Download - Laporan PKL Dwiko HB 230210080058 Fix

Transcript

MONITORING EKOSISTEM LAMUN MENGGUNAKAN METODE PERMANENT SAMPLE PLOTS DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANG

DWIKO HANDIKO BOWO 230210080058

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTASPERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JATINANGOR

2011

MONITORING EKOSISTEM LAMUN MENGGUNAKAN METODE PERMANENT SAMPLE PLOTS DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU

LAPORAN PRAKTIK KERJA LAPANG diajukan untuk menempuh Ujian PKL DWIKO HANDIKO BOWO 230210080058

UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTASPERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN JATINANGOR

2011

JUDUL

: MONITORING EKOSISTEM LAMUN MENGGUNAKAN METODE PERMANENT SAMPLE PLOTS DI PULAU PRAMUKA, TAMAN NASIONAL LAUT KEPULAUAN SERIBU

PENULIS NPM

: DWIKO HANDIKO BOWO : 230210080058

Jatinangor, 16 Februari 2011 Menyetujui Dosen Pembimbing,

Nama lengkap dosen pembimbing dan gelarnya NIP (terbaru)

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik laporan praktik kerja lapang ini. Serta tidak lupa shalawat dan salam penulis hanturkan kepada Rasulullah SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi kita semua. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Kepala Balai Taman Naional Laut Kepulauan Seribu beserta Staff khususnya kepada Bpk. Muhammad Mumin yang telah memberikan pembinaan serta pengetahuan selama menjalani Praktik Kerja Lapang di Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu Pulau Pramuka dan Tim pembina praktik kerja lapangan juga kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan laporan PKL ini. Adapun tujuan dari penulisan laporan praktik kerja lapang ini adalah sebagai salah satu persyaratan untuk menmpuh ujian praktik kerja lapang. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Penulis sadari laporan ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik serta saran dari segala pihak akan penulis terima dengan senang hati sebagai pembelajaran kearah yang lebih baik.

Jatinangor, 16 Februari 2011

Dwiko Handiko Bowo 230210080058

DAFTAR ISIBab DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan 1.3 Tempat dan Waktu II. KEADAAN UMUM TEMPAT PKL 2.1 Lokasi 2.2 Organisasi Pengelolaan Taman Laut 2.3 Sistem Pengelolaan 2.4 Rencana Strategis Pengelolaan Taman Nasional Laut III. KEGIATAN YANG DILAKUKAN 3.1 Monitoring Ekosistem Lamun 3.2 Transplantasi Lamun Menggunakan Metode TERFs 3.3 Konservasi Mangrove 3.4 Pengecekan Karang Transplantasi 3.5 Konservasi Penyu Sisik 3.6 Monitoring Transplantasi Karang IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan 4.2 Saran DAFTAR ACUAN LAMPIRAN Halaman

i

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Data Koordinat PSP Lamun di SPTP Wilayah III P. Pramuka 21 2. Data Pengamatan PSPL P. Pramuka no.1 ... 25 3. Data Pengamatan PSPL P. Pramuka no.2 ... 26 4. Data Pengamatan PSPL P. Pramuka no.3 .. 27

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Peta Kepulauan Seribu.. 4 2. Pengamatan PSP Lamun Pulau Pramuka 20 3. Identifikasi Jenis Lamun Pulau Pramuka .... 22 4. Pengamatan Menggunakan Alat Snorkel . 23 5. Pengamatan Persentase Tutupan Lamun 24 6. Tali yang Terbuat Dari Tissue 29 7. Kotak Frame .... 30 8. Bibit Lamun yang Diikat Dalam Kotak Frame 30

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Judul

Halaman34 35

1. Contoh Transek Inventarisasi Lamun di Pulau Pramuka. 2. Permanent Sample Plot Ekosistem Lamun ..

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktik Kerja Lapang merupakan suatu kegiatan di luar fakultas yang dilakukan mahasiswa untuk menambah wawasan atau ilmu pengetahuan. Praktik kerja lapang melatih mahasiswa untuk lebih berpartisipasi aktif dalam suatu kegiatan. Tujuan dari PKL adalah agar mahasiswa memperoleh ilmu dan pengalaman yang tidak didapatkan di bangku kuliah dan memiliki wawasan yang luas dibidang disiplin ilmu yang dipelajarinya sehingga mempunyai banyak peluang dalam mencari materi untuk tugas akhirnya (skripsi), atau lebih jauh lagi mengetahui peluang untuk tempat bekerja nanti yang sesuai dengan minatnya. Diharapkan dalam menjalani praktik kerja lapang mahasiswa mendapatkan ilmu pengetahuan serta pengalaman yang dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri dan masyarakat. Lamun di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu tumbuh dalam kelompok rumpun yang kecil-kecil dan tersebar tidak merata, namun kadang juga membentuk suatu padang yang luas dengan jenis homogen ataupun heterogen. Hal ini terkait dengan kondisi fisik substrat dasar perairan Kepulauan Seribu yang tidak stabil karena pengaruh arus dan gelombang. Di seluruh dunia telah teridentifikasi 60 jenis lamun, 20 jenis diantaranya ditemukan di perairan di Asia Tenggara dan terdapat 12 jenis lamun (7 genus) yang tumbuh di perairan Indonesia (Lee Long et al. 2000; Hutomo et al., 1988; Fortes, 1988 dalam Dahuri, 2003). Dari 12 jenis lamun yang dapat tumbuh di perairan Indonesia, 7 (tujuh) jenis diantaranya dapat ditemukan di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS, 2005).

Kegiatan penanaman dan pemulihan padang lamun di Kepulauan Seribu belum banyak dilakukan karena keberadaan lamun ini masih relatif kurang bermanfaat langsung bagi masyarakat Kepulauan Seribu. Fungsi ekologi

ekosistem lamun di perairan laut sangat potensial sebagai produktifitas primer

dan sumber makanan biota laut kecil dan biota tertentu, seperti ikan duyung (Dugong sp.), biota omnivora, dan biota pemakan hijauan. Untuk itu perlu adanya perhatian terhadap keberadaan ekosistem lamun di dalam kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, karena ekosistem ini merupakan satu kesatuan fungsi ekologis dengan ekosistem terumbu karang dan mangrove. Kegiatan monitoring ekosistem lamun dapat memberikan suatu gambaran umum tentang pertumbuhan dan keberadaan lamun di suatu tempat. Monitoring ekosistem lamun menggunakan metode Permanent Sample Plots merupakan salah satu metode yang diterapkan di perairan pulau Pramuka oleh Taman Nasional Kepulauan Seribu.

