Download - Laporan Peta Geologi gunung kidul

Transcript

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk melakukan pemetaan geologi permukaan secara umum sebagai salah satu upaya untuk menyajikan informasi geologi yang ada dengan menggunakan peta dasar skala 1: 12.500, serta melakukan suatu analisa berdasar atas data pada daerah telitian.Tujuan penelitian yaitu untuk Mengetahui kondisi geologi permukaan daerah telitian saat ini, mengetahui struktur geologi yang berkembang daerah telitian,mengetahui litologi dan stratigrafi daerah telitian,mengetahui proses-proses geomorfologi yang telah ataupun sedang berkembang di daerah tersebut.1.2 Letak dan Kesampaian Lokasi

Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan Ibukotanya Wonosari. Luas wilayah Kabupaten Gunungkidul 1.485,36 km2 atau sekitar 46,63 % dari luas wilayah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Letak geografi 110O21' - 110O50' BT dan 7O46' - 8O09' LS. Pencapaian lokasi di tempuh dari Kampus UPN kemudian melewati kledokan menuju jalan solo. Dari lampu merah janti belok kanan naik ke flyover. Kemudian lampu merah AAU masih lurus sampai lampu merah kedua ambil jalur kiri kemudian belok kiri menuju jalan wonosari. Melewati jalan yang menanjak sampai bukit pathuk. Dari Bukit Patuk, perjalanan pun dilanjutkan ke arah Sambipitu. Sampai di pertigaan Sambipitu, kami mengambil arah kiri, ke timur, menuju Nglipar.1.3 Metode dan Peralatan yang DigunakanMetode pemetaan yang digunakan adalah metode pemetaan geologi permukaan (surface mapping),yaitu pengamatan langsung terhadap singkapan batuan dan kondisi geologi lain yang dapat dijumpai di permukaan.Pemetaan ini dimulai dengan mengumpulkan data sekunder geologi regional daerah pemetaan yang kemudian dilanjutkan dengan pengambilan data geologi di lapangan.Data-datayang diukur dan diambil selama pemetaan berupa data lokasi pengamatan, morfologi, litologi, dan struktur geologi. Hasil pengukuran dan analisa data tersebut selanjutnya digunakan untuk penyusunan laporan hasil pemetaan dan pembuatan peta geologi, peta geomorfologi dan pola pengaliran, stratigrafi, peta lintasan, serta sejarah geologi daerah pemetaan.Perlengkapan lapangan yang dibawa pada saat melakukan pemetaan meliputi:

1. Peralatan Lapangan (GPS, Palu Geologi, HCL, Kompas, lup, komparator, clipboard, plastik sampel, tongkat jacob, dll. )2. Peralatan Tulis (Buku lapangan, pena, pensil, penghapus, pensil warna, penggaris, dll)3. Peralatan Pribadi (Tas ransel, tas pingang, ponco, obat-obatan pribadi, makanan, minuman, dll)1.4 Peneliti TerdahuluBeberapa peneliti terdahulu yang pernah melakukan studiyang terkait dengandaerah telitian penulis secara lokal maupun secara regional, meliputi :a. Bothe (1929)Melakukan penelitian pada Zona Pegunungan Selatan danmerupakan orang pertama yang berhasil menyusun stratigrafi ZonaPegunungan Selatan.b. Van Bemmelen (1949)Mengelompokkan geologi regional Pulau Jawa berdasarkan fisiografi menjadi beberapa zona, salah satunya adalah Zona Pegunungan Selatan dimana daerah penelitian tercakup didalamnya.

c. Rahardjo ( 1977 )Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafi pegunungan selatan secara lengkap meliputi aspek sedimentologi dan paleontologi dengan penekanan untuk memperoleh kejelasan umur pembentukan untuk memperoleh kejelasan umur pembentukan dan lingkungan pengendapanya.

d. Surono (1992)Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafipegunungan selatan secara lengkap. Beliau melakukan penelitian di daerahBaturagung, Jawa Timur dan menyusun stratigrafiyang disempurnakan daristratigrafi yang disusun olehBothe 1929.e. Samodra(1992)Melakukan penelitian kemudian menyusun stratigrafipegunungan selatan secara lengkap.f. Surono, B. Toha, I. Sudarno, dan S. Wiryosujono (1992)PenyusunanPeta Geologi Lembar Surakarta-Giritontro pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Departemen Pertambangan dan Energi, DirektoratJendral Geologi dan Sumber Daya Manusia.g. Gendut Hartono (2010)Melakukan Penelitian Peran PaleovolkanismeDalam Tataan Produk Batuan Gunung Api TersierDi GunungGajahmungkur, Wonogiri, Jawa Tengah sebagai desrtasinya untuk memperoleh gelar doktor.1.5 Ucapan Terimakasih

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Ida Shang Yhang Widi Wasa yang telah memberikan kemudahan-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik dan tepat waktu. Terima kasih saya ucapkan kepada kedua orang tua serta adik saya berkat doa mereka yang selalu mengiringi hari-hari saya. Dan tak lupa juga saya berterima kasih kepada asisten laboratorium yang telah mengajari dan membimbing saya serta terima kasih kepada teman teman yang telah membantu dalam segala hal.BAB 2 GEOMORFOLOGI2.1. Geomorfologi Regional

Geomorfologi adalah studi yang menguraikan bentuk lahan dan proses yang mempengaruhipembentukannyasertamenyelidiki hubungan timbal balik antara bentuk lahan dengan prosesdalam tatanan keruangan. Dalam pembagian satuan geomorfologi daerah telitian penulis mengacu padaklasifikasi morfologi menurut Van Zuidam, 1983 Satuan geomorfologi Pegunungan Selatan dibagi menjadi empat, yaitu :

1. Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst

Satuan ini terletak pada daerah paling selatan, terdiri-dari bentukan positif dan negatif yang memanjang dari Parangtritis sampai Pacitan.

2. Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipatan

Satuan ini terletak di daerah Ngawen dan sekitarnya. Bentukan yang ada berupa perbukitan yang dibangun oleh struktur homoklin, antiklin, sinklin, dan gawir terjal yang memanjang dari barat ke timur.

3. Satuan Geomorfologi Dataran Tinggi

Satuan ini menempati bagian tengah daerah Pegunungan Selatan, yaitu daerah Gading, Wonosari, Playen, dan menerus hingga Semanu. Morfologi yang ada dibangun oleh batugamping berlapis, batupasir gampingan yang kedudukan perlapisannya relatif horizontal.

4. Satuan Geomorfologi Dataran Berteras

Satuan geomorfologi ini dibangun oleh batuan berumur Kuarter berupa lempung hitam, konglomerat, pasir, dan perulangan tuf dengan pasir kasar hingga halus. Satuan ini berada di sebagian Ngawen, Semin, hingga Wonogiri bagian selatan.1.2 Dasar Pembagian Geomorfologi

Dalam pembagian geomorfologi terdapat empat aspek utama dalam analisa pemetaan geomorfologi yaitu:

Morfologi yaitu studi bentuk lahan yang mempelajari relief secara umum dan meliputi:

Morfografi, yakni aspek-aspek yang bersifat pemerian (descriptive),antara lain teras sungai, beting pantai, kipas aluvial, plato, dataran, perbukitan, pegunungan dsb.

Morfometri, yakni aspek-aspek kuantitatif, seperti kemiringan lereng, bentuk lereng. ketinggian, beda tinggi, bentuk lembah, tingkat pengikisan,dan pengaliran sungai dsb.

Morfogenesa yaitu asal usul pembentukan dan perkembangan bentuklahan serta prosesproses geomorfologi yang terjadi, dalam hal ini adalah struktur geologi, litologi penyusun dan proses geomorfologi merupakan perhatian yang penuh. Morfogenesa meliputi :

Morfostruktur pasif, suatu bentuklahan yang diklasifikasikan berdasarkan tipe batuan yang ada kaitannya dengan resistensi batuan dan pelapukan (denudasi), misal mesa, cuesta, hogback dan kubah.

Morfostruktur aktif, berhubungan dengan tenaga endogen seperti pengangkatan, perlipatan dan pensesaran, termasuk intrusi, misal gunungapi, punggungan antiklin, gawir sesar dll.

Morfodinamik, berhubungan dengan tenaga eksogen seperti proses air, fluvial, es, gerakan masa, dan gunungapi, misal gumuk pasir, undak sungai, pematang pantai, lahan kritis.

Morfokronologi yaitu urutan bentuklahan atau hubungan aneka ragam bentuklahan dan prosesnya di permukaan bumi sebagai hasil dari proses geomorfologi. Penekanannya pada evolusi (ubahangsur) pertumbuhan bentuklahan. Morfokonservasi yaitu hubungan antara bentuklahan dan lingkungan atau berdasarkan parameter bentuklahan, seperti hubungan antara bentuklahan dengan batuan, struktur geologi, tanah, air, vegetasi, dan penggunaan lahan.Dalam membagi bentuk lahan penulis juga memperhatikan faktorfaktoryang mempengaruhi proses pembentukan bentang alam suatu daerah yang terdiri dari2 faktor, yaitu :a. Proses endogen, yaitu prosesproses yang terkait dengan pelepasan gayayangberasal daridalam bumi.b. Proseseksogen,yaituprosesproses yang terkait dengan hal - hal yangterjadi di permukaan bumi, seperti degradasi, pelapukan, gerakan massatanah dan batuan serta erosi.1.3 Satuan Geomorfik Bentukan Strukturala. Subsatuan Geomorfik Lereng Homoklin

Subsatuan ini menempati 18% dari luas daerah. Subsatuan ini terdapat di daerah Kedung Keris dan sekitarnya. Dasar dari penamaan subsatuan ini menggunakanklasifikasi Van Zuidam 1983, yaitu : Morfologi :Morfografi : lereng

Morfometri : memiliki tingkat kelerengan datar hingga landai, stadia dewasa, jenis pola pengaliran yang mengalir didaerah ini adalah sub dendritik.

Morfogenesa :Morfostruktur aktif : berupa tenaga endogen yang berupa lapisan miring.Morfo dinamis : faktor erosi.Morfostruktur pasif : disusun oleh batuan sedimen.

b. Subsatuan Geomorfik Lembah Homoklin

Subsatuan ini menempati 12% dari luas daerah. Subsatuan ini terdapat didaerah Kedungpoh dan sekitarnya. Dasar dari penamaan subsatuan ini menggunakanklasifikasi Van Zuidam 1983, yaitu : Morfologi :Morfografi : lembahMorfometri : memiliki tingkat kelerengan datar hingga landai, stadia dewasa, jenis pola pengaliran yang mengalir didaerah ini adalah sub dendritik.

Morfogenesa :Morfostruktur aktif : berupa tenaga endogen yang berupa lapisan miring.Morfo dinamis : faktor erosi dan pelapukan.

Morfostruktur pasif : disusun oleh batuan sedimen1.4 Satuan Geomorfik Bentukan Asal Fluviala. Subsatuan Geomorfik Tubuh SungaiSubsatuan ini menempati 7% dari luas daerah telitian dan merupakansubsatuan yang mendominasi daerah Kedungpoh. Dasar dari penamaan subsatuan inimenggunakan klasifikasi Van Zuidam 1983, yaitu : Morfologi :

Morfografi : lembahMorfometri : memiliki tingkat kelerengan rata hingga landai, stadia dewasa, jenis pola pengaliran yang mengalir didaerah ini adalah sub dendritik.

