BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pengoperasian dan pemanfaatan fasilitas nuklir, baik pemanfaatan
untuk pembangkitan daya listrik menggunakan reaktor nuklir, maupun
pemanfaatan nuklir untuk penelitian, kedokteran nuklir (rumah sakit), dan
industri akan memakai bahan atau sumber radioaktif.
Dalam pemakaian sumber radioaktif tersebut pasti akan menghasilkan limbah
yang mengandung zat radioaktif. Sesuai dengan SK KA. BAPETEN No.
03/KA.BAPETEN/V-1999 tentang Ketentuan Keselamatan Untuk
Pengelolaan Limbah Radioaktif, limbah radioaktif adalah zat radioaktif dan
bahan bekas serta, alat-alat yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi
radioaktif karena dipergunakan dalam kegiatan nuklir, dan zat radioaktif serta
bahan bekas tersebut tidak dipergunakan lagi.
Limbah radioaktif yang dihasilkan dari pengoperasian dan pemanfaatan
fasilitas nuklir, sangat bervariasi baik bentuk, jenis radiasi, umur maupun
tingkat radioaktivitasnya, yaitu :
Dari bentuk fisiknya, dibagi menjadi limbah radioaktif padat, cair dan gas.
Dari jenis radiasi yang dipancarkannya, dibagi menjadi limbah radioaktif
pemancar α, β dan γ.
Dari umurnya, dibagi menjadi limbah radioaktif umur paruh panjang dan
limbah umur paruh pendek.
Dari segi besarnya aktivitas, dibagi dalam limbah radioaktif aktivitas
tinggi, aktivitas sedang dan aktivitas rendah.
Di lingkungan Pusat Tenaga Nuklir Bahan dan Radiometri-Badan Tenaga
Nuklir (PTNBR-BATAN) terdapat berbagai aktivitas yang dilakukan yang
menggunakan zat radioaktif. Aktivitas-aktivitas tersebut tentu akan
1
menghasilkan limbah yang mengandung zat radioaktif pula. Limbah tersebut
berasal dari beberapa sumber, yaitu larutan zat radioaktif yang telah
diencerkan (sisa penelitian), air cucian peralatan laboratorium (gelas beker,
botol dan lain-lain), dan air cucian pakaian terkontaminasi.
Sesuai dengan UU No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaga Nukliran, PP Nomor
27 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif, ketentuan SK Ka.
BAPETEN No. 03/Ka-BAPETEN/V-99, serta azas keselamatan yang dianut
oleh teknologi nuklir, maka limbah radioaktif ini harus dikelola untuk
menghindari potensi bahaya dan dampaknya terhadap pekerja, masyarakat,
dan lingkungan hidup. Selain itu, disebutkan bahwa BATAN adalah satu-
satunya institusi yang berwenang mengelola limbah radioaktif. Kegiatan
pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan dengan mempertimbangkan
beberapa aspek, seperti aspek keselamatan, aspek teknis yang berupa
pengurangan volume, dan aktivitas limbah radioaktif, serta aspek ekonomis.
Mengingat limbah radioaktif mengandung zat radioaktif, maka perlu
dilakukan pengelolaan limbah secara benar dan aman bagi masyarakat dan
lingkungan. Salah satu kegiatan yang dilakukan di lingkungan PTNBR-
BATAN adalah melakukan pengolahan limbah radioaktif cair aktivitas rendah
(LRCAR) waktu paruh rendah, yang sumber limbahnya berasal dari kegiatan
di laboratorium di lingkungan PTNBR-BATAN.
Salah satu langkah untuk mengetahui sistem pengelolaan limbah radioaktif di
PTNBR-BATAN adalah dengan melaksanakan kerja praktek di PTNBR-
BATAN. Kerja praktek ini merupakan salah satu sarana untuk memperoleh
pengalaman di lapangan terutama dalam pengerjaan teknis sesuai dengan ilmu
Teknik Lingkungan serta ilmu pengetahuan lainnya yang belum diperoleh di
perkuliahan. Pengolahan LRCAR waktu paruh rendah yang dilakukan di
lingkungan PTNBR-BATAN merupakan pengolahan dengan prinsip delay
and decay, yang prinsipnya menyimpan limbah dalam waktu tertentu agar zat
radioaktif yang terkandung dapat meluruh sehingga aktivitasnya menjadi
2
rendah. Effluent dari unit pengolahan delay and decay dibandingkan dengan
baku mutu SK Ka. BAPETEN No. 02/Ka-BAPETEN/V-99 tentang ”Baku
Tingkat Aktivitas Radionuklida Di Lingkungan”. Evaluasi tersebut
diharapkan dapat memberikan masukan kepada PTNBR-BATAN mengenai
efektifitas unit pengolahan LRCAR waktu paruh rendah tersebut.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud kerja praktek ini adalah:
Melakukan pengelolaan limbah cair radioaktif aktivitas rendah (LRCAR)
secara kontinuitas.
Tujuan kerja praktek ini adalah :
Melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja yang menggunakan zat
radioaktif, manusia generasi sekarang dan di masa depan, serta lingkungan
hidup dari bahaya radiasi pengion dan atau kontaminasi yang berasal dari
limbah radioaktif.
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kerja praktek ini adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi sistem pengelolaan LRCAR mulai dari sumber sampai
tahap pelepasan ke lingkungan
b. Melakukan sampling dan pengukuran terhadap LRCAR
c. Melakukan pengolahan data hasil pengukuran LRCAR
d. Melakukan evaluasi terhadap hasil pengolahan data LRCAR, yaitu
membandingkan dengan baku mutu yaitu “Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor : 02/Ka-Bapeten/V-99 Tentang Baku Tingkat Radioaktivitas Di Lingkungan”
3
Mulai
Identifikasi sistem pengelolaan
LRCAR
Melakukan sampling dan pengukuran terhadap LRCAR, meliputi:
Mengikuti pelaksanaan teknis sampling dari tiap proses pengelolaan LRCAR di lingkungan PTNBR-BATAN.Melakukan pengukuran sample dengan menggunakan alat Multi Channel Analyzer (MCA)
Melakukan evaluasi yaitu membandingkan dengan baku mutu
PembuatanLaporan
Selesai
Melakukan pengolahan data terhadap hasil pengukuran yang
telah dilakukan.
1.4 Metodologi Pelaksanaan Kerja Praktek
Metode pelaksanaan kerja praktek yang telah dilaksanakan dapat dilihat pada
Gambar 1.1.
Gambar 1.1 Metodologi Pelaksanaan Kerja Praktek
4
1.5 Lokasi Kerja Praktek
Lokasi kerja praktek adalah di Pusat Tenaga Nuklir Bahan dan Radiometri-
Badan Tenaga Nuklir Nasional (PTNBR-BATAN) Kota Bandung, Provinsi
Jawa Barat.
1.6 Sistematika Laporan Kerja Praktek
Sistematika penulisan dalam mengerjakan laporan Kerja Praktek ini meliputi :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini membahas mengenai latar belakang, maksud dan tujuan, ruang
lingkup dan sistematika penulisan.
BAB IIGAMBARAN UMUM
Bab ini berisi tentang ruang lingkup instansi meliputi sejarah, struktur
organisasi serta tugas dan fungsinya.
BAB III LANDASAN TEORI
Pada bab 3 dibahas mengenai limbah radioaktif secara umum, limbah
radioaktif cair, prinsip pengelolaan limbah radioaktif, dasar hukum
pengelolaan limbah radioaktif
BAB IV PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR
AKTIVITAS RENDAH (LRCAR) DI PTNBR-BATAN
Bab ini membahas tentang sistem operasional pengolahan LRCAR, meliputi
unit pengolahan LRCAR di BATAN, petunjuk teknik pengelolaan LRCAR
serta tata cara melakukan sampling dan pengukuran aktivitas radioaktif pada
setiap unit.
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5
Bab ini membahas mengenai Hasil dan Evaluasi dari Kegiatan Pengukuran
Limbah Radioaktif Cair.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan
hasil tinjauan.
6
BAB II
GAMBARAN UMUM INSTANSI
2.1 Sejarah Instansi PTNBR-BATAN Bandung
Dengan terbentuknya Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) pada tahun
1957, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 1958, maka Pemerintah
pada tanggal 5 Desember 1958 meningkatkan status Panitia Negara untuk
Pengukuran Radioaktiviteit (berstatus sebagai lembaga penasihat) menjadi
lembaga baru yang dapat merealisasikan pelaksanaan program nuklir di
Indonesia, yaitu Lembaga Tenaga Atom (LTA) dipimpin oleh seorang
Direktur Jenderal. Dirjen LTA dirangkap oleh Menteri Kesehatan G.A.
Siwabessy.
Berdasarkan Undang-undang No.31 tahun 1964, LTA diubah menjadi Badan
Tenaga Atom Nasional (BATAN), dan terakhir, berdasarkan Keppres No. 197
tahun 1998, diubah lagi menjadi Badan Tenaga Nuklir Nasional tanpa
merubah singkatan, tetap (BATAN).
Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri (PTNBR) adalah suatu
lembaga non-department pemerintah yang didirikan pada tahun 1958 dan
merupakan pusat penelitian tertua di lingkungan BATAN.
2.2 Visi dan Misi Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Bandung
1) Visi
Visi dari Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri adalah:
“Terwujudnya pusat teknologi analisis nuklir yang andal dan terpercaya.“
2) Misi
7
Misi dari Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri adalah:
1. Melaksanakan penelitian, pengembangan dan penerapan (litbangrap)
teknologi analisis nuklir di bidang radiometri, radiobiomedik dan
termofisika nanofluida.
2. Melaksanakan sistem manajemen mutu dalam teknologi analisis nuklir
Dalam mewujudkan pusat teknologi analisis nuklir yang andal dan terpercaya,
PTNBR akan melaksanakan litbangrap teknologi analisis nuklir dan
mengimplementasikan sistem manajemen mutu dengan mengedepankan
pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas, membangun
laboratorium yang memadai dan tersertifikasi serta memperkuat kolaborasi
dengan komunitas ilmiah dan pengguna hasil litbang. Adapun indikator dari
misi ini adalah hasil litbangrap yang akurat, tervalidasi dan diperolehnya
pengakuan oleh lembaga yang berwenang dan atau pemangku kepentingan.
