I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumberdaya alam utama yaitu tanah dan air pada dasarnya
merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun mudah
mengalami kerusakan atau degradasi. Kerusakan tanah dapat terjadi karena
kehilangan unsur tanah dan bahan organik di daerah perakaran,
terkumpulnya garam di daerah perakaran, penjenuhan tanah oleh air, dan
erosi. Kerusakan tanah tersebut menyebabkan berkurangnya kemampuan
tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman.
Lahan–lahan di Indonesia merupakan hutan tropika yang sangat
subur dan lebat yang dapat kita jumpai dimana–mana dan memberikan
manfaat banyak bagi kebutuhan hidup manusia. Seiring dengan
bertambahnya penduduk menyebabkan bertambahnya pula kebutuhan akan
sandang, pangan dan papan. Untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan
dan papan tersebut manusia menggunakan lahan sebagai sumbernya maka
terjadilah penggunaan lahan yang diolah secara benar maupun secara
serampangan tanpa kemampuan lahan yang terbatas dan akibat yang akan
ditimbulkannya. Akibat dari penggunaan lahan yang tidak tepat dan
merupakan salah satu proses geomorfologi yang bekerja dari satuan bentuk
adalah terjadinya erosi.
Erosi di areal pertanian dapat menyebabkan hilangnya lapisan tanah
permukaan yang subur dan diganti dengan munculnya lapisan tanah bawah
yang relatif kurang subur. Kurang suburnya tanah di lapisan bawah tanah
disebabkan oleh tanah lebih mampat, kadar bahan organik sangat rendah,
hara tanah yang berasal dari dari hasil penguraian seresah tanaman rendah,
struktur tanah memiliki imbangan porositas lebih buruk, dan sifat-sifat lain
dengan daya dukung yang lebih rendah terhadap pertumbuhan tanaman.
Karena itu, erosi dianggap sebagai faktor utama degradasi lahan pertanian di
daerah tropika basah. Akibat erosi daya dukung tanah terhadap
pertumbuhan tanaman menjadi merosot, serta respon tanaman terhadap
1
2
pemupukan berkurang sehingga tidak ada lagi produk yang dapat
diharapkan dari pertanaman.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari adanya Konservasi Tanah dan Air ini adalah :
1. Memahami cara mengukur erosi dan nikai toleransi pada suatu lahan
2. Mengetahui status erosi pada suatu lahan dan memberikan rekomendasi
praktik konservasi pengelolaan yang diperlukan.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Erosivitas Hujan
Erosivitas merupakan akibat dari hujan yang dipengaruhi oleh adanya
vegetasi dan kemiringan serta faktor tanah dinyatakan dalam erodibilitas yang
juga dipengaruhi oleh adanya vegetasi. Erosi juga ditentukan oleh sifat hujan, sifat
tanah, derajat dan panjang lereng, adanya penutup tanah berupa vegetasi dan
aktifitas manusia dalam hubungannya dengan pemakaian dan pengelolaan tanah.
Erosivitas merupakan sifat yang menentukan energi (R), faktor yang
mempengaruhi besarnya energi (kemiringan S, panjang lereng L) dan erodibilitas
merupakan sifat tanah K, serta faktor yang memodifikasi yaitu tanaman (C) dan
pengelolaan tanah (P). Topografi atau rupa muka tanah menentukan kecepatan
aliran permukaan yang membawa partikel -partikel tanah. Peranan vegetasi
penutup adalah melindungi tanah dari pukulan langsung air hujan dan
memperbaiki struktur tanah melalui penyebaran akar-akanrnya. Faktor kegiatan
manusia memegang peranan penting terutama dalam usaha pencegahan erosi
karena manusia dapat memperlakukan faktor-faktor penyebab erosi lainnya
kecuali faktor iklim (Suprojo 2005).
Erosivitas merupakan kemampuan hujan dalam mengerosi tanah. Faktor
iklim yang besar pengaruhnya terhadap erosi tanah adalah hujan, temperatur dan
suhu. Sejauh ini hujan merupakan faktor yang paling penting. Hujan
menyebabkan erosi tanah melalui dua jalan yaitu pelepasan butiran tanah oleh
pukulan air hujan pada permukaan tanah dan kontribusi hujan terhadap aliran.
Jumlah hujan yang yang besar tidak selalu menyebabkan erosi berat jika
intensitasnya rendah, dan sebaliknya hujan lebat dalam waktu singkat mungkin
juga hanya menyebabkan sedikit erosi karena jumlah hujannya hanya sedikit. Jika
jumlah dan intensitas hujan keduanya tinggi, maka erosi tanah yang terjadi
cenderung tinggi (Suripin 2004).
Metode perhitungan erosivitas curah hujan tergantung pada jenis data
curah hujan yang tersedia. Menggunakan rumus Bols jika diketahui jumlah curah
4
hujan bulanan, jumlah hari hujan bulanan, dan curah hujan harian rata-rata
maksimal bulanan tertentu.
Rm = 6,119 x (Rain)m1,211 x (Days)m -0,474 x (Max P)m 0,526
Di mana :
R = Erosivitas curah hujan tahunan
Rm = indeks erosivitas curah hujan bulanan rata-rata
(Rain)m = jumlah curah hujan bulanan rata-rata (cm)
(Days)m = jumlah hari hujan bulanan pada bulan tertentu (hari)
(Max P)m= curah hujan harian maksimal pada bulan tertentu (cm) (Suprato 2000)
B. Erodibilitas Tanah
Erodibilitas tanah merupakan faktor kepekaan tanah terhadap erosi. Nilai
erodibilitas tanah yang tinggi pada suatu lahan menyebabkan erosi yang terjadi
menjadi lebih besar dan sebaliknya. Faktor erodibilitas tanah sangat berkaitan
dengan tekstur tanah dan juga kandungan bahan organik tanah. Penentuan nilai
erodibilitas tanah dengan menggunakan nomograf yang berdasarkan pada sifat-
sifat tanah yang mempengaruhinya meliputi tekstur, struktur, kadar bahan organik
dan permeabilitas tanah (Suripin 2004).
Erodibilitas Tanah adalah tingkat kepekaan suatu jenis tanah terhadap
erosi. Kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas) tanah sebagai mudah tidaknya
suatu tanah tererosi. Secara lebih spesifik, Young et al. dalam veiche (2002)
mendefinisikan erodibilitas tanah sebagai mudah tidaknya tanah untuk
dihancurkan oleh kekuatan jatuhnya butir-butir hujan atau oleh kekuatan aliran
permukaan. Sementara Wischmeier dan Mannering (1978) menyatakan bahwa
erodibilitas alami tanah merupakan sifat kompleks yang tergantung pada laju
infiltrasi tanah dan kapasitas tanah untuk bertahan terhadap penghancuran agregat
(detachment) serta pengangkutan oleh hujan dan aliran permukaan.
Erodibilitas tanah dipengaruhi oleh banyak sifat-sifat tanah, yakni sifat
fisik, mekanik, hidrologi, kimia, reologi atau litologi, mineralogi dan biologi,
termasuk karakteristik profil tanah seperti kedalaman tanah dan sifat-sifat dari
lapisan tanah. Erodibilitas bukan hanya ditentukan oleh sifat-sifat tanah, namun
ditentukan pula oleh faktor-faktor erosi lainnya yakni erosivitas, topografi,
5
vegetasi, fauna dan aktivitas manusia. Suatu tanah yang memiliki erodibilitas
rendah mungkin akan mengalami erosi yang berat jika tanah tersebut terdapat
pada lereng yang curam dan panjang, serta curah hujan dengan intensitas yang
tinggi. Sebaliknya tanah yang memiliki erodibilitas tinggi, kemungkinan akan
memperlihatkan gejala erosi ringan atau bahkan tidak sama sekali bila terdapat
pada pada lereng yang landai, dengan penutupan vegetasi baik, dan curah hujan
dengan intensitas rendah. Hal ini berhubungan dengan adanya pengaruh dari
faktor pengolalaan tanah terhadap sifat-sifat tanah. bahwa pengelolaan tanah dan
tanaman yang mengakumulasi sisa-sisa tanaman berpengaruh baik terhadap
kualitas tanah, yaitu terjadinya perbaikan stabilitas agregat tanah, ketahanan tanah
(shear strength), dan resistensi atau daya tahan tanah terhadap daya hancur curah
hujan (splash detachment) (Rachman et al. 2003).