Morfogenesa :Morfostruktur aktif : tidak ada proses endogen yang bekerja dalam pembentukan bentuklahan ini.Morfo dinamis : faktor erosi dan proses fluviatil.Morfostruktur pasif : disusun oleh material sedimenb. Subsatuan Geomorfik Dataran Limpah Banjir

Subsatuan ini menempati 3% dari luas daerah telitian dan merupakan suatudataran yang rata - landai, disusun oleh material lepas hasil transportasi dari tubuhsungai, kemiringan lereng 0 - 2% ( rata/hampir rata ). Kemiringan lereng pada subsatuan ini adalah rata hinggalandai. Subsatuan ini menempati 7% dari luas daerah telitian. Dasar dari penamaan subsatuan inimenggunakan klasifikasi Van Zuidam 1983, yaitu :

Morfologi :Morfografi : dataran yang terdapat di sekitar liukan tubuh sungai.Morfometri : memiliki tingkat kelerengan rata hingga landai, stadia dewasa, jenis pola pengaliran yang mengalir didaerah ini adalah sub dendritik. Morfogenesa :Morfostruktur aktif : tidak ada proses endogen yang bekerja dalam pembentukan bentuklahan ini.Morfo dinamis : faktor erosi dan proses fluviatil.Morfostruktur pasif : disusun oleh material lepas hasil rombakan dantransportasi tubuh sungai.1.5 Satuan Geomorfik Bentukan KarstSubsatuan Geomorfik Mesokarst (K1)

Subsatuan ini menempati 25 % dari luas daerah telitian. Dasar penamaan subsatuan ini menggunakan klasifikasi Van Zuidam, 1983.

Morfologi :

Morfografi : merupakan perbukitanMorfometeri: lereng yang miring, jenis pola pengaliran yang mengalir adalah multibasinal. Morfogenesa

Morfogenesa aktif : berupa tenaga endogen yang berupa pengangkatanMorfostruktur pasif : disusun oleh material berukuran sedang yaitbatugamping pasiranMorfodinamik : faktor karstifikasi dan air2.2. Pola Pengaliran dan Stadia Erosi

Pada Daerah Kedungpoh dan sekitarnya terdapat pola pengaliran yang berkembang adalah pola pengaliran subdendritik. Pola pengaliran ini dicirikan dengan bentuk yang menyerupai cabang pohondengan topografi yang sudah miring dimana kontrol struktur geologi sesar mendatar dan sesar normal.Pola pengaliran seperti ini biasanya dikontrol oleh struktur yang berkembang danperbedaan jenis batuan berperan sangat kecil dan mencerminkan resistensi batuan yang sama.Penentuan tingkat stadia erosi daerah telitian didasarkan pada hasil pengamatan lapangan yang meliputi bentuk pinggiran sungai yang terjaldan bentuk memanjang sungai, pola aliran, sudut kelerengan dan litologi. Untuk menunjang hasil pengamatan lapangan, penulis kemudian melakukan analisis pola pengaliran berdasarkan interpretasi dari petatopografi.Pengamatan lapangan menunjukkan bahwa perkembangan erosi pada daerahtelitian sudah berkembang kearah erosi vertikal yang menyebabkan terbentuknyasuatu lereng-lereng yang terjal yang berada dipinggiran sungai-sungai dan dalamdengan kelerengan yang miring - sangat curam.Sedangkan perubahan pola pengaliran dari dendritik ke subdendritik merupakan akibat dari suatu proses erosi yang intensif, litologi, topografi dan struktur geologi yang sangat berperan aktif.Berdasarkan hal-hal diatas dapat diketahui bahwa stadia erosi pada daerah telitian adalah stadia dewasa.2.3. Analisis Perkembangan Geomorfologi

Proses geologi yang berkembang di daerah telitian berupa proses pelapukan, erosi, transportasi dan deposisi, yang dipengaruhi oleh jenis litologi,vegetasi, iklim serta struktur geologi yang bekerja.Proses pelapukan yang bekerja pada daerah telitian sebagian besar dikontrololeh pelapukan mekanis (mechanical weathering ) yang diakibatkan oleh tingkat curahhujan yang tinggi dan perubahan musim yang tidak tentu sehingga menyebabkan perubahan suhu yang silih berganti Proses-proses diatas mengontrol besarnya transportasi dan suplai sedimen padasistem fluviatil yang bekerja pada aliran Sungai, hal ini membuktikan bahwa prosesgeologi muda yang bekerja pada daerah telitian berjalan secara intensif dan terus-menerus.

BAB 3 STRATIGRAFI

1.1 Stratigrafi RegionalPenamaan satuan litostratigrafi Pegunungan Selatan telah banyak dikemukakan oleh beberapa peneliti yang membedakan stratigrafi wilayah bagian barat (Parangtritis Wonosari) dan wilayah bagian timur (Wonosari Pacitan). Urutan stratigrafi Pegunungan Selatan bagian barat telah diteliti antara lain oleh Bothe (1929), van Bemmelen (1949), Sumarso dan Ismoyowati (1975), Sartono (1964), Nahrowi, dkk (1978) dan Suyoto (1992) serta Wartono dan Surono dengan perubahan (1994)

Tabel 3.1.1 Tatanan Stratigrafi Pegunungan Selatan dari beberapa penulis

Secara stratigrafi, urutan satuan batuan dari tua ke muda menurut penamaan litostratifrafi menurut Wartono dan Surono dengan perubahan (1994) adalah : Formasi Wungkal-Gamping