1.2 Tujuan Praktik kerja lapang di bidang lamun ini bertujuan mandapatkan ilmu pengetahuan serta pengalaman di bidang lamun dan juga meteri dalam menyusun laporan akhir (skripsi). Peluang kerja serta minat bidang ilmu yang akan di lanjutkan semoga di dapat dalam praktik kerja lapang ini.

1.3 Tempat dan Waktu Praktik kerja lapang ini bertempat di Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu Pulau Pramuka pada tanggal 28 Juni 2010 sampai tanggal 28 Juli 2010.

BAB II KEADAAN UMUM TEMPAT PKL 2.1 LOKASI Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu (TNLKpS) merupakan salah satu kawasan pelestarian alam di Indonesia terletak di utara Jakarta yang secara administratif berada di wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Kawasan TNLKpS meliputi tiga kelurahan yaitu Kelurahan Pulau Panggang, Keluahan Pulau Kelapa dan Kelurahan Pulau Harapan. Kawasan ini terbentang seluas 107.489 ha (SK. Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002) yang secara geografis terletak pada 524' - 545' LS dan 10625' - 106 40' BT. Pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dilaksanakan oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : 03/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana teknis Taman Nasional). Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu seluas 107.489 hektar, merupakan kawasan perairan laut sampai batas pasang tertinggi, pada geografis antara 524' - 545' LS dan 10625' - 10640' BT, termasuk kawasan darat Pulau Penjaliran Barat dan Pulau Penjaliran Timur seluas 39,50 hektar. Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu tersusun oleh Ekosistem PulauPulau Sangat Kecil dan Perairan Laut Dangkal, yang terdiri dari Gugus Kepulauan dengan 78 pulau sangat kecil, 86 Gosong Pulau dan hamparan laut dangkal pasir karang pulau sekitar 2.136 hektar (Reef flat 1.994 ha, Laguna 119 ha, Selat 18 ha dan Teluk 5 ha), terumbu karang tipe fringing reef, Mangrove dan Lamun bermedia tumbuh sangat miskin hara/lumpur, dan kedalaman laut dangkal sekitar 20-40 m. Dari jumlah pulau yang berada di dalam kawasan TNKpS yang berjumlah 78 pulau, diantaranya 20 pulau sebagai pulau wisata, 6 pulau sebagai hunian penduduk dan sisanya dikelola perorangan atau badan usaha.

Gambar 1 : Peta Kepulaun Seribu

2.2 ORGANISASI PENGELOLAAN TAMAN LAUT 2.2.1 Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu (BTNKpS) Balai TNKpS adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya yang berada dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan. Tugas Balai Taman Nasional adalah melaksanakan pengelolaan ekosistem kawasan taman nasional dalam rangka konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Fungsi dalam pelaksanaan tugas Balai Taman Nasional adalah : 1. Penyusunan rencana, program dan evaluasi pengelolaan taman nasional. 2. 3. 4. Pengelolaan taman nasional. Pengawetan dan pemanfaatan secara lestari taman nasional. Perlindungan, pengamanan dan penanggulangan kebakaran taman nasional. 5. Promosi dan informasi, bina wisata dan cinta alam, serta penyuluhan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 6. 7. Kerjasama pengelolaan taman nasional. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

2.2.2 SDM Penegak Hukum Sesuai Pasal 51 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, terdapat pejabat kehutanan yang diberikan kewenangan KEPOLISIAN

KHUSUS, yaitu POLHUT TNKpS dan Struktural Balai TNKpS, dengan kewenangan untuk : 1. Mengadakan patroli/perondaan di dalam kawasan taman nasional atau wilayah hukumnya. 2. Memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan hasil hutan/laut di dalam kawasan taman nasional atau wilayah hukumnya.

3.

Menerima laporan tentang terjadinya tindak pidana yang menyangkut SDA dan Ekosistem, kawasan taman nasional dan hasil hutan/laut.

4.

Mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut SDA dan Ekosistem, kawasan taman nasional dan hasil hutan/laut.

5.

Dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap untuk diserahkan kepada yang berwewenang, dan

6.

Membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana yang menyangkut SDA dan Ekosistem, kawasan taman nasional dan hasil hutan/laut.

Sesuai Pasal 77 Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, terdapat Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PNS) TNKpS yang diberi wewenang khusus sebagai PENYIDIK, untuk :

1.

Melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana yang menyangkut menyangkut SDA dan Ekosistem, kawasan taman nasional dan hasil hutan/laut.

2.

Melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana yang menyangkut menyangkut SDA dan Ekosistem, kawasan taman nasional dan hasil hutan/laut.

3.

Memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan hutan, kawasan taman nasional atau wilayah hukumnya.

4.

Melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana yang menyangkut menyangkut SDA dan Ekosistem, kawasan taman nasional dan hasil hutan/laut, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

5.

Meminta keterangan dan barang bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana yang menyangkut menyangkut SDA dan Ekosistem, kawasan taman nasional dan hasil hutan/laut.

6.

Menangkap ddan menahan dalam koordinasi dan pengawasan penyidik Kepolisian Negara RI sesuai KUHAP.

7. 8.

Membuat dan menandatangani berita acara. Menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana yang menyangkut menyangkut SDA dan Ekosistem, kawasan taman nasional dan hasil hutan/laut.

2.3 SISTEM PENGELOLAAN Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu ini, dikelola dengan sistem Zonasi yang dikenal dengan : zona inti, zona pemanfaatan, zona lindung, zona pemanfaatan tradisional dan zona penyangga. 2.3.1 Pengelolaan dengan Sistem Zonasi Pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Seribu berbasis pada 3 aspek strategi konservasi, yaitu : 1. Perlindungan sistem penyangga kehidupan, yang berarti mengalokasikan serta melindungai habitat dalam upaya melindungi tempat aktivitas makhluk hidup yang dalam hal ini adalah berupa biota laut. 2. Pengawetan keaneka ragaman plasma nutfah, yang berarti

mempertahankan keberadaan unsur-unsur genetik makhluk hidup yang dalam hal ini berupa biota laut. 3. Pemanfaatan yang lestari terhadap ekosistem maupun jenis yang ada di dalamnya, dalam artian dapat dimanfaatkan secara langsung maupun tidak langsung dengan cara rasionalisasi berdasarkan kaidah pelestariannya.

