k.wr ‘14
PROSES ADSORPSI ISOTERM LARUTAN
TUJUAN
Mempelajari secara kuantitatif sifat-sifat adsorpsi zarut dari suatu larutan pada permukaan
karbon aktif.
DASAR TEORI
Adsorpsi atau penyerapan adalah pembentukan lapisan gas pada permukaan padatan
atau kadang-kadang cairan. Dalam proses adsorpsi ada zat yang terserap pada suatu
permukaan zat lain yang disebut adsorbat, sedangkan zat yang permukaannya dapat menyerap
zat lain disebut adsorben. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi, sebab pada proses absorpsi zat
yang terserap menembus ke dalam zat penyerap (Daintith, 1994).
Terdapat dua macam adsorbsi, yaitu dalam fisisorpsi dan kimisorpsi. Dalam fisisorpsi
(adsorbsi fisika), terdapat interaksi Van der Waals antara adsorbat dan substrat. Antaraksi Van
der Waals mempunyai jarak jauh tetapi lemah dan entalpi fisisorpsi cenderung rendah yakni
sekitar 20 kJ/mol. Sementara itu, kimisorpsi (adsorpsi kimia), partikel melekat pada permukaan
dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen). Entalpi kimisorpsi jauh lebih besar
yakni sekitar -200 kJ/mol (Atkins, 1990).
Proses adsorpsi dalam larutan tergantung pada beberapa faktor, yaitu jenis adsorben
(jika adsorbennya polar, maka komponen yang bersifat polar akan terikat lebih kuat
dibandingkan dengan komponen yang kurang polar), jenis adsorbat, luas permukaan adsorben
(tingkat adsorpsi naik dengan adanya penurunan ukuran partikel), konsentrasi zat terlarut
(senyawa terlarut memiliki gaya tarik-menarik yang kuat terhadap pelarutnya sehingga lebih
sulit diadsorbsi dibandingkan senyawa tidak larut), temperature (tingkat adsorbsi naik diikuti
dengan kenaikan temperature) (Atkins, 1990).
Jika jumlah adsorben (Q) dan konsentrasi substan dalam larutan (C) diketahui dalam
temperature campuran (isotherm) dan tekanan diaplikasikan, pasangan dari Q dan C dapat
diplotting satu sama lain dengan Q sebagai variable terikat. Berdasarkan grafik tersebut akan
diperoleh adsopsi isothermal (Selim, 1999). Semua proses adsorpsi disertasi penurunan fase free energy dan entropi, sehingga
proses tersebut bersifat eksotermis. Pada suhu tetap jumlah molekul yang dapat diadsorpsi
pada sutau permukaan bergantung pada tekanan (jika gas) dan konsentrasi (jika larutan).
Hubungan antara banyaknya zat yang dapat diadsorpsi dengan suhu dan konsentrasi dapat
diberikan secara grafik yang dikenal sebagai isotherm adsorpsi (Shadily, 1973).
Adsorpsi isoterm digunakan untuk mencerminkan hubungan antara jumlah adsorbat
dan konsentrasi dalam kesetimbangan larutan. Isothermal Freundlich mengasumsikan bahwa
adsorpsi terjadi pada situs heterogen dengan tingkat energy seragam, yang tidak terbatas pada
monolayer. Sebaliknya, isotermal Langmuir didasarkan pada asumsi bahwa adsorpsi terjadi
k.wr ‘14
hanya pada situs homogen dalam permukaan adsorben dengan tingkat energi yang seragam,
yang menyimpulkan bahwa adsorpsi adalah monolayer di alam (Song, 2013).
Persamaan Langmuir dinyatakan sebagai berikut.
Sementara persamaan Freundlich dinyatakan sebagai berikut.
qe (mg/g) = kapasitas kesetimbangan
qm (mg/g) = kapasitas adsorpsi monolayer
KL (L/mg) = parameter Langmuir
Ce (mg/L) = konsentrasi kesetimbangan
KF (mg/g)(mg/L)n = konstanta Freundlich
N = faktor dimensionless heterogeneity
(Song, 2013).
METODE PERCOBAAN
ALAT
Alat-alat yang diperlukan dalam percobaan ini meliputi Erlenmeyer, buret, pipet
ukur, pipet tetes, pipet pump, corong gelas, pengaduk gelas, pengaduk magnet, dan
kertas saring.
BAHAN
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini meliputi larutan asam asetat
(CH3COOH) 1 M, larutan standar NaOH 0,5 M, karbon aktif, indicator phenolphthalein
(PP), dan akuades.
CARA KERJA
Diambil 40 ml, 30 ml, 20 ml, 10 ml, dan 5 ml larutan CH3COOH 1 M dan
diencerkan menjadi 50 ml untuk memperoleh larutan CH3COOH dengan konsentrasi
0,8 M, 0,6 M, 0,4 M, 0,2 M, dan 0,1 M. Kemudian diambil 10 ml dari setiap larutan
CH3COOH itu dan dititrasi dengan NaOH 0,5 M menggunakan indicator PP 3 tetes.
Proses titrasi dilakukan dua kali untuk setiap konsentrasi.
Diambil 25 ml pada setiap konsentrasi larutan CH3COOH yang sebelumnya telah
dibuat dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Lalu ke dalam tiap Erlenmeyer
ditambahkan 1 gram karbon aktif, ditutup dengan kertas saring, dan diaduk dengan
pengaduk magnet selama 5 menit. Setelah itu larutan didiamkan selama 30 menit.
Larutan kemudian disaring dengan kertas saring dan dipisahkan filtratnya. Lalu tiap
k.wr ‘14
larutan diambil 10 ml dan dititrasi dengan NaOH 0,5 M menggunakan indicator PP 3
tetes. Proses titrasi dilakukan dua kali untuk setiap larutan.
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
HASIL PERCOBAAN
NO CH3COOH
Volume NaOH 0,5 M
(sebelum adsorpsi)
Volume NaOH 0,5 M
(setelah adsorpsi)
Titrasi I Titrasi II Rata-rata Titrasi I Titrasi II Rata-rata
1
2
3
4
5
0,1 M
0,2 M
0,4 M
0,6 M
0,8 M
1,6 ml
3,3 ml
6,5 ml
10,5 ml
14,2 ml
1,7 ml
3,2 ml
6,4 ml
10,7 ml
14,7 ml
1,65 ml
3,25 ml
6,45 ml
10,6 ml
14,45 ml
1,2 ml
2,3 ml
5,4 ml
8,8 ml
12,1 ml
1,4 ml
2,4 ml
5,4 ml
8,4 ml
10,8 ml
1,3 ml
2,35 ml
5,4 ml
8,6 ml
11,45 ml
PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan mempelajari secara kuantitatif sifat-sifat adsorpsi
zat terlarut dari suatu larutan pada permukaan karbon aktif. Zat terlarut yang digunakan
pada percobaan ini yakni larutan CH₃COOH (asam asetat) dengan berbagai variasi
konsentrasi yakni 0,1 M, 0,2 M, 0,4 M, 0,6 M, dan 0,8 M. Asam asetat berfungsi sebagai
adsorbat, sedangkan karbon aktif berfungsi sebagai adsorbennya. Variasi konsentrasi
CH3COOH untuk mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap banyaknya zat yang
teradsorpsi oleh karbon aktif.
Karbon aktif yang digunakan yakni dalam bentuk serbuk di mana
memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dalam bentuk
bongkahan atau batangan. Karbon aktif ini memiliki struktur berpori, sehingga efektif
untuk melakukan adsorpsi. Luas permukaan adsorben akan berpengaruh terhadap banyaknya
adsorbat yang teradsorp. Sehingga, dengan luas permukaan karbon aktif yang luas menyebabkan
semakin banyaknya CH₃COOH yang akan melekat pada permukaan karbon aktif.
Sebelum larutan CH₃COOH ditambahkan karbon aktif, CH₃COOH perlu dititrasi
terlebih dahulu menggunakan larutan NaOH 0,5 M. Tujuan awal titrasi ini untuk
mengetahui konsentrasi sebenarnya (standarisasi) CH₃COOH. Hal itu dilakukan untuk
mengantisipasi perubahan konsentrasi CH₃COOH saat proses penyimpanan yang
disebabkan oleh larutan yang bereaksi dengan senyawa lain di udara. CH₃COOH dititrasi
dengan larutan NaOH karena CH₃COOH merupakan asam lemah, sehingga perlu dititrasi
dengan larutan yang bersifat basa kuat (larutan NaOH merupakan basa kuat). Semakin
tinggi konsentrasi CH3COOH, maka semakin banyak larutan standar NaOH 0,5 M yang
diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Hal ini disebabkan karena semakin besar
k.wr ‘14
konsentrasi, molekul dalam larutan akan lebih rapat (berdekatan) sehingga akan
semakin sulit untuk mencapai titik ekivalennya.
Pada titrasi CH3COOH dan NaOH digunakan indicator fenolftalein (PP).
Penggunaan indicator PP ini dikarenakan reaksi yang terjadi yakni antara asam lemah
(CH₃COOH) dan basa kuat (NaOH). Sehingga dimungkinkan saat mencapai titik ekivalen
larutan akan cenderung bersifat basa. Seperti yang telah diketahui bahwa indicator PP
memiliki range pH antara 8,2 – 10 (pH basa). Indicator ini akan menunjukkan perubahan
warna dari bening menjadi merah muda saat mencapai titik akhir titrasi.
Larutan CH3COOH yang telah ditambahkan karbon aktif perlu diaduk selama 5
menit untuk menjadikan larutan homogen dan untuk mengaktifkan karbon aktif,
sehingga pori-pori karbon menjadi lebih besar dan memperluas permukaan karbon yang
mana dapat mempermudah proses adsorpsi. Larutan yang telah diaduk pun perlu
didiamkan selama 30 menit agar proses adsorpsi yang terjadi pada permukaan zat bisa
berlangsung sempurna dan tercapai kesetimbangan antara adsorbat dan adsorbennya.
Larutan disaring dan diperoleh filtrat yang berwarna bening. Filtrate tersebut
merupakan larutan CH3COOH setelah mengalami proses adsorpsi. Konsentrasi CH3COOH
setelah mengalami adsorpsi dapat diketahui dengan cara menitrasi filtrat dengan
larutan standar NaOH 0,5 M menggunakan indicator PP. Hasil percobaan menunjukkan
volume NaOH 0,5 M yang digunakan untuk menitrasi setelah proses adsorpsi lebih
sedikit dibandingkan saat titrasi CH3COOH pada kondisi awal. Hal itu menunjukkan
terjadinya penurunan konsentrasi CH3COOH dalam larutan yang disebabkan CH3COOH
telah mengalami adsorpsi.
Reaksi yang terjadi pada proses titrasi antara CH3COOH dan NaOH adalah
sebagai berikut.
Penurunan konsentrasi larutan CH3COOH ini dikarenakan sebagian CH3COOH
telah teradsorp ke dalam karbon aktif. Saat larutan didiamkan selama 30 menit, akan
terjadi proses adsorpsi setiap molekul CH3COOH oleh karbon aktif. Karbon yang telah
aktif akan menyebabkan luas permukaannya membesar dan memperbanyak jumlah pori
dan rongga pada karbon aktif tersebut. Pori-pori pada karbon aktif tersebut memiliki
gaya tarik tertentu, sehingga menyebabkan molekul CH3COOH terjebak ke dalam pori
tersebut.
Jika dihitung besarnya massa CH3COOH yang teradsorp, hasil percobaan
menunjukkan semakin tinggi konsentrasi awal CH3COOH, massa CH3COOH yang
teradsorp juga semakin banyak dalam kurun waktu pendiaman yang sama, demikian
pula sebaliknya. Hal ini disebabkan karena semakin rendah konsentrasi CH3COOH
menunjukkan semakin sedikit molekul CH3COOH yang terkandung. Molekul CH3COOH
yang terdapat dalam konsentrasi yang rendah menyebabkan molekul CH3COOH memiliki
k.wr ‘14
gaya tarik-menarik (interaksi) yang cukup kuat terhadap pelarutnya (air) sehingga lebih
sulit teradsorp. Sementara itu, pada larutan CH3COOH yang konsentrasinya tinggi tentu
akan lebih mudah diadsorp karena molekul CH3COOH tidak terlalu banyak berinteraksi
dengan pelarutnya. Hal ini mengakibatkan semakin banyak molekul CH3COOH yang
tertarik dan terjebak ke dalam pori-pori pada permukaan karbon aktif.
Selain berdasar variase konsentrasinya, terdapat beberapa variasi yang dapat
digunakan untuk mengetahui kemampuan adsorpsi suatu larutan. Misalnya saja dengan
variasi waktu pendiaman. Larutan dengan campuran karbon aktif yang didiamkan dalam
waktu yang lebih lama akan menyebabkan semakin lamanya waktu kontak yang terjadi
antara adsorben dan adsorbatnya, sehingga semakin lama waktu kontak maka adsorbat
yang teradsorpsi juga akan semakin banyak.
Metode yang digunakan untuk menentukan sifat kuantitatif dari proses adsorpsi
isothermal karbon aktif yakni dengan metode analisis yang dilakukan oleh Freundlich
dan Langmuir. Kedua metode ini jelas berbeda dalam menjelaskan proses adsorpsi suatu
adsorben terhadap adsorbatnya. Untuk mengetahui proses adsorpsi isothermal karbon
aktif mengikuti asumsi Freundlich atau asumsi Langmuir, maka dibuat grafik yang
menyatakan hubungan pada asumsi masing-masing.
Pada asumsi Freundlich dibuat grafik hubungan antara vs log C yang
membentuk garis lurus (linear), di mana x merupakan berat adsorbat, m merupakan
berat adsorben, dan C merupakan konsentrasi adsorbat saat kesetimbangan. Sementara
itu, untuk asumsi Langmuir dibuat grafik hubungan antara vs log C yang
membentuk garis linear, di mana C merupakan konsentrasi adsorbat saat
kesetimbangan, x merupakan berat adsorbat, dan m merupakan berat adsorben.
Berdasarkan hasil percobaan pada asumsi Freundlich diperoleh persamaan garis
y = 0,872 x – 0,489 dengan nilai R2 = 0,924. Persamaan garis tersebut menyatakan
, di mana menunjukkan slope n dan intersep k. Sehingga dapat
diperoleh nilai n (besar energy dan macam energy yang berhubungan dengan proses
adsorpsi) dan k (kapasitas serapan/konstanta kapasitas adsorpsi). Nilai n diperoleh
0,872, k diperoleh 0,324, dan r diperoleh 0,961.
Sementara itu, pada asumsi Langmuir diperoleh persamaan garis y = 1,023 x +
2,309 dengan nilai R2 = 0,122. Persamaan garis tersebut menyatakan
, di mana menunjukkan slope dan intersep . Sehingga
dapat diperoleh nilai tetapan α dan β, di mana nilai α diperoleh 0,433, β diperoleh
0,443, dan r diperoleh 0,349.
Apabila dilihat dari grafik hasil percobaan diketahui bahwa proses adsorpsi
isothermal karbon aktif lebih mengikuti asumsi Freundlich. Hal ini dikarenakan pada
k.wr ‘14
grafik asumsi Freundlich terbentuk garis yang lebih linear dibandingkan pada grafik
asumsi Langmuir, di mana nilai kemiringannya hampir mendekati 1.
Berdasarkan pernyataan di atas, jika proses adsorpsi isothermal antara CH3COOH
dan karbon aktif terjadi mengikuti asumsi adsorpsi Freundlich berarti didasarkan atas
terbentuknya lapisan monolayer dari molekul-molekul adsorbat pada permukaan
adsorben. Namun pada adsorpsi Freundlich situs-situs aktif pada permukaan adsorben
bersifat heterogen. Dengan kata lain, adsorpsi terjadi pada situs heterogen dengan
tingkat energy seragam, yang tidak terbatas pada monolayer.
Pori-pori pada karbon aktif tersebut yang menyebabkan memiliki gaya tarik (van
der waals) terhadap adsorbat (CH3COOH), sehingga CH3COOH masuk ke setiap pori dan
rongga pada karbon aktif. Molekul CH3COOH yang teradsorp ke dalam pori tidak
memiliki ikatan yang kuat, sehingga molekul CH3COOH dapat terjebak di bagian sisi
manapun dari pori-pori karbon aktif. Hal ini menyebabkan terbentuknya lapisan
heterogen pada karbon aktif. Kondisi ini berbeda dengan asumsi milik Langmuir di mana
karbon aktif mengandung situs aktif yang pada setiap situs aktif hanya dapat menyerap
satu molekul saja, sehingga lapisannya monolayer.
Ilustrasi proses adsorpsi CH3COOH pada karbon aktif adalah sebagai berikut.
KESIMPULAN
... (cari sendiri ya :D ) ^^
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P. W., 1990, Kimia Fisika, Jilid 2, Edisi Keempat, (diterjemahkan oleh: Kartohadiprojo, I.),
Erlangga, Jakarta.
Daintith, J., 1994, Kamus Lengkap Kimia, Erlangga, Jakarta.
Selim, H. M., 1999, Fate and Transport of Heavy Metals in the Vadose Zone, CRC Press, USA.
Shadily, H., 1973, Ensiklopedi Umum, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Song, et al., 2013, The Langmuir Monolayer Adsorption Model of Organic Matter into Effective
Pores in Activated Carbon, Journal of Colloid and Interface Science, Vol 389, Hal 213-219.
Top Related