Lokasi tipe formasi ini terletak di G. Wungkal dan G. Gamping, keduanya di Perbukitan Jiwo. Satuan batuan Tersier tertua di daerah Pegunungan Selatan ini di bagian bawah terdiri dari perselingan antara batupasir dan batulanau serta lensa batugamping. Pada bagian atas, satuan batuan ini berupa napal pasiran dan lensa batugamping. Formasi ini tersebar di Perbukitan Jiwo, antara lain di G. Wungkal, Desa Sekarbolo, Jiwo Barat, menpunyai ketebalan sekitar 120 meter (Bronto dan Hartono, 2001).Di bagian bawah, Formasi Wungkal-Gamping mengandung fosil foraminifera besar, yaituAssilina sp.,Nummulites javanus VERBEEK,Nummulites bagelensisVERBEEK danDiscocyclina javanaVERBEEK. Kelompok fosil tersebut menunjukkan umur Eosen Tengah bagian bawah sampai tengah. Sementara itu bagian atas formasi ini mengandung asosiasi fosil foraminifera kecil yang menunjukkan umur Eosen Akhir. Jadi umur Formasi Wungkal-Gamping ini adalah Eosen Tengah sampai dengan Eosen Akhir (Sumarso dan Ismoyowati, 1975).Sebagian dari satuan batuan ini semula merupakan endapan laut dangkal yang kaya akan fosil. Karena pengaruh gaya berat di lereng bawah laut, formasi ini kemudian meluncur ke bawah dan diendapkan kembali di laut dalam sehingga merupakanexotic faunal assemblage(Rahardjo, 1980). Formasi ini tersebar luas di Perbukitan Jiwo dan K. Oyo di utara G. Gede, menindih secara tidak selaras batuan metamorf serta diterobos oleh Diorit Pendul dan di atasnya, secara tidak selaras, ditutupi oleh batuan sedimen klastika gunungapi (volcaniclastic sediments) yang dikelompokkan ke dalam Formasi Kebo-Butak, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran dan Formasi Sambipitu. Formasi Kebo ButakFormasi ini secara umum terdiri-dari konglomerat, batupasir, dan batulempung yang menunjukkan kenampakan pengendapan arus turbid maupun pengendapan gaya berat yang lain. Di bagian bawah oleh Bothe disebut sebagai anggota Kebo (Kebo beds) yang tersusun antara batupasir, batulanau, dan batulempung yang khas menunjukkan struktur turbidit dengan perselingan batupasir konglomeratan yang mengandung klastika lempung. Bagian bawah anggota ini diterobos olehsillbatuan beku.

Bagian atas dari formasi ini termasuk anggota Butak yang tersusun oleh perulangan batupasir konglomeratan yang bergradasi menjadi lempung atau lanau. Ketebalan rata-rata formasi ini kurang lebih 800 meter. Urutan yang membentuk Formasi Kebo Butak ini ditafsirkan terbentuk pada lingkunganlower submarine fandengan beberapa interupsi pengandapan tipemid fanyang terbentuk pada Oligosen Akhir (N2 N3).

Formasi Semilir

Secara umum formasi ini tersusun oleh batupasir dan batulanau yang bersifat tufan, ringan, dan kadang-kadang diselingi oleh selaan breksi volkanik. Fragmen yang menyusun breksi maupun batupasir biasanya berupa batuapung yang bersifat asam. Di lapangan biasanya dijumpai perlapisan yang begitu baik, dan struktur yang mencirikan turbidit banyak dijumpai. Langkanya kandungan fosil pada formasi ini menunjukkan bahwa pengendapan berlangsung secara cepat atau berada pada daerah yang sangat dalam, berada pada daerah ambang kompensasi karbonat (CCD), sehingga fosil gampingan sudah mengalami korosi sebelum mencapai dasar pengendapan. Umur dari formasi ini diduga adalah pada Miosen Awal (N4) berdasar pada keterdapatanGlobigerinoides primordiuspada daerah yang bersifat lempungan dari formasi ini, yaitu di dekat Piyungan (Van Gorsel, 1987). Formasi Semilir ini menumpang secara selaras di atas anggota Butak dari Formasi Kebo Butak. Formasi ini tersingkap secara baik di wilayahnya, yaitu di tebing gawir Baturagung di bawah puncak Semilir.

Formasi Nglanggeran

Formasi ini berbeda dengan formasi-formasi sebelumnya, yang dicirikan oleh penyusun utamanya berupa breksi dengan penyusun material volkanik, tidak menunjukkan perlapisan yang baik dengan ketebalan yang cukup besar, bagian yang terkasar dari breksinya hampir seluruhnya tersusun oleh bongkah-bongkah lava andesit, sebagian besar telah mengalami breksiasi.Formasi ini ditafsirkan sebagai pengendapan dari aliran rombakan yang berasal dari gunungapi bawah laut, dalam lingkungan laut, dan proses pengendapan berjalan cepat, yaitu hanya selama Miosen Awal (N4).

Singkapan utama dari formasi ini adalah di Gunung Nglanggeran pada Perbukitan Baturagung. Kontaknya dengan Formasi Semilir di bawahnya merupakan kontak yang tajam. Hal inilah yang menyebabkan mengapa Formasi Nglanggeran dianggap tidak searas di atas Formasi Semilir. Namun perlu diingat bahwa kontak yang tajam itu bisa terjadi karena perbedaan mekanisme pengendapan dari energi sedang atau rendah menjadi energi tinggi tanpa harus melewati kurun waktu geologi yang cukup lama. Hal ini sangat biasa dalam proses pengendapan akibat gaya berat. Van Gorsel (1987) menganggap bahwa pengendapannya diibaratkan proses runtuhnya gunungapi seperti Krakatau yang berada di lingkungan laut.

Ke arah atas, yaitu ke arah Formasi Sambipitu, Formasi Nglanggeran berubah secara bergradasi, seperti yang terlihat pada singkapan di Sungai Putat. Lokasi yang diamati oleh EGR tahun 2002 berada pada sisi lain Sungai Putat dimana kontak kedua formasi ini ditunjukkan oleh kontak struktural. Formasi Sambipitu

Di atas Formasi Nglanggeran kembali terdapat formasi batuan yang menunjukkan ciri-ciri turbidit, yaitu Formasi Sambipitu. Formasi ini tersusun oleh batupasir yang bergradasi menjadi batulanau atau batulempung. Di bagian bawah, batupasirnya masih menunjukkan sifat volkanik, sedang ke arah atas sifat volkanik ini berubah menjadi batupasir yang bersifat gampingan. Pada batupasir gampingan ini sering dijumpai fragmen dari koral dan foraminifera besar yang berasal dari lingkungan terumbu laut dangkal yang terseret masuk dalam lingkungan yang lebih dalam akibat arus turbid.

