BAGIAN PERTAMA - HASIL PEMBINAAN KELUARGA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pelatihan Pra Dokter (PPD) merupakan suatu program simulasi pada situasi yang
sesungguhnya di masyarakat untuk memberikan pengalaman kepada calon dokter
tentang bagaimana bekerja sebagai dokter keluarga yang berorientasi kepada
masyarakat khususnya keluarga. Program ini merupakan proses pembelajaran
akhir bagi para calon dokter untuk memperkaya pengalaman dalam
berkomunikasi, mengidentifikasi masalah, mengenal berbagai faktor risiko serta
melaksanakan pemecahan masalah kesehatan secara komprehensif yang berpusat
pada pasien dan keluarganya yang pada kesempatan kali ini diterapkan pada tiga
keluarga binaan.
1.2. Tujuan
Mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran serta
memecahkan masalah kesehatan di keluarga secara komprehensif dengan
pendekatan holistik.
1.3. Manfaat
Mahasiswa mampu berkomunikasi secara efektif dengan keluarga atau
masyarakat untuk menggali berbagai informasi berkaitan dengan masalah
kesehatan.
Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah kesehatan, faktor risiko, dan
alternatif pemecahannya di keluarga atau masyarakat.
Mahasiswa mampu melakukana advokasi untuk dapat memecahkan masalah
kesehatan di keluarga secara komprehemsif dengan pendekatan holistik untuk
meningkatkan prilaku hidup sehat.
Keluarga dapat mengenali factor-faktor risiko dalam masalah kesehatannya,
lebih mengerti tentang pentingnya prilaku hidup sehat serta menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari.
1
BAB II
HASIL PENELUSURAN KELUARGA BINAAN
Keluarga binaan bertempat tinggal di Banjar Lateng, Desa Sukawana,
Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Desa Sukawana masuk dalam wilayah kerja
Puskesmas Kintamani II. Banjar Lateng memiliki sekitar 120 KK. Sebagian besar
warganya bekerja sebagai petani.
2.1. Karakteristik Keluarga Binaan
Tabel 1. Susunan Keluarga I Wayan Gerot
No Nama JK Umur PendidikanHubungan dgn KK
Pekerjaan
1. I Wayan Gerot L 65 th SD KK Petani2. Ni Mawi P 63 th SD Istri KK Petani
3. I Wayan Masih L 35 th SD Anak KKPelayan Restoran
4. Made Wini P 33 th SD Anak KKIbu Rumah
Tangga
5. Luh Kertiasih P 31 th SD Anak KKIbu Rumah
Tangga
6.I Ketut
SudiatmikaL 28 SD Anak KK Trainee
7. I Ketut Jaya L 21 SD Anak KK Petani
Gambar 1. Sistem Kekerabatan I Wayan Gerot
1. I Wayan Gerot – KK2. Ni Mawi – Istri KK3. I Wayan Masih – Anak KK4. Made Wini – Anak KK
5. Luh Kertiasih – Anak KK6. I Ketut Sudiatmika – Anak KK7. I Ketut Jaya – Anak KK
Keluarga I Wayan Gerot terdiri dari ayah, ibu, dan satu orang anak yang tinggal
serumah, sedangkan empat anak lainnya tinggal di tempat lain. Keluarga ini
merupakan nuclear family. Keluarga ini beragama Hindu. Dalam kehidupan
sehari-hari, pengambilan keputusan berada di tangan KK. Semua anaknya hanya
berpendidikan SD. Semua anak mereka sudah memiliki pekerjaan.
