Download - laporan potong perusahaan

Transcript
Page 1: laporan potong perusahaan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak potong merupakan salah satu penghasil daging yang

memiliki nilai gizi serta nilai ekonomi yang tinggi. Hewan ternak sapi juga

mempunyai peranan yang sangat penting dalam lingkungan masyarakat

kita, karena sering dimanfaatkan sebagai hewan kurban pada hari raya

yang permintaanya selalu meningkat setiap tahun. Peternakan adalah

usaha dalam meningkatkan kekayaan alam biotik berupa ternak dengan

cara produksi untuk memenuhi perkembangan kebutuhan manusia.

Ternak sapi yaitu salah satu jenis ternak yang mempunyai prospek untuk

mengimbangi kesenjangan protein hewani asal ternak. Ternak sapi,

khususnya sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil

bahan makanan berupa daging yang mempunyai nilai jual tinggi, dan

penting artinya di dalam kehidupan masyarakat.

Jenis-jenis sapi potong yang biasa ditemukan di indonesia berasal

dari sapi lokal dan sapi impor. Sapi-sapi tersebut masing-masing memiliki

sifat genetik yang khas dan bisa dilihat dari bentuk fisiknya maupun dari

proses laju pertumbuhannya. Sapi-sapi lokal yang sering dijadikan sumber

daging yaitu sapi Ongole, sapi Simmental, sapi PO (peranakan ongole),

sapi Bali,dan sapi Madura. Beternak sapi sebaiknya memilih jenis sapi

apa yang cocok untuk diternakkan di daerah tersebut. Beberapa contoh

sapi lokal yang terdapat pada provinsi banten secara umum bisa

digunakan sebagai usaha penggemukan sapi. Tidak semua jenis sapi bisa

untuk dijadikan usaha penggemukan, ada beberapa faktor yang harus

diperhatikan dalam memilih jenis sapi diantaranya adalah jumlah populasi

dari sapi, pertambahan jumlah populasi tapi setiap tahunnya, penyebaran,

produksi karkas, serta efisiensi penggunaan pakan sapi. Praktikum

kunjungan perusahaan ini harus dilakukan agar dapat mengetahui cara

pemasaran ternak, pengadaan dan pemilihan bakalan ternak yang benar,

sehingga dapat diaplikasikan dengan benar.

Page 2: laporan potong perusahaan

Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum sistem usaha ternak potong yaitu

mengetahui cara pengadaan dan pemilihan bakalan ternak potong yang

baik, mekanisme penampungan ternak dengan manajemen yang tepat,

dan mengetahui pemasaran ternak di pasaran dalam sebuah sistem

usaha.

Manfaat Praktikum

Manfaat dari praktikum sistem usaha ternak potong yaitu

mengetahui manajemen pengadaan bakalan yang baik, manajemen

pemeliharaan sapi potong setiap hari, dan pemasaran ternak serta

pemasaran ternak. Manfaat lainnya adalah dapat menerapkan tata cara

dan sistem pengadaan, pemilihan bakalan, mekanisme penampungan

dengan manajemen yang tepat, dan pemasaran ternak di pasaran yang

baik.

Page 3: laporan potong perusahaan

PROFIL PERUSAHAAN

Mulyo Slamet adalah salah satu usaha perusahaan milik bapak

Olan Suparlan. Perusahaan berlokasi di jalan Wates KM 20 Belimbing RT

28 RW 14 Desa Sukoreno, Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulonprogo.

Perusahaan ini bergerak dalam bidang trading. Perusahaan sudah berdiri

sejak tahun 1968. Sejak tahun 1960 perusahaan didirikan oleh kakek dari

bapak Olan yang bernama Marto Sentono dengan kondisi belum diberi

nama resmi. Tahun 1968 hingga tahun 2000 perusahaan dipimpin oleh

ayah dari bapak Olan gyang bernama Sastrodiatmodjo. Tahun 2000

hingga saat ini perusahaan dilanjutkan oleh bapak Olan sendiri.

Perusahaan dari tahun ke tahun terus berkembang. Tahun 1980,

perusahaan pernah diberi mandat oleh pemerintah untuk mendatangkan

sebanyak 3000 ekor sapi selama 4 tahun (1980 sampai 1984) untuk

disalurkan kepada penduduk Kulonprogo untuk dipelihara.

Page 4: laporan potong perusahaan

KEGIATAN PRAKTIKUM

Manajemen Pengadaan Ternak

Pengadaan Ternak

Siklus Pengadaan Ternak. Siklus pengadaan ternak berdasarkan

praktikum yang dilakukan, dengan cara membeli bakalan yang siap untuk

digemukan, namun apabila ditemukan sapi siap potong dengan harga

yang murah, sapi tersebut juga dibeli. Perusahaan mendatangkan bakalan

dari Kebumen. Alasan dari perusahaan mendatangkan bakalan dari

kebumen karena sapi-sapi daerah kebumen cocok untuk digemukkan dan

harga yang cukup terjangkau. Darmono (1993) menyatakan bahwa

pengadaan sapi dapat dilakukan dengan cara mengimpor bibit sapi, dan

membeli sapi di daerah lain. Faktor-faktor penting dalam pengadaan sapi

untuk memperoleh keuntungan adalah bangsa sapi, umur sapi, jenis

kelamin, jenis pakan, kondisi kesehatan sapi, penanganan pascapanen,

dan metode pemasaran. Berdasarkan literatur, pengadaan ternak yang

dilakukan oleh perusahaan tergolong benar, karena mendatangkan ternak

dari daerah lain yaitu Kebumen.

Metode Pengadaan Ternak. Metode pengadaan ternak oleh

perusahaan dilakukan dengan cara membeli bakalan di pasar dan

peternak-peternak rakyat. Sapi biasanya dibeli di daerah kebumen.

Pengadaan ternak yang dilakukan sebelumnya, dilakukan dengan cara

kemampuan pembeli. . Menurut Departemen Pengembangan Akses

Keuangan dan UMKM (2013), pembelian calon induk diperoleh dari pasar

atau masyarakat lainnya. Pemeliharaan anak menjadi calon induk untuk

digemukkan bersifat fleksibel bergantung situasi pasar. Hasil praktikum

yang didapatkan sudah sesuai dengan literatur yang membeli bakalan

ternak dipasar ataupun dengan masyarakat.

Jumlah Ternak yang dibeli persiklus pengadaan. Perusahaan

perusahaan membeli jumlah ekor sapi tidak berdasarkan kuantitasnya,

melainkan membeli berdasarkan kualitasnya. Perusahaan dapat membeli

Page 5: laporan potong perusahaan

hingga maksimal 10 ekor sapi apabila ditemui sapi-sapi yang cocok untuk

dibesarkan dan memenuhi kriteria calon bakalan penggemukan. Ma’sum

(2011) menyatakan bahwa jumlah pengadaan ternak dilakukan dengan

mempertimbangkan tujuan dari usaha, bergantung pada kebutuhan

jumlah ternak yang dibutuhkan, dan jumlah ternak yang berkriteria sesuai

dengan jenis usahanya. Berdasarkan literatur, metode jumlah pengadaan

ternak yang didatangkan oleh perusahaan sudah benar.

Pemilihan Dan Seleksi Ternak

Pemilihan Ternak

Kriteria untuk pembesaran. Kriteria bakalan sapi untuk

dibesarkan berdasarkan pendapat perusahaan adalah ternak sudah lepas

sapih, punggung lurus, dan gain baik. Menurut Wiyono dan Aryogi (2007),

kriteria untuk pembesaran yaitu dilihat dari kesesuaian warna tubuh

dengan bangsanya, keserasian bentuk dan ukuran antara kepala, leher

dan tubuh ternak, tingkat pertambahan berat badan pada umur tertentu

yang tinggi, tidak tampak adanya cacat tubuh, dan keadaan sapi sehat.

Kriteria bibit untuk pembesaran saat praktikum sudah sesuai dengan

literatur yang dilihat dari kesesuaian tubuh ternak dan tidak adanya cacat

tubuh. Berdasarkan literatur yang diperoleh, kriteria bibit untuk

pembesaran perusahaan sudah baik.