Sistem zonasi yang diterapkan di Taman Nasional Kepulauan Seribu berdasarkan Undang-Undang no. 5 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah : A. Zona inti Zona inti adalah zona yang ditetapkan berdasar penilaian potensi konservasi yang cukup tinggi dan umumnya dalam kondisi yang masih asli dan belum terjamah oleh tangan-tangan manusia. Tekanan pengelolaan dilakukan

pada upaya pengamanannya terhadap intervensi ataupun invasi dari kegiatan manusia yang mengarah pada kerusakan keutuhan potensinya. Kegiatan yang boleh dilakukan terbatas pada kegiatan penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Di Taman Nasional Laut Kepualauan Seribu terdapat 3 (tiga) zona inti, yaitu : 1. zona inti I, meliputi P.Gosong Rengat dan perairan sekitarnya yang diperuntukkan untuk perlindungan Penyu Sisik (Eretmochelys imbricat). 2. zona inti II, meliputi P. Penjaliran Barat dan Timur, Peteloran Barat dan Timur serta perairan sekitarnya diperuntukkan bagi perlindungan ekosistem Mangrove dan tempat peneluran Penyu. 3. zona inti III, meliputi P.Belanda dan Kayu Angin Bira beserta perairan disekitarnya yang diperuntukkan bagi perlindungan ekositem karang.

B.

Zona Perlindungan Zona perlindungan adalah kawasan yang relatif kurang sensitif terhadap

perubahan. Di dalam Zona ini dapat dilakukan pemanfaatan sumber daya alam secara terbatas. Kegiatan yang dapat dilakukan pada zona ini diarahkan pada kepentingan budidaya dan pariwisata alam. C. Zona Pemanfaatan Intensif Zona ini ditujukan untuk mengakomodasi kepentingan manusia

kepentingan manusia dalam pemanfaatan sumber daya alam secara lestari. Pengembangan dan pembangunan sarana dan prasarana rekreasi dan pariwisata alam dapat dilakukan pada zona ini. D. Zona Pemanfaatan Tradisional Zona ini dialokasikan untuk pemanfaatan sumberdaya alam secara tradisional olah masyarakat setempat dalam upaya mendukung pembangunan sosial ekonomi dan budaya.

E.

Zona Penyangga Zona Penyangga berada di luar kawasan, daerah ini dimaksudkan untuk

menyangga keberadaan jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya yang terdapat di dalam kawasan Taman Nasional. Pelaksanaan Pembangunan dalam bentuk pengembangan manfaat daerah, baik oleh pihak Taman Nasional maupun pihak lain ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

2.4 RENCANA STRATEGIS PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL LAUT Memperhatikan kondisi aktual dan tantangan konservasi sumberdaya alam hayati, kelautan dan ekosistemnya, pengembangan pariwisata bahari, pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pembangunan daerah, diperlukan beberapa kegiatan terobosan yang rasional yang berkaitan dengan (1) pemberdayaan dan pensinergian berbagai sumber daya dan potensi yang ada, dan (2) manajemen kerjasama yang berkeadilan, transparan dan satu visi, misi dan langkah dari multistakeholder pelaku pembangunan.

1.

Filosofi dan Paradigma a. Filosofi pengelolaan taman nasional laut adalah No Forest (ekosistem terumbu karang, mangrove, dan padang lamun), No Future. b. Paradigma pengelolaan taman nasional adalah Resource and Community Base Development.

2.

Visi dan Misi a. Visi Mewujudkan kelestarian manfaat Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu bagi masyarakat secara berkesinambungan dan berkeadilan. b. 1) Misi Melindungi dan mengamankan ekosistem Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.

2)

Mengawetkan dan memelihara keragaman hayati dan ekosistem Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.

3)

Menemu-kenali dan mengembangkan pola-pola pemanfaatan lestari keragaman hayati dan ekosistem Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.

4)

Menegakkan hukum dan peraturan perundangan secara tegas, konsisten dan konsekuen.

3.

Kebijakan, Strategi, Slogan, Pola/Strategi Kerja, dan Program Strategis. a. 1) Kebijakan Penggalian informasi potensi sumberdaya alam dan peluang kemanfaatan yang optimal dan berkesinambungan. 2) Pengaturan pemanfaatan sumberdaya alam yang mengedepankan kepentingan masyarakat, dunia usaha dan pemda, yang ekonomis, ekologis, berkeadilan dan sinergis. 3) Pengendalian pemanfaatan sumberdaya alam yang bertitik tolok pada daya dukung sumber daya alam dan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan. 4) Pembinaan sumberdaya manusia yang jujur bermoral dan profesional, serta pengembangan teknologi yang efektif, efisien dan ramah lingkungan. 5) Penegakan hukum merupakan alat pendukung konservasi

sumberdaya alam hayati, kelautan dan ekosistemnya.

b. 1)

Strategi Kolaborasi manajemen konservasi sumberdaya alam hayati, kelautan dan ekosistemnya.

2)

Pemantapan kawasan Taman Nasional Laut, dan pemaduserasian sistem zonasi dan RTRWK.

3)

Pembangunan sistem monitoring evaluasi dan neraca sumber daya alam hayati, kelautan dan ekosistemnya.

4)

Pemulihan

kualitas

sumberdaya

alam

hayati,

kelautan

dan

ekosistemnya. 5) Pembangunan obyek dan atraksi wisata bahari di pulau-pulau pemukiman, masyarakat. 6) Pemberdayaan masyarakat dengan bertitik tolak pada potensi dan daya dukung sumberdaya alam dan IPTEK yang ramah lingkungan. 7) Komunikasi dan kerjasama dari berbagai pelaku usaha dan pembinaan usaha industri kepariwisataan

(multistakeholders) pada RENLAKDAL pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam secara transparan dan berkeadilan. 8) Pengembangan prinsip ketauladanan dan percontohan pola-pola pemanfaatan sumberdaya alam yang optimal dan lestari secara konsisten dan konsekuen. 9) Peningkatan prioritas pengelolaan ke bagian utara Taman Nasional Laut, dalam upaya perlindungan dan pengawetan zona inti. 10) Penegakan hukum yang mengedepankan upaya persuasif dan pembinaan, sebelum represif yang tegas, konsekuen, dan konsisten.

c.