2
Keterangan :
Laki-laki
Perempuan3 6 7
1 2
4 5
Tabel 2. Susunan Keluarga Wayan Daging
No Nama JK Umur PendidikanHubungan dgn KK
Pekerjaan
1. Wayan Daging L 48 th Tdk Sekolah KK Petani2. Ketut Rauh P 47 th Tdk Sekolah Istri KK Petani3. - L 1 th - Anak KK -4. Made Suarya L 11 th Tdk Sekolah Anak KK Petani5. - P 1 bln - Anak KK -6. Made Jersi L 5 th Tdk Sekolah Anak KK Petani
Gambar 2. Sistem Kekerabatan Wayan Daging
1. Wayan Daging – KK2. Ketut Rauh – Istri KK3. – Anak KK
5. – Anak KK6. Made Jersi – Anak KK
4. Made Suarya – anak KK
Keluarga Wayan Daging terdiri dari KK, istri, dan dua orang anak yang tinggal
serumah. Keluarga ini merupakan nuclear family. Keluarga ini beragama Hindu.
Dalam kehidupan sehari-hari, pengambilan keputusan berada di tangan KK. Anak
tidak bersekolah. KK dan istrinya masih aktif dalam kegiatan sehari-hari.
Tabel 3. Susunan KK Wayan Swastika
No Nama JK UmurPendiDikan
Hubungan dgn KK
Pekerjaan
1. Wayan Swastika L 42 th SMA KK Petani2. Nyoman Wisarni P 39 th SD Istri KK Petani3. Putu Soni L 21 th SD Anak KK Pelayan hotel4. Kadek Robi L 19 th SD Anak KK Pelayan hotel5. Komang Meri P 14 th SD Anak KK Petani6. I Ketut Bayu L 8 th SD Anak KK Pelajar
3
Keterangan :
Laki-laki
Perempuan Meninggal
3 6
1 2
54
Gambar 3. Sistem Kekerabatan Wayan Swastika
1. Wayan Swastika – KK2. Nyoman Wisarni – Istri KK3. Putu Soni – Anak KK
4. Kadek Robi – Anak KK5. Komang Meri– Anak KK6. I Ketut Bayu – Anak KK
Keluarga Wayan Swastika terdiri dari ayah, ibu, dan dua orang anak yang tinggal
serumah, dua anak lainnya tinggal di tempat lain. Keluarga ini merupakan nuclear
family. Keluarga ini beragama Hindu. Dalam kehidupan sehari-hari, pengambilan
keputusan berada di tangan anak KK. Dua anak KK sudah bekerja namun masih
belum menikah hingga saat ini. Dua anak lainnya tinggal bersama KK mengurus
kebun.
2.2. Status Kesehatan Keluarga Binaan
I Wayan Gerot
Dalam 6 bulan terakhir ini keluarga mereka hanya mengalami penyakit umum
seperti batuk, pilek dan demam. Tidak ada penyakit berat yang membutuhkan
pengobatan lama maupun opname. Jika sakit mereka mencari pengobatan ke
bidan desa atau Puskesmas Kintamani II. Bapak I Wayan Gerot memiliki
penyakit hipertensi tidak rutin dikontrol yang akan dibahas lebih lanjut dalam
laporan kedokteran keluarga. Selain itu tidak ada riwayat penyakit khusus
dalam keluarganya. Untuk biaya pengobatan keluarga ini menggunakan
JAMKESMAS.
Wayan Daging
Dalam 6 bulan terakhir ini keluarga mereka hanya mengalami penyakit umum
seperti batuk, pilek dan demam. Saat ditanyakan riwayat penyakit berat, anak
pertama KK memiliki riwayat operasi di daerah leher, yang sampai sekarang
belum ada keluhan lagi. Tidak ada penyakit berat yang membutuhkan
pengobatan lama maupun opname. Jika sakit mereka lebih memilih
beristirahat dan membeli obat sendiri, jika tidak sembuh juga baru mencari
4
Keterangan :
Laki-laki
Perempuan
3 6
1 2
54
pengobatan ke Puskesmas. Selain itu tidak ada riwayat penyakit khusus dalam
keluarganya. Untuk biaya pengobatan keluarga ini menggunakan
JAMKESMAS.
Wayan Swastika
Dalam 6 bulan terakhir ini keluarga mereka hanya mengalami penyakit umum
seperti batuk, pilek dan demam. Tidak ada penyakit berat yang membutuhkan
pengobatan lama maupun opname. Jika sakit mereka lebih memilih
beristirahat dan membeli obat sendiri, jika tidak sembuh juga baru mencari
pengobatan ke Puskesmas. Istri KK memiliki penglihatan yang diakuinya
buruk, ia sempat memeriksakan dirinya ke RS dan mendapatkan kacamata.