Kriteria calon induk dan/atau pejantan. Kriteria calon pejantan

sapi berdasarkan pendapat perusahaan adalah bangsa PO, berkelamin

jantan, kepala bagus, gumba tidak jatuh, punggung lurus, tulang iga

cekung, perut tidak besar, pangkal ekor besar dan penuh, pantat padat

dan bersih, gelambir tebal, rambut ekor lurus, testis simetris, kuku tebal,

mata sipit, dan moncong tidak runcing. Wiyono dan Aryogi (2007)

menyatakan, ukuran minimal tinggi punuk pada sapi potong calon bibit

(indukan dan pejantan), mengacu pada standar bibit populasi setempat,

regional atau nasional. Ternak pejantan sebaiknya, testis sapi umur di

atas 18 bulan harus simetris (bentuk dan ukuran yang sama antara

scrotum kanan dan kiri), menggantung dan mempunyai ukuran lingkaran

Page 6: laporan potong perusahaan

panjangnya lebih dari 32 cm (32 sampai 37 cm). Berdasarkan literatur,

kriteria pejantan yang dilakukan oleh perusahaan sudah cukup baik.

Kriteria bakalan untuk Penggemukan. Kriteria bakalan untuk

penggemukan menurut perusahaan antara lain, kulit longgar, kaki kuat,

jarak antar kaki lebar, pangkal ekor besar, dada lebar, dada dalam,

pertulangan besar, dan punggung lurus. Sudarmono dan Sugeng (2008)

berpendapat bahwa kriteria dasar untuk calon penggemukan sapi adalah

bangsa, sifat genetis, bentuk luar, dan kesehatan. Bangsa sapi tipe

penggemukan yang sudah terkenal adalah Hereford, Angus, Beefmaster,

Charolais, dan lain-lain, karena persentase hasil karkas sapi-sapi tersebut

lebih dari 60%. Sapi-sapi lokal yang baik meliputi sapi bali, Madura, dan

PO. Bentuk luar sapi potong yang baik adalah ukuran badannya panjang

dan dalam, bentuk tubuh segi empat, pertumbuhan tubuh bagian depan,

tengah, dan belakang serasi, garis badan atas dan bawah sejajar, paha

sampai pergelangan penuh berisi daging, dada lebar dan dalam serta

menonjol ke depan, dan kaki besar pendek kokoh. Kesehatan sapi yang

baik dapat dilihat dari keadaan tubuh, sikap, dan tingkah laku,

pernapasan, denyut jantung, pencernaan, rambut kulitnya licin, tidak

berdiri, dan pandangan sapi. Berdasarkan literatur yang diperoleh, kriteria

bakalan untuk penggemukan tergolong tergolong benar.

Penilaian Ternak

Penilaian ternak dilakukan dengan cara mengamati sapi potong

tersebut dengan skor kondisi tubuh atau BCS (Body Condition Score).

Bangsa yang digunakan untuk mengetahui skor kondisi tubuh yaitu sapi

PO dengan nilai 2, dengan ciri-ciri tulang ekor, paha, dan rusuk masih

terlihat. Sapi kedua adalah sapi persilangan PO dengan Jawa dengan nilai

3, ciri-cirinya adalah tulang rusuk sudah tertutup daging, sementara tulang

kaki, dan pangkal ekor terlihat. Sapi ketiga adalah sapi SimPO dengan

nilai 4, dicirikan dengan tulang rusuk, paha, dan ekor sudah tertutup

daging dengan perototan baik dan padat.

Page 7: laporan potong perusahaan

Sistem penilaian secara umum yang telah dikembangkan untuk

menduga rataan kondisi sapi dalam suatu pemeliharaan merupakan

definisi BCS (Body Condition Score). Skor kondisi ternak dibagi kedalam 5

skor. Skor 1 atau sangat kurus mempunyai ciri-ciri lemak tidak ada pada

pangkal ekor, tulang pinggul, pangkal ekor, dan tulang rusuk secara visual

terlihat jelas. Skor 2 atau kurus mempunyai ciri-ciri tulang rusuk dapat

diidentifikasi bila disentuh, mulai sedikit tidak jelas, pangkal ekor, tulang

pinggul, dan panggul mulai tertutupi lemak. Skor 3 atau sedang

mempunyai ciri-ciri tulang rusuk dapat dirasakan dengan tekanan tangan,

pangkal ekor mulai tertutupi lemak dan dapat dengan mudah dirasakan.

Skor 4 atau gemuk mempunyai ciri-ciri lemak penutup disekitar pangkal

ekor jelas, sedikit membulat, lembek bila disentuh, tulang rusuk tidak bisa

dirasakan dengan tekanan tangan, lipatan lemak mulai berkembang diatas

tulang rusuk dan paha ternak. Skor 5 atau sangat gemuk mempunyai ciri-

ciri struktur tulang tidak lagi nyata dan ternak menunjukkan penampilan

yang sintal dan membulat, tulang pinggul, pangkal ekor, tulang rusuk dan

paha dipenuhi dengan lipatan lemak, mobilitas ternak lemah yang

diakibatkan oleh lemak yang dibawanya (Muhibbah, 2007). Pawere et al.

(2012) menyatakan Body condition score (BCS) sapi sangat

mempengaruhi keberhasilan usaha penggemukan. Menurut OFAC (2010)

chit. Pawere et al. (2012), sapi bakalan yang baik untuk digemukkan

adalah sapi dengan nilai BCS 2,5 (kurus) sampai 3 (sedang). Berdasarkan

literatur, penilaian BCS sudah benar, dan jenis sapi yang dipilih sesuai

dengan literatur.

Proses Transaksi

Cara penawaran

Cara penawaran sapi yang dilakukan oleh penjual di pasar hewan

Ambarketawang adalah melalui blantik. Blantik akan membantu pembeli

untuk mematok harga beli yang wajar dari sapi-sapi yang dijual. Apabila

transaksi terjadi, maka blantik akan mendapatkan komisi dari pembeli

tersebut. Kata “orang pasar” memiliki arti orang yang membantu penjual

Page 8: laporan potong perusahaan

untuk handling sapi. Emhar et al.(2014) menyatakan bahwa penawaran

sapi oleh pembeli, didampingi oleh seseorang yang mengerti tentang

kondisi sapi, karena harga sapi potong yang hidup cenderung lebih mahal.

Berdasarkan literatur yang diperoleh, penawaran dilakukan dengan baik.

Cara pembayaran

Cara pembayaran di pasar hewan Ambarketawang menggunakan

uang tunai. Apabila antar penjual dan pembeli sudah saling mengenal

atau berlangganan, maka biasanya dapat dibayar dengan uang muka.

Apabila sapi dibeli oleh petani yang kurang dikenal, pembayaran

dilakukan secara kontan. Emhar et al. (2014) menyatakan sistem

pembayaran hewan ternak di pasar hewan biasanya dilakukan secara

tunai dan akan terjadi transaksi apabila ada kesepakatan dan kesesuaian

sapi dengan harga yang ditawarkan oleh peternak. Pedagang secara

langsung akan membeli sapi di tempat peternak yang ingin menjual sapi

kemudian melakukan transaksi tersebut. Berdasarkan literatur,

pembayaran yang dilakukan saat praktikum sudah sesuai dengan literatur.

Penafsiran umur, bobot badan dan harga ternak

Penafsiran umur, berat badan, dan harga ternak dilakukan dengan

metode visual kemudian mengira-ngira berapa umur, berat badan, dan

harga ternaknya. Sampel 1 ternak yang diambil data umurnya yaitu sapi

PO1 dengan kelamin jantan dengan tafsiran umur 11 bulan, sampel 2

diambil sapi PO2 dengan jenis kelamin jantan dengan umur 11,2 tahun,

sampel 3 diambil sapi dengan bangsa sapi SimPO berkelamin jantan

dengan umur 1,5 tahun. Berat badan sapi PO1 ditafsir mempunyai bobot

300 kg, PO2 ditafsir dengan bobot badan 500 kg, sapi SimPO mempunyai

bobot badan 800 kg. Harga sapi PO1 ditafsir harganya 13 juta, sapi PO2

ditafsir dengan harga 17 juta, dan harga sapi SimPO ditafsir harganya 26

juta.