Slogan 1) Lestarikan Terumbu Karang, Hutan Mangrove, Padang Lamun, dan Ekosistemnya. 2) 3) Selamatkan Penyu Sisik Kepulauan Seribu. Manfaatkan Taman Nasional Kepulauan Seribu melalui Wisata Bahari di Resort Pulau Wisata, Wisata Pendidikan dan Konservasi di Pulau Permukiman, dan Budidaya Kelautan Alami Tradisional di Zona Pemukiman-nya.

d.

Pola/Strategi Kerja 1) 2) 3) Pola Kemitraan Mutualistik. Pola Pendampingan Pakar Ahli. Pola Komunikasi Dua Arah dalam Kesetaraan.

e.

Budaya Kerja 1) 2) 3) 4) 5) Kerja yang memberikan manfaat Sehat jasmani rohani. Silahturahmi. Ilmu. Ikhlas.

f.

Program Strategis. 1) Pembinaan SDM BTNKpS melalui Rapat Koordinasi dan Pembinaan SDM Dua Mingguan. 2) 3) Kemitraan Mutualistik dalam pengelolaan TNLKpS. Pemberdayaan Usaha Ekonomi Masyarakat yang berbasis Budaya Lokal dan sesuai dengan Daya Dukung SDA Laut sekitarnya. 4) Wisata Pendidikan dan Konservasi Laut di Pulau Permukiman sebagai jantung Wisata Bahari Kepulauan Seribu. 5) Legalisasi dan Sertifikasi Pemanfaatan Tradisional sebagai kunci pokok konservasi mandiri Masyarakat.

2.5 POTENSI SUMBER DAYA ALAM HAYATI 2.5.1 Ekosistem Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang di perairan Kepulauan Seribu pada umumnya berbentuk fringing reef (karang tepian). Bentukan terumbu karang seperti ini secara tidak langsung dapat mengurangi deburan ombak yang dapat mengikis bagian pantai pulau-pulau di Kepulauan Seribu yang termasuk dalam kategori pulau-pulau sangat kecil. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa kondisi tutupan

kareang di Zona Inti mengalami peningkatan dari tahun 2003 sampai dengan 2007, yaitu 30,39% (2003); 31.98% (2005); dan 33,44% (2007). Kondisi tutupan

karang di Zona Pemanfaatan Wisata adalah 30,67% (2003); 40,05% (2005); dan 31,50% (2007). Adapun kondisi tutupan karang di Zona Pemukiman adalah

40,63% (2003); 31,98% (2005); dan 33,44% (2007). Keanekaragaman dan kelimpahan organisme ikan karang di perairan dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah sebagai berikut : perairan Zona Inti sebesar 28.625 individu ikan/ha (2003), 44.458 individu ikan/ha (2005), dan 29.382 individu ikan/ha (2007), perairan Zona Pemanfaatan Wisata sebesar 54.460 individu ikan/ha (2003), 137.610 individu ikan/ha (2005), dan 49.600 individu ikan/ha (2007), perairan Zona Pemukiman sebesar 34.994 individu ikan/ha (2003), 35.185 individu ikan/ha (2005), dan 32.280 individu ikan/ha (2007). Jumlah jenis karang keras yang ditemukan di perairan Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah sebanyak 62 marga dengan kelimpahan 46.015 individu/ha (2005) dan 61 marga dengan kelimpahan 35.878 individu/ha. Adapun jumlah jenis karang lunak adalah sebanyak 29 marga dengan kelimpahan 62.985 individu/ha. Untuk mengatasi kerusakan ekosistem terumbu karang ini, Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu telah melakukan berbagai upaya, diantaranya adalah melakukan kegiatan rehabilitasi karang dengan metode transplantasi dengan menggunakan substrat rockpile di perairan Gosong Pramuka sebanyak 250 rockpile sejak tahun 2007. Selain itu pada tahun 2008 Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu bekerjasama dengan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut IPB telah melaksanakan rehabilitasi karang dengan menggunakan substrat berupa blok sebanyak 180 unit di perairan Pulau Pramuka, 180 unit di perairan Pulau Kelapa, dan 180 unit di perairan Pulau Harapan. Sejak tahun 2004 telah dilaksanakan rehabilitasi ekosistem terumbu karang secara mandiri oleh masyarakat di dalam dan sekitar kawasan Taman Nasional terutama di perairan pulau yang termasuk dalam Zona Pemukiman. Kegiatan ini merupakan hasil kerjasama antara Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, masyarakat Kepulauan Seribu yang tergabung dalam PERNITAS (Perhimpunan Nelayan Karang dan Ikan Hias) dengan para eksportir karang hias. Kelompok nelayan yang terbentuk melalui kegiatan ini adalah sebanyak 26

kelompok nelayan. Saat ini di perairan sekitar Pulau Pramuka dan Pulau Panggang telah terdapat sebanyak 26 site (titik) lokasi rehabilitasi karang mandiri. Sebagai penghargaan atas kepedulian ini, maka Departemen Kehutanan (Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam) memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk melaksanakan usaha

penangkaran/budidaya karang hias yang sebagian hasilnya dapat diperjual belikan, dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. Nelayan/masyarakat yang mengikuti kegiatan penangkaran/ budidaya karang hias diwajibkan melakukan restocking karang hias hasil budidaya di perairan Taman Nasional Kepulauan Seribu sebagai pengejawantahan dari kegiatan konservasi mandiri. Selama tahun 2008 telah dilaksanakan restocking karang hias hasil penangkaran/budidaya sebanyak 14 jenis dan 2.028 substrat di perairan Zona Pemukiman. Secara fisik luasan hamparan terumbu karang di perairan dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu belum dapat terpetakan.