Ke arah atas, Formasi Sambipitu berubah secara gradasional menjadi Formasi Wonosari (anggota Oyo) seperti singkapan yang terdapat di Sungai Widoro di dekat Bunder. Formasi Sambipitu terbentuk selama zaman Miosen, yaitu kira-kira antara N4 N8 atau NN2 NN5.

Formasi Oyo Wonosari

Selaras di atas Formasi Sambipitu terdapat Formasi Oyo Wonosari. Formasi ini terutama terdiri-dari batugamping dan napal. Penyebarannya meluas hampir setengah bagian dari Pegunungan Selatan memanjang ke timur, membelok ke arah utara di sebelah Perbukitan Panggung hingga mencapai bagian barat dari daerah depresi Wonogiri Baturetno.

Bagian terbawah dari Formasi Oyo Wonosari terutama tersusun dari batugamping berlapis yang menunjukkan gejala turbidit karbonat yang terendapkan pada kondisi laut yang lebih dalam, seperti yang terlihat pada singkapan di daerah di dekat muara Sungai Widoro masuk ke Sungai Oyo. Di lapangan batugamping ini terlihat sebagai batugamping berlapis, menunjukkan sortasi butir dan pada bagian yang halus banyak dijumpai fosil jejak tipeburialyang terdapat pada bidang permukaaan perlapisan ataupun memotong sejajar perlapisan. Batugamping kelompok ini disebut sebagai anggota Oyo dari Formasi Wonosari. Ke arah lebih muda, anggota Oyo ini bergradasi menjadi dua fasies yang berbeda. Di daerah Wonosari, semakin ke selatan batugamping semakin berubah menjadi batugamping terumbu yang beruparudstone, framestone, floatstone, bersifat lebih keras dan dinamakan sebagai anggota Wonosari dari Formasi Oyo Wonosari (Bothe, 1929). Sedangkan di barat daya Kota Wonosari batugamping terumbu ini berubah menjadi batugamping berlapis yang bergradasi menjadi napal yang disebut sebagai anggota Kepek dari Formasi Wonosari. Anggota Kepek ini juga tersingkap di bagian timur, yaitu di daerah depresi Wonogiri Baturetno, di bawah endapan kuarter seperti yang terdapat di daerah Eromoko. Secara keseluruhan, formasi ini terbentuk selama Miosen Akhir (N9 N18).

Endapan Kuarter

Di atas seri batuan Endapan Tersier seperti telah tersebut di atas, terdapat suatu kelompok sedimen yang sudah agak mengeras hingga masih lepas. Karena kelompok ini di atas bidang erosi, serta proses pembentukannya masih berlanjut hingga saat ini, maka secara keseluruhan sedimen ini disebut sebagai Endapan Kuarter. Penyebarannya meluas mulai dari timur laut Wonosari hingga daerah depresi Wonogiri Baturetno. Singkapan yang baik dari Endapan Kuarter ini terdapat di daerah Eromoko, sekitar Waduk Gadjah Mungkur.

Secara stratigrafi Endapan Kuarter di daerah Eromoko, Wonogiri terletak tidak selaras di atas Endapan Tersier yang berupa batugamping berlapis dari Formasi Wonosari atau breksi polimik dari Formasi Nglanggeran. Ketebalan tersingkap dari Endapan Kuarter tersebut berkisar antara 10 hingga 14 meter. Umur Endapan Kuarter tersebut diperkirakan Pliestosen Bawah.

Stratigrafi Endapan Kuarter di daerah Eromoko, Wonogiri secara vertikal tesusun dari perulangan tuf halus putih kekuning-kuningan dengan perulangan gradasi batupasir kasar ke batupasir sedang dengan lensa-lensa konglomerat. Batupasir tersebut mempunyai struktur silang siur tipe palung, sedangkan lapisan tuf terdapat di bagian bawah, tengah, dan atas. Pada saat lapisan tuf terbentuk, terjadi juga aktivitas sungai yang menghasilkan konglomerat.1.2 Dasar Pembagian Satuan BatuanPenulis menyusun stratigrafi daerah telitian berdasarkan ciriciri litologi yang dijumpai dilapangan dengan mengikuti pembagian dan tata nama stratigrafi dariSurono, 1992, guna mengetahui tektonostratigrafi dan stratigrafi yang terkait dengandaerah telitian. Untuk pembagian satuan batuan, penulis menggunakan satuan tidak resmiyang mengacu pada pembagian tata nama yang sesuai dengan kaidah Sandi StratigrafiIndonesia (1996). Secara umum daerah telitian didominasi oleh litologi batugamping,namun penulis berusaha membaginya kedalam satuansatuan batuan yang lebih detail berdasarkan karakteristik darisetiaplitologiyang dominan.Urutan stratigrafidaerahtelitian dari tua ke muda meliputi :1. Satuan Breksi Nglanggran

2. Satuan Batupasir Sambipitu3. Satuan Batugamping Oyo4. Satuan Aluvial1.2.1 Satuan Batuan Breksi NglanggranDasar PenamaanSatuan Breksi termasuk dalam Formasi Nglanggran. Berdasarkan ciri litologiyang dijumpai, breksi tersebut merupakan breksi monomik yang terdiri dari satumacam fragmen , breksi tersebut penulis temukan ditengah-tengah daerah telitian,yang secara stratigrafi ekivalen dengan ciri Formasi Nglanggran sehingga dari hasilkesebandingan keduanya penulis menamakannya sebagai Satuan BreksiNglanggran.1.2.2 Penyebaran dan Ketebalan