Riwayat penyakit khusus sepeti hipertensi atau kencing manis dalam
keluarganya belum diketahui karena KK dan istrinya mengaku tidak
memeriksakan diri. Untuk biaya pengobatan keluarga ini menggunakan
JAMKESMAS.
2.3. Status Ekonomi Keluarga Binaan
I Wayan Gerot
Penghasilan keluarga berasal dari hasil kebunnya yaitu jeruk, kopi dan
cengkeh. Penghasilan KK tidak menentu tergantung dari berapa keranjang
yang berhasil terjual. Rata-rata sebulan penghasilan sekitar Rp 500.000,-. KK
kadang mengirimkan uang kepada anaknya yang keempat setiap bulan
dengan jumlah tidak tentu, berkisar Rp.100.000,- sampai Rp.200.000,-. Untuk
pengeluaran makanan, sehari menghabiskan 1 kg beras, sayur didapat dari
kebun yang mereka tanam sendiri, sehingga pengeluaran berkisar Rp.
10.000,- per hari. Keluarga ini juga mengeluarkan biaya untuk membayar
biaya listrik. Hingga saat ini keluarga masih membayar biaya sosial di
banjarnya perbulan sebanyak Rp 30.000,-.
5
Tabel 4. Pemasukan dan Pengeluaran Keluarga I Wayan Gerot Perbulan
No. Uraian Pengeluaran Pemasukan Pengeluaran
1. Menjual hasil kebun Rp.500.000,-
2. Beras Rp.300.000,-
3. Sosial Rp. 30.000,-
4. Mengirimkan uang untuk anak bungsu Rp.100.000,-
5. Biaya listrik Rp. 30.000,-
Total Rp.500.000,- Rp.460.000,-
Surplus Rp.40.000,-
Wayan Daging
Penghasilan keluarga berasal dari panen hasil kebunnya yaitu jeruk, kacang
dan kopi miliknya 2x setahun. Namun karena luas kebunnya hanya 5 are,
hasil itu hanya cukup untuk biaya makan saja, sehingga KK tidak
menyekolahkan anaknya. Keluarga ini juga tidak memiliki saluran air
sehingga tidak membayar air, untuk biaya listrik mereka hanya memakai satu
bola lampu di rumahnya untuk keperluan penerangan saat malam.
Pengeluaran untuk listrik sekitar Rp.15.000,- perbulan. Untuk pengeluaran
makanan, sebulan menghabiskan 50 ribu rupiah saja untuk membeli beras dan
bumbu masak, kalau beras mereka habis maka jagung dan ketela dipilih
sebagai makanan pengganti beras. Keluarga ini dibebaskan dari biaya sosial
karena kelian banjar Lateng, memasukkan mereka sebagai keluarga tidak
mampu.
Tabel 5. Pemasukan dan Pengeluaran Keluarga Wayan Daging Perbulan
No. Pengeluaran Pemasukan Pengeluaran
1. Menjual hasil kebun Rp.70.000,-
2. Biaya makan Rp. 50.000,-
3. Biaya listrik Rp. 15.000,-
Total Rp.70.000,- Rp. 65.000,-
Surplus Rp. 5.000,-
6
Wayan Swastika
Penghasilan keluarga berasal dari KK sendiri yang berkerja sebagai petani
yang menanam jeruk, kacang, markisa dan sayur-sayuran di pekarangan yang
sebagian besar digunakan untuk keperluan berjualan dan sisanya untuk makan
sehari-hari. Biaya pendidikan dengan anak bungsunya saat ini masih Sd
berkisar Rp 50.000- Rp 70.000/bulan Hingga saat ini keluarga masih
membayar biaya sosial di banjarnya perbulan sebanyak Rp 30.000,-.