2.5.2 Ekosistem mangrove Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem penting yang perlu diperhatikan untuk mendukung kelangsungan hidup sumber daya alam hayati dalam kawasan taman nasional. Di dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu, ekosistem mangrove tidak terlalu dominan, hanya terdapat di beberapa perairan pulau yang secara historis telah ada sebelumnya. Kondisi ini

kemungkinan disebabkan karena media tumbuh mangrove di dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu miskin hara, hanya berupa substrat pasir putih dan pecahan-pecahan karang. Berdasarkan hasil penelitian, ekosistem mangrove asli dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu hanya terdapat di 11 pulau, yaitu perairan Pulau Penjaliran Barat, Penjaliran Timur, Peteloran Barat, Jagung, Nyamplung, Rengit, Sebaru Besar, Sebaru Kecil, Yu Timur, Kelor Timur. Dari kesebelas pulau tersebut terdapat 7 jenis yaitu, Rhizophora stylosa, Rhizophora mucronata,

Sonneratia alba (pedada), Bruguiera exarista (tajang), Avicenia marina (api-api putih), Exoecaria agallocha (buta-buta), dan Sonneratia spp. (perepet). Jenis mangrove yang paling dominan dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah jenis Rhizophora stylosa, Rhizophora mucronata, dan Sonneratia spp. Tingkat kerusakan ekosistem mangrove dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu secara umum masih terkendali karena tingkat kesadaran masyarakat dan pemilik pulau terhadap kegunaan mangrove untuk mengurangi abrasi cukup tinggi. Untuk menjaga kelangsungan hidup ekosistem mangrove dan mengurangi abrasi pulau dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu, pada tahun 2005 dan 2007 telah dilakukan kegiatan Rehabilitasi Lahan Kritis berupa penanaman mangrove di lokasi yang berpotensi untuk ditanami mangrove seluas 250 Ha Ekuivalen (2005) dan 750 Ha Ekuivalen (2007). Adapun lokasi kegiatan Rehabilitasi Lahan Kritis tahun 2005 dan 2007 adalah perairan Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Karya, Pulau Semak Daun, Pulau Kotok Besar, Pulau Harapan, Pulau Bira Besar, Pulau Pemagaran, Pulau Kayu Angin Semut, Pulau Sepa Besar, Pulau Kelapa, Pulau Kelapa Dua, Pulau Putri Barat, Pulau Matahari, dan Pulau Pantara.

2.5.3 Ekosistem Lamun Berdasarkan data penelitian diketahui bahwa flora laut dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu terdapat di perairan Pulau Panggang, Pulau Kaliage Besar, Pulau Kelapa, Pulau Semak Daun, dan Pulau Karya. Flora laut dalam kawasan taman nasional seluruhnya terdapat 23 jenis yang terdiri dari 5 jenis lamun dan 18 jenis rumput laut. Jenis rumput laut dapat dipisahkan ke dalam tiga kelompok, yaitu 9 jenis alga hijau (Chlorophyta), 3 jenis alga coklat (Phaeophyta) dan 6 jenis alga merah (Rhodophyta). Sesuai hasil inventarisasi flora laut yang dilakukan tahun 2004, dapat diketahui bahwa di perairan Pulau Pramuka terdapat 5 jenis lamun dengan tutupan rata-rata 22,14% dari luasan habitat yang ditumbuhi lamun. Perairan Pulau Panjang Besar hanya ditemukan 3 jenis lamun dengan tutupan rata-rata 18% dari luasan yang diasumsikan ditumbuhi lamun. Di perairan Pulau Kaliage

Kecil juga ditemukan 3 jenis lamun dengan tutupan rata-rata lebih tinggi sebesar 27,5 % dari luasan. Keberadaan jenis flora laut ini dalam komunitasnya memperlihatkan asosiasi antara jenis rumput laut dan lamun. Ekosistem lamun ini sangat penting karena berinteraksi dengan ekosistem lainya seperti terumbu karang dan mangrove, sehingga perlindungan dan rehabilitasi pada beberapa daerah yang mengalami tekanan hebat pada ekosistem lamun harus segera dilakukan. Ekosistem lamun di Kepulauan Seribu belum banyak mendapat perhatian, karena kegunaan akan ekosistem ini kurang dirasakan oleh masyarakat secara langsung. Upaya konservasi ekosistem lamun telah dilakukan oleh Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu melalui kegiatan rehabilitasi lamun yang dilakukan dengan penanaman beberapa jenis lamun sesuai dengan karakter substrat dan habitat yang ada di setiap pulau. Disamping itu upaya pengawasan secara

terpadu dan peningkatan kesadaran masyarakat di daerah pesisir terus dilakukan. Pada tahun 2006 telah dilakukan penanaman lamun di habitat lamun yang terdegradasi seluas 7500 m2 di perairan Pulau Pramuka, Pulau Harapan dan Pulau Kelapa.

2.3.4

Pelestarian Penyu Sisik Penyebaran Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) di daerah tropis

kebanyakan berbaur dengan Penyu Hijau (Chelonia mydas) dan habitatnya mengalami tekanan yang cukup berat. Habitat peneluran Penyu Sisik di kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu terdapat di 11 lokasi, yaitu Pulau Peteloran Barat, Pulau Peteloran Timur, Pulau Rengat, Pulau Jagung, Pulau Dua, Pulau Panjaliran Barat, Pulau Panjaliran Timur, Pulau Semut Kecil, Pulau Panjang, Pulau Belanda, dan Gosong Pulau Sepa, tetapi pada tahun 2003 habitat peneluran Penyu Sisik mengalami degradasi sehingga hanya menjadi 2 lokasi yaitu Pulau Peteloran Barat dan Pulau Peteloran Timur. Pada tahun 2007 lokasi peneluran Penyu Sisik sesuai hasil pengamatan terdapat di 5 pulau, yaitu Pulau Peteloran Barat, Pulau Peteloran Timur, Pulau Penjaliran Barat, Pulau Penjaliran Timur, dan Gosong Pulau Sepa.

Untuk melestarikan keberadaan Penyu Sisik ini, Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu telah melakukan upaya pelestarian secara alami di Pulau Penjaliran Timur dan semi alami yang dipusatkan di Pulau Pramuka. Kegiatan ini telah dilakukan sejak tahun 1997 sampai dengan saat ini. Kegiatan yang dilakukan untuk melestarikan Penyu Sisik adalah dengan menetaskan telur-telur Penyu Sisik dari habitat peneluran di Pulau Pramuka dengan menggunakan ember plastik yang ditanam dalam pasir. Tukik yang telah lahir dipelihara dalam bak pemeliharaan sampai kurang lebih 3 bulan atau sampai tukik bisa survive untuk dilepas kembali ke alam. Pada tahun 2008 telur Penyu Sisik yang ditetaskan di Pulau Pramuka sebanyak adalah 2300 butir yang berasal dari Pulau Peteloran Timur (18 sarang) dan Pulau Pramuka (1 sarang). Tahun 2009 telur Penyu Sisik yang ditetaskan di Pulau Pramuka sebanyak 3200 butir (32 sarang).