Pada prinsipnya sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erodibilitas tanah
adalah :
1. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas
tanah menahan air.
2. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap
dispersi dan pengikisan oleh butir-butir air hujan dan aliran permukaan.
Meskipun erodibilitas tanah tidak hanya ditentukan oleh sifat-sifat tanah, namun
untuk membuat konsep erodibilitas tanah menjadi tidak terlalu kompleks, maka
beberapa peneliti menggambarkan erodibilitas tanah sebagai pernyataan
keseluruhan pengaruh sifat-sifat tanah dan bebas dari faktor penyebab erosi
lainnya (Arsyad 2000).
C. Kemiringan dan Panjang Lereng
Lereng adalah kenampakan permukan alam disebabkan adanya beda tinggi
apabila beda tinggi dua tempat tesebut di bandingkan dengan jarak lurus mendatar
sehingga akan diperoleh besarnya kelerengan. Bentuk lereng bergantung pada
proses erosi juga gerakan tanah dan pelapukan. Leeng merupakan parameter
topografi yang terbagi dalam dua bagian yaitu kemiringan lereng dan beda tinggi
relatif, dimana kedua bagian tersebut besar pengaruhnya terhadap penilaian suatu
bahan kritis. Bila dimana suatu lahan yang lahan dapat merusak lahan secara fisik,
6
kimia dan biologi, sehingga akan membahayakan hidrologi produksi pertanian
dan pemukiman. Salah satunya dengan menbuat. Peta Kemiringan Lereng (Peta
Kelas Lereng). Dengan pendekatan rumus “Went-Worth” yaitu pada peta
topografi yang menjaadi dasar pembuatan peta kemiringan lereng dengan dibuat
grid atau jaring-jaring berukuran 1 cm kemudian masing-masing bujur sangkar
dibuat garis horizontal (Sune 2011).
Faktor panjang dan kemiringan lereng merupakan sumber terjadinya
kesalahan yang terbesar yang terbesar jika diterapkan dalam rumus USLE pada
metodeogi RTk RHL. Hal ini disebabkan oleh penggunaan peta dengan skala 1 :
25.000 atau 1 : 50.000 untuk mendapatkan nilai panjang dan kemiringan lereng.
Peta lereng yang digunakan sebagai dasar untuk menentukan satuan lahan,
memberi informasi lereng yang terlalu umum untuk digunakan dalam rumus
USLE, terutama jika informasi tersebut dihitung dari informasi kontur. Panjang
lereng harus ditentukan di lapangan. L merupakan panjang lereng dari batas atas
lapangan (misalnya batas lapangan bervegetasi) hingga ke titik dimana aliran air
terkonsentrasi pada saluran di lapangan, jurang atau sungai, atua titik dimana
mulai terjadi deposisi. Nilai panjang rata-rata dan nilai kemiringan lereng dapat
digunakan untuk satu satuan lahan yang tidak banyak mempunyai variasi.
Kemiringan lereng dan panjang lereng yang diperoleh dari pengukuran lereng
dilapangan di bagi lagi seperti yang diperlukan tiap satuan lahan, menjadi satuan
lahan yang lebih kecil dan terinci, berdasarkan kemiringan lereng dan panjang
lereng. Yang terpenting adalah informasi lereng harus dipetakan secara terinci.
Menentukan kemiringan lereng rata-rata (S) dalam % dan panjang lereng rata-rata
di lapangan (L) untuk lahan pertanian kurang lebih dalam satuan lahan yang sama.
Untuk menghitung panjang dan kemiringan lereng di gunakan dua rumus yang
penggunaannya tergantung pada kemiringan lereng lebih besar atau kurang dari
15%. Untuk LS < 15% menggunakan rumus LxS (Suripin 2004).
D. Pengelolaan Tanaman dan Tindakan Konservasi
Faktor pengelolaan tanaman merupakan rasio tanah yang tererosi pada
suatu jenis pengelolaan tanaman terhadap tanah yang tererosi dengan pada
kondisi permukaan lahan yang sama tetapi tanpa pengelolaan tanaman atau
7
diberakan tanpa tanaman. Pada tanah yang gundul (diberakan tanpa
tanaman/petak baku) nilai C = 1.0. Untuk mendapatkan nilai C tahunan perlu
diperhatikan perubahan-perubahan penggunaan tanah dalam setiap tahun.
Terdapat sembilan parameter sebagai faktor penentu besarnya nilai C, yaitu
konsolidasi tanah, sisa-sisa tanaman, tajuk vegetasi, sistem perakaran, efek sisa
perakaran dari kegiatan pengelolaan lahan, faktor kontur, kekasaran permukaan
tanah, gulma, dan rumputrumputan (Rojer 2003).
Faktor praktik konservasi tanah adalah rasio tanah yang hilang bila
usaha konservasi tanah dilakukan (teras, tanaman, dan sebagainya) dengan tanpa
adanya usaha konservasi tanah. Tanpa konservasi tanah nilai P = 1 (petak baku).
Bila diteraskan, nilai P dianggap sama dengan nilai P untuk strip cropping,
sedangkan nilai LS didapat dengan menganggap panjang lereng sebagai jarak
horizontal dari masingmasing teras. Konservasi tanah tidak hanya tindakan
konservasi secara mekanis dan fisik, tetapi termasuk juga usaha-usaha yang
bertujuan untuk mengurangi erosi tanah. Penilaian faktor P di lapangan lebih
mudah apabila digabungkan dengan faktor C, karena dalam kenyataannya kedua
faktor tersebut berkaitan erat.. Pemilihan atau penentuan nilai faktor CP perlu
dilakukan dengan hati-hati karena adanya variasi keadaan lahan dan variasi teknik
konservasi yang dijumpai di lapangan.
Metode vegetatif adalah suatu cara pengelolaan lahan miring dengan
menggunakan tanaman sebagai sarana konservasi tanah (Seloliman, 1997).
Tanaman penutup tanah ini selain untuk mencegah atau mengendalikan bahaya
erosi juga dapat berfungsi memperbaiki struktur tanah, menambahkan bahan
organik tanah, mencegah proses pencucian unsur hara dan mengurangi fluktuasi
temperatur tanah. Metode vegetatif untuk konservasi tanah dan air termasuk
antara lain: penanaman penutup lahan (cover crop) berfungsi untuk menahan air
hujan agar tidak langsung mengenai permukaan tanah, menambah kesuburan
tanah (sebagai pupuk hijau), mengurangi pengikisan tanah oleh air dan
mempertahankan tingkat produktivitas tanah (Seloliman 2007).
Penanaman rumput kegunaannya hampir sama dengan penutup tanah,
tetapi mempunyai manfaat lain, yakni sebagai pakan ternak dan penguat terras.
8
Cara penanamannya dapat secara rapat, barisan maupun menurut kontur.
Penggunaan sisa tanaman untuk konservasi tanah dapat berbentuk mulsa atau
pupuk hijau. Dengan mulsa maka daun atau batang tumbuhan disebarkan di atas
permukaan tanah, sedangkan dengan pupuk hijau maka sisa-sisa tanaman tersebut
dibenamkan ke dalam tanah (Arsyad 2000).