Fikar dan Ruhyadi (2010) menyatakan cara mengetahui bobot sapi

dapat menggunakan metode tafsiran dan metode timbang. Berat tafsiran

biasanya dilakukan oleh kalangan peternak rakyat. Apabila peternak

Page 9: laporan potong perusahaan

bermitra dengan perusahaan sapi potong, penimbangan bobot akhir sapi

dilakukan dengan penimbangan yang dilakukan di lokasi peternak

ataupun perusahaan kemitraan yang dimaksudkan. Penafsiran harga sapi

potong dilakukan dengan dua cara yaitu berdasarkan bobot hidup dan

tafsiran. Sapi hidup mengandung 45 sampai 60% karkas. Harga sapi pada

sistem taksir ditentukan berdasarkan bobot perkiraan taksiran, bukan

bobot timbangan. Sistem taksir banyak dilakukan pada peternak rakyat,

dan menjelang hari raya seperti Idul Adha. Menurut Aak (2012)

menyatakan metode penafsiran umur ternak dapat ditentukan dengan

metode penafsiran dan kondisi gigi. Fase gigi susu yaitu gigi yang tumbuh

sejak lahir hingga gigi tersebur berganti dengan gigi baru, fase pergantian

gigi yaitu fase dari awal hingga pergantian sampai selesai, fase keausan

adalah gigi tetap yang mengalami keausan. Berdasarkan literatur, metode

penafsiran umur, bobot badan, dan harga ternak kurang baik, karena

metode penafsiran tidak menjamin hasil yang benar.

Penanganan ternak terjual

Penanganan ternak yang terjual dilakukan dengan cara pemberian

tanda, penimbangan, dan retribusi. Pemberian tanda oleh perusahaan ada

yang dilakukan, dan ada yang tidak dilakukan. Penimbangan tidak

dilakukan, karena timbangan di pasar hewan mengalami kerusakan,

namun biasanya penimbangan tetap dilakukan. Retribusi khusus

dilakukan apabila ternak laku, maka dikenai biaya Rp 7000,00/ekor ternak,

sedangkan apabila tidak laku, dikenai biaya Rp 4000,00/ekor ternak ke

pihak pasar hewan Ambarketawang. Dinas Pasar Lumajang (2014)

menyatakan bahwa biaya retribusi ternak masuk di pasar hewan adalah

Rp 2000/ekor ternak, retribusi pengesahan pemindahan hak milik ternak

(terjual) Rp 2500,00/ ekor ternak. Retribusi timbangan ternak Rp 1000,00/

ekor ternak. Tarif retribusi dapat berbeda di tiap daerah. Berdasarkan

literatur, biaya retribusi di pasar Ambarketawang tergolong cukup baik.

Transportasi

Page 10: laporan potong perusahaan

Transportrasi perusahaan menggunakan dua buah truk dengan

kapasitas kurang lebih 12 ekor sapi/truk. Proses penaikan ternak dengan

cara dituntun dengan bantuan aploading. Penanganan ternak selama

perjalanan pengangkutan dengan cara diberi alas berupa jerami dan sekat

bambu. Proses penurunan ternak dilakukan dengan cara dituntun dan

dibantu dengan aploading. Widitananto,. dkk (2012) menyatakan,

transportasi dilakukan untuk mempermudah distribusi ternak dari

produsen ke konsumen melalui pemasaran di pasar atau jagal.

Berdasarkan literatur, truk yang digunakan perusahaan cukup baik

digunakan untuk transportrasi.

Manajemen Pendataan (Recording)

Macam recording

Jenis recoding yang dilakukan oleh perusahaan adalah data harga

jual dan harga beli sapi. Data yang diambil berupa angka keuntungan

yang dapat digunakan untuk membeli sapi kembali agar berkelanjutan.

Firdausi., dkk (2012) mengatakan macam-macam recording digolongkan

berdasarkan identitas, dokumentasi, catatan khusus, dan sertifikat ternak.

Manfaat recording untuk mempermudah pengenalan ternak, memudahkan

untuk penanganan ternak, memudahkan manajemen pemeliharaan,

mengurangi kesalahan manajemen pemeliharaan, dan menjadikan

perkerjaan lebih efektif dan efisien. Berdasarkan literatur, data recording

kurang baik.

Manajemen Pemeliharaan

Penanganan Ternak sebelum Program Pemeliharaan

Penanganan Bibit/bakalan

Penanganan bakalan sapi penggemukan oleh perusahaan

dilakukan dengan cari disemprot dengan air setelah dibeli, kemudian

diberi konsentrat dalam bentuk komboran, setelah diberi komboran sapi

diberikan pakan hijauan, setelah diberi pakan berupa konsentrat dan

hijauan sapi dimandikan. Menurut Saparinto (2015), ternak sebelum

dipelihara harus diseleksi terlebih dahulu dengan disiapkan bakalan yang

Page 11: laporan potong perusahaan

baik. Perlengkapan pemeliharaan kemudian disiapkan meliputi kandang,

pakan, minum, obat, dan vaksin. Berdasarkan literatur, penanganan

bakalan yang dilakukan di perusahaan masih kurang baik, karena sapi

tidak diberi obat cacing ataupun vaksin yang bersangkutan dengan

keadaan sapi.

Komposisi dan struktur ternak

Komposisi dan struktur ternak perusahaan memiliki total 17 ekor

sapi saat dilakukan praktikum. Komposisi dan struktur ternak dari

keseluruhan ekor ternak, terdiri dari 6 jantan muda, 8 jantan dewasa, dan

3 betina dewasa. Sapi jantan muda seluruhnya berasal dari bangsa PO,

sedangkan jantan dewasa terdiri dari 7 sapi berbangsa PO dan 1 sapi

berbangsa persilangan PO dengan Simmental. Betina dewasa terdiri dari

1 sapi PO dan 2 kerbau. Menurut Saparinto (2015), perbandingan jumlah

sapi pejantan dan sapi betina paling sedikitnya 1 : 25 dalam suatu

perusahaan ternak perpotongan, hal ini dimaksudkan dengan satu

pejantan dapat dikawinkan dengan maksimal 25 sapi betina. Menurut

UMKM (2013), usaha perusahaan mengengah ke atas dapat memelihara

ternak sapi dengan komposisi 15 ekor jantan, 45 ekor betina, 8 ekor pedet

jantan, dan 7 ekor pedet betina untuk sumber bakalan produksi anakan

atau pengembangbiakan internal. Berdasarkan literatur yang diperoleh,

komposisi dan struktur ternak sudah sesuai dikarenakan memperbanyak

sapi jantan tetapi memiliki sapi betina untuk dikawinkan.

Manajemen Perkandangan

Lokasi

Perusahaan terletak di jalan Wates KM 20 Belimbing RT. 28 WR.

14, desa Sukoreno kecamatan Sentolo, Kulon Progo Yogyakarta. Lokasi

perusahaan berada dekat dengan sungai dan berdekat sawah. Walaupun

dekat pemukiman warga, lokasi tidak ramai akan penduduk. Wardoyo dan

Risdianto (2011) menyatakan bahwa, pemilihan lokasi ternak sapi

tergantung diantaranya letak topografi dan geografi, ketersediaan tenaga

kerja, ketersediaan bahan pakan, sumber air, transpotasi dan

Page 12: laporan potong perusahaan

ketersediaan pedet bakalan. Lokasi kandang relatif dekat dengan jalan

raya sehingga memudahkan transpotasi yang sangat penting untuk

pengangkutan ternak dan pakan ternak. Letak kandang dekat dengan

penduduk tetapi disekeliling kandang terdapat lahan yang digunakan

sebagai kebun hijauan pakan ternak sehingga tidak menimbulkan

pencemaran bagi penduduk sekitar. UMKM (2013) menyatakan

persyaratan lokasi usaha ternak khususnya komoditas sapi adalah ookasi

yang berpotensi untuk dapat dikembangkan menjadi lebih maju, topografi

relatif datar, kondisi agroekosistem sesuai untuk usaha sapi potong,

ketersediaan sumber pakan, sumber air (70 liter/ ekor/ hari), kesuburan

tanah cukup untuk menanam hijauan, dan mudah dijangkau oleh mobil

angkutan skala besar maupun kecil. Berdasarkan literatur, lokasi

perusahaan sangat cocok dijadikan usaha perusahaan sapi potong baik

penggemukan (fattening), pembesaran (rearing), ataupun trading.