2.3.5

Biota Laut Langka Berdasarkan hasil penelitian terhadap keberadaan biota laut langka di

kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu dapat diketahui bahwa telah ditemukan 5 jenis Bivalvia (Trochus niloticus, Tridacna crocea, Tridacna squamosa, Tridacna maxima, Hippopus hippopus), 2 jenis Imbricate

(Eretmochelis imbricate dan Chelonia mydas), 1 jenis Anthozoa (Anthipates spp.), dan 1 jenis Mamalia (Trusiops spp.). Selain itu di perairan Taman Nasional Kepulauan Seribu juga ditemukan biota laut dilindungi diantaranya beberapa jenis kima, seperti Kima Raksasa, Kima Pasir, dan Kima Sisik.

BAB III KEGIATAN YANG DILAKUKAN 3.1 MONITORING EKOSISTEM LAMUN Monitoring ekosistem lamun dilakukan dengan menggunakan metode PSP. PSP (Permanent Sample Plots) adalah salah satu metode pengamatan dan pengukuran pertumbuhan ekosistem lamun menggunakan plot tetap (permanent) sebagai lokasi pengamatan. Penentuan plot tetap ditentukan berdasarkan kondisi jarak sebaran lamun dari tempat yang akan di amati. Hasil pengamatan menggunakan metode Permanent Sample Plots (PSP) diukur dari hasil pengamatan yang dilakukan setiap bulannya. 3.1.1 Tujuan dan Sasaran Kegiatan monitoring Ekosistem lamun dititikberatkan pada studi ekologi lamun di dalam kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu mempunyai tujuan : 1. Mendapatkan data yang akurat dan berkesinambungan mengenai :a. b. c.

Jenis lamun dan sebarannya. Struktur dan komposisi jenis. Tipe komunitas dan habitat lamun.

2.

Mengetahui luasan padang lamun di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu khususnya di lokasi kegiatan.

Sedangkan sasaran kegiatan ini adalah mengetahui potensi ekosistem lamun dan melengkapi data dan informasi dasar untuk keperluan rencana pengelolaan ekosistem lamun di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu sebagai acuan untuk pengelolaan selanjutnya. Ruang lingkup pelaksanaan kegiatan Inventarisasi Lamun di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu ini meliputi : 1. Identifikasi jenis, struktur dan komposisi jenis lamun serta tipe komunitas. 2. Pesentase penutupan lamun dan alga.

3.

Pemetaan habitat lamun.

3.1.2 Pelaksanaan Monitoring Permanent Sample Plot (PSP) Lamun Pembuatan PSP dilakukan dengan menentukan daerah yang paling mewakili kondisi ekosistem lamun pada suatu lokasi. Pada garis pantai Pulau Pramuka dibuat transek tegak lurus garis pantai sepanjang 250 m sebagai lokasi pengamatan. Pada transek tersebut di atas dibuat 11 buah plot pengambilan data yang masing-masing berukuran (50 x 50 cm), dimana jarak antar plot adalah 25. Pengukuran parameter dilakukan menggunakan alat transek kuadrat berukuran 50 x 50 cm, snorkel, sepatu boots, alat tulis, alt ukur, GPS, form PSP serta Lembaran Kunci Identifikasi Lamun.

Gambar 2 : Pengamatan PSP Lamun Pulau Pramuka Total pengamatan plot di Pulau Pramuka berjumlah 33 plot yang terbagi menjadi 3 stasiun. Pengukuran setiap stasiun dilakukan secara berkesinambungan berdasarkan kondisi alam yang terdapat di Pulau Pramuka. Kondisi pantai yang sedang surut menjadi salah satu pertimbangan pengukuran karena ekosistem lamun dapat lebih jelas terlihat sehingga dapat memudahkan dalam hal pengukuran. Tabel 1 : Data Koordinat PSP Lamun di SPTP Wilayah III P. Pramuka No 1 2 3 Transek Pulau Pramuka 11 Pulau Pramuka 12 Pulau Pramuka 21 Bujur Timur 106 36,953 106 37,077 106 36,958 Lintang Selatan 05 44,760 05 44,817 05 44,747

4 5 6

Pulau Pramuka 22 Pulau Pramuka 31 Pulau Pramuka 32

106 37,083 106 36,963 106 37,089

05 44,806 05 44,734 05 44,793

y

Data yang diambil adalah : y Dokumentasi y Komposisi Substrat y Penutupan Lamun y Komposisi Jenis y Pengukuran Tinggi y Pengamatan Epifit y Penutupan Alga y Pengamatan Fauna : Pengambilan foto : Identifikasi jenis/ tipe substrat : Persentase penutupan lamun : Jenis dan kerapatan : Pengukuran tinggi kanopi : Persentase penutupan epifit pada daun lamun : Persentase penutupan alga nonepifit : Pencatatan biota yang ditemui

y

Teknik Pengambilan Data

a. Dokumentasi i. Dokumentasi (pengambilan gambar) dilakukan pada setiap plot pengamatan. ii. Dokumentasi yang diambil harus dapat menggambar kondisi lamun dalam plot secara utuh (50 x 50 cm). iii. Pada setiap plot diberi tanda yang menunjukkan nomor transek dan nomor plot.

b. Tipe Substrat i. ii. Substrat dibedakan menjadi 3 fraksi : halus, kasar, dan sangat kasar. Penentuan tipe substrat dilakukan dengan pengamatan visual di lapangan.

c. Penutupan Lamun dan Alga i. ii. Prosentase penutupan lamun dan alga dihitung pada setiap plot Standar yang digunakan adalah standar prosentase penutupan lamun dan alga (McKenzie, L.J., Campbell, S.J. & Roder, C.A., 2001)

d. Komposisi jenis i. Pada setiap plot dihitung jumlah tunas masing-masing jenis yang dijumpai. ii. Penghitungan jumlah tunas masing-masing jenis dilakukan secara menyeluruh (100 %) dari kondisi lamun dalam plot. iii. Data kerapatan diperoleh dengan menghitung jumlah tunas masingmasing jenis dalam plot dibagi dengan luas plot.

Gambar 3 : Identifikasi Jenis Lamun Pulau Pramuka e. Pengukuran Tinggi Kanopi i. Pengukuran tinggi dilakukan terhadap masing-masing jenis yang dijumpai dalam plot. ii. Jumlah tunas yang diukur tingginya adalah sebanyak 20 % dari keseluruhan jumlah tunas masing-masing jenis dalam plot. iii. Pengukuran tinggi dilakukan dari pangkal akar sampai ujung daun tunas lamun.

f. Prosentase penutupan epifit

i.