E. Prediksi Erosi
Erosi bukan hanya mengangkut lapisan tanah, namun juga mengangkut
hara dan bahan organik, baik yang terkandung di dalam tanah maupun yang
berupa input pertanian. Maka dari itu kerusakan sifat fisik tanah, baik yang
diakibatkan oleh proses erosi maupun pengolahan tanah yang intensif, juga
seringkali menjadi penyebab penurunan produktivitas lahan. Adapun berbagai
tindakan yang dapat menekan erosi, mempertahankan/meningkatkan kadar bahan
organik tanah, dan mengurangi dampak negatif dari pengolahan tanah, merupakan
usaha yang diperlukan dalam pelestarian lahan sebagai salah satu sumberdaya
lahan pangan. Erosi merupakan penyebab utama penurunan produktivitas lahan
kering, terutama yang ditanami tanaman semusim. Oleh karena itu diperlukan
adanya suatu pemberdayaan lahan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan
pangan nasional, dengan cara mengaplikasikan teknik konservasi pada lahan
tersebut (Dariah 2004).
Bahaya erosi yang telah menurunkan produktivitas tanah merupakan
masalah utama dari tahun ke tahun tetap harus dihadapi oleh pemerintah. Bahaya
erosi yang menimpa lahan-lahan pertanian serta penduduk sering terjadi pada
lahan-lahan yang memiliki kelerengan sekitar 15% keatas. Bahaya ini disebabkan
selain oleh perbuatan manusia yang mementingkan pemuasan kebutuhan diri
sendiri, juga dikarenakan pengelolaan tanah dan pengairannya yang keliru
(Asdak 2002).
Untuk mengidentifikasi tingkat bahaya erosi, model yang dapat
digunakan adalah dengan menggunakan model USLE (Universal Soil Loss
Equation). Model USLE mempertimbangkan beberapa faktor dalam kajian erosi
seperti faktor erosivitas hujan, faktor erodibilitas tanah, faktor panjang dan
9
kemiringan lereng, faktor penutupan dan manajemen tanaman, dan faktor tindakan
konservasi tanah (Arsyad 2010).
Salah satu persamaan yang pertama kali di kemukakan untuk
mempelajari erosi lahan adalah yang diisebut persamaan Musgrave, yang
selanjutnya berkembang terus menjadi persammaan yang sangat terkenal dan
masih banyak dipakai sampai sekarang, yaitu yang diisebut universal soil loss
equation (USLE). USLE memungkinkan perencanaan memprediksi laju erosi
rata-rata lahan tertentu pada suatu kemiringan dengan pola hujan tertentu untuk
setiap macam jenis tanah dan penerapan pengelolaan lahan (Tindakan konservasi
lahan). USLE di rancang untuk mempredisi erosii jangka panjang dari eroosi
lembar (sheet erosion) dan erosi alur di bawah kondisi tertentu. Persamaan
tersebut dapat juga memprediksi erosi pada lahan-lahan non pertanian, tapi tidak
dapat untuk memprediksi pengendapan dan tindakan memperhitungkan hasil
sediment dari erosi parit, tebing, sungai dan dasar sungai.
F. Erosi yang Ditoleransikan
Erosi yang masih diperbolehkan adalah laju erosi yang dinyatakan dalam
mm/tahun atau ton/ha/tahun yang terbesar yang masih dapat dibiarkan atau
ditoleransikan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi
perumbuhan tanaman/tumbuhan yang memungkinkan tercapainya produktivitas
yang tinggi secara lestari. Menurut Kartasapoetra (2000), yang dimaksudkan
dengan erosi yang masih diperbolehkan (Soil Loss Tolerance) yaitu untuk
mengetahui besarnya erosi yang mungkin dapat diimbangi atau lebih diimbangi
dengan tindakan atau perlakuan manusia yang dapat membantu lajunya
pembentukan tanah, sehingga besarnya erosi selalu dibawah laju pembentukan
tanah. Kecepatan pembentukan tanah di Indonesia cukup beragam, tergantung dari
jenis batuan (bahan) induk dan faktor-faktor pembentuk tanah lainnya. Suhu dan
curah hujan yang tinggi di Indonesia juga mempercepat proses pembentukan
tanah.
Batas tingkat erosi yang masih diperbolehkan mendasarkan pada
kedalaman tanah, permeabilitas lapisan bawah dan kondisi substratum. Dasar-
dasar untuk menentukan tingkat erosi yang masih diperbolehkan dengan
10
memperhatikan kedalaman tanah, sifat-sifat fisik tanah yang mempengaruhi
perkembangan akar, pencegahan terbentuknya erosi parit, penyusunan kandungan
bahan organik, kehilangan unsur hara dan masalah-masalah yang ditimbulkan
oleh sedimen di lapangan. Wischmeier dan Smith telah menetapkan angka tingkat
erosi yang masih diperbolehkan adalah antara 4,48 sampai 111,21 ton/ha/th.
Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau
ditoleransikan adalah perlu karena tidak mungkin menekan laju erosi menjadi nol
dari tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah yang
berlereng. besarnya T maksimum untuk tanah-tanah di Indonesia adalah 2,5 mm
per tahun, yaitu untuk tanah dalam dengan lapisan tanah (subsoil) yang permeable
dengan substratum yang tidak terkonsolidasi (telah mengalami pelapukan).
Tanah-tanah yang kedalamannya kurang atau sifat-sifat lapisan bawah yang lebih
kedap air atau terletak di atas substratum yang belum melapuk, nilai T harus lebih
kecil dari 2,5 mm per tahun (Arsyad 2000).
Erosi wajar yang mempunyai laju seimbang dengan laju pembentukan
tanah justru perlu ada karena sangat berperan penting dalam peremajaan tanah,
sehingga tingkat kesuburan dan produktivitas tanah tidak terganggu dan dapat
dipertahankan dari waktu ke waktu.secara alami laju kehilangan tanah yang
diperkenankan bergatung pada kondisi tanah. Apabila suatu tanah profilnya dalam
dan tingkat kesuburannya sama pada seluruh kedalaman, maka kehilangan tanah
sebesar 25 mm selama 30 tahun dampaknya tidak sama dengan kehilangan tanah
yang ada pada profil dangkal. Cara penetapan besar erosi wajar yang dilakukan
sampai ssat ini hanya berdasarkan pikiran secara kualitatif. Arsyad
memperkirakan kecepatan laju erosi wajar di Indonesia sebesar dua sampai tiga
kali nilai di Amerika Serikat, yaitu berkisar 15-33 ton/ha/th atau 1,25-2,5 mm/th .
Besarnya erosi diperbolehkan (EDP) dihitung dengan menggunakan
metode Hammer (1978) yang berdasarkan nilai kedalaman ekuivalen tanah dan
umur kelestarian tanah yang diharapkan. Kedalaman ekuivalen diperoleh dari atau
dengan mengalihkan data kedalaman tanah hasil dari pengukuran dengan faktor
kedalam yang besarnya untuk masing-masing jenis tanah berbeda. Kelestarian
sumberdaya tanah dimaksudkan untuk menghitung harapan umur sumberdaya
11
tanah agar tetap produktif. Hammer menyatakan bahwa 300 tahun telah relatif
cukup untuk menghtung EDP guna perencanaan jangka panjang. Menentukan
EDP dapat menggunakan metode Hammer tersebut adalah sebagai berikut:
EDP=(kedalaman tanah ekuivalen)/(umur kelestarian tanah). Kedalaman tanah
ekuivalen merupakan perkalian antara kedalaman tanah efektif dengan faktor
kedalaman. Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah sampai pada lapisan
tanah penghambat pertumbuhan perakaran. Faktor kedalaman adalah indeks yang
didasarkan pada resiko kerusakan tanah sebagai fungsi kedalaman.