Dalam mewujudkan visi tersebut, litbangrap teknologi analisis nuklir di
PTNBR diarahkan agar berdaya manfaat, sehingga dalam pelaksanaannya
PTNBR akan memprioritaskan kegiatan yang didasarkan oleh kebutuhan
masyarakat untuk meningkatkan daya saing dan kemandirian serta martabat
bangsa di dunia internasional. Sehingga dalam periode 2010-2014 diharapkan
litbangrap PTNBR diakui keunggulannya dan hasilnya dimanfaatkan oleh
pihak pengguna. Indikator dari sasaran ini adalah jumlah litbang yang
memperoleh pendanaan dari pihak ke tiga dan jumlah mitra strategis yang
menerapkan hasil litbang.
Visi dan Misi tersebut akan dicapai dan dilaksanakan secara bertahap dalam
siklus kegiatan lima tahun dengan masing-masing tahap memiliki sasaran
yang terukur. Pelaksanaan misi tersebut berpegang pada nilai kejujuran dan 5
pedoman BATAN yaitu: berjiwa pionir, bertradisi ilmiah, berorientasi
industri, mengutamakan keselamatan dan komunikatif.
8
2.3 Lingkup Kegiatan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Bandung
Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri (PTNBR) mempunyai tugas
melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang fisika bahan, fisika dan
termohidrolika reaktor, fisika radiasi dan lingkungan serta instrumentasi
nuklir, senyawa bertanda dan radiometri, pendayagunaan reaktor serta
melaksanakan pengendalian keselamatan kerja dan pelayanan kesehatan.
Dalam melaksanakan tugas PTNBR menyelenggarakan fungsi:
1. Membina dan mengembangkan penelitian teknik nuklir serta membina
tenaga ahli di bidang teknik nuklir.
2. Melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang fisika bahan, fisika
dan termohidrolika reaktor, fisika radiasi dan lingkungan serta
instrumentasi nuklir.
3. Melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang senyawa bertanda
dan radiometri.
4. Melaksanakan pendayagunaan reaktor riset.
5. Melaksanakan pengendalian keselamatan kerja dan pelayanan kesehatan.
6. Melaksanakan urusan tata usaha, melaksanakan pengamanan nuklir.
Jenis produk yang diberikan atau dihasilkan oleh PTNBR kepada pengguna
adalah produk-produk radioisotop dan radiofarmaka, analisis bahan dan unsur,
irradiasi neutron dan produkproduk penelitian lainnya yang sangat diperlukan
oleh dunia industri khususnya.
Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh PTNBR-BATAN dibiayai oleh
pemerintah. Hasil kerja dari pegawai PTNBR-BATAN ini adalah berupa
sekumpulan makalah yang berisi mengenai penelitian tentang nuklir bahan
dan radiometri. Makalah tersebut kemudian diseminarkan dan diberikan
kepada pemerintah untuk selanjutnya dipertimbangkan untuk digunakan.
Pemerintah hendak menggunakan makalah yang ada maka PTNBR-BATAN
pun akan membantu dalam pelaksanaannya dengan bekerja sama dengan
9
perusahaan lain yang telah bekerja sama dengan pemerintah dalam hal
pelaksanaan makalah tersebut. Selain itu PTNBR-BATAN juga memberikan
pelayanan dalam hal mendeteksi kanker melalui radiasi.
2.4 Struktur Organisasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Bandung
Struktur organisasi di lingkungan PTNBR-BATAN secara umum dapat dilihat
pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Bagan Struktur Organisasi PTNBR-BATAN
10
2.5 Kegiatan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Bandung
Secara garis besar kegiatan rutin yang dilakukan di PTNBR-BATAN
meliputi:
1. Kegiatan yang berkaitan dengan usaha penelitian, pengembangan dan
pelayanan terhadap instansi-instansi diluar BATAN.
2. Kegiatan operasional yang berhubungan dengan operasi reaktor dan
produksi radio isotop. Kegiatan operasional yang dimaksud meliputi:
Bidang Proses Pembuatan Radioaktif
Kegiatan yang dilakukan dalam proses pembuatan radioaktif yang
dilakukan di reaktor. Proses rutin ini dilakukan mengingat zat
radioaktif yang biasa diproduksi tersebut merupakan kebutuhan
dasar bagi beberapa instansi yang memesan zat-zat tersebut untuk
kebutuhan pengobatan. Selain itu, produksi zat radioaktif tersebut
juga digunakan di lingkungan PTNBR-BATAN, khususnya
digunakan untuk keperluan penelitian.
Bidang Pengolahan Limbah
Kegiatan yang dilakukan dalam bidang pengolahan limbah
bertujuan melakukan pengelolaan limbah dan pengendalian
keselamatan lingkungan. Pada bidang ini, penanganan limbah yang
terkontaminasi radioaktif dibedakan menurut klasifikasinya. Pada
umumnya, klasifikasi limbah dibuat bedasarkan kriteria tingkat
radioaktifitas, waktu paruh, dan jenis radiasi yang diemisikan.
Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Bidang kesehatan dan keselamatan kerja mempunyai tugas
melakukan kegiatan proteksi radiasi, pengendalian keselamatan
kerja dan penanggulangan kedaruratan nuklir. Kaidah-kaidah
proteksi radiasi bertujuan untuk melindungi pekerja radiasi,
masyarakat, dan lingkungan. Monitoring dilakukan untuk
11
memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku dengan tujuan
mendapatkan informasi sedini mungkin bila terjadi kelainan
proses, serta bertujuan untuk mengevaluasi apakah sistem proteksi
radiasi instalasi nuklir tersebut telah dilakukan dengan benar.
12
BAB III
LANDASAN TEORI
3.1 Defenisi Radioaktivitas
Radioaktivitas adalah kemampuan inti atom yang tidak stabil untuk
memancarkan radiasi dan berubah menjadi inti stabil. Proses perubahan ini
disebut peluruhan, dan inti atom yang tidak stabil tersebut disebut
radionuklida. Materi yang mengandung radionuklida disebut juga dengan zat
radioaktif. Sedangkan peluruhan itu sendiri adalah perubahan inti atom yang
tidak stabil menjadi inti atom yang lain, atau berubahnya suatu unsur yang
lain. (Batan, 2010 )
Radioaktivitas ditemukan oleh H. Becquerel pada tahun 1896. Becquerel
menamakan radiasi dengan uranium. Dua tahun setelah itu, Marie Curie
meneliti radiasi uranium dengan menggunakan alat yang dibuat oleh Pierre
Curie, yaitu pengukur listrik piezo (lempengan kristal yang biasanya
digunakan untuk pengukuran arus listrik lemah), dan Marie Curie berhasil
membuktikan bahwa kekuatan radiasi uranium sebanding dengan jumlah
kadar uranium yang dikandung dalam senyawa uranium. Disamping itu,
Marie Curie juga menemukan bahwa peristiwa peluruhan tersebut tidak
dipengaruhi oleh suhu dan tekanan, dan radiasi uranium dipancarkan secara
spontan dan terus-menerus tanpa bisa dikendalikan. Marie Curie juga meneliti
campuran senyawa lain, dan menemukan bahwa campuran senyawa thorium
juga memancarkan radiasi yang sama dengan campuran senyawa uranium,
dan sifat pemancaran radiasi seperti ini diberi nama radioaktivitas.
3.2 Waktu Paruh
Waktu paruh (t1/2) adalah waktu yang diperlukan oleh suatu radionuklida
untuk meluruh sehingga jumlahnya tinggal setengah dari jumlah awalnya.
Radiasi radionuklida mempunya sifat yang khas (unik) untuk masing-masing
13
inti. Peristiwa pemancaran radiasi suatu radionuklida sulit unutk ditentukan,
tetapi untuk sekumpulan inti yang sama, peluruhannya dapat diperkirakan.
Waktu paruh bersifat khas terhadap setiap jenis inti. Contoh radionuklida
berdasarkan waktu paruhnya dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Contoh Radionuklida Berdasarkan Waktu Paruh
Waktu Paruh Radionuklida Jangka waktu
Waktu paruh pendekYb-175 1,9 jamDy-165 2,3 jamI-131 8 hari
Waktu paruh sedang Co-60 5,2 tahunCs-134 5,2 tahun
Waktu paruh panjangK-40 1,2 milyar tahun
Th-232 14 milyar tahunU-238 4,5 milyar tahun
Sumber: Ensiklopedi Teknologi Nuklir (BATAN)
3.3 Jenis Radioaktivitas
Berdasarkan sumbernya, radioaktivitas dikelompokkan menjadi radioaktivitas
alam dan radioaktivitas buatan. Radioaktivitas alam merupakan radioaktivitas
yang berasal langsung dari alam dan radiasi kosmik. Sedangkan radioaktivitas
buatan, merupakan radioaktivitas yang berasal dari kegiatan yang dilakukan
manusia. Radioaktivitas buatan dipancarkan oleh radioisotop yang sengaja
dibuat manusia, dan berbagai jenis radionuklida yang dibuat sesuai dengan
penggunaannya.
3.3.1 Radioaktivitas Alam
Dari seluruh radionuklida yang ada di bumi, sebagian besar
merupakan inti atom yang ada kerak bumi sejak terbentu (radiasi
primordial). Selain itu, terdapat inti yang terjadi dari interaksi antara
radiasi kosmik dengan inti atom yang ada di udara, bahan radioaktif
akibat peluruhan spontan akibat interaksi dengan neutron dari radiasi
kosmik, dan radionuklida yang pernah ada tetapi saat ini sudah
14
musnah karena waktu paruhnya pendek. Jumlah inti yang musnah ini
tidak begitu banyak. Di bawah ini akan dijelaskan radiasi yang
dipancarkan oleh radionuklida terestial yang ada sejak terbentuknya
bumi.
a. Radioaktivitas Primordial
Pada litosfer, banyak terdapat inti radioaktif yang sudah ada
bersamaan dengan terjadinya bumi, yang tersebar secara luas yang
disebut juga radionuklida alam. Radionuklida alam banyak terkandung
dalam kalium alam.
Terdapat tiga jenis radionuklida primordial utama yaitu kalium-40 (K-
40 dengan waktu paruh 1,25 milyar tahun), Th-232 (waktu paruh 14
milyar tahun) yang merupakan inti awal deret thorium, dan U-238
(waktu paruh 4,5 milyar tahun) yang merupakan inti awal deret
uranium. Radionuklida dalam deret uranium maupun thorium
mengalami peluruhan α, β, maupun γ.
b. Radioaktivitas yang berasal dari radiasi kosmik
Pada saat radiasi kosmik masuk ke dalam atmosfer bumi, terjadi
interaksi dengan inti atom yang ada di udara, sehingga menghasilkan
berbagai macam radionuklida. Yang paling banyak dihasilkan adalah
H-3 dan C-14.
Kecepatan peluruhan dan kecepatan pembentukan radionuklida yang
seimbang, sehingga secara teoritis jumlahnya di alam adalah tetap.
Berdasarkan fenomena tersebut, maka dengan mengukur kelimpahan
C-14 yang ada dalam suatu benda, dapat ditentukan umur dari benda
tersebut dan metode penetuan umur ini dinamakan penanggalan
karbon (carbon dating).
15
Gambar 3.1 Radiasi Alam Dan Sumbernya
3.3.2 Radioaktivitas Buatan
a. Radioaktivitas yang berhubungan dengan pembangkit tenaga nuklir
Energi yang dihasilkan oleh proses peluruhan dapat digunakan sebagai
pembangkit listrik tenaga nuklir. Dalam instalasi pembangkit listrik
tenaga nuklir, faktor keselamatan radiasi menjadi prioritas yang utama,
dan dengan berkembangnya teknologi pembangkit listrik tenaga nuklir,
maka tingkat keselamatan radiasinya pun semakin tinggi.
b. Radioaktivitas akibat percobaan senjata nuklir
Radioaktivitas yang berasal dari jatuhan radioaktif akibat percobaan
senjata nuklir disebut disebut fall out. Tingkat radioaktivitas dari fall
out yang paling tinggi terjadi pada tahun 1963 dan setelah itu
jumlahnya terus menurun. Hal ini disebabkan pada tahun 1962 Amerika
dan Rusia mengakhiri percobaan senjata nuklir di udara.
c. Radioaktivitas dalam kedokteran
Radioaktivitas yang berasal dari radioisotope dalam bidang kedokteran
digunakan misalnya untuk diagnosis, terapi, dan sterilisasi alat
kedokteran.
16
d. Radioaktivitas dalam rekayasa teknologi
Penggunaan radiasi dalam bidang pengukuran (gauging), analisis
struktur materi, pengembangan bahan-bahan baru, dan sebagai sumber
energi.
e. Radioaktivitas dalam bidang pertanian
Penggunaannya dalam bioteknologi, pembasmian serangga atau
penyimpanan bahan pengan, dan teknologi pelestarian lingkungan.
3.4 Limbah Radioaktif Secara Umum
Limbah radioaktif adalah zat radioaktif dan bahan bekas serta alat-alat yang
telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena dipergunakan
dalam kegiatan nuklir dan zat radioaktif serta bahan bekas tersebut tidak
dipergunakan lagi (BAPETEN,1999).
Tujuan pengolahan limbah antara lain mengurangi volume limbah dan
memperkecil konsentrasi radionuklida yang terkandung dalam limbah,
sehingga mudah dan aman disimpan ke penyimpanan sementara ataupun di
buang langsung ke lingkungan.
3.4.1 Klasifikasi Limbah Radioaktif
1. Berdasarkan asal terbentuknya :
- Alam
Lingkungan kita sendiri sebenarnya telah mendapat radioaktif alam
seperti dari tanah, sinar cosmic (75 – 100 mrem/th) sebagai akibat
dari peluruhan Uranium dan Thorium.
Sumber radioakif ini memang sudah ada di alam seperti;
ditambang uranium, di pasir thorium, bahan-bahan yang
mengandung K-40.
17
- Hasil fisi
Reaksi fisi adalah reaksi pembelahan nuklida radioaktif menjadi
nuklida-nuklida dengan nomor atom mendekati stabil. Pembelahan
nuklida ini disertai pelepasan sejumlah energi dan sejumlah
neutron (Budianto, 2013).
Sumber radioaktif yang bersumber dari suatu reaksi fisi dan
kemudian diolah ulang biasanya memiliki aktivitas yang tinggi.
- Hasil aktivasi
Limbah radioaktif yang berasal dari hasil kontaminasi karena
adanya aktivasi yang dilakukan suatu badan-badan penelitian atau
industri, seperti aktivasi reactor, akselerator dan sebagainya.
- Kontaminasi
Bahan atau sumber radioaktif dari hasil kontaminasi biasanya
berasal dari laboratorium riset yang menggunakan zat radioaktif.
2. Berdasarkan fasanya :
- Fasa Cair
Air cucian benda yang terkontaminasi sat radioaktif, cairan zat
percobaan, cairan dari laboratorium dan pabrik pengolahan
Uranium.
- Fasa Padat
Jarum suntik bekas, alat gelas untuk zat radioaktif, binatang
percobaan, resin alat bekas pabrik pengolahan Uranium.
Penanganan limbah radioaktif padat lebih rumit dibanding
penanganan limbah radioaktif cair,kesulitan tersebut terletak pada ;
cara penanganannya dan pengangkutannya.
- Fasa Gas
Udara dari tambang Uranium, udara dari pembakaran limbah
radioaktif padat, gas dari penguapan cairan radioaktif, udara dari
18
ventilasi pabrik pengolahan Uranium, cerobong reaktor.
Khusus untuk limbah radioaktif bentuk gas, klasifikasinya
berdasarkan jumlah aktivitas, bukan berdasarkan pada
konsentrasinya.
3. Berdasarkan toksisitas dan aktivitas yang dikandungnya (PP
nomor 27 tahun 2002) :
- Limbah radioaktif tingkat rendah adalah limbah radioaktif dengan
aktivitas diatas tingkat aman (clearance level) tetapi di bawah
tingkat sedang, yang tidak memerlukan penahan radiasi selama
penanganan dalam keadaan normal dan pengangkutan.
- Limbah radioaktif tingkat sedang adalah limbah radioaktif dengan
aktivitas di atas tingkat rendah tetapi di bawah tingkat tinggi yang
tidak memerlukan pendingin, dan memerlukan penahan radiasi
selama penanganan dalam keadaan normal dan pengangkutan.
- Limbah radioaktif tingkat tinggi adalah limbah radioaktif dengan
tingkat aktivitas di atas tingkat sedang, yang memerlukan
pendingin dan penahan radiasi dalam penanganan pada keadaan
normal dan pengangkutan, termasuk bahan bakar nuklir bekas.
4. Berdasarkan Waktu Paruhnya
- Limbah radioaktif umur paruh panjang adalah limbah radioaktif
yang mengandung radionuklida dengan waktu paruh panjang yang
mempunyai tingkat keracunan dalam kuantitas dan atau
konsentrasi sehingga memerlukan isolasi jangka panjang dari
biosfer. Istilah “radionuklida berumur panjang” mengacu pada
waktu paruh biasanya untuk yang lebih dari 30 tahun.
- Limbah radioaktif umur paruh sedang adalah limbah radioaktif
yang mengandung radionuklida dengan waktu paruh sedang yang
mempunyai tingkat keracunan dalam kuantitas dan atau
19
konsentrasi sehingga memerlukan isolasi jangka sedang dari
biosfer. Istilah “radionuklida berumur sedang” mengacu pada
waktu paruh biasanya untuk yang kurang dari 30 tahun.
- Limbah radioaktif umur paruh pendek adalah limbah radioaktif
yang mengandung radionuklida dengan waktu paruh pendek yang
mempunyai tingkat keracunan dalam kuantitas dan atau
konsentrasi sehingga hanya memerlukan isolasi jangka pendek dari
biosfer. Istilah “radionuklida berumur pendek” mengacu pada
waktu paruh biasanya untuk yang kurang dari 100 hari.
Tabel 3.2. Klasifikasi Waktu Paruh
No Waktu Paruh Nilai1 Waktu paruh pendek < 100 hari2 Waktu paruh sedang < 30 tahun3 Waktu paruh panjang > 30 tahun
Sumber:Jurnal PTLR-BATAN, Heru Sriwahyuni
5. Berdasarkan aktivitas kandungan radionuklida (kategori standar
IAEA).
3.5 Limbah Radioaktif Cair
Berdasarkan toksisitas dan aktivitas yang dikandungnya, limbah radioaktif
cair digolongkan menjadi :
a. Kadar rendah (low level liquid waste)
b. Kadar sedang (intermediate level liquid waste)
c. Kadar tinggi (high level liquid waste)
Batas tingkatan aktivitas limbah radioaktif pada setiap instalasi nuklir
tergantung pada (Rukmimi dan Widanda, 2000) :
a. Jenis radionuklida yang terkandung dalam limbah
b. Fasilitas pengelolaan yang tersedia dan faktor dekontaminasi yang harus
dilakukan.
20
c. Kadar tertinggi yang diizinkan dari effluent yang boleh dibuang ke
lingkungan secara aman.
3.5.1 Klasifikasi Limbah Radioaktif Cair
Klasifikasi limbah radioaktif cair berdasarkan aktivitas yang
dikandungnya menurut kategori standar IAEA (International Atomic
Energy Agency) adalah sebagai berikut :
GOLONGAN I : Limbah radioaktif cair dengan konsentrasi
radionuklida sama atau lebih rendah dari 10-6
Ci/m3, tidak diolah dan dapat dibuang langsung
ke lingkungan.
GOLONGAN II : Limbah radioaktif cair dengan konsentrasi
radionuklida sama atau lebih rendah dari 10-3
Ci/m3, diolah dengan metode yang biasa
(evaporasi, penukar ion, atau secara kimia).
GOLONGAN III : Limbah radioaktif cair dengan konsentrasi
radionuklida lebih tinggi dari 10-3 Ci/m3 dan
sama dengan atau lebih rendah dari 10-1 Ci/m3,
diolah dengan metode yang biasa dan sering
digunakan penahan radiasi pada beberapa
bagian dari peralatan.
GOLONGAN IV : Limbah radioaktif cair dengan konsentrasi
radionuklida lebih tinggi dari 10-1 Ci/m3 dan
sama dengan atau lebih rendah dari 104
Ci/m3, diolah dengan metode konvensional
(evaporasi, penukar ion, dan secara kimia) dan
peralatan tidak memerlukan penahan radiasi.
GOLONGAN V : Limbah radioaktif cair dengan konsentrasi
lebih tinggi dari 104 Ci/m3. Effluent ini disimpan
dan diperlukan pendinginan.
Klasifikasi limbah radioaktif cair dapat dilihat pada Tabel 3.3.
21
Tabel 3.3. Klasifikasi Limbah Radioaktif Cair
GolonganAktivitas (K)
ci/m3
Aktivitas (K)
Bq/LCatatan
I
II
III
IV
V
K < 10-6
10-6 < K < 10-3
10-3 < K < 10-1
10-1 < K < 104
K < 104
K < 370
370 < K < 3,7
x 104
3,7 x 104 < K <
3,7 x 106
3,7 x 106 < K <
3,7 x 1011
K < 3,7 x 1011
Tidak diolah
Diolah tanpa Penahan
radiasi
Mungkin memakai
Penahan radiasi
Perlu penahan radiasi
Perlu pendinginan
Sumber: Standar IAEA
Jika prinsip dasar pengolahan limbah radioaktif cair berdasarkan IAEA
dihubungankan dengan prinsip dasar pengolahan limbah radioaktif
berdasarkan PP nomor 27 tahun 2002, akan dihasilkan range aktivitas
limbah radioaktif yang diklasifikasikan oleh PP nomor 27 tahun 2002.
Range tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Range Aktivitas Limbah Radioaktif PP No. 27 Th. 2002
GolonganAktivitas (K)
ci/m3
Aktivitas (K)
Bq/LCatatan
Rendah 10-6 < K < 10-3 370 < K < 3,7 x
104
Diolah tanpa
Penahan radiasi
Sedang 10-3 < K < 10-4 3,7 x 104 < K <
3,7 x 1011
Memerlukan
Penahan radiasi
Tinggi K < 104 K < 3,7 x 1011 Perlu
pendinginan
22
Sumber: Hasil analisis
3.5.2 Karakterisasi Limbah Radioaktif Cair
Karakterisasi limbah radioaktif cair yang menetukan pemilihan proses
pengelolaan meliputi :
1. Sifat Kimia :
- Kandungan ionik dan non-ionik
- Jenis unsur kimia terlarut dan bentuk senyawa
- pH
- Jenis senyawa organik
2. Sifat Fisis
- Viskositas
- Kerapatan suspensi
- Jumlah fasa air
- Kandungan suspensi padat
- Besar butiran suspensi
- Kandungan koloid
- Titik didih
- Kalor penguapan
- Kalor pembalakaran
3. Sifat radionuklida atau radiokimia
- Jenis radionuklida (aktivitas)
- Jumlah radiokimia
3.6 Prinsip Pengelolaan Limbah Radioaktif
Terdapat 3 (tiga) prinsip pengelolaan yang dapat digunakan untuk pengelolaan
limbah radioaktif cair sebagai dasar metode pengolahan, yaitu:
23
1. Pengenceran dan Pendispersian (Dilute and Disperse) untuk limbah padat,
cair dan gas tingkat rendah.
2. Penangguhan dan Peluruhan (Delay and Decay) untuk limbah padat, cair
dan gas dengan waktu paruh pendek.
3. Konsentrasian dan Pengungkungan (Concentration and Contain) untuk
limbah padat, cair dan gas tingkat menengah dan tingkat tinggi.
Pemilihan pengelolaan limbah radioaktif dipengaruhi oleh bentuk fisik dan
tingkat aktivitas radionuklida yang terkandung. Prinsip pengelolaan limbah
dapat dilakukan juga berdasarkan ketiga prinsip pengelolaan limbah radioaktif
tersebut.
Pengelolaan Limbah Radioaktif Cair Aktivitas Rendah (LRCAR) yang
dilakukan di PTNBR-BATAN menggunakan prinsip delay and decay, yaitu
penyimpanan dari limbah radioaktif sampai saat dimana limbah tersebut tidak
lagi memenuhi definisi 'material radioaktif' di bawah Undang-Undang.
3.7 Dasar Hukum Pengelolaan Limbah Radioaktif
Pengelolaan limbah radioaktif merupakan salah satu aspek dari kegiatan
pemanfaatan tenaga nuklir yang harus mendapat pengaturan dan pengawasan
secara memadai, mengingat potensi bahaya radiasi limbah radioaktif tersebut.
Hal ini sejalan dengan norma dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor
10 tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, yang mewajibkan bahwa untuk
setiap kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan tenaga nuklir harus
memperhatikan keselamatan, keamanan, ketentraman, kesehatan pekerja dan
anggota masyarakat, perlindungan terhadap lingkungan hidup.
Dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 1997 masalah pengelolaan limbah
dibahas dalam Bab VI Pasal 22 s.d. 27. Pasal 24 yang menyatakan :
(1) Bahwa penghasil limbah tingkat rendah dan tingkat sedang wajib
mengumpulkan, mengelompokkan atau mengolah dan menyimpan sementara
limbah tersebut sebelum diserahkan ke BATAN.
24
(2) Penghasil limbah radioaktif tingkat tinggi, wajib menyimpan sementara
selama operasi reaktor.
Sebagaimana diamanatkan dalam UU No.10 Pasal 27, telah diterbitkan
Peraturan Pemerintah (PP) No.27 tahun 2002 tentang Pengelolaan Limbah
Radioaktif, yang mengatur tentang :
Tujuan pengelolaan selain untuk melindungi keselamatan dan kesehatan
pekerja, masyarakat dan lingkungan juga dimaksudkan agar generasi
mendatang tidak terbebani oleh bahaya radiasi dan kontaminasi dari
limbah radioaktif yang dihasilkan saat ini.
Manajemen perizinan dimana keputusan untuk pemanfaatan zat radioaktif
harus sudah mempertimbangkan terhadap pengelolaan limbah yang akan
dilakukan nantinya.
Tanggung jawab BATAN sebagai Badan Pelaksana dan kewajiban
Penghasil Limbah Radioaktif.
Pelarangan wilayah Indonesia sebagai tempat penyimpanan limbah
radioaktif dari pemanfaatan luar negeri.
Pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan limbah radioaktif.
Pengolahan limbah radioaktif dari tambang nuklir dan non nuklir.
Sebagai peraturan pelaksanaan Undang-undang yang menyangkut
pengelolaan limbah adalah Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2002
tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif. Selain itu ada Keputusan Kepala
BAPETEN Nomor 03/ Ka-BAPETEN/ V-99 tertanggal 5 Mei 1999 tentang
ketentuan Keselamatan untuk Pengelolaan Limbah Radioaktif yang berisi
bahwa penghasil limbah dapat melakukan pengelolaan limbah radioaktifnya
sebelum hasil akhir dikirim ke BATAN dan khusus untuk hasil pengelolaan
yang telah mencapai tingkat tertentu atau tingkat aman (clearance level),
diperbolehkan untuk dilepas ke lingkungan setelah mendapat persetujuan
BAPETEN.
25
3.8 Standar Baku Mutu LRCAR
Hasil akhir dari proses delay and decay LRCAR di PTNBR BATAN ini
kemudian dibandingkan dengan baku mutu Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor : 02/Ka-Bapeten/V-99 Tentang Baku Tingkat Radioaktivitas Di Lingkungan.
3.9 Nilai Batas Dosis (NBD)
PTNBR-BATAN telah menetapkan NBD radiasi tahunan yang mengacu pada
International Atomic Energy Agency (IAEA) Safety Series No. 115 tentang
Standar Keselamatan Internasional Proteksi terhadap Radiasi Pengion dan
Keselamatan Sumber Radiasi.
Nilai batas dosis yang ditetapkan dalam ketentuan ini bukan batas tertinggi
yang apabila dilampaui, seseorang akan mengalami akibat radiasi merugikan
yang nyata atau menjadi sakit, akan tetapi merupakan batas tertinggi yang
dijadikan acuan, karena setiap penyinaran yang tidak perlu harus dihindari dan
penerimaan dosis harus diusahakan serendah-rendahnya.
Setiap personil yang bekerja dengan sumber atau di daerah radiasi harus
bekerja efisien dan mengikuti prosedur yang benar agar dosis yang diterima
dapat ditekan serendah mungkin, jauh lebih kecil dari NBD sebagaimana
tercantum pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4. Nilai Batas Dosis (NBD)
NILAI BATAS DOSISTangan, lengan, kaki, dan
tungkai5000 mSv/tahun atau 570,78 µSv/jam
Kulit 5000 mSv/tahun atau 570,78 µSv/jam
Setiap organ atau jaringan 5000 mSv/tahun atau 570,78 µSv/jam
Sumber: Dokumen SMK-3 PTNBR No.PPR/FR/13/2007
26
3.10 Dosimeter
Semua personil yang bekerja dengan zat radioaktif atau di area radiasi, harus
memakai badge dosimeter. Badge dosimeter digunakan untuk mencatat dosis
radiasi yang diterima pemakai. Badge dosimeter akan diganti setiap tiga bulan
sekali untuk dievaluasi. Badge dosimeter harus dipakai di daerah dada atau
disangkutkan di saku baju atas.
3.11 Risiko Radiasi
Radiasi menyebabkan terionisasinya atom dan molekul sel di dalam jaringan
tubuh. Apabila molekul pecah karenanya, akan terbentuk fragment berupa
radikal bebas dan ion, yang secara kimia tidak stabil. Radikal bebas sangat
reaktif dan dengan mudah dapat bereaksi atau mengoksidasi atom lain dalam
suatu sel jaringan yang menyebabkan sel menjadi rusak. Tingkat kerusakan
sel yang terjadi sebanding dengan besarnya radiasi.
Sel jaringan bisa rusak karena dosis yang rendah sekaligus, sebagaimana kita
setiap hari menerima radiasi rendah dari sumber radiasi alam, untungnya sel
jaringan memiliki kemampuan memperbaiki dirinya secara alamiah dan cepat.
Tidak ada risiko karena matinya sel-sel jaringan tubuh, walaupun setiap hari
jutaan sel di tubuh kita mati karena berbagai hal, akan tetapi tubuh kita dapat
menggantinya dengan cepat. Yang perlu mendapat perhatian adalah apabila
terjadi kerusakan sel yang menyebabkan pertumbuhan sel abnormal. Pada
kondisi sel rusak yang tumbuh secara abnormal dapat menjadi apa yang kita
kenal sebagai kanker. Hal inilah yang menjadi dasar meningkatnya risiko
kanker karena terpapari dengan radiasi pengion, baik dari radiasi alam
maupun buatan.
3.12 Prinsip Proteksi Radiasi
27
Zat radioaktif terbuka maupun terbungkus, mesin sinar-X, dan sumber radiasi
lainnya memancarkan radiasi pengion yang berbahaya. Untuk memproteksi
diri dari sumber radiasi, maka diterapkan tiga strategi dasar yang dikenal
sebagai prinsip proteksi radiasi, yaitu:
o Kurangi waktu berada di sekitar sumber radiasi
o Posisikan diri sejauh mungkin dari sumber radiasi
o Gunakan perisai yang sesuai
Waktu
Dengan sesingkat mungkin berada dekat dengan sumber radiasi, maka secara
proporsional akan mengurangi dosis radiasi yang diterima. Minimalkan waktu
anda bekerja, amka akan meminimalkan dosis yang diterima.
Jarak
Besarnya paparan radiasi akan menurun, sebanding dengan kebalikan kuadrat
jarak terhadap sumber. Dengan menjauhkan sumber radiasi dengan faktor dua,
akan menurunkan intensitasnya menjadi seperempatnya. Menjauhkan jarak
sumber radiasi dengan faktor tiga akan menurunkan intensitas radiasi menjadi
sepersembilannya.
Perisai
Perisai yang tepat dapat menurunkan secara eksponential paparan radiasi
gamma dan menghalangi hampir semua sinar radiasi beta. Pilih dan gunakan
perisai yang sesuai selama melakukan penelitian atau pekerjaan dengan
sumber radiasi.
Selain dengan ketiga strategi diatas, untuk mengurangi bahaya radiasi
eksterna, maka kurangi aktivitas zat radioaktif dengan cara: untuk sumber
dengan waktu paruh pendek tunggu sampai meluruh; dekontaminasi sumber
radioaktif sebelum bekerja; atau pindahkan zat radioaktif yang tidak perlu dan
bisa dipindahkan ke lokasi lain.
28
3.13 Unit Satuan Radioaktivitas
Pada peristiwa peluruhan zat radioaktif, salah satu besaran yang digunakan
adalah aktivitas. Aktivitas merupakan laju peluruhan inti radioaktif. Semakin
besar aktivitas, semakin banyak inti yang meluruh per satuan waktu. Aktivitas
tidak berhubungan dengan jenis radiasi dan energi radiasi, namun hanya
berhubungan dengan jumlah peluruhan per satuan waktu tertentu.
Satuan aktivitas dalam SI adalah Becquerel (Bq). Satu Becquerel sama dengan
satu peluruhan per detik. Satuan ini terlalu kecil dan sebagai gantinya
digunakan satuan Curie. Satu Ci sebanding dengan disintegrasi sebanyak
3,7 x 1010 peluruhan per detik.
29
BAB IV
PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR AKTIVITAS RENDAH (LRCAR) DI PTNBR-BATAN
Limbah Radioaktif Cair Aktivitas Rendah (LRCAR) yang dikelola di lingkungan
PTNBR-BATAN berasal dari hasil samping kegiatan penelitian di bidang nuklir pada
laboratorium di PTNBR-BATAN Bandung yang dikumpulkan dalam tangki
penampungan. LRCAR berasal dari air cucian benda padat yang terkontaminasi,
cairan zat radioaktif yang sengaja dibuang, air cucian binatang percobaan yang
mengalami pemeriksaan dan pengobatan dengan zat radioaktif. Laboratorium-
laboratorium penghasil LRCAR dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Limbah cair di PTNBR–BATAN dibedakan menjadi 2 yaitu limbah cair yang
radioaktif dan yang tidak radioaktif. Limbah cair yang radioaktif berasal dari 2
sumber, yaitu :
1. Limbah radioaktif cair yang dibuang dan dikumpulkan dalam wadah yang
telah disediakan oleh petugas dan ditempatkan di dalam laboratorium.
No. NAMA BIDANG NAMA LABORATORIUM KETERANGAN
1. Senyawa Bertanda dan Radiometri (SBR)
Sintesis Senyawa Bertanda PenelitianTeknologi Produksi Radioisotop PenelitianLaboratorium Hewan PenelitianBiodinamika Penelitian
2. REAKTOR penelitian ataukegiatan rutin
3. Fisika Radiasi dan Lingkungan (FRL)
Green House PenelitianLab. Fisika Radiasi dan Lingkungan Penelitian
4. Keselamatan dan Kesehatan (K2)
Pengelolaan Limbah dan Keselamatan Lingkungan (PLKL)
kerja praktek
2. Limbah radioaktif cair yang diperoleh dari beberapa sumber yaitu : wastafel
(tempat mencuci tangan dan peralatan laboratorium) yang berada di
laboratorium, ruang kerja dan ruang dekontaminasi.
30
Tabel 4.1. Nama Bidang Dan Laboratorium Penghasil LRCAR Di PTNBR-BATAN Bulan Mei
Pada dasarnya LRCAR yang diolah di PTNBR-BATAN merupakan effluent dari air
cucian benda padat yang terkontaminasi, cairan zat radioaktif yang sengaja dibuang,
air cucian binatang percobaan yang mengalami pemeriksaan dan pengobatan dengan
zat radioaktif. Aktivitas dari effluent tersebut sangat rendah, akan tetapi dengan alasan
keselamatan kerja dan lingkungan, dilakukan pengelolaan limbah di PTNBR-
BATAN.
Pengelolaan LRCAR di PTNBR-BATAN dilakukan dengan menggunakan sistem
terpadu, dimana sistem tersebut menggunakan tangki-tangki penampungan
sementara, kolam percobaan, serta bak transit (bak kontrol). Pengelolaan dengan
sistem terpadu ini digunakan untuk LRCAR yang berasal dari laboratorium, ruang
kerja, serta ruang dekontaminasi yang ditampung pada wastafel kemudian dialirkan
secara gravitasi ke gedung pengelolaan limbah cair.
LRCAR yang berasal dari laboratorium mengalir secara gravitasi melalui pipa ke
clarifier untuk mengendapkan material padat yang ada dalam LRCAR, sehingga
limbah yang mengalir dari clarifier ke dalam tangki kecil dalam keadaan bebas dari
partikulat. Setelah dialirkan ke dalam tangki kecil, LRCAR biarkan untuk waktu
tertentu sehingga aktivitasnya cukup rendah. Selanjutnya limbah yang terdapat dalam
tangki kecil tersebut dialirkan ke tangki besar sebagai penampungan sementara
limbah, sebelum dialirkan ke kolam percobaan A. Ketika tangki besar tersebut dalam
kondisi penuh, limbah tersebut kemudian dialirkan ke kolam percobaan (kolam A
dan Kolam B). Selanjutnya ketika kolam telah terisi penuh, limbah di kolam
percobaan dialirkan ke bak transit dengan menggunakan pompa. Skema sistem
pengolahan LRCAR di PTNBR-BATAN dapat dilihat pada Gambar 4.1.
31
Gambar 4.1. Diagram pengolahan LRCAR waktu paruh pendek
Keterangan gambar:
- Cl : Clarifier
- TK : Tangki kecil
- TB : Tangki besar
- P : Pompa
- K : Katup untuk mengalirkan dan menghentikan aliran LRCAR dari
clarifier ke tangki (TK dan TB). Penomoran (K1 s.d K7) sesuai dengan urutan
posisi tangki.
- B : Katup untuk mengalirkan dan menghentikan aliran LRCAR yang
dipompakan dari TK ke TB. Penomoran (B1 s.d B7) sesuai dengan urutan
posisi tangki.
32
- S : Katup untuk mengalirkan dan menghentikan aliran LRCAR yang
dihisap dari TB ke kolam. Penomoran (S1 s.d S7) sesuai dengan urutan posisi
tangki.
- Fungsi masing-masing rangkaian pipa besi
o Pipa besi warna biru untuk mengalirkan LRCAR secara gravitasi dari
clarifier ke tangki kecil (TK)
o Pipa besi warna perak untuk mengalirkan LRCAR yang dipompakan
dari TK ke TB
o Pipa besi warna hijau untuk mengalirkan LRCAR yang dipompakan
dari TB ke kolam.
Dari hasil pengolahan limbah tersebut, setiap bulan dilakukan pemantauan untuk
mengetahui jenis dan aktivitas radionuklida yang terkandung dalam setiap unit
pengolahan. Pemantauan dilakukan dengan melakukan sampling pada setiap unit
pengolahan, selanjutnya sample tersebut dicacah (counting) dengan menggunakan
alat MCA (Multi Channel Analyzer).
4.1 Unit-Unit Pengelolaan LRCAR
Fasilitas pengolahan LRCAR di PTNBR ini terdiri dari 2 buah bak clarifier, 4
buah tangki kecil, 3 buah tangki besar, 2 buah kolam percobaan, serta 1 buah
bak transit.
4.1.1 Bak Clarifier
Bak Clarifier adalah sebuah bak yang berfungsi sebagai bak
pengendap material padat yang masuk ke dalam unit pengolahan, yang
bersumber dari berbagai laboratorium terutama untuk laboratorium
yang menggunakan radioisotop waktu paruh pendek sebagai bahan
bakunya, sehingga limbah yang berasal Clarifier tidak mengganggu
kelancaran pengolahan selanjutnya.
33
Gambar 4.2 Bak Clarifier
Bak Clarifier di PTNBR terdiri dari tiga buah bak yang berhubungan
satu dengan yang lainnya. Bak pertama dan bak kedua dihubungkan
dengan pipa paralon berdiameter 5 inchi, terletak pada posisi 38 cm
dari dasar bak.
4.1.2 Tangki Kecil
Tangki kecil berfungsi sebagai penampung langsung limbah yang
bersumber dari bak Clarifier. Dalam tangki kecil proses tunda dan
luruh berlangsung. LRCAR yang masuk ke tangki dibiarkan dalam
waktu tertentu agar limbah tersebut meluruh sehingga aktivitasnya
menjadi lebih kecil.
Jumlah tangki kecil di PTNBR terdiri dari 4 buah tangki kecil dengan
kapasitas masing-masing sebesar 3000 Liter. Tangki diisi secara
berurutan satu persatu hingga setiap tangki tersebut penuh.
34
Gambar 4.3 Tangki Kecil
4.1.3 Tangki Besar
Tangki besar adalah tangki yang berfungsi menampung limbah yang
dialirkan dari tangki kecil. Jumlah tangki besar terdiri dari 3 buah
dengan kapasitas masing-masing-masing 10.000 Liter. Tangki besar
yang berfungsi menampung LRCAR dari tangki kecil 1 sampai tangki
kecil 4, kemudian dipindahkan ke dalam tangki besar 1 sampai tangki
besar 3 dengan menggunakan pompa listrik.
Gambar 4.4 Tangki Besar
4.1.4 Kolam Percobaan
Kolam percobaan adalah sebuah kolam yang memiliki fungsi sebagai
tempat penampungan limbah sementara yang bersumber dari tangki
besar untuk kemudian dibuang ke lingkungan.
35
Kolam percobaan tersebut terdiri dari 2 buah kolam yang terdiri dari
kolam A dan kolam B. Kolam A merupakan kolam yang menerima
limbah yang dikirim dari tangki besar melalui saluran khusus. Kolam
A ini memiliki dimensi yakni dengan panjang bak 25 meter, lebar bak
5 meter serta kedalaman bak 0,5 meter. Pada kolam A ini, limbah
dibiarkan meluruh cukup lama dan ditanami dengan gulma, yaitu
eceng gondok sebagai penyerap radionuklida.
Sedangkan kolam B memiliki fungsi yang hampir sama dengan kolam
A, yaitu menampung limbah sementara sebelum dibuang ke
lingkungan. Akan tetapi limbah ini bukan dialirkan dari tangki besar.
Kolam B bersumber dari kolam A yang kapasitasnya hampir penuh
dengan limbah.
Gambar 4.5 Kolam Percobaan A
Gambar 4.6 Kolam Percobaan B
36
4.1.5 Bak Transit
Bak transit adalah bak yang berfungsi sebagai tempat untuk
mengambil sampel limbah cair ketika limbah akan dibuang ke
lingkungan, yaitu Sungai Cikapundung. Kapasitas bak transit ini
adalah 12,5 m3.
(1) (2)
Gambar 4.7 Tampak Atas Bak Transit
4.2 Petunjuk Teknis Pengelolaan LRCAR
Petunjuk teknis pengelolaan LRCAR adalah prosedur atau tahapan-tahapan
kerja yang mendasari pengolahan LRCAR di PTNBR. Berikut adalah
petunjuk teknik pengelolaan LRCAR di PTNBR (dokumen BATAN bidang
P3TkN,2005) :
1. Alirkan LRCAR yang bersumber dari laboratorium-laboratorium ke
clarifier 1, kemudian secara otomatis limbah tersebut akan mengalir ke
clarifier 2, ke clarifier 3, kemudian tangki kecil oleh pengaruh gravitasi.
2. Biarkan limbah tersebut hingga semua tangki kecil terisi penuh oleh
LRCAR untuk proses tunda dan luruh.
3. Ukur radioaktivitas yang berada dalam TK 1, TK 2, TK 3 dan TK 4;
kemudian tentukan radioaktivitasnya yang paling kecil.
4. Pindahkan limbah yang radioaktivitasnya paling kecil ke tangki besar 1
(TB 1) dengan menggunakan pompa listrik.
37
5. Biarkan LRCAR dalam tangki besar untuk diproses tunda dan luruh
6. Isi tangki kecil (TK) yang kosong dengan LCAR yang telah melalui
clarifier.
7. Lakukan berulang tahap kegiatan tiga sampai dengan enam, untuk
memindahkan limbah tersebut dari tangki kecil ke tangki besar.
8. Ukur radioaktivitas LRCAR yang berada dalam tangki besar (TB). Jika
aktivitasnya lebih kecil dari 370 Bq/L atau 10-6 ci/m3 (syarat minimum
limbah yang tidak perlu diolah berdasarkan IAEA), limbah tersebut
kemudian dipindahkan ke kolam A dengan menggunakan pompa listrik.
9. Alirkan LRCAR dari kolam A ke kolam B secara otomatis dengan
pengaruh gravitasi, pada saat kolam A terisi penuh.
10. Biarkan LRCAR dalam kolam A dan kolam B untuk tunda dan luruh.
11. Ukur radioaktivitas LRCAR yang berada dalam kolam B, jika nilainya
lebih kecil atau sama dengan 70 Bq/L, limbah tersebut dipindahkan ke bak
transit dengan menggunakan pompa.
4.3 Sampling LCAR
Sampling LRCAR adalah pengambilan limbah radioaktif cair yang
beraktivitas rendah yang berasal dari setiap unit pengolahan LRCAR yang
berada di lingkungan PTNBR, yang kemudian sampelnya dikumpulkan dan
dibawa ke laboratorium khusus (ruang pencacahan) untuk dianalisa lebih
lanjut. Sampel yang diambil diharapkan representatif.
38
Gambar 4.8 Gedung Pengelolaan LRCAR
4.3.1 Langkah Kerja Sampling
1. Petugas yang ditugaskan melakukan sampling LRCAR diharuskan
memakai perlengkapan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) seperti
jas lab, tutup kepala, sarung tangan, serta TLD badge.
2. Menyiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk pengambilan sampel
disetiap unit pengolahan LRCAR, seperti baki, toples, plastik, tongkat
penjepit, sarung tangan, serta label.
3. Melakukan sampling dari setiap unit pengolahan dengan cara toples
plastik dijepit pada tongkat penjepit kemudian dimasukkan kedalam
unit pengolahan. Toples tersebut memiliki volume sebesar 1 L.
Sampel tersebut diambil secara berurutan mulai dari bak clarifier,
tangki kecil 1 sampai dengan tangki kecil 4, tangki besar 1 sampai
dengan tangki besar 3, kolam A dan kolam B, serta terakhir bak
transit.
4. Memberikan label pada setiap toples yang berisi sampel LRCAR agar
sumber sampel tidak tertukar.
5. Melakukan pencacahan untuk setiap sampel dengan menggunakan alat
Multi Chanel Analizer (MCA).
39
Gambar 4.9 Hasil sampling
4.4 Multi Channel Analyzer (MCA)
MCA adalah serangkaian alat yang berfungsi untuk mengetahui jenis dan
aktivitas radionuklida yang terkandung dalam suatu sampel. Serangkaian alat
MCA terdiri dari detektor, spektrometer gamma, dan komputer (software
PCA II). Detektor ini dilapisi perisai (shielding) dengan Pb (timbal). Tujuan
digunakannya perisai adalah agar radionuklida yang terdapat dalam sampel
yang akan diukur tidak akan memaparkan radiasi ke lingkungan di sekitarnya
dan juga agar sampel tidak mendapatkan pengaruh radiasi dari luar ketika
pengukuran dilakukan, sehingga radionuklida yang terukur hanya berasal dari
sampel. Istilah pengukuran oleh alat MCA ini dinamakan pencacahan.
Cara menggunakan MCA adalah sebagai berikut: (Nucleus Personal
Computer Analyzer Operating Instruction, Oak Ridge, 1988)
A. Kalibrasi MCA
1. Siapkan 3 sumber standar yaitu Am-241 (59,6 keV), Cs-137 (661,6 keV),
dan Co-60 (1173,4 keV dan 1332,4 keV)
2. Hidupkan spektrometer gamma dan komputer (software PCA II)
3. Tempatkan sumber standar pada detektor
4. Tutup dan kunci kembali detektor
40
5. Tekan F3 : untuk mengatur waktu (lama) pencacahan, masukkan 300
detik
6. Tekan F1 : untuk memulai pencacahan
7. Tekan “S” kemudian pilih “Expanded Display” lalu ENTER
8. Pilih “512” lalu tekan ENTER
9. Tekan “C” lalu pilih “calibrated” untuk memulai kalibrasi
10. Isilah kotak isian yang muncul dengan mengetik “keV”
11. Ketik pada kotak isian “59,6” untuk puncak pertama, “661,6” untuk
puncak kedua, dan “1173,4” untuk puncak ketiga, dan “1332,4” untuk
puncak keempat
12. Ketik ENTER
13. Tekan “CTLR+F2” untuk menghapus tampilan spektrum pada layar
14. Ambil kembali sumber standar dari detektor
15. Tutup dan kunci kembali detektor
B. Pencacahan Sampel
1. Tempatkan sampel pada detektor
2. Tutup rapat dan kunci detektor
3. Tekan F5 : untuk menuliskan identitas nama sampel
4. Tekan F3 : untuk mengatur lama waktu pencacahan. Untuk limbah
radioaktif cair = 10.000 detik; untuk limbah radioaktif padat = 300 detik
5. Tekan F1 : untuk memulai pencacahan
6. Setelah pencacahan selesai, simpan file hasil cacahan dengan tekan F
kemudian SAVE, lalu ketik nama file dan ENTER
7. Print hasil cacahan dengan tekan F kemudian Graphic kemudian Standard
Size dan ENTER
8. Keluarkan sampel dari deteltor kemudian tutup dan kunci kembali
detektor
9. Tekan “CTLR+F2” untuk mengembalikan layar ke posisi awal dan siap
melakukan pencacahan berikutnya
41
Gambar 4.10 Seperangkat MCA (Multi Channel Analyzer)
Gambar 4.11 Perisai Radiasi
42
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tujuan pengelolaan Limbah Radioaktif Cair Aktivitas Rendah (LRCAR) di
lingkungan PTNBR-BATAN adalah melakukan pengelolaan limbah secara terpadu
sesuai peraturan yang telah ditetapkan oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir
(BAPETEN) yang terdapat pada peraturan Nomor : 03/Ka-BAPETEN/V-99 tentang “Ketentuan Keselamatan Untuk Pengelolaan Limbah Radioaktif” agar
melindungi keselamatan dan kesehatan pekerja yang menggunakan zat radioaktif,
anggota masyarakat, dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi dan atau kontaminasi.
Pengolahan yang dilakukan di PTNBR-BATAN merupakan pengolahan limbah delay
and decay. Pengolahan dengan delay and decay adalah pengolahan limbah yang
prinsipnya menyimpan limbah dalam waktu tertentu dengan tujuan zat radioaktif
yang terkandung dapat meluruh sehingga aktivitasnya menjadi rendah.
5.1 Pemantauan LRCAR
Pengelolaan LRCAR di PTNBR-BATAN meliputi kegiatan pengolahan
LRCAR, serta pemantauan terhadap LRCAR yang tertampung di setiap unit
penampungan limbah dengan periode satu kali perbulan. Hasil pemantauan
meliputi aktivitas dan jenis radionuklida yang terdapat di unit penampungan
LRCAR. Hasil pemantauan yang dilakukan pada LRCAR untuk mengetahui
jenis dan aktivitasnya pada bulan Mei dapat dilihat pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Data Aktivitas LRCAR Waktu Paruh Pendek di PTNBR–BATAN Bandung, Mei 2013
No. Sumber Sampel Jenis Radionuklida
Aktivitas (Bq/L)
1. Tangki Kecil 1 Te-131 0,3974782. Tangki Kecil 2 Co-60 0,0364543. Tangki Kecil 3 Co-60 0,026114. Tangki Kecil 4 Co-60 0,0277335. Tangki Besar 1 TIDAK ADA 0
Sumber: Hasil perhitungan, Juni 2013
43
Tabel 5.1. Data Aktivitas LRCAR Waktu Paruh Pendek di PTNBR–BATAN Bandung, Mei 2013 (lanjutan)
No. Sumber Sampel Jenis Radionuklida
Aktivitas (Bq/L)
6. Tangki Besar 2 Co-60 0,0116727. Tangki Besar 3 Te-131 0,0962168. Kolam A air Barat TIDAK ADA 09. Kolam A air Tengah TIDAK ADA 010. Kolam A air Timur TIDAK ADA 011. Kolam B air Barat TIDAK ADA 011. Kolam B air Tengah TIDAK ADA 012. Kolam B air Timur TIDAK ADA 013. Bak Transit Te-131 0,974274
14. Lepasan ke Sungai Cikapundung - -
Sumber: Hasil perhitungan, Juni 2013
Tabel 5.1. menggambarkan jenis dan aktivitas radioaktif yang terdapat pada
limbah yang ditampung dalam setiap unit penampungan yang dikelola oleh
PTNBR-BATAN. LRCAR yang tertampung terdapat unit semua
penampungan, yaitu 3 (tiga) buah tangki kecil, 4 (empat) buah tangki besar, 2
(dua) buah kolam percobaan, serta 1 (satu) buah bak transit.
LRCAR yang terdapat pada tangki kecil merupakan limbah yang dialirkan
dari sumber pada bulan Mei. LRCAR pada tangki kecil memiliki aktivitas dan
jenis radionuklida yang berbeda. Jenis radionuklida pada tangki kecil 1 adalah
Te-131 dengan aktivitas 0,397478 Bq/L. Sedangkan jenis radionuklida pada
tangki kecil 2, 3 dan 4 adalah Co-60 dengan aktivitas kurang dari 0,1 Bq/L.
Jenis dan aktivitas radionuklida yang berbeda disebabkan oleh jenis dan
konsentrasi radionuklida yang digunakan oleh Laboran di PTNBR. Sehingga,
jenis dan aktivitas radionuklida yang akan masuk ke tangki-tangki kecil akan
fluktuatif.
LRCAR pada tangki besar merupakan hasil pemindahan dari tangki-tangki
kecil pada bulan sebelum Mei (Maret dan atau April), yang memiliki aktivitas
paling kecil dari ke empat buah tangki kecil dan atau LRCAR tersebut
44
memiliki aktivitas hampir sama dengan LRCAR yang sudah terdapat pada
pada tangki besar. Pada tangki besar 1, tidak terdapat radionuklida yang
terkandung. Hal ini dikarenakan aktivitas radionuklida yang terdapat pada
tangki besar 1 sangat kecil, sehingga alat detektor yang digunakan (MCA),
tidak bisa mendeteksi jenis radionuklida yang terdapat pada tangki besar
tersebut. Sedangkan pada tangki besar 2 terdapat radionuklida Co-60 dengan
aktivitas 0,011672 Bq/L dan pada tangki besar 3 terdapat Te-131 dengan
aktivitas 0,096216 Bq/L. LRCAR yang masuk ke tangki-tangki besar,
memiliki sumber dari tangki-tangki kecil yang berbeda, sehingga
menyebabkan jenis dan radionuklida yang berbeda pula.
LRCAR yang terdapat pada kolam percobaan A merupakan LRCAR yang
dipindahkan dari tangki-tangki besar yang memiliki aktivitas lebih kecil dari
370 Bq/L atau 10-6 ci/m3 yang merupakan syarat minimum limbah yang tidak
perlu diolah berdasarkan IAEA (International Atomic Energy Agency).
LRCAR yang terdapat pada kolam A, merupakan limbah yang berasal dari
tangki-tangki besar, sebelum limbah yang terdapat di tangki-tangki kecil
dipindahkan ke tangki besar (limbah dari tangki besar pada bulan Januari,
Februari dan atau Maret). Sedangkan, LCAR yang terdapat pada kolam
percobaan B merupakan LRCAR yang dipindahkan dari kolam percobaan A.
Pada kolam percobaan A dan B tidak terdapat radionuklida yang terkandung,
artinya aktivitas LRCAR yang terdapat pada kedua kolam tersebut sangat
kecil.
Sedangkan LRCAR yang terdapat di bak transit, merupakan limbah yang
berasal dari kolam percobaan B, sebelum limbah dilepas ke lingkungan
(Sungai Cikapundung). LRCAR yang terdapat di bak transit merupakan
limbah dari kolam percobaan B, sebelum limbah dari percobaan A
dipindahkan ke kolam percobaan B. Jenis radionuklida yang terdapat di bak
transit adalah Te-131 dengan aktivitas 0,974274 Bq/L.
45
5.2 Pemantauan Lumpur
Selain dilakukan pemantauan terhadap aktivitas dan jenis radionuklida pada
LRCAR, pemantauan juga dilakukan terhadap sampel lumpur dan sampel
eceng gondok yang terdapat di kolam percobaan A dan B. Hasil pemantauan
yang dilakukan pada lumpur di kolam percobaan A dan B pada bulan Mei
dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Data Aktivitas Radionuklida Pada Lumpur di PTNBR–BATAN Bandung, Mei 2013
No. Sumber Sampel Jenis Radionuklida Aktivitas (Bq/L)
1 Kolam A lumpur Barat Co-60 0,7065182 Kolam A lumpur Tengah Co-60 0,7736063 Kolam A lumpur Timur Co-60 0,7263104 Kolam B lumpur Barat Co-60 0,1983195 Kolam B lumpur Tengah Co-60 0,1969216 Kolam B lumpur Timur Co-60 0,180217
Sumber: Hasil perhitungan, Juni 2013
Tabel 5.2. menunjukkan bahwa sampel lumpur yang berasal dari bak
percobaan (kolam A dan kolam B). Titik sampling untuk sampel lumpur pada
kolam A dan B, masing-masing terdiri dari titik barat, tengah dan timur. Jenis
radionuklida pada masing-masing titik di kolam A adalah Co-60 dengan
aktivitas yang yang tidak jauh berbeda, yaitu dalam range 0,7-0,8 Bq/L.
Sedangkan, jenis radionuklida yang terdapat di masing-masing titik di kolam
B sama dengan jenis radionuklida yang terdapat pada sampel lumpur di kolam
A, yaitu Co-60. Aktivitas radionuklida pada lumpur yang terdapat di kolam B
berada dalam range 0,1-0,2 Bq/L. Aktivitas radionuklida pada lumpur di
kolam B, lebih kecil jika dibandingkan dengan aktivitas radionuklida yang
terdapat pada lumpur di kolam A. Hal ini dikarenakan, aktivitas LRCAR yang
terdapat di kolam A lebih besar dibandingkan dengan aktivitas LRCAR yang
terdapat di kolam B. Sehingga, semakin besar aktivitas LRCAR semakin
besar pula aktivitas yang terdapat pada lumpur.
Selain itu, sampel lumpur memiliki aktivitas yang lebih besar dibandingkan
sampel air (LRCAR) yang berasal dari tangki kecil maupun tangki besar. Hal
46
ini dikarenakan aktivitas radionuklida yang terkandung dalam kolam A dan
Kolam B terakumulasi dilumpur, karena limbah secara terus menerus masuk
dari tangki besar ke kolam A, kemudian radionuklida yang terkandung dalam
LRCAR pada kolam-kolam mengendap ke lumpur. Meskipun demikian,
aktivitas radionuklida yang terdapat pada lumpur masih tergolong sangat
rendah.
5.3 Pemantauan Eceng Gondok
Hasil pemantauan yang dilakukan pada sampel eceng gondok yang terdapat di
kolam percobaan A dan B, sampel eceng gondok yang diukur jenis dan
aktivitas radionuklidanya adalah akar. Eceng gondok merupakan media
dekontaminasi air dari unsur-unsur radioaktif secara fitoremediasi, yang
merupakan teknik dengan menggunakan tumbuhan yang mempunyai
kemampuan lebih untuk menyerap unsur-unsur tersebut.
Di kolam percobaan A, terdapat 3 titik sampel akar eceng gondok yaitu titik
barat, tengah, dan timur. Sedangkan di kolam percobaan B, hanya terdapat
satu sampel yang dianggap merepresentasikan akar di kolam B. Hal ini
dikarenakan, jumlah eceng gondok yang terdapat di kolam A sangat sedikit,
sehingga tidak memungkinkan jika dilakukan pemantauan di beberapa titik di
kolam B. Hasil pemantauan yang dilakukan pada akar di kolam percobaan A
dan B pada bulan Mei dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Data Aktivitas Radionuklida Pada Akar di PTNBR–BATAN Bandung, Mei 2013
No. Sumber Sampel Jenis Radionuklida
Aktivitas (Bq/L)
1 Kolam A akar Barat Co-60 1,7011452 Kolam A akar Tengah Co-60 1,8858213 Kolam A akar Timur Co-60 1,6899224 Kolam B akar Barat Co-60 0,032194
Sumber: Hasil perhitungan, Juni 2013
47
Tabel 5.3. menunjukkan jenis radionuklida pada sampel akar yang terdapat
pada kolam A dan B adalah Co-60. Sedangkan aktivitas radionuklida pada
sampel akar di kolam A dalam range 1,6-1,9 Bq/L dan sampel akar di kolam
B kurang dari 1 Bq/L. Aktivitas radionuklida pada sampel akar di kolam A
lebih besar dibandingkan dengan sampel di kolam B. Hubungan aktivitas
radionuklida pada sampel lumpur dan sampel akar eceng gondok dapat dilihat
pada Gambar 5.1.
Barat Tengah Timur
0.706517999999999
0.773606000000001 0.72631
0.198319 0.196921 0.180217
1.7011451.885821
1.689922
0.032194
Hubungan Aktivitas Radionuklida Sampel Lumpur dan Akar
Lumpur A Lumpur B Akar A Akar B
Gambar 5.1. Hubungan Aktivitas Radionuklida Sampel Lumpur
dan Akar Eceng Gondok
Gambar 5.1. menggambarkan bahwa tingginya aktivitas radionuklida pada
akar yang terdapat pada sampel A berbanding lurus dengan tingginya aktivitas
lumpur di kolam A. Hal ini disimpulkan secara umum, bahwa semakin tinggi
aktivitas radionuklida pada lumpur, semakin tinggi pula aktivitas radionuklida
yang terkandung pada sampel akar. Artinya, semakin tinggi aktivitas
radionuklida pada lumpur, semakin tinggi juga potensi terserapnya
radionuklida ke media eceng gondok. Hal ini dikarenakan, eceng gondok
merupakan tumbuhan akuatik yang secara teoritis dapat menyerap air dan
48
unsur yang terdapat didalamnya, sehingga dapat digunakan sebagai
bioindikator penyebaran radionuklida dan depolutan pada limbah radioaktif.
5.4 Perbandingan Radionuklida dengan Baku Mutu
Pada dasarnya, jenis dan aktivitas LRCAR dari setiap unit pengolahan, pada
setiap sampel menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki aktivitas yang
sangat rendah. Sampel LRCAR yang berasal dari tangki kecil, tangki besar,
kolam atau bak percobaan, dan bak transit (bak kontrol), serta sampel lumpur
dan sampel akar eceng gondok yang berasal dari kolam A dan B. Semua
sampel yang dilakukan pemantauan, memiliki aktivitas kurang dari 1 Bq/L.
Aktivitas LRCAR tersebut sangat rendah, jika dibandingkan dengan standar
yang dikeluarkan oleh IAEA. Berdasarkan standar IAEA, klasifikasi limbah
radioaktif cair golongan 1, yaitu limbah radioaktif cair dengan aktivitas
radionuklida ≤ 370 Bq/L. limbah yang terkategori golongan 1, tidak perlu
diolah dan dapat langsung dibuang ke lingkungan. Meskipun demikian,
pengelolaan LRCAR tetap dilakukan di PTNBR, karena memperhatikan aspek
keselamatan dan kesehatan pekerja yang menggunakan zat radioaktif, anggota
masyarakat, serta lingkungan hidup dari bahaya radiasi dan atau kontaminasi.
Selain itu, jika dilakukan perbandingan hasil pemantauan LRCAR dengan
baku mutu yang berlaku, yakni SK Ka. BAPETEN No. 02/Ka-BAPETEN/V-
99 tentang ”Baku Tingkat Aktivitas Radionuklida Di Lingkungan”.
Perbandingan ini ditujukan untuk mengetahui LRCAR yang diolah di
PTNBR-BATAN dapat dibuang langsung ke lingkungan atau tidak.
Perbandingan hasil analisa dengan baku mutu yang berlaku dapat dilihat pada
Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Perbandingan LRCAR dengan Baku MutuNo. Sumber Sampel Jenis Aktivitas Baku Hasil
49
Radionuklida (Bq/L) Mutu (Bq/L)
perbandingan
1. Tangki Kecil 1 Te-131 0,397478 2 x 103 √2. Tangki Kecil 2 Co-60 0,036454 2 x 103 √3. Tangki Kecil 3 Co-60 0,02611 2 x 103 √4. Tangki Kecil 4 Co-60 0,027733 2 x 103 √5. Tangki Besar 1 TIDAK ADA 0 - √6. Tangki Besar 2 Co-60 0,011672 2 x 103 √7. Tangki Besar 3 Te-131 0,096216 2 x 103 √8. Kolam A air Barat TIDAK ADA 0 - √
9. Kolam A air Tengah TIDAK ADA 0 - √
10. Kolam A air Timur TIDAK ADA 0 - √11. Kolam B air Barat TIDAK ADA 0 - √
12. Kolam B air Tengah TIDAK ADA 0 - √
13. Kolam B air Timur TIDAK ADA 0 - √14. Bak Transit Te-131 0,974274 2 x 103 √
15. Lepasan ke Sungai Cikapundung - 0 - √
keterangan: √ = memenuhi baku mutu X = tidak memenuhi baku mutu
Tabel 5.4. menunjukkan hasil perbandingan sampel LRCAR terhadap baku
mutu BAPETEN, dimana LRCAR yang dikelola di lingkungan PTNBR-
BATAN memiliki aktivitas radionuklida yang berada dalam batas aman yang
diizinkan oleh BAPETEN.
50
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Limbah Cair Radioaktif Aktivitas Rendah (LRCAR) yang bersumber dari
kegiatan-kegiatan di laboratorium di PTNBR-BATAN memiliki aktivitas
yang sangat rendah, yaitu < 1 Bq/L.
2. Berdasarkan klasifikasi limbah radioaktif cair dengan aktivitas yang
dikandungnya, menurut standar IAEA (International Atomic Energy Agency),
LRCAR yang dikelola setelah melewati bak clarifier di PTNBR pada bulam
Mei adalah limbah radioaktif cair golongan I. Limbah yang terklasifikasi
golongan I, tidak perlu diolah dan dapat dibuang ke lingkungan.
3. LRCAR yang dikelola di PTNBR memiliki aktivitas radionuklida yang masih
berada dalam batas aman yang diizinkan oleh BAPETEN.
4. Aktivitas radionuklida yang terdapat pada lumpur di kolam A berada dalam
range 0,7-0,8 Bq/L. Sedangkan aktivitas radionuklida yang terdapat di kolam
B berada dalam range 0,1-0,2 Bq/L. Aktivitas radionuklida di kolam A lebih
besar dibandingkan dengan yang terdapat di kolam B.
5. Aktivitas radionuklida yang terdapat pada akar eceng gondok yang terdapat di
kolam A lebih besar dibandingkan dengan aktivitas radionuklida yang
terdapat di kolam B. Aktivitas radionuklida pada akar eceng gondok berada
dalam range 1,6-1,9 Bq/L. Sedangkan pada kolam B, aktivitas
radionuklidanya < 1 Bq/L.
6. Aktivitas radionuklida pada akar eceng gondok secara umum berbanding lurus
dengan aktivitas lumpur yang terdapat dalam kolam A dan B. Semakin tinggi
aktivitas radionuklida pada lumpur, semakin tinggi aktivitas radionuklida
yang terdapat pada eceng gondok.
7. Pengelolaan LRCAR di PTNBR - BATAN telah dilakukan secara baik dan
benar, sesuai dengan ketentuan keselamatan kerja terhadap radiasi, sehingga
51
dapat memberikan rasa aman bagi para petugas, masyarakat, dan lingkungan
hidup.
6.2 Saran
1. Sebelum masuk unit pengolahan, debit LRCAR yang akan masuk ke unit-unit
pengolahan seharusnya dilakukan pengukuran terlebih dahulu. Dengan
melakukan pengukuran debit, akan diketahui volume yang dibutuhkan untuk
menampung LRCAR yang akan diolah, sehingga pegolahan limbah dapat
lebih optimal.
2. Database yang menginformasikan tentang sumber limbah dari unit-unit
pengolahan sangat diperlukan, sehingga dapat diketahui terjadi atau tidaknya
peluruhan pada aktivitas radionuklida yang berlangsung di unit-unit
pengolahan. Dengan mengetahui terjadinya peluruhan atau tidak, dapat
diketahui efisiensi dari unit-unit pengolahan tersebut.
3. Perlu dilakukan pemisahan dari sumber terhadap limbah radioaktif cair yang
memiliki waktu paruh rendah dan waktu paruh sedang, meskipun aktivitasnya
tergolong sangat rendah. Dengan melakukan pemisahan, pengolahan terhadap
LRCAR dapat dimaksimalkan.
4. Pengukuran jenis dan aktivitas radionuklida pada eceng gondok seharusnya
tidak hanya pada bagian akar saja. Perlu dilakukan pengukuran terhadap
bagian batang dan daun pada eceng gondok, sehingga dapat diketahui, pada
bagian mana eceng gondok akan terakumulasi secara maksimal.
5. Mengingat aktivitas radionuklida pada akar eceng gondok di kolam percobaan
A paling tinggi dibandingkan dengan seluruh sampel yang diukur, perlu
dilakukan penelitian pengaruh eceng gondok terhadap aktivitas radionuklida
pada air dan lumpur di PTNBR. Sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan
eceng gondok sebagai media dalam proses fitoremediasi limbah radioaktif
cair.
52
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 2002 tentang Pengelolaan
Limbah Radioaktif, BAPETEN, 2002.
Surat Keterangan Kepala BAPETEN No. 03 Tahun 1999 tentang Ketentuan
Keselamatan Untuk pengelolaan Limbah Radioaktif, BAPETEN, 1999.
Surat Keterangan Kepala BAPETEN No. 02 Tahun 1999 tentang Baku Tingkat
Aktivitas radionuklida di Lingkungan, BAPETEN, 1999.
Rukmini, Eem dan Widanda, 2002. Prosedur Kerja Pengolahan Limbah Radioaktif.
Bandung.
Noerpitasari, Erlina. 2002. Pengolahan Limbah Radioaktif Cair Aktivitas Rendah
Waktu Paruh Pendek di PTNBR-BATAN. Bandung.
IAEA, “Guide the Safe Handling of Radioactive Waste at Nuclear Power Plant”,
Technical Report Series No. 198, IAEA, Vienna,1980.
Rasito, S.Si. 2012. Panduan Praktikum Kalibrasi Energi Spektrofometer Gamma:
Tidak diterbitkan.
Rasito, S.Si. 2012. Panduan Praktikum Pengukuran Radioaktivitas Sampel: Tidak
diterbitkan.
53