Prosentase penutupan epifit dilakukan dengan mengamati prosentase penutupan epifit pada 3 helai daun sampel dan pengamatan prosentase tunas yang tertutup oleh epifit.

ii.

Prosentase penutupan epifit diketahui dengan menggabungkan kedua data di atas menggunakan Tabel Prosentase Penutupan Epifit Seagrass-Watch (McKenzie, L.J., Campbell, S.J. & Roder, C.A., 2001).

Gambar 4 : Pengamatan Menggunakan alat Snorkel Berdasarkan hasil pengamatan dari tabel data di atas, terdapat 6 jenis lamun pada perairan Pulau Pramuka yang antara lain : Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Halodule uninervis, Siringodium isoetifolium, Enhalus Acoroides, Halophylla ovalis. Jenis lamun Thalassia hemprichii mendominasi tutupan lamun yang ada di perairan Pulau Pramuka. Tipe substrat pada perairan Pulau Pramuka berdasarkan pengamatan adalah substrat kasar. Jenis biota non ikan yang berasosiasi dengan lamun ditemukan pada kurang lebih 100 meter dari garis pantai. Data hasil pengamatan kemudian akan dibandingkan dengan data pengukuran sebelumnya untuk mendapatkan suatu kesimpulan. Kesimpulan tersebut akan ditindaklanjuti dengan rencana pengelolaan dan pelaksanaan yang bertujuan untuk melestarikan serta meningkatkan tutupan lamun di Pulau Pramuka.

Gambar 5 : Pengamatan Persentase Tutupan Lamun Berdasarkan data pengamatan, pertumbuhan ekosistem dari bulan Mei 2010 Juli 2010 mengalami penurunan. Tercatat pada pengamatan PSPL tanggal 16 Mei 2010, persentase rata-rata tutupan lamun di Pulau Pramuka adalah 28,07% sedangkan pada pengamatan tanggal 16 Juli 2010 adalah 20,88%. Hal ini disebabkan oleh kegiatan manusia yang semakin tidak memperhatikan alam. Fakta dilapangan terdapat limbah rumah tangga dan limbah transportasi di perairan Pulau Pramuka. Hal tersebut dapat menghambat pertumbuhan lamun khususnya dalam hal fotosintesis sehingga lamun kekurangan makanan dan dapat menyebabkan kematian. Disamping disebabkan oleh kegiatan manusia, penurunan tersebut juga disebabkan oleh perubahan kondisi alam. Kondisi alam yang semakin tidak bersahabat seperti pemanasan global, cuaca buruk dan naiknya permukaan air laut menjadikan tumbuhan lamun mengalami hambatan pertumbuhan sampai dengan kematian. Berdasarkan permasalahan diatas maka kegiatan meningkatkan

pertumbuhan lamun wajib dilakukan untuk menjaga kelestariannya. Salah satu meningkatkan pertumbuhan lamun yaitu dengan melakukan kegiatan

transplantasi lamun. Transplantasi lamun merupakan suatu kegiatan penenaman lamun menggunakan bagian dari lamun itu sendiri dan bertujuan untuk melestarikan dan meningkatkan pertumbuhan lamun.

3.2 Transplantasi Lamun Menggunakan Metode TERFs Transplamtasi Lamun menggunakan metode TERFs adalah kegiatan penanaman lamun dengan cara melekatkan bibit lamun dalam media frame yang terbuat dari besi yang diberi pemberat di kedua sisinya dan kemudian diletakkan di tempat transplantasi. Pada dasarnya transplantasi lamun menggunakan metode TERFs yaitu melekatkan bibit lamun kepada substrat dengan cara menahan lamun dengan frame yang berisi pemberat kemudian membiarkannya tumbuh.

3.2.1 1. 2. 3.

Pelaksanaan Transplantasi Metode TERFs Tissue digulung sampai membentuk tali berukuran sekitar 20 cm. Menyiapkan kotak Frame dan memberikan pemberat di kedua sisinya. Menyiapkan bibit lamun Mengibaskan tangan kearah substrat agar akar tercabut dengan baik dan mudah. Bibit lamun yang baik yaitu pada bagian ujung lamun. Letakkan di wadah ember berisi air laut.

4. 5. 6.

Memotong bibit lamun menjadi beberapa bagian sekitar 10 cm. Bibit lamun diikat dalam frame dengan tissue berjarak 3 kotak. Kotak frame besisi lamun diletakkan terbalik ditempat transplantasi (terendan air laut).

7.

Kotak frame di angkat setelah 2 bulan/ pada saat bibit lamun sudah berakar dan menempel pada substrat.

Gambar 6 : Tali yang Terbuat Dari Tissue

3.2.2 Hasil Transplantasi Terdapat 2 kotak frame berisi bibit lamun yang ditanam di perairan Pulau Pramuka. Kotak frame ini di monitoring setiap hari untuk melihat

perkembangannya serta memastikan bibit lamun dapat tumbuh dengan baik. Terdapat banyak faktor penghambat seperti limbah rumah tangga, limbah trasportasi laut, kecepatan gelombang, kecepatan arus, dan perubahan alam yang dapat menurunkan tingkat keberhasilan trasnplantasi.

Gambar 7 : Kotak Freme Kegiatan transplantasi lamun menggunakan metode TERf merupakan salah satu program Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu Pulau Pramuka yang bertujuan untukmengatasi masalah penurunan persentase tutupan lamun, melestarikan serta meningkatkan pertumbuhan lamun yang ada di wilayah Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Kegiatan ini sudah sering dilakukan akan tetapi menurut fakta lapangan, kegiatan transplantasi ini sring mengalami kegagalan yang dikarenakan faktor aktivitas manusia dan perubahan alam.

Gambar 10. Bibit Lamun diikat dalam Kotak Frame

3.3

Konservasi Mangrove Konservasi mangrove sudah dilakukan sejak tahun 2005 oleh Balai

Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dengan tujuan untuk menjaga

kelangsungan hidup ekosistem mangrove dan mengurangi abrasi pulau dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu. Konservasi mangrove dulakukan dengan melakukan kegiatan penanaman mangrove di sekitar kawasan P.Pramuka. Jenis mangrove yang ditanam di P.Pramuka yaitu jenis Rhizophora stylosa, Rhizophora mucronata. Tahapan penanaman mangrove mulai dari proses pembibitan sampai penanaman yaitu sebagai berikut : y Pemilihan Bibit (propagul) yang baik : - Kondisi propagul masih utuh - Propagul besar dan kuat - Propagul berwarna hijau tua - Propagul tidak terlalu melengkung ketika dilengkungkan

y

Menyiapkan media tanam berupa pasir dan serbuk kayu yang dimasukkan kedalam polybag berukuran berukuran sekitar 20 x 8 cm.

y

Menanam propagul dengan menancapkannya sedalam 7-10 cm kedalam media tanam.

y y

Melakukan perawatan dengan memberikan air secukupnya setiap hari. Setelah berusia 2-3 bulan atau propagul sudah mempunyai 2 buah daun, propagul siap ditanam di sekitar pantai konservasi.