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Konservasi Tanah dan Air dilaksanakan pada hari Minggu 16
November 2014. Praktikum dilaksanakan mulai pukul 07.30 sampai selesai.
Praktikum berlokasi di kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo.
Praktikum analisis permeabilitas tanah dilaksanakan pada hari Senin-
Selasa 17-18 November 2014. Analisis dilakukan pada pukul 07.00 sampai
selesai. Analisis permeabilitas tanah di lakukan di laboratorium fisika tanah.
Pengayakan tanah terusik dilaksanakan pada hari Selasa 9 Desember 2014.
Pengayakan dilakukan pada pukul 13.30 sampai selesai. Pengayakan dilakukan di
belakang laboratorium fisika tanah.
B. Alat
1. Peta dasar (rupabumi)
2. Rol meter
3. Clinometer
4. Bor meter
5. Kompas
6. Ring sampel
7. Pisau
8. Plastik kapasitas 1kg
9. Tali rafia
10. Kamera
11. Alat tulis
12. Peralatan untuk analisis laboratorium
C. Bahan
1. Contoh tanah terusik
2. Contoh tanah tidak terusik
3. Contoh tanah dalam ring sampel
4. Aquadest
5. Bahan kimia untuk analisis laboratorium
13
D. Cara Kerja
1) Pengumpulan Data Curah Hujan
a) Mencari data sekunder di stasiun penakar hujan/klimatologi, atau di
bagian statistik kantor kecamatan terdekat.
2) Praktikum lapang
a) Mencari lokasi berdasarkan peta yang telah diberikan
b) Mengamati struktur tanah, ukuran, dan ketahanan
c) Mengamati tekstur tanah secara kualitatif
d) Mengetahui panjang lereng di lapangan
e) Mengetahui kemiringan lereng di lapangan
f) Mecatat tanaman yang diusahakan di lahan
g) Mengetahui usaha/tindakan konservasi yang telah dilakukan
h) Mengambil sampel tanah tidak terusik dan tanah terusik
3) Analisis Tekstur Tanah secara Kualitatif di Laboratorium dengan Metode
Analisis Granuler Cara Pipet
a) Menimbang 10 gr ctka diameter 2 mm memasukkan dalam gelas piala
500/1000 ml
b) Menambahkan 50 ml aquadest dan 15 ml H2O2 30 % (mendiamkan
sampai reaksi mereda)
c) Menambahkan 20 ml H2O2 30 % dan memanaskan (mendidih sekitar 5
menit)
d) Setelah dingin, menambahkan 20 ml HCl 2N dan memanaskannya
(mendidih sekitar 5 menit)
e) Mendinginkan dan mengencerkan dengan aquadest sampai 500/1000 ml,
setelah mengendap disaring (mengulang sampai tanah/larutan bebas
asam)
f) Memindahkan tanah ke tabung reaksi 500/1000 ml dan menambahkan
larutan Na4P2O7 4% sebanyak 10 ml
g) Mengaduk dan mendiamkannya 1 menit kemudian dipipet sebanyak
20/25 ml kedalaman 20cm, (menyiapkan cawan kosong (b g),
14
memasukkan dalam cawan penguap dan oven sampai kering kemudian
menimbangnya (c g) (debu+liat+peptisator)
h) Setelah 3,5 jam kembali dipipet sebanyak 20/25 ml kedalaman 5 cm
(liat+peptisator), (menyiapkan cawan kosong (d g), memasukkan dalam
cawan penguap dan oven sampai kering kemudian menimbang (e g)
(debu+liat+peptisator)
i) Menyaring sisa filtrate yang ada dengan ayakan 300 mm yang tertinggal
di ayakan mengeringkannya dan menimbang sebagai pasir kasar (untuk
memisahkan pasir kasar dan pasir halus)
4) Analisis Bahan Organik Tanah
a) Menimbang ctka diameter 0,5 mm 0,5 gram (1gr untuk tanah pasiran) dan
memasukkannya ke dalm labu takar 50 ml
b) Menambahkan 10 ml K2Cr2O7 1 N
c) Menambahkan dengan hati-hati lewat dinding 10 cc H2SO4 pekat setetes
demi setetes. Hingga menjadi berwarna jingga. Apabila warna menjadi
kehijauan menambahkan K2Cr2O7 dan H2SO4 kembali dengan volume
diketahui (melakukan dengan cara yang sama terhadap blangko.
d) Menggojog dan memutar dan mendatar selama 1 menit lalu
mendiamkannya selama 30 menit
e) Menambahkan 5 ml H3PO4 85 % dan menencerkan dengan aquadest
hingga volume 50 ml menggojog sampai homogen
f) Mengambil 5 ml larutan bening dan menambahkan 15 ml aquadest serta
indikator DPA sebanyak 2 tetes kemundian menggojognya bolak-balik
sampai homogen
g) Menitrasi dengan FeSO4 1 N hingga berwarna hijau cerah
5) Analisis Permeabilitas Tanah
a) Mengambil contoh tanah tidak terusik dari lapisan tanah atas di lapangan
yang akan diukur laju erosinya
b) Merendam contoh tanah dengan ring sampel dengan air dalam bak
perendam sampai setinggi 3 cm dari dasar bak perendam selama 24 jam
15
c) Setelah perendaman selesai, memindahkan contoh tanah yang telah jenuh
air ke permeameter. Mengalirkan air ke selang masuk permeameter dan
mengatur aliran air hingga keluar permeameter tidak merusak struktur
sampel tanah dalam ring sampel yang terpasang tadi
d) Setelah aliran konstan, air yang keluar dari alat permeameter di tampung
pada gelas piala
e) Kemudian melakukan pengukuran yaitu menampung air yang keluar dari
permeameter memakai gelas piala dalam jeda waktu tertentu misalnya 1
menit (menggunakan stopwatch). Air ini lalu ditakar dengan
menggunakan gelas ukur
f) Melakukan mengukuran seperti ini sebanyak 5 kali. Menghitung nilai
rata-ratanya.
6) Perhitungan Prediksi Erosi
a) Menyiapkan data curah hujan dan menghitung rata-rata tiap bulannya
b) Menetapkan rumus P dari rumus Lenvain dan menghitung IR setiap
bulannya dan menjumlahkan IR dari januari sampai desember sehingga
didapatkan nilai R dari rumus USLE
c) Menghitung nilai K (erodibilitas tanah) dengan rumus yang diacu
Hammer
d) Menghitung panjang lereng dan kemiringan lereng (LS)
e) Menetapkan nilai C dari faktor pengelolaan tanaman
f) Menetapkan nilai P dari faktor tindakan konservasi tanah
g) Menetapkan nilai prediksi erosi, serta menghitung nilai erosi yang dapat
diperbolehkan atau ditoleransikan.