Penghasilan dirasakan cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, jika dan
sisa biasanya disimpan.
Tabel 6. Pemasukan dan Pengeluaran Keluarga Wayan Swastika Perbulan
No. Pengeluaran Pemasukan Pengeluaran
1. Menjual hasil kebun Rp. 500.000,-
2. Beras Rp.300.000,-
3. Sosial Rp. 30.000,-
4. Biaya Pendidikan Rp. 50.000,-
5. Biaya listrik dan air Rp. 30.000,-
Total Rp. 500.000,- Rp. 410.000,-
Surplus Rp.90.000,-
2.4. Lingkungan Fisik Keluarga Binaan
I Wayan Gerot
Keluarga Bapak I Wayan Gerot tinggal bersama dalam 1 rumah
permanen dengan luas tanah 6x6 meter. Dindingnya terbuat dari beton
dan berlantai semen. Atap rumah terbuat dari genteng dengan plafon
rumah anyaman bambu. Rumah terdiri dari 2 kamar dan dapur. Tiap
ruangan memiliki 1 jendela dan 1 pintu. Lingkungan rumah tampak agak
gelap karena hanya ada 3 bohlam lampu saja. Lingkungan rumah terlihat
kotor apalagi setelah hujan dimana pekarangan menjadi becek. Dapurnya
memasak menggunakan kayu bakar dan tidak memiliki cerobong asap.
Untuk sumber air mereka harus mengambil dari sungai kira-kira 2 km
dari rumahnya setiap hari ditampung dengan jeriken. Keluarga ini tidak
7
memiliki jamban. Untuk mandi dilakukan di ruang semi terbuka dimana
hanya ada dua papan kayu di kanan kirinya sebagai pembatas. Untuk
melakukan BAB/BAK mereka melakukannya sembarangan di tegalan
agak jauh dari rumahnya.
Gambar 4. Denah Rumah Bapak I Wayan Gerot
U
4
Wayan Daging
Keluarga Bapak Wayan Daging tinggal bersama dalam 1 rumah permanen
dengan luas tanah 8x8 meter. Di belakang rumah terdapat kebun jeruk
miliknya seluas kira-kira 5 are. Dindingnya terbuat dari bambu dan berlantai
semen. Atap rumah terbuat dari bambu. Rumah terdiri dari 2 kamar tidur dan
dapur yang digabung menjadi satu. Tiap ruangan memiliki 1 jendela dan 1
pintu. Di dapur mereka memasak menggunakan kayu bakar. Sumber listrik
berasal dari satu sumber dengan iparnya. Untuk sumber air mereka berasal
dari sungai di dekat kebun mereka. Keluarga ini tidak memiliki jamban.
Untuk mandi dilakukan di sungai. Untuk melakukan BAB/BAK mereka
melakukannya sembarangan di kebun jeruk di belakang rumahnya.
8
1 2
3
Keterangan:
Kamar Tidur
Kamar tidur
Dapur
Pekarangan
Gambar 5. Denah Rumah Bapak Wayan Daging
U
Wayan Swastika
Keluarga Bapak Wayan Swastika tinggal bersama dalam 1 rumah permanen
dengan luas tanah 20x10 meter. Dindingnya terbuat dari beton dan berlantai
semen. Atap rumah terbuat dari genteng. Rumah terdiri dari 2 kamar dan
dapur. Tiap ruangan memiliki beberapa jendela dan 1 pintu. Di dapur mereka
memasak dengan menggunakan kayu bakar. Sumber listrik berasal dari PLN.
Untuk sumber air mereka mengambil di bak penampungan air milik banjar.
Keluarga ini tidak memiliki jamban. Untuk mandi dilakukan di ruang bak
penampungan air banjar berupa ruang terbuka dimana hanya ada dua papan
kayu di kanan kirinya sebagai pembatas. Untuk melakukan BAB/BAK
mereka melakukannya sembarangan di tegalan agak jauh dari rumahnya.