Penyebaran singkapan Satuan Breksi Nglanggran di daerah telitian hampirmenempati 20 % dari seluruh luas daerah telitian. Singkapan pada satuan inidijumpai pada tengah-tengah dari telitian dan menyebar secara barattimur daerahtelitian. Secara spesifik, Satuan Breksi Nglanggran tersebar didaerah Natah kulon-Kedung Poh, dan Desa Pilangrejo. Berdasarkan pengukuran penampang geologisayatan AA diperoleh ketebalan 500 meter.1.2.3 Umur dan Lingkungan Pengendapan

Penentuan Umur

Dikarenakan tidak adanya data fosil planktonik yang didapatkan pada satuan batuan ini, maka penulis melakukan kesebandingan dengan peneliti terdahulu bahwabreksiNglanggraniniterendapakanpadaumurN5N 6 atau pada kala MiosenAwal ( Suyoto, 1994 ). Dari pengamatan superposisi pada Satuan Breksi Nglanggranyang berada di bagian tengah daerah telitian terhadap Satuan Batupasir Sambipitu daripenampanggeologisayatanAA menunjukkan posisi Satuan Breksi Nglanggran lebih tua dari batupasir Sambipitu.

Lingkungan Pengendapan

Berdasarkan peneliti terdahulu Formasi Nglanggran terdiri dari breksi dengan sisipan batupasir tufaan, yang memperlihatkan sebagai endapan aliran gravitasi padalingkungan laut (Surono, 1989).1.2.4 Kontak / Hubungan StratigrafiDengan ditemukannya kontak antara Satuan Batupasir Semilir dan Satuan Breksi Nglanggran pada beberapa lokasi penelitian, maka dapat disimpulkan bahwakedua satuan batuan ini memiliki hubungan stratigrafi selaras. Dari penampang geologi sayatan A - A menunjukkan bahwa Satuan Breksi Nglanggran menindih diatas Satuan Batupasir Semilir bagian atas dan selaras dengan Satuan BatupasirSambipitu.1.3.1 Satuan Batuan Batupasir SambipituDasar PenamaanPenamaan Satuan Batupasir Sambipitu ini didasarkan pada ciri khas darisatuan ini berupa batupasir berlapis. Pada satuan ini dijumpai adanya batupasirdengan struktur sedimen yang berkembang berupa perlapisan (dominan) dandibeberapa tempat ditemukan batupasir yang mengandung semen karbonat. Dari ciridiatas maka dapat ditarik kesebandingan dengan ciri- ciri Formasi Sambipitusehingga satuan ini dinamakan Satuan Batupasir Sambipitu.

1.3.2 Penyebaran dan KetebalanPenyebaran Satuan Batupasir Sambipitu pada terdapat pada bagian selatandaerah telitian saja dan menempati luas sekitar 20 % dari seluruh luas daerahtelitian. Singkapan pada satuan ini hanya terdapat di daerah Blembeman dan Natah.Dari pengukuranpenampang geologi, ketebalanSatuan BatupasirSambipitu berkisar550 meter.

1.3.3 Umur dan Lingkungan PengendapanPenentuan Umur

Berdasarkan sample yang didapatkan, yaitu :Globorotalia pleisotumida, Globoquadrina altispira, Globoquadrina dehiscens, Globigerinoides subquadratus, Globigerina seminulina, Globorotalia siakensis (N8N 13) (Miosen AwalMiosen Tengah). Maka penulis menyimpulkan bahwa satuan batuan ini memiliki umur N 8N 13 atauMiosen AwalMiosen Tengah ( Blow, 1969 ).Lingkungan PengendapanBerdasarkan fosil benthonik yang didapat, yaitu Nodosaria inflexa,Elphidiummaellum, Dentalina subsulota, Amphistegina quoyii didapatkan bahwa SatuanBatupasir Sambipitu ini terendapkan pada lingkungan kedalaman Neritik Tengah -Bathyal Bawah ( Barker, 1960 ).1.3.4 Kontak / Hubungan Stratigrafi

Dijumpainya kontak yang jelas antara Satuan Batupasir Sambipitu denganSatuan Breksi Nglanggran, penulis menyimpulkan bahwa Satuan Batupasir Sambipituini memiliki hubungan selaras dengan Satuan Breksi Nglanggran dan mempunyaihubungan yang selaras dengan Batugamping Oyo di atasnya. 1.4.1 Satuan Batuan Batugamping OyoDasar PenamaanPenamaan Satuan Batugamping Oyo ini didasarkan pada ciri khas dari satuan ini berupa batugamping klastik dan memiliki ukuran pasir. Pada Satuan Batugamping Oyo batugamping ini berlapis. Dari ciri diatas maka dapat ditarik kesebandingan dengan ciriciri Formasi Oyo sehingga satuan ini dinamakan Satuan Batugamping Oyo.1.4.2 Penyebaran dan KetebalanPenyebaran Satuan Batugamping Oyo terdapat pada bagian selatan daerah telitian saja dan menempati luas sekitar 50 % dari seluruh luas daerah telitian. Singkapan pada satuan ini hanya terdapat daerah Natah, Blembeman dan Ngadirejo. Dari hasil pengukuran ketebalan dari penampang geologi, maka didapatkan kisaran tebal dari Satuan Batugamping Oyo yaitu berkisar 500 meter.1.4.3 Umur dan Lingkungan PengendapanPenentuan Umur

Berdasarkan sample yang didapatkan :

Globigerinoides immaturs, Orbulina universa, Globigerinoides dimiturus,Globoquadrina altispira, Hastigerina aequilateralis, Globorotalia siakensis,Orbulina bilobata (N14N15). Maka penulis menyimpulkan bahwa satuan batuan ini memiliki umur N 14N 15 atau Miosen Tengah - Miosen Akhir ( Blow, 1969 ).