16
IV. HASIL PENGAMATAN DAN ANALISIS DATA
A. Nilai Erosivitas Hujan R
Tabel 4.1 Perhitungan Faktor Erosivitas Hujan (Nilai R)
No Bulan CH (mm) HH CHm (mm) R
1 Januari 383 12 76 459,16312 Februari 353 14 71 373,22833 Maret 162 11 42 123,32794 April 389 12 69 444,52315 Mei 108 5 55 126,18266 Juni 25 3 11 11,638027 Juli 0 0 0 08 Agustus 0 0 0 09 September 0 0 0 010 Oktober 79 3 50 104,47611 November 298 12 64 309,415712 Desember 350 20 87 347,9076
R Tahunan 2299,862Sumber : Diolah dari data curah hujan tahun 2012 stasiun Jumantono
Keterangan :
CH = rata-rata curah hujan (mm)
HH = hari hujan (hari)
CHm = curah hujan maksimum 24 jam (mm)
Rumus Nilai R:
Data :
Nilai erosivitas hujan (R) :
1. Januari
EI30 = [6,119 (383/10)1,21
= 6,119 (75,03891)
= 459,1631
17
2. Februari
EI30 = [6,119 (353/10)1,21
= 6,119 (60,99499)
= 373,2283
3. Maret
EI30 = [6,119 (162/10)1,21
= 6,119 (20,1549)
= 123,3279
4. April
EI30 = [6,119 (389/10)1,21
= 6,119 (72,64636)
= 444,5231
5. Mei
EI30 = [6,119 (108/10)1,21
= 6,119 (20,62144)
= 126,1826
6. Juni
EI30 = [6,119 (25/10)1,21
= 6,119 (1,901948)
= 11,63802
7. Juli
EI30 = [6,119 (0/10)1,21
18
= 6,119 (0)
= 0
8. Agustus
EI30 = [6,119 (0/10)1,21
= 6,119 (0)
= 0
9. September
EI30 = [6,119 (0/10)1,21
= 6,119 (0)
= 0
10. Oktober
EI30 = [6,119 (79/10)1,21
= 6,119 (17,07402)
= 104,476
11. November
EI30 = [6,119 (298/10)1,21
= 6,119 (50,56638)
= 309,4157
12. Desember
EI30 = [6,119 (/10)1,21
= 6,119 (56,85693)
= 347,9076
19
R tahunan = EI30 Januari + EI30 Februari + EI30 Maret + EI30 April + EI30 Mei
+ EI30 Juni + EI30 Juli + EI30 Agustus + EI30 September + EI30 Oktober + EI30
November + EI30 Desember
R tahunan = 459,1631+ 373,2283+ 123,3279+ 444,5231+ 126,1826+
11,63802+ 0+ 0 +0+ 104,476+ 309,4157+ 347,9076
= 2299,862
B. Nilai Erodibilitas
Tabel 4.2 Perhitungan Nilai Erodibilitas Tanah (Nilai K)
No
Sampel Tanah
(System Lahan)
C-Org (%)
Tekstur
Nilai M a b cNilai
KPasir
Sangat Halus (%)
Debu (%)
Liat (%)
1.Tumpangsari kacang tanah dan jagung
0,083 14,2831 26,712 17,5 3378,152 0,413 2 2 0,267
Sumber : Dianalisis dari Data Primer
Analisis Data
1. Permeabilitas
a. Ulangan I
HL = 5,5 cm
HD = 6,7 cm
ΔH = HD-HL = 6,7-5,5 = 1,2 cm
Q = 6,5 cm
L = 5,3 cm
A = π x r2= 3,14 x (2,5)2 = 19,625 cm2
20
T = 5 menit = 0,083 jam
K =
=
= 12,20 cm/jam
b. Ulangan II
HL = 5,5 cm
HD = 6,7 cm
ΔH = HD-HL = 6,7-5,5 = 1,2 cm
Q = 4,5 cm
L = 5,3 cm
A = π x r2= 3,14 x (2,5)2 = 19,625 cm2
T = 5 menit = 0,083 jam
K =
=
= 17,625 cm/jam
c. Rata-Rata Permeabilitas
Rata-rata K =
=
= 14, 9125 cm/jam
2. Kadar Lengas Tanah
Tabel 4.3 Hasil Kadar Lengas Tanah
21
I (ctka 0,5 mm) II (ctka 2 mm)a 52,52 52,64b 71,306 72,664c 70,179 72,458
Sumber : Laporan Sementara
a. KL (kadar lengas) I =
=
= 6,4%
Fk =
=
=
= 1,064
KL (kadar lengas) II =
=
= 6,08%
Fk =
=
=
22
= 1,0608
3. Kadar Bahan organik
A = 4,15
B = 4,13
C = 6,4
Kadar C organik =
=
= 0,0000638
= 0,083%
Kadar Bahan Organik = kadar C organik x
= 0,083 x
= 0,143%
4. Analisis Tekstur Tanah
a = berat contoh tanah =10 gram
b = 35,026
c = 35,140
d = 34,066
e = 37,164
f = 37,614
g = 41,530
PEP = 0,0095
Fk = 1,06
23
a. Clay + Debu = c-b-PEP x x fk x
= 35,140-35,026-0,0095 x x 1,06 x
= 0,1045 x 40 x 1,06 x 10
= 44,308
b. Clay = (e – d - PEP) x x fk x
= (34,117 – 34,066 – 0,0095) x x 1,06 x
= 0,0415 x 40 x 1,06 x 10
= 17,596
c. Debu = (clay + debu) – debu
= 44,308 – 26,712
= 26,712
d. Pasir Total = 100 – clay – debu
= 100 – 17,596 – 26,712
= 55,692
e. Pasir Kasar =(g – f – PEP) x fk x
= (41,530 – 37,614 – 0,0095) x 1,06 x
= 3,9065 x 1,06 x 10
= 41,4089
f. Pasir Halus = Pasir Total – Pasir Kasar
= 55,692 – 41,4089
= 14,2831
5. Nilai M
24
M = (% pasir sangat halus + % debu) x (100 - % lempung)
= (14,2831 + 26,712) x (100 – 17,596)
= 3378,152
6. Nilai Erodibilitas (K)
a = 0,143%
b = 2
c = 2
100K = 1,292 [2,1 x M1,14 (10-4) (12–a) + 3,25(b–2) + 2,5(c–3)]
100K = 1,292 [2,1 x (3378,152)1,14(10-4)(12–0,143) + 3,25(2–2) + 2,5(2–
3)]
100K = 1,292 [2,1 x 10536,4 (10-4) 11,857 + 0 + (-2,5)]
100K = 1,292 x 20,704
100K = 26,749
K = 0,267
C. Nilai Kemiringan dan Panjang Lereng (LS)
Tabel 4.3 Perhitungan LSNo. Sistem Lahan X (m) S (%) LS
1.Tanah kosong diolah hendak ditanami jagung
33,8 10 1,781
Sumber : Dianalisis dari data primer
Analisis Data :
1. Panjang Lereng (L)
L =
L =
= 1,529 m
2. Kemiringan Lereng (S)
25
S = 0,065 + 0,045 s + 0,0065 s2
= 0,065 + 0,045 10 + 0,0065 100
= 0,065 + 0,45 + 0,65
= 1,165 %
3. LS = (0,065 + 0,045 s + 0,0065 s2)
=( )(1,165)
= 1,529 (1,165)
= 1,781
D. Nilai Pengelolaan Tanaman (C) dan Tindakan Konservasi
Tabel 4.4 Perhitungan Nilai CP
No.System Lahan
PolaTanam/ TeknikKonservasi
PenutupanLahan (%)
NilaiC
NilaiP
Nilai CP
1
Tanah kosong diolah hendak ditanami jagung
Jagung 30 0,7
Tanah kosong diolah 70 1,0
Teras bangku sempurna : tanpa tanaman
0,04 0,068
Sumber : Dianalisis dari Data Primer
E. Hasil Perhitungan Prediksi Erosi dengan Metode USLE
Tabel 4.5 Hasil Perhitungan Prediksi ErosiSistem Lahan
Luas (ha)
R K LS CP Prediksi Erosi (ton/ha/th)
Erosi Sistem Lahan (ton/th)
19 80,8 2299,862 0,267 1,781 0,068 74,34 (sedang)
6006,672
Sumber : Dianalisis dari Data Primer
Analisis Data :
1. Prediksi Erosi
26
A = R x K x L x S x C x P
= 2299,862 x 0,267 x 1,781 x 0,068
= 74,34 ton/ha/th
2. Erosi Sistem Lahan
= A x Luas Lahan
= 74,34 x 80,8
= 6006,672
F. Hasil Perhitungan Erosi yang Diperbolehkan (Edp)
T =
Keterangan :
T : Erosi yang diperbolehkan
K : Kedalaman Efektif (mm)
FK: Faktor Kedalaman Sub-ordo Tanah
UGT : Umur Guna Tanah
Analisis erosi yang diperbolehkan
T = (1500 x 0,80)/400
= 1200/400
= 3 ton/ha/tahun
27
V. PEMBAHASAN
A. Kondisi Umum Lahan
Luas daerah Kecamatan Polokarto seluas 6,218 Ha terdiri dari 17 Desa.