9
1 5
32
4
Keterangan:
1. Tempat sembahyang
2. Tempat tidur anak
3. Tungku api
4. Tempat tidur KK dan Istri
5. Rumah KK
Gambar 6. Denah Rumah Bapak Wayan Swastika
U
2.5. Prilaku Hidup Bersih dan Sehat Keluarga Binaan
I Wayan Gerot
Prilaku hidup sehat keluarga Bapak I Wayan Gerot tergolong kurang.
Anggota keluarga tidak memiliki kebiasaan sikat gigi teratur 2x sehari.
Kebiasaan mandi keluarga menurut KK sekitar 3-4x dalam seminggu. Untuk
kebiasaan cuci tangan sangat jarang dilakukan berhubung persediaan air yang
sangat terbatas. Untuk mencuci pakaian biasanya dilakukan 1x seminggu
menggunakan deterjen. Keluarga ini tidak memiliki jamban sehingga untuk
BAB/BAK dilakukan di tegalan agak jauh dari rumahnya. Untuk memasak,
bahan makanan dicuci menggunakan air sebelum dimasak. Air minum tidak
dimasak terlebih dahulu namun langsung saja diminum dari penampungan.
Menu makanan sering kali hanya berupa nasi dan sayur, sangat jarang
mengkonsumsi daging.
Wayan Daging
Prilaku hidup sehat keluarga Bapak Wayan Daging tergolong kurang.
Anggota keluarga tidak memiliki kebiasaan sikat gigi teratur 2x sehari.
Kebiasaan mandi keluarga 1x dalam sehari. Untuk kebiasaan cuci tangan
dengan sabun, biasa dilakukan sesudah bekerja di kebun, sebelum dan
sesudah makan. Untuk mencuci pakaian biasanya dilakukan 1x seminggu
10
1 2
3 4
5
Keterangan:
1. Kamar tidur anak
2. Ruang keluarga
3. Kamar tidur KK dan Istri
4. Ruang tamu
5. Dapur
menggunakan deterjen. Keluarga ini tidak memiliki jamban sehingga untuk
BAB/BAK dilakukan di kebun belakang rumahnya. Untuk memasak, bahan
makanan dicuci menggunakan air sebelum dimasak. Air minum tidak
dimasak terlebih dahulu namun langsung saja diminum dari penampungan.
Menu makanan sering kali hanya berupa nasi dan sayur, sangat jarang
mengkonsumsi daging, bahkan saat nasi mereka habis, mereka
mengkonsumsi jagung dan ketela sebagai pengganti nasi.
Wayan Swastika
Prilaku hidup sehat keluarga Bapak Wayan Swastika tergolong kurang.
Anggota keluarga memiliki kebiasaan sikat gigi teratur 2x sehari hanya anak
KK. Kebiasaan mandi keluarga 1x dalam sehari. Untuk kebiasaan cuci tangan
dengan sabun, biasa dilakukan sesudah makan. Untuk kebiasaan mencuci
tangan sebelum makan dikatakan hanya kadang-kadang. Untuk mencuci
pakaian biasanya dilakukan 1x seminggu menggunakan deterjen. Keluarga ini
tidak memiliki jamban sehingga untuk BAB/BAK dilakukan di tegalan agak
jauh dari rumahnya. Untuk memasak, bahan makanan dicuci menggunakan
air sebelum dimasak. Air minum tidak dimasak terlebih dahulu namun
langsung saja diminum dari penampungan air hujan. Menu makanan sering
kali hanya berupa nasi dan sayur, sangat jarang mengkonsumsi daging.
11
BAB III
PEMBAHASAN
Membandingkan data demografi ketiga keluarga terlihat bahwa rata-rata
pendidikannya adalah tamat SD dan tidak bersekolah. Hal ini tentunya merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan dan pemahaman mereka
terhadap prilaku hidup sehat mereka serta status ekonomi mereka. Peran sekolah dalam
promosi prilaku hidup sehat sejak dini bisa dilihat pada keluarga Wayan Swastika
dimana kedua anaknya yang bersekolah memiliki kebiasaan rutin menggosok gigi
sedangkan anggota keluarga lainnya bahkan tidak memiliki sikat gigi. Menurut
pengakuan Bapak Wayan Swastika kedua anaknya memperoleh pengetahuan mengenai
kesehatan gigi dan menggosok gigi di sekolahnya yang akhirnya diterapkan dalam
kehidupan sehari-harinya.