Lingkungan Pengendapan

Berdasarkan sampel yang didapatkan, yaitu :

Bucellafrigida,Bigenerinacylindrica,Parafissurnalateralis,Textilariasp., Amphistegina quoyii ( Neritik Tengah ). Berdasarkan fosil benthonik diatas didapatkan bahwa Satuan Batugamping Oyoini terendapkan pada lingkungan bathimetri Neritik Tengah ( Barker, 1960).1.4.4 Kontak / Hubungan Stratigrafi

Dilihat dari umur yang didapat dari analisa fosil, maka dapat disimpulkan bahwa Satuan Batugamping Oyo memiliki hubungan tidakselarasdenganSatuan Batupasir Sambipitu. Satuan Batugamping Oyo ini juga memiliki hubungan tidakselaras dengan Satuan Endapan Aluvial.1.5.1 Satuan Batuan Endapan AluvialPenamaan satuan ini didasarkan pada kehadiran material aluvial berupa material lepas berupa pasir hasil rombakan batuan asal dan lumpur yang berasosiasi dengan sisasisa material organik dari tumbuhtumbuhan yang diendapkan sepanjang aliran sungai-sungai pada daerah telitian serta terus berlangsung hingga sekarang. Satuan ini menempati luas sekitar 1 % pada daerah telitian. Endapan ini memiliki hubungan tidak selaras dengan satuan batuan yang ada dibawahnya.

1.5.2 Penyebaran dan KetebalanHanya menempati luas sekitar 1 % dari daerah telitian.1.5.3 Umur dan Lingkungan PengendapanSatuan ini diendapkan sepanjang aliran sungai-sungai pada daerah telitian sampai sekarang.

1.5.4 Kontak / Hubungan StratigrafiKontak antara endapan aluvial ini dengan litologi yang ada dibawahnya adalah tidak selaras, karena hanya bersifat menumpang diatas litilogi yang ada dibawahnya.

BAB 4

STRUKTUR GEOLOGI

4.1 Struktur Geologi RegionalAktivitas tektonik yang terjadi di Pulau Jawa mengakibatkan berkembangnya struktur geologi yang bervariasi. Pola struktur yang terbentuk merupakan cerminan dari pola tegasan suatu gaya dominan dari proses tektonik dengan variasi arah tertentu. Secara umum pola tegasan yang terbentuk berupa kekar, sesar dan lipatan dengan skala yang bervariasi dari skala regional hingga skala yang terkecil.Menurut Van Bemmelen (1949) daerah Pegunungan Selatan telah mengalami empat kali pengangkatan. Pola struktur geologi yang ada pada Pegunungan Selatan yaitu :

Arah NE-SW, umumnya merupakan sesar geser sinistral yang terjadi akibat penunjaman lempeng Indo-Australia selama Eosen hingga Miosen Tengah. Arah ini ditunjukkan oleh kelurusan sepanjang Sungai Opak dan Sungai Bengawan Solo.Arah N-S, sebagian besar juga merupakan sesar geser sinistral, kecuali pada batas barat Pegunungan Selatan yang merupakan sesar turun.

Arah NW-SE, umumnya merupakan sesar geser dekstral. Set kedua dan ketiga arah ini tampak sebagai pasangan rekahan yang terbentuk akibat gaya kompresi berarah NNW-SSE yang berkembang pada Pliosen Akhir.

Arah E-W, sebagian besar merupakan sesar turun yang terjadi akibat gaya regangan berarah N-S dan berkembang pada Pleistosen Awal4.2 Struktur Geologi Daerah Penelitian4.2.1 Struktur KekarBerdasarkan hasil pengamatan keadaan lapangan diketahui dari data kedudukan batuan yang ada ditemukan arah kedudukan batuan menunjukkan suatu kelurusan yaitu bart timur. Terdapatnya kekar-kekar yang berpasangan maupun yang tidk berpasangan pada daerah telitian yaitu :1. N 274o E / 66o dan N 338o E / 34o2. N 030o E / 84o3. N 220o E / 54o dan N 025o E / 77o4. N 356o E / 56o dan N 025o E / 77o5. N 315o E / 45o dan N 219o E / 67o6. N 315o E / 45o dan N 219o E /67o7. N 309o E / 74o4.2.2 Struktur SesarBerdasarkan hasil pengamatan keadaan lapangan terdapat dua sesar yang berkembang pada daerah telitian yaitu sesar mendatar terletak pada koordinat x = 0457878 dan y = 9129353 yang mempunyai arah N 153o E / 76o pada litologi batupasir. Dalam peta geologi dapat dilihat terdapat offset batupasir yang bergerak mendatar kiri. Sedangkan sesar normal terletak pada koordinat x = 0458948 dan y = 9129571 yang mempunyai arah N 139o E / 63o pada litologi batupasir.4.2.3 Mekanisme Pembentukan StrukturStruktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian memiliki pola yangrelatif sama dengan pola umum struktur geologi regional Pegunungan Selatan.Dengan datadata tersebut, dapat ditarik suatu hubungkan antara pola pembentukan struktur daerah telitian dengan struktur regional dari mekanismetektonik yang bekerja, dimana tegasan yang membentuk struktur geologi daerahtelitian berhubungan langsung dengan gayagaya tektonik yang bekerja padaPegunungan Selatan yang secara umum berarah UtaraSelatan yang dicirikan olehadanya struktur sesar berpola timur lautbarat daya.Mengenai Evolusi Tektonik Tersier Pulau Jawa (Prasetyadi 2007), dijelaskan bahwa Pulau Jawa merupakan salah satu pulau di Busur Sunda yang mempunyai sejarahgeodinamik aktif, yang jika dirunut perkembangannya dapat dikelompokkanmenjadibeberapafase tektonikdimulaidari Kapur Akhir hingga sekarang yaitu :

Periode Kapur akhirPaleosen Periode Eosen(Periode Ekstensional/Regangan) PeriodeOligosenTengah(KompresionalTerbentuknya OAF)

Periode Oligo-Miosen (KompresionalStruktur Inversi ) Periode Miosen TengahMiosen AkhirBAB 5

SEJARAH GEOLOGISejarah geologi daerah telitian dimulai dari satuan breksi Nglaggeran yang terendapkan dari hasil vulkanisme berupa breksi monomik yang memiliki kesamaan fragmen. Kemudian terendapkan batupasir dengan struktur perlapisan, kemudian terjadi pengangkatan sehingga daerah telitian menjadi daratan. Setelah fase pengangkatan, terjadilah sebuah fase trensgresi yang kemudian mengendapkan Satuan Batupasir Sambipitu. Satuan ini terendapkan berupa batupasir yang mengalami perselingan dengan batulempung dan pada beberapa tempat terdapat batupasir yang mengandung semen karbonat. Satuan ini terendapkan pada MiosenAwal.Pada fase ini juga terjadi fase kompresi dan pengangkatan.