Adapun batas-batas daerahnya adalah sebagai berikut :
Sebelah utara : kecamatan Mojolaban
Sebelah Timur : kecamatan Jumantono dan kecamatan Jumapolo
Sebelah selatan : kecamatan Bendosari
Sebelah barat : kecamatan Grogol
Secara topografi Kabupaten Sukoharjo dapat dikelompokkan menjadi
dua kelompok yaitu daerah datar meliputi Kecamatan Kartasura, Baki, Gatak,
Grogol, Sukoharjo dan Mojolaban, sedangkan daerah yang miring meliputi
Kecamatan Polokarto, Bendosari, Nguter, Bulu dan Weru. Tempat tertinggi
diatas permukaan air laut adalah Kecamatan Polokarto yaitu 125 m dpl dan
yang terendah adalah Kecamatan Grogol yaitu 89 m dpl. Kelerengan atau
kemiringan lahan di Kabupaten Sukoharjo dapat dibedakan menjadi 7 (tujuh)
klasifikasi, yaitu :
a. 0-2%, meliputi seluruh wilayah Kecamatan di Kabupaten Sukoharjo.
b. b. 2-5%, meliputi seluruh wilayah Kabupaten Sukoharjo yang berada di
sebagian Kecamatan Weru, Bulu, Tawangsari, Nguter, Bendosari,
Polokarto, Mojolaban, Grogol dan Kartasura.
c. 5-15%, meliputi seluruh wilayah Kabupaten Sukoharjo yang berada di
sebagian Kecamatan Grogol, Mojolaban, Polokarto, Nguter, Bendosari,
Bulu, Weru dan Tawangsari.
d. 15 – 40 %, meliputi seluruh wilayah Kabupaten Sukoharjo yang berada di
sebagian Kecamatan Grogol, Polokarto, Nguter, Bendosari, Bulu, Weru,
dan Tawangsari.
e. e. >40%, meliputi seluruh wilayah Kabupaten Sukoharjo, yang berada di
sebagian Kecamatan Polokarto, Bulu, Weru, dan Tawangsari.
Lokasi yang digunakan pada praktikum Konservasi Tanah dan Air
2014 kelompok 12 adalah Kecamatan Polokarto, Kabupaten Sukoharjo.
28
Lokasi yang digunakan berada pada koordinat 110˚55'40,3" BT dan 7˚38'19,4"
LS. Spesifikasi penggunaan lahan yang umum di Kecamatan Polokarto, antara
lain areal tegalan, ketela pohon, dan tanaman perkebunan yaitu karet.
Sebagian besar jumlah penduduk bermata pencaharian sebagai petani.
B. Faktor Erosivitas Hujan
Erosivitas merupakan daya hujan untuk menimbulkan erosi pada
tanah. Erosivitas sangat menentukan jumlah tanah yang tererosi, jumlah tanah
yang tererosi berbanding lurus dengan erosivitas. Erosi merupakan hal yang
sebenarnya sangat sederhana dan sudah pasti akan terjadi di alam. Daerah
beriklim basah factor yang mempengaruhi erosi adalah hujan. Besarnya curah
hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan disperse hujan
terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan kerusakan erosi.
Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu.
Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau masa
tertentu seperti perhari, perbulan, permusim atau pertahuan.Hujan merupakan
salah satu penyebab dari erosi. Intensitas hujan di Indonesia sendiri cukuplah
tinggi. Indeks erosivitas hujan dapat diperoleh dengan menghitung besarnya
energi kinetik hujan (Ek) yang ditimbulkan oleh intensitas hujan maksimum
selama 30 menit (EI30). Indeks erosivitas ( R ), adalah daya erosi hujan untuk
membuat erosi pada suatu tempat yang dapat dihitung berdasarkan data hujan
yang diperoleh dari penakar hujan otomatik atau penakar hujan biasa.
Nilai dari erosivitas hujan pada daerah ini didapatkan nilai rata-rata
sebesar 2299,862 per tahun. Data curah hujan yang didapatkan untuk
menghitung laju erosi didapatkan dengan rentang waktu 9 tahun dari 2003
sampai 2012. Daerah dengan curah hujan yang cukup tinggi hendaknya
mengoptimalkan keberadaan vegetasi sebagai penghambat run off dan
memperkecil kemungkinan erosi. Unit lahan yang baik dikembangkan pada
kondisi tanah dengan curah hujan yang tinggi adalah untuk tegalan,
persawahan atau perkebunan, dengan adanya vegetasi yang menutupi tanah,
potensi terjadinya erosi akan berkurang. Unit lahan terbuka akan sangat
29
berpotensi terjadinya Erosi. Sebaiknya lahan-lahan yang terbuka segera
direklamasi ataupun ditanami agar potensi erosi berkurang.
Nilai erosivitas tersebut cukup tinggi. Tingkat erosivitas
mempengaruhi nilai erosi. Semakin tinggi nilai erosivitas hujan, semakin
tinggi pula nilai erosinya. Faktor yang mempengaruhi tingkat erosi antara lain
curah hujan, suhu udara dan kecepatan angin. Faktor yan paling berpengaruh
pada besarnya erosi adalah curah hujan.
C. Faktor Erodibilitas Tanah
Tanah merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting bagi
manusia. Tanah merupakan lapisan kerak bumi yang dijadikan tempat tinggal
bagi makhluk hidup. Tanah saat ini mulai menurun kualitas mutu dan fungsi
dari tanah. Salah satu penyebabnya adalah erosi. Setiap jenis tanah
mempunyai kepekaan yang berbeda-beda terhadap erosi. Kepekaan tanah
terhadap erosi dapat diartikan sebagai mudah tidaknya tanah tererosi atau
erodibilitas. Faktor-faktor yang mempengaruhi erodibilitas yaitu sifat fisik,
tofografi dan pengelolaan tanah oleh manusia. Sifat tanah yang mempengaruhi
aliran permukaan dan erosi adalah kapasitas infiltrasi dan erodibilitasnya.
Erosi merupakan hal yang sangat penting untuk diprediksi. Erosi sendiri
merupakan perpindahan tanah dari suatu tempat ke tempat lainnya. Nilai dari
erosi sendiri mulai dari ringan hingga berat dimana bisa menjadikan bencana
alam dan menimbulkan korban jiwa seperti longsor.
Erodibilitas tanah sangat penting untuk diketahui agar tindakan
konservasi dan pengolahan tanah dapat dilaksanakan secara lebih tepat dan
terarah. Konsep dari erodibilitas tanah dan bagaimana cara menilainya
merupakan suatu hal yang bersifat kompleks atau tidak sederhana karena
erodibilitas dipengaruhi oleh banyak sekali sifat-sifat tanah. Berbagai usaha
telah banyak dilakukan untuk mendapatkan suatu indeks erodibilitas yang
relatif lebih sederhana, baik didasarkan pada sifat-sifat tanah yang ditetapkan
di laboratorium maupun di lapangan atau berdasarkan keragaan (response)
terhadap hujan (Arsyad 2010).