Status kesehatan ketiga keluarga bisa dikatakan tidak ada perbedaan berarti.
Pada umumnya konsep yang mereka pegang adalah seseorang dikatakan sakit apabila
tidak dapat melaksanakan kegiatan sehari-hari sebagaimana mestinya. Sehingga
seringkali agak terlambat mencari pengobatan. Sehingga penyakit yang dalam
prosesnya tidak menimbulkan gejala atau memberikan gejala minimal seperti misalnya
hipertensi mereka sering kali menganggap tidak perlu memerlukan pengobatan atau
kontrol rutin karena mereka merasa masih mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari
seperti biasa. Dalam hal ini diperlukan KIE pengetahuan mengenai penyakit yang
memerlukan pengobatan rutin, faktor risiko dan menjelaskan komplikasi jangka
panjangnya.
Dari status ekonomi ketiga keluarga cukup bervariasi, sesuai dengan mata
pencaharian mereka. Ketiga keluarga mengaku sangat terbantu dengan biaya sekolah
anak-anak mereka yang gratis setelah dibantu dengan dana BOS. Hal ini dirasakan
sangat membantu mengurangi pengeluaran.
Dari aspek lingkungan fisik pada umumnya menghadapi masalah keterbatasan
persediaan air bersih dan tidak memiliki jamban di lingkungan rumah mereka. Mereka
lebih memilih menampung air hujan atau berjalan mengambil air di sungai
dibandingkan membayar membeli air. Selain itu sumber air seperti mata air dan
sungaipun jaraknya cukup jauh. Tidak adanya jamban lebih disebabkan oleh faktor
12
kebiasaan turun temurun dan kurangnya kesadaran. KIE mengenai pentingnya air bersih
terutama untuk air minum menemui kendala karena mereka menganggap selama ini
mereka minum air langsung dari tempat penampungan pun sudah biasa dan tidak
membuat mereka sakit.
Untuk kebiasaan prilaku hidup sehat cukup beragam pada keluarga KK. Perlu
ditingkatkan peran sekolah dalam promosi kesehatan prilaku hidup sehat sejak dini.
Untuk kebiasaan mereka untuk BAB/BAK sembarangan untuk saat ini yang dilakukan
adalah KIE untuk melakukannya jauh dari sumber air atau penampungan air agar tidak
tercemar. Perlu KIE dan proses perlahan-lahan untuk mengubah persepsi kebiasaan
BAB/BAK tanpa jamban yang turun temurun.
13
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1. Simpulan
1. Keluarga binaan penulis memiliki lingkungan fisik rumah yang kurang sehat,
dengan keadaan ekonomi beragam, dan prilaku hidup sehat yang masih kurang
tetapi terjalin hubungan yang harmonis baik dalam lingkungan keluarga ataupun
masyarakat sekitarnya.
2. Terdapat persepsi yang kurang tepat mengenai konsep sakit dan anggapan
bahwa sudah sembuh ketika penyakit yang dialaminya tidak menunjukkan gejala
yang disebabkan rendahnya tingkat pendidikan. Pengetahuan penderita dan
keluarga tentang penyakit serta penanganannya masih sangat kurang, sehingga
dianggap tidak perlu untuk memeriksakan diri dan minum obat secara teratur.
3. Selama kegiatan PPD ini, yang telah penulis lakukan adalah mempraktekkan
teori kedokteran keluarga, yaitu dengan memberikan KIE dan motivasi baik
kepada pihak penderita dan juga keluarganya tentang penyakit yang dihadapi.
Juga disampaikan untuk menghentikan kebiasaan-kebiasaan buruk yang
mengganggu kesehatan.
