuat dari kentang dan salak. Saudara diminta untuk memberikan penilaian
terhadap masing-masing parameter dengan memberikan nilai pada kolom sesuai
dengan penilaian saudara:
Tahap 1. Penilaian produk keripik dengan menggunakan skala penilaian:
1 = sangat tidak suka 4 = agak suka
2 = tidak suka 5 = sangat suka
3 = suka
Parameter KentangWarnaBau/flavorTeksturRasaKeseluruhan
Parameter SalakWarnaBau/flavorTeksturRasaKeseluruhan
Atas partisipasi Anda kami ucapkan banyak terima kasih
Lampiran 2. Analisa tekstur dengan Zwick/ Z 0.5
1. Siapkan sampel sesuaikan dengan perlakuan
2. Aktifkan Program Universal Testing Machine
3. Power mesin dalam posisi ON
4. Panel mesin dalam posisi ON
5. Tunggu sampai proses download selesai
6. Sesuaikan Test Standar (Compression, Tensile Strength, Penetration)
7. Setiap melakukan pengujian perhatikan parameter, sesuaikan dengan
pengujian yang akan dilakukan
8. Isi data sampel sesuai dengan specimen
9. Lakukan pengujian, tunggu sampai proses pengujian selesai
10. Sesuaikan grafik dengan data yang ada
11. Tulis kode sampel
12. Cetak hasil pengujian
Lampiran 3. Analisa kadar air metode Gravimetri (AOAC, 1984).
1. Ditimbang sampel yang telah dihaluskan sebanyak 1-2 gram dalam botol
timbang yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC dan diketahui
beratnya (berat konstan).
2. Dikeringkan pada suhu 100-105oC selama 3-5 jam, didinginkan dalam
desikator lalu timbang. Dipanaskan lagi dalam oven selama 30 menit,
kemudian dinginkan dan ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai tercapai
berat konstan.
3. Pengurangan berat ini merupakan banyaknya air dalam sampel yang dihitung
dengan rumus:
Kadar air (%)=a−ba
×100 %
Keterangan:
a = berat sampel mula-mula (gram)
b = berat sampel setelah dikeringkan (gram)
Lampiran 4. Analisa warna dengan Lovibond Tintometer model F.
Cara Kerja:
1. Masukkan bahan ke dalam cuvet
2. Diletakkan dalam chamber lid (alat tintometer) dan kemudian ditutup
3. Hidupkan alat atau tekan power
4. Diamati warna sampel dengan eyepiece dan mengatur warna sampai sama
menggunakan parameter warna (panel)
5. Dilihat angka panel