30
Erodibilitas tanah ini sangat tergantung sekali dengan sifat, struktur
dan tekstur tanah. Suatu tanah yang memiliki erodibilitas rendah mungkin
akan mengalami erosi yang berat jika tanah tersebut terdapat pada lereng yang
curam dan panjang, serta curah hujan dengan intensitas yang tinggi.
Sebaliknya tanah yang memiliki erodibilitas tinggi, kemungkinan akan
memperlihatkan gejala erosi ringan atau bahkan tidak sama sekali bila terdapat
pada pada lereng yang landai, dengan penutupan vegetasi baik, dan curah
hujan dengan intensitas rendah. Erodibilitas tanah merupakan kepekaan tanah
terhadap erosi, salah satu penyebab erosi adalah hujan. Daerah tropis seperti
Indonesia sangat peka sekali terhadap erosi yang disebabkan hujan. Intensitas
hujan di Indonesia cukuplah tinggi untuk itulah diperlukan pengelolaan
disertai dengan tindakan konservasi yang tepat. Nilai dari erodibilitas tanah
pada lahan praktikum ini adalah sebesar 0,267. Nilai permeabilitas kelompok
kami sebesar 14,9125 cm/jam, dengan kadar bahan organik 0,143%. Sedngkan
teksturnya didominasi oleh pasir sebesar 55,692. Hal ini mempengaruhi nilai
erodibilitas, sehingga menyebabkan nilai erodibilitas tanah ini sangat rendah
kepekaannya. Jadi dengan tingkat erodibilitas tanah yang rendah dapat
dipastikan nilai tekstur yang dimiliki lahan tersebut cukup kasar dan pori-pori
makro tanah lahan tersebut cukup besar karena strukturnya didominansi pada
pasir.
D. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng dan panjang lereng adalah dua unsur topografi yang
paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Selain memperbesar
jumlah aliran permukaan, makin curamnya lereng juga memperbesar
kecepatan aliran permukaan dengan demikian memperbesar energi angkut air.
Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajad atau persen. Kecuraman lereng
100% sama dengan kecuraman 45 derajat. Kemiringan dan panjang lereng
adalah dua faktor yang menentukan karateristik topografi suatu daerah aliran
sungai. Kedua faktor tersebut penting untuk terjadinya erosi karena faktor-
faktor tersebut menentukan besarnya kecepatan atau volume air. Erosi pada
31
umumnya meningkat bila mana panjang lereng besar untuk hujan yang
intensitasnya besar.
Kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor yang menentukan
karakteristik topografi suatu daerah aliran sungai. Kedua faktor tersebut
penting untuk terjadinya erosi karena faktor-faktor tersebut menentukan
besarnya kecepatan dan volume air larian. Unsur lain yang berpengaruh adalah
konfigurasi, keseragaman dan arah lereng. Panjang lereng dihitung mulai dari
titik pangkal aliran permukaan sampai suatu titik dimana air masuk ke dalam
saluran atau sungai, atau dimana kemiringan lereng berkurang sedemikian
rupa sehingga kecepatan aliran air berubah. Air yang mengalir di permukaan
tanah akan terkumpul di ujung lereng. Dengan demikian berarti lebih banyak
air yang mengalir dan semakin besar kecepatannya di bagian bawah lereng
dari pada bagian atas. (Asdak 2010). Nilai dari panjang lereng lahan ini adalah
1,529 meter sedangkan kemiringan lereng adalah 1,165 %. Artinya, lahan
tersebut adalah landai. Nilai LS untuk menghitung prediksi erosi adalah 1,781.
E. Faktor Pengelolaan Tanaman dan Tindakan Konservasi
Pengelolaan tanaman ini sangatlah penting dalam pencegahan dampak
erosi. Vegetasi atau tanaman sangat mampu dalam mengurangi laju erosi yang
disebabkan oleh air hujan. Perakaran dari tanaman ini mampu dalam mengikat
air-air yang masuk menuju dalam tanh sehingga memperbesar dari proses
infiltrasi dan mengurangi laju dari run off. Nilai faktor tindakan konservasi
tanah (P) adalah nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan suatu tindakan
konservasi tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa tindakan
konservasi dalam keadaan identik. Termasuk dalam tindakan konservasi tanah
adalah pengolahan tanah menurut kontur, guludan, dan teras. Di ladang
pertanian, besarnya faktor P menunjukkan jenis aktivitas pengolahan tanah
seperti pencangkulan dan persiapan tanah lainnya.
Teknik konservasi tanah dan air dapat dilakukan secara vegetatif dalam
bentuk pengelolaan tanaman berupa pohon atau semak, baik tanaman tahunan
maupun tanaman setahun dan rumput-rumputan. Teknologi ini sering
dipadukan dengan tindakan konservasi tanah dan air secara pengelolaan.
32
Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan
keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat memelihara kestabilan struktur
tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah,
penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi, disamping itu
dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan
peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan
mencegah terjadinya erosi (Sinukaban 1989).
Faktor vegetasi penutup tanah dan pengelolaan tanaman (C) yaitu
nisbah antara besarnya erosi dari suatu areal dengan vegetasi dan pengelolaan
tanaman tertentu terhadap besarnya erosi dari tanah yang identik dan tanpa
tanaman. Faktor tindakan-tindakan khusus konservasi tanah (P) yaitu nisbah
antara besarnya erosi dari tanah yang diberi perlakuan tindakan konservasi
khusus seperti pengolahan tanah menurut kontur, penanaman dalam strip atau
teras terhadap besarnya erosi dari tanah yang diolah searah lereng dalam
keadaan yang identik (Adnyana 2006). Penutupan lahan vegetasi sangat
ditentukan juga oleh kerapatan dan umur tanaman. Makin rapat tanaman
makin tinggi penutupan lahan oleh tajuk, tetapi pada batas tertentu tidak selalu
berpengaruh karena adanya perbedaan tingkat pertumbuhan tergantung pada
fasenya. Salah satu dalam pengelolaan tanah dengan vegetasi adalah dengan
tanaman penutup. Tanaman penutup pada lahan ini dapat dari segala jenih
baik dari tanaman berkayu maupun tidak berkayu. Nilai dari CP lahan ini
adalah 0,068.
F. Prediksi Erosi dan Tindakan Konservasi yang Tepat
Erosi pada umumnya terjadi oleh akibat hujan dan angin. Erosi hujan
bermula dari turunnya hujan. Erosi juga terjadi di sepanjang tebing sungai,
dimana kecepatan aliran tinggi dan tahanan material tanggul rendah. Erosi
akan terjadi apabila ada agen erosi (air, ombak, angin, es, dan organisme)
yang bekerja pada suatu bahan atau material tanah, dimana setiap agen erosi
akan mengerosi dengan cara sendiri-sendiri karena berkaitan erat dengan sifat
fisik dari agen erosi tersebut. (Christady 2006). Metode prediksi erosi juga
merupakan alat untuk menilai apakah suatu program atau tindakan konservasi
33
tanah telah berhasil mengurangi erosi dari suatu bidang tanah atau suatu
daerah aliran sungai (DAS). Prediksi erosi adalah alat bantu untuk mengambil
keputusan dalam mengambil perencanaan konservasi tanah pada suatu areal
tanah. Untuk menduga besaran tingkat erosi yang terjadi digunakan metode
USLE (Universal Soil Loss Equation). Formulasinya dapat digunakan rumus
dari Wischmeier dan Smith sebagai berikut : A = R K L S C P (Arsyad 2010).