4.2. Saran
1. Seluruh anggota keluarga hendaknya turut mendukung proses pengobatan
penderita, baik dengan menyediakan makanan yang sesuai dengan pola diet
penderita dan minum obat secara teratur serta mengingatkan penderita agar
minum obat teratur dan kontrol rutin ke puskesmas setelah minum obatnya
habis.
2. Persepsi sakit yang kurang tepat di masing-masing keluarga binaan diubah
secara perlahan dengan melibatkan dukungan kader-kader kasehatan dan peran
serta pihak puskesmas yang lebih intensif misalnya dengan memberikan
penyuluhan-penyuluhan dan pelatihan bagaimana hidup sehat yang baik.
14
3. Untuk mengatasi banyaknya keluarga yang tidak memiliki jamban mungkin bisa
disiasati dengan pembangunan WC umum di banjar-banjar dan lebih gencar
dalam penyuluhan penggunaan jamban.
15
BAGIAN KEDUA – KASUS DOKTER KELUARGA
1. Latar Belakang Kasus
Sebagaimana kita ketahui, penyakit hipertensi merupakan faktor resiko utama
yang mendasari terjadinya sindrom metabolik seperti dislipidemia dan berbagai
macam penyakit lainnya, selain itu 90 % kasus hipertensi, etiologinya masih belum
diketahui dengan jelas, penyakit ini merupakan penyakit sistemik yang menyerang
multi organ dan menurut. Selain itu komplikasi jangka panjang jika penyakit ini
tidak terkontrol salah satunya adalah serangan stroke. Proses perjalanan penyakit
ini yang sering kali tidak bergejala atau hanya memberikan gejala minimal,
seringkali membuat pasien merasa dirinya tidak sakit lagi dan malas untuk
melanjutkan kontrol dan pengobatan. Alasan-alasan inilah yang mendasari
pemilihan kasus Hipertensi sebagai laporan kasus penulis.
Identitas Pasien
Nama : I Wayan Gerot
Umur : 65 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan : Tamat SD
Pekerjaan : Petani
Riwayat keluarga : Tidak ada
2. Riwayat Penyakit
Penderita, I Wayan Gerot terdiagnosis hipertensi sejak 3 tahun yang lalu. Pada
awalnya ia sering merasa sakit kepala setidaknya sekali dalam seminggu, namun
keluhan tersebut biasanya membaik setelah meminum obat sakit kepala yang dibeli
di warung atau setelah beristirahat. Ia juga tidak pernah memeriksakan dirinya
karena sakit kepalanya tersebut dapat diatasi.
Kemudian saat ada Puskesmas keliling, penderita mencoba berobat disana dan
didapatkan tekanan darahnya tinggi. Ia diminta untuk memeriksakan diri kembali
ke Puskesmas. Dari hasil pemeriksaan di puskesmas baru kemudian diketahui
bahwa tekanan darahnya tinggi yaitu 160/90 mmHg. Saat itu ia diberikan dua
macam obat, namun ia lupa namanya. Setelah minum obat tersebut ia merasa lebih
16
baik. Penderita masih sempat rutin kontrol ke bidan desa selama 3 bulan, setelah itu
ia merasa sudah tidak merasakan keluhan apa-apa lagi sehingga setelah obat habis
ia tidak memeriksakan diri lagi ke puskesmas, karena merasa sudah sehat.
Saat ini penderita menyatakan dirinya masih pernah merasakan keluhan yang
sama, namun dengan frekuensi yang lebih jarang, apabila keluhan tersebut muncul
biasanya ia meminum obat sakit kepala biasa kemudian beristirahat. Keluhan
dirasakan tidak mengganggu aktivitas kesehariannya. Penderita mengakui kurang
mengerti tentang bagaimana mengatur diet dan mengurangi asupan garam seperti
yang telah dianjurkan oleh dokter. Penderita tidak tahu apa komplikasi yang dapat
ditimbulkan dari penyakit yang diderita dan sampai saat ini bagaimana keadaan
sakitnya.