Setelah fase kompresi dan pengangkatan selesai, terjadi sebuah proses pelepasan energi yang mengakibatkan terjadinya subsidence atau penurunan cekungan. Keadaan ini mengaktifkan proses transgresi yang membuat batas air lautnaik ke permukaan, sehingga mempengaruhi sifat fisik dan kimia dari FormasiSambipitu. Proses transgresi ini juga membentuk material material sedimen laut berupa batugamping, tetapi karena sebelumnya terjadi proses pengangkatanmenyebabkan Formasi Sambipitu menjadi Hiatus atau daerah tinggian sehinggaformasi formasi batugamping lain seperti Kepek dan Wonosari tidak terbentuk padadaerah penelitian, namun dengan seiring berjalannya proses transgresi yang terus berkembang menyebabkan terjadinya transgresi besar besaran sehingga air lautdapat mencapai dan menutupi daerah tinggian yang akhirnya membentuk FormasiOyo di atas Formasi Sambipitu pada daerah penelitian

Kemudian pada Miosen Tengah, Satuan Batugamping Oyo terendapkan. Pengendapan ini dapat berlangsung karena pada daerah telitian terjadi kenaikan muka air laut pada Miosen Tengah dan dapat membentuk batugamping dan hasil dari rombakannya kemudian menghasilkan Batugamping Oyo yang sebagian adalah batugamping klastik.Setelah Batugamping Oyo selesai mengendap pada Miosen Akhir, tidak terjadi pengendapan material sedimen lagi, baik dari material darat maupun laut. Akan tetapi pada kala Holosen, diendapkan Satuan Pasir Lepas secara tidak selaras diatas Satuan Batugamping Oyo yang berasal dari hasil endapan erosional dari hasil pengerosian sungai sungai.BAB 6 POTENSI GEOLOGIPotensi geologi ialah potensi yang dimiiki oleh alam untuk dapat menghasilkan suatu produk dari hasil proses proses geologi yang bekerja, baik produk yang dapat menimbulkan dampak positif maupun juga produk yang dapatmenimbulkan kerugikan (negatif) bagi umat manusia. Berdasarkan kedua aspek manfaat diatas maka potensi geologi pada daerah telitian dapat dibagi seperti dibawahini.a. Potensi positif

Morfologi perbukitan yang terdapat pada daerah telitian belum dimanfaatkandengan baik oleh penduduk sekitar karena keterbatasan modal dan akses jalan.Morfolgi tinggi tinggi dapan dijadikan sebagi objek wisata minat khusus.Daerah perbukitan ini dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi para penikmat alam untuk menikmati suatu pemanda.Batugamping dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan semen dan breksi dapat digunakan sebagai pengeras jalan di daerah tersebut.b. Potensi negatif

Tingkat curah hujan yang tinggi pada daerah telitian menyebabkan tingkat pelapukan yang tinggi, sehingga pada litologi litologi yang kurang resisten dengan sudut kelerengan yang besar dapat berpotensi menimbulkan adanya gerakan tanah.Pada daerah telitian gerakan tanah dijumpai pada derah telitian yaitu pada SatuanBatupasir Semilir.Pada Satuan Batupasir Sambiptu terjadi jenis gerakan tanah atau kita sebut dengan tanah longsor.BAB 7

KESIMPULANDari pembahasan setiap bab yang telah diuraikan, maka dapat ditarik kesimpulan :1. Secara geomorfik, daerah telitian dibagi menjadi dua satuan bentukan asal,yaitu Bentukan Asal Fluvial Subsatuan Geomorfik Tubuh dataran limpah banjir dan tubuh sungai dan Bentukan Asal Struktural yang terdiri dari Subsatuan Geomorfik Perbukitan Homoklin,Subsatuan Geomorfik Lembah Homoklin dan Subsatuan Geomorfik Lereng Homoklin. Pola pengaliran yang berkembang padadaerah telitian yaitu Subdendritik.

2. Stratigrafi daerah telitian terdiri dari tiga satuan batuan dan satu endapan alluvial, dari tua ke muda adalah Satuan Breksi Nglanggran berumur Miosen Awal dan mempunyai hubungan selaras denganBatupasir Sambipitu berumur Miosen Awal Tengah yang memilikihubungan selaras dengan Batugamping Oyo yang berumur Miosen Akhir. Selanjutnya diendapkan Satuan endapan alluvial berumur Holosen diatas Satuan Batugamping Oyo dengan hubungan tidak selaras.3. Struktur geologi yang berkembang pada daerah telitian berupa Sesar normal dan sesar mendatar.4. Potensi geologi yang ada pada daerah telitian terdiri dari potensi positif berupa morfologi perbukitan sebagai sarana pariwisata dan secara litologi berupa batugamping dapat digunakan sebagai campuran semen, breksi dapat digunakan sebagai pengeras jalan. Sedangkan potensinegatif berupa gerakan tanah atau longsor

DAFTAR PUSTAKA

Pettijohn, F.J., 1975, Sedimentary Rock, Third Edition, Marker and Bow Publisher.

Verstappen, 1985, Geomorphological Surveys for Environmental Development, Elsevier

Science Publishing Company Lnc, Amsterdam.Bemmelen, R.W. 1949, van., The Geology of Indonesia, vol IA, 2nd ed, The Haque Martinus Nijhoff, Netherlands.

10