Erosi dapat menimbulkan kerusakan baik pada tanah tempat terjadi
erosi maupun pada tempat tujuan akhir tanah yang terangkut tersebut
diendapkan. Kerusakan pada tanah tempat erosi terjadi berupa penurunan
sifat-sifat kimia dan fisik tanah yang pada akhirnya menyebabkan
memburuknya pertumbuhan tanaman dan rendahnya produktivitas sedangkan
pada tempat tujuan akhir hasil erosi akan menyebabkan pendangkalan sungai,
aduk, situ/danau, dan saluran irigasi. Terjadinya erosi ini dapat diperkirakan
dengan memprediksi laju erosi itu sendiri. Prediksi erosi ini merupakan
prakiraan dari seberapa besar laju erosi yang terjadi pada suatu lahan. Salah
satu cara dalam memprediksi erosi ini adalah metode USLE memungkinkan
memprediksi laju erosi rata-rata suatu lahan pada suatu kemiringan dengan
pola hujan tertentu untuk setiap macam jenis tanah dan penerapan pengelolaan
lahan. Persamaan tersebut dapat juga memprediksi erosi pada lahan-lahan non
pertanian, tapi tidak dapat untuk memprediksi pengendapan dan tidak
memperhitungkan hasil sedimen dari erosi parit, tebing sungai dan dasar
sungai. Nilai dari prediksi erosi rata-rata per tahun dalam jangka waktu 9
tahun ini adalah 74,34 ton/ha/th. Nilai tersebut termasuk dalam golongan
sedang.
Nilai prediksi erosi yang tinggi ditunjang dengan adanya kemiringan
yang tinggi pula. Teknik konservasi tanah di Indonesia diarahkan pada tiga
prinsip utama yaitu perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butir-
butir hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah seperti pemberian bahan
organik atau dengan cara meningkatkan penyimpanan air, dan mengurangi
laju aliran permukaan sehingga menghambat material tanah dan hara
terhanyut.
34
Tindakan konservasi yang dilakukan pada lahan 17 A, yakni lahan
sawah belum tepat. Menurut saya yang tepat adalah tindakan konservasi
vegetative. Konservasi vegetative yang dapat dilakukan dengan menanam
tanaman penutup tanah dikombinasikan dengan tanaman tajuk secara
bertingkat.
G. Hasil Erosi yang Diperbolehkan (EDP)
Kecepatan pembentukan tanah di Indonesia cukup beragam,
tergantung dari jenis batuan (bahan) induk dan faktor-faktor pembentuk tanah
lainnya. Suhu dan curah hujan yang tinggi di Indonesia juga mempercepat
proses pembentukan tanah. Batas tingkat erosi yang masih diperbolehkan
mendasarkan pada kedalaman tanah, permeabilitas lapisan bawah dan kondisi
substratum. Dasar-dasar untuk menentukan tingkat erosi yang masih
diperbolehkan dengan memperhatikan kedalaman tanah, sifat-sifat fisik tanah
yang mempengaruhi perkembangan akar, pencegahan terbentuknya erosi parit,
penyusunan kandungan bahan organik, kehilangan unsur hara dan masalah-
masalah yang ditimbulkan oleh sedimen di lapangan.
Erosi terbolehkan (Edp/T) adalah jumlah tanah yang hilang yang
diperbolehkan per tahun agar produktivitas lahan tidak berkurang sehingga
tanah tetap produktif secara lestari. nilai T (tolerable soil erosion) adalah
suatu nilai untuk menunjukan laju erosi tanah yang boleh terbiarkan terjadi
pada sebidang lahan. Penetapan nilai T perlu mempertimbangkan beberapa
gatra antara lain, laju pembentukan tanah, daya dukung tanah, ancaman erosi
tanah, dampak erosi terhadap aneka gatra di luar gatra loka tererosi, teknologi
dan ekonomi yang mempengaruhi beberapa bidang kajian. Nilai T ditetapkan
berdasarkan jeluk setara tanah (Ds) dan jangka waktu kelestarian sumberdaya
tanah yang diharapkan. (Purwowidodo 2002). Erosi wajar yang mempunyai
laju seimbang dengan laju pembentukan tanah justru perlu ada karena sangat
berperan penting dalam peremajaan tanah, sehingga tingkat kesuburan dan
produktivitas tanah tidak terganggu dan dapat dipertahankan dari waktu ke
waktu. Secara alami laju kehilangan tanah yang diperkenankan bergatung
pada kondisi tanah.
35
Nilai EDP yang kami peroleh 3 ton/ha/tahun, dengan nilai erosi 74,34
ton/ha/th. Nilai erosi sistem lahannya sebesar 6006,672 ton/ha/th. Dari
perolehan tersebut, nilai erosi lebih besar daripada nilai erosi yang
diperbolehkan. Maka harus melakukan tindakan konservasi untuk mengurangi
tingkat erosi tersebut.
36
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan praktikum, maka dapat disimpulkan bahwa:1. Erosivitas hujan merupakan kemampuan hujan untuk mengerosi tanah.
Nilai erosivitas hujan (R) tahunan berdasarkan data yang diperoleh yaitu
sebesar 2299,862.
2. Permeabilitas sampel lahan tegalan memiliki permeabilitas 14, 9125 cm/jam
3. Kadar lengas lahan tegalan yaitu dengan persentase BO 0,143% (sangat
rendah).
4. Nilai Erodibilitas lahan 0,267.
5. Nilai LS 1,781.
6. Teknik konservasi lahan pertama adalah teras tradisional dengan nilai C
dan nilai CP 0,068.
7. Nilai prediksi erosi sistem (ton/ha/th) lahan tegalan 6006,672 per tahun.
B. Saran
Saran untuk pelaksanaan praktikum Konservasi Tanah dan Air ini
adalah sebaiknya jadwal praktikum konservasi tanah dan air telah
dilaksanakan sejak awal semester. Selain itu fasilitas meliputi peralatan dan
buku petunjuk praktikum dari praktikum lapang serta analisis laboratorium
dibuat sebaik mungkin. Penting pula untuk diberi co Asisten praktikum agar
praktikan lebih paham akan jalannya praktikum karena ada pengarah yang
lebih jelas.
37
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad S 2000. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Dariah 2004. Evaluasi Kemampuan Lahan dan Tingkat Bahaya Erosi Untuk Prioritas Konservasi Lahan di Daerah Aliran Sungai Takapala Kabupaten Dati II Gowa Propinsi Sulawesi Selatan. Tesis. Yogyakarta: Program Pasca sarjana, UGM.
Kartasapoetra 2003. Teknologi Konservasi Tanah dan Air. Jakarta: Rineka Cipta.
Kasmat 2011. http://1d.shvoong.com/society-and-news/environment/2173206-kemiringan-lereng/. Di akses tanggal 29 November 2014.
Rachman A dkk 2003. Influence of longterm cropping system on soil physical properties related to soil erodibility. Soil Sci. soc. Am. J. 67: 637-644.
Rojer N 2003. Rainwash experiment on the erodibility of loose sediments. Earts surf. Proc. Landform 6; 285-307.
Seloliman 2007. Konservasi Vegetatif. Jurnal Internasional. vol(4). hal 13-17.
Sune N 2011. Modul Praktikum Kartografi. Gorontalo. UNG
Suprapto 2000. Geomorpologi Dasar. Makassar: FMIPA UNM.
Suprojo, Suratman W, Jamulya 2005. Pengantar Geografi Tanah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Gajah Mada, Fakultas Geografi. Yogyakarta.
Suripin 2004. Erosi Tanah. Jakarta: Penebar Swadaya.
Veiche A 2002. The spatial variability of erodibility and its relation so soil types: A study from Northem Ghana. Geoderma 106: 110-120.
Wischmeier WH and JV Mannering 1978. Relation of soil properties to its erodibility. Soil sci. Am. Proc. 33:131-137.
Top Related