Tataletak Kandang

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, tata letak kandang

(layout) perusahaan sebagai berikut.

Gambar Keterangan

Page 13: laporan potong perusahaan

7 8 9

6

1

12

5

4 13

2

1110

12

1. Kandang individu

2. Ruang pekerja3. Penyimpanan

pakan konsentrat

4. Toilet5. Gudang alat6. Tower air7. Tempat

memandikan ternak

8. Uploading9. Area

pengangkutan sapi

10.Ruang pekerja11.Kandang

individu12.Tempat jerami13.Tempat pakan

Gambar 1. Layout kandang perusahaan

Berdasarkan gambar di atas, kandang pada perusahaan terdiri dari

3 kandang, semuanya berjenis kandang tambat. Selain kandang, dapat

juga ditemui ruang pekerja, penyimpanan konsentrat, toilet. Gudang alat,

tower air, tempat memandikan, tempat pakan, tempat jerami, dan

aproding (membantu menaikan atau menurunkan ternak dari kendaraan).

Menurut Prabowo dkk (2008), kandang dapat dibuat bentuk ganda atau

tunggal tergantung jumlah sapi yang dimiliki. Kandang untuk pemeliharaan

sapi harus bersih dan tidak lembab. Tempat pakan dan minum sebaiknya

dibuat di luar kandang tetapi masih terletak dibawah atap. Tempat air

minum dibuat permanen berupa bak semen dan sedikit lebih tinggi dari

permukaan lantai. Sukmawati dan Kaharudin (2010) menyatakan bahwa

pertimbangan yang harus dilakukan dalam membuat letak dan lokasi

kandang antara lain ketersediaan sumber air untuk minum, ketersediaan

air untuk memandikan ternak, dekat dengan sumber pakan, jarak kandang

dengan pemukiman atau perumahan minimal 10 m, dan mudah dipantau.

Berdasarkan literatur, layout perusahaan sudah baik, karena sudah

Page 14: laporan potong perusahaan

tersedianya sumber air minum, dekat dengan sumber pakan, dan mudah

dipantau.

Karakteristik Kandang

Data karakteristik kandang perusahaan diperoleh dengan cara

metode visual. Pengamatan yang dilakukan meliputi jenis kandang, atap

kandang, dinding kandang, alas kandang, ukuran lokal kandang, isi

ternak, ukuran area kandang, ukuran tempat pakan, ukuran tempat

minum, ukuran selokan, kemiringan kandang, dan kemiringan selokan.

Kandang perusahaan berjumlah 3 kandang, dimana tiap kandang

mempunyai fungsi yang sama yaitu sebagai trading. Jenis ketiga kandang

adalah kandang tambat. Atap kandang 1 berupa gable berbahan seng,

atap kandang 2 berupa shade, dan kandang 3 berupa gable. Dinding

kandang 1 berupa batu bata dengan setengah terbuka, kandang 2 dengan

dinding semen terbuka, dan dinding 3 dengan dinding setengah terbuka

berbahan semen. Semua alas kandang beralaskan semen. Ukuran lokal

kandang 1 adalah 7,2 x 3,1 m/ternak, kandang lokal 2 3 x 4,2 m/ternak,

dan kandang lokal 3 1,7 x 3,1 m. Jumlah ternak pada kandang 1 ada 4

ekor, kandang 2 ada 7 ekor, dan kandang 3 ada 4 ekor. Ukuran tempat

pakan kandang 1 adalah panjang 100 cm, lebar 85 cm, dan tinggi 20 cm.

Ukuran tempat pakan kandang 2 yaitu panjang 100 cm, lebar 60 cm, dan

tinggi 40 cm. Ukuran tempat pakan kandang 3 yaitu panjang 100 cm, lebar

60 cm, dan tinggi 40 cm. Tempat minum tidak disediakan oleh

perusahaan, air sudah dicampur dengan konsentrat dalam bentuk

komboran. Ukuran selokan kandang 1 adalah panjang 16 m, lebar 35 cm,

dan tinggi 5 cm. Ukuran selokan kandang 3 adalah panjang 16 m, lebar 35

cm, dan tinggi 5 cm, sedangkan kandang 2 tidak ditemukan selokan.

Kemiringan kandang 1,2 dan 3 sebesar 3%. Kemiringan selokan kandang

1 dan 3 adalah 1%.

Menurut Prabowo dkk. (2008), jenis kandang dapat dibuat dalam

bentuk ganda atau tunggal, tergantung dari jumlah sapi yang dimiliki.

Kandang tipe tunggal, penempatan sapi dilakukan pada satu baris atau

Page 15: laporan potong perusahaan

satu jajaran, sementara kandang yang bertipe ganda penempatannya

dilakukan pada dua jajaran yang saling berhadapan atau saling bertolak

belakang. Antara dari kedua jajaran tersebut biasanya dibuat jalur untuk

jalan. Pembuatan kandang untuk tujuan penggemukan (kereman)

biasanya berbentuk tunggal apabila kapasitas ternak yang dipelihara

hanya sedikit. Jenis kandang perusahaan untuk kegiatan penggemukan

sapi ditujukan untuk komersial, ukuran kandang harus lebih luas dan lebih

besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih banyak.

Berdasarkan literatur, jenis kandang yang digunakan oleh perusahaan

tergolong benar, perusahaan menggunakan kandang tambat individu

cocok untuk jumlah ternaknya yang tergolong sedikit.

Sukmawati dan Kaharudin (2010) menyatakan atap kandang yang

baik dapat dibuat dari bahan murah seperti atap seng, dan asbes.

Kemiringan untuk atap yang baik adalah minimal 15%. Atap kandang di

daerah kering sebaiknya atap minimal 3,5 meter untuk menjamin sirkulasi

udara di dalam kandang. Atap kandang sapi ataupun ruminansia lainnya

dapat berjenis gable, monitor, ataupun shade. Dinding kandang untuk di

daerah kering beriklim kering harus terbuka, dan sebaiknya bahan terbuat

dari bahan yang tahan lama dan kokoh. Menurut Prabowo dkk. (2008),

atap kandang ternak sapi potong dapat berbentuk kuncup dan salah satu

atau kedua sisinya miring. Berdasarkan literatur, atap dan dinding

kandang yang digunakan oleh perusahaan perusahaan tergolong benar.

Sukmawati dan Kaharudin (2010) menyatakan, alas atau lantai

kandang sebaiknya harus kuat, tahan lama, tidak licin ataupun kasar,

mudah dibersihkan, dan mampu menopang bobot ternak. Alas kandang

dapat dibuat dengan cara dari semen, beton, dan kayu kedap air.

Kemiringan kandang tidak boleh lebih dari 5%, karena di atas dari 5%

dapat menganggu kesehatan kaki ternak, Menurut Susilawati dan Masito

(2010) kemiringan lantai dan selokan berkisar antara 2° – 5°. Lantai

kandang berupa beton atau kayu sebaiknya dibuat miring ke belakang

untuk memudahkan pembuangan kotoran dan menjaga kondisi lantai

Page 16: laporan potong perusahaan

tetap kering. Berdasarkan literatur, tingkat kemiringan lantai kandang dan

jenis alas kandang tergolong baik.

Sukmawati dan Kaharudin (2010) menyatakan untuk kegiatan

penggemukan bersifat komersial, ukuran lokal kandang harus lebih luas

dan lebih besar sehingga dapat menampung jumlah sapi yang lebih

banyak. Ukuran lokal kandang untuk seekor sapi jantan dewasa adalah

1,5×2 m, untuk sapi betina dewasa adalah 1,8×2 m dan untuk anak sapi

cukup 1,5×1 m per ekor. Berdasarkan literatur, ukuran lokal kandang

perusahaan sudah baik.