3. Prinsip-prinsip kedokteran keluarga
Sesuai dengan tujuan dari PPD ini agar kita dapat menangani masalah kesehatan
secara komprehensif dengan pendekatan holistik, maka kedokteran keluarga
merupakan metode yang efektif untuk mengatasinya. Solusi yang dilakukan pada
kasus ini sesuai dengan ciri kedokteran keluarga adalah:
1. Personal
Berdasarkan JNC 7 penderita tergolong dalam hipertensi stage 2. Penderita
hipertensi stage 2 dalam pengobatannya, membutuhkan modifikasi gaya hidup
tapi juga pengobatan farmakologi. Perlu diberikan KIE mengenai pengertian
hipertensi, gejala, komplikasi yang bisa terjadi serta pengobatan yang harus
dijalani. Pada kasus KIE lebih ditekankan pada gejala-gejala dari hipertensi,
dimana sangat penting diinformasikan bahwa seringkali penyakit ini hanya
memberikan gejala yang ringan bahkan tanpa gejala, yang dapat langsung diikuti
oleh komplikasi seperti stroke.
Tidak kalah pentingnya adalah memberitahukan dibutuhkannya pengobatan
yang teratur serta kontrol tekanan darah secara rutin, karena penyakit ini
bukanlah penyakit yang dapat sembuh hanya dengan berobat sekali dua kali saja
2. Koordinatif dan kolaboratif
Solusi yang diberikan juga harus bersifat koordinatif dan kolaboratif yaitu
penanganan ini seharusnya dilakukan bersama-sama keluarga dan tenaga
kesehatan yang ada disana. Kepada keluarga juga diberikan pengetahuan tentang
17
penyakit ini sehingga dapat memberikan dukungan dan melakukan pengawasan
pengobatan dengan baik. Kepada pihak tenaga kesehatan setempat dapat
diinformasikan agar melakukan kunjungan ke rumah penderita secara berkala
apabila penderita tidak datang untuk kontrol dan berobat.
3. Paripurna
Paripurna artinya suatu penyakit itu harus diperhatikan secara menyeluruh.
Penyebab terjadinya hipertensi pada penderita sering tidak jelas. Seiring dengan
bertambahnya umur, risiko seseorang untuk mengalami hipertensi juga turut
meningkat. Faktor-faktor risiko yang dapat ditemukan pada penderita ini adalah
merokok dan minum minuman beralkohol. Dari segi sosial ekonomi dan
ketersediaan pelayanan kesehatan, penderita memiliki asuransi kesehatan
Jamkesmas. Maka dari itu sebenarnya pelayanan kesehatan bukanlah masalah,
yang penting adalah kesadaran dari penderita sendiri. Selain itu juga
diperhatikan kebiasaan penderita seperti pola makan penderita.
4. Berkesinambungan
Berkesinambungan disini berarti solusi yang diberikan hendaknya dilakukan
secara terus menerus dengan melihat perkembangan penderita dari hari ke hari.
5. Mengutamakan Pencegahan
Yang dapat dilakukan adalah memberikan pengertian dengan modifikasi gaya
hidup ataupun obat-obatan untuk mencegah kecacatan lebih lanjut dan bahkan
kematian yang dikarenakan oleh komplikasi-komplikasi dari hipertensi yang
tidak terkontrol misalnya melalui pengatura pola makan.
6. Menimbang keluarga, masyarakat dan lingkungan
Menimbang keluarga, masyarakat dan juga lingkungan adalah juga hal yang
penting karena penderita adalah makhluk sosial yang tidak bisa lepas dari orang
lain. Poin ini dapat membantu proses pengobatan sehingga penderita teratur
kontrol ke dokter dan minum obat. Yang dapat dikerjakan adalah dengan
memberikan pengertian, terutama kepada pihak keluarga tentang apa itu
hipertensi, gejala, komplikasi yang bisa terjadi serta pengobatan yang harus
dijalani, sama juga dengan yang diberitahukan kepada penderita. Juga dijelaskan
kepada pihak keluarga pentingnya dukungan mereka dalam segala aspek untuk
kesembuhan penderita.
18