3.4

Pengecekan Karang Transplantasi Kegiatan pengecekan karang dilakukan bertujuan mempertahankan

kualitas barang ( karang transplantasi ) yang akan di ekspor ke luar Indonesia. Karang yang telah dinilai memenuhi standar akan diberikan surat pengantar oleh pengawas untuk bisa dilanjutkan ke proses selanjutnya. Jenis karang transplantasi yang dilakukan pengecekan diantaranya jenis Acrophora sp.dan Montipora sp. Karang transplantasi yang akan di ekspor harus memenuhi standar, yaitu : 1. Memiliki Tagging

Tagging merupakan identitas karang transplantasi berupa nomor karang, tanggal penanaman, nama perusahan dan informasi lainnya. 2. Encrusting Karang transplantasi telah melekat pada substrat yang terbuat dari pasir dan semen yang telah dikeringkan.

3.5

Konservasi Penyu Sisik Kegiatan konservasi penyu sisik dilakukan untuk melestarikan keberadaan

Penyu Sisik. Kegiatan ini telah dilakukan sejak tahun 1997 sampai dengan saat ini. Kegiatan yang dilakukan untuk melestarikan Penyu Sisik antara lain : 1. Penetasan telur penyu sisik Penetaskan telur-telur Penyu Sisik dari habitat peneluran di Pulau Pramuka dengan menggunakan ember plastik yang ditanam dalam pasir. Tukik yang telah lahir dipelihara dalam bak pemeliharaan sampai kurang lebih 3 bulan atau sampai tukik bisa survive untuk dilepas kembali ke alam. 2. Pemberian Pakan Pakan yang digunakan yaitu ikan Nori, Pisang-pisang,dan Kakak Tua. Untuk ikan Kakak tua, terlebih dahulu direbus sebelum diberikan kepada penyu agar dagingnya memjadi lunak dan medah terlepas dari tulannya. Untuk penyu yang berumur dibawah 2 tahun pakan terlebih dahulu dicincang halus, diantara 2-4 tahun ikan dicicang kasar, dan untuk penyu diatas 4 tahun pakan ikan diberikan secara utuh. Perbedaan perlakuan ini dilakukan berdasarkan bukaan mulut penyu. 3. Pemeliharaan kebersihan Melakukan pembersihan bak tempat penyu di sangkarkan, pergantian air dan memandikan penyu sisik. 4. Monitoring keberadaan penyu di alam Kebiasaan penyu untuk muncul kepermukaan setiap 30 menit dimanfaatkan untuk dapat melihat dan mengetahui keberadaan penyu di alam. Sore hari

merupakan waktu yang tepat untuk melakukan monitoring karena penyu akan mendekati pulau untuk naik kedaratan pada malam hari.

4.6

Monitoring Transplantasi Karang Kegiatan monitoring karang dilakukan di sekitar Baliho atau dibagian

timur Nusa Karamba menggunakan alat snorkling. Jenis karang yang di transplantasi diantaranya adalah jenis Acrophora sp. dan Montiphora sp. Kedalaman tempat transplantasi sekitar 1-2 m. Kondisi perairan dan kelimpahan biota laut tergolong baik.

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 KESIMPULAN Praktek Kerja Lapang sangat bermanfaat bagi mahasiswa untuk mendapatkan ilmu pengetahuan serta pengalaman yang tidak didapatkan di bangku kuliah. Praktek Kerja Lapang juga mengajarkan kepada mahasiswa untuk lebih disiplin dalam menjalani suatu kegiatan, ilmu pengetahuan serta pengalaman mutlak dimiliki mahasiswa dalam menjalankan suatu kegiatan agar kegiatan yang dijalaninya dapat berjalan dengan baik. Praktek Kerja Lapangan memberikan cerminan keadaan yang sebenarnya dalam melakukan seatu pekerjaan dan juga memberikan informasi seputar peluang kerja yang bisa dijadikan akses jalan pekerjaan yang akan kita lakukan kelak. Monitoring lamun menggunakan metode Permanent Sample Plots dapat memberikan gambaran keadaan serta kondisi lamun pada umumnya. Ganbaran keadaan serta kondisi tersebut dapat dijadikan dasar dalam menganbil suatu keputusan serta tindakan kedepan. Berdasarkan data pengamatan, kondisi lamun di Pulau Pramuka mengalami penurunan. Kegiatan meningkatkan pertumbuhan

lamun seperti Transplantasi adalam salah satunya. Kegiatan transplantasi lamun di Pulau Pramuka salah satunya menggunakan metode TERFs. Metode ini telah diterapkan di perairan Pulau Pramuka akan tetapi karena beberapa faktor kegiatan tersebut mengalami kegagalan. Menurut pengamatan yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, setiap tahunnya terjadi penurunan keberadaan biota laut seperti mangrove, lamun, penyu, dan terumbu karang yang disebabkan oleh kegiatan manusia dan perubahan alam. Oleh karena itu, kegiatan konservasi biota laut harus dilakukan untuk menjaga kelestasian serta keseimbangan keberadaan biota laut. 4.2 SARAN Pendalaman mengenai apasaja yang harus dilakukan dalam Prektik Kerja Lapang ini sebaiknya lebih di informasikan agar mahasiswa mempunyai tujuan yang jelas dalam melakukan Praktik Kerja Lapang. Waktu pengumpulan laporan PKL sebaiknya ditetepkan secara jelas dengan jangka waktu yang relatif singkat agar faktor pengahambat (malas) tidak dimiliki mahasiswa. Segala informasi mengenai jadwal pertemuan PKL sebaiknya diinformasikan secara jelas dan terjadwal dengan baik.

DAFTAR ACUAN

Draft Rencana Strategis Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu 2010 2014, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Monitoring Ekosistem Lamun di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu Profil Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu

33