Sukmawati dan Kaharudin (2010) menyatakan Ukuran area

kandang minimal 4 x 6 m untuk kapasitas tampung 4 sampai 6 ekor

ternak. Isi ternak pada kandang 1 adalah 4 ekor, kandang 2 ada 7 ekor,

dan kandang 3 ada 4 ekor. Area kandang 1 adalah 7,2 x 16 m, kandang 2

adalah 50 x 8,2 m, dan kandang 3 adalah 9,9 x 16 m. Berdasarkan

literatur, jumlah ekor ternak yang dipelihara oleh perusahaan masih

kurang banyak apabila disesuaikan dengan ukuran area tiap kandangnya,

namun karena usaha perusahaan dalam bidang trading, jumlah ekor

ternak sudah cukup baik.

Yulianto dan Saparinto (2010) menyatakan desain tempat pakan

dan minum harus didesain agar pakan dan minum tidak diinjak-injak oleh

ternak. Konstruksi tempat pakan dan minum dibuat agar tidak mempersulit

dan melukai tubuh ternak. Bahan yang digunakan dapat berupa semen,

bambu, tembok, atau papan. Ukuran tempat pakan ideal umumnya

memiliki lebar tinggi 60 cm, lebar minimal 60 cm, dan panjangnya

sepanjang tempat ternak, sedangkan tempat minum biasanya berukuran

1/3 dari bagian tempat pakan. Berdasarkan literatur, ukuran tempat pakan

kandang perusahaan memiliki tinggi yang kurang dari literatur.

Menurut Susilawati dan Masito (2010), Ukuran selokan sebaiknya

lebar 30 – 40 cm dan dalam 5 – 10 cm. kemiringan lantai dan selokan

berkisar antara 2° sampai 5°. Lantai kandang berupa beton atau kayu

sebaiknya dibuat miring ke belakang untuk memudahkan pembuangan

Page 17: laporan potong perusahaan

kotoran dan menjaga kondisi lantai tetap kering. Berdasarkan literatur,

ukuran selokan kandang 1 dan 3 sudah baik, namun kandang 2 tidak baik

karena tidak ada selokan pada kandang. Kemiringan selokan juga kurang

baik, karena berdasarkan literatur kemiringan selokan ideal adalah 2°

sampai 5°.

Fasilitas, Perlengkapan, dan peralatan kandang

Pengamatan fasilitas, perlengkapan dan peralatan kandang diamati

dengan metode visual. Fasilitas perusahaan meliputi 1 dapur, 1 kandang

tambat, 1 loading, 1 area tempat mandi sapi, 1 penampung air, 1 gudang

pakan, 1 ruang pekerja kandang, 1 kamar mandi, 1 mushola, 1 area parkir

kendaraan, 1 tandon air, dan 1 tower air. Fungsi dapur adalah untuk

mengolah makanan untuk penghuni dan pekerja kandang. Fungsi loading

adalah untuk membantu menaikan dan menurunkan ternak dari

kendaraan angkutan. Fungsi mushola adalah untuk tempat beribadah

orang beragama muslim. Fungsi area parkir adalah tempat parkir

kendaraan baik truk, mobil ataupun motor. Fungsi tendon air adalah untuk

menyimpan air, dan fungsi tower air adalah untuk menekan air agar dapat

mengalir dengan deras.

Perlengkapan kandang yang ada di perusahaan yaitu lampu,

tempat pakan, dan tempat minum. Lampu berjumlah secukupnya,

berfungsi sebagai sumber penerangan. Tempat pakan dan tempat minum

berfungsi sebagai tempat penampungan pakan dan minum.

Peralatan kandang yang tersedia di perusahaan meliputi 5 buah

sapu, 15 buah ember, 3 buah selang, 1 buah sikat, 3 buah gerobak, 15

buah halter, 2 buah cangkul, dan 1 buah sabit. Sapu digunakan untuk

menyapu lantai. Ember digunakan untuk menampung konsentrat

komboran, sekop digunakan untuk menampung feses. Selang digunakan

untuk mengalirkan air. Sikat digunakan untuk membersihkan ternak.

gerobak digunakan untuk membawa pakan. Halter digunakan untuk

mempermudah handling ternak. Cangkul digunakan untuk mencangkul.

Sabit digunakan untuk memotong-motong pakan hijauan.

Page 18: laporan potong perusahaan

Djarijah (2010) menyatakan, beberapa perlengkapan kandang

adalah tempat pakan dan minum, yang sebaiknya dibuat di luar kandang

tetapi masih di bawah atap. Yulianto dan Saparinto (2010) berpendapat

bahwa peralatan kandang meliputi alat pengobatan (alat suntik, vaksinasi,

obat-obatan), sekop untuk membersihkan kotoran dan mengaduk

konsentrat, ember untuk mengangkat air dan pakan, sapu lidi untuk

membersihkan kandang, selang untuk memandikan sapid an

membersihkan kandang, sikat untuk menggosok badan ternak, kereta

dorong (gerobak) untuk mengangkut sisa-sisa kotoran, sampah dan

rumput, dan tali untuk mengikat ternak. Berdasarkan literatur yang

diperoleh, fasilitas, perlengkapan dan peralatan kandang sudah cukup

memadai.

Suhu dan Kelembaban Kandang

Pencatatan suhu dilakukan pada pagi, siang, dan sore hari. Suhu

pada pagi hari pada pukul 09.13 adalah 27oC. Suhu pada siang hari pada

pukul 12.09 adalah 28oC. Suhu pada sore hari pikul 15.23 adalah 27oC.

Pencatatan kelembaban tidak dilakukan dikarenakan masalah alatnya

rusak. Soeprapto dan Abidin (2006) cit. Kodoati et al. (2014) menyatakan

kelembaban yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan ternak

sapi potong adalah 60 sampai 80%. Menurut Kusnadi et al. (1992) cit.

Widodo et al. (2007) kisaran suhu yang baik untuk pemeliharaan sapi di

Indonesia antara18 sampai 28 oC. Berdasarkan literatur, suhu lingkungan

perusahaan cocok digunakan untuk berternak sapi potong.

Manajemen Pakan

Bahan pakan

Bahan pakan yang digunakan meliputi konsentrat dalam bentuk

komboran dan hijauan. Konsentrat yang diberikan adalah brand polar,

nutrifeed, dan kleci. Hijauan yang diberikan berupa jerami, rumput

kolonjono, dan rumput gajah. Harga brand polar adalah Rp 160.000,00/ 50

kg asal cilacap. Harga nutrifeed adalah Rp 100.000,00/ sak berasal dari

klaten. Harga jerami adalah Rp 400.000,00/ 1 truk asal dari tempel,

Page 19: laporan potong perusahaan

Sleman. Rumput kolonjono dan rumput gajah diambil dari lahan sendiri,

namun apabila habis, perusahaan baru membeli.

Menurut Susilawati dan Masito (2010), Konsentrat adalah

campuran dari beberapa bahan pakan untuk melengkapi kekurangan gizi

dari hijauan pakan ternak. Bahan pakan konsentrat yang dapat diberikan

pada ternaksapi antara lain dedak padi, bungkil kelapa, jagung

giling,bungkil kacang tanah, ampas tahu, ampas kecap, dan lain-lain.

Campuran bahan pakan konsentrat yang diberikan pada ternak sangat

tergantung kepada harga dan ketersediaanbahan pakan di sekitar lokasi

usaha penggemukan ternak sapi. Ada beberapa jenis rumput unggul

seperti rumput raja (King Grass), rumput gajah, rumput benggala, setaria,

rumput mexico dan lain-lain. BPTP Sulawesi Selatan (2011) menyatakan

bahwa pemberian konsentrat sebaiknya dalam bentuk kering (tidak

dicampur air), namun pemberian bentuk basah juga bisa dilakukan. Yang

perlu diperhatikan bila pemberian bentuk basah adalah konsentrat

tersebut harus habis dalam sekali pemberian sehingga tidak terbuang.

Kartadisastra (1997), menyatakan bahwa, ternak ruminansia lebih

menyukai pakan dalam bentuk butiran (misalnya hijauan yang dibuat

pellet atau dipotong) daripada hijauan yang diberikan seutuhnya, hal ini

berkaitan dengan ukuran partikel yang lebih mudah dikonsumsi dan

dicerna. Hijauan (rumput gajah) yang diberikan pada sapi berupa hijauan

segar yang memiliki kadar protein 1,8%, lemak 0,5%, serat 4,6%, mineral

2,5%, ME 0,33 Mcal dan BK 16%. Berdasarkan literatur, bahan pakan

yang digunakan oleh perusahaan cukup baik.

Proses Penyusunan Pakan

Proses penyusunan pakan hijauan yang dilakukan oleh perusahaan

dengan cara dicacah menggunakan sabit. Penyusunan pakan konsentrat

dilakukan dengan cara diberikan konsentrat dalam bentuk komboran.

BPTP Sulawesi Selatan (2011) menyatakan bahwa pemberian konsentrat

sebaiknya dalam bentuk kering (tidak dicampur air), namun pemberian

bentuk basah juga bisa dilakukan. Endang dan Rukmana () menyatakan

Page 20: laporan potong perusahaan

rumput dan hijauan lainnya setelah dilayukan perlu dipotong-potong kecil

agar mudah dipadatkan untuk mencapai kondisi kedap udara. Umiyasih

dan Anggraeni (2007) menyatakan bahwa terdapat empat hal penting

yang harus diperhatikan dalam menentukan kebutuhan zat nutrien pada

sapi potong,yaitu jenis kelamin (jantan atau betina), berat badan, taraf

pertumbuhan/status fisiologis (pedet, sapihan, bunting dan lain–lain) serta

tingkat produksi.. Prabowo dkk (2008) menyatakan bahwa Setiap hari sapi

memerlukan pakan kira-kira sebanyak 10% dari berat badannya dan juga

pakan tambahan 1-2% dari berat badan. Berdasarkan literatur, proses

penyusunan pakan oleh perusahaan kurang, namun sebaiknya pemberian

konsentrat diberikan dalam bentuk kering. Pemberian hijauan juga

sebaiknya dikeringkan terlebih dahulu.

Manajemen Reproduksi

Perkawinan

Pertama Kali Dikawinkan. Perusahaan melakukan pertama kali

perkawinkan ternaknya adalah 1,5 tahun sampai 2,5 tahun. Menurut

Susilawati dan Masito (2010), Umur 1,5 sampai 2 tahun adalah umur yang

ideal untuk dikawinkan untuk sapi jantan maupun betina. Berdasarkan

literatur yang didapatkan, pertama kali dikawinkan di perusahaan sudah

sesuai dengan literatur yang benar.

Penentuan saat Mengawinkan. Perusahaan melakukan

penentuan perkawinan pada sapi-sapinya adalah saat ada orang yang

ingin membutuhkan dikawinkan sapi betinanya. Sapi perusahaan rata-rata

berkelamin jantan, maka dari itu sapi jantan selalu siap untuk dikawinkan,

tergantung dari keberadaan betinanya. Guntoro (2012) menyatakan

bahwa sapi jantan mencapai puber pada umur sekitar 1,5 tahun, dan siap

dikawinkan pada umur 2 tahun. Sapi jantan masih dapat berproduksi

hingga umur 12 sampai 15 tahun, namun untuk sapi betina sebaiknya

diganti setelah 7 sampai 8 tahun. Sapi jantan berumur 3 sampai 7 tahun

berada pada kondisi puncak, sehingga pada umur tersebut, seekor

pejantan mampu mengawini 25 sampai 30 ekor betina.Berdasarkan

Page 21: laporan potong perusahaan

literatur, sapi jantan ditentukan dikawinkan saat berumur 2 sampai 8

tahun.

Metode Perkawinan. Metode perkawinan sapi yang digunakan

oleh perusahaan adalah perkawinan alami. Menurut Wardoyo dan

Risdianto (2011), Kawin alami dalam pelaksanaan perkawinan memiliki

keunggulan antara lain tidak perlu dilakukan deteksi birahi, proses

perkawinan tidak memerlukan bantuan manusia dan tingkat keberhasilan

kebuntingan (conseption) cukup tinggi. Berdasarkan literatur, perusahaan

menggunakan metode perkawinan yang benar.

Manajemen Perawatan Dan Kesehatan Ternak

Perawatan ternak

Ternak yang dipelihara di perusahaan, mendapat perawatan ternak

dengan cara dicuci (dimandikan), selain itu, ternak juga diberi pakan

sebelum dimandikan. Pemotongan kuku dilakukan, tetapi jarang

dilakukan, berkaitan dengan bisnis trading perusahaan karena ternak

dipelihara dalam waktu yang pendek dan kemudian dijual kembali.

Prabowo dkk. (2008) menyatakan, syarat ternak yang harus diperhatikan

saat ternak masuk adalah mempunyai tanda telinga, artinya pedet

tersebut telah terdaftar dan lengkap silsilahnya, matanya tampak cerah

dan bersih, tidak terdapat tanda-tanda sering batuk, terganggu

pernafasannya serta dari hidung tidak keluar lendir, kukunya tidak terasa

panas bila diraba, tidak terlihat adanya eksternal parasit pada kulit dan

bulunya, tidak terdapat adanya tanda-tanda mencret pada bagian ekor

dan dubur, tidak ada tanda-tanda kerusakan kulit dan kerontokan

bulu,pusarnya bersih dan kering. Saat pemeliharaan dilakukan

pembersihan kandang dan peralatan secara berkala. Berdasarkan

literatur, perawatan ternak yang dilakukan baik oleh perusahaan.

Perawatan sarana dan prasarana

Perawatan ternak yang dilakukan oleh perusahaan adalah dengan

diberi pakan dan dibersihkan. Murtidjo (2012) menuturkan perawatan

ternak sapi dewasa dengan cara pengeluaran sapi tiap pagi agar dapat

Page 22: laporan potong perusahaan

exercise, sehingga otot-otot mengendor dan peredaran darah lancar.

Memandikan sapi juga penting, karena menghilangkan kutu, daki pada

kulit juga penting. Berdasarkan literatur, perawatan ternak dilakukan

dengan benar.

Sanitasi dilakukan dengan cara dimandikan saja, sanitasi kandang

tidak dilakukan oleh perusahaan. Purbowati (2009) menyatakan bahwa

sanitasi yang wajib dilakukan adalah sanitasi alat-alat, sanitasi ternak, dan

sanitasi kandang. Sanitasi ternak dapat dilakukan dengan dimandikan dan

dipotong bulunya apabila ternak domba. Sanitasi kandang dilakukan

dengan disapu dan disikat. Berdasarkan literatur, sanitasi yang dilakukan

oleh perusahaan kurang baik, karena kandang tidak dibersihkan.

Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Pencegahan yang dilakukan adalah dengan cara ternak

dimandikan apabila akan dipasarkan, sedangkan pengendalian penyakit

adalah dengan cara pemanggilan dokter hewan apabila sudah tidak bisa

disembuhkan oleh kemampuan sendiri. Prabowo dkk. (2008) menyatakan,

pencegahan penyakit ternak dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan

kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi, sapi yang

sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan

mengusahakan lantai kandang selalu kering, kemudian memeriksa

kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai.

Berdasarkan literatur, pencegahan dan pengendalian penyakit yang

dilakukan oleh perusahaan sudah baik.

Pemantauan ternak

Pemantauan ternak yang dilakukan adalah dengan metode visual.

Ternak dilihat kesehatannya. Daroini (2013) menyatakan, bahwa suhu

tubuh yang normal pada sapi sekitar 37,9 sampai 39 °C, sapi muda sekitar

38,1°C. kondisi feses yang baik adalah kering dan tidak encer.

Berdasarkan literatur, ada ternak yang kondisi fesesnya encer, namun

Page 23: laporan potong perusahaan

pihak perusahaan membiarkan hal tersebut terjadi, sehingga pemantauan

ternak yang dilakukan kurang baik.

Ternak sehat di perusahaan berciri-ciri kulit halus, mata jernih, dan

pergerakannya lincah, sedangkan ternak yang sakit ditunjukan dengan

fesesnya yang encer, dan pergerakan tidak lincah . Astiti (2010)

menyatakan bahwa, ciri ternak sehat adalah pergerakan lincah, mata

jernih, bulu halus dan bersih, nafsu makan normal, mulut tidak berlendir,

dan suara napas teratur. Ciri-ciri ternak sakit adalah pergerakannya

kurang aktif, mata pucat, bulu kasar atau berdiri atau kusam, nafsu makan

berkurang, mulut berlendir dan suara nafas tersengal-sengal. Berdasarkan

literatur, ciri-ciri ternak sehat dan sakit tergolong benar.

Penyakit yang sering muncul

Penyakit yang sering muncul pada ternak milik perusahaan adalah

gatal-gatal, digejalai oleh kulit bintil-bintil. GOM digejalai dengan mulut

panas dan berlendir. Mencret disebabkan oleh ternak yang mengalami

kesetresan. Setiawan dan MT Farm (2011) menyatakan ternak gatal

dikarenakan oleh parasit. Ternak sering menggesek-gesekan tubuhnya

pada benda-benda yang keras karena ternak merasa gatal, gejalanya

adalah bulu kulit rontok, kulit bercak-bercak, dan berkerak. Ternak

mencret dapat disebabkan oleh cacingan, dan pakan yang tidak cocok.

Berdasarkan literatur, penyakit yang sering muncul digejalai dengan

kondisi yang cocok

Obat yang sering digunakan

Obat yang sering digunakan adalah gusanex, dan Kalbazen –C.

Kalbazen – C mengandung Albendazole yang berfungsi untuk obat

cacing. Gusanex berfungsi sebagai obat semprot anti lalat atau serangga

lainnya yang menempel pada luka. Garam dan cabai sering digunakan

oleh perusahaan sebagai pengobatan mulut ternak yang berlendir.

Pemakaian garam dan cabai adalah obat tradisional. Menurut Citra

Mandiri (2000) menyatakan bahwa albendazole diindikasikan untuk

pengobatan infeksi cacing gelang (nematoda, termasuk cacing paru),

Page 24: laporan potong perusahaan

cacing pita (cestoda) dan cacing hati (Fasciola sp.) pada ternak baik sapi,

kerbau, kambing, domba dan unggas. Menurut Masradin (2014) gusanex

berfungsi sebagai anti parasit pada hewan ternak. Gusanex berwujud

kaleng sprayer. Berdasarkan literatur, jenis obat yang digunakan sudah

sesuai dengan penyakit ternak, obat tradisional seperti garam dan cabai

juga sudah secara turun temurun digunakan untuk obat ternak.

Penanganan Ternak Sakit

Berdasarkan praktikum yang dilakukan, tidak ditemukan ternak

yang sakit. Berdasarkan diskusi, penanganan ternak yang sakit ditangani

dengan mandiri, apabila sudah tidak sanggup ditangani sendiri maka

perusahaan baru mendatangkan dokter hewan. Setiawan dan MT Farm

(2011) menyatakan, penanganan ternak sakit dilakukan dengan cara

pemeriksaan terlebih dahulu untuk ternak yang diduga sakit. Gejala klinis

yang dialami ternak saat sakit meliputi infeksi kulit apabila penyakit kulit,

demam tinggi, berjalan sempoyongan, kondisi tubuh lemah, diare, nafas

tidak stabil, dan kematian secara mendadak. Berdasarkan literatur,

penanganan ternak yang sakit sebaiknya diperiksa terlebih dahulu atau

dengan dilihat gejala klinis daripada ternak yang diduga mengalami

kesakitan

Manajemen Limbah Peternakan

Macam Limbah

Jenis limbah yang dihasilkan di perusahaan adalah feses dan urin

ternak. penanganan terhadap limbah feses baru dilakukan penampungan

saja, sedangkan urin dialirkan ke selokan. Deptan (2006) cit. Rahmawati

(2013), limbah yang dihasilkan oleh ternak baik itu limbah padat, cair

maupun gas seperti feses dan urin maupun sisa pakan dibuang ke

lingkungan sehingga menyebabkan pencemaran. Pengolahan limbah

secara sederhana hanya dengan pemanfaatannya sebagai pupuk organik.

Penampungan dan Pengolahan Limbah

Perusahaan baru melakukan penampungan limbah saja,

penampungan limbah ditampung di lahan hijauan dan didiamkan saja

Page 25: laporan potong perusahaan

hingga mengering. Pengolahan limbah tidak dilakukan peternak melainkan

terkadang ada beberapa orang yang meminta dari limbah yang telah

ditampung untuk diolah. Yulianto dan Saparinto (2010) menyatakan

bahwa tempat penampungan kotoran harus disiapkan, hal ini dikarenakan

selain mengganggu kenyamanan dari sapi yang diternakkan, juga dapat

menganggu masyarakat sekitar kandang apabila kandang cukup dekat

dengan pemukiman. Hambali (2008) disitasi oleh Rahmawati (2013)

menyatakan, biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan

bahan bakar alternatif untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari

fosil seperti minyak tanah dan gas alam. Biogas juga sebagai salah satu

jenis bioenergi yang didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-

bahan organik seperti kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam dan

daun-daun hasil sortiran sayur difermentasi atau mengalami proses

metanisasi. Berdasarkan literatur, sebaiknya pengolahan limbah dilakukan

oleh perusahaan, karena dapat menambah penghasilan dari perusahaan

tersebut.

Manajemen Pasca Panen dan Pemasaran

Pemasaran

Berdasarkan praktikum yang dilakukan, pemasaran yang produk

yang dihasilkan persiklus pemasaran adalah kurang lebih 10 ekor sapi.

Sumitra et al. (2013) menyatakan bahwa peternak harus melewati

beberapa kegiatan pemasaran antara lain pengumpulan informasi pasar,

penyimpanan, pengangkutan dan penjualan produk. Jumlah ternak yang

diperjualbelikan juga sedikit kurang lebih hanya 7 ekor/minggu untuk

kalangan pedagang di pasar. Berdasarkan literatur, pemasaran yang

dilakukan oleh perusahaan tergolong baik, karena penjualan sapi lebih

dari 7 ekor.

Harga produk yang dipasarkan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, perusahaan menjual

bakalan dan sapi siap potong. Perusahaan menjual sapi sesuai dengan

kriteria sapi. Sapi pedet diberi harga berkisar Rp 13.000.000, sedangkan

Page 26: laporan potong perusahaan

sapi dewasa diberi harga berkisar Rp 21.000.000,00. Keuntungan yang

diperoleh biasanya antara Rp500.000,00 sampai Rp2.000.000,00. Berat

badan dan kesehatan sapi menentukan harga sapi. Basya (2008)

menyatakan bahwa harga sapi bergantung pada produksi karkas atau

berat badan tubuhnya. Harga seekor pedet kurang lebih 8 sampai 11 juta,

sedangkan harga sapi dewasa bergantung pada bobot badannya.

Berdasarkan literatur, harga sapi yang dipasarkan oleh perusahaan

tergolong cukup mahal.

Area pemasaran

Area tempat pemasaran ternak milik perusahaan dipasarkan di

pasar hewan. Pasar hewan yang digunakan untuk pemasaran meliputi

pasar hewan Ambarketawang di Gamping, pasar Prambanan di daerah

Klaten, dan pasar Jangkang di daerah Sleman. Pasar Ambarketawang

beroperasi hanya pada hari pahing saja, pasar Prambanan beroperasi

pada hari legi dan pon, sedangkan pasar jangkang beroperasi pada hari

wage. Saragih (2011) menyatakan bahwa pemasaran untuk ternak dapat

dilakukan langsung ke peternak, kemudian dengan kerjasama dengan

perusahaan lain, dan ternak dijual di pasar hewan. Berdasarkan literatur,

area pemasaran tepat digunakan untuk pemasaran ternak.

Page 27: laporan potong perusahaan

ANALISIS USAHA

Diketahui harga sapi hidup/ kg yaitu Rp 39.000,00. Berat badan

sapi saat beli yaitu 200 g. ADG sapi tersebut 1,5 kg selama 7 hari. Biaya

pakan yang dibutuhkan yaiut 9500/ekor/hari. Perhitungan bobot akhir sapi,

harga jual dan keuntungan yang diperoleh perusahaan adalah sebagai

berikut.

Biaya pakan = Rp 9500,00 x 7 = Rp 66.500,00

Bobot akhir sapi = 200 + (1,5 x 7)

= 200 + 10, 5

= 210,5 KG

Harga jual sapi = 210,5 x Rp39.000,00

= Rp 8.209.500,00

Keuntungan = (210,5 x Rp 39.00,00) – (200 x Rp 39.000,00)

= Rp 343.000,00

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan diketahui bobot akhir

yaitu 210,5 kg. Harga jual sapi yaitu Rp8.209.500,00. Keuntungan yang

diperoleh perusahaan yaitu Rp343.000,00

Page 28: laporan potong perusahaan

PERMASALAHAN DAN SOLUSI

Berdasarkan praktikum yang dilakukan di perusahaan

permasalahan yang diperoleh adalah konstruksi kandang yang kurang

tepat, tidak adanya selokan pada beberapa kandang, dan ukuran lokal

kandang yang kurang tepat. Solusinya sebaiknya kandang dibuatkan

selokan, dan ukuran lokal kandang dibuat agar ternak dapat nyaman.

Page 29: laporan potong perusahaan

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan praktikum sistem usaha ternak potong yang telah

dilakukan, dapat disimpulkan bahwa manajemen perkadangan meliputi

perkandangan, pengolahan limbah, komposisi dan struktur ternak kurang

sesuai, sedangkan pemilihan ternak, penanganan ternak, perkandangan,

reproduksi dan fasilitas, peralatan dan perawatan ternak, suhu dan

kelembaban kandang.

Saran

Praktikum sistem usaha ternak potong sudah berjalan dengan baik,

namun sebaiknya dilakukan pengolahan limbah. Struktur kandang juga

perlu untuk diperbaiki. Komposisi dan struktur ternak sebaiknya ditambah

jumlah ternaknya, agar kandang lebih efisien.

Page 30: laporan potong perusahaan

Daftar Pustaka

Aak. 2012. Sapi Potong dan Kerja. Kanisius. Yogyakarta.

Astiti, L.G.S. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Ternak Sapi. Penelitian dan Pengembangan Pertanian. NTB

Basya, S. 2008. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya. Bogor

BPTP Sulawesi Selatan. 2011. Budidaya Penggemukan Sapi Potong. Dapat diakses pada www.://sulsel.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php?option=com_content&view=article&id=533:budidayapenggemukansapipotong&catid=48:panduanpetunjuk-teknis-leaflet&Itemid=232. Diakses pada tanggal 5/17/2015.

Darmono. 1993. Tata Laksana Usaha Sapi Kereman. Kanisius. Yogyakarta.

Daroini, A. 2013. Pola Pemasaran Sapi Potong Pada Peternak Sekala Kecil Di Kabupaten Kediri. Jurnal Manajemen Agribisnis. Kediri.

Departemen Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM. 2013. Pola Pembiayaan Usaha Kecil menengah. Bank Indonesia. Jakarta Pusat.

Dinas Pasar Lumajang. 2014. Retribusi Pasar Hewan. Avaiable at http://lumajangkab.go.id/dinpasartabel.php?tema=retph diakses pada tanggal 9 – 5 – 2015.

Djarijah, A. B. 2010. Usaha Ternak Sapi. Kanisius. Yogyakarta.

Emhar, A., J.M.M. Aji, dan T. Agustina. 2014. Analisis rantai pasokan (supply chain) daging di kabupaten jember. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 1 (3) : 53 – 63.

Fikar,S. dan D. Ruhyadi. 2010. Beternak dan bisnis sapi. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Firdausi, A., T.Susilawati., M.Nasich., dan Kuswati. 2012. Pertambahan Bobot Badan Harian Sapi Brahman Cross pada Bobot Badan dan Frame Size yang Berbeda. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.

Guntoro, S. 2012. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius. Yogyakarta.

Kartadisastra, H.R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta.

Kodoati, G., P.O.V. Waleleng, J. Lainawa, dan D.R. Mokoagouw. 2014. Analisis potensi sumber daya alam, tenaga kerja, pertanian, dan perkebunan terhadap pengembangan peternakan sapi potong di kecamatan eris kabupaten minahasa. Jurnal Zootek 34 : 15 – 26.

Page 31: laporan potong perusahaan

Ma’sum, M. 2011. Pedoman Umum Pengembangan Integrasi Ternak Sapi. Dinas Peternakan. Bogor.

Masradin. 2014. Standarisasi Harga Barang dan Jasa. Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat. Pangkalan Bun.

Ngadiyono, N. 2012. Beternak Sapi Potong Ramah Lingkungan. PT Citra Aji Parama. Yogyakarta.

Pawere, F.R., E.Baliarti, dan S. Nurtini. 2012. Proporsi bangsa, umur, bobot badan awal dan skor kondisi tubuh sapi bakalan pada usaha penggemukan. Buletin Peternakan 36 (3) : 193 – 198.

Prabowo, A., E. Basri, R.D. Tambunan, dan Soerachman. 2008. Agro

Inovasi. Bandar Lampung.

Probowati, E. 2009. Usaha Penggemukan Domba. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rahmawati, A. 2013. Limbah peternakan sapid an penanggulangannya. Jurnal Pencemaran Lingkungan. 4 : 1 – 19.

Rianto, E., dan Endang, P. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Saragih, I. 2011. Pemasaran Sapi Charolais. Dapat diakses pada http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/2213 diakses pada tanggal 25-5-2015.

Setiawan, S. dan MT Farm. 2011. Beternak Domba dan Kambing. Agromedia. Jakarta.

Sudarmono, A.S., dan Y.B.Sugeng. 2008. Sapi Potong Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sukmawati, F. dan Kaharudin. 2010. Petunjuk Teknis Perkandangan Sapi. Agro Inovasi. NTB.

Sumitra, J. T.A.Kusumastuti dan R. Widiati. 2013. Pemasaran ternak sapi potong di kabupaten organ komering ilir, sumatera selatan. Buletin peternakan 37 (1) : 1 - 10.

Susilawati, E., dan Masito. 2010. Teknologi Pembibitan Ternak Sapi. Agro Inovasi. Jambi.

Umiyasih, U., dan Y.N. Anggraeny. 2007. Petunjuk Teknis Ransum Seimbang Strategi Pakan pada Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Pasuruan.

UMKM. 2013. Pola Pembiayaan Usaha Kecil Menengah Usaha Budidaya Penggemukan Sapi Potong. Penerbit Bank Indonesia. Jakarta.

Page 32: laporan potong perusahaan

Wardoyo dan A. Risdianto. 2011. Studi manajemen pembibitan dan pakan sapi peranakan ongole di loka penelitian sapi potong grati pasuruan. Jurnal Ternak 2(1). 1 – 31.

Widitananto, A., G.Sihombing., dan A.I.Sari. 2012. Analisis Pemasaran Ternak Sapi Potong di Kecamatan Playen Kabupaten Gunungkidul. Fakultas pertanian UNS. Surakarta.

Widodo, W.Busono, dan H. Nugroho. 2007. The value HTC of crossbreed limousin (LimPO) heifer before and after concentrate feeding at highland area. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.

Wiyono, D.B., Aryogi. 2007. Petunjuk Teknis Sistem Perbibitan Sapi Potong. Departemen Pertanian. Pasuruan.

Yulianto, P. dan C. Saparinto. 2010. Pembesaran Sapi